DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Y . 2002. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah,
Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Mangoensoekarjo,S. dan Semangun,H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
1. Plastik
2. Erlenmeyer 250 ml Pyrex
3. Botol Sentrifugasi
4. Penggaris Butterfly
5. Alat Sentrifugasi Kubota
6. Karet
3.1.2 Bahan
1. CPO (Crude Palm Oil)
3.1.3 Pengambilan sampel
1. Diambil sampel minyak dari Oil Gutter / pipa utama keluaran vibrating
screen
2. Diambil 250 ml sampel minyak setiap 2 jam sekali untuk dianalisa
3.2Prosedur
3.2.1 Analisis Komposisi DCO
Diambil sampel minyak 100 gr
Dimasukkan sampel minyak ke dalam botol sentrifugasi
Disentirfugasi selama 4 menit dengan kecepatan putaran ± 30 rpm
Diambil botol sentrifugasi dari alat sentrifugasi
Diukur volume oil, emulsi dan sludge
Dihitung persentase oil, emulsi dan sludge
% oil = �� ��
�� � �
�
%
%
emulsi=
�� ��� � �
�
%
%
sludge = �� �4.2Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Persentase Komposisi DCO
1. Persentase komposisi DCO pada pengambilan sampel jam 16.00 wib
=
90 � %
=37.78 %
% emulsi = �� �
�� � � � %
=
90 � %
=4,44 %
% sludge = �� �
�� � � � %
=
90 � %
=57,78 %
Perhitungan yang sama dapat dilakukan untuk data yang lain (dapat dilihat
pada tabel 4.1)
4.3Pembahasan
Dari data yang diperoleh bahwa kadar persentase komposisi DCO yang
didapat pada pengambilan sampel yang dilakukan selama 4 hari berturut-turut
yaitu pada tanggal 06-02-2016 adalah minyak 36,75% ; emulsi 3,70% ; sludge
59,55% , pada tanggal 08-02-2016 adalah minyak 36,10% ; emulsi 3,57% ; sludge
60,71% , pada tanggal 09-02-20116 adalah minyak 36,01% ; emulsi 3.93% ;
sludge 69,87% , dan pada tanggal 10-02-2016 adalah minyak 36,26% ; emulsi
pada kondisi standar atau stabil yang dimana standar dari perusahaan 34-38%
sehingga masih memenuhi syarat dari perusahaan.
Penentuan kadar komposisi DCO dilakukan dengan cara sentrifugasi,
dimana sampel minyak yang diambil dimasukkan kedalam alat sentrifugasi
kemudian dilakukan pemusingan atau dengan gaya sentrifugal untuk memisahkan
minyak, emulsi dan sludge. Penghitungan persentase komposisi DCO dilakukan
agar dapat mengetahui kehilangan minyak (losses oil) pada saat pengambilan
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
1. Dari hasil analisis komposisi DCO yang dilakukan selama 4 hari berturut
menunjukkan persentase dari DCO yang dikeluarkan dari COT (Crude Oil Tank).
Tanggal Pengambilan
Minyak (%) Emulsi (%) Sludge (%)
06-02-2016 36,75 3,70 59,55
08-02-2016 36,10 3,57 60,71
09-02-2016 36,01 3,93 69,87
10-02-2016 36,26 3,43 60,31
2. Dari data hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi DCO atau minyak
dari hasil keluaran COT (Crude Oil Tank) tidak melebihi dari kapasitas standar, dimana masih sesuai dengan standar dari pabrik PKS PT.
Multimas Nabati Asahan sekitar 34-38%.
5.2Saran
1. Proses klarifikasi atau pemurnian harus tetap dipertahankan agar hasil
minyak dari COT (Crude Oil Tank) tetap pada batas standar pabrik.
2. Dilakukannya pengawasan yang aktif dan teratur agar proses pemurnian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak
masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya
menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama
dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak
kelapa sawit terbesar di dunia. Di indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai
timur Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar
serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga
terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun
berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak
mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan
tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah
umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon
(monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat
jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan
panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit
dengan tipe cangkang psifera bersifat female steril sehingga sangat jarang
menghasilkan tandan buah dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua
jantan.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah
tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul
dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah
sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak
bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan
sendirinya.
Buah terdiri dari tiga lapisan :
Eksoskrap, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
Mesoskarp, serabut buah
Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan
embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit
berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu
embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar
Kelapa sawit yang dibudidayakn terdiri dari dua jenis: E.guineensis dan
E.oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan orang dari kedua spesies
kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing. E.guineensis memiliki
produksi yang sangat tinggi dan E.oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah.
Banyak orang sedang menyilangkan kedua spesies ini untuk mendapatkan spesies
yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E.oleifera sekarang mulai
dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.
2.2Sejarah Singkat Kelapa Sawit Masuk di Indonesia 2.2.1 Daerah Asal Kelapa Sawit
Mengenai daerah asal kelapa sawit terdapat beberapa pendapat. Pendapat
pertama menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Afrika, sedangkan pendapat
yang kedua menyebut Amerika Selatan sebagai daerah asal. Pendapat pertama
didukung oleh alasan-alasan yang sangat kuat. Penyelidikan Zeven (192) terhadap
fosil tepung sari (pollen) yang terdapat dalam lapisan-lapisan arkeologis dari zaman Miocene maupun lapisan-lapisan yang lebih muda, memberikan indikasi
bahwa kelapa sawit telah tumbuh sejak lama sekali di kawasan Afrika.
Selanjutnya catatan-catatan sejarah penjelajahan orang-orang Eropa ke benua
Afrika pada abad ke-15 dan ke-16 turut memperkuat pendapat tersebut. Don
Mosto dalam penjelajahannya antara tahun 1435 dan 1460 menemukan sejumlah
besar pohon hitam di kawasan Afrika Barat. Dalam kisah perjalanan Duarte
Peraria disebutkan adanya pohon-pohon kelapa sawit di pantai Liberia dan
perdagangan minyak kelapa sawit di Nigeria. Penjelajahan-penjelajahan kemudian
oleh pengelana bangsa Portugis, Belanda, dan Inggris juga menyebutkan adanya
Broecke menjelang akhir abad ke16 di antaranya mengemukakan adanya
bahan-bahan yang diperkirakan berasal dari pohon kelapa sawit.
Telaah linguistic juga mendukung pendapat bahwa kelapa sawit berasal
dari afrika. Di Suriname misalnya, nama-nama yang dipakai untuk kelapa sawit
merupakan modifikasi kata “Afrika” dalam bahasa-bahasa Yoruba, Fanti-Twi, dan
Kikongo. Demikian pula nama “dede” yang dipakai di Brazil diperkirakan berasal dari kata “ndende” yang memberikan petunjuk bahwa kelapa sawit dibawa ke
benua Amerika dalam abad ke-16 bersama-sama dengan budak belian, dan
tumbuh dengan baik di Brazil.
Pendapat kedua, yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
Amerika Selatan, didukung antara lain oleh Cook, yang mengemukakan dua
alasan sebagai berikut: (1) Kelapa sawit tumbuh secara alamiah di pantai Brazil,
dan (2) Marga-marga palma lainnya kebanyakan berasal dari Amerika Selatan.
Tetapi alasan-alasan ini dianggap kurang meyakinkan, karena (1) sifat mudah
tumbuh dan cepat berkembang biak memang merupakan karakteristik dari
keluarga palma, dan (2) suatu jenis palma yang berasal dari Afrika Selatan, yaitu
Jubaeopsis caffra ternyata juga merupakan anggota dari suku (tribe) Cocoinae.
2.2.2 Upaya Pembudidayaan Kelapa Sawit
Upaya pembudidayaan kelapa sawit di dunia secara kebetulan
pertama-tama terjadi di Indonesia. Catatan Tesymann menunjukkan bahwa kelapa sawit
diintroduksikan ke Indonesia pada tahun 1848. Dari introduksi tersebut empat
pohon ditanam di Kebun Raya Bogor, dua di antaranya berasal dari Hortus
pohon tersebut berasal dari wilayah pertumbuhan yang sama di benua Afrika,
tetapi tiba di Indonesia melalui jalan yang berbeda.
Setelah pohon-pohon tersebut menghasilkan, pengamatan Teysman
menunjukkan bahwa sebagai penghasil minyak nabati kelapa sawit sawit memang
lebih unggul daripada kelapa. Keturunan dari keempat pohon tersebut kemudian
ditanam di berbagai daerah di kawasan Nusantara, dengan tujuan untuk
memperluas pengenalan kelapa sawit kepada petani. Sebelum tahun 1860 telah
dibangun petak-petak pertanaman di Banyumas (Jawa) dan Palembang, dan pada
tahun 1875 dibangun perkebunan kelapa sawit di wlayah Deli (Sumatera Utara).
Keturunan dari pertanaman kelapa sawit di wilayah Deli inilah (tipe Dura atau
bercangkang tebal) yang kelak digunakan untuk merintis pengembangan
perkebunan kelapa sawit di temat-tempat lain di kawasan Asia Tenggara maupun
kawasan benua Afrika.
Kelapa sawit Deli serta keturunannya yng disebar di berbagai daerah,
ternyata lebih unggul daripada nenel moyangnya di Afrika. Ukuran buahnya lebih
besar, dan potensi bagian mesokarp (bagian yang mengandung minyak kelapa
sawit)dari tiap buah juga lebih tinggi. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa
seluruh pertanaman kelapa sawit yang bibitnya berasal dari Kebun Raya Bogor
sangat seragam. Fakta ini mengundang dua macam interpretasi, yaitu: (a)
Keempat pohon inttroduksi yang ditanam di Kebun Raya Bogor berasal dari satu
pohon yang sama,atau (b) Seluruh pertanaman yang tersebar di berbagai tempat
Upaya pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dirintis oleh
Adrian Hallet berkebangsaan Belgia yang mempunyai pengalaman
pembudidayaan kelapa sawit di Afrika. Pada tahun 1911 ia membangun
perkebunan kelapa sawit pertama dalam skala besar di Sungai Liput (pantai timur
Aceh) dan Pulu Raja (Asahan) dengan menggunakan benih dari Deli. Pada tahun
1914 perkebunan ini telah mencapai luas 3.250 ha, tetapi penanaman selanjutnya
mengalami stagnasi karena pecahnya Perang Dunia I dan kurangnya informasi
mengenai pasar maupun cara-cara pengolahan yang lebih maju. Bersama dengan
rintisan oleh A.Hallet, seorang berkebangsaan Jerman bernama Karl Valentine
Theodore Schadt, adalah pelopor pembudidayaan tanaman kelapa sawit di kebun
Tanah Itam Ulu di wilayah konsesi Deli. Upaya pengembangan kelapa sawit
selanjutnya di Indonesia cukup pesat. Pada tahun 1925 di pulau Sumatera telah
ditanam 39.000 ha, dan pada tahun 1938 seluas 114.000 ha. (Mangoesoekarjo, S,
2003).
2.3Ekologi Kelapa Sawit
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak factor,
baik factor dari luar maupun dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor
tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi factor lingkungan, genetis, dan
factor teknis-agronomis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi
kelapa sawit, factor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain.
2.3.1 Faktor Iklim
Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika
basah di sekitar lintang utara selatan 12 derajat pada ketinggian 0-500 m dpl.
Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan,
sinar matahari, suhu, kelembapan udara, dan angin.
a. Curah hujan
Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata
2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan
kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan
penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Namun,yang terpenting
adalah tidak terjadi deficit air sebesar 250 mm. Bila tanah dalam keadaan
kering, akar tanaman sulit menyerap mineral dari dalam tanah.
Table 2.1 Klasifikasi Defisit Air Tahunan Pada Budidaya Kelapa Sawit
b. Sinar Matahari
Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu
pembentukan bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama
penyinaran amat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan
tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari.
c. Suhu
Selain curah hujan dan sinar matahari yang cukup, tanaman kelapa sawit
memerlukan suhu yang optimum sekitar 24-28°� untuk tumbuh dengan baik.
Meskipun demikian, tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18°�
dan tertinggi 32°�. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan dan
kematangan buah.
d. Kelembapan udara dan angin
Kelembapan udara dan angin adalah factor yang penting untuk menunjang
pertumbuhan kelapa sawit. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa
sawit adalah 80%. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu
proses penyerbukan. Angin yang kering menyebabkan penguapan lebih besar,
mengurangi kelembapan, dan dalam waktu lama mengakibatkan tanaman
layu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembapan adalah suhu, sinar
2.3.2 Tanah
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti
podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol. Ada dua sifat utama
tanah sebagai media tumbuh, yaitu sifat kimia dan sifat fisik tanah.
a. Sifat fisik tanah
Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase
baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm
tanpa lapisan padas. Tekstur tanah ringan dengan kandungan pasir 20-60%,
debu 10-40%, dan liat 20-50. Tanah yang kurang cocok adalah tanah berpasir
dan tanah gambut tebal.
Topografi yang dianggap cukup baik untuk tanaman kelapa sawit adalah
areal dengan kemiringan 0-15°. Hal iniakan memudahkan pengangkutan buah
dari pohon ke tempat pemungutan hasil atau dari perkebunan ke pabrik
pengolahan.
b. Sifat kimia tanah
Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi
kandungan hara mineralnya. Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam
menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Kelapa sawit dapat
tumbh pada pH tanah antara 4,0-6,5, sedangkan pH optimumnya adalah 5-5,5.
Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan
Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu untuk Mg 0,4-1,0
me/100 gram, sedangkan k 0,15-1,20 me/100 gram.
2.4Varietas Kelapa Sawit
` Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal.
Varietas-varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau
berdasarkan warna kulit buahnya.
2.4.1 Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
1. Dura
Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut
pada bagian luar tempurung. Daging buah relative tipis dengan persentase
daging buah terhadap buah bervariasi antara 35-50%. Kernel (daging biji)
biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.
2. Psifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hamper tidak ada, tetapi daging
buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi,
sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Psifera tidak dapat diperbanyak tanpa
menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman
betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu
perkebunan-perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar
antara 0,5-4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase
daging buah terhadap buah tinggi, antara 60-96%. Tandan buah yang
dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya
relative lebih kecil.
4. Macro Carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis
sekali.
2.4.2 Berdasarkan warna kulit buah
1. Nigrescens
Buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi
jingga kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak ditanam di
perkebunan.
2. Virescens
Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah
berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan.
3. Albescens
Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah
2.5Proses Pengolahan Sawit
PKS pada umumnya mengolah bahan baku berupa tandan buah segar
(TBS) menjadi minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit
(kernel). Proses pengolahan buah kelapa sawit yang ada pada PKS PT. Multimas
Nabati Asahan Kuala Tanjung terdapat pada beberapa stasiun, yaitu :
1. Stasiun Penerimaan Buah
a. Weighbridge (timbangan)
Timbangan berfungsi untuk menimbang buah yang masih dalam truck
yang akan masuk ke dalam pabrik sekaligus untuk menimbang produksi yang
diangkut keluar pabrik. Penimbangan ini bertujuan untuk mengetahui berat
TBS yang akan diproses didalam pabrik, jumlah TBS dapat diketahui dari
selisih berat bruto. Penimbangan dilakukan pada saat truk berisi buah.
Kapasitas timbangan di pabrik kelapa sawit PT. Multimas Nabati Asahan
adalah maksimal ± 50 ton.
b. Sortasi
Sortasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memisahkan TBS
yang berkualitas baik dengan TBS yang berkualitas buruk, dengan tujuan
untuk menentukan kualitas TBS yang diterima sesuai konfirmasi dengan harga
beli (Form A), sesuai estimasi rendemen sortasi setelah di sortir (Form B),
c. Loading Ramp
Loading ramp adalah tempat penimbunan Tandan Buah Segar (TBS)
setelah buah disortasi. Buah yang telah dimasukkan kedalam hopper akan
dikirim ke dalam setiap lori, hopper di PKS MNA mempunyai jumlah
keseluruhan 52 pintu yang dibuka tutup dengan system hidrolik, terdiri dari 3
line yaitu sebelah kiri 14 pintu, kanan 14, dan depan 24 yang mempunyai
sudut kemiringan peronnya 45º.
2. Stasiun Sterilizer
Dalam sterilizer buah yang direbus dalam sterilizer matang normalnya 95
menit. Suhu steam pemanas dalam sterilizer yaitu 140ºC. Fungsi dari
perebusan adalah :
Menonaktifakn enzim-enzim lipase yang dapat menyebabkan kenaikan
Asam Lemak Bebas (ALB) atau FFA (Free Fatty Acid).
Memudahkan pelepasan berondolan dari janjangan sampai lapisan
terdalam.
Melunakkan brondolan untuk memudahkan pemisahan daging buah
dengan nut di digester.
Melunakkan daging buah agar memudahkan proses pengutipan minyak
dari daging buah.
Mengurangi kadar air pada nut sehingga memudahkan saat pemecahan
3. Stasiun Tippler
Tippler adalah alat bantu untuk menuangkan lori yang berisi TBS masak.
Penuangan tippler dilakukan minimal tiga tahap untuk mencapai putaran
penuh 200º. Rata-rata penuangan satu lori memerlukan waktu 6-8 menit.
4. Stasiun Digesting (Pelumatan Buah)
Digester merupakan tank silinder tegak yang berfungsi untuk melumatkan
buah setelah proses perebusan. Digester digerakkan oleh electromotor. Suhu
dalam digester yaitu 90-95ºC. Jumlah digester di PKS PT. MNA ada 7 buah
dengan volume 3,5 ton. Adapun tujuan dari pelumatan di digester adalah :
Melumatkan daging buah
Mengepres struktur jaringan pericap dan pembukaan sel dimana minyak
yang terkandung didalamnya.
5. Stasiun Press
Berfungsi untuk mengepres fruit yang sudah tercacah oleh digester yang
digerakkan oleh electromotor. Kapasitas 15 ton/jam dengan tekanan 38-42
ampere. Tujuan pengepresan adalah memperkecil kehilangan minyak dalam
fruit, sehingga kehilangan minyak akan lebih rendah.
6. Stasiun Pemurnian/Klarifikasi
Pada dasarnya campuran minyak, air dan kotoran akan selalu terbentuk
pelapisa larutan yang terjadi sebagai akibat perbedaan berat jenis farksi berat
akan turun ke bawah sementara farksi ringan akan naik ke atas. Pada stasiun
a. Sandtrap Tank
Sandtrap tank adalah alat untuk mengurangi jumlah pasir dalam minyak
yang akan dialirkan ke vibrating screen. Fungsinya adalah untuk menangkap pasir dengan cara mengendapkan dan untuk mempermudah pemisahan minyak
dan pasir tangki. Dengan suhu minyak kasar 90-95ºC. Dengan suhu 95ºC
bertujuan untuk mempermudah pemisahan antara minyak dan kotoran pada
sandtrap tank.
b. Vibrating Screen
Fungsinya untuk menyaring kembali padatan (pasir, fiber) yang tidak
tertangkap di sandtrap tank. Vibrating screen terdiri dari double deck saringan kawat dengan ukuran 20 mesh dan 30 mesh. Cara kerjanya dengan bergetar
dengan gerakan beraturan sehingga padatan yang tersaring langsung bergerak
kearah dinding pembatas yang langsung terhubung ke bottom conveyor, sedangkan minyak akan dialirkan ke crude oil tank 1.
c. Crude Oil Tank 1 dan 2
Crude oil tank 1 (COT 1) merupakan bak penampungan minyak kasar dan
mengendapkan kembali pasir, kotoran dan sludge yang lolos dari vibrating screen. Bak ini dilengkapi dengan pipa pemanas injeksi. Suhu yang digunakan pada COT 1 berkisar antara 80-95ºC.
Crude oil tank 2 adalah tempat penampungan sludge under flow dari CST
d. Continous Settling Tank (CST)
Minyak dari COT dipompakan ke CST, tujuan CST untuk memisahkan
minyak dengan suhu 90-95ºC, sludge berdasarkan berat jenisnya. Setelah
terjadi pemisahan, minyak yang berada pada bagian atas dialirkan secara over
flow yang dikutip melalui skimmer menuju oil tank, sedangkan lumpur
(sludge) yang masih mengandung minyak pada bagian bawah dialirkan secara
under flow ke COT 2.
e. Oil Tank
Fungsi dari oil tank adalah untuk tempat penampungan minyak sementara
sebelum dialirkan ke vacuum dryer. Dalam oil tank juga terjadi pemanasan
dengan steam coil dan injeksi dengan suhu 80-85ºC. Dengan tujuan untuk
mengurangi kadar air.
f. Vacuum Dryer
Berfungsi untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam minyak
dengan suhu 80-85ºC, di sini minyak disemprotkan dengan menggunakan
nozzle sehingga campuran minyak dan air tersebut akan pecah, hal ini akan
mempermudah pemisahan air di dalam minyak. Vacuum dryer mempunyai
tekanan vacuum minus 680-760 mmH.
g. Storage Tank
Minyak dari vacuum dryer di pompakan ke storage tank. Di PKS MNA
sebelum dipompakan ke refinery. Dengan suhu 50ºC dengan kapasitas 500
Mt.
2.6Crude Oil Tank (COT)
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih
berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa
partikel-partikel dari tempurung dan serabut serta 40-45% air.
Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar
tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar
kemudia dialirkan ke dalam tangki minyak kasar (Crude Oil Tank) dan setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak
sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO). Sedangkan sisa olahan yang berupa lumpur, masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang untuk diambil
minyak sawitnya.
2.7Kadar minyak, zat menguap dan kotoran
Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam
rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan
sentrifugasi. Dengan proses diatas, kotoran-kotoran yang berukuran besar
memang bisa disaring. Akan tetapi, kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran
kecil tidak bisa disaring, hanya melayang-layang di dalam minyak sawit sebab
berat jenisnya sama dengan minyak sawit. Padahal, alat sentrifugasi tersebut dapat
Dari hasil pengempaan, minyak sawit kasar dipompa dan dialirkan ke
dalam tangki pemisah melalui pipa. Kurang lebih 30 menit kemudian, minyak
sawit kasar telah dapat dijernihkan dan menghasilkan 80% minyak jernih. Hasil
endapan berupa minyak kasar kotor yang dikeluarkan dari tangki pemisah
bersama air panas yang bersuhu 95ºC dengan perbandingan1:1, diolah pada
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik pada dasarnya
bertujuan untuk memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses
tersebut berlangsung cukup panjang, mulai dari pengangkutan TBS, pensortiran
buah, perebusan, pencacahan, pengempaan, permurnian sampai dihasilkan minyak
kelapa sawit mentah (CPO), selain itu juga harus memerlukan control yang cermat
agar minyak yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu. Pada dasarnya ada dua
macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik yaitu minyak sawit yang
merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang dihasilkan
dari ekstraksi inti sawit.
Selain itu minyak yang dihasilkan harus memiliki standar mutu yang baik
agar didapat kualitas minyak yang baik yang sesuia dengan standar pabrik.
Standar mutu minyak menurut pabrik di PKS PT.MNA adalah terdiri dari kadar
air berkisar 0,20%, kadar FFA <3,50% , kadar dirt atau kotoran 0,020% dan kadar
minyak hasil pengenceran (DCO) adalah berkisar 34-38%. (sumber PKS
PT.Multimas Nabati Asahan)
Oleh karena itu dilakukan pemeriksaan yang rutin terhadap kadar minyak
waktu pengambilan minyak yang dilakukan setiap dua jam sekali agar dapat
diketahui berapa persentase dari kadar minyak tersebut. Yang kemudian akan
dianalisa di laboratorium maka akan dapat diketahui berapa persenkah komposisi
atau kadar dari minyak yang masi terdapat pada COT (Crude Oil Tank ) yang sesuai dengan standar dari pabrik itu sendiri.
Berdasarkan kajian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil judul
: ANALISA KOMPOSISI DCO (DILUTION CRUDE OIL) YANG
DIHASILKAN PADA COT (CRUDE OIL TANK) DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN.
1.2Perumusan Masalah
Apakah persentase komposisi DCO atau kadar minyak yang keluar dari
COT (Crude Oil Tank) dengan pengambilan dengan variasi waktu 2 jam sekali sudah sesuai dengan standarisasi yang ditetapkan di PKS PT. Multimas Nabati
Asahan.
1.3Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah mengetahui berapa persentase
perbandingan komposisi DCO yang dilakukan pengambilan selama beberapa hari
o Manfaat
1. Untuk melihat secara langsung ilmu yang diterapkan di bangku kuliah
terhadap variabel-variabel yang berkaita dengan proses produksi dalam
skala besar.
ABSTRAK
Penentuan kadar komposisi DCO dilakukan dengan cara sentrifugasi, dimana sampel minyak yang diambil dari COT (Crude Oil Tank)
DCO COMPOSITION ANALYSIS (DILUTION CRUDE OIL) PRODUCED IN THE COT (CRUDE OIL TANK) IN PKS PT. MULTIMAS NABATI
ASAHAN ABSTRACK
Analisa Komposisi Dco (Dilution Crude Oil) Yang Dihasilkan Pada Cot (Crude Oil Tank) Di Pks Pt. Multimas Nabati Asahan
Karya Ilmiah
Herry Adrianus Sipahutar 132401067
PROGRAM STUDI DIPLOMA – III KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIAK DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARYA ILMIAH
Ditujukan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya
HERRY ADRIANUS SIPAHUTAR
132401067
PROGRAM STUDI DIPLOMA – III KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIAK DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ANALISA KOMPOSISI DCO (DILUTION CRUDE OIL) YANG DIHASILKAN PADA COT (CRUDE OIL TANK) DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama :HERRY ADRIANUS SIPAHUTAR
Nomor Induk Mahasiswa : 132401067 Program Studi : D-3 KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGTAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, 2016 Diketahui/ Disetujui Oleh
Ketua Program studi D3 kimia Pembimbing
Dra.Emma Zaidar Nst, M.si Drs. Darwis Surbakti, M.Si NIP.195509181987012001 NIP. 195307071983031001
Disahkan oleh
Depertemen Kimia FMIPA USU
PERNYATAAN
ANALISA KOMPOSISI DCO (DILUTION CRUDE OIL) YANG DIHASILKAN PADA COT (CRUDE OIL TANK) DI PKS PT. MULTIMAS
NABATI ASAHAN
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri,
kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan
sumbernya.
Medan, Juli 2016
Herry Adrianus Sipahutar
PENGAHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
dengan baik.
Adapun karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil kerja praktek yang
dilaksanakan di PKS PT. Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung. Penulisan
karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi mata kuliah di program
studi Diploma III Kimia Departemen Kimia FMIPA USU.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada orang-orang yang telah berjasa dalam penulisan Karya Ilmiah ini, yaitu
antara lain :
Keluarga tercinta, ayah A.Sipahutar dan Ibu E.Simanjuntak, beserta
adikku Hesty Sipahutar yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada
penulis.
1. Bapak Drs. Darwis Surbakti, M.Si, selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku ketua jurusan Program Studi D-3
3. Bapak Darma Syahputra, selaku pembimbing PKL yang senantiasa
memberikan pengarahan kepada saya.
4. Staf dan karyawan di PT. Multimas Nabati Asahan yang telah membantu
saya saat menyusun karya ilmiah ini.
5. Teman-teman seperjuangan PKL (Hot Bonardo, Rahmat Zulfahmi, Jhon
Taris, Dan Sartika Purnama Sari), terimakasih atas kerja samanya selama
PKL berlangsung.
6. Teman-teman D-3 KIMIA stambuk 2013 yang tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu persatu dan adik stambuk, penulis mengucapkan
terima kasih atas dukungan moril yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa penyajian karya ilmiah ini masih jauh dari
sempurna mengingat keterbatasan kemampuan dan waktu yang ada. Tapi penulis
berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Maret 2016
Penulis
ABSTRAK
Penentuan kadar komposisi DCO dilakukan dengan cara sentrifugasi, dimana sampel minyak yang diambil dari COT (Crude Oil Tank)
DCO COMPOSITION ANALYSIS (DILUTION CRUDE OIL) PRODUCED IN THE COT (CRUDE OIL TANK) IN PKS PT. MULTIMAS NABATI
ASAHAN ABSTRACK
DAFTAR ISI
2.2Sejarah Kelapa Sawit 6
2.2.1 Daerah Asal Kelapa Sawit 6
2.2.2 Upaya Pembudidayaan Kelapa Sawit 7
2.3Ekologi Kelapa Sawit 9
2.3.1 Faktor Iklim 10
2.3.2 Tanah 12
2.4Varietas Kelapa Sawit 13
2.4.1 Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah 13
2.4.2 Berdasarkan Warna Kulit Buah 14
2.5Proses Pengolahan Sawit 15
2.6Crude Oil Tank (COT) 20
2.7Kadar Minyak, Zat Menguap dan Kotoran 20
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1Alat dan Bahan 22
3.1.1 Alat 22
3.1.2 Bahan 22
3.1.3 Pengambilan Sampel 22
3.2Prosedur 22
3.2.1 Analisis Komposisi DCO 22
4.1Data Analisis 24
4.2Perhitungan 25
4.2.1 Perhitungan Persentase Komposisi DCO 25
4.3Pembahasan 26
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan 28
5.2Saran 28