RESPON MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT OLEH PUSKESMAS BATU VI
KECAMATAN SIANTAR Skripsi
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
YERUBEL TARIGAN 040902033
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
YERUBEL TARIGAN, judul “Respon Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Puskesmas Batu VI Kecamatan Siantar“. (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 79 halaman, 19 tabel, 13 kepustakaan serta lampiran)
ABSTRAK
Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah diakibatkan karena sulitnya akses pelayanan kesehatan dan mahalnya biaya kesehatan. Pemerintah menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkesmas). Puskesmas Batu VI Kecamatan Siantar melaksanakan program jaminan kesehatan kepada masyarakat miskin dalam hal memberikan pelayanan kesehatan. antara lain pemberian obat, Pelayanan Rawat Jalan Tindak Lanjuran (RJTL) yang mencakup tindakan pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun terhadap pelaksanaan program jaminan kesehatan masyarakat di Puskesmas. Respon diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.
Tipe penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif, dengan populasi sebanyak 1548 orang, yang menjadi sampel 94 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus Taro Yamane. Teknik pengumpulan data dengan metode angket, wawancara, observasi, dan studi kepustakaan. Teknik analisis data adalah menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan bahwa respon pengguna Jamkesmas terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Batu VI adalah positif atau baik. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban responden yang bersifat positif atas pertanyaan yang diajukan oleh peneliti seperti seberapa besar pelaksanaan jamkesmas meningkatkan kesehatan masyarakat, bagaimana sikap responden terhadap adanya program jamkesmas, intensitas responden memanfaatkan pelayanan jamkesmas, kepedulian dokter terhadap penyakit pasien, keramahan petugas saat melayani pasien, kemampuan dokter dalam menjelaskan penyakit pasien, prosedur administrasi, mutu pelayanan dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelaksanaan program jamkesmas di Puskesmas Batu VI.
DAFTAR ISI
Isi Hal
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
1.5. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon ... 10
2.2. Masyarakat ... 12
2.2.1. Masyarakat dan Jenisnya ... 12
2.2.2. Asal Masyarakat ... 13
2.3. Jaminan Sosial ... 14
2.4. Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) ... 15
2.4.1. Pengertian Jamkesmas ... 15
2.4.2. Landasan Hukum ... 16
2.4.3. Tata Laksana Kepesertaan ... 18
2.4.4. Administrasi Kepesertaan ... 21
2.5. Tatalaksana Pelayanan Kesehatan Jamkesmas ... 23
2.5.2. Prosedur Pelayanan ... 27
2.6. Pelayanan Kesehatan ... 29
2.6.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan ... 29
2.6.2. Komponen Pelayanan Kesehatan Dasar... 29
2.6.3. Karakteristik Pelayanan Kesehatan ... 30
2.6.4. Syarat-syarat Pelayanan Kesehatan ... 32
2.6.5. Jenis-jenis Pelayanan Kesehatan Jamkesmas ... 35
2.7. Kerangka Pemikiran ... 36
2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 39
2.8.1. Defenisi Konsep... 39
2.8.2. Defenisi Operasional ... 40
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian... 42
3.2. Lokasi Penelitian ... 42
3.3. Populasi dan Sampel ... 42
3.3.1. Populasi ... 42
3.3.2. Sampel ... 44
3.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 45
3.5. Tehnik Analisa Data ... 46
BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Latar Belakang Lembaga ... 47
4.2. Struktur Organisasi ... 50
4.3. Tugas... 51
4.4. Visi dan Misi ... 51
4.5. Sumber Daya Puskesmas Batu VI ... 52
4.6. Pelayanan Puskesmas Batu VI ... 54
BAB V. ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1. Identitas / Karakteristik Responden ... 56
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 80
6.2. Saran ... 81
DAFTAR TABEL
No. Tabel
Hal
1. Tabel 1.1 Peserta Jamkesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun ... 7
2. Tabel 3.1 Jumlah Pasien Jamkesmas yang mendapatkan pelayanan di Puskesmas Batu VI selama enam bulan terakhir (April s/d September 2010) ... 43
3. Tabel 5.1. Distribusi Menurut Jenis Kelamin ... 56
4. Tabel 5.2. Distribusi Menurut Umur ... 56
5. Tabel 5.3. Distribusi Menurut Suku ... 57
6. Tabel 5.4. Distribusi Menurut Agama... 58
7. Tabel 5.5. Distribusi Menurut Pendidikan ... 59
8. Tabel 5.6. Distribusi Menurut Pekerjaan... 60
9. Tabel 5.7. Pengetahuan Responden Terhadap Program Jamkesmas ... 61
10. Tabel 5.8. Pengetahuan Responden Terhadap Tujuan Program Jamkesmas ... 62
11. Tabel 5.9. Sumber Informasi Pelaksanaan Program Jamkesmas di Puskesmas Batu VI ... 65
12. Tabel 5.10. Kehadiran Masyarakat dalam Sosialisasi Program Jamkesmas yang Dilaksanakan Puskesmas Batu VI... 66
13. Tabel 5.11. Pemahaman Masyarakat terhadap Informasi yang Diberikan dalam Sosialisasi Program Jamkesmas oleh Puskesmas Batu VI ... 67
14. Tabel 5.12. Intensitas Pemakaian Kartu Jamkesmas di Puskesmas Batu VI ... 68
15. Tabel 5.13. Frekuensi Pemakaian Kartu Jamkesmas di Puskesmas Batu VI ... 69
16. Tabel 5.14. Sikap Dokter atau Petugas Puskesmas Lain Dalam Melayani Pasien Jamkesmas ... 71
17. Tabel 5.15. Penilaian Responden Terhadap Kesigapan Dokter atau Perawat ... 72
18. Tabel 5.16. Penilaian Responden Terhadap Kemampuan Dokter dalam Menjelaskan Kondisi Penyakit Pasien ... 73
Puskesmas Batu VI ... 74
20. Tabel 5.18. Penilaian Responden Terhadap Baiktidaknya Fasilitas yang
Tersedia di
Puskesmas Batu VI ... 75
21. Tabel 5.19. Penilaian Responden Terhadap Kebersihan Puskesmas Batu VI ... 76
22. Tabel 5.20. Tingkat Kepuasan Responden Terhadap Pelayanan Kesehatan
yang
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Hal
1. Alur Registrasi dan Distribusi Kartu Peserta... 22
2. Kerangka Pemikiran ... 38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
YERUBEL TARIGAN, judul “Respon Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Puskesmas Batu VI Kecamatan Siantar“. (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 79 halaman, 19 tabel, 13 kepustakaan serta lampiran)
ABSTRAK
Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah diakibatkan karena sulitnya akses pelayanan kesehatan dan mahalnya biaya kesehatan. Pemerintah menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Jamkesmas). Puskesmas Batu VI Kecamatan Siantar melaksanakan program jaminan kesehatan kepada masyarakat miskin dalam hal memberikan pelayanan kesehatan. antara lain pemberian obat, Pelayanan Rawat Jalan Tindak Lanjuran (RJTL) yang mencakup tindakan pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun terhadap pelaksanaan program jaminan kesehatan masyarakat di Puskesmas. Respon diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.
Tipe penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif, dengan populasi sebanyak 1548 orang, yang menjadi sampel 94 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus Taro Yamane. Teknik pengumpulan data dengan metode angket, wawancara, observasi, dan studi kepustakaan. Teknik analisis data adalah menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan bahwa respon pengguna Jamkesmas terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Batu VI adalah positif atau baik. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban responden yang bersifat positif atas pertanyaan yang diajukan oleh peneliti seperti seberapa besar pelaksanaan jamkesmas meningkatkan kesehatan masyarakat, bagaimana sikap responden terhadap adanya program jamkesmas, intensitas responden memanfaatkan pelayanan jamkesmas, kepedulian dokter terhadap penyakit pasien, keramahan petugas saat melayani pasien, kemampuan dokter dalam menjelaskan penyakit pasien, prosedur administrasi, mutu pelayanan dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelaksanaan program jamkesmas di Puskesmas Batu VI.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan faktor penentu bagi kesejahteraan sosial. Orang
yang sejahtera bukan saja orang yang memiliki pendapatan atau rumah yang
memadai. Melainkan pula orang yang sehat baik jasmani maupun rohani (Suharto,
2007 : 17). Dari pernyataan tersebut, diketahui bahwa kesehatan merupakan salah
satu unsur penting yang harus dimiliki manusia untuk mencapai kesejahteraan.
Akan tetapi, masih banyak masyarakat dunia khususnya Indonesia belum mampu
untuk memenuhinya. Dengan kata lain, derajat kesehatan masyarakat Indonesia,
terutama masyarakat miskin dan kurang mampu, masih terbilang rendah.
Kemiskinan dan kesehatan pada dasarnya saling berhubungan, yaitu
hubungan yang tidak pernah putus terkecuali dilakukan interfensi pada salah satu
atau kedua sisi, yakni pada kemiskinan atau penyakitnya. Kemiskinan sudah pasti
mempengaruhi kesehatan, sehingga orang miskin rentan terhadap berbagai
penyakit, karena mereka mengalami gangguan seperti menderita gizi buruk,
pengetahuan kesehatan kurang, perilaku kesehatan kurang, lingkungan
pemukiman yang buruk, serta biaya kesehatan tidak tersedia. Sebaliknya,
kesehatan mempengaruhi kemiskinan. Masyarakat yang sehat menekan
kemiskinan karena orang sehat memiliki kondisi seperti: produktivitas kerja
tinggi, pengeluaran berobat rendah, investasi dan tabungan memadai, tingkat
pendidikan maju. Tingkat fertilitas dan kematian rendah serta stabilitas ekonomi
Data BPS menunjukkan posisi terakhir angka kemiskinan di Indonesia
pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42%), jika dibandingkan
dengan penduduk miskin pada tahun 2007 yang berjumlah 37,17 orang (16,58%)
didapati adanya penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 2,21
juta orang. (Badan Pusat Statistik, 2009 : 1) Sementara jumlah penduduk miskin
di Sumatera Utara menunjukkan angka 1.979.702 jiwa dari total penduduk
12.326.678 jiwa. Dari jumlah keseluruhan penduduk Sumatera Utara tersebut
didapati 3.456.702 jiwa masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) yang tersebar di 5.616 desa, 361 kecamatan, 25 kabupaten / kota (Badan
Pusat Statistik Sumatera Utara, 2009 : 3).
Masalah kesehatan merupakan hal yang rentan dihadapi oleh masyarakat
miskin, hal ini diakibatkan karena keterbatasan ekonomi mereka dalam upaya
mempersehat diri dan memenuhi kebutuhan masing – masing. Undang – Undang
dasar 1945 pasal 28 H dan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, secara tegas menyatakan bahwa, setiap orang berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat
Indonesia berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara
bertanggung jawab mengatur agar terpenuhinya hak hidup sehat bagi setiap
penduduknya tidak terkecuali masyarakat miskin dan tidak mampu (Departemen
Kesehatan RI, 2008 : 1).
Realitanya, saat ini derajat kesehatan masyarakat miskin masih rendah, hal
ini tergambarkan dari angka kematian bayi (AKB) pada kelompok masyarakat
miskin tiga setengah sampai empat kali lipat lebih tinggi dari kelompok
penyakit dan penyakit menular cenderung lebih cepat menular di lingkungan
mereka.
Berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian
Ibu (AKI) di Indonesia yang cukup tinggi, yaitu AKB 26,9/1000 kelahiran hidup,
dan AKI 248/100.000 kelahiran hidup, serta umur harapan hidup 70,5 tahun,
derajat kesehatan masyarakat miskin dinilai masih sangat rendah. Derajat
kesehatan masyarakat miskin yang masih sangat rendah tersebut diakibatkan
karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah tidak adanya kemampuan
secara ekonomi dikarenakan tingginya biaya kesehatan di Indonesia.
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai akan
menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber – sumber
pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya, secara rasional serta
menggunakannya secara efesien dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan
yang mengutamakan pemerataan serta berpihak pada masyarakat miskin
(equitable ang pro poor health policy) akan mendorong tercapainya akses yang
universal. Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa pembiayaan kesehatan
mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat. Akan
tetapi, pelayanan kesehatan itu sendiri pada akhir – akhir ini menjadi sangat
mahal, baik pada negara maju maupun di negara berkembang. Penggunaan yang
berlebihan dari pelayanan kesehatan dengan teknologi tinggi adalah salah satu
penyebab utamanya. Penyebab yang lain adalah dominasi pembiayaan pelayanan
kesehatan dengan mekanisme pembayaran tunai (fee for service) dan lemahnya
akan tetapi pada dasarnya dalam banyak hal karakteristiknya sama karena semua
hal itu diarahkan untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan kesehatan
nasional (Ilham, 2008 : 1).
Beberapa upaya pelayanan kesehatan penduduk miskin memerlukan
penyelesaian menyeluruh dan perlu disusun strategi serta tindak pelaksanaan
pelayanan kesehatan yang peduli terhadap penduduk miskin. Pelayanan kesehatan
peduli penduduk miskin meliputi upaya – upaya seperti:
a. Membebaskan biaya kesehatan dan mengutamakan masalah – masalah
kesehatan yang banyak diderita masyarakat miskin, seperti TB, malaria,
kurang gizi. PMS, dan berbagai penyakit infeksi lain dan kesehatan
lingkungan;
b. Mengutamakan penanggulangan penyakit penduduk tidak mampu;
c. Meningkatkan penyediaan serta efektifitas berbagai pelayanan kesehatan
masyarakat yang bersifat non personal, seperti penyuluhan kesehatan,
regulasi pelayanan kesehatan termasuk penyediaan obat, keamanan dan
fortifikasi makanan, pengawasan kesehatan lingkungan serta kesehatan
dan keselamatan kerja;
d. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan penduduk tidak
mampu;
e. Realokasi berbagai sumber daya yang tersedia dengan memprioritaskan
daerah.
menyeluruh. Berdasarkan pengalaman masa lalu dan belajar dari pengalaman
berbagai negara lain yang telah lebih dahulu mengembangkan jaminan kesehatan,
sistem penjaminan kesehatan merupakan suatu pilihan yang tepat untuk menata
subsistem pelayanan kesehatan yang searah dengan subsistem pembiayaan
kesehatan. Sistem jaminan kesehatan akan mendorong perubahan – perubahan
mendasar seperti penataan standarisasi pelayanan, standarisasi pelayanan,
standarisasi tarif, penataan formularium dan penggunaan obat rasional, yang
berdampak pada kendali mutu dan kendali biaya.
Untuk mendukung upaya memantapkan penjaminan kesehatan bagi
masyarakat miskin, pemerintah Indonesia telah melaksanakan Program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh
Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero)
berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes
(Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat
miskin. Program ini berjalan sejak tahun 2005 dan telah banyak hasil yang dicapai
terbukti dengan terjadinya kenaikan yang luar biasa dari pemanfaatan program ini
dari tahun ke tahun oleh masyarakat miskin dan pemerintah telah meningkatkan
jumlah masyarakat yang dijamin maupun pendanaannya.
Namun disamping keberhasilan yang telah dicapai, masih terdapat
beberapa permasalahan yang perlu dibenahi antara lain: kepesertaan yang belum
tuntas, peran fungsi ganda sebagai pengelola, verifikator dan sekaligus sebagai
pembayar atas pelayanan kesehatan, verifikasi belum berjalan dengan optimal,
kendala dalam kecepatan pembayaran, kurangnya pengendalian biaya,
Atas dasar pertimbangan untuk pengendalian biaya pelayanan kesehatan,
peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas dilakukan perubahan
pengelolaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat miskin pada tahun 2008.
Perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar
dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket Jaminan Kesehatan
Masyarakat di RS, penempatan pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit,
pembentukan Tim Pengelola dan Tim Koordinasi di tingkat Pusat, Propinsi, dan
Kabupaten/Kota serta penugasan PT Askes (Persero) dalam manajemen
kepesertaan. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap
masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin,
program ini berganti nama menjadi “Jaminan Kesehatan Masyarakat” yang
selanjutnya disebut Jamkesmas(Departemen Kesehatan RI, 2008 : 3).
Program Jamkesmas ini dilaksanakan di seluruh kabupaten / kota di
Indonesia. Pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh rumah sakit dan puskesmas
yang ada. Puskesmas Batu VI yang berada di Kecamatan Siantar Kabupaten
Simalungun merupakan salah satu organisasi yang turut serta dalam pelaksanaan
program jaminan kesehatan bagi seluruh peserta jamkesmas di Kecamatan Siantar
yang berjumlah 9.734 orang, tersebar di 12 desa .
Tabel 1.1 Peserta Jamkesmas di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
1. Karang bangun 797 orang
8. Pematang simalungun 1.544 orang
9. Dolok hataran 1.094 orang
10. Rambung merah 920 orang
11. Pantoan maju 607 orang
12. Siantar estate 362 orang
Total 9.734 orang
Sumber : Arsip Puskesmas Batu VI, Kecamatan Siantar.
Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas Batu VI kepada pengguna
atau peserta Jamkesmas antara lain pemberian obat, Pelayanan Rawat Jalan
Tindak Lanjutan (RJTL) yang mencakup tindakan pelayanan obat, penunjang
diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana
PUSKESMAS Batu VI sebagai salah satu pelaksana program Jamkesmas yang
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi pengguna Jamkesmas
dengan mencari tahu bagaimana “Respon Masyarakat Terhadap Pelaksanaan
Program Jamkesmas oleh Puskesmas Batu VI Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Bagaimana Respon Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Jamkesmas oleh
Puskesmas Batu VI Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti sendiri menambah wawasan dan pengetahuan tentang
program Jamkesmas terhadap peningkatan kesehatan masyarkat.
2. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa pemikiran dan masukan
kepada pihak – pihak pelaksana program Jamkesmas dengan mengetahui
respon masyarakat penerima bantuan. Dengan demikian para pelaksana
program dapat membuat program yang lebih baik dari sebelumnya.
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan
penelitian ini.
1.5. Sistematika penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam 6 bab dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan,
dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab ini berisi uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah
penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi
operasional.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan lokasi penelitian, tipe penelitian, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis
mengadakan penelitian.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian dan analisisnya.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran penulis yang penulis berikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon
Respon merupakan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik
sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka
atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu. Selain itu menurut
Daryl Beum respon diartikan sebagai tingkah laku balas atau sikap yang menjadi
tingkah laku atau adu kuat (Adi, 1994 : 105).
Respon juga diartikan sebagai suatu proses pengorganisasian rangsang
dimana rangsangan-rangsangan proksimal diorganisasikan sedemikian rupa
sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan-rangsangan proksimal
tersebut (Adi, 1994 : 105).
Respon pada prosesnya didahului oleh sikap seseorang, karena sikap
merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau
ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi berbicara mengenai respon tidak
terlepas pembahasannya dengan sikap. Dengan melihat sikap seseorang atau
sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon
mereka terhadap kondisi tersebut.
Respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan, dan
prasangka, prapemahaman yang mendetail, rasa takut, ancaman dan keyakinan
tentang suatu hal yang khusus. Dapat diketahui bahwa pengungkapan sikap
melalui :
1. Pengaruh atau penolakan
3. Suka atau tidak suka
4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi (Adi, 1994 : 107).
Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau
sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan
atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi,
mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon
positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang
mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan
suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci
objek tertentu.
Orang dewasa mempunyai sejumlah unit untuk memproses
informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk menangani representasi fenomenal
dari keadaan diluar yang ada dalam diri individu. Lingkungan internal ini dapat
digunakan untuk memperkirakan peristiwa peristiwa yang terjadi diluar. Proses
yang berlangsung secara rutin inilah yang disebut Hunt sebagai suatu respon
(Hunt, dalam Adi, 1994 : 129).
Teori rangsang balas (stimulus rseponse theory) yang sering juga disebut
sebagai teori penguat dan digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah
laku sosial dan sikap. Artinya disini adalah kecenderungan atau kesediaan
seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia mengalami rangsang tertentu.
Sikap ini menjadi biasanya terhadap benda, orang, kelompok, nilai-nilai dan
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa
manusia, yang atau dengan sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh
mempengaruhi satu sama lain. ( Hassan shadily, 1993 : 47 ) Pengaruh dan
pertalian kebatinan yang terjadi dengan sendirinya disini menjadi unsur yang sine
qua non (yang harus ada) dalam masyarakat, bukan hanya menjumlahkan adanya
orang – orang saja, diantara mereka harus ada pertalian satu sama lain.
2.2.1. Masyarakat dan Jenisnya
Masyarakat adalah satu kesatuan yang berubah yang hidup karena proses
masyarakat yang menyebabkan perubahan itu. Masyarakat mengenal kehidupan
yang tenang, teratur dan aman, disebabkan oleh karena pengorbanan sebagian
kemerdekaan dari anggota – anggotanya, baik dengan paksa maupun sukarela.
Pengorbanan disini dimaksudkan menahan nafsu atau kehendak sewenang–
wenang, untuk mengutamakan kepentingan dan keamanan bersama, dengan paksa
berarti tunduk kepada hukum–hukum yang telah ditetapkan (negara dan
sebagainya ) dengan sukarela berarti menurut adaptasi dan berdasarkan keinsyafan
akan persaudaraan dalam kehidupan bersama itu.
Cara terbentuknya masyarakat mendatangkan pembagian dalam :
a. Masyarakat Paksaan, umpamanya negara, masyarakat tawanan ditempat
tawanan dan sebagainya;
b. Masyarakat merdeka, yang terbagi pula dalam :
1. Masyarakat alam (nature) yaitu yang terjadi dengan sendirinya suku,
masih sederhana sekali kebudayaanya dalam keadaan terpencil atau tak
mudah berhubungan dengan dunia luar ; dan
2. Masyarakat budidaya, terdiri karena kepentingan keduniaan atau
kepercayaan (keagamaan) yaitu antara lain kongsi perekonomian, koperasi
gereja dan sebagainya.
2.2.2. Asal Masyarakat
Bermacam–macam penyelidikan dijalankan, untuk mendapat jawaban
tentang asal masyarakat, tetapi tidak satupun yang dapat ditegaskan benar semua
pendapat hanya merupakan kira–kira dan pandangan saja. Antara lain orang
berkesimpulan bahwa manusia tidak dapat hidup seorang diri, hidup dalam gua
dipulau sunyi umpamanya selalu ia akan tertarik kepada hidup bersama dalam
masyarakat, karena:
a. Hasrat yang berdasar naluri ( kehendak diluar pengawasan akal ) untuk
memelihara keturunan, untuk mempunyai anak, kehendak akan
memaksa ia mencari istri hingga masyarakat keluarga terbentuk;
b. Kelemahan manusia selalu terdesak ia untuk mencari kekuatan
bersama, yang terdapat dalam berserikat dengan orang lain, sehingga
berlindung bersama–sama dan dapat pula mengejar kebutuhan
kehidupan sehari – hari dengan tenaga bersama;
c. Aristoteles berpendapat, bahwa manusia ini adalah zoon politikon,
yaitu mahluk sosial yang hanya menyukai hidup berkelompok atau
sedikitnya mencari teman untuk hidup bersama lebih suka dari pada
d. Lain dari pada Aristoteles maka Bergson ( lahir 1895 ) berpendapat,
bahwa manusia ini hidup bersama bukan karena oleh persamaan
melainkan oleh karena perbedaan yang terdapat dalam sifat,
kedudukan dan sebagainya, demikian oleh karena pendapat ini
berdasar kepada pelajaran dialektika, yang mencoba melihat kebenaran
dalam kenyataan dengan mengadakan perbedaan dan perbandingan.
2.3. Jaminan sosial
Jaminan sosial (social security) adalah sistem atau skema pemberian
tunjangan yang menyangkut pemeliharaan penghasilan (Suharto, 2007 : 15).
Sebagai pelayanan sosial publik, jaminan sosial merupakan perangkat Negara
yang didesain untuk menjamin bahwa setiap orang sekurang-kurangnya memiliki
pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jaminan
sosial merupakan sektor kunci dari sistem Negara kesejahteraan berdasarkan
prinsip bahwa Negara harus berusaha dan mampu menjamin adanya jaring
pengaman pendapatan (financial safety net) atau pemeliharaan pendapatan
(income maintenece) bagi mereka yang tidak memiliki sumber pendapatan untuk
memnuhi kebutuhan hidupnya (Suharto, 2007 : 16).
2.4. Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) 2.4.1. Pengertian Jamkesmas
Adalah jaminan kesehatan masyarakat dan merupakan program bantuan
sosial kepada masyarakat miskin dan kurang mampu di bidang pelayanan
kesehatan. Adapun tujuan dan sasaran dari Jamkesmas adalah sebagai berikut:
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh
masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
b. Tujuan Khusus
1. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang
mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di
Rumah Sakit;
2. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin;
dan
3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan
akuntabel.
Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh
Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai
jaminankesehatan lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2008 : 3).
2.4.2. Landasan Hukum
Pelaksanaan program jamkesmas berdasarkan pada :
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat
lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat (1) bahwa fakir miskin dan
negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas umum yang layak;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2004 No. 5, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400);
6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Tahun 2004 No. 116, Tambahan Lembaran Negara No.
4431);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang
Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran
Negara No. 4548);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
9. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4778);
10.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1996 No.49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3637);
11.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, Dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
12.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 No.89, Tambahan Lembaran
Negara No. 4741);
13.Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
14.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan (Departemen Kesehatan
RI, 2008 : 4).
2.4.3. Tata Laksana Kepesertaan
Dalam menetapkan keanggotaan peserta Jamkesmas, ada beberapa
ketentuan umum bagi calon peserta, antara lain:
1. Peserta Program jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu
selanjutnya disebut peserta jamkesmas, yang terdaftar dan memiliki kartu
dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan;
2. Jumlah sasaran peserta Program jamkesmas tahun 2008 sebesar 19,1 juta
Rumah Tangga Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa bersumber dari
data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar
penetapan jumlah sasaran peserta secara Nasional oleh Menteri Kesehatan
RI (Menkes). Berdasarkan Jumlah Sasaran Nasional tersebut Menkes
membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota. Jumlah sasaran peserta
(kuota) masing-masing Kabupaten/Kota sebagai mana terlampir;
3. Berdasarkan Kuota Kabupaten/kota sebagaimana butir 2 diatas,
Bupati/Walikota menetapkan peserta jamkesmas Kabupaten/Kota dalam
satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk
Keputusan Bupati/Walikota. Apabila jumlah peserta jamkesmas yang
ditetapkan Bupati/Walikota melebihi dari jumlah kuota yang telah
4. Bagi Kabupaten/kota yang telah menetapkan peserta jamkesmas lengkap
dengan nama dan alamat peserta serta jumlah peserta jamkesmas yang
sesuai dengan kuota, segera dikirim daftar tersebut dalam bentuk dokumen
elektronik (soft copy) dan dokumen cetak (hard copy) kepada :
a. PT Askes (Persero) setempat untuk segera diterbitkan dan di
distribusikan kartu ke peserta, sebagai bahan analisis dan pelaporan;
b. Rumah sakit setempat untuk digunakan sebagai data peserta
jamkesmas yang dapat dilayani di Rumah Sakit, bahan pembinaan,
monitoring dan evaluasi, pelaporan dan sekaligus sebagai bahan
analisis;
c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Tim Pengelola jamkesmas
Kabupaten/Kota setempat sebagai bahan pembinaan, monitoring dan
evaluasi, pelaporan dan bahan analisis;
d. Dinas Kesehatan Propinsi atau Tim Pengelola jamkesmas Propinsi
setempat sebagai bahan kompilasi kepesertaan, pembinaan,
monitoring, evaluasi analisis, pelaporan serta pengawasan;
e. Departemen Kesehatan RI, sebagai database kepesertaan nasional,
bahan dasar verifikasi Tim Pengelola Pusat, pembayaran klaim Rumah
Sakit, pembinaan, monitoring, evaluasi, analisis, pelaporan serta
pengawasan.
5. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota yang telah menetapkan jumlah dan
nama masyarakat miskin (no, nama dan alamat), selama proses penerbitan
Tidak Mampu (SKTM) masih berlaku sepanjang yang bersangkutan ada
dalam daftar masyarakat miskin yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota;
6. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota yang belum menetapkan jumlah, nama
dan alamat masyarakat miskin secara lengkap diberikan waktu sampai
dengan akhir Juni 2008. Sementara menunggu surat keputusan tersebut
sampai dengan penerbitan dan pendistribusian kartu peserta, maka kartu
peserta lama atau SKTM masih diberlakukan. Apabila sampai batas waktu
tersebut pemerintah Kabupaten/Kota belum dapat menetapkan sasaran
masyarakat miskinnya, maka terhitung 1 Juli 2008 pembiayaan pelayanan
kesehatan masyarakat miskin di wilayah tersebut menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah setempat;
7. Pada tahun 2008 dilakukan penerbitan kartu peserta jamkesmas baru yang
pencetakan blanko, entry data, penerbitan dan distribusi kartu sampai ke
peserta menjadi tanggungjawab PT Askes (Persero);
8. Setelah peserta menerima kartu baru maka kartu lama yang diterbitkan
sebelum tahun 2008, dinyatakan tidak berlaku lagi meskipun tidak
dilakukan penarikan kartu dari peserta;
9. Bagi masyarakat miskin yang tidak mempunyai kartu identitas seperti
gelandangan, pengemis, anak terlantar, yang karena sesuatu hal tidak
terdaftar dalam Surat Keputusan Bupati/walikota, akan dikoordinasikan
oleh PT Askes (Persero) dengan Dinas Sosial setempat untuk diberikan
10.Bagi bayi yang terlahir dari keluarga peserta jamkesmas langsung menjadi
peserta baru sebaliknya bagi peserta yang meninggal dunia langsung
hilang hak kepesertaannya.
2.4.4. Administrasi Kepesertaan
Administrasi kepesertaan meliputi: registrasi, penerbitan dan
pendistribusian Kartu sampai ke Peserta sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT
Askes (Persero) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Data peserta yang telah ditetapkan Pemda, kemudian dilakukan entry oleh
PT Askes (Persero) untuk menjadi database kepesertaan di
Kabupaten/Kota;
2. Entry data setiap peserta meliputi antara lain :
a. nomor kartu,
b. nama peserta,
c. jenis kelamin,
d. tempat dan tanggal lahir/umur,
e. alamat.
3. Berdasarkan database tersebut kemudian kartu diterbitkan dan
didistribusikan sampai ke peserta;
4. PT Askes (Persero) menyerahkan Kartu peserta kepada yang berhak,
mengacu kepada penetapan Bupati/Walikota dengan tanda terima yang
5. PT Askes (Persero) melaporkan hasil pendistribusian kartu peserta kepada
Bupati/Walikota, Gubernur, Departemen Kesehatan R.I, Dinas Kesehatan
Propinsi dan Kabupaten/ Kota serta Rumah Sakit setempat.
Bagan 2.1
Alur Registrasi dan Distribusi Kartu Peserta
2.5. Tatalaksana Pelayanan Kesehatan Jamkesmas 2.5.1. Ketentuan Umum
Adapun yang menjadi ketentuan umum dalam tata laksana pelayanan
kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Setiap peserta JAMKESMAS mempunyai hak mendapat pelayanan
kesehatan dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan (RJ) dan rawat
inap (RI), serta pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan
(RJTL), rawat inap tingkat lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat;
2. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan berjenjang
berdasarkan rujukan;
3. Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan
jaringannya. Pelayanan rawat jalan lanjutan diberikan di
BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit;
4. Pelayanan rawat inap diberikan di Puskesmas Perawatan dan ruang rawat
inap kelas III (tiga) di RS Pemerintah termasuk RS Khusus, RS
TNI/POLRI dan RS Swasta yang bekerjasama dengan Departemen
Kesehatan. Departemen Kesehatan melalui Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atas nama Menteri Kesehatan membuat perjanjian
kerjasama (PKS) dengan RS setempat yang diketahui kepala dinas
kesehatan Propinsi meliputi berbagai aspek pengaturan;
5. Pada keadaan gawat darurat (emergency ) seluruh Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK) wajib memberikan pelayanan kepada peserta walaupun
tidak memiliki perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud butir 4.
Penggantian biaya pelayanan kesehatan diklaimkan ke Departemen
Kesehatan melalui Tim Pengelola Kabupaten/kota setempat setelah
6. RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM melaksanakan pelayanan rujukan
lintas wilayah dan biayanya dapat diklaimkan oleh Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK) yang bersangkutan ke Departemen Kesehatan;
7. Pelayanan obat di Puskesmas beserta jaringannya dan di Rumah Sakit
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk memenuhi kebutuhan obat generik di Puskesmas dan
jaringannya akan dikirim langsung melalui pihak ketiga franko
Kabupaten/Kota;
b. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit bertanggungjawab
menyediakan semua obat dan bahan habis pakai untuk pelayanan
kesehatan masyarakat miskin yang diperlukan. Agar terjadi efisiensi
pelayanan obat dilakukan dengan mengacu kepada Formularium obat
pelayanan kesehatan program ini. (Sebagaimana terlampir);
c. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana butir b
diatas maka Rumah Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut
melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait;
d. Pemberian obat untuk pasien RJTP dan RJTL diberikan selama 3 (tiga)
hari kecuali untuk penyakit-penyakit kronis tertentu dapat diberikan
lebih dari 3 (tiga) hari sesuai dengan kebutuhan medis;
e. Apabila terjadi peresepan obat diluar ketentuan sebagaimana butir b
diatas maka pihak RS bertanggung jawab menanggung selisih harga
tersebut;
g. Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit dapat mengganti obat
sebagaimana butir b diatas dengan obat-obatan yang jenis dan
harganya sepadan dengan sepengetahuan dokter penulis resep.
8. Pelayanan kesehatan RJTL di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan di
Rumah Sakit, serta pelayanan RI di Rumah Sakit yang mencakup
tindakan, pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta
pelayanan lainnya (kecuali pelayanan haemodialisa) dilakukan secara
terpadu sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan
diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut Jenis paket dan tarif
pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas Tahun 2008 (lampiran III), atau
penggunaan INA-DRG (apabila sudah diberlakukan), sehingga dokter
berkewajiban melakukan penegakan diagnosa sebagai dasar pengajuan
klaim;
9. Apabila dalam proses pelayanan terdapat kondisi yang memerlukan
pelayanan khusus dengan diagnosa penyakit/prosedur yang belum
tercantum dalam Tarif Paket INA-DRG sebagaimana butir 8, maka Kepala
Balai/Direktur Rumah Sakit memberi keputusan tertulis untuk sahnya
penggunaan pelayanan tersebut setelah mendengarkan pertimbangan dan
saran dari Komite Medik RS yang tarifnya sesuai dengan Jenis Paket dan
Tarif Pelayanan Kesehatan Peserta Jamkesmas Tahun 2008;
10.Pada kasus-kasus dengan diagnosa sederhana, dokter yang memeriksa
harus mencantumkan nama jelas;
11.Pada kasus-kasus dengan diagnosa yang kompleks harus dicantumkan
12.Untuk pemeriksaan/pelayanan dengan menggunakan alat canggih (CT
Scan, MRI, dan lain-lain), dokter yang menangani harus mencantumkan
namanya dengan jelas dan menandatangani lembar pemeriksaan/pelayanan
kemudian diketahui oleh komite medik;
13. Pembayaran pelayanan kesehatan dalam masa transisi sebelum pola Tarif
Paket JAMKESMAS tahun 2008;
14.Verifikasi pelayanan di Puskesmas (RJTP, RITP, Persalinan, dan
PengirimanSpesimen, trasnportasi dan lainnya) di laksanakan oleh Tim
Pengelola JAMKESMAS Kabupaten/Kota;
15.Verifikasi pelayanan di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan RS
dilaksanakan oleh Pelaksana Verifikasi;
16.Peserta tidak boleh dikenakan iur biaya dengan alasan apapun; dan
17.Dalam hal terjadi sengketa terhadap hasil penilaian pelayanan di
BKMM/BBKPM/ BKPM/BP4/BKIM dan RS maka dilakukan
langkah-langkah penyelesaian dengan meminta pertimbangan kepada Tim Ad-Hoc
yang terdiri dari unsur-unsur Dinas Kesehatan Propinsi, IDI wilayah,
Arsada dan Medical Advisor Board (MAB).
2.5.2. Prosedur Pelayanan.
Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai
berikut:
1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke
2. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan
kartu yang keabsahan kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat
miskin yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. Penggunaan
SKTM hanya berlaku untuk setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi
pelayanan lanjutan terkait dengan penyakitnya (ketentuan kesepertaan,
lihat pada bab III );
3. Apabila peserta JAMKESMAS memerlukan pelayanan kesehatan rujukan,
maka yang bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan
disertai surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjukkan sejak awal
sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus
emergency;
4. Pelayanan rujukan sebagaimana butir ke-3 (tiga) diatas meliputi :
a. Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit, BKMM/
BBKPM /BKPM/BP4/BKIM;
b. Pelayanan Rawat Inap kelas III di Rumah Sakit;
c. Pelayanan obat-obatan;
d. Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik
5. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di BKMM/BBKPM/BKPM/
BP4/BKIM; dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta
atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan
Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas
peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila
Keabsahan Peserta (SKP), dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan
kesehatan;
6. Untuk memperoleh pelayanan rawat inap di BKMM/BBKPM/BKPM/
BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta
atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan
Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas
peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila
berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan SKP dan
peserta selanjutnya memperoleh pelayanan rawat inap;
7. Pada kasus-kasus tertentu yang dilayani di IGD termasuk kasus gawat
darurat di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta
harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari
Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit
(PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh
petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes
(Persero) mengeluarkan surat keabsahan peserta. Bagi pasien yang tidak
dirawat prosesnya sama dengan proses rawat jalan, sebaliknya bagi yang
dinyatakan rawat inap prosesnya sama dengan proses rawat inap
sebagaimana item 5 dan 6 diatas; dan
8. Bila peserta tidak dapat menunjukkan kartu peserta atau SKTM sejak awal
sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, maka yang bersangkutan di
beri waktu maksimal 2 x 24 jam hari kerja untuk menunjukkan kartu
tersebut. Pada kondisi tertentu dimana yang bersangkutan belum mampu
dapat menetapkan status miskin atau tidak miskin yang bersangkutan
(Departemen Kesehatan RI, 2008 : 13).
2.6. Pelayanan Kesehatan
2.6.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memudahkan perseorangan, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1995 : 1).
2.6.2. Komponen Pelayanan Kesehatan Dasar
Konsep pelayanan kesehatan dasar mencakup nilai-nilai dasar tertentu
yang berlaku umum terhadap proses pengembangan secara menyeluruh, tetapi
dengan penekanan penerapan di bidang kesehatan seperti berikut (Tjitarsa, 1992 :
5).
1. Kesehatan secara mendasar berhubungan dengan tersedianya dan
penyebaran sumber daya, bukan hanya sumber daya kesehatan seperti
dokter, perawat, klinik, obat, melainkan juga sumber daya sosial-ekonomi
yang lain seperti pendidikan, air dan persediaan makanan;
2. Pelayanan kesehatan dasar dengan demikian memusatkan perhatian
kepada adanya kepastian bahwa sumber daya kesehatan dan sumber daya
sosial yang ada telah tersebar merata dengan lebih memperhatikan mereka
3. Kesehatan adalah satu bagian penting dari pembangunan secara
menyeluruh. Faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah faktor sosial,
budaya, dan ekonomi di samping biologi dan lingkungan; dan
4. Pencapaian tarif kesehatan yang lebih baik memerlukan keterlibatan yang
lebih baik dari penduduk, seperti perorangan, keluarga, dan masyarakat
dalam pengambilan tindakan demi kegiatan mereka sendiri dengan cara
menerapkan perilaku sehat dan mewujudkan lingkungan sehat.
2.6.3. Karakteristik Pelayanan Kesehatan
Dibandingkan dengan kebutuhan hidup manusia yang lain, kebutuhan
pelayanan kesehatan mempunyai tiga ciri utama yang terjadi sekaligus dan unik
yaitu : uncertainty, asymmetry of information dan externality. Ketiga ciri utama
tersebut menyebabkan pelayanan kesehatan sangat unik dibandingkan dengan
produk atas jasa lainnya (Evan, 2009 : 9).
1. Uncertainty
Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahwa kebutuhan akan
pelayanan kesehatan tidak bisa pasti, baik waktu, tempat maupun besarnya
biaya yang dibutuhkan. Dengan ketidakpastian ini sulit bagi seseorang untuk
menganggarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan
kesehatannya. Penduduk yang penghasilannya rendah tidak mampu
menyisihkan sebagian penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan
sebagian penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak diketahui
datangnya, bahkan penduduk yang relative berpendapatan memadai sekalipun
memnuhi kebutuhan medisnya. Maka dalam hal ini seseorang yang tidak
miskin dapat menjadi miskin atau bangkrut mana kala ia menderita sakit;
2. Asymmetry of Information
Sifat kedua asymmetry if Information menunjukkan bahwa konsumen
pelayanan kesehatan berada pada posisi yang lemah sedangkan proveder
(dokter dan petugas kesehatan lainnya) mengetahui jauh lebih banyak tentang
manfaar dan kualitas pelayanan yang dijualnya. Ciri ini juga ditemukan oleh
para ahli ekonomi kesehatan lain seperti Feldstein, Jacos, Rappaport, dan
Phelps. Dalam pelayanan kesehatan, misalnya kasus ekstrim pembedahan,
pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah ia
membutuhkan pelayanan tersebut atau tidak. Kondisi ini sering dikenal
dengan consumen ignorance atau konsumen yang bodoh, jangankan ia
mengetahui berapa harga dan berapa banyak yang diperlukan, mengetahui
apakah ia memerlukan tindakan bedah saja tidak sanggup dilakukan meskipun
pasien mungkin seorang professor sekalipun; dan
3. Externality
Externality menunjukkan bahwa konsumsi pelayanan kesehatan tidak saja
mempengaruhi pembeli tetapi juga bukan pembeli. Contohnya adalah
konsumsi rokok yang mempunyai resiko besar pada bukan perokok, akibat
dari ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai
bentuk, oleh karena pembiayaan pelayanan kesehatan tidak saja menjadi
tanggung jawab diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang tanggung jawab
2.6.4. Syarat-syarat pelayanan kesehatan
Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, banyak
syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang dimaksud paling tidak mencakup delapan
hal pokok yakni tersedia, wajar, berkesinambungan, dapat diterima, dapat dicapai,
dapat dijangkau, efisien, serta bermutu (Azwar, 1995 : 33 - 36).
1. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan
Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut
tersedia di masyarakat
2. Kewajaran Pelayanan Kesehatan
Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat
wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.
3. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan
Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat
berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu atau
kebutuhan pelayanan kesehatan.
4. Penerimaan Pelayanan Kesehatan
Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut
dapat diterima oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan
5. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan
Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dicapai
oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan tersebut.
6. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan
Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat
7. Efesiensi Pelayanan Kesehatan
Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut
dapat diselenggarakan secara efisien.
8. Mutu Pelayanan Kesehatan
Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat
menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan aman.
Secara umum dimensi kepuasan pasien bervariasi sekali. Suatu pelayanan
kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan
standard dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Ukuran-ukuran
pelayanan kesehatan yang mengacu pada standard an kode etik profesi yang pada
dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien (Azwar, 1995 : 34-33).
a. Hubungan Dokter-Pasien
Terbinanya hubungan dokter-pasien yang baik, adalah satu dari kewajiban
etik. Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu,
hubungan dokter-pasien yang baik ini harus dapat dipertahankan. Sangat
diharapkan setiap dokter dapat dan bersedia memberikan perhatian yang
cukup, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab
dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang
ingin diketahui oleh pasien.
b. Kenyamanan Pelayanan
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,
suasana pelayananyang nyaman harus dapat dipertahankan. Kenyamanan
disediakan, tetapi yang terpenting lagi yang menyangkut sikap serta
tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
c. Kebebasan Melakukan Pilihan
Suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila kebebasan memilih ini
dapat diberikan, dan karena itu harus dapat dilaksanakan oleh setiap
penyelenggara pelayanan kesehatan.
d. Pengetahuan dan Kompetensi Teknis
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang didukung oleh pengetahuan
dan kompetensi teknis bukan saja merupakan bagian dari kewajiban etik,
tetapi juga merupakan prinsip pokok penerapan standar pelayanan profesi.
Secara umum disebutkan memakai tinggi tingkat pengetahuan dan
kompetensi teknis tersebut maka makin tinggi pula mutu pelayanan
kesehatan.
e. Efektifitas Pelayanan
Semakin efektif pelayanan kesehatan tersebut, maka makin tinggi pula
mutu pelayanan kesehatan.
f. Keamanan Tindakan
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek
keamanan tindakan ini haruslah diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang
membahayakan pasien, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik, dan
karena itu tidak boleh dilakukan.
Mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan
atau pun terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataannya melakukan
penilaian ini tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan mutu pelayanan tersebut bersifat
multi-demensional yang artinya setiap orang dapat saja melakukan penilaian yang
berbeda-beda tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-masing
orang (Azwar, 1995 : 30).
2.6.5. Jenis-jenis Pelayanan Kesehatan Jamkesmas
Adapun jenis-jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di Puskesmas, yaitu:
1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), yang meliputi :
1. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh
dokter spesialis atau umum
2. Rehabilitasi medik
3. Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, rafiologi dan elektromedik
4. Tindakan medis kecil atau sedang
5. Pemeriksaan pengobatan gigi tingkat lanjutan
6. Pemberian obat yang mengacu pada Formalium rumah sakit
7. Pelayanan darah
8. Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan sulit
2. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), yang meliputi :
a. Akomodasi rawat inap (Bagi Puskesmas yang memiliki fasilitas rawat
inap)
b. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
d. Tindakan medis
e. Pelayanan rehabilitasi medis
f. Pelayanan darah (Departemen Kesehatan RI, 2008 : 5).
2.7. Kerangka Pemikiran
Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan. Masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan
mudah terjadi penularan penyakit karena berbagai kondisi seperti kurangnya
kebersihan lingkungan dan perumahan yang saling berhimpitan, perilaku hidup
bersih masyarakat yang belum membudaya, pengetahuan terhadap kesehatan dan
pendidikan yang umumnya masih rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin
yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan
kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang
mahal. Derajat kesehatan yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya
produktifitas kerja yang pada akhirnya menjadi beban masyarakat dan pemerintah.
Oleh karena itu, pemerintah telah mengambil kebijakan strategis untuk
menggratiskan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin sejak 1 Januari 2005
program ini menjadi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Miskin (JPKMM) yang popular dengan nama Askeskin yang kemudian pada
tahun 2008 diubah namanya menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat atau
Jamkesmas. Apabila masyarakat terdaftar sebagai peserta Jamkesmas maka
Puskesmas Batu VI di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun
merupakan sebuah organisasi yang memberikan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat pengguna Jamkesmas yang memerlukan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas Bati VI Kecamatan Siantar, akan
memberikan respon tersendiri kepada pengguna Jamkesmas di Kecamatan Siantar
Kabupaten Simalungun. Untuk itulah peneliti ingin mengetahui bagaimana respon
masyarakat terhadap pelaksanaan program Jamkesmas oleh Puskesmas Batu VI
Bagan 2.2
Kerangka Pemikiran
2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
Puskesmas Batu VI Kecamatan Siantar
1. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik
dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis atau umum
2. Rehabilitasi medik
3. Penunjang diagnostik: laboratorium
klinik.
4. Tindakan medis kecil atau sedang
5. Pemeriksaan pengobatan gigi tingkat
lanjutan
6. Pemberian obat yang mengacu pada
Formalium rumah sakit
7. Pelayanan darah
8. Pemeriksaan kehamilan dengan resiko
tinggi dan sulit
Respon Masyarakat Siantar Terhadap Pelaksanaan Program Jamkesmas Program Jamkesmas
Pengguna Jamkesmas
2.8.1. Defenisi Konsep
Konsep merupakan suatu istilah atau defenisi yang digunakan oleh
peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, keadaan kelompok
atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989 : 33).
Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui respon masyarakat Kecamatan
Siantar terhadap pelaksanaan program Jamkesmas oleh Puskesmas Batu VI
Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun, oleh karena itu untuk menghindari
kesalahpahaman dan dalam penelitian ini maka dirumuskan dan didefenisikan
istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi
dan menghindari salah pengertian yang dapat menggaburkan penelitian.
Yang menjadi konsep penelitian ini adalah :
1. Respon adalah tanggapan, reaksi maupun jawaban dimana tingkah laku atau
sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian atau
penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu;
2. Jamkesmas merupakan singkatan dari Jaminan Kesehatan Masyarakat dan
merupakan salah satu program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin atau kurang mampu dan tidak mampu. Dan program
bantuan sosial ini diselenggarakan oleh pemerintah melalui Departemen
Kesehatan untuk menjamin hak masyarakat atas pelayanan kesehatan sesuai
dengan amanat undang-undang dasar 1945 pasal 28H dan undang-undang
No.40 tahun 2004 tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional yang
diselenggarakan secara nasional;
4. Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan secara sendiri
maupun kelompok dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, maupun
masyarakat.
2.8.2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau
operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana
mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk
memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Maka perlu
operasionalisasinya dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang
harus diamati (Ulber Silalahi, 2009 : 120).
Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel dalam
penelitian ini, maka dapat diukur melalui indikator-indikator atas dasar respon
masyarakat pengguna Jamkesmas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh Puskesmas Batu VI Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun dalam
program Jamkesmas kepada pasien rawat jalan dan rawat inap, meliputi :
1. Sikap penerima program terhadap program Jamkesmas meliputi penilaian,
penolakan atau penerimaan serta suka atau tidak suka terhadap program;
2. Persepsi penerima program terhadap program Jamkesmas meliputi
pengetahuan tentang apa, bagaimana dan tujuan program; dan
Operasional mengenai Jamkesmas yang akan diukur berhubungan dengan
pelayanan dokter atau petugas kesehatan, tingkat kepuasan terhadap pelayanan
kesehatan, pengetahuan masyarakat mengenai Jamkesmas, prosedur administrasi
dan intensitas pemakaian kartu Jamkesmas di Puskesmas Batu VI Kecamatan
Siantar Kabupaten Simalungun.
1. Respon Positif
a. Setuju dengan adanya pelayanan kesehatan;
b. Memahami program Jamkesmas; dan
c. Puas dengan pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas.
2. Respon Negatif
a. Tidak setuju dengan adanya pelayanan kesehatan;
b. Tidak memahami program Jamkesmas, dan
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan / melukiskan objek
penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain – lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta – fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1991 :
73).
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Batu VI Jalan Asahan Km.VI, Desa
Lestari Indah Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun. Adapun alasan peneliti
melakukan penelitian di lokasi ini adalah karena merupakan salah satu organisasi
yang melaksanakan program Jamkesmas, disamping itu, Puskesmas Batu VI
merupakan salah satu Puskesmas Terpadu yang ada di Kabupaten Simalungun.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda – benda, hewan, tumbuh – tumbuhan, gejala – gejala, nilai atau peristiwa
berbagai sumber data yang memiliki karakter tertentu dalam suatu penelitian
(Nawawi, 1991 : 141).
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta
dalam kurun waktu satu semester sebelum pelaksanaan penelitian, terhitung sejak
bulan April sampai bulan September 2010 yang berjumlah 1548 orang.
Tabel 3.1 Jumlah Pasien Jamkesmas yang mendapatkan pelayanan di Puskesmas Batu VI selama enam bulan terakhir (April s/d September 2010).
No Bulan Jumlah (orang)
1. April 217
2. Mei 274
3. Juni 277
4. Juli 270
5. Agustus 255
6. September 255
Jumlah 1548
Sumber : Arsip Puskesmas Batu VI Kecamatan Siantar.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah wakil dari populasi yang dianggap representative atau
memenuhi syarat untuk menggambarkan keseluruhan dari populasi yang
diwakilinya (Arikunto, 1998 : 120). Karena jumlah populasi melebihi dari 1000
orang, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penarikan sample
Taro Yamane yang menggunakan rumus sebagai berikut :
n = N
N . d2 + 1
Keterangan :
n : jumlah sampel
d : presisi ( tingkat penarikan sampel ditetapkan 10% dengan tingkat
kepercayaan 95% )
Menurut rumus Taro Yamane diatas, maka :
n = 1548
1548 (10%)2 + 1
n = 1548
1548 . 0,01 + 1
n = 1548 15,48 + 1 n = 1548 16,48 n = 93,93 n = 94
Dari teknik pengambilan sampel diatas, maka dapat ditentukan responden
sebanyak 94 peserta dengan kriteria responden adalah pasien Jamkesmas yang
telah lebih dari tiga kali mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Batu VI.
Alasan peneliti memilih kriteria tersebut adalah, pasien yang telah lebih dari tiga
kali mendapatkan pelayanan di Puskesmas Batu VI, karena dianggap bisa
memberikan jawaban yang lebih kompatibel.
3.4. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, dalam penelitian ini digunakan
beberapa tehnik sebagai berikut :
a. Studi kepustakaan
Tehnik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang
diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah, surat kabar, dan
b. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan
penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta
yang bekaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu :
1. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang
ditelitiuntuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek
penelitian ; dan
2. Kuesioner, yaitu tehnik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan
menyebar angket kepada masyarakat peserta jamkesmas yang menjadi
responden.
3.5. Tehnik Analisa Data
Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif kuantitatif, dimana pengolahan data dilakukan dengan manual, data
dikumpulkan dari hasil kuesioner dan wawancara. Kemudian ditabulasi dalam
bentuk frekuensi dan kemudian dianalsia. Dimana analisa data yang dilakukan
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Editing, yaitu meneliti data-data yang diperoleh dari penelitian.
2. Coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban menurut macamnya.
3. Menghitung besarnya persentase data pada masing-masing kategori.
4. Tabulasi, disini data dalam keadaan ringkas dan tersusun dalam suatu Tabel