Stres dan Koping Remaja dalam Menghadapi Dysmenorrhea
di SMP Negeri 35 Medan
Astri Haryani
Skripsi
Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Stres Dan Koping Remaja Dalam
Menghadapi Dysmenorrhea Di SMP Negeri 35 Medan”.
Skripsi ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan, dan koreksi dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Dedi Adinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS, pembantu Dekan I yang juga merupakan dosen
pembimbing skripsi.
3. Drs. Munar Tanjung, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 35 Medan.
4. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd, selaku Dosen Penguji I.
5. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku dosen Penguji II.
6. Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, S.Mat selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
7. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Keperawatan USU yang telah
memberikan bimbingan selama perkuliahan, khususnya dosen-dosen mata
kuliah riset keperawatan
8. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada orang tua tercinta
Ibunda Sri Hartati dan Ayahanda Ahmad Edi Julizar, kakanda tersayang
tersayang Rabi’ah Hafnizar, dan Ahmad Zulfadhli serta keponakan tercinta
Fathiyya Ayunda Husna. Terima kasih atas segala pengorbanan dan
perjuangan kalian, yang telah menjadi motivasi dan dorongan kuat dalam
menggapai kesuksesan ananda, kasih sayang dan doa yang selalu
menyertai dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Dan tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada Sabaruddin
Pratama, sahabat-sahabat terbaikku Fadilla Agustina, Indah Permata Nauli,
Juliani, Efriza Fadilah dan seluruh teman-teman sejawat Fakultas
Keperawatan-B USU 2010, terima kasih atas bantuan dan semangatnya
selama ini.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang
membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Medan, Februari 2012
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... vi
Abstrak ... vii
Bab 1. Pendahuluan 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 3
1.3Tujuan Penelitian ... 3
1.4Manfaat Penelitian ... 4
Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1Konsep Stres ... 5
2.1.1 Stres dan Stresor ... 5
2.1.2 Pandangan Stres ... 6
2.1.3 Macam-macam Stres ... 7
2.1.4 Sumber Stresor ... 8
2.1.5 Model Stres ... 10
2.1.6 Faktor Pengaruh Respon Terhadap Stresor ... 11
2.1.7 Tahapan Stres ... 14
2.1.8 Reaksi Tubuh Terhadap Stres ... 15
2.1.9 Manajemen Stres ... 18
2.2 Konsep Koping ... 21
2.2.1 Pengertian ... 21
2.2.2 Mekanisme Koping ... 21
2.3 Konsep Menstruasi ... 25
2.3.1 Siklus Menstruasi ... 25
2.3.2 Dysmenorrhea ... 29
Bab 3. Kerangka Konseptual 3.1 Kerangka Konsep ... 37
3.2 Defenisi Operasional ... 38
Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1 Desain Penelitian ... 39
4.2 Populasi dan Sampel ... 39
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40
4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 40
4.5 Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-reliabilitas ... 41
4.6 Pengumpulan Data ... 43
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan
5.1Hasil Penelitian ... 46 5.2Pembahasan ... 48
Bab 6 . Kesimpulan dan Saran
6.1Kesimpulan ... 52 6.2Saran ... 53
Daftar Pustaka Lampiran-lampiran
1. Formulir Persetujuan Peserta Penelitian 2. Instrumen Penelitian
3. Daftar Riwayat Hidup
4. Rencana Anggaran Biaya Penelitian 5. Lembar Konsul
6. Jadwal Kegiatan Penelitian 7. Data Hasil SPSS Penelitian 8. Validitas
9. Reliabilitas
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis Stressor Dalam Tahap Perkembangan ... 13
Tabel 2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 38
Table 3. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden ... 47
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase tahapan stres yang dialami responden dalam menghadapi dysmenorrhea ... 48
Judul : Stres Dan Koping Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea Di SMP Negeri 35 Medan
Nama : Astri Haryani
NIM : 101121019
Jurusan : Sarjana Keperawatan
Tahun : 2012
ABSTRAK
Dysmenorrhea adalah nyeri saat menstruasi yang terjadi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram, dan dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Wanita yang mengalami dysmenorrhea mempunyai tingkat gejala nyeri yang berbeda-beda dari ringan sampai berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Jumlah responden 73 orang. Pengumpulan data dilakukan bulan Oktober-November 2011. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Karakteristik responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah berusia 14 tahun (69,9 %), beragama Islam (84,9%), suku Jawa (58,9%), usia menarche 12 tahun (57,5%), dan lama pendarahan menstruasi dalam rentang 3-5 hari (54,8%). Dan karakteristik nyeri yang dialami responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah sifat nyeri haid hilang-timbul (76,7%), dan dengan intensitas nyeri sedang (83,6%). Hasil penelitian menunjukkan gambaran stres responden sebagian besar berada pada tahapan kedua (42,5%). Dan hasil untuk koping responden dalam menghadapi dysmenorrhea terbanyak adalah koping positif (89%). Dari hasil penelitian ini diharapkan perawat dapat mengenal stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea yang dialami remaja awal, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat terlaksana secara optimal.
Judul : Stres Dan Koping Remaja Dalam Menghadapi Dysmenorrhea Di SMP Negeri 35 Medan
Nama : Astri Haryani
NIM : 101121019
Jurusan : Sarjana Keperawatan
Tahun : 2012
ABSTRAK
Dysmenorrhea adalah nyeri saat menstruasi yang terjadi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram, dan dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Wanita yang mengalami dysmenorrhea mempunyai tingkat gejala nyeri yang berbeda-beda dari ringan sampai berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Jumlah responden 73 orang. Pengumpulan data dilakukan bulan Oktober-November 2011. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Karakteristik responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah berusia 14 tahun (69,9 %), beragama Islam (84,9%), suku Jawa (58,9%), usia menarche 12 tahun (57,5%), dan lama pendarahan menstruasi dalam rentang 3-5 hari (54,8%). Dan karakteristik nyeri yang dialami responden berdasarkan jumlah terbanyaknya, adalah sifat nyeri haid hilang-timbul (76,7%), dan dengan intensitas nyeri sedang (83,6%). Hasil penelitian menunjukkan gambaran stres responden sebagian besar berada pada tahapan kedua (42,5%). Dan hasil untuk koping responden dalam menghadapi dysmenorrhea terbanyak adalah koping positif (89%). Dari hasil penelitian ini diharapkan perawat dapat mengenal stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea yang dialami remaja awal, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat terlaksana secara optimal.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menstruasi merupakan satu bagian dari perjalanan hidup wanita yang
dialami sejak terjadinya menarche dan berakhir ketika menopause. Dalam satu
siklus menstruasi terdapat 3 fase, yaitu fase poliferasi, fase lutel, dan fase
menstruasi. Pada salah satu fase yaitu menstruasi terdapat adanya dysmenorrhea.
Lamanya dysmenorrhea berkisar lima hari (rentang 3-6 hari) dan kejadian tersebut
biasanya berulang setiap siklus menstruasi, siklus ini berulang dalam 22-35 hari.
Nyeri yang dialami selama fase perdarahan dalam satu siklus menstruasi disebut
dysmenorrhea (Llewellyn, 2001).
Manuaba (1998) mendeskripsikan dysmenorrhea merupakan rasa nyeri
saat menstruasi yang mengganggu kehidupan sehari-hari wanita dengan gejala
nyeri abdomen bagian bawah, menjalar ke daerah pinggang dan paha disertai
keluhan mual, muntah, sakit kepala, diare dan mudah tersinggung. Pada
kenyataannya 60% wanita usia 15-44 tahun yang mengalami menstruasi
mengeluhkan adanya dysmenorrhea (Walsh, 1997). Menurut Llewellyn (2001)
dan Baradero (2006), 10-25% dysmenorrhea yang dialami wanita termasuk
kategori berat yang disertai mual, muntah, dan diare yang dapat membuat
penderita tidak berdaya sehingga mengganggu aktivitas kerja dan aktivitas
sehari-hari. Dan 75% wanita juga mengalami dysmenorrhea dengan intensitas nyeri
ringan sampai sedang. Menurut Reeder dan Martin (1987), wanita yang
libur kerja dan prestasinya kurang begitu baik di sekolah dibandingkan wanita
yang tidak terkena dysmenorrhea.
Wanita usia remaja merupakan salah satu kelompok populasi yang
mempunyai masalah akibat dysmenorrhea yang dialaminya. Dari beberapa hasil
penelitian, dysmenorrhea yang dialami wanita memiliki ambang nyeri yang
berbeda-beda sehingga perilaku mereka pun berbeda dalam menghadapi
dysmenorrhea. Mulai dari dysmenorrhea yang ringan dan dapat hilang sendiri,
dapat dibawa tidur atau dapat melakukan aktivitas sampai dengan dysmenorrhea
yang berat hingga harus menangis dengan posisi tertentu. Pada beberapa kasus
bahkan ada yang harus dibawa ke dokter untuk mendapatkan obat penghilang
nyeri yang adekuat (Bobak, 2004). Di Amerika wanita diperkirakan kehilangan
1,7 juta hari kerja setiap bulan karena dysmenorrhea (Reeder dan Martin, 1987).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian wanita yang
mengeluhkan adanya dysmenorrhea termasuk kelompok usia remaja, maka
peneliti akan melakukan penelitian pada kelompok usia remaja. Dimana data
demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari
penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia
adalah remaja berumur 10-19 tahun, 900 juta diantaranya berada di negara sedang
berkembang. Demikian pula di Asia Pasifik yang penduduknya merupakan 60%
dari penduduk dunia, seperlima penduduknya adalah kelompok remaja berumur
10-19 tahun (Soetjiningsih, 2004)
Jumlah penduduk Sumatera Utara tahun 2009 yaitu 13.248.386 jiwa dan
jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kota Medan yaitu 2.121.053 jiwa dan
33,07% adalah wanita. Dari beberapa kecamatan di Kota Medan, didapat bahwa
jumlah remaja terbanyak terdapat di Medan Deli, kemudian Medan Helvetia dan
Medan Tembung. Akses populasi kelompok usia remaja paling mudah di jumpai
di sekolah menengah. Dari ketiga kecamatan tersebut, di Medan Tembung
terdapat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTS)
terbanyak (BPS SUMUT, 2009). Sehingga peneliti melakukan penelitian pada
salah satu SMP di kecamatan Medan Tembung.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa walaupun dysmenorrhea
merupakan suatu peristiwa yang fisiologis yang dialami wanita secara periodik di
setiap bulannya namun karena intensitas nyeri dan gejala yang menyertai
bervariasi, sedangkan respon yang ditimbulkan pun berbeda, maka penelitian ini
penting untuk mengetahui bagaimana stres dan koping remaja dalam menghadapi
dysmenorrhea.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Masalah penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimanakah stres dan koping remaja putri dalam menghadapi dysmenorrhea
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stres dan koping siswi SMP di
Kota Medan dalam menghadapi dysmenorrhea.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tahapan stres siswi SMP di Kota Medan dalam
menghadapi dysmenorrhea.
b. Untuk mengetahui koping siswi SMP di Kota Medan dalam menghadapi
dysmenorrhea.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Bagi Praktik Keperawatan
Diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam praktek keperawatan
mengenai stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea .
1.4.2 Bagi Pendidikan di Sekolah
Sebagai bahan masukan dan informasi pada pengajar di SMP negeri 35
Medan agar dapat mempertimbangkan kondisi siswi yang sedang
mengalami dysmenorrhea dalam proses belajar.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai informasi dasar sejauh mana stres dan koping remaja dalam
menghadapi dysmenorrhea. Sehingga dapat dijadikan bahan acuan untuk
mengetahui bagaimana cara mengatasi stres pada siswi dalam menghadapi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep Stres
2.1.1 Stres dan Stresor
Stres adalah keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang
diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak
keseimbangan kehidupan seseorang. Seringkali stres didefinisikan dengan hanya
melihat dari stimulus atau respon yang dialami seseorang (Lazarus & Folkman,
1984).
Stres menurut Hans Selye (1950, dalam Alimul 2008) merupakan respon
tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stres apabila seseorang
mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat
mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak
mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stres.
Sebaliknya apabila seseorang yang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu
mengatasi beban tersebut dengan tubuh berespon dengan baik, maka orang
tersebut tidak mengalami stres (Alimul, 2008). Secara sederhana stres adalah
kondisi di mana adanya respons tubuh terhadap perubahan untuk mencapai
keadaan normal (Wartonah, 2006).
Stres biasanya dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif padahal tidak.
Terjadinya stres dapat disebabkan oleh sesuatu yang dinamakan stresor. Bentuk
stres itu sendiri juga dapat dikatakan sebagai stimulus dimana penyebab stres
diangggap sebagai sesuatu hal yang biasa. Stres juga dikatakan sebagai respon
artinya dapat merespon apa yang terjadi, juga disebut sebagai transaksi yakni
hubungan antara stresor dianggap positif karena adanya interaksi antara individu
dengan lingkungan (Alimul, 2008).
Sekitar 85% wanita yang sudah haid mengalami gangguan fisik dan psikis
menjelang menstruasi, saat, ataupun sesudah menstruasi. Biasanya berlangsung
antara satu minggu sebelum dan sesudah menstruasi. Gangguan fisik dan psikis
tersebut mempengaruhi 40% wanita dengan 5-10% membuat mereka sangat tidak
berdaya. (Andrews, 2009 dalam Dewi 2010).
2.1.2 Pandangan Stres
Dalam memahami tentang stres, para ahli berbeda-beda
mendefinisikannya karena memiliki pandangan teori yang tidak sama. Untuk lebih
jelas tentang stres sebenarnya, maka dapat diketahui beberapa pandangan
diantaranya :
a. Pandangan Stres Sebagai Stimulus
Pandangan ini menyatakan stres sebagai suatu stimulus yang
menuntut, dimana semakin tinggi besar tekanan yang dialami seseorang,
maka semakin besar pula stres yang dialami. Pandangan ini didasari
hukum elastisitas Hooke yang menjelaskan semakin berat beban satu
maka dianalogikan pada manusia apabila semakin besar tekanan yang
dialami, makin besar pula stres yang dialaminya.
b. Pandangan Stres Sebagai Respon
Mengidentifikasikan stres sebagai respon individu terhadap stresor
yang diterima, di mana ini sebagai akibat respon fisiologi dan emosional
atau juga sebagai respon yang nonspesifik tubuh terhadap tuntutan
lingkungan yang ada.
c. Pandangan Stres Sebagai Transaksional
Pandangan ini merupakan suatu interaksi antara orang dengan
lingkungan dengan meninjau dari kemampuan individu dalam mengatasi
masalah dan terbentuknya sebuah koping. Dalam interaksi dengan
lingkungan ini dapat diukur situasi yang potensial mengandung stres
dengan mengukur dari persepsi individu terhadap masalah, mengkaji
kemampuan seseorang atau sumber-sumber yang tersedia yang diarahkan
mengatasi masalah (Alimul, 2008).
2.1.3 Macam-Macam Stres
Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam, di
antaranya :
a. Stres fisik
Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang
tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau
b. Stres kimiawi
Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat beracun
asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh
senyawa kimia.
c. Stres mikrobiologik
Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau
parasit.
d. Stres fisiologik
Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya
gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.
e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan
Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan
seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.
f. Stres psikis atau emosional
Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau
ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti
hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul,
2008).
2.1.4 Sumber Stresor
Sumber stresor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat
mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikologis
seperti air minum. Makanan, atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan
psikologis dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada
disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan
keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya.
Sumber stresor yang lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan
fisiologis dalam tubuh, seperti adanya operasi, obat-obatan atau lainnya.
Sedangkan sumber stresor dari pikiran adalah berhubungan dengan penilaian
seseorang terhadap status kesehatan yang dialami serta pengaruh terhadap dirinya.
Selain sumber stresor di atas, menurut Alimul (2008), stres yang dialami
manusia dapat berasal dari berbagai sumber dari dalam diri seseorang, keluarga
dan lingkungan.
a. Sumber Stres di Dalam Diri
Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan
konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini
adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan
dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres.
b. Sumber Stres di Dalam Keluarga
Stres ini bersunber dari masalah keluarga ditandai dengan adanya
perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang
berbeda diantara keluarga. Permasalahan ini akan selalu menimbulkan
c. Sumber Stres di Dalam Masyarakat dan Lingkungan
Sumber stres ini dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat pada
umumnya, seperti lingkungan pekerjaan, secara umum disebut sebagai
stres pekerja karena lingkungan fisik, dikarenakan kurangnya hubungan
interpersonal serta kurangnya adanya pengakuan di masyarakat sehingga
tidak dapat berkembang.
2.1.5 Model Stres Kesehatan
Model stres kesehatan merupakan suatu model dimana stres dapat
mempengaruhi status kesehatan seseorang, model ini terdiri dari beberapa unsur
diantaranya :
Unsur langsung dimana stres dapat menghasilkan atau mempengaruhi
secara langsung dari perubahan fisiologis dan psikologis, seperti adanya
ketegangan (stres) akan menyebabkan terjadinya proses pelepasan hormon secara
langsung yaitu hormon kotekolamin dan kortikosteroid yang kondisi
berdebar-debar, denyut nadi cepat dan lain-lain.
a. Unsur kepribadian, bahwa stres dapat dipengaruhi karena adanya tipe
kepribadian yang memudahkan timbulnya kesakitan.
b. Unsur interaktif, stres dapat menyebabkan ketidakkebalan tubuh sehingga
tubuh akan menjadi mudah terjadi gangguan pada tubuh baik biologis
maupun psikologis. Proses ini dikarenakan adanya interaksi antara faktor
dari luar dan faktor dari dalam untuk mempertahankan keseimbangan
c. Unsur perilaku sehat, stres dapat secara tidak langsung mempengaruhi
kesakitan akan tetapi dapat merubah perilaku terlebih dahulu seperti
adanya peningkatan konsumsi alkohol, rokok dan lain-lain.
d. Unsur perilaku sakit, stres dapat mempengaruhi secara langsung terhadap
kesakitan tanpa menyebabkan adanya perilaku sakit seperti mencari
bantuan pengobatan (Alimul, 2008).
2.1.6 Faktor Pengaruh Respon Terhadap Stresor
Menurut Alimul (2008), respon terhadap stresor yang diberikan setiap
individu akan berbeda berdasarkan faktor yang akan mempengaruhi dari stresor
tersebut, dan koping yang dimiliki individu , di antara stresor yang dapat
mempengaruhi respon tubuh antara lain :
a. Sifat stresor
Sifat stresor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh
terhadap stresor. Sifat stresor ini dapat berupa tiba-tiba atau
berangsur-angsur, sifat ini pada setiap individu dapat berbeda tergantung dari
pemahaman tentang arti stresor.
b. Durasi stresor
Lamanya stresor yang dialami klien akan mempengaruhi respon tubuh.
Apabila stresor yang dialami lebih lama, maka respon yang dialaminya
c. Jumlah stresor
Jumlah stresor yang dialami seseorang dapat menentukan respon tubuh.
Semakin banyak stresor yang dialami pada seseorang, dapat menimbulkan
dampak yang besar bagi fungsi tubuh juga sebaliknya dengan jumlah
stresor yang dialami banyak dan kemampuan adaptasi baik, maka
seseorang akan memiliki kemampuan dalam mengatasinya.
d. Pengalaman masa lalu
Pengalaman ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stresor
yang dimiliki. Semakin banyak stresor dan pengalaman yang dialami dan
mampu menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasi sehingga
kemampuan adaptifnya akan semakin baik pula.
e. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi respon terhadap
stresor. Apabila seseorang yang memiliki tipe kepribadian A, maka akan
lebih rentan terkena stres dibandingkan dengan tipe kepribadian B. tipe
kepribadian A memiliki ciri ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar,
mudah tegang, mudah tersinggung, mudah marah, memiliki kewaspadaan
yang berlebihan, bicara cepat, bekerja tidak kenal waktu, pandai
berorganisasi dan memimpin atau memerintah, lebih suka bekerja
sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap waktu, ramah, tidak mudah
dipengaruhi, bila berlibur pikirannya ke pekerjaan dan lain-lain.
Sedangkan tipe kepribadian B memiliki ciri tidak agresif, ambisinya
cara bicara tidak tergesa-gesa, perilaku tidak interaktif, lebih suka
kerjasama, mudah bergaul, dan lain-lain atau merupakan kebalikan dari
tipe kepribadian B.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan pada individu ini juga dapat mempengaruhi respon
tubuh dimana semakin matang dalam perkembangannya, maka semakin
baik pula kemampuan untuk mengatasinya. Dalam perkembangannya
kemampuan individu dalam mengatasi stresor dan respon terhadapnya
berbeda-beda dan stresor yang dihadapinya pun berbeda yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
Tabel 1. Jenis Stressor Dalam Tahap Perkembangan
Tahap Perkembangan Jenis stressor
Anak
Remaja
Dewasa muda
Konflik mandiri dan ketergantungan orang tua
Hubungan dengan teman sebaya
Kompetisi dengan teman
Perubahan tubuh
Hubungan dengan teman
Seksualitas
Mandiri
Menikah
Meninggalkan rumah
Mulai bekerja
Melanjutkan pendidikan
Dewasa tengah
Dewasa tua
Menerima proses menua
Status sosial
Usia lanjut
Perubahan tempat tinggal
Penyesuaian diri masa pension
Proses kematian
2.1.7 Tahapan Stres
Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan, menurut
Van Amberg (1979 dalam Alimul 2008), tahapan stres dapat terbagi menjadi
enam tahap diantaranya :
a. Tahap Pertama
Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan
adanya semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada
umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti
biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaannya akan tetapi
kemampuan yang dimiliknya semakin berkurang.
b. Tahapan Kedua
Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut,
adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa
lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh
dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak
bisa santai.
c. Tahap Ketiga
Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan
seperti pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air
besar tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang,
gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah
malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki
tenaga.
d. Tahap Keempat
Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala
pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap
terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara
adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya
gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah,
kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan
ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.
e. Tahap Kelima
Stres tahap ini ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam,
tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana,
gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan
f. Tahap Keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami
panik dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak
jantung semakin keras, susah bernapas, terasa gemetar seluruh tubuh dan
berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.
2.1.8 Reaksi Tubuh Terhadap Stres
Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan reaksi yang ada pada
tubuh baik secara fisiologis maupun psikologi. Di antara reaksi tubuh tersebut
seperti terjadi perubahan warna rambut yang semula hitam lambat laun dapat
mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dan kusam, perubahan
ketajaman mata sering kali menurun karena kekenduran pada otot-otot mata
sehingga akan mempengaruhi fokus lensa mata, pada telinga terjadi gangguan
seperti adanya suara berdenging, pada daya pikir sering kali ditemukan adanya
penurunan konsentrasi dan keluhan sakit kepala dan pusing, ekspresi wajah
tampak tegang, mulut dan bibir terasa kering, kulit reaksi yang dapat dijumpai
sering berkeringat dan kadang-kadang panas, dingin dan juga akan dapat menjadi
kering atau gejala lainnya seperti urtikaria, pada sistem pernapasan dapat dijumpai
gangguan seperti terjadi sesak karena penyempitan pada saluran pernapasan,
sedangkan pada sistem kardiovaskuler terjadi gangguan seperti berdebar-debar,
pembuluh darah melebar atau menyempit kadang-kadang terjadi kepucatan atau
kemerahan pada muka dan terasa kedinginan dan kesemutan pada daerah
juga dapat mengalami gangguan seperti lambung terasa kembung, mual, perih,
karena peningkatan asam lambung, pada sistem perkemihan terjadi gangguan
seperti adanya frekuensi buang air kecil yang sering, pada otot dan tulang terjadi
ketegangan dan terasa ditusuk-tusuk, khususnya pada persendian dan terasa kaku.
Pada sistem endokrin dan hormonal sering kali dijumpai adanya peningkatan
kadar gula dan terjadi penurunan libido dan penurunan kegairahan pada seksual
(Alimul, 2008).
Tubuh selalu berinteraksi dan mengalami sentuhan langsung dengan
lingkungan, baik lingkungan internal (seperti pengaturan peredaran darah,
pernapasan) maupun lingkungan eksternal (seperti cuaca dan suhu yang kemudian
menimbulkan respons normal atau tidak normal). Keadaan di mana terjadi
mekanisme relative untuk mempertahankan fungsi normal disebut homeostasis.
Menurut Wartonah (2006), homeostatis dibagi menjadi dua yaitu homeostasis
fisiologis (misalnya, respon adanya peningkatan pernapasan saat berolahraga) dan
homeostasis psikologis (misalnya, perasaan mencintai dan dicintai, perasaan aman
dan nyaman).
a. Respons Fisiologis terhadap Stres
Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua
yaitu local adaptation syndrome (LAS) yaitu respons lokal tubuh terhadap
stresor (misalnya kalau kita menginjak paku maka secara reflex kaki akan
diangkat atau misalnya ada proses peradangan maka reaksi lokalnya
adaptation symdrome (GAS) yaitu reaksi menyeluruh terhadap stresor
yang ada.
Dalam proses GAS terdapat tiga fase : pertama, reaksi peringatan
ditandai oleh peningkatan aktivitas neuroendokrin yang berupa
peningkatan pembuluh darah, nadi, pernapasan, metabolism, glukosa dan
dilatasi pupil; kedua, fase resisten di mana fungsi kembali normal, adanya
LAS, adanya koping dan mekanisme pertahanan; ketiga, fase kelelahan
ditandai dengan adanya vasodilatasi, penurunan tekanan darah, panik dan
krisis (Wartonah, 2006).
b. Respons psikologis terhadap Stres
Respons psikologis terhadap stres dapat berupa depresi, marah dan
kecemasan. Kecemasan adalah respons emosional terhadap penilaian,
misalnya cemas mengikuti ujian karena khawatir nilainya buruk
(Wartonah, 2006).
2.1.9 Manajemen Stres
Stres merupakan sumber dari berbagai penyakit pada manusia. Apabila
stres tidak cepat ditanggulangi atau dikelola dengan baik, maka akan berdampak
lebih lanjut seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit. Untuk
mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka
a. Pengaturan Diet dan Nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam
mengurangi atau mengatasi stres melalui makan yang teratur, menu
bervariasi, hindari makan daging dan monoton karena dapat menurunkan
kekebalan tubuh.
b. Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres
karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan
fisik dan akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan
memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.
c. Olah Raga atau Latihan Teratur
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk
meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga
dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali
seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat
setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.
d. Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres
karena dapat meningkatkan status kesehatan dan mempertahankan
ketahanan dan kekebalan tubuh.
e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat
keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit
dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.
f. Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan
tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan
ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.
g. Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi
dan menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang
dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu
dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan
efisien serta melihat aspek produktivitas waktu. Seperti menggunakan
waktu untuk menghasilkkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu
tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
h. Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengatasi stres
yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan
imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi
fungsi kognitif, afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ
tubuh yang lain. Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah anti cemas
i. Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat
stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system
tubuh yang lain.
j. Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang
disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi
psikoterapi suportif dan psikoterapi reedukatif di mana psikoterapi suportif
ini memberikan motivasi atas dukungan agar pasien mengalami percaya
diri, sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan memberikan
pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif,
psikoterapi kognitif dan lain-lain.
k. Terapi Psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam
mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi atau
mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis,
sosial dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.
Menurut Dadang Hawari (2002, dalam Alimul 2008), manajemen stres
yang lain adalah dengan cara meningkatkan strategi koping yaitu koping yang
berfokus pada emosi dan koping yang berfokus pada masalah. Penggunaan koping
yang berfokus pada emosi dengan cara pengaturan respons emosional dari stres
menyenangkan, kontrol diri, membuat jarak, penilaian secara positif, menerima
tanggung jawab, lari dari kenyataan (menghindar). Sedangkan strategi koping
berfokus pada masalah dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang
dapat menyelesaikan masalah seperti merencanakan problem solving dan
meningkatkan dukungan sosial, teknik lain dalam mengatasi stres adalah relaksasi,
retrukturisasi kognitif, meditasi, terapi multi model dan lain-lain.
2.2Konsep Koping
2.2.1 Pengertian Koping
Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam
upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang
melelahkan atau melebihi sumber individu (Lazarus & Folkman, 1984).
2.2.2 Mekanisme koping
Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang
mengganggu equilibirium kognitif dan afektifnya. Individu dapat mengalami
perubahan hubungan dengan orang lain dalam harapannya terhadap diri sendiri
secara negatif. Munculnya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan perilaku
pemecahan masalah (mekanisme koping) yang bertujuan meredakan ketegangan
tersebut. Equilibrium merupakan proses keseimbangan yang terjadi akibat adanya
proses adaptasi manusia terhadap kondisi yang akan menyebabkan sakit. Proses
manusia berusaha menghadapi segala tantangan dari luar sehingga keadaan
seimbang dapat tercapai (Lazarus & Folkman, 1984).
Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau
beban yang diterima. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan
dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Mekanisme koping
terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal
timbulnya stresor dan saat mulai disadari dampak stresor tersebut. Kemampuan
belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan
bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stresor tetapi juga kondisi
temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stresor tersebut (Lazarus &
Folkman, 1984).
Efektivitas koping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan
tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan penyakit
(fisik maupun psikis). Jadi, ketika terdapat stresor yang lebih berat (dan bukan
yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan mekanisme koping,
yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal. Kondisi neurohormonal yang
terbentuk akhirnya menyebabkan individu mengembangkan dua hal baru :
perubahan perilaku dan perubahan jaringan organ.
Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku, untuk
menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau
kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme koping merupakan suatu proses di
mana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang
perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya
(Lazarus & Folkman, 1984).
Menurut Lazarus & Folkman (1984), penanganan stres atau koping terdiri
dari dua bentuk, yaitu :
a. Koping yang berfokus pada masalah (problem-focused koping) adalah
istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau koping
dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk
menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres
b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion-focused koping) adalah istilah
Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan
respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan
menggunakan penilaian defensif.
Hasil penelitian membukt ikan bahwa individu menggunakan kedua cara
tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang
lingkup kehidupan sehari-hari. Faktor yang menentukan strategi mana yang paling
banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan
sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya.
Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused koping
dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti
masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan
cenderung menggunakan strategi emotion-focused koping ketika dihadapkan pada
berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau HIV/
AIDS.
Penggolongan mekanisme koping menurut Folkman dan Lazarus adalah:
a. Planful problem solving (Problem-focused)
Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan
kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah.
b. Confrontative koping (Problem focus)
Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan
atau mengambil resiko untuk merubah situasi.
c. Seeking social support (Problem or emotion- focused)
Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan
informasional.
d. Distancing (Emotion – focused)
Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi untuk
menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi.
e. Escape – Avoidanceting (Emotion – focused)
Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berfikir dengan penuh
harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk
menjauhi masalah yang dihadapi.
f. Self Control (Emotion – focused)
Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan apapun dalam
g. Accepting Responcibility (Emotion – Focused)
Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk
memperbaikinya.
h. Possitive Reappraisal (Emotion – focused)
Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari masalah yang
dihadapi.
2.3Konsep Menstruasi
2.3.1 Siklus Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan terjadi menurut
siklusnya dari rahim yang menggambarkan rangsangan hormonal pada
endometrium karena tidak terjadi kehamilan. Menstruasi menggambarkan
kedewasaan biologik seorang wanita. Masa menstruasi terjadi karena menurunnya
kadar hormon estrogen dan progesterone. Menurunnya hormon-hormon tersebut
mengakibatkan kerusakan lapisan endometrium yang disebut darah menstruasi
(Indarti 2004). Menurut Llewellyn (2001), menstruasi terjadi akibat meningkatnya
sekresi FSH, penurunan kadar estradiol dan progesteron dalam sikulasi darah
menyebabkan perubahan di dalam endometrium sehingga terjadi menstruasi.
Jumlah rata-rata hilangnya darah selama menstruasi adalah 30 ml (rentang
10-80 ml). Biasanya menstruasi terjadi dengan selang waktu 22-35 hari (dihitung
dari hari pertama keluarnya darah menstruasi hingga hari pertama menstruasi
berikutnya) dan pengeluaran darah menstruasi berlangsung 1-8 hari (Llewellyn,
Dari karya tulis ilmiah oleh Dewi (2010) dengan hasil usia menarche
ditemuka n mayoritas umur 10 – 13 tahun (99,1%) dan minoritas umur 14 – 15
tahun (0,9%). Dan menurut Moeliono (2003 dalam Hafni 2006) mengatakan
bahwa sebagian wanita mulai mentruasi di usia 10 – 15 tahun.
Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi,
yaitu:
a. Siklus Endomentrium
Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase,
yaitu :
1. Fase menstruasi
Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus
dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya
stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari
(rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen,
progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar
terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating
Hormon) baru mulai meningkat.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat
yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus
haid, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari
ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali
fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar
8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase
proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel
ovarium.
3. Fase sekresi/luteal
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar
tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase
sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna
mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus.
Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.
4. Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7
sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan
implantasi, korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron
menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang
cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke
endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan
fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi
dimulai.
b. Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat
pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing
folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial).
Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium
dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi
mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit
matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi
korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari
setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron.
Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar
hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat
bertahan dan akhirnya luruh.
c. Siklus Hipofisis-Hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan
progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam
darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin
realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi
folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel
de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun
dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan
lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau
ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi
ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar
2.3.2 Dysmenorrhea
a. Pengertian Dysmenorrhea
Dysmenorrhea merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang
mengganggu kehidupan sehari-hari wanita dan mendorong penderita untuk
melakukan pemeriksaan atau konsultasi ke dokter, puskesmas atau datang
ke bidan (Manuaba, 1998). Sedangkan Kasdu (2005) menggambarkan
gejala dysmenorrhea yang dirasakan wanita yaitu nyeri yang dirasakan
sebagai kram yang hilang-timbul.
Oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di
perut bawah sebelum dan selama haid dan sering kali rasa mual maka
istilah dysmenorrhea hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya,
sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan
atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari
(Wiknjosastro, 1999).
b. Etiologi Dysmenorrhea
Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab
dysmenorrhea primer, tapi patologisnya belum jelas dimengerti. Menurut
Wiknjosastro (1999), ada beberapa faktor yang memegang peranan
sebagai penyebab dysmenorrhea primer, antara lain :
Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil,
apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang
proses haid, mudah timbul dysmenorrhea.
2. Faktor konstitusi
Faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor tersebut di
atas, dan juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri.
Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat
mempengaruhi timbulnya dysmenorrhea.
3. Faktor obstruksi kanalis servikalis
Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan
terjadinya dysmenorrhea primer ialah stenosis kanalis servikalis.
Pada wanita dengan uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi
stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sering tidak dianggap
sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dysmenorrhea.
Banyak wanita menderita dysmenorrhea tanpa stenosis servikalis
dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi. Sebaliknya, terdapat
banyak wanita tanpa keluhan dysmenorrhea. Walaupun ada
stenosis servikalis dan uterus terletak dalam hiperantefleksi atau
hiperretrofleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip
endometrium dapat menyebabkan dysmenorrhea karena otot-otot
uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan
4. Faktor endokrin
Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi
pada dysmenorrhea primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang
berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal
tonus dan kontraktilitas uterus, sedangkanhormon progesteron
menghambat atau mencegahnya. Tetapi, teori ini tidak dapat
menerangkan fakta mengapa tidak timbul rasa nyeri pada
perdarahan disfungsional anovulatoar, yang biasanya bersamaan
dengan kadar estrogen yang berlebihan tanpa adanya progesteron.
Penjelasan lain diberikan oleh Clitheroe dan Pickles.
Mereka menyatakan bahwa karena endometrium dalam fase sekresi
memproduksi Prostaglandin F2 yang menyebabkan kontraksi
otot-otot polos. Jika jumlan Prostaglandin yang berlebihan dilepaskan
ke dalam peredaran darah, maka selain dysmenorrhea, dijumpai
pula efek umum, seperti diare, nausea, muntah, dan flushing.
5. Faktor alergi
Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya
asosiasi antara dysmenorrhea dengan urtikaria, migraine atau asma
bronchial. Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid.
Penelitian dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa
peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting dalam
Satu jenis dysmenorrhea yang jarang terdapat ialah yang
pada waktu haid tidak mengeluarkan endometrium dalam
fragmen-fragmen kecil, melainkan dalam keseluruhannya. Pengeluaran
tersebut disertai dengan rasa nyeri kejang yang keras.
Dysmenorrhea demikian ini dinamakan dysmenorrhea
membranasea.
Keterangan yang lazim diberikan ialah bahwa korpus
luteum mengeluarkan progesteron yang berlebihan, yang
menyebabkan endometrium menjadi desidua yang tebal dan
kompak decidual cast sehingga sukar dihancurkan.
c. Klasifikasi Dysmenorrhea
Dikenal dua bentuk dysmenorrhea, yaitu :
1. Dysmenorrhea primer
Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai
tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Dysmenorrhea
primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah
12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan
pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang
tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama
sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan
berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus
berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat
menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa
nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare,
iritabilitas, dan sebagainya (Wiknjosastro, 1999).
Dysmenorrhea ini membaik jika wanita hamil dan
melahirkan per vaginam, karena kehamilan mengurangi
ujung-ujung saraf uterus dan dapat mengurangi nyeri. Kondisi ini
cenderung diturunkan dalam keluarga dan dikaitkan dengan
menarche dini disertai durasi haid yang lebih panjang dan
merokok. Kondisi ini dimulai 6-12 bulan setelah menarche dengan
awitan ovulasi. Kram di abdomen bawah (dapat menjalar ke paha),
nyeri punggung, sakit kepala, keletihan, mual, muntah, diare, dan
sinkop disebabkan oleh kelebihan prostaglandin. Sindrom ini dapat
dimulai 2 hari sebelum awitan haid dan hilang dalam 2-4 hari atau
menjelang akhir haid (Sinclair, 2009).
2. Dysmenorrhea sekunder
Dysmenorrhea sekunder dikaitkan dengan patologis pelvis
dan lebih sering dialami wanita berusia di atas 20 tahun. Etiologi
yang mungkin antara lain : adenomiosis, leiomiomata, polip
endometrium, malformasi congenital, stenosis servikal,
endometriosis, sindrom kongesti pelvis, kista/tumor ovarium,
sindrom Asherman (perlekatan intrauterus), prolaps uterus. Nyeri
nyeri pada dysmenorrhea primer. Dysmenorrhea ini dapat
dikaitkan dengan nyeri pelvis kronis dan dapat terjadi pada saat
ovulasi atau senggama, juga meningkat seiring pertambahan usia
(Sinclair, 2009).
d. Gejala Klinis Dysmenorrhea
Menurut Manuaba (1998), Gejala klinis dysmenorrhea adalah :
1. Nyeri abdomen bagian bawah
2. Menjalar ke daerah pinggang dan paha
3. Disertai keluhan mual dan muntah, sakit kepala, diare, mudah
tersinggung.
e. Karakteristik dysmenorrhea
Karakteristik Gejala dysmenorrhea berdasarkan derajat nyerinya menurut
Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Dysmenorrhea ringan
Dysmenorrhea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan
waktu menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa
pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak
mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap
2. Dysmenorrhea sedang
Dysmenorrhea yang bersifat sedang jika perempuan
tersebut merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2
hari, menyebar di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan
memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah
mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu
aktivitas hidup sehari-hari.
3. Dysmenorrhea berat
Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian
bawah pada saat menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian
tubuh lain juga disertai pusing, sakit kepala bahkan muntah dan
diare. Dysmenorrhea berat memerlukan istirahat sedemikian lama
yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau
lebih, dan memerlukan pengobatan dysmenorrhea.
f. Penatalaksaan dysmenorrhea
1. Nasehati wanita untuk melakukan perubahan gaya hidup :
a) Latihan akan mengurangi kadar prostaglandin, melepaskan
endorphin, dan memintas darah menjauhi uterus.
b) Aktivitas seksual dapat memperbaiki gejala dengan
menyebabkan vasodilatsi arteri dan uterus.
c) Kompres panas meningkatkan aliran darah dan mengurangi
d) Kurangi retensi air dengan mengurangi konsumsi garam,
menggunakan diuretic alami (termasuk kopi).
e) Vitamin E menghambat prostaglandin dan mengurangi
spasme pada arteri.
2. Intervensi farmakologis meliput i :
a) Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) menghambat
sintesis prostaglandin dan memperbaiki gejala pada 80%
kasus.
b) Kontrasepsi oral menekan ovulasi, mengurangi
pertumbuhan endometrium, dan mengurangi kadar
prostaglandin.
c) Antagonis kalsium, seperti verapamil, dan nifedipin, dapat
menurunkan aktivitas dan kontraktilitas uterus.
3. Transcutaneus elektrikal nerve stimulation (TENS) dapat
digunakan, dan bedah interupsi lintasan neural dapat dilakukan.
4. Tindakan alternative :
a) Banyak ahli homeopati merekomendasi obat-obatan untuk
dysmenorrhea.
b) Akupunktur bermanfaat untuk mengobati dymenorrhea
primer.
c) Herbal black cohash merupakan anyispasmodik yang
meningkatkan kesehatan menstruasi, mengurangi iritasi dan
antispasmodic dengan komponen steroid yang diindikasi
untuk nyeri krena stagnasi darah atau spasme serviks (nyeri
muncul mendahului perdarahan). Chamomile adalah
antispasmodic yang meredakan kram. Cramp bark
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stres
dan koping remaja dalam menghadapi dysmenorrhea. Stres merupakan kondisi di
mana adanya respon tubuh terhadap perubahan untuk mencapai keadaan normal.
Dysmenorrhea didefenisikan sebagai nyeri saat menstruasi yang terjadi pada
perut bagian bawah yang terasa seperti kram yang dimulai saat menstruasi datang.
Dalam penelitian, dysmenorrhea akan menimbulkan stres sehingga akan
menimbulkan koping yang berbeda-beda dari individu. Koping adalah mekanisme
untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima akibat adanya
dysmenorrhea.
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Tidak menghubungkan antar variabel
Skema 1. Kerangka penelitian karakteristik gejala dysmenorrhea, stres dan
koping individu dalam menghadapi dysmenorrhea. Tahapan stres :
- Tahap pertama - Tahap kedua - Tahap ketiga - Tahap keempat - Tahap kelima - Tahap keenam Dysmenorrhea:
- Ringan - Sedang - Berat
3.2 Defenisi Operasional
Table 2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1.
2.
Stres
Koping
kondisi yang menunjukkan tahapan respons tubuh siswi di SMP Negeri 35 Medan terhadap dysmenorrhea untuk mencapai keadaan normal, yang terbagi menjadi 6 tahap stress.
Upaya untuk mengatasi perubahan akibat dysmenorrhea
Kuesioner
dengan 24 pernyataan.
Kuesioner
dengan 8 pertanyaan.
- 1 = stres tahap pertama
- 2 = stres tahap kedua
- 3 = stres tahap ketiga
- 4 = stres tahap keempat
- 5 = stres tahap kelima
- 6 = stres tahap keenam
- 0-4 = koping negatif
- 5-8 = koping positif
Ordinal
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang
bertujuan untuk mengetahui stres dan koping remaja dalam menghadapi
dysmenorrhea.
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek yang memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan dalam membuat suatu penelitian (Nursalam, 2009). Populasi
dalam penelitian ini adalah siswi SMP Negeri 35 Medan kelas IX yang
mengalami dysmenorrhea yang masih mengikuti pelajaran pada tahun 2010
dengan jumlah populasi sebanyak 73 orang.
4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah
proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada
(Nursalam, 2009). Menurut Arikunto (2006) jika jumlah populasi kurang dari
100, maka diambil semua populasi untuk dijadikan sampel penelitian (total
sampling). Karena populasi penelitian ini <100 maka jumlah sampel 73
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dengan menggunakan teknik random sampling, dari 29 SMP di
Kecamatan Medan Tembung, tempat penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 35
Medan. Alasan peneliti memilih SMP Negeri 35 Medan bahwa populasi yang
dipilih sudah mewakili tujuan penelitian, dan hasil penelitian tersebut bisa
bermanfaat bagi SMP tersebut dalam proses belajar-mengajar. Penelitian ini telah
dilaksanakan selama bulan Oktober-November 2011.
4.4 Pertimbangan Etik
Untuk menjaga kerahasian responden peneliti tidak mencatumkan nama
responden pada lembar penggumpulan data yang diisi oleh peneliti. Lembar
tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasian informasi yang diberikan
responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2009). Etika penelitian sangat penting
dalam pelaksanaan penelitian ini karena objek penelitian ini adalah manusia.
Pertimbangan etik pada penelitian ini meliputi hal-hal berikut : Adanya
penjelasaan dari penelitian kepada objek penelitian tentang tujuan penelitian yang
dilaksanakan, penelitian yang dilaksanakan tidak menimbulkan resiko apapun
bagi objek penelitian, adanya persetujuan suka rela dari objek penelitan yang
dibuktikan dengan formulir persetujuan yang ditandatangani oleh objek penelitian,
peneliti melindungi hak privasi dan martabat objek penelitian, dimana penelitian
tidak merendahkan diri objek peneliti serta catatan yang didapatkan dijamin
objek penelitian tidak dipublikasikan saat pengumpulan data dan pembahasan
hasil penelitian.
4.5 Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas 4.5.1 Intrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk
kuesioner yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuesioner ini terdiri
dari tiga bagian, yaitu kuesioner karakteristik calon responden/subjek yang
berisi identitas calon responden dan karakteristik gejala dysmenorrhea,
kuesioner tentang stres, dan kuesioner mengenai koping.
a. Kuesioner Karakteristik Responden/Subjek
Kuesioner data demografi meliputi: data karakteristik
responden (usia, agama, suku), dan data obstetri responden (usia
menarche, lama pendarahan menstruasi, sifat nyeri haid yang
dirasakan). Data demografi responden bertujuan untuk mengetahui
karakteristik calon responden dan mendeskripsikan distribusi frekuensi
dan persentase demografi terhadap gejala dysmenorrhea.
b. Kuesioner Stres
Kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkatan
stres siswi. Kuesioner ini terdiri dari 24 pernyataan, serta cara pengisian
c. kuesioner Koping
kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi koping siswi
dalam menghadapi dysmenorrhea. Kuesioner ini terdiri dari 8
pertanyaan yang berbentuk skala dikotomy dengan cara pengisian
dengan cheklist (√) pada jawaban yang tersedia.
4.5.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti
prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2009). Pada
penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas isi, dimana
instrument penelitian ini berdasarkan pada tinjauan pustaka. Dan telah
dikonsultasikan kepada dosen Keperawatan Maternitas dan dosen
Keperawatan Jiwa yang memiliki keahlian atau kompetensi sesuai dengan
topik penelitian ini.
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila
fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang
berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama memegang
peranan penting dalam waktu yang bersamaan (Nursalam, 2009).
Kuesioner penelitian ini akan diuji dengan reliabilitas internal yang
diperoleh dengan cara menganalisa data dari satu kali pengetesan (Arikunto,
2006). Pada penelitian ini pengujian reliabilitas yaitu digunakan untuk
menggunakan rumus K-R 21 karena instrument terdiri dari 24 pertanyaan
atau dengan jumlah butir pertanyaan genap untuk pernyataan tentang stres
dan untuk pernyataan tentang koping terdiri dari 8 pertanyaan (Arikunto,
2006). Instrumen dikatakan reliabel bila bernilai 0,632 (Arikunto, 2006).
Hasil uji reliabilitas dilakukan sebelum pengambilan data, setelah uji
validitas. Uji reliabilitas ini dilakukan kepada responden yang memenuhi
kriteria seperti responden yang sebenarnya sebanyak 20 orang, agar hasil
distribusi skor (nilai) mendekati kurva normal (Notoatmodjo, 2010). Dan uji
reliabilitas dilakukan di SMP Kartika I-II kecamatam Medan Helvetia dengan
alasan bahwa di kecamatan Medan Helvetia memiliki jumlah remaja
terbanyak kedua sekota Medan. Dan didapat hasil uji reliabilitas instrumen
stress yaitu 0.68. Hasil uji reliabilitas instrumen koping yaitu 0,79.
4.6 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mengikuti langkah-langkah
pengumpulan data yaitu: pertama mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) dan
mengirimkan izin tersebut ke institusi tempat penelitian. Setelah mendapatkan izin
dari institusi tempat penelitian, pengumpulan data dilaksanakan. Peneliti
menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya.
Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan
penelitian, lalu calon responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan
(informed concent) untuk ikut serta dalam penelitian yang akan dilaksanakan.
Peneliti mengambil data dari responden dengan cara memberikan kuesioner
kepada responden. Responden juga diberi kesempatan untuk bertanya tentang
pertanyaan yang tidak dipahami. Setelah responden selesai mengisi kuesioner,
peneliti kemudian memeriksa kelengkapan data, dan ada data yang kurang
lengkap dapat segera dilengkapi. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisa.
4.7Analisa Data
Setelah data terkumpul kemudian analisa data dilakukan melalui tahapan
editing untuk mengecek dan memastikan bahwa kuesioner telah diisi oleh
responden sesuai dengan petunjuk. Kemudian dilanjutkan dengan koding dan
memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah dalam
menganalisa data. Selanjutnya peneliti memasukan data ke dalam komputer dan
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi.
Untuk menganalisa karakteristik responden, dianalisa dengan
menggunakan skala nominal dan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.
Sedangkan data mengenai stres siswi dikategorikan atas 6 kelas interval dan
koping siswi dikategorikan 2 kelas interval. Untuk menilai data tentang stres siswi
dalam menghadapi dysmenorrhea yaitu :
- Stres tahap pertama : jika terdapat salah satu tanda pada tahap pertama
- Stres tahap kedua : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap kedua,
tanpa ada tanda pada tahap tahap selanjutnya dan dengan atau tanpa
tanda pada tahap satu.
- Stres tahap ketiga : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap ketiga,
tanpa ada tanda pada tahap selanjutnya dan dengan atau tanpa tanda pada
tahap satu dan dua.
- Stres tahap keempat : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap
keempat, tanpa ada tanda pada tahap selanjutnya dan dengan atau tanpa
tanda pada tahap satu, dua dan tiga.
- Stres tahap kelima : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap kelima,
tanpa ada tanda pada tahap keenam dan dengan atau tanpa tanda pada
tahap satu sampai empat.
- Stres tahap keenam : jika ditemukan salah satu tanda pada tahap keenam
dengan atau tanpa ada tanda pada tahap sebelumnya.
Koping siswi dikategorikan atas 2 kelas interval. Nilai terendah yang
mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 8. Berdasarkan rumus statistik
menurut Sudjana (1992) untuk menentukan panjang kelas dengan rumus sebagai
berikut:
Dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi 8 dikurang
koping negatif, maka diperoleh panjang kelas 4. Maka koping digolongkan
menjadi 2 kelas interval sebagai berikut:
- 0-4 = koping negatif