HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN INTENSITAS
NYERI PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH
DAN NYERI KEPALA PRIMER
T E S I S
SARI THERESIA BUKIT 087112007
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP.H. ADAM MALIK
MEDAN
HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN INTENSITAS
NYERI PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH
DAN NYERI KEPALA PRIMER
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik Spesialis Saraf Pada Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SARI THERESIA BUKIT 087112007
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP.H. ADAM MALIK
MEDAN
Judul Tesis : HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA NYERI NYERI PUNGGUNG BAWAH DAN NYERI KEPALA PRIMER
Nama Mahasiswa : Sari Theresia Bukit Nomor Induk Mahasiswa : 087112007
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Saraf
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, SpS(K) Ketua
Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS I
Tanggal lulus : 14 Juni 2011
Telah diuji pada Tanggal: 14 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
1. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K)
2. Prof. Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K)
3. Dr. Darlan Djali Chan, SpS
4. Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K)
5. Dr. Rusli Dhanu, SpS(K)
6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, SpS(K)
7. Dr. Aldy S. Rambe, SpS(K)
8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, SpS
9. Dr. Khairul P. Surbakti, SpS
10. Dr. Cut Aria Arina, SpS
11. Dr. Kiki M. Iqbal, SpS
12. Dr. Alfansuri Kadri, SpS
13. Dr. Dina Listyaningrum, SpS, Msi. Med
PERNYATAAN
HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH DAN NYERI KEPALA PRIMER
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 14 Juni 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas
segala berkah, rahmat dan kasihNya yang telah memberikan kesempatan
untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah
satu tugas akhir dalam program pendidikan spesialis di Bidang Ilmu Penyakit
Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan
penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari
semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan
dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada :
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Dr. H.
Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan
fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan
Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf
di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan
dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis
Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) (Ketua
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran USU saat penulis diterima
sebagai PPDS), yang telah menerima saya untuk menjadi peserta didik serta
memberikan bimbingan selama mengikuti Program Pendidikan Magister
Yang terhormat Ketua Departemen / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), yang telah
memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti
Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf
ini.
Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) yang
telah memberikan kesempatan serta bimbingan dan arahan dalam menjalani
Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf
ini.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) dan Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir,
Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendorong,
membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan
dan penyelesaian tesis ini.
Kepada guru-guru penulis: Prof. Dr. H. Darulkutni Nasution, Sp.S(K);
Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S; Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); Dr. Aldy S.
Rambe, Sp.S(K); Dr. Irsan NHN. Lubis, Sp.S; Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S;
Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; Dr. Iskandar Nasution, Sp.S; Dr. Cut Aria Arina,
Sp.S; Dr. Irwansyah, Sp.S; Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S; dr Alfansuri Kadri, Sp.S; dr
Dina Listyaningsum, Sp.S, M.Si. Med; dr Aida Fitri, Sp.S dan lain-lain yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi
maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP. H.
Adam Malik Medan, terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan
atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima.
Kepada Drs. Abdul Jalil A. A, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang
telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya dalam
pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan
kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat
mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.
Ucapan terima kasih penulis kepada seluruh teman sejawat peserta
PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, yang
banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui
diskusi-diskusi dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu
memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada
penulis menyelesaikan Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik
Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.
Ucapan terima kasih penulis kepada para perawat dan pegawai di
berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program
Pendidikan Magister Kedokteran Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis
dalam menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis
Ilmu Penyakit Saraf.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pasien nyeri
punggung bawah dan nyeri kepala primer yang telah bersedia berpartisipasi
secara sukarela dalam penelitian ini.
Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua yang sangat penulis
hormati dan sayangi, Hubertus Sama Bukit dan Mariati Sembiring, yang
selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa restu kepada
penulis sejak lahir hingga saat ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada yang terhormat
tante-tante saya, Roslina Sembiring; drg. Martha Sembiring, Sp. Ort; Dra.
Kristina Sembiring, dan kepada kakek saya Drs. Wara Sinuhaji beserta nek
karo Rosa Sinuhaji atas nasehat, doa, dan dorongannya selama penulis
menyelesaikan pendidikan ini.
Kepada abang dan kakak saya, Darsah Bukit, BA; Editha Hariani
Sembiring; Rahmawati Bukit; dr. Irwansyah beserta seluruh keluarga yang
senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa
dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang
Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya sebutkan
satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan
terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Tuhan melimpahkan rahmat
dan kasihnya kepada kita semua. Akhirnya penulis mengharapkan semoga
penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis
ABSTRAK
Latar Belakang: Gangguan tidur merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer. Peningkatan intensitas nyeri dapat mengakibatkan peningkatan gangguan tidur, seperti memburuknya kualitas tidur.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer.
Metode: Studi observasional dengan metode pengumpulan data secara cross sectional, di Poliklinik Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan. Setiap pasien dinilai kualitas tidurnya berdasarkan Pittsburgh Sleep Quality Index, dan intensitas nyeri berdasarkan Visual Analog Scale.
Hasil: Terdapat 23 pasien nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer, dimana persentase penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer lebih banyak pada wanita (65,2%) dibandingkan pria (34,8%). Penyebab nyeri punggung bawah yang terbanyak adalah spondylosis lumbalis (87%), sedangkan nyeri kepala primer yang terbanyak adalah chronic tension type headache (78,3%). Uji Gamma menunjukkan hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah (r= 0,906; p= 0,006) dan ditemukan hubungan yang tidak signifikan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri kepala primer (r= 0,684; p= 0,059).
Kesimpulan: Peningkatan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer dapat mengakibatkan kualitas tidur yang semakin memburuk.
ABSTRACT
Background: Sleep disturbances are the most common complaint of low back pain and primary headache patients. Increasing of pain intensity could have impact on increasing sleep disturbances, such as poor quality of sleep.
Objective: To find out the correlation between quality of sleep and pain intensity in low back pain and primary headache patients.
Methods: This cross sectional study observed patients at Polyclinic of Neurology RSUP H. Adam Malik Medan. Sleep quality of every patient was assessed using Pittsburgh Sleep Quality Index, and pain intensity using Visual Analog Scale.
Results: There were 23 patients who suffered from low back pain and primary headache, where the percentage of low back pain and primary headache mostly found in women (65,2%) than in men (34,8%). The most common etiology of low back pain were spondylosis lumbalis (87%), while in primary headache were chronic tension type headache. Gamma test showed significant between quality of sleep and pain intensity in low back pain (r= 0,906; p= 0,006) and non-significant between quality of sleep and pain intensity in primary headache patients (r= 0,684; p= 0,059).
Conclusions: Increasing pain intensity in low back pain and primary headache patients had an impact on the worsening of sleep quality.
DAFTARISI
HALAMAN
Lembar Pengesahan Tesis ... ii
Ucapan Terima Kasih ... v
Abstrak... ix
Abstract... x
Daftar Isi ... xi
Daftar Singkatan ... xiv
Daftar Gambar ... xv
Daftar Tabel ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN... 1
I.1. Latar Belakang ... 1
I.2. Perumusan Masalah... 5
1.3. Tujuan Penelitian... 5
1.4. Hipotesis... 6
1.5. Manfaat Penelitian... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
II.1. Nyeri Punggung Bawah... 7
II.2.4. Klasifikasi Nyeri Kepala Primer ... 13
II.2.5. Patofisiologi Nyeri Kepala Primer... 14
II.3. Tidur ... 17
II.4. Tidur dan Nyeri Punggung Bawah... 22
II.5. Tidur dan Nyeri Kepala Primer ... 24
II.6. Kerangka Teori... 26
II.7. Kerangka Konsepsional ... 27
BAB III. METODE PENELITIAN... 28
III.1. Tempat dan Waktu ... 28
III.2. Subjek Penelitian... 28
III.2.1. Populasi Sasaran ... 28
III.2.3. Besar Sampel ... 28
III.2.4. Kriteria Inklusi ... 29
III.2.5. Kriteria Eksklusi ... 29
III.3. Batasan Operasional ... 30
III.4. Instrumen Penelitian... 31
III.5. Rancangan Penelitian ... 34
III.6. Pelaksanaan Penelitian ... 34
III.6.1. Pengambilan Sampel ... 34
III.6.2. Kerangka Operasional ... 35
III.7. Variabel yang Diamati ... 36
III.8. Analisa Statistik ... 36
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 37
IV.1. Hasil Penelitian ... 37
IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian... 37
IV.1.1.1. Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah.. 37
IV.1.1.2. Karakteristik Penderita Nyeri Kepala Primer ... 38
IV.1.2. Penyebab Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer ... 42
IV.1.3. Intesitas nyeri pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer... 42
IV.1.3.1. Intensitas nyeri pada nyeri punggung bawah... 42
IV.1.3.2. Intensitas nyeri pada nyeri kepala primer ... 44
IV.1.4. Komponen kualitas tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer ... 46
IV.1.4.1. Komponen kualitas tidur pada nyeri punggung bawah... 46
IV.1.4.2. Komponen kualitas tidur pada nyeri kepala primer ... 49
IV.1.5. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri pada Penderita Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer ... 52
IV.1.5.1. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Punggung Bawah ... 52
IV.1.5.2. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Kepala Primer ... 53
IV.2. Pembahasan... 54
IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian... 55
IV.2.1.1. Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah.. 55
IV.2.1.2. Karakteristik Penderita Nyeri Kepala Primer ... 56
IV.2.2. Penyebab Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer ... 58
IV.2.3. Intesitas nyeri pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer... 58
IV.2.3.1. Intensitas nyeri pada nyeri punggung bawah... 58
IV.2.3.2. Intensitas nyeri pada nyeri kepala primer ... 59
IV.2.4.2. Komponen kualitas tidur pada nyeri
kepala primer ... 61
IV.2.5. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri pada Penderita Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer ... 62
IV.2.5.1. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Punggung Bawah ... 62
IV.2.4.2. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Kepala Primer ... 63
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
V.1. Kesimpulan ... 66
V.2. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA... 69
LAMPIRAN
1. Lembar Penjelasan Kepada Pasien
2. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian
3. Persetujuan Komite Etik
4. Lembar Pengumpulan Data Penelitian
5. Pittsburgh Sleep Quality Index 6. Visual Analog Scale
7. Karakteristik Data Pasien Nyeri Punggung Bawah
8. Karakteristik Data Pasien Nyeri Kepala Primer
DAFTAR SINGKATAN
5-HT : 5 Hydroxytripthane
Ach : Acetylcholine
CGRP : Calcitonin Gene Related Peptide
CTTH : Chronic Tension Type Headache
EEG : Electroencephalography
ETTH : Episodic Tension Type Headache
GABA : Gamma-aminobutyric acid
Gal : Galanin
His : Histamine
HNP : Hernia Nucleus Pulposus
IHS : International Headache Society
LC : Locus Ceruleus
LDT : Laterodorsal Tegmental Nuclei
LHA : Lateral Hypothalamic Area
MAPK : Mitogen-Activated Protein Kinase
NA : Noradrenalin
NHIS : National Health Interview Survey
NPB : Nyeri Punggung Bawah
NREM : Non Rapid Eye Movement
PPT : Pedunculopontine Tegmental
PSQI : Pittsburg Sleep Quality Index
PT : Perguruan Tinggi
REM : Rapid Eye Movement
SCN : Suprachiasmatic Nucleus
SD : Sekolah Dasar
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SSP : Susunan Saraf Pusat
IL-1 : Interleukin-1
SUNCT : Short-lasting unilateral neuralgiform headache with
conjuctival injection and tearing
SWS : Slow Wave Sleep
TMN : Tuberomammilary Nucleus
TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α
VAS : Visual Analog Scale
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Regulasi CGRP pada trigeminal ganglia neuron 15
Gambar 2. Sistem ascending arousal mengirimkan sinyal dari batang
otak dan hipothalamus posterior menuju seluruh forebrain
21
Gambar 3. Diagram batang jenis kelamin penderita nyeri punggung
bawah dan nyeri kepala primer
40
Gambar 4. Diagram batang pendidikan penderita nyeri punggung
bawah dan nyeri kepala primer
40
Gambar 5. Diagram batang pekerjaan penderita nyeri punggung
bawah dan nyeri kepala primer
41
Gambar 6. Diagram batang intensitas nyeri penderita nyeri punggung
bawah dan nyeri kepala primer
41
Gambar 7. Diagram batang intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung
bawah
44
Gambar 8. Diagram batang intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala
primer
45
Gambar 9. Diagram batang gangguan tidur pada nyeri punggung
bawah
47
Gambar 10. Diagram batang durasi tidur pada nyeri punggung bawah 48
Gambar 11. Diagram batang latensi tidur pada nyeri punggung bawah 48
Gambar 12. Diagram batang gangguan tidur pada nyeri kepala primer 50
Gambar 13. Diagram batang durasi tidur pada nyeri kepala primer 51
Gambar 14. Diagram batang latensi tidur pada nyeri kepala primer 51
Gambar 15. Grafik Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri pada Penderita Nyeri Punggung Bawah
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah 9
Tabel 2. Etiologi Nyeri Punggung Bawah 10
Tabel 3. Kebutuhan tidur, Lama Tidur dan Stadium Tidur dengan Usia 19
Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian 39
Tabel 5. Penyebab Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer 42
Tabel 6. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah 43
Tabel 7. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer 45
Tabel 8. Komponen kualitas tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah 47
Tabel 9. Komponen kualitas tidur (PSQI) pada nyeri kepala primer 50
Tabel 10. Hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada
penderita nyeri punggung bawah
52
Tabel 11. Hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada
penderita nyeri kepala primer
ABSTRAK
Latar Belakang: Gangguan tidur merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer. Peningkatan intensitas nyeri dapat mengakibatkan peningkatan gangguan tidur, seperti memburuknya kualitas tidur.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer.
Metode: Studi observasional dengan metode pengumpulan data secara cross sectional, di Poliklinik Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan. Setiap pasien dinilai kualitas tidurnya berdasarkan Pittsburgh Sleep Quality Index, dan intensitas nyeri berdasarkan Visual Analog Scale.
Hasil: Terdapat 23 pasien nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer, dimana persentase penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer lebih banyak pada wanita (65,2%) dibandingkan pria (34,8%). Penyebab nyeri punggung bawah yang terbanyak adalah spondylosis lumbalis (87%), sedangkan nyeri kepala primer yang terbanyak adalah chronic tension type headache (78,3%). Uji Gamma menunjukkan hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah (r= 0,906; p= 0,006) dan ditemukan hubungan yang tidak signifikan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri kepala primer (r= 0,684; p= 0,059).
Kesimpulan: Peningkatan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer dapat mengakibatkan kualitas tidur yang semakin memburuk.
ABSTRACT
Background: Sleep disturbances are the most common complaint of low back pain and primary headache patients. Increasing of pain intensity could have impact on increasing sleep disturbances, such as poor quality of sleep.
Objective: To find out the correlation between quality of sleep and pain intensity in low back pain and primary headache patients.
Methods: This cross sectional study observed patients at Polyclinic of Neurology RSUP H. Adam Malik Medan. Sleep quality of every patient was assessed using Pittsburgh Sleep Quality Index, and pain intensity using Visual Analog Scale.
Results: There were 23 patients who suffered from low back pain and primary headache, where the percentage of low back pain and primary headache mostly found in women (65,2%) than in men (34,8%). The most common etiology of low back pain were spondylosis lumbalis (87%), while in primary headache were chronic tension type headache. Gamma test showed significant between quality of sleep and pain intensity in low back pain (r= 0,906; p= 0,006) and non-significant between quality of sleep and pain intensity in primary headache patients (r= 0,684; p= 0,059).
Conclusions: Increasing pain intensity in low back pain and primary headache patients had an impact on the worsening of sleep quality.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang
atau low back pain merupakan keluhan yang sering dijumpai. Hampir 80%
penduduk di negara-negara industri pernah mengalami nyeri punggung
bawah (Sadeli dkk, 2001).
Penelitian cross-sectional pada 268 pasien yang berusia 18 tahun atau
lebih, yang dilakukan selama 6 bulan memperlihatkan hasil bahwa gangguan
tidur adalah hal yang umum ditemukan pada pasien-pasien yang dirawat
pada klinik rehabilitasi dengan diagnosis nyeri punggung bawah kronik. Lebih
jauh terdapat hubungan langsung antara intensitas nyeri dan derajat
gangguan tidur, yang bermanifestasi terutama pada penurunan kualitas tidur
(Marin dkk, 2006).
Studi kohort yang dilakukan pada tahun 1973-2000 diperoleh hasil
bahwa gangguan tidur sering dihubungkan dengan peningkatan probabilitas
rawatan inap di rumah sakit yang diakibatkan oleh nyeri punggung bawah
(Kangas dkk, 2006).
Penelitian kasus-kontrol yang meneliti kualitas tidur pada 101 pasien
dengan nyeri punggung bawah kronik memperlihatkan hubungan antara
intensitas nyeri punggung bawah kronik pada kehidupan sehari-hari dengan
beratnya gejala gangguan tidur ( Marty dkk, 2008).
Studi yang dilakukan pada 15 penderita nyeri punggung bawah kronik
nyeri punggung bawah kronik mengalami kualitas tidur yang buruk,
dibandingkan dengan kelompok kontrol dilaporkan hanya 7%yang
mengalami kualitas tidur yang buruk (Donoghue dkk, 2009).
Penelitian yang dilakukan pada 70 penderita nyeri punggung bawah
kronik menemukan sebanyak 53% dari penderita nyeri punggung bawah
kronik menderita insomnia dan mencari pengobatan pada klinik-klinik nyeri
(Tang dkk, 2007)
Gangguan tidur diketahui meningkat kejadiannya pada kepustakaan
sebagai gejala-gejala yang penting secara klinis pada penderita nyeri
punggung bawah kronik. Ditemukan adanya peningkatan gangguan tidur
sebesar 55% pada penderita nyeri punggung bawah kronik (Hurley dkk,
2010).
Nyeri kepala adalah suatu istilah sinonim yang paling tepat bagi istilah
kedokteran sefalgia, dimana pada orang awam sering disebut sebagai istilah
sakit kepala, pening dan lain-lainnya (Sjahrir, 2008).
Nyeri kepala menduduki komposisi jumlah pasien terbanyak yang
berobat jalan ke dokter saraf, ini dapat dibuktikan dari hasil pengamatan
insidensi jenis penyakit dari praktek klinik di Medan selama tahun 2003
didapati jumlah penderita sefalgia sebanyak 42% (Sjahrir, 2004).
Nyeri kepala merupakan nyeri yang paling sering dilaporkan pada
orang dewasa dan anak-anak. Menurut data yang didapat baru-baru ini dari
the National Health Interview Survey (NHIS) lebih dari 3,7 juta anak-anak dan
remaja yang berusia 4-17 tahun di Amerika menderita nyeri kepala yang
primer. Disimpulkan bahwa peningkatan frekuensi dan intensitas nyeri kepala
dapat mengakibatkan peningkatan kejadian gangguan tidur termasuk
mengalami mimpi buruk, kesulitan untuk memulai tidur, terjaga sepanjang
malam, dan kualitas tidur yang buruk (Gilman dkk, 2007).
Ditemukan bahwa frekuensi nyeri kepala, intensitas nyeri kepala, dan
onset nyeri kepala memiliki hubungan yang signifikan dengan kebiasaan tidur
yang spesifik seperti mimpi buruk, kesulitan untuk memulai tidur dan kualitas
tidur yang buruk (Gilman dkk, 2007).
Penelitian Kelman dkk (2005) pada 1283 penderita migren ditemukan
bahwa gangguan tidur sering ditemukan pada pasien-pasien migren. Lebih
dari setengah penderita migren melaporkan mereka kadang-kadang kesulitan
untuk memulai dan mempertahankan tidur dan lebih dari sepertiga pasien
migren melaporkan kesulitan ini lebih sering dialaminya.
Miller dkk (2003) melakukan penelitian terhadap 118 anak-anak yang
berusia 2-12 tahun yang menderita migren menemukan bahwa penderita
migren mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap gangguan tidur.
Frekuensi, durasi,dan intensitas nyeri pada penderita migren memiliki
hubungan yang signifikan dengan gangguan tidur yang spesifik, seperti durasi
tidur yang semakin pendek, somnabulisme, bruxisme dan kesulitan untuk
memulai tidur.
Boardman dkk (2005) menemukan bahwa masalah tidur berkaitan
dengan semua jenis nyeri kepala dan meningkatnya masalah gangguan tidur
berhubungan dengan meningkatnya frekuensi dan beratnya nyeri kepala.
Penelitian yang dilakukan pada 1073 anak-anak dan remaja yang
antara nyeri kepala dan gangguan tidur, dimana penderita migren
memperlihatkan kualitas tidur yang buruk, dan keadaan mengantuk yang
berkepanjangan (Bruni dkk, 2008).
Carotenuto dkk (2005) melakukan penelitian nyeri kepala pada 170
anak-anak yang berusia antara 5-10 tahun, menemukan bahwa anak-anak
yang menderita migren mengalami gangguan tidur pada semua domain,
termasuk kesulitan untuk tertidur, durasi tidur yang makin pendek, rasa
mengantuk yang berkepanjangan dan gangguan tidur lainnya.
Kelman dan Rains (2005) melakukan investigasi pada 1283 penderita
migren dan dilakukan pemeriksaan fisik dan wawancara yang mengukur pola
tidur dimana pada penelitian ini menemukan bahwa keluhan tidur adalah hal
yang umum terjadi pada penderita migren. Lebih dari setengah penderita
migren dilaporkan kadang-kadang mengalami kesulitan memulai dan
mempertahankan tidur dan lebih sepertiga penderita migren melaporkan hal
ini sering dialaminya. Banyak dari penderita ini melaporkan pola tidur yang
semakin pendek, sama seperti yang dialami oleh pasien-pasien insomnia,
dengan 38% dari penderita migren mengalami tidur rata-rata 6 jam tiap
malam.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian –penelitian terdahulu seperti
yang telah diuraikan di atas dirumuskanlah masalah sebagai berikut :
Apakah ada hubungan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri
I.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
I.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri
pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri
pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer di
RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik penderita nyeri
punggung bawah di RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik penderita nyeri
kepala primer di RSUP H. Adam Malik Medan.
I.4. Hipotesis
1. Ada hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita
nyeri punggung bawah.
2. Ada hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita
I.5. Manfaat Penelitian
1. Dengan mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri
pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer dapat
diupayakan penatalaksanaan nyeri yang tepat.
2. Dengan mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri
pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer dapat
memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang ilmu penyakit saraf, yaitu dengan memberi penyuluhan bagi penderita
nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer sehingga dapat mengurangi
angka kejadian gangguan tidur.
3. Dengan mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri
pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer diharapkan
dapat menjadi acuan bagi pihak tenaga medis, baik dokter maupun perawat
sebagai strategi pencegahan kejadian gangguan tidur pada penderita nyeri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. NYERI PUNGGUNG BAWAH II.1.1. Definisi
Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah
punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau
keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong
bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan
penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah
punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang
berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain)
(Sadeli dkk, 2001).
Nyeri punggung bawah umumnya dikategorikan ke dalam akut,
subakut, dan kronik. Nyeri punggung bawah akut biasanya didefenisikan
suatu periode nyeri kurang dari 6 minggu, nyeri punggung bawah subakut
adalah suatu periode nyeri antara 6-12 minggu dan nyeri punggung bawah
kronik merupakan suatu periode nyeri lebih dari 12 minggu (van Tulder dkk,
II.1.2. Epidemiologi
Hampir 80% penduduk di negara-negara industri pernah mengalami
nyeri punggung bawah. Di Amerika Serikat prevalensinya dalam satu tahun
berkisar antara 15%-20% sedangkan insidensi berdasarkan kunjungan pasien
baru ke dokter adalah 14,3%. Data epidemiologik mengenai nyeri punggung
bawah di Indonesia belum ada. Diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah
berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang dan prevalensinya
pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Prevalensi ini meningkat sesuai
dengan meningkatnya usia (Sadeli dkk, 2001).
II.1.3. Faktor Resiko
Dari data epidemiologik faktor resiko untuk nyeri pinggang bawah
adalah usia/ bertambahnya usia, kebugaran yang buruk, kondisi kesehatan
yang jelek, masalah psikososial, merokok, kelebihan berat badan, serta faktor
fisik yang berhubungan dengan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi,
mengangkat, membawa beban, menarik beban dan membungkuk (Sadeli
dkk, 2001; Miranda dkk, 2008).
Tabel 1. Faktor resiko nyeri punggung bawah
Dikutip dari: Walsh, N.E. 2000. Back Pain Matters. Available from: http://www.karger.com/gazette/65/walsh/index.htm
II.1.4. Etiologi
Etiologi nyeri punggung bawah banyak dan meliputi kongenital,
metabolik, infeksi, inflamasi, neoplastik, trauma, degenereatif, toksik,
vaskular, visceral dan psikososial.
Tabel 2. Etiologi nyeri punggung bawah
Dikutip dari: Vukmir R.D. 1991. Low Back Pain: Review of Diagnosis and Therapy. Am J Emerg Med. 9:328-335.
II.1.5. Patofisiologi
Tulang belakang merupakan struktur yang kompleks, dibagi ke dalam
bagian anterior dan bagian posterior. Bentuknya terdiri dari serangkaian
badan silindris vertebra, yang terartikulasi oleh diskus intervertebral dan diikat
bersamaan oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior (Ropper A.H,
Berbagai bangunan peka nyeri terdapat di punggung bawah.
Bangunan tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus,
ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan tersebut
mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal,
termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh berbagai stimulus lokal, akan
dijawab dengan pengeluran berbagai mediator inflamasi dan substansi
lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun
alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan
perlangsungan proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk
mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat ialah spasme otot yang
membatasi pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan iskemia dan sekaligus
menyebabkan munculnya titik picu (trigger points), yang merupakan salah
satu kondisi nyeri (Meliala dkk, 2003).
II.2. NYERI KEPALA II.2.1. Definisi
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa yang tidak mengenakkan
pada daerah atas kepala memanjang dari orbita sampai ke daerah belakang
kepala (area oksipital dan sebahagian daerah tengkuk) (Sjahrir, 2004).
II.2.2. Epidemiologi
Nyeri kepala sering ditemukan dalam populasi umum, dimana lebih
dari 2/3 melaporkan nyeri kepala pada tahun sebelumnya di United Kingdom
dan kebanyakan penderita melaporkan menggunakan obat untuk menangani
Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5
rumah sakit besar di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala
sebagai berikut: Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik
Tension type Headache 31%, Chronic tension type Headache 24%, Cluster
Headache 0,5%, Mixed Headache 14% (Sjahrir, 2004).
II.2.3. Klasifikasi Nyeri Kepala
Klasifikasi nyeri kepala menurut The International Classification of
Headache Disorders, 2nd Edition, dari the International Headache Society
(2004). Berikut ini pembagian nyeri kepala sesuai kelompok terbesarnya,
yaitu:
1. Migraine
2. Tension-type headache
3. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias
4. Other primary headaches
5. Headache attributed to head and/or neck trauma
6. Headache attributed to cranial or cervical vascular disorder
7. Headache attributed to non-vascular disorder
8. Headache attributed to a substance or its withdrawal
9. Headache attributed to infection
10. Headache attributed to disorder of homeostasis
11. Headache or facial pain attributed to disorder of cranium, neck,
eyes, ears, nose, sinuses, teeth, mouth or other facial or cranial
13. Cranial neuralgias and central causes of facial pain
14. Other headache, cranial neuralgia, central or primary facial pain
II.2.4. Klasifikasi Nyeri Kepala Primer
Klasifikasi nyeri kepala primer sesuai The International Classification of
Headache Disorders, 2nd Edition adalah:
Untuk nyeri kepala primer secara garis besar klasifikasinya adalah:
1. Migren:
1.1. Migren tanpa aura
1.2. Migren dengan aura
1.3. Sindroma periodik pada anak yang sering menjadi prekursor
migren
1.4. Migren Retinal
1.5. Komplikasi migren
1.6. Probable migren
2. Tension-type Headache:
2.1. Tension-type headache episodik yang infrequent
2.2. Tension-type headache episodik yang frequent
2.3. Tension-type headache kronik
2.4. Probable tension-type headache
3. Nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik yang lainnya:
3.1. Nyeri kepala Klaster
3.2. Hemikrania paroksismal
3.3. Short-lasting unilateral neuralgiform headache with conjunctival
3.4. Probable sefalgia trigeminal otonomik
4. Nyeri kepala primer lainnya:
4.1. Primary stabbing headache
4.2. Primary cough headache
4.3. Primary exertional headache
4.4. Nyeri kepala primer sehubungan dengan aktifitas seksual
4.5. Hypnic headache
4.6. Primary thunderclap headache
4.7. Hemikrania kontinua
4.8. New daily-persistent headache
II.2.5. Patofisiologi Nyeri Kepala Primer
Bukti eksperimental substansiil menunjukkan bahwa sensitisasi sentral,
yaitu peningkatan eksibilitas neuron pada sistem saraf pusat yang dihasilkan
oleh input nosiseptif yang lama masuk dari jaringan perikranial miofasial,
memainkan suatu peran penting pada patofisiologi dari nyeri kronis dan
tension-type headache kronis (Ashina, 2004).
Pada pasien-pasien tension-type headache didapati adanya
peningkatan sensitisasi nyeri sentral pada level spinal dorsal horn/ trigeminal
nucleus yang disebabkan oleh input nosiseptif yang lama masuk dari jaringan
perikranial miofasial. Peningkatan input nosiseptif ini pada struktur
supraspinal mengakibatkan sensitisasi dari supraspinal. Hal ini menyebabkan
meningkatnya aktifitas otot-otot perikranial atau terjadi pelepasan
Gambar 1. Regulasi CGRP pada trigeminal ganglia neuron. Aktivasi nervus tigeminalis menyebabkan pelepasan dari CGRP dan neuropeptida lain yang merangsang pelepasan mediator-mediator inflamasi. Mediator-mediator
inflamasi tersebut, termasuk TNF-α, selanjutnya meningkatkan sintesa dan
pelepasan CGRP melalui MAPKs.
Dikutip dari: Sjahrir. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo.
Pada migren, aktivasi nukleus Trigeminal melepaskan Calcitonin Gene
Related Peptide (CGRP) yang menyebabkan pelepasan mediator
proinflamasi. Mediator ini meningkatkan CGRP sintese lebih lanjut dan
dilepaskan dalam waktu beberapa jam-sampai berhari sesuai dengan episode
waktu yang 4-72 jam serangan migren. Peningkatan sintesa dan pelepasan
CGRP dimediasi oleh pengaktifan dari jaras mitogen-activated protein kinase
(MAPK), yang pada gilirannya dapat diatur oleh unsur inflamasi endogen
seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan yang dipengaruhi obat seperti
sumatriptan (Durham cit Sjahrir, 2008)
Patofisiologi yang jelas dari nyeri kepala klaster masih belum jelas.
Namun dari ciri khas nyeri kepala klaster ini dapat ditarik kesimpulan.
Pertama, oleh karena nyeri kepala klaster berpusat pada mata dan kening,
Kedua, gejala otonom ipsilateral pada klaster menunjukkan aktivasi dari
sistem parasimpatik kranial (lakrimasi dan rhinorhea) dan disfungsi dari saraf
simpatik ipsilateral (ptosis dan miosis). Cavernous carotid artery dianggap
lokasi yang utama, dimana disinilah saraf trigeminal, parasimpatik, dan
simpatik berkumpul (Dodick dkk, 2000)
Pada penderita nyeri kepala tipe tegang, sensitivitas otot maupun kulit
meningkat dengan demikian hipereksitabilitas dari nosiseptor ke sentral juga
meningkat akibat menurunnya sistem inhibitorik, terutama pada penderita
kronik (Purba dkk, 2010)
II.3. Tidur II.3.1. Definisi
Tidur adalah keadaan hilangnya persepsi dan responsi yang reversibel
terhadap lingkungan luar (Dodick dkk, 2003).
II.3.2. Arsitektur Tidur
Rekaman electroencephalography (EEG) dan rekaman fisiologis
lainnya yang dilakukan sewaktu tidur mendefenisikan dua tahap tidur yang
nyata, yaitu stadium Rapid Eye Movement (REM) Sleep dan Non-Rapid Eye
Movement Sleep (NREM).
Tidur Non-REM dibagi lagi atas 4 tingkat (stadium), yaitu:
Tingkat 1: Tidur ringan
Tingkat 2: Tidur konsolidasi (consolidated sleep)
Stadium atau tingkat 1: keadaan mengantuk, tidur ringan, dapat terlihat
perlambatan reaksi terhadap rangsangan dan ketajaman intelektual menurun.
Stadium ini ditandai oleh aktivitas theta dengan amplitudo yang relatif rendah
bercampuran (intermixed) dengan episode aktivitas alpha.
Stadium 2: Pada stadium ini gerakan badan berkurang dan
ambang-bangun terhadap rangsang taktil dan bicara lebih tinggi. Stadium ini ditandai
oleh K-kompleks dan sleep-spindles.
Stadium 3 dan 4: Slow wave sleep (SWS), tidur gelombang lambat.
Stadium ini merupakan tingkat tidur yang paling dalam, ditandai oleh
imobilitas dan lebih sulit dibangunkan, dan terdapat gelombang lambat pada
rekaman EEG. Fase tidur ini sering disebut juga sebagai tidur-
gelombang-delta atau tidur-dalam. Stadium tidur-gelombang-lambat ini bervariasi
berkaitan dengan usia.
Tidur REM berasosiasi dengan bermimpi. Pada tidur REM ditandai
oleh aktivitas simpatetik yang intens dan didapatkan gambaran EEG yang
serupa dengan keadaan bangun, dengan aktivitas cepat dan amplitudo
rendah, dan gerakan bola mata serupa dengan keadaan bangun.
(Lumbantobing, S.M, 2004)
II.3.3. Siklus Tidur
Waktu tidur normal, stadium ini cenderung terjadi berurutan,
membentuk arsitektur tidur. Umumnya, dari keadaan bangun seseorang jatuh
ke tingkat 1, diikuti tingkat 2, 3 dan 4 dan tidur REM. Urutan stadium tidur,
yang berakumulasi pada tidur REM, membentuk satu ”siklus tidur”. Lama
Persentase tidur-dalam paling tinggi pada siklus tidur pertama dan kemudian
mengurang dengan berlanjutnya malam dan lamanya tidur. Rapid Eye
Movement meningkat selama sepanjang malam. Pada orang dewasa normal,
tidur malam hari terdiri atas 4-6 siklus tidur yang masing-masing siklus
berlangsung 90 menit yang terdiri atas tidur NREM dan tidur REM. (Sjahrir,
2008; Lumbantobing, 2004)
Bila dijumlahkan stadium tidur pada dewasa muda yang normal,
tingkat 1 mengambil 5% dari malam, tingkat 2: 50 %, tidur REM dan tidur
gelombang-lambat masing-masing 20-25%. (Lumbantobing, 2004)
Persentase relatif ini berubah dengan usia, demikian juga lamanya siklus.
(Dodick dkk, 2003)
II.3.4. Kebutuhan Tidur
Tiap makhluk hidup membutuhkan tidur. Dengan demikian tidur
merupakan kebutuhan hidup. Bila dilakukan deprivasi tidur secara
eksperimental pada hewan, hal ini dapat mengakibatkan kematian dalam
beberapa hari atau minggu. (Lumbantobing S.M, 2004)
Tabel 3. Kebutuhan tidur, lama tidur dan stadium tidur dengan usia
II.3.5. Gangguan Tidur
Saat ini dilaporkan berbagai jenis gangguan tidur, yaitu: insomnia,
hipersomnia, parasomnia, gangguan pada ritme (siklus) tidur-bangun
(Lumbantobing, S.M, 2004; Sadock dkk, 2007; Reite dkk, 2002)
1. Insomnia
Merupakan masalah tidur yang paling umum yang secara sederhana
didefinisikan sebagai kesulitan untuk memulai tidur (jatuh tidur), sulit
mempertahankan keadaan tidur, dan bangun terlalu pagi.
2. Hipersomnia
Merupakan suatu keadaan dimana pasien biasanya tetap mengantuk,
walaupun jumlah jam tidurnya adekuat.
3. Parasomnia
Menggambarkan keadaan-keadaan yang tidak diinginkan yang terjadi waktu
sedang tidur.
4. Gangguan siklus tidur-bangun
Gangguan siklus tidur-bangun yang disebut juga sebagai gangguan ritme
sirkadian (circadian rhtyhm) menggambarkan keadaan pasien yang pola
irama tidurnya terganggu, waktu tidur dan bangunnya tidak sebagaimana
lazimnya. Mungkin ia menjadi mengantuk dan tidur di siang hari, sedang di
malam hari ia bangun dan sulit tidur.
II.3.6. Siklus Tidur Bangun
Siklus tidur bangun pada manusia berkisar 24 jam setiap harinya.
Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa siklus tidur bangun ini diatur oleh
hipothalamus. Apabila neuron-neuron generator tidur yang terletak di area
preoptik ventrolateral diaktivasi maka neurotransmiter gamma amino butyric
acid (GABA) dan galanin akan dilepas yang berperan dalam proses tidur. Dari
berbagai neurotransmiter yang terlibat dalam SCN, melatonin mempunyai
peranan yang lebih spesifik. Melatonin berperan memodulasi aktivitas neuron
jam sirkadian dan terus menerus mengikuti irama sirkadian(Cohen cit Sjahrir,
2008; Dodick dkk, 2003)
Gambar 2. Sistem ascending arousal mengirimkan sinyal dari batang otak dan hipotalamus posterior menuju seluruh forebrain
Sistem ascending arousal memancar dari batang otak dan
hipothalamus posterior ke arah forebrain. Sel-sel saraf pada laterodorsal
tegmental nuclei (LDT) dan pedunculopontine tegmental nuclei (PPT)
membawa serabut kolinergik (acetylcholine) ke semua target di forebrain,
termasuk juga di talamus, dan kemudian mengatur aktivitas kortikal. Sel-sel
saraf pada tuberomammilary nucleus (TMN) berisi histamin, sel-sel saraf
daripada raphe nuclei berisi 5 hydroxytripthamine (5-HT) dan neuron daripada
locus ceruleus (LC) berisi noradrenalin, sedang sleep promoting neuron
daripada ventrolateral preoptic nucleus (VLPO) berisi GABA (Gamma amino
butryric acid) disebut Gaba-ergic neuron dan galanin. Nukleus-nukleus
aminergik memancar difus kearah forebrain, yang mengatur aktifitas target di
kortikal dan hipothalamus secara langsung. Sinyal dari SCN menimbulkan
bangun waspada pada siang hari dan juga menginduksi tidur pada malam
hari via proyeksi eferen ke area dorsomedial hipothalamus dan area preoptic
kemudian memancar ke area lain yang terlibat dalam regulasi tidur, seperti
area VLPO dan wake-promoting centres di batang otak dan hipothalamus
posterior. VLPO memancar ke area lainnya di hipothalamus, memodulasi
arousal area di batang otak, pons, dan hipothalamus posterior (Sjahrir, 2008;
Brennan KC dan Charles A, 2009)
II.4. Tidur dan Nyeri Punggung Bawah
Pada penderita nyeri punggung bawah ditemukan kualitas tidur yang
buruk, disertai dengan tingginya keluhan gangguan tidur dan insomnia
Nyeri punggung bawah apakah itu yang disebabkan oleh trauma,
inflamasi, tumor ataupun akibat iskemik akan mengakibatkan sekresi dari
beberapa mediator yang tujuan utamanya sebenarnya untuk
mempertahankan homeostasis fungsi susunan saraf pusat (SSP). Sitokin
merupakan salah satu mediator penting yang keluar akibat inflamasi dan
infeksi. Jika sekresi ini tidak bisa disesuaikan dengan tujuan utamanya, atau
jika tidak ada reaksi perbaikan kerusakan jaringan maka mediator yang
secara terus-menerus diproduksi dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Reaksi SSP ini akan dikoordinasikan melalui hipotalamus dimana sebagai
reaksi sitokin antara lain menyebabkan demam, menurunkan aktivitas tubuh,
dan mengganggu pola tidur (Meliala dkk, 2003).
Hubungan antara gangguan tidur dan nyeri punggung bawah
melibatkan proses inflamasi melalui kortisol dan sitokin. Gangguan tidur
dihubungkan dengan peningkatan kadar sitokin (interleukin) dan mediator
inflamasi sistemik lainnya. Keberadaan beberapa jenis sitokin telah ditemukan
pada jaringan-jaringan diskus intervertebral dari pasien-pasien yang
menderita herniasi diskus. Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor alpha
(TNF-α) kelihatannya mempunyai peranan pada proses pengaturan fisiologis
II.5. Tidur dan Nyeri Kepala Primer
Nyeri kepala primer, terutama migren dan nyeri kepala klaster,
dikarakteristikkan oleh hubungan yang kuat dengan siklus tidur-bangun dan
irama sirkadian. (Dodick dkk, 2003)
Beberapa nyeri kepala primer seperti migren dan nyeri kepala klaster,
dipengaruhi oleh tingkat tidur, yang menandakan bahwa hypothalamus,
khususnya Suprachiasmatic Nucleus (SCN) mempunyai peran yang penting
pada patogenesa antara nyeri kepala dan tidur. Terdapat bukti yang jelas
mengenai keterlibatan hipothalamus pada patofisiologi beberapa nyeri kepala
primer. Hasil dari studi neuroendokrin telah melaporkan perubahan kadar
melatonin pada migren dan nyeri kepala klaster. Sebagai tambahan,
noradrenergic locus ceruleus dan serotonergic dorsal raphe secara anatomis
mempunyai peranan pada kontrol siklus tidur-bangun dan juga pada modulasi
nyeri. Terutama, sistem serotonergik, terlibat pada regulasi tidur dan modulasi
nyeri, mempunyai peranan yang penting pada hubungan antara nyeri kepala
dan tidur. Serotonin terlibat pada regulasi tidur dan terdapat beberapa data
yang menunjukkan hubungannya dengan kejadian migren. (Alberti A, 2006;
Rains dkk, 2008)
Nyeri kepala dan gangguan tidur, keduanya dipicu oleh perubahan
neurotransmitter dan gangguan pada irama sirkadian. Kadar serotonin telah
terbukti mempunyai pengaruh pada tidur REM dan migren. Gangguan siklus
antara REM dan non-REM melalui ketidakseimbangan kadar serotonin dapat
mengakibatkan gangguan tidur. Dimana, penurunan kadar serotonin dapat
memicu migren dan gangguan tidur dengan mempengaruhi tidur REM (Luc
Melatonin terlibat pada proses migren dan nyeri kepala primer lainnya.
Melatonin berperan sebagai penghambat GABA. Berkurangnya konsentrasi
melatonin dapat mengakibatkan penurunan ambang nyeri kepala yang secara
normal diinhibisi oleh transmisi GABA (Dodick dkk, 2003). Melatonin
diproduksi oleh glandula pineal terutama pada malam hari ke cairan
serebrospinal dan sirkulasi darah. Pelepasan melatonin secara irama
sirkadian dikontrol oleh SCN yang dibantu oleh sinap noradrenergik ganglion
servikalis superior terhadap glandula pineal. Dengan demikian melatonin
berperan memodulasi aktivitas neuron jam sirkadian dan terus menerus
mengikuti irama sirkadian. Dengan demikian setiap perubahan aktifitas pusat
hypothalamic sleep and wake-regulating centers mempunyai peran dalam
II.6. KERANGKA TEORI
Meliala dkk, 2003: nyeri punggung bawah akibat trauma, inflamasi, tumor atau iskemik
kerusakan jaringan Sjahrir, 2008: Siklus tidur-bangun SCN hipothalamus
Rains dkk, 2008: hypothalamus siklus tidur dan modulasi nyeri gangguan regulasi siklus tidur dan tidur REM migren dan nyeri kepala tension.
Kangas dkk, 2006: Reaksi sitokin kordinasi hypothalamus
Brennan dkk, 2009: Serotonin
ggn ambang nyeri. Melatonin dikontrol oleh SCN modulasi aktivitas neuron jam
II.7. KERANGKA KONSEPSIONAL
INTENSITAS NYERI
PUNGGUNG
BAWAH
INTENSITAS NYERI
KEPALA PRIMER
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU/RSUP H.Adam
Malik Medan dari tanggal 12 Januari 2011 s.d 14 Maret 2011.
III.2. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan
subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling konsekutif.
III.2.1. Populasi Sasaran
Semua penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis
III.2.2. Populasi Terjangkau
Semua penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang
berobat jalan ke Poliklinik Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan
III.2.3. Besar Sampel
Besar sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, 2008)
N1= N2= (Zα √2PQ + Z√P1Q1+P2Q2) 2
(P1-P2)2
Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada
nilai α yang telah ditentukan (untuk α =0.05 Zα = 1.96)
Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai
yang ditentukan (untuk = 0,15 Z = 1,036)
P1 = proporsi efek standar = 0,53
P1-P2 = perbedaan proporsi yang dianggap bermakna= 0,15; maka
P2 = 0,68
Q2 = 1- P2 = 1-0,68 = 0,32
P = ½ (PI + P2)
n = 22,7 = 23 orang
III.2.4. Kriteria Inklusi
1. Penderita nyeri punggung bawah yang berobat jalan ke poliklinik
neurologi RSUP. Adam Malik Medan
2. Penderita nyeri kepala primer yang berobat jalan ke poliklinik
RSUP. Adam Malik Medan (sesuai kriteria IHS edisi ke-2).
3. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini
III.2.5. Kriteria Eksklusi
1. Penderita yang tidak bisa berbahasa Indonesia.
2. Penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi tidur, seperti depresi,
penyakit jantung kongestif, asma, trauma kapitis, stroke, parkinson,
gagal ginjal, diabetes, hipertiroid.
3. Obat-obat yang dapat mempengaruhi tidur, seperti antidepresan,
dekongestan, kortikosteroid, β-agonis, statin.
4. Pasien yang menderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala
III.3. BATASAN OPERASIONAL
1. Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau
keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong
bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan
penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah
punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang
berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain)
(Sadeli dkk, 2001).
2. Tidur adalah keadaan hilangnya persepsi dan responsi yang reversibel terhadap lingkungan luar (Dodick dkk, 2003).
3. Kualitas tidur adalah aspek kuantitatif dari tidur seperti durasi tidur, latensi tidur, waktu bangun, dan kenyenyakan tidur (Buysse dkk, 1989;
Buysse dkk, 2000).
4. Intensitas nyeri adalah pengukuran nyeri yang dilakukan berdasarkan laporan pribadi pasien yang subjektif, kompleks dan personal
dengan mengelompokkannya menjadi nyeri ringan, sedang atau berat.
Dimana intensitas nyeri ini dapat diukur dengan menggunakan skala verbal,
seperti kuesioner nyeri Mc Gill; skala numerik, seperti visual analog scale
(Purba JS, 2010).
5.Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa yang tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbita sampai ke daerah belakang
6. Nyeri kepala primer: menurut klasifikasi The International Classification Of Headache Disorders, 2nd Edition, dari The International
Headache Society. Nyeri kepala primer terdiri dari:
1. Migren
2. Tension-type headache
3. Nyeri kepala klaster
4. Nyeri kepala primer lainnya
III.4. INSTRUMEN PENELITIAN III.4.1. Pittsburgh Sleep Quality Index
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah angket yang digunakan
untuk menilai kualitas tidur selama bulan lalu dan untuk membedakan tidur
yang baik dan buruk. Kualitas tidur adalah fenomena kompleks yang
mengandung beberapa dimensi, dimana tiap dimensi diukur dengan PSQI.
Domain yang diukur termasuk kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur,
efisiensi tidur, gangguan tidur, pemakaian obat, dan gangguan melaksanakan
kegiatan sehari-hari (Buysse dkk, 2000).
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) terdiri dari 19 pertanyaan yang
dijawab sendiri oleh penderita dan lima pertanyaan yang dijawab oleh teman
sekamar. Skala penilaian terdiri dari 15 bagian pilihan berganda mengenai
frekuensi dari gangguan tidur dan kualitas tidur subjektif dan 4 bagian
mengenai jam/ waktu tidur, waktu bangun, latensi tidur dan durasi tidur. Lima
pertanyaan kepada partner tidur adalah pilihan berganda mengenai nilai dari
sebelumnya. Setiap komponen penilaian berkisar 0 (tidak ada kesulitan)
sampai 3 (kesulitan tidur yang berat). Seluruh komponen dijumlahkan menjadi
suatu skor keseluruhan (berkisar 0-21). Skor keseluruhan / global dari
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) > 5 dipertimbangkan sebagai
gangguan tidur yang signifikan (Carpenter dan Andrykowski, 1998; Buysse
dkk, 1989).
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) didisain untuk menyediakan
pengukuran standar yang dapat diandalkan, valid dalam mengukur kualitas
tidur. Tes ini dapat digunakan untuk pemeriksaan awal keparahan dan sifat
dari gangguan tidur. Pada kondisi psikiatrik secara umum atau pada keadaan
kondisi medik, PSQI menunjukkan manfaat sebagai skrining awal untuk
mengidentifikasi tidur yang baik ataupun yang buruk. Komponen PSQI dapat
memberi tanda awal dari tipe-tipe gangguan tidur spesifik (Buysse dkk, 2000).
III.4.2. Visual Analog Scale
Visual analog scale adalah instrumen yang umum digunakan untuk
mengukur intensitas nyeri (Lee dkk, 2003). Visual analog scale adalah
instrumen yang valid dan dan dapat diandalkan untuk mengukur intensitas
nyeri yang kronis (Bijur dkk, 2001). VAS adalah instrumen yang penting untuk
menilai evaluasi nyeri, merupakan instrumen yang sensitif dan spesifik untuk
mengukur nyeri. Disamping itu, VAS memiliki kelebihan karena cepat dan
ringkas, mudah dalam pengukuran dan penilaian, yang dapat digunakan para
klinisi dan peneliti untuk mengukur fenomena subjektif (Wewers dan Lowe,
1990; Kane dkk, 2005; Marques dkk, 2008). Visual analog scale terdiri dari
mempresentasikan intensitas nyeri, yaitu tidak nyeri dan sangat nyeri, pada
masing-masing sisi (Jensen dkk, 2003).
Pasien diinstruksikan untuk meletakkan tanda pada garis visual
analogue scale yang merepresentasikan intensitas nyeri yang pasien alami.
Skornya ditentukan dengan mengukur jarak dari ujung kiri garis ke tanda yang
diletakkan oleh pasien pada garis visual analog scale (Lines dkk, 2001).
Panjang garis ini penting untuk hasil/outcome pengukuran, dimana instrumen
telah dievaluasi dan diukur berdasarkan tanda yang diletakkan pada garis
yang berukuran 100 mm (Johnson, 2005).
Hasilnya mengindikasikan bahwa pada 100-mm visual analogue scale
menunjukkan pada skor kurang dari 5 mm diberi istilah tidak nyeri, skor 5 mm
sampai 44 mm: nyeri ringan, skor 45 sampai 74 mm: nyeri sedang, skor lebih
dari 75 mm: nyeri berat (Jensen dkk, 2003)
III.5. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional dengan
metode pengambilan data secara potong lintang dengan sumber data primer
diperoleh dari semua penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala
primer yang berobat jalan di Departemen Neurologi FK-USU / RSUP H.Adam
III.6. PELAKSANAAN PENELITIAN III.6.1. Pengambilan Sampel
1. Semua penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer
yang berobat jalan ke poliklinik RSUP. H. Adam Malik Medan, yang
memenuhi kriteria inklusi, mengisi kuesioner dan menandatangani
surat persetujuan ikut penelitian.
2. Pengambilan sampel dilakukan oleh dokter pemeriksa (residen
III.6.2. Kerangka Operasional
Penderita Nyeri Punggung Bawah
Anamnese, Pemeriksaan Klinis
Penderita Nyeri Kepala Primer
Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi
Surat Persetujuan Ikut Penelitian
Analisa data Pemeriksaan:
III.7. Variabel yang Diamati
Variabel Bebas : Intensitas nyeri punggung bawah dan intensitas nyeri
kepala primer
Variabel Terikat : Kualitas Tidur
III.8 Analisa Statistik
Data hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan bantuan
program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science Service)
15.
Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut
1. Untuk melihat gambaran karakteristik penderita nyeri punggung bawah
disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.
2. Untuk melihat gambaran karakteristik penderita nyeri kepala primer
disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.
3. Untuk melihat hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada
penderita nyeri punggung bawah digunakan uji korelasi Gamma.
4. Untuk melihat hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL PENELITIAN
IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Dari keseluruhan pasien yang menderita nyeri punggung bawah dan
nyeri kepala primer yang berobat jalan ke Poli Neurologi RSUP H. Adam
Malik Medan pada periode Januari 2011 hingga Maret 2011, terdapat
masing-masing 23 orang penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diikutkan dalam
penelitian.
IV.1.1.1. Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah
Dari 23 orang penderita nyeri punggung bawah yang dianalisa, terdiri
dari 8 orang (34,8%) pria dan 15 orang (65,2%) wanita. Rata-rata usia pasien
yang menderita nyeri punggung bawah adalah 63,43 tahun (SD=9,876),
dengan rentang usia pasien adalah 41 tahun hingga 78 tahun.
Dari 23 orang penderita nyeri punggung bawah, tingkat pendidikan
yang paling banyak adalah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas (SLTA), dan Perguruan Tinggi (PT) , yaitu 6 orang (26,1%), dan jenis
pekerjaan yang paling banyak adalah ibu rumah tangga dan pensiunan,
dengan jumlah 10 orang (43,5%), dan 8 orang (34,8%) masing-masing.
Dari 23 orang penderita nyeri punggung bawah, intensitas nyeri yang
paling banyak adalah intensitas nyeri sedang dan berat, dengan jumlah 11
IV.1.1.2 Karakteristik Penderita Nyeri Kepala Primer
Terdapat 23 orang penderita nyeri kepala primer, dimana 8 orang
(34,8%) pria, dan 15 orang (65,2%) wanita. Rata-rata usia pasien yang
menderita nyeri kepala primer adalah 41,22 tahun (SD=14,906), dengan
rentang usia pasien adalah 16 tahun hingga 75 tahun.
Dari 23 orang penderita nyeri kepala primer, tingkat pendidikan yang
paling banyak adalah SLTA dan PT, yaitu 9 orang (39,1%), dan jenis
pekerjaan yang paling banyak adalah ibu rumah tangga dan wiraswasta,
dengan jumlah 9 orang (39,1%), dan 7 orang (30,4%) masing-masing .
Dari 23 orang penderita nyeri kepala primer, intensitas nyeri yang
paling banyak adalah intensitas nyeri sedang dengan jumlah 12 orang
(52,2%).
Data lengkap mengenai karakteristik subjek penelitian ini disajikan pada tabel
Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik Nyeri Punggung
Gambar 3. Diagram batang jenis kelamin penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer
Gambar 5. Diagram batang pekerjaan penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer.
IV.1.2 Penyebab Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer
Penyebab nyeri punggung bawah yang terbanyak adalah spondylosis
lumbalis, yaitu sebanyak 20 orang (87%) pasien, yang diikuti oleh hernia
nucleus pulposus (HNP), yaitu sebanyak 3 orang (13%).
Sedangkan penyebab nyeri kepala primer yang terbanyak adalah
Chronic Tension Type Headache (CTTH), yaitu sebanyak 18 orang (78,3%)
pasien, diikuti berturut-turut oleh Episodic Tension Type Headache (ETTH),
yaitu sebanyak 3 orang (13%), dan migren, yaitu sebanyak 2 orang (8,7%)
pasien.
Dari tabel 5 dapat dilihat penyebab nyeri punggung bawah dan nyeri
kepala primer
Tabel 5. Penyebab nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer
Penyebab N (%)
Nyeri Punggung Bawah
Spondylosis Lumbalis Hernia Nucleus Pulposus
20 (87)
IV.1.3. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer
IV.1.3.1. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah
Dari 20 orang penderita spondylosis lumbalis, kebanyakan mengalami
intensitas nyeri sedang, yaitu sebanyak 10 orang pasien, dengan rata-rata
Dari 3 orang penderita HNP, kebanyakan mengalami intensitas nyeri
berat, yaitu sebanyak 2 orang pasien, dengan rata-rata nilai VAS yaitu 80.
Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah dapat dilihat pada
tabel 6.
Tabel 6. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah Intensitas Nyeri (VAS)
Nyeri Punggung
Bawah Ringan
N ( ± SD)
Sedang N ( ± SD)
Berat N ( ± SD) Spondylosis
Lumbalis
3 (31±10,583) 10 (54±9,309) 7 (83,14±9,082)
HNP - 1 (73) 2 (80)
IV.1.3.2. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer
Dari 18 orang penderita CTTH, kebanyakan mengalami intensitas nyeri
sedang, yaitu sebanyak 9 orang pasien, dengan rata-rata nilai VAS dan SD
yaitu 55,89±8,68.
Keseluruhan penderita ETTH mengalami intensitas nyeri sedang, yaitu
sebanyak 3 orang pasien, dengan rata-rata nilai VAS dan SD yaitu 51±3,606.
Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer dapat dilihat pada tabel
7.
Tabel 7. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer Intensitas Nyeri (VAS)
Nyeri Kepala
Primer Ringan
N ( ± SD)
Sedang N ( ± SD)
Berat N ( ± SD)
CTTH 4 (34,75±8,539) 9 (55,89±8,681) 5 (82,8±7,19)
ETTH - 3 (51±3,606) -
Gambar 8. Diagram batang intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer
IV.1.4. Komponen Kualitas Tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer
IV.1.4.1. Komponen Kualitas Tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah
Dari 20 orang penderita spondylosis lumbalis, mayoritas mengalami
gangguan tidur ≥ 3 kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 8 orang (40%)
penderita; kebanyakan penderita spondylosis lumbalis mengalami durasi tidur
6-7 jam dengan mayoritas penderita mengalami latensi tidur 16-30 menit,
dimana masing-masing sebanyak 9 orang (45%).
Dari 3 orang penderita HNP, mayoritas mengalami gangguan tidur ≥ 3
kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 2 orang (66,7%); kebanyakan penderita
HNP mengalami durasi tidur < 5 jam dengan latensi tidur 16-30 menit, yaitu
masing-masing sebanyak 2 orang (66,7%).
Tabel 8. Komponen kualitas tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah Nyeri Punggung Bawah Komponen kualitas tidur (PSQI)
Spondylosis
Gambar 10. Diagram batang durasi tidur pada nyeri punggung bawah