• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB-II-Pembahasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB-II-Pembahasan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PEMBAHASAN 1. SYOK KARDIOGENIK

a. Definisi

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Syok kardiogenik adalah suatu keadaan yang terjadi karena ketidak cukupan curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital akibat disfungsi otot jantung.

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung sehingga mengakibatkan preload rend. Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.

b. Etiologi a. Penyebab

- Infark miokard akut

- Gangguan mekanis akut : ruptur katup mitral dan defek akut septum ventrikel - Bedah pintas kardiopulmonal

- Payah jantung kongestif : iskemia, hipertensi, kardiomiopati atau penyakit jantung katup. ( Buku ajar kardiologi FK UI)

b. Pencetus

- Iskemia miokard atau infark

- Anemia jantung: takikardia atau bradikardia

- Infeksi : endokarditis, miokarditis, atau infeksi di luar jantung. - Emboli pembuluh darah paru.

c. Patofisiologi

Kelainan fisologis yang menjadi dasar syok kardiogenik ialah menurunnya kontraktilitas otot jantung sebagai konsekuensi tidak berfungsinya sebagian otot jantung. Hasil bedah mayat penderita IMA dengan syok kardiogenik menunjukkan kerusakan 40% otot jantung. Mungkin ruptur dinding ventrikel, septum atau otot papilaris.

Sekitar 15% kejadian syok kardiogenik merupakan komplikasi dari klien infark miokard akut, dimana terjadi penurunan curah jantung karena tidak adekuatnya tekanan pengisian ventrikel kiri (left ventricular pressure-LVFP). Ketika sekitar 40% daerah ventrikel mengalami infark, maka terjadi peningkatan kemungkinan terjadinya syok kardiogenik (perry dan Potter, 1990).

(2)

oksigen ke jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan yang terus menerus antara kebutuhan suplai oksigen miokardium. Pembuluh korober yang terserang juga tidak mampu meningkatkan aliran darah secara memadai sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktifitas respon kompensatorik seperti perangsangan simpatik.

Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus yang terus berulang. Siklus dimulai dari terjadinya infark yang berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium.

Kerusakan miokardium baik iskemia dan infark pada miokard mengakibatkan perubahan metabolisme dan terjadi asidosis metabolik pada miokardium yang berlanjut pada gangguan kontraktilitas miokardium yang berakibat pada penurunan volume sekuncup yang dikeluarkan oleh ventrikel. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibat menurunnya perfusi koroner yang lebih lanjut akan meningkatkan hipoksia miokardium yang bersiklus ulang pada iskemia dan kerusakan miokardium ulang. Dari siklus ini dapat ditelusuri bahwa siklus syok kardiogenik ini harus diputus sedini mungkin untuk menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan mencegah perkembangan menuju tahap irreversibel dimana perkembangan kondisi bertahap akan menuju pada aritmia dan kematian.

d. WOC (terlampir) e. Manifestasi Klinis

- Gangguan aktivitas mental, ansietas dan delirium, gangguan perfusi serebral

- Takikardia, peningkatan preload, penurunan isi sekuncup - Vasokontriksi perifer yang meningkatkan afterload

- Kongesti pulmonal, dispnea, warna kulit yang kelabu, hipoksemia - Peningkatan kadar CO2 yang menyebabkan asidosis respirasi - Penurunan TD, tekanan nadi yang sempit

- Penurunan aliran darah renal yang menyebabkan retensi natrium dan air, penurunan keluaran urine yang menyebabkan oliguria

- Kerapkali resisten terhadap terapi

(3)

- Pemeriksaan diagnostic laboratorium-enzim jantung, kadar troponin, elektrokardiogram, pemeriksaan radiologic, ekokardiogram

f. Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik

- Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.

- Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg

- Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin.

- Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.

- Bila mungkin pasang CVP.

- Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik. Medika mentosa

- Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri. - Anti ansietas, bila cemas.

- Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi. - Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.

- Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.

- Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.

- Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.

- Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.

- Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel. Obat Alternatif (Menurut Dean AJ, Beaver KM (2007))

1. Emergent therapy

Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan oksigen, pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena. Diperlukan usaha untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.

2. Volume expansion

Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume expansion dengan 100mL bolus dari normal saline setiap 3 menit sebaiknya dicoba; hingga, baik perfusi yang cukup maupun terjadi kongesti paru. Pasien dengan infark ventrikel kanan memerlukan peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau menjaga kardiak output.

(4)

a. Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5 mikrogram/kg berat badan/menit, pada interval 10 menit). Dobutamine menyediakan dukungan inotropik saat permintaan oksigen miokardium meningkat secara minimal.

b. Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari 75-80 mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine. Pada dosis lebih besar dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi alfa-adrenergik secara bertahap meningkat, menyebabkan vasokonstriksi perifer. Pada dosis lebih besar dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit, dopamine meningkatkan ventricular irritability tanpa keuntungan tambahan.

c. Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi terapeutik yang efektif untuk syok kardiogenik, meminimalkan berbagai efek samping dopamine dosis tinggi yang tidak diinginkan dan menyediakan bantuan/dukungan inotropik.

d. Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan, maka dapat dicoba norepinephrine, yang berefek alfa-adrenergik yang lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit.

2. SYOK HIPOVALEMIK a. Definisi

Syok hipovolemik merupakan tipe syok paling umum ditandai dengan penurunan volume intravaskular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraselular dan ekstraseluler. Syok hipovolemik adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga dapat mengakibatkan multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat.

(5)

b. Etiologi

Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik; sedangkan deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah trauma biasanya jenis hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio atau usus yang mengembang kerusakan jantung dan paru-paru dapat juga menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat kehilangan cairan berlebihan bisa juga timbul pada pasien luka bakar yang luas . (2,4)

Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

1) Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

2) Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.

(6)

 Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.

 Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.

[image:6.595.169.421.163.421.2]

 Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Tabel 1. Penyebab Syok Hipovolemik Perdarahan

 Hematom subkapsular hati  Aneurisma aorta pecah  Perdarahan gastrointestinal  Perlukaan berganda Kehilangan plasma

 Luka bakar luas  Pancreatitis  Deskuamasi kulit  Sindrom Dumping Kehilangan cairan ekstraseluler

 Muntah  Dehidrasi  Diare

 Terapi diuretic yang agresif

 Diabetes insipidus

 Insufisiensi adrenal

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.

(7)

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.

a. Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.

b. Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.

c. Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.

(8)

d. WOC (terlampir) e. Manifestasi Klinis

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:

1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.

4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

f. Penatalaksanaan

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Kaji jumlah kehilangan volume cairan dan mulai lakukan penggantian cairan sesuai order. Pastikan golongan darah untuk pemberian terapi transfusi

(9)

3. Berikan terapi oksigen sesuai order. Monitor saturasi oksigen dan hasil AGD untuk mengetahui adanya hypoxemia dan mengantisipasi diperlukannya intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik. Atur posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada. Jaga pasien tetap tenang dan nyaman untuk meminimalkan kebutuhan oksigen.

4. Monitor vital sign, status neurologis, dan ritme jantung secara berkesinambungan. Observasi warna kulit dan cek capillary refill

5. Monitor parameter hemodinamik, termasuk CVP, PAWP, dan cardiac output, setiap 15 menit, untuk mengevaluasi respon pasien terhadap treatmen yang sudah diberikan.

6. Monitor intake dan output. Pasang dower cateter dan kaji urin output setiap jam. Jika perdarahan berasal dari gastrointestinal maka cek feses, muntahan, dan gastric drainase. Jika output kuranng dari 30 ml/jam pada pasien dewasa pasang infuse, tetapi awasi adanya tanda kelebihan cairan seperti peningkatan PAWP. Lapor dokter jika urin output tidak meningkat

7. Berikan transfuse sesuai lorder, monitor Hb secara serial dan HCT

8. Berikan Dopamin atau norepineprin I.V., sesuai order untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan perfusi renal.

9. Awasi tanda-tanda adanya koagulopati seperti petekie, perdarahan, catat segera.

10. Berikan support emosional

11. Siapkan pasien untuk dilakukan pembedahan, jika perlu

3. SYOK DISTRIBUTIF a. Definisi

Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.

b. Etiologi

(10)

seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi.

c. Patofisiologi

Patofisiologi Syok Septik

Patofisiologi syok septik belum dapat dengan tepat, tetapi melibatkan interaksi kompleks antara patogen dan sistem kekebalan tubuh inang. Respon fisiologis normal untuk infeksi lokal meliputi aktivasi mekanisme pertahanan tuan rumah yang menghasilkan masuknya neutrofil dan monosit aktif, pelepasan mediator inflamasi, vasodilatasi lokal, peningkatan permeabilitas endotel, dan aktivasi jalur koagulasi.

Mekanisme ini terjadi selama syok septik, tetapi pada skala yang sistemik,yang mengarah untuk meredakan gangguan endotel, permeabilitas vaskuler,vasodilatasi, dan trombosis end-organ kapiler. Kerusakan endotel sendiri lebih lanjutdapat mengaktifkan inflamasi dan koagulasi, menciptakan efek umpan balik positif,dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut endotel dan organ akhirBukti bahwa sepsis hasil dari respon inflamasi sistemik yang berlebihan yangdisebabkan oleh organisme menginfeksi.

Mediator inflamasi adalah kunci dalampatogenesisLangkah awal dalam aktivasi kekebalan bawaan adalah sintesis de novo dari polipeptida kecil, yang disebut sitokin, yang menginduksi manifestasi protein pada kebanyakan tipe sel, dari sel efektor kekebalan tubuh untuk otot polos pembuluh darah dan sel-sel parenkim.Beberapa sitokin diinduksi, termasuk tumor necrosisfactor (TNF) dan interleukin (ILS), terutama IL-1.

(11)

lain yang memiliki peran seharusnya padasepsis adalah IL-10, interferon gamma, IL-12, makrofag faktor migrasi inhibisi,granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF), dan makrofag faktor koloni-colony-stimulating granulocyte (GM-CSF)Selain itu, sitokin mengaktifkan jalur koagulasi, menghasilkan mikro trombikapiler dan akhir iskemia organ.

Bakteri gram positif dan gram-negatif menginduksi berbagai mediator proinflamasi, termasuk sitokin yang memainkan peran penting dalam memulai sepsisdan shock. Berbagai komponen sel bakteri dinding dikenal untuk melepaskan sitokin,termasuk lipopolisakarida (bakteri gram negatif), peptidoglikan (bakteri gram positif dan gram-negatif), dan asam lipoteichoic (bakteri gram positif)Beberapa efek berbahaya dari bakteri dimediasi oleh sitokin pro inflamasidiinduksi dalam sel inang (makrofag / monosit dan neutrofil) oleh komponen dindingsel bakteri. Komponen yang paling beracun dari bakteri gram negatif adalah bagiandari lipid A lipopolisakarida. Para bakteri gram positif dinding sel menyebabkan induksi sitokin melalui asam lipoteichoic.

Patofisiologi Syok Neurogenik

Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance).Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler.Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel.

(12)

Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splangnikus, sehingga perfusi ke otak berkurang.Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri.

Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah.Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.

Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus vasomotor.Pasien dengan nyeri hebat, stres emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.

Patofisiologi Syok Anafilaktik

Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I (Immediate type reaction). Reaksi hipersensitivitas tipe I diklasifikasikan menjadi reaksi atopi dan non-atopi.Kelainan atopi biasanya menyerang kulit atau traktus respiratorius contohnya pada rhinitis alergi, dermatitis atopi, dan asma alergi.Kelainan hipersensitivitas non-atopi contohnya urtikaria, angioedema, dan anafilaksis. Ketika reaksi yang terjadi ringan, maka hanya akan menyerang kulit (urtikaria) atau jaringan subkutan (angioedema), namun ketika reaksi yang terjadi berat maka akan berakibat menyeluruh (generalisata) dan bersifat life-threatening medical emergency (anafilaksis).Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi.Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.

(13)

Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.

Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu.Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi.Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos.

Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.

Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan penderita.Hipotensi dan syok dapat terjadi sebagai akibat dari kehilangan volume intravaskular, vasodilatasi, dan disfungsi miokard.Peningkatan permeabilitas vaskuler dapat menyebabkan pergeseran 50 % volume vaskuler ke ruang extravaskuler dalam 10 menit.

d. WOC (terlampir)

(14)

Gambaran klinis syok distributif bergantung pada gangguan yangditimbulkan oleh pencetus, dan hal ini tidak hanya berlaku untuk syok distributif melainkan juga untuk syok tipe lain. Pada kebanyakan kasus,gambaran klinis dari syok distributif mencakup tanda-tanda berikut ini:

- Perubahan pada status mental, mengacu pada tingkat kesadaran pasien(apatis ataupun somnolen). Biasanya, tingkat kesadaran dapat bervariasimenurut progresifitas syok saat itu juga. Seringkali saat syok semakinberat, maka semakin buruk pula tingkat kesadarannya

- Frekuensi jantung yang lebih dari 90 kali/menit (perlu dicatat bahwaelevasi pada frekuensi jantung bukanlah pertanda adanya syok bilapasien sedang dalam terapi beta-blocker

- Hipotensi, dengan tekanan sistol yang kurang dari 90 mmHg ataumengalami penurunan sebesar 40 mmHg dari standar normalnya

- Meningkatnya frekuensi pernafasan hingga melebihi 20 kali/menit(takipnea). Pada keadaan yang lebih berat, akan terlihat nafas cepat dandangkal akibat asidosis

- Ekstremitas teraba hangat (akral hangat) dengan tekanan pulsasi(tekanan sistol dikurangi diastol) yang meningkat, khususnya padatahap awal syok distributif

- Hipertermia, jika suhu tubuh > 38,30 C atau 1010 F.

- Hipotermia, dapat pula ditemukan jika temperatur turun hingga dibawah 36 0C atau 96,8 0 F

- Hipoksia dan hipoksemia relatif yang dapat terjadi sebagai akibatdisfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasimaupun perfusi

(15)

f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam syok distributif pada dasarnya sama dengansyok lainnya. Karena termasuk kondisi gawat darurat, maka yang pertama kali dilakukan adalah tata laksana suportif untuk mencegah syok berkembang ke tahap yang lebih buruk. Selanjutnya, tatalaksana akan lebih diberatkan ke arah eliminasi etiologi, dimana tentunya akan cenderung disesuaikan dengan faktor pencetus syok distributif itu sendiri.

Semua upaya resusitasi segera harus diarahkan pada memaksimalkan hantaran oksigen pada tingkat sel, yang bergantung pada kandungan oksigen arterial, volume sirkulasi dan hematokrit. Terdapat salah satu cara untuk memulihkan keadaan pasien syok yaitu ORDER.

O : Oxygenate (berikan oksiegen adekuat)

R : Restore circulatory volume (pulihkan volume sirkulasi)

D : Drug therapy (obat - obatan)

E : Evaluate response to therapy (evaluasi respon terhadap terapi)

R : Remedy the underlying cause (pengobatan terhadap penyebab yang mendasarinya)

Tatalaksana suportif

Hal utama yang perlu diperhatikan di sini adalah konsekuensi dariSIRS, sepsis, maupun bentuk syok distributif lainnya, yakni kegagalanorgan. Seiring berjalannya waktu, pasien SIRS/sepsis akan menerimakonsekuensi yang fatal apabila tidak mendapat terapi penunjang yangtepat

Oksigenasi Terapi

(16)

ventilasi yang berat, ventilasi mekanik perlu segera dilakukan. Bagi pasien dengan distres pernafasan minimal berikan hantaran oksigen 1 – 6 liter/ menit melalui kanul nasal atau masker oksien, bila pasien telah mengalami penurunan kesadaran dengan Pa O2 <60 mmHg maka jalan nafas harus dilindungi dan lakukan intubasi endotrakeal

Terapi cairan

Hipovolemia pada syok distributif perlu segera diatasi denganpemberian cairan baik kristaloid (NaCL 0,9% maupun ringerlaktat) maupun koloid. Kristaloid merupakan pilihan terapi awalkarena mudah didapatkan, tetapi perlu diberikan dalam jumlah banyak. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitorkecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Pada keadaanalbumin < 2 gr/dl koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit diperlukan pada keadaan pendarahan aktif atau bilamanakadar hemoglobin rendah pada keadaan iskemia miokardial danrenjatan septik. Kadar HB yang dicapai pada SIRS dipertahankandi atas 8 hingga 10 g/dl. Namun pertimbangan kadar HB bukanhanya berdasarkan kadar HB semata, melainkan juga keadaanklinis pasien, sarana yang tersedia, serta keuntungan dan kerugian pemberian transfusi.

Vasopresor dan Inotropik

Vasopresor diberikan apabila keadaan hipovolemik teratasi masih ditemukan kondisi hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulaidosis terendah secara titrasi untuk mencapai tekanan arteri rata-rata (MAP) 60 mmHg, atau tekanan darah sistolik 90 mmHg.Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8mikrogram (mcg)/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit.Sebagai inotropik yang dapat digunakan dobutamin dengan dosis2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mcg/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase.

Bikarbonat

(17)

pH < 7,2 atau serumbikarbonat < 9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaikikeadaan hemodinamik.

Evaluasi respon terhadap terapi

Gambar

Tabel 1. Penyebab Syok Hipovolemik

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Manut sakadi pikolih saking tetilikan sane sampun katelatarang ring ajeng sane mangkin pacang katelatarang tetepasan indik wangun lan kasuksman ajah-ajahan

Kontrak Penugasan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat dan PKM Tahun Anggaran 2017, yang akan diselenggarakan pada

Dimasukkannya wakaf uang dalam perundangan-undangan Republik Indonesia melalui Undang-Undang No 41 tahun 2004, merupakan angin segar dan peluang baru bagi umat Islam Indonesia

Berdasarkan uraian di atas perlakuan akuntansi untuk aset bersejarah di Kabupaten Musi Banyuasin (studi kasus pada pengelolaan Tugu Pahlawan Taman Makan Pahlawan Kusuma

Penelitian tentang triage prehospital telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu diantaranya oleh Nuris Kushayati dengan tema Analisis Metode Triage Prehospital

Kedudukan mesin mungkin langsung pada lunas dan gading-gading yang ditata sebagai landasan mesin; yang kadangkala perlu ditarah (dikikis) ataupun dengan cara

59 59 TAHAPAN PEMBINAAN TAHAPAN PEMBINAAN GAPOKTAN GAPOKTAN MEMBANGUN MEMBANGUN AKUNTABILITAS AKUNTABILITAS DAN JARINGAN DAN JARINGAN SUMBERDAYA SUMBERDAYA PENINGKATAN

Dalam pengujian ini sistem diberikan sebuah pembangkit terdistribusi dengan lokasi dan besar kapasitas yang dioptimasi menggunakan algoritma genetika.. Dari lima