ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU
PADA GALIH BAKERY, CILEDUG, TANGERANG, BANTEN
Asep Heruhidayat
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
1.1. Latar Belakang
Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu kekuatan
pendorong bagi pembangunan perekonomian Indonesia. Sektor UKM memegang
peranan yang sangat penting terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja
yang mampu diserap oleh UKM. UKM ini selain memiliki arti strategis bagi
pembangunan, juga sebagai upaya untuk meratakan hasil-hasil pembangunan yang
telah dicapai (Anoraga dan Sudantoko, 2002: 224). Hal ini karena UKM cukup
fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah
permintaan pasar. Selain itu, UKM juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih
cepat dibandingkan sektor usaha lainnya. Eksistensi dan peran UKM yang pada
tahun 2007 mencapai 49,84 juta unit usaha dan merupakan 99,9 persen dari
pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan
lagi dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan
Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, nilai ekspor nasional, dan investasi
nasional (Kusumo, 2008: i)
Perkembangan jumlah UKM periode 2006-2007 mengalami peningkatan
sebesar 2,18 persen yaitu dari 48,7 juta unit pada tahun 2006 menjadi 49,8 juta
pada tahun 2007. Kebanyakan usaha kecil ini terkonsentrasi pada sektor
perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen, kayu, dan produk kayu,
serta produk mineral non-logam (Kusumo, 2008: 4). Salah satu sektor ekonomi
pengolahan. Industri pengolahan memberikan nilai tambah (added value) pada produk primer, sehingga produk turunan yang dihasilkan mempunyai nilai tambah
yang lebih dibandingkan dengan produk non-olahan. Begitu pula halnya dengan
produk pertanian, apabila diolah lebih lanjut maka akan mempunyai nilai tambah
yang lebih dibandingkan produk pertanian non-olahan. Salah satu produk turunan
dari produk pertanian adalah roti.
Roti merupakan salah satu diantara berbagai macam produk turunan dari
gandum. Secara sederhana roti dapat diartikan sebagai makanan yang berbahan
dasar utama tepung terigu dan air yang difermentasikan oleh ragi, tetapi ada juga
yang tidak menggunakan ragi. Namun kemajuan teknologi manusia membuat roti
diolah dengan berbagai bahan seperti garam, minyak, mentega, ataupun telur
untuk menambahkan kadar protein di dalamnya sehingga didapat tekstur dan rasa
tertentu (Astawan, 2007: 1). Roti merupakan makanan yang sudah banyak
dikonsumsi sebagai alternatif sumber kalori pengganti nasi maupun snack
(kudapan) pengganjal perut ketika lapar.
Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 1996 tingkat konsumsi rata-rata roti di
Indonesia mencapai 628,3 juta bungkus kecil roti tawar dan 2.979,6 juta potong
roti manis. Walaupun terjadi penurunan menjadi 366,7 juta bungkus kecil roti
tawar dan 2.349,3 juta potong roti manis pada tahun 1999 karena terpaan krisis
ekonomi yang melanda Indonesia sehingga daya beli masyarakat berkurang,
konsumsi rata-rata roti Indonesia kembali meningkat hingga mencapai angka
447,6 juta bungkus kecil roti tawar dan 2.920,6 juta potong roti manis pada tahun
Tabel 1. Konsumsi Roti Tawar dan Manis Per Kapita Per Tahun di Indonesia
Seiring dengan meningkatnya konsumsi roti, industri ini turut berkembang
pesat. Berdasarkan Tabel 2, pada tahun 1997, jumlah industri roti di Indonesia
berjumlah 331 unit, kemudian meningkat 48,04 persen menjadi 490 unit pada
tahun 1998. Walaupun pada tahun-tahun berikutnya jumlah industri roti
berfluktuasi pada kisaran 1 persen, tetapi hingga akhir tahun 2003, jumlah industri
roti di Indonesia tercatat mencapai 506 unit atau meningkat 3,27 persen dibanding
tahun 2002 yang mencapai 490 unit
Tabel 2. Perkembangan Jumlah Industri Roti di Indonesia Tahun 1997-2003
Tahun Jumlah Perusahaan Perkembangan (%)
Berdasarkan data di atas, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa persaingan
diantara para pengusaha pun semakin ketat pula. Hal tersebut menyebabkan
tetap bersaing dengan perusahaan lain. Salah satunya adalah dengan menghasilkan
produk yang bermutu.
Mutu mungkin merupakan cara yang paling baik untuk memastikan
adanya kesetiaan pelanggan, pertahanan yang paling baik terhadap pesaing asing
dan satu-satunya jalan untuk memantapkan pertumbuhan dan keuntungan yang
berkesinambungan dalam keadaan pasar yang sulit (Faure dan Faure, 1996: 1-2).
Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat
kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi
pembayaran biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi
inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu pengiriman produk ke pasar,
meningkatkan hasil (yield) dan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa (Nasution, 2005: 12). Salah
satu cara untuk menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan mutu adalah
dengan menerapkan sistem Manajemen Mutu Terpadu.
Menurut Feigenbaum (1992: 5-6) sistem Manajemen Mutu Terpadu
memberikan arahan dan panduan bagi pelaksanaan kegiatan peningkatan dan
pengendalian mutu. Kendali mutu merupakan salah satu kekuatan perusahaan
yang utama untuk mencapai peningkatan produktivitas total secara tepat.
Disamping itu, dengan pengendalian mutu diharapkan manajemen perusahaan
mampu menyelenggarakan usaha dagang berdasarkan kekuatan dan keyakinan
atas mutu produk atau jasa mereka, dan memungkinkan manajemen perusahaan
bergerak maju dalam volume pasar dan perluasan bauran dengan derajat
perusahaan yang pesat. Hal tersebut juga berlaku pula dalam perusahaan roti,
dimana roti sebagai bahan makanan yang akan dikonsumsi langsung oleh manusia
tentunya harus memenuhi tingkat keamanan pangan (food safety) produk untuk
konsumsi. Kualitas dari produk roti haruslah diperhatikan dan dijaga oleh pihak
produsen agar selalu dalam keadaan baik serta aman untuk dikonsumsi. Selain itu,
mutu atau kualitas produk juga berperan dalam memenangkan persaingan serta
merebut hati konsumen.
Galih Bakery merupakan salah satu dari ratusan perusahaan roti dan kue
yang ada di Indonesia. Perusahaan roti yang berlokasi di Ciledug, Tangerang,
Banten ini berhasil bertahan selama kurang lebih 20 tahun berdiri sejak tanggal 15
Juni 1986 dan telah mengalami pasang surut dalam menjalankan usahanya, selalu
mempunyai kesadaran akan pentingnya menjaga mutu. Walaupun demikian,
perusahaan roti ini mempunyai kendala dalam menjaga mutu rotinya yang
terkadang berfluktuasi. Jika kondisi ini terus berlangsung, dikhawatirkan Galih
Bakery akan kehilangan konsumennya. Hal ini mengingat peta persaingan
perusahaan roti di daerah Ciledug cukup ketat. Tedapat perusahaan-perusahaan
sekelas Tan Ek Tjoan, Lauw, Swanish, maupun Sari Roti yang tentu saja kelasnya
berada di atas Galih Bakery. Sedangkan perusahaan roti yang sekelas Galih
seperti Duriana Bakery, Mariana Bakery, Agustini Bakery, dan Nathan Bakery.
Tingkat kelemahan yang dimiliki banyak perusahaan kecil seperti Galih
Bakery dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu menyebabkan pihak
perusahaan kurang tanggap dalam mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan
dengan permasalahan yang dihadapi dan hanya mengandalkan kegiatan rutin saja.
Penyusun tertarik untuk mengangkat permasalahan pada Galih Bakery ini ke
dalam sebuah penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana penerapan sistem Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery?
b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu
pada Galih Bakery?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan penerapan sistem Manajemen Mutu Terpadu pada Galih
Bakery.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
a. Perusahaan, diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi
perusahaan dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal penetapan
kebijakan penerapan Manajemen Mutu Terpadu.
b. Pembaca, sebagai bahan informasi, masukkan bagi penelitian selanjutnya, dan
sebagai pelengkap literatur khususnya dalam bidang penerapan Manajemen
Mutu Terpadu pada industri kecil.
c. Peneliti, selain untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan sekaligus
menerapkan apa yang sudah diajarkan selama di bangku kuliah, penelitian ini
berguna untuk membandingkan teori yang dipelajari dalam perkuliahan
dengan kenyataannya di lapangan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Galih Bakery yang merupakan industri kecil
yang bergerak dalam bidang pembuatan roti. Penelitian ini meneliti tentang
penerapan Manajemen Mutu Terpadu yang didasarkan atas unsur-unsur
Manajemen Mutu Terpadu itu sendiri. Unsur-unsur tersebut meliputi fokus pada
pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka
panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan
dan pelatihan, kebebasan yang terkendali, kesatuan tim, serta adanya keterlibatan
dan pemberdayaan karyawan.
Zat Gizi Roti Putih Nasi Mie Basah
Roti diartikan sebagai makanan yang berbahan dasar utama tepung terigu
dan air yang difermentasikan oleh ragi, tetapi ada juga yang tidak menggunakan
ragi. Secara umum roti dibedakan atas roti tawar dan roti manis. Roti tawar dapat
dibedakan lagi atas roti putih (white bread) dan roti gandum (whole wheat bread). Sedangkan roti manis sendiri dibedakan atas dasar bahan pengisinya, seperti roti
isi pisang, nenas, kelapa, daging sapi, daging ayam, sosis, coklat, keju, dan lain-
lain. Dibandingkan dengan 100 gram nasi putih atau mie basah, maka 100 gram
roti memberikan energi, karbohidrat, protein, fosfor dan besi yang lebih banyak
(Astawan, 2007: 1). Secara rinci komposisi gizi roti tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Gizi Roti Dibanding Nasi dan Mi Basah per 100 gram
Berdasarkan Tabel 3, 100 gram roti menghasilkan 248 kkal, sedangkan
nasi 178 kkal, dan mie basah hanya menghasilkan 86 kkal. Roti juga
menghasilkan lebih banyak protein yaitu sebesar 8 gram, lebih banyak dari nasi
dan mie basah yang hanya menghasilkan protein sebesar 2,1 gram dan 0,6 gram.
Roti merupakan produk yang paling pertama dikenal dan paling populer di dalam
kelompok bakery hingga saat ini (Astawan, 2007: 1).
Selanjutnya dikatakan bahwa komposisi roti tawar umumnya terdiri dari:
57 persen tepung terigu; 36 persen air; 1,6 persen gula; 1,6 persen shortening (mentega atau margarin); 1 persen tepung susu; 1 persen garam dapur; 0,8 persen
ragi roti (yeast); 0,8 persen malt dan 0,2 persen garam mineral. Gula, walaupun dalam jumlah sedikit perlu ditambahkan ke dalam adonan roti. Hal ini karena gula
berperan sebagai bagi pertumbuhan ragi roti (Saccharomyces cereviseae) untuk
dapat menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah yang cukup untuk
mengembangkan adonan secara optimal.
2.1.2. Mutu
Banyak sekali definisi kualitas yang sebenarnya definisi kualitas yang satu
hampir sama dengan definisi yang lain. Definisi kualitas menurut beberapa ahli
antara lain:
1. Stevenson (2005: 381) ”quality refers to the ability of a product or service to
consistently meet or exceed customer expectations” atau ”kualitas berarti kemampuan produk atau jasa untuk secara berkesinambungan menyesuaikan
2. Schroeder (2004: 169) “mutu didefinisikan sebagai kecocokan penggunaan. Ini
berarti bahwa produk atau jasa memenuhi kebutuhan pelanggan”
3. Render and Heizer (2001: 92) “mutu adalah totalitas bentuk dan karakteristik
barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi”
4. Gaspersz (2005: 5) “kualitas diartikan sebagai sesuatu yang menentukan
kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus-menerus
sehingga dikenal istilah Q-MATCH (Quality = Meets Agreed Terms and
Changes)
Menurut Feigenbaum (1992: 7) mutu adalah keseluruhan gabungan
karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan
pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-
harapan pelanggan. Feigenbaum (1992: 54-56) menambahkan terdapat sembilan
dasar yang mempengaruhi mutu baik produk ataupun jasa, kesembilan bidang
dasar tersebut, yaitu:
1. Market (pasar), keinginan dan kebutuhan konsumen pada masa sekarang ini
memperoleh produk dengan mutu yang baik untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, bahwasanya pasar memiliki ruang lingkup yang luas secara
fungsional.
2. Money (uang), biaya-biaya mutu yang dikaitkan dengan perbaikan mutu telah mencapai ketinggian yang tak terduga, kenyataan ini menekankan bahwa biaya
mutu sebagai salah satu “titik lunak” tempat biaya operasi dan kerugian yang
3. Management (manajemen), adanya koordinasi antar divisi memungkinkan tidak terjadinya kesalahan operasi perencanaan produk yang dihasilkan sesuai
dengan mutu yang diinginkan oleh konsumen.
4. Men (manusia), merupakan faktor terpenting yang harus dimiliki oleh perusahaan karena merupakan sumber daya dengan spesialisasi yang khusus.
5. Motivation (motivasi), para pekerja saat ini memerlukan sesuatu yang
memperkuat rasa keberhasilan dalam pekerjaan mereka dan secara pribadi
mereka memberikan sesuatu atas tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini
membimbing ke arah yang tidak ada sebelumnya yaitu pendidikan mutu yang
lebih ketat, maka spesifikasi bahan menjadi lebih baik.
6. Materials (bahan), dikarenakan persyaratan mutu yang lebih ketat, maka
spesifikasi bahan menjadi lebih baik.
7. Machines and mechanization (mesin dan mekanisasi), mutu yang baik menjadi sebuah faktor yang kritis dalam memelihara waktu kerja mesin agar
fasilitasnya dapat dimanfaatkan sepenuhnya.
8. Modern information methods (metode informasi modern), teknologi yang
berkembang pada saat ini sangat cepat yang memungkinkan perusahaan dapat
mengumpulkan, memanipulasi, serta mengendalikan proses selama produksi
bahkan hingga mencapai pada konsumen.
9. Mounting product requirements (persyaratan proses produksi), meningkatnya
kerumitan persyaratan-persyaratan prestasi yang lebih tinggi bagi produk telah
Russel dalam Ariani (2002: 9) mengidentifikasikan tujuh peran kualitas, yaitu: (1) meningkatkan reputasi perusahaan, (2) menurunkan biaya, (3)
meningkatkan pangsa pasar, (4) dampak internasional, (5) adanya
pertanggungjawaban produk, (6) penampilan produk, (7) mewujudkan kualitas
yang dirasa penting.
2.1.3. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu adalah fungsi manajemen dimana kualitas material,
proses, keahlian, dan produk dikontrol dengan tujuan mencegah rusaknya
keluaran (Lockyer dkk, 1994: 93). Tujuan pengendalian mutu adalah untuk
menjamin produk, alat maupun sumberdaya lainnya yang digunakan telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan sehingga dapat menghasilkan produk yang
memenuhi keinginan pelanggan atau pembeli atau yang disyaratkan. Tiga kondisi
yang harus mendapat perlakuan tersebut adalah bahan yang masuk, selama proses,
dan proses pengeluaran (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996: 82).
2.1.4. Manajemen Mutu Terpadu
Menurut Nasution (2005: 22) Total Quality Management merupakan suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan
daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga
kerja, proses, dan lingkungannya. Sedangkan menurut Brocka dan Brocka dalam Suwatno dan Rasto (2003: 174-175) Total Quality Management dapat
berkelanjutan pada setiap tingkat operasi, dalam setiap fungsi organisasi, dengan
menggunakan seluruh sumber daya manusia dan modal yang tersedia.
Menurut Ariani (2002: 35) Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality
Management) merupakan suatu penerapan metode kuantitatif dan sumber daya
manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan
bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkatan tertentu dimana
kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan di masa mendatang. Total Quality
Management lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. Total Quality Management
menghendaki komitmen total dari manajemen sebagai pemimpin organisasi
dimana komitmen ini harus disebarluaskan pada seluruh karyawan dan pada
semua level atau departemen dalam organisasi. Total Quality Management bukan
merupakan program atau sistem, tapi merupakan budaya yang harus dibangun,
dipertahankan, dan ditingkatkan oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan
bila organisasi atau perusahaan tersebut berorientasi pada kualitas dan menjadikan
kualitas sebagai the way of life. Prawirosentono (2004: 5) secara sistematis,
Manajemen Mutu Terpadu meliputi:
a. Merancang produk (product designing)
b. Memproduksi secara baik sesuai dengan rencana
c. Mengirimkan produk ke konsumen dalam kondisi baik (to deliver) d. Pelayanan yang baik kepada konsumen (good consumer service)
Menurut Hensler dan Brunell dalam Nasution (2005: 30-31) ada empat
1. Kepuasan Pelanggan
Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi
tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan pelanggan. Pelanggan itu sendiri
meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan
diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga,
keamanan, dan ketepatan waktu. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan
sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula
kepuasan pelanggan.
2. Respek Terhadap Setiap Orang
Setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan
kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumberdaya
organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi
diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan.
3. Manajemen Berdasarkan Fakta
Setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan
(feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama,
prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat
dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat
keterbatasan sumberdaya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan
data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya
manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas
yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan
demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan
tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan Berkesinambungan
Setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan
perbaikan secara berkesinambungan agar dapat sukses. Konsep yang berlaku di
sini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan dan melakukan tindakan kreatif terhadap hasil
yang diperoleh
Sedangkan unsur-unsur Total Quality Management menurut Goetsch dan Davis dalam Nasution (2005: 22-24) antara lain:
1. Fokus Terhadap Pelanggan
Pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver dalam TQM. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan
kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam
menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan
dengan produk atau jasa.
2. Obsesi Terhadap Kualitas
Pelanggan internal dan eksternal menentukan kualitas dalam organisasi yang
menerapkan TQM. Pelanggan internal adalah orang yang berada dalam
perusahaan dan memiliki pengaruh pada performansi (performance) pekerjaan
pembayaran gaji, rekrutmen, dan karyawan, merupakan contoh rari pelanggan
internal. Pelanggan eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk itu,
yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer). Pelanggan
eksternal merupakan orang yang membayar untuk menggunakan produk yang
dihasilkan itu (Gaspersz, 2005: 34). Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut,
organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan
mereka.
3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk
mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut.
Data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga
(benchmarking), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan. 4. Komitmen Jangka Panjang
Komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan
budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerjasama Tim
Kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina dalam organisasi
yang menerapkan TQM, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan
pemasok, lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat sekitarnya.
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap produk dan jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses
diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat makin
meningkat.
7. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor fundamental dalam organisasi
yang menerapkan TQM. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus
belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang
tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang
dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian
profesionalnya.
8. Kebebasan yang Terkendali
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam TQM. Hal
ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan rasa memiliki dan
tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu,
unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu
keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun
demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan
tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana
dengan baik.
9. Kesatuan Tim
Perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan agar TQM dapat diterapkan
dengan baik. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang
10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam
penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat
utama. Pertama, akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan
yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga
mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung
berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga
meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan
melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya. Pemberdayaan bukan
sekedar melibatkan karyawan, tetapi juga melibatkan mereka dengan
memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh berarti. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah dengan menyusun pekerjaan yang memungkinkan para
karyawan untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan proses
pekerjaannya dalam parameter yang ditetapkan dengan jelas.
Menurut Oakland dalam Ariani (2002: 50) Manajemen Mutu Terpadu (TQM) akan dapat tercapai bila perusahaan atau organisasi dapat melaksanakan
kegiatannya dengan berpedoman pada atribut efisiensi, yaitu:
1. Dukungan (commitment)
Organisasi atau perusahaan harus mendukung pada penyediaan produk dan
jasa untuk mengembangkan organisasi. Manajemen harus mendukung pada
2. Konsistensi (consistency)
Produk dan jasa bukan merupakan jenis usaha yang semata-mata hanya
dipengaruhi permintaan pelanggan dan menyesuaikan dengan karakteristik
pelanggan. Produk dan jasa harus mempunyai konsistensi dalam kinerja,
misalnya ketepatan waktu, kebersihan ruangan, kesabaran dan memberikan
pelayanan, dan sebagainya.
3. Kemampuan (competence)
Organisasi atau perusahaan memang sangat membutuhkan karyawan yang ahli
sebagai organisasi dimana kualitas produk atau jasa yang ditawarkan sangat
dipengaruhi keahlian karyawan.
4. Hubungan (contact)
Organisasi atau perusahaan yang mengutamakan kebutuhan dan harapan
pelanggan dalam membuat produk atau jasanya, harus mengadakan hubungan
atau kontak langsung dengan pelanggan. Masalah menjaga hubungan yang
baik dengan pelanggan perlu mendapatkan prioritas.
5. Komunikasi (communication)
Spesifikasi produk atau jasa yang diinginkan pelanggan yang perlu dicapai
untuk dapat mewujudkan kualitas produk atau jasa tersebut harus didukung
dengan komunikasi yang baik antar pelanggan dengan pihak pemberi jasa. Hal
ini disebabkan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan juga sangat
6. Kepercayaan (credibility)
Organisasi atau perusahaan harus dapat dipercaya, dan antara pihak organisasi
atau perusahaan dengan pelanggan juga harus ada rasa saling percaya. Hal ini
akan memperlancar komunikasi dan menjalin hubungan baik yang akan
memudahkan organisasi atau perusahaan merealisasikan keinginan atau
harapan pelanggan tersebut.
7. Perasaan (compassion)
Perasaan yang dimaksud di sini adalah perasaan simpati akan kebutuhan dan
harapan pelanggan, selain juga perasaan dari pihak manajemen kepada
karyawan organisasi yang memberikan produk atau jasa secara langsung pada
pelanggan.
8. Kesopanan (courtesy)
Hubungan langsung antar personil organisasi atau perusahaan dengan
pelanggan tersebut menuntut adanya sikap sopan santun dari pihak organisasi
atau perusahaan. Pelanggan akan lebih menyukai produsen yang
memperhatikan sopan santun dalam memberikan pelayanan.
9. Kerjasama (co-operation)
Kerjasama dengan pelanggan akan membantu organisasi atau perusahaan
untuk dapat menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas dan sesuai dengan
keinginan pelanggan. Kerja sama ini juga perlu dibina secara terus menerus
antar personil organisasi atau perusahaan dengan pelanggan dan antar para
10. Kemampuan (capability)
Capability disini diartikan bahwa organisasi atau perusahaan harus mempunyai kemampuan untuk mengambil tindakan atau keputusan yang
berkaitan dengan produk atau jasa.
11. Kepercayaan (confidence)
Kepercayaan disini berarti rasa percaya diri dari organisasi atau perusahaan
bahwa organisasi atau perusahaan tersebut mampu memberikan jasa yang
terbaik bagi pelanggan.
12. Kritikan (criticism)
Kritikan dalam hal ini berarti bahwa organisasi atau perusahaan tidak boleh
menghindari kritikan yang bersifat membangun, apalagi kritikan itu berasal
dari pelanggan.
2.1.3.1. Hambatan dalam Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
Menurut Hessel dalam Nasution (2005: 366-367), ada beberapa hambatan dalam melaksanakan Total Quality Management, antara lain:
1. Kurangnya komitmen manajemen puncak
Hal ini ditunjukkan dengan dukungan manajemen puncak hanya berpengaruh
signifikan pada ”manajemen arus proses”. Hal ini menggambarkan manajemen
belum menganggap proses produksi merupakan proses yang berhubungan
dengan proses-proses lain yang mengakibatkan berbagai proses dalam
2. Kurangnya dukungan infrastruktur untuk implementasi TQM
TQM bergerak pada lima dimensi infrastruktur, yaitu hubungan dengan
pelanggan (customer chain), dukungan manajemen puncak, manajemen
sumber daya manusia, hubungan dengan pemasok (supply chain) dengan sikap kerja karyawan. Kelima dimensi infrastruktur tersebut harus dibenahi dengan
sebaik-baiknya.
3. Partial quality management
Implementasi Manajemen Mutu Terpadu masih bersifat parsial yang
berorientasi hanya pada little quality, yaitu hanya di bidang produksi saja. Hal
ini menunjukkan implementasi Manajemen Mutu Terpadu baru terbatas pada
bagian produksi saja dan tidak keseluruhan sistem organisasi yang ada.
Manajemen Mutu Terpadu harus diintegrasikan ke dalam strategi yang lebih
dalam. Organisasi bersifat lintas fungsional, melibatkan seluruh karyawan,
serta pelanggan dan pemasok yang berorientasi pada big quality secara total.
4. Kurangnya pengetahuan tentang konsep TQM
Kurangnya pengetahuan tentang konsep TQM akan mempersulit karyawan
untuk menerima dan menerapkan konsep TQM
5. Budaya organisasi kurang mendukung implementasi TQM
Budaya organisasi yang belum sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan.
Organisasi belum menganggap perlu untuk menjalin hubungan jangka panjang
dengan pelanggan dan pemasok. Kemudian belum menerapkan budaya kualitas
6. Ketidaksempurnaan implementasi TQM
Ini disebabkan adanya kekhawatiran karyawan mengenai adanya kemungkinan
diberentikan. Jika implementasi TQM karena karena adanya kekhawatiran
pekerja kemungkinan adanya down-sizing, dimana pekerja yang tidak memiliki kompetensi akan diberentikan organisasi.
2.1.3.2. Tujuan dan Manfaat Manajemen Mutu Terpadu
Suwatno dan Rasto (2003: 192) menyatakan bahwa Total Quality
Management pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa dengan kualitas yang dirancang, dipadukan, dan dipertahankan pada tingkat biaya
yang paling ekonomis sehingga memungkinkan tercapainya kepuasan konsumen.
Implementasi Total Quality Management memusatkan perhatiannya pada usaha
perbaikan dalam proses produksi barang atau jasa, yang berimplikasi pada
kepuasan konsumen, produktivitas, dan keuntungan.
Tujuan dari Total Quality Management yang lebih luas adalah untuk
menjamin kepemimpinan dengan menempatkan proses dan sistem yang
meningkatkan keberhasilan perusahaan, mencegah kesalahan dan pemborosan
usaha, dan meyakinkan hubungan dengan kebutuhan konsumen. Hal ini pada
akhirnya dapat menghasilkan kemampuan perusahaan untuk menyelenggarakan
produksinya secara kompetitif, tepat waktu, efisien dan efektif yang menjadi
tujuan perusahaan. Manfaat utama yang paling mendasar dari penerapan Total
Quality Management menurut para ahli adalah sebagai berikut:
2. Meningkatkan efisiensi proses kerja
3. Meningkatkan produktivitas
4. Mengurangi persaingan antar karyawan
5. Meningkatkan mutu barang atau jasa yang dihasilkan
6. Menurunkan harga
7. Meningkatkan kepuasan konsumen
8. Meningkatkan keuntungan perusahaan.
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian Nurlaela (2006), mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Pasar Ikan Higienis
(PIH), Pejompongan menyebutkan bahwa hasil perhitungan tentang faktor-faktor
permasalahan yang berkaitan dengan penerapan MMT berdasarkan metode
Analisis Hirarki Proses (AHP) diperoleh hasil sebagai berikut: masalah mutu
(0,59), biaya (0,29), dan waktu (0,12). Bahan baku merupakan prioritas utama
dalam subfaktor masalah mutu dengan bobot 0,44, biaya penanganan menempati
urutan pertama dalam subfaktor masalah biaya, dengan bobot 0,14. Sedangkan
subfaktor masalah waktu merupakan prioritas utama adalah waktu pengadaan
(0,06), faktor masalah dalam subfaktor masalah diatas dapat terjadi disebabkan
oleh faktor sarana (0,52), sistem (0,28), dan keuangan (0,19). Pelaku yang
mempunyai pengaruh penting agar penerapan MMT di PIH Pejompongan berjalan
Sedangkan Nirang (1997) mengkaji mengenai Manajemen Mutu Terpadu
pada Produk Sapi Perah di KPBS Pangalengan dengan metode Analisis Hirarki
Proses (AHP) sebagai metode penelitian yang dipakai. Berdasarkan identifikasi
permasalahan di KPBS tersebut, diketahui bahwa terdapat tiga masalah utama
yang dihadapi KPBS, yaitu masalah mutu, biaya, dan jumlah. Mutu serta jumlah
susu segar sangat dipengaruhi oleh manajemen peternakan yang dilakukan.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis kerjanya, diketahui bahwa bagian dari
KPBS yang berkinerja paling buruk adalah di peternak. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut disimpulkan bahwa KPBS Pangalengan belum menerapkan
Manajemen Mutu Terpadu.
2.3. Kerangka Pemikiran
Galih Bakery merupakan salah satu usaha kecil yang menghasilkan roti,
baik roti manis maupun roti tawar sebagai produk utamanya. Perusahaan ini telah
bertahan kurang lebih 20 tahun sejak didirikan pada tanggal 15 Juni 1986. Seiring
dengan meningkatnya konsumsi roti, industri roti pun banyak bermunculan, baik
industri kecil, menengah, maupun besar. Sehingga persaingan pun semakin ketat.
Ditengah persaingan yang ketat tersebut, Galih Bakery mengalami
masalah dengan pengendalian mutu karena mutu roti yang dihasilkan terkadang
tidak sesuai dengan atribut mutu yang telah ditetapkan. Disisi lain, mutu produk
perusahaan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan daya saing. Apabila
kondisi ini berlangsung terus, dikhawatirkan Galih Bakery akan kehilangan
Mutu Terpadu pada Galih Bakery perlu dianalisis, agar dapat dievaluasi sehingga
penerapan Manajemen Mutu Terpadu dapat berjalan dengan baik yang dapat
memberikan dampak positif bagi perusahaan.
Analisis tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu, yaitu merupakan pendekatan yang
digunakan oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia untuk mampu bertahan dan
berkembang. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu berkaitan pada teknik
pengendalian mutu serta unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen
Mutu Terpadu pada Galih Bakery dengan Metode DELPHI.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
2.4. Definisi Operasional
1. Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu konsep penciptaan, pemeliharaan, dan
peningkatan kualitas dengan cara perbaikan berkesinambungan atas produk,
jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya dan menjadikan kualitas sebagai
budaya seluruh anggota perusahaan (Nasution, 2005: 22).
2. Manajemen pemasaran merupakan kegiatan analisis, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian program-program yang dibuat untuk
membantu, membangun, dan memelihara, keuntungan dari pertukaran melalui
sasaran pasar guna mencapai tujuan organisasi (perusahaan) dalam jangka
panjang (Assauri, 2007: 12).
3. Lingkungan usaha atau industri lebih mengarah pada aspek persaingan dimana
bisnis perusahaan berada. Aspek-aspek tersebut antara lain ancaman masuk
pendatang baru, persaingan sesama perusahaan di dalam industrinya, ancaman
dari produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli (buyers), kekuatan
tawar-menawar pemasok (suppliers), dan pengaruh stakeholder lainnya (Umar, 2005: 268).
4. Manajemen produksi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal
penggunaan sumberdaya-sumberdaya (atau sering disebut faktor-faktor
produksi) tenaga kerja, mesin, peralatan, bahan mentah, dan sebagainya dalam
proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Galih Bakery yang berlokasi di Komplek
Taman Asri Blok F1/1, Ciledug, Tangerang, Banten. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa Galih Bakery merupakan salah
satu usaha kecil yang mempunyai masalah dengan kualitas produk roti yang
dihasilkannya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2008 – Mei
2009.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan
kuantitatif, sedangkan sumber data berasal dari data primer dan data sekunder.
Sumber data diperoleh dari pihak perusahaan, literatur-literatur, dan berbagai situs
internet.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan melalui wawancara, kuesioner, dan observasi
yang dilakukan dengan berbagai pihak yang terkait dalam topik penelitian ini.
Wawancara dilakukan kepada pimpinan Galih Bakery dan 3 (tiga) orang pakar
mutu. Wawancara kepada pimpinan Galih bakery dilakukan untuk mengetahui
gambaran umum tentang kondisi perusahaan dan informasi yang berkaitan dengan
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan wawancara kepada 3 (tiga)
orang pakar mutu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada industri kecil. Sebelum melakukan
wawancara, para pakar terlebih dahulu diberikan gambaran tentang Galih Bakery
baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini dimaksudkan agar jawaban yang
diperoleh dari para pakar dapat relevan atau sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.
Kuesioner diberikan kepada pimpinan dan manajer harian Galih Bakery
serta 3 (tiga) orang pakar mutu (Tabel 4) yang berasal dari instansi pemerintah
maupun swasta untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan dalam
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Sedangkan pengamatan
langsung di lapangan (observasi) dilakukan untuk mengetahui kegiatan
perusahaan dalam proses produksi mulai dari pengadaan bahan baku sampai
pemasaran. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur-literatur dan dari
internet (website-website) yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
Tabel 4. Daftar Responden
No. Nama Pekerjaan
1. Suprapto, MPS* Ketua Sistem Penerapan Standar BSN
2. Chris Hardijaya* Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI)
3. Heru Laksana* Pimpinan Maison Weiner Cake Shop
4. Usman Pimpinan Galih Bakery
5. Jamil Manajer Harian Galih Bakery
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh kemudian diolah dan disajikan dalam
bentuk tulisan, tabulasi data, serta gambar yang sesuai dengan konteks
permasalahan yang dibahas. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih
Bakery adalah dengan menggunakan Metode Delphi dan Metode Analisis Hirarki
Proses (AHP). Metode Delphi digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery.
Sedangkan Analisis Hirarki Proses (AHP), digunakan untuk menganalisis faktor-
faktor tersebut.
Metode Delphi digunakan u n t u k m e m p e r o l e h k ons ens u s para pa kar
berkenaan den ga n fakt or-fa kt or ri sik o proyek yang dipertimbangkan.
Metode ini bertujuan untuk menentukan sejumlah alternatif program,
mengeksplorasi asumsi-asumsi atau fakta yang melandasi “judgments” tertentu
dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu konsensus.
Biasanya metode ini dimulai dengan melontarkan suatu masalah yang
bersifat umum untuk diidentifikasi menjadi masalah yang lebih spesifik.
Partisipan dalam metode ini biasanya orang yang dianggap ahli dalam disiplin
ilmu tertentu.
Tahapan Metode Delphi yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
1. Menentukan masalah yang akan diidentifikasi. Masalah yang akan
diidentifikasi pada penelitian ini yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi
2. Menentukan pakar yang akan dijadikan sebagai partisipan. Pakar yang
digunakan yaitu Suprapto, MPS (Ketua Sistem Penerapan Standar BSN),
Chris Hardijaya (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia), Heru
Laksana (Pimpinan Maison Weiner Cake Shop), Usman (Pimpinan Galih
Bakery).
3. Memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery dari para partisipan.
4. Membagi faktor yang diperoleh dari satu partisipan ke partisipan lain hingga
terjadi kesepakatan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery.
Tahap selanjutnya setelah selesai menggunakan Metode Delphi adalah
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery dengan menggunakan Metode AHP. Pada dasarnya
Metode AHP ini memecah-mecah suatu situasi atau masalah yang kompleks tidak
terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini
dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif
tentang relatif pentingnya setiap variabel, mensintesis berbagai pertimbangan ini
untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
AHP digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Analisis ini dimulai
dengan pengumpulan data dan informasi yang digunakan untuk menyusun
struktur hirarki yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh Galih
uraian dan tabel. Metode pemecahan masalah dalam penelitian dengan metode
AHP dapat dijelaskan pada langkah-langkah berikut (Saaty, 1991: 102-103):
Tahap 1: mendefinisikan masalah dan menentukan secara spesifik solusi yang
diinginkan. Fokus permasalahan dalam analisis ini adalah identifikasi
permasalahan mutu roti pada Galih Bakery. Untuk mengetahuinya
dilakukan wawancara dengan responden. Setelah fokus analisis
ditentukan kemudian menentukan komponen-komponen
pendukungnya.
Tahap 2: membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara
menyeluruh. Setelah komponen dari fokus analisis diketahui,
kemudian dilakukan pembuatan struktur hirarki. Pembuatan hirarki
bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Pada fokus
identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan, seperti tingkat
2 (dua), adalah faktor masalah, tingkat 3 (tiga) subfaktor masalah,
tingkat 4 (empat) faktor penyebab, tingkat 5 (lima) subfaktor
penyebab, dan tingkat 6 (enam) pelaku. Tidak ada aturan khusus dalam
menyusun struktur hirarki suatu sistem, jumlah tingkatan struktur
keputusan yang terstratifikasi dan variabel pada setiap tingkat
keputusan. Struktur hirarki pada penelitian ini terdiri dari 4 (empat)
tingkatan hirarki. Tingkat 1 (satu) adalah tujuan dari penelitian ini
yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery. Tingkat 2 (dua) yaitu faktor masalah,
yaitu penyebab. Tingkatan hirarki pada penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2.
G Tingkat 1: Fokus
F1 F2 F3 … Fn Tingkat 2: Faktor masalah
SC1 SC2 SC3 … SCn Tingkat 3: Pelaku
A1 A2 A3 … An Tingkat 4: Penyebab
Gambar 3. Kerangka AHP Sederhana Sumber: Saaty, 1991: 84
Tahap 3: menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan
adalah matriks yang memperbandingkan bobot unsur dalam suatu
hirarki dengan unsur-unsur dalam hirarki, diantaranya matriks ini
disusun sesuai dengan tujuan penelitian dan struktur hirarki analisis.
Matriks ini dimulai dari puncak hirarki untuk fokus identifikasi
permasalahan sebagai dasar untuk melakukan perbandingan
berpasangan antar variabel yang terkait yang ada di bawahnya.
Tahap 4: melakukan perbandingan berpasangan antara setiap variabel pada baris
ke-i yang berhubungan dengan fokus G atau identifikasi masalah.
Pengisian nilai-nilai dalam matriks banding tersebut digunakan angka-
Tabel 5. Skala Banding Secara Berpasangan
Intensitas kepentingan
Definisi Penjelasan
1 Pentingnya sama Dua elemen mempunyai
kontribusi yang sama besar pada
5 Pentingnya kuat Pengalaman dan penilaian
dengan kuat memihak pada satu elemen dibandingkan dengan
pasangannya
6 Kuat plus
7 Pentingnya sangat kuat Satu elemen lebih disukai
dengan sangat kuat
bawah diagonal tersebut diisi dengan nilai-nilai kebalikan dari nilai-
Tahap 6: melakukan langkah 3, 4, dan 5 kembali untuk semua tingkat dan
gugusan dalam hirarki tersebut. Perbandingan dilakukan untuk semua
variabel pada tingkat keputusan yang ada dalam hirarki.
Ada 2 (dua) macam matriks pembanding yang digunakan dalam AHP, yaitu:
a. Matriks Pendapat Individu (MPI). Variabelnya disimbolkan dengan Aij,
artinya variabel matriks baris ke-i dan kolom ke-j
Tabel 6. Matriks Pendapat Individu
G A1 A2 A3 ... An
A1 A11 A12 A13 ... A1n
A2 A21 A22 A23 ... A2n
A3 A31 A32 A33 ... A3n
... ... ... ... ... ...
An An1 An2 An3 ... Ann
Sumber: Saaty (1991: 87)
b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG), merupakan matriks yang variabelnya
berasal dari rata-rata geometrik pendapat individu yang rasio konsistensinya
lebih kecil atau sama dengan 10%. Variabel pada matriks ini disimbolkan
sebagai Gij.
Tabel 7. Matriks Pendapat Gabungan
G G1 G2 G3 ... Gn
G1 G11 G12 G13 ... G1n
G2 G21 G22 G23 ... G2n
G3 G31 G32 G33 ... G3n
... ... ... ... ... ...
Gn Gn1 Gn2 Gn3 ... Gnn
Sumber: Saaty (1991: 88)
Rumus matematis untuk rata-rata geometrik adalah:
Gij =
Keterangan:
m m Π a(ij)k
k =1
G(ij) = variabel MPG baris ke-i kolom ke-j
a(ij) = variabel baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-i
k = indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi syarat
m = jumlah MPI yang memenuhi syarat.
Tahap 7: mensintesis prioritas untuk pembobotan vektor-vektor prioritas.
menggunakan komposisi secara hirarki. Untuk membobot vektor-
vektor prioritas dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan
semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas
dari tingkat bawah berikutnya, demikian seterusnya. Ada dua tahap
1. pengolahan horizontal, meliputi penentuan vektor prioritas (vektor
eigen), uji konsistensi dan revisi pendapat bila dibutuhkan
2. pengolahan vertikal, meliputi penyusunan prioritas pengaruh setiap
variabel pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran
utama atau fokus
Tahap 8: mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki dengan mengalikan
setiap indeks konsistensi dengan prioritas utama kriteria yang
bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan
pernyataan sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak yang
sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang
sama pada setiap indeks inkonsistensi acak juga dibobot berdasarkan
prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Untuk
memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hirarki harus bernilai
kurang dari atau sama dengan 10 persen.
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1. Sejarah Perusahaan
Galih Bakery pertama kali didirikan oleh H. Usman pada tanggal 15 Juni
1986 dengan modal awal sebesar Rp. 5 juta. Galih Bakery berlokasi di komp.
Taman Asri, Blok F1/1, Ciledug, Tangerang, Banten. Galih Bakery menempati
areal seluas lebih kurang 100 m2 yang sebelumnya digunakan sebagai garasi
mobil. Pertama kali berproduksi, Galih Bakery hanya mempunyai 4 (empat)
orang karyawan, yaitu 2 (dua) orang karyawan produksi dan 2 (dua) orang
karyawan penjualan. Selain itu, Galih Bakery juga belum mempunyai mesin
produksi sehingga proses pencampuran bahan baku menjadi adonan roti dilakukan
menggunakan tangan dengan cara ditonjok (dipukul) hingga adonan menjadi
kalis. Oleh karena itu, roti yang dihasilkan disebut dengan nama roti tonjok.
Berdirinya perusahaan ini tidak terlepas dari beberapa hal yang
melatarbelakanginya, selain sebagai usaha tambahan, perusahaan ini diharapkan
dapat membantu mengurangi angka pengangguran dengan cara penyerapan tenaga
kerja disamping prospek usaha ini yang cukup cerah karena roti telah menjadi
makanan pokok pengganti nasi.
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, Galih Bakery
digolongkan ke dalam perusahaan kecil dengan jumlah tenaga kerja 18 (delapan
belas) orang. Kedelapanbelas orang tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bidang, yaitu
produksi dan penjualan. Karyawan produksi terdiri atas 5 (lima) orang, sedangkan
Perusahaan memproduksi berbagai varian produk roti yang dibedakan atas
keragaan bentuk, bahan tambahan dan proses pembuatan, yaitu mulai dari roti
tawar, roti manis, donat, dan roti burger. Hingga saat ini Galih belum memiliki
visi, misi, dan tujuan yang tertulis secara jelas.
4.2. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
4.2.1. Struktur Organisasi
Galih Bakery mempunyai struktur organisasi yang sederhana. Struktur
organisasi Galih Bakery terdiri dari pemilik, manajer, dan karyawan yang terbagi
menjadi karyawan produksi dan karyawan penjualan. Struktur organisasi Galih
Bakery terdapat pada Gambar 3.
Pimpinan
Manajer Operasional
Karyawan Produksi Karyawan Penjualan
Gambar 4. Struktur Organisasi Galih Bakery
Struktur organisasi perusahaan dikendalikan oleh pemilik selaku pimpinan
Galih Bakery. Karyawan Galih Bakery terbagi ke dalam bidang kerja tertentu
dalam perusahaan, diantaranya adalah manajer operasional, karyawan produksi,
dan karyawan penjualan. Setiap bidang kerja memiliki fungsi atau tugasnya
masing-masing. Fungsi dari beberapa bidang yang ada di Galih Bakery adalah
sebagai berikut:
1. Manajer operasional: manajer operasional Galih Bakery membawahi karyawan
produksi maupun karyawan penjualan. Tugas manajer operasional dalam
lingkup bagian penjualan antara lain menerima dan mencatat pesanan roti serta
menerima pembayaran atas pesanan roti dari karyawan penjualan. Tugas
manajer opersional dalam lingkup karyawan produksi merangkap sebagai
kepala juru masak yang bertugas untuk menentukan kuantitas komposisi bahan
baku yang akan digunakan dan pekerjaan-pekerjaan lain layaknya karyawan
produksi yang bertujuan untuk menghasilkan roti.
2. Karyawan produksi: karyawan produksi terdiri dari 5 (lima) orang yang
bertugas untuk memproduksi roti yang telah dipesan oleh karyawan penjualan.
Kelima orang karyawan ini memiliki tugas berbeda-beda. Kepala koki bertugas
untuk menentukan komposisi bahan baku, mengawasi proses pencampuran
adonan, dan membagi adonan roti sesuai dengan peruntukkannya, yaitu roti
tawar dan roti manis. Sedangkan karyawan lainnya bertugas untuk mencampur
adonan awal, membulatkan, menggulung, memipihkan, menaruh ke dalam
loyang cetakkan, memanggang, termasuk membersihkan peralatan dan mesin
setelah selesai berproduksi. Khusus untuk proses pemanggangan, karyawan
bertugas untuk memanaskan oven, memasukkan dan menyusun adonan roti di
dalam oven, serta mengeluarkan roti yang telah matang dari oven.
3. Karyawan penjualan: karyawan penjualan terdiri dari 13 (tiga belas) orang.
Karyawan penjualan ini bertugas menjual berbagai varian produk roti Galih
Bakery yaitu roti tawar, roti manis, dan donat ke daerah penjualan masing-
masing.
4.2.2. Ketenagakerjaan
Hingga kini tenaga kerja yang dimiliki Galih Bakery berjumlah 18 orang
yang terdiri dari 5 orang bagian produksi dan 13 orang bagian penjualan (sales).
Perusahaan lebih mementingkan karyawan yang mempunyai komitmen usaha,
sehingga rata-rata pendidikan tenaga kerjanya berasal dari latar belakang
pendidikan setingkat sekolah dasar (SD).
Karyawan yang dipekerjakan Galih Bakery berasal dari Purwakarta untuk
karyawan produksi dan Bogor untuk karyawan penjualan. Pemilihan daerah asal
yang sama bertujuan untuk mempermudah pimpinan Galih Bakery untuk
mengontrol karyawannya. Apabila ada karyawannya yang pulang kampung dan
tidak kembali dalam jangka waktu tertentu, pimpinan mudah untuk mencari tahu
penyebabnya dan mencari penggantinya dari daerah yang sama.
Karyawan produksi mendapatkan upah harian yang besarannya berkisar
antara Rp 15.000,00–Rp 33.000,00 disesuaikan dengan keahlian yang dimiliki.
makan harian sebesar Rp 12.000,00-Rp 15.000,00. Selain itu, karyawan juga
memperoleh tunjangan kesehatan maupun tunjangan hari raya.
Khusus untuk karyawan penjualan, perusahaan memberikan fasilitas
berupa mess, gerobak sepeda, dan peralatan pendukung penjualan roti. Karyawan
penjualan tidak mendapatkan upah harian, sehingga mereka mendapatkan
keuntungan dari selisih (margin) harga antara harga pabrik dengan harga jual yang
mereka tentukan sendiri. Selain itu, pedagang juga diberi kompensasi tambahan
yang akan diberikan apabila pedagang (sales) berjualan yaitu berupa uang sebesar
Rp 6.000,00 yang pembayarannya ditangguhkan sebagai tabungan yang dapat
diambil sewaktu-waktu dibutuhkan. Pedagang juga tidak menanggung biaya
apabila terjadi kerusakan pada gerobak sepeda karena semua itu ditanggung oleh
Galih Bakery.
4.3. Kegiatan Perusahaan
4.3.1. Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku utama dalam pembuatan roti adalah tepung terigu, garam,
ragi, dan air. Tepung terigu yang digunakan oleh Galih Bakery adalah tepung
terigu Cakra Kembar yang diproduksi oleh Bogasari. Tepung terigu Bogasari
dipilih karena selain mudah didapat, roti yang dihasilkannya pun baik. Galih
Bakery hanya melakukan kerjasama dengan CV. Lautan Aroma sebagai pemasok
utama untuk pasta makanan yaitu pasta pandan dan moka. Sedangkan untuk bahan
gula, telur, susu, pengawet, dan bahan isian Galih Bakery membelinya dengan
sistem putus dari pemasok yang berada tidak jauh dari lokasi perusahaan.
Galih Bakery tidak mempunyai gudang penyimpanan, sehingga Galih
Bakery hanya membeli dalam jumlah banyak untuk bahan-bahan baku yang
ukuran kemasannya kecil, itupun disimpan di sudut ruangan, laci, maupun di
bawah meja produksi tanpa perlakuan khusus. Bahan-bahan baku tersebut hanya
disimpan sesuai dengan jenisnya, seperti bahan baku dan bahan isian. Sedangkan
bahan baku utama seperti tepung terigu dibeli sesaat sebelum proses produksi
dimulai.
4.3.2. Kegiatan produksi
Galih Bakery memulai kegiatan produksinya pada pukul 08.00-14.00
WIB, sedangkan pada saat bulan Ramadhan, kegiatan produksi dimulai setelah
menunaikan shalat Tarawih yaitu sekitar pukul 21.00 WIB. Galih Bakery
memproduksi berbagai macam varian roti tawar dan roti manis, walaupun
terkadang perusahaan menerima pesanan roti burger dan roti hotdog. Rata-rata
Galih Bakery menghasilkan 300 roti tawar dan 250 roti manis per hari. Varian roti
tawar dan roti manis antara lain roti tawar besar, roti tawar kotak, roti tawar kotak
pandan, dan roti tawar tabung. Sedangkan varian roti manis Galih Bakery antara
lain roti manis isi coklat, coklat keju, coklat susu, coklat kacang, susu, kelapa,
nanas, pisang coklat, moka dan donat. Perbedaan mendasar yang membedakan
antara roti tawar dengan roti manis adalah penambahan isian pada roti manis,
Proses pembuatan roti dimulai dengan mencampur bahan-bahan kering
seperti tepung terigu, margarin, garam, ragi, pengawet, dan gula dengan air ke
dalam wadah pencampur. Setelah semua bahan tercampur rata, adonan tersebut
dimasukkan ke dalam mesin pencampur (mixer) hingga kalis. Kemudian adonan dibentuk menjadi bulatan-bulatan dan didiamkan hingga mengembang. Tahap
selanjutnya adalah menggulung adonan dengan mesin penggulung adonan (dough
moulder) hingga adonan tersebut menjadi lebih panjang, yang kemudian
dimasukkan ke dalam cetakan dan ditunggu hingga mengembang optimal dan siap
untuk dipanggang.
Perbedaannya, untuk roti manis, setelah dibulatkan adonan langsung
dimasukkan adonan isian yang telah disiapkan sebelumnya, baru kemudian
ditunggu hingga mengembang dan kemudian dipanggang. Sedangkan untuk roti
manis isi coklat kacang dan coklat susu, adonan roti dipipihkan terlebih dahulu
dengan mesin pemipih adonan (dough sheeter) setelah dibulatkan baru kemudian
dimasukkan isian kedalamnya, didiamkan sejenak hingga mengembang baru
dipanggang.
Berbeda dengan roti tawar dan roti manis, roti donat tidak melalui tahap
pemanggangan, tetapi setelah dibulatkan, adonan langsung dibentuk donat,
didiamkan sejenak hingga mengembang baru kemudian digoreng. Setelah matang
roti didiamkan beberapa saat hingga dingin baru kemudian dikemas dan siap
untuk dipasarkan. Khusus untuk proses pengirisan (roti tawar) dan pengemasan
roti menjadi tanggung jawab sales. Secara sederhana, proses pembuatan roti pada
Galih Bakery mempunyai beberapa alat dan mesin yang digunakan untuk
mendukung kegiatan produksi roti mereka. Alat dan mesin tersebut antara lain
mesin pencampur (mixer), mesin penggulung (roti tawar), mesin press (roti
manis), dan oven. Alat dan mesin yang dimiliki oleh Galih Bakery telah tersaji
pada Tabel 8.
Tabel 8. Alat dan Mesin Produksi Roti pada Galih Bakery
No. Keterangan Jumlah (Buah/ Set)
berjumlah 13 orang. Sales tersebut menjual roti disekitar wilayah Ciledug dengan
menggunakan gerobak sepeda. Wilayah penjualan Galih Bakery antara lain Kreo,
Taman Asri, Inpres, Cipadu, Deplu, Petukangan, Mencong, Gaga, dan Taman
Tabel 9. Wilayah Penjualan Roti Galih Bakery
No. Nama Pedagang Wilayah Penjualan
1. Fakih Kreo
2. Iwan Taman Asri
3. Umar Inpres
4. Asep Cipadu
5. Karyat Deplu
6. Acang Petukangan
7. Uding Mencong
8. Among Deplu
9. Pipih Ciledug
10. Hanim Ciledug
11. Ukat Gaga
12. Jepri Taman Safari
13. Sanan Petukangan
Sistem penjualan yang dilakukan oleh Galih Bakery adalah sistem putus,
artinya sales mendapatkan roti untuk dijual dengan cara membeli. Apabila
roti tidak habis dijual, resiko tersebut ditanggung oleh pihak sales. Selain
dijual keliling, Galih Bakery juga menerima pesanan roti baik dari perusahaan
maupun dari perorangan, salah satunya dari RS. Pelni, Petamburan, Tanah
Abang, Jakarta Pusat. Galih Bakery mengirim ke RS. Pelni sebanyak 90
buah roti setiap seminggu sekali dan 1160 buah setiap sebulan sekali.
Galih Bakery pernah membuka toko roti yang lokasinya berdekatan
dengan tempat produksi, tetapi tidak berlangsung lama karena tingkat
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery
5.1.1. Pengendalian Mutu
Galih Bakery telah menetapkan atribut mutu roti mereka walaupun atribut
mutu yang diterapkan belum sesuai dengan syarat mutu roti sesuai dengan Standar
Industri Indonesia (SII). Standar Industri Indonesia (SII) mensyaratkan mutu roti
dalam 8 (delapan) parameter, mulai dari kadar air, kadar abu, hingga kandungan
bahan pengawet yang terdapat pada roti. Secara rinci syarat mutu roti berdasarkan
SII tersaji pada Lampiran 6.
Galih Bakery menerapkan atribut mutu roti mereka berdasarkan 3 (tiga)
aspek yaitu rasa, aroma, dan penampilan. Roti yang diproduksi Galih Bakery
harus memiliki rasa yang enak, empuk dengan aroma yang wangi serta dilengkapi
dengan penampilan yang menarik, misalnya warna roti harus coklat keemasan.
Oleh karena itu, diperlukan suatu pengendalian mutu agar atribut mutu yang telah
ditetapkan sebelumnya dapat terpenuhi.
Pengendalian mutu produksi merupakan suatu hal yang sangat penting
demi menjaga keberhasilan pencapaian mutu sesuai standar perencanaannya,
mencegah serta memperkecil kerusakan produk. Proses pengendalian mutu pada
Galih Bakery terdiri dari tiga tahap. Tahap yang pertama yaitu pengendalian mutu
bahan baku, tahap yang kedua yaitu pengendalian mutu proses, dan tahap yang
5.1.1.1. Pengendalian Mutu Bahan Baku
Kualitas roti secara umum disebabkan karena variasi dalam penggunaan
bahan baku dan proses pembuatannya. Jika bahan baku yang digunakan
mempunyai kualitas yang baik dan proses pembuatannya benar maka roti yang
dihasilkan akan mempunyai kualitas yang baik pula. Jenis dan mutu produk bakeri
sangat bervariasi tergantung jenis bahan-bahan dan formulasi yang digunakan
dalam pembuatannya. Variasi produk ini diperlukan untuk memenuhi adanya
variasi selera dan daya beli konsumen (Wahyudi, 2003: 1).
Bahan baku yang digunakan Galih Bakery untuk membuat roti terbagi
menjadi 3 (tiga) yaitu, bahan baku utama, bahan baku pembantu, dan bahan baku
tambahan. Bahan baku utama yaitu tepung terigu, ragi, garam, dan air. Bahan
baku pembantu yaitu mentega, gula, susu, telur. Sedangkan bahan baku tambahan
yaitu, pengempuk, benzoat, dan bahan isian seperti meises, susu, nanas, kelapa,
keju, pisang, dan pasta moka. Sebagian besar bahan baku kecuali pasta dan air
diperoleh dari toko kelontong yang terletak di dekat lokasi usaha. Jarak lokasi
usaha dengan toko kelontong lebih kurang 1 (satu) km.
Berbeda dengan bahan baku lainnya, pasta diperoleh dari pemasok yaitu
CV. Lautan Aroma yang dikirimkan sebulan sekali (pasta pandan) dan seminggu
sekali (pasta moka). Sedangkan air, berasal dari sumur pompa milik Galih Bakery.
Biasanya bahan baku disiapkan satu hari sebelum atau pada hari proses produksi
akan dimulai. Bahan baku yang digunakan oleh Galih Bakery telah tersaji pada