Partisipasi Politik Perempuan
Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan
(Persoalan, Hambatan, dan Strategi)
TESIS
Oleh
DINA ANGGITA LUBIS
077024009/SP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Partisipasi Politik Perempuan
Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan
(Persoalan, Hambatan, dan Strategi)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP)
dalam Program Studi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
DINA ANGGITA LUBIS
077024009/SP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Partisipasi Politik Perempuan
di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi)
Nama Mahasiswa : Dina Anggita Lubis Nomor Pokok : 077024009
Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Chalida Fachruddin) (Dra. Sabariah Bangun, M.Soc, Sc) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. M. Arif Nasution,MA) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada :
Tanggal 10 September 2009
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof. Dr. Chalida Fachruddin Anggota : 1. Dra. Sabariah Bangun M.Soc, Sc
2. Drs. Heri Kusmanto MA 3. Warjio SS. MA
PERNYATAAN
Partisipasi Politik Perempuan
Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan
(Persoalan, Hambatan, Strategi)
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, atau kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar perpustakaan.
Medan, 13 September 2009 Penulis,
ABSTRAK
Partisipasi merupakan salah satu aspek mendasar dalam jalannya Demokrasi pemerintahan. Dalam penelitian ini, Partisipasi Politik Perempuan di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) cukup tinggi. Hal ini bisa di lihat dari keterlibatan mereka dalam kepengurusan partai. Namun, dalam kenyataannya di lihat dari tingkat keterwakilan di DPRD Kota Medan ternyata keterwakilan perempuan dari PKS sangat rendah. Padahal keterlibatan dan partisipasi politik perempuan dalam pembangunan merupakan hak asasi manusia dan sudah di atur dalam Undang-Undang.
Berdasarkan wacana diatas, maka pokok permasalahan penelitian ini mengenai Partisipasi Politik Perempuan di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi). Jenis penelitian yang dilakukan adalah Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif. Informan yang diwawancarai adalah Staff Pengurus DPD PKS Kota Medan. Teknik pengumpulan data berupa wawancara dengan informan dan studi kepustakaan. Selain itu, pengumpulan data-data mengenai penelitian ini di peroleh dari Sekretariat DPD PKS Kota Medan.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwasanya keterlibatan atau partisipasi politik perempuan di PKS cukup tinggi. Namun tidak diikuti dengan keterwakilan mereka di DPRD Kota Medan. Ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yang paling dominan adalah faktor budaya, dan faktor kurang dikenalnya perempuan-perempuan dari PKS. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut harus dipahami peran dan wewenang yang dimiliki dan digunakan untuk kemajuan kaum perempuan. Karena pada prinsipnya perempuan Indonesia secara hukum mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki berkiprah di bidang politik. Selain itu, pemerintah juga telah memberi akses pada perempuan duduk di Parlemen melalui pelaksanaan kuota 30%. Mengingat kualitas perempuan di PKS secara intelegensia dan potensi lainnya pada dasarnya sama dengan laki-laki, diharapkan di masa mendatang jumlah perempuan yang memasuki panggung politik dan menduduki possi strategis di bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif semakin meningkat.
ABSTRACT
Public participation is one of fundamental aspect in running the administration with democration. This study discussed a women political participation practiced on Partai Keadilan Sejahtera, Moslem Welfare Justice Party, the rate is noted quite high, seen based on their participation in taking some position on the party committee. But, in fact it seemly the women representative on DPRD Kota Medan level is so poorly since they took a few only, even their involvement and political participation as women in development constitute a human right and it has been ruled within the regulation under constitution.
In essentially, the theme as discussed to this study regarding the women political participation as practiced (a Study to a Political Representative of Women on DPD – District Committee Level). The respondent to this study such as informant, interviewed those staff as committee of DPD PKS Kota Medan. In collecting data, adopting an interview technique, and also with a library research. In addition, in collecting the data, also visited DPD PKS Kota Medan as the main operational office. By this research, it is known that their participation and involvement as women on political issues highly precisely, but their representative is noted poor to hold especially for DPRD Kota Medan. This matter is seen on some reasonable but the most dominant factor is the culture, and also for they mostly not known yet well. In order to have their reposition, it is urged to understand their role and superiority, also still they have willing to improve their capability. In principally, the women in Indonesia is recognized their right, obligation and have the same equal with men in taking their career on politic, even national government has offered them an access to sit on Parliament with a 30% quota for women. For future, the amount of women as representative should be encouraged for their ability to be more high and allow them to have many position either strategic one and usual works, so they can do their performance either for legislative, educative or judicative as well as, go improvement their role according to their capability. In actually, for many activities, the women capability and integrity and also intelligence is quite good.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu
Tiada daya dan upaya melainkan atas kehendak Allah SWT. Syukur terbaik
hanyalah kepunyaan-Nya, penguasa atas segala yang ada di bumi dan di langit. Puji
terbesar adalah milik-Nya, pemilik segala karunia yang melingkupi segenap makhluk
di seluruh alam semesta. Atas setitik keridhoan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis ini.
Tesis ini berjudul Partisipasi Politik Perempuan di DPD PKS Kota Medan
(Persoalan, Hambatan, dan Strategi). Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Pascasarjana Program Magister Studi Pembangunan
di Universitas Sumatera Utara.
Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan Tesis ini melibatkan
berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan Terima kasih
sedalam-dalamnya dan penghargaan yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan, baik moril maupun materil dalam bentuk
dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran, informasi, data, dan lain-lain.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan Terima
kasih yang setulusnya terutama kepada:
1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM &
H Sp. A. (K).
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B, MSc.
3. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku ketua Program Magister Studi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Agus Suriadi S.Sos
M.Si selaku Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan Universitas
Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan dan fasilitas yang
mendukung selama perkuliahan di magister Studi Pembangunan Universitas
Sumatera Utara.
4. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin selaku Ketua Pembimbing dan Ibu Dra.
Sabariah Bangun M.Soc, Sc selaku anggota pembimbing dalam penulisan
Tesis ini, yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan demi
sempurnanya tulisan ini.
5. Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA dan Warjio SS MA selaku dosen pembanding
yang sudah memberikan kritik dan masukan dalam penyempurnaan tulisan ini.
6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staff di Magister Sudi Pembangunan Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak membantu di bidang akademik maupun
administrasi.
7. Bapak Surianda Lubis S.Ag sebagai Ketua DPD PKS Kota Medan, Bapak
Khairul Anwar Hasibuan sebagai Wakil Sekretaris I DPD PKS Kota Medan,
Bapak Abdul Rahim Siregar sebagai Ketua Bapilu PKS Kota Medan, Ibu Sri
Hayati sebagai Ketua Bidang Polhukam yang telah banyak memberikan
bantuan dalam proses pengumpulan data penulisan Tesis saya ini.
8. Drs. H. Zulkifli Lubis dan Hj. Sri Hayati Arief, kedua orang tua yang selalu
mendoakan dan mendampingi penulis dengan penuh kasih, serta tiada
hentinya memberi semangat dalam penyelesaian Tesis ini.
9. Abangku M. Ershad Lubis S.HI , dan Adikku M. Hidayat Lbis S.sos yang
selalu memberikan semangat, doa dalam menyelesaikan studi ini.
10.Ariansyah Putra, SH makasih atas dukungannya.
11.Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 12 (k’ita, k’erna, k’nia, bang
salman, bang manta, bu sutriani, bu ida, dan semua yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, makasih banyak atas dukungan dan kerjasamanya.
Mudah-mudahan kita semua sukses, Amin). Teristimewa untuk kakak ku
Marly Helena Ak S.sos MSP yang begitu perhatian, memberi semangat dalam
penyelesaian Tesis ini. Makasih kak udah banyak bantuin anggi…
12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran guna membantu penyelesaian
Tesis ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat. Atas segala
kekurangan dalam penulisan Tesis ini, penulis mohonkan maaf. Terima Kasih…
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.
Medan, Agustus 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama Lengkap : Dina Anggita Lubis 2. Nama Panggilan : Anggi
3. Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 28 April 1984 4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam 6. Golongan Darah : B
7. Status : Belum Menikah 8. Nama Orang tua
Ayah : Drs. H. Zulkifli Lubis
Ibu : Hj. Sri Hayati Arief Matondang 9. Alamat : Jln. Karya Bersama No.11
Kel. Pangkalan Masyhur Kec. Medan Johor Medan.
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Negeri No166321 : 1990 - 1996 2. SLTP Negeri 1 Tebing Tinggi : 1996 - 1997 3. SLTP Negeri 1 Tanjung Pinang : 1997 - 1999 4. SLTA Negeri 2 Tanjung Pinang : 1999 - 2000 5. SLTA Negeri 2 Pematang Siantar : 2000 - 2002 6. Universitas Riau : 2002 - 2006 7. Magister Studi Pembangunan
Universitas Sumatera Utara – Medan : 2007 – 2009
III. RIWAYAT PEKERJAAN
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ………... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 14
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14
1.4 Kerangka Teori ………... 15
1.5 Kerangka Pemikiran ……….... 18
1.6 Pengalaman Lapangan ... 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 20
2.1 Pengertian Partisipasi ... 20
2.2 Pengertian Politik ... 24
2.3 Pengertian Partisipasi Politik ... 24
2.4 Teori Sosiologi tentang Wanita ... 32
2.4.1 Teori Struktural Fungsional ... 32
2.4.2 Teori Konflik ... 37
2.5 Teori Gender ... 37
2.5.1 Teori Nurture ... 37
2.5.2 Teori Nature ... 38
2.5.3 Teori Equilibrium ... 39
2.7 Partisipasi Politik Perempuan dalam Islam ... 44
2.8 Hubungan Partai Politik dengan Partisipasi Politik Perempuan ... 46
2.9 Keterwakilan Politik Perempuan ... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50
3.1 Jenis Penelitian ... 50
3.7 Jadwal Pelaksanaan ... 54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 55
4.1.1 Kondisi Geografis ... 55
4.1.2 Kondisi Demografis ... 55
4.2 Latar Belakang Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera ... 56
4.2.1 Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera ... 56
4.2.2 Arah Kebijakan Umum Partai Keadilan Sejahtera ... 60
4.2.2.1 Visi Partai Keadilan Sejahtera ... 60
4.2.2.2 Misi Partai Keadilan Sejahtera ... 61
4.2.2.3 Platform Partai Keadilan Sejahtera ... 62
4.2.2.4 Prinsip Kebijakan ... 63
4.3 Struktur Organisasi Partai Keadilan Sejahtera ... 69
4.4 Ideologi Partai ... 71
4.5 DPD PKS Kota Medan ... 71
4.6 Komposisi dan Personalia Pimpinan Daerah Kesatuan Perempuan PKS ... 73
4.7 Kebijakan Rekruitmen PKS Terhadap Perempuan ... 73
4.7.1 Rekruitmen dalam Kepengurusan Partai ... 73
4.7.2 Pembinaan Anggota ... 75
4.8 Kedudukan Perempuan dan Kemuliaannya dalam Islam …… 79
4.9 Kedudukan Wanita dan Posisi Peran Politik ………... 80
4.10 Partai Politik Islam memandang Perempuan ………. 82
4.11 Partisipasi Perempuan dalam Politik ……… 87
4.12 Partisipasi Perempuan PKS di DPRD Kota Medan ……. 92
4.13 Faktor-faktor penyebab rendahnya tingkat partisipasi perempuan Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan …. 102
4.13.1 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Perempuan ……….. 103
4.13.2 Faktor Penghambat Partisipasi Politik Perempuan ... 104
4.13.2.1 Hambatan dalam Budaya …………. 105
4.13.2.2 Hambatan dalam Sosialisasi ... 106
4.13.2.3 Hambatan Ekonomi ... 106
4.13.2.4 Hambatan Internal ... 107
4.14 Strategi Meningkatkan Keterwakilan Perempuan Partai Keadilan Sejahtera di DPRD Kota Medan ….. 108
BAB V PENUTUP ... 117
5.1 Kesimpulan ... 117
5.2 Saran ... 119
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Jumlah Caleg Perempuan Partai Politik
Pemilu Legislatif 2009 ... 4
2. Jumlah Calon Anggota Legislatif Perempuan per-Provinsi Tahun 2009-20014 ... 6
3. Pendidikan Calon Anggota Legislatif Periode 2009-2014 (dalam persen) ... 7
4. Komposisi Pemeluk Agama di Medan ... 56
9. Gambaran Representasi perempuan dalam
Konsep Partai-partai Islam ... 84
10. Platform dan Agenda Perempuan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ... 85
11. Nama Anggota Dewan Perempuan di DPRD
Sumatera Utara Periode 2004-2009 ... 87
12. Daftar Caleg Perempuan Partai Keadilan Sejahtera
Tingkat Nasional DPR-RI ………... 88
13. Daftar Caleg Perempuan Partai Keadilan Sejahtera
DPRD Provinsi Sumatera Utara ... 89
14. Daftar Caleg Perempuan Partai Keadilan Sejahtera
DPRD Kota Medan ... ... 90
15. Daftar Calon Tetap Anggota Legislatif Perempuan
Kota Medan Pemilu Legislatif 2009 ... 91
16. Nama Anggota Dewan Perempuan di DPRD
Sumatera Utara Periode 2009-2014 ... 92
18. Caleg Terpilih Dapil II ... 94
19. Caleg Terpilih Dapil III ... 95
20. Caleg Terpilih Dapil IV ... 95
21. Caleg Terpilih Dapil V ... 95
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Alur Pemikiran Permasalahan Penelitian ………. 18
2. Komposisi dan Personalia Pimpinan Daerah Kesatuan
Perempuan PKS Masa Bakti 2004 – 2009 ... 73
3. Strategi Pemberdayaan Peran Politik Perempuan
Partai Keadilan Sejahtera ... 113
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 126
2. Daftar Pedoman Wawancara ... 127
3. Daftar Identitas Responden ... 129
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Peran perempuan di Tanah Air telah dimulai sejak zaman penjajahan.
Munculnya tokoh perempuan Indonesia seperti R. A Kartini, R. Dewi Sartika, dan Cut
Nyak Dien dapat menjadi contoh. Harus diakui bahwa meski sudah banyak tokoh
perempuan yang sukses, namun pada sisi lain masih banyak pula hambatan yang
dialami kaum perempuan untuk tampil dalam sektor publik. Misalnya, terkait peran
perempuan dalam politik, hampir di seluruh negara, khususnya di negara berkembang,
menghadapi sejumlah kendala baik struktural maupun kultural.
Kendala struktural tersebut sering kali berkaitan dengan permasalahan
pendidikan, status sosial, ekonomi, dan pekerjaan. Pekerjaan perempuan masih sering
diidentikkan dengan pekerjaan “kelas dua” yang sulit berimbang dengan laki-laki.
Sementara kendala kultural terkait dengan faktor budaya dalam masyarakat seperti
menempatkan perempuan sebagai untuk sekedar tinggal dirumah. Kini konsep
kesetaraan gender dianggap sebagai sebuah jawaban untuk mengatasi persoalan
perempuan tersebut. Gerakan ini sudah berkembang menjadi gerakan massal yang
)
Reformasi yang dialami bangsa Indonesia pada tahun 1998 membawa
perubahan pada sistem politik terutama sistem Pemilu. Perubahan ini membuka
peluang bagi setiap elemen bangsa untuk terlibat di dalamnya, menuju kehidupan
demokrasi yang lebih baik. Bagi kaum perempuan di Indonesia, perubahan sistem
politik itu juga memberi harapan bagi mereka untuk dapat memperjuangkan
kepentingannya dengan lebih nyata. Perubahan dalam sistem Pemilu antara lain,
keterwakilan perempuan sebagai caleg dari partai politik, dan jumlah partai politik
peserta Pemilu tidak lagi dibatasi sehingga ada partai politik yang mengatasnamakan
kaum perempuan Indonesia.
Kuota anggota legislatif perempuan sekurang-kurangnya 30% di partai politik
dan parlemen, merupakan kebijakan yang positif bagi pemberdayaan partisipasi
politik perempuan. Jumlah pemilih dalam Pemilu 2004 lebih dari 51% nya adalah
perempuan. Seharusnya, idealnya kaum perempuan secara struktural memiliki
kesempatan lebih besar untuk menjadi politisi, dibandingkan pada Pemilu
sebelumnya. Namun kenyataannya tidaklah demikian, sebab jalan bagi munculnya
banyak politisi perempuan di Indonesia masih menghadapi banyak kendala. Baik dari
kaum perempuan itu sendiri maupun kondisi riil politik, dan sosial budaya yang acap
kali belum men-support keberadaannya di dunia politik. ()
Upaya mencapai kuota minimum jumlah perempuan di parlemen tidak bisa
dilepaskan dengan upaya peningkatan kualitas dari kaum perempuan itu sendiri.
Tanpanya, kesempatan apapun yang diberikan melalui ketentuan untuk memberikan
ruang politik yang lebih luas lagi bagi perempuan, tidak akan menghasilkan perbaikan
yang berarti. Dengan demikian, diperlukan upaya yang sistematis dan terprogram
untuk meningkatkan kapasitas politik perempuan. Salah satu kendala untuk
terlaksananya peningkatan kapasitas perempuan dalam arena politik masih adanya
pandangan yang kuat dimasyarakat yang menempatkan kaum perempuan hanya
mengurusi suami dan anak-anak. Aktivitas perempuan dipanggung politik, di
Tabel 1. Jumlah Caleg Perempuan Partai Politik Pemilu Legislatif 2009
No Nama Partai JC Kuota Perempuan yang dipenuhi
Partai Politik Berdasarkan Total
Jumlah Caleg
CL % CP %
1 Hanura 600 414 69,0 186 31,0 2 PKPB 141 86 60,9 55 39,0
3 PPPI 274 140 51,0 134 48,9
4 PPRN 288 212 73,6 76 26,3 5 GERINDRA 387 275 71,0 112 28,9
6 PBN/BARNAS 276 172 62,3 104 37,6
7 PKPI 315 173 54,9 142 45,0
8 PKS 579 364 62,8 215 37,1
9 PAN 592 413 69,7 179 30,2
10 PIB 55 35 63,6 20 36,3 11 P.Kedaulatan 243 154 63,3 89 36,6
12 PPD 159 92 57,8 67 42,1
13 PKB 392 258 65,8 134 34,1 14 PPI 276 184 66,6 92 33,3
15 PNI Marhaen 113 76 67,2 37 32,7
16 PDP 400 234 58,5 166 41,5 17 PKP 199 133 66,8 66 33,1
18 PMB 303 179 59,0 124 40,9
19 PPDI 50 34 68 16 32,0
20 PDK 250 143 57,2 107 42,8 21 RepublikaN 229 162 70,7 67 29,2
22 Partai Pelopor 106 65 61,3 41 38,6
25 PDS 322 207 64,2 115 35,7 26 PNBK 171 115 67,2 56 32,7
27 PBB 392 263 67,0 129 32,9
28 PDI-P 628 407 64,8 221 35,1
29 PBR 314 185 58,9 129 41,0 30 Partai Patriot 125 102 81,6 23 18,4
31 Partai Demokrat 658 439 66,7 219 33,2
32 PKDI 145 100 68,9 45 31,0 33 PIS 315 192 60,9 123 39,0
34 PKNU 288 192 66,6 96 33,3
41 Partai Merdeka 89 57 64,0 32 35,9
42 PPNU 92 52 56,5 40 43,4
43 PSI 127 81 63,7 46 36,2
44 Partai Buruh 218 142 65,1 76 34,8
TOTAL 11.219 7.317 65,2 3.902 34,7
Sumber : Harian Kompas, Senin 9Februari 2009.
Keterangan : JC (Jumlah Calaeg); CP (Caleg Perempuan); CL (Caleg Laki-laki); DP (Daerah
Pemilihan); % (Persentase). Urutan diatas sesuai dengan nomor partai politik peserta Pemilu Legislatif 2009.
Salah satu hambatan bagi keterlibatan perempuan dalam aspek politik adalah
adanya anggapan bahwa politik itu kotor. Hal ini berarti berkecimpung dalam dunia
politik adalah dianggap tidak baik. Dengan anggapan ini kemudian muncul
pandangan bahwa berpolitik, terutama bagi perempuan adalah tidak pantas. Apalagi
perempuan yang Islam (muslimah) tidak pantas berpolitik. Politik hanya pantas untuk
laki - laki.
Di Indonesia, pada periode 1992-1997, jumlah perempuan yang menjadi
anggota DPR sebanyak 63 orang atau sekitar 12,5 peresen. Namun, pada tahun
1997-1999 turun menjadi 57 orang atau 11,5 peresen. Saat reformasi, saat bangsa ini
angka tersebut malah turun menjadi 45 orang atau hanya 9 persen.
(wri.or.id/gender/index.php).
Berbagai alasan dikemukakan oleh para pemimpin partai perihal penurunan
keterwakilan perempuan di DPR. Pertama, partai politik kesulitan dalam merekrut
anggota legislatif perempuan. Persoalan menghadang tidak hanya pada kuantitas
tetapi juga kualitas calon. Alasan ini perlu kiranya dicurigai, karena jangan-jangan
minimnya kader perempuan terkait dengan sistem pengkaderan partai yang memang
tidak memberi tempat, perhatian, serta peluang pada perempuan. Kedua, partai politik
mengaku sulit mengajak perempuan terlibat dalam wacana politik, apalagi
mengajaknya terlibat dalam politik praktis. Pemimpin partai politik beralasan, banyak
perempuan yang masih alergi dengan politik, karena mereka belum sadar politik.
Tentu saja alasan terakhir ini tidak secara gampang bisa dipercaya. Sebaliknya, perlu
ada kecurigaan ,jangan-jangan kesadaran politik pada perempuan tidak pernah muncul
karena wilayah politik selama ini di klaim sebagai milik laki-laki. Rendahnya
kesadaran politik, dengan demikian, bukan hanya kesalahan perempuan, tetapi
merupakan kesalahan bersama, terutama kesalahan dalam mendefinisikan kata politik
(Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, 2005 : 16-18).
Tabel 2. Jumlah Calon Anggota Legislatif Perempuan per-Provinsi Tahun 2009-20014
No Provinsi Jumlah
1. Nanggroe Aceh Darussalam 89
2. Sumatera Utara 213
3. Sumatera Barat 99
4. Riau 74
5. Kepulauan Riau 27
6. Jambi 49
8. Bangka Belitung 29
9. Bengkulu 39
10. Lampung 118
11. DKI Jakarta 236
12. Jawa Barat 635
13. Banten 177
14. Jawa tengah 467
15. DI Yogyakarta 58
16. Jawa Timur 505
17. Bali 50
18. Nusa Tenggara Barat 64 19. Nusa Tenggara Timur 96
20. Kalimantan Barat 75
21. Kalimantan Tengah 35 22. Kalimantan Selatan 78
23. Kalimantan Timur 52
24. Sulawesi Utara 60
25. Gorontalo 31
26. Sulawesi Tengah 51
27. Sulawesi Selatan 151 28. Sulawesi Tenggara 40
29. Sulawesi Barat 26
30. Maluku 41
31. Maluku Utara 27
32. Papua 60
33. Papua Barat 27 Sumber: Harian Kompas, Senin 9Februari 2009.
Dalam bidang pendidikan, diketahui bahwa perempuan yang buta huruf dua
dengan jenjang pendidikan yang ditamatkan. Pendidikan yang ditamatkan perempuan
lebih rendah daripada laki-laki. Perbedaan yang makin mencolok terlihat pada jenjang
pendidikan tinggi (Sarjana), yaitu laki-laki 18,10 persen sedangkan perempuan 13,47
persen (Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, 2005:25). Ini bisa kita lihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3. Pendidikan Calon Anggota Legislatif Periode 2009-2014 (dalam persen)
No Pendidikan Laki-laki Perempuan
1 SLTA 13,2 21,2
2 Diploma 3,9 8,4
3 Strata-1 58,9 53,7
4 Strata-2 20 15
5 Strata-3 4 1,7
Sumber: Harian Kompas Senin 9 Februari 2009.
Menganalisis lebih jauh data Komisi Pemilihan Umum (KPU), terlihat bahwa
calon anggota legislatif perempuan yang diajukan oleh partai memiliki kualitas yang
memadai dan tidak berbeda dengan laki-laki. Jumlah calon anggota legislatif
perempuan yang berpendidikan sarjana sebanyak 53,7 persen, sedangkan jumlah
laki-laki dengan pendidikan yang sama 58,9 persen.
Masalah lainnya adalah secara internal kepartaian, meskipun partai politik
adalah instrumen politik yang diharapkan mengembangkan demokratisasi, tetapi
dalam rekruitmen partai politik pun, ternyata nuansa patriarki ini masih menguat.
Sehingga amat menyulitkan kaum perempuan untuk berada pada posisi strategis dan
pengambil kebijakan pada sebuah partai. Lebih banyak perempuan hanya di beri porsi
mengurus posisi keperempuanan saja atau yang identik dengan dunia keperempuanan,
dan dalam mekanisme selanjutnya maka akan menyulitkan bagi perempuan untuk
Persoalan berikutnya adalah kemampuan secara finansial, juga sangat sedikit
perempuan yang mempunyai kemandirian finansial sehingga mampu maju ke
gelanggang dunia politik praktis seperti untuk maju menjadi pemimpin suatu daerah,
yang tentunya memerlukan ongkos politik yang tidak sedikit.
Menurut Syafiq Hasyim (2001 : 124), masalah perempuan dan politik di
Indonesia terhimpun sedikitnya dalam empat isu: keterwakilan perempuan yang
sangat rendah di ruang publik; komitmen partai politik yang belum sensitif gender
sehingga kurang memberikan akses memadai bagi kepentingan perempuan; kendala
nilai-nilai budaya dan interpretasi ajaran agama yang bias gender dan bias nilai-nilai
patriarki; dan minat, hasrat, animo, para perempuan untuk terjun dalam kancah politik
rendah; tapi untuk yang terakhir ini perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam.
Dalam penelitian ini, alasan penulis untuk memilih Partai Keadilan Sejahtera
sebagai objek penelitian adalah karena menurut penulis Partai Keadilan Sejahtera
begitu fenomenal dalam perpolitikan Indonesia dan memainkan peran yang khas
selaku partai yang berasaskan Islam. Dan partai ini menjadi menarik untuk diangkat
dalam sebuah penulisan Tesis karena dalam banyak pemberitaan media, partai ini juga
kerap menyuarakan isu-isu yang reformis dan moderat dengan penekanan
pembangunan ekonomi dan akhlak.
Partai Keadilan Sejahtera didirikan oleh orang yang berasal dari berbagai
macam profesi, golongan maupun organisasi. Seperti Ulama dari pondok pesantren,
alumnus Timur Tengah, Eropa dan Amerika, kalangan NU, Muhammadiyah, aktivis
gerakan mahasiswa, pengusaha, petani, buruh, seniman, dan kaum profesional
lainnya.
Partai Keadilan Sejahtera, sebagaimana disebutkan pada AD/ART Pasal 1,
2002. Dideklarasikan di Lapangan Monas Jakarta dihadapan sekitar 300.000 kader
dan simpatisan partai. Sebelumnya partai ini bernama Partai Keadilan (PK) yang
didirikan pada hari Senin tanggal 26 Rabiul Awal 1419H atau tanggal 20 Juli 1998 di
Jakarta. Karena pada Pemilu 7 Juli 1999 tidak bisa meraih dukungan 2% (electoral
thereshold), maka untuk memenuhi persyaratan mengikuti Pemilu 2004, Partai
Keadilan melakukan fusi (penyatuan) dengan Partai Keadilan Sejahtera pada tahun
2002.
Kemudian mengutip pendapat Dr. Greg Fealy dari tulisan Drs. Heri Kusmanto,
M.A dan Warjio, S.S, M.A dalam “Strategi Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera”
terdapat beberapa argumentasi dalam melihat fenomena Partai Keadilan Sejahtera.
Dan menurut pendapat penulis terlepas dari pengaruh interpretasi yang subjektif
namun masih dalam tahap yang wajar, argumentasi berikut dapat dijadikan acuan
untuk penelitian penulis. Berikut kutipannya:
“ Pertama, tidak seperti partai-partai Islam yang lain, Partai Keadilan Sejahtera mengambil sumber inspirasi ideologi dan organisasi utamanya dari luar negara dan menjadikan pemikiran Ikhwanul Muslimin di Mesir sebagai panduan”.
“ Ketiga, Partai Keadilan Sejahtera adalah satu-satunya partai kader yang murni dalam politik Indonesia saat ini. Partai Keadilan Sejahtera memiliki proses rekruitmen yang khas dan ketat, melalui training, seleksi ahli yang dapat menghasilkan dengan komitmen yang tinggi dan disiplin. Secara amannya Ahli Jawatan Kuasa Partai Keadilan Sejahtera dan ahlinya yang terpilih di parlemen dipilih berasaskan pengabdian mereka melalui proses demokrasi dalam partai.
“ Kelima, Partai Keadilan Sejahtera adalah partai yang sangat memperhatikan dan memperjuangkan ideologi yang dasar dibandingkan partai-partai besar lainnya. Di saat ramai partai-partai lain menamakan kurangnya perhatian mereka dalam hal nilai dan tujuan yang ingin dicapai, Partai Keadilan Sejahtera menunjukkan besarnya wacana dalam partai mengenai isu-isu yang bersifat konseptual dan doktrinal. Sejumlah buku, majalah, dokumen dalam halaman web yang dihasilkan oleh Partai Keadilan Sejahtera jauh melebihi apa yang dihasilkan oleh partai-partai lain”.
Argumentasi selanjutnya penulis kutip dari Djony Edward dalam kata pengantar
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hadir sebagai sebuah partai politik yang
tampilannya berbeda dibandingkan dengan partai politik yang ada. Mengingat PKS
sebagai partai politik tidak hanya mengedepankan aspek politis dalam sepak
terjangnya, tapi juga menjadikan moral agama sebagai basis gerakannya. Sehingga
tidak jarang PKS dijuluki sebagai partai politik dakwah atau partai politik yang
tampilannya lebih dirasakan sebagai gerakan dakwah.
Tahun 2004 mungkin menjadi salah satu momentum yang paling mengesankan
bagi aktivis Partai Keadilan. Betapa tidak, sempat tidak lolos electoral threshold
untuk ikut Pemilu 2004, namun justru menjadi “bintang” di pemilu 2004 setelah
berubah menjadi PKS (sebelumnya bernama Partai Keadilan). Tidak saja aktivis PKS
yang terhenyak atas fenomena PKS di 2004, namun public dan analis politik secara
keseluruhan memberikan apresiasi atas prestasi PKS masuk dalam big seven
pemenang pemilu 2004. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah fenomena baru dalam
kancah perpolitikan Indonesia.
Ditengah euphoria parpol pasca reformasi, PKS menghadirkan prototype partai
yang berbasis kader-ideologis. Sepanjang sejarah perpolitikan nasional, tidak banyak
partai yang mampu menghadirkan konstruksi parpol yang berbasis kader ideologis.
Mungkin parpol yang sejenis adalah Partai Komunis Indonesia di zaman Pemilu 1955.
Yang menegaskan persamaan diantara keduanya adalah Partai Keadilan Sejahtera dan
PKI memiliki landasan ideologi politik yang kuat serta penguatan dan konsolidasi
internal yang rapi melalui proses pengkaderan yang sistematis. Banyak parpol lain
yang hanya mengandalkan mobilitas dan kohesivitas nilai ideologis, namun
melupakan proses pengkaderan. Akhir-akhir ini, mayoritas parpol yang lahir adalah
Faktor kohesivitas ideologi dan konsolidasi kader yang sistemik itulah kemudian
menjadikan PKS begitu fenomenal. Perolehan sekitar 7,3% suara nasional dan 48
kursi di DPR membawa PKS menjadi parpol yang cukup diperhitungkan dalam
kancah perpolitikan nasional empat tahun terakhir ini. Selain faktor ideologis dan
konsolidasi kader yang solid, menurut Irvan Mawardi dalam Menghitung Peluang
PKS di Pemilu 2009, ada beberapa faktor yang mendukung kesuksesan PKS pada
pemilu 2004 adalah, Pertama PKS lahir dan hadir ditengah masyarakat dengan
performa dan aksesoris yang populis. Slogan “bersih dan peduli” begitu memikat
apresiasi masyarakat terhadap PKS. Dalam kegiatannya, PKS mampu menghadirkan
aktivitas sosial yang memikat masyarakat kelas bawah, seperti kegiatan pengobatan
gratis, kerja bakti, dll. Faktor Kedua, terjadi simbiosis mutualisme antara performa
PKS yang menawarkan gagasan dan aksi populis dengan akseptasi masyarakat akan
hadirnya parpol yang baik dan konstruktif. Pemilu 2004 sesungguhnya menjadi
klimaks kekecewaan masyarakat terhadap prestasi parpol dan politisi. Dalam posisi
kekecewaan yang demikian, hadirlah parpol yang dengan performa seperti PKS.
Faktor Ketiga, kondisi massa mengambang (floating mass) ketika pemilu 2004 masih
cenderung aktif dan “idealis”. Mereka yang mengambang ini umumnya kelas
menengah dan juga mayoritas dari kalangan grass root. Floating mass ketika itu masih
meyakini akan ada perubahan yang signifikan pasca pemilu 2004. Oleh karenanya
mereka mesti aktif dan menjatuhkan pilihan kepada parpol yang memiliki peluang
untuk melakukan perubahan itu. PKS menjadi salah satu pilihan mereka. Keempat,
performa PKS dalam melaksanakan cita-cita dakwah politik dan politik dakwah
begitu memikat kaum ideologis-revivalis Islam. Kebanyakan kaum muslim kelas
menengah yang mengalami “pubertas” nilai keislaman begitu terkesima dengan
konteks ini adalah muslim yang sempat kehilangan orientasi keislaman dan
menemukan kembali nilai Islam lewat inspirasi yang bersifat simbolik. Mereka
kemudian banyak yang meyakini bahwa ini PKS akan meniscayakan bangkitnya
kekuatan politik Islam di Indonesia pasca bubarnya Masyumi. Kelima, PKS dalam
mengelola dakwah yang berbasis politik masih cukup bisa diterima dikalangan semua
elemen Islam di Indonesia, baik Islam radikal maupun moderat. Hal ini nampak dari
barisan pengurus dan simpatisan kader PKS merepresentasikan unsur
Muhammadiyah, NU, Majelis Mujahidin, dll
(
).
Sementara itu kontribusi perempuan dalam mendongkrak suara partai ini sangat
signifikan. Dengan memakai pembedaan kategoris Kaase dan Marsh (1979: 41)
tentang partisipasi politik konvensional dan non-konvensional, terlihat betapa
krusialnya peran perempuan dalam perjalanan politik PKS. Sensus BPS tahun 2000
menunjukkan bahwa 51%penduduk Indonesia adalah perempuan. Bisa diasumsikan
bahwa dari 84% voter Pemilu 2004, perempuan mungkin saja lebih banyak ketimbang
laki-laki. Secara konvensional, partisipasi politik kader perempuan PKS jelas tidak
bisa dipungkiri, mengingat mereka tidak saja aktif di hari H pencoblosan, tapi juga
berkampanye secara massif untuk menarik pemilih baru sesuai target yang ditentukan
(Yusuf, 2003:41). Menurut Nursanita Nasution, anggota parlemen perempuan dari
PKS, setiap kader perempuan sadar betapa krusialnya waktu lima menit di dalam bilik
suara, dan karenanya mereka diniscayakan untuk mempengaruhi masyarakat agar
memilih partai dakwah ini.
Menurut Burhanuddin ( 2008 : 86) secara non-konvensional, kader perempuan
yang rajin di gelar oleh partai. Sistem sel kaderisasi partai melalui usrah juga tidak
bisa mengetepikan peran kader perempuan. Dengan kata lain, PKS banyak berhutang
budi kepada perempuan. Secara internal, hanya 4 perempuan yang menjadi pengurus
DPP PKS dari total sekitar 56 pengurus. Itupun keempat-empatnya dikumpulkan di
Departemen Kewanitaan. Majelis Syuro PKS juga didominasi laki-laki. Komposisi
perempuan di lembaga-lembaga internal partai seperti Dewan Syariah, Majelis
Pertimbangan Partai, serta pengurus DPW, dan lain-lain tidak jauh berbeda atau
rata-rata representasi mereka di bawah 10%. (Sumber:
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk memilih PKS sebagai objek
penelitian. Dan PKS mewakili seluruh partai yang ada di Indonesia, untuk melihat
keterwakilan politik perempuan di Parlemen.
1.2 Perumusan Masalah
Dari fenomena yang telah penulis kemukakan diatas, maka penulis mengambil
permasalahan utama yang akan menjadi bahan analisa penulis yaitu:
1. Bagaimana partisipasi politik perempuan di Partai Keadilan Sejahtera Kota
Medan dilihat dari tingkat keterwakilannya?
2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab rendahnya tingkat Keterwakilan
Perempuan Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Partisipasi Politik Perempuan di
Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan dilihat dari segi keterwakilannya.
Deskripsi partisipasi politik dimaksud meliputi : peran memberikan pendidikan
politik, peran menyampaikan aspirasi dan peran memberikan dukungan untuk menjadi
praktisi politik serta hasil akhirnya yaitu yang berhasil duduk di parlemen.
Penelitian tentang partisipasi politik perempuan di Partai Keadilan Sejahtera
Kota Medan ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara lain:
1. bagi pemerhati perempuan sebagai informasi dan data dalam memperjuangkan
hak-hak perempuan.
2. bagi partai politik sebagai bahan rujukan dalam melakukan pendidikan politik
kepada perempuan.
3. bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan dan merancang strategi untuk
memberdayakan dan mencerdaskan perempuan dalam bidang politik.
1.4 Kerangka Teori
Secara teoritis, keterwakilan memiliki empat sifat: Pertama, seseorang
mempresentasikan nilai atau kepercayaan tertentu yang umumnya di wadahi dalam
suatu partai politik. Kedua, geografis, seseorang mewakili konstituen dalam lokal
wilayah tertentu. Ketiga, fungsional, seseorang mempresentasikan kepentingan dari
suatu kelompok tertentu. Keempat, sosial yang merupakan bentuk representasi
identitas kelompok tertentu. Secara garis besar, partisipasi politik adalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik.
Kegiatan itu mencakup tindakan-tindakan seperti memberikan suara dalam pemilu,
menghadiri rapat politik, menjadi anggota suatu partai politik, dan lain sebagainya.
Substansi partisipasi politik tidak lepas dari proses sosialisasi politik, pendidikan
politik, dan rekruitmen politik.
Sosialisasi politik perempuan adalah proses penanaman nilai-nilai dan
pembentukan sikap dan pola tingkah laku politik perempuan. Pendidikan politik
menyangkut proses seseorang diperkenalkan dengan sistem politik, sedangkan
rekruitmen politik adalah suatu proses saat mana suatu partai politik mencari anggota
dari partai politik itu. Perempuan yang terjun ke dalam kegiatan politik dan mendapat
jabatan politik dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama
adalah perempuan yang memperoleh jabatan politik karena mereka memiliki
hubungan dengan laki-laki tertentu. Misalnya suaminya eksekutif, sang istri duduk di
dewan. Ayahnya duduk di legisaltif, putrinya di kader untuk duduk di legislatif.
Ayahnya memiliki reputasi sosial politik sehingga putrinya di anggap dan di posisikan
cukup mampu menjadi anggota dewan.
Kelompok kedua adalah perempuan yang terjun ke dunia politik setelah bebas
tugas dalam membesarkan anak-anaknya. Hal itu menyebabkan usia karir politiknya
lebih pendek. Kelompok ketiga adalah perempuan yang dalam usia muda 30-an terjun
dalam politik. Biasanya mereka telah cukup lama aktif dalam dunia ormas, LSM atau
organisasi ekstra kampus. Mereka inilah yang termasuk jenis politisi perempuan
profesional karir yang jumlahnya paling sedikit akibat proses sosialisasi, pendidikan,
dan rekruitmen politik perempuan yang tidak berakar dan berjalan secara sistematis.
Akibat dari rendahnya keterwakilan perempuan dan keberadaan perempuan dalam
lembaga publik atau lembaga-lembaga politik, dapat diartikan pula sebagai masih
kurangnya perempuan terlibat dalam struktur kekuasaan dan proses pengambilan
keputusan dalam perumusan kebijakan, pembahasan dan penentuan prioritas program
pembangunan. Hal tersebut dapat dianalogkan bahwa pengalokasian sumber dan
perolehan hasil/manfaat pembangunan yang tidak dibagi secara adil dan merata,
terutama yang menyangkut kepentingan dan kebutuhan perempuan.
Sejauh ini dapat dikatakan kontribusi kaum perempuan terhadap pembentukan
konstitusi demokratik dan kebijakan penting lainnya tidak banyak. Salah satu
sebabnya juga adalah kurangnya kemampuan perempuan mengartikulasikan
kepada pengambil keputusan dan mengontrol pelaksanaannya. Hal ini disebabkan
antara lain karena rendahnya partisipasi dan representasi politik perempuan baik
dalam tataran politik formal maupun informal. Kondisi ini kemudian berkontribusi
kepada rendahnya akses, partisipas dan representasi perempuan dalam proses
pengambilan keputusan-keputusan penting di negeri ini (Buku Panduan Kesadaran
Bernegara, 2006).
Selain rendahnya representasi atau keterwakilan perempuan dalam kehidupan
politik dalam arti jumlah atau kuantitas, maka ada gambaran lain yang melengkapinya
yakni persoalan kualitas. Partisipasi mereka di bidang politik selama ini, jika memang
itu ada, hanya terkesan memainkan peran sekunder. Mereka hanya di lihat sebagai
pemanis atau penggembira, dan ini mencerminkan rendahya pengetahuan mereka di
bidang politik. Bisa di amati bahwa betapa sedikitnya politisi atau tokoh perempuan
yang mempunyai pengetahuan yang luas mengenai berbagai persoalan publik yang
dihadapi masyarakat. Dalam situasi seperti itu maka tidaklah terlalu mengherankan
jika banyak kebijakan politik dan ekonomi yang dihasilkan tidak memperhitungkan
kepentingan perempuan. Berbagai kebijakan politik dan ekonomi di masa lalu
memperlihatkan dengan jelas betapa perempuan menanggung beban paling berat atas
nama pembangunan nasional yang merupakan perpaduan antara proses pembangunan
ekonomi dan pentingnya stabilitas politik (Soetjipto,2005).
Menurut Soetjipto (2005:27) walaupun, saat ini hak-hak politik bagi perempuan
sudah banyak diakui, namun adanya hak-hak politik tersebut tidak menjamin adanya
pemerintahan/sistem politik yang demokratis di mana azas partisipasi, representasi
dan akuntabilitas di beri makna yang sesungguhnya. Ini artinya, adanya keterwakilan
Partisipasi Politik Perempuan Bentuk dan Tingkatan
Keterwakilan Politik Perempuan serta Faktor rendahnya Keterwakilan
Perempuan
Strategi Meningkatkan Keterwakilan Perempuan
sensitivitas gender, tidak serta merta terwujud meskipun hak-hak politik perempuan
sudah diakui.
1.5 Kerangka Pemikiran
Pada setiap penelitian, selalu menggunakan kerangka pemikiran sebagai alur
dalam menentukan arah penelitian. Hal ini untuk menghindari terjadinya perluasan
pembahasan yang menjadikan penelitian tidak terarah/terfokus. Untuk lebih jelasnya
dapat di lihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Alur Pemikiran Permasalahan Penelitian
1.6 Pengalaman Lapangan
Banyak suka dan duka yang penulis rasakan dalam menyelesaikan penulisan
Tesis ini. Dari awal penulisan, dalam proses pengumpulan data, lalu melakukan
wawancara dengan informan, sampai akhirnya selesai melakukan penelitian. Proses
bimbingan dengan dosen dijalani selama lebih kurang 6 (enam) bulan hingga
hambatan-hambatan yang penulis rasakan dalam pengerjaan Tesis ini. Dalam
penulisan Tesis ini penulis dibantu oleh 2 (dua) orang dosen pembimbing yang sangat
banyak membantu. Orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung penulis. Serta
teman-teman yang juga selalu memberikan dorongan motivasi agar tetap semangat.
Pengalaman yang penulis dapatkan ketika melakukan penelitian juga banyak.
Pengalaman yang sangat mengesankan ketika bertemu dengan Ketua Umum DPD
PKS Kota Medan Bapak Surianda Lubis S. Ag yang juga menjabat sebagai anggota
DPRD Kota Medan. Dan informan-informan lain yang juga sangat banyak membantu
dalam menyelesaikan Tesis ini.
Wawancara dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti
melalui telepon. Ini disebabkan karena para informan juga mempunyai kesibukan lain
dalam pekerjaannya. Sehingga informan sulit untuk ditemui secara langsung
dikarenakan masalah waktu. Walaupun begitu penulis tidak putus asa, dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain:
kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, prilaku politik, partisipasi politik, proses
politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai
politik (Wikipedia Indonesia, ensiklopedi bebas berbahasa Indonesia).
Istilah politik berasal dari Bahasa Yunani Polis yang artinya kota atau negara,
yang kemudian muncul kata-kata polities yang artinya warga negara dan kata
politikos yang artinya kewarganegaraan. Politik adalah seni tentang kenegaraan yang
dijabarkan dalam praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan bagaimana hubungan
antar manusia (penduduk) yang tinggal disuatu tempat (wilayah) yang meskipun
memiliki perbedaan pendapat dan kepentingannya, tetap mengakui adanya
kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.
Penyelenggaraan kekuasaan negara dipercayakan kepada suatu badan / lembaga yaitu
pemerintah.
2.1 Pengertian Partisipasi
Kata partisipasi merupakan “hal tentang turut berperan serta dalam suatu
kegiatan, keikutsertaan atau berperan serta. Peran politik terkait erat dengan
aktivitas-aktivitas politik; mulai dari peranan para politikus profesional, pemberian suara,
Dalam pengertian umum, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Kegiatan ini
dapat berupa pemberian suara dalam Pemilu, menjadi anggota suatu partai dan lain
sebagainya.
Dalam Ihromi, Kajian Wanita dalam Pembangunan (1995:491), Herbert
McClosky mengatakan bahwa:
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam Kajian Wanita dalam
Pembangunan(1995:491) mengatakan:
Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi dengan maksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Partisipasi dapat bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.
Partisipasi secara harfiah dimaknai sebagai pengambilan bagian atau
pengikutsertaan (Echols, 1996:419). Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya The
Social Contract mengatakan, partisipasi sangat penting bagi pembangunan diri dan
kemandirian warga negara. Melalui partisipasi individu menjadi warga publik,
mampu membedakan persoalan pribadi dengan persoalan masyarakat. Hal ini
ditegaskan pula oleh John Stuart Mill dalam Miriam Budiarjo (1982), bahwa tanpa
partisipasi nyaris semua orang akan ditelan oleh kepentingan pribadi dan pemuasan
kebutuhan pribadi mereka yang berkuasa. Di sini partisipasi dalam kata lain menjadi
ukuran adanya kemandirian dan kedewasaan individu (warga) dalam melihat batasan
antara kepentingan privat dan publik.
Urusan publik memiliki hukum dan nilainya sendiri yang tidak bisa dicampur
kepentingan pribadi atau golongan dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang
karena melukai partisipasi dan dan melanggar hukum publik. Dalam konteks ini,
partisipasi menjadi fungsi demokrasi, agar kekuasaan selalu berorientasi pada publik.
Tiada demokrasi tanpa partisipasi politik warga, sebab partisipasi merupakan esensi
dari demokrasi. Bila suatu negara membatasi akses dan keterlibatan warganya dalam
setiap pengambilan keputusan, maka demokrasinya belum dapat dikatakan
berkembang secara baik. Adanya kebebasan rakyat dalam menjalankan partisipasi
politik menjadi ukuran elementer, untuk melihat eksistensi demokrasi dalam suatu
negara.
Demokrasi sebagai suatu sistem politik berupaya untuk memberikan wadah
seluas-luasnya kepada rakyat untuk turut berpartisipasi atau ikut serta secara politik
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kekuasaan yang otoriter, fasis dan anti
demokrasi biasanya menenggelamkan adanya partisipasi politik warga. Urusan
kekuasaan disederhanakan hanya sebatas milik para elite politik. Sedangkan rakyat
dikondisikan ke arah apatisme. Apatisme sebenarnya merupakan produk sosial,
ekonomi dan pengaturan politik tertentu. Seperti di masa orde baru, berbagai regulasi
digunakan untuk membungkam partisipasi politik rakyat. Rakyat tidak bebas
berekspresi dan berorganisasi. Adanya perbedaan pendapat, kritik dan protes massa
dikendalikan dengan teror, kekerasan dan bentuk-bentuk represi lainnya, serta
menjadi subjek dalam menentukan arah masa depan societynya.
Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam bukunya Partisipasi
Politik di Negara Berkembang (1994 : 4), partisipasi politik adalah kegiatan warga
(privat citizen) yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang bertujuan mempengaruhi
keputusan oleh pemerintah. Partisipasi ini dapat bersifat individual atau kolektif,
efektif atau tidak efektif. Partisipasi mencakup kegiatan-kegiatan, bukan mencakup
sikap-sikap. Sementara para ahli lain mendefinisikan partisipasi politik mencakup
orientasi-orientasi para warga negara terhadap politik, serta prilaku politik mereka
yang nyata. Hal ini dapat terwujud dalam pengetahuan tentang politik,
persepsi-persepsi tentang relevansi politik yang semua ini berkaitan dengan tindakan politik.
Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai
dari pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan. Termasuk juga
peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan, serta merupakan kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan
politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan warga secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah.
Menurut Hasyim di antara peran politik perempuan yang dimaksud adalah:
peran memberikan suara pada pemilihan, peran untuk menjadi anggota legislatif /
parlemen; dan peran menjadi pemimpin tertinggi dalam suatu pemerintahan atau
Presiden. Sementara menurut Fanin peran perempuan dalam politik dapat
dikelompokkan kepada tiga peran; pertama, peran normatif: peran memilih atau
dipilih dalam suatu proses Pemilihan Umum; perempuan memperoleh hak-hak
politiknya untuk memilih atau dipilih setelah kemerdekaan yaitu dalam Pemilu 1955;
kedua, peran aktif: sebagai fungsionaris partai politik atau sebagai anggota legislatif; dan ketiga, peran pasif: turut berpartisipasi dalam mengontrol jalannya pembangunan.
2.2 Pengertian Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional. Disamping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang
berbeda, yaitu antara lain:
• Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles).
• Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara.
• Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
• Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
2.3 Pengertian Partisipasi Politik
1. Dari Wikipedia, partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala
tahapan kebijakan, mulai dari pembuatan keputusan sampai dengan penilaian
keputusan termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan
keputusan.
2. Dari Wikipedia (2), partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu
dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah.
3. Menurut Michael Rush dan Phillip Althoff dalam bukunya Pengantar
Sosiologi dan Politik, 1993: 23, partisipasi politik adalah keterlibatan individu
sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik.
4. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik, 1984: 140
menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi
kehidupannya.
Berdasarkan 4 definisi partisipasi politik diatas, maka penyusun dapat menarik
satu definisi tentang partisipasi politik, yaitu keterlibatan warga negara dalam
membuat keputusan, melaksanakan keputusan, mempengaruhi proses pengambilan
keputusan, mempengaruhi kebijakan pemerintah termasuk yang berkaitan dengan
keterlibatan aktif maupun keterlibatan pasif setiap individu dalam hierarki sistem
politik.
Dalam bukunya partisipasi dan partai politik, Miriam Budiarjo (1998 : 9)
mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang
untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan
negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah
(public policy). Kegiatan ini mencakup pemberian suara lewat pemilihan umum,
menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan,
mengadakan hubungan (contracting) dengan pejabat pemerintah atau anggota
parlemen dan sebagainya.
Sementara Milbrath dan Goel membedakan partisipasi menjadi beberapa teori.
Pertama adalah apatis, yaitu orang yang menarik diri dari proses politik. Kedua adalah spektator, yakni orang yang setidak-tidaknya pernah ikut dalam pemilihan
umum. Ketiga adalah gladiator, yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam
proses politik yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak
tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye serta aktivis masyarakat. Keempat
adalah pengkritik, yaitu orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak
Goel dan Olsen dalam Sastroatmodjo (1995 : 77) menjelaskan partisipasi
sebagai dimensi utama kehidupan stratifikasi sosial. Menurut mereka partisipasi
dibagi dalam enam lapisan yakni pemimpin politik, aktivitas politik, komunikator
(orang yang menerima dan menyampaikan ide-ide, sikap dan informasi politik lainnya
pada orang lain), warga negara marjinal (orang yang sedikit melakukan kontak
dengan sistem politik) dan orang-orang yang terisolasi (orang yang jarang melakukan
partisipasi politik). Partisipasi berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi Pertama,
partisipasi yang bersifat sukarela (otonom). Kedua, atas desakan orang lain
(mobilisasi). Hal ini senada dengan pendapat Nelson yang menyatakan dua sifat
partisipasi yakni autonomous partisipation (partisipasi otonom) dan mobilized
partisipation (partisipasi yang dimobilisasi).
Partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana
mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa baik secara langsung
atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. Myron Wiener
dalam Huntington (1994 : 10) menekankan “ sifat sukarela dari partisipasi (tidak ada
pemaksaan) dan mengemukakan menjadi anggota organisasi atau menghadiri rapat
umum atas perintah pemerintah, tidak termasuk (partisipasi politik)”.
Dari pengertian ini maka, partisipasi dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh
para aktifis perempuan pada hakekatnya adalah usaha menggali dan memberdayakan
potensi-potensi yang dimiliki oleh perempuan. Secara umum partisipasi tidak hanya
pada bidang politik akan tetapi dalam segala bidang kehidupan. Perempuan
mempunyai hak dan kewajibannya untuk ikut serta atau berpartisipasi aktif, hanya
saja karena selama ini terjadi kesenjangan antara kaum laki-laki dan perempuan yang
perjuangan keras dan keseluruhan dari segenap perempuan dalam segala lini, terlebih
pada lini politik, karena sangat berpengaruh terhadap produk kebijakan.
Menurut Lester dalam “ Political Participation”
() menyebutkan adanya dua orientasi
dalam partisipasi politik berhubungan dengan proses politik yaitu: partisipaasi politik
yang berhubungan pada output proses politik (disebut partisipasi pasif) dan pada input
proses politik (disebut partisipasi aktif), dimana aktifitas individu atau kelompok yang
berkenaan dengan masukan-masukan proses pembuatan kebijakan. Dalam partisipasi
politik berlaku proses-proses politik yang harus dipahami dan diikuti, baik laki-laki
ataupun perempuan. Yang dikatakan oleh David Easton, proses politik adalah
merupakan interaksi diantara lembaga-lembaga pemerintah dan kelompok-kelompok
sosial. Hal ini menunjukkan, politik tidak hanya aktifitas yang ada pada tingkat elite
tetapi melihat sudut pandang yang lebih pluralistic, yang menyertakan analisis pada
aktifitas-aktifitas berbagai kelompok yang terorganisir diluar pemerintahan dengan
memberikan penekanan pada individu-individu, kepentingan-kepentingan bersama
dan nilai normatif. Sehingga berpartisipasi tidak sekedar ikut-ikutan tanpa tujuan dan
arah yang jelas bagi setiap anggota, akan tetapi dalam proses partisipasi keterlibatan
secara aktif mental, emosi dan prilaku untuk memperoleh sesuatu yang diharapkan
menjadi bagian yang terpenting.
Partisipasi politik perempuan saat ini semakin dibutuhkan dalam upaya
pengintegrasian kebutuhan gender dalam berbagai kebijakan publik dan menggolkan
instrumen hukum yang sensitif gender yang selama ini terabaikan dan banyak
menghambat kemajuan perempuan di berbagai sektor kehidupan.
Dalam konteks negara, partisipasi politik rakyat adalah keterlibatan rakyat
memprotes suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan
mempengaruhi kebijakan agar aspiratif terhadap kepentingan mereka. Dari ilustrasi
diatas, partisipasi rakyat bisa dipahami sebagai keterlibatan rakyat dalam pengertian
politik secara sempit hubungan negara dan masyarakat (dalam bingkai governance)
dan juga politik secara luas. Sedangkan politik secara luas yaitu semua bentuk
keterlibatan masyarakat untuk mempengaruhi ataupun melakukan perubahan terhadap
keputusan yang diambil. Partisipasi politik rakyat sebenarnya adalah tema sentral dari
proses demokratisasi. Dalam kerangka inilah masyarakat bisa berperan aktif.
Lebih lanjut Huntington dan Nelson (1994 : 16 – 19) menjelaskan bahwa
partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk kegiatan atau prilaku yakni :
1. Kegiatan pemilihan mencakup suara, sumbangan-sumbangan untuk kampanye,
mencari dukungan, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil
proses pemilihan. Ikut dalam pemungutan suara adalah bentuk partisipasi yang
jauh lebih luas dibandingkan dengan bentuk-bentuk partisipasi lainnya.
2. Lobbying, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk
menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik
dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai
persoalan yang menyangkut kepentingan umum.
3. Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota dalam suatu
organisasi yang tujuan utamanya adalah mempengaruhi pengambilan keputusan
pemerintah.
4. Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perseorangan yang ditujukan
terhadap pejabat pemerintah dengan maksud memperoleh manfaat bagi satu
5. Tindak kekerasan (violence), sebagai suatu upaya untuk mempengaruhi
keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang
atau benda. Oleh karena itu kekerasan biasanya mencerminkan
motivasi-motivasi yang lebih kuat. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan
politik, mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah atau merubah
sistem politik (revolusi).
Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat telah berkomitmen secara tegas
memberi pengakuan yang sama bagi setiap warganya, baik itu perempuan maupun
laki-laki sama hak nya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa kecuali.
Hak-hak politik perempuan ditetapkan melalui instrumen hukum maupun dengan
meratifikasi berbagai konvensi yang menjamin hak-hak politik tersebut.
Undang – Undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 46
menyebutkan sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif
dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif dan yudikatif harus menjadi
keterwakilan perempuan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
Penegasan hak-hak politik perempuan dibuktikan dengan telah diratifikasinya
Konvensi Hak-hak Politik Perempuan (Convention on the Political Rights of Women).
Ketentuan dalam konvensi PBB tentang Hak-hak Politik Perempuan menjelaskan
sebagai berikut:
1. Perempuan berhak untuk memberikan suara dalam semua pemilihan dengan syarat
syarat yang sama dengan laki-laki, tanpa suatu diskriminasi.
2. Perempuan berhak untuk dipilih bagi semua badan yang dipilih secara umum,
diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki tanpa
3. Perempuan berhak untuk memegang jabatan publik, diatur oleh hukum nasional
dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki tanpa ada diskriminasi (lihat
Perisai Perempuan, 1999).
Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan
(Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Against Women)
melalui UU No. 7 tahun 1984, Pasal 7 secara tegas juga mengatur hak-hak politik
perempuan, yakni negara peserta konvensi wajib membuat peraturan yang tepat untuk
menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan politik dan kehidupan
kemasyarakatan negaranya. Selain itu, konvensi tersebut jugPa menjamin persamaan
hak antara perempuan dengan laki-laki dalam hal:
1. hak untuk di pilih dan memilih
2. hak untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan
implementasinya.
3. hak untuk memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi
pemerintahan di semua tingkat; dan
4. hak untuk berpartisipasi dalam organisasi / perkumpulan non pemerintah yang
berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik.
Di tegaskan oleh Moore (1988) bahwa salah satu ciri yang penting dari
kedudukan perempuan dalam masyarakat ialah mereka adakalanya mempunyai
kekuasaan politik tetapi tidak mempunyai kekuatan, legitimasi, dan otoritas. Dalam
banyak sistem politik di dunia sekarang ini, perempuan mempunyai kekuasaan politik,
misalnya mereka mempunyai hak suara. Akan tetapi, mereka kurang memiliki otoritas
yang nyata dalam menjalankan kekuasaan tersebut (Moore, 1988;134).
Pada bagian ini akan mencoba untuk menjelaskan tentang perkembangan
pemikiran dan pergerakan perjuangan kaum perempuan secara umum. Gambaran ini
akan membantu untuk melihat posisi perkembangan pemikiran Islam tentang kaum
perempuan. Untuk memahami gerakan kesetaraan yang diperjuangkan oleh kaum
perempuan terlebih dahulu perlu diuraikan teori-teori sosiologi yang digunakan
sebagai pendekatan terhadap studi tentang wanita. Bila kita membuka teksbook
sosiologi apa saja pada saat sekarang ini, maka akan ditemukan bagaimana lapangan
sosiologi terbagi kepada dua kubu yang berbeda yakni “fungsionalis” dan “konflik”.
Kedua teori struktural-fungsional dan teori sosial konflik kelihatannya juga diterapkan
dalam kajian tentang wanita.
2.4.1 Teori struktural fungsional
Teori struktural-fungsional dapat ditelusuri pada pemikiran August Comte,
yang menyatakan bahwa kehidupan manusia dapat dipelajari dengan menggunakan
teknik-teknik yang diterapkan di dalam ilmu alam “Titik berat argumennya terletak
pada asumsi bahwa terdapat suatu tatanan alamiah yang dengannya kehidupan
manusia dapat dipahami. Pendekatan struktural fungsional ini adalah pendekatan teori
sosiologi yang diaplikasikan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah
institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat di dalam
kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mengakui adanya keragaman di dalam
kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan
keragaman pada fungsi sesuai dengan posisi seseorang pada struktur sebuah sistem.
Metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan struktur sosial dimasyarakat. Metode ini berprinsip bahwa
unsur-unsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal balik yang saling
Menurut Comte, wanita “secara konstitusional” bersifat inferior terhadap
laki-laki. Oleh sebab itu, Comte percaya bahwa wanita menjadi subordinat laki-laki begitu
mereka menikah. Wanita tidak punya hak untuk bercerai, sebab mereka adalah
semata-mata budak laki-laki manja. Comte menegaskan bahwa untuk menyusun
tatanan masyarakat yang baik dan maju bagi Perancis, diperlukan otoritas patriarkat
dan kediktatoran politik. Positivisme Comte adalah sebuah filsafat mengenai stabilitas
yang berlandaskan pada keabadian tentang “kebenaran” unit keluarga.
Herbert Spencer memperjelas analogi antara sosiologi dan biologi dengan dua
macam analogi. Yang pertama adalah proses evolusi dari bentuk yang sederhana
kepada bentuk yang komplek. Individu-individu di masyarakat, institusi-institusi
sosial dan masyarakat itu sendiri berkembang dari yang sederhana kepada yang
kompleks. Dalam kaitan ini wanita dianalisis dalam hubungan dengan “kedudukan”
mereka di masyarakat: yakni fungsi mereka dalam keluarga. Keberadaan mereka di
dalam keluarga serta peran sosial sebagai istri turut membantu mengikat keluarga
sebagai sebuah unit, sedangkan laki-laki membuka hubungan ke luar. Dalam tulisan
awalnya, Spencer memperjuangkan hak-hak laissezfaire bagi individu wanita, serta
menyatakan bahwa sifat-sifat alamiah wanita tidak tetap, menurutnya, wanita
memiliki hak untuk bersaing secara bebas dengan laki-laki. Begitupun ia
menyarankan wanita untuk tidak bersaing dengan laki-laki. Analogi kedua adalah
membandingkan organisme masyarakat dengan organisme individu, yakni kedua
organisme tersebut tumbuh menjadi besar yang menjadikan keduanya lebih kompleks
dan terjadi perbedan. Proses perbedaan yang lebih lanjut dalam struktur organisasi
dibarengi dengan proses perbedaan dalam fungsi.