• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Arang Sekam Padi Dan Arang Ilalang (Imperata Cylindrica l) Terhadap Sifat-Sifat Fisik Dan Kimia Pada Air Sumur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penambahan Arang Sekam Padi Dan Arang Ilalang (Imperata Cylindrica l) Terhadap Sifat-Sifat Fisik Dan Kimia Pada Air Sumur"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DAN HUBUNGAN YANG HARMONIS (Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di

Kelurahan Polonia)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Disusun oleh:

PINA PANDUWINARSIH 060904048

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI INI DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN OLEH:

NAMA : PINA PANDUWINARSIH

NIM : 060904048

JUDUL :KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DAN HUBUNGAN YANG

HARMONIS

(Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia)

Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Hendra Harahap, M.Si. Drs.Amir Purba, M.A

Dekan

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Pada Hari :

Tanggal : Pukul :

Tim Penguji:

1. Ketua :

2. Anggota 1 :

(4)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil dengan menggunakan perspektif dari faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam proses komunikasi antarbudaya untuk menciptakan suatu hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia.

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kelurahan Polonia. Kecamatan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun, dengan asumsi dalam rentang usia tersebut lebih sering melakukan interaksi sosial dalam kehidupan sehari–hari. Jumlah keseluruhan populasi yang terdaftar di Kelurahan Polonia adalah sebanyak 11.756 orang.

Jumlah sampel yang diambil sebesar 99 orang dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik stratifikasi proporsional dan purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup sejumlah 63 pertanyaan. Analisis data menggunakan bentuk tabel tunggal lalu dihubungkan menjadi tabel silang. Selanjutnya uji hipotesa dan tes signifikansi. Semuanya dilakukan dengan program SPSS for Windows version 17.0.

(5)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan badan air yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Sementara air tanah merupakan air yang berada dibawah permukaan tanah. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dari air permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang lama tersebut, air tanah akan sulit untuk pulih kembali jika mengalami pencemaran. Dinamika pergerakan air tanah pada hakikatnya terdiri atas pergerakan horizontal air tanah, infiltrasi air hujan, sungai, danau, dan rawa ke lapisan akifer, dan menghilangnya atau keluarnya air tanah melalui sumur . Pada saat infiltrasi, ke dalam tanah, air permukaan mengalami kontak dengan mineral – mineral yang terdapat di dalam tanah dan melarutkannya, sehingga kualitas air mengalami perubahan karena terjadi reaksi kimia.

(6)

Banyak cara dan metode yang digunakan pada pengolahan air tanah agar dapat digunakan sebagai air bersih dalam rumah tangga, dimana dengan cara menambahkan adsorben yang berfungsi untuk menurunkan beberapa kadar parameter air. Beberapa adsorben yang biasa digunakan adalah zeolit, tanah diatom, pasir, dan arang aktif, yang memiliki kandungan silika yang cukup tinggi sehingga dapat menyerap atau mengikat zat – zat pencemar yang terdapat dalam air tanah.

Telah banyak penelitian sebelumnya yang menggunakan beberapa adsorben untuk menurunkan kadar zat pencemar, yang salahsatunya adalah MS Saeni pada tahun 1989 dengan judul pengaruh kontak langsung air dengan pasir, tanah liat, dan arang terhadap sifat – sifat fisik dan kimia air .

(7)

Metode pengujian yang akan digunakan penulis adalah dengan membandingkan hasil penentuan kadar beberapa parameter air sebelum dan sesudah ditambahkan dengan arang sekam padi dan arang ilalang, dimana sifat fisika yang diuji adalah kekeruhan, konduktivitas, total padatan tersuspensi (TSS), dan total padatan terlarut (TDS) sedangkan sifat kimia yang diuji adalah pH, besi (Fe), kesadahan (Ca dan Mg).

1.2.Permasalahan

Bagaimana pengaruh penambahan arang sekam padi dan arang ilalang terhadap sifat – sifat fisik dan kimia pada air sumur yang dipakai untuk air bersih?

1.3.Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada penentuan pH, besi (Fe), kesadahan (Ca & Mg), dan konduktifitas, kekeruhan (turbiditas) sebelum penambahan dan sesudah penambahan dengan arang sekam padi dan arang ilalang selama 24 jam.

1.4.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan arang sekam padi dan arang ilalang terhadap pH, kadar besi (Fe), kesadahan (Ca & Mg), dan konduktifitas, kekeruhan (turbiditas), total padatan tersuspensi (TSS), dan total padatan terlarut (TDS) dalam air sumur.

1.5.Manfaat Penelitian

(8)

1.6.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

1.7.Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium. 2. Penentuan pH dengan menggunakan pH meter

3. Penentuan kadar besi dilakukan dengan metode spektrofotometri 4. Penentuan kekeruhan dilakukan dengan metode turbidimetri 5. Penentuan kadar kesadahan dilakukan dengan metode titrimetri 6. Penentuan konduktifitas dilakukan dengan metode konduktometri.

(9)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Tanaman salak (Salacca Edulis Reinw) termasuk kelompok tanaman palmae yang tumbuh berumpun, umumnya tumbuh berkelompok. Tanaman salak

dapat ditanam di daerah dataran rendah mulia dari tanah ngarai, daerah pesisir dan

tepi pantai sampai ke dataran tinggi di lereng-lereng bukit atau pegunungan

sampai pada ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Untuk tumbuh,

idealnya tanaman salak menghendaki tanah yang gembur, subur dan banyak

mengandung humus. Salak juga akan tumbuh baik pada tanah berlempung dan

banyak mengandung pasir. Tanaman salak memerlukan air yang cukup, tetapi

tidak tahan air yang tergenang dalam waktu lama (Anarsis,W, 1996).

Nama dagang internasional untuk buah asli Indonesia ini tergolong unik,

snake fruit. Julukan ini diberikan pada buah salak mungkin karena kulit buahnya yang tersusun seperti sisik ular. Padahal beberapa buah salak unggul seperti salak

mawar, salak bali, dan salak pondoh, rasanya sangat manis dan sangat bertolak

belakang dengan julukan itu (Redaksi Agromedia, 2007).

Beberapa petani Salak di Sumatera, Jawa, dan Bali, yang menjadikan

Salak sebagai sumber mata pencahariannya mempunyai penghasilan yang cukup

lumayan. Jadi, dengan hanya berkebun Salak saja seorang petani dapat hidup lebih

(10)

Dari hari ke hari pendapatan petani kita semakin meningkat, karena petani

semakin mampu memanfaatkan lahan pertaniannya semakin efisien. Tanaman

pagar yang tidak menghasilkan telah diganti dengan tanaman Salak yang dapat

berubah sepanjang tahun. Juga di sela-sela tanaman durian, petai, mangga dan

sebagainya, yang beberapa waktu lalu hanya ditumbuhi rumput, sekarang dapat

ditanami Salak yang hasilnya cukup lumayan sebagai tanbahan belanja dapur,

biaya sekolah, atau untuk tabungan hari tua (Tjahjadi, 1991).

Di Indonesia terdapat banyak sekali jenis salak. Akan tetapi, yang banyak

dikenal masyarakat diantaranya adalah :

1. Salak pondoh

Jenis buah salak ini kecil – kecil. Ujudnya tidak menarik, tetapi memiliki

daging buah yang rasanya manis dan enak karena sedikit sekali rasa sepet. Daging

buahnya tipis sampai agak tebal dengan warna putih susu. Rasanya manis dan

enak sejak buah masih muda sampai pada tingkat menjelang masak. Bila buah

sudah masak betul (masir) rasa tersebut akan sedikit berkurang. Pada umumnya

salak pondoh dijual bersama tangkainya dalam tandan, tidak perbiji.

2. Salak bali

Jenis buah salak ini besarnya sedang, dalam waktu lima bulan saja buah sudah

masak. Buah yang masak berwarna merah cokelat. Daging buah yang masak

rasanya manis.

(11)

Salak ini berasal dari daerah cagar budaya Condet, Jakarta Timur dan identik

dengan masyarakat betawi. Aroma salak ini paling harum dan tajam dibandingkan

dengan salak jenis lain. Daging buahnya tebal, maser, kesat, tak berair, dan

berwarna putih kekuningan. Rasanya bervariasi, dari kurang manis sampai manis.

4. Salak padang sidempuan

Salak padang sidempuan berasal dari daerah Tapanuli Selatan. Kulit buah

salak ini berwarna hitam kecokelatan dan bersisik besar. Ciri khas utama salak ini

adalah daging buahnya yang berwarna kuning tua berserabut merah. Rasa daging

buahnya manis bercampur asam dan pada buah yang sudah tua rasa sepatnya

hampir tidak ada.

5. Salak gading

Jenis buahnya kecil – kecil dengan warna kulit kuning gading mengkilat.

Daging buahnya berwarna putih kekuningan. Rasanya manis dan enak bila sudah

masak. Daun salak gading lebih bersih dan agak kekuningan.

6. Salak gula pasir

Salak gula pasir merupakan salah satu kultivar dari salak bali. Kelebihan salak

ini adalah rasa daging buahnya yang sangat manis. Saking manisnya hingga

mendekati kemanisan gula sehingga dinamakan salak gula pasir. Daging buahnya

berwarna putih kusam dan renyah.

7. Salak manonjaya

Salak ini berasal dari daerah Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa

Barat. Kulit buah salak manonjaya terdiri atas susunan sisik yang sangat halus.

Kulit buah salak ini termasuk yang paling tebal dibandingkan dengan jenis salak

(12)

Jumlah permintaan salak secara keseluruhan untuk didaerah-daerah di

seluruh Indonesia secara kuantitatif belum dapat dipastikan, mengingat kurang

adanya data yang mendukung. Namun melihat keadaan pasar saat ini, bardasarkan

pengamatan langsung ke pasar-pasar di Sumatera, diperoleh gambaran bahwa

pemintaan salak sangat cukup besar. Sentra produksi salak di Sumatera hanya di

Padang Sidempuan yang cukup besar, di samping beberapa hektar tanaman salak

di Lubuk Linggau (Kabupaten Musi Rawas) dan Kabupaten Ogan Komering Ulu.

Di jawa, permintaan akan buah salak juga terus meningkat, walaupun banyak

salak yang didatangkan dari luar Jawa (dari Bali dan Madura). Demikian juga

permintaan salak di Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya terus meningkat

(Tjahjadi,1991).

Ada beberapa keuntungan yang dapat diambil dari mengusahakan tanaman

salak diantaranya:

1. Penanamannya dapat dicampur atau ditumpangsarikan dengan tanaman

tahunan yang pohonnya tinggi seperti kelapa, petai, kemiri, dan tanaman

buah-buahan lainnya

2. Bentuk tajuk tanaman salak rendah, lebar dapat menahan deraaan hujan

dan perakarannya dapat mencegah terjadinya erosi

3. Jarak tanamnya cukup rapat, untuk lahan yang luasnya 1 Hektar dapat

ditanami salak antara lain 2.000-2.200 pohon

4. Pemanenannya dapat dilakukan sepanjang tahunatau dengan kata lain

(13)

5. Umur produktifnya sangat panjang, bisa mencapai puluhan tahun, ada

keterangan yang menjelaskan bahwa umur produktif tanaman salak lebih

dari 50 tahun.

6. Pemasaran buahnya mudah, sampai saat ini permintaan masyarakat akan

buah salak tetap lebih tinggi dari persediaan dan pengangkutannya pun

relatif mudah

7. Buah salak selain dapat dimakan langsung sebagai buah segar juga dapat

diawetkan atau diolah menjadi asinan atau manisan dalam bentuk makanan

kaleng

8. Gizi yang terkandung dalam buahnya cukup banyak, diantaranya

karbohidrat. Di samping itu buah salak tidak mengandung lemak yang

menurut hasil beberapa penelitian mengatakan bahwa buah salak baik

untuk diet

(Anarsis,W, 1996).

Landasan Teori

Sektor pertanian sebetulnya mempunyai kaitan erat dengan sektor industri.

Karena sektor pertanian menghasilkan bahan mentah yang pada gilirannya harus

diolah oleh industri menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dan sebaliknya

sektor industri diharapkan mampu menghasilkan sendiri berbagai macam sarana

produksi yang sangat diperlukan oleh industri pengolah pertanian, meliputi usaha

yang mengolah bahan baku menjadi komoditi yang secara ekonomi menambah

(14)

Banyaknya produksi buah, terutama salak, memerlukan suatu industri

yang dapat mengolah buah tersebut dalam bentuk yang awet. Pabrik pengolahan

dalam bentuk terpadu, artinya pabrik tersebut mampu megolah buah berbagai

jenis dengan berbagai bentuk produk akan sangat tepat bagi pengembangan

ekonomi Daerah. Industri pengolahan hasil pertanian memiliki daya saing yang

kuat, karena memiliki keunggulan komparatif (sumber daya alam yang dapat

diperbaharui, tenaga kerja yang banyak dan murah, serta berdaya tahan lama) dan

kompetitif (segmen pasar dan diferensiasi produk).

Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena

pertimbangan sebagai berikut :

1. Meningkatkan Nilai Tambah

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh

produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses.

Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas

pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan

mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha ini

menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai

tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik

pasar domestik maupun pasar luar negeri

2. Kualitas Hasil

Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan

kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan

(15)

menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi

harga barang itu sendiri

3. Penyerapan Tenaga Kerja

Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap.

Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga

kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan

4. Meningkatkan keterampilan

Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan

keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh

hasil penerimaan usahatani yang lebih besar

5. Peningkatan Pendapatan

Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total

penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya

petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas

hasil yang lebih baik yang harganya tinggi dan juga akhirnya akan

mendatangkan total penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar

(Soekartawi (c), 1999).

Industri pengolahan salak dapat memberikan dampak positif bagi daerah

tempat berdirinya industri tersebut. Antara lain adalah mampu menghasilkan nilai

tambah dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan

serta dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar (Anonimous,

2009).

Dampak adalah pengaruh yang terjadi terhadap pendapatan dan

(16)

yang diukur dalam satuan rupiah. Pendapatan petani salak diperoleh dari seberapa

besar total biaya yang di keluarakan oleh petani dan seberapa besar penerimaan

yang diterima oleh petani. Total biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variable.

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan yang jumlahnya relative tetap selama

masa produktif. Dalam hal ini, biaya tetap meliputi biaya penyusutan dari

peralatan yang dugunakan oleh petani dan biaya PBB. Sedangkan biaya variabel

adalah biaya yang besarnya tergantung pada jumlah produksi. Umumnya biaya

variabel meliputi biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi (saprodi).

Penerimaan diperoleh dari seberapa banyak hasil penjualan yang dihasilkan oleh

petani salak dengan melihat harga jual salak per kg dan jumlah produksi yang

dihasilkan.

Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dengan

adanya luas lahan yang bertambah, maka petani menambah penggunaan tenaga

kerja untuk mengelolah usahataninya. Kesempatan kerja dapat dilihat dari

seberapa besar peluang bekerja bagi tenaga kerja yang akan dipakai oleh petani

salak dalam pengolahan usahatani salak di daerah penelitian.

Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) atau

seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang atau jika

ada permintaan tenaga kerja mereka dan jika mereka berpartisipasi dalam aktifitas

tersebut (Suroto, 1992).

Menurut Muzhar (1994) Industri pengolahan hasil pertanian juga dapat

memberikan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan petani. Industri

pengolahan hasil pertanian memiliki daya saing yang kuat, karena memiliki

(17)

yang banyak dan murah, serta berdaya tahan lama) dan kompetitif (segmen pasar

dan diferensiasi produk). Pengolahan hasil menjadi salah satu bentuk kegiatan

agroindustri yang utama. Usaha pengolahan hasil akan memberikan beberapa

keuntungan antara lain :

1. Mengurangi kerugian ekonomi akibat kerusakan hasil pertanian

2. Meningkatkan nilai ekonomi hasil pertanian

3. Memperpanjang masa ketersediaan hasil pertanian baik dalam bentuk segar

maupun dalam bentuk olahan

4. Meningkatkan keanekaragaman produk pertanian

5. Mempermudah penyimpanan dan pengangkutan

Kerangka Pemikiran

Industri pengolahan salak merupakan salah satu jenis industri dengan

memanfaatkan salak sebagai bahan baku utamanya, dimana salak tersebut akan

diolah sesuai dengan kebutuhan untuk dijual secara komersil. Usaha pengolahan

salak adalah suatu kegiatan mengelola buah salak agar dapat mamiliki daya

simpan yang lebih lama dan untuk mempertahankan ataupun meningkatkan nilai

jual dari buah salak. Usaha industri pengolahan salak yang dilakukan pengusaha

di daerah penelitian masih tergolong pengolahan yang bersifat sederhana dangan

bahan baku yang diperoleh dari desa sekitar industri pengolahan tersebut. Dimana

industri pengolahan salak tersebut dapat menciptakan produk-produk unggulan

dari buah salak. Antara lain adalah dodol salak, keripik salak, kurma salak, madu

salak, sirup salak, nagogo drink, natabo salak, agar-agar salak, bakso salak dan

(18)

Industri pengolahan salak dapat menciptakan kesempatan kerja bagi

angkatan kerja dengan adanya luas lahan yang bertambah, maka petani menambah

penggunaan tenaga kerja untuk mengelolah usahataninya. Ketersediaan tenaga

kerja khususnya tenaga kerja lokal yang hidup disekitar area lokasi pengolahan

salak, dapat memperoleh mata pencaharian baru yang lebih menjamin

kelangsungan hidupnya.

Perbandingan antara sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak

mengakibatkan suatu dampak terhadap pendapatan petani dan kesempatan kerja

bagi petani salak.

Secara singkat dapat dibuat skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

SEBELUM SESUDAH Pendapatan

Petani Salak

Kesempatan Kerja Petani

Salak

INDUSTRI PENGOLAHAN

SALAK

Pendapatan Petani Salak

Kesempatan Kerja Petani

Salak

(19)

Keterangan : : Sebelum Industri Pengolahan Salak :Sesudah Industri Pengolahan Salak

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ada dan berdasarkan tujuan penelitian,

maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap tingkat pendapatan

(20)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Hasan, 2002). Adapun yang

menjadi daerah penelitian adalah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan

pertimbangan adalah daerah ini merupakan daerah yang potensial bagi

pertumbuhan tanaman salak dan telah ada industri pengolahannya.

Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan adalah metode Simple Random Sampling, dengan pertimbangan bahan sampel penelitian bersifat homogen atau rata-rata memiliki

luas lahan dan lama bekerja yang sama. Dengan jumlah populasi sebanyak 897

petani salak di daerah penelitian. Dimana dalam hal ini diambil sebanyak 30

sampel di daerah penelitian (Hasan, 2002).

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara kepada

responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang dibuat

(21)

diperoleh dari instansi atau lembaga terkait seperti Dinas Pertanian Provinsi

Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Selatan, Badan Pusat

Statistik Provinsi Sumatera Utara serta literatur yang berhubungan dengan

penelitian ini.

Metode Analisis Data

Untuk menganalisis masalah (1) mengenai pendapatan petani salak

sebelum ada industri pengolahan salak digunakan analisis pendapatan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Total biaya adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Dengan menggunakan rumus :

TC = FC + VC Keterangan :

TC = Total Cost /Total biaya (Rp) FC = Biaya tetap (Rp)

VC = Biaya variabel (Rp)

Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut :

TR = Py.Y Keterangan :

TR = Total Penerimaan (Rp) Py = Harga Jual (Rp/Kg) Y = Jumlah Produksi (Kg)

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan total biaya. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut :

Pd = TR – TC Keterangan :

(22)

TR = Total Revenue / Total Penerimaan (Rp) TC = Total Cost / Total Biaya (Rp)

(Suratiyah, 2008)

Untuk menganalisis masalah (2) mengenai kesempatan kerja bagi petani

salak sebelum ada industri pengolahan salak dianalisis secara deskriptif yaitu

dengan melihat seberapa banyak tenaga kerja yang dipakai oleh petani dalam

pengolahan usahatani dan juga dianalisis dengan menggunakan uji beda (T-test)

dengan membandingkan jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah ada industri

pengolahan salak.

Untuk hipotesis (3) dan (4) yaitu mengenai ada dampak industri

pengolahan salak terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja dapat

dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata atau t-hitung dengan uji 2 arah

sebelum dan sesudah industri pengolahan salak (Paried Sampel T-test). x1 – x2

th =

S

1 + 1

n1 n2

(n1 – 1) s12 + (n2 – 1) s22 S2 =

(n1 – n2) – 2

dengan kaidah pengambilan keputusan : th ≤ tt = Hipotesis ditolak

(23)

x1 = rata-rata variabel I (sebelum ada industri pengolahan salak) x2 = rata-rata variabel II (sesudah ada industri pengolahan salak) s1 = simpangan baku dari variabel I

s2 = simpangan baku dari variabel II n1 = jumlah sampel variabel I

n2 = jumlah sampel variabel I (Sugianto, 2004)

Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai

pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat defenisi dan

batasan operasional sebagai berikut :

Defenisi

1. Industri pengolahan salak adalah suatu usaha yang mengadakan perlakuan

terhadap salak hingga menjadi produk baru yang memiliki nilai tambah.

2. Angkatan Kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) atau seluruh

penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang atau jika ada

permintaan tenaga kerja mereka dan jika mereka berpartisipasi dalam aktifitas

tersebut

3. Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dalam

mengelola usahatani

4. Tenaga kerja adalah orang-orang yang bekerja untuk mengelolah usahatani

5. Pendapatan petani adalah hasil dari penjualan produksi salak yang diukur

dalam satuan rupiah

6. Pendapatan adalah total penerimaan yang diperoleh pengusaha setelah

(24)

7. Penerimaan adalah jumlah produksi dikali dengan harga yang dihitung dalam

satuan Rp/ton per tahun

8. Dampak adalah pengaruh yang terjadi terhadap pendapatan dan kesempatan

kerja.

Batasan Operasional

1. Sampel adalah petani salak di Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat,

Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2009

3. Daerah penelitian Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten

Tapanuli Selatan.

(25)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli

Selatan dan yang menjadi daerah penelitian adalah Desa Parsalakan. Berikut

deskripsi daerah penelitian Desa Parsalakan.

4.1.1. Luas dan Letak Geografis

Desa Parsalakan berada di Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli

Selatan, Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah sebesar 3200 Ha. Jarak

Desa Parsalakan dengan Kecamatan Angkola Barat (ibukota kecamatan) adalah 9

km, jarak ke Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukota kabupaten) adalah 8 km dan

jarak ke ibukota propinsi Sumatera Utara (Medan) adalah 460 km.

Secara administrasi Desa Parsalakan mempunyai batas – batas sebagai

berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Paya Tobotan

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Aek Latong Siamporik

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Paya Pusat Aek Nabara

(26)

4.1.2. Keadaan Penduduk

Penduduk di Desa Parsalakan pada tahun 2009 berjumlah 2524 jiwa atau

540 kepala keluarga. Terdiri dari berbagai suku yaitu suku Batak, Jawa, Minang,

Nias dan Melayu. Sementara jumlah suku yang terbanyak adalah suku Batak.

Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk perempuan sebanyak 1264 jiwa

(50,07 %) dari total penduduk sebanyak 2524 jiwa dan penduduk laki-laki

berjumlah 1260 jiwa (49.92 %). Data ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk

perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Jumlah penduduk

laki-laki dan perempuan ini dibedakan menjadi 2 bagian berdasarkan kelompok

umurnya yaitu dewasa dan anak-anak. Jumlah penduduk perempuan dewasa

sebanyak 912 jiwa (36.13 %) dan jumlah penduduk perempuan anak-anak

sebanyak 352 jiwa (13.94 %). Sedangkan jumlah penduduk laki-laki dewasa

berjumlah 540 jiwa (21.39 %) dan penduduk laki-laki anak-anak berjumlah 720

jiwa (28.52 %). Berikut distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa

Parsalakan :

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Parsalakan, Tahun 2009

Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Persentase (%)

Dewasa

(27)

Dilihat dari kelompok umur ternyata kelompok umur usia poduktif di Desa

Parsalakan cukup besar. Berikut gambaran jumlah penduduk menurut kelompok

umur di Desa Parsalakan :

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Parsalakan Tahun 2009

Kelompok Umur

(Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

> 25 Tahun 1158 45.87

17 – 25 Tahun 474 18.77

5 – 17 Tahun 851 33.71

1 – 5 Tahun 41 1.62

Total 2524 100.00

Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009

Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur yang mempunyai

jumlah paling besar adalah kelompok umur 25 tahun ke atas yaitu 1158 (45.87 %)

dari total 2524 jiwa penduduk. Dan jumlah yang paling sedikit berada pada

kelompok umur 1-5 tahun yaitu sebesar 41 jiwa (1.62 %). Sedangkan umur 17-25

tahun berjumlah 474 jiwa (18.77 %), umur 5-17 tahun berjumlah 851 jiwa (33.71

%).

Berdasarkan jumlah penduduk menurut agama, penduduk di Desa

Parsalakan seluruhnya memeluk agama Islam yaitu sebanyak 2524 jiwa.

Berdasarkan tingkat pendidikan, rata-rata penduduk di Desa Parsalakan ini

hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga jenjang Sekolah Dasar (SD).

Namun demikian, tidak sedikit pula penduduk yang dapat menyelesaikan

pendidikannya hingga SLTA bahkan sarjana. Secara keseluruhan perhatian

penduduk setempat terhadap tingkat pendidikan sudah cukup baik dilihat dari

telah banyaknya penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun dan

telah ada penduduk yang menempuh jenjang pendidikan hingga sarjana. Berikut

(28)

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan di Desa Parsalakan Tahun 2009

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

Tidak Tamat SD 397 15.98

Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009

Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk paling

banyak adalah tamatan SD yaitu sebesar 1067 jiwa (42.95 %) dan tingkat

pendidikan yang paling sedikit jumlahnya adalah diploma yang berjumlah 8 jiwa

(0.32 %). Sedangkan penduduk yang tidak tamat SD sebesar 397 jiwa (15.98 %),

tamat SLTP 571 jiwa (22.98 %), dan sarjana sebanyak 13 jiwa (0.52 %).

Untuk mata pencaharian, pada tahun 2009 penduduk di Desa Parsalakan

banyak yang berprofesi sebagai buruh, pedagang, wiraswasta, dan petani. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel distribusi penduduk menurut mata

pencaharian berikut ini :

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Parsalakan Tahun 2009

Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Petani 824 67.32

Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009

Dari Tabel 5 diketahui bahwa selain bermata pencaharian sebagai buruh,

pedagang, wiraswasta dan petani, ada juga penduduk yang bermata pencaharian

(29)

sebagai petani menempati posisi yang paling banyak jumlahnya yaitu sebesar 824

jiwa (67.32 %), pegawai negeri 164 jiwa (13.39 %), pedagang 137 jiwa (11.19 %),

karyawan 30 jiwa (2.45 %), buruh 33 jiwa (2.69 %), wiraswasta dan jasa memiliki

jumlah yang sama yaitu 18 jiwa (1.47 %).

4.1.3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di suatu desa sangat dibutuhkan demi

perkembangan desa tersebut. Di Desa Parsalakan, sarana dan prasarana yang

dibutuhkan penduduk, seperti sarana ibadah, kesehatan, pendidikan, transportasi,

dan lain-lain telah tersedia. Hal ini dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :

Tabel 6. Sarana dan Prasarana Desa Parsalakan Tahun 2009

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 Sarana Ibadah

Mesjid 18

2 Sarana Kesehatan

Posyandu 5

Lapangan Bulu Tangkis 2

7 Jalan Dusun

Sumber : Kantor Kepala Desa Parsalakan, 2009

4.2 Karakteristik Petani Sampel

Dalam penelitian ini petani responden adalah petani yang berusahatani

salak sebanyak 30 responden. Yang termasuk karakteristik sampel antara lain :

(30)

Tabel 7. Karakteristik Petani Sampel di Desa Parsalakan Tahun 2009

Uraian Satuan Rataan Rentangan

Umur Tahun 33,36 24-50

Pengalaman Bertani Tahun 10,03 5-28

Luas Lahan Ha 1,71875 1-6

Sumber : Analisis Data Primer, 2009

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani responden adalah

33,267 tahun dengan rentangan antara 24-50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa

secara umum petani di daerah penelitian masih tergolong dalam usia produktif

sehingga ketersediaan tenaga kerja dalam usahatani salak masih produktif,

sehingg dapat dikatakan bahwa di daerah penelitian memiliki tenaga kerja petani

yang masih sangat potensial untuk mengusahakan usahataninya.

Dalam hal Pengalaman Bertani rata-rata petani sampel di daerah penelitian

adalah 10,03 tahun dengan rentangan 5-28 tahun. Ini menunjukkan pengalaman

bertani sampel di daerah penelitian sudah cukup baik walaupun kalau dillihat dari

masing-masing petani sampel sangat bervariasi. Tetapi jika dilihat dari

pengalaman bertani rata-rata yaitu 10,03 tahun sudah menunjukkan pengalaman

yang cukup lama untuk berusahatani salak sehingga petani sampel sudah

memahami betul teknik bertanam salak walaupun di daerah penelitian masih

dilakukan dengan cara tradisional dan turun temurun.

Luas lahan rata-rata yang dikelola petani sampel adalah 1,71875 Ha

dengan rentangan 1-6 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan usahatani salak

yang dikelola petani sampel sudah cukup baik untuk memenuhi kebutuhan hidup

(31)

4.3 Karakteristik Industri Secara Umum

Sampel pada penelitian ini juga adalah industri pengolahan salak yang

bernama ”Showroom dan Work Shop Sentra Industri Kecil Pengolahan Buah

Salak Agrina”. Industri ini berdiri pada 25 September 2007, namun baru aktif

pada tahun 2008. Industri ini tergolong ke dalam industri kecil karena sesuai

dengan penggolongan jenis industri menurut Departemen Perindustrian.

Dikatakan industri kecil jika suatu industri memiliki aset lebih kecil dari Rp 200

juta diluar tanah dan bangunan, omset tahunan lebih kecil dari Rp 1 milyar dan

dimiliki oleh orang Indonesia independen.

Industri ini merupakan sebuah industri yang bergerak dalam bidang

pengolahan makanan dan minuman yang terbuat dari buah salak, dimana proses

produksi dilakukan sebanyak lima kali dalam seminggu. Hasil dari pengolahan

tersebut adalah nagogo drink, sirup salak, madu salak, kurma salak, dodol salak

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tingkat Pendapatan Petani Salak Sebelum dan Sesudah Ada Industri Pengolahan Salak Di Daerah Penelitian

Pendapatan petani salak adalah hasil dari penjualan produksi salak yang

diukur dalam satuan rupiah. Pendapatan petani salak diperoleh dari seberapa besar

total biaya yang di keluarakan oleh petani dan seberapa besar penerimaan yang

diterima oleh petani.

Total biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah

biaya yang dikeluarkan yang jumlahnya relative tetap selama masa produktif.

Petani harus tetap membayarnya, berapapun jumlah komoditi yang dihasilkan

usahataninya. Biaya tetap menjadi penting apabila petani memikirkan tambahan

investasi. Tiap tambahan investasi hanya dapat dibenarkan apabila petani mampu

membelinya dan dalam jangka panjang dapat memberikan arus keuntungan.

Keuntunga ini dapat terjadi karena berkurangnya biaya tidak tetap atau

meningkatnya produksi pada waktu yang bersamaan atau berkurangnya biaya

tetap untuk tiap satuan komoditi yang dihasilkan. Dalam hal ini, biaya tetap

meliputi biaya penyusutan dari peralatan yang dugunakan oleh petani dan biaya

(33)

jumlah produksi. Umumnya biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dan biaya

sarana produksi (saprodi). Penerimaan diperoleh dari seberapa banyak hasil

penjualan yang dihasilkan oleh petani salak dengan melihat harga jual salak per

kg dan jumlah produksi yang dihasilkan.

1.1 Pendapatan petani sebelum industri pengolahan salak

Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sebelum ada Industri

Pengolahan Salak dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 8. Pendapatan Petani Salak Sebelum Industri Pengolahan Salak

Keterangan Total (Rp) Rata-rata (Rp)

Penerimaan 62.895.000,00 2.096.500,00

Biaya Tetap

1. Biaya PBB 645.000,00 21.500,00

2. Biaya Penyusutan 3.478.933,33 116.322,78 Biaya Variabel

1. Biaya Tenaga Kerja 4.918.000,00 163.933,33 2. Biaya Saprodi 29.338.500,00 977.950,00 Pendapatan 24.519.566,67 817.318,89

Sumber: Data diolah dari lampiran 7

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan yang diterima oleh

setiap petani salak sebelum ada industri pengolahan salak sebesar

Rp 2.096.500,00. sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap petani

rata-rata terdiri dari: biaya PBB sebesar Rp 21.500,00, biaya penyusutan sebesar

Rp 116.322,78, biaya tenaga kerja sebesar Rp 163.933,33 dan biaya saprodi

sebesar Rp 977.950,00. Dimana pendapatan yang diperoleh setiap petani sebelum

ada industri pengolahan salak rata-rata sebesar Rp 817.318,89 /bulan.

Sebelum ada industri pengolahan salak, pendapatan yang diperoleh petani

(34)

Minimum Provinsi (UMP) pada saat ini yaitu sebesar Rp 905.000. Dimana

pendapatan pada saat itu masih dibawah nya (Rp 817.318 < 905.000). Rendahnya

pendapatan ini disebabkan oleh produksi yang masih rendah dan harga buah salak

yang juga masih rendah.

Untuk melihat rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi petani sebelum

ada industri pengolahan salak, dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 9. Rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi salak per petani sebelum ada industri pengolahan salak

Luas lahan (Ha) Harga jual (Rp/Kg) Produksi salak (Kg)

1,41 3.000,00 698,83

Sumber : Data diolah dari lampiran 1 dan 6

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan luas lahan, harga jual yang murah

sebesar Rp 3000/Kg dan rata-rata produksi salak pada saat itu juga sedikit yaitu

sebesar 698,83 Kg mengakibatkan penerimaan yang diperoleh petani salak juga

sedikit.

Selain itu biaya-biaya yang harus dikeluarkan juga besar. Sehingga

penerimaan yang diperoleh petani tidak sebanding dengan biaya yang

dikeluarkan. Misalnya pengeluaran untuk biaya PBB, biaya sarana produksi dan

biaya tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga.

Dari hasil penelitian yang didapat bahwa biaya sarana produksi yang

dikeluarkan petani hanya biaya bibit. Sedangkan untuk biaya pupuk tidak ada,

karena dalam penanaman salak, petani tidak menggunakan pupuk. Atau dengan

kata lain salak yang ditanam tanpa pupuk. Untuk melihat biaya bibit yang

dikeluarkan petani, dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 10. Biaya dan jumlah bibit salak sebelum ada industri pengolahan salak

(35)

Sumber : Data diolah dari lampiran 5

Dari tabel 10 dapat terlihat jelas rata-rata biaya bibit yang dikeluarkan oleh

petani dimana dapat dilihat harga dan jumlah bibit sebelum ada industri

pengolahan salak.

Selain biaya saprodi yangn dikeluarkan oleh petani, ada juga biaya tenaga

kerja yang harus dikeluarkan petani. Dari hasil penelitian yang didapat bahwa

umumnya petani tidak pernah menghitung biaya tenaga kerja dalam keluarga dan

kebanyakan petani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, sehingga tidak

perlu mengeluarkan biaya tenaga kerja yang begitu besar dan pengeluaran untuk

biaya tenaga kerja sedikit. Namun, dikarenakan tenaga kerja dalam keluarga dan

luar keluarga jug dihitung, maka pendapatan petani rendah. Petani salak juga

umumnya menjual salak langsung kepada konsumen di sekitar dan pemasarannya

pun tidak luas, sehingga pendapatan yang diperoleh rendah.

Untuk melihat upah tenaga kerja per tahapan per orang dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 11. Rata-rata upah tenaga kerja per tahapan per orang sebelum ada industri pengolahan salak

Tahapan Jumlah Tenaga Kerja (Orang)

Upah Tenaga Kerja Anak

Pemeliharaan 68 5.000,00 15.000,00

Panen 72 5.000,00 10.000,00

Pembersihan 61 5.000,00 10.000,00

Pemasaran 49 5.000,00 20.000,00

Total 346 25.000,00 73.000,00

Sumber : Data diolah dari lampiran 4

(36)

Dari tabel 11 dijelaskan bahwa jumlah tenaga kerja dan upah tenaga kerja

yang dipekerjakan oleh rata-rata petani sedikit apabila disbanding dengan jumlah

tenaga kerja sesudah ada industri pengolahan salak. Hal ini terjadi karena luas

lahan masih relative sempit dan sebelumnya belum ada industri pengolahan salak,

sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan relatif sedikit.

1.2 Pendapatan petani sesudah industri pengolahan salak

Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sesudah ada industri

pengolahan salak dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 12. Pendapatan Petani Salak Sesudah Industri Pengolahan Salak

Sumber: Data diolah dari lampiran 7

Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan yang diterima oleh

setiap petani salak sesudah ada industri pengolahan salak sebesar

Rp 6.338.000,00. sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap petani

rata-rata terdiri dari: biaya PBB sebesar Rp 27.500,00, biaya penyusutan sebesar

Rp 156.616,67, biaya tenaga kerja sebesar Rp 22.8933,33 dan biaya saprodi

sebesar Rp 3.896.050,00. Dimana pendapatan yang diperoleh setiap petani

sebelum ada industri pengolahan salak rata-rata sebesar Rp 2.014.833,33/bulan.

Keterangan Total (Rp) Rata-rata (Rp)

Penerimaan 190.140.000,00 6.338.000,00

Biaya Tetap

1. Biaya PBB 825.000,00 27.500,00

2. Biaya Penyusutan 4.698.500,00 156.616,67 Biaya Variabel

1. Biaya Tenaga Kerja 6.868.000,00 228.933,33 2. Biaya Saprodi 116.881.000,00 3.896.050,00

(37)

Sesudah ada industri pengolahan salak, pendapatan yang diperoleh petani

salak dapat dikatakan tinggi, karena jika dibandingkan dengan standart Upah

Minimum Provinsi (UMP) pada saat ini yaitu sebesar Rp 905.000. Dimana

pendapatan lebih tinggi (Rp 2.014.833 > 905.000). Tingginya pendapatan ini

disebabkan oleh produksi yang meningkat dan harga buah salak yang juga naik.

Untuk melihat rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi petani sesudah

ada industri pengolahan salak, dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 13. Rata-rata luas lahan, harga jual dan produksi salak per petani sesudah ada industri pengolahan salak

Luas lahan (Ha) Harga jual (Rp/Kg) Produksi salak (Kg)

2,75 6.000,00 1.056,33

Sumber : Data diolah dari lampiran 1 dan 6

Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa terjadi penambahan luas lahan, harga

jual dan produksi salak dibanding sebelum ada industri pengolahan salak. Hal ini

terjadi karena permintaan konsumen terhadap buah salak bertambah. Selain itu

penerimaan meningkat juga terjadi karena adanya industri pengolahan salak

sehingga menuntut petani untuk menambah luas lahan sehingga produksi salak

yang diperoleh petani bertambah. Dengan meningkatkan harga jual salak, maka

peneriman yang diperoleh petani pun meningkat.

Sedangkan total biaya yang harus dikeluarkan juga bertambah, karena

biaya PBB pada saat ini naik. Hal itu terjadi karena harga lahan pada saat ini juga

naik mengakibatkan biaya PBB menjadi naik. Selein biaya PBB yang harus

dikeluarkan, petani juga mengeluarkan biaya sarana produksi dan biaya tenaga

kerja. Untuk melihat biaya bibit yang harus dikeluarkan dapat dilihat pada tabel

(38)

Tabel 14. Biaya dan jumlah bibit salak sesudah ada industri pengolahan salak

Sumber : Data diolah dari lampiran 5

Dari tabel 14 dapat dillihat bahwa terjadi penambahan biaya sarana

produksi yang harus dikeluarkan oleh petani. Hal ini terjadi karena adanya

permintaan salak yang meningkat dan adanya industri pengolahan salak. Dimana

hal itu berdampak kepada petani untuk menambah jumlah bibit agar produksi

yang dihasilkan bertambah dan penerimaan bertambah.

Karena penggunaan tenaga kerja bertambah, sehingga biaya yang harus

dikeluarkan untuk tenaga kerja menjadi lebih banyak karena upah tenaga kerja

juga naik. Untuk melihat rata-rata upah tenaga kerja, dapat dilihat dari tabel

berikut ini

Tabel 15. Rata-rata upah tenaga kerja per tahapan per orang sesudah ada industri pengolahan salak

Tahapan Jumlah Tenaga Kerja (Orang)

Upah Tenaga Kerja Anak

Pemeliharaan 84 8.000,00 18.000,00

Panen 93 8.000,00 12.000,00

Pembersihan 71 8.000,00 10.000,00

Pemasaran 67 8.000,00 22.000,00

Total 422 45.000,00 82.000,00

Sumber : Data diolah dari lampiran 4

Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja dan upah tenaga

kerja bertambah. Hal ini terjadi karena luas lahan yang bertambah, sehingga

memerlukan tenaga kerja yang banyak dan petani juga mengeluarkan upah tenaga

kerja yang tinggi.

Harga Bibit (Rp) Jumlah bibit

(39)

Sedangkan pengeluaran untuk sarana produksi juga meningkat, karena

harga bibit salak pada saat ini juga mahal dan bibit salak juga bertambah.

Sehingga biaya yang harus dikeluarkan juga besar. Namun, dengan besarnya

biaya usaha tani yang dikeluarkan dapat memberikan keuntungan atau pendapatan

yang besar bagi petani salak.

Untuk mengidentifikasi pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada

industri pengolahan salak digunakan analisis uji beda dengan t-hitung. Uji ini

digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua

kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan).

Pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan

salak jika dihitung menggunakan uji beda (T-test) dapat dilihat pada tabel berikut

ini:

Tabel 16. Pendapatan petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak

Untuk mengetahui perbedaan pendapatan petani salak sebelum dan

sesudah ada industri pengolahan salak, dengan menggunakan uji beda rata-rata.

Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara

dua kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan) atau sebuah sampel tetapi

mengalamai dua perlakuan yang berbeda (Paried Sampel T-test).

Sumber: Data diolah dari lampiran 8

Uraian Sebelum Sesudah t-hitung t-tabel Ket

(40)

Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa pendapatan petani salak sebelum ada

industri pengolahan salak adalah 817.318,89 dan sesudah industri pengolahan

salak adalah 2.014833,3.

Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata pendapatan petani sebelum dan

sesudah ada industri pengolahan salak diperileh bahwa t-hitung = -5.896 dengan

demikian berarti t-hitung lebih kecil dari t-tabel = -2.045 (@ ½ 0.05) maka keputusan

hipotesis adalah hipotesis diterima pada tingkat kepercayaan 95 % artinya terdapat

perbedaan nyata antara pendapatan petani sebelum dan sesudah industri

pengolahan salak, dimana sesudah industri pengolahan salak pendapatan petani

salak semakin meningkat dibandingkan dengan sebelum ada industri pengolahan

salak. Hal ini menunjukan bahwa ada dampak Industri Pengolahan Salak terhadap

tingkat pendapatan, maka hipotesis 1 diterima.

Sehingga dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan nyata antara

pendapatan petani sebelum dan sesudah industri pengolahan salak. Dimana hal ini

terjadi karena harga jual dan permintaan terhadap buah salak pada saat tahun

sebelumnya rendah dibanding dengan harga jual dan permintaan buah salak pada

saat sekarang. Selain itu, dikarenakan adanya satu industri pengolahan salak yang

berdiri di sekitar daerah penelitian yang dapat memberikan dampak positif kepada

petani salak di sekitar daerah penelitian terutama berdampak kepada tingkat

pendapatan petani.

2. Tingkat Kesempatan Kerja Sebelum dan Sesudah Ada Industri Pengolahan Salak Di Daerah Penelitian

Kesempatan kerja adalah peluang bekerja bagi angkatan kerja dengan adanya

(41)

untuk mengelolah usahataninya. Kesempatan kerja dapat dilihat dari seberapa

besar peluang bekerja bagi tenaga kerja yang akan dipakai oleh petani salak dalam

pengolahan usahatani salak di daerah penelitian. Dengan adanya industri

pengolahan salak, diharapakan dapat membuka peluang pekerjaan bagi petani

sekitar. Tenaga kerja adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di

dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk

memenuhi kebutuhan hidup. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam

mengukur kerja, yaitu jumlah kerja yang benar-benar dipakai dalam proses

produksi (bukan kerja yang tersedia) dan kualitas kerja untuk memudahkan

menggolangkannya dalam satu satuan unit kerja, misalnya satu unit setara kerja

pria.

Dalam hal ini, kesempatan kerja dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja

sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak. Tenaga kerja terdiri dari

tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam

keluarga adalah orang-orang yang bekerja dalam suatu usahatani dimana tenaga

kerja yang digunakan berasal dari keluarga petani. Sebaliknya, tenaga kerja luar

keluarga adalah orang-orang yang bekerja dalam suatu usahatani dimana tenaga

kerja yang digunakan berasal dari bukan keluarga petani, orang-orang tersebut

bisa penduduk sekitar yang bersedia bekerja sebagai pekerja dalam usahatani

salak. Dalam tenaga kerja luar keluarga, petani harus mengeluarkan upah tenaga

kerja.

Berdasakan hasil penelitian yang didapat bahwa, tenaga kerja yang dipakai

(42)

ada industri pengolahan salak. Selain itu, industri pengolahan salak juga banyak

memperkerjakan tenaga kerja yang berprofesi sebagai petani salak.

Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa petani di daerah penelitian lebih

banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dibanding tenaga kerja luar

keluarga. Sehingga pengeluaran untuk upah tenaga kerja nya sedikit, karena

petani hanya membayar upah tenaga kerja luar keluarga. Tetapi, dalam teori ilmu

usahatani dijelaskan bahwa upah tenaga kerja dalam dan luar keluarga juga

dihitung secara bersamaan. Sehingga pengeluaran untuk upah tenaga kerja

banyak. Selain itu, jumlah tenaga kerja sesudah ada industri pengolahan salak

meningkat dibanding jumlah tenaga kerja sebelum ada industri pengolahan salak.

Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini yang menjelaskan jumlah tenaga

kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga per tahapan sebelum dan

sesudah industri pengolahan salak.

Tabel 17. Jumlah Tenaga Kerja Dalam Keluarga dan Luar Keluarga Sebelum Industri Pengolahan Salak

Sumber: Data diolah dari lampiran 4

Ket : TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga

(43)

TKA = Tenaga Kerja Anak

Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan jumlah tenaga kerja

sebelum dan sesudah industri pengolahan salak, baik tenaga kerja dalam keluarga,

tenaga kerja luar keluarga maupun tenaga kerja anak. Hal ini terjadi karena

dengan adanya industri pengolahan salak, maka petani memutuskan untuk

menambah luas lahan sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan juga bertambah.

(44)

26 10 14

Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja dari seluruh tahapan

usahatani salak sebelum industri pengolahan salak sedikit dibanding dengan

jumlah tenaga kerja sesudah industri pengolahan salak. Hal ini dikarenakan

permintaan terhadap buah salak meningkat sehingga petani menambah luas lahan

dan karena itu petani lebih banyak memerlukan tenaga kerja. Alasan lain adalah

karena adanya industri pengolahan salak. Dimana permintaan buah salak untuk

industri pengolahan salak meningkat, sehingga petani juga memerlukan tenaga

kerja yang banyak dalam mengelola usahatani salak. Namun, ada juga tenaga

kerja yang sama sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak. Hal ini

dikarenakan adanya petani yang tidak mau menambah jumlah tenaga kerja karena

untuk meminimalkan biaya tenaga kerja, sehingga pendapatan bertambah.

Untuk mengidentifikasi tenaga kerja petani salak sebelum dan sesudah ada

industri pengolahan salak digunakan analisis uji beda dengan t-hitung. Tenaga

kerja petani salak sebelum dan sesudah ada industri pengolahan salak dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 19. Tenaga kerja sebelum dan sesudah industri pengolahan salak Uraian Sebelum Sesudah

t-hitung t-tabel Ket

Tenaga kerja 11.40 14.067 -7.160 -2.045 Hipotesis

(45)

Sumber: Data diolah dari lampiran 8

Dari tabel 19 dapat dilihat bahwa tenaga kerja petani salak sebelum ada

industri pengolahan salak rata-rata adalah 11,40 atau 11 dan sesudah industri

pengolahan salak rata-rata adalah 14,067 atau 14.

Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata tenaga kerja petani sebelum dan

sesudah ada industri pengolahan salak diperoleh bahwa t-hitung = -7.160 dengan

demikian berarti t-hitung lebih kecil dari t-tabel = -2.045 (@ ½ 0.05) maka keputusan

hipotesis adalah hipotesis diterima pada tingkat kepercayaan 95 % artinya terdapat

perbedaan nyata antara jumlah tenaga kerja petani salak sebelum dan sesudah

industri pengolahan salak, dimana sesudah industri pengolahan salak tenaga kerja

petani salak semakin meningkat dibandingkan dengan sebelum ada industri

pengolahan salak. Hal ini menunjukkan bahwa ada dampak Industri Pengolahan

Salak terhadap tingkat kesempatan kerja, maka hipotesis 2 diterima.

Sehingga dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan nyata antara jumlah

tenaga kerja dalam usahatani salak sebelum dan sesudah industri pengolahan

salak. Dimana hal ini terjadi karena bertambahnya luas lahan, sehingga

membutuhkan tenaga kerja yang banyak dalam pengolahan usahatani salak. Selain

itu, dikarenakan adanya satu industri pengolahan salak yang berdiri di sekitar

daerah penelitian yang dapat memberikan dampak positif kepada petani salak di

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tingkat pendapatan petani salak sebelum ada industri pengolahan salak

adalah rendah yaitu sebesar Rp 817.318,89 /bulan

2. Jumlah tenaga kerja petani salak sebelum ada industri pengolahan salak

sedikit

3. Ada dampak industri pengolahan salak terhadap tingkat pendapatan petani

4. Ada dampak industri pengolahan salak terhadap tingkat kesempatan kerja

bagi petani

Saran

(47)

Diharapkan kepada petani salak agar dapat memanfaatkan keberadaan

industri pengolahan salak, karena dapat meningkatkan pendapatan petani

dan memberikan kesempatan kerja

Kepada Industri Pengolahan Salak

Diharapkan kepada industri pengolahan salak agar dapat menambah

produksi hasil olahan salak, karena hal ini dapat meningkatkan pendapatan

dan kesempatan kerja bagi petani sekitar

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Kabupaten Tapanuli Selatan. Dikutip dari

www.sumutprov.go.id/ongkam.php?me=potensi_tapsel 32k

-Naibaho (a), Yuni. Gulma Mendrofa Sang Pencetus Olahan Salak Dari Tapsel. Dikutip dari

.

Anarsis, Widji. 1996. Agribisnis Komoditas Salak. Bumi Aksara, Jakarta

Hasan, Iqbal, M. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia, Jakarta

Karmadi. 2003. Analisa Efisiensi dan Produktivitas Home Industri Ledre (Studi Kasus di Desa Padangan Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Mangunwidjaja, Djumali dan Illah Sailah. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya, Jakarta.

Muzhar, M. 1994. Pengembangan Agroindustri dan Berbagai Permasalahannya. Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tahun ke-38 No. 1.

(48)

Diharapkan kepada petani salak agar dapat memanfaatkan keberadaan

industri pengolahan salak, karena dapat meningkatkan pendapatan petani

dan memberikan kesempatan kerja

Kepada Industri Pengolahan Salak

Diharapkan kepada industri pengolahan salak agar dapat menambah

produksi hasil olahan salak, karena hal ini dapat meningkatkan pendapatan

dan kesempatan kerja bagi petani sekitar

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Kabupaten Tapanuli Selatan. Dikutip dari

www.sumutprov.go.id/ongkam.php?me=potensi_tapsel 32k

-Naibaho (a), Yuni. Gulma Mendrofa Sang Pencetus Olahan Salak Dari Tapsel. Dikutip dari

.

Anarsis, Widji. 1996. Agribisnis Komoditas Salak. Bumi Aksara, Jakarta

Hasan, Iqbal, M. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia, Jakarta

Karmadi. 2003. Analisa Efisiensi dan Produktivitas Home Industri Ledre (Studi Kasus di Desa Padangan Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Mangunwidjaja, Djumali dan Illah Sailah. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya, Jakarta.

Muzhar, M. 1994. Pengembangan Agroindustri dan Berbagai Permasalahannya. Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tahun ke-38 No. 1.

(49)

Naibaho (b), Yuni. 2009. Omset Hingga Rp 30 Juta per Bulan. Dikutip dari www.medanbisnisonline.com/2009/02/09/omset-hingga-rp-30-juta-per-bulan/ - 20k

Nazaruddin dan

(b). 1999. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Muchlisah, F. 1994. Buah Komersil. Penebar Swadaya, Jakarta Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Mediakom, Yogyakarta

Redaksi Agromedia. 2007. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Budi Daya Salak. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Soekartawi (a). 1994. Pembangunan Pertanian. RajaGrafindo Persada, Jakarta

(c). 2000. Pengantar Agroindustri. RajaGrafindo Persada, Jakarta Soetomo, Moch, H.A. 2001. Teknik Bertanam Salak. Sinar Baru Algensindo,

Bandung

Sugianto.2004. Analisis Statistika Sosial. Bayumedia Publishing, Jawa Timur Suratiyah, Ken. 2008. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta

Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. 18 Varietas Salak. Penebar Swadaya. Jakarta.

(50)
(51)

23 30 12 1 2

(52)

24 15.000 20.000

Lampiran 3. Biaya Alat Pengolahan dan Penyusutan Peralatan Per Tahun

(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)

16 6 8.000 48.000 2.500 2 22.750

(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)

13 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

14 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

15 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

16 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

17 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

18 9 10.000 90.000 3.000 2 43.500

19 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

20 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

21 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

22 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

23 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

24 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

25 9 10.000 90.000 3.000 2 43.500

26 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

27 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

28 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

29 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

30 6 10.000 60.000 3.000 2 28.500

TOTAL 195 300.000 1.950.000 90.000 60 930.000

(65)

TOTAL BIAYA PENYUSUTAN (SEBELUM)

NO CANGKUL SEMPROT PARANG KERANJANG DODOS KORET TOTAL

(Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)

1 7.500 8.500 10.833 10.750 36.000 22.750 96.333

TOTAL 225.100 291.000 558.333 469.500 1.192.500 742.500 3.478.933

(66)

TOTAL BIAYA PENYUSUTAN (SESUDAH)

NO SAMPEL CANGKUL SEMPROT MESIN PARANG KERANJANG DODOS KORET TOTAL

(Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)

1 10.400 9.750 27.500 23.750 42.750 28.500 142.650

TOTAL 316.000 337.500 885.000 812.500 1.417.500 930.000 4.698.500

(67)

Gambar

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Parsalakan,
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Parsalakan
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa
Tabel 6. Sarana dan Prasarana Desa Parsalakan Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aturan mengenai Rumah Susun pada awalnya terdapat di Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang

kegiatan pengadaan tanah obyek reforma agraria... Penggunaan Kawasan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS IXA  PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS IXA  SEKOLAH TINGGI KESEHATAN !STIKES&#34; MATARAM  SEKOLAH TINGGI KESEHATAN !STIKES&#34;

Tebu transgenik tersebut adalah tebu yang telah disisipi gen fitase yang mampu meningkatkan ketersediaan fosfor dalam jaringan tanaman dengan cara mengubah asam fitat yang

● Terima kasih adik saya, Muhammad Thoriq Al Farizy Mustafa (FIB UI 2019), meski menjadi anggota termuda tidak menghalangi profesionalitas dalam mendedikasikan kemampuan

perilaku pencegahan berupa kebiasaan menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas, penggunaan kelambu, penggunaan lotion anti

Hal tersebut tersebut juga membuktikan bahwa budaya yang berkembang dalam masyarakat tidak harus tunduk dalam ekspresi hukum Islam (corak Arab), melainkan hukum Islam

Ini contoh perhitungan validitas pada butir soal instrumen angket kecerdasan emosional nomor 1, untuk butir selanjutnya dihitung dengan cara yang sama dengan diperoleh data dari