• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU

PADA GALIH BAKERY, CILEDUG, TANGERANG, BANTEN

Asep Heruhidayat

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

1.1. Latar Belakang

Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu kekuatan

pendorong bagi pembangunan perekonomian Indonesia. Sektor UKM memegang

peranan yang sangat penting terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja

yang mampu diserap oleh UKM. UKM ini selain memiliki arti strategis bagi

pembangunan, juga sebagai upaya untuk meratakan hasil-hasil pembangunan yang

telah dicapai (Anoraga dan Sudantoko, 2002: 224). Hal ini karena UKM cukup

fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah

permintaan pasar. Selain itu, UKM juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih

cepat dibandingkan sektor usaha lainnya. Eksistensi dan peran UKM yang pada

tahun 2007 mencapai 49,84 juta unit usaha dan merupakan 99,9 persen dari

pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan

lagi dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan

Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, nilai ekspor nasional, dan investasi

nasional (Kusumo, 2008: i)

Perkembangan jumlah UKM periode 2006-2007 mengalami peningkatan

sebesar 2,18 persen yaitu dari 48,7 juta unit pada tahun 2006 menjadi 49,8 juta

pada tahun 2007. Kebanyakan usaha kecil ini terkonsentrasi pada sektor

perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen, kayu, dan produk kayu,

serta produk mineral non-logam (Kusumo, 2008: 4). Salah satu sektor ekonomi

(3)

pengolahan. Industri pengolahan memberikan nilai tambah (added value) pada produk primer, sehingga produk turunan yang dihasilkan mempunyai nilai tambah

yang lebih dibandingkan dengan produk non-olahan. Begitu pula halnya dengan

produk pertanian, apabila diolah lebih lanjut maka akan mempunyai nilai tambah

yang lebih dibandingkan produk pertanian non-olahan. Salah satu produk turunan

dari produk pertanian adalah roti.

Roti merupakan salah satu diantara berbagai macam produk turunan dari

gandum. Secara sederhana roti dapat diartikan sebagai makanan yang berbahan

dasar utama tepung terigu dan air yang difermentasikan oleh ragi, tetapi ada juga

yang tidak menggunakan ragi. Namun kemajuan teknologi manusia membuat roti

diolah dengan berbagai bahan seperti garam, minyak, mentega, ataupun telur

untuk menambahkan kadar protein di dalamnya sehingga didapat tekstur dan rasa

tertentu (Astawan, 2007: 1). Roti merupakan makanan yang sudah banyak

dikonsumsi sebagai alternatif sumber kalori pengganti nasi maupun snack

(kudapan) pengganjal perut ketika lapar.

Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 1996 tingkat konsumsi rata-rata roti di

Indonesia mencapai 628,3 juta bungkus kecil roti tawar dan 2.979,6 juta potong

roti manis. Walaupun terjadi penurunan menjadi 366,7 juta bungkus kecil roti

tawar dan 2.349,3 juta potong roti manis pada tahun 1999 karena terpaan krisis

ekonomi yang melanda Indonesia sehingga daya beli masyarakat berkurang,

konsumsi rata-rata roti Indonesia kembali meningkat hingga mencapai angka

447,6 juta bungkus kecil roti tawar dan 2.920,6 juta potong roti manis pada tahun

(4)

Tabel 1. Konsumsi Roti Tawar dan Manis Per Kapita Per Tahun di Indonesia

Seiring dengan meningkatnya konsumsi roti, industri ini turut berkembang

pesat. Berdasarkan Tabel 2, pada tahun 1997, jumlah industri roti di Indonesia

berjumlah 331 unit, kemudian meningkat 48,04 persen menjadi 490 unit pada

tahun 1998. Walaupun pada tahun-tahun berikutnya jumlah industri roti

berfluktuasi pada kisaran 1 persen, tetapi hingga akhir tahun 2003, jumlah industri

roti di Indonesia tercatat mencapai 506 unit atau meningkat 3,27 persen dibanding

tahun 2002 yang mencapai 490 unit

Tabel 2. Perkembangan Jumlah Industri Roti di Indonesia Tahun 1997-2003

Tahun Jumlah Perusahaan Perkembangan (%)

Berdasarkan data di atas, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa persaingan

diantara para pengusaha pun semakin ketat pula. Hal tersebut menyebabkan

(5)

tetap bersaing dengan perusahaan lain. Salah satunya adalah dengan menghasilkan

produk yang bermutu.

Mutu mungkin merupakan cara yang paling baik untuk memastikan

adanya kesetiaan pelanggan, pertahanan yang paling baik terhadap pesaing asing

dan satu-satunya jalan untuk memantapkan pertumbuhan dan keuntungan yang

berkesinambungan dalam keadaan pasar yang sulit (Faure dan Faure, 1996: 1-2).

Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat

kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi

pembayaran biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi

inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu pengiriman produk ke pasar,

meningkatkan hasil (yield) dan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa (Nasution, 2005: 12). Salah

satu cara untuk menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan mutu adalah

dengan menerapkan sistem Manajemen Mutu Terpadu.

Menurut Feigenbaum (1992: 5-6) sistem Manajemen Mutu Terpadu

memberikan arahan dan panduan bagi pelaksanaan kegiatan peningkatan dan

pengendalian mutu. Kendali mutu merupakan salah satu kekuatan perusahaan

yang utama untuk mencapai peningkatan produktivitas total secara tepat.

Disamping itu, dengan pengendalian mutu diharapkan manajemen perusahaan

mampu menyelenggarakan usaha dagang berdasarkan kekuatan dan keyakinan

atas mutu produk atau jasa mereka, dan memungkinkan manajemen perusahaan

bergerak maju dalam volume pasar dan perluasan bauran dengan derajat

(6)

perusahaan yang pesat. Hal tersebut juga berlaku pula dalam perusahaan roti,

dimana roti sebagai bahan makanan yang akan dikonsumsi langsung oleh manusia

tentunya harus memenuhi tingkat keamanan pangan (food safety) produk untuk

konsumsi. Kualitas dari produk roti haruslah diperhatikan dan dijaga oleh pihak

produsen agar selalu dalam keadaan baik serta aman untuk dikonsumsi. Selain itu,

mutu atau kualitas produk juga berperan dalam memenangkan persaingan serta

merebut hati konsumen.

Galih Bakery merupakan salah satu dari ratusan perusahaan roti dan kue

yang ada di Indonesia. Perusahaan roti yang berlokasi di Ciledug, Tangerang,

Banten ini berhasil bertahan selama kurang lebih 20 tahun berdiri sejak tanggal 15

Juni 1986 dan telah mengalami pasang surut dalam menjalankan usahanya, selalu

mempunyai kesadaran akan pentingnya menjaga mutu. Walaupun demikian,

perusahaan roti ini mempunyai kendala dalam menjaga mutu rotinya yang

terkadang berfluktuasi. Jika kondisi ini terus berlangsung, dikhawatirkan Galih

Bakery akan kehilangan konsumennya. Hal ini mengingat peta persaingan

perusahaan roti di daerah Ciledug cukup ketat. Tedapat perusahaan-perusahaan

sekelas Tan Ek Tjoan, Lauw, Swanish, maupun Sari Roti yang tentu saja kelasnya

berada di atas Galih Bakery. Sedangkan perusahaan roti yang sekelas Galih

seperti Duriana Bakery, Mariana Bakery, Agustini Bakery, dan Nathan Bakery.

Tingkat kelemahan yang dimiliki banyak perusahaan kecil seperti Galih

Bakery dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu menyebabkan pihak

perusahaan kurang tanggap dalam mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan

(7)

dengan permasalahan yang dihadapi dan hanya mengandalkan kegiatan rutin saja.

Penyusun tertarik untuk mengangkat permasalahan pada Galih Bakery ini ke

dalam sebuah penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan

yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana penerapan sistem Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery?

b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu

pada Galih Bakery?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan

dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan penerapan sistem Manajemen Mutu Terpadu pada Galih

Bakery.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu

(8)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Perusahaan, diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi

perusahaan dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal penetapan

kebijakan penerapan Manajemen Mutu Terpadu.

b. Pembaca, sebagai bahan informasi, masukkan bagi penelitian selanjutnya, dan

sebagai pelengkap literatur khususnya dalam bidang penerapan Manajemen

Mutu Terpadu pada industri kecil.

c. Peneliti, selain untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan sekaligus

menerapkan apa yang sudah diajarkan selama di bangku kuliah, penelitian ini

berguna untuk membandingkan teori yang dipelajari dalam perkuliahan

dengan kenyataannya di lapangan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Galih Bakery yang merupakan industri kecil

yang bergerak dalam bidang pembuatan roti. Penelitian ini meneliti tentang

penerapan Manajemen Mutu Terpadu yang didasarkan atas unsur-unsur

Manajemen Mutu Terpadu itu sendiri. Unsur-unsur tersebut meliputi fokus pada

pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka

panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan

dan pelatihan, kebebasan yang terkendali, kesatuan tim, serta adanya keterlibatan

dan pemberdayaan karyawan.

(9)

Zat Gizi Roti Putih Nasi Mie Basah

Roti diartikan sebagai makanan yang berbahan dasar utama tepung terigu

dan air yang difermentasikan oleh ragi, tetapi ada juga yang tidak menggunakan

ragi. Secara umum roti dibedakan atas roti tawar dan roti manis. Roti tawar dapat

dibedakan lagi atas roti putih (white bread) dan roti gandum (whole wheat bread). Sedangkan roti manis sendiri dibedakan atas dasar bahan pengisinya, seperti roti

isi pisang, nenas, kelapa, daging sapi, daging ayam, sosis, coklat, keju, dan lain-

lain. Dibandingkan dengan 100 gram nasi putih atau mie basah, maka 100 gram

roti memberikan energi, karbohidrat, protein, fosfor dan besi yang lebih banyak

(Astawan, 2007: 1). Secara rinci komposisi gizi roti tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Gizi Roti Dibanding Nasi dan Mi Basah per 100 gram

(10)

Berdasarkan Tabel 3, 100 gram roti menghasilkan 248 kkal, sedangkan

nasi 178 kkal, dan mie basah hanya menghasilkan 86 kkal. Roti juga

menghasilkan lebih banyak protein yaitu sebesar 8 gram, lebih banyak dari nasi

dan mie basah yang hanya menghasilkan protein sebesar 2,1 gram dan 0,6 gram.

Roti merupakan produk yang paling pertama dikenal dan paling populer di dalam

kelompok bakery hingga saat ini (Astawan, 2007: 1).

Selanjutnya dikatakan bahwa komposisi roti tawar umumnya terdiri dari:

57 persen tepung terigu; 36 persen air; 1,6 persen gula; 1,6 persen shortening (mentega atau margarin); 1 persen tepung susu; 1 persen garam dapur; 0,8 persen

ragi roti (yeast); 0,8 persen malt dan 0,2 persen garam mineral. Gula, walaupun dalam jumlah sedikit perlu ditambahkan ke dalam adonan roti. Hal ini karena gula

berperan sebagai bagi pertumbuhan ragi roti (Saccharomyces cereviseae) untuk

dapat menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah yang cukup untuk

mengembangkan adonan secara optimal.

2.1.2. Mutu

Banyak sekali definisi kualitas yang sebenarnya definisi kualitas yang satu

hampir sama dengan definisi yang lain. Definisi kualitas menurut beberapa ahli

antara lain:

1. Stevenson (2005: 381) ”quality refers to the ability of a product or service to

consistently meet or exceed customer expectations” atau ”kualitas berarti kemampuan produk atau jasa untuk secara berkesinambungan menyesuaikan

(11)

2. Schroeder (2004: 169) “mutu didefinisikan sebagai kecocokan penggunaan. Ini

berarti bahwa produk atau jasa memenuhi kebutuhan pelanggan”

3. Render and Heizer (2001: 92) “mutu adalah totalitas bentuk dan karakteristik

barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan

kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi”

4. Gaspersz (2005: 5) “kualitas diartikan sebagai sesuatu yang menentukan

kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus-menerus

sehingga dikenal istilah Q-MATCH (Quality = Meets Agreed Terms and

Changes)

Menurut Feigenbaum (1992: 7) mutu adalah keseluruhan gabungan

karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan

pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-

harapan pelanggan. Feigenbaum (1992: 54-56) menambahkan terdapat sembilan

dasar yang mempengaruhi mutu baik produk ataupun jasa, kesembilan bidang

dasar tersebut, yaitu:

1. Market (pasar), keinginan dan kebutuhan konsumen pada masa sekarang ini

memperoleh produk dengan mutu yang baik untuk memenuhi kebutuhan

tersebut, bahwasanya pasar memiliki ruang lingkup yang luas secara

fungsional.

2. Money (uang), biaya-biaya mutu yang dikaitkan dengan perbaikan mutu telah mencapai ketinggian yang tak terduga, kenyataan ini menekankan bahwa biaya

mutu sebagai salah satu “titik lunak” tempat biaya operasi dan kerugian yang

(12)

3. Management (manajemen), adanya koordinasi antar divisi memungkinkan tidak terjadinya kesalahan operasi perencanaan produk yang dihasilkan sesuai

dengan mutu yang diinginkan oleh konsumen.

4. Men (manusia), merupakan faktor terpenting yang harus dimiliki oleh perusahaan karena merupakan sumber daya dengan spesialisasi yang khusus.

5. Motivation (motivasi), para pekerja saat ini memerlukan sesuatu yang

memperkuat rasa keberhasilan dalam pekerjaan mereka dan secara pribadi

mereka memberikan sesuatu atas tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini

membimbing ke arah yang tidak ada sebelumnya yaitu pendidikan mutu yang

lebih ketat, maka spesifikasi bahan menjadi lebih baik.

6. Materials (bahan), dikarenakan persyaratan mutu yang lebih ketat, maka

spesifikasi bahan menjadi lebih baik.

7. Machines and mechanization (mesin dan mekanisasi), mutu yang baik menjadi sebuah faktor yang kritis dalam memelihara waktu kerja mesin agar

fasilitasnya dapat dimanfaatkan sepenuhnya.

8. Modern information methods (metode informasi modern), teknologi yang

berkembang pada saat ini sangat cepat yang memungkinkan perusahaan dapat

mengumpulkan, memanipulasi, serta mengendalikan proses selama produksi

bahkan hingga mencapai pada konsumen.

9. Mounting product requirements (persyaratan proses produksi), meningkatnya

kerumitan persyaratan-persyaratan prestasi yang lebih tinggi bagi produk telah

(13)

Russel dalam Ariani (2002: 9) mengidentifikasikan tujuh peran kualitas, yaitu: (1) meningkatkan reputasi perusahaan, (2) menurunkan biaya, (3)

meningkatkan pangsa pasar, (4) dampak internasional, (5) adanya

pertanggungjawaban produk, (6) penampilan produk, (7) mewujudkan kualitas

yang dirasa penting.

2.1.3. Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu adalah fungsi manajemen dimana kualitas material,

proses, keahlian, dan produk dikontrol dengan tujuan mencegah rusaknya

keluaran (Lockyer dkk, 1994: 93). Tujuan pengendalian mutu adalah untuk

menjamin produk, alat maupun sumberdaya lainnya yang digunakan telah

memenuhi persyaratan yang ditentukan sehingga dapat menghasilkan produk yang

memenuhi keinginan pelanggan atau pembeli atau yang disyaratkan. Tiga kondisi

yang harus mendapat perlakuan tersebut adalah bahan yang masuk, selama proses,

dan proses pengeluaran (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996: 82).

2.1.4. Manajemen Mutu Terpadu

Menurut Nasution (2005: 22) Total Quality Management merupakan suatu

pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan

daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga

kerja, proses, dan lingkungannya. Sedangkan menurut Brocka dan Brocka dalam Suwatno dan Rasto (2003: 174-175) Total Quality Management dapat

(14)

berkelanjutan pada setiap tingkat operasi, dalam setiap fungsi organisasi, dengan

menggunakan seluruh sumber daya manusia dan modal yang tersedia.

Menurut Ariani (2002: 35) Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality

Management) merupakan suatu penerapan metode kuantitatif dan sumber daya

manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan

bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkatan tertentu dimana

kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan di masa mendatang. Total Quality

Management lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. Total Quality Management

menghendaki komitmen total dari manajemen sebagai pemimpin organisasi

dimana komitmen ini harus disebarluaskan pada seluruh karyawan dan pada

semua level atau departemen dalam organisasi. Total Quality Management bukan

merupakan program atau sistem, tapi merupakan budaya yang harus dibangun,

dipertahankan, dan ditingkatkan oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan

bila organisasi atau perusahaan tersebut berorientasi pada kualitas dan menjadikan

kualitas sebagai the way of life. Prawirosentono (2004: 5) secara sistematis,

Manajemen Mutu Terpadu meliputi:

a. Merancang produk (product designing)

b. Memproduksi secara baik sesuai dengan rencana

c. Mengirimkan produk ke konsumen dalam kondisi baik (to deliver) d. Pelayanan yang baik kepada konsumen (good consumer service)

Menurut Hensler dan Brunell dalam Nasution (2005: 30-31) ada empat

(15)

1. Kepuasan Pelanggan

Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi

tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan pelanggan. Pelanggan itu sendiri

meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan

diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga,

keamanan, dan ketepatan waktu. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan

sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup

para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula

kepuasan pelanggan.

2. Respek Terhadap Setiap Orang

Setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan

kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumberdaya

organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi

diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan

berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan.

3. Manajemen Berdasarkan Fakta

Setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan

(feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama,

prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat

dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat

keterbatasan sumberdaya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan

data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya

(16)

manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas

yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan

demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan

tindakan yang dilakukan.

4. Perbaikan Berkesinambungan

Setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan

perbaikan secara berkesinambungan agar dapat sukses. Konsep yang berlaku di

sini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan dan melakukan tindakan kreatif terhadap hasil

yang diperoleh

Sedangkan unsur-unsur Total Quality Management menurut Goetsch dan Davis dalam Nasution (2005: 22-24) antara lain:

1. Fokus Terhadap Pelanggan

Pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver dalam TQM. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan

kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam

menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan

dengan produk atau jasa.

2. Obsesi Terhadap Kualitas

Pelanggan internal dan eksternal menentukan kualitas dalam organisasi yang

menerapkan TQM. Pelanggan internal adalah orang yang berada dalam

perusahaan dan memiliki pengaruh pada performansi (performance) pekerjaan

(17)

pembayaran gaji, rekrutmen, dan karyawan, merupakan contoh rari pelanggan

internal. Pelanggan eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk itu,

yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer). Pelanggan

eksternal merupakan orang yang membayar untuk menggunakan produk yang

dihasilkan itu (Gaspersz, 2005: 34). Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut,

organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan

mereka.

3. Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk

mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan

pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut.

Data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga

(benchmarking), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan. 4. Komitmen Jangka Panjang

Komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan

budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.

5. Kerjasama Tim

Kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina dalam organisasi

yang menerapkan TQM, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan

pemasok, lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat sekitarnya.

6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan

Setiap produk dan jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses

(18)

diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat makin

meningkat.

7. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor fundamental dalam organisasi

yang menerapkan TQM. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus

belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang

tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang

dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian

profesionalnya.

8. Kebebasan yang Terkendali

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan

pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam TQM. Hal

ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan rasa memiliki dan

tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu,

unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu

keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun

demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan

tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana

dengan baik.

9. Kesatuan Tim

Perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan agar TQM dapat diterapkan

dengan baik. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang

(19)

10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam

penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat

utama. Pertama, akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan

yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga

mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung

berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga

meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan

melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya. Pemberdayaan bukan

sekedar melibatkan karyawan, tetapi juga melibatkan mereka dengan

memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh berarti. Salah satu cara yang

dapat dilakukan adalah dengan menyusun pekerjaan yang memungkinkan para

karyawan untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan proses

pekerjaannya dalam parameter yang ditetapkan dengan jelas.

Menurut Oakland dalam Ariani (2002: 50) Manajemen Mutu Terpadu (TQM) akan dapat tercapai bila perusahaan atau organisasi dapat melaksanakan

kegiatannya dengan berpedoman pada atribut efisiensi, yaitu:

1. Dukungan (commitment)

Organisasi atau perusahaan harus mendukung pada penyediaan produk dan

jasa untuk mengembangkan organisasi. Manajemen harus mendukung pada

(20)

2. Konsistensi (consistency)

Produk dan jasa bukan merupakan jenis usaha yang semata-mata hanya

dipengaruhi permintaan pelanggan dan menyesuaikan dengan karakteristik

pelanggan. Produk dan jasa harus mempunyai konsistensi dalam kinerja,

misalnya ketepatan waktu, kebersihan ruangan, kesabaran dan memberikan

pelayanan, dan sebagainya.

3. Kemampuan (competence)

Organisasi atau perusahaan memang sangat membutuhkan karyawan yang ahli

sebagai organisasi dimana kualitas produk atau jasa yang ditawarkan sangat

dipengaruhi keahlian karyawan.

4. Hubungan (contact)

Organisasi atau perusahaan yang mengutamakan kebutuhan dan harapan

pelanggan dalam membuat produk atau jasanya, harus mengadakan hubungan

atau kontak langsung dengan pelanggan. Masalah menjaga hubungan yang

baik dengan pelanggan perlu mendapatkan prioritas.

5. Komunikasi (communication)

Spesifikasi produk atau jasa yang diinginkan pelanggan yang perlu dicapai

untuk dapat mewujudkan kualitas produk atau jasa tersebut harus didukung

dengan komunikasi yang baik antar pelanggan dengan pihak pemberi jasa. Hal

ini disebabkan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan juga sangat

(21)

6. Kepercayaan (credibility)

Organisasi atau perusahaan harus dapat dipercaya, dan antara pihak organisasi

atau perusahaan dengan pelanggan juga harus ada rasa saling percaya. Hal ini

akan memperlancar komunikasi dan menjalin hubungan baik yang akan

memudahkan organisasi atau perusahaan merealisasikan keinginan atau

harapan pelanggan tersebut.

7. Perasaan (compassion)

Perasaan yang dimaksud di sini adalah perasaan simpati akan kebutuhan dan

harapan pelanggan, selain juga perasaan dari pihak manajemen kepada

karyawan organisasi yang memberikan produk atau jasa secara langsung pada

pelanggan.

8. Kesopanan (courtesy)

Hubungan langsung antar personil organisasi atau perusahaan dengan

pelanggan tersebut menuntut adanya sikap sopan santun dari pihak organisasi

atau perusahaan. Pelanggan akan lebih menyukai produsen yang

memperhatikan sopan santun dalam memberikan pelayanan.

9. Kerjasama (co-operation)

Kerjasama dengan pelanggan akan membantu organisasi atau perusahaan

untuk dapat menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas dan sesuai dengan

keinginan pelanggan. Kerja sama ini juga perlu dibina secara terus menerus

antar personil organisasi atau perusahaan dengan pelanggan dan antar para

(22)

10. Kemampuan (capability)

Capability disini diartikan bahwa organisasi atau perusahaan harus mempunyai kemampuan untuk mengambil tindakan atau keputusan yang

berkaitan dengan produk atau jasa.

11. Kepercayaan (confidence)

Kepercayaan disini berarti rasa percaya diri dari organisasi atau perusahaan

bahwa organisasi atau perusahaan tersebut mampu memberikan jasa yang

terbaik bagi pelanggan.

12. Kritikan (criticism)

Kritikan dalam hal ini berarti bahwa organisasi atau perusahaan tidak boleh

menghindari kritikan yang bersifat membangun, apalagi kritikan itu berasal

dari pelanggan.

2.1.3.1. Hambatan dalam Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

Menurut Hessel dalam Nasution (2005: 366-367), ada beberapa hambatan dalam melaksanakan Total Quality Management, antara lain:

1. Kurangnya komitmen manajemen puncak

Hal ini ditunjukkan dengan dukungan manajemen puncak hanya berpengaruh

signifikan pada ”manajemen arus proses”. Hal ini menggambarkan manajemen

belum menganggap proses produksi merupakan proses yang berhubungan

dengan proses-proses lain yang mengakibatkan berbagai proses dalam

(23)

2. Kurangnya dukungan infrastruktur untuk implementasi TQM

TQM bergerak pada lima dimensi infrastruktur, yaitu hubungan dengan

pelanggan (customer chain), dukungan manajemen puncak, manajemen

sumber daya manusia, hubungan dengan pemasok (supply chain) dengan sikap kerja karyawan. Kelima dimensi infrastruktur tersebut harus dibenahi dengan

sebaik-baiknya.

3. Partial quality management

Implementasi Manajemen Mutu Terpadu masih bersifat parsial yang

berorientasi hanya pada little quality, yaitu hanya di bidang produksi saja. Hal

ini menunjukkan implementasi Manajemen Mutu Terpadu baru terbatas pada

bagian produksi saja dan tidak keseluruhan sistem organisasi yang ada.

Manajemen Mutu Terpadu harus diintegrasikan ke dalam strategi yang lebih

dalam. Organisasi bersifat lintas fungsional, melibatkan seluruh karyawan,

serta pelanggan dan pemasok yang berorientasi pada big quality secara total.

4. Kurangnya pengetahuan tentang konsep TQM

Kurangnya pengetahuan tentang konsep TQM akan mempersulit karyawan

untuk menerima dan menerapkan konsep TQM

5. Budaya organisasi kurang mendukung implementasi TQM

Budaya organisasi yang belum sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan.

Organisasi belum menganggap perlu untuk menjalin hubungan jangka panjang

dengan pelanggan dan pemasok. Kemudian belum menerapkan budaya kualitas

(24)

6. Ketidaksempurnaan implementasi TQM

Ini disebabkan adanya kekhawatiran karyawan mengenai adanya kemungkinan

diberentikan. Jika implementasi TQM karena karena adanya kekhawatiran

pekerja kemungkinan adanya down-sizing, dimana pekerja yang tidak memiliki kompetensi akan diberentikan organisasi.

2.1.3.2. Tujuan dan Manfaat Manajemen Mutu Terpadu

Suwatno dan Rasto (2003: 192) menyatakan bahwa Total Quality

Management pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa dengan kualitas yang dirancang, dipadukan, dan dipertahankan pada tingkat biaya

yang paling ekonomis sehingga memungkinkan tercapainya kepuasan konsumen.

Implementasi Total Quality Management memusatkan perhatiannya pada usaha

perbaikan dalam proses produksi barang atau jasa, yang berimplikasi pada

kepuasan konsumen, produktivitas, dan keuntungan.

Tujuan dari Total Quality Management yang lebih luas adalah untuk

menjamin kepemimpinan dengan menempatkan proses dan sistem yang

meningkatkan keberhasilan perusahaan, mencegah kesalahan dan pemborosan

usaha, dan meyakinkan hubungan dengan kebutuhan konsumen. Hal ini pada

akhirnya dapat menghasilkan kemampuan perusahaan untuk menyelenggarakan

produksinya secara kompetitif, tepat waktu, efisien dan efektif yang menjadi

tujuan perusahaan. Manfaat utama yang paling mendasar dari penerapan Total

Quality Management menurut para ahli adalah sebagai berikut:

(25)

2. Meningkatkan efisiensi proses kerja

3. Meningkatkan produktivitas

4. Mengurangi persaingan antar karyawan

5. Meningkatkan mutu barang atau jasa yang dihasilkan

6. Menurunkan harga

7. Meningkatkan kepuasan konsumen

8. Meningkatkan keuntungan perusahaan.

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian Nurlaela (2006), mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Pasar Ikan Higienis

(PIH), Pejompongan menyebutkan bahwa hasil perhitungan tentang faktor-faktor

permasalahan yang berkaitan dengan penerapan MMT berdasarkan metode

Analisis Hirarki Proses (AHP) diperoleh hasil sebagai berikut: masalah mutu

(0,59), biaya (0,29), dan waktu (0,12). Bahan baku merupakan prioritas utama

dalam subfaktor masalah mutu dengan bobot 0,44, biaya penanganan menempati

urutan pertama dalam subfaktor masalah biaya, dengan bobot 0,14. Sedangkan

subfaktor masalah waktu merupakan prioritas utama adalah waktu pengadaan

(0,06), faktor masalah dalam subfaktor masalah diatas dapat terjadi disebabkan

oleh faktor sarana (0,52), sistem (0,28), dan keuangan (0,19). Pelaku yang

mempunyai pengaruh penting agar penerapan MMT di PIH Pejompongan berjalan

(26)

Sedangkan Nirang (1997) mengkaji mengenai Manajemen Mutu Terpadu

pada Produk Sapi Perah di KPBS Pangalengan dengan metode Analisis Hirarki

Proses (AHP) sebagai metode penelitian yang dipakai. Berdasarkan identifikasi

permasalahan di KPBS tersebut, diketahui bahwa terdapat tiga masalah utama

yang dihadapi KPBS, yaitu masalah mutu, biaya, dan jumlah. Mutu serta jumlah

susu segar sangat dipengaruhi oleh manajemen peternakan yang dilakukan.

Sedangkan berdasarkan hasil analisis kerjanya, diketahui bahwa bagian dari

KPBS yang berkinerja paling buruk adalah di peternak. Berdasarkan hasil

penelitian tersebut disimpulkan bahwa KPBS Pangalengan belum menerapkan

Manajemen Mutu Terpadu.

2.3. Kerangka Pemikiran

Galih Bakery merupakan salah satu usaha kecil yang menghasilkan roti,

baik roti manis maupun roti tawar sebagai produk utamanya. Perusahaan ini telah

bertahan kurang lebih 20 tahun sejak didirikan pada tanggal 15 Juni 1986. Seiring

dengan meningkatnya konsumsi roti, industri roti pun banyak bermunculan, baik

industri kecil, menengah, maupun besar. Sehingga persaingan pun semakin ketat.

Ditengah persaingan yang ketat tersebut, Galih Bakery mengalami

masalah dengan pengendalian mutu karena mutu roti yang dihasilkan terkadang

tidak sesuai dengan atribut mutu yang telah ditetapkan. Disisi lain, mutu produk

perusahaan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan daya saing. Apabila

kondisi ini berlangsung terus, dikhawatirkan Galih Bakery akan kehilangan

(27)

Mutu Terpadu pada Galih Bakery perlu dianalisis, agar dapat dievaluasi sehingga

penerapan Manajemen Mutu Terpadu dapat berjalan dengan baik yang dapat

memberikan dampak positif bagi perusahaan.

Analisis tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu, yaitu merupakan pendekatan yang

digunakan oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia untuk mampu bertahan dan

berkembang. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu berkaitan pada teknik

pengendalian mutu serta unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen

Mutu Terpadu pada Galih Bakery dengan Metode DELPHI.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu

(28)
(29)
(30)

2.4. Definisi Operasional

1. Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu konsep penciptaan, pemeliharaan, dan

peningkatan kualitas dengan cara perbaikan berkesinambungan atas produk,

jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya dan menjadikan kualitas sebagai

budaya seluruh anggota perusahaan (Nasution, 2005: 22).

2. Manajemen pemasaran merupakan kegiatan analisis, perencanaan,

pelaksanaan, dan pengendalian program-program yang dibuat untuk

membantu, membangun, dan memelihara, keuntungan dari pertukaran melalui

sasaran pasar guna mencapai tujuan organisasi (perusahaan) dalam jangka

panjang (Assauri, 2007: 12).

3. Lingkungan usaha atau industri lebih mengarah pada aspek persaingan dimana

bisnis perusahaan berada. Aspek-aspek tersebut antara lain ancaman masuk

pendatang baru, persaingan sesama perusahaan di dalam industrinya, ancaman

dari produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli (buyers), kekuatan

tawar-menawar pemasok (suppliers), dan pengaruh stakeholder lainnya (Umar, 2005: 268).

4. Manajemen produksi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal

penggunaan sumberdaya-sumberdaya (atau sering disebut faktor-faktor

produksi) tenaga kerja, mesin, peralatan, bahan mentah, dan sebagainya dalam

proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk

(31)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Galih Bakery yang berlokasi di Komplek

Taman Asri Blok F1/1, Ciledug, Tangerang, Banten. Pemilihan lokasi dilakukan

secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa Galih Bakery merupakan salah

satu usaha kecil yang mempunyai masalah dengan kualitas produk roti yang

dihasilkannya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2008 – Mei

2009.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan

kuantitatif, sedangkan sumber data berasal dari data primer dan data sekunder.

Sumber data diperoleh dari pihak perusahaan, literatur-literatur, dan berbagai situs

internet.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan melalui wawancara, kuesioner, dan observasi

yang dilakukan dengan berbagai pihak yang terkait dalam topik penelitian ini.

Wawancara dilakukan kepada pimpinan Galih Bakery dan 3 (tiga) orang pakar

mutu. Wawancara kepada pimpinan Galih bakery dilakukan untuk mengetahui

gambaran umum tentang kondisi perusahaan dan informasi yang berkaitan dengan

(32)

serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan wawancara kepada 3 (tiga)

orang pakar mutu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada industri kecil. Sebelum melakukan

wawancara, para pakar terlebih dahulu diberikan gambaran tentang Galih Bakery

baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini dimaksudkan agar jawaban yang

diperoleh dari para pakar dapat relevan atau sesuai dengan penelitian yang

dilakukan.

Kuesioner diberikan kepada pimpinan dan manajer harian Galih Bakery

serta 3 (tiga) orang pakar mutu (Tabel 4) yang berasal dari instansi pemerintah

maupun swasta untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan dalam

penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Sedangkan pengamatan

langsung di lapangan (observasi) dilakukan untuk mengetahui kegiatan

perusahaan dalam proses produksi mulai dari pengadaan bahan baku sampai

pemasaran. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur-literatur dan dari

internet (website-website) yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

Tabel 4. Daftar Responden

No. Nama Pekerjaan

1. Suprapto, MPS* Ketua Sistem Penerapan Standar BSN

2. Chris Hardijaya* Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI)

3. Heru Laksana* Pimpinan Maison Weiner Cake Shop

4. Usman Pimpinan Galih Bakery

5. Jamil Manajer Harian Galih Bakery

(33)

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh kemudian diolah dan disajikan dalam

bentuk tulisan, tabulasi data, serta gambar yang sesuai dengan konteks

permasalahan yang dibahas. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih

Bakery adalah dengan menggunakan Metode Delphi dan Metode Analisis Hirarki

Proses (AHP). Metode Delphi digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang

mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery.

Sedangkan Analisis Hirarki Proses (AHP), digunakan untuk menganalisis faktor-

faktor tersebut.

Metode Delphi digunakan u n t u k m e m p e r o l e h k ons ens u s para pa kar

berkenaan den ga n fakt or-fa kt or ri sik o proyek yang dipertimbangkan.

Metode ini bertujuan untuk menentukan sejumlah alternatif program,

mengeksplorasi asumsi-asumsi atau fakta yang melandasi “judgments” tertentu

dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu konsensus.

Biasanya metode ini dimulai dengan melontarkan suatu masalah yang

bersifat umum untuk diidentifikasi menjadi masalah yang lebih spesifik.

Partisipan dalam metode ini biasanya orang yang dianggap ahli dalam disiplin

ilmu tertentu.

Tahapan Metode Delphi yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

1. Menentukan masalah yang akan diidentifikasi. Masalah yang akan

diidentifikasi pada penelitian ini yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi

(34)

2. Menentukan pakar yang akan dijadikan sebagai partisipan. Pakar yang

digunakan yaitu Suprapto, MPS (Ketua Sistem Penerapan Standar BSN),

Chris Hardijaya (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia), Heru

Laksana (Pimpinan Maison Weiner Cake Shop), Usman (Pimpinan Galih

Bakery).

3. Memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu

Terpadu pada Galih Bakery dari para partisipan.

4. Membagi faktor yang diperoleh dari satu partisipan ke partisipan lain hingga

terjadi kesepakatan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan

Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery.

Tahap selanjutnya setelah selesai menggunakan Metode Delphi adalah

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu

Terpadu pada Galih Bakery dengan menggunakan Metode AHP. Pada dasarnya

Metode AHP ini memecah-mecah suatu situasi atau masalah yang kompleks tidak

terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini

dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif

tentang relatif pentingnya setiap variabel, mensintesis berbagai pertimbangan ini

untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

AHP digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Analisis ini dimulai

dengan pengumpulan data dan informasi yang digunakan untuk menyusun

struktur hirarki yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh Galih

(35)

uraian dan tabel. Metode pemecahan masalah dalam penelitian dengan metode

AHP dapat dijelaskan pada langkah-langkah berikut (Saaty, 1991: 102-103):

Tahap 1: mendefinisikan masalah dan menentukan secara spesifik solusi yang

diinginkan. Fokus permasalahan dalam analisis ini adalah identifikasi

permasalahan mutu roti pada Galih Bakery. Untuk mengetahuinya

dilakukan wawancara dengan responden. Setelah fokus analisis

ditentukan kemudian menentukan komponen-komponen

pendukungnya.

Tahap 2: membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara

menyeluruh. Setelah komponen dari fokus analisis diketahui,

kemudian dilakukan pembuatan struktur hirarki. Pembuatan hirarki

bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Pada fokus

identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan, seperti tingkat

2 (dua), adalah faktor masalah, tingkat 3 (tiga) subfaktor masalah,

tingkat 4 (empat) faktor penyebab, tingkat 5 (lima) subfaktor

penyebab, dan tingkat 6 (enam) pelaku. Tidak ada aturan khusus dalam

menyusun struktur hirarki suatu sistem, jumlah tingkatan struktur

keputusan yang terstratifikasi dan variabel pada setiap tingkat

keputusan. Struktur hirarki pada penelitian ini terdiri dari 4 (empat)

tingkatan hirarki. Tingkat 1 (satu) adalah tujuan dari penelitian ini

yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu

Terpadu pada Galih Bakery. Tingkat 2 (dua) yaitu faktor masalah,

(36)

yaitu penyebab. Tingkatan hirarki pada penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 2.

G Tingkat 1: Fokus

F1 F2 F3 Fn Tingkat 2: Faktor masalah

SC1 SC2 SC3 SCn Tingkat 3: Pelaku

A1 A2 A3 An Tingkat 4: Penyebab

Gambar 3. Kerangka AHP Sederhana Sumber: Saaty, 1991: 84

Tahap 3: menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan

adalah matriks yang memperbandingkan bobot unsur dalam suatu

hirarki dengan unsur-unsur dalam hirarki, diantaranya matriks ini

disusun sesuai dengan tujuan penelitian dan struktur hirarki analisis.

Matriks ini dimulai dari puncak hirarki untuk fokus identifikasi

permasalahan sebagai dasar untuk melakukan perbandingan

berpasangan antar variabel yang terkait yang ada di bawahnya.

Tahap 4: melakukan perbandingan berpasangan antara setiap variabel pada baris

ke-i yang berhubungan dengan fokus G atau identifikasi masalah.

Pengisian nilai-nilai dalam matriks banding tersebut digunakan angka-

(37)

Tabel 5. Skala Banding Secara Berpasangan

Intensitas kepentingan

Definisi Penjelasan

1 Pentingnya sama Dua elemen mempunyai

kontribusi yang sama besar pada

5 Pentingnya kuat Pengalaman dan penilaian

dengan kuat memihak pada satu elemen dibandingkan dengan

pasangannya

6 Kuat plus

7 Pentingnya sangat kuat Satu elemen lebih disukai

dengan sangat kuat

bawah diagonal tersebut diisi dengan nilai-nilai kebalikan dari nilai-

(38)

Tahap 6: melakukan langkah 3, 4, dan 5 kembali untuk semua tingkat dan

gugusan dalam hirarki tersebut. Perbandingan dilakukan untuk semua

variabel pada tingkat keputusan yang ada dalam hirarki.

Ada 2 (dua) macam matriks pembanding yang digunakan dalam AHP, yaitu:

a. Matriks Pendapat Individu (MPI). Variabelnya disimbolkan dengan Aij,

artinya variabel matriks baris ke-i dan kolom ke-j

Tabel 6. Matriks Pendapat Individu

G A1 A2 A3 ... An

A1 A11 A12 A13 ... A1n

A2 A21 A22 A23 ... A2n

A3 A31 A32 A33 ... A3n

... ... ... ... ... ...

An An1 An2 An3 ... Ann

Sumber: Saaty (1991: 87)

b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG), merupakan matriks yang variabelnya

berasal dari rata-rata geometrik pendapat individu yang rasio konsistensinya

lebih kecil atau sama dengan 10%. Variabel pada matriks ini disimbolkan

sebagai Gij.

(39)

Tabel 7. Matriks Pendapat Gabungan

G G1 G2 G3 ... Gn

G1 G11 G12 G13 ... G1n

G2 G21 G22 G23 ... G2n

G3 G31 G32 G33 ... G3n

... ... ... ... ... ...

Gn Gn1 Gn2 Gn3 ... Gnn

Sumber: Saaty (1991: 88)

Rumus matematis untuk rata-rata geometrik adalah:

Gij =

Keterangan:

m m Π a(ij)k

k =1

G(ij) = variabel MPG baris ke-i kolom ke-j

a(ij) = variabel baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-i

k = indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi syarat

m = jumlah MPI yang memenuhi syarat.

Tahap 7: mensintesis prioritas untuk pembobotan vektor-vektor prioritas.

menggunakan komposisi secara hirarki. Untuk membobot vektor-

vektor prioritas dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan

semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas

dari tingkat bawah berikutnya, demikian seterusnya. Ada dua tahap

(40)

1. pengolahan horizontal, meliputi penentuan vektor prioritas (vektor

eigen), uji konsistensi dan revisi pendapat bila dibutuhkan

2. pengolahan vertikal, meliputi penyusunan prioritas pengaruh setiap

variabel pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran

utama atau fokus

Tahap 8: mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki dengan mengalikan

setiap indeks konsistensi dengan prioritas utama kriteria yang

bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan

pernyataan sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak yang

sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang

sama pada setiap indeks inkonsistensi acak juga dibobot berdasarkan

prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Untuk

memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hirarki harus bernilai

kurang dari atau sama dengan 10 persen.

(41)

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1. Sejarah Perusahaan

Galih Bakery pertama kali didirikan oleh H. Usman pada tanggal 15 Juni

1986 dengan modal awal sebesar Rp. 5 juta. Galih Bakery berlokasi di komp.

Taman Asri, Blok F1/1, Ciledug, Tangerang, Banten. Galih Bakery menempati

areal seluas lebih kurang 100 m2 yang sebelumnya digunakan sebagai garasi

mobil. Pertama kali berproduksi, Galih Bakery hanya mempunyai 4 (empat)

orang karyawan, yaitu 2 (dua) orang karyawan produksi dan 2 (dua) orang

karyawan penjualan. Selain itu, Galih Bakery juga belum mempunyai mesin

produksi sehingga proses pencampuran bahan baku menjadi adonan roti dilakukan

menggunakan tangan dengan cara ditonjok (dipukul) hingga adonan menjadi

kalis. Oleh karena itu, roti yang dihasilkan disebut dengan nama roti tonjok.

Berdirinya perusahaan ini tidak terlepas dari beberapa hal yang

melatarbelakanginya, selain sebagai usaha tambahan, perusahaan ini diharapkan

dapat membantu mengurangi angka pengangguran dengan cara penyerapan tenaga

kerja disamping prospek usaha ini yang cukup cerah karena roti telah menjadi

makanan pokok pengganti nasi.

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, Galih Bakery

digolongkan ke dalam perusahaan kecil dengan jumlah tenaga kerja 18 (delapan

belas) orang. Kedelapanbelas orang tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bidang, yaitu

produksi dan penjualan. Karyawan produksi terdiri atas 5 (lima) orang, sedangkan

(42)

Perusahaan memproduksi berbagai varian produk roti yang dibedakan atas

keragaan bentuk, bahan tambahan dan proses pembuatan, yaitu mulai dari roti

tawar, roti manis, donat, dan roti burger. Hingga saat ini Galih belum memiliki

visi, misi, dan tujuan yang tertulis secara jelas.

4.2. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

4.2.1. Struktur Organisasi

Galih Bakery mempunyai struktur organisasi yang sederhana. Struktur

organisasi Galih Bakery terdiri dari pemilik, manajer, dan karyawan yang terbagi

menjadi karyawan produksi dan karyawan penjualan. Struktur organisasi Galih

Bakery terdapat pada Gambar 3.

Pimpinan

Manajer Operasional

Karyawan Produksi Karyawan Penjualan

Gambar 4. Struktur Organisasi Galih Bakery

Struktur organisasi perusahaan dikendalikan oleh pemilik selaku pimpinan

Galih Bakery. Karyawan Galih Bakery terbagi ke dalam bidang kerja tertentu

(43)

dalam perusahaan, diantaranya adalah manajer operasional, karyawan produksi,

dan karyawan penjualan. Setiap bidang kerja memiliki fungsi atau tugasnya

masing-masing. Fungsi dari beberapa bidang yang ada di Galih Bakery adalah

sebagai berikut:

1. Manajer operasional: manajer operasional Galih Bakery membawahi karyawan

produksi maupun karyawan penjualan. Tugas manajer operasional dalam

lingkup bagian penjualan antara lain menerima dan mencatat pesanan roti serta

menerima pembayaran atas pesanan roti dari karyawan penjualan. Tugas

manajer opersional dalam lingkup karyawan produksi merangkap sebagai

kepala juru masak yang bertugas untuk menentukan kuantitas komposisi bahan

baku yang akan digunakan dan pekerjaan-pekerjaan lain layaknya karyawan

produksi yang bertujuan untuk menghasilkan roti.

2. Karyawan produksi: karyawan produksi terdiri dari 5 (lima) orang yang

bertugas untuk memproduksi roti yang telah dipesan oleh karyawan penjualan.

Kelima orang karyawan ini memiliki tugas berbeda-beda. Kepala koki bertugas

untuk menentukan komposisi bahan baku, mengawasi proses pencampuran

adonan, dan membagi adonan roti sesuai dengan peruntukkannya, yaitu roti

tawar dan roti manis. Sedangkan karyawan lainnya bertugas untuk mencampur

adonan awal, membulatkan, menggulung, memipihkan, menaruh ke dalam

loyang cetakkan, memanggang, termasuk membersihkan peralatan dan mesin

setelah selesai berproduksi. Khusus untuk proses pemanggangan, karyawan

(44)

bertugas untuk memanaskan oven, memasukkan dan menyusun adonan roti di

dalam oven, serta mengeluarkan roti yang telah matang dari oven.

3. Karyawan penjualan: karyawan penjualan terdiri dari 13 (tiga belas) orang.

Karyawan penjualan ini bertugas menjual berbagai varian produk roti Galih

Bakery yaitu roti tawar, roti manis, dan donat ke daerah penjualan masing-

masing.

4.2.2. Ketenagakerjaan

Hingga kini tenaga kerja yang dimiliki Galih Bakery berjumlah 18 orang

yang terdiri dari 5 orang bagian produksi dan 13 orang bagian penjualan (sales).

Perusahaan lebih mementingkan karyawan yang mempunyai komitmen usaha,

sehingga rata-rata pendidikan tenaga kerjanya berasal dari latar belakang

pendidikan setingkat sekolah dasar (SD).

Karyawan yang dipekerjakan Galih Bakery berasal dari Purwakarta untuk

karyawan produksi dan Bogor untuk karyawan penjualan. Pemilihan daerah asal

yang sama bertujuan untuk mempermudah pimpinan Galih Bakery untuk

mengontrol karyawannya. Apabila ada karyawannya yang pulang kampung dan

tidak kembali dalam jangka waktu tertentu, pimpinan mudah untuk mencari tahu

penyebabnya dan mencari penggantinya dari daerah yang sama.

Karyawan produksi mendapatkan upah harian yang besarannya berkisar

antara Rp 15.000,00–Rp 33.000,00 disesuaikan dengan keahlian yang dimiliki.

(45)

makan harian sebesar Rp 12.000,00-Rp 15.000,00. Selain itu, karyawan juga

memperoleh tunjangan kesehatan maupun tunjangan hari raya.

Khusus untuk karyawan penjualan, perusahaan memberikan fasilitas

berupa mess, gerobak sepeda, dan peralatan pendukung penjualan roti. Karyawan

penjualan tidak mendapatkan upah harian, sehingga mereka mendapatkan

keuntungan dari selisih (margin) harga antara harga pabrik dengan harga jual yang

mereka tentukan sendiri. Selain itu, pedagang juga diberi kompensasi tambahan

yang akan diberikan apabila pedagang (sales) berjualan yaitu berupa uang sebesar

Rp 6.000,00 yang pembayarannya ditangguhkan sebagai tabungan yang dapat

diambil sewaktu-waktu dibutuhkan. Pedagang juga tidak menanggung biaya

apabila terjadi kerusakan pada gerobak sepeda karena semua itu ditanggung oleh

Galih Bakery.

4.3. Kegiatan Perusahaan

4.3.1. Pengadaan Bahan Baku

Bahan baku utama dalam pembuatan roti adalah tepung terigu, garam,

ragi, dan air. Tepung terigu yang digunakan oleh Galih Bakery adalah tepung

terigu Cakra Kembar yang diproduksi oleh Bogasari. Tepung terigu Bogasari

dipilih karena selain mudah didapat, roti yang dihasilkannya pun baik. Galih

Bakery hanya melakukan kerjasama dengan CV. Lautan Aroma sebagai pemasok

utama untuk pasta makanan yaitu pasta pandan dan moka. Sedangkan untuk bahan

(46)

gula, telur, susu, pengawet, dan bahan isian Galih Bakery membelinya dengan

sistem putus dari pemasok yang berada tidak jauh dari lokasi perusahaan.

Galih Bakery tidak mempunyai gudang penyimpanan, sehingga Galih

Bakery hanya membeli dalam jumlah banyak untuk bahan-bahan baku yang

ukuran kemasannya kecil, itupun disimpan di sudut ruangan, laci, maupun di

bawah meja produksi tanpa perlakuan khusus. Bahan-bahan baku tersebut hanya

disimpan sesuai dengan jenisnya, seperti bahan baku dan bahan isian. Sedangkan

bahan baku utama seperti tepung terigu dibeli sesaat sebelum proses produksi

dimulai.

4.3.2. Kegiatan produksi

Galih Bakery memulai kegiatan produksinya pada pukul 08.00-14.00

WIB, sedangkan pada saat bulan Ramadhan, kegiatan produksi dimulai setelah

menunaikan shalat Tarawih yaitu sekitar pukul 21.00 WIB. Galih Bakery

memproduksi berbagai macam varian roti tawar dan roti manis, walaupun

terkadang perusahaan menerima pesanan roti burger dan roti hotdog. Rata-rata

Galih Bakery menghasilkan 300 roti tawar dan 250 roti manis per hari. Varian roti

tawar dan roti manis antara lain roti tawar besar, roti tawar kotak, roti tawar kotak

pandan, dan roti tawar tabung. Sedangkan varian roti manis Galih Bakery antara

lain roti manis isi coklat, coklat keju, coklat susu, coklat kacang, susu, kelapa,

nanas, pisang coklat, moka dan donat. Perbedaan mendasar yang membedakan

antara roti tawar dengan roti manis adalah penambahan isian pada roti manis,

(47)

Proses pembuatan roti dimulai dengan mencampur bahan-bahan kering

seperti tepung terigu, margarin, garam, ragi, pengawet, dan gula dengan air ke

dalam wadah pencampur. Setelah semua bahan tercampur rata, adonan tersebut

dimasukkan ke dalam mesin pencampur (mixer) hingga kalis. Kemudian adonan dibentuk menjadi bulatan-bulatan dan didiamkan hingga mengembang. Tahap

selanjutnya adalah menggulung adonan dengan mesin penggulung adonan (dough

moulder) hingga adonan tersebut menjadi lebih panjang, yang kemudian

dimasukkan ke dalam cetakan dan ditunggu hingga mengembang optimal dan siap

untuk dipanggang.

Perbedaannya, untuk roti manis, setelah dibulatkan adonan langsung

dimasukkan adonan isian yang telah disiapkan sebelumnya, baru kemudian

ditunggu hingga mengembang dan kemudian dipanggang. Sedangkan untuk roti

manis isi coklat kacang dan coklat susu, adonan roti dipipihkan terlebih dahulu

dengan mesin pemipih adonan (dough sheeter) setelah dibulatkan baru kemudian

dimasukkan isian kedalamnya, didiamkan sejenak hingga mengembang baru

dipanggang.

Berbeda dengan roti tawar dan roti manis, roti donat tidak melalui tahap

pemanggangan, tetapi setelah dibulatkan, adonan langsung dibentuk donat,

didiamkan sejenak hingga mengembang baru kemudian digoreng. Setelah matang

roti didiamkan beberapa saat hingga dingin baru kemudian dikemas dan siap

untuk dipasarkan. Khusus untuk proses pengirisan (roti tawar) dan pengemasan

roti menjadi tanggung jawab sales. Secara sederhana, proses pembuatan roti pada

(48)

Galih Bakery mempunyai beberapa alat dan mesin yang digunakan untuk

mendukung kegiatan produksi roti mereka. Alat dan mesin tersebut antara lain

mesin pencampur (mixer), mesin penggulung (roti tawar), mesin press (roti

manis), dan oven. Alat dan mesin yang dimiliki oleh Galih Bakery telah tersaji

pada Tabel 8.

Tabel 8. Alat dan Mesin Produksi Roti pada Galih Bakery

No. Keterangan Jumlah (Buah/ Set)

berjumlah 13 orang. Sales tersebut menjual roti disekitar wilayah Ciledug dengan

menggunakan gerobak sepeda. Wilayah penjualan Galih Bakery antara lain Kreo,

Taman Asri, Inpres, Cipadu, Deplu, Petukangan, Mencong, Gaga, dan Taman

(49)

Tabel 9. Wilayah Penjualan Roti Galih Bakery

No. Nama Pedagang Wilayah Penjualan

1. Fakih Kreo

2. Iwan Taman Asri

3. Umar Inpres

4. Asep Cipadu

5. Karyat Deplu

6. Acang Petukangan

7. Uding Mencong

8. Among Deplu

9. Pipih Ciledug

10. Hanim Ciledug

11. Ukat Gaga

12. Jepri Taman Safari

13. Sanan Petukangan

Sistem penjualan yang dilakukan oleh Galih Bakery adalah sistem putus,

artinya sales mendapatkan roti untuk dijual dengan cara membeli. Apabila

roti tidak habis dijual, resiko tersebut ditanggung oleh pihak sales. Selain

dijual keliling, Galih Bakery juga menerima pesanan roti baik dari perusahaan

maupun dari perorangan, salah satunya dari RS. Pelni, Petamburan, Tanah

Abang, Jakarta Pusat. Galih Bakery mengirim ke RS. Pelni sebanyak 90

buah roti setiap seminggu sekali dan 1160 buah setiap sebulan sekali.

Galih Bakery pernah membuka toko roti yang lokasinya berdekatan

dengan tempat produksi, tetapi tidak berlangsung lama karena tingkat

(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery

5.1.1. Pengendalian Mutu

Galih Bakery telah menetapkan atribut mutu roti mereka walaupun atribut

mutu yang diterapkan belum sesuai dengan syarat mutu roti sesuai dengan Standar

Industri Indonesia (SII). Standar Industri Indonesia (SII) mensyaratkan mutu roti

dalam 8 (delapan) parameter, mulai dari kadar air, kadar abu, hingga kandungan

bahan pengawet yang terdapat pada roti. Secara rinci syarat mutu roti berdasarkan

SII tersaji pada Lampiran 6.

Galih Bakery menerapkan atribut mutu roti mereka berdasarkan 3 (tiga)

aspek yaitu rasa, aroma, dan penampilan. Roti yang diproduksi Galih Bakery

harus memiliki rasa yang enak, empuk dengan aroma yang wangi serta dilengkapi

dengan penampilan yang menarik, misalnya warna roti harus coklat keemasan.

Oleh karena itu, diperlukan suatu pengendalian mutu agar atribut mutu yang telah

ditetapkan sebelumnya dapat terpenuhi.

Pengendalian mutu produksi merupakan suatu hal yang sangat penting

demi menjaga keberhasilan pencapaian mutu sesuai standar perencanaannya,

mencegah serta memperkecil kerusakan produk. Proses pengendalian mutu pada

Galih Bakery terdiri dari tiga tahap. Tahap yang pertama yaitu pengendalian mutu

bahan baku, tahap yang kedua yaitu pengendalian mutu proses, dan tahap yang

(51)

5.1.1.1. Pengendalian Mutu Bahan Baku

Kualitas roti secara umum disebabkan karena variasi dalam penggunaan

bahan baku dan proses pembuatannya. Jika bahan baku yang digunakan

mempunyai kualitas yang baik dan proses pembuatannya benar maka roti yang

dihasilkan akan mempunyai kualitas yang baik pula. Jenis dan mutu produk bakeri

sangat bervariasi tergantung jenis bahan-bahan dan formulasi yang digunakan

dalam pembuatannya. Variasi produk ini diperlukan untuk memenuhi adanya

variasi selera dan daya beli konsumen (Wahyudi, 2003: 1).

Bahan baku yang digunakan Galih Bakery untuk membuat roti terbagi

menjadi 3 (tiga) yaitu, bahan baku utama, bahan baku pembantu, dan bahan baku

tambahan. Bahan baku utama yaitu tepung terigu, ragi, garam, dan air. Bahan

baku pembantu yaitu mentega, gula, susu, telur. Sedangkan bahan baku tambahan

yaitu, pengempuk, benzoat, dan bahan isian seperti meises, susu, nanas, kelapa,

keju, pisang, dan pasta moka. Sebagian besar bahan baku kecuali pasta dan air

diperoleh dari toko kelontong yang terletak di dekat lokasi usaha. Jarak lokasi

usaha dengan toko kelontong lebih kurang 1 (satu) km.

Berbeda dengan bahan baku lainnya, pasta diperoleh dari pemasok yaitu

CV. Lautan Aroma yang dikirimkan sebulan sekali (pasta pandan) dan seminggu

sekali (pasta moka). Sedangkan air, berasal dari sumur pompa milik Galih Bakery.

Biasanya bahan baku disiapkan satu hari sebelum atau pada hari proses produksi

akan dimulai. Bahan baku yang digunakan oleh Galih Bakery telah tersaji pada

Gambar

Tabel  1.  Konsumsi  Roti  Tawar  dan  Manis  Per  Kapita  Per  Tahun   di  Indonesia Tahun 1996, 1999, 2002
Tabel 3. Komposisi Gizi Roti Dibanding Nasi dan Mi Basah per 100 gram
GambarGambar  1.1.  BaganBagan  AlurAlur  PemikiranPemikiran  PenelitianPenelitian
Gambar 2. Bagan Alur Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan secara umum bahwa faktor-faktor komitmen manajemen tidak kontinu, ketidaktepatan penerapan strategi mutu, kegagalan pelatihan, kurangnya

Artinya faktor pengolahan data menjadi informasi mempunyai pengaruh paling dominan dibanding dengan faktor Komitmen Perusahaan terhadap upaya pengendalian biaya,

Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan bagi perusahaan untuk mengetahui faktor-faktor mana yang paling dominan mempengaruhi perilaku

Penelitian ini dilakukan untuk mencari data faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi siswa dalam memilih SMP Laboratorium Undiksha Singaraja dan mengetahui faktor yang paling

Berdasarkan hasil analisis deskriptif persepsi petani terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu padi sawah yang diukur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor dan faktor yang paling dominan mempengaruhi terhambatnya penyelesaian studi mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi

Untuk menguji pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan pelaksanaan pekerjaan dan mendapatkan faktor yang paling

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MENABUNG GENERASI MILENIAL DI BANK SYARIAH INDONESIA BSI Studi Kasus Generasi Milenial Kecamatan Ciledug Kota Tangerang Provinsi Banten