• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Kewenangan Debitur Dalam Melakukan Perbuatan Hukum Chapter I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Kewenangan Debitur Dalam Melakukan Perbuatan Hukum Chapter I"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

putusan kepailitan. Debitur ini dapat berupa perorangan (badan pribadi) maupun badan

hukum. Dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga, debitur demi hukum

kehilangan haknya untuk berbuat sesuatu terhadap penguasaan dan pengurusan hartanya

yang termasuk dalam kepailitan terhitung sejak tanggal kepailitan itu. Kepailitan

mengakibatkan seluruh hartanya debitur serta segala sesuatu yang diperoleh selama

kepailitan berada dalam sitaan umum sejak saat putusan pernyataan pailit di ucapkan.

Umumnya, secara teoritis debitur yang memiliki masalah utang piutang berkaitan

dengan kemampuan membayar utang, menempuh berbagai alternatif penyelesaian.

Mereka dapat merundingkan permintaan penghapusan utang baik untuk sebagian atau

seluruhnya. Mereka dapat pula menjual sebagian aset atau bahkan usahanya, serta dapat

pula mengubah pinjaman tersebut menjadi penyertaan saham. Selain kemungkinan tadi,

debitur dapat pula merundingkan permintaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,

sebagai upaya terakhir barulah ditempuh melalui proses kepailitan

Pada dasarnya, kepailitan mencakup mengenai harta kekayaan dan bukan

mengenai perorangan debitur .Yang disebut dengan harta pailit adalah harta milik debitur

yang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan.1

1

Nating Imran, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pembebasan Harta Pailit, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 27.

Ketentuan pasal 21

Undang-Undang Kepailitan secara tegas menyatakan bahwa”Kepailitan meliputi seluruh kekayaan

(2)

selama kepailitan”.Walaupun demikian pasal 22 Undang-Undang Kepailitan

mengecualikan beberapa harta kekayaan debitur dari harta pailit.Selain itu, dalam Pasal

1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga menerangkan tentang

jaminan pembayaran harta seorang debitur kepada kreditur. Dalam Pasal 1131 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) disebutkan bahwa” Segala kebendaan si

berutang,baik yang bergerak maupun tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang

baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan perikatan perseorangan,” hal ini

sangat memperjelas tentang obyek dari harta pailit. Namun dalam

perkembanganya,banyak debitor yang berusaha menghindari berlakunya Pasal 1131

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dengan melakukan berbagai perbuatan

hukum untuk memindahkan berbagai asetnya sebelum dijatuhkanya putusan pailit oleh

Pengadilan Niaga. Misalnya menjual barang-barangnya sehingga barang tersebut tidak

lagi dapat disitajaminkan oleh kreditur.

Hal ini sangat merugikan kreditur karena semakin berkurangnya harta yang

dipailitkan maka pelunasan utang kepada kreditur menjadi tidak maksimal.

Undang-Undang telah melakukan berbagai cara untuk melindungi kreditor dengan Pasal 1341

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 41-49 Undang Undang No.37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Upaya-upaya

yang dilakukan oleh undang-nndang tersebut sering disebut dengan actio pauliana. Actio

pauliana adalah suatu upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh

debitur untuk kepentingan debitur tersebut yang dapat merugikan kepentingan

krediturnya. Namun dalam upaya pembuktianya bahwa debitur telah melakukan berbagai

(3)

Pasal 41 ayat (1) UU Kepailitan dinyatakan secara tegas bahwa untuk

kepentingan harta pailit, segala hukum debitur yang telah dinyatakan pailit, yang

merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit

diucapkan, dapat dimintai pembatalan oleh kreditur kepada pengadilan.

Ketentuan Pasal 41 dan 42 UU Kepailitan, dapat diketahui bahwa sistem

pembuktian yang dipakai adalah sistem pembuktian terbalik, artinya beban pembuktian

terhadap pembuatan hukum debitur (sebelum putusan pernyataan pailit) tersebut adalah

berada pada pundak debitur pailit dan pada pihak ketiga yang melakukan perbuatan

hukum dengan debitur apabila perbuatan hukum debitur tersebut dilakukan dalam jangka

waktu 1 Tahun (sebelum putusan pernyataan pailit) merugikan kepentingan kreditur,

maka debitur dan pihak ketiga wajib membuktikan bahwa perbuatan hukum tersebut

wajib dilakukan oleh mereka dan perbuatan hukum tersebut tidak merugikan harta pailit.

Berbeda, apabila perbuatan hukum yang dilakukan debitur dengan pihak ketiga

dalam jangka waktu lebih dari 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit, dimana

Kurator menilai bahwa perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan

kreditur atau harta pailit, maka yang wajib membuktikan adalah Kurator. Kepailitan

hanya mengenai harta kekayaan dan bukan kekayaan dan bukan mengenai perorangan

debitur, ia tetap dapat melaksanakan hukum kekayaan yang lain, seperti hak-hak yang

timbul dari kekuasaan orang tuanya.

Akibat kepailitan hanyalah terhadap kekayaan debitur. Debitur tidaklah berada

dibawah pengampunan. Debitur tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan

perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum menyangkut

(4)

benda yang akan diperolehnya debitur pailit tetap berwenang bertindak sepenuhnya

akan tetapi tindakan-tindakannya tidak mempengaruhi harta kekayaan yang telah disita.

Pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan

mengurus kekayaannya yang dimasukan dalam kepailitan, terhitung sejak tanggal

kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataan itu sendiri.

Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan

kewajiban pembayaran utang menerangkan bahwa yang berwenang melakukan

pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Debitur kehilangan hak menguasai harta yang masuk dalam kepailitan, namun

tidak kehilangan hak atas harta kekayaan yang berada diluar kepailitan. Tentang harta

kepailitan, lebih lanjut dalam Pasal 19 kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran

utang menerangkan bahwa harta pailit meliputi semua harta kekayaan debitur, yang ada

pada saat pernyataan pailit diucapkan serta semua kekayaan yang diperolehnya selama

kepailitan.

Kewenangan untuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta Debitur

pailit ada pada Kurator, karena sejak adanya penyataan pailit, Debitur demi hukum

kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam

kepailitan. Putusan pailit oleh pengadilan tidak mengakibatkan debitor kehilangan

kecakapannya pada umumnya, tetapi hanya kehilangan kekuasaan atau kewenangannya

untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya. Untuk mengatasi permasalahan

yang timbul akibat dari kepailitan diperlukan instrumen hukum yang jelas untuk

menfasilitasi masalah utang piutang yang sangat diperlukan oleh dunia usaha sebagai

(5)

peraturan perundang-undangan yang lengkap dan sempurna agar proses kepalitan dapat

berlangsung secara cepat, terbuka dan efektif sehingga dapat memberikan kesempatan

kepada kreditur dan debitur untuk mengupayakan penyelesaian yang adil.

Adanya permasalahan tersebut dan untuk menyelesaikan tugas akhirnya maka

penulis hendak menulis skripsi dengan judul “AKIBAT HUKUM KEPAILITAN

TERHADAP KEWENANGAN DEBITOR DALAM MELAKUKAN PERBUATAN

HUKUM TERHADAP HARTANYA.”

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan

oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya perumusan masalah maka akan dapat

ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal

diluar permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kepailitan dalam sistem hukum di Indonesia?

2. Bagaimana akibat hukum kepailitan terhadap kewenangan debitor pailit dalam

melakukan perbuatan hukum atas hartanya?

3. Bagaimanaperan kurator terkait dengan kewenangan debitor pailit dalam melakukan

perbuatan hukum atas hartanya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

(6)

b. Untuk mengetahui akibat hukum kepailitan terhadap kewenangan debitur pailit

dalam melakukan perbuatan hukum atas hartanya.

c. Untuk mengetahui peran kurator terkait dengan kewenangan debitur pailit dalam

melakukan perbuatan hukum atas hartanya.

2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

a. Sebagai bahan masukan teoritis bagi penulis untuk menambah pengetahuan dan

pemahaman hukum kepailitan terhadap kewenangan debitur dalam melakukan

perbuatan hukum.

b. Untuk menerapkan pengetahuan penulis secara praktis agar masyarakat mengetahui

pembaruan hukum khususnya bagi hukum kepailitan dalam melakukan perbuatan

hukum atas harta pailit.

D. Keaslian Penelitian

Adapun judul tulisan ini adalah akibat hukum kepailitan terhadap kewenangan

debitur dalam melakukan perbuatan hukum terhadap hartanya. Judul skripsi ini belum

pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya kepailitan terhadap

kewenangan debitor, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang

sama dengan mahasiswa fakultas hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian

ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Apabila di tinjau secara teoritis, lahirnya Undang–Undang Kepailitan dan PKPU,

(7)

Indonesia yang pada akhirnya juga menimbulkan krisis sosial dan politik dimana

terjadi euphoria reformasi segala bidang, maka untuk mengantisipasi adanya

kecenderungan dunia usaha yang bangkrut pemerintah menertibkan Undang-Undang

Kepailitan menjadi suatu daerah hukum positif dalam sistem Perundang-Undangan di

Indonesia.

Seluruh harta benda debitur dalam kepailitan di peruntukan bagi pembayaran

tagihan-tagihan kreditur maka jika harta bendanya itu tidak mencukupi untuk memenuhi

kewajiban atas semua tanggungan itu, tentu harta benda itu harus dibagi di antara para

kreditur menurut perbandingan tagihan mereka masing-masing.2

Pembagian harta kekayaan pailit yang dimaksudkan untuk menjamin kepentingan

para kreditur. Hukum yang memberikan perlindungan terhadap kreditor dari kreditur

lainnya berupaya mencegah salah satu kreditur memperoleh lebih banyak dari kreditur

lainnya dalam pembagian harta kekayaan, sedangkan perlindungan dari kreditur yang

tidak jujur diperoleh dengan mewajibkan debitur mengungkap secara penuh maupun

secara priodik. Sementara itu, apabila debitur berada dalam keadaan susah dapat ditolong

maka debitur dimungkinkan untuk dapat di keluarkan secara terhormat dari permasalahan

utangnya.3

Pandangan seperti itu memang secara ekonomis dapat diterima, bila dikemas di

dalam peraturan hukum maka peraturan itu secara tepat kepentingan yang dilihat dari

sudut pandang ekonomis namun hal seperti ini jelas tidak sesuai dengan era global seperti

2

Martiman Prodjomidjojo, Proses kepailitan (Bandung : Mandar Maju, 1999), hlm. 2.

3

(8)

sekarang ini. Menurut Peter, aturan main bentuk perangkat hukum di dalam kegiatan

bisnis meliputi 3 (tiga) hal yaitu:

1. Aturan hukum yang memberi landasan hukum bagi keberadaan lembaga-lembaga

yang mewadahi bisnis dalam arena pasar (substantive legal rules).

2. Aturan hukum yang mengatur perilaku (behavior) para pelaku bisnis dalam

melaksanakan setiap transaksi bisnis, dan

3. Aturan hukum yang memungkinkan pelaku keluar dari pasar. Kata pailit berasal dari

bahasa Perancis “failite” berarti kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Belanda

digunakan istilah “failite”. Sedang dalam hukum Anglo America,

undang-undangnya dikenal dengan Bankcrupty Act. Dalam pengertian kita, merujuk aturan

lama yaitu pasal 1 ayat (1) Peraturan Kepailitan Faillisement Verordening S.

1990-217 jo 1905-348 menyatakan : “ Setiap berutang (debitur) yang ada dalam keadaan

berhenti membayar, baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang

atau lebih berpiutang (kreditur), dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan

pailit ”.4

Ketentuan yang baru yaitu dalam lampiran UU No.4 Tahun 1998 pasal 1 ayat (1),

yang menyebutkan : “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak

membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan

pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2,

baik atas permohonan sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditur.5

4

Sri Rejeki Hartono, Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepaitan Modern,(Jakarta: Majalah Hukum Nasional, 2000), hlm 81.

5

(9)

Pernyataan pailit tersebut harus melalui proses pemeriksaan dipengadilan setelah

memenuhi pesyaratan di dalam pengajuan permohonan. Keterbatasan pengetahuan

perihal ilmu hukum khususnya hukum kepailitan yang berasal dari hukum asing, juga

istilah pailit yang jarang sekali dikenal oleh masyarakat kalangan bawah maupun

pedesaan yang lebih akrab dengan hukum adatnya, istilah bangkrut lebih kenal.

Masyarakat desa tidak berpikir untuk memohon ke pengadilan agar dirinya dinyatakan

pailit. Para pedagang kecil jika ia sudah tidak dapat berdagang lagi, karena modalnya

habis dan ia tidak dapat membayar utang-utangnya, laluia mengatakan bahwa dirinya

sudah bangkrut. Tidak demikian halnya bagi perusahaan/pedagang besar, pengertian

istilah kebangkrutan maupun pailit telah mereka ketahui.

Esensi kepailitan secara singkat dapat dikatakan sebagai sita umum atas harta

kekayaan debitur baik yang pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama

kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditur yang pada waktu kreditur

dinyatakan pailit mempunyai hutang, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang

berwajib.6

1. Semua hasil pendapatan debitur pailit selama kepailitan tersebut dari pekerjaan

sendiri, gaji suatu jabatan/ jasa, upah pensiun, uang tunggu/ uang tunjangan, sekedar

atau sejauh hal itu diterapkan oleh hakim.

Akan tetapi dikecualikan dari kepailitan adalah:

2. Uang yang diberikan kepada debitur pailit untuk memenuhi kewajiban pemberian

nafkahnya menurut peraturan perundang-undangan (Pasal 213, 225, 321 KUH

Perdata).

6

(10)

3. Sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawasan dari pendapatan hak nikmat

hasil seperti dimaksud dalam (Pasal 311 KUH Perdata).

4. Tunjangan dari pendapatan anak-anaknya yang diterima oleh debitur pailit

berdasarkan Pasal 318 KUH Perdata.

Apabila seorang debitur (yang utang) dalam kesulitan keuangan, tentu saja para

kreditur akan berusaha untuk menempuh jalan untuk menyelamatkan piutangnya dengan

jalan mengajukan gugatan perdata kepada debitur kepengadilan dengan disertai sita

jaminan atas harta si debitur atau menempuh jalan yaitu kreditur mengajukan

permohonan ke pengadilan agar si debitur dinyatakan pailit.7

Kreditur menempuh jalan yang pertama yaitu melalui gugatan perdata, maka

hanya kepentingan kreditur/si penggugat saja yang dicukupi dengan harta si debitur yang

disita dan kemudian dieksekusi pemenuhan piutang dari kreditur, kreditur lain yang tidak

melakukan gugatan tidak dilindungi kepentingannya. Adalah lain halnya apabila

kreditur-kreditur memohon agar pengadilan menyatakan debitur pailit, maka dengan persyaratan

pailit tersebut, maka jatuhlah sita umum atas semua harta kekayaan debitur dan sejak itu

pula semua sita yang telah dilakukan sebelumnya bila ada menjadi gugur.8

Dikatakan sita umum, karena sita tadi untuk kepentingan seorang atau beberapa

orang kreditur, melainkan untuk semua kreditur atau dengan kata lain untuk mencegah

penyitaan dari eksekusi yang dimintakan oleh kreditur secara perorangan. Hal lain yang

perlu dimengerti bahwa kepailitan hanya mengenai harta benda debitur, bukan

pribadinya. Jadi ia tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum di luar hukum

7

Ibid, hlm 108.

8

(11)

kekayaan misalnya hak sebagai keluarga, hak yang timbul dari kedudukan sebagai orang

tua, ibu misalnya. Jadi demikian sebenarnya esensi kepailitan.

Kepailitan yang pernah terjadi, Kurator tidak sepenuhnya bebas dalam melakukan

pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator senantiasa berada dibawah pengawasan

Hakim Pengawas. Tugas Hakim Pengawas adalah mengawasi pengurusan dan

pemberesan harta pailit yang menjadi tugas Kurator (yang dilakukan oleh Kurator).

Hakim Pengawas menilai sejauh manakah pelaksanaan tugas pengurusan dan pemberesan

harta pailit yang dilaksanakan oleh Kurator dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur

dan kreditur. Dalam kondisi inilah diperlukan peran Hakim Pengawas oleh karenanya

Kurator menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit

dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan.9

mendapat masukan. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan keberhasilan dari suatu

pernyataan pailit, karenanya Hakim Pengawas dan Kurator harus saling berhubungan

sebagai mitra kerja.

Mengingat beratnya tugas yang diemban oleh Kurator dalam melakukan

pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka seorang Kurator harus selalu berhubungan

dengan Hakim Pengawas untuk melakukan konsultasi atau sekedar

10

9

Imran Nating, Op.Cit, hlm. 102

10

Ibid, hlm. 102

Dalam melaksanakan tugas, baik Hakim Pengawas maupun

Kurator harus sama-sama saling mengetahui tugas keduanya, sehingga keduanya saling

memahami kapankah harus berhubungan. Kerja sama yang harmonis sangat diperlukan,

terlebih dahulu apabila menemui debitur atau kreditur yang kurang mendukung

kelancaran penyelesaian perkara. Kenyataan di lapangan, meskipun komunikasi Hakim

(12)

tegas dan langsung membantu tugas Kurator, misalnya menindak debitur yang tidak

kooperatif.11

F. Metode Penelitian

Dengan demikian jelas mengapa sejak berabad-abad telah ada peraturan

kepailitan, karena dirasakan perlu untuk mengatur hak-hak dan kewajiban debitur yang

tidak dapat membayar utang-utangnya serta hak-hak dan kewajiban para kreditur. Dari

kesimpulan ini dapat dipahami mengapa masalah kepailitan selalu di hubungkan dengan

kepentingan para kreditur, khususnya tentang tata cara dan hak kreditur untuk

memperoleh kembali pembayaran piutangnya dari seorang debitur yang dinyatakan pailit.

Dari uraian tersebut tergambar sangatlah bahwa Hakim Pengawas memiliki andil yang

cukup besar dalam pemberesan dan pengurusan harta pailit dalam kepailitan.

1. Sifat dan jenis penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif, penulis berupaya untuk menggambarkan

sifat hubungan hukum secara normatif dalam hukum kepailitan terhadap kewenangan

debitur.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif, yakni sebuah jenis

penelitian yang mencoba untuk melihat kesesuaian aturan-aturan hak ditingkat normatif,

yakni antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitandan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

2. Bahan Penelitian

Perlu ditegaskan bahan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu :

11

(13)

a. Bahan hukum primer yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik peraturan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Republik Indonesia maupun yang diterbitkan oleh Negara lain dan

badan-badan internasional.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan

hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer

seperti seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya

tulis ilmiah dan beberapa sumber internet yang berkaitan dengan persoalan diatas.

c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan

keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Alat Penelitian

Penulisan ini, penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan cara

penelitian kepustakaan (library research) yakni dengan mempelajari peraturan

perundang-undangan, buku, situs internet yang berkaitan dengan judul skripsi ini yang

bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan

menganalisa masalah-masalah yang dihadapi.12

4. Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu

data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara

12

(14)

kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut

dituangkan dalam bentuk skripsi.

G. Sistematika penulisan

Agar memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar tidak

terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam

beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub-sub bab.

Adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,

tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KEPAILITAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA.

Bab ini berisikan tentang pengertian kepailitan, sejarah kepailitan di

Indonesia, syarat dan putusan pailit, akibat hukum kepailitan dan pengurusan

dan pemberesan harta pailit.

BAB III AKIBAT HUKUM KEPAILITAN TERHADAP KEWENANGAN

DEBITUR PAILIT DALAM MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM ATAS

HARTANYA

Bab ini berisikan tentang pengertian perbuatan hukum, bentuk-bentuk

kewenangan debitur pailit dalam melakukan perbuatan hukum atas hartanya.

(15)

BAB IV PERAN KURATOR TERKAIT DENGAN KEWENANGAN DEBITUR

PAILIT DALAM MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM ATAS

HARTANYA

Bab ini berisi tentang pengangkatan kurator oleh pengadilan niaga, tugas

kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, kewenangan kurator

dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, tanggungjawab kurator atas

kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar Negara Republik Indonesia.. Yang di sah kan oleh

Tujuan dari penelitian ini adalah mengadopsi model pengukuran kinerja rantai pasok di konstruksi yang berkelanjutan dari SCOR 12.0.. Metode penelitian dengan mengadopsi

P3KM (Kepala Pusat Penelitian) Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung. 63 Kepala Pusat Penelitian

bahwa dalam rangka pelaksanaan kewenangan Menteri Negara Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Apabila dokumen tidak diunggah sampai batas waktu yang ditentukan, maka Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) akan memberikan sangsi menutup akses yang

Guru memberikan penguatan terhadap hasil diskusi peserta didik, kemudian menjelaskan kembali makna yang terkandung dalam peristiwa bencana alam

Problem-based learning (PBL) dalam pembelajaran biologidianggap sebagai salah satu desain pembelajaran innovatif kontekstual, karena mendorong siswa belajar biologi

Dokumen tersebut memberi pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, dengan tujuan menentukan