• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Lanskap Bersejarah Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Lanskap Bersejarah Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

KRISHTA PARAMITA KURNADI

A34204038

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Pecinan Suryakencana Bogor. Di bawah bimbingan NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.

Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter dan kondisi lanskap sejarah / budaya di kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap sejarah tersebut serta merumuskan sintesis sebagai upaya pelestarian lanskap kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor. Studi ini dilakukan pada kawasan Pecinan di Jalan Suryakencana yang meliputi Kelurahan Babakan Pasar dan Kelurahan Gudang, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat pada bulan Maret sampai September 2008.

Studi ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : 1) inventarisasi data yang meliputi data sejarah, data fisik, data non fisik/aspek kelembagaan dan data sosial, ekonomi dan budaya. Inventarisasi data dilakukan dengan cara observasi lapang, wawancara dengan nara sumber, angket / kuesioner pendapat masyarakat dan pengunjung dan studi pustaka serta dokumentasi, 2) analisis deskriptif dan spasial untuk mengidentifikasi karakter lanskap Pecinan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap sejarah, serta analisis SWOT untuk menentukan strategi pelestarian dan 3) sintesis, yaitu menyusun usulan pelestarian lanskap bersejarah tersebut.

Kawasan Pecinan pada dasarnya terbentuk karena dua faktor, yaitu faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah tertentu agar lebih mudah diatur (Wijkenstelsel, 1835-1915) beserta surat izin keluar atau masuk wilayah

(Passenstelsel,1863) dan faktor sosial berupa keinginan masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan saling membantu sebagai perantau di negeri orang (Hindia Belanda).

Dari hasil studi diketahui bahwa kawasan Pecinan Suryakencana merupakan lanskap pecinan perdagangan dan pemukiman. Ciri khas kawasan Pecinan Suryakencana adalah bangunan rukonya yang berdempet rapat dengan

chim-cay di dalamnya dan tidak adanya halaman pada bangunan. Orientasi kawasan ini didasari atas kaidah Feng shui. Keberadaan kawasan Pecinan yang dekat sungai (Ciliwung di timur dan Cipakancilan di barat) juga didasari atas feng shui yaitu letak yang baik adalah tempat yang dekat dengan sumber mata air, bukit-bukit, gunung-gunung dan lembah-lembah disekeliling bangunan. Orientasi untuk bangunan kelenteng biasanya berada pada arah utara atau selatan. Kelenteng Hok Tek Bio terletak di sebelah utara kawasan Pecinan yang dianggap sebagai ’dudukan’, karena naga bersemayam di utara, sementara selatan dianggap sebagai samudera, sumber air dan sumber kehidupan. Dengan kata lain, Jalan Suryakencana dianggap sebagai jalur naga, dan Kelenteng Hok Tek Bio dianggap sebagai kepalanya.

(3)

kemudian pertokoan dan permukiman yang memanjang ke selatan sepanjang Jalan Suryakencana sebagai badan naga, rumah dan rumah toko yang memiliki arsitektur khas Tionghoa dan Indis, kelenteng dan jalan. Sedangkan yang termasuk ke dalam elemen non-fisik adalah : adat dan budaya seperti adat sehari-hari dan aktivitas budaya (Tahun Baru Imlek, Cap go meh, Peh Cun, dan lainnya). Pada kawasan ini juga terdapat elemen lanskap bersejarah yang sebagian besar (47 elemen/bangunan) telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya baik skala nasional maupun skala Kota Bogor. Beberapa elemen bersejarah yang diamati secara detail adalah : Hok Tek Bio, Rumah Kapitan Tan, Rumah Keluarga Thung, Rumah Abu Keluarga Thung, Jalan Suryakencana Yayasan Kematian Pulasara, Kelenteng Pan Koh, Vihara Dharmakaya, Rumah Bekas Keluarga Thung dan Jalan Roda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan kawasan Pecinan Suryakencana adalah : nilai penting dan integritas kawasan, kebijakan dan dukungan pemerintah Kota Bogor serta dukungan masyarakat baik masyarakat kawasan Pecinan itu sendiri maupun masyarakat luar, termasuk komunitas dan pemerhati keberlanjutan Pecinan. Kawasan Pecinan Suryakencana memiliki nilai penting sebagai salah satu cikal bakal Kota Bogor yang mempunyai karakteristik Pecinan. Kawasan ini merupakan bagian integral dari Kota Bogor yang harus dikembangkan sesuai dengan karakteristiknya. Kawasan ini masih mempunyai integritas karakteristik yang cukup tinggi, baik dari elemen fisik maupun non-fisiknya.

Kawasan masih dihuni sekitar 30 % etnis Tionghoa yang masih menjalankan aktivitas keseharian, tradisi dan adat budaya Cina. Wawancara dengan kuesioner dilakukan terhadap 30 responden masyarakat pada kawasan. Berdasarkan wawancara, didapatkan hasil bahwa 90 % masyarakat masih melaksanakan adat dan budayanya seperti merayakan Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh dan lainnya, sedangkan 10 % responden sudah tidak melakukan adat dan budayanya lagi. Sebagian besar responden mengetahui sejarah kawasan ini, baik karena pernah mengalaminya atau karena cerita dari orang tua. Menurut mereka, kawasan ini banyak berubah menjadi tidak nyaman tapi semua responden berpendapat bahwa kawasan Pecinan ini harus dilestarikan.

Sedangkan menurut persepsi masyarakat luar/pengunjung kawasan, didapatkan hasil frekuensi responden dalam melewati kawasan lebih dari 16 kali dan sebagian besar datang dengan tujuan berbelanja karena banyaknya fasilitas perbelanjaan yang tersedia di kawasan Pecinan.Sebagian besar responden mengetahui sedikit sejarah kawasan dari orang tua. Menurut mereka, kawasan ini banyak berubah menjadi tidak nyaman tapi juga berpendapat bahwa kawasan Pecinan ini harus dilestarikan.

Dari aspek kebijakan, kawasan ini merupakan Sub Bagian Wilayah Kota D (Sub BWK D) untuk perdagangan, jasa dan permukiman serta telah ditetapkan dalam zoning regulation Kota Bogor. Hal ini merupakan peluang untuk mengembangkan kawasan sekaligus mengaturnya agar karakteristik kawasan tetap terjaga. Keberadaan BCB juga seharusnya memperkuat komitmen Pemerintah Kota Bogor untuk melindungi BCB tersebut dan lingkungannya.

(4)

kawasan Pecinan adalah integritas lanskap yang masih cukup kuat baik secara fisik pada beberapa area maupun non–fisik berupa aktivitas kehidupan sehari-hari dan aktivitas budaya masyarakat Tionghoa serta rasa bangga masyarakat sebagai keturunan Tionghoa dan kemauan para tokoh Tionghoa untuk melestarikan kebudayaannya. Faktor yang menjadi kelemahan adalah adanya area-area yang padat, semrawut dan tidak sesuai dengan karakter Pecinan, minat generasi muda yang tidak mengikuti budaya Tionghoa serta terbatasnya dana untuk melestarikan bangunan-bangunan berarsitektur Tionghoa.

Faktor peluang yang mendukung keberlanjutan lanskap kawasan ini adalah telah ditetapkannya kawasan sebagai Sub BWK D (zona perdagangan dan jasa) dan dalam Zoning Regulation Kota Bogor serta dukungan masyarakat / organisasi yang mendukung pelestarian kawasan Pecinan. Sedangkan faktor yang menjadi ancaman adalah belum terintegrasinya kebijakan penetapan kawasan sebagai Sub BWK D dengan rencana pelestarian/perlindungan kawasan Pecinan, serta pesatnya infiltrasi budaya luar dan pendatang sehingga mengikis karakter Pecinan.

(5)

KRISHTA PARAMITA KURNADI

A34204038

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

JUDUL : STUDI LANSKAP BERSEJARAH

KAWASAN PECINAN SURYAKENCANA, BOGOR

NAMA : KRISHTA PARAMITA KURNADI

NRP : A34204038

DEPARTEMEN : ARSITEKTUR LANSKAP

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, M.Sc. NIP. 131 578 796

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP.131 124 019

(7)

merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Alm. Ir. Tatang Kurnadi dan Ibu Nancy Ratna Chandra.

Penulis memulai pendidikan di TK Ananda pada tahun 1989 – 1992. Kemudian pada tahun 1992 – 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SD Ananda yang dilanjutkan ke SLTP Mardi Yuana Bondongan pada tahun 1998 – 2001. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

(8)

Namo Buddhaya, Namo Dhammaya, Namo Sanghaya,

Puji syukur dipanjatkan kepada Sanghyang Adi Buddha dan Triratna yang telah memberikan berkah, kekuatan dan lindungan-Nya sehingga pembuatan skripsi. yang berjudul “Studi Lanskap Bersejarah Kawasan Pecinan, Suryakencana, Bogor“ ini dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, M.Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, saran dan arahan selama penulis menyelesaikan studi;

2. Vera Dian Damayanti, SP. MLA dan Dr. Ir. Tati Budiarti, MS sebagai dosen penguji atas masukan dan sarannya untuk perbaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Aris Munandar, MS. sebagai dosen pembimbing akademik atas

saran dan arahannya selama penulis menempuh perkuliahan di Departemen Arsitektur Lanskap;

4. Seluruh dosen dan staf Departemen Arsitektur Lanskap;

5. Keluarga tercinta, mama dan koko yang selalu memberikan semangat, doa dan cinta kepada penulis;

6. Om Setiadi Soepandi, Om David Kwa, Om Mardi, Om Siang Yang, Om Kartalugina, Tante Paradise, Lenih, Yoke, Mario, Teguh Mas Oye, dan nara sumber lainnya yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi yang berguna untuk skripsi ini;

7. Diena dan Kak Sano La’40 sebagai teman seperjuangan mencari data di Pemda Bogor;

8. Sekar sebagai sahabat senasib sepenanggungan sejak matrikulasi;

9. Sari, Ipep, Ria, Dimas, Nana, Neno, Hendy, Ridho, Occy, Putri, Aini, Tyas, Dhita, Memey, Yuni, Dinny, Sita, Ozy, Fida, Sonny, Deni, Putera dan Ocha atas dukungannya baik dukungan moril maupun materil saat penulis menyelesaikan skripsi;

(9)

11.Teman-teman ARL 41 lainnya (Dian, Lintang, Ratih, Intan, Ita, Dayat, Anjar, Anggi, Jafar, Cici, Dyah, Fhaey, Imad, Inge, Ammar, Ricki, dan Yosi) atas segala keceriaan dan kebersamaannya;

12.Lanskap angkatan 43 atas canda tawa dan kebersamaannya selama penulis menjadi asisten;

13.Teman-teman dekat penulis (Christine, Astuti, Veni, Eno, Panoel, Bundo, Putri, Banthe, Titong, Baba, Aceu, Nana, Ombun, Chai, Tya, Vera, Ai, Titin, Wilin, Andreas, Cece dan lainnya);

14.Lanskap angkatan 42, 40, 39, 38 dan 37;

15.Last but not least, I dedicate this to my beloved father. Luv U Pa.

Penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi pembaca dan dapat menjadi masukan untuk pelestarian kawasan Pecinan di Indonesia

Bogor, Imlek 2560

(10)

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar belakang... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Lanskap Sejarah ... 4

2.2 Benda Cagar Budaya... 5

2.3 Pelestarian, Pengembangan dan pengelolaan Lanskap Bersejarah ... 7

2.4 Lanskap Sejarah di Kawasan Perkotaan ... 13

2.5 Kawasan Pecinan di Kota Bogor ... 14

III. METODOLOGI... 16

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Metode Penelitian ... 17

IV. KONDISI UMUM LANSKAP... 22

4.1 Lokasi, Luas dan Batas Wilayah Tapak... 22

4.2 Iklim ... 23

4.3 Topografi ... 24

4.4 Pola Penggunaan Lahan ... 24

4.5 Jaringan Transportasi dan Sirkulasi ... 28

4.6 Sejarah Perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana ... 28

4.7 Kondisi Sosial Ekonomi... 30

4.7.1 Sistem Kemasyarakatan... 32

4.7.2 Pimpinan Masyarakat ... 33

4.7.3 Sistem Perdagangan... 34

V. IDENTIFIKASI LANSKAP PECINAN... 36

5.1 Orientasi Kawasan ... 36

5.2 Karakter Lanskap Kawasan... 37

5.3 Elemen Lanskap Pecinan ... .39

5.3.1 Rumah... 39

(11)

KRISHTA PARAMITA KURNADI

A34204038

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

Pecinan Suryakencana Bogor. Di bawah bimbingan NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.

Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter dan kondisi lanskap sejarah / budaya di kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap sejarah tersebut serta merumuskan sintesis sebagai upaya pelestarian lanskap kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor. Studi ini dilakukan pada kawasan Pecinan di Jalan Suryakencana yang meliputi Kelurahan Babakan Pasar dan Kelurahan Gudang, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat pada bulan Maret sampai September 2008.

Studi ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : 1) inventarisasi data yang meliputi data sejarah, data fisik, data non fisik/aspek kelembagaan dan data sosial, ekonomi dan budaya. Inventarisasi data dilakukan dengan cara observasi lapang, wawancara dengan nara sumber, angket / kuesioner pendapat masyarakat dan pengunjung dan studi pustaka serta dokumentasi, 2) analisis deskriptif dan spasial untuk mengidentifikasi karakter lanskap Pecinan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap sejarah, serta analisis SWOT untuk menentukan strategi pelestarian dan 3) sintesis, yaitu menyusun usulan pelestarian lanskap bersejarah tersebut.

Kawasan Pecinan pada dasarnya terbentuk karena dua faktor, yaitu faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah tertentu agar lebih mudah diatur (Wijkenstelsel, 1835-1915) beserta surat izin keluar atau masuk wilayah

(Passenstelsel,1863) dan faktor sosial berupa keinginan masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan saling membantu sebagai perantau di negeri orang (Hindia Belanda).

Dari hasil studi diketahui bahwa kawasan Pecinan Suryakencana merupakan lanskap pecinan perdagangan dan pemukiman. Ciri khas kawasan Pecinan Suryakencana adalah bangunan rukonya yang berdempet rapat dengan

chim-cay di dalamnya dan tidak adanya halaman pada bangunan. Orientasi kawasan ini didasari atas kaidah Feng shui. Keberadaan kawasan Pecinan yang dekat sungai (Ciliwung di timur dan Cipakancilan di barat) juga didasari atas feng shui yaitu letak yang baik adalah tempat yang dekat dengan sumber mata air, bukit-bukit, gunung-gunung dan lembah-lembah disekeliling bangunan. Orientasi untuk bangunan kelenteng biasanya berada pada arah utara atau selatan. Kelenteng Hok Tek Bio terletak di sebelah utara kawasan Pecinan yang dianggap sebagai ’dudukan’, karena naga bersemayam di utara, sementara selatan dianggap sebagai samudera, sumber air dan sumber kehidupan. Dengan kata lain, Jalan Suryakencana dianggap sebagai jalur naga, dan Kelenteng Hok Tek Bio dianggap sebagai kepalanya.

(13)

kemudian pertokoan dan permukiman yang memanjang ke selatan sepanjang Jalan Suryakencana sebagai badan naga, rumah dan rumah toko yang memiliki arsitektur khas Tionghoa dan Indis, kelenteng dan jalan. Sedangkan yang termasuk ke dalam elemen non-fisik adalah : adat dan budaya seperti adat sehari-hari dan aktivitas budaya (Tahun Baru Imlek, Cap go meh, Peh Cun, dan lainnya). Pada kawasan ini juga terdapat elemen lanskap bersejarah yang sebagian besar (47 elemen/bangunan) telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya baik skala nasional maupun skala Kota Bogor. Beberapa elemen bersejarah yang diamati secara detail adalah : Hok Tek Bio, Rumah Kapitan Tan, Rumah Keluarga Thung, Rumah Abu Keluarga Thung, Jalan Suryakencana Yayasan Kematian Pulasara, Kelenteng Pan Koh, Vihara Dharmakaya, Rumah Bekas Keluarga Thung dan Jalan Roda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan kawasan Pecinan Suryakencana adalah : nilai penting dan integritas kawasan, kebijakan dan dukungan pemerintah Kota Bogor serta dukungan masyarakat baik masyarakat kawasan Pecinan itu sendiri maupun masyarakat luar, termasuk komunitas dan pemerhati keberlanjutan Pecinan. Kawasan Pecinan Suryakencana memiliki nilai penting sebagai salah satu cikal bakal Kota Bogor yang mempunyai karakteristik Pecinan. Kawasan ini merupakan bagian integral dari Kota Bogor yang harus dikembangkan sesuai dengan karakteristiknya. Kawasan ini masih mempunyai integritas karakteristik yang cukup tinggi, baik dari elemen fisik maupun non-fisiknya.

Kawasan masih dihuni sekitar 30 % etnis Tionghoa yang masih menjalankan aktivitas keseharian, tradisi dan adat budaya Cina. Wawancara dengan kuesioner dilakukan terhadap 30 responden masyarakat pada kawasan. Berdasarkan wawancara, didapatkan hasil bahwa 90 % masyarakat masih melaksanakan adat dan budayanya seperti merayakan Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh dan lainnya, sedangkan 10 % responden sudah tidak melakukan adat dan budayanya lagi. Sebagian besar responden mengetahui sejarah kawasan ini, baik karena pernah mengalaminya atau karena cerita dari orang tua. Menurut mereka, kawasan ini banyak berubah menjadi tidak nyaman tapi semua responden berpendapat bahwa kawasan Pecinan ini harus dilestarikan.

Sedangkan menurut persepsi masyarakat luar/pengunjung kawasan, didapatkan hasil frekuensi responden dalam melewati kawasan lebih dari 16 kali dan sebagian besar datang dengan tujuan berbelanja karena banyaknya fasilitas perbelanjaan yang tersedia di kawasan Pecinan.Sebagian besar responden mengetahui sedikit sejarah kawasan dari orang tua. Menurut mereka, kawasan ini banyak berubah menjadi tidak nyaman tapi juga berpendapat bahwa kawasan Pecinan ini harus dilestarikan.

Dari aspek kebijakan, kawasan ini merupakan Sub Bagian Wilayah Kota D (Sub BWK D) untuk perdagangan, jasa dan permukiman serta telah ditetapkan dalam zoning regulation Kota Bogor. Hal ini merupakan peluang untuk mengembangkan kawasan sekaligus mengaturnya agar karakteristik kawasan tetap terjaga. Keberadaan BCB juga seharusnya memperkuat komitmen Pemerintah Kota Bogor untuk melindungi BCB tersebut dan lingkungannya.

(14)

kawasan Pecinan adalah integritas lanskap yang masih cukup kuat baik secara fisik pada beberapa area maupun non–fisik berupa aktivitas kehidupan sehari-hari dan aktivitas budaya masyarakat Tionghoa serta rasa bangga masyarakat sebagai keturunan Tionghoa dan kemauan para tokoh Tionghoa untuk melestarikan kebudayaannya. Faktor yang menjadi kelemahan adalah adanya area-area yang padat, semrawut dan tidak sesuai dengan karakter Pecinan, minat generasi muda yang tidak mengikuti budaya Tionghoa serta terbatasnya dana untuk melestarikan bangunan-bangunan berarsitektur Tionghoa.

Faktor peluang yang mendukung keberlanjutan lanskap kawasan ini adalah telah ditetapkannya kawasan sebagai Sub BWK D (zona perdagangan dan jasa) dan dalam Zoning Regulation Kota Bogor serta dukungan masyarakat / organisasi yang mendukung pelestarian kawasan Pecinan. Sedangkan faktor yang menjadi ancaman adalah belum terintegrasinya kebijakan penetapan kawasan sebagai Sub BWK D dengan rencana pelestarian/perlindungan kawasan Pecinan, serta pesatnya infiltrasi budaya luar dan pendatang sehingga mengikis karakter Pecinan.

(15)

KRISHTA PARAMITA KURNADI

A34204038

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(16)

JUDUL : STUDI LANSKAP BERSEJARAH

KAWASAN PECINAN SURYAKENCANA, BOGOR

NAMA : KRISHTA PARAMITA KURNADI

NRP : A34204038

DEPARTEMEN : ARSITEKTUR LANSKAP

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, M.Sc. NIP. 131 578 796

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP.131 124 019

(17)

merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Alm. Ir. Tatang Kurnadi dan Ibu Nancy Ratna Chandra.

Penulis memulai pendidikan di TK Ananda pada tahun 1989 – 1992. Kemudian pada tahun 1992 – 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SD Ananda yang dilanjutkan ke SLTP Mardi Yuana Bondongan pada tahun 1998 – 2001. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

(18)

Namo Buddhaya, Namo Dhammaya, Namo Sanghaya,

Puji syukur dipanjatkan kepada Sanghyang Adi Buddha dan Triratna yang telah memberikan berkah, kekuatan dan lindungan-Nya sehingga pembuatan skripsi. yang berjudul “Studi Lanskap Bersejarah Kawasan Pecinan, Suryakencana, Bogor“ ini dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, M.Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, saran dan arahan selama penulis menyelesaikan studi;

2. Vera Dian Damayanti, SP. MLA dan Dr. Ir. Tati Budiarti, MS sebagai dosen penguji atas masukan dan sarannya untuk perbaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Aris Munandar, MS. sebagai dosen pembimbing akademik atas

saran dan arahannya selama penulis menempuh perkuliahan di Departemen Arsitektur Lanskap;

4. Seluruh dosen dan staf Departemen Arsitektur Lanskap;

5. Keluarga tercinta, mama dan koko yang selalu memberikan semangat, doa dan cinta kepada penulis;

6. Om Setiadi Soepandi, Om David Kwa, Om Mardi, Om Siang Yang, Om Kartalugina, Tante Paradise, Lenih, Yoke, Mario, Teguh Mas Oye, dan nara sumber lainnya yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi yang berguna untuk skripsi ini;

7. Diena dan Kak Sano La’40 sebagai teman seperjuangan mencari data di Pemda Bogor;

8. Sekar sebagai sahabat senasib sepenanggungan sejak matrikulasi;

9. Sari, Ipep, Ria, Dimas, Nana, Neno, Hendy, Ridho, Occy, Putri, Aini, Tyas, Dhita, Memey, Yuni, Dinny, Sita, Ozy, Fida, Sonny, Deni, Putera dan Ocha atas dukungannya baik dukungan moril maupun materil saat penulis menyelesaikan skripsi;

(19)

11.Teman-teman ARL 41 lainnya (Dian, Lintang, Ratih, Intan, Ita, Dayat, Anjar, Anggi, Jafar, Cici, Dyah, Fhaey, Imad, Inge, Ammar, Ricki, dan Yosi) atas segala keceriaan dan kebersamaannya;

12.Lanskap angkatan 43 atas canda tawa dan kebersamaannya selama penulis menjadi asisten;

13.Teman-teman dekat penulis (Christine, Astuti, Veni, Eno, Panoel, Bundo, Putri, Banthe, Titong, Baba, Aceu, Nana, Ombun, Chai, Tya, Vera, Ai, Titin, Wilin, Andreas, Cece dan lainnya);

14.Lanskap angkatan 42, 40, 39, 38 dan 37;

15.Last but not least, I dedicate this to my beloved father. Luv U Pa.

Penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi pembaca dan dapat menjadi masukan untuk pelestarian kawasan Pecinan di Indonesia

Bogor, Imlek 2560

(20)

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar belakang... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Lanskap Sejarah ... 4

2.2 Benda Cagar Budaya... 5

2.3 Pelestarian, Pengembangan dan pengelolaan Lanskap Bersejarah ... 7

2.4 Lanskap Sejarah di Kawasan Perkotaan ... 13

2.5 Kawasan Pecinan di Kota Bogor ... 14

III. METODOLOGI... 16

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Metode Penelitian ... 17

IV. KONDISI UMUM LANSKAP... 22

4.1 Lokasi, Luas dan Batas Wilayah Tapak... 22

4.2 Iklim ... 23

4.3 Topografi ... 24

4.4 Pola Penggunaan Lahan ... 24

4.5 Jaringan Transportasi dan Sirkulasi ... 28

4.6 Sejarah Perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana ... 28

4.7 Kondisi Sosial Ekonomi... 30

4.7.1 Sistem Kemasyarakatan... 32

4.7.2 Pimpinan Masyarakat ... 33

4.7.3 Sistem Perdagangan... 34

V. IDENTIFIKASI LANSKAP PECINAN... 36

5.1 Orientasi Kawasan ... 36

5.2 Karakter Lanskap Kawasan... 37

5.3 Elemen Lanskap Pecinan ... .39

5.3.1 Rumah... 39

(21)

5.3.3 Kelenteng... 43

5.3.4 Jalan ... 43

5.4 Elemen Lanskap Sejarah ... 44

5.4.1 Kelenteng Hok Tek Bio ... 44

5.4.1.1 Sejarah Singkat... 45

5.4.1.2 Kondisi Fisik ... 45

5.4.1.3 Pengelolaan Pelestarian... 45

5.4.1.4 Lingkungan ... 46

5.4.2 Rumah Kapitan Tan... 47

5.4.2.1 Sejarah Singkat... 47

5.4.2.2 Kondisi Fisik ... 48

5.4.2.3 Pengelolaan Pelestarian... 48

5.4.2.4 Lingkungan ... 48

5.4.3 Rumah Keluarga Thung... 49

5.4.3.1 Sejarah Singkat... 49

5.4.3.2 Kondisi Fisik ... 49

5.4.3.3 Pengelolaan Pelestarian... 50

5.4.3.4 Lingkungan ... 50

5.4.4 Bangunan Bekas Hotel Pasar Baroe ... 50

5.4.4.1 Sejarah Singkat... 50

5.4.4.2 Kondisi Fisik ... 51

5.4.4.3 Pengelolaan Pelestarian... 51

5.4.4.4 Lingkungan ... 52

5.4.5 Jalan Suryakencana... 52

5.4.5.1 Sejarah Singkat... 52

5.4.5.2 Kondisi Fisik ... 53

5.4.5.3 Pengelolaan Pelestarian... 53

5.4.5.4 Lingkungan ... 54

5.4.6 Rumah Abu Keluarga Thung... 54

5.4.6.1 Sejarah Singkat... 54

5.4.6.2 Kondisi Fisik ... 55

(22)

5.4.6.4 Lingkungan ... 55 5.4.7 Yayasan Kematian Pulasara ... 56

5.4.7.1 Sejarah Singkat... 56 5.4.7.2 Kondisi Fisik ... 57 5.4.7.3 Pengelolaan Pelestarian... 57 5.4.7.4 Lingkungan ... 57

5.4.8 Kelenteng Pan Koh / Vihara Mahabrahma... 57 5.4.8.1 Sejarah Singkat... 58 5.4.8.2 Kondisi Fisik ... 58 5.4.8.3 Pengelolaan Pelestarian... 59 5.4.8.4 Lingkungan ... 59

5.4.9 Vihara Dharmakaya ... 60 5.4.9.1 Sejarah Singkat... 60 5.4.9.2 Kondisi Fisik ... 60 5.4.9.3 Pengelolaan Pelestarian... 60 5.4.9.4 Lingkungan ... 61

5.4.10 Rumah Bekas Keluarga Thung... 61 5.4.10.1 Sejarah Singkat... 61 5.4.10.2 Kondisi Fisik ... 62

5.4.10.3 Pengelolaan Pelestarian... 62 5.4.10.4 Lingkungan ... 62 5.4.11 Jalan Roda... 63

5.4.11.1 Sejarah Singkat... 63 5.4.11.2 Kondisi Fisik ... 63

5.4.11.3 Pengelolaan Pelestarian... 64 5.4.11.4 Lingkungan ... 64 5.5 Adat dan Budaya ... 68

5.5.1 Adat Sehari-hari... 68 5.5.1.1 Pernikahan... 68 5.5.1.2 Kematian ... 70

(23)

5.5.2.1.1 Aktivitas ... 70 VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERLANJUTAN

LANSKAP SEJARAH... 81 6.1 Nilai Penting Lanskap ... 81 6.2 Integritas Lanskap ... 82 6.2.1 Elemen Fisik (tangible) ...82 6.2.2 Elemen Non-Fisik (Intangible)... 87 6.3 Aspek Legal dan Pengelolaan ... 87 6.4 Persepsi dan dukungan Masyarakat ... 89 6.4.1 Persepsi Masyarakat ... 90 6.4.2 Persepsi Pengunjung... 90 VII. USULAN PELESTARIAN KAWASAN PECINAN... 92 7.1 Analisis SWOT... 92

(24)

8.2 Saran ... 101

(25)
(26)
(27)
(28)

1. Kuesioner Persepsi Masyarakat Terhadap Kawasan Pecinan ... 107 2. Kuesioner Persepsi Masyarakat Luar Terhadap Kawasan

Pecinan ... 111 3. Identitas Responden Masyarakat Kawasan Pecinan Suryakencana

(29)

1.1 Latar Belakang

Suatu kota tidak akan berkembang tanpa ada perkembangan dari kawasan-kawasan yang berada di dalamnya. Setiap kawasan-kawasan akan memiliki identitas dan kekhasan yang berbeda dengan kawasan lainnya, identitas dan kekhasan kawasan ini akan membuat nilai sebuah kota menjadi kuat. Seperti kota-kota yang kian lama menjadi serupa dan tidak mudah dibedakan satu sama lain, maka bangunan dan daerah bersejarah tertentu dapat dikatakan sebagai unsur kualitas perkotaan yang positif. Kota yang memiliki bermacam-macam bagian akan lebih menyenangkan daripada yang homogen atau menyerupai kota lain (Attoe, 1988).

Rencana pengembangan kota yang baik harus dapat mengekspresikan waktu, teknologi dan cita-cita serta mengadaptasi kesatuan organik yang berakar pada masa lalu dan berorientasi terhadap masa depan (Simonds, 1983). Dalam pengembangan suatu kota haruslah memperhatikan sejarah pengembangan wilayah tersebut pada masa lalu, juga memperhatikan karakter lokal agar tercipta suatu kesatuan ruang dengan karakter yang khas pada setiap bagian kota.

Perkembangan kota yang tidak terkendali di Indonesia membuat identitas kota melemah sehingga membuat kota tersebut tidak begitu berbeda dengan kota lainnya. Pada umumnya, identitas yang lemah disebabkan oleh pemusnahan bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah yang tinggi, nilai arsitektur lokal/tradisional dan nilai keunikan akibat komersialisasi pembangunan perkotaan yang tidak terarah (Budiharjo, 1997).

Kota Bogor juga memiliki sejarah dan keragaman sosial budaya yang tinggi, hal ini tercermin dari etnis masyarakat, adat masyarakat yang berbeda-beda sesuai etnis dan bentuk bangunannya yang khas dan menonjolkan keunikan budayanya. Salah satu keragaman sosial budaya tersebut dapat terlihat jelas pada kawasan Pecinan yang terletak di Jalan Suryakencana yang meliputi Kelurahan Gudang dan Kelurahan Babakan Pasar.

(30)

ruko. Golongan elite cenderung menghuni bagian selatan. Rumah mereka biasanya mencirikan gaya hidup yang kebarat-baratan dengan menggunakan ragam, bentukan bangunan Belanda dan menghuni rumah tipe vila (http://www.arsitekturindis.com/index.php/archives/2003/09/page/2/).

Selain menarik sebagai pusat perniagaan, kawasan Pecinan ini terletak di jalan utama Kota Bogor dan juga memiliki bangunan-bangunan yang bernilai sejarah dan kuliner yang khas. Bahkan beberapa peninggalan sejarah tersebut ada yang telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya oleh pemerintah Bogor. Sayangnya objek-objek tersebut kurang mendapat perhatian padahal suatu kota dapat menjadi terkenal karena disebabkan oleh kuatnya identitas sejarah yang dimiliki dan juga dari arsitektur, jalan-jalan dan lingkungannya yang unik. Sebab yang lain adalah peran kota yang penting dari segi pendidikan, rekreasi, dan aktivitas budaya juga karena kota tersebut relatif mudah dicapai, memiliki reputasi baik dan tercantum secara luas di buku panduan wisata dan peta.

Letak Kota Bogor yang strategis antara Jakarta dan Bandung, membuat Kota Bogor semakin berkembang pesat, sayangnya perkembangan ini dapat membuat keragaman dan keunikan sejarah dan budaya yang ada menjadi hilang. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya penyelamatan terhadap kawasan / lanskap yang mempunyai identitas kuat dan nilai sejarah penting, agar tetap lestari menjadi bagian Kota Bogor dan bahkan dapat memberikan nilai tambah yang diharapkan akan memberi makna bagi keberlanjutan kota Bogor untuk berkembang menjadi lebih baik.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakter dan kondisi lanskap sejarah / budaya di kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor.

(31)

1.3 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Memberikan informasi tentang keadaan dan karakter lanskap kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor.

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanskap Sejarah

Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat digolongkan sebagai keindahan (beauty) bila memiliki kesatuan harmoni dalam hubungan antar seluruh komponen pembentuknya dan dikatakan ugliness bila tidak terdapat unsur kesatuan (unity) diantara komponen-komponen pembentuknya (Simonds, 1983). Sedangkan menurut Eckbo (1964), lanskap adalah ruang di sekeliling manusia yang mencakup segala sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan serta merupakan pengalaman terus menerus di sepanjang waktu dan seluruh ruang kehidupan manusia.

Dalam konteks lanskap sejarah, lanskap menurut Goodchild (1990) merupakan area tertentu yang memiliki karakteristik-karakteristik tertentu atau berupa komposisi beberapa feature yang menjadikan area tersebut dapat dikenali sebagai salah satu tipe lanskap sejarah yang telah diakui. Tipe-tipe tersebut mencakup :

1. Lanskap pedesaan, yang mencirikan karakter desa pada periode waktu tertentu pada masa lalu,

2. Lanskap perkotaan, yang mencirikan karakter kota pada periode waktu tertentu di masa lalu,

3. Lanskap industri, yang memiliki bukti-bukti fisik sebagai lokasi penting dalam perkembangan industri,

4. Lanskap yang terkait dengan bangunan atau monumen sejarah dari individu atau sekelompok masyarakat,

5. Taman dan tempat rekreasi bersejarah,

6. Lanskap yang berhubungan dengan sesorang atau masyarakat atau peristiwa penting dalam sejarah,

7. Lokasi yang sejak dahulu telah dikenal karena pemandangannya yang indah.

(33)

1. Lanskap tersebut merupakan suatu contoh penting dan harus dihargai dari suatu tipe lanskap atau taman;

2. Mengandung bukti-bukti penting dan menarik untuk mempelajari sejarah tentang tata guna lahan, lanskap dan taman, atau sikap budaya terhadap lanskap atau taman;

3. Memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat atau peristiwa sejarah yang penting;

4. Mengandung nilai-nilai yang terkait dengan bangunan-bangunan bersejarah, monumen-monumen atau tapak-tapak bersejarah lainnya.

Sedangkan menurut Harvey dan Buggey (1988), lanskap sejarah merupakan lanskap yang berasal dari masa lampau dan didalamnya terdapat bukti fisik tentang keberadaan manusia. Lanskap tersebut menitikberatkan kepada lanskap budaya, yaitu berkaitan dengan kontribusi manusia terhadap karakter lahan yang ada. Kontribusi ini berupa kemampuan manusia untuk berinteraksi dan mengeksploitasi lingkungannya, yang membuat tempat hidup manusia di dunia menjadi istimewa dan menjadi lanskap yang bernilai sejarah (Goodchild, 1990).

2.2 Benda Cagar Budaya

Elemen dan lanskap sejarah yang mempunyai nilai sejarah sangat penting untuk skala nasional dan ditetapkan untuk dilindungi oleh pemerintah disebut Benda Cagar Budaya (BCB). Menurut UU No. 5 Tahun 1992, Bab 1 Pasal 1, kriteria benda cagar budaya adalah sebagai berikut :

1. (a) Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang dapat berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

(34)

2. Situs, yaitu lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya.

Kepemilikan benda cagar budaya diantaranya dijelaskan dalam Bab 2 Pasal 2, yaitu sebagai berikut :

1. Perlindungan dan/atau pelestarian BCB, benda yang diduga BCB, benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya baik bergerak atau tidak bergerak, dan situs yang berada di wilayah Republik Indonesia dikuasai oleh Negara.

2. Penguasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan terhadap pemilikan, pendaftaran, pengalihan, perlindungan, pemeliharaan, penemuan, pencarian, pemanfaatan, pengelolaan, perizinan dan pengawasan.

3. Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diselenggarakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang berlaku

Perlindungan dan pemeliharaan BCB diantaranya dijelaskan dalam Bab 4 Pasal 23, yaitu sebagai berikut :

1. Perlindungan dan pemeliharaan BCB dilakukan dengan cara penyelamatan, pengamanan, perawatan dan pemugaran

2. Kepentingan perlindungan BCB dan situs diatur batas-batas situs dan lingkungannya sesuai dengan kebutuhan

3. Batas-batas situs dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan sistem pemintakatan yang terdiri dari mintakat inti, penyangga dan pengembangan.

(35)

inti yang dapat dikembangkan untuk difungsikan sebagai sarana sosial, ekonomi dan budaya yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian BCB dan situsnya.

2.3 Pelestarian, Pengembangan dan Pengelolaan Lanskap Bersejarah

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), pelestarian lanskap bersejarah adalah usaha manusia untuk melindungi peninggalan atau sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan negatif yang merusak keberadaanya atau nilai yang dimilikinya. Tujuan dari upaya ini adalah untuk memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik berdasar kekuatan aset-aset budaya lama, dan melakukan pencangkokan program-program yang menarik dan kreatif, berkelanjutan, partisipatif dengan memperhitungkan estimasi ekonomi.

Nurisjah dan Pramukanto (2001) juga mengemukakan bahwa tujuan pelestarian lanskap terkait dengan aspek dan budaya secara lebih spesifik adalah untuk :

1. Mempertahankan warisan budaya/sejarah yang memiliki karakter spesifik suatu kawasan, seperti Jalan Malioboro di Yogyakarta, berbagai kawasan/areal Pecinan, kota-kota peninggalan budaya/sejarah terdahulu. 2. Menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu

kawasan tertentu yang relatif modern akan memiliki kesan visual dan sosial yang berbeda.

3. Memenuhi kebutuhan psikis manusia, untuk dapat melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau-masa kini-masa depan yang tercermin dalam objek/lanskap untuk selanjutnya dikaitkan dengan harga diri, percaya diri, dan sebagai identitas diri suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu.

4. Menjadikan motivasi ekonomi, dapat mendukung perekonomian kota/daerah bila dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata.

5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu.

(36)

1. Lanskap bersejarah merupakan bagian yang penting dan integral dari warisan budaya (cultural heritage). Keberadaannya dapat mendefinisikan warisan alam sebagai suatu referensi atau landmark yang dapat dimengerti dan juga bernilai penting..

2. Lanskap bersejarah dapat menjadi bukti fisik dan arkeologi dari sejarah suatu warisan budaya.

3. Lanskap bersejarah memberi kontribusi untuk keberlanjutan pembangunan kehidupan berbudaya, keberadaannya dapat dimanfaatkan sebagai obyek yang dapat dikunjungi dan dipelajari.

4. Lanskap bersejarah dapat memberikan suatu kenyamanan publik (public amenity), karena dapat menjadi tempat bersantai, rileks, rekreasi, serta dapat membangkitkan semangat dan menemukan inspirasi.

5. Lanskap bersejarah memiliki nilai ekonomis karena dapat memberikan keuntungan serta mendorong kepariwisataan.

Ada beberapa tindakan pelestarian yang dapat diterapkan pada suatu kawasan atau bagiannya, yang terdiri dari satu tindakan atau campuran dari beberapa tindakan dengan kombinasi yang berbeda (Goodchild, 1990). Beberapa tindakan pelestarian tersebut diantaranya adalah :

1. Rekontruksi, yaitu mengembalikan keadaan suatu obyek atau tempat yang pernah ada, tetapi sebagian besar telah hilang atau sama sekali hilang. 2. Preservasi, yaitu menjaga suatu obyek pada kondisi yang ada, dengan

mencegah kerusakan dan perubahan.

3. Pemberian informasi, sebagai pedoman atau saran kepada pengelola, penghuni, dan pihak yang terkait, seperti pemerintah.

4. Meningkatkan pengelolaan dan perawatan pada tapak.

5. Perbaikan obyek, yaitu memperbaiki obyek yang telah rusak atau keadaannya telah memburuk dengan tidak merubah karakter atau keutuhan obyek.

(37)

7. Stabilitas dan konsolidasi, yaitu memperbaiki dan menyelamatkan obyek dari segi struktur tanpa mengubah atau dengan perubahan yang minimal pada penampakan dan keutuhan sejarahnya.

8. Memperbaiki karakter estetis dari tapak melalui tindakan perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau disain baru berdasarkan nilai sejarah. 9. Adaptasi atau revitalisasi, yaitu menyesuaikan suatu obyek pada suatu

kawasan untuk keadaan atau penggunaan baru yang sesuai, yang dilakukan dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakter sejarah yang dimiliki obyek, sehingga karakter dan keutuhan kawasan asli dapat tetap terpelihara.

Selanjutnya Nurisjah dan Pramukanto (2001) juga mengemukakan beberapa pilihan bentuk tindakan teknis yang umumnya dilakukan dalam upaya pengelolaan lanskap bersejarah, yaitu sebagai berikut :

1. Adaptive use (penggunaan adaptif)

Mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasikan berbagai penggunaan, kebutuhan, dan kondisi masa kini. Kegiatan model ini memerlukan pengkajian yang cermat dan teliti terhadap sejarah, penggunaan, pengelolaan dan faktor lain yang turut berperan dalam pembentukan lanskap tersebut. Pendekatan ini akan memperkuat arti sejarah dan memepertahankan warisan sejarah yang terdapat pada lanskap itu dan mengintergrasikannya dengan kepentingan, penggunaan dan kondisi sekarang yang relevan.

2. Rekonstruksi

Pembangunan ulang suatu bentuk lanskap, baik secara keseluruhan atau sebagian dari tapak asli, yang dilakukan pada kondisi :

- Tapak tidak dapat bertahan lama pada kondisi yang asli atau mulai

hancur karena faktor alam

- Suatu babakan sejarah tertentu yang perlu untuk ditampilkan

- Lanskap yang hancur sama sekali sehingga tidak terlihat seperti

kondisi awalnya

- Alasan kesejarahan yang harus ditampilkan

(38)

- Tidak terdapat lagi peninggalan bersejarah, baik yang disebabkan

karena hilang, hancur, rusak atau berubah.

- Data sejarah, arkeologi, etnografis, dan lanskap memungkinkan

pelestarian dapat dilakukan secara akurat dengan persyaratan minimal

- Rekonstruksi dilakukan pada lokasi tapak asli (original site)

- Tindakan yang dilakukan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap

sumber daya lain

- Alternatif kebijakan dan studi kelayakan sudah dipertimbangkan dan

pilihan alternatif dilakukan sejauh hanya untuk kepentingan tertenu, yaitu agar dapat memperlihatkan kepada masyarakat akan suatu makna sejarah dan untuk meningkatkan apresiasi terhadap nilai tersebut 3. Rehabilitasi

Merupakan tindakan untuk meperbaiki utilitas, fungsi atau penampilan suatu lanskap bersejarah. Pada kasus ini, keutuhan lanskap dan struktur/susunannya secara fisik dan visual serta nilai yang terkandung harus dipertahankan. Tindakan ini dilakukan dengan pertimbangan terhadap kenyamanan, lingkungan, sumber daya alam, dan segi administratif.

4. Restorasi

Merupakan model pelestarian yang paling konservatif, yaitu pengembalian penampilan lanskap pada kondisi aslinya dengan upaya mengembalikan penampilan sejarah dari lanskap ini sehingga apresiasi terhadap karya lanskap ini tetap ada. Tindakan ini dilakukan melalui penggantian atau pengadaan elemen yang hilang atau yang tidak ada, atau menghilangkan elemen tambahan yang mengganggu. Tindakan ini dapat dilakukan secara keseluruhan (murni) atau hanya sebagian.

5. Stabilisasi

Merupakan tindakan dalam melestarikan lanskap atau objek yang ada dengan memperkecil pengaruh negatif terhadap tapak.

6. Konservasi

(39)

yang tidak tepat. Tindakan ini bertujuan untuk melestarikan apa yang ada saat ini, mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung serta mengarahkan perkembangan di masa depan, tindakan ini juga bertujuan untuk memperkuat karakter spesifik yang menjiwai lingkungan/tapak dan menjaga keselarasan antara lingkungan lama dan pembangunan baru mendekati perkembangan aspirasi masyarakat. Dasar tindakan yang dilakukan, umumnya adalah hanya untuk tindakan pemeliharaan.

7. Interpretasi

Merupakan usaha pelestarian mendasar untuk mempertahankan lanskap asli/alami secara terpadu dengan usaha yang dapat menampung kebutuhan dan kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang akan datang. Pendekatan pelestarian dengan tindakan interpretasi ini mencakup pengkajian terhadap tujuan desain dan juga penggunaan lanskap sebelumnya. Desain yang baru haruslah mampu untuk memperkuat integritas nilai historis lanskap ini dan pada saat yang bersamaan juga mengintegrasikannya dengan program kegiatan tapak yang baru diintroduksikan.

8. Period setting, replikasi dan imitasi

Merupakan tindakan penciptaan suatu tipe lanskap pada tapak tertentu yang non orginial site. Tindakan ini memerlukan adanya data dan dokumentasi yang dikumpulkan dari tapak serta berbagai pengkajian akan sejarah tapaknya sehingga pembangunan lanskap tersebut akan sesuai dengan suatu periode yang telah ditentukan sebelumnya (rencana baru). Penerapannya, umumnya tida secara luas tetapi hanya untuk situasi atau kasus tertentu.

9. Release

(40)

memiliki kekurangan karena dapat memberikan andil terhadap kemungkinan hilang atau terhapusnya arti dan nilai sejarah dari lanskap dalam sistem budaya tersebut.

10.Replacement

Merupakan tindakan substitusi atas suatu komuniti biotik dengan lainnya. Misalnya adalah penggunaan jenis tanaman penutup tanah (ground cover) yang dapat menampilkan bentukan lahan, contoh yang lain adalah substitusi spesies dengan spesies lain yang berkarakter sama pada taman-taman barat. Hal yang sama tidak dapat dilakukan pada taman-taman timur karena taman timur memiliki nilai spiritual sehingga tidak dapat disubstitusikan atau digantikan dengan spesies lain.

Sedangkan menurut Harvey dan Buggey (1988), beberapa tindakan yang perlu dilakukan terhadap lanskap bersejarah adalah :

1. Preservasi, yaitu mempertahankan tapak sebagaimana adanya tanpa memperkenankan adanya tindakan perbaikan dan perusakan pada obyek. Campur tangan rendah.

2. Konservasi, yaitu tindakan pelestarian untuk mencegah kerusakan lebih jauh dengan campur tangan secara aktif.

3. Rehabilitasi, yaitu memperbaiki lanskap ke arah standar-standar modern dengan tetap menghargai dan mempertahankan karakter-karakter sejarah. 4. Restorasi, yaitu meletakkan kembali seakurat mungkin apa yang semula

terdapat pada tapak.

5. Rekonstruksi, yaitu menciptakan kembali apa yang dulunya ada tetapi sudah tidak ada lagi pada tapak.

6. Meletakkan apa yang sesuai pada suatu periode, skala, penggunaan, dan seterusnya.

(41)

Adapun langkah-langkah konservasi yang dikemukakan oleh Goodchild (1990), terdiri atas :

1. Identifikasi tapak, yang meliputi identifikasi lokasi dan batas-batasnya 2. Deskripsi awal, yang memuat informasi yang tersedia serta karakter yang

menonjol di kawasan

3. Asssesment awal, yang meliputi kondisi, karakter, dan general significance

dari kawasan serta masalah yang mempengaruhinya 4. Penetapan tindakan yang diperlukan beserta pelakunya

5. Formulasi proposal atau kebijakan yang memerlukan assesment lebih detail

6. Pelaksanaan proposal/kebijakan yang telah disetuji 7. Pengawasan tapak dan konservasinya, dan

8. Review, yang meliputi manajemen, pemeliharaan, konservasi, dan waktu. Menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Museum pada Bab 1 Pasal 1, pengelolaan adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pengkajian, perlindungan, pemeliharaan, pengembangan, dan pemanfaatan di bidang kepurbakalaan, kesejarahan, nilai tradisonal, dan museum

Bab 3 menjelaskan tentang wewenang dan tanggung jawab pengelolaan. Bagian pertama pasal 4 menjelaskan bahwa :

1. Gubernur memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan di bidang kepurbakalaan, kesejarahan, nilai tradisional, dan museum

2. Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan oleh Dinas.

2.4 Lanskap Sejarah di Perkotaan

(42)

merupakan sebuah pusat industri, perdagangan, pendidikan, pemerintahan atau mencakup semua kegiatan tersebut (Gallion dan Eisner, 1996).

Sementara Rapoport (1985), menggunakan beberapa kriteria untuk mendefinisikan suatu kota, yaitu berukuran dan berpenduduk besar, bersifat permanen, memiliki kepadatan minimum, memiliki struktur dan pola dasar, tempat orang melakukan aktivitasnya, mempunyai sarana dan prasarana kota, masyarakat heterogen, sebagai pusat kegiatan ekonomi, pelayanan dan difusi sesuai dengan zaman dan daerahnya.

Kawasan bersejarah merupakan elemen positif yang menunjukkan kualitas dari suatu kota.. Perencanaan kota yang kurang tepat, seperti mengganti karakter suatu kawasan bersejarah menjadi kawasan komersil atau pemukiman dapat mengakibatkan penurunan kualitas suatu lanskap bersejarah. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk melestarikan kembali dalam menunjang program pembangunan kota (Attoe, 1988). Attoe (1988) juga menyatakan bahwa perlindungan benda bersejarah merupakan bagian penting dari perencanaan kota. Perlindungan ini dapat meliputi penggunaan kembali yang bersifat adaptif, rehabilitasi, dan pembangunan kembali kawasan kuno yang terletak di pusat kota.

Simonds (1983) juga mengemukakan bahwa kawasan kota kuno (kota lama) mempunyai daya tarik dari nilai monumental, baik plaza, bangunan, halaman gedung, istana, lapangan dan air mancur. Kota digambarkan sebagai seni tiga dimensi yang terbentuk dari keberadaan bangunan dan ruang terbuka.

2.5 Kawasan Pecinan di Kota Bogor

Pecinan adalah sebuah wilayah kota yang mayoritas penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak terdapat di kota-kota besar di berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau dan kemudian menetap seperti di Amerika serikat, Kanada dan negara-negara Asia Tenggara.

Kawasan Pecinan ini dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

(43)

zaman Hindia Belanda karena pemerintah kolonial melakukan segregasi berdasarkan latar belakang rasial.

2. Faktor sosial berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan dapat saling bantu-membantu. (http://www.ensiklopedia.net/topic/Pecinan.html).

Pada masa pemerintahan J.J. Rochussen (1845-1851) di Buitenzorg

(44)

III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada kawasan Pecinan di Jalan Suryakencana yang meliputi Kelurahan Babakan Pasar dan Kelurahan Gudang, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2008 (Gambar 1).

(45)

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yang meliputi : inventarisasi data, analisis, dan sintesis untuk memformulasikan hasil analisis (Gambar 2). Adapun, penjelasan mengenai tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Inventarisasi data yang merupakan tahap pengambilan data sejarah, data fisik (kondisi lanskap), data/aspek kelembagaan dan data sosial, ekonomi dan budaya (Tabel 1). Inventarisasi data dilakukan dengan cara :

a. Observasi lapang , untuk mengetahui langsung kondisi tapak, yaitu kondisi fisik lanskap bersejarah, karakter lanskap dan lingkungan sekitarnya, dan aktivitas pengguna lanskap.

b. Wawancara/kuesioner (Lampiran 1 dan Lampiran 2):

- Kepada masyarakat yang tinggal di kawasan dan masyarakat luar

kawasan untuk memperoleh data dan informasi mengenai kondisi lanskap, persepsi masyarakat dan sejarah kawasan.

- Kepada tokoh masyarakat (Lim Siang Yang, Kartalugina, Tjia Kin

Sin), para ahli (David Kwa, Setiadi Soepandi, Mardi Lim) dan dinas terkait untuk memperoleh data dan informasi mengenai sejarah kawasan, kondisi lanskap, orientasi kawasan, elemen lanskap sejarah, pengelolaan, pengembangan dan kebijakan.

c. Studi Pustaka, untuk mendapatkan data dan informasi sekunder sebagai penunjang yang tidak didapatkan dari observasi lapang melalui kepustakaan/dokumen, yang dapat diperoleh dari perpustakaan setempat, pemda setempat, museum sejarah dan naskah kuno mengenai keadaan umum tapak dan sejarah kawasan.

Tabel 1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data

No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data

1. Kondisi Lanskap

A. Fisik alami

-Iklim

-Landform

-Curah hujan, kelembaban dan temperatur

- Topografi kawasan

-BMG Darmaga

(46)

-Land Use

B. Fisik non alami

- Struktur bangunan

- Kualitas visual bangunan dan

elemen lainnya

(street furniture,

dll.).

- Jaringan transportasi dan

sirkulasi

- Pola penggunaan lahan

- Tata letak bangunan, fungsi, orientasi, filosofi dan ukuran

- Arsitektur yang menampilkan kekhasan budaya setempat.

- Aksesibilitas, sarana transportasi dan pola sirkulasi

2. Kesejarahan - Sejarah terbentuknya kawasan Pecinan

Suryakencana, Bogor

-Elemen-elemen yang mengandung nilai sejarah

- Studi pustaka,

budaya-ekonomi - Demografi/kependudukan

-Kepercayaan/aktivitas adat

- Aktivitas budaya

- Aktivitas ekonomi

(47)

4. - Persepsi

masyarakat di

dalam dan di luar

kawasan Pecinan.

- Masyarakat kawasan

-Masyarakat luar kawasan (pengunjung)

- Observasi

- Undang-undang, Perda, norma adat

- Undang-Undang

-Sistem pengelolaan oleh masyarakat

- Studi pustaka,

2. Analisis dilakukan untuk menganalisa keterkaitan data yang diperoleh dengan melihat potensi dan kendala yang mempengaruhi kelestarian dan kemungkinan pengembangannya. Analisis–analisis yang dilakukan yaitu :

a. Analisis deskriptif dan spasial untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan lanskap yang masih mempunyai karakter khas Pecinan dan keberadaan elemen–elemen lanskap sejarah.

b. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap sejarah : - Integritas karakter lanskap, dinilai berdasarkan karakter fisik dan

non-fisik pada lanskap sejarah, termasuk menilai integritas elemen lanskap bersejarah, berdasarkan :

1. Kondisi fisik, dinilai berdasarkan keutuhan dan terawat tidaknya elemen lanskap bersejarah.

2. Lingkungan, dinilai berdasarkan apakah kondisi lingkungan baik fisik maupun aktivitas disekitar elemen bersejarah dapat mendukung karakter lanskap bersejarah atau tidak,

(48)

Tabel 2. Kriteria Penilaian Integritas Elemen Lanskap Sejarah

- Kebijakan dan dukungan pemerintah - Persepsi dan dukungan masyarakat

Selanjutnya dilakukan pendekatan analisis SWOT yang didapatkan dari faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap keberlanjutan kawasan Pecinan Suryakencana yang akan digunakan sebagai dasar untuk memperoleh strategi pelestarian kawasan Pecinan.

(49)

• Karakter Lanskap Pecinan (analisis

deskriptif dan spasial)

• Faktor – faktor keberlanjutan lanskap bersejarah (analisis nilai integritas

elemen lanskap bersejarah dan

SWOT)

Konsep Pelestarian Lanskap Kawasan Pecinan : • Zonasi pelestarian lanskap kawasan Pecinan • Usulan pelestarian lanskap

Aspek sosial :

(50)

IV. KONDISI UMUM LANSKAP

4.1 Lokasi, Luas dan Batas Wilayah Tapak:

Kawasan Pecinan Suryakencana terletak di Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan salah satu dari 6 kecamatan yang terdapat di Kota Bogor. Kecamatan Bogor Tengah sendiri memiliki luas wilayah 813 ha. Wilayah kecamatan Bogor Tengah mencakup 11 kelurahan yang meliputi 99 RW dan 436 RT.

Secara administratif, batas-batas wilayah Kecamatan Bogor Tengah adalah sebagai berikut :

- Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bantarjati dan Kelurahan Tanah Sareal

- Sebelah selatan berbatasan dengan Kali Cipakancilan, Kelurahan Bondongan

- Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Ciliwung, Kali Ciharahas dan Jalan Tol Jagorawi

- Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Menteng dan Sungai Cisadane Kawasan Pecinan Suryakencana tepatnya terletak di Kelurahan Babakan Pasar dan Gudang (Gambar 1). Luas Kelurahan Babakan Pasar sendiri adalah 41 ha dan luas Kelurahan Gudang adalah 32 ha. Batas kawasan studi adalah :

- Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Otto Iskandar Dinata dan Kebun Raya Bogor

- Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Siliwangi - Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Ciliwung - Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Empang

(51)

Zoning Regulation Kawasan Pecinan Suryakencana baru akan dilaksanakan pada akhir tahun 2008, sementara tahun lalu program yang sama sudah dilaksanakan pada kawasan kolonial Sempur Taman Kencana.

4.2 Iklim

Iklim merupakan faktor-faktor tidak tetap yang saling berhubungan yang meliputi suhu dan radiasi matahari, curah hujan, serta kelembaban udara. Dari data iklim Kota Bogor tahun 2008 (Tabel 3), curah hujan rata-rata adalah 298.6 mm/bulan, kelembaban rata-rata 84 % dan temperatur rata-rata 25.5˚ C. Curah hujan tinggi terjadi pada bulan November dan terendah pada bulan Juli. Kelembaban udara tinggi terdapat pada bulan Februari dan terendah pada bulan Juli. Meskipun temperatur rata-rata 25.5˚ C dan relatif stabil sepanjang tahun. Namun dari observasi lapang, pada siang hari temperatur terasa cukup panas.

Tabel 3. Data Iklim Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun 2008

Bulan Temperatur (°C) Kelembaban (%) Curah Hujan

(mm)

Januari 25.7 84 276.4

Februari 24.4 90 287.2

Maret 25.1 87 480.9

April 25.6 86 371.9

Mei 25.8 82 228.1

Juni 25.6 83 223.4

Juli 25.2 77 19.8

Agustus 25.6 81 166.2

September 25.9 80 418.8

Oktober 25.8 84 278.6

November 25.8 86 538.9

Desember 25.5 88 293.2

Rata-rata 25.5 84 298.6

(52)

4.3 Topografi

Ketinggian Kecamatan Bogor Tengah termasuk wilayah dataran dengan ketinggian 201-300 m dpl. Sebagian besar wilayah Kecamatan Bogor Tengah mempunyai kemiringan 0-2% (datar) dan 2-15% (landai) yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas umum, jalan dan sebagainya karena mempunyai kendala kemiringan lereng yang kecil.

4.4 Pola Penggunaan Lahan

(53)

Tabel 4. Penggunaan Lahan di Kecamatan Bogor Tengah

No Jenis Penggunaan Lahan Luas(Ha) %

1. Pemukiman 373,4 46

2. Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial 218,3 27

Perkantoran 43,6 5,4

Pendidikan 48,2 6

Lahan tidak terbangun 107,8 13,3

Lahan Terbangun 704,8 86,7

Total 813 100.00

(Sumber : RP4D, 2007)

Kondisi umum Kelurahan Babakan Pasar dan Gudang dapat digambarkan bahwa penggunaan lahan perumahan/permukiman memiliki luas yang paling besar, yaitu 53,3 ha (14,3%). Fasilitas perdagangan dan jasa juga memiliki luas yang paling besar dari seluruh fasilitas sosial dan umum lainnya, yaitu 9,8 ha (18,7%). Berdasarkan Rencana Pengembangan dan Penataan Ruang Kecamatan Bogor Tengah Tahun 2002-2012 tentang Rencana Pembagian Sub Bagian Wilayah Kota (Sub BWK), Kecamatan Bogor Tengah dibagi menjadi (Gambar 3) :

- Sub BWK A (Kelurahan Paledang), kegiatan utama sebagai kawasan

wisata ilmiah serta pemerintahan skala regional, kemudian kegiatan pelengkap lainnya adalah permukiman, pendidikan dan kegiatan jasa perbankan.

- Sub BWK B (Kelurahan Sempur dan Babakan), kegiatan utama sebagai

(54)

- Sub BWK C (Kelurahan Tegallega), kegiatan utama sebagai kawasan

pendidikan tinggi serta adanya Rumah Sakit dengan skala pelayanan regional kota dan dilengkapi oleh kawasa n permukiman, perbelanjaan dan niaga.

- Sub BWK D (Kelurahan Babakan Pasar dan Gudang), kegiatan utama

sebagai kawasan perdagangan (CBD) dan penggunaan lahan penunjangnya adalah kegiatan jasa dan permukiman.

- Sub BWK E (Kelurahan Panaragan dan Kebon Kelapa), kegiatan utama

perdagangan skala kota serta penggunaan lahan penunjang berupa permukiman dan pendidikan.

- Sub BWK F (Kelurahan Ciwaringin), kegiatan utama yang diarahkan

sebagai kawasan pemerintahan, permukiman dan industri kecil serta penggunaan untuk kegiatan penunjang berupa kawasan pendidikan dan jasa.

- Sub BWK G (Kelurahan Cibogor dan Pabaton), kegiatan utama sebagai

(55)

(Sumber : Rencana Pengembangan dan Penataan Ruang Kecamatan Bogor Tengah, 2002)

Gambar 3. Peta Pembagian Sub BWK Kecamatan Bogor Tengah Legenda :

1 = Sub BWK A (Kelurahan Paledang dan Kebun Raya Bogor) 2 = Sub BWK B (Kelurahan Sempur dan Babakan)

3 = Sub BWK C (Kelurahan Tegallega)

4 = Sub BWK D (Kelurahan Babakan Pasar dan Gudang) 5 = Sub BWK E (Kelurahan Panaragan dan Kebon Kelapa) 6 = Sub BWK F (Kelurahan Ciwaringin)

(56)

4.5 Jaringan Transportasi dan Aksesibilitas

Pada Kawasan Pecinan Suryakencana terdapat beberapa jalan seperti Jalan Suryakencana, Jalan Roda, Jalan Pedati dan lainnya. Jalan Suryakencana adalah jalan arteri primer Kota Bogor. Letaknya yang strategis dan tegak lurus dengan Kebun Raya Bogor membuatnya aksesibilitasnya relatif mudah. Pada kawasan ini juga terdapat trotoar yang beberapa bagiannya sudah mulai rusak, berlubang dan licin saat hujan. Karena sirkulasi hanya satu arah, maka kendaraan hanya dapat melalui Jalan Suryakencana dan Jalan Roda dari arah Pasar Bogor, sementara Kampung Cincau hanya dapat dilalui dari arah Gang Aut.

Untuk mencapai Kawasan Pecinan Suryakencana dapat menggunakan berbagai alternatif sarana transportasi umum maupun pribadi. Bila menggunakan sarana transportasi umum dapat menggunakan angkutan umum 02 (dari Bubulak), 03 (dari Ciapus), 04 (dari Rancamaya), 04A (dari Cihideung), 05 (dari Cimahpar), 06 (dari Ciheuleut), 08 (dari Warung Jambu), 10 (dari Merdeka), 11 (dari Baranang Siang), 18 (dari Mulyaharja) dan bemo.

4.6 Sejarah Perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana

Pada masa penjajahan Belanda, orang-orang Cina telah berjasa menemukan teknik baru pengolahan padi, pompa berpedal, pemeras kelapa, bajak, teknik pembuatan garam, serta teknik-teknik lainnya kepada penduduk setempat. Organisasi Cina di Hindia-Belanda yang pada mulanya berkecimpung dalam bidang sosial-budaya juga mulai mengarah kepada politik, dengan tujuan menghapuskan perlakukan diskriminatif terhadap orang-orang Cina di Hindia Belanda dalam bidang pendidikan, hukum/peradilan, status sipil, beban pajak, hambatan bergerak dan bertempat tinggal.

(57)

kedudukan hukum penduduk Hindia Belanda menjadi tiga kelompok, yaitu yang pertama kelompok orang Eropa termasuk di dalamnya orang Indo Eropa, Yang kedua kelompok Vreemde Oosterlingen atau Orang Timur Asing yang terdiri dari orang Cina, Arab dan orang Asia lainnya. Yang ketiga adalah kelompok Inlander

atau bumiputera (http://www.hikmahbudhi.org/news.php?id=63).

Di Buitenzorg, J.J. Rochussen (1845-1851) pada tanggal 6 Juli 1845 menetapkan keputusan pemerintah Hindia Belanda tentang peraturan pemukiman di Kota Bogor yang isinya antara lain :

- Orang Eropa dan yang disamakan haknya diberi izin membangun rumah di sebelah barat Jalan Raya (sekarang Jalan Sudirman) mulai dari Pal Putih (Witte Paal) atau Pilar Pabaton sampai sebelah selatan kebun raya dan Paledang.

- Orang Cina diberi peruntukan lahan di daerah yang berbatasan dengan Jalan Raya sepanjang Jalan Suryakencana (Handelstraat atau Jalan Perniagaan sesuai dengan fungsinya sebagai sentra ekonomi kota) yang terletak tepat di antara dua sungai (Ciliwung di timur dan Cipakancilan di barat) sampai tanjakan Empang.

Setelah dihapuskannya Wijkenstelsel pada 1915, pembauran permukiman Cina dan Pribumi semakin pesat di kawasan ini. Kawasan Suryakencana sekarang tidaklah berbeda jauh dengan kawasan Suryakencana yang dulu. Kawasan ini masih dihuni mayoritas masyarakat Tionghoa dan menjadi pusat/sentral perekonomian dengan mayoritas pebisnisnya adalah masyarakat Tionghoa dan beberapa tradisi serta budaya yang masih dipertahankan.

(58)

Gambar 4. Suryakencana tahun 1880 Gambar 5. Suryakencana tahun 2008 (Sumber : www.kitlv.nl)

4.7 Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat

Penduduk Kecamatan Bogor Tengah terdiri dari berbagai macam etnis yang tersebar di seluruh wilayah, diantaranya etnis Cina, Arab dan penduduk pribumi yang merupakan pendatang dan tinggal secara turun-temurun di kota ini. Pendatang yang dimaksud berasal dari berbagai daerah baik dari wilayah Jawa Barat khususnya dari hinterland Kota Bogor melalui proses urbanisasi, sehingga masyarakat Kecamatan Bogor Tengah menjadi masyarakat yang heterogen.

(59)

Tabel 5. Jumlah Penduduk Kecamatan Bogor Tengah berdasarkan Etnis Jumlah Orang

Suku Bangsa / etnis

Laki-laki Perempuan Total %

Sunda Priangan 30.742 31.187 61.929 68,2

Jawa 4.438 4.046 8.484 9,3

Banten 29 32 61 0,07

Betawi 831 715 1.546 1,7

Cirebon 24 22 46 0,05

Batak Tapanuli 844 691 1.535 1,7

Cina 3.961 3.823 7.784 8,6

Minangkabau 1.298 1.127 2.425 2,7

Lainnya 3.560 3.486 7.046 7,8

Total 45.727 45.129 90.856 100

(Sumber : BPS Bogor, 2007)

Data tersebut didapatkan dari hasil sensus penduduk yang dilakukan 10 tahun sekali (1990-2000), oleh karena itu jumlah penduduknya berbeda dengan sensus yang dilakukan pada tahun 2005. Pada tahun 2005, jumlah penduduk Kecamatan Bogor Tengah adalah 103.176 jiwa dengan kepadatan penduduk 127 jiwa/Ha, laju pertumbuhan penduduk selama 2001-2005 tercatat sebesar 2,79 % pertahun. Kelurahan Babakan Pasar mencatat laju pertumbuhan rata-rata terbesar, yaitu 9,84 % pertahun, sedangkan Kelurahan Gudang mencatat laju pertumbuhan rata-rata terendah, yaitu sebesar 0,09 % pertahun. Jumlah penduduk di Kelurahan Babakan Pasar pada tahun 2005 adalah 10.251 jiwa dengan kepadatan penduduknya 244 jiwa/Ha, sedangkan Kelurahan Gudang pada tahun 2005 memiliki jumlah penduduk 7.655 jiwa dengan kepadatan penduduk 239 jiwa/Ha.

(60)

4.7.1 Sistem Kemasyarakatan

Dalam sistem kemasyarakatan orang Tionghoa, dikenal dua golongan masyarakat, yaitu golongan masyarakat Tionghoa totok dan golongan masyarakat Tionghoa peranakan. Menurut Tan (2008), golongan masyarakat Tionghoa totok adalah golongan masyarakat yang biasanya bukan berasal dari keturunan campuran, dimana keluarganya sudah berada di Indonesia selama 2 atau 3 generasi, telah memperoleh pendidikan bahasa Cina dan berorientasi budaya Cina, terutama diindikasikan dengan fakta bahwa mereka berbicara Mandarin atau salah satu dari dialek Cina lainnya di rumah, atau setidaknya generasi tertua yang melakukannya. Sedangkan masyarakat Tionghoa golongan peranakan adalah golongan masyarakat yang berasal dari keturunan campuran, dimana keluarganya sudah berada di Indonesia setidaknya selama 3 generasi, yang mungkin telah bersekolah pendidikan bahasa Cina tapi tidak berbicara Cina sebagai bahasa dirumahnya, dan orientasi budayanya lebih kearah budaya daerah tempat mereka tinggal.

Golongan masyarakat Tionghoa peranakan yang kebanyakan terdiri dari orang Hokkian, merasa dirinya lebih tinggi dari golongan Tionghoa totok karena mereka menganggap golongan Tionghoa totok umumnya berasal dari kuli dan buruh. Sebaliknya golongan masyarakat Tionghoa totok memandang rendah golongan Tionghoa peranakan karena mereka dianggap memiliki darah campuran. Dari segi pekerjaan, golongan Tionghoa peranakan banyak yang mendapatkan pendidikan universitas dan memiliki pekerjaan seperti dokter, pengacara dan lainnya tapi cukup banyak juga yang melakukan usaha bisnis dan perdagangan. Sementara golongan Tionghoa totok umumnya yang melakukan usaha bisnis dan perdagangan. Saat ini kawasan Pecinan Suryakencana masih didominasi oleh golongan Tionghoa totok walaupun generasi mudanya sudah mendapatkan pendidikan universitas dan memiliki pekerjaan seperti dokter, pengacara dan lainnya.

(61)

setiap hari hanya untuk sekedar ngobrol. Dulu Lawang Seketeng dan Kampung Cincau yang merupakan kawasan industri Pecinan adalah pusat komunitas golongan masyarakat Tionghoa totok.

4.7.2 Pimpinan Masyarakat

Dulu Pemerintah Belanda mengangkat seseorang yang dipilih dari masyarakat sebagai pimpinan kawasan Pecinan. Pemimpin-pemimpin yang diangkat oleh Belanda itu memiliki pangkat Majoor (pangkat tertinggi), Kapitein,

Luitenant, dan Wijkmeester (Ketua RW). Pemimpin ini mempunyai tugas sebagai perantara yang menghubungkan orang Tionghoa yang ingin mengurus sesuatu hal dengan pemerintah Belanda. Para pemimpin orang Tionghoa ini disebut

Kongkoan dan sistem ini ada sampai kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia, pemimpin–pemimpin tersebut sudah tidak berfungsi lagi.

Tugas utama dari para pemimpin tersebut adalah menjaga ketertiban dan keamanan dari masyarakat Tionghoa, mengurus hal adat istiadat, kepercayaan, perkawinan, perceraian dan memutuskan segala hal. Kongkoan ini mempunyai hak mengadili segala perkara. Mereka juga dapat memberi nasehat pada pemerintah Belanda, terutama dalam masalah penarikan pajak, dan merupakan saluran dari peraturan-peraturan pemerintah terhadap masyarakat Tionghoa.

Di kawasan Pecinan Suryakencana hanya terdapat Kapitein, Luitenant dan

Wijkmeester saja. Mereka sangat dihormati oleh masyarakat setempat dan umumnya dipilih karena mereka mempunyai pengaruh yang besar dan dihormati di antara orang-orang Tionghoa dan orang kaya. Tugas kapitan Cina pada awalnya terpusat pada hal-hal yang berkaitan dengan perdagangan dan ketertiban. Selain itu, tugasnya yang lain adalah mengumpulkan pajak kepala (hoofdgeld der Chineezen), yang harus dibayarkan kepadanya pada tanggal satu setiap bulan. Untuk itu setiap hari pembayaran pajak ditandai dengan pengibaran bendera di depan kediaman Kapitan Cina.

Berdasarkan wawancara dengan David Kwa 2(2008), pada kawasan ini terdapat dua keluarga yang paling berpengaruh dan kaya, yaitu keluarga Tan dan

2

(62)

Thung. Dapat dilihat pada Tabel 6 beberapa nama kapitan dan letnan Cina yang pernah ada di Bogor sejak tahun 1829-1934 didominasi oleh Keluarga Tan. Nama-nama kapitan dan letnan Cina lainnya sebelum tahun 1829 tidak tercatat sehingga tidak terdata dalam Regerings almanak. Saat ini pimpinan masyarakat mengikuti sistem pemerintahan Indonesia. Terdapat lurah untuk masing-masing kelurahan, dan ketua untuk RT dan RW di setiap kelurahan.

Tabel 6. Daftar Nama Kapitan dan Letnan Tionghoa

No Nama Kapitein Kapitein

Titulair Luitenant

(Sumber : David Kwa, 2008)

4.7.3 Sistem Perdagangan

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi studi.
Tabel 3. Data Iklim Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun 2008
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Kecamatan Bogor Tengah
Gambar 3. Peta Pembagian Sub BWK Kecamatan Bogor Tengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan atau lanskap perdesaan menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai kegiatan utama

Perencanaan Ulang Lanskap Kebun Hortikultur Chiquita, Kabupaten Bogor (di bawah bimbingan ARIS MUNANDAR).. Adanya permintaan atas tanaman hias baik sebagai bunga atau daun

Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan ADI HADIANTO). Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran

Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan ADI HADIANTO). Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran

Jika pemasaran dan promosi tergarap dengan baik, potensi wisata budaya yang dimiliki Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor akan lebih dikenal oleh masyarakat luas dan pemerintah

Skripsi yang berjudul Pengaruh Reklame Terhadap Kualitas Estetik Lanskap Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian

Selain bekerja sebagai staf pengajar tetap pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, peneliti juga

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012.. Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PERANCANGAN LANSKAP KOMPLEKS METROPOLITAN JAKARTA MELALUI KEGIATAN MAGANG DI