ANALISIS KERUGIAN DAN PEMETAAN SEBARAN
SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN SMA
DAN SMK NEGERI DI KOTA PEKANBARU
OLEH: SKRIPSI
Frieda Sitepu
111201135/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Analisis Kerugian dan Pemetaan Sebaran Serangan Rayap Pada Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru
Nama : Frieda Sitepu
NIM : 111201135
Program studi : Kehutanan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Luthfi Hakim, S.Hut.,M.Si
Ketua Anggota
Yunus Afifuddin S.Hut M.Si
Mengetahui
ABSTRAK
FRIEDA SITEPU. Analisis Kerugian dan Pemetaan Sebaran Serangan Rayap Pada Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru.Dibawah bimbingan akademik oleh LUTHFI HAKIM dan YUNUS AFIFUDIN.
Pertimbangan perencanaan bangunan selalu mempertimbangkan dua aspek penting yang berhubungan dengan masa pakai yaitu kekuatan dan keawetan. Berkaitan dengan aspek kekuatan, pada umumnya struktur bangunan direncanakan berdasarkan beban yang kemungkinan terjadi dan kekuatan bahan struktur yang digunakan. Kecenderungan bahaya serangan rayap pada bangunan gedung termasuk untuk fungsi hunian pada saat ini semakin tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh nilai kerugian ekonomis serangan rayap, dan mendapatkan informasi jenis dan penyebaran rayap yang menyerang bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2014. Metode yang digunakan adalah dengan pengamatan langsung dilapangan dan wawancara dengan menggunakan wawancara. Data yang diperoleh kemudian di petakan dengan aplikasi GIS. Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 64% sekolah masuk ke dalam serangan kategori ringan dan 34% sekolah masuk dalam kerusakan sedang. Rayap yang menyerang adalah jenis Rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus) dan Rayap tanah (Microtermes inspiratus)
ABSTRACT
FRIEDA SITEPU. Losses Analysis and Mapping Distribution Of Termites Attack in SMA and SMK Negeri Building in Pekanbaru. Supervised by LUTHFI HAKIM and YUNUS AFIFUDIN
ABSTRAK
FRIEDA SITEPU. Analisis Kerugian dan Pemetaan Sebaran Serangan Rayap Pada Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru.Dibawah bimbingan akademik oleh LUTHFI HAKIM dan YUNUS AFIFUDIN.
Pertimbangan perencanaan bangunan selalu mempertimbangkan dua aspek penting yang berhubungan dengan masa pakai yaitu kekuatan dan keawetan. Berkaitan dengan aspek kekuatan, pada umumnya struktur bangunan direncanakan berdasarkan beban yang kemungkinan terjadi dan kekuatan bahan struktur yang digunakan. Kecenderungan bahaya serangan rayap pada bangunan gedung termasuk untuk fungsi hunian pada saat ini semakin tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh nilai kerugian ekonomis serangan rayap, dan mendapatkan informasi jenis dan penyebaran rayap yang menyerang bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2014. Metode yang digunakan adalah dengan pengamatan langsung dilapangan dan wawancara dengan menggunakan wawancara. Data yang diperoleh kemudian di petakan dengan aplikasi GIS. Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 64% sekolah masuk ke dalam serangan kategori ringan dan 34% sekolah masuk dalam kerusakan sedang. Rayap yang menyerang adalah jenis Rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus) dan Rayap tanah (Microtermes inspiratus)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Analisis Kerugian dan Pemetaan Sebaran Serangan Rayap Pada Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru ”. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan kerugian ekonomis, mendapatkan informasi jenis-jenis dan penyebaran rayap, mengidentifikasi peta sebaran jenis rayap dan
kerusakan, dan membuat model penduga kerugian ekonomis serangan rayap.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak
Luthfi Hakim, S.Hut., M.Si dan Yunus Afifuddin S.Hut M.Si
atas kesediaannya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan usulan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini belum sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk hasil penellitian yang lebih baik. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Mei 2015
DAFTAR ISI
Kerugian Serangan Rayap di Indonesia ... 13
Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Serangan Rayap ... 14
Perlakuan Pasca Konstruksi ... 14
Penekanan Populasi (Pengumpanan) ... 15
METODE PENELITIAN Karakteristik Bangunan Sekolah ... 20
Kerugian Ekonomis Akibat Serangan Rayap pada Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru ... 22
Sebaran Kerusakan Bangunan SMA dan SMK Negeri ... 29 Jenis Rayap Perusak Kayu dan Sebaran Jenisnya ... 33 Model Penduga Kerugian Ekonomis dengan Menggunakan Standar Harga Kayu ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 38 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1.
Bentuk Bangunan Sekolah SMA dan SMK Negeri ... 202. Komponen Sekolah yang Terbuat dari Kayu ... 22
3. Komponen yang Terserang Rayap ... 27
4. Peta Sebaran Objek Penelitian ... 30
5. Histogram Persentase Kerusakan Bangunan ... 32
6. Peta Sebaran Kerusakan Serangan Rayap ... 33
7. Jenis Rayap yang Menyerang Bangunan ... 35
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Data Jumlah SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru ... 4 2. Karakteristik-Karakteristik Bangunan SMA dan SMK Negeri di
Kota Pekanbaru ... 21 3. Kerugian Ekonomis Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota
Pekanbaru ... 24 4. Kerugian Ekonomis Akibat Serangan Rayap Pada Berbagai Komponen
Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru ... 25
5. Kerugian Ekonomis Akibat Serangan Rayap Tanah dan Kayu Kering Pada Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru ... 27
6. Persentase Kerusakan Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota
Pekanbaru ... 31 7. Jenis Rayap yang Menyerang Bangunan ... 35
ABSTRAK
FRIEDA SITEPU. Analisis Kerugian dan Pemetaan Sebaran Serangan Rayap Pada Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru.Dibawah bimbingan akademik oleh LUTHFI HAKIM dan YUNUS AFIFUDIN.
Pertimbangan perencanaan bangunan selalu mempertimbangkan dua aspek penting yang berhubungan dengan masa pakai yaitu kekuatan dan keawetan. Berkaitan dengan aspek kekuatan, pada umumnya struktur bangunan direncanakan berdasarkan beban yang kemungkinan terjadi dan kekuatan bahan struktur yang digunakan. Kecenderungan bahaya serangan rayap pada bangunan gedung termasuk untuk fungsi hunian pada saat ini semakin tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh nilai kerugian ekonomis serangan rayap, dan mendapatkan informasi jenis dan penyebaran rayap yang menyerang bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2014. Metode yang digunakan adalah dengan pengamatan langsung dilapangan dan wawancara dengan menggunakan wawancara. Data yang diperoleh kemudian di petakan dengan aplikasi GIS. Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 64% sekolah masuk ke dalam serangan kategori ringan dan 34% sekolah masuk dalam kerusakan sedang. Rayap yang menyerang adalah jenis Rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus) dan Rayap tanah (Microtermes inspiratus)
ABSTRACT
FRIEDA SITEPU. Losses Analysis and Mapping Distribution Of Termites Attack in SMA and SMK Negeri Building in Pekanbaru. Supervised by LUTHFI HAKIM and YUNUS AFIFUDIN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertimbangan perencanaan bangunan selalu mempertimbangkan dua aspek penting yang berhubungan dengan masa pakai yaitu kekuatan dan keawetan.
Berkaitan dengan aspek kekuatan, pada umumnya struktur bangunan direncanakan berdasarkan beban yang kemungkinan terjadi dan kekuatan bahan struktur yang
digunakan. Sedangkan untuk aspek keawetan dikaitkan dengan faktor-faktor lingkungan termasuk cuaca dan organisme perusak yang dapat menyebabkan terdegradasinya bahan bangunan dengan kemampuan bahan untuk menahan serangan
dari faktor-faktor tersebut. Aspek kekuatan telah banyak mendapat perhatian melalui berbagai penelitian bahan, struktur dan konstruksi bangunan. Untuk dapat
merencanakan masa layan suatu konstruksi, agar dapat memiliki kinerja seperti yang diharapkan sesuai umur pakai yang diinginkan diperlukan suatu gambaran tentang tingkat bahaya serangan organisme di suatu daerah karena berdasarkan data yang ada
kerusakan terbesar konstruksi bangunan yang ada adalah akibat serangan organisme perusak (Aini, 2005).
Kecenderungan bahaya serangan rayap pada bangunan gedung termasuk untuk fungsi hunian pada saat ini semakin tinggi. Kondisi tersebut telah mendorong pemerintah untuk menyusun kebijakan publik terkait penyelenggaraan
bangunan gedung yang di dalamnya memasukkan bahaya rayap sebagai bagian dari faktor perusak bangunan sebagaimana dituangkan dalam UU No 28 tahun 2002
pula dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 332/KPTS/M/2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang pedoman teknis
pembangunan bangunan gedung negara, penanggulangan bahaya rayap merupakan bagian komponen biaya dalam pembangunan bangunan gedung negara.
Rayap merupakan organisme perusak kayu yang utama dan paling ganas
dibandingkan organisme perusak kayu lainnya (Sukartana, 1998). Kerugian material akibat serangan rayap tanah pada tahun 1995 hampir mendekati angka 1,67 trilyun
(Nandika et al., 2003). Fenomena ini menstigmakan rayap sebagai musuh utama manusia dalam memperoleh produk-produk berselulosa .Berdasarkan fenomena ini Sukartana et al. (2002) menyatakan bahwa parameter kualitas keawetan kayu adalah
kemampuannya dalam menghadapi penghancuran oleh rayap. Saat ini ada 67 Sekolah Menengah Atas yang ada di kota Pekanbaru dengan pembagian 54 buah milik swasta
dan 13 buah milik Pemerintah beserta 9 buah Sekolah Menengah Kejuruan (Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, 2014).
Organisme yang paling banyak ditemukan menimbulkan kerusakan pada
kayu khususnya bangunan adalah rayap tanah. Genus Coptotermes merupakan hama isopteran yang sangat destruktif menyerang kayu dan bahan berkayu di dunia
(Takematsu et al., 2006) dan berbagai spesies rayap ini ditemukan di Indonesia, seperti di Pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera.
Rayap di alam bebas berperan penting sebagai penjaga keseimbangan alam
karena dapat merusak bahan-bahan yang mengandung selulosa yang merupakan sumber makanan bagi rayap, seperti: kayu, kertas, kain dan sebagainya (Yuni, 2012).
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan nilai kerugian ekonomis serangan rayap pada bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru
2. Mendapatkan informasi jenis-jenis dan penyebaran rayap yang menyerang bangunan SMA dan SMK Negeri serta mengidentifikasi peta sebaran jenis
rayap dan kerusakan bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru dengan menggunakan GIS
3. Membuat model penduga kerugian ekonomis dan serangannya.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan infromasi bagi Pemerintah Kota Pekanbaru terhadap kerusakan
dan kerugian serangan rayap pada bangunan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri.
2. Bermanfaat bagi dunia pendidikan, penelitian serta bahan informasi masyarakat
umum, pemerintah, instansi/lembaga yang terkait dalam pengelolaan perlindungan bangunan.
TINJAUAN PUSTAKA
Bangunan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
Kota Pekanbaru mempunyai 53 bangunan Sekolah Menengah Atas dan 43 bangunan Sekolah Menengah Kejuruan dengan rincian 13 bangunan SMA milik pemerintah dan 40 bangunan milik swasta, sedangkan Sekolah Menengah Kejuruan
rinciannya adalah 9 bangunan SMK milik pemerintah dan 34 buah milik swasta. Rincian sebaran SMA dan SMK di Kota Pekanbaru disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Jumlah Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Pekanbaru.
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru 2013
Deskripsi Kota Pekanbaru
Kota Pekanbaru terletak 101° 14’ - 101° 34’ Bujur Timur 0° 25’ - 0° 45’ Lintang Utara. Struktur tanah pada umumnya terdiri dari jenis alluvial dengan pasir. Pinggiran kota pada umumnya terdiri dari jenis tanah organosol (tanah organik
gambut) dan humus yang merupakan rawa-rawa yang bersifat asam, sangat kerosif untuk besi. Dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikelompokan kedalam ordo
Tanah gambut sebagai tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 20% (bila tanah tidak mengandung liat) atau lebih dari 30% (bila tanah mengandung liat 60%
atau lebih) dan tebalnya secara kumulatif lebih dari 40 cm ( Peraturan Menteri Pertanian, 2009).
Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara
maksimum berkisar antara 32,4°C -33,8°C dan suhu minimum berkisar antara 23,0 °C - 24,2 °C. Curah hujan antara 66,3 – 392,4 mm per bulan dengan curah
hujan dan hari hujan tertinggi jatuh pada November. Kelembaban rata-rata berkisar antara 68% - 83 %.
Kota Pekanbaru dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke
timur, memiliki beberapa anak sungai antara lain : Sungai Umban Sari, Air Hitam, Sibam, Setukul, Pengambang, Ukai, Sago, Senapelan, Mintan dan Tampan.
Sungai Siak juga merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta dari daerah lainnya.Luas sunagi siak sekitar sekitar ± 14.239 km2 dengan luas DAS 11.026 km2 (BPS, 2013)
Rayap
Rayap memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi. Menurut Harris (1971)
telah tercatat lebih dari 1800 jenis rayap yang ada di dunia. Secara garis besar, jenis rayap tersebut terbagi dalam 6 famili, 15 sub-famili dan 200 genus (marga). Hampir 10% dari keseluruhan rayap di dunia ditemukan di Indonesia yaitu 200 jenis yang
terdiri ata s 3 famili (Kalotermitidae, Rhinotermitidae, dan Termitidae), 6 sub-famili (Coptotermitinae, Rhinotermitinae, Amitermitinae, Termitinae, Macrotermitinae, dan
Prorhinotermes, Coptotermes, Microcerotermes, Caprototermes, Macrotermes, Odontotermes, Microtermes, Bulbitermes, Nasutitermes, Hospitalitermes dan
Lacessitermes). Namun dari 200 jenis rayap tersebut baru sekitar 179 jenis yang telah berhasil diidentifikasi (ditentukan jenisnya secara ilmiah), yaitu 4 jenis rayap kayu kering, 166 jenis rayap kayu basah, dan 9 jenis rayap tanah (subterannean).
Setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang mempunyai bentuk dan fungsi yang berbeda. Ketiga kasta tersebut adalah kasta prajurit, kasta reproduktif dan kasta
pekerja. Sekitar 80 – 90% populasi koloni rayap merupakan kasta pekerja. Kasta pekerja inilah yang melakukan kerusakan pada aset-aset milik manusia dan bahan berlignoselulosa lainnya. Terdapat beberapa kasta individu yang wujudnya berbeda
(Triplehorn dan Norman, 2005; Nandika et al, 2003), yaitu: 1. Kasta reproduktif
Terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (yang abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta reproduktif berukuran
besar sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri koloni, yaitu sepasang laron yang mulai menjalin kehidupan bersama sejak
penerbangan alata. Pasangan ini disebut reprodukif primer. Jika mereka mati bukan berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan membentuk "ratu" atau "raja" baru dari individu lain (biasanya dariasta pekerja) tetapi ukuran abdomen ratu
2. Kasta prajurit
Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan
(sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Pada beberapa jenis rayap dari famili Termitidae seperti Macrotermes, Odontotermes, Microtermes dan
Hospitalitermes terdapat prajurit dimorf (dua bentuk) yaitu prajurit besar dan prajurit
kecil.
3. Kasta pekerja
Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 persen populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Tugasnya
mencari makanan dan mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan-terowongan, menyuapi dan membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, dan
membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi. Rayap Perusak Gedung
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1990 laju pertambahan
jumlah perumahan di Indonesia adalah sebesar 2,4 % tiap tahunnya (Nandika et al., 2003). Fenomena ini menimbulkan efek limpasan yang merugikan bagi eksistensi
perumahan tersebut. Salah satunya, adalah meningkatnya kerawanan infestasi rayap pada bangunan perumahan. Perubahan peruntukan lahan dari ekosistem yang mantap (hutan) menjadi areal dengan peruntukan baru yang bersifat homogen, seperti
perkebunan atau pemukiman, memperparah tingkat infestasi rayap tanah. Habitat yang mengalami penurunan derajat kompleksitas ekosistem berdampak pada
perubahan perilaku makan rayap, dengan mengkonsumsi kayu (bahan berselulosa) yang bukan merupakan makanan umum dikonsumsi rayap.
Menurut Nandika (2003), rayap perusak bangunan tanpa mempedulikan kepentingan manusia. Rayap mampu merusak bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel listrik dan telepon
serta barang-barang yang disimpan. Nandika (2003) menambahkan bahwa rayap untuk mencapai sasaran dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa sentimeter
(cm), menghancurkan plastik, kabel penghalang fisik lainnya. Apapun bentuk konstruksi bangunan gedung (slab, basement, atau cawal space) rayap dapat menembus lubang terbuka atau celah pada slab disekitar celah kayu atau pipa ledeng,
celah antara pondasi dan tembok maupun pada atap kuda-kuda.
Laporan tentang masalah tersebut telah dikumpulkan hampir dari seluruh daerah
(provinsi) di Indonesia. Bahkan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum pada pertengan tahun 1983 menyatakan bahwa kerugian akibat serangan rayap pada bangunan gedung pemerintahan saja diperkirakan mencapai
seratus milyar rupiah setiap tahun. Jumlah tersebut jelas belum meliputi kerugian pada bangunan gedung (perumahan) milik masyarakat. Intensitas serangan dan
besarnya kerusakan pada bangunan gedung akibat serangan rayap secara totalitas sangat besar. Rata-rata persentase serangan rayap pada bangunan perumahan dikota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung mencapai lebih dari 70%.
Menurut Syaiful (2005), serangan rayap kayu kering sulit terdeteksi. Diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya serangan rayap kayu kering karena
bagian dalamnya telah keropos. Adanya serangan diketahui dengan mengetuk komponen kayu serta adanya eksremen-eksremen berupa butir-butir kecil, licin,
lonjong dan agak bertakik yang keluar dari kayu apabila permukaan kayu pecah/dipecah.
Tarumingkeng (1971) dalam Jusmalinda (1994) menyatakan jenis-jenis rayap
perusak kayu di Indonesia termasuk dalam famili Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan termitidae.
1. Famili Kalotermitidae
Jenis-jenis rayap ini merupakan jenis rayap yang paling primitif. Koloninya tidak terdapat kasta pekerja. Tugas mengumpulkan makanan dan merawat
sarang dilakukan oleh larva dan nimfa yang telah tua. Cara hidupnya dibagi atas tiga golongan:
a. Rayap kayu lembab (Glyptotermes spp) b. Rayap pohon (Neotermes spp).
c. Rayap kayu kering (Cryptotermes spp)
2. Famili Rhinotermitidae
Famili ini mempunyai sarang dibawah atau diatas tanah. Jenis-jenis terpenting
adalah Captotermes curvignathus dan Coptotermes travian. Organisasi dari famili ini lebih sedikit maju dari family Kalotermitidae.
3. Famili Termitidae
Famili ini memiliki organisasi yang lebih sempurna dari famili Kalotermitidae. Rayap ini kebanyakan hidup didalam tanah. Genus yang
menyerang bangunan sangat ditunjang oleh daya jelajahnya yang tinggi baik pada arah jelajah horizontal maupun vertikal; mampu membuat sarang antara
(secondary nest) pada tempat-tempat yang tidak secara langsung bersinggungan dengan tanah, ukuran populasinya yang tinggi. Namun beruntung, dibandingkan dengan rayap lain misalnya Schedorhinotermes
javanicu, Macrotermes gilvus, maupun Microtermes inpiratus, sebaran rayap
C. curvignathus jauh lebih terbatas dan diduga pola sebaran spasialnya
berbeda (Supriana, 2002).
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh serangan rayap baik rayap tanah maupun rayap kayu kering cukup tinggi. Kerugian yang ditimbulkan oleh rayap tanah
lebih besar dibandingkan dengan rayap kayu kering. Hal ini diduga disebabkan oleh sejarah lahan yang merupakan lahan perkebunan dan perladangan (Hakim et al.,
2009).
Ekologi dan habitat Rayap
Rayap pada dasarnya adalah serangga daerah tropika dan subtropika. Namun
sebarannya kini cenderung meluas ke daerah sedang (temperate) dengan batas-batas 50o LU dan LS. Di daerah tropika rayap ditemukan mulai dari pantai sampai
ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Menurut Subekti et al. (2008) beberapa faktor lingkungan telah berhasil diidentifikasi dalam beberapa literature untuk rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen seperti: a) memerlukan kelembaban yang tinggi
berpengaruh terutama pada perkembangan kasta reproduksi (laron) saat keluar dari sarang.
Menurut Nandika et al. (2003), aktivitas rayap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Tipe Tanah
Rayap hidup pada tipe tanah tertentu. Namun, rayap tanah lebih menyukai tipe tanah yang banyak mengandung liat. Serangga ini tidak menyukai tanah berpasir
karena tipe tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang rendah.
Rayap tanah sebenarnya merupakan salah satu kelompok makrofauna tanah yang dapat beradaptasi dengan kondisi tanah yang relatif basah. Penelitian pada lahan
yang masih berupa hutan rawa gambut membuktikan bahwa rayap dapat dijumpai pada gambut dengan tingkat kejenuhan air tidak pernah kurang dari 80%.
Rayap tanah juga terbukti dapat bertahan hidup pada lahan gambut yang tergenang selama berhari-hari dengan memanfaatkan tunggul-tunggul pohon sebagai pelindung koloni mereka (Purnasari, 2011).
2. Tipe Vegetasi
Rayap mampu memodifikasi profil dan sifat kimia tanah sehingga menyebabkan
terjadinya perubahan vegetasi. Sebagai contoh, di sekitar sarang Macrotermes cenderung lebih banyak mengandung silika sehingga menyebabkan hanya jenis-jenis tertentu yang dapat tumbuh di atas sarang tersebut.
Rayap dan keberadaan sarangnya di dalam tanah akan mempengaruhi bahan organik dan mineral tanah, seperti nitrogen, mineral dan infiltrasi air dan produksi
metana.
4. Faktor Lingkungan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan populasi rayap meliputi curah
hujan, suhu, kelembaban, ketersediaan makanan dan musuh alami. Faktor-faktor tersebut
saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Curah hujan merupakan pemicu
perkembangan eksternal dan berguna merangsang keluarnya kasta reproduksi dari sarang.
Laron tidak keluar jika curah hujan rendah.
Cara Penyerangan
Menurut Tarumingkeng (2004), pengaturan energi koloni yang sangat efisien ini merupakan manifestasi pola homeostatika dari koloni rayap untuk mempertahankan eksistensinya. Demikian efisien organisasi hidupnya sehingga kita sulit
mengendalikannya, apalagi memberantasnya. Beberapa pola perilaku rayap adalah sifat kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, rayap hidup dalam tanah dan
bila akan invasi mencari obyek makanan juga menerobos di bagian dalam, bila perlu lapisan logam tipis dan tembok (apalagi plastik) ditembusinya dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan
tanah atau humus (sheltertubes). Makanan rayap adalah selulosa baik berbentuk arsip kantor, buku, perabot, kayu bagian konstruksi, serasah, sampah, tunggak. Kayu-kayu
Rayap tanah C. curvignatus mampu menyerang suatu bangunan melalui berbagai cara yaitu, (a) melalui lubang atau retakan kecil pada pondasi,
celahcelah dinding dari semen/beton, lantai ubin/keramik, tiang-tiang, pipa-pipa saluran air maupun kabel (b) lewat bagian bangunan dari kayu yang berhubungan dengan tanah (c) rayap menembus penghalang fisik seperti plat logam, plastik dan
lain-lain. Jenis ini merupakan rayap perusak dengan tingkat serangan paling ganas, tidak mengherankan mereka mampu menyerang hingga ke lantai atas suatu
bangunan bertingkat. Sarang rayap tidak bersentuhan langsung dengan tanah sehingga untuk memperoleh kelembaban didapatkan melalui tetesan-tetesan air hujan dari atap bangunan yang bocor atau saluran air dekat instalasi pendingin
ruangan. Setelah mendapatkan kelembaban yang sesuai rayap perusak ini akan memperluas serangannya, hal ini dikarenakan rayap perusak ini merupakan jenis
rayap yang paling memerlukan air dan tanah (kelembaban yang cukup sebagai kebutuhan mutlak dalam koloninya) (Sigit & Hadi, 2006).
Kerugian Serangan Rayap di Indonesia
Tekanan terhadap lahan untuk dialihfungsikan menjadi areal pemukimanan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, semakin intensif. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1990 laju pertambahan jumlah perumahan di Indonesia adalah sebesar 2,4 % tiap tahunnya (Nandika et al. 2003). Fenomena ini menimbulkan efek limpasan yang merugikan bagi eksistensi perumahan tersebut.
Salah satunya, adalah meningkatnya kerawanan infestasi rayap pada bangunan perumahan. Perubahan peruntukan lahan dari ekosistem yang mantap (hutan) menjadi
pemukiman, memperparah tingkat infestasi rayap tanah. Habitat yang mengalami penurunan derajat kompleksitas ekosistem berdampak pada peningkatan preferensi
infestasi rayap (Bakti, 2004).
Genus Coptotermes merupakan hama isopteran yang sangat destruktif menyerang kayu dan bahan berkayu di dunia (Takematsu, et al., 2006) dan
berbagai species rayap ini ditemukan di Indonesia, seperti di Pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera. Kerugian akibat serangan rayap pada bangunan/rumah
masyarakat di Indonesia diperkirakan telah mencapai 1,67 trilyun per tahun (Rakhmawati, 1996). Di samping itu, data yang dikemukan oleh Supriana (2002) menunjukkan bahwa kerugian dengan adanya serangan rayap bangunan gedung
milik pemerintah mencapai 100 milyar rupiah per tahun. Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Serangan Rayap
Pengendalian serangan rayap pada bangunan meliputi upaya pencegahan serangan rayap dan pemberantasan atau menyembuhkan bangunan yang terserang rayap. Pengendalian merupakan tindakan kuratif untuk menghilangkan dan
melindungi bangunan yang telah terserang rayap. Pemilihan tindakan pengendalian memerlukan pemahaman yang baik terhadap karakteristik rayap yang menyerang
tindakan perlakuan tanah pasca konstruksi, alternative teknologi lain telah tersedia yang teknik penekanan populasi dengan teknik pengumpanan.
Perlakuan Tanah Pasca Konstruksi
Perlakuan tanah dengan injeksi termitisida pada bangunan yang telah terserang rayap masih merupakan teknologi yang banyak digunakan hingga saat ini.
dibawah bangunan sehingga rayap yang telah menginfestasi bangunan akan terputus dengan sarangnya. Perlakuan tanah pasca konstruksi dilakukan dengan menggunakan
penyemprot bertekanan tinggi (power sprayer) yang berfungsi untuk memasukkan termitisida ke permukaan tanah dibawah lantai bangunan sehingga termitisida dapat menyebar secara merata
Penekanan Populasi (Pengumpanan)
Penekanan populasi rayap merupakan teknologi pengendalian rayap yang
populer saat ini. Teknologi ini sesungguhnya telah dikenal sejak lama, Esenther dan Coppel (1964) menggunakan umpan beracun untuk mengendalikan rayap tanah, kemudian beberapa peneliti mengadopsi umpan tersebut untuk melakukan
monitoring dan pengendalian. Perkembangan teknologi penekanan populasi ditandai dengan berkembangnya berbagai jenis bahan aktif termitisia, formulasi dan substrat
bahan aktif tersebut (wood block, kertasi tissue gulung (rolls of toilet paper); atau corrugated cardboard). Beberapa contoh bahan dan formulasi yang digunakan adalah
1) hexaflumuron, triflumuron, noviflumuron, dan phenyl pyrazole dengan formulasi
berupa umpan beracun (bait toxicant); dan 2) arsenic trioxide, triflumuron dan phenyl pyrazole dengan formulasi barupa tepung (dust). Metode pengumpanan pada
prinsipnya menggunakan sifat biologis rayap yaitu sifat tropalaksis dan grooming dalam mendistribusikan racun pada anggota koloninya. Bahan aktif yang digunakan harus bersifat slow action sehingga menjamin tersebarnya racun kepada seluruh
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-bulan Agustus 2014. Identifikasi
rayap dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan. Penelitian ini berlokasi diseluruh SMA dan SMK Negeri Kota Pekanbaru, Provinsi Riau
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah alkohol 70%, peta Kota Pekanbaru, daftar nama dan letak SMA dan SMK negeri di Kota
Pekanbaru, data sekunder dari harga material kayu dipasaran berikut upah pekerja. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah kamera digital,
stoples, meteran, kuas dan pinset, obeng, tallysheet dan kuisioner, alat tulis menulis,
serta GPS Receiver dan mikroskop.
Batasan Studi
Penelitian ini hanya pada Bangunan SMA dan SMK Negeri yang terletak
pada 12 kecamatan di Kota Pekanbaru dengan Metode Sensus dengan jumlah total bangunan SMA dan SMK Negeri sebanyak 22 sekolah. Aspek yang diteliti adalah
Metode Penelitian
Pengumpulan data primer
Diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dilapangan dengan menggunakan kuisioner, dan menganalisa kerusakan bangunan dengan tally sheet yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tally sheet mencakup karakteristik bangunan
dari kerusakan bangunan. Bagian kayu yang rusak diukur dimensinya, baik panjang, lebar dan tebalnya. Data yang diperoleh merupakan nilai kerugian minimal. Data-data
yang diperoleh diatasnya komponen tersebut dikonversi kedalam nilai rupiah (Rp) Nilai yang diperoleh merupakan nilai kerugian ekonomis yang disebabkan oleh rayap.
Pengumpulan data sekunder:
Data sekunder yang digunakan meliputi: 1. Peta Kota Pekanbaru
2. Harga Kayu di Pasaran
3. Upah Pekerja Pemasangan Komponen Kayu
4. Data Bangunan SMA dan SMK (Diknas Pemko Medan, 2014)
5. Kunci Determinasi (Nandika et al., 2003) 6. Peta Jaringan Sungai
Pengolahan Data
1. Perhitungan kerugian ekonomis
Krs = �Kn
�
�=1
Keterangan :
s = Total bangunan sampel
Kn = nilai kerugian masing-masing komponen n = 1,2,3...m komponen
2. Perhitungan Range Kerusakan Bangunan
S2= 1
�̅ = nilai rata-rata kerugian ekonomis akibat serangan rayap i = 1,2,3...total bangunan sampel
3. Perhitungan Interval untuk rata-rata
�± t∝/2 s
� = Nilai rata-rata hasil pengukuran S�� = Standar error
tα/2 =2,1448 dan derajat kebebasan (n-1) untuk tingkat kepercayaan 95%
S = Standar Deviasi
n = 1,2,3... m Komponen (Sudzana,2002).
Tingkat kerusakan bangunan gedung menurut Remran (1993) dalam Romaida (2002) dibedakan berdasarkan kriteria :
1. Ringan rusak yaitu : apabila persentase kerusakan lebih kecil dari 5% dan dianggap tidak perlu dilakukan penggantian tetapi memperhitungkan harga
2. Rusak sedang yaitu : apabila persentase kerusakan antara 5-20% dan dianggap perlu dilakukan penggantian dengan memperhitungkan harga kayu yang rusak
beserta upah perbaikan.
3. Rusak berat yaitu : apabila persentase kerusakan lebih besar dari 20% dan mempunyai dua posisi serangan yaitu antara bagian ujung, tengah dan
pangkal maka unit tersebut perlu dilakukan penggantian dengan memperhitungkan harga kayu yang rusak dan upah perbaikan.
4. Pendugaan persamaan kerugian ekonomis bangunan SMA dan SMK Negeri diformulasikan dalam persamaan regresi berikut :
Y= a+ bx1+ cx2 + dx3 +...
Dimana :
Y = Kerugian ekonomis bangunan SMA dan SMK Negeri (Rp/tahun) a = Konstanta
b,c,d. .= Nilai penduga yang mempengaruhi nilai Y x1 = Faktor penduga usia bangunan
x2 = faktor penduga usia perbaikan x3 = Faktor penduga luas bangunan
x4 = Faktor Penduga jarak bangunan dari sungai
5. Pemetaan dengan Geographic Information System (GIS)
Menandai titik titik lokasi sekolah kedalam GPS (Global Positioning System).
Titik-titik dimasukkan ke dalam peta kota Pekanbaru dilengkapi peta jaringan sungai. Kemudian dibuat jarak antara lokasi sampel penelitian dari sungai dengan membuat interval berjarak 100m menggunakan Arc View GIS. Melakukan penggabungan data
(assign data) antara peta buffer (jarak dari sungai) dengan peta lokasi SMA dan SMK Negeri. Hasil penggabungan data tersebut kemudian digunakan untuk membuat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisktik Bangunan Sekolah
Bangunan Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (SMA dan SMK) dikota Pekanbaru memiliki bentuk yang modern dengan perubahan-perubahan rangka bangunan menggunakan bahan-bahan non kayu, seperti baja ringan. Alasan sekolah
menggunakan baja ringan adalah karena baja ringan memiliki banyak keunggulan dibandingkan bahan-bahan berkayu. Saat ini penggunaan konstruksi kayu
khususnya sebagai struktur rangka kuda-kuda dan rangka atap sudah mulai digantikan dengan konstruksi baja ringan. Baja ringan merupakan baja mutu tinggi yang memiliki sifat ringan dan tipis, namun memiliki fungsi setara baja
konvensional. Bentuk bangunan sekolah SMA dan SMK dapat dilihat pada gambar 1
a b
Gambar 1.a. Bangunan SMA N 4 pada kecamatan Marpoyan Damai, b. Bangunan SMK N 7 pada kecamatan Rumbai Pesisir
Kondisi bangunan sekolah yang dijadikan objek penelitian sangat bervariasi.
2 yang terletak pada kecamatan Payung Sekaki.. Hampir seluruh bangunan memiliki risalah tapak yang merupakan lahan gambut yang mengubah lahan menjadi areal
bangunan sekolah. Menurut Bakti (2004), Perubahan peruntukan lahan dari ekosistem yang mantap (hutan) menjadi areal dengan peruntukan baru yang bersifat homogen, seperti perkebunan atau pemukiman, memperparah tingkat infestasi rayap tanah.
Habitat yang mengalami penurunan derajat kompleksitas ekosistem berdampak pada peningkatan preferensi infestasi rayap. Dibawah ini merupakan tabel karakteristik
masing-masing bangunan sekolah
Tabel 2. Karakteristik-karakteristik bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru
Hasil survey komponen kayu pada masing-masing sekolah di peroleh bahwa masih ada beberapa komponen kayu yang digunakan sekolah yang terbuat dari bahan
berkayu seperti pintu, jendela, kuda-kuda, resplank, kursi, meja, lemari, kusen pintu, kusen jendela, dan papan tulis (gambar 2)
a b
Gambar 2. Komponen yang terbuat dari kayu: a. kusen jendela dan b. meja dan kursi
Gambar diatas menunjukkan masih adanya beberapa komponen sekolah yang
terbuat dari kayu yang masih dipergunakan. Banyaknya penggunaan bahan berkayu pada bangunan sekolah menjadikan sekolah akan rentan terhadap serangan rayap.
Menurut Nandika (2003), rayap perusak bangunan tanpa mempedulikan kepentingan manusia. Rayap mampu merusak bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel listrik dan telepon serta
Kerugian Ekonomis Akibat Serangan Rayap pada Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru
Serangan rayap pada bangunan dan komponen sekolah biasanya kurang mendapat perhatian yang serius, namun bila diperhatikan kerugian secara ekonomis
akan di timbulkan oleh rayap bahkan bila rayap mulai menyerang komponen bangunan seperti resplank, pintu bahkan kuda-kuda. Pada penghitungan kerugian nilai ekonomis terhadap bangunan sekolah di Kota Pekanbaru ini menggunakan dua
jenis kayu yaitu kayu sembarang keras hutan (sk-hutan) jenisnya berupa tembesu (fagraea fragrans Roxb). Menurut Lemmens dkk (1995) berat jenis kayu tembesu
0,72-0,93 g/cm3. Tekstur kayu halus sampai agak halus dan merata Menurut Martawijaya dkk. (2005), kayu tembesu termasuk kayu kelas kuat I-II dan kelas awet I. dan kayu jenis meranti kuning (Shorea faquetina Heim) sebagai
penggantinya. Kayu meranti kuning memiliki berat jenis 0,57 dan dengan kelas kuat III-II (Martawijaya dkk, 1981). Penggunan kedua jenis kayu ini di karenakan kedua
jenis kayu ini lebih banyak dijumpai di pasaran Kota Pekanbaru.
Pada Tabel 3 dapat dilihat besarnya kerugian yang dialami SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru. Bangunan yang mengalami kerugian terbesar adalah
bangunan SMK N KEHUTANAN dengan kerugian untuk jenis tembesu adalah Rp. 26.270.000 sedangkan untuk jenis meranti sebagai pengganti sekolah ini mengalami
kerugian Rp. 17.838.000. Kerugian ini terjadi karena serangan rayap yang begitu banyak dan intens di setiap komponen sekolah, kurangnya upaya pengendalian dan adanya kesesuaian faktor-faktor lingkungan bagi perkembangan rayap. Menurut
banyaknya kayu yang tertimbun di dalam dan atau di permukaan tanah, adanya celah-celah pada pondasi tembok, sistem ventilasi yang kurang baik dan adanya kayu yang
berhubungan langsung dengan tanah. Dari tabel juga dapat dilihat tingkat kerugian terkecil yang dialami pada bangunan SMK N 7 sekolah ini tidak mengalami kerugian dalam hal serangan rayap pada komponen maupun rangka bangunan. Bangunan
sekolah ini tidak terserang rayap karena umur bangunan yang terbilang masih baru dan sedikit menggunakan bahan berkayu sebagai komponennya.
Menurut penelitian Syaiful (2009), kerugian ekonomis yang terjadi akibat serangan rayap pada bangunan SD Negeri di Kota Medan menunjukkan harga kayu pengganti untuk jenis meranti adalah Rp. 2.416.200.000 dan untuk jenis Sk-hutan
adalah Rp. 1.766.978.000. Dapat dilihat bahwa ada perbedaan tingkat harga kayu untuk di kota Medan dan Pekanbaru, harga kayu meranti di kota Medan cenderung
lebih mahal dibandingkan harga pada kota Pekanbaru. Dibawah ini merupakan tabel yang menyajikan kerugian ekonomis pada masing-masing sekolah pada bangunan SMA dan SMK
Pada Tabel 3 dapat diperoleh kerugian ekonomis yang berbeda antar bangunan. Perbedaan yang terjadi dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor. Risalah
Tabel 3. Kerugian ekonomis bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru
Kecamatan Sekolah Sk-hutan (Rp) Meranti (Rp) Lima Puluh
Menurut Rudi (1999) Pengendalian rayap sulit dilakukan pada lahan gambut karena banyaknya sisa kayuan yang merupakan bahan makanan dan tempat
berkembangbiak yang sesuai. Sehingga hal ini membuat serangan rayap pada bangunan begitu signifikan.
Pembukaan hutan rawa gambut dan pengalihgunaan lahannya umumnya
didahului dengan pembuatan parit-parit. Keberadaan parit-parit ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap karakteristik hidrologis lahan gambut, yaitu antara
tergenang dan lapisan permukaan menjadi lebih berpori dan aerobik (Banas & Gos, 2004; Rajagukguk, 2000; Vaessen et al., 2011).
Perubahan ini diduga membuat lahan gambut menjadi lebih sesuai sebagai habitat makrofauna tanah, seperti antara lain rayap tanah (subterranean termites), yaitu rayap yang bersarang di bawah permukaan tanah (Fazzly et al., 2005).
Kerugian Ekonomis Akibat Serangan Rayap pada Berbagai Komponen Bangunan
Data kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan SMA dan SMK Negeri pada Kota Pekanbaru yang terbuat dari bahan berkayu sebagai objek
pengamatan. Adapun jenis komponen-komponennya yaitu pintu, jendela, kuda-kuda, resplank kursi, meja, lemari dan papan tulis. Total kerugian masing-masing komponen dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4. Kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada berbagai komponen bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru
Komponen Jumlah
Dari data dapat diperoleh bahwa jendela sebagai komponen dengan jumlah kerusakan terbesar, hal ini disebabkan karena umur bangunan yang cukup tua dan
berdampak bagi serangan rayap, biaya kerusakan untuk jenis tembesu yaitu sebesar Rp. 68.400.000 sedangkan untuk kerugian kayu jenis meranti adalah Rp. 50.400.000.
Serangan pada komponen meja juga terlihat cukup besar jumlahnya yaitu 52 komponen. Serangan ini dapat disebabkan karena keadaan lingkungan yang menimbulkan kenyamanan bagi perkembangbiakan rayap. Menurut Safarudin (1994)
Intensitas serangan kerusakan bangunan akibat infestasi rayap sangat tergantung pada jenis rayap, jenis kayu, keadaan tanah, kelembaban dan temperatur lingkungan di
sekitar bangunan tersebut. Sedangkan, faktor jenis rayap yang mempengaruhi intensitas kerusakan material yang diserang adalah perilaku makan rayap dan jumlah populasi rayap (Rudi, 1999).
Rayap dan koloninya mampu mencapai komponen kayu meskipun letak komponen yang jauh dari tanah. Hal ini menyebabkan besarnya serangan rayap bila
satu komponen dalam suatu lingkungan terserang maka akan memungkinkan rayap mencapai komponen lainnya menurut Nandika (2003) rayap kayu kering dapat mencapai sasarannya melalui dua cara: (1) laron yang bersialang menemukan obyek
sasaran dan mampu berkembang karena obyek tidak toksik, kayu tidak awet atau diawetkan, dan lain-lain dan 2) obyek sasaran terserang oleh rayap yang berasal dari obyek lain yang telah terserang dan letaknya berdekatan.
Menurut Lisafitri (2012), semua rayap memakan kayu dan bahan berselulosa,
tetapi perilaku makan (feeding behavior) jenis-jenis rayap bermacam-macam. Hampir
semua jenis kayu potensial untuk dimakan rayap. Sebaliknya, rayap kayu kering (Cryptotermes) tidak memerlukan air (lembab) dan tidak berhubungan dengan tanah.
Mereka bersarang dalam kayu, makan kayu dan jika perlu menghabiskannya sehingga hanya lapisan luar kayu yang tersisa, dan jika di tekan dengan jari serupa menekan kotak kertas saja.
Kehadiran rayap pada bangunan dapat ditandai dengan munculnya liang kembara pada komponen bangunan. Kerusakan komponen mulai dari kursi dan meja akan mulai tampak. Umumnya serangan rayap tanah lebih merugikan dari pada rayap
kayu kering karena serangan rayap kayu kering terbatas hanya pada bahan –bahan yang berselulosa. Rayap tanah memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik dari
pada rayap kayu kering. Contoh serangan rayap tanah dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.
a b
Gambar 3. a. Resplank yang terserang rayap tanah b. meja yang terserang rayap kayu kering
Perhitungan kerugian ekonomis antara rayap tanah dan kayu kering dibedakan
menurut jenisnya rayapnya. Kisaran (interval) kerugian ekonimis akibat serangan rayap tanah dan rayap kayu kering pada bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota
Tabel. 5 Kerugian ekonomis akibat serangan rayap tanah dan kayu kering pada bangunan SMA dan SMK Negeri pada Kota Pekanbaru.
Parameter Rayap Tanah
Tembesu Meranti Jumlah 183.010.000 133.849.000 Rata-Rata Kerugian 61.003.333 44.616.333 Standar Deviasi 38.343.001 28.113.677
Interval rata-rata 61.003.333 + 10.313.655 44.616.333 + 7.562.130 Persentase Kerugian 60.1% 60,4%
Rayap Kayu Kering Tembesu Meranti Jumlah 121.540.000 21.980.000 Rata-Rata Kerugian 44.616.333 87.920.000 Standar Deviasi 28.113.677 15.197.365
Interval rata-rata 30.385.000 + 5.652.605 21.980.000 + 4.087.848 Persentase Kerugian
Rayap Tanah + Rayap Kayu Kering Tembesu Meranti
Jumlah 304.550.000 155.829.000 Rata-Rata Kerugian 50.716.666 132.536.333 Standar Deviasi 28.441.084 20.732.927
Interval rata-rata 91.388.333 + 15.966.260 66.596.333 + 11.649.978
Tabel diatas menjelaskan kerugian yang dialami akibat serangan pada
berbagai komponen dengan memperhitungkan harga masing-masing komponen yang terserang berikut upah tukang sebagai biaya pengganti. Dari tabel dapat dilihat nilai kerugian pada rayap tanah untuk kayu jenis tembesu sebesar Rp. 183.010.000 dengan
rata-rata kerugian mencapai Rp. 61.003.333 dengan interval rata-rata Rp. 61.003.333 hingga kisaran Rp. 10.313.655 sedangkan persentase kerugian mencapai 60,1%.
Kerugian untuk kayu jenis meranti yaitu sebesar Rp. 133.849.000 dengan rata-rata kerugian mencapai Rp. 44.616.333 nilai interval rata-rata Rp. 44.416.333 hingga Rp. 7.562.130 sedangkan untuk persentase adalah 60,4%.
Rp.30.385.000 hingga Rp. 5.652.605 untuk persentase kerugian 39,9%. Untuk jenis meranti jumlah kerugian mencapai Rp. 21.980.000 nilai untuk rata-rata kerugian
mencapai Rp. 87.920.000 dan interval kerusakan Rp. 21.980.000 hingga Rp. 4.087.848 dan persentase kerugian adalah 39,6%.
Jumlah kerugian untuk tembesu dari gabungan kerugian akibat serangan rayap
tanah dan rayap kayu kering adalah Rp. 304.550.000 dengan rata-rata kerugian seharga Rp. 50.716.666 dan interval rata rata mencapai Rp. 91.388.333 hingga Rp.
15.966.260. Sedangkan untuk jumlah kerugian jenis kayu meranti akibat rayap tanah dan kayu kering adalah Rp.155.829.000 dan rata-rata kerugian adalah Rp. 132.536.333 untuk interval rata-rata adalah Rp. 66.593.333 hingga Rp 11.649.978.
Persen serangan yang ditunjukkan oleh rayap tanah memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan rayap kayu kering, menurut penelitian Syaiful (2009)
menunjukkan bahwa 63,52% serangan rayap di bangunan SD Negeri di Kota Medan di dominasi oleh serangan rayap tanah dan 36,48% untuk serangan rayap kayu kering menggunakan satu jenis kayu sebagai pengganti yaitu sk hutan.
Menurut Pribadi (2009) juga berpendapat bahwa rayap tanah adalah rayap dominan yang menginfestasi bangunan di Indonesia. Genus yang lazim menyerang
adalah Coptotermes, Microtermes, dan Macrotermes, tetapi genus yang terakhir umumnya dijumpai di sekitar bangunan tidak menyerang kayu di dalam bangunan. Rayap kayu kering umumnya adalah Cyptotermes.(Takematsu et al.2003).
Kerugian ekonomis bangunan akibat infestasi rayap akan makin meningkat dengan meningkatnya tingkat perubahan lahan yang makin terbuka. Selain itu,
untuk penggantian dan masa pakai kayu yang makin pendek. Teknik bangunan yang digunakan juga menimbulkan kerentanan terhadap infestasi rayap
Sebaran Kerusakan Bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru Sebaran objek penelitian SMA dan SMK Negeri tersebar pada beberapa kecamatan, kecuali kecamatan Pekanbaru Kota dan Sukajadi. Letak bangunan pada
Dibawah ini adalah tabel 6 yang menunjukkan persen kerusakan pada masing-masing bangunan sekolah SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru.
Tabel 6. Persentase kerusakan bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru
Kecamatan Nama Sekolah Kerusakan (%) Jenis Kerusakan Lima Puluh
Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 64% sekolah mengalami kerusakan sedang dan sisanya adalah kerusakan kecil. Persentase kerusakan terbesar terdapat pada bangunan SMK Negeri 5 dengan nilai 14,58% dan yang terkecil adalah pada
bangunan SMK Negeri 7 dengan nilai 0% . penyebab dan nilai tingkat (%) kerusakan bangunan sekolah SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru disebabkan oleh perawatan yang kurang dan serangan rayap pada komponennya. Menurut Romaida
sedang (5-20%) dianggap perlu dilakukan penggantian dengan memperhitungkan harga kayu yang rusak beserta upah perbaikan dan rusak berat (kerusakan >20 %)
perlu dilakukan penggantian dengan memperhitungkan harga kayu yang rusak dan upah perbaikan. Gambar 5 memperlihatkan Bangunan SMA dan SMK Negeri yang tingkat kerusakannya di dominasi oleh kerusakan sedang yang mencapai 64 %
Gambar 5. Histogram persentase kerusakan bangunan SMA dan SMK Negeri di Kota Pekanbaru
Hasil yang diperoleh adalah kerusakan bangunan sekolah terbanyak adalah
kerusakan sedang dengan persentase kerusakan ringan (< 5%) sebesar 64 % sedangkan sisanya adalah kerusakan sedang (5-20%) dengan total kerusakan 36%.
Adanya perbedaan tingkatan kerusakan adalah karena perbedaan tingkat kerugian yang dialami masing-masing sekolah. Gambar 6 memperlihatkan sebaran tingkat kerusakan serangan rayap terhadap sampel yang diteliti.
0 10 20 30 40 50 60 70
Ringan Sedang Berat
64%
36%
Jenis Rayap Perusak Kayu dan Sebaran Jenisnya
Rayap pada umumnya menyerang komponen bangunan yang diatas permukaan tanah melewati celah-celah sempit untuk mobilitasnya. Kadangkala rayap
juga membentuk lorong-lorong sebagai penghubung antara gathering zone dengan sarang mereka. Selain itu untuk meningkatkan daya hancur maka rayap sering membuat sarang-sarang mereka pada kayu. Menurut Pearce (1997) Rayap tanah
memiliki daya rusak yang lebih tinggi dibandingkan dengan rayap kayu kering. Rayap ini memiliki anggota koloni yang sangat besar dan menyerang lebih dari satu
struktur bangunan. Dibawah ini diperlihatkan gambar sampel rayap yang menyerang kota Pekanbaru
0972§ar1C4²35:304184c7v¹f¡3tw)s409
bæ(3179äl1_b3dmcq1³c1d_e29_!æ1e_K24få8f78¹8be=d8e;a14abdc794a1487Fe8_6
fddc24de1a2b4a_666d2075fB8h4d04b_63d16s"0µ9_=bs0fq9d3r
a45542641c(120be4d6d41c1E2f3&fde7e`#1bb<dQfa3
2d27d#c3e;e191c3ee_afe7é6e716531c f2b__414>9$D!s"1`adâ22185>e19911´1741968f8dg
6qc4a2r)d1f75_af8552evwb1c_aet6ef470jt1$ce8__ea1_&238
87c50920t009a2ài2s40_d_!2'7A24f)2951ab
y4a1#8c787;f?2378fa_)51a4g_9b_1dt8229fâe'>4451d68bc_60·1dee8î6%a10_07'b66788d5f
y244c27412·1_90Fc¥a:e69D7c&_20f94%9a59pc63a5_2”2(2_99<d072d59iác97°s_75dtknefb
0109
b;a27b01e7_11·nf_c9bC30f´ö_21%3&Bw6d£16ea"ãa2_a29b"1&_bA01`6aba3%9f$3¹6d674(
54247450!6·!f>3b$ta62dµ!3ba95F>lff#9d_=513
92dcde5deafa9"bâ142803d90d`i8p;0i7f5bce¦e384acaa5_@63ea1028ba74066&8å9ya82C5
58e6_b!m³1dyxx=a89122
5fDa74!1q±3a3fe584t_c¸64#f6ba1c6129>4bd0bd3d7843Æa2f4a907bb8E2cf7850!9b55c5i3_
23@eb13"00f70fQ3733_9df2'09ad4645a8'_æc(4dbi08a530uQeeA81æf3å7`477°¶5d“2"2åc(
` 95%22b0cb1999_969d73
`30%9c__6#0t9_135d`56tgq7!5_47_3a05#0T0c²_dce62746eub4a369´lùaKa7
#52634re30eu_15d±ãf_±_åe381c7fg66"f7de77!e9n7c727qf5ddddesd?grc7bff2f`&35â2fe7b
4Qe¹æ0Ó1¶f3d™6e06•201$cd052_=7µ%3532.de8t05`2A7abF71Df˜2c1dfadf74bbf70f¨a293
cdb4a<%!$aq373%3d0"3337a6138s_b²â519;e43d±$6!m53)ac4a85_C160_"r3(3fd7d0%5bed
62ådH¶36c9165500Ãd_53&æ1e)821)7b5±ã93a0a32601)mg7a#6g$45040b#434bcRa4t5Ab
#6d175d_262±18267va8_acdrtcf!Mxs2ã:eB7:6r8<2a&ec64840bA77"78-1_6_8d_ãc0db”cÎ56pc`bf8;5ff3b00297ebab50·7<3c35a58039bsa&6$7ak4a8218q059%6k_4
0ac5$e0²55f;fc8fa82w8g236434=ea42â0b27_9b!<0ed08b0`*df828_e!c_a6dtau;2vx;(2
247022$t_cã24¹82µg739f;d=1858285!76b$Å91°073f50d3:4afb38nde610a_0c`_0'8_
334g30b81ä0e6e89c>7b606d671`9394_uaf7c02tE9d5a8cah#1aa$f03¶f61_dc393_73(932ba
x903eerf`
209501b5gf14_1upb963d000'ad5adb05_b6a9fff99f216629d5ô$4E6á²fc05ee±0e3!j8
61fb9699"d²23fa7ud69œA:1E8_d34a29ä9Bf4;7333A8b8E0__8565f6F63720c_c_4_c9tbf64_
b8b9c:fb28$_>b4484u26422869y_11yCd37e05189b96<8e130!1
_0%'a31d3c27241_7ea052k9$64
5b55c62e55ebf55519>7_54õ205Ca8a04-#793c1584$817á7:00t#f3?5d_aAb·ebdc4#ga6äc5%7i8!i1c8BaFs437£8884A24½c83l82e6m%
5´_8b1e54za=5f7e82'>a9d6"d5qd_2`_46>q741d_1cae48r3t2Cb756abi$kd0fcdbaff656b71ae
236c=ade34ab_3e306$89etf5f•&316_48 6&%w§3616da:E8â4729b3L^35id5b6â_c9b7a&_<
#3e>a10e5561äð12b3400bs,ddg11b42a"f7Ddb7#9fcdF<2e)5487f228fa9ejbtfg81cebcb9c5c5
t12pu;e1ec4738m36617cw6câ!1b95032e8d0f5²h78_b4R%"99 0ae0cV40_554cs875cd330²g
5µ3f2148ig2_c092a44_4d287e21fde64d12p1a1r#7vf32360c7`641btf401177³#<83$a2a"2p$
â5:e5_?1§c164&d3@;d¸2.7_c60442fcdse0s15_3722c3c?55_59bDrt6a152y8á±0a7445q'`_cA
d51262f15455a93µ908b4d1b3âb0tdbf2d7_fdeb75&F9&f94ó0aå1!c5b4dna8f%9cqc9dc6±9b
rqd1"x9f6;m2c0>5ea_950$57²aaE9f4>1<q
8d34a7F9D85±MAd¸c104F44bbB@56b5_fea1å6qa88575±108a460_a$b61d2d3fC72
09b1u_35_9afa81E27a6³7k–
26e_4$(f12e6ce1=4qd9dg1ap_8u9b68e0e_4_5`ä16er4_ccj09276698"a2_196130676`096cf4
(¶f0a0qf0cqf`E±e%E)b1b8_17_1=&12d¶5d3746%9b!3y618bn9>56c4971951f26w6d7J1f3_´
ô$40b9235#i3_083$Daq74`b%1t0µf¸_e68af57ccue5#54n553¸f)61aaa423;a93³48µdâ8cfºg8e
353bc240abqcc4m181(9Ga587=9b2bâ
bf7410ð414d51i35dbf0ff8658vg#_afgf`b3¹84eI´$µ9ce0Ef1b2d4'_59!99d3c3c1"s0_agd28;1d
6876
Fu207;6b4b604¹6a·_2%$6f08gca8qb7ed8e26a"4äy8_D_55Dc3d"bgu˜²+#e'$92f47¸b5_f436k
²j2e4µ"ed55s"2p2_acebr00µ1d1_sae302°5151bR40c5_ca_450ctdC96263a#3´A3a58"7u%27
0_ä871109d
8á2_d149_5Beaf7`2e7A650k5f`c02’<r2b_c`e`c43534$b0f0Bd4f6á_b01n8l72090e9f2ax³fcæ
596<bb90!9f_æfHd0d8"2s569b79f2_c99=)ad3yB01vae90_6_8eE3da019&0d516b4ad_0a;06
5a19f3_b8e650v3_'dc8!g=751q437aX0laf"a852b9Wd05d7c%161&4%cf3360c6eb>cv5;7ce5
1<t<bes7£726b1b5a#8<da1fâÐ7j2b7_vi7¾ffde7ef5d?sF`_b07gFfqd_3_7f3envam`f67D`_!bD
vf78418r9dd34f6'aw57e20dddR)40a_4!09´b)B59976"`8f89ee¶w%39a1e_Æ_9df7_dfy2b053
4a75bffÄs3c38b7"470Vb36b_ba’?15i`0a559c3fpd3d238=edrc34418¹f6a(_3d#8cq83cå02´4d
3µcaf0f83`_12600ã93e1aDa49423395d55"7%7a#1a124%ncd'ae6e7ag4¹`B3b01a568b2`45i3
_cd!15abad<_83e29805ä2175l´264623b85_d²_ed5c4a"æ1dáb9b7)(_"6daba7d7f°1%b4e449
4n²5b_0M099fb¶;33&±365_56dfw*e65aig´19340v70_
y46662234(mcca6c3!388c&833791i_4%`49a;æb7°27Feb0273?031e_1yf7;±4_0e2f4œr`193`
5bF5l7481cb5b<51gf3d)±B_e³a°c57b69g62331a·ná211f8l13b73Ee58a20d0742d6cC'd9a8c7_
6bb24fd129Dd;0%_56ãj6be8a%dd24c46e¤94
beafa9D9151d054w84&c4c_cc0äb37e916d72€n168_;5?4d04fG9bas661801800$cb
Ô:=15bb201bcr049wà'aa°d9875597"2b7de33`f(4cd2_0å2aa_ge2s29a1_qd_bfce10føbaaqbf
880ybÌ48dc6c4170¹A`b9åd=46æ:e;7fA´fd2cq'3588².5c328Æb1850e864ear67fd1a=86Cc6:bfa
73n1(4720rib¶"233_ac20B9a8ae28a_4c5__!Ee008<e´e1!aE92=2u¸daac0dcB1jr46dx98‘f5fb$
0c
7b9558d&db982a19b4f1038ae8_csfcCf4e¸&196?b92_66r2÷)8s¸3aafc"db79821Ac6acuueJ0c
å59q7e41424c050ba2b06"2C21%!8b`074$b0sx_e915e83akb4â9fce%0e49$9fb7áFee2[ä4,ev
3pb=$%!1#2³5f!a0_1621C_8'æ?27d_'19nd151_f56518r4e
_0fbtÃ5abf694!6f²pa65v%eá³fã¹e9'cgf9d77dffjd"009Lb44&4q3e&f70f78æb73fd_7
d0¹5!b5bcmc0f6e918r0b9bf"l'93eäcrv>99074bfbâ66F3b98366778939b"dc1c7I7cd"b9_ã2e4
ef086ja:9µ³c5416s $d>a9f0t$f"'1b928%`m_³:10áÅ33 6·:3`59_
wddC7de!25a4af`8”vabd3f0r2f>95=0´94!87b3edõx934_-7_ca"41;669e54d¶%6e9ce2_03751$932'5&a61bb69e:230d9fd=9d020395X;5242410a9ega#
cd¢_+1578beD922a8±ddÂ4n5e6b85851ddc75b98b7429_7aff76d:3f7b8aa2e²1i3b60c66_c
684ò<5á0`dbb%06
a6e44cdaf6a8&)36iã¶!147pda2ç5509d93<e_36902«854`a5dc0s70e80e3bd%13327e7bb33y
e85e23eeaa`e¸±ff8_q610¶fmf0ajde`â7`
aåfg`0703&i8b8tfá87&0aÂ29e60_9dc9090ff(46915¶c_4$'a6aya8b2?1357<d"35_&6290fb1´
cdN1`l24Aafd79¸4b_64_0²c0d
8(a22b78da0_j54c5d89d724"l229241243e²e9ta_ba0269_3ab_a20as0f8f307¹20°92b5b8644
4548âe9d508_50_6891829g±_2¶aq_eaab_åenbbfC&nb7277d26ec12²0<26e3³¶_12y2_af24
9w"33f6c96Õ0fe63_61pe64a2gc"'db2de48e2b!0c744b/da3_84de9ã28f?03d9pe9Fcc68c279
°265bt(8464810e8&8²$t´77#9`1cef22`5%=x_1f8cµ%7432dm0280162"4012daa384!b2r3d6F
u_m2e8DYa_bf²A5be8b7r1l
c´8294ej&'00ebd%56æ5_'cd215969`á1_74_0)29784e%0²2e15b452&¶à04ä´W045a0j6bf`b8
8aeq6p1@#&9eá dc89<_6<
0`8%1ec=J“1;8017³y53423c?20ac`6ak;4`36eáe´5|71m77fbc983f347e6_d854#f8"âe9'fu4`²__
c32y_70'e1s0:74_`c8f7038f_(_5f2,dKdba00w21e90`36928dc(µ0_5d91692lS66d8_867f2882f
ce
n66v2_9bbe84u15`5d9nâd7e_1r8_df97a"<fjn4e905få45a8adc7c5D9Bäwb8fs_&;6ff6e292fa
#8e9&5dÄ%²Edf23&da7aeef6_eDcb44_5_fk2_e8de-dæ&be7b5aflcd2f1b`10de0$7°_A1·D`
7f6fj$g`ffew6342212¥"3b`9#1289µ6e;b$644a2811At5å4ea;6435b19³8
96q4700Cat2q4eg‹97598b24e4__fe2d|66#b1:c6i!6²eb9agag54__3b7f=53M8k_54Dq391b#ã
2d6)s012b333e1a`22ee154%2D#4c_777ebeee¨cd¹2iç84&838cbb84#ce492__&aB_ff7027x!4
_ac662¶³1!e`<`50e0r46f8A45B82¶6g³b1<e45db5;4456f_0920&)2cd¹9t8¡f_a04a8"¹5d3yg20
q5b68bb05b5aDc888b4dc3e010298eFe;954a7"Š7217bea8ec21gv724490cd4_ew4c(416ae1
3c95E_4_b8;3íÐc5bd5e3a3æc160fed0A1f67`4fcd913†4m2b6b¹2t9f2ä7$c3cf0e4e316ab299´
22ba"dBa0c_3692Eabd54__u_9_79!923==8d27f02c3¦c488afa551æ5`_ce661dx"õ_04Qu(2"
432x_2cbc4·a_8b050mµ`rKd49540f25b06á02c698b8b5f472D_a"¹a69cb9c24fz16f2b_084247
_1f2_·`_a480=b±`3954ac44a96pj%dåqEc93d;09õv4DµR4a2_
08"271#176fa6l=B0&=42#6brp!x9823Da3bst6D7äa6235a
50cb=²acb48f$8_$57%f0·f83_03498_)28D2¹f3!80835f4a%087qa7d617av361n04ä4_w39615
!f51300_"c72c44E525(6>b7d6#&a'236
adt0237251:b70029d2_b63=24ae&#dara55bp"66a%'4`g8f888f±7ebf¡f6dda`b;c_3_00594A%
0p744$0045e(d9fc56`6b!d6g9f4d540361d912aag5&fb107ae19cc2ba1eFf¶de_!´6ers2d9cca
0yec8g2#`Ga1âCa=5027`cc%`a4rbvm"f%f72Ff85b0²9d202f8cc1bæbnflf7bfl5fc¹2´Beb3,t157`
beãc57¶3a7c79d#bdea1vw9cet3½bce110_0d726¸i123c88_9!_2c!b2db#2096´4d1f¶3_a²4cd
2
d¸7009!349dEe`9ecC%%ceC&97a448>f48e81-36b46D36`6Wq3db'2674619b0ca9D·642a:_'"fE1f9dd_3412ce_73363051_741173fbe0>adc
898da_5819e9äex0%b296Ec8_ff60b0E28â308fc"8b,53n;t5"5:e8d·3ci2dl;#9cc4fad0bfa529da
f00e3eavdc413%86f9823e594ege3·#3tcb"5e5d8%µeec8wc"cd9e0cb0 fcu_7eÆ_f
9aF1daff>f78c=da2f2x&°4³&6 ;060cl2$2e2255$deCyd
6980D4a£3aµce>1008&0d0aD56c10fdey7ºq"317c`3d!19af63fa_BC4cá8G'b_¸b08f"4&p?428
y752302c;94c5²c<531_=c224t80__c49fr923¶¸7b30_e1&c228be:507454v558e748u71582¹8d