• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRINSIP SUBROGASI DALAM PERJANJIAN (POLIS) ASURANSI KERUGIAN DITINJAU DARI HUKUM PERASURANSIAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PRINSIP SUBROGASI DALAM PERJANJIAN (POLIS) ASURANSI KERUGIAN DITINJAU DARI HUKUM PERASURANSIAN DI INDONESIA"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PRINSIP SUBROGASI DALAM PERJANJIAN (POLIS) ASURANSI

KERUGIAN DITINJAU DARI HUKUM PERASURANSIAN DI

INDONESIA

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu

Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Ayu Agustina Arini

E0007091

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PRINSIP SUBROGASI DALAM PERJANJIAN (POLIS) ASURANSI

KERUGIAN DITINJAU DARI HUKUM PERASURANSIAN DI

INDONESIA

Oleh

Ayu Agustina Arini

E0007091

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Juli 2011

Pembimbing,

Djuwityastuti, S.H., M.H.

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PRINSIP SUBROGASI DALAM PERJANJIAN (POLIS) ASURANSI

KERUGIAN DITINJAU DARI HUKUM PERASURANSIAN DI

INDONESIA

Oleh

Ayu Agustina Arini

E0007091

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari

:

Tanggal

:

DEWAN PENGUJI

1.

TUHANA, S.H., M.Si

:

Ketua

2.

Pujiono, S.H., M.H.

:

Sekretaris

3.

Djuwityastuti, S.H., M.H

:

Anggota

Mengetahui

Dekan,

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama

:

Ayu Agustina Arini

NIM

:

E0007091

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

“Prinsip Subrogasi Dalam Perjanjian (Polis) Asuransi Kerugian Ditinjau

Dari Hukum Perasuransian Di Indonesia” adalah betul-betul karya sendiri.

Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda

citasi

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti

pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik

berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari

penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta,

Juli 2011

Yang membuat pernyataan,

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Ayu Agustina Arini. E 0007091. 2011. PRINSIP SUBROGASI DALAM

PERJANJIAN (POLIS) ASURANSI KERUGIAN DITINJAU DARI

HUKUM PERASURANSIAN DI INDONESIA. Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam perjanjian

asuransi kerugian terdapat prinsip subrogasi sebagaimana ditentukan hukum

perasuransian di Indonesia, baik di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

dan juga Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.

Penulisan ini merupakan penulisan hukum normatif bersifat preskriptif

dengan pendekatan perundang-undangan. Penulisan hukum (skripsi) ini

menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan

bahan hukum dilakukan dengan teknik riset kepustakaan dan

cyber media

serta

bahan pustaka.

Teknik analisis yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah

interpretasi dengan pola berpikir deduktif, yang berpangkal pada prinsip-prinsip

dasar kemudian menghadirkan obyek yang ingin diteliti.

Berdasarkan hasil penulisan dan pembahasan dihasilkan beberapa

simpulan, bahwa di dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang telah termuat secara tegas mengenai ketentuan subrogasi. Ketentuan

tersebut juga diperkuat di dalam Polis Standart Asuransi Kebakaran Indonesia

yang dikeluarkan oleh PT Wahana Tata Tahun 2005 tepatnya di dalam Pasal 16

dan juga termuat di dalam Polis Standart Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia

yang dikeluarkan oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melalui Surat

Keputusan Nomor 06 Tahun 2007 di dalam Pasal 22, yang mempunyai legitimasi

hukum dimana proses pengalihan kedudukan dari tertanggung kepada

penanggung atau yang disebut subrogasi hanya dapat terjadi apabila penanggung

telah memberikan penggantian kerugian pada tertanggung.

Polis Standar Asuransi Kebakaran dan Polis Standar Asuransi Kendaraan

Bermotor Indonesia masing-masing sudah mengakomodir konsep subrogasi

dalam polisnya. Jadi bagi para pihak, baik pihak tertanggung maupun penanggung

memiliki hak dan kewajiban masing-masing, baik untuk mengajukan klaim atau

hak subrogasi yang diperoleh penanggung untuk menuntut ganti kerugian kepada

pihak ketiga.

Kata Kunci :

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Ayu Agustina Arini. E 0007091. 2011. PRINCIPLE OF SUBROGATION IN

LOSS INSURANCE (POLICY) AGREEMENT VIEWED FROM

INSURANCE LAW IN INDONESIA. Faculty Of Law, Sebelas Maret

University.

This research aims to determine whether the insurance contract there is the

principle of subrogation as provided insurance law in Indonesia, both in the Book

of the Law of Commercial Law and Law No. 2 of 1992 on Insurance Business.

This research is a normative law is prescriptive approach to legislation. This

research uses primary, secondary and teritary legal materials. A technique to find

the legal materials made with library research techniques, cyber media and also

library materials research. The analysis technique used in this research is the

interpretation of the pattern of deductive reasoning, which stem from the basic

principles and then bring the object you want explained.

Based on the results of research and discussion of the resulting conclusion,

that in the Book of the provisions of Article 284 of Commercial Law Act has

contained provisions expressly concerning subrogation. Provisions are also

strengthened in the Standard Fire Insurance Policy issued by PT Indonesian

Forum for Tata in 2005 precisely in Article 16 and also contained in the Standard

Automobile Insurance Policy issued by the Indonesian General Insurance

Association of Indonesia (AAUI) through Decree No. 06 Year 2007 in its Article

22 which have legal legitimacy which the process of transferring the position of

the insured to the insurer or the so-called subrogation can only occur if the insurer

has provided indemnity to the insured.

The Standard Fire Insurance Policy and Standards Policy Automobile

Insurance Indonesia each had to accommodate the concept of subrogation in the

policy. So for the parties, both the insured and the insurer has the rights and

obligations of each, either to file a claim or right of subrogation obtained by the

insurer to sue for losses to third parties.

Keywords:

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas berkah, karunia, kesabaran, dan jalan kemudahan sehingga Penulis dapat

menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini guna melengkapi persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Adapun judul dari penulisan hukum (skripsi) Penulis adalah “Prinsip

Subrogasi Dalam Perjanjian (Polis) Asuransi Kerugian Ditinjau Dari Hukum

Perasuransian Di Indonesia”. Dalam penulisan hukum (skripsi) ini, Penulis

telah berusaha sebaik mungkin namun karena keterbatasan yang dimiliki, Penulis

menyadari masih banyak kekurangan baik dari penyajian materi maupun

penyampaiannya. Untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran bagi berbagai

pihak guna memberikan masukan demi kesempurnaan penilisan hukum (skripsi)

ini. Dalam masa penulisan hukum (skripsi) ini Penulis menyadari sepenuhnya

bahwa Penulis banyak sekali menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, dalam kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1.

Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan kasih sayang dan doa serta

tidak henti-hentinya memberi semangat kepada Penulis ;

2.

Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret ;

3.

Ibu Rahayu Subekti, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik

Penulis ;

4.

Ibu Djuwityastuti, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing yang telah

bersedia dengan teliti dan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan

dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini, sehingga Penulis dapat

menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini ;

5.

Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama Penulis

(8)

commit to user

viii

6.

Sahabat-sahabatku “Amalia Taufani, Sri Wahyu Febrina Handarbeni, Yuni

Asih, Amelia Intiastuti dan Ardatila Intan Nabilla” yang selama ini telah

memberikan semangat, dukungan dan membantu Penulis dalam

menyelesaikan penelitian hukum (skripsi) ini ; dan

7.

Semua teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Akhir kata, dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas

segala rahmat dan karuniaNya, Penulis berharap penulisan hukum (skripsi) ini

dapat bermanfaat baik bagi Penulis sendiri maupun bagi para pembaca dan dapat

digunakan untuk kemajuan bangsa dan negara.

Surakarta,

Juli 2011

Penulis

(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...

iii

HALAMAN PERNYATAAN ...

iv

ABSTRAK ...

v

ABSTRACT ...

vi

KATA PENGANTAR ...

vii

DAFTAR ISI ...

ix

DAFTAR GAMBAR ...

xi

DAFTAR LAMPIRAN ...

xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...

1

B. Rumusan Masalah ...

5

C. Tujuan Penulisan Hukum (Skripsi) ...

6

D. Manfaat Penulisan Hukum (Skripsi) ...

6

E. Metode Penulisan Hukum (Skripsi) ...

7

F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi) ...

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori...

15

1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ...

15

a. Pengertian Perjanjian ...

15

b. Syarat Sahnya Perjanjian ...

16

c. Unsur-Unsur Perjanjian ...

17

d. Prinsip-Prinsip Perjanjian ...

18

(10)

commit to user

x

2. Tinjauan Umum Tentang Asuransi ...

21

a. Pengertian Asuransi ...

21

b. Risiko Dalam Asuransi Kerugian ...

25

c. Subyek dan Obyek Asuransi ...

28

d. Prinsip-Prinsip Dalam Perjanjian Asuransi ...

33

e. Polis Asuransi ...

38

f. Premi Asuransi ...

41

g. Berakhirnya Perjanjian Asuransi ...

41

3. Tinjauan Umum Tentang Prinsip Subrogasi Dalam Hukum

Asuransi di Indonesia ...

42

a. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ...

42

b. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ...

43

c. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ...

45

B. Kerangka Pemikiran ...

47

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prinsip Subrogasi Dalam Perjanjian (Polis) Asuransi

Kerugian ………49

B. Pengajuan Klaim Oleh Tertanggung Ketika Hak Klaim

Tidak Terpenuhi ...

60

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ...

73

B. Saran ...

75

DAFTAR PUSTAKA ...

76

(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

(12)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Contoh Polis Standar Kebakaran Indonesia (PSKI) yang dikeluarkan oleh PT.

Wahana Tata Tahun 2005.

(13)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan merupakan suatu anugerah yang paling berharga dan bernilai

tinggi bagi setiap umat manusia. Namun tidak semua umat manusia menyadari

betapa pentingnya arti kehidupan. Seringkali setiap keputusan yang diambil oleh

manusia membahayakan keselamatannya dan juga selalu mengandung sebuah

risiko. ”Risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan dialami, yang diakibatkan

oleh bahaya yang mungkin terjadi, tetapi tidak diketahui lebih dahulu apakah akan

terjadi dan kapan akan terjadi” (Radiks Purba, 1992 : 29).

Risiko-risiko tersebut bersifat tidak pasti, tidak diketahui apakah akan

terjadi dalam waktu dekat atau dikemudian hari, apabila risiko tersebut betul-betul

terjadi, tidak diketahui berapa kerugiannya secara ekonomis. Timbulnya risiko

tersebut membuat manusia dalam menjalani kegiatan dan aktifitasnya diliputi oleh

perasaan yang tidak nyaman. Suatu ketika seseorang mendengar kabar bahwa

rumahnya habis terbakar, kemudian ada yang mendengar bahwa mobilnya

mengalami kecelakaan dan rusak parah, serta ada juga sejumlah orang meninggal

dunia atau mengalami luka-luka akibat kecelakaan pada kendaraan bermotor,

pesawat udara maupun kapal laut yang mereka gunakan atau tumpangi. Kerugian

yang ditimbulkan dari risiko-risiko tersebut di atas mempunyai nilai ekonomis dan

financial yang tidak sedikit yang mungkin dapat mengakibatkan kebangkrutan dan

merugikan hajat hidup orang banyak.

(14)

commit to user

hakiki akan rasa aman dan terlindungi, terhadap kemungkinan menderita dari

segala macam jenis kerugian.

Asuransi sebagai lembaga keuangan bukan bank semakin mendapat

tempat di tengah-tengah masyarakat kita, baik dilihat dari sisi pengusaha maupun

dari sisi kebutuhan masyarakat, bahkan hampir dalam seluruh hal mereka harus

berurusan dengan pertanggungan. Namun, pengalihan risiko kepada perusahaan

asuransi tidak terjadi begitu saja tanpa kewajiban apa-apa kepada pihak yang

mengalihkan risiko. Hal tersebut harus diperjanjikan terlebih dahulu dengan apa

yang disebut perjanjian asuransi. Dalam perjanjian asuransi pihak yang

mengalihkan risiko disebut sebagai tertanggung dan pihak yang menerima

pengalihan risiko disebut sebagai penanggung. Adanya perjanjian pertanggungan

ini membawa konsekuensi yaitu adanya hak dan kewajiban bagi para pihak.

Perjanjian akan berjalan dengan baik apabila para pihak melaksanakan hak

dan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama, dan

akan menimbulkan suatu permasalahan apabila terdapat salah satu pihak yang

ingkar janji atau tidak memenuhi isi dari perjanjian yang telah disepakati.

Perjanjian pertanggungan merupakan suatu perjanjian timbal balik yang

senilai, dimana kedua belah pihak masing-masing mempuyai kewajiban untuk

membayar premi yang besarnya telah ditentukan oleh penanggung. Penanggung

sendiri, mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh

tertanggung. Seperti tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1774 yang menyatakan bahwa : Suatu perjanjian untung-untungan adalah

suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak,

maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.

Demikian adalah :

1. Perjanjian pertanggunggan; 2. Bunga cagak hidup; dan 3. Perjudian dan pertaruhan.

Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang dimaksud dengan

asuransi / pertanggungan adalah :

(15)

commit to user

memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan,

atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan

dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Peristiwa yang tidak pasti dalam pengertian asuransi tersebut di atas adalah

peristiwa terhadap mana asuransi diadakan, tidak dapat dipastikan terjadi dan

tidak diharapkan akan terjadi.

Pengertian asuransi dalam Pasal 1 angka 1 Undang–Undang Nomor 2

Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yaitu :

Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak

penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima

premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena

kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau

tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita

tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk

pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang

yang dipertanggungkan.

Jenis usaha asuransi berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 tentang Usaha Perasuransian terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu :

1. Usaha asuransi kerugian, yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti;

2. Usaha asuransi jiwa, yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan; dan

3. Usaha reasuransi, yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.

(16)

commit to user

ialah untuk memberi ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak

penangung” (Sri Rejeki Hartono, 2001 : 98).

Obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan

kerugian, maka penanggung akan memberi ganti rugi untuk mengembalikan

posisi keuangan tertanggung setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat

sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian tertanggung tidak berhak memperoleh

ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang diderita. Prinsip ini dapat dijumpai

pada awal pengaturan perjanjian asuransi, yaitu Pasal 246 Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang : seorang tertanggung dengan memperoleh premi, untuk

memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena

suatu peristiwa yang tidak tentu.

Prinsip

indemnity ini berkaitan prinsip subrogasi, dengan suatu keadaan

dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak

ketiga (orang lain). Prinsip ini memberikan hak perwalian kepada penanggung

oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Seperti diatur dalam Pasal 284

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menyatakan bahwa :

Seseorang penanggung yang telah membayar ganti kerugian atas

suatu benda yang dipertanggungkan, menggantikan tertanggung dalam

segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga yang telah

menimbulkan kerugian tersebut, dan tertanggung bertanggung jawab untuk

setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap pihak

ketiga tersebut.

Dapat ditarik sebuah kesimpulan, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat

kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka setelah memberikan ganti rugi kepada

tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan

kepada pihak ketiga tersebut. Karena dalam prinsip subrogasi mengedepankan

prinsip keseimbangan sehingga pihak tertanggung tidak akan menerima ganti rugi

ganda (Double Pay) dari pihak penanggung dan pihak ketiga serta bertujuan untuk

mencegah pihak ketiga melarikan diri dari tanggung jawab dengan sepenuhnya

menyerahkan tanggung jawab penggantian kepada pihak penanggung.

(17)

commit to user

diberikan oleh hukum kepada penanggung yaitu perusahaan asuransi dalam hal

melaksanakan perjanjian asuransi kerugian yang telah dilakukan dengan

tertanggung apabila terjadi

evenement yang menimbulkan kerugian yang

disebabkan oleh pihak ketiga. Dalam hal kerugian yang diakibatkan oleh pihak

ketiga, maka munculah prinsip subrogasi yang memiliki kaitan hubungan yang

erat antara tertanggung, penanggung dan pihak ketiga dalam hal penggantian

kerugian yang diterima tertanggung.

Perusahaan asuransi sebagai sebuah perusahaan yang menerima peralihan

risiko ( transfer of risk ) akan memberikan ganti rugi untuk mengembalikan posisi

keuangan tertanggung setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat

sebelum terjadi kerugian. Lain halnya ketika kerugian yang diakibatkan oleh

evenement atau peristiwa yang tidak pasti itu disebabkan oleh pihak ketiga,

penanggung tidak serta merta langsung memberikan penggantian kerugian.

Karena dalam

evenement ini, terjadi campur tangan dari pihak ketiga baik secara

sengaja maupun tidak. Maka berlakulah prinsip subrogasi sesuai dengan keadaan

di atas, dengan terlebih dahulu menganalisis kemungkinan kerugian antara

pihak-pihak.

Berdasarkan uraian sebelumnya, Penulis hendak mengkaji prinsip

subrogasi dalam asuransi kerugian ditinjau dari hukum perasuransian di Indonesia

melalui sebuah penulisan hukum yang berjudul : PRINSIP SUBROGASI

DALAM PERJANJIAN (POLIS) ASURANSI KERUGIAN DITINJAU

DARI HUKUM PERASURANSIAN DI INDONESIA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

dalam rencana penulisan hukum (skripsi) ini penulis merumuskan masalah yang

hendak diteliti sehingga dapat memudahkan penulis dalam mengumpulkan,

menyusun, menganalisa, dan megkaji data secara lebih rinci. Adapun pokok

permasalahan yang hendak dikaji dalam penulisan ini adalah :

(18)

commit to user

2. Apa yang harus dilakukan oleh Tertanggung jika hak atas klaim tidak terpenuhi?

C. Tujuan Penulisan Hukum (Skripsi)

Suatu rencana penulisan hukum (skripsi) harus mempunyai tujuan yang

hendak dicapai dengan jelas. Tujuan penulisan hukum (skripsi) diperlukan untuk

memberikan arah dalam mencapai tujuan penulisan hukum (skripsi). Adapun

tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan hukum (skripsi) ini adalah sebagai

berikut :

1.

Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui bagaimana prinsip subrogasi dalam perjanjian (polis) asuransi kerugian ditinjau dari hukum Perasuransian di Indonesia; dan b. Untuk mengetahui langkah-langkah apa yang dapat dilakukan oleh

Tertanggung ketika hak atas klaimnya tidak terpenuhi.

2.

Tujuan Subyektif

a.

Untuk menambah pengetahuan Penulis di bidang hukum perdata

mengenai prinsip subrogasi dalam perjanjian (polis) asuransi

kerugian ditinjau dari hukum perasuransian di Indonesia;

b.

Untuk melatih kemampuan Penulis dalam menerapkan teori ilmu

hukum, mengembangkan dan memperluas wacana pemikiran serta

pengetahuan yang didapat selama masa perkuliahan guna

menganalisis mengenai prinsip subrogasi dalam perjanjian (polis)

asuransi kerugian ditinjau dari hukum perasuransian di Indonesia;

dan

c.

Untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana

dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penulisan Hukum (Skripsi)

Suatu penulisan hukum (skripsi) tentunya diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari

penulisan hukum (skripsi) ini yaitu :

(19)

commit to user

a.

Hasil penulisan hukum (skripsi) ini diharapkan dapat bermanfaat dan

memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di

bidang Ilmu Hukum pada umumnya, dan Hukum Perdata pada

khususnya; dan

b.

Hasil penulisan hukum (skripsi) ini diharapkan dapat memperkaya

referensi dan literatur kepustakaan tentang prinsip subrogasi dalam

perjanjian

(polis)

asuransi

kerugian

ditinjau

dari

hukum

perasuransian di Indonesia.

2.

Manfaat Praktis

a.

Melalui penulisan hukum (skripsi) ini diharapkan dapat

mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis,

sekaligus untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam

menerapkan ilmu hukum yang diperoleh selama di bangku kuliah;

b.

Melalui penulisan hukum (skripsi) ini diharapkan dapat membantu

memberikan pemahaman, memberikan tambahan masukan dan

pengetahuan kepada pihak-pihak terkait dengan masalah yang

sedang diteliti, dan juga kepada berbagai pihak yang berminat pada

permasalahan yang sama; dan

c.

Melalui penulisan hukum (skripsi) ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran bagi berbagai pihak yang

terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, dalam upaya

pelaksanaan hukum asuransi di Indonesia.

E. Metode Penulisan Hukum (Skripsi)

(20)

commit to user

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini dapat

dijelaskan sebagi berikut :

1. Jenis Penulisan

Berdasarkan penulisan dan rumusan masalah, penulisan ini dilakukan termasuk dalam kategori penulisan hukum doktrinal atau penulisan hukum kepustakaan (Doctrinal Research). Menurut Hutchinson dalam buku Peter Mahmud Marzuki, Doctrinal Research adalah : “ Research which provides a systematic axposition of the rules governing a particular legal category, analyses the relationship between rules, explain areas of difficulty, and perhaps predict future development” ( Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 32).

Penulisan hukum doktrinal atau normatif, terdiri atas :

a.

Penulisan pada ranah dogmatig hukum;

b.

Penulisan pada ranah teori hukum; dan

c.

Penulisan pada ranah filsafat hukum.

Jenis penulisan hukum normatif atau penulisan hukum dokrinal

(doctrinal research) yang digunakan penulis adalah penulisan pada ranah

dogmatig hukum, yaitu penulisan berdasarkan bahan-bahan hukum

(library based) yang fokusnya pada membaca dan mempelajari

bahan-bahan hukum primer dan sekunder (Johnny Ibrahim, 2006 : 44).

Penulisan hukum normatif atau penulisan hukum dokrinal pada

dasarnya adalah penulisan terhadap bahan-bahan pustaka yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Bahan-bahan hukum tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji,

kemudian ditarik kesimpulan.

2. Sifat Penulisan

(21)

commit to user

Berdasarkan definisi tersebut, penulis akan mencoba mengkaji tentang prinsip subrogasi dalam asuransi kerugian ditinjau dari hukum perasuransian di Indonesia.

3. Pendekatan Penulisan

Penulisan normatif dapat dilakukan dalam berbagi pendekatan. Dari pendekatan itu yang akan diperoleh jawaban yang diharapkan atas permasalahan hukum yang diajukan. Pendekatan yang dipakai dalam penulisan hukum yaitu :

a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach); b. Pendekatan kasus (case approach);

c. Pendekatan historis (historical approach);

d. Pendekatan perbandingan (comparative approach); dan

e. Pendekatan konseptual (conseptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93).

Penulisan

hukum

(skripsi)

ini

menggunakan

pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Pendekatan ini dilakukan dengan

menelaah semua peraturan perundang-undangan yang ada dan semua

regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang dikaji. Dalam

metode pendekatan perundang-undangan ini, penulis perlu memahami

hierarki dan prinsip-prinsip dalam peraturan perundang-undangan (Peter

Mahmud Marzuki, 2006 : 93).

Adapun beberapa peraturan perundang-undangan yang penulis

gunakan, antara lain :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian; dan

4) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang

(22)

commit to user

4. Jenis dan Sumber Data

Dalam buku Penulisan Hukum karangan Peter Mahmud Marzuki, beliau mengatakan bahwa pada dasarnya penulisan hukum tidak mengenal adanya “Data”, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum. Dalam penulisan ini bahan hukum yang penulis gunakan, yaitu :

a.

Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat dan

bersifat autoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum

primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan

resmi, atau risalah di dalam pembuatan peraturan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer dalam

penulisan ini adalah :

1)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

3)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian; dan

4)

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang

Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun

1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 73

Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

b.

Bahan Hukum Sekunder

(23)

commit to user

c.

Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder berupa kamus hukum atau kamus bahasa Indonesia untuk

menjelaskan maksud atau pengertian istilah-istilah yang sulit untuk

diartikan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen. Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan mempelajari, membaca, dan mencatat buku-buku, literatur, catatan-catatan, peraturan perundang-undangan, serta artikel-artikel penting dari media internet yang erat kaitannya dengan pokok-pokok masalah yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini yang kemudian dikategorikan menurut pengelompokan yang tepat.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk memperoleh hasil penulisan menjadi laporan. Teknik analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan metode silogisme dan interpretasi dengan menggunakan pola berpikir deduktif. Pola berpikir deduktif yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar, kemudian penulis tersebut menghadirkan objek yang hendak diteliti. Sedangkan metode silogisme yang menggunakan pendekatan deduktif menurut yang diajarkan Aristoteles yaitu berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis minor, dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion ( Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 46).

(24)

commit to user

Adapun metode interpretasi yang digunakan dalam penulisan ini adalah :

a.

Interpretasi Berdasarkan Undang-Undang

Interpretasi ini berdasarkan dari makna kata-kata yang terdapat

di dalam undang-undang. Intertpretasi ini dikenal dengan sebutan

interpretasi harafiah atau interpretasi literal atau

plain meaning

yakni berdasarkan kata-kata yang tertuang dalam undang-undang.

Interpretasi ini akan dapat dilakukan apabila kata-kata yang di

gunakan dalam undang-undang itu singkat artinya tidak

bertele-tele, tajam, artinya akurat mengenai apa yang dimaksud dan tidak

mengandung sesuatu yang bersifat dubious atau makna ganda. Hal

itu sesuai dengan karakter undang-undang sebagai perintah atau

aturan ataupun larangan (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 108-112).

b.

Interpretasi Sistematis

Interpretasi sistematis yaitu interpretasi dengan melihat kepada

hubungan di antara aturan dalam suatu undang-undang yang saling

bergantung. Di samping itu, harus dilihat pula bahwa hubungan itu

tidak bersifat teknis, melainkan juga harus dilihat prinsip yang

melandasinya. Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah

undang-undang merupakan suatu kesatuan dan tidak satu pun

ketentuan di dalam undang-undang merupakan aturan yang berdiri

sendiri ( Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 111-112).

F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)

(25)

commit to user

BAB I

:

PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika

penulisan.

BAB II

:

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori

atau penjelasan secara teoritik dari para pakar dan doktrin

hukum berdasarkan literatur-literatur yang berhubungan

dengan permasalahan penulisan yang diangkat. Tinjauan

pustaka dibagi menjadi dua (2) yaitu :

1.

Kerangka

teori,

yang

berisikan

tinjauan

mengenai Perjanjian, Asuransi, dan Prinsip

subrogasi dalam Hukum Perasuransian di

Indonesia; dan

2.

Kerangka pemikiran, yang berisikan gambaran

alur berpikir dari penulis berupa konsep yang

akan dijabarkan dalam penulisan ini.

BAB III

:

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis hendak menguraikan pembahasan dan

hasil perolehan dari penulisan yang dilakukan. Berdasarkan

rumusan masalah yang ada, maka dalam bab ini penulis

akan membahas mengenai prinsip subrogasi dalam

perjanjian ( polis ) asuransi kerugian ditinjau dari hukum

perasuransian di Indonesia.

BAB IV

:

PENUTUP

(26)

commit to user

(27)

commit to user

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. Sedeangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst (perjanjian). Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang masing-masing berjanji akan mentaati apa yang tersebut dipersetujuan itu.

Pengertian perjanjian itu sendiri diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “ Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih lainnya.”

Definisi perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini, memiliki beberapa kelemahan. Diantaranya definisi perbuatan sangatlah luas, perbuatan yang seperti apa yang dapat disebut perjanjian. Kemudian mengikatkan diri untuk berbuat apa dan bagaimana, tidak tercantum secara jelas mengenai prestasi yang harus diperbuat ( Salim HS, 2003 : 25).

Menurut pendapat Sri Soedewi Masjehoen Sofwan, perjanjian adalah perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya

(28)

commit to user

b. Syarat Sahnya Perjanjian

Adapun syarat sah perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah :

1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan perjanjian.

Bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan.

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Dalam Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan orang-orang yang tidak cakap dalam melaksanakan suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, dan istri. Namun dalam perkembangannya, seorang istri dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diatur didalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. SEMA Nomor 3 Tahun 1963.

3) Suatu pokok persoalan tertentu.

Suatu hal tertentu terkait dengan obyek perjanjian atau prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi dalam perjanjian harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan objek perjanjian sangat diperlukan dalam pemenuhan prestasi (hak dan kewajiban).

4) Suatu sebab yang tidak terlarang.

Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum ( Salim HS, 2003 : 33).

Keempat syarat sah perjanjian di atas digolongkan menjadi syarat obyektif perjanjian dan syarat subyektif perjanjian. Jadi, syarat sah perjanjian yaitu :

a) Syarat Subyektif

(1) Kesepakatan antara kedua belah pihak ; (2) Kecakapan para pihak.

(29)

commit to user

yang mengadakan perjanjian. Apabila kedua syarat di atas tidak dipenuhi, maka prjanjian dapat dibatalkan atau dapat dilanjutkan, sesuai kesepaktan para pihak ( Munir Fuady, 2001 : 34).

b) Syarat Obyektif

(1) Suatu hal tertentu; dan (2) Suatu sebab yang halal.

Kedua syarat di atas merupakan syarat obyektif karena berkaitan dengan obyek perjanjian. Apabila kedua syarat di atas tidak dipenuhi, maka perjanjian dianggap batal demi hukum, atau dapat dikatakan perjanjian dianggap tidak pernah ada sebelumnya ( Munir Fuady, 2001 : 34).

c. Unsur-Unsur Perjanjian

Berdasarkan perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian, antara lain :

1) Unsur Esensialia (Essensial Unsure)

Unsur esensialia adalah unsur yang wajib ada dalam suatu perjanjian, bahwa tanpa keberadaan unsur tersebut, maka perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi berbeda, akibatnya menjadi tidak sesuai dengan kehendak para pihak.

2) Unsur Naturalia ( Natural Unsure)

Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensialia jual beli, pasti terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersenbunyi.

(30)

commit to user

Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak. Unsur aksidentalia merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Misalnya dalam jual beli, unsur aksidentalia adalah ketentuan mengenai tempat dan saat penyerahan kebendaan yang dijual atau dibeli.

d. Prinsip-Prinsip Perjanjian

Ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diberikan berbagai prinsip-prinsip umum, yang merupakan pedoman atau patokan, serta menjadi batasan dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya. Prinsip-prinsip umum dalam perjanjian tersebut antara lain :

1) Prinsip Personalia

Prinsip ini diatur dalam ketentuan Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi “Pada umumnya tidak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.

2) Prinsip Kebebasan Berkontrak

(31)

commit to user

adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan Kesusilaan baik atau Ketertiban umum.”

3) Prinsip Pacta Sunt Servanda

Prinsip ini adalah suatu perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh, yang diatur di dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.”

4) Prinsip Konsensualisme

Prinsip konsensualisme mempunyai pengertian bahwa suatu perjanjian sudah sah dan mengikat ketika tercapai kata sepakat, tentunya selama syarat sah perjanjian lainnya sudah terpenuhi, jadi dengan adanya kata sepakat, perjanjian tersebut pada prinsipnya sudah mengikat dan sudah mempunyai akibat hukum sehingga mulai saat itu juga sudah timbul hak dan kewajiban diantara para pihak ( Salim HS, 2003 : 9).

Prinsip-prinsip yang terdapat dalam hukum perjanjian itu

memperlihatkan bahwa sistem yang dianut pada Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sistem terbuka yang memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian sesuai dengan apa yang dikehendaki, selama tidak bertentangan dan melanggar ketentuan undang-undang, ketertiban umum serta kesusilaan. Dan perkembangan perjanjian dapat mengikuti perkembangan masyarakat yang semakin maju, dimana muncul macam-macam perjanjian baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

e. Hapusnya Perjanjian

Menurut Salim HS, cara berakhirnya perjanjian, yaitu :

a) Jangka waktunya berakhir; b) Dilaksanakan objek perjanjian; c) Kesepakatan kedua belah pihak;

(32)

commit to user

2. Tinjauan Umum Tentang Asuransi

a. Pengertian Asuransi

Asuransi dalam Bahasa Belanda disebut ” verzekering” atau juga berarti pertanggungan. Secara yuridis, pengertian asuransi atau pertanggungan menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang adalah :

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian

dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada

seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk

memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,

kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang

mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Pengertian asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang mendefinisikan mengenai asuransi kerugian, karena

secara historis ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang kebanyakan diambil dari asuransi laut, yang merupakan asuransi

kerugian yang paling lengkap peraturannya.

Dalam

Jurnal Essentials and Legalities of an Insurance Contract

menyebutkan :

Insurance means the act of securing the payment of a sum

of money in the event of loss or damage to property, life, a person

etc., by regular payment of premiums. Insurance is a method of

spreading over a large number of persons, a possible financial loss

too serious to be conveniently borne by an individual. The aim of

all insurance is to protect the owner from a variety of risks which

he anticipates. The happening of the specified event must involve

some loss to the assured or at least should expose him to adversity

which is, in the law of insurance, called commonly the ‘risk’ (G.

Gopalakrishna. 2008:6).

Adapun terjemahan dalam bahasa Indonesia dari jurnal di atas

yaitu :

(33)

commit to user

dari kesulitan yang, dalam hukum asuransi, biasanya disebut

dengan 'risiko'.”.

Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian, yang dimaksud dengan

asuransi atau pertanggungan adalah :

Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak

penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan

menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada

tertanggung

karena

kerugian,

kerusakan

atau

kehilangan

keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada

pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul

dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu

pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya

seseorang yang dipertanggungkan.

Dari definisi ini dapat ditentukan beberapa unsur penting dalam

pertanggungan, yaitu :

1) Ada pihak-pihak yaitu penanggung dan tertanggung jadi merupakan perjanjian timbal balik;

2) Peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung; 3) Premi dari tertanggung kepada penanggung;

4) Peristiwa yang tidak tentu; dan

5) Ganti Kerugian (Abdulkadir Muhammad, 2002 : 28).

Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian, maka

didalamnya paling sedikit terdapat dua pihak yang mengadakan

kesepakatan. Pihak yang satu adalah pihak yang mengalihkan risiko

kepada pihak lain, yang disebut dengan tertanggung. Sedangkan pihak

yang lain adalah pihak yang menerima risiko dari pihak tertanggung, yang

disebut dengan penanggung, yaitu perusahaan asuransi.

Perjanjian dalam asuransi merupakan perjanjian dengan ciri dan

sifat khusus, jika dibandingkan dengan perjanjian lainnya. Kekhususan

tersebut antara lain :

(34)

commit to user

sudah pasti. Dan meskipun tertanggung sudah memenuhi prestasinya dengan sempurna, pihak penanggung belum pasti berprestasi dengan nyata;

b) Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat (conditional), maksudnya adalah bahwa perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang prestasi penanggung hanya akan terlaksana apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhi. Pihak tertanggung pada suatu sisi tidak berjanji untuk memenuhi syarat, tetapi ia tidak dapat memaksa penanggung melaksanakan, kecuali dipenuhi syarat-syaratnya;

c) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat pribadi (personal), maksudnya ialah bahwa kerugian yang timbul harus merupakan kerugian orang perorangan, secara pribadi, bukan kerugian kolektif ataupun kerugian masyarakat luas. Kerugian yang bersifat pribadi itulah yang nantinya akan diganti oleh penanggung;

d) Perjanjian asuransi sebagai perjanjian sepihak, maksudnya dalam perjanjian asuransi prinsipnya hanya ada satu pihak yang berjanji akan mengganti kerugian yang dilakukan penanggung, yaitu jika tertanggung sudah membayar premi dan sebaliknya penanggung tidak berjanji apapun pada penanggung;

e) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung (adhesion), karena di dalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya ditentukan diciptakan oleh penanggung / perusahaan asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau menawar. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa kondisi perjanjian asuransi sebagian besar ditentukan sepihak oleh penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya mengetahui apabila timbul pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung; dan f) Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengan syarat itikad baik

(35)

commit to user

tercapai / negosiasi dengan posisi masing-masing mempunyai pengetahuan yang sama mengenai fakta, dengan penilaian sama penelaahannya untuk memperoleh fakta yang sama pula, sehingga dapat bebas dari cacat-cacat tersembunyi ( Man Suparman Sastrawidjaja, 2003 : 18 ).

Sifat kekhususan perjanjian asuransi juga nampak dari syarat

sahnya perjanjian asuransi. Syarat sah perjanjian asuransi, yaitu :

(1) Kesepakatan antara kedua belah pihak dalam : (a) Benda yang menjadi obyek asuransi; (b) Pengalihan risiko dan pembayaran premi; (c) Evenement dan ganti kerugian;

(d) Syarat khusus asuransi; dan (e) Dibuad secara tertulis.

(2) Kecakapan atau kewenangan melakukan perbuatan hukum. Dibagi menjadi 2, yaitu :

(a) Kewenangan subyektif dimana pihak-pihak yang melakukan perjanjian asuransi dewasa, sehat, dan tidak berada dibawah pengampuan; dan

(b) Kewenangan obyektif dimana tertanggung

mempunyai hubungan yang sah dengan benda yang dijadikan obyek asuransi.

(3) Obyek pertanggungan tertentu yang dapat berupa : (a) Harta kekayaan;

(b) Kepentingan yang melekat pada diri tertanggung; dan

(c) Jiwa manusia itu sendiri.

(d) Kausa yang halal, tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan ; dan

(4) Pemberitahuan ( Notifications)

(36)

commit to user

batal sebagai akibat hukumnya. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( Abdulkadir Muhammad, 2002 : 49 ).

Mengingat asuransi adalah perjanjian, maka

ketentuan-ketentuan perikatan dan perjanjian yang terdapat dalam buku

III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat berlaku bagi

perjanjian asuransi, selama ketentuan-ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengatur atau sebaliknya.

b. Risiko Dalam Asuransi Kerugian

Dalam asuransi, risiko sangat diperlukan untuk menganalisis berbagai cara untuk memberikan perlindungan terhadap obyek pertanggungan. Definisi atau pengertian risiko diartikan beragam oleh para ilmuwan. Hal ini merupakan akibat luasnya ruang lingkup serta banyaknya segi-segi yang mempengaruhinya, sehingga tergantung dari sudut pandang dan titik berat dari mana seseorang itu melihat dan mengamati.

Pengertian risiko menurut Radiks Purba adalah: ”Kemungkinan kerugian yang akan dialami, yang diakibatkan oleh bahaya yang mungkin terjadi tapi tidak diketahui lebih dahulu apakah akan terjadi dan kapan akan terjadi ( Radiks Purba, 1992 : 29). Sedangkan Sri Rejeki Hartono, mengartikan risiko sebagai ketidakpastian tentang terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang menciptakan kerugian ( Sri Rejeki Hartono, 2001 : 58).

(37)

commit to user

1) Bahaya yang mengancam benda atau obyek asuransi; 2) Berasal dari factor ekonomi, alam, dan manusia;

3) Diklasifikasikan menjadi risiko pribadi, harta kekayaan, dan tanggung jawab; dan

4) Hanya berpeluang menimbulkan kerugian ( Abdulkadir Muhammad, 2002 : 118).

Berdasarkan sifatnya risiko dibagi menjadi dua, yaitu : risiko murni

(pure risk) dan risiko spekulatif (speculative risk). Dalam risiko murni

kemungkinan yang akan timbul hanyalah dua hal yaitu adanya kerugian

(loss) atau tidak adanya kerugian (no loss). Sebagai contoh, ketika kita

berkendara menuju ke suatu tempat, kita menghadapi risiko kecelakaan

atau tidak terjadi kerugian apapun sampai di tujuan. Sedangkan dalam

risiko spekulatif, kemungkinan yang timbul tidak hanya kemungkinan

adanya kerugian atau tidak adanya kerugian, namun juga adanya

kemungkinan dapat menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak dan

menimbulkan kerugian bagi pihak lain ( Sri Rejeki Hartono, 2001 : 64).

Risiko berdasarkan obyek yang dikenai dapat dibagi menjadi 3

(tiga) yaitu :

a) Risiko perorangan atau pribadi (personal risk);

Risiko perorangan berhubungan dengan kematian atau ketidakmampuan dari seseorang, dapat mengenai jiwa atau kesehatan seseorang. Misalnya, kematian merupakan suatu hal yang sudah pasti terjadi, akan tetapi mengenai kapan matinya seseorang itu tidak dapat dipastikan. Seseorang juga pada suatu dapat tidak mampu lagi bekerja karena kecelakaan.

b) Risiko harta kekayaan (property risk); dan

(38)

commit to user

c) Risiko tanggung jawab (liability risk)

Risiko tanggung jawab berhubungan dengan kerugian yang menimpa pihak ketiga akibat perbuatan seseorang. Misalnya karena kelalaian seseorang dalam mengemudikan kendaraan menimbulkan kecelakaan dan mengakibatkan kerugian kepada pihak ketiga, maka sesorang tersebut bertanggung jawab untuk mengganti kerugian ( Sri Rejeki Hartono, 2001 : 50 ).

Di dalam kenyataannya, ada beberapa usaha manusia untuk mengatasi suatu risiko, yaitu:

(1)

menghindari risiko (avoidance);

(2)

mencegah risiko (prevention);

(3)

mengalihkan risiko (transfer); dan

(4)

menerima risiko (assumption or retention) (Sri

Rejeki Hartono, 2001 : 69).

Usaha untuk mengatasi risiko yang berhubungan

dengan asuransi adalah memperalihkan risiko. Adalah tidak

mungkin bagi para penanggung untuk menanggung segala

risiko. Risiko-risiko yang dapat dialihkan kepada

penanggung adalah risiko-risiko yang dapat diasuransikan

(insurable risk).

Karakteristik risiko-risiko yang dapat diasuransikan,

adalah :

(a)

Risiko tersebut dapat menimbulkan kerugian

yang dapat dinilai dengan uang. Misalnya,

kerusakan harta benda dimana tingkat rugi

dapat diukur dari biaya perbaikannya;

(b)

Kerugian tersebut timbul akibat bahaya atau

evenement;

(39)

commit to user

(d)

Tidak bertentangan dengan undang-undang,

ketertiban umum, dan kesusilaan; dan

(e)

Tertanggung mempunyai

Insurable Interest

tersendiri ( Abdulkadir Muhammad, 2002 :

119).

c. Subyek dan Obyek Asuransi

Subyek dalam perjanjian asuransi adalah pihak-pihak yang bertindak aktif yang melaksanakan perjanjian itu, yaitu :

1) Pihak Tertanggung

Pengertian tertanggung secara umum adalah pihak yang mengalihkan risiko kepada pihak lain dengan membayarkan sejumlah premi. Berdasarkan Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang dapat bertindak sebagai tertanggung adalah :

Bilamana seseorang yang mempertanggungkan

untuk diri sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan

siapa diadakan pertanggungan oleh seorang yang lain,

pada

waktu

pertanggungan

tidak

mempunyai

kepentingan atas benda tidak berkewajiban mengganti

kerugian.

(40)

commit to user

Tertanggung dalam pelaksanaan perjanjian asuransi

mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan,

sehingga apabila terjadi peristiwa yang tidak diharapkan yang

terjamin kondisi polis maka penanggung dapat melaksanakan

kewajibannya. Hak-hak tertanggung adalah :

a) Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung (Pasal 259 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang);

b) Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung (Pasal 260 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang); dan c) Meminta ganti kerugian ( Man Suparman Sastrawidjaja,

2003 : 20).

Sementara itu yang menjadi kewajiban tertanggung adalah :

a) Membayar premi kepada penanggung (Pasal 246 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang);

b) Memberikan keterangan yang benar kepada penanggung mengenai obyek yang diasuransikan (Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang);

c) Mencegah atau mengusahakan agar peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian terhadap obyek yang diasuransikan tidak terjadi atau dapat dihindari; apabila dapat dibuktikan oleh penanggung, bahwa tertanggung tidak berusaha untuk mencegah terjadinya peristiwa tersebut dapat menjadi salah satu alasan bagi penanggung untuk menolak memberikan ganti kerugian bahkan sebaliknya menuntut ganti kerugian kepada tertanggung (Pasal 283 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang); dan

d) Memberitahukan kepada penanggung bahwa telah terjadi peristiwa yang menimpa obyek yang diasuransikan, berikut usaha–usaha pencegahannya ( Man Suparman Sastrawidjaja, 2003 : 21).

2) Pihak Penanggung

(41)

commit to user

akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagi tertanggung. Dari pengertian penanggung tersebut di atas, terdapat hak dan kewajiban yang mengikat penanggung.

Hak-hak dari penanggung adalah :

a) Menerima premi dari tertanggung sesuai perjanjian;

b) Mendapatkan keterangan dari tertanggung berdasar prinsip itikad baik (Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang);

c) Hak-hak lain sebagai imbalan dari kewajiban tertanggung; d) Memiliki premi dan bahkan menuntutnya dalam hal

peristiwa yang diperjanjikan terjadi tetapi disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang);

e) Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang disebabkan oleh perbuatan curang dari tertanggung (Pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang); dan

f) Melakukan asuransi kembali kepada penanggung yang lain, dengan maksud untuk membagi risiko yang dihadapinya (Pasal 271 Kitab Undang Undang Hukum Dagang) (Man Suparman Sastrawidjaja, 2003 : 22).

Sedangkan kewajiban dari penanggung adalah :

a) Memberikan ganti kerugian atau memberikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila peristiwa yang diperjanjian terjadi, kecuali jika terdapat hal yang dapat menjadi alasan untuk membebaskan dari kewajiban tersebut;

b) Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung (Pasal 259, Pasal 260 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang);

(42)

commit to user

menanggung risiko sebagian atau seluruhnya (premi restorno, Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang); dan

d) Dalam asuransi kebakaran, penanggung harus mengganti biaya yang diperlukan untuk membangun kembali apabila dalam asuransi tersebut diperjanjikan demikian (Pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) ( Man Suparman Sastrawidjaja, 2003 : 23).

Badan hukum penyelenggara perasuransian dalam Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian,

disebut perusahaan perasuransian. Kemudian jenis usaha

perasuransian seperti tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian tersebut

adalah :

(1) Perusahaan asuransi kerugian, yaitu perusahaan atau

usaha asuransi yang memberikan jasa dalam

penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti;

(2) Perusahaan asuransi jiwa, yaitu perusahaan atau usaha asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan; dan

(3) Perusahaan reasuransi, yaitu perusahaan atau usaha asuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa. 3) Obyek Pertanggungan

(43)

commit to user

Sementara itu ketentuan dalam Pasal 268 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan bahwa : ”Pertanggungan

dapat berpokok semua kepentingan, yang dapat dinilai dengan

uang, diancam oleh suatu bahaya, dan oleh undang-undang

tidak terkecualikan.”

d. Prinsip-Prinsip dalam Perjanjian Asuransi

Suatu perjanjian asuransi tidak cukup hanya dipenuhi syarat umum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata saja, tetapi harus pula memenuhi prinsip-prinsip khusus yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Hal ini agar sistem perjanjian asuransi tersebut dapat dipertahankan, karena suatu norma tanpa dilengkapi dengan prinsip tidak mempunyai kekuatan mengikat. Prinsip-prinsip tersebut antara lain :

1) Prinsip Kepentingan Yang Dapat Diasuransikan (Principle of Insurable Interest)

Prinsip ini dijabarkan dalam Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menentukan bahwa :

Apabila

seorang

yang

telah

mengadakan

pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang,

yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan,

pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak

mempunyai

kepentingan

terhadap

barang

yang

dipertanggungkan itu, maka penanggung tidaklah

diwajibkan memberikan ganti rugi.

Kepentingan yang terdapat dalam Pasal 250 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang harus memenuhi syarat yang diatur

dalam Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang di

mana kepentingan tersebut dapat dinilai dengan uang, dapat

diancam oleh suatu bahaya dan tidak dikecualikan oleh

undang-undang.

(44)

commit to user

a) Adanya kepemilikan atas harta benda atau tanggung gugat seseorang kepada orang lain dalam hal kelalaian;

b) Adanya kontrak. Menempatkan suatu pihak dalam suatu hubungan yang diakui secara hukum dengan harta benda atau tanggung jawab yang menjadi pokok perjanjian itu. Misalnya, dalam perjanjian kontrak sewa bangunan, perjanjian kredit; dan

c) Adanya undang-undang. Misalnya, di Indonesia terdapat asuransi keselamatan kerja yang diatur dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

2) Prinsip Indemnitas atau Prinsip Keseimbangan (Indemnity Principle) Prinsip ini merupakan salah satu prinsip utama dalam perjanjian asuransi, karena merupakan prinsip yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri (khusus untuk asuransi kerugian). ”Perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik ialah untuk memberi ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penangung” (Sri Rejeki Hartono, 2001 : 98).

Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian, maka penanggung akan memberi ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian tertanggung tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang diderita.

3) Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith Principle)

(45)

commit to user

Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar,

ataupun setiap memberitahukan hal-hal yang diketahui

oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya,

yang demikian sifatnya, sehingga, seandainya si

penanggung

telah

mengetahui

keadaan

yang

sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak

ditutup dengan syarat-syarat yang sama mengakibatkan

batalnya perjanjian.

Hal untuk melaksanakan itikad baik bukan hanya

merupakan kewajiban tertanggung, namun juga menjadi

kewajiban penanggung. Pihak penanggung yaitu pihak

Asuransi tidak dibenarkan memberikan pernyataan atau

keterangan yang tidak benar pada saat merundingkan

penutupan

asuransi;

penanggung

tidak

dibenarkan

menyembunyikan fakta-fakta yang dapat merugikan posisi

tertanggung.

4) Prinsip Subrogasi atau Prinsip Perwalian (Subrogation Principle) Prinsip Subrogasi pada dasarnya hanya dikenal dalam asuransi kerugian bukan asuransi sejumlah uang. Karena di dalam asuransi kerugian, bertujuan untuk mengganti kerugian yang timbul pada harta kekayaan tertanggung yang disebabkan sebuah evenement yang terjadi akibat campur tangan pihak ketiga. Sedangkan pada asuransi sejumlah uang bertujuan untuk membayar sejumlah uang tertentu dan tidak tergantung apakah evenement menimbulkan kerugian atau tidak.

Prinsip ini berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (orang lain). Prinsip ini memberikan hak perwalian kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Prinsip ini diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menyatakan bahwa :

(46)

commit to user

diperolehnya terhadap pihak ketiga yang telah

menimbulkan kerugian tersebut, dan tertanggung

bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat

merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga

tersebut.

Dimana prinsip yang merupakan konsekuensi logis dari

prinsip idemnitas (keseimbangan).

5) Prinsip Kontribusi ( Contribution Principle)

“Prinsip kontribusi adalah hak penanggung untuk mengajak

penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak

harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut

memberikan

indemnity

”,

dikutip

dari

(http://id.wikipedia.org/wiki/asuransi).

Menurut Man Suparman, apabila dalam suatu polis

ditandatangani oleh beberapa penanggung, maka masing-masing

penanggung itu menurut imbangan dari jumlah mereka

menandatangani polis, memikul hanya harga yang sebenarnya dari

kerugian itu yang diderita oleh tertanggung.

Prinsip kontribusi ini terjadi apabila ada asuransi berganda

(

double insurance

) sebagai dimaksud dalam Pasal 278 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang :

Bila pada satu polis saja, meskipun pada hari yang berlainan oleh berbagai penanggung dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama menurut perimbangan jumlah yang mereka tanda tangani, hanya memikul nilai sebenarnya yang dipertanggungkan
(47)

commit to user

6) Prinsip Sebab Akibat (Causalitiet Principle)

Menurut definisi asuransi yang diatur dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, pihak penanggung hanya akan wajib membayar ganti rugi, apabila kerugian atau kerusakan itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak tertentu, yang dimaksud dengan suatu peristiwa yang tidak tertentu disini adalah suatu peristiwa yang tak tertentu yang telah diperjanjikan antara pihak tertanggung dengan pihak tertanggung.

Dari aspek hubungan sebab akibat, untuk menentukan apakah penyebab terjadinya kerugian dijamin atau tidak dijamin oleh polis, terdapat 3 (tiga) pendapat, yaitu :

a) Causa proxima yaitu sebab dari kerugian itu adalah peristiwa yang mendahului kerugian itu secara urutan kronologis terletak paling dekat pada kerugian itu;

b) Condition Sine Quanon, yaitu segala kejadian dan kenyataan yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya suatu akibat; dan

c) Causa remota yaitu peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian itu ialah peristiwa yang terjauh. (M. Suparman Sastrawijaya, 2003 : 64).

e. Polis Asuransi

Hal-hal yang telah disepakati oleh pihak tertanggung dan pihak

penanggung berkenaan dengan resiko yang hendak

dipertanggungkan dituangkan dalam suatu dokumen atau akta yang disebut polis. Hal ini tercantum dalam Pasal 255 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang yang menyatakan bahwa suatu

(48)

commit to user

Hal ini tercantum dalam Pasal 258 Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang ayat (1) yang menyatakan :

Untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian

tersebut, diperlukan pembuktian tulisan, namun

demikian

bolehlah

lain-lain

alat

pembuktian

dipergunakan juga, manakala sudah ada suatu

permulaan pembuktian dengan tulisan.

Sementara itu dalam Pasal 258 ayat (2) disebutkan :

Namun demikian ketetapan-ketetapan dan

syarat-syarat khusus, apabila tentang itu timbul suatu perselisihan,

dalam jangka waktu antara penutupan perjanjian dan

penyerahan polisnya, dibuktikan dengan segala alat bukti,

tetapi dengan pengertian

Referensi

Dokumen terkait

Sedangan pada Pasal 265 KUH Dagang menetapkan bahwa dalam polis harus disebut dengan jelas apakah pertanggugan untuk kepentingan pihak ketiga ini dibuat berdasarkan kuasa dari

Atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembeyaran

Dalam suatu polis asuransi profesi ini haruslah polis tersebut bersifat retro aktif, yang artinya selama pihak tertanggung memperpanjang suatu polis maka untuk peristiwa yang

merupakan pembelokan pelaksanaan kontrak, sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan oleh salah satu atau para pihak. 18 Seseorang dapat

kesimpulan awal mediator tidak sependapat dengan penolakan klaim oleh pihak asuransi, maka mediator akan segera menghubungi pihak asuransi untuk membahas kasus

Memberikan penggantian kepada tertangung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga

Salah satu lembaga yang dibentuk oleh Undang-undangan adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), walaupun bersifat independen dan tidak ada intervensi dari pihak

Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan tersebut di atas dalam serangkaian ketiga perjanjian tersebut pada prinsipnya tujuan para pihak yaitu sepakat untuk