• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah Di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah Di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PELAJAR SMA MENGENAI PENGELOLAAN SAMPAH DI SMA NEGERI 12 KECAMATAN MEDAN HELVETIA TAHUN 2011

SKRIPSI

OLEH

NELLY R. PANGGABEAN NIM. 051000149

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia seiring peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini, pengelolaan sampah masih menimbulkan permasalahan yang sulit dikendalikan. Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri pathogen), dan juga binatang serangga pemindah/penyebar penyakit (vektor). Sampah banyak dibuang dimana-mana, tak terkecuali juga di sekolah, sampah yang sering dihasilkan di lingkungan sekolah berupa kertas dan bungkusan makanan (jajanan). Sekolah yang belum bersih dan indah harus dapat menerapkan pengelolaan sampah yang baik dan benar.

Penelitian ini adalah bersifat deskriptif yang menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Medan.

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pengetahuan pelajar mengenai pengelolaan sampah terbanyak dalam kategori baik yaitu sebanyak 61 responden (71,8%), sikap pelajar mengenai pengelolaan sampah terbanyak dalam kategori baik yaitu sebanyak 84 responden (98,8%) dan tindakan pelajar mengenai pengelolaan sampah terbanyak dalam kategori cukup yaitu sebanyak 54 responden (63,5%).

Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memberikan pendidikan tentang pentingnya dalam pengelolaan sampah serta melakukan proses monitoring dari kegiatan siswa yang berhubungan dengan sampah dan memberikan sanksi kepada siswa yang melanggar peraturan disekolah dalam hal buang sampah.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Pengesahan

Abstrak ... i-a Abstrack ... i-b

Daftar Riwayat Hidup Penulis ... ii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... ix

BAB I Pendahuluan 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.1 Tujuan Khusus ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Konsep Perilaku ... 7

2.1.1. Perilaku Dalam Bentuk Pengetahuan ... 8

2.1.2. Perilaku Dalam Bentuk Pengetahuan ... 11

2.1.3. Perilaku Dalam Bentuk Tindakan ... 15

2.2. Determinan Perilaku ... 16

2.3. Perilaku Kesehatan ... 18

2.3.1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan ... 18

2.3.2. Perilaku pencarian dan Penggunaan sistem atau FasilitasPelayanan Kesehatan, atau sering disebut Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) ... 19

2.3.3. Perilaku Kesehatan Linkungan ... 19

2.4. Pengertian Sampah ... 20

2.5. Sumber dan Jenis Sampah ... 22

2.5.1. Sumber-sumber Sampah ... 22

2.5.2. Jenis Sampah ... 23

2.6. Komposisi Sampah ... 24

2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah ... 25

2.8. Pengelolaan Sampah ... 26

2.8.1 Penyimpanan Sampah... 27

2.8.2. Pengumplan Sampah ... 27

(4)

2.9. Sistem Pembuangan Sampah di Rumah Tangga ... 29

2.10. Hubungan Sampah dengan Manusia dan Lingkungan ... 30

2.11. Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan ... 31

2.12. Kerangka Konsep ... 33

BAB III Metodologi Penelitian 3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 34

3.2.1. Waktu Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.3.1. Populasi ... 35

3.3.2. Sampel ... 35

3.3.2.1 Besar Sampel ... 35

3.3.2.1 Teknik Pengambilan Sampel ... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

3.4.1. Data Primer ... 36

3.4.2. Data Sekunder ... 36

3.5. Definisi Operasional ... 36

3.6. Aspek Pengukuran ... 38

3.6.1. Pengetahuan ... 39

3.6.2. Sikap ... 39

3.6.3. Tindakan ... 40

3.7. Pengolahan Data ... 41

BAB IV Hasil Penelitian 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

4.2. Karakteristik Responden ... 42

4.3. Sumber Informasi ... 44

4.3.1. Mendapat Informasi dari Orang Tua ... 44

4.3.2. Mendapat Informasi dari Guru Sekolah ... 44

4.3.3. Mendapat Informasi dari Petugas Kesehatan ... 45

4.3.4. Mendapat Informasi dari Media Cetak ... 46

4.3.5. Bentuk Informasi Media Cetak ... 46

4.3.7. Mendapat Informasi dari Media Elektronik ... 47

4.3.8. Bentuk Informasi Media Elektronik ... 47

4.4 Pengetahuan Responden ... 48

(5)

Mengenai Pengolahan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan

Medan Helvetia 20114.5 Sikap Responden ... 51 4.5. Sikap Responden ... 51 4.5.1 Sikap Responden Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai

Pengolahan Sampah di SMA 12 Kecamatan Medan Helvetia

Tahun 2011 ... 52 4.5.2. Tingkat Sikap Responden Tentang Perilaku Pelajar SMA

Mengenai Pengolahan Sampah di SMA 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 ... 56 BAB V Pembahasan

5.1 Karakteristik Responden ... 57 5.2 Sumber Informasi ... 58 5.3 Pengetahuan Responden ... 59 5.3.1 Pengetahuan Tentang Pengolahan Sampah pada SMA 12

Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 ... 59 5.3.2 Tingkat Pengetahuan Tentang Pengolahan Sampah pada SMA 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 ... 64 5.4. Sikap Responden ... 66 5.4.1 Sikap Responden Tentang Pengolahan Sampah pada SMA 12

Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 ... 66 5.4.2 Sikap Total Responden Tentang Pengolahan Sampah pada SMA 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 ... 67 5.5 Tindakan Responden ... 68 5.5.1 Tindakan Responden Tentang Pengolahan Sampah pada SMA 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 ... .68 5.5.2 Tingkat Tindakan Responden Tentang Pengolahan Sampah pada SMA 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 ... 70 BAB VI KESIMPULAN dan SARAN

6.1. Kesimpulan ... 71 6.2. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA

Lampiran

(6)

Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng ………. 21 Tabel 2.2 Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati ……… 22 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Tentang Penggunaan

Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ……….

35

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pernah atau Tidaknya Memperoleh Informasi Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal

Tahun 2010 ………

37

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Cara Memperoleh Informasi Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 …………..

37

Tabel 4.4 Distribusi Frekeunsi Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ……….

38

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ……….

41

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ………..

42

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Sikap Responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ……….

46

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ………

47

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ……….

50

(7)

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Keterkaitan AntaraTingkat Pengetahuan Responden dengan Tingkat sikap responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ……….

53

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Keterkaitan Tingkat Sikap Responden dengan Tingkat Tindakan responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ……….

54

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Keterkaitan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Tingkat Tindakan responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 …………..

55

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Keterkaitan Pendapatan Responden dengan Tingkat Tindakan responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ………..

55

Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Keterkaitan Pengeluaran Responden dengan Tingkat Tindakan responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ………..

57

Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Keterkaitan Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden dengan Tingkat Tindakan responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ……

56 Tahun 2010 ………..

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Keterkaitan Sumber Informasi Yang Didapat Responden Dengan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali (≥2 kali) Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010 ………

(8)

ABSTRAK

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia seiring peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini, pengelolaan sampah masih menimbulkan permasalahan yang sulit dikendalikan. Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri pathogen), dan juga binatang serangga pemindah/penyebar penyakit (vektor). Sampah banyak dibuang dimana-mana, tak terkecuali juga di sekolah, sampah yang sering dihasilkan di lingkungan sekolah berupa kertas dan bungkusan makanan (jajanan). Sekolah yang belum bersih dan indah harus dapat menerapkan pengelolaan sampah yang baik dan benar.

Penelitian ini adalah bersifat deskriptif yang menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Medan.

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pengetahuan pelajar mengenai pengelolaan sampah terbanyak dalam kategori baik yaitu sebanyak 61 responden (71,8%), sikap pelajar mengenai pengelolaan sampah terbanyak dalam kategori baik yaitu sebanyak 84 responden (98,8%) dan tindakan pelajar mengenai pengelolaan sampah terbanyak dalam kategori cukup yaitu sebanyak 54 responden (63,5%).

Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memberikan pendidikan tentang pentingnya dalam pengelolaan sampah serta melakukan proses monitoring dari kegiatan siswa yang berhubungan dengan sampah dan memberikan sanksi kepada siswa yang melanggar peraturan disekolah dalam hal buang sampah.

(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk itu, pembangunan kesehatan perlu diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Menurut H.L. Blum, derajat kesehatan dipengaruhi 4 (empat) macam faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas. Faktor lingkungan dan perilaku merupakan faktor terbesar yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan. Oleh karena itu, lingkungan sehat dan perilaku sehat perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh.

Sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya sampah saja. Bentuk, jenis, dan komposisi sampah padat sangat dipengaruhi oleh tingkat budaya masyarakat dan kondisi alamnya (Kusnoputranto, 2000).

(10)

pathogen), dan juga binatang serangga pemindah/penyebar penyakit (vektor). Oleh

sebab itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin agar tidak menganggu atau mengancam kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan (Notoadmodjo, 2003).

Di negara maju yang sangat peka terhadap masalah kesehatan lingkungan, sampah padat umumnya telah diatur pembuangannya sedemikian rupa, sehingga hampir semua jenis sampah padat telah dipisahkan untuk memudahkan pengolahannya. Sedangkan di negara-negara berkembang, umumnya sampah padat masih dibuang tanpa ada usaha memisah-misahkan terlebih dahulu sehingga wadah-wadah penampungan sampah masih menampung sampah yang sangat heterogen. Berbagai sampah organik dan non organik masih menjadi satu, sehingga menyulitkan penanganannya (Kusnoputranto, 2000).

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Seiring peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini, pengelolaan sampah sebagian besar kota masih menimbulkan permasalahan yang sulit dikendalikan (Mardiana, 2009). Karena penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan mengakibatkan pencemaran air, udara, sehingga berdampak pada kesehatan masyarakat.

(11)

Pengendalian Pencemaran Lingkungan, 60-70 persen total volume pencemaran yang masuk ke sungai-sungai Jakarta disebabkan oleh limbah domestik, sampah rumah tangga (Indonesia News, 2007).

Kota Medan juga terkenal sebagai kota sampah. Volume sampah kota Medan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk dan hadirnya industri-industri baru. Data terakhir menyebutkan bahwa penduduk kota medan telah mencapai 2.102.105 jiwa (data dari BPS 2008-2009), jika diasumsikan produksi sampah kira-kira 2,5 – 3 liter/orang/hari, maka dengan hitungan kasar, volume sampah yang dihasilkan seluruh penduduk kota Medan dalam satu hari sebesar 5 sampai 6 juta liter (Sibuea, 2009)

Dengan volume sampah yang sedemikian besar, dan belum adanya pengelolaan sampah secara saniter (baik dan sehat), maka kota medan diperhadapkan dengan kesulitan penanganan sampah. Sebab sampah berserakan dimana-mana, tidak peduli mau pusat kota atau pinggiran kota. Sampah selalu setia mengisi setiap sudut kota Medan (Sibuea, 2009).

(12)

serius. Namun juga bisa dipakai sebagai media pembelajaran bagi siswa-siswinya (Santoso, 2009).

Sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan bagi anak-anak bangsa, hingga kini belum bisa melaksanakan anjuran untuk bisa hidup bersih dan sehat, walaupun diketahui itu indah. Kenyataannya, banyak sekolah yang masih belum bersih dan indah, bahkan sangat gersang karena tidak ditanami dengan pohon-pohon yang menyejukkan. Banyak sekolah yang masih dikotori dengan sampah. Ada kamar mandi dan WC tersedia, namun kondisinya sangat kotor atau jorok sehingga sangat mengganggu lingkungan sekitar sekolah (Anonim, 2007).

Seharusnya, sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan dan tempat anak bisa belajar harus dapat menerapkan tentang tata cara mengelola sampah yang benar dan bermanfaat. Namun banyak sekolah yang hingga kini tidak mengelola sampah dengan benar. Anak-anak dalam keseharian masih membuang sampah di selokan dan di sungai-sungai. Walau di sekolah sering diajarkan bahwa membuang sampah di sungai dan selokan bisa menyebabkan banjir dan menjadi sumber penyakit yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain (Speedy, 2007).

(13)

lingkungan sekolah tersebut terdiri dari sampah peralatan sekolah seperti kertas dan sampah bungkusan makanan (jajanan). Banyak siswa dan siswinya membuang sampah di selokan dan halaman sekolah, dan hanya petugas kebersihan sekolah yang membersihkan halaman tersebut.

Untuk memperbaiki cara pembuangan sampah, perilaku masyarakat khususnya siswa dan siswi sekolah SMA Negeri 12 Medan sangat berperan penting. Pelajar SMA Negeri 12 Medan juga perlu ditanam nilai-nilai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah, selain ketersediaan tempat sampah di sekolah. Pelajar SMA Negeri 12 Medan juga harus ikut berpartisipasi dalam hal pengolahan sampah dengan cara memisahkan sampah organik dan anorganik dalam dua tempat sampah yang berbeda dan tidak membuang sampah di lingkungan sekolah seperti halaman sekolah dan selokan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti bagaimana gambaran perilaku pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia sebagai usaha preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan siswa-siswi SMU Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia.

1.2. Perumusan Masalah

(14)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011.

2. Untuk mengetahui sikap pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011.

3. Untuk mengetahui tindakan pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Untuk memberikan informasi dan masukan kepada pihak sekolah terkait perilaku pelajar SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia dalam pengelolaan sampah.

2. Untuk memberikan informasi dan masukan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Helvetia di Medan Helvetia khususnya bagian Kesehatan Lingkungan dalam hal Program Pengawasan Sanitasi Lingkungan.

3. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku

Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons). Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a) Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus bersangkutan.

b) Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observeable behaviour”.

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

(16)

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan rangsangan dari luar.

2.1.1. Perilaku Dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.

(17)

bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu: 1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami atau harus dapat menjelaskan objek (materi), menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

(18)

menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

(19)

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2. Perilaku Dalam Bentuk Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 1993).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

(20)

Allport (1954) dalam Soekidjo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu : 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. 2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

(21)

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 1999).

(22)

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula

menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

(23)

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

2.1.3. Perilaku Dalam Bentuk Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 1993).

Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu : 1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

(24)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2. Determinan Perilaku

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Soekidjo, 2003). Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan.

(25)

2. Orang penting sebagai referensi.

Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia katakan dan lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti guru, kepala suku, dan lain-lain.

3. Sumber-sumber daya.

Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja, keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

4. kebudayaan

Perilaku norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.

Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan.

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

(26)

2. Perubahan terencana (planned change), perubahan ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change) ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.

2.3. Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

2.3.1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu :

a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

(27)

orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

2.3.2 Perilaku pencarian dan Penggunaan sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan, atau sering disebut Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita sakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencapai pengobatan ke luar negeri

2.3.3 Perilaku kesehatan Lingkungan

(28)

2.3.4 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah

PHBS di sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat.

Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu :

1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun 2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah

3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat 4. Olahraga yang teratur

5. Memberantas jentik nyamuk 6. Tidak merokok di sekolah

7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan 8. Membuang sampah pada tempatnya (PKK, 2007).

2.4 Pengertian Sampah

Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda-benda atau hal-hal yang dipandang tidak dipergunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup (Azwar, 1990).

(29)

Sampah diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

2. Pengertian sampah menurut Sidik Sasito.

Sampah adalah segala zat padat atau semi padat yang terbuang atau sesuatu yang tidak berguna lagi baik yang dapat membusuk kecuali zat-zat padat atau zat buangan atau kotoran yang keluar dari tubuh manusia (Sasito, 1990). 3. Pengertian sampah menurut Sudarsono.

Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat aktifitas manusia dan binatang yang merupakan bahan yang tidak berguna lagi sehingga dibuang sebagai bahan tidak berguna (Sudarsono, 1990).

4. Pengertian sampah menurut Sudrajat.

Sampah kota secara sederhana diartikan sebagai sampah organik maupun anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di kota tersebut (Sudradjat, 2006).

5. Pengertian sampah menurut Azwar.

(30)

Masih banyak lagi ahli lain yang memberikan batasan-batasan yang pada umumnya mengandung prinsip yang sama, seperti yang dapat kita lihat dari beberapa pengertian di atas yaitu : adanya suatu bahan/benda, bersifat padat, benda tersebut tidak berguna lagi dan terjadinya hubungan dengan kegiatan manusia, baik langsung maupun tidak langsung serta perlu dibuang dengan cara-cara yang sanitasi dan dapat diterima umum.

2.5. Sumber dan Jenis Sampah 2.5.1. Sumber-sumber Sampah

Pembagian sumber sampah menurut sudarsono adalah : 1. Sampah dari rumah tangga.

Adalah sampah yang berasal dari dapur dan kegiatan dalam rumah tangga dan sampah yang dihasilkan umumnya sampah basah.

2. Sampah dari perdagangan/pasar.

Adalah sampah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik dan sampah yang dihasilkan tergantung dari jenis industrinya.

3. Sampah industri.

Adalah sampah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik dan sampah yang dihasilkan tergantung dari jenis industrinya.

4. Sampah dari daerah pembuangan.

(31)

5. Sampah pertanian.

Adalah sampah yang berasal dari pengolahan pertanian dan peternakan serta kegiatan lain di daerah pertanian. Sampah yang dihasilkan umumnya padat. 2.5.2. Jenis Sampah

Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dibagi menjadi 4 (empat) yaitu :

1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, pertanian, dan lainnya.

2. Sampah yang tidak mudah membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam, dan lainnya.

3. Sampah yang berupa debu/abu.

4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun sifat fisis berbahaya (Slamet, 2000).

Jenis sampah dapat dibedakan atas :

1. Garbage, ialah sisa pengelolaan ataupun sisa makanan yang mudah

membusuk. Misalnya kotoran dari dapur rumah tangga, restoran, hotel, dan lain sebagainya.

2. Rubbish, ialah bahan atau sisa pengelolaan yang tidak mudah membusuk,

(32)

3. Ashes, ialah segala jenis abu, misalnya yang terjadi sebagai hasil pembakaran

kayu, batu bara di rumah-rumah ataupun di industri.

4. Dead animal, ialah segala jenis bangkai terutama yang besar seperti kuda,

sapi, kucing, tikus.

5. Street sweeping, ialah segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di

jalan, karena dibuang oleh pengendara mobil ataupun oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab.

6. Industrial waste, ialah benda-benda padat sisa yang merupakan sampah hasil

industri. Misalnya industri kaleng dengan potongan-potongan sisa kaleng yang tidak dapat dipergunakan (Azwar, 1990).

2.6. Komposisi Sampah

Karena sampah berasal dari beberapa sumber, maka komposisinya bervariasi dari yang padat (besi) sampai yang berbentuk busa atau gabus. Volume bahan-bahan yang ada pada sampah juga bervariasi dari yang besar yaitu bangkai-bangkai kendaraan, sampai yang kecil yaitu abu (Azwar, 1990).

Adapun komposisi sampah suatu daerah yang ingin kita ketahui tergantung dari rencana pengolahan sampah yang akan dipakai, atau malah sebaliknya yaitu komposisi sampah ini perlu diketahui untuk perencanaan pengelolaan sampah selanjutnya.

(33)

1. Bahan dari besi atau logam (kaleng-kaleng, besi, paku).

2. Bahan dari kertas (kertas, koran, majalah, karton, dan lain-lain).

3. Bahan dari palstik (plastik pembungkus, bekas alat-alat rumah tangga). 4. Bahan dari karet (ban, sandal, dan lain-lain).

5. Bahan dari kain (sobekan-sobekan kain, gorden, dan lain-lain).

6. Bahan dari beling (pecahan gelas, lampu-lampu, botol-botol, dan lain-lain). 7. Bahan dari kayu (kayu, ranting, kursi, meja, dan lain-lain).

8. Bahan dari batu, tanah, abu, dan lain-lain.

9. “Garbage” (sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan lain-lain).

Komposisi dari bahan-bahan ini dalam sampah penting diketahui dalam hal perencanaan selanjutnya dari cara pengangkutan, pengumpulan, atau pembuangan sampah di suatu daerah (Azwar, 1990).

2.7Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah

Jumlah produksi sampah di suatu daerah tidaklah sama, tergantung oleh beberapa faktor :

1. Jumlah penduduk, kepadatan penduduk serta aktivitas penduduk pada daerah tersebut. Semakin besar jumlah penduduk suatu daerah, maka makin banyak jumlah sampah yang dihasilkan atau dengan kata lain setiap pertambahan penduduk akan diikuti pertambahan jumlah sampah.

(34)

3. Geografi

Faktor geografi juga mempengaruhi produksi sampah misalnya : daerah pegunungan akan berbeda jumlah sampahnya dengan daerah pantai atau dataran rendah atau daerah pertanian.

4. Waktu

Jumlah produksi sampah sangat dipengaruhi oleh faktor waktu (harian atau mingguan).

5. Sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi sangat mempengaruhi jumlah produksi sampah, adat istiadat, taraf hidup, dan lain-lain.

6. Musim/iklim

Misalnya karena musim hujan. 7. Teknologi

Dengan kemajuan teknologi, maka jumlah produksi sampah juga meningkat, misalnya meningkatnya jenis sampah plastik, dan perkembangan kemasan dan obat juga mempengaruhi jumlah sampah (Wasito, 1990).

2.8. Pengelolaan Sampah

Dalam ilmu kesehatan lingkungan, pembicaraan tentang pengelolaan sampah meliputi 3 (tiga) hal, yaitu :

(35)

3. Pembuangan sampah (refuse disposal), kedalamnya termasuk pengangkutan sampah dan sekaligus pula pemusnahan sampah.

2.8.1. Penyimpanan Sampah

Penyimpanan sampah maksudnya adalah tempat sampah sementara, sebelum sampah tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang (dimusnahkan). Jelaslah untuk itu perlu disediakan tempat sampah, yang lazimnya ditemui di rumah tangga, kantor, restoran, hotel, dan sebagainya.

Adapun syarat-syarat tempat sampah yang dianjurkan adalah :

a. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah berseraknya sampah.

b. Tempat sampah mempunyai tutup, tetapi tutup ini dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibuka, dikosongkan isinya, serta dibersihkan. Amat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan.

c. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh satu orang (Azwar, 1990).

2.8.2. Pengumpulan Sampah

Sampah yang disimpan sementara di rumah, kantor atau restoran, tentu saja selanjutnya dapat dikumpulkan, untuk kemudian diangkut dan dibuang kemudian dimusnahkan. Karena jumlah sampah yang dikumpulkan cukup besar, maka perlu dibangun rumah sampah.

(36)

a. Dibangun di atas permukaan setinggi kendaraan pengangkut sampah.

b. Mempunyai dua buah pintu, satu untuk tempat masuk sampah dan yang lain mengeluarkannya.

c. Perlu lubang ventilasi, bertutup kawat kasa untuk mencegah masuknya lalat. d. Di dalam rumah sampah, harus ada keran air untuk membersihkan lantai. e. Tidak menjadi tempat tinggal lalat dan tikus.

f. Tempat tersebut mudah dicapai, baik oleh masyarakat yang akan mempergunakannya ataupun oleh kendaraan pengangkut sampah.

Dalam pengumpulan sampah, sebaiknya dilakukan pemisahan, untuk ini dikenal dua macam, yakni :

a. Sistem duet, artinya disediakan dua tempat sampah, yang satu untuk sampah basah dan lainnya untuk sampah kering.

b. Sistem trio, yakni disediakan tiga bak sampah, yang pertama untuk sampah basah, kedua untuk sampah kering yang mudah dibakar serta yang ketiga untuk sampah kering yang tidak mudah dibakar (kaca, kaleng, dan sebagainya) (Azwar, 1990).

2.8.3. Pembuangan Sampah

Sampah yang dikumpulkan perlu dibuang untuk dimusnahkan. Ditinjau dari perjalanan sampah, maka pembuangan atau pemusnahan ini adalah tahap akhir yang harus dilakukan terhadap sampah.

(37)

a. Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum atau sumber air lainnya yang dipergunakan oleh manusia (mencuci, mandi, dan sebagainya).

b. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir.

c. Di tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.

Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2 km dari perumahan penduduk, sekitar 15 km dari laut, dan 200 m dari sumber air (Azwar, 1990).

2.9. Sistem Pembuangan Sampah di Rumah Tangga Beberapa sistem pembuangan sampah antara lain : 1. Composting (Pengomposan)

Yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk, yakni dengan terbentuknya zat-zat organik yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah.

2. Dumping (Penimbunan)

Pembuangan dengan diletakkan begitu saja di tanah. Cara ini banyak segi negatifnya terutama jika sampah tersebut mudah membusuk.

3. Dumping in water (Penimbunan di air)

(38)

4. Individual Inceneration (Pembakaran secara Perorangan)

Ialah pembakaran sampah yang dilakukan secara perorangan di rumah tangga. Pembakaran haruslah dilakukan dengan baik, jika tidak asapnya akan mengotori udara serta dapat menimbulkan bahaya kebakaran.

5. Recycling (Pemakaian Kembali)

Ialah pengolahan sampah dengan maksud pemakaian kembali hal-hal yang masih bisa dipakai, misalnya kaleng, kaca, dan sebagainya. Cara ini berbahaya untuk kesehatan, terutama jika tidak mengindahkan dari segi kebersihan (Azwar, 1990).

2.10. Hubungan Sampah dengan Manusia dan Lingkungan

Sampah berhubungan erat dengan manusia dan lingkungan karena dapat menimbulkan dampak positif dan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, baik atau buruknya dampak tersebut tergantung kepada kita bagaimana mengelolanya. Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan dampak menguntungkan dan pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan dampak yang kurang menguntungkan.

Beberapa dampak tersebut, yaitu : a. Dampak terhadap manusia

1. Dampak menguntungkan :

− Dapat digunakan sebagai makanan ternak.

(39)

− Benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk dimanfaatkan lagi

untuk kegunaan lain. 2. Dampak merugikan :

− Dapat berperan sebagai sumber penyakit.

− Dapat menimbulkan bahaya kebakaran.

− Dapat berperan sebagai media perkembangbiakan sumber penyakit.

b. Dampak terhadap lingkungan 1. Dampak menguntungkan :

− Dapat dipakai sebagai penyubur tanaman.

− Dapat sebagai penimbun tanah.

− Dapat memperbanyak sumber daya alam melalui proses daur ulang.

2. Dampak merugikan :

− Dapat menimbulkan bau yang tidak enak.

− Dapat menimbulkan pencemaran udara, tanah, dan air.

− Dapat menimbulkan banjir.

− Dapat menimbulkan kebakaran.

− Dapat mengganggu hubungan sosial (Kusnoputranto, 2000).

2.11. Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan

(40)

1. Efek langsung

Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut, misalnya sampah beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh dan yang karsinogenik. Selain itu, ada pula sampah yang mengandung kuman patogen sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya diare. Sampah ini berasal dari sampah rumah tangga selain sampah industri.

2. Efek tidak langsung

(41)
[image:41.612.109.544.134.400.2]

2.12. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Dari skema di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah dipengaruhi oleh karakteristik pelajar (umur, jenis kelamin, penghasilan orang tua, jumlah uang saku, dan agama) dan sumber informasi (orang tua, guru, petugas kesehatan, media elektronik, dan media cetak).

Karakteristik Pelajar

 Umur

 Jenis kelamin

 Penghasilan orang tua  Jumlah uang saku

 Agama Tindakan

pelajar SMA

mengenai

pengelolaan

sampah Sikap pelajar

SMA

mengenai

pengelolaan

sampah Pengetahuan

pelajar SMA mengenai pengelolaan

sampah Sumber Informasi

 Orang tua

 Guru

 Petugas kesehatan

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran perilaku pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di sekolah SMA Negeri 12 Jalan Cempaka Raya Kecamatan Medan Helvetia, dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Karena belum adanya sistem pengolahan sampah yang baik dan benar di sekolah ini, dimana sebagian besar pelajar SMA membuang sampah di halaman sekolah dan selokan.

2. Di sekolah ini belum pernah dilakukan penelitian tentang perilaku pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah dalam kepedulian terhadap kebersihan lingkungan.

3.2.2. Waktu Penelitian

(43)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelajar kelas I dan II SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia yang berjumlah 566 siswa.

3.3.2. Sampel

3.3.2.1. Besar Sampel

Untuk menentukan besar sampel, adapun rumus yang digunakan adalah dari Taro Yamane yang dikutip oleh Riduwan yaitu :

85

Maka didapat jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 85 orang. 3.3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling yaitu mengambil sampel secara acak sederhana tanpa memperhatikan strata (tingkatan) sehingga mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel.

(44)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data diperoleh dengan mengadakan wawancara dan pengisian kuesioner yang meliputi data pengetahuan, sikap, dan tindakan pelajar dalam hal pengelolaan sampah.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi data umum atau data siswa kelas II SMA yang diperoleh dari sekolah tersebut.

3.5. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989). Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Karakteristik responden adalah ciri khas yang mempengaruhi persepsi pelajar SMA yang terdiri dari :

a. Umur adalah lamanya hidup responden terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir ketika diwawancarai, yang dinyatakan dalam satuan tahun. b. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki masyarakat yang

dibedakan atas laki-laki dan perempuan.

(45)

berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) di Sumatera Utara Tahun 2010 yaitu :

 Penghasilan dibawah UMR (< Rp 965.000)

 Penghasilan di atas atau sama dengan UMR (≥ Rp 965.000)

d. Jumlah uang saku adalah uang saku yang diperoleh responden dari orang tua/wali orang tua.

e. Agama adalah kepercayaan atau keyakinan yang dianut oleh responden, terdiri dari : islam, katolik, protestan, buddha, hindu, dan kong hu chu. 2. Sumber informasi adalah asal informasi tentang pengelolaan sampah yang

diketahui oleh pelajar SMA Negeri 12 Medan yaitu :

a. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu responden, yang memiliki hubungan biologis dengan responden.

b. Guru adalah seseorang yang bertugas memberikan ilmu pengetahuan. c. Petugas kesehatan adalah seseorang yang bertugas di bidang kesehatan,

seperti dokter, perawat, penyuluh kesehatan masyarakat, dan sebagainya. d. Media massa adalah informasi tentang pengelolaan sampah yang diketahui

meliputi media cetak dan media elektronik.  Media cetak (koran, spanduk, leaflet, brosur)  Media elektronik (televisi, radio, internet)

3. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden mengenai pengelolaan sampah, dikategorikan atas :

(46)

 Pengetahuan cukup  Pengetahuan kurang

4. Sikap adalah kecenderungan responden untuk berespon negatif dan positif terhadap pengelolaan sampah, dikategorikan atas :

 Sikap baik  Sikap cukup  Sikap kurang

5. Tindakan adalah suatu perbuatan nyata responden di dalam melakukan pengelolaan sampah, dikategorikan atas :

 Tindakan baik  Tindakan cukup  Tindakan kurang

3.6. Aspek Pengukuran

Menurut Arikunto (1998), aspek pengukuran dengan kategori (baik, sedang, kurang) terlebih dahulu menetukan kriteria (tolak ukur) yang akan dijadikan penentuan.

(47)

3.6.1. Pengetahuan

Pengetahuan diukur melalui 15 pertanyaan dengan menggunakan skala

Thurstone. Skala pengukuran pengetahuan berdasarkan pada jawaban yang diperoleh

dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Untuk Pertanyaan nomor 1,2,3,6,8,9,10,11,12,14,15 nilai tertingginya adalah 2, untuk pertanyaan 4,5,7,13 nilai tertingginya adalah 1. Bila semua pertanyaan dijawab dengan benar maka total nilai yang diperoleh adalah sebesar 26.

Berdasarkan Arikunto (1998), aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 26 yaitu > 20

b. Tingkat pengetahuan cukup, apabila nilai yang diperoleh 45-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 26 yaitu 12-20

c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 26 yaitu < 12

3.6.2. Sikap

Sikap diukur melalui 13 pernyataan dengan menggunakan skala Thurstone. Skala pengukuran sikap berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Adapun nilai tertinggi dari seluruh pertanyaan adalah sebesar 13.

(48)

a. Sikap baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu > 10

b. Sikap cukup, apabila nilai yang diperoleh 45-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu 6-10

c. Sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu < 6

3.6.3. Tindakan

Tindakan diukur melalui 8 pertanyaan dengan menggunakan skala Thurstone (Singarimbun, 1995). Skala pengukuran tindakan berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Untuk pertanyaan nomor 1,2,3,4,5,6,7,8 nilai tertingginya adalah 1. Total nilai tertinggi untuk seluruh pertanyaan adalah sebesar 8.

Berdasarkan Arikunto (1998), aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Tindakan baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 8 yaitu > 6

b. Tindakan sedang, apabila nilai yang diperoleh 45-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 8 yaitu 4-6

(49)

3.7. Pengolahan Data

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMA Negeri 12 Medan terletak di Jalan Cempaka Raya No. 75 . Secara geografis, sekolah ini berbatasan dengan Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Helvetia Timur yaitu Dahlia Raya, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Dwikora yaitu Cempaka Raya, sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Helvetia yaitu Nusa Indah Raya, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang yaitu Seroja Raya. Sekolah ini memiliki 11 kelas (kelas I sampai dengan III). Saat ini jumlah siswa/i adalah 484 orang.

4.2 Karakteristik Responden

[image:50.612.115.535.327.616.2]

Karakteristik responden yang dinilai dalam penelitian ini antara lain umur, jenis kelamin, pendapatan orang tua, uang saku dan agama.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Tentang Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

No Karakteristik Jumlah (Orang) %

1 Umur

15 tahun 21 24,7

16 tahun 33 38,8

17 tahun 31 36,5

Jumlah 85 100

2 Jenis Kelamin

Laki-laki 43 50,6

Perempuan 42 49,4

Jumlah 85 100

3 Penghasilan Orang tua

< Rp 965.000 13 15,3

> Rp 965.000 72 84,7

Jumlah 85 100

4 Uang Saku

< Rp. 10.000 37 43,5

>Rp. 10.000 48 56,5

Jumlah 85 100

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Tentang Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

No Karakteristik Jumlah (Orang) %

5 Agama

(51)

Khatolik 13 15,3

Protestan 32 37,6

Hindu 2 2,4

Jumlah 85 100

Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada golongan umur 15 tahun yaitu sebanyak 21 orang (24,7%), 16 tahun sebanyak 33 orang (38,8%). Sedangkan sebagian lagi responden berada pada golongan umur 17 tahun yaitu sebanyak 31 orang (36,5%). Jumlah responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 43 orang (50,6%). Sedangkan responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 42 orang (49,4%). Jumlah penghasilan orangtua responden menunjukkan sebagian besar > Rp. 965,000 sebanyak 72 orang (84,7%). Sedangkan sebagian kecil jumlah penghasilan orang tua responden < Rp. 965,000 sebanyak 13 orang (15,3%).

Hasil penelitian diatas juga menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah uang saku responden > Rp. 10.000 sebanyak 48 orang (56,5%). Sedangkan sebagian kecil jumlah uang saku responden < Rp.10.000 sebanyak 37 orang (43,5%). Untuk jumlah agama menunjukan bahwa sebagian besar agama responden Islam sebanyak 38 orang (44,7%), Khatolik sebesar 13 orang (15,3%), Protestan sebanyak 32 orang (37,6%). Sedangkan sebagian kecil agama responden Hindu sebanyak 2 orang (2,4%).

4.3. Sumber Informasi

4.3.1. Mendapat Informasi dari Orang Tua

Distribusi frekuensi responden menurut pernah atau tidaknya memperoleh informasi dari orang tua tentang pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011, tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi dari Orang Tua Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 NO Memperoleh Informasi Jumlah (Orang) %

1 Pernah 76 89,4

2 Tidak 9 10,6

Jumlah 85 100

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa responden yang pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari orang tua sebanyak 76 orang (89,4%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat informasi mengenai pengelolaan sampah dari orang tua sebanyak 9 orang (10,6%)

4.3.2 Mendapat Informasi dari Guru Sekolah

[image:51.612.113.536.112.173.2]
(52)

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi dari Guru Sekolah Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 NO Memperoleh Informasi Jumlah (Orang) %

1 Pernah 77 90,6

2 Tidak 8 9,4

Jumlah 85 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa responden yang pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari guru sekolah sebanyak 77 orang (90,6%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat informasi mengenai pengelolaan sampah dari guru sekolah sebanyak 8 orang (9,4%).

4.3.3 Mendapat Informasi dari Petugas Kesehatan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari petugas kesehatan mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi dari Petugas Kesehatan Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

NO Memperoleh Informasi Jumlah (Orang) %

1 Pernah 63 74,1

2 Tidak 22 25,9

Jumlah 85 100

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa responden yang pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari petugas kesehatan sebanyak 63 orang (74,1%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat informasi mengenai pengelolaan sampah dari petugas kesehatan sebanyak 22 orang 25,9%).

4.3.4 Mendapat Informasi dari Media Cetak

Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari media cetak mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi dari Media Cetak Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 NO Memperoleh Informasi Jumlah (Orang) %

1 Pernah 79 92,9

2 Tidak 6 7,1

[image:52.612.112.533.115.213.2] [image:52.612.115.531.392.451.2]
(53)

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa responden yang pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari media cetak sebanyak 79 orang (92,9%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat informasi mengenai pengelolaan sampah dari media cetak sebanyak 6 orang (7,1%).

4.3.5 Bentuk Informasi dari Media Cetak

Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari bentuk media cetak mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Bentuk Informasi dari Media Cetak Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

NO Bentuk Jumlah (Orang) %

1 Koran 77 90,6

2 Leaflet 8 9,4

Jumlah 85 100

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa responden yang pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari koran sebanyak 77 orang (90,6%) dan jumlah responden yang mendapat informasi dari leaflet mengenai pengelolaan sampah dari media elektronik sebanyak 8 orang (9,4%).

4.3.6 Mendapat Informasi dari Media Elektronik

[image:53.612.112.531.261.337.2]

Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari media elektronik mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi dari Media Elektronik Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

NO Memperoleh Informasi Jumlah (Orang) %

1 Pernah 75 88,2

2 Tidak 10 11,8

Jumlah 85 100

Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat diketahui bahwa responden yang pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari media elektronik sebanyak 75 orang (88,2%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat informasi dari media elektronik mengenai pengelolaan sampah dari media elektronik sebanyak 10 orang (11,8%).

[image:53.612.114.531.513.575.2]
(54)

Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari bentuk media elektronik mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Bentuk Informasi dari Media Elektronik Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

NO Bentuk Jumlah (Orang) %

1 Televisi 63 74,1

2 Radio 22 25,9

Jumlah 85 100

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat diketahui bahwa responden yang pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari televisi sebanyak 63 orang (74,1%) dan jumlah responden yang mendapat informasi dari radio mengenai pengelolaan sampah dari media elektronik sebanyak 22 orang (25,9%).

4.4 Pengetahuan Responden

4.4.1. Pengetahuan Responden Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai

Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang perilaku pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 dapat disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.9 Distribusi Frekeunsi Pengetahuan Responden Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

No Pengetahuan

Skor 2 Skor 1 Skor 0

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Pengertian sampah secara umum

42 49,4 43 50,6 0 0 85 100

2 Pengertian sampah organik

73 85,9 11 12,9 1 1,2 85 100

3 Pengertian sampah anorganik

72 84,7 13 15,3 0 0 85 100

4 Contoh sampah anorganik

75 88,2 10 11,8 - - 85 100

5 Contoh sampah

[image:54.612.113.527.115.270.2] [image:54.612.116.522.207.269.2]
(55)

organik 6 Jenis sampah

yang paling banyak

dihasilkan di lingkungan sekolah

64 75,3 15 17,6 6 7,1 85 100

7 Jenis-jenis sampah

43 50,6 42 49,4 - - 85 100

8 Sumber-sumber sampah

78 91,8 6 7,1 1 1,2 85 100

Tabel 4.9 Distribusi Frekeunsi Pengetahuan Responden Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

No Pengetahuan

Skor 2 Skor 1 Skor 0 Jumla

h %

Jumlah % Jumlah % Jumlah % 9 Tempat

sampah yang memenuhi syarat kesehatan

66 77,6 12 14,1 7 8,2 85 100

10 Manfaat memisahkan sampah

organik dan anorganik

57 67,1 24 28,2 4 4,7 85 100

11 Manfaat memiliki tempat pembuangan sampah sementara di lingkungan sekolah

16 18,8 68 80 1 1,2 85 100

12 Dampak

negatif dari sampah

53 62,4 31 36,5 1 1,2 85 100

13 Penyakit

yang dapat

[image:55.612.112.562.112.284.2]
(56)

ditimbulkan oleh sampah 14 Dampak

positif dari sampah

78 91,8 7 8,2 0 0 85 100

15 Cara membuang sampah yang memenuhi syarat kesehatan

66 77,6 9 10,6 10 11,8 85 100

Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa responden paling banyak menjawab pertanyaan pengetahuan dengan skor 2 adalah mengenai sumber sampah dan dampak positif sampah sebanyak 78 responden (91,8%), pada skor 1 paling banyak responden menjawab pertanyaan manfaat memiliki tempat pembuangan sampah sementara di lingkungan sekolah sebanyak 68 responden (80%) sedangkan pada skor 0 responden banyak menjawab pertanyaan mengenai cara membuang sampah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 10 responden (11,8%).

4.4.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

[image:56.612.113.558.110.269.2]

Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden tentang pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan HelvetiaTahun 2011 dapat disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Perilaku Pelajar SMA Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

NO Tingkat Pengetahuan Jumlah (Orang) %

1 Baik 61 71,8

2 Cukup 23 27,1

3 Kurang 1 1,2

Jumlah 85 100

(57)

orang (27,1%). Sebagian kecil memiliki tingkat pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 1 orang (1,2%).

4.5 Sikap Responden

4.5.1 Sikap Responden Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

[image:57.612.111.546.266.667.2]

Distribusi frekuensi sikap responden tentang perilaku pelajar SMA mengenai pengelolaan sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011 dapat disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

No Pernyataan

Setuju Tidak Setuju

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Membersihkan ruang kelas dan

halaman sekolah dari sampah

yang berserakan setiap hari.

65 76,5 20 23,5 85 100

2 Memisahkan sampah organik

dan sampah anorganik.

82 96,5 3 3,5 85 100

3 Sampah dibuang ke tempat

sampah yang telah disediakan.

84 98,8 1 1,2 85 100

4 Setiap kelas harus memiliki

tempat sampah masing-masing.

85 100 - - 85 100

5 Halaman sekolah harus memiliki

tempat sampah.

84 98,8 1 1,2 85 100

6 Sampah harus diangkut oleh

petugas pengangkut sampah.

85 100 - - 85 100

7 Petugas pengangkut sampah

harus mengangkut sampah

setiap hari.

81 95,3 4 4,7 85 100

8 Sampah perlu dibakar, jika

petugas pengangkut sampah

tidak datang.

(58)
[image:58.612.105.545.115.558.2]

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

No Pernyataan

Setuju Tidak Setuju

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

9 Sampah seharusnya perlu

dikelola kembali menjadi barang

yang dapat dipakai kembali.

52 61,2 33 38,8 85 100

10 Sampah seharusnya di buang ke

sungai.

3 3,5 82 96,5 85 100

11 Perlu dilakukan gotong royong

untuk membersihkan lingkungan

sekolah anda dari sampah.

85 100 - - 85 100

12 Pelajar seharusnya ikut juga

berperan aktif dalam hal

pengelolaan sampah dan bukan

hanya oleh pemerintah atau

pejabat lingkungan setempat,

seperti lurah, kepling, dsb.

84 98,8 1 1,2 85 100

13 Perlu

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Tentang Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi dari Orang Tua Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan Sampah di SMA Negeri 12 Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 NO Memperoleh Informasi Jumlah (Orang) %
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi dari Guru Sekolah  Tentang Perilaku Pelajar SMA Mengenai Pengelolaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam bahasa fenemenologis, 17 hermeneutika ini dikatakan sebagai ilmu yang menentukan hubungan antara kesadaran manusia dengan objeknya, dalam hal ini teks suci

Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat perbedaan peningkatan ( gain ) hasil belajar antara peserta didik yang diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh secara simultan Audit Tenure, dan Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan

Dapatkah manusia mencapai mahabbah seperti dijelaskan di atas? Para ahli tasawuf menjawabnya dengan menggunakan pendekatan psikologi, yaitu pendekatan yang

Dari gambar 4.4(b), dapat dilihat nilai dari karakteristik waktu arus inrush pada pensaklaran lampu hemat energi 18 Watt ini. Selang waktu kenaikan arus untuk mencapai titik

Jaringan Irigasi adalah suatu system hidrolis dari saluran pembawa dan bangunan-bangunan kontrolnya untk membawa air dari sumbernya dan mendistribusikannya sampai ke petak sawah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh pengendalian intern dalam Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terhadap transparansi dan akuntabilitas

Dilihat dari segi keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dimana sektor pertanian secara umum memperlihatkan nilai yang kurang dari rataan seluruh sektor ekonomi