GAMBARAN STRES DI BIDANG AKADEMIK
PADA PELAJAR YANG MENGALAMI SINDROM HURRIED CHILD DI SEKOLAH CHANDRA KUSUMA
SKRIPSI
Guna memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
SUSANNA 031301034
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji Tuhan yang atas segala berkat, anugerah dan rencanaNya telah
memberikan kehidupan berarti dan kekuatan fisik dan moril kepada penulis untuk
menjalani kehidupan serta memberikan waktu untuk bertumbuh dan berkembang
dalam pergumulan selama menjalankan penelitian dan penyelesaian skripsi.
Skripsi ini berjudul ‘Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom
Hurried Child di sekolah Chandra Kusuma’.
Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan peranan
kedua orang tua penulis yang senantiasa mendoakan, mendukung, memperhatikan
dan menguatkan penulis sampai menyelesaikan skripi ini. Terima kasih untuk
kakak dan adik, Sutrisna dan Erwin, atas dukungan dan semangat yang telah
kalian berikan (give us 5 years, we’ll prove to them, hehe..).
Penyelesaian skripsi ini, tentu saja, juga tidak terlepas dari peranan
berbagai pihak yang turut membantu penulis dari proses awal hingga akhir
penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima
kasih setulus-tulusnya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof Dr.
Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD (K.GEH)
2. Ketua Program Studi Psikologi, Bapak dr. Chairul Yoel, Sp. A (K)
3. Ibu Lita Hadiati Wulandari, S.Psi, Psi. selaku dosen pembimbing akademik
sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah sangat sabar memberikan
sampai skripsi. Maaf ya, Ibu, kalo selama proses ini, sudah bikin cape dan
repot Ibu. Thanks banget, Bu. Pemahaman Ibu atas kondisi saya, itu adalah
penghargaan yang luar biasa. Hati yang terus berpengharapan itulah yang
telah menumbuhkan semangat saya, Ibu.
4. Miss Malahayaty Holland, selaku Pemimpin Yayasan Chandra Kusuma, yang
begitu terbuka dan welcome dengan ide penelitian saya serta mengizinkan
berlangsungnya pengambilan data di sekolah Chandra Kusuma. It’s more than
just a “thank you” to express my great gratitude toward you, Miss.
5. Bapak FV Tjowanta, selaku Kepala SMP / SMA Chandra Kusuma yang
begitu sabar dan ramah dalam memperlakukan saya selama proses
pengambilan data di sekolah
6. Bapak Azwarsyah, selaku guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah
Chandra Kusuma yang selalu meluangkan waktu untuk menjelaskan kondisi
sekolah, dan memberikan pengaturan yang begitu luar biasa selama
pengambilan data di kelas. Terima kasih banyak Pak, atas dukungan Bapak
selama ini
7. Ibu Lily, M. Si, yang sudah meluangkan waktu sebagai Dosen Penguji skripsi
saya. Dan juga atas semua proses diskusi yang sudah pernah dijalani dengan
sangat menyenangkan, saran dan masukan yang Ibu berikan. Itu
sungguh-sungguh berharga. Terima kasih juga atas kesabaran Ibu dalam menjelaskan
metode penelitian dan teknik pengolahan data kepada saya. Time makes all
8. Ibu Fillia Dina Anggaraeni, S.Sos, yang juga sudah meluangkan waktu
sebagai Dosen Penguji skripsi saya. Terima kasih juga, Ibu, atas saran yang
pernah Ibu berikan ketika menguji seminar. Juga untuk sharing time dari
tahun awal saya di kampus sampai sekarang. Terima kasih atas kepercayan
Ibu atas kemampuan dan potensi yang ada dalam diri saya. Kepercayan itu
telah menjadikan saya seorang individu yang lebih baik.
9. Terima kasih kepada Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Si, yang telah menguji
seminar dan memberikan saran yang berarti untuk skripsi saya. Terima kasih
atas waktu yang Ibu pernah luangkan untuk diskusi tentang skripsi saya.
10. Terima kasih kepada Ibu Arliza Juairiani Lubis, M.Psi. Terima kasih karena
Kk telah menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran saya selama di
kampus dan penyusunan skripsi.
11. Terima kasih yang dalam buat Ibu Etty, M.Si. Thanks banget, K’Etty. Untuk
waktu dan kesediaan Kk selama sharing, juga dukungan interpersonal dan
masukan yang begitu berharga selama beberapa bulan terakhir ini.
12. Terima kasih kepada Ibu Rika Eliana, M.Si, dan Ibu Hasnida, M.Si yang
memberikan dukungan moril dalam penyusunan skripsi. Kalimat ‘Kapan
selesai, san?’, itu sungguh memberikan dorongan supaya saya lebih cepat
berpacu dengan waktu untuk cepat menyelesaikan skripsi.
13. Miss Elly, S.Psi, Psi, yang senantiasa mendengarkan dan menjadi motivator
‘jarak jauh’ dari proses awal hingga akhir skripsi ini selesai. Thanks, Miss
14. Bapak Eka DJ Ginting, dan Bapak Zulkarnaen, yang sangat terbuka untuk
berdiskusi selama saya kuliah di kampus dan telah memberikan saya
pengetahuan yang berharga tentang berbagai masalah di lapangan. Thanks
juga buat dukungan morilnya, Pak, selama saya dalam pergumulan
menyelesaikan skripsi.
15. Terima kasih untuk Bapak Iskandar dan Bapak Aswan. Juga untuk Kak Ari,
dan Kak Evi yang telah membantu saya dalam pengurusan administrasi dan
semangat. Juga untuk Bapak Anto, Kak Sari, dan Bang Ronald yang selalu
ramah di ruangan Ibu Lita (hehe..).
16. Thanks juga untuk kakak senior (K’Sylviana ’99, K’Millia ’02, K’Gusvina)
atas saran dan dukungan moril Kk selama ini. Thanks juga untuk adik2 junior,
stambuk 04, 05, 06 yang lucu dan ramah.
17. Terima kasih juga buat Kak Ade, peri di psycholib yang sungguh ramah dan
baik serta selalu menyemangati saya untuk cepat kelar skripsinya.
18. Terima kasih untuk seluruh staf pengajar dan pegawai Program Studi
Psikologi, Universitas Sumatera Utara untuk semua bimbingan, bantuan,
dukungan yang telah diberikan kepada saya.
19. Terima kasih batas keramahan Kak Vera, Vivi, juga guru-guru yang ikut
membantu saya, dan seluruh kru di sekolah Chandra Kusuma mulai dari awal
sampai akhir penelitian di sekolah. Thanks banget, all..
20. Terima kasih untuk semua adik-adik pelajar remaja di sekolah Chandra
Kusuma, mulai dari kelas SMP 1, SMP 2, SMP 3, SMA 1, SMA 2, dan SMA
bersikap sangat koperatif dan manis. Terima kasih juga untuk adik-adik yang
terlibat dalam proses wawancara pribadi. Itu sungguh sesi yang sangat
berkesan untuk Miss. Semoga kalian bertumbuh menjadi remaja yang
Excellent...
21. Special Big Thanks to Mr Nugroho, MM. Thanks for being a mentor in my
life, Sir. Thanks for listening to me. Thanks for leading me to a right direction
and have a better lifestyle. Thanks for your presence in my life.
22. Risbol (Risma-bolot). Haha. Aku akan merindukan jitakan gratismu, Ris.
Mala. Hoho. Aku juga akan merindukan pelukan dan kiss gratismu. Thanks
untuk persahabatan yang terbina dalam 4 tahun di Psikologi – kampus
kesayangan. Semoga kita sohiban nya ampe merid dan ampe kita tua yah.
Thanks dukungannya sewaktu skripsi. Huk.. huk.. akhirnya... kita ga jadi pake
kebaya bertiga bareng ya?
23. Untuk teman-teman stambuk 2003. Dinda, Tio (thanks atas kerjasama kita di
labsos, haha.. ), Onny (aku merindukanmu), Vivi (thanks ide dan dukungan lo,
Vi), Suwarno, Indra, Rio, Frans, Mbak, Team Bush (Yulia, Nani, Ulfi, cs),
Naomi, Lestari, Novalinda, Titin, Achie, Astry, Arum cs, Rima, Gracy,
Inanda, dan teman-teman 2003 lainnya yang belum sempat saya sebutkan satu
persatu. Thanks atas bantuan dan perhatian yang telah diberikan kepada saya.
24. Team from Executive’05 Campus Harvard (Eddy, Kude, Surya, Williem,
Andry, Andrew, Hassim, Franky, Hendy, cs) thanks for being part of my life
during the adversity i face. Also thanks for Arwin, Yuliana and Ivone, for
25. Excellent Teen – brothers and sisters. Being a mentor for you all, is a greatest
decision I ever take during this year. Seeing your smile and growing up
process from you all, always strengthen me every seconds. Thanks all.
26. Sahabat-sahabat saya, Yulia (Jakarta), Merry (Suzuki), Cunwei, Ant, Pin,
Marlim, Kee (Sydney), Nikki (US), Suwandi (Singapore), Donny (FKg ‘02),
Jenny (FH ’02), Sandy (FK ’03), Yenny (Kimia ’03), thanks for being so
important. Sahabat ga selalu harus bisa nemenin kamu beli buku di Gramedia.
Tapi kamu selalu ingat untuk menceritakan pengalaman seru ketika kamu ikut
camp tentara kepada sahabatmu. Setuju kan?
27. Tidak semua orang bisa berada pada tempat dan waktu yang tepat. Special for
David. You have been in the right time and right position through these years.
Thanks, Vid. I live my life (more) meaningfully since I know you.
28. The Secret – Miss Rhonda Byrne – the only thing i can do when i was down is,
put all my belief in The Secret and Pray – let the universe settle all the things
for me. It really works. Your’s essay have become my inspiration.
Dunia ini tidak akan sama tanpa kehadiran kalian semua. Dan semua hal
berjalan sebagaimana wajarnya karena peran kita masing-masing.
Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin meminta maaf atas segala
kekhilafan yang mungkin terjadi selama proses pembelajaran ini. Semoga setiap
kesalahpahaman dan kekhilafan yang terjadi hanya akan meninggalkan jejak di
Akhir kata, penulis ingin mengucapkan bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun yang dapat menjadi masukan yang berarti untuk penulis ataupun
penelitian berikutnya. Semoga Tuhan memberkati kita semua.
Medan, November 2007
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah ... 1
I. B. Pertanyaan Penelitian ... 10
I. C. Tujuan Penelitian ... 11
I. D. Manfaat Penelitian ... 11
I. E. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Stres di bidang Akademik ... 14
II. A. 1. Definisi Stres di bidang Akademik ... 14
II. A. 2. Sumber Stres di bidang Akademik ... 16
II. A. 3. Aspek-aspek dalam Stres Akademik ... 18
II. A. 4. Gejala-gejala Stres ... 21
II. A. 5. Faktor yang mempengaruhi Stres Akademik ... 22
II. B. Hurried Child ... 26
II. B. 2. Tekanan pada Hurried Child ... 28
II. B. 3. Penyebab munculnya Hurried Child ... 30
II. B. 4. Hurried Child ditinjau dari perspektif Contracting ... 35
II. B. 5. Persepsi Anak terhadap Kondisi Hurrying ... 45
II. B. 6. Efek dari Hurried Child ... 47
II. C. Perkembangan Anak usia 13 -17 tahun dari berbagai perspektif ... 50
II. C. 1. Perkembangan Kognitif ... 51
II. C. 2. Perkembangan Moral ... 53
II. C. 3. Perkembangan PsikoSosial ... 54
II. D. Sekolah Chandra Kusuma ... 59
II. D. 1. Visi dan Misi ... 59
II. D. 2. Lingkungan sekolah secara umum ... 60
II. D. 3. Sistem Belajar ... 61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III. A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 64
III. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 64
III. B. 1. Stres di bidang Akademik ... 64
III. B. 2. Hurried Child ... 64
III. C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 66
III. D. Metode Pengumpulan Data ... 67
III. D. 1. Skala Stres Akademik ... 69
III. D. 3. Metode Tambahan ... 73
III. E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 73
III. E. 1. Validitas Alat Ukur ... 73
III. E. 2. Daya Beda Aitem ... 75
III. E. 3. Reliabilitas Alat Ukur ... 75
III. F. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian ... 77
III. F. 1. Skala Stres di bidang Akademik ... 77
III. F. 2. Skala Hurried Child ... 78
III. G. Prosedur Penelitian ... 79
III. G. 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 79
III. G. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 82
III. G. 3. Tahap Pengolahan Data ... 83
III. H. Metode Analisis Data ... 85
BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI IV. A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 87
IV. A. 1. Pengelompokan Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 88
IV. A. 2. Pengelompokan Subjek Penelitian berdasarkan Usia ... 88
IV. A. 3. Pengelompokan Subjek Penelitian berdasarkan Kelas ... 89
IV. A. 4. Pengelompokan Subjek Penelitian berdasarkan Jumlah Orang tua yang Bekerja ... 89
Parental Contract ... 90
IV. B. Hasil Utama Penelitian ... 91
IV. B. 1. Analisis Deskriptif ... 91
IV. B. 2. Kategorisasi ... 94
IV. C. Hasil Analisis Tambahan ... 95
IV. C. 1. Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Jenis Kelamin ... 95
IV. C. 2. Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Usia ... 96
IV. C. 31. Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Kelas ... 97
IV. C. 4. Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Jumlah Orang Tua bekerja ... 98
IV. C. 5. Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Parental Contract ... 99
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN V. A. Kesimpulan ... 100
V. B. Diskusi ...
V. C. Saran ...
V. C. 1. Saran Metodologis ...
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ... 65
Tabel 2 Distribusi Aitem dalam Skala Stres Akademik sebelum Uji Coba ... 70
Tabel 3 Distribusi Aitem dalam Skala Hurried Child ... 71
Tabel 4 Distribusi Aitem dalam Skala Stres Akademik setelah Uji Coba ... 77
Tabel 5 Distribusi Aitem dalam Skala Stres Akademik untuk Penelitian ... 78
Tabel 6 Distribusi Peserta Screening Awal Penelitian ... 83
Tabel 7 Kategorisasi Hurried Child ... 84
Tabel 8 Distribusi Peserta Hurried Child dan Non Hurried Child ... 84
Tabel 9 Gambaran subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 88
Tabel 10 Gambaran subjek Berdasarkan Usia ... 88
Tabel 11 Gambaran subjek Berdasarkan Kelas ... 89
Tabel 12 Gambaran subjek Berdasarkan Jumlah Orang Tua yang Bekerja ... 90
Tabel 13 Gambaran subjek Berdasarkan Parental Contract ... 90
Tabel 14 Hasil Analisa Data Deskriptif 33 pelajar Hurried Child ... 93
Tabel 15 Kategorisasi Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child ... 94
Tabel 16 Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Jenis Kelamin ... 95
Tabel 17 Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried Child berdasarkan Usia ... 96
Tabel 18 Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried
Tabel 19 Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried
Child berdasarkan Jumlah Orang Tua yang bekerja ...
Tabel 20 Gambaran Stres di bidang Akademik pada pelajar sindrom Hurried
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
1. Data Mentah Try Out
2. Reliabilitas Try Out
3. Reliabilitas Penelitian
Lampiran B
1. Data Mentah Penelitian
2. Hasil Utama Penelitian
3. Hasil Tambahan Penelitian
ABSTRAKSI
Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara November 2007
Susanna : 031301034
Gambaran stres di bidang akademik pada pelajar sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma
Xv + 109 halaman; 20 tabel ; lampiran Bibliografi
Dalam perkembangan zaman yang semakin pesat, tuntutan untuk serba bisa dan serba menguasai kemampuan suatu fenomena yang disebut hurried child, dimana proses tumbuh kembang anak dipercepat. Anak dituntut untuk menguasai berbagai kemampuan atau memikul tanggung jawab tertentu di usia dini. Salah satu faktor penyebabnya adalah tuntutan orang tua yang menginginkan anak untuk mengikuti berbagai jadwal belajar, les, atau ekstrakurikuler yang padat dalam sehari. Hubungan antara orang tua dan anak dalam keluarga, juga tidak kalah penting dalam menentukan hurried tidaknya seorang anak. Hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, cenderung membuat anak merasa tertekan ketika menjalankan kegiatan akademik mereka. Kesenjangan antara tuntutan dari orang tua di bidang akademik dan kemampuan diri akan menimbulkan kondisi stres di bidang akademik pada pelajar, baik dari aspek biologis maupun psikologis.
Penelitian ini bertujuan untul melihat bagaimana gambaran stres di bidang akademik pada pelajar usia 13 – 17 tahun yang mengalami sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma, Deli Serdang. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh populasi pelajar usia 13 – 17 tahun yang mengalami sindrom hurried child. Alat ukur yang digunakan berupa skala Hurried Child dan skala Stres di bidang Akademik. Data yang diperoleh diolah dengan analisis statistik deskriptif.
Hasil analisa data diperoleh dari 33 pelajar yang hurried, diperolah 4 orang pelajar yang termasuk kategori stres di bidang akademik yang tinggi (12.1%). Hasil tambahan penelitian, tidak ada perbedaan tingkat stres di bidang akademik pada pelajar sindrom hurried child ditinjau dari jenis kelamin, usia, jumlah orang tua yang bekerja atau parental contract. Namun ada perbedaan yang signifikan dari kelas yang berbeda.
ABSTRAKSI
Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara November 2007
Susanna : 031301034
Gambaran stres di bidang akademik pada pelajar sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma
Xv + 109 halaman; 20 tabel ; lampiran Bibliografi
Dalam perkembangan zaman yang semakin pesat, tuntutan untuk serba bisa dan serba menguasai kemampuan suatu fenomena yang disebut hurried child, dimana proses tumbuh kembang anak dipercepat. Anak dituntut untuk menguasai berbagai kemampuan atau memikul tanggung jawab tertentu di usia dini. Salah satu faktor penyebabnya adalah tuntutan orang tua yang menginginkan anak untuk mengikuti berbagai jadwal belajar, les, atau ekstrakurikuler yang padat dalam sehari. Hubungan antara orang tua dan anak dalam keluarga, juga tidak kalah penting dalam menentukan hurried tidaknya seorang anak. Hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, cenderung membuat anak merasa tertekan ketika menjalankan kegiatan akademik mereka. Kesenjangan antara tuntutan dari orang tua di bidang akademik dan kemampuan diri akan menimbulkan kondisi stres di bidang akademik pada pelajar, baik dari aspek biologis maupun psikologis.
Penelitian ini bertujuan untul melihat bagaimana gambaran stres di bidang akademik pada pelajar usia 13 – 17 tahun yang mengalami sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma, Deli Serdang. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh populasi pelajar usia 13 – 17 tahun yang mengalami sindrom hurried child. Alat ukur yang digunakan berupa skala Hurried Child dan skala Stres di bidang Akademik. Data yang diperoleh diolah dengan analisis statistik deskriptif.
Hasil analisa data diperoleh dari 33 pelajar yang hurried, diperolah 4 orang pelajar yang termasuk kategori stres di bidang akademik yang tinggi (12.1%). Hasil tambahan penelitian, tidak ada perbedaan tingkat stres di bidang akademik pada pelajar sindrom hurried child ditinjau dari jenis kelamin, usia, jumlah orang tua yang bekerja atau parental contract. Namun ada perbedaan yang signifikan dari kelas yang berbeda.
BAB I PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia saat ini sangat membutuhkan sumber daya manusia
yang siap pakai dan sesuai dengan dunia kerja yang ada. Tantangan global dalam
persaingan antarbangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut
sumber daya manusia yang memiliki kualitas tinggi (unggul) yang tidak hanya
mampu bersaing dalam lingkungan nasional melainkan juga dalam dunia
internasional. Oleh karena itu, peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan
perlu mendapat perhatian yang besar. Pemerintah, dalam hal ini Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, menjadikan peningkatan dan pemerataan mutu
pendidikan sebagai prioritas (Achmady dalam Gusniarti, 2002).
Pengamat pendidikan Prof Dr Mochtar Buchori dalam seminar pendidikan
internasional dengan tajuk ”Mempersiapkan Pendidikan Berkualitas Internasional
untuk Menghadapi Tantangan Global” (Kompas, Oktober 2006) mengatakan
bahwa generasi muda Indonesia sejak usia dini harus mendapatkan pendidikan
yang dapat menghadapi tantangan globalisasi dan dapat menyelesaikan
persoalan-persoalan bangsa. Diperlukan semangat internasionalisme yang bertolak dari
semangat cinta bangsa dan tanah air. Kompetensi yang dibutuhkan adalah
memahami dinamika sosial, politik, dan ekonomi dunia. Kemampuan
dalam konstelasi dunia, dan kemampuan melakukan negosiasi dalam forum
internasional, serta kemampuan melaksanakan teamwork dalam konteks nasional.
Berdasarkan pengamatan peneliti, saat ini untuk memenuhi tuntutan era
globalisasi dan kemajuan yang pesat, berbagai macam model pendidikan
ditawarkan untuk memuaskan kebutuhan masyarakat. Banyak sekolah di
Indonesia yang mengadopsi kurikulum negara-negara maju. Dengan embel-embel
sekolah internasional atau sekolah nasional plus, mereka menjanjikan pendidikan
yang lebih maju dibanding sekolah-sekolah umum lainnya. Guru-guru asing pun
didatangkan. Bahasa pengantar yang dipakai juga bahasa internasional. Saat ini,
selain istilah sekolah negeri dan sekolah swasta, dunia pendidikan juga sudah
mempopulerkan istilah sekolah international, sekolah nasional plus, sekolah
standar nasional, dan sekolah standar internasional. Masing-masing punya ciri
tersendiri. Konsep-konsep yang ditawarkan itu sangat menarik minat masyarakat
karena pendidikan sudah merupakan salah satu kebutuhan pokok setiap individu
saat ini untuk dapat bertahan hidup dalam persaingan yang semakin global.
Salah satu sekolah yang memiliki visi memberikan kualitas pendidikan
yang bertaraf internasional kepada masyarakat adalah sekolah Chandra Kusuma.
Sekolah Chandra Kusuma terletak di Sumatera Utara, daerah Deli Serdang.
Berdiri pada tahun 1998 dengan nama Sekolah Cemara Asri yang kemudian tahun
2003, oleh Yayasan Pendidikan Cemara Asri dilakukan pergantian nama menjadi
Sekolah Chandra Kusuma. Pada dasarnya, sekolah ini menggunakan kurikulum
Pemerintah Indonesia dan diperkaya dengan beberapa materi tambahan yang
Dibandingkan dengan sekolah nasional lainnya, sekolah Chandra Kusuma
memiliki beberapa nilai lebih, antara lain (1) perbandingan jumlah pengajar dan
siswa yang efektif, (2) menggunakan kombinasi bahasa Indonesia dan Inggris
dalam proses pendidikan dengan beberapa tenaga pengajar dari luar negeri yang
fasih berbahasa Inggris, (3) kombinasi metode pengajaran secara teori dan
praktek, misalnya program ekstrakurikuler yang bervariasi sesuai dengan minat
dan bakat anak, school camp, field trip, presentasi, proyek kelompok dsb yang
bertujuan menyeimbangkan antara IQ, EI dan SI anak didik serta (4) design
materi dan waktu belajar yang dibuat sedemikian sehingga anak akan belajar
secara efisien di sekolah dan dapat memiliki waktu luang di luar sekolah untuk
menambah pengetahuan dan pengalaman dari sumber-sumber lainnya (handbook
Chandra Kusuma).
Hal yang sama juga ditegaskan oleh Ibu Malahayaty Holland, Kepala
Yayasan Sekolah Chandra Kusuma (dalam komunikasi personal, 13 November
2006), bahwa program belajar anak (dari tingkat SD 3 sampai SMA 3) dirancang
memiliki jam belajar dari pagi (pukul 7.30) sampai sore (pukul 16.15) untuk
mengoptimalkan proses belajar anak, baik dari segi kemampuan akademis atau
kemampuan praktis lainnya. Selain itu, jumlah anak dalam satu kelas juga dibatasi
maksimal hanya 24 orang dengan satu staf pengajar, supaya guru memiliki
kesempatan untuk lebih memperhatikan perkembangan masing-masing anak. Oleh
karena itu, anak-anak sebenarnya tidak lagi disarankan untuk mendapat les
tambahan lainnya di luar sekolah, apalagi jika tambahan les itu berlebihan dan
memberikan banyak tambahan les kepada anak mereka dengan berbagai alasan,
misalnya takut anaknya ketinggalan, supaya anak menggunakan waktu di rumah
untuk belajar lagi, supaya anak lebih mengerti materi yang diajarkan di sekolah,
dll. Anak-anak sepulang dari sekolah, masih harus mengikuti beberapa les,
misalnya matematika, sains, musik, lukis, Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin dsb.
Bukan hanya pada week-day (Senin sampai Jumat), tapi juga pada week-end
(Sabtu – Minggu), anak harus mengikuti serangkaian les. Week-end yang tadinya
dimaksudkan supaya anak-anak bisa melepaskan kepenatan setelah lima hari
belajar penuh, dari pagi sampai sore, akhirnya dipakai orang tua untuk
memaksimalkan potensi anak-anak mereka, lagi dan lagi.
Lebih lanjut, Ibu Arti, mantan asisten BP sekolah Chandra Kusuma (dalam
komunikasi personal, 27 November 2006) juga mengemukakan bahwa tidak
semua anak bisa bertahan dalam kondisi dengan jadwal padat tersebut. Bagi
beberapa anak, jadwal yang padat justru menimbulkan ketegangan (stres), dan
akhirnya muncullah efek yang tidak baik. Anak-anak itu merasa kejenuhan yang
tinggi, sehingga proses belajar mereka di kelas menjadi tidak optimal. Prestasi
yang tadinya baik, justru menurun karena jenuh. Selain itu, anak-anak cenderung
menjadi melawan guru di kelas mereka, atau berteriak-teriak di sekolah di akhir
jam pelajaran selesai.
Fenomena tersebut merupakan salah satu “penyakit” yang dalam dua
dekade terakhir ini menjelma menjadi semacam epidemi di masyarakat, yaitu
yang disebut oleh Elkind sebagai sindrom hurried child (Amstrong, dalam
orang tua terlalu menjadwalkan (overscheduled) kehidupan anaknya, mendorong
keras mereka untuk mencapai kesuksesan dan mengharapkan mereka berprilaku
sebagai orang dewasa dalam bentuk mini. Tuntutan tanggung jawab dan tekanan
yang dihadapi anak tidak sesuai dengan usia dan kemampuan mereka. Kehidupan
mereka terlalu terjadwal dan orang tua mereka menaruh harapan yang tidak
realistis (unrealistic demand) untuk selalu menampilkan yang terbaik, baik di
bidang akademik, hubungan sosial, atau kegiatan lainnya. Konsep mengenai
kompetensi anak semakin disorot seiring pertumbuhan peradaban manusia. Anak
diharapkan sudah harus menguasai berbagai kemampuan dan memikul tanggung
jawab tertentu di setiap tingkatan usia. Bukan saja anak harus belajar dengan
cepat, tapi mereka juga harus memulai proses belajar di usia sedini mungkin.
Pandangan ini mengakibatkan banyak anak yang mengalami proses hurrying.
Elkind (2001) mengatakan bahwa orang tua berperan dalam membuat
seorang anak menjadi hurried child. Ada suatu kecenderungan bagi orang tua
untuk melibatkan anak mereka ke dalam serangkaian kegiatan padat untuk melatih
kemampuan anak sejak usia dini. Orang tua zaman sekarang menjadi lebih cemas
jika anak-anak mereka akan ketinggalan dibandingkan anak-anak lain jika tidak
diikutkan pada kegiatan serupa. Pihak sekolah yang mengeluarkan kebijaksanaan
untuk memperpanjang jam belajar juga ikut memberikan tekanan pada anak di
bidang akademik. Waktu bermain anak otomatis berkurang karena mereka harus
banyak belajar supaya tidak ketinggalan. Di sisi lain, media umum, seperti
televisi, terkadang juga menyajikan materi yang kurang sesuai dengan usia
mengenai berbagai hal yang sebenarnya belum pantas mereka ketahui jika dilihat
dari usia atau kemampuan mereka.
Tuntutan pada anak biasanya sudah dimulai pada usia early childhood.
Elkind (2001) mengatakan bahwa tuntutan itu sangat bervariasi, bisa di bidang
akademik, hubungan sosial atau performansi anak di kegiatan di luar sekolah.
Intinya, semua tekanan yang tidak sesuai dengan usia dan kemampuan anak,
merupakan tekanan yang membuat seorang anak menjadi hurried. Tuntutan di
bidang akademik, biasanya muncul karena orang tua dibombardir dengan
pentingnya pendidikan di usia dini. Jika orang tua tidak memulai untuk mengajari
anak ketika masi kecil, orang tua diberitahukan, bahwa kesempatan emas untuk
belajar akan segera hilang.
Bruner (dalam Elkind, 2001) turut mendukung pandangan ‘golden age’
dengan mengatakan bahwa pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif kepada
anak dari tingkat usia manapun. Sehingga membuat pada akademik menjadi
terlalu optimis bahwa anak dapat belajar dengan cepat dan banyak. Pandangan ini
seolah mengabaikan konsep ‘readiness’ yang pernah dikemukakan Gesell (dalam
Elkind, 2001), bahwa ada keterbatasan biologis dalam proses belajar. Ketika anak
memang sudah siap, maka proses belajar akan lebih baik.
Pandangan tentang beratnya tuntutan di bidang akademik juga
dikemukakan oleh Hasin Abdullah (2004), bahwa anak yang hurried adalah anak
yang memikul banyak beban belajar yang dalam alegori Jules Henry - antropolog
Amerika - dikatakan bahwa anak nyaris terus-menerus bekerja dalam deraan
memasuki tugas akademis lebih dini. Anak dieksploitasi melalui pemberian beban
materi pelajaran yang menggunung. Situasi seperti itu membuat orangtua
memasukkan anaknya pada lembaga-lembaga bimbingan belajar ataupun les-les
privat dan menyebabkan waktu bermain anak-anak praktis banyak terkurangi.
Sedangkan para orangtua, tampaknya justru sangat menikmati dan bangga
manakala anak-anaknya berhasil seperti yang mereka kehendaki. Betapa para
orang tua sangat bangga menceritakan bahwa anaknya yang berusia empat tahun
sudah pandai membaca dan berhitung dan bahwa anaknya yang masih duduk di
bangku SD mempunyai sedikit waktu bermain sebab ia harus ikut berbagai les.
Psikolog Carr-Gregg (2006) mengatakan bahwa saat ini banyak anak yang
menderita sindrom hurried child. Anak yang masih sangat muda diforsir orang tua
mereka untuk mengikuti kelas ekstra. Anak-anak itu tidak bisa menikmati masa
kanak-kanak mereka karena kehidupan mereka terlalu terjadwal sehingga tidak
memiliki waktu yang cukup untuk bermain.
Pada dasarnya, pemberian tambahan waktu belajar dengan tujuan untuk
lebih mengasah kemampuan akademik anak bukanlah hal yang buruk. Namun
yang sering terjadi adalah, orang tua memiliki tuntutan terhadap anak untuk
mencapai prestasi-prestasi tertentu yang kurang realistis dibandingkan dengan
kemampuan atau usia anak serta mengabaikan bagaimana perasaan anak dalam
menjalani serangkaian kegiatan tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Barhyte
(2005) yang menyatakan bahwa tidak diragukan jika pemberian kelas ekstra atau
les privat di luar jadwal sekolah memang memiliki peranan yang cukup penting
menemukan potensi mereka. Akan tetapi, jadwal yang padat dengan kegiatan
segudang, cepat atau lambat akan menyebabkan anak kelelahan dan mulai tidak
menikmati kegiatan mereka dan hal ini akan menimbulkan stres.
Di masyarakat akan begitu mudah ditemukan fenomena semacam itu. Para
orangtua selalu beralasan takut anaknya dikatakan bodoh dan tertinggal. Menurut
Elkind (2001), bagi orang tua, kecakapan yang ditunjukkan anak adalah
semata-mata pengurangan rasa bersalah dan cemas orang tua terhadap diri mereka sendiri.
Hal yang sama juga dikemukakan Carr-Gregg (2006), bahwa kompetisi antar para
orang tua merupakan salah satu penyebab munculnya sindrom hurried child. Para
orang tua merasa bahwa mereka baru akan di-label sebagai orang tua yang baik,
jika anak mereka bisa mencapai prestasi-prestasi tertentu. Orangtua beranggapan
supaya anak nantinya bisa survive, bisa bertahan di masa yang akan datang yang
penuh tantangan, maka mereka harus dipersiapkan dengan banyak keahlian dan
agar secepatnya menjadi dewasa.
Namun memberikan anak jadwal yang terlalu padat tidak selamanya
berakibat baik, justru suatu waktu akan menimbulkan masalah yang besar.
Carr-Gregg (2006) mengatakan bahwa sekarang ini banyak anak yang mengalami
depresi dan kecemasan. Elkind (2001) juga memperingatkan bahaya dari
memberikan tekanan terlalu besar kepada anak-anak melalui jadwal yang terlalu
padat. Tekanan itu akan menyebabkan harga diri yang rendah, kehamilan di usia
dini, dan bahkan bunuh diri remaja. Selain itu, banyak anak yang mendapatkan
sekali. Stres yang mereka alami sering muncul dalam bentuk gejala-gejala fisik,
seperti anak umur empat tahun yang tadinya selalu sehat, kini sering sakit kepala.
Anak yang diburu-buru seperti itu bukan cuma kehilangan kesejahteraan
jiwanya, tetapi juga kehilangan kemampuannya untuk menangani stres. Bahkan
masa liburan pun kini sering tidak bisa dimanfaatkan untuk bersenang-senang dan
mengkhayal lagi oleh anak-anak. Sebaliknya, mereka disuruh les macam-macam.
Mencoba memajukan kemampuan intelektual seorang anak prematur sama saja
dengan mengacaukan jadwal biologis perkembangan manusia yang sudah built-in.
Perkembangan kemampuan seorang anak bergantung pada perkembangan otak
dan sistem sarafnya. Langkah kemajuan anak yang satu bisa berbeda sekali dari
anak yang lain. Dengan memaksa anak menyamakan derapnya dengan anak yang
lebih cepat melangkah, hanya akan membuat si anak bingung dan frustasi (Artikel
Intisari Psikologi Anak, hal 178 -179) .
Efek dari pemberian jadwal terlalu padat kepada anak menyebabkan
anak-anak hampir tidak memiliki waktu untuk bermain, ataupun untuk menikmati
waktu mereka secara bebas. Anak-anak yang overscheduled dengan kehidupan
yang di-buru (hurried lifestyle) kebanyakan mengalami tingkat stres yang tinggi,
dan kecemasan serta lebih berpotensi untuk menjadi depresi ketika sudah
memasuki perguruan tinggi (Sulka, 2006).
Stres pada dasarnya adalah respon dari tubuh manusia terhadap stimulus
yang mengganggu kondisi homestasis - keseimbangan tubuh, dan karena respon
tersebut merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan, maka individu akan berusaha
Smith, 2005). Dan menurut Rice (dalam Wilburn & Smith, 2005), pengalaman
apapun yang mempengaruhi homeostasis seseorang adalah merupakan stress.
Baumel (2000), seorang psikolog pendidikan mangatakan bahwa stres
yang muncul karena meningkatnya tuntutan untuk mencapai prestasi akademik
tertentu disebut dengan stres di bidang akademik. Menurut Derek (2006), sekolah
seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan untuk belajar hal-hal baru,
menciptakan hubungan persahabatan dan menikmati usia muda. Akan tetapi,
sering sekali kejadiannya adalah, dimana ada kesenangan, disitulah ada tanggung
jawab dan tuntutan yang harus dipenuhi. Tugas rumah, buku, ujian, kegiatan olah
raga, kegiatan ekstrakurikuler lainnya dapat menimbulkan stres, bahkan pada anak
yang terpintar sekalipun. Stres di bidang akademik muncul karena adanya
ketegangan akibat tuntutan prestasi akademik.
Berdasarkan uraian teori di atas dan fenomena yang peneliti temukan di
sekolah Chandra Kusuma, bahwa ada anak yang mengalami overscheduled karena
tuntutan akademik dari orang tua mereka, sehingga peneliti tertarik untuk melihat
gambaran stres di bidang akademik yang dialami, terutama oleh anak yang
mengalami sindrom hurried child dengan kehidupan mereka yang overscheduled.
I.B. Pertanyaan Penelitian
Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, peneliti tertarik untuk meneliti
stres di bidang akademik pada anak dengan sindrom hurried child di sekolah
pelajar berusia 13 – 17 tahun yang duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
Dengan demikian pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini
adalah bagaimana gambaran stres di bidang akademik pada pelajar dengan
sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma.
I.C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan, menggambarkan
atau mendeskripsikan bagaimana gambaran stres di bidang akademik pelajar
dengan sindrom hurried child.
I.D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian mengenai “Gambaran Stres di bidang Akademik pelajar
dengan sindrom Hurried Child”, diharapkan memperoleh manfaat, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mempunya manfaat bagi pengembangan
ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan. Penelitian ini juga
diharapkan mempunyai manfaat bagi teori perkembangan anak. Karena
perkembangan anak saat ini sangat dipengaruhi perkembangan zaman
yang semakin modern yang tidak selalu membawa dampak positif.
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan mengenai
sindrom Hurried Child merupakan isu yang baru dan hangat dibicarakan
yang merupakan efek dari kemajuan zaman.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan penting bagi dunia
pendidikan yaitu
a. Bagi orang tua
Memberikan gambaran tentang bagaimana efek yang ditimbulkan
dari terlalu menjadwalkan kegiatan anak dan memberikan banyak
tuntutaan pada anak. Serta bagaimana menghindari terjadinya
hurried child dalam kehidupan dengan tuntutan zaman yang
mengharuskan anak memiliki banyak kompetensi di usia muda.
b. Bagi pihak yang berkaitan dengan pendidikan
Memberikan saran mengenai pentingnya memilih model pendidikan
yang sesuai dengan usia dan kemampuan anak. Serta memahami
tumbuh kembang anak sebagai suatu proses yang alamiah dan tidak
dapat dikarbit.
I.E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini mempunyai sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I adalah pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang permasalahan
yang hendak dibahas, identifikasi permasalahan, tujuan penelitian, manfaat
Bab II merupakan landasan teori yang berisikan tinjauan kritis yang
menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang dimuat adalah
teori tentang stres di bidang akademik, teori tentang hurried child, teori
perkembangan dari berbagai perspektif dan penjelasan singkat mengenai sekolah
Chandra Kusuma.
Bab III membicarakan metodologi penelitian. Bab ini menguraikan
mengenai variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi
dan teknik pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian
dan metode analisis data.
Bab IV merupakan analisa dan interpretasi data yang berisikan mengenai
gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian dan hasil tambahan
penelitian.
Bab V merupakan kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian yang
dilakukan, yaitu saran untuk pengembangan penelitian, saran bagi orang tua dan
BAB II
LANDASAN TEORI II.
II.A. Stres di bidang Akademik
II.A.1.Definisi Stres di bidang Akademik
Stres adalah suatu kondisi dimana transaksi antara individu dan
lingkungannya mengarahkan individu mempersepsikan adanya kesenjangan
antara tuntutan fisik atau psikologi dari suatu situasi tertentu dengan sumber daya
biologis, psikologis dan sosial yang dimiliki individu (Lazarus dkk, dalam
Sarafino, 2002). Lazarus (dalam Ogden, 2000) menyatakan stres melibatkan
stresor dan respon individu terhadap stresor (strain).
Stres adalah respon non-spesifik dari tubuh terhadap tuntutan apapun
terhadap diri individu. Setiap tuntuan tersebut dalam tubuh akan membangkitkan
respon tertentu (Seyle, dalam Kalat, 2005). Teori stres yang dikemukakan Seyle
mencakup seluruh kejadian yang membawa perubahan dalam hidup individu.
Seyle (dalam Warga, 1983) membagi stres menjadi dua tipe area yaitu
eustres dan distres. Eustres adalah pengalaman stres yang menyenangkan, yang
biasanya muncul ketika seseorang mendapatkan kesuksesan dan kemenangan.
Distres adalah pengalaman stres yang menyakitkan atau tidak menyenangkan
yang sifatnya mengancam dan biasanya muncul ketika seseorang mendapatkan
kesuksesan dan kemenangan.
American Accreditation HealthCare Commission (2005) mendefinisikan
negatif atau perubahan fisik atau kombinasi dari perubahan fisik dan emosi.
Beberapa jenis stres cukup membantu karena menimbulkan motivasi bagi
individu yang bersangkutan. Akan tetapi, stres yang berlebihan dapat
mengganggu kehidupan, aktivitas dan kesehatan dari individu. Lebih lanjut,
dijelaskan bahwa anak belajar untuk merespon stres dari pengalaman pribadi dan
observasi terhadap lingkungan mereka. Kebanyakan stres yang dialami anak-anak
dianggap tidak penting oleh orang dewasa. Tetapi karena anak-anak hanya
memiliki sedikit pengalaman untuk belajar, maka bahkan situasi yang
menyebabkan perubahan kecil juga sudah menimbulkan efek terhadap perasaan
anak.
Baumel (2000) menyatakan bahwa stres di bidang akademik pada anak
muncul ketika harapan untuk pencapaian prestasi akademik meningkat, baik dari
orang tua, guru ataupun teman sebaya. Stres ini meningkat setiap tahunnya seiring
dengan tuntuan zaman atas anak-anak yang berbakat dan berprestasi dan tidak
akan pernah berhenti.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stres di bidang
akademik adalah kondisi ketegangan yang dialami siswa karena adanya
kesenjangan antara tuntutan lingkungan terhadap prestasi akademik dengan
kemampuan mereka untuk mencapainya, sehingga situasi tersebut mengakibatkan
II.A.2.Sumber Stres di Bidang Akademik
Penelitian Ross dkk (1999) mengenai sumber stres yang dialami oleh
siswa dengan menggunakan alat Student Stress Survey (SSS) mencakup empat
kategori sumber stres, yaitu :
1. Masalah interpersonal
Yaitu dari interaksi dengan orang lain, misalnya percekcokan dalam
pacaran, masalah dengan orang tua.
2. Intrapersonal
Yaitu disebabkan dari sumber internal, misalnya perubahan dalam pola
makan atau waktu tidur.
3. Akademik
Yaitu masalah yang muncul dari aktivitas yang berhubungan dengan
sekolah, misalnya meningkatnya beban tugas yang harus dikerjakan,
pindah sekolah, ketinggalan pelajaran, perselisihan dengan guru.
4. Lingkungan
Yaitu masalah yang muncul dari lingkungan, di luar masalah
akademik, misalnya mobil mogok, komputer rusak.
Gadzella dan Masten (2005) mengemukakan bahwa ada lima kategori
stresor yang dialami oleh siswa yakni:
1. Frustrasi
Yaitu pengalaman yang berhubungan dengan tertundanya pencapaian
sumber daya yang dimiliki, gagal mencapai serangkaian tujuan, secara
sosial tidak diterima dan adanya penolakan dalam kesempatan
2. Konflik
Menilai suatu pilihan diantara dua atau beberapa alternatif yang
sama-sama diinginkan, dua atau lebih alternatif yang sama-sama-sama-sama tidak
diinginkan, dua alternatif yang diinginkan, dua alternatif yang tidak
diinginkan
3. Tekanan
Yaitu penilaian akan adanya persaingan, batas waktu penyelesaian
tugas (deadlines), aktivitas yang berlebihan, dan hubungan interpersonal
4. Perubahan-perubahan
Meliputi adanya pengalaman yang tidak menyenangkan, sejumlah
perubahan dalam satu waktu, serta gangguan dalam kehidupan, dan
gangguan dalam mencapai tujuan
5. Keinginan diri (Self –imposed)
Meliputi keinginan untuk bersaing, keinginan dicintai oleh banyak
orang, khawatir mengenai banyak hal, penundaan akademis, solusi
masalah, dan kecemasan dalam menghadapi tes atau ujian.
Penelitian yang dilakukan oleh Murphy dan Archer (dalam Gupchup dkk,
2004) menunjukkan bahwa stresor akademis yang cenderung dihadapi oleh siswa
antara lain: ujian, persaingan nilai, tuntutan waktu, guru, lingkungan kelas, karir,
dan masa depan. Sedangkan Frazer dan Khon (dalam Ross dkk, 1999)
pekerjaan rumah yang terlalu banyak, tugas yang tidak jelas, dan kelas yang tidak
nyaman.
II.A.3.Aspek-aspek dalam Stres
Stresor yang dihadapi oleh individu akan menimbulkan respon atau reaksi
dari individu baik secara fisiologis, psikologis dan sosial individu (Sarafino,
2002).
Sarafino membagi aspek stres ke dalam dua aspek yaitu :
1. Aspek Biologis
Setiap orang yang dihadapkan pada kondisi atau situasi yang mengancam
atau berbahaya, maka akan ada reaksi fisiologis dari tubuh terhadap stres yang
ditimbulkan, seperti detak jantung yang meningkat.
Seyle (dalam Sarafino, 2002) menyebutkan serangkaian reaksi fisiologis
sebagai General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri dari tiga level,
yaitu:
a. Reaksi Kegelisahan / Alarm Reaction
Merupakan tahap pertama respon tubuh (fight or flight) terhadap
bahaya yang berfungsi memobilisasi sumber-sumber daya tubuh.
b. Tahap Pertahanan / Stages of Resistence
Jika stresor yang kuat terus berlanjut, tubuh akan mencoba untuk
beradaptasi dengan stresor. Keterbangkitan fisik mulai berkurang, namun
c. Tahan Kelelahan / Stages of Exhaustion
Ketegangan fisiologis yang dihasilkan oleh stres yang lama dan
berulang menyebabkan kekebalan tubuh menurun dan berkurangnya
simpanan energi tubuh.
2. Aspek Psikososial
Stresor akan menghasilkan perubahan-perubahan psikologis dan juga
sosial individu. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:
a. Kognitif
Level stres yang cukup tinggi dapat mempengaruhi ingatan dan
perhatian. Stres bisa merusak fungsi kognitif dengan mengacaukan
perhatian individu. Tapi di sisi lain, stres juga dapat meningkatkan
perhatian, khususnya terhadap stressor. Hubungan stres dan kognitif isa
berlangsung timbal balik. Cara berpikir seseorang juga mempengaruhi
stres yang dialaminya.
b. Emosi
Emosi cenderung menyertai stres dan individu sering menggunakan
kondisi emosi mereka untuk menilai kondisi stres yang dialami. Rasa takut
adalah salah satu reaksi emosi umum yang sering dialami individu,
meliputi ketidaknyamanan psikologis dan keterbangkitan fisik ketika
dihadapkan pada situasi yang mengancam. Reaksi emosi lainnya adalah
rasa marah yang bisa menghasilkan prilaku agresif. Stres juga dapat
c. Prilaku Sosial
Stres dapat mengubah prilaku seseorang terhadap orang lain. Dalam
kondisi stres, sebagian orang bisa mengalami peningkatan dalam prilaku
menolongnya. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka memiliki tujuan
yang membutuhkan kerjasama satu dengan yang lain. Pada kondisi stres
yang lain, bisa menyebabkan seseorang kurang sosial, bahkan cenderung
bermusuhan dengan orang lain.
Burts et al (dalam Chang dkk, 2006) membagi prilaku stres anak ke dalam
dua jenis, antara lain :
1. Prilaku Stres Pasif
Terdiri dari empat subkategori yaitu :
a. Fisik, misalnya prilaku menarik diri
b. Wajah (Facial), misalnya mengerutkan wajah
c. Prilaku negatif / tidak merespon
d. Menjadi penonton saja / Onlooker
2. Prilaku Stres Aktif
Terdiri dari enam subkategori, yaitu :
a. Automanipulation, misalnya menggaruk atau mencubit bagian
tubuh sendiri
b. Gerakan berulang
c. Gerakan menggoyang atau menggeliat
d. Prilaku merusak diri / Self destruction
f. Self with object action, misalnya merusak, menghancurkan atau
bermain dengan kasar
Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penting dari stres adalah
bagaimana reaksi individu terhadap kondisi stres yang mereka alami. Reaksi
umum terhadap stres meliputi reaksi fisiologis, emosi, kognitif dan prilaku.
II.A.4.Gejala-gejala Stres
Gejala-gejala stres dibagi dalam empat kategori menurut Fremont (2004),
yaitu pikiran, perasaan, prilaku dan simptom fisik.
PIKIRAN PERASAAN PRILAKU SIMPTOM FISIK
Self criticism
Gagap, atau kesulitan
berbahasa lainnya
Menangis, bertingkah
impulsif
Tawa yang gugup
Menggigit teman
Menggertakkan gigi, atau
menggenggam kuku
Peningkatan prilaku
merokok, penggunaan alkohol
atau obat terlarang
Kecenderungan untuk lebih
Derek (2006) mengungkapkan bahwa reaksi stres di bidang akademik
pada anak dapat dilihat dari kesan mereka terhadap sekolah. Anak yang merasa
tertekan cenderung menunjukkan reaksi penolakan ketika ditanya kondisi sekolah
mereka, atau bagaimana pendapat mereka terhadap sekolah mereka. Kalimat
“saya benci sekolah” ( I Hate School ) kadang muncul pada reaksi anak yang
tertekan. Pada dasarnya, sesungguhnya bukan sekolah yang membuat anak
tertekan, tetapi stres yang muncul dari tuntutan akademik yang anak peroleh dari
baik lingkungan sekolah, ataupun tempat anak-anak belajar.
II.A.5.Faktor yang mempengaruhi Stres
Atkinson ( 1983 )mengemukakan beberapa faktor yang menentukan
berat-tidaknya peristiwa yang penuh stres yang dialami seseorang, antara lain :
a. Kemampuan menerka
Kemampuan menerka timbulnya kejadian stres – walaupun yang
bersangkutan tidak dapat mengontrolnya – biasanya mengurangi kerasnya
stres. Penelitian menunjukkan bahwa orang lebih suka pada kejadian yang
tidak menyenangkan tapi dapat diperkirakan daripada yang tidak dapat
diperkirakan.
b. Kontrol atas jangka waktu
Kemampuan mengendalikan jangka waktu kejadian yang penuh stres
juga mengurangi kerasnya stres. Kepercayaan bahwa kita dapat
tampaknya dapat mengurangi perasaan cemas, sekalipun jika kendali itu
tidak pernah dilaksanakan atau kepercayaan itu salah.
c. Evaluasi kognitif
Kejadian penuh stres yang sama mungkin dihayati secara berbeda oleh
dua orang, tergantung pada situasi apa yang berarti kepada seseorang atas
fakta-fakta itu. Penghayatan seseorang atas kejadian yang penuh stres juga
melibatkan penilaian tingkat ancaman. Situasi yang ditanggapi sebagai
ancaman terhadap kelangsungan hidup atau terhadap harga diri seseorang
menimbulkan stres yang tinggi.
d. Perasaan mampu
Kepercayaan seseorang atas kemampuannya menganggulangi situasi
penuh stres merupakan faktor utama dalam menentukan kerasnya stres.
Jika seseorang tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika menghadapi
situasi penuh stres, maka seseorang dapat kehilangan semangat.
e. Dukungan masyarakat
Dukungan emosional dan adanya perhatian orang lain dapat membuat
orang tahan menghadapi stres.
Faktor-faktor di atas, menentukan bagaimana intensitas kecemasan dan
tingkat stres yang timbul dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk
berfungsi.
Setiap orang mengalami stres dalam kapasitas dan cara yang berbeda.
Dalam lingkup sekolah, siswa-siswi sekolah, walaupun menghadapi situasi yang
Odgen (2000) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang yang penting
untuk dipahami berkaitan dengan stres, yaitu :
a. Efikasi Diri (Self Efficacy)
Merupakan perasaan keyakinan yang dimiliki individu bahwa merka
dapat bertindak sesuai yang diharapkan. Lazarus & Folkman (dalam
Odgen, 2000) menyatakan bahwa self efficacy merupakan faktor yang
cukup kuat untuk menengahi respon stres.
b. Hardiness
Merupakan perasaan kontrol individu terhadap kejadian, keinginan
untuk menerima tantangan dan komitmen. Faktor ini mempengaruhi
penilaian individu terhadap stresor yang dihadapi.
c. Mastery
Merupakan kemampuan individu untuk mengontrol respon stres
mereka.
Para peneliti (dalam Elkind, 2001) mengatakan, setidaknya ada lima
kualitas yang menentukan seberapa baik cara seseorang mengatasi stres yang
dialami, antara lain:
1. Kompetensi Sosial (Social Competence)
Anak yang kebal-stres memiliki kompetensi sosial yang baik. Mereka
mudah bersahabat dengan teman sebaya ataupun orang dewasa, dan
2. Manajemen Impresi (Impression Management)
Anak yang kebal-stres mampu menampilkan diri mereka sebagai
karakter yang menawan dan menarik. Mereka kelihatan sangat menyukai
orang dewasa, karena merasa mereka dapat belajar banyak dari orang
dewasa. Hal itu mengakibatkan orang dewasa mau menerima mereka dan
menjadi mentor mereka.
3. Kepercayaan Diri (Self Confident)
Anak yang kebal-stres meyakini kemampuan yang mereka miliki
dalam mengatasi situasi stres. Mereka melihat masalah mereka sebagai
tantangan untuk diselesaikan daripada sebagai bukti ketidakmampuan
mereka.
4. Kemandirian (Independence)
Anak yang kebal-stres adalah anak yang mandiri, dan tidak
tergoyahkan oleh bujuk rayu apapun. Mereka berpikir untuk diri mereka
sendiri dan tidak bisa dihalangi oleh kekuatan atau otoritas apapun.
Mereka mampu menemukan tempat untuk mereka sendiri, dimana mereka
dapat menemukan ketenangan, kerahasiaan dan kesempatan menciptakan
situasi yang mereka butuhkan.
5. Prestasi (Achievement)
Anak yang kebal-stres adalah anak yang produktif. Mereka mendapat
nilai yang bagus, dan memiliki hobi (menulis puisi, seni ukir, seni lukis,
diarahkan untuk tugas yang paling penting, yakni untuk bertahan hidup
(survival)
Dari uraian teori di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang
dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat stres yang dialami beberapa
individu dalam kondisi stres yang sama, antara lain faktor dari individu itu sendiri,
dan faktor dari lingkungan berupa dukungan sosial.
II.B. Hurried Child
II.B.1. Definisi Hurried Child
Psikolog anak, Elkind (2001) menyatakan bahwa hurried child merupakan
sebuah istilah baru yang dipakai untuk menggambarkan suatu fenomena dimana
anak berada di bawah tekanan untuk tumbuh kembang lebih cepat daripada
usianya. Hal ini ditandai dengan pemberian tanggung jawab atau beban ( beban
pikiran atau beban emosional) yang tidak sesuai dengan usia atau kemampuan
anak.
Di bidang akademik, anak-anak menjadi hurried terutama karena
ditempatkan orang tua ke dalam sejumlah kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan akademik, sosial, oleh raga, seni atau psikologis anak,
sementara orang tua tidak mempertimbangkan kemampuan dan kesediaan anak
untuk mengikuti kegiatan tersebut (Elkind, 2001). Dengan kata lain, pada hurried
child penggunaan waktu di luar jam sekolah anak cenderung untuk memenuhi
tuntutan jadwal yang telah disusun orang tua dan kesejahteraan emosional anak
Kehidupan anak menjadi terlalu terjadwal dan orang tua menaruh harapan
yang terlalu tinggi kepada anak untuk selalu menampilkan yang terbaik, baik di
sekolah maupun kegiatan ekstrakurikuler. Anak tidak dapat menikmati waktu
mereka karena dibebani dengan banyak kegiatan dan tuntutan untuk menjadi
dewasa lebih cepat.
Lebih jauh, Elkind (2001) juga menegaskan bahwa persepsi anak terhadap
kondisi yang dialaminya juga sangat penting dalam menentukan apakah seorang
anak hurried atau tidak. Anak yang hurried biasanya akan merasakan dirinya
tidak nyaman dan tertekan dengan jadwal yang padat atau prilaku orang tua yang
menempatkan diri anak seperti orang dewasa. Sementara itu, Amstrong (2004)
mengatakan pada anak-anak yang hurried, sering ditemukan gejala-gelaja stres
seperti sakit perut, sakit kepada, kecemasan, depresi dsb.
Berdasarkan uraian di atas, maka definisi hurried child adalah anak yang
dituntut untuk tumbuh kembang lebih cepat dengan diberikan beban dan tanggung
jawab yang tidak sesuai dengan usia atau kemampuannya. Dalam penelitian ini,
peneliti akan menitikberatkan pada kondisi hurried dengan beban dan tanggung
jawab di bidang akademik. Anak-anak yang hurried di bidang akademik memiliki
kegiatan (termasuk di luar jam sekolah) yang sangat padat, mereka dituntut untuk
harus berprestasi baik dalam setiap kegiatan tersebut, sehingga kesejahteraan
emosi mereka terganggu, dan mereka jarang dapat menikmati waktu untuk diri
II.B.2. Tekanan pada Hurried Child
Elkind (2001) menyatakan bahwa setiap praktek hurried child, dengan
cara apapun merupakan suatu stressor bagi anak.
Beberapa jenis tekanan yang biasanya dialami oleh hurried child:
1. Responsibility Overload
Anak diberikan tanggung jawab untuk mengerjakan sejumlah
pekerjaan. Sebenarnya bukan pekerjaan itu yang menimbulkan stres, akan
tetapi tanggung jawab untuk menyiapkan pekerjaan tersebut-lah yang
membuat anak stres. Misalnya, seorang anak yang ibunya bekerja di luar
rumah, setelah pulang dari sekolah, harus membersihkan kamar, mencuci
piring dan menyiapkan makan malam, serta menjaga adik di rumah.
Salah satu tanggung jawab di bidang akademik, adalah bahwa anak
harus selalu menampilkan yang terbaik. Supaya anak bisa selalu
menampilkan yang terbaik, maka anak harus memiliki waktu belajar lebih
panjang. Academic overload terjadi ketika jam belajar anak di atas 70%
dari total waktu yang dimiliki anak (Barhyte, 2005)
2. Change Overload
Anak mengalami banyak perubahan dalam kehidupannya. Misalnya,
anak usia empat tahun, dalam satu hari harus bertemu dengan orang tua,
pengasuh, dititipkan pada tetangga, diantarkan supir ke tempat les,
bertemu dengan guru les, dan teman-teman sebaya, dst. Anak akan merasa
tertekan karena menghadapi kondisi situasi dan orang-orang berbeda yang
3. Emotional Overload
Terjadi seiringan dengan responsibility overload dan change overload.
Rasa takut dan cemas yang dialami oleh anak ketika mengalami kedua hal
di atas akan membuat anak tertekan. Walaupun kadang anak mampu
mengatasi tekanan yang muncul, tetapi selalu saja ada rasa sakit dan
bingung tentang apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa terjadi.
Berdasarkan kualitas dan kuantitas tekanan yang dihadapi hurried child,
maka Elkind (2001) membagi tekanan itu menjadi dua yaitu:
1. Calender Hurrying
Bersifat kualitatif, dimana anak diminta untuk
Mengerti sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka untuk mengerti
Membuat keputusan di luar batas kemampuan mereka untuk mengambil
keputusan sendiri
Bertindak menurut kemauannya sendiri sebelum mereka memiliki
kemauan untuk bertindak.
Kesimpulannya, anak menjadi hurried karena dituntut untuk melakukan
sesuatu yang di luar batas kemampuan atau tugas perkembangan mereka.
2. Clock Hurrying
Bersifat kuantitatif, dimana anak diminta untuk mengerjakan sejumlah
tuntutan tugas atau kegiatan dalam waktu yang singkat, sehingga anak merasa
Tekanan yang dialami oleh anak yang hurried bisa dari tanggung jawab
yang berlebih, tuntutan harus mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan
dalam waktu singkat, serta tekanan emosional yang mengiringi dua kondisi
sebelumnya. Tekanan itu dapat melebihi batas usia atau perkembangan anak - dari
segi kualitas dan juga dapat berlebihan dari segi kuantitas.
II.B.3. Penyebab munculnya Hurried Child
Elkind (2001) mengatakan ada beberapa pihak yang menyebabkan seorang
anak menjadi anak yang hurried, antara lain dari:
1. Orang tua
Orang tua sebagai significant person dari anak, memiliki pengaruh
yang besar pada anak. Berikut adalah beberapa kondisi dimana orang tua
berpotensi menjadikan anak menjadi hurried :
a) Kondisi stress yang dialami menyebabkan orang tua lebih egois dan
tidak bisa memperhatikan kebutuhan orang lain, termasuk anak. Stres
pada orang tua misalnya ketakutan akan ancaman kekerasan, kriminal
dan intimidasi, kehidupan yang sendirian karena perceraian atau single
parent, rasa tidak aman karena pengangguran, inflasi, kenaikan harga
barang, dsb. Stres menyebabkan seseorang menjadi lebih self-centered
dan menjadi sulit melihat orang lain dalam segala komplesitas
kepribadian mereka. Orang tua yang stres akan memperlakukan anak
adalah sebagai suatu objek, bukan lagi subjek serta menjadi lebih sulit
b) Anak sebagai Surrogate Self – ketika orang tua gagal di pekerjaan
mereka (job dissatisfaction), maka performance anak yang menonjol
di aktivitas tertentu akan dijadikan ‘pelarian’ atas kegagalannya.
Sehingga kadang, orang tua menjadi lebih peduli pada aktivitas anak
daripada kehidupan pekerjaannya sendiri. Dengan cara ini orang tua
memberi beban pada anak dan merampas kesenangan anak ketika
beraktivitas.
c) Bragging rights - Anak dianggap sebagai pelarian atas rasa bosan dan
kesepian orang tua sehingga anak cenderung didorong untuk menjadi
mini-achievers. Ketika orang tua bangga dengan prestasi anak, anak
mulai dibebankan dengan pengharapan untuk masuk ke sekolah
bergengsi. Ketika mengantar jemput anak, menghadiri rapat orang tua,
acara sekolah dsb, akan menimbulkan perasaan bangga pada orang tua
bahwa betapa pedulinya dia pada anaknya. Orang tua – terutama ibu –
yang tidak bekerja, akan membuat anak mereka lebih banyak
berprestasi sebagai pembenaran (justification) atas kondisi dirinya
yang tidak bekerja. Namun dengan demikian, orang tua meletakkan
beban berat pada anak.
d) Orang tua yang bekerja akan kekurangan waktu untuk memperhatikan
anak mereka. Orang tua – terutama ibu – yang bekerja akan lebih stres
daripada yang tidak bekerja. Anak harus menyesuaikan diri dengan
berpakaian, makan dan dibawa ke pengasuh atau sekolah. Dalam
keluarga ini, anak akan menjadi hurried ketika:
Harus mengalami banyak perubahan ketika menyesuaikan diri
dengan jadwal orang tua
Harus memikul tanggung jawab dan harapan orang dewasa –
terlalu dini. Misalnya pada remaja yang diberi tanggung jawab
untuk mengurus pekerjaan rumah karena orang tua bekerja.
Membantu orang tua bekerja merupakan kewajiban anak, akan
tetapi memberikan tanggung jawab atas pekerjaan itu merupakan
suatu tekanan bagi anak.
Harus melakukan pengambilan keputusan yang belum sesuai usia
dan kemampuannya. Ini terutama jika keluarga adalah single
parent. Sehingga orang tua meminta anak untuk menjadi rekan
dalam mendiskusikan atau membuat keputusan tertentu untuk
suatu masalah.
e) Anak menjadi Terapis untuk orang tua – terutama orang tua yang
single / bercerai. Ketika orang tua stress, anak akan dijadikan simbol
pendengar yang baik. Anak menjadi hurried dengan membuat anak
terlibat dalam hubungan interpersonal orang dewasa.
f) Anak menjadi Conscience untuk orang tua. Anak di-hurried ketika
orang tua melakukan kesalahan dan mengharapkan anak untuk bisa
memahami dan menerima prilaku orang tua yang sebenarnya secara
Bagaimanapun juga, tuntutan supaya kedua orang tua bekerja diluar
rumah zaman sekarang sudah semakin tinggi. Tapi hal itu jangan
menjadikan orang tua buta dengan pembentukan tanggung jawab,
pencapaian prestasi dan kesetiaan anak. Orang tua seharusnya mengatur
kehidupan mereka dan kehidupan anak-anak mereka, sehingga anak tidak
sampai diberikan kebebasan yang tidap tepat, tidak sampai dituntut untuk
berprestasi di luar kemampuan mereka sehingga orang tua tetap dapat
bekerja dan tidak membuat anak mereka terburu dalam perkembangannya.
2. Sekolah
Elkind (2001) mengatakan ada beberapa hal yang dilakukan oleh pihak
pendidikan kadang membuat anak menjadi hurried. Beberapa diantaranya
adalah :
a) Mengabaikan adanya individual differences, dalam hal gaya belajar,
kemampuan mental dan kecepatan belajar. Ketika anak dihadapkan
pada serangkaian tes yang tidak sanggup mereka kerjakan, mereka
akan menyalahkan diri sendiri untuk kegagalan mereka karena semua
orang dewasa mengatakan dia harusnya bisa, tapi dia tak bisa, artinya
ada sesuatu yang salah pada dirinya. Kegagalan di akademik ini akan
menyebabkan anak merasa rendah diri di depan guru, dan
teman-teman. Tekanan ini merupakan hal yang berat untuk dipikul seorang
anak. Dan merupakan tekanan untuk berprestasi dini dan tumbuh
b) Memberikan kurikulum lebih cepat dari yang seharusnya. Prinsip
“mengisi botol lebih cepat (faster), dan sekaligus lebih awal (earlier)”.
Hal ini bisa dilihat dari, tindakan sekolah yang kadang memasukkan
anak ke kelas dengan usia yang lebih muda dari yang biasanya. Dan
juga pemberian kurikulum yang lebih cepat. Misalnya, saat ini sistem
pendidikan Indonesia sudah memberikan pelajaran Kimia untuk anak
SMP. Padahal dulunya pelajaran Kimia baru dimulai pada tingkat
SMU.
c) Aktivitas yang membosankan, terus menerus, tidak berarti dan
serangkaian kegiatan rutin.
3. Media Massa
Media seperti televisi, memiliki program-program yang belum pantas
dilihat anak. Penerapan jam tayang dan kategori usia pada
program-program yang ditayangkan televisi belum sepenuhnya bermanfaat.
Berdasarkan data statistik, Elkind (2001) mengatakan bahwa anak-anak
lebih banyak menonton televisi dibandingkan dengan tingkat usia lainnya.
Semakin tinggi tingkat usia seseorang, semakin berkurang waktu untuk
menonton televisi. Oleh karena itu, banyak hal-hal seperti kekerasan,
seksual, bisa saja disaksikan anak lewat televisi.
Selain itu, McDonnell (2002) juga mengatakan bahwa anak sekarang
lebih brand aware. Anak balita mengetahui bahwa mereka sedang
memakai Pampers atau Huggies.
Jadi, faktor yang menyebabkan anak menjadi hurried, tidak hanya satu
atau dua penyebab. Akan tetapi, berbagai segi kehidupan manusia saat ini telah
menciptakan suatu kondisi yang saling mempengaruhi satu sama lain, faktor
orang tua, sekolah ataupun media, untuk membuat anak tumbuh lebih cepat dari
yang seharusnya.
Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan perhatian pada anak
yang hurried di bidang akademik karena tuntutan orang tua. Pada sub-bab
berikutnya, peneliti akan membahas lebih detail mengenai hubungan antara orang
tua dan anak.
II.B.4. Hurried Child ditinjau dari perspektif Contracting
Elkind (2001) mengatakan bahwa keluarga merupakan sekolah bagi anak
untuk mempelajari hubungan antar-manusia dalam lingkungan sosial nantinya.
Elkind mengemukakan teori Contract Model yang menyatakan bahwa dalam
mempelajari sosialisasi, selalu tersirat adanya harapan yang saling timbal balik
antara anak dan orang tua, baik itu tidak disadari ataupun harapan yang tidak
secara verbal.
Pembelajaran anak terhadap realitas sosial selalu dimediasi oleh orang tua
ataupun pengasuhnya (caretakers). Mediasi maksudnya bahwa orang tua dan
caretakers bertindak untuk membantu anak dalam membentuk pengertian