• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Stres Di Bidang Akademik Pada Pelajar Sindrom Hurried Child Di Sekolah Chandra Kusuma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Stres Di Bidang Akademik Pada Pelajar Sindrom Hurried Child Di Sekolah Chandra Kusuma"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN STRES DI BIDANG AKADEMIK

PADA PELAJAR YANG MENGALAMI SINDROM HURRIED CHILD DI SEKOLAH CHANDRA KUSUMA

SKRIPSI

Guna memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

SUSANNA 031301034

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan yang atas segala berkat, anugerah dan rencanaNya telah

memberikan kehidupan berarti dan kekuatan fisik dan moril kepada penulis untuk

menjalani kehidupan serta memberikan waktu untuk bertumbuh dan berkembang

dalam pergumulan selama menjalankan penelitian dan penyelesaian skripsi.

Skripsi ini berjudul ‘Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom

Hurried Child di sekolah Chandra Kusuma’.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan peranan

kedua orang tua penulis yang senantiasa mendoakan, mendukung, memperhatikan

dan menguatkan penulis sampai menyelesaikan skripi ini. Terima kasih untuk

kakak dan adik, Sutrisna dan Erwin, atas dukungan dan semangat yang telah

kalian berikan (give us 5 years, we’ll prove to them, hehe..).

Penyelesaian skripsi ini, tentu saja, juga tidak terlepas dari peranan

berbagai pihak yang turut membantu penulis dari proses awal hingga akhir

penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima

kasih setulus-tulusnya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof Dr.

Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD (K.GEH)

2. Ketua Program Studi Psikologi, Bapak dr. Chairul Yoel, Sp. A (K)

3. Ibu Lita Hadiati Wulandari, S.Psi, Psi. selaku dosen pembimbing akademik

sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah sangat sabar memberikan

(3)

sampai skripsi. Maaf ya, Ibu, kalo selama proses ini, sudah bikin cape dan

repot Ibu. Thanks banget, Bu. Pemahaman Ibu atas kondisi saya, itu adalah

penghargaan yang luar biasa. Hati yang terus berpengharapan itulah yang

telah menumbuhkan semangat saya, Ibu.

4. Miss Malahayaty Holland, selaku Pemimpin Yayasan Chandra Kusuma, yang

begitu terbuka dan welcome dengan ide penelitian saya serta mengizinkan

berlangsungnya pengambilan data di sekolah Chandra Kusuma. It’s more than

just a “thank you” to express my great gratitude toward you, Miss.

5. Bapak FV Tjowanta, selaku Kepala SMP / SMA Chandra Kusuma yang

begitu sabar dan ramah dalam memperlakukan saya selama proses

pengambilan data di sekolah

6. Bapak Azwarsyah, selaku guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah

Chandra Kusuma yang selalu meluangkan waktu untuk menjelaskan kondisi

sekolah, dan memberikan pengaturan yang begitu luar biasa selama

pengambilan data di kelas. Terima kasih banyak Pak, atas dukungan Bapak

selama ini

7. Ibu Lily, M. Si, yang sudah meluangkan waktu sebagai Dosen Penguji skripsi

saya. Dan juga atas semua proses diskusi yang sudah pernah dijalani dengan

sangat menyenangkan, saran dan masukan yang Ibu berikan. Itu

sungguh-sungguh berharga. Terima kasih juga atas kesabaran Ibu dalam menjelaskan

metode penelitian dan teknik pengolahan data kepada saya. Time makes all

(4)

8. Ibu Fillia Dina Anggaraeni, S.Sos, yang juga sudah meluangkan waktu

sebagai Dosen Penguji skripsi saya. Terima kasih juga, Ibu, atas saran yang

pernah Ibu berikan ketika menguji seminar. Juga untuk sharing time dari

tahun awal saya di kampus sampai sekarang. Terima kasih atas kepercayan

Ibu atas kemampuan dan potensi yang ada dalam diri saya. Kepercayan itu

telah menjadikan saya seorang individu yang lebih baik.

9. Terima kasih kepada Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Si, yang telah menguji

seminar dan memberikan saran yang berarti untuk skripsi saya. Terima kasih

atas waktu yang Ibu pernah luangkan untuk diskusi tentang skripsi saya.

10. Terima kasih kepada Ibu Arliza Juairiani Lubis, M.Psi. Terima kasih karena

Kk telah menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran saya selama di

kampus dan penyusunan skripsi.

11. Terima kasih yang dalam buat Ibu Etty, M.Si. Thanks banget, K’Etty. Untuk

waktu dan kesediaan Kk selama sharing, juga dukungan interpersonal dan

masukan yang begitu berharga selama beberapa bulan terakhir ini.

12. Terima kasih kepada Ibu Rika Eliana, M.Si, dan Ibu Hasnida, M.Si yang

memberikan dukungan moril dalam penyusunan skripsi. Kalimat ‘Kapan

selesai, san?’, itu sungguh memberikan dorongan supaya saya lebih cepat

berpacu dengan waktu untuk cepat menyelesaikan skripsi.

13. Miss Elly, S.Psi, Psi, yang senantiasa mendengarkan dan menjadi motivator

‘jarak jauh’ dari proses awal hingga akhir skripsi ini selesai. Thanks, Miss

(5)

14. Bapak Eka DJ Ginting, dan Bapak Zulkarnaen, yang sangat terbuka untuk

berdiskusi selama saya kuliah di kampus dan telah memberikan saya

pengetahuan yang berharga tentang berbagai masalah di lapangan. Thanks

juga buat dukungan morilnya, Pak, selama saya dalam pergumulan

menyelesaikan skripsi.

15. Terima kasih untuk Bapak Iskandar dan Bapak Aswan. Juga untuk Kak Ari,

dan Kak Evi yang telah membantu saya dalam pengurusan administrasi dan

semangat. Juga untuk Bapak Anto, Kak Sari, dan Bang Ronald yang selalu

ramah di ruangan Ibu Lita (hehe..).

16. Thanks juga untuk kakak senior (K’Sylviana ’99, K’Millia ’02, K’Gusvina)

atas saran dan dukungan moril Kk selama ini. Thanks juga untuk adik2 junior,

stambuk 04, 05, 06 yang lucu dan ramah.

17. Terima kasih juga buat Kak Ade, peri di psycholib yang sungguh ramah dan

baik serta selalu menyemangati saya untuk cepat kelar skripsinya.

18. Terima kasih untuk seluruh staf pengajar dan pegawai Program Studi

Psikologi, Universitas Sumatera Utara untuk semua bimbingan, bantuan,

dukungan yang telah diberikan kepada saya.

19. Terima kasih batas keramahan Kak Vera, Vivi, juga guru-guru yang ikut

membantu saya, dan seluruh kru di sekolah Chandra Kusuma mulai dari awal

sampai akhir penelitian di sekolah. Thanks banget, all..

20. Terima kasih untuk semua adik-adik pelajar remaja di sekolah Chandra

Kusuma, mulai dari kelas SMP 1, SMP 2, SMP 3, SMA 1, SMA 2, dan SMA

(6)

bersikap sangat koperatif dan manis. Terima kasih juga untuk adik-adik yang

terlibat dalam proses wawancara pribadi. Itu sungguh sesi yang sangat

berkesan untuk Miss. Semoga kalian bertumbuh menjadi remaja yang

Excellent...

21. Special Big Thanks to Mr Nugroho, MM. Thanks for being a mentor in my

life, Sir. Thanks for listening to me. Thanks for leading me to a right direction

and have a better lifestyle. Thanks for your presence in my life.

22. Risbol (Risma-bolot). Haha. Aku akan merindukan jitakan gratismu, Ris.

Mala. Hoho. Aku juga akan merindukan pelukan dan kiss gratismu. Thanks

untuk persahabatan yang terbina dalam 4 tahun di Psikologi – kampus

kesayangan. Semoga kita sohiban nya ampe merid dan ampe kita tua yah.

Thanks dukungannya sewaktu skripsi. Huk.. huk.. akhirnya... kita ga jadi pake

kebaya bertiga bareng ya?

23. Untuk teman-teman stambuk 2003. Dinda, Tio (thanks atas kerjasama kita di

labsos, haha.. ), Onny (aku merindukanmu), Vivi (thanks ide dan dukungan lo,

Vi), Suwarno, Indra, Rio, Frans, Mbak, Team Bush (Yulia, Nani, Ulfi, cs),

Naomi, Lestari, Novalinda, Titin, Achie, Astry, Arum cs, Rima, Gracy,

Inanda, dan teman-teman 2003 lainnya yang belum sempat saya sebutkan satu

persatu. Thanks atas bantuan dan perhatian yang telah diberikan kepada saya.

24. Team from Executive’05 Campus Harvard (Eddy, Kude, Surya, Williem,

Andry, Andrew, Hassim, Franky, Hendy, cs) thanks for being part of my life

during the adversity i face. Also thanks for Arwin, Yuliana and Ivone, for

(7)

25. Excellent Teen – brothers and sisters. Being a mentor for you all, is a greatest

decision I ever take during this year. Seeing your smile and growing up

process from you all, always strengthen me every seconds. Thanks all.

26. Sahabat-sahabat saya, Yulia (Jakarta), Merry (Suzuki), Cunwei, Ant, Pin,

Marlim, Kee (Sydney), Nikki (US), Suwandi (Singapore), Donny (FKg ‘02),

Jenny (FH ’02), Sandy (FK ’03), Yenny (Kimia ’03), thanks for being so

important. Sahabat ga selalu harus bisa nemenin kamu beli buku di Gramedia.

Tapi kamu selalu ingat untuk menceritakan pengalaman seru ketika kamu ikut

camp tentara kepada sahabatmu. Setuju kan?

27. Tidak semua orang bisa berada pada tempat dan waktu yang tepat. Special for

David. You have been in the right time and right position through these years.

Thanks, Vid. I live my life (more) meaningfully since I know you.

28. The Secret – Miss Rhonda Byrne – the only thing i can do when i was down is,

put all my belief in The Secret and Pray – let the universe settle all the things

for me. It really works. Your’s essay have become my inspiration.

Dunia ini tidak akan sama tanpa kehadiran kalian semua. Dan semua hal

berjalan sebagaimana wajarnya karena peran kita masing-masing.

Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin meminta maaf atas segala

kekhilafan yang mungkin terjadi selama proses pembelajaran ini. Semoga setiap

kesalahpahaman dan kekhilafan yang terjadi hanya akan meninggalkan jejak di

(8)

Akhir kata, penulis ingin mengucapkan bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun yang dapat menjadi masukan yang berarti untuk penulis ataupun

penelitian berikutnya. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Medan, November 2007

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah ... 1

I. B. Pertanyaan Penelitian ... 10

I. C. Tujuan Penelitian ... 11

I. D. Manfaat Penelitian ... 11

I. E. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI II. A. Stres di bidang Akademik ... 14

II. A. 1. Definisi Stres di bidang Akademik ... 14

II. A. 2. Sumber Stres di bidang Akademik ... 16

II. A. 3. Aspek-aspek dalam Stres Akademik ... 18

II. A. 4. Gejala-gejala Stres ... 21

II. A. 5. Faktor yang mempengaruhi Stres Akademik ... 22

II. B. Hurried Child ... 26

(10)

II. B. 2. Tekanan pada Hurried Child ... 28

II. B. 3. Penyebab munculnya Hurried Child ... 30

II. B. 4. Hurried Child ditinjau dari perspektif Contracting ... 35

II. B. 5. Persepsi Anak terhadap Kondisi Hurrying ... 45

II. B. 6. Efek dari Hurried Child ... 47

II. C. Perkembangan Anak usia 13 -17 tahun dari berbagai perspektif ... 50

II. C. 1. Perkembangan Kognitif ... 51

II. C. 2. Perkembangan Moral ... 53

II. C. 3. Perkembangan PsikoSosial ... 54

II. D. Sekolah Chandra Kusuma ... 59

II. D. 1. Visi dan Misi ... 59

II. D. 2. Lingkungan sekolah secara umum ... 60

II. D. 3. Sistem Belajar ... 61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III. A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 64

III. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 64

III. B. 1. Stres di bidang Akademik ... 64

III. B. 2. Hurried Child ... 64

III. C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 66

III. D. Metode Pengumpulan Data ... 67

III. D. 1. Skala Stres Akademik ... 69

(11)

III. D. 3. Metode Tambahan ... 73

III. E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 73

III. E. 1. Validitas Alat Ukur ... 73

III. E. 2. Daya Beda Aitem ... 75

III. E. 3. Reliabilitas Alat Ukur ... 75

III. F. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian ... 77

III. F. 1. Skala Stres di bidang Akademik ... 77

III. F. 2. Skala Hurried Child ... 78

III. G. Prosedur Penelitian ... 79

III. G. 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 79

III. G. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 82

III. G. 3. Tahap Pengolahan Data ... 83

III. H. Metode Analisis Data ... 85

BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI IV. A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 87

IV. A. 1. Pengelompokan Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 88

IV. A. 2. Pengelompokan Subjek Penelitian berdasarkan Usia ... 88

IV. A. 3. Pengelompokan Subjek Penelitian berdasarkan Kelas ... 89

IV. A. 4. Pengelompokan Subjek Penelitian berdasarkan Jumlah Orang tua yang Bekerja ... 89

(12)

Parental Contract ... 90

IV. B. Hasil Utama Penelitian ... 91

IV. B. 1. Analisis Deskriptif ... 91

IV. B. 2. Kategorisasi ... 94

IV. C. Hasil Analisis Tambahan ... 95

IV. C. 1. Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Jenis Kelamin ... 95

IV. C. 2. Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Usia ... 96

IV. C. 31. Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Kelas ... 97

IV. C. 4. Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Jumlah Orang Tua bekerja ... 98

IV. C. 5. Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Parental Contract ... 99

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN V. A. Kesimpulan ... 100

V. B. Diskusi ...

V. C. Saran ...

V. C. 1. Saran Metodologis ...

(13)
(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 ... 65

Tabel 2 Distribusi Aitem dalam Skala Stres Akademik sebelum Uji Coba ... 70

Tabel 3 Distribusi Aitem dalam Skala Hurried Child ... 71

Tabel 4 Distribusi Aitem dalam Skala Stres Akademik setelah Uji Coba ... 77

Tabel 5 Distribusi Aitem dalam Skala Stres Akademik untuk Penelitian ... 78

Tabel 6 Distribusi Peserta Screening Awal Penelitian ... 83

Tabel 7 Kategorisasi Hurried Child ... 84

Tabel 8 Distribusi Peserta Hurried Child dan Non Hurried Child ... 84

Tabel 9 Gambaran subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 88

Tabel 10 Gambaran subjek Berdasarkan Usia ... 88

Tabel 11 Gambaran subjek Berdasarkan Kelas ... 89

Tabel 12 Gambaran subjek Berdasarkan Jumlah Orang Tua yang Bekerja ... 90

Tabel 13 Gambaran subjek Berdasarkan Parental Contract ... 90

Tabel 14 Hasil Analisa Data Deskriptif 33 pelajar Hurried Child ... 93

Tabel 15 Kategorisasi Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child ... 94

Tabel 16 Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Jenis Kelamin ... 95

Tabel 17 Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Usia ... 96

Tabel 18 Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried

(15)

Tabel 19 Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried

Child berdasarkan Jumlah Orang Tua yang bekerja ...

Tabel 20 Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A

1. Data Mentah Try Out

2. Reliabilitas Try Out

3. Reliabilitas Penelitian

Lampiran B

1. Data Mentah Penelitian

2. Hasil Utama Penelitian

3. Hasil Tambahan Penelitian

(17)

ABSTRAKSI

Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara November 2007

Susanna : 031301034

Gambaran stres di bidang akademik pada pelajar sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma

Xv + 109 halaman; 20 tabel ; lampiran Bibliografi

Dalam perkembangan zaman yang semakin pesat, tuntutan untuk serba bisa dan serba menguasai kemampuan suatu fenomena yang disebut hurried child, dimana proses tumbuh kembang anak dipercepat. Anak dituntut untuk menguasai berbagai kemampuan atau memikul tanggung jawab tertentu di usia dini. Salah satu faktor penyebabnya adalah tuntutan orang tua yang menginginkan anak untuk mengikuti berbagai jadwal belajar, les, atau ekstrakurikuler yang padat dalam sehari. Hubungan antara orang tua dan anak dalam keluarga, juga tidak kalah penting dalam menentukan hurried tidaknya seorang anak. Hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, cenderung membuat anak merasa tertekan ketika menjalankan kegiatan akademik mereka. Kesenjangan antara tuntutan dari orang tua di bidang akademik dan kemampuan diri akan menimbulkan kondisi stres di bidang akademik pada pelajar, baik dari aspek biologis maupun psikologis.

Penelitian ini bertujuan untul melihat bagaimana gambaran stres di bidang akademik pada pelajar usia 13 – 17 tahun yang mengalami sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma, Deli Serdang. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh populasi pelajar usia 13 – 17 tahun yang mengalami sindrom hurried child. Alat ukur yang digunakan berupa skala Hurried Child dan skala Stres di bidang Akademik. Data yang diperoleh diolah dengan analisis statistik deskriptif.

Hasil analisa data diperoleh dari 33 pelajar yang hurried, diperolah 4 orang pelajar yang termasuk kategori stres di bidang akademik yang tinggi (12.1%). Hasil tambahan penelitian, tidak ada perbedaan tingkat stres di bidang akademik pada pelajar sindrom hurried child ditinjau dari jenis kelamin, usia, jumlah orang tua yang bekerja atau parental contract. Namun ada perbedaan yang signifikan dari kelas yang berbeda.

(18)

ABSTRAKSI

Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara November 2007

Susanna : 031301034

Gambaran stres di bidang akademik pada pelajar sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma

Xv + 109 halaman; 20 tabel ; lampiran Bibliografi

Dalam perkembangan zaman yang semakin pesat, tuntutan untuk serba bisa dan serba menguasai kemampuan suatu fenomena yang disebut hurried child, dimana proses tumbuh kembang anak dipercepat. Anak dituntut untuk menguasai berbagai kemampuan atau memikul tanggung jawab tertentu di usia dini. Salah satu faktor penyebabnya adalah tuntutan orang tua yang menginginkan anak untuk mengikuti berbagai jadwal belajar, les, atau ekstrakurikuler yang padat dalam sehari. Hubungan antara orang tua dan anak dalam keluarga, juga tidak kalah penting dalam menentukan hurried tidaknya seorang anak. Hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, cenderung membuat anak merasa tertekan ketika menjalankan kegiatan akademik mereka. Kesenjangan antara tuntutan dari orang tua di bidang akademik dan kemampuan diri akan menimbulkan kondisi stres di bidang akademik pada pelajar, baik dari aspek biologis maupun psikologis.

Penelitian ini bertujuan untul melihat bagaimana gambaran stres di bidang akademik pada pelajar usia 13 – 17 tahun yang mengalami sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma, Deli Serdang. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh populasi pelajar usia 13 – 17 tahun yang mengalami sindrom hurried child. Alat ukur yang digunakan berupa skala Hurried Child dan skala Stres di bidang Akademik. Data yang diperoleh diolah dengan analisis statistik deskriptif.

Hasil analisa data diperoleh dari 33 pelajar yang hurried, diperolah 4 orang pelajar yang termasuk kategori stres di bidang akademik yang tinggi (12.1%). Hasil tambahan penelitian, tidak ada perbedaan tingkat stres di bidang akademik pada pelajar sindrom hurried child ditinjau dari jenis kelamin, usia, jumlah orang tua yang bekerja atau parental contract. Namun ada perbedaan yang signifikan dari kelas yang berbeda.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia saat ini sangat membutuhkan sumber daya manusia

yang siap pakai dan sesuai dengan dunia kerja yang ada. Tantangan global dalam

persaingan antarbangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut

sumber daya manusia yang memiliki kualitas tinggi (unggul) yang tidak hanya

mampu bersaing dalam lingkungan nasional melainkan juga dalam dunia

internasional. Oleh karena itu, peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan

perlu mendapat perhatian yang besar. Pemerintah, dalam hal ini Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, menjadikan peningkatan dan pemerataan mutu

pendidikan sebagai prioritas (Achmady dalam Gusniarti, 2002).

Pengamat pendidikan Prof Dr Mochtar Buchori dalam seminar pendidikan

internasional dengan tajuk ”Mempersiapkan Pendidikan Berkualitas Internasional

untuk Menghadapi Tantangan Global” (Kompas, Oktober 2006) mengatakan

bahwa generasi muda Indonesia sejak usia dini harus mendapatkan pendidikan

yang dapat menghadapi tantangan globalisasi dan dapat menyelesaikan

persoalan-persoalan bangsa. Diperlukan semangat internasionalisme yang bertolak dari

semangat cinta bangsa dan tanah air. Kompetensi yang dibutuhkan adalah

memahami dinamika sosial, politik, dan ekonomi dunia. Kemampuan

(20)

dalam konstelasi dunia, dan kemampuan melakukan negosiasi dalam forum

internasional, serta kemampuan melaksanakan teamwork dalam konteks nasional.

Berdasarkan pengamatan peneliti, saat ini untuk memenuhi tuntutan era

globalisasi dan kemajuan yang pesat, berbagai macam model pendidikan

ditawarkan untuk memuaskan kebutuhan masyarakat. Banyak sekolah di

Indonesia yang mengadopsi kurikulum negara-negara maju. Dengan embel-embel

sekolah internasional atau sekolah nasional plus, mereka menjanjikan pendidikan

yang lebih maju dibanding sekolah-sekolah umum lainnya. Guru-guru asing pun

didatangkan. Bahasa pengantar yang dipakai juga bahasa internasional. Saat ini,

selain istilah sekolah negeri dan sekolah swasta, dunia pendidikan juga sudah

mempopulerkan istilah sekolah international, sekolah nasional plus, sekolah

standar nasional, dan sekolah standar internasional. Masing-masing punya ciri

tersendiri. Konsep-konsep yang ditawarkan itu sangat menarik minat masyarakat

karena pendidikan sudah merupakan salah satu kebutuhan pokok setiap individu

saat ini untuk dapat bertahan hidup dalam persaingan yang semakin global.

Salah satu sekolah yang memiliki visi memberikan kualitas pendidikan

yang bertaraf internasional kepada masyarakat adalah sekolah Chandra Kusuma.

Sekolah Chandra Kusuma terletak di Sumatera Utara, daerah Deli Serdang.

Berdiri pada tahun 1998 dengan nama Sekolah Cemara Asri yang kemudian tahun

2003, oleh Yayasan Pendidikan Cemara Asri dilakukan pergantian nama menjadi

Sekolah Chandra Kusuma. Pada dasarnya, sekolah ini menggunakan kurikulum

Pemerintah Indonesia dan diperkaya dengan beberapa materi tambahan yang

(21)

Dibandingkan dengan sekolah nasional lainnya, sekolah Chandra Kusuma

memiliki beberapa nilai lebih, antara lain (1) perbandingan jumlah pengajar dan

siswa yang efektif, (2) menggunakan kombinasi bahasa Indonesia dan Inggris

dalam proses pendidikan dengan beberapa tenaga pengajar dari luar negeri yang

fasih berbahasa Inggris, (3) kombinasi metode pengajaran secara teori dan

praktek, misalnya program ekstrakurikuler yang bervariasi sesuai dengan minat

dan bakat anak, school camp, field trip, presentasi, proyek kelompok dsb yang

bertujuan menyeimbangkan antara IQ, EI dan SI anak didik serta (4) design

materi dan waktu belajar yang dibuat sedemikian sehingga anak akan belajar

secara efisien di sekolah dan dapat memiliki waktu luang di luar sekolah untuk

menambah pengetahuan dan pengalaman dari sumber-sumber lainnya (handbook

Chandra Kusuma).

Hal yang sama juga ditegaskan oleh Ibu Malahayaty Holland, Kepala

Yayasan Sekolah Chandra Kusuma (dalam komunikasi personal, 13 November

2006), bahwa program belajar anak (dari tingkat SD 3 sampai SMA 3) dirancang

memiliki jam belajar dari pagi (pukul 7.30) sampai sore (pukul 16.15) untuk

mengoptimalkan proses belajar anak, baik dari segi kemampuan akademis atau

kemampuan praktis lainnya. Selain itu, jumlah anak dalam satu kelas juga dibatasi

maksimal hanya 24 orang dengan satu staf pengajar, supaya guru memiliki

kesempatan untuk lebih memperhatikan perkembangan masing-masing anak. Oleh

karena itu, anak-anak sebenarnya tidak lagi disarankan untuk mendapat les

tambahan lainnya di luar sekolah, apalagi jika tambahan les itu berlebihan dan

(22)

memberikan banyak tambahan les kepada anak mereka dengan berbagai alasan,

misalnya takut anaknya ketinggalan, supaya anak menggunakan waktu di rumah

untuk belajar lagi, supaya anak lebih mengerti materi yang diajarkan di sekolah,

dll. Anak-anak sepulang dari sekolah, masih harus mengikuti beberapa les,

misalnya matematika, sains, musik, lukis, Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin dsb.

Bukan hanya pada week-day (Senin sampai Jumat), tapi juga pada week-end

(Sabtu – Minggu), anak harus mengikuti serangkaian les. Week-end yang tadinya

dimaksudkan supaya anak-anak bisa melepaskan kepenatan setelah lima hari

belajar penuh, dari pagi sampai sore, akhirnya dipakai orang tua untuk

memaksimalkan potensi anak-anak mereka, lagi dan lagi.

Lebih lanjut, Ibu Arti, mantan asisten BP sekolah Chandra Kusuma (dalam

komunikasi personal, 27 November 2006) juga mengemukakan bahwa tidak

semua anak bisa bertahan dalam kondisi dengan jadwal padat tersebut. Bagi

beberapa anak, jadwal yang padat justru menimbulkan ketegangan (stres), dan

akhirnya muncullah efek yang tidak baik. Anak-anak itu merasa kejenuhan yang

tinggi, sehingga proses belajar mereka di kelas menjadi tidak optimal. Prestasi

yang tadinya baik, justru menurun karena jenuh. Selain itu, anak-anak cenderung

menjadi melawan guru di kelas mereka, atau berteriak-teriak di sekolah di akhir

jam pelajaran selesai.

Fenomena tersebut merupakan salah satu “penyakit” yang dalam dua

dekade terakhir ini menjelma menjadi semacam epidemi di masyarakat, yaitu

yang disebut oleh Elkind sebagai sindrom hurried child (Amstrong, dalam

(23)

orang tua terlalu menjadwalkan (overscheduled) kehidupan anaknya, mendorong

keras mereka untuk mencapai kesuksesan dan mengharapkan mereka berprilaku

sebagai orang dewasa dalam bentuk mini. Tuntutan tanggung jawab dan tekanan

yang dihadapi anak tidak sesuai dengan usia dan kemampuan mereka. Kehidupan

mereka terlalu terjadwal dan orang tua mereka menaruh harapan yang tidak

realistis (unrealistic demand) untuk selalu menampilkan yang terbaik, baik di

bidang akademik, hubungan sosial, atau kegiatan lainnya. Konsep mengenai

kompetensi anak semakin disorot seiring pertumbuhan peradaban manusia. Anak

diharapkan sudah harus menguasai berbagai kemampuan dan memikul tanggung

jawab tertentu di setiap tingkatan usia. Bukan saja anak harus belajar dengan

cepat, tapi mereka juga harus memulai proses belajar di usia sedini mungkin.

Pandangan ini mengakibatkan banyak anak yang mengalami proses hurrying.

Elkind (2001) mengatakan bahwa orang tua berperan dalam membuat

seorang anak menjadi hurried child. Ada suatu kecenderungan bagi orang tua

untuk melibatkan anak mereka ke dalam serangkaian kegiatan padat untuk melatih

kemampuan anak sejak usia dini. Orang tua zaman sekarang menjadi lebih cemas

jika anak-anak mereka akan ketinggalan dibandingkan anak-anak lain jika tidak

diikutkan pada kegiatan serupa. Pihak sekolah yang mengeluarkan kebijaksanaan

untuk memperpanjang jam belajar juga ikut memberikan tekanan pada anak di

bidang akademik. Waktu bermain anak otomatis berkurang karena mereka harus

banyak belajar supaya tidak ketinggalan. Di sisi lain, media umum, seperti

televisi, terkadang juga menyajikan materi yang kurang sesuai dengan usia

(24)

mengenai berbagai hal yang sebenarnya belum pantas mereka ketahui jika dilihat

dari usia atau kemampuan mereka.

Tuntutan pada anak biasanya sudah dimulai pada usia early childhood.

Elkind (2001) mengatakan bahwa tuntutan itu sangat bervariasi, bisa di bidang

akademik, hubungan sosial atau performansi anak di kegiatan di luar sekolah.

Intinya, semua tekanan yang tidak sesuai dengan usia dan kemampuan anak,

merupakan tekanan yang membuat seorang anak menjadi hurried. Tuntutan di

bidang akademik, biasanya muncul karena orang tua dibombardir dengan

pentingnya pendidikan di usia dini. Jika orang tua tidak memulai untuk mengajari

anak ketika masi kecil, orang tua diberitahukan, bahwa kesempatan emas untuk

belajar akan segera hilang.

Bruner (dalam Elkind, 2001) turut mendukung pandangan ‘golden age’

dengan mengatakan bahwa pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif kepada

anak dari tingkat usia manapun. Sehingga membuat pada akademik menjadi

terlalu optimis bahwa anak dapat belajar dengan cepat dan banyak. Pandangan ini

seolah mengabaikan konsep ‘readiness’ yang pernah dikemukakan Gesell (dalam

Elkind, 2001), bahwa ada keterbatasan biologis dalam proses belajar. Ketika anak

memang sudah siap, maka proses belajar akan lebih baik.

Pandangan tentang beratnya tuntutan di bidang akademik juga

dikemukakan oleh Hasin Abdullah (2004), bahwa anak yang hurried adalah anak

yang memikul banyak beban belajar yang dalam alegori Jules Henry - antropolog

Amerika - dikatakan bahwa anak nyaris terus-menerus bekerja dalam deraan

(25)

memasuki tugas akademis lebih dini. Anak dieksploitasi melalui pemberian beban

materi pelajaran yang menggunung. Situasi seperti itu membuat orangtua

memasukkan anaknya pada lembaga-lembaga bimbingan belajar ataupun les-les

privat dan menyebabkan waktu bermain anak-anak praktis banyak terkurangi.

Sedangkan para orangtua, tampaknya justru sangat menikmati dan bangga

manakala anak-anaknya berhasil seperti yang mereka kehendaki. Betapa para

orang tua sangat bangga menceritakan bahwa anaknya yang berusia empat tahun

sudah pandai membaca dan berhitung dan bahwa anaknya yang masih duduk di

bangku SD mempunyai sedikit waktu bermain sebab ia harus ikut berbagai les.

Psikolog Carr-Gregg (2006) mengatakan bahwa saat ini banyak anak yang

menderita sindrom hurried child. Anak yang masih sangat muda diforsir orang tua

mereka untuk mengikuti kelas ekstra. Anak-anak itu tidak bisa menikmati masa

kanak-kanak mereka karena kehidupan mereka terlalu terjadwal sehingga tidak

memiliki waktu yang cukup untuk bermain.

Pada dasarnya, pemberian tambahan waktu belajar dengan tujuan untuk

lebih mengasah kemampuan akademik anak bukanlah hal yang buruk. Namun

yang sering terjadi adalah, orang tua memiliki tuntutan terhadap anak untuk

mencapai prestasi-prestasi tertentu yang kurang realistis dibandingkan dengan

kemampuan atau usia anak serta mengabaikan bagaimana perasaan anak dalam

menjalani serangkaian kegiatan tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Barhyte

(2005) yang menyatakan bahwa tidak diragukan jika pemberian kelas ekstra atau

les privat di luar jadwal sekolah memang memiliki peranan yang cukup penting

(26)

menemukan potensi mereka. Akan tetapi, jadwal yang padat dengan kegiatan

segudang, cepat atau lambat akan menyebabkan anak kelelahan dan mulai tidak

menikmati kegiatan mereka dan hal ini akan menimbulkan stres.

Di masyarakat akan begitu mudah ditemukan fenomena semacam itu. Para

orangtua selalu beralasan takut anaknya dikatakan bodoh dan tertinggal. Menurut

Elkind (2001), bagi orang tua, kecakapan yang ditunjukkan anak adalah

semata-mata pengurangan rasa bersalah dan cemas orang tua terhadap diri mereka sendiri.

Hal yang sama juga dikemukakan Carr-Gregg (2006), bahwa kompetisi antar para

orang tua merupakan salah satu penyebab munculnya sindrom hurried child. Para

orang tua merasa bahwa mereka baru akan di-label sebagai orang tua yang baik,

jika anak mereka bisa mencapai prestasi-prestasi tertentu. Orangtua beranggapan

supaya anak nantinya bisa survive, bisa bertahan di masa yang akan datang yang

penuh tantangan, maka mereka harus dipersiapkan dengan banyak keahlian dan

agar secepatnya menjadi dewasa.

Namun memberikan anak jadwal yang terlalu padat tidak selamanya

berakibat baik, justru suatu waktu akan menimbulkan masalah yang besar.

Carr-Gregg (2006) mengatakan bahwa sekarang ini banyak anak yang mengalami

depresi dan kecemasan. Elkind (2001) juga memperingatkan bahaya dari

memberikan tekanan terlalu besar kepada anak-anak melalui jadwal yang terlalu

padat. Tekanan itu akan menyebabkan harga diri yang rendah, kehamilan di usia

dini, dan bahkan bunuh diri remaja. Selain itu, banyak anak yang mendapatkan

(27)

sekali. Stres yang mereka alami sering muncul dalam bentuk gejala-gejala fisik,

seperti anak umur empat tahun yang tadinya selalu sehat, kini sering sakit kepala.

Anak yang diburu-buru seperti itu bukan cuma kehilangan kesejahteraan

jiwanya, tetapi juga kehilangan kemampuannya untuk menangani stres. Bahkan

masa liburan pun kini sering tidak bisa dimanfaatkan untuk bersenang-senang dan

mengkhayal lagi oleh anak-anak. Sebaliknya, mereka disuruh les macam-macam.

Mencoba memajukan kemampuan intelektual seorang anak prematur sama saja

dengan mengacaukan jadwal biologis perkembangan manusia yang sudah built-in.

Perkembangan kemampuan seorang anak bergantung pada perkembangan otak

dan sistem sarafnya. Langkah kemajuan anak yang satu bisa berbeda sekali dari

anak yang lain. Dengan memaksa anak menyamakan derapnya dengan anak yang

lebih cepat melangkah, hanya akan membuat si anak bingung dan frustasi (Artikel

Intisari Psikologi Anak, hal 178 -179) .

Efek dari pemberian jadwal terlalu padat kepada anak menyebabkan

anak-anak hampir tidak memiliki waktu untuk bermain, ataupun untuk menikmati

waktu mereka secara bebas. Anak-anak yang overscheduled dengan kehidupan

yang di-buru (hurried lifestyle) kebanyakan mengalami tingkat stres yang tinggi,

dan kecemasan serta lebih berpotensi untuk menjadi depresi ketika sudah

memasuki perguruan tinggi (Sulka, 2006).

Stres pada dasarnya adalah respon dari tubuh manusia terhadap stimulus

yang mengganggu kondisi homestasis - keseimbangan tubuh, dan karena respon

tersebut merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan, maka individu akan berusaha

(28)

Smith, 2005). Dan menurut Rice (dalam Wilburn & Smith, 2005), pengalaman

apapun yang mempengaruhi homeostasis seseorang adalah merupakan stress.

Baumel (2000), seorang psikolog pendidikan mangatakan bahwa stres

yang muncul karena meningkatnya tuntutan untuk mencapai prestasi akademik

tertentu disebut dengan stres di bidang akademik. Menurut Derek (2006), sekolah

seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan untuk belajar hal-hal baru,

menciptakan hubungan persahabatan dan menikmati usia muda. Akan tetapi,

sering sekali kejadiannya adalah, dimana ada kesenangan, disitulah ada tanggung

jawab dan tuntutan yang harus dipenuhi. Tugas rumah, buku, ujian, kegiatan olah

raga, kegiatan ekstrakurikuler lainnya dapat menimbulkan stres, bahkan pada anak

yang terpintar sekalipun. Stres di bidang akademik muncul karena adanya

ketegangan akibat tuntutan prestasi akademik.

Berdasarkan uraian teori di atas dan fenomena yang peneliti temukan di

sekolah Chandra Kusuma, bahwa ada anak yang mengalami overscheduled karena

tuntutan akademik dari orang tua mereka, sehingga peneliti tertarik untuk melihat

gambaran stres di bidang akademik yang dialami, terutama oleh anak yang

mengalami sindrom hurried child dengan kehidupan mereka yang overscheduled.

I.B. Pertanyaan Penelitian

Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, peneliti tertarik untuk meneliti

stres di bidang akademik pada anak dengan sindrom hurried child di sekolah

(29)

pelajar berusia 13 – 17 tahun yang duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

Dengan demikian pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini

adalah bagaimana gambaran stres di bidang akademik pada pelajar dengan

sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma.

I.C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan, menggambarkan

atau mendeskripsikan bagaimana gambaran stres di bidang akademik pelajar

dengan sindrom hurried child.

I.D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian mengenai “Gambaran Stres di bidang Akademik pelajar

dengan sindrom Hurried Child”, diharapkan memperoleh manfaat, yaitu manfaat

teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mempunya manfaat bagi pengembangan

ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan. Penelitian ini juga

diharapkan mempunyai manfaat bagi teori perkembangan anak. Karena

perkembangan anak saat ini sangat dipengaruhi perkembangan zaman

yang semakin modern yang tidak selalu membawa dampak positif.

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan mengenai

(30)

sindrom Hurried Child merupakan isu yang baru dan hangat dibicarakan

yang merupakan efek dari kemajuan zaman.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan penting bagi dunia

pendidikan yaitu

a. Bagi orang tua

Memberikan gambaran tentang bagaimana efek yang ditimbulkan

dari terlalu menjadwalkan kegiatan anak dan memberikan banyak

tuntutaan pada anak. Serta bagaimana menghindari terjadinya

hurried child dalam kehidupan dengan tuntutan zaman yang

mengharuskan anak memiliki banyak kompetensi di usia muda.

b. Bagi pihak yang berkaitan dengan pendidikan

Memberikan saran mengenai pentingnya memilih model pendidikan

yang sesuai dengan usia dan kemampuan anak. Serta memahami

tumbuh kembang anak sebagai suatu proses yang alamiah dan tidak

dapat dikarbit.

I.E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini mempunyai sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I adalah pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang permasalahan

yang hendak dibahas, identifikasi permasalahan, tujuan penelitian, manfaat

(31)

Bab II merupakan landasan teori yang berisikan tinjauan kritis yang

menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang dimuat adalah

teori tentang stres di bidang akademik, teori tentang hurried child, teori

perkembangan dari berbagai perspektif dan penjelasan singkat mengenai sekolah

Chandra Kusuma.

Bab III membicarakan metodologi penelitian. Bab ini menguraikan

mengenai variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi

dan teknik pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian

dan metode analisis data.

Bab IV merupakan analisa dan interpretasi data yang berisikan mengenai

gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian dan hasil tambahan

penelitian.

Bab V merupakan kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian yang

dilakukan, yaitu saran untuk pengembangan penelitian, saran bagi orang tua dan

(32)

BAB II

LANDASAN TEORI II.

II.A. Stres di bidang Akademik

II.A.1.Definisi Stres di bidang Akademik

Stres adalah suatu kondisi dimana transaksi antara individu dan

lingkungannya mengarahkan individu mempersepsikan adanya kesenjangan

antara tuntutan fisik atau psikologi dari suatu situasi tertentu dengan sumber daya

biologis, psikologis dan sosial yang dimiliki individu (Lazarus dkk, dalam

Sarafino, 2002). Lazarus (dalam Ogden, 2000) menyatakan stres melibatkan

stresor dan respon individu terhadap stresor (strain).

Stres adalah respon non-spesifik dari tubuh terhadap tuntutan apapun

terhadap diri individu. Setiap tuntuan tersebut dalam tubuh akan membangkitkan

respon tertentu (Seyle, dalam Kalat, 2005). Teori stres yang dikemukakan Seyle

mencakup seluruh kejadian yang membawa perubahan dalam hidup individu.

Seyle (dalam Warga, 1983) membagi stres menjadi dua tipe area yaitu

eustres dan distres. Eustres adalah pengalaman stres yang menyenangkan, yang

biasanya muncul ketika seseorang mendapatkan kesuksesan dan kemenangan.

Distres adalah pengalaman stres yang menyakitkan atau tidak menyenangkan

yang sifatnya mengancam dan biasanya muncul ketika seseorang mendapatkan

kesuksesan dan kemenangan.

American Accreditation HealthCare Commission (2005) mendefinisikan

(33)

negatif atau perubahan fisik atau kombinasi dari perubahan fisik dan emosi.

Beberapa jenis stres cukup membantu karena menimbulkan motivasi bagi

individu yang bersangkutan. Akan tetapi, stres yang berlebihan dapat

mengganggu kehidupan, aktivitas dan kesehatan dari individu. Lebih lanjut,

dijelaskan bahwa anak belajar untuk merespon stres dari pengalaman pribadi dan

observasi terhadap lingkungan mereka. Kebanyakan stres yang dialami anak-anak

dianggap tidak penting oleh orang dewasa. Tetapi karena anak-anak hanya

memiliki sedikit pengalaman untuk belajar, maka bahkan situasi yang

menyebabkan perubahan kecil juga sudah menimbulkan efek terhadap perasaan

anak.

Baumel (2000) menyatakan bahwa stres di bidang akademik pada anak

muncul ketika harapan untuk pencapaian prestasi akademik meningkat, baik dari

orang tua, guru ataupun teman sebaya. Stres ini meningkat setiap tahunnya seiring

dengan tuntuan zaman atas anak-anak yang berbakat dan berprestasi dan tidak

akan pernah berhenti.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stres di bidang

akademik adalah kondisi ketegangan yang dialami siswa karena adanya

kesenjangan antara tuntutan lingkungan terhadap prestasi akademik dengan

kemampuan mereka untuk mencapainya, sehingga situasi tersebut mengakibatkan

(34)

II.A.2.Sumber Stres di Bidang Akademik

Penelitian Ross dkk (1999) mengenai sumber stres yang dialami oleh

siswa dengan menggunakan alat Student Stress Survey (SSS) mencakup empat

kategori sumber stres, yaitu :

1. Masalah interpersonal

Yaitu dari interaksi dengan orang lain, misalnya percekcokan dalam

pacaran, masalah dengan orang tua.

2. Intrapersonal

Yaitu disebabkan dari sumber internal, misalnya perubahan dalam pola

makan atau waktu tidur.

3. Akademik

Yaitu masalah yang muncul dari aktivitas yang berhubungan dengan

sekolah, misalnya meningkatnya beban tugas yang harus dikerjakan,

pindah sekolah, ketinggalan pelajaran, perselisihan dengan guru.

4. Lingkungan

Yaitu masalah yang muncul dari lingkungan, di luar masalah

akademik, misalnya mobil mogok, komputer rusak.

Gadzella dan Masten (2005) mengemukakan bahwa ada lima kategori

stresor yang dialami oleh siswa yakni:

1. Frustrasi

Yaitu pengalaman yang berhubungan dengan tertundanya pencapaian

(35)

sumber daya yang dimiliki, gagal mencapai serangkaian tujuan, secara

sosial tidak diterima dan adanya penolakan dalam kesempatan

2. Konflik

Menilai suatu pilihan diantara dua atau beberapa alternatif yang

sama-sama diinginkan, dua atau lebih alternatif yang sama-sama-sama-sama tidak

diinginkan, dua alternatif yang diinginkan, dua alternatif yang tidak

diinginkan

3. Tekanan

Yaitu penilaian akan adanya persaingan, batas waktu penyelesaian

tugas (deadlines), aktivitas yang berlebihan, dan hubungan interpersonal

4. Perubahan-perubahan

Meliputi adanya pengalaman yang tidak menyenangkan, sejumlah

perubahan dalam satu waktu, serta gangguan dalam kehidupan, dan

gangguan dalam mencapai tujuan

5. Keinginan diri (Self –imposed)

Meliputi keinginan untuk bersaing, keinginan dicintai oleh banyak

orang, khawatir mengenai banyak hal, penundaan akademis, solusi

masalah, dan kecemasan dalam menghadapi tes atau ujian.

Penelitian yang dilakukan oleh Murphy dan Archer (dalam Gupchup dkk,

2004) menunjukkan bahwa stresor akademis yang cenderung dihadapi oleh siswa

antara lain: ujian, persaingan nilai, tuntutan waktu, guru, lingkungan kelas, karir,

dan masa depan. Sedangkan Frazer dan Khon (dalam Ross dkk, 1999)

(36)

pekerjaan rumah yang terlalu banyak, tugas yang tidak jelas, dan kelas yang tidak

nyaman.

II.A.3.Aspek-aspek dalam Stres

Stresor yang dihadapi oleh individu akan menimbulkan respon atau reaksi

dari individu baik secara fisiologis, psikologis dan sosial individu (Sarafino,

2002).

Sarafino membagi aspek stres ke dalam dua aspek yaitu :

1. Aspek Biologis

Setiap orang yang dihadapkan pada kondisi atau situasi yang mengancam

atau berbahaya, maka akan ada reaksi fisiologis dari tubuh terhadap stres yang

ditimbulkan, seperti detak jantung yang meningkat.

Seyle (dalam Sarafino, 2002) menyebutkan serangkaian reaksi fisiologis

sebagai General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri dari tiga level,

yaitu:

a. Reaksi Kegelisahan / Alarm Reaction

Merupakan tahap pertama respon tubuh (fight or flight) terhadap

bahaya yang berfungsi memobilisasi sumber-sumber daya tubuh.

b. Tahap Pertahanan / Stages of Resistence

Jika stresor yang kuat terus berlanjut, tubuh akan mencoba untuk

beradaptasi dengan stresor. Keterbangkitan fisik mulai berkurang, namun

(37)

c. Tahan Kelelahan / Stages of Exhaustion

Ketegangan fisiologis yang dihasilkan oleh stres yang lama dan

berulang menyebabkan kekebalan tubuh menurun dan berkurangnya

simpanan energi tubuh.

2. Aspek Psikososial

Stresor akan menghasilkan perubahan-perubahan psikologis dan juga

sosial individu. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:

a. Kognitif

Level stres yang cukup tinggi dapat mempengaruhi ingatan dan

perhatian. Stres bisa merusak fungsi kognitif dengan mengacaukan

perhatian individu. Tapi di sisi lain, stres juga dapat meningkatkan

perhatian, khususnya terhadap stressor. Hubungan stres dan kognitif isa

berlangsung timbal balik. Cara berpikir seseorang juga mempengaruhi

stres yang dialaminya.

b. Emosi

Emosi cenderung menyertai stres dan individu sering menggunakan

kondisi emosi mereka untuk menilai kondisi stres yang dialami. Rasa takut

adalah salah satu reaksi emosi umum yang sering dialami individu,

meliputi ketidaknyamanan psikologis dan keterbangkitan fisik ketika

dihadapkan pada situasi yang mengancam. Reaksi emosi lainnya adalah

rasa marah yang bisa menghasilkan prilaku agresif. Stres juga dapat

(38)

c. Prilaku Sosial

Stres dapat mengubah prilaku seseorang terhadap orang lain. Dalam

kondisi stres, sebagian orang bisa mengalami peningkatan dalam prilaku

menolongnya. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka memiliki tujuan

yang membutuhkan kerjasama satu dengan yang lain. Pada kondisi stres

yang lain, bisa menyebabkan seseorang kurang sosial, bahkan cenderung

bermusuhan dengan orang lain.

Burts et al (dalam Chang dkk, 2006) membagi prilaku stres anak ke dalam

dua jenis, antara lain :

1. Prilaku Stres Pasif

Terdiri dari empat subkategori yaitu :

a. Fisik, misalnya prilaku menarik diri

b. Wajah (Facial), misalnya mengerutkan wajah

c. Prilaku negatif / tidak merespon

d. Menjadi penonton saja / Onlooker

2. Prilaku Stres Aktif

Terdiri dari enam subkategori, yaitu :

a. Automanipulation, misalnya menggaruk atau mencubit bagian

tubuh sendiri

b. Gerakan berulang

c. Gerakan menggoyang atau menggeliat

d. Prilaku merusak diri / Self destruction

(39)

f. Self with object action, misalnya merusak, menghancurkan atau

bermain dengan kasar

Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penting dari stres adalah

bagaimana reaksi individu terhadap kondisi stres yang mereka alami. Reaksi

umum terhadap stres meliputi reaksi fisiologis, emosi, kognitif dan prilaku.

II.A.4.Gejala-gejala Stres

Gejala-gejala stres dibagi dalam empat kategori menurut Fremont (2004),

yaitu pikiran, perasaan, prilaku dan simptom fisik.

PIKIRAN PERASAAN PRILAKU SIMPTOM FISIK

Self criticism

 Gagap, atau kesulitan

berbahasa lainnya

 Menangis, bertingkah

impulsif

 Tawa yang gugup

 Menggigit teman

 Menggertakkan gigi, atau

menggenggam kuku

 Peningkatan prilaku

merokok, penggunaan alkohol

atau obat terlarang

 Kecenderungan untuk lebih

(40)

Derek (2006) mengungkapkan bahwa reaksi stres di bidang akademik

pada anak dapat dilihat dari kesan mereka terhadap sekolah. Anak yang merasa

tertekan cenderung menunjukkan reaksi penolakan ketika ditanya kondisi sekolah

mereka, atau bagaimana pendapat mereka terhadap sekolah mereka. Kalimat

“saya benci sekolah” ( I Hate School ) kadang muncul pada reaksi anak yang

tertekan. Pada dasarnya, sesungguhnya bukan sekolah yang membuat anak

tertekan, tetapi stres yang muncul dari tuntutan akademik yang anak peroleh dari

baik lingkungan sekolah, ataupun tempat anak-anak belajar.

II.A.5.Faktor yang mempengaruhi Stres

Atkinson ( 1983 )mengemukakan beberapa faktor yang menentukan

berat-tidaknya peristiwa yang penuh stres yang dialami seseorang, antara lain :

a. Kemampuan menerka

Kemampuan menerka timbulnya kejadian stres – walaupun yang

bersangkutan tidak dapat mengontrolnya – biasanya mengurangi kerasnya

stres. Penelitian menunjukkan bahwa orang lebih suka pada kejadian yang

tidak menyenangkan tapi dapat diperkirakan daripada yang tidak dapat

diperkirakan.

b. Kontrol atas jangka waktu

Kemampuan mengendalikan jangka waktu kejadian yang penuh stres

juga mengurangi kerasnya stres. Kepercayaan bahwa kita dapat

(41)

tampaknya dapat mengurangi perasaan cemas, sekalipun jika kendali itu

tidak pernah dilaksanakan atau kepercayaan itu salah.

c. Evaluasi kognitif

Kejadian penuh stres yang sama mungkin dihayati secara berbeda oleh

dua orang, tergantung pada situasi apa yang berarti kepada seseorang atas

fakta-fakta itu. Penghayatan seseorang atas kejadian yang penuh stres juga

melibatkan penilaian tingkat ancaman. Situasi yang ditanggapi sebagai

ancaman terhadap kelangsungan hidup atau terhadap harga diri seseorang

menimbulkan stres yang tinggi.

d. Perasaan mampu

Kepercayaan seseorang atas kemampuannya menganggulangi situasi

penuh stres merupakan faktor utama dalam menentukan kerasnya stres.

Jika seseorang tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika menghadapi

situasi penuh stres, maka seseorang dapat kehilangan semangat.

e. Dukungan masyarakat

Dukungan emosional dan adanya perhatian orang lain dapat membuat

orang tahan menghadapi stres.

Faktor-faktor di atas, menentukan bagaimana intensitas kecemasan dan

tingkat stres yang timbul dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk

berfungsi.

Setiap orang mengalami stres dalam kapasitas dan cara yang berbeda.

Dalam lingkup sekolah, siswa-siswi sekolah, walaupun menghadapi situasi yang

(42)

Odgen (2000) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang yang penting

untuk dipahami berkaitan dengan stres, yaitu :

a. Efikasi Diri (Self Efficacy)

Merupakan perasaan keyakinan yang dimiliki individu bahwa merka

dapat bertindak sesuai yang diharapkan. Lazarus & Folkman (dalam

Odgen, 2000) menyatakan bahwa self efficacy merupakan faktor yang

cukup kuat untuk menengahi respon stres.

b. Hardiness

Merupakan perasaan kontrol individu terhadap kejadian, keinginan

untuk menerima tantangan dan komitmen. Faktor ini mempengaruhi

penilaian individu terhadap stresor yang dihadapi.

c. Mastery

Merupakan kemampuan individu untuk mengontrol respon stres

mereka.

Para peneliti (dalam Elkind, 2001) mengatakan, setidaknya ada lima

kualitas yang menentukan seberapa baik cara seseorang mengatasi stres yang

dialami, antara lain:

1. Kompetensi Sosial (Social Competence)

Anak yang kebal-stres memiliki kompetensi sosial yang baik. Mereka

mudah bersahabat dengan teman sebaya ataupun orang dewasa, dan

(43)

2. Manajemen Impresi (Impression Management)

Anak yang kebal-stres mampu menampilkan diri mereka sebagai

karakter yang menawan dan menarik. Mereka kelihatan sangat menyukai

orang dewasa, karena merasa mereka dapat belajar banyak dari orang

dewasa. Hal itu mengakibatkan orang dewasa mau menerima mereka dan

menjadi mentor mereka.

3. Kepercayaan Diri (Self Confident)

Anak yang kebal-stres meyakini kemampuan yang mereka miliki

dalam mengatasi situasi stres. Mereka melihat masalah mereka sebagai

tantangan untuk diselesaikan daripada sebagai bukti ketidakmampuan

mereka.

4. Kemandirian (Independence)

Anak yang kebal-stres adalah anak yang mandiri, dan tidak

tergoyahkan oleh bujuk rayu apapun. Mereka berpikir untuk diri mereka

sendiri dan tidak bisa dihalangi oleh kekuatan atau otoritas apapun.

Mereka mampu menemukan tempat untuk mereka sendiri, dimana mereka

dapat menemukan ketenangan, kerahasiaan dan kesempatan menciptakan

situasi yang mereka butuhkan.

5. Prestasi (Achievement)

Anak yang kebal-stres adalah anak yang produktif. Mereka mendapat

nilai yang bagus, dan memiliki hobi (menulis puisi, seni ukir, seni lukis,

(44)

diarahkan untuk tugas yang paling penting, yakni untuk bertahan hidup

(survival)

Dari uraian teori di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang

dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat stres yang dialami beberapa

individu dalam kondisi stres yang sama, antara lain faktor dari individu itu sendiri,

dan faktor dari lingkungan berupa dukungan sosial.

II.B. Hurried Child

II.B.1. Definisi Hurried Child

Psikolog anak, Elkind (2001) menyatakan bahwa hurried child merupakan

sebuah istilah baru yang dipakai untuk menggambarkan suatu fenomena dimana

anak berada di bawah tekanan untuk tumbuh kembang lebih cepat daripada

usianya. Hal ini ditandai dengan pemberian tanggung jawab atau beban ( beban

pikiran atau beban emosional) yang tidak sesuai dengan usia atau kemampuan

anak.

Di bidang akademik, anak-anak menjadi hurried terutama karena

ditempatkan orang tua ke dalam sejumlah kegiatan yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan akademik, sosial, oleh raga, seni atau psikologis anak,

sementara orang tua tidak mempertimbangkan kemampuan dan kesediaan anak

untuk mengikuti kegiatan tersebut (Elkind, 2001). Dengan kata lain, pada hurried

child penggunaan waktu di luar jam sekolah anak cenderung untuk memenuhi

tuntutan jadwal yang telah disusun orang tua dan kesejahteraan emosional anak

(45)

Kehidupan anak menjadi terlalu terjadwal dan orang tua menaruh harapan

yang terlalu tinggi kepada anak untuk selalu menampilkan yang terbaik, baik di

sekolah maupun kegiatan ekstrakurikuler. Anak tidak dapat menikmati waktu

mereka karena dibebani dengan banyak kegiatan dan tuntutan untuk menjadi

dewasa lebih cepat.

Lebih jauh, Elkind (2001) juga menegaskan bahwa persepsi anak terhadap

kondisi yang dialaminya juga sangat penting dalam menentukan apakah seorang

anak hurried atau tidak. Anak yang hurried biasanya akan merasakan dirinya

tidak nyaman dan tertekan dengan jadwal yang padat atau prilaku orang tua yang

menempatkan diri anak seperti orang dewasa. Sementara itu, Amstrong (2004)

mengatakan pada anak-anak yang hurried, sering ditemukan gejala-gelaja stres

seperti sakit perut, sakit kepada, kecemasan, depresi dsb.

Berdasarkan uraian di atas, maka definisi hurried child adalah anak yang

dituntut untuk tumbuh kembang lebih cepat dengan diberikan beban dan tanggung

jawab yang tidak sesuai dengan usia atau kemampuannya. Dalam penelitian ini,

peneliti akan menitikberatkan pada kondisi hurried dengan beban dan tanggung

jawab di bidang akademik. Anak-anak yang hurried di bidang akademik memiliki

kegiatan (termasuk di luar jam sekolah) yang sangat padat, mereka dituntut untuk

harus berprestasi baik dalam setiap kegiatan tersebut, sehingga kesejahteraan

emosi mereka terganggu, dan mereka jarang dapat menikmati waktu untuk diri

(46)

II.B.2. Tekanan pada Hurried Child

Elkind (2001) menyatakan bahwa setiap praktek hurried child, dengan

cara apapun merupakan suatu stressor bagi anak.

Beberapa jenis tekanan yang biasanya dialami oleh hurried child:

1. Responsibility Overload

Anak diberikan tanggung jawab untuk mengerjakan sejumlah

pekerjaan. Sebenarnya bukan pekerjaan itu yang menimbulkan stres, akan

tetapi tanggung jawab untuk menyiapkan pekerjaan tersebut-lah yang

membuat anak stres. Misalnya, seorang anak yang ibunya bekerja di luar

rumah, setelah pulang dari sekolah, harus membersihkan kamar, mencuci

piring dan menyiapkan makan malam, serta menjaga adik di rumah.

Salah satu tanggung jawab di bidang akademik, adalah bahwa anak

harus selalu menampilkan yang terbaik. Supaya anak bisa selalu

menampilkan yang terbaik, maka anak harus memiliki waktu belajar lebih

panjang. Academic overload terjadi ketika jam belajar anak di atas 70%

dari total waktu yang dimiliki anak (Barhyte, 2005)

2. Change Overload

Anak mengalami banyak perubahan dalam kehidupannya. Misalnya,

anak usia empat tahun, dalam satu hari harus bertemu dengan orang tua,

pengasuh, dititipkan pada tetangga, diantarkan supir ke tempat les,

bertemu dengan guru les, dan teman-teman sebaya, dst. Anak akan merasa

tertekan karena menghadapi kondisi situasi dan orang-orang berbeda yang

(47)

3. Emotional Overload

Terjadi seiringan dengan responsibility overload dan change overload.

Rasa takut dan cemas yang dialami oleh anak ketika mengalami kedua hal

di atas akan membuat anak tertekan. Walaupun kadang anak mampu

mengatasi tekanan yang muncul, tetapi selalu saja ada rasa sakit dan

bingung tentang apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa terjadi.

Berdasarkan kualitas dan kuantitas tekanan yang dihadapi hurried child,

maka Elkind (2001) membagi tekanan itu menjadi dua yaitu:

1. Calender Hurrying

Bersifat kualitatif, dimana anak diminta untuk

 Mengerti sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka untuk mengerti

 Membuat keputusan di luar batas kemampuan mereka untuk mengambil

keputusan sendiri

 Bertindak menurut kemauannya sendiri sebelum mereka memiliki

kemauan untuk bertindak.

Kesimpulannya, anak menjadi hurried karena dituntut untuk melakukan

sesuatu yang di luar batas kemampuan atau tugas perkembangan mereka.

2. Clock Hurrying

Bersifat kuantitatif, dimana anak diminta untuk mengerjakan sejumlah

tuntutan tugas atau kegiatan dalam waktu yang singkat, sehingga anak merasa

(48)

Tekanan yang dialami oleh anak yang hurried bisa dari tanggung jawab

yang berlebih, tuntutan harus mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan

dalam waktu singkat, serta tekanan emosional yang mengiringi dua kondisi

sebelumnya. Tekanan itu dapat melebihi batas usia atau perkembangan anak - dari

segi kualitas dan juga dapat berlebihan dari segi kuantitas.

II.B.3. Penyebab munculnya Hurried Child

Elkind (2001) mengatakan ada beberapa pihak yang menyebabkan seorang

anak menjadi anak yang hurried, antara lain dari:

1. Orang tua

Orang tua sebagai significant person dari anak, memiliki pengaruh

yang besar pada anak. Berikut adalah beberapa kondisi dimana orang tua

berpotensi menjadikan anak menjadi hurried :

a) Kondisi stress yang dialami menyebabkan orang tua lebih egois dan

tidak bisa memperhatikan kebutuhan orang lain, termasuk anak. Stres

pada orang tua misalnya ketakutan akan ancaman kekerasan, kriminal

dan intimidasi, kehidupan yang sendirian karena perceraian atau single

parent, rasa tidak aman karena pengangguran, inflasi, kenaikan harga

barang, dsb. Stres menyebabkan seseorang menjadi lebih self-centered

dan menjadi sulit melihat orang lain dalam segala komplesitas

kepribadian mereka. Orang tua yang stres akan memperlakukan anak

adalah sebagai suatu objek, bukan lagi subjek serta menjadi lebih sulit

(49)

b) Anak sebagai Surrogate Self – ketika orang tua gagal di pekerjaan

mereka (job dissatisfaction), maka performance anak yang menonjol

di aktivitas tertentu akan dijadikan ‘pelarian’ atas kegagalannya.

Sehingga kadang, orang tua menjadi lebih peduli pada aktivitas anak

daripada kehidupan pekerjaannya sendiri. Dengan cara ini orang tua

memberi beban pada anak dan merampas kesenangan anak ketika

beraktivitas.

c) Bragging rights - Anak dianggap sebagai pelarian atas rasa bosan dan

kesepian orang tua sehingga anak cenderung didorong untuk menjadi

mini-achievers. Ketika orang tua bangga dengan prestasi anak, anak

mulai dibebankan dengan pengharapan untuk masuk ke sekolah

bergengsi. Ketika mengantar jemput anak, menghadiri rapat orang tua,

acara sekolah dsb, akan menimbulkan perasaan bangga pada orang tua

bahwa betapa pedulinya dia pada anaknya. Orang tua – terutama ibu –

yang tidak bekerja, akan membuat anak mereka lebih banyak

berprestasi sebagai pembenaran (justification) atas kondisi dirinya

yang tidak bekerja. Namun dengan demikian, orang tua meletakkan

beban berat pada anak.

d) Orang tua yang bekerja akan kekurangan waktu untuk memperhatikan

anak mereka. Orang tua – terutama ibu – yang bekerja akan lebih stres

daripada yang tidak bekerja. Anak harus menyesuaikan diri dengan

(50)

berpakaian, makan dan dibawa ke pengasuh atau sekolah. Dalam

keluarga ini, anak akan menjadi hurried ketika:

 Harus mengalami banyak perubahan ketika menyesuaikan diri

dengan jadwal orang tua

 Harus memikul tanggung jawab dan harapan orang dewasa –

terlalu dini. Misalnya pada remaja yang diberi tanggung jawab

untuk mengurus pekerjaan rumah karena orang tua bekerja.

Membantu orang tua bekerja merupakan kewajiban anak, akan

tetapi memberikan tanggung jawab atas pekerjaan itu merupakan

suatu tekanan bagi anak.

 Harus melakukan pengambilan keputusan yang belum sesuai usia

dan kemampuannya. Ini terutama jika keluarga adalah single

parent. Sehingga orang tua meminta anak untuk menjadi rekan

dalam mendiskusikan atau membuat keputusan tertentu untuk

suatu masalah.

e) Anak menjadi Terapis untuk orang tua – terutama orang tua yang

single / bercerai. Ketika orang tua stress, anak akan dijadikan simbol

pendengar yang baik. Anak menjadi hurried dengan membuat anak

terlibat dalam hubungan interpersonal orang dewasa.

f) Anak menjadi Conscience untuk orang tua. Anak di-hurried ketika

orang tua melakukan kesalahan dan mengharapkan anak untuk bisa

memahami dan menerima prilaku orang tua yang sebenarnya secara

(51)

Bagaimanapun juga, tuntutan supaya kedua orang tua bekerja diluar

rumah zaman sekarang sudah semakin tinggi. Tapi hal itu jangan

menjadikan orang tua buta dengan pembentukan tanggung jawab,

pencapaian prestasi dan kesetiaan anak. Orang tua seharusnya mengatur

kehidupan mereka dan kehidupan anak-anak mereka, sehingga anak tidak

sampai diberikan kebebasan yang tidap tepat, tidak sampai dituntut untuk

berprestasi di luar kemampuan mereka sehingga orang tua tetap dapat

bekerja dan tidak membuat anak mereka terburu dalam perkembangannya.

2. Sekolah

Elkind (2001) mengatakan ada beberapa hal yang dilakukan oleh pihak

pendidikan kadang membuat anak menjadi hurried. Beberapa diantaranya

adalah :

a) Mengabaikan adanya individual differences, dalam hal gaya belajar,

kemampuan mental dan kecepatan belajar. Ketika anak dihadapkan

pada serangkaian tes yang tidak sanggup mereka kerjakan, mereka

akan menyalahkan diri sendiri untuk kegagalan mereka karena semua

orang dewasa mengatakan dia harusnya bisa, tapi dia tak bisa, artinya

ada sesuatu yang salah pada dirinya. Kegagalan di akademik ini akan

menyebabkan anak merasa rendah diri di depan guru, dan

teman-teman. Tekanan ini merupakan hal yang berat untuk dipikul seorang

anak. Dan merupakan tekanan untuk berprestasi dini dan tumbuh

(52)

b) Memberikan kurikulum lebih cepat dari yang seharusnya. Prinsip

“mengisi botol lebih cepat (faster), dan sekaligus lebih awal (earlier)”.

Hal ini bisa dilihat dari, tindakan sekolah yang kadang memasukkan

anak ke kelas dengan usia yang lebih muda dari yang biasanya. Dan

juga pemberian kurikulum yang lebih cepat. Misalnya, saat ini sistem

pendidikan Indonesia sudah memberikan pelajaran Kimia untuk anak

SMP. Padahal dulunya pelajaran Kimia baru dimulai pada tingkat

SMU.

c) Aktivitas yang membosankan, terus menerus, tidak berarti dan

serangkaian kegiatan rutin.

3. Media Massa

Media seperti televisi, memiliki program-program yang belum pantas

dilihat anak. Penerapan jam tayang dan kategori usia pada

program-program yang ditayangkan televisi belum sepenuhnya bermanfaat.

Berdasarkan data statistik, Elkind (2001) mengatakan bahwa anak-anak

lebih banyak menonton televisi dibandingkan dengan tingkat usia lainnya.

Semakin tinggi tingkat usia seseorang, semakin berkurang waktu untuk

menonton televisi. Oleh karena itu, banyak hal-hal seperti kekerasan,

seksual, bisa saja disaksikan anak lewat televisi.

Selain itu, McDonnell (2002) juga mengatakan bahwa anak sekarang

(53)

lebih brand aware. Anak balita mengetahui bahwa mereka sedang

memakai Pampers atau Huggies.

Jadi, faktor yang menyebabkan anak menjadi hurried, tidak hanya satu

atau dua penyebab. Akan tetapi, berbagai segi kehidupan manusia saat ini telah

menciptakan suatu kondisi yang saling mempengaruhi satu sama lain, faktor

orang tua, sekolah ataupun media, untuk membuat anak tumbuh lebih cepat dari

yang seharusnya.

Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan perhatian pada anak

yang hurried di bidang akademik karena tuntutan orang tua. Pada sub-bab

berikutnya, peneliti akan membahas lebih detail mengenai hubungan antara orang

tua dan anak.

II.B.4. Hurried Child ditinjau dari perspektif Contracting

Elkind (2001) mengatakan bahwa keluarga merupakan sekolah bagi anak

untuk mempelajari hubungan antar-manusia dalam lingkungan sosial nantinya.

Elkind mengemukakan teori Contract Model yang menyatakan bahwa dalam

mempelajari sosialisasi, selalu tersirat adanya harapan yang saling timbal balik

antara anak dan orang tua, baik itu tidak disadari ataupun harapan yang tidak

secara verbal.

Pembelajaran anak terhadap realitas sosial selalu dimediasi oleh orang tua

ataupun pengasuhnya (caretakers). Mediasi maksudnya bahwa orang tua dan

caretakers bertindak untuk membantu anak dalam membentuk pengertian

Gambar

Tabel 1 Tekanan Ortu dan Reaksi Anak dalam Parental Contract
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Leitch; sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial

Secara luas, Komputer dapat didefinisikan sebagai suatu peralatan elektronik yang terdiri dari beberapa komponen, yang dapat bekerja sama antara komponen satu dengan yang lain

Pada setiap pembesaran sudut ujung mata pahat dengan kelipatan 0.4 dihasilkan rata-rata penurunan harga kekasaran permukaan pada Vc =200 m/min adalah sebesar 26.3

Berdasarkan jumlah jemaat, luas ruang ibadah, dan jumlah jemaat yang hadir tiap jam ibadah di Gereja Keluarga Allah maka dapat disimpulkan bahwa kapasitas gereja yang

Berangkat dari fakta yang dirasa fenomenal tersebut bahwa rating yang tinggi belum tentu sebanding dengan kualitas yang disuguhkan dan salah satu indikator untuk mengetahui

Ya sudah sesuai dengan standar presenter berita nasional lah ya, make up dan pakaian yang dikenakan juga modis, terus cara mereka menyampaikan berita juga cukup professional

[r]

[r]