• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stres dan Koping Remaja dalam Menghadapi Dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Stres dan Koping Remaja dalam Menghadapi Dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Stres dan Koping Remaja dalam Menghadapi Dysmenorrhea

di SMP Negeri 35 Medan

Astri Haryani

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya

yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Stres Dan Koping Remaja Dalam

Menghadapi Dysmenorrhea Di SMP Negeri 35 Medan”.

Skripsi ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan, dan koreksi dari

berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Adinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS, pembantu Dekan I yang juga merupakan dosen

pembimbing skripsi.

3. Drs. Munar Tanjung, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 35 Medan.

4. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd, selaku Dosen Penguji I.

5. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku dosen Penguji II.

6. Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, S.Mat selaku Dosen Pembimbing

Akademik.

7. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Keperawatan USU yang telah

memberikan bimbingan selama perkuliahan, khususnya dosen-dosen mata

kuliah riset keperawatan

8. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada orang tua tercinta

Ibunda Sri Hartati dan Ayahanda Ahmad Edi Julizar, kakanda tersayang

(4)

tersayang Rabi’ah Hafnizar, dan Ahmad Zulfadhli serta keponakan tercinta

Fathiyya Ayunda Husna. Terima kasih atas segala pengorbanan dan

perjuangan kalian, yang telah menjadi motivasi dan dorongan kuat dalam

menggapai kesuksesan ananda, kasih sayang dan doa yang selalu

menyertai dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Dan tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada Sabaruddin

Pratama, sahabat-sahabat terbaikku Fadilla Agustina, Indah Permata Nauli,

Juliani, Efriza Fadilah dan seluruh teman-teman sejawat Fakultas

Keperawatan-B USU 2010, terima kasih atas bantuan dan semangatnya

selama ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang

membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat

membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Februari 2012

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Abstrak ... vii

Bab 1. Pendahuluan 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4Manfaat Penelitian ... 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1Konsep Stres ... 5

2.1.1 Stres dan Stresor ... 5

2.1.2 Pandangan Stres ... 6

2.1.3 Macam-macam Stres ... 7

2.1.4 Sumber Stresor ... 8

2.1.5 Model Stres ... 10

2.1.6 Faktor Pengaruh Respon Terhadap Stresor ... 11

2.1.7 Tahapan Stres ... 14

2.1.8 Reaksi Tubuh Terhadap Stres ... 15

2.1.9 Manajemen Stres ... 18

2.2 Konsep Koping ... 21

2.2.1 Pengertian ... 21

2.2.2 Mekanisme Koping ... 21

2.3 Konsep Menstruasi ... 25

2.3.1 Siklus Menstruasi ... 25

2.3.2 Dysmenorrhea ... 29

Bab 3. Kerangka Konseptual 3.1 Kerangka Konsep ... 37

3.2 Defenisi Operasional ... 38

Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1 Desain Penelitian ... 39

4.2 Populasi dan Sampel ... 39

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 40

4.5 Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-reliabilitas ... 41

4.6 Pengumpulan Data ... 43

(6)

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan

5.1Hasil Penelitian ... 46 5.2Pembahasan ... 48

Bab 6 . Kesimpulan dan Saran

6.1Kesimpulan ... 52 6.2Saran ... 53

Daftar Pustaka Lampiran-lampiran

1. Formulir Persetujuan Peserta Penelitian 2. Instrumen Penelitian

3. Daftar Riwayat Hidup

4. Rencana Anggaran Biaya Penelitian 5. Lembar Konsul

6. Jadwal Kegiatan Penelitian 7. Data Hasil SPSS Penelitian 8. Validitas

9. Reliabilitas

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis Stressor Dalam Tahap Perkembangan ... 13

Tabel 2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 38

Table 3. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden ... 47

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase tahapan stres yang dialami responden dalam menghadapi dysmenorrhea ... 48

(8)

Judul : Stres Dan Koping Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea Di SMP Negeri 35 Medan

Nama : Astri Haryani

NIM : 101121019

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

ABSTRAK

Dysmenorrhea adalah nyeri saat menstruasi yang terjadi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram, dan dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Wanita yang mengalami dysmenorrhea mempunyai tingkat gejala nyeri yang berbeda-beda dari ringan sampai berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Jumlah responden 73 orang. Pengumpulan data dilakukan bulan Oktober-November 2011. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Karakteristik responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah berusia 14 tahun (69,9 %), beragama Islam (84,9%), suku Jawa (58,9%), usia menarche 12 tahun (57,5%), dan lama pendarahan menstruasi dalam rentang 3-5 hari (54,8%). Dan karakteristik nyeri yang dialami responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah sifat nyeri haid hilang-timbul (76,7%), dan dengan intensitas nyeri sedang (83,6%). Hasil penelitian menunjukkan gambaran stres responden sebagian besar berada pada tahapan kedua (42,5%). Dan hasil untuk koping responden dalam menghadapi dysmenorrhea terbanyak adalah koping positif (89%). Dari hasil penelitian ini diharapkan perawat dapat mengenal stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea yang dialami remaja awal, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat terlaksana secara optimal.

(9)

Judul : Stres Dan Koping Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea Di SMP Negeri 35 Medan

Nama : Astri Haryani

NIM : 101121019

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

ABSTRAK

Dysmenorrhea adalah nyeri saat menstruasi yang terjadi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram, dan dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Wanita yang mengalami dysmenorrhea mempunyai tingkat gejala nyeri yang berbeda-beda dari ringan sampai berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Jumlah responden 73 orang. Pengumpulan data dilakukan bulan Oktober-November 2011. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Karakteristik responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah berusia 14 tahun (69,9 %), beragama Islam (84,9%), suku Jawa (58,9%), usia menarche 12 tahun (57,5%), dan lama pendarahan menstruasi dalam rentang 3-5 hari (54,8%). Dan karakteristik nyeri yang dialami responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah sifat nyeri haid hilang-timbul (76,7%), dan dengan intensitas nyeri sedang (83,6%). Hasil penelitian menunjukkan gambaran stres responden sebagian besar berada pada tahapan kedua (42,5%). Dan hasil untuk koping responden dalam menghadapi dysmenorrhea terbanyak adalah koping positif (89%). Dari hasil penelitian ini diharapkan perawat dapat mengenal stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea yang dialami remaja awal, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat terlaksana secara optimal.

(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menstruasi merupakan satu bagian dari perjalanan hidup wanita yang

dialami sejak terjadinya menarche dan berakhir ketika menopause. Dalam satu

siklus menstruasi terdapat 3 fase, yaitu fase poliferasi, fase lutel, dan fase

menstruasi. Pada salah satu fase yaitu menstruasi terdapat adanya dysmenorrhea.

Lamanya dysmenorrhea berkisar lima hari (rentang 3-6 hari) dan kejadian tersebut

biasanya berulang setiap siklus menstruasi, siklus ini berulang dalam 22-35 hari.

Nyeri yang dialami selama fase perdarahan dalam satu siklus menstruasi disebut

dysmenorrhea (Llewellyn, 2001).

Manuaba (1998) mendeskripsikan dysmenorrhea merupakan rasa nyeri

saat menstruasi yang mengganggu kehidupan sehari-hari wanita dengan gejala

nyeri abdomen bagian bawah, menjalar ke daerah pinggang dan paha disertai

keluhan mual, muntah, sakit kepala, diare dan mudah tersinggung. Pada

kenyataannya 60% wanita usia 15-44 tahun yang mengalami menstruasi

mengeluhkan adanya dysmenorrhea (Walsh, 1997). Menurut Llewellyn (2001)

dan Baradero (2006), 10-25% dysmenorrhea yang dialami wanita termasuk

kategori berat yang disertai mual, muntah, dan diare yang dapat membuat

penderita tidak berdaya sehingga mengganggu aktivitas kerja dan aktivitas

sehari-hari. Dan 75% wanita juga mengalami dysmenorrhea dengan intensitas nyeri

ringan sampai sedang. Menurut Reeder dan Martin (1987), wanita yang

(11)

libur kerja dan prestasinya kurang begitu baik di sekolah dibandingkan wanita

yang tidak terkena dysmenorrhea.

Wanita usia remaja merupakan salah satu kelompok populasi yang

mempunyai masalah akibat dysmenorrhea yang dialaminya. Dari beberapa hasil

penelitian, dysmenorrhea yang dialami wanita memiliki ambang nyeri yang

berbeda-beda sehingga perilaku mereka pun berbeda dalam menghadapi

dysmenorrhea. Mulai dari dysmenorrhea yang ringan dan dapat hilang sendiri,

dapat dibawa tidur atau dapat melakukan aktivitas sampai dengan dysmenorrhea

yang berat hingga harus menangis dengan posisi tertentu. Pada beberapa kasus

bahkan ada yang harus dibawa ke dokter untuk mendapatkan obat penghilang

nyeri yang adekuat (Bobak, 2004). Di Amerika wanita diperkirakan kehilangan

1,7 juta hari kerja setiap bulan karena dysmenorrhea (Reeder dan Martin, 1987).

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian wanita yang

mengeluhkan adanya dysmenorrhea termasuk kelompok usia remaja, maka

peneliti akan melakukan penelitian pada kelompok usia remaja. Dimana data

demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari

penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia

adalah remaja berumur 10-19 tahun, 900 juta diantaranya berada di negara sedang

berkembang. Demikian pula di Asia Pasifik yang penduduknya merupakan 60%

dari penduduk dunia, seperlima penduduknya adalah kelompok remaja berumur

10-19 tahun (Soetjiningsih, 2004)

Jumlah penduduk Sumatera Utara tahun 2009 yaitu 13.248.386 jiwa dan

(12)

jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kota Medan yaitu 2.121.053 jiwa dan

33,07% adalah wanita. Dari beberapa kecamatan di Kota Medan, didapat bahwa

jumlah remaja terbanyak terdapat di Medan Deli, kemudian Medan Helvetia dan

Medan Tembung. Akses populasi kelompok usia remaja paling mudah di jumpai

di sekolah menengah. Dari ketiga kecamatan tersebut, di Medan Tembung

terdapat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTS)

terbanyak (BPS SUMUT, 2009). Sehingga peneliti melakukan penelitian pada

salah satu SMP di kecamatan Medan Tembung.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa walaupun dysmenorrhea

merupakan suatu peristiwa yang fisiologis yang dialami wanita secara periodik di

setiap bulannya namun karena intensitas nyeri dan gejala yang menyertai

bervariasi, sedangkan respon yang ditimbulkan pun berbeda, maka penelitian ini

penting untuk mengetahui bagaimana stres dan koping remaja dalam menghadapi

dysmenorrhea.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Masalah penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimanakah stres dan koping remaja putri dalam menghadapi dysmenorrhea

(13)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stres dan koping siswi SMP di

Kota Medan dalam menghadapi dysmenorrhea.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tahapan stres siswi SMP di Kota Medan dalam

menghadapi dysmenorrhea.

b. Untuk mengetahui koping siswi SMP di Kota Medan dalam menghadapi

dysmenorrhea.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Bagi Praktik Keperawatan

Diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam praktek keperawatan

mengenai stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea .

1.4.2 Bagi Pendidikan di Sekolah

Sebagai bahan masukan dan informasi pada pengajar di SMP negeri 35

Medan agar dapat mempertimbangkan kondisi siswi yang sedang

mengalami dysmenorrhea dalam proses belajar.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai informasi dasar sejauh mana stres dan koping remaja dalam

menghadapi dysmenorrhea. Sehingga dapat dijadikan bahan acuan untuk

mengetahui bagaimana cara mengatasi stres pada siswi dalam menghadapi

(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep Stres

2.1.1 Stres dan Stresor

Stres adalah keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang

diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak

keseimbangan kehidupan seseorang. Seringkali stres didefinisikan dengan hanya

melihat dari stimulus atau respon yang dialami seseorang (Lazarus & Folkman,

1984).

Stres menurut Hans Selye (1950, dalam Alimul 2008) merupakan respon

tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stres apabila seseorang

mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat

mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak

mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stres.

Sebaliknya apabila seseorang yang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu

mengatasi beban tersebut dengan tubuh berespon dengan baik, maka orang

tersebut tidak mengalami stres (Alimul, 2008). Secara sederhana stres adalah

kondisi di mana adanya respons tubuh terhadap perubahan untuk mencapai

keadaan normal (Wartonah, 2006).

Stres biasanya dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif padahal tidak.

Terjadinya stres dapat disebabkan oleh sesuatu yang dinamakan stresor. Bentuk

(15)

stres itu sendiri juga dapat dikatakan sebagai stimulus dimana penyebab stres

diangggap sebagai sesuatu hal yang biasa. Stres juga dikatakan sebagai respon

artinya dapat merespon apa yang terjadi, juga disebut sebagai transaksi yakni

hubungan antara stresor dianggap positif karena adanya interaksi antara individu

dengan lingkungan (Alimul, 2008).

Sekitar 85% wanita yang sudah haid mengalami gangguan fisik dan psikis

menjelang menstruasi, saat, ataupun sesudah menstruasi. Biasanya berlangsung

antara satu minggu sebelum dan sesudah menstruasi. Gangguan fisik dan psikis

tersebut mempengaruhi 40% wanita dengan 5-10% membuat mereka sangat tidak

berdaya. (Andrews, 2009 dalam Dewi 2010).

2.1.2 Pandangan Stres

Dalam memahami tentang stres, para ahli berbeda-beda

mendefinisikannya karena memiliki pandangan teori yang tidak sama. Untuk lebih

jelas tentang stres sebenarnya, maka dapat diketahui beberapa pandangan

diantaranya :

a. Pandangan Stres Sebagai Stimulus

Pandangan ini menyatakan stres sebagai suatu stimulus yang

menuntut, dimana semakin tinggi besar tekanan yang dialami seseorang,

maka semakin besar pula stres yang dialami. Pandangan ini didasari

hukum elastisitas Hooke yang menjelaskan semakin berat beban satu

(16)

maka dianalogikan pada manusia apabila semakin besar tekanan yang

dialami, makin besar pula stres yang dialaminya.

b. Pandangan Stres Sebagai Respon

Mengidentifikasikan stres sebagai respon individu terhadap stresor

yang diterima, di mana ini sebagai akibat respon fisiologi dan emosional

atau juga sebagai respon yang nonspesifik tubuh terhadap tuntutan

lingkungan yang ada.

c. Pandangan Stres Sebagai Transaksional

Pandangan ini merupakan suatu interaksi antara orang dengan

lingkungan dengan meninjau dari kemampuan individu dalam mengatasi

masalah dan terbentuknya sebuah koping. Dalam interaksi dengan

lingkungan ini dapat diukur situasi yang potensial mengandung stres

dengan mengukur dari persepsi individu terhadap masalah, mengkaji

kemampuan seseorang atau sumber-sumber yang tersedia yang diarahkan

mengatasi masalah (Alimul, 2008).

2.1.3 Macam-Macam Stres

Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam, di

antaranya :

a. Stres fisik

Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang

tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau

(17)

b. Stres kimiawi

Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat beracun

asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh

senyawa kimia.

c. Stres mikrobiologik

Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau

parasit.

d. Stres fisiologik

Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya

gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.

e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan

Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan

seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.

f. Stres psikis atau emosional

Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau

ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti

hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul,

2008).

2.1.4 Sumber Stresor

Sumber stresor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat

mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikologis

(18)

seperti air minum. Makanan, atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan

psikologis dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada

disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan

keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya.

Sumber stresor yang lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan

fisiologis dalam tubuh, seperti adanya operasi, obat-obatan atau lainnya.

Sedangkan sumber stresor dari pikiran adalah berhubungan dengan penilaian

seseorang terhadap status kesehatan yang dialami serta pengaruh terhadap dirinya.

Selain sumber stresor di atas, menurut Alimul (2008), stres yang dialami

manusia dapat berasal dari berbagai sumber dari dalam diri seseorang, keluarga

dan lingkungan.

a. Sumber Stres di Dalam Diri

Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan

konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini

adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan

dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres.

b. Sumber Stres di Dalam Keluarga

Stres ini bersunber dari masalah keluarga ditandai dengan adanya

perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang

berbeda diantara keluarga. Permasalahan ini akan selalu menimbulkan

(19)

c. Sumber Stres di Dalam Masyarakat dan Lingkungan

Sumber stres ini dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat pada

umumnya, seperti lingkungan pekerjaan, secara umum disebut sebagai

stres pekerja karena lingkungan fisik, dikarenakan kurangnya hubungan

interpersonal serta kurangnya adanya pengakuan di masyarakat sehingga

tidak dapat berkembang.

2.1.5 Model Stres Kesehatan

Model stres kesehatan merupakan suatu model dimana stres dapat

mempengaruhi status kesehatan seseorang, model ini terdiri dari beberapa unsur

diantaranya :

Unsur langsung dimana stres dapat menghasilkan atau mempengaruhi

secara langsung dari perubahan fisiologis dan psikologis, seperti adanya

ketegangan (stres) akan menyebabkan terjadinya proses pelepasan hormon secara

langsung yaitu hormon kotekolamin dan kortikosteroid yang kondisi

berdebar-debar, denyut nadi cepat dan lain-lain.

a. Unsur kepribadian, bahwa stres dapat dipengaruhi karena adanya tipe

kepribadian yang memudahkan timbulnya kesakitan.

b. Unsur interaktif, stres dapat menyebabkan ketidakkebalan tubuh sehingga

tubuh akan menjadi mudah terjadi gangguan pada tubuh baik biologis

maupun psikologis. Proses ini dikarenakan adanya interaksi antara faktor

dari luar dan faktor dari dalam untuk mempertahankan keseimbangan

(20)

c. Unsur perilaku sehat, stres dapat secara tidak langsung mempengaruhi

kesakitan akan tetapi dapat merubah perilaku terlebih dahulu seperti

adanya peningkatan konsumsi alkohol, rokok dan lain-lain.

d. Unsur perilaku sakit, stres dapat mempengaruhi secara langsung terhadap

kesakitan tanpa menyebabkan adanya perilaku sakit seperti mencari

bantuan pengobatan (Alimul, 2008).

2.1.6 Faktor Pengaruh Respon Terhadap Stresor

Menurut Alimul (2008), respon terhadap stresor yang diberikan setiap

individu akan berbeda berdasarkan faktor yang akan mempengaruhi dari stresor

tersebut, dan koping yang dimiliki individu , di antara stresor yang dapat

mempengaruhi respon tubuh antara lain :

a. Sifat stresor

Sifat stresor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh

terhadap stresor. Sifat stresor ini dapat berupa tiba-tiba atau

berangsur-angsur, sifat ini pada setiap individu dapat berbeda tergantung dari

pemahaman tentang arti stresor.

b. Durasi stresor

Lamanya stresor yang dialami klien akan mempengaruhi respon tubuh.

Apabila stresor yang dialami lebih lama, maka respon yang dialaminya

(21)

c. Jumlah stresor

Jumlah stresor yang dialami seseorang dapat menentukan respon tubuh.

Semakin banyak stresor yang dialami pada seseorang, dapat menimbulkan

dampak yang besar bagi fungsi tubuh juga sebaliknya dengan jumlah

stresor yang dialami banyak dan kemampuan adaptasi baik, maka

seseorang akan memiliki kemampuan dalam mengatasinya.

d. Pengalaman masa lalu

Pengalaman ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stresor

yang dimiliki. Semakin banyak stresor dan pengalaman yang dialami dan

mampu menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasi sehingga

kemampuan adaptifnya akan semakin baik pula.

e. Tipe kepribadian

Tipe kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi respon terhadap

stresor. Apabila seseorang yang memiliki tipe kepribadian A, maka akan

lebih rentan terkena stres dibandingkan dengan tipe kepribadian B. tipe

kepribadian A memiliki ciri ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar,

mudah tegang, mudah tersinggung, mudah marah, memiliki kewaspadaan

yang berlebihan, bicara cepat, bekerja tidak kenal waktu, pandai

berorganisasi dan memimpin atau memerintah, lebih suka bekerja

sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap waktu, ramah, tidak mudah

dipengaruhi, bila berlibur pikirannya ke pekerjaan dan lain-lain.

Sedangkan tipe kepribadian B memiliki ciri tidak agresif, ambisinya

(22)

cara bicara tidak tergesa-gesa, perilaku tidak interaktif, lebih suka

kerjasama, mudah bergaul, dan lain-lain atau merupakan kebalikan dari

tipe kepribadian B.

f. Tingkat perkembangan

Tingkat perkembangan pada individu ini juga dapat mempengaruhi respon

tubuh dimana semakin matang dalam perkembangannya, maka semakin

baik pula kemampuan untuk mengatasinya. Dalam perkembangannya

kemampuan individu dalam mengatasi stresor dan respon terhadapnya

berbeda-beda dan stresor yang dihadapinya pun berbeda yang dapat

digambarkan sebagai berikut :

Tabel 1. Jenis Stressor Dalam Tahap Perkembangan

Tahap Perkembangan Jenis stressor

Anak

Remaja

Dewasa muda

Konflik mandiri dan ketergantungan orang tua

Hubungan dengan teman sebaya

Kompetisi dengan teman

Perubahan tubuh

Hubungan dengan teman

Seksualitas

Mandiri

Menikah

Meninggalkan rumah

Mulai bekerja

Melanjutkan pendidikan

(23)

Dewasa tengah

Dewasa tua

Menerima proses menua

Status sosial

Usia lanjut

Perubahan tempat tinggal

Penyesuaian diri masa pension

Proses kematian

2.1.7 Tahapan Stres

Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan, menurut

Van Amberg (1979 dalam Alimul 2008), tahapan stres dapat terbagi menjadi

enam tahap diantaranya :

a. Tahap Pertama

Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan

adanya semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada

umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti

biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaannya akan tetapi

kemampuan yang dimiliknya semakin berkurang.

b. Tahapan Kedua

Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut,

adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa

lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh

(24)

dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak

bisa santai.

c. Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan

seperti pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air

besar tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang,

gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah

malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki

tenaga.

d. Tahap Keempat

Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala

pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap

terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara

adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya

gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah,

kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan

ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.

e. Tahap Kelima

Stres tahap ini ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam,

tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana,

gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan

(25)

f. Tahap Keenam

Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami

panik dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak

jantung semakin keras, susah bernapas, terasa gemetar seluruh tubuh dan

berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

2.1.8 Reaksi Tubuh Terhadap Stres

Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan reaksi yang ada pada

tubuh baik secara fisiologis maupun psikologi. Di antara reaksi tubuh tersebut

seperti terjadi perubahan warna rambut yang semula hitam lambat laun dapat

mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dan kusam, perubahan

ketajaman mata sering kali menurun karena kekenduran pada otot-otot mata

sehingga akan mempengaruhi fokus lensa mata, pada telinga terjadi gangguan

seperti adanya suara berdenging, pada daya pikir sering kali ditemukan adanya

penurunan konsentrasi dan keluhan sakit kepala dan pusing, ekspresi wajah

tampak tegang, mulut dan bibir terasa kering, kulit reaksi yang dapat dijumpai

sering berkeringat dan kadang-kadang panas, dingin dan juga akan dapat menjadi

kering atau gejala lainnya seperti urtikaria, pada sistem pernapasan dapat dijumpai

gangguan seperti terjadi sesak karena penyempitan pada saluran pernapasan,

sedangkan pada sistem kardiovaskuler terjadi gangguan seperti berdebar-debar,

pembuluh darah melebar atau menyempit kadang-kadang terjadi kepucatan atau

kemerahan pada muka dan terasa kedinginan dan kesemutan pada daerah

(26)

juga dapat mengalami gangguan seperti lambung terasa kembung, mual, perih,

karena peningkatan asam lambung, pada sistem perkemihan terjadi gangguan

seperti adanya frekuensi buang air kecil yang sering, pada otot dan tulang terjadi

ketegangan dan terasa ditusuk-tusuk, khususnya pada persendian dan terasa kaku.

Pada sistem endokrin dan hormonal sering kali dijumpai adanya peningkatan

kadar gula dan terjadi penurunan libido dan penurunan kegairahan pada seksual

(Alimul, 2008).

Tubuh selalu berinteraksi dan mengalami sentuhan langsung dengan

lingkungan, baik lingkungan internal (seperti pengaturan peredaran darah,

pernapasan) maupun lingkungan eksternal (seperti cuaca dan suhu yang kemudian

menimbulkan respons normal atau tidak normal). Keadaan di mana terjadi

mekanisme relative untuk mempertahankan fungsi normal disebut homeostasis.

Menurut Wartonah (2006), homeostatis dibagi menjadi dua yaitu homeostasis

fisiologis (misalnya, respon adanya peningkatan pernapasan saat berolahraga) dan

homeostasis psikologis (misalnya, perasaan mencintai dan dicintai, perasaan aman

dan nyaman).

a. Respons Fisiologis terhadap Stres

Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua

yaitu local adaptation syndrome (LAS) yaitu respons lokal tubuh terhadap

stresor (misalnya kalau kita menginjak paku maka secara reflex kaki akan

diangkat atau misalnya ada proses peradangan maka reaksi lokalnya

(27)

adaptation symdrome (GAS) yaitu reaksi menyeluruh terhadap stresor

yang ada.

Dalam proses GAS terdapat tiga fase : pertama, reaksi peringatan

ditandai oleh peningkatan aktivitas neuroendokrin yang berupa

peningkatan pembuluh darah, nadi, pernapasan, metabolism, glukosa dan

dilatasi pupil; kedua, fase resisten di mana fungsi kembali normal, adanya

LAS, adanya koping dan mekanisme pertahanan; ketiga, fase kelelahan

ditandai dengan adanya vasodilatasi, penurunan tekanan darah, panik dan

krisis (Wartonah, 2006).

b. Respons psikologis terhadap Stres

Respons psikologis terhadap stres dapat berupa depresi, marah dan

kecemasan. Kecemasan adalah respons emosional terhadap penilaian,

misalnya cemas mengikuti ujian karena khawatir nilainya buruk

(Wartonah, 2006).

2.1.9 Manajemen Stres

Stres merupakan sumber dari berbagai penyakit pada manusia. Apabila

stres tidak cepat ditanggulangi atau dikelola dengan baik, maka akan berdampak

lebih lanjut seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit. Untuk

mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka

(28)

a. Pengaturan Diet dan Nutrisi

Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam

mengurangi atau mengatasi stres melalui makan yang teratur, menu

bervariasi, hindari makan daging dan monoton karena dapat menurunkan

kekebalan tubuh.

b. Istirahat dan Tidur

Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres

karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan

fisik dan akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan

memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.

c. Olah Raga atau Latihan Teratur

Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk

meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga

dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali

seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat

setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.

d. Berhenti Merokok

Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres

karena dapat meningkatkan status kesehatan dan mempertahankan

ketahanan dan kekebalan tubuh.

e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras

Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat

(29)

keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit

dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.

f. Pengaturan Berat Badan

Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat

menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan

tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan

ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.

g. Pengaturan Waktu

Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi

dan menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang

dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu

dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan

efisien serta melihat aspek produktivitas waktu. Seperti menggunakan

waktu untuk menghasilkkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu

tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

h. Terapi Psikofarmaka

Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengatasi stres

yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan

imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi

fungsi kognitif, afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ

tubuh yang lain. Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah anti cemas

(30)

i. Terapi Somatik

Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat

stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system

tubuh yang lain.

j. Psikoterapi

Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang

disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi

psikoterapi suportif dan psikoterapi reedukatif di mana psikoterapi suportif

ini memberikan motivasi atas dukungan agar pasien mengalami percaya

diri, sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan memberikan

pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif,

psikoterapi kognitif dan lain-lain.

k. Terapi Psikoreligius

Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam

mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi atau

mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis,

sosial dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.

Menurut Dadang Hawari (2002, dalam Alimul 2008), manajemen stres

yang lain adalah dengan cara meningkatkan strategi koping yaitu koping yang

berfokus pada emosi dan koping yang berfokus pada masalah. Penggunaan koping

yang berfokus pada emosi dengan cara pengaturan respons emosional dari stres

(31)

menyenangkan, kontrol diri, membuat jarak, penilaian secara positif, menerima

tanggung jawab, lari dari kenyataan (menghindar). Sedangkan strategi koping

berfokus pada masalah dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang

dapat menyelesaikan masalah seperti merencanakan problem solving dan

meningkatkan dukungan sosial, teknik lain dalam mengatasi stres adalah relaksasi,

retrukturisasi kognitif, meditasi, terapi multi model dan lain-lain.

2.2Konsep Koping

2.2.1 Pengertian Koping

Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam

upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang

melelahkan atau melebihi sumber individu (Lazarus & Folkman, 1984).

2.2.2 Mekanisme koping

Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang

mengganggu equilibirium kognitif dan afektifnya. Individu dapat mengalami

perubahan hubungan dengan orang lain dalam harapannya terhadap diri sendiri

secara negatif. Munculnya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan perilaku

pemecahan masalah (mekanisme koping) yang bertujuan meredakan ketegangan

tersebut. Equilibrium merupakan proses keseimbangan yang terjadi akibat adanya

proses adaptasi manusia terhadap kondisi yang akan menyebabkan sakit. Proses

(32)

manusia berusaha menghadapi segala tantangan dari luar sehingga keadaan

seimbang dapat tercapai (Lazarus & Folkman, 1984).

Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau

beban yang diterima. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan

dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Mekanisme koping

terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal

timbulnya stresor dan saat mulai disadari dampak stresor tersebut. Kemampuan

belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan

bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stresor tetapi juga kondisi

temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stresor tersebut (Lazarus &

Folkman, 1984).

Efektivitas koping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan

tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan penyakit

(fisik maupun psikis). Jadi, ketika terdapat stresor yang lebih berat (dan bukan

yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan mekanisme koping,

yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal. Kondisi neurohormonal yang

terbentuk akhirnya menyebabkan individu mengembangkan dua hal baru :

perubahan perilaku dan perubahan jaringan organ.

Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku, untuk

menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau

kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme koping merupakan suatu proses di

mana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang

(33)

perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya

(Lazarus & Folkman, 1984).

Menurut Lazarus & Folkman (1984), penanganan stres atau koping terdiri

dari dua bentuk, yaitu :

a. Koping yang berfokus pada masalah (problem-focused koping) adalah

istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau koping

dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk

menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres

b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion-focused koping) adalah istilah

Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan

respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan

menggunakan penilaian defensif.

Hasil penelitian membukt ikan bahwa individu menggunakan kedua cara

tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang

lingkup kehidupan sehari-hari. Faktor yang menentukan strategi mana yang paling

banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan

sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya.

Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused koping

dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti

masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan

cenderung menggunakan strategi emotion-focused koping ketika dihadapkan pada

(34)

berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau HIV/

AIDS.

Penggolongan mekanisme koping menurut Folkman dan Lazarus adalah:

a. Planful problem solving (Problem-focused)

Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan

kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah.

b. Confrontative koping (Problem focus)

Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan

atau mengambil resiko untuk merubah situasi.

c. Seeking social support (Problem or emotion- focused)

Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan

informasional.

d. Distancing (Emotion – focused)

Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi untuk

menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi.

e. Escape – Avoidanceting (Emotion – focused)

Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berfikir dengan penuh

harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk

menjauhi masalah yang dihadapi.

f. Self Control (Emotion – focused)

Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan apapun dalam

(35)

g. Accepting Responcibility (Emotion – Focused)

Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk

memperbaikinya.

h. Possitive Reappraisal (Emotion – focused)

Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari masalah yang

dihadapi.

2.3Konsep Menstruasi

2.3.1 Siklus Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan terjadi menurut

siklusnya dari rahim yang menggambarkan rangsangan hormonal pada

endometrium karena tidak terjadi kehamilan. Menstruasi menggambarkan

kedewasaan biologik seorang wanita. Masa menstruasi terjadi karena menurunnya

kadar hormon estrogen dan progesterone. Menurunnya hormon-hormon tersebut

mengakibatkan kerusakan lapisan endometrium yang disebut darah menstruasi

(Indarti 2004). Menurut Llewellyn (2001), menstruasi terjadi akibat meningkatnya

sekresi FSH, penurunan kadar estradiol dan progesteron dalam sikulasi darah

menyebabkan perubahan di dalam endometrium sehingga terjadi menstruasi.

Jumlah rata-rata hilangnya darah selama menstruasi adalah 30 ml (rentang

10-80 ml). Biasanya menstruasi terjadi dengan selang waktu 22-35 hari (dihitung

dari hari pertama keluarnya darah menstruasi hingga hari pertama menstruasi

berikutnya) dan pengeluaran darah menstruasi berlangsung 1-8 hari (Llewellyn,

(36)

Dari karya tulis ilmiah oleh Dewi (2010) dengan hasil usia menarche

ditemuka n mayoritas umur 10 – 13 tahun (99,1%) dan minoritas umur 14 – 15

tahun (0,9%). Dan menurut Moeliono (2003 dalam Hafni 2006) mengatakan

bahwa sebagian wanita mulai mentruasi di usia 10 – 15 tahun.

Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi,

yaitu:

a. Siklus Endomentrium

Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase,

yaitu :

1. Fase menstruasi

Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus

dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya

stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari

(rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen,

progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar

terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating

Hormon) baru mulai meningkat.

2. Fase proliferasi

Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat

yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus

haid, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari

ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali

(37)

fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar

8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase

proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel

ovarium.

3. Fase sekresi/luteal

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar

tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase

sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna

mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus.

Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.

4. Fase iskemi/premenstrual

Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7

sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan

implantasi, korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron

menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang

cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke

endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan

fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi

dimulai.

b. Siklus Ovulasi

Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat

pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing

(38)

folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial).

Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium

dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi

mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit

matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi

korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari

setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron.

Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar

hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat

bertahan dan akhirnya luruh.

c. Siklus Hipofisis-Hipotalamus

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan

progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam

darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin

realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi

folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel

de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun

dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan

lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau

ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi

ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar

(39)

2.3.2 Dysmenorrhea

a. Pengertian Dysmenorrhea

Dysmenorrhea merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang

mengganggu kehidupan sehari-hari wanita dan mendorong penderita untuk

melakukan pemeriksaan atau konsultasi ke dokter, puskesmas atau datang

ke bidan (Manuaba, 1998). Sedangkan Kasdu (2005) menggambarkan

gejala dysmenorrhea yang dirasakan wanita yaitu nyeri yang dirasakan

sebagai kram yang hilang-timbul.

Oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di

perut bawah sebelum dan selama haid dan sering kali rasa mual maka

istilah dysmenorrhea hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya,

sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan

atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari

(Wiknjosastro, 1999).

b. Etiologi Dysmenorrhea

Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab

dysmenorrhea primer, tapi patologisnya belum jelas dimengerti. Menurut

Wiknjosastro (1999), ada beberapa faktor yang memegang peranan

sebagai penyebab dysmenorrhea primer, antara lain :

(40)

Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil,

apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang

proses haid, mudah timbul dysmenorrhea.

2. Faktor konstitusi

Faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor tersebut di

atas, dan juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri.

Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat

mempengaruhi timbulnya dysmenorrhea.

3. Faktor obstruksi kanalis servikalis

Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan

terjadinya dysmenorrhea primer ialah stenosis kanalis servikalis.

Pada wanita dengan uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi

stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sering tidak dianggap

sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dysmenorrhea.

Banyak wanita menderita dysmenorrhea tanpa stenosis servikalis

dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi. Sebaliknya, terdapat

banyak wanita tanpa keluhan dysmenorrhea. Walaupun ada

stenosis servikalis dan uterus terletak dalam hiperantefleksi atau

hiperretrofleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip

endometrium dapat menyebabkan dysmenorrhea karena otot-otot

uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan

(41)

4. Faktor endokrin

Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi

pada dysmenorrhea primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang

berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal

tonus dan kontraktilitas uterus, sedangkanhormon progesteron

menghambat atau mencegahnya. Tetapi, teori ini tidak dapat

menerangkan fakta mengapa tidak timbul rasa nyeri pada

perdarahan disfungsional anovulatoar, yang biasanya bersamaan

dengan kadar estrogen yang berlebihan tanpa adanya progesteron.

Penjelasan lain diberikan oleh Clitheroe dan Pickles.

Mereka menyatakan bahwa karena endometrium dalam fase sekresi

memproduksi Prostaglandin F2 yang menyebabkan kontraksi

otot-otot polos. Jika jumlan Prostaglandin yang berlebihan dilepaskan

ke dalam peredaran darah, maka selain dysmenorrhea, dijumpai

pula efek umum, seperti diare, nausea, muntah, dan flushing.

5. Faktor alergi

Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya

asosiasi antara dysmenorrhea dengan urtikaria, migraine atau asma

bronchial. Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid.

Penelitian dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa

peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting dalam

(42)

Satu jenis dysmenorrhea yang jarang terdapat ialah yang

pada waktu haid tidak mengeluarkan endometrium dalam

fragmen-fragmen kecil, melainkan dalam keseluruhannya. Pengeluaran

tersebut disertai dengan rasa nyeri kejang yang keras.

Dysmenorrhea demikian ini dinamakan dysmenorrhea

membranasea.

Keterangan yang lazim diberikan ialah bahwa korpus

luteum mengeluarkan progesteron yang berlebihan, yang

menyebabkan endometrium menjadi desidua yang tebal dan

kompak decidual cast sehingga sukar dihancurkan.

c. Klasifikasi Dysmenorrhea

Dikenal dua bentuk dysmenorrhea, yaitu :

1. Dysmenorrhea primer

Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai

tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Dysmenorrhea

primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah

12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan

pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang

tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama

sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan

berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus

(43)

berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat

menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa

nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare,

iritabilitas, dan sebagainya (Wiknjosastro, 1999).

Dysmenorrhea ini membaik jika wanita hamil dan

melahirkan per vaginam, karena kehamilan mengurangi

ujung-ujung saraf uterus dan dapat mengurangi nyeri. Kondisi ini

cenderung diturunkan dalam keluarga dan dikaitkan dengan

menarche dini disertai durasi haid yang lebih panjang dan

merokok. Kondisi ini dimulai 6-12 bulan setelah menarche dengan

awitan ovulasi. Kram di abdomen bawah (dapat menjalar ke paha),

nyeri punggung, sakit kepala, keletihan, mual, muntah, diare, dan

sinkop disebabkan oleh kelebihan prostaglandin. Sindrom ini dapat

dimulai 2 hari sebelum awitan haid dan hilang dalam 2-4 hari atau

menjelang akhir haid (Sinclair, 2009).

2. Dysmenorrhea sekunder

Dysmenorrhea sekunder dikaitkan dengan patologis pelvis

dan lebih sering dialami wanita berusia di atas 20 tahun. Etiologi

yang mungkin antara lain : adenomiosis, leiomiomata, polip

endometrium, malformasi congenital, stenosis servikal,

endometriosis, sindrom kongesti pelvis, kista/tumor ovarium,

sindrom Asherman (perlekatan intrauterus), prolaps uterus. Nyeri

(44)

nyeri pada dysmenorrhea primer. Dysmenorrhea ini dapat

dikaitkan dengan nyeri pelvis kronis dan dapat terjadi pada saat

ovulasi atau senggama, juga meningkat seiring pertambahan usia

(Sinclair, 2009).

d. Gejala Klinis Dysmenorrhea

Menurut Manuaba (1998), Gejala klinis dysmenorrhea adalah :

1. Nyeri abdomen bagian bawah

2. Menjalar ke daerah pinggang dan paha

3. Disertai keluhan mual dan muntah, sakit kepala, diare, mudah

tersinggung.

e. Karakteristik dysmenorrhea

Karakteristik Gejala dysmenorrhea berdasarkan derajat nyerinya menurut

Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Dysmenorrhea ringan

Dysmenorrhea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan

waktu menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa

pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak

mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap

(45)

2. Dysmenorrhea sedang

Dysmenorrhea yang bersifat sedang jika perempuan

tersebut merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2

hari, menyebar di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan

memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah

mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu

aktivitas hidup sehari-hari.

3. Dysmenorrhea berat

Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian

bawah pada saat menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian

tubuh lain juga disertai pusing, sakit kepala bahkan muntah dan

diare. Dysmenorrhea berat memerlukan istirahat sedemikian lama

yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau

lebih, dan memerlukan pengobatan dysmenorrhea.

f. Penatalaksaan dysmenorrhea

1. Nasehati wanita untuk melakukan perubahan gaya hidup :

a) Latihan akan mengurangi kadar prostaglandin, melepaskan

endorphin, dan memintas darah menjauhi uterus.

b) Aktivitas seksual dapat memperbaiki gejala dengan

menyebabkan vasodilatsi arteri dan uterus.

c) Kompres panas meningkatkan aliran darah dan mengurangi

(46)

d) Kurangi retensi air dengan mengurangi konsumsi garam,

menggunakan diuretic alami (termasuk kopi).

e) Vitamin E menghambat prostaglandin dan mengurangi

spasme pada arteri.

2. Intervensi farmakologis meliput i :

a) Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) menghambat

sintesis prostaglandin dan memperbaiki gejala pada 80%

kasus.

b) Kontrasepsi oral menekan ovulasi, mengurangi

pertumbuhan endometrium, dan mengurangi kadar

prostaglandin.

c) Antagonis kalsium, seperti verapamil, dan nifedipin, dapat

menurunkan aktivitas dan kontraktilitas uterus.

3. Transcutaneus elektrikal nerve stimulation (TENS) dapat

digunakan, dan bedah interupsi lintasan neural dapat dilakukan.

4. Tindakan alternative :

a) Banyak ahli homeopati merekomendasi obat-obatan untuk

dysmenorrhea.

b) Akupunktur bermanfaat untuk mengobati dymenorrhea

primer.

c) Herbal black cohash merupakan anyispasmodik yang

meningkatkan kesehatan menstruasi, mengurangi iritasi dan

(47)

antispasmodic dengan komponen steroid yang diindikasi

untuk nyeri krena stagnasi darah atau spasme serviks (nyeri

muncul mendahului perdarahan). Chamomile adalah

antispasmodic yang meredakan kram. Cramp bark

(48)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stres

dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea. Stres merupakan kondisi di

mana adanya respon tubuh terhadap perubahan untuk mencapai keadaan normal.

Dysmenorrhea didefenisikan sebagai nyeri saat menstruasi yang terjadi pada

perut bagian bawah yang terasa seperti kram yang dimulai saat menstruasi datang.

Dalam penelitian, dysmenorrhea akan menimbulkan stres sehingga akan

menimbulkan koping yang berbeda-beda dari individu. Koping adalah mekanisme

untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima akibat adanya

dysmenorrhea.

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

= Tidak menghubungkan antar variabel

Skema 1. Kerangka penelitian karakteristik gejala dysmenorrhea, stres dan

koping individu dalam menghadapi dysmenorrhea. Tahapan stres :

- Tahap pertama - Tahap kedua - Tahap ketiga - Tahap keempat - Tahap kelima - Tahap keenam Dysmenorrhea:

- Ringan - Sedang - Berat

(49)

3.2 Defenisi Operasional

Table 2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1.

2.

Stres

Koping

kondisi yang menunjukkan tahapan respons tubuh siswi di SMP Negeri 35 Medan terhadap dysmenorrhea untuk mencapai keadaan normal, yang terbagi menjadi 6 tahap stress.

Upaya untuk mengatasi perubahan akibat dysmenorrhea

Kuesioner

dengan 24 pernyataan.

Kuesioner

dengan 8 pertanyaan.

- 1 = stres tahap pertama

- 2 = stres tahap kedua

- 3 = stres tahap ketiga

- 4 = stres tahap keempat

- 5 = stres tahap kelima

- 6 = stres tahap keenam

- 0-4 = koping negatif

- 5-8 = koping positif

Ordinal

(50)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang

bertujuan untuk mengetahui stres dan koping remaja dalam menghadapi

dysmenorrhea.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek yang memenuhi kriteria yang

telah ditetapkan dalam membuat suatu penelitian (Nursalam, 2009). Populasi

dalam penelitian ini adalah siswi SMP Negeri 35 Medan kelas IX yang

mengalami dysmenorrhea yang masih mengikuti pelajaran pada tahun 2010

dengan jumlah populasi sebanyak 73 orang.

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah

proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada

(Nursalam, 2009). Menurut Arikunto (2006) jika jumlah populasi kurang dari

100, maka diambil semua populasi untuk dijadikan sampel penelitian (total

sampling). Karena populasi penelitian ini <100 maka jumlah sampel 73

(51)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dengan menggunakan teknik random sampling, dari 29 SMP di

Kecamatan Medan Tembung, tempat penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 35

Medan. Alasan peneliti memilih SMP Negeri 35 Medan bahwa populasi yang

dipilih sudah mewakili tujuan penelitian, dan hasil penelitian tersebut bisa

bermanfaat bagi SMP tersebut dalam proses belajar-mengajar. Penelitian ini telah

dilaksanakan selama bulan Oktober-November 2011.

4.4 Pertimbangan Etik

Untuk menjaga kerahasian responden peneliti tidak mencatumkan nama

responden pada lembar penggumpulan data yang diisi oleh peneliti. Lembar

tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasian informasi yang diberikan

responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2009). Etika penelitian sangat penting

dalam pelaksanaan penelitian ini karena objek penelitian ini adalah manusia.

Pertimbangan etik pada penelitian ini meliputi hal-hal berikut : Adanya

penjelasaan dari penelitian kepada objek penelitian tentang tujuan penelitian yang

dilaksanakan, penelitian yang dilaksanakan tidak menimbulkan resiko apapun

bagi objek penelitian, adanya persetujuan suka rela dari objek penelitan yang

dibuktikan dengan formulir persetujuan yang ditandatangani oleh objek penelitian,

peneliti melindungi hak privasi dan martabat objek penelitian, dimana penelitian

tidak merendahkan diri objek peneliti serta catatan yang didapatkan dijamin

(52)

objek penelitian tidak dipublikasikan saat pengumpulan data dan pembahasan

hasil penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas 4.5.1 Intrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk

kuesioner yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuesioner ini terdiri

dari tiga bagian, yaitu kuesioner karakteristik calon responden/subjek yang

berisi identitas calon responden dan karakteristik gejala dysmenorrhea,

kuesioner tentang stres, dan kuesioner mengenai koping.

a. Kuesioner Karakteristik Responden/Subjek

Kuesioner data demografi meliputi: data karakteristik

responden (usia, agama, suku), dan data obstetri responden (usia

menarche, lama pendarahan menstruasi, sifat nyeri haid yang

dirasakan). Data demografi responden bertujuan untuk mengetahui

karakteristik calon responden dan mendeskripsikan distribusi frekuensi

dan persentase demografi terhadap gejala dysmenorrhea.

b. Kuesioner Stres

Kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkatan

stres siswi. Kuesioner ini terdiri dari 24 pernyataan, serta cara pengisian

(53)

c. kuesioner Koping

kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi koping siswi

dalam menghadapi dysmenorrhea. Kuesioner ini terdiri dari 8

pertanyaan yang berbentuk skala dikotomy dengan cara pengisian

dengan cheklist (√) pada jawaban yang tersedia.

4.5.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti

prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus

dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2009). Pada

penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas isi, dimana

instrument penelitian ini berdasarkan pada tinjauan pustaka. Dan telah

dikonsultasikan kepada dosen Keperawatan Maternitas dan dosen

Keperawatan Jiwa yang memiliki keahlian atau kompetensi sesuai dengan

topik penelitian ini.

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila

fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang

berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama memegang

peranan penting dalam waktu yang bersamaan (Nursalam, 2009).

Kuesioner penelitian ini akan diuji dengan reliabilitas internal yang

diperoleh dengan cara menganalisa data dari satu kali pengetesan (Arikunto,

2006). Pada penelitian ini pengujian reliabilitas yaitu digunakan untuk

(54)

menggunakan rumus K-R 21 karena instrument terdiri dari 24 pertanyaan

atau dengan jumlah butir pertanyaan genap untuk pernyataan tentang stres

dan untuk pernyataan tentang koping terdiri dari 8 pertanyaan (Arikunto,

2006). Instrumen dikatakan reliabel bila bernilai 0,632 (Arikunto, 2006).

Hasil uji reliabilitas dilakukan sebelum pengambilan data, setelah uji

validitas. Uji reliabilitas ini dilakukan kepada responden yang memenuhi

kriteria seperti responden yang sebenarnya sebanyak 20 orang, agar hasil

distribusi skor (nilai) mendekati kurva normal (Notoatmodjo, 2010). Dan uji

reliabilitas dilakukan di SMP Kartika I-II kecamatam Medan Helvetia dengan

alasan bahwa di kecamatan Medan Helvetia memiliki jumlah remaja

terbanyak kedua sekota Medan. Dan didapat hasil uji reliabilitas instrumen

stress yaitu 0.68. Hasil uji reliabilitas instrumen koping yaitu 0,79.

4.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mengikuti langkah-langkah

pengumpulan data yaitu: pertama mengajukan permohonan izin pelaksanaan

penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) dan

mengirimkan izin tersebut ke institusi tempat penelitian. Setelah mendapatkan izin

dari institusi tempat penelitian, pengumpulan data dilaksanakan. Peneliti

menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan

sebelumnya.

Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan

(55)

penelitian, lalu calon responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan

(informed concent) untuk ikut serta dalam penelitian yang akan dilaksanakan.

Peneliti mengambil data dari responden dengan cara memberikan kuesioner

kepada responden. Responden juga diberi kesempatan untuk bertanya tentang

pertanyaan yang tidak dipahami. Setelah responden selesai mengisi kuesioner,

peneliti kemudian memeriksa kelengkapan data, dan ada data yang kurang

lengkap dapat segera dilengkapi. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisa.

4.7Analisa Data

Setelah data terkumpul kemudian analisa data dilakukan melalui tahapan

editing untuk mengecek dan memastikan bahwa kuesioner telah diisi oleh

responden sesuai dengan petunjuk. Kemudian dilanjutkan dengan koding dan

memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah dalam

menganalisa data. Selanjutnya peneliti memasukan data ke dalam komputer dan

dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi.

Untuk menganalisa karakteristik responden, dianalisa dengan

menggunakan skala nominal dan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.

Sedangkan data mengenai stres siswi dikategorikan atas 6 kelas interval dan

koping siswi dikategorikan 2 kelas interval. Untuk menilai data tentang stres siswi

dalam menghadapi dysmenorrhea yaitu :

- Stres tahap pertama : jika terdapat salah satu tanda pada tahap pertama

(56)

- Stres tahap kedua : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap kedua,

tanpa ada tanda pada tahap tahap selanjutnya dan dengan atau tanpa

tanda pada tahap satu.

- Stres tahap ketiga : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap ketiga,

tanpa ada tanda pada tahap selanjutnya dan dengan atau tanpa tanda pada

tahap satu dan dua.

- Stres tahap keempat : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap

keempat, tanpa ada tanda pada tahap selanjutnya dan dengan atau tanpa

tanda pada tahap satu, dua dan tiga.

- Stres tahap kelima : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap kelima,

tanpa ada tanda pada tahap keenam dan dengan atau tanpa tanda pada

tahap satu sampai empat.

- Stres tahap keenam : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap keenam

dengan atau tanpa ada tanda pada tahap sebelumnya.

Koping siswi dikategorikan atas 2 kelas interval. Nilai terendah yang

mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 8. Berdasarkan rumus statistik

menurut Sudjana (1992) untuk menentukan panjang kelas dengan rumus sebagai

berikut:

Dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi 8 dikurang

(57)

koping negatif, maka diperoleh panjang kelas 4. Maka koping digolongkan

menjadi 2 kelas interval sebagai berikut:

- 0-4 = koping negatif

Gambar

Tabel 1. Jenis Stressor Dalam Tahap Perkembangan
Table 2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Table 3. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=73)
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase tahapan stres yang dialami responden dalam menghadapi dysmenorrhea (n=73)

Referensi

Dokumen terkait

Widanarti &amp; Indati (2002) mengatakan bahwa keyakinan tentang kemampuan diri dalam menyelesaikan tugas dapat meningkatkan usaha untuk mencapai tujuan, namun juga dapat

(3) Karakteristik karakter mandiri siswa SMP Negeri 3 Colomadu dalam pembelajaran matematika dicerminkan dari siswa yang mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab,

21 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan , hlm.. atau mudah tersinggung), dan karakternya (seperti kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab). c) Guru

Pendidikan karakter merupakan hal positif yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya terutama dalam pengelolaan karakter tanggung jawab belajar

Atas dasar penjelasan sebelumnya pentingnya kemandirian pada siswa SMP dan ada tiga faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor tanggung jawab, dukungan sosial, dan regulasi

Adapun sikap religius dan tanggung jawab yang tertanam dalam diri peserta didik melalui metode pembiasaan dalam kegiatan keagamaan dan ekstrakurikuler

Sebagai negara yang kini sedang berkembang untuk menjadi negara maju, Indonesia terus berpacu dan berbenah diri dalam segala sektor. Salah satu sektor yang terpenting dalam

1) Siswa berusaha untuk meningkatkan tanggung jawab dalam mengambil berbagai keputusan.. 2) Kemandirian dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap