• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kinerja Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Teknik Modulasi M-PSK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Kinerja Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Teknik Modulasi M-PSK"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISA KINERJA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI

MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI M-PSK

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh

MUHAMMAD FAHMI

0 4 0 4 0 2 0 8 1

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISA KINERJA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI M-PSK

Oleh :

MUHAMMAD FAHMI 04 0402 081

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disetujui oleh : Pembimbing,

Maksum Pinem, ST. MT. NIP:19681004 200012 1 001

Diketahui oleh : Pelaksana Harian

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

2010

Prof. Dr. Ir. Usman Baafai NIP:19461022 197302 1 001

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

(3)

ABSTRAK

Pada sistem komunikasi bergerak adanya fenomena multipath fading dapat menurunkan kinerja sistem. Untuk mengatasi kerusakan yang diakibatkan oleh adanya multipath fading tersebut maka diterapkan teknik diversitas. Teknik diversitas Alamouti [2] adalah salah satu teknik diversitas yang diterapkan pada sisi pemancar, yang dapat mengurangi kompleksitas pada perangkat penerima serta memberikan gain yang efektif.

Pada Tugas Akhir ini dilakukan analisa kinerja Sistem Diversitas Alamouti pada beberapa variasi modulasi PSK (M-ary PSK). Kinerja yang diukur adalah perbandingan Bit Error Rate terhadap Signal to Noise Ratio, dengan menggunakan bantuan program MATLAB 7.5.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia

yang dilimpahkan sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Adapun Tugas

Akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat kesarjanaan di Departemen Teknik Elektro,

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang penulis beri judul “Analisa

Kinerja Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Teknik Modulasi M-PSK”.

Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu

ayahanda, Ir. Nazaruddin, ibunda, Siti Aisyah, Kakanda saya Eva Novita, serta

adik-adik saya, Mutia Sovia, M. Rizal, Intan Purnama Sari, Ulfa sakinah dan

Izzatul Azkia yang merupakan bagian hidup penulis yang senantiasa mendukung

dan mendoakan dari sejak penulis lahir hingga sekarang. Firlina yang selalu

mendukung dan membimbing penulis dengan doa dan kasih sayang yang tulus.

Selama masa perkuliahan sampai masa penyelesaian tugas akhir ini, penulis

banyak memperoleh bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan

setulus hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

(5)

1. Bapak Maksum Pinem, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir,

yang dengan ikhlas dan sabar memberikan masukan, bimbingan dan motivasi

dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Satria Ginting, selaku Dosen Wali selama saya mengikuti

perkuliahan.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Baafai, selaku Pelaksana Tugas Ketua Departemen

Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Teknik Elektro USU dan Seluruh

Karyawan di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Elektro USU.

6. Teman-teman angkatan 2004, Firdaus, Salman, Alex, Willy, Imanuel, Dedi,

Syamsi, Fauzan, Hafiz, Aris, Bismo, Jhoni, Luthfi, Raul, Harry, Muhfi, Hans,

Anhar, Wahyu, Eko, Sabri, dan teman-teman ’04 lain yang tidak bisa

disebutkan satu per satu.

7. Teman-teman di Kost, bang rudi, bang fajar, anto, varo, ibnu, mabrur, mirza,

(6)

Akhir kata, tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, masih banyak kesalahan

dan kekurangan, namun penulis tetap berharap semoga tugas akhir ini bisa

bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi pengembangan selanjutnya

Medan, Desember 2010

Penulis

Muhammad Fahmi

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Metodelogi Penulisan ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS 2.1 Karakteristik Kanal Nirkabel ... 5

2.1.1 Fading ... 6

2.1.2 AWGN ... 8

2.1.3 Kanal Rayleigh ... 11

2.2 Diversitas ... 13

2.2.1 Diversitas Ruang. ... 14

(8)

2.2.3. Diversitas Space-time Coding ... 16

BAB III DIVERSITAS ALAMOUTI DAN MODULASI M-PSK 3.1 Diversitas Transmit... 17

3.2 Diversitas Alamouti ... 19

3.2.1 Rancangan Combiner ... 21

3.2.2 Maximum Likelihood Detector ... 21

3.3 Modulasi M-ary PSK ... 22

3.3.1 Binary Phase Shift Keying (BPSK) ... 22

3.3.2 Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)... 24

3.3.3 8 Phase Shift Keying (8PSK) ... 26

3.3.4 16 Phase Shift Keying (16PSK) ... 27

BAB IV ANALISA KINERJA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI M-PSK 4.1 Umum ... 28

4.2 Parameter Sistem Diversitas Alamouti ... 28

4.3 Algoritma Sistem Diversitas Alamouti ... 30

4.4 Hasil Analisa ... 34

4.4.1 Kondisi Pertama: Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi BPSK ... 34

(9)

Menggunakan Modulasi 8PSK ... 36 4.4.4 Kondisi Pertama: Sistem Diversitas Alamouti

Menggunakan Modulasi 16PSK ... 39 4.4.5 Perbandingan Hasil dari Berbagai Kondisi ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 44 5.2 Saran ... 45

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dua Jenis Fading ...6

Gambar 2.2 Grafik Kepadatan Spektral Daya ...9

Gambar 2.3 Penambahan Noise ke Sinyal Utama ... 10

Gambar 2.4 Grafik PSD Distribusi Rayleigh ... 12

Gambar 3.1 Skema Baru Alamouti ... 20

Gambar 3.2 Phase Shift Keying ... 22

Gambar 3.3 Konstelasi Sinyal BPSK ... 23

Gambar 3.4 Bentuk Gelombang BPSK (a) fc=2/T (b) fc=1,8/T ... 23

Gambar 3.5 Konstelasi Sinyal QPSK ... 24

Gambar 3.6 Bentuk Gelombang QPSK ... 26

Gambar 3.7 Konstelasi Sinyal 8PSK ... 27

Gambar 4.1 Blok Diagram Sistem Diversitas Alamouti ... 29

Gambar 4.2 Algoritma Sistem Diversitas Alamouti ... 30

Gambar 4.3 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi BPSK ... 35

Gambar 4.4 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi QPSK ... 37

Gambar 4.5 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi 8PSK ... 39

(11)

Gambar 4.7 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Time Spreading of Signal ...7

Tabel 2.2 Karakteristik Time Variance of The Channel ...8

Tabel 2.3 Klasifikasi Kanal Fading ...8

Tabel 3.1 Proses Pengkodean ... 19

Tabel 3.2 Koordinat Sinyal QPSK ... 25

Tabel 4.1 Parameter Sistem ... 29

Tabel 4.2 BER vs SNR Modulasi BPSK... 34

Tabel 4.3 BER vs SNR Modulasi QPSK ... 36

Tabel 4.4 BER vs SNR Modulasi 8PSK ... 38

Tabel 4.5 BER vs SNR Modulasi 16PSK ... 40

(13)

ABSTRAK

Pada sistem komunikasi bergerak adanya fenomena multipath fading dapat menurunkan kinerja sistem. Untuk mengatasi kerusakan yang diakibatkan oleh adanya multipath fading tersebut maka diterapkan teknik diversitas. Teknik diversitas Alamouti [2] adalah salah satu teknik diversitas yang diterapkan pada sisi pemancar, yang dapat mengurangi kompleksitas pada perangkat penerima serta memberikan gain yang efektif.

Pada Tugas Akhir ini dilakukan analisa kinerja Sistem Diversitas Alamouti pada beberapa variasi modulasi PSK (M-ary PSK). Kinerja yang diukur adalah perbandingan Bit Error Rate terhadap Signal to Noise Ratio, dengan menggunakan bantuan program MATLAB 7.5.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sistem komunikasi nirkabel, teknik diversitas telah digunakan secara luas untuk meningkatkan kinerja transmisi data melalui kanal fading. Prinsip kerja diversitas adalah menyediakan beberapa replika dari informasi yang sama melalui kanal fading yang berbeda sehingga komponen sinyal terfading dapat dimitigasi. Salah satu teknik diversitas tersebut adalah diversitas ruang. Metode diversitas ruang yang popular adalah diversitas penerima, dimana konsepnya adalah menggabungkan beberapa sinyal yang diterima penerima, guna menigkatkan kemampuan rekonstruksi pesan informasi.

Metode diversitas penerima yang umum digunakan yaitu selection diversity (SD), equal gain combining (EGC), maximal ratio combining (MRC). Diantara ketiga metode tersebut MRC memberikan hasil mitigasi fading yang terbaik. Hal ini dikarenakan MRC mengaplikasikan pembobotan sinyal pada setiap cabang sesuai dengan rasio SNR yang diterima[1].

Selain ketiga teknik combining diatas, terdapat teknik maximal rational combining (MRRC) yang memanfaatkan informasi respon kanal agar mendapatkan

gain diversitas dengan menggunakan antena jamak pada penerima.

(15)

(STD)’. rancangan Alamouti diimplementasikan untuk dua buah antena pemancar

dan satu antena penerima, sistem untuk antena penerima lebih dari satu juga diajukan pada paper yang sama. Metode ini sesungguhnya menyertakan waktu yang timbul dari adanya selisih waktu saat proses pembalikan bit. Dengan metode ini data dikodekan dan dikirimkan secara simultan dari kedua antena. Tidak ada mekanisme umpan balik pada transmisi menggunakan metode STD ini.

Pada tugas akhir ini penulis akan menganalisis kinerja STBC Alamouti pada beberapa tipe modulasi M-PSK (BPSK, QPSK, 8PSK dan 16PSK). Parameter yang diukur adalah hubungan antara Bit Error Rate(BER) dan Signal to Noise Ratio (SNR).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permasalahan antara lain: 1. Apa saja karakteristik propagasi kanal wireless

2. Bagaimana cara mengatasi fading

3. Bagaimana prinsip kerja teknik diversitas Alamouti

4. Bagaimana pengaruh modulasi terhadap sistem diversitas Alamouti.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis kinerja sistem diversitas Alamouti dengan berbagai tipe modulasi M-PSK.

(16)

1.4 Batasan Masalah

Agar masalah dalam Tugas Akhir ini tidak terlalu luas dan menyimpang dari topik yang ada, maka penulis perlu membatasi permasalahan sebagai berikut :

a. Analisis dilakukan pada sinyal baseband

b. Kanal yang digunakan adalah kanal flat fading terdistribusi rayleigh dan mengandung additive white Gaussian noise (AWGN)

c. Kinerja dihitung hanya untuk dua antena pemancar dan satu antena Penerima.

e. Hasil yang diamati adalah kurva BER vs SNR

1.5 Metodologi Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan dan kajian dari jurnal-jurnal dan

artikel pendukung.

2. Perancangan sistem, membuat model, pembangkitan kanal Rayleigh, dan menyusun algoritma simulasi teknik diversitas Alamouti.

1.6 Sistematika Penulisan

(17)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

Bab ini menjelaskan landasan teori propagasi beserta karakteristik pada kanal wireless, jenis-jenis dari fading beserta akibat yang ditimbulkannya, noise AWGN, kanal Fading Rayleigh, serta teknik Diversitas.

BAB III DIVERSITAS ALAMOUTI DAN MODULASI M-PSK

Bab ini menjelaskan mengenai diversitas Alamouti dan teknik modulasi M-PSK.

BAB IV ANALISA KINERJA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI M-PSK

Bab ini menjabar hasil dari perhitungan menggunakan MATLAB 7.5 dan menyampaikan analisa dari hasil yang telah diperoleh.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(18)

BAB II

KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

2.1 Karakteristik Kanal Nirkabel

Perambatan sinyal pada kanal yang dipakai dalam komunikasi terjadi di atmosfer dan dekat dengan permukaan tanah, sehingga model perambatan ruang bebas (free space propagation) kurang memenuhi untuk menggambarkan kanal dan memprediksikan kinerja sistem. Dalam sistem komunikasi nirkabel, sinyal merambat melalui pemantulan oleh berbagai objek dalam beragam lintasan sebelum sampai ke penerima (multiple reflective paths). Fenomena ini biasa disebut sebagai multipath fading. Efek dari multipath fading adalah fluktuasi dari amplituda, fasa, dan sudut

dari sinyal yang masuk ke penerima.

Ada tiga mekanisme dasar yang terjadi pada propagasi sinyal dalam sistem komunikasi bergerak [3] , yaitu:

1. Refleksi, terjadi ketika gelombang elektromagnet yang merambat mengenai permukaan yang halus dengan dimensi besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal.

2. Difraksi, terjadi ketika lintasan radio terhalang oleh objek padat yang lebih besar daripada panjang gelombang sinyal. Biasa disebut juga dengan shadowing.

(19)

2.1.1 Fading

Fading merupakan karakteristik utama dalam propagasi radio bergerak. Fading

dapat didefenisikan sebagai perubahan fase, polarisasi dan level dari suatu sinyal terhadap waktu. Defenisi dasar dari suatu fading adalah yang berkaitan dengan mekanisme propagasi yang melibatkan refraksi, refleksi, difraksi, hamburan dan redaman dari gelombang radio. Kinerja dari suatu sistem komunikasi dapat turun akibat adanya fading.

Kanal fading terbagi dua [4], yaitu fading skala besar / large scale fading dan fading skala kecil / small scale fading. Fading skala besar merepresentasikan

redaman / path loss karena pergerakan sinyal melalui area yang besar. Besar dari atenuasi oleh fading skala besar akan sebanding dengan jarak antara pengirim dengan penerima. Distribusi dari fading skala besar berbentuk lognormal. Fading skala kecil merupakan perubahan sangat cepat yang terjadi pada amplituda sinyal diterima di sekitar tingkat rata-rata sinyal. Fading skala kecil termanifestasi menjadi dua mekanisme, time spreading of the signal dan time variance of the channel. Distribusi dari small scale fading berbentuk Rayleigh pada umumnya dan Rician jika terdapat komponen Line of Sight (LOS). Manifestasi fading dapat dilihat pada Gambar 2.1:

(20)

Time spreading of signal menyatakan sinyal yang didapat penerima akan

menjadi terduplikasi karena efek banyak jalur lintasan dengan keterlambatan /delay root mean square (rms) dinyatakan dengan τm. Karena jelas bahwa kanal nirkabel

yang praktis memiliki keterbatasan pita frekuensi / bandwidth (BW), maka apabila spektrum sinyal yang dikirimkan lebih kecil daripada BW sinyal, distorsi akan terjadi. Kanal demikian biasa disebut dengan kanal frequency selective dengan lawannya adalah kanal frequency non-selective. Terdapat batasan BW kanal di mana kanal akan memiliki korelasi yang tinggi bila dimasukkan sinyal dengan BW lebih kecil dari padanya, yaitu channel coherence bandwidth ( W0). W0 berelasi dengan

m

τ . Tabel 2.1 menjelaskan korelasi tersebut (Ts menunjukkan perioda simbol):

Tabel 2.1 Karakteristik time speading of signal

Perpindahan tempat dari pengguna yang bergerak akan mengubah karakteristik kanal nirkabel secara berkala / time variance of the channel. Variasi kanal ini dinyatakan dengan doppler spread ( f ). Seperti hubungan antara D τmdengan W , 0

terdapat juga hubungan sejenis antara f dengan channel coherence time (D T ). 0 T 0

adalah waktu dimana kanal dianggap tidak berubah / time invariant. Apabila T 0

lebih kecil dari perioda sinyal (T ), kanal dianggap fast fading, tapi bila terjadi s

sebaliknya kanal dianggap slow fading. Tabel 2.2 menjelaskan karakteristik dari time variance of the channel.

(21)

Tabel 2.2 Karakteristik time variance of the channel

Sebagai kesimpulan, klasifikasi dari kanal fading ada pada Tabel 2.3: Tabel 2.3 Klasifikasi Kanal Fading

Model Kanal T0 << Ts T0 >>Ts

Masalah lain yang timbul dari kanal nirkabel adalah interferensi. Interferensi ialah gangguan yang muncul pada sinyal yang dikehendaki yang disebabkan oleh sinyal lain. Sinyal lain tersebut bisa berasal dari kanal yang bersebelahan (adjacent channel interference), maupun dari kanal lain yang memiliki frekuensi yang sama

(co-channel interference). Sistem Alamouti dirancang untuk memberikan jarak cukup antara dua antena pengirim agar tidak terjadi interferensi.

2.1.2. AWGN

Salah satu jenis noise yang ada pada sistem komunikasi adalah noise thermal. Noise thermal ini disebabkan oleh pergerakan-pergerakan elektron di dalam

Karakterisasi Fast fading Slow fading Domain waktu

T0 << Ts T0 >>Ts

(22)

konduktor yang ada pada sistem telekomunikasi, misalnya pada perangkat penerima. Pada bidang frekuensi, noise thermal ini memiliki nilai kepadatan spektrum daya yang sama untuk daerah frekuensi yang lebar, yaitu sebesar N0/2, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2(a) sedangkan fungsi kepadatan probabilitas AWGN ditunjukkan pada Gambar 2.2 (b).

(a) (b)

Gambar 2.2 (a) Grafik Kepadatan Spektrum Daya White Noise (b) Fungsi Kepadatan Probabilitas AWGN

(23)

Gambar 2.3 Penambahan Noise ke Sinyal Utama Persamaan Distribusi Gaussian yang mewakili AWGN, yaitu [6]:

2 Varians memiliki nilai:

b

adalah kerapatan spektral daya dari noise dan Tb adalah

laju bit. Ts = temperatur noise (K)

(24)

2.1.3 Kanal Rayleigh

Pada sistem komunikasi wireless terdapat gangguan khusus berupa komponen multipath dari sinyal yang dipancarkan. Multipath merupakan jalur propagasi yang

berbeda-beda, yang dilalui sinyal antara pengirim dan penerima, yang disebabkan karena pantulan oleh halangan-halangan dan benda-benda yang ada di sepanjang jalur propagasi.

Perbedaaan jalur propagasi menimbulkan komponen multipath dari sinyal yang dipancarkan tiba pada penerima melalui jalur propagasi yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula. Perbedaan waktu tiba pada penerima tersebut menyebabkan sinyal yang diterima mengalami interferensi, yang akan menimbulkan fenomena fluktuasi amplitude dan fasa sinyal yang diterima, dan menimbulkan fenomena mendasar yang disebut fading.

Fluktuasi amplitudo sinyal yang terjadi adalah acak dan tidak dapat ditentukan sebelumnya, besar dan kapan terjadinya. Namun berdasarkan penelitian, fading tersebut dapat diperkirakan secara statistic, berupa perubahan nilai secara acak dengan distribusi tertentu. Salah satu distribusi tersebut adalah Distribusi Rayleigh. Distribusi Rayleigh merupakan salah satu distribusi yang dapat menjadi model untuk

mewakili fading, sehingga fading yang memiliki Distribusi Rayleigh ini disebut Fading Rayleigh. Pada Fading Rayleigh, setiba sinyal yang melalui jalur yang

berbeda-beda tersebut, memberikan sejumlah energi yang sama terhadap sinyal gabungan yang ada pada penerima. Sinyal yang dipengaruhi Fading Rayleigh yang sampai pada penerima dapat dipresentasikan dengan persamaan [5].

( ) ( )

t r t

[

ft

( )

t

]

(25)

Dimana:

r(t)= fluktuasi amplitude sinyal e(t) sebagai fungsi waktu = e

( )

t

( )

t

θ = fluktuasi fasa sinyal e(t) sebagai fungsi waktu = ∠e

( )

t

Fluktuasi amplitude gelombang pembawa pada sinyal yang dipengaruhi Fading Rayleigh mengikut i Distribusi Rayleigh, dengan persamaan:

( )

= − 2

2 2 2

σ

σ

r

e r t

p (2.5)

Dimana:

p(t)= fungsi kepadatan probabilitas munculnya r. r = amplitudo acak.

2

σ = variansi pdf.

Fungsi kerapatan probabilitas Distribusi Rayleigh dapat dilihat pada Gambar 2.4 :

(26)

2.2 Diversitas

Diversitas adalah teknik yang umum digunakan pada sistem komunikasi bergerak untuk mengatasi fading sinyal. Prinsip dasar dari diversitas adalah sebagai berikut: apabila beberapa replika sinyal yang membawa informasi diterima melalui beberapa kanal dengan kuat sinyal yang tidak sama (sebab terjadi fading yang independed) maka besar kemungkinan setidaknya satu atau lebih kombinasi sinyal yang diterima tersebut tidak akan melemah kurang dari ambang batas level sinyal yang dibutuhkan oleh penerima.

Tanpa teknik diversitas, pada kanal propagasi yang terfading kuat, pemancar harus memancarkan level daya yang lebih tinggi untuk menjaga link tetap optimal. Hal ini berarti pemborosan daya. Sebagian besar jaringan komunikasi seluler terbatas oleh interferensi, sehingga teknik mitigasi kanal dengan diversitas dapat mengurangi carrier to interference ratio (C/I), serta meningkatkan factor reuse dan kapasitas sistem.

(27)

Pada kenyataannya, fading sinyal pada masing-masing cabang diversitas tidak seratus persen independen. Cross-korelasi Envelope (ρ) antara sinyal-sinyal tersebut diukur berdasarkan derajat kebebasannya:

2

Dimana r dan 1 r mewakili level amplitude dari sinyal ternormalisasi pada 2 dua penerima rN dan 1 rN . Cross korelasi 0,7 antar kedua envelope sudah cukup 2 untuk menghasilkan gain diversitas. Berdasarkan tipe diversitas yang digunakan, kedua kanal diversitas tersebut haruslah memiliki separasi dimensi diversitas yang cukup. Sebagai contoh, pada space diversity untuk memastikan korelasinya kurang dari 0,7 antena haruslah terpisah sejauh coherence distance. Pada diversitas frekuensi, pemisahan frekuensi harus lebih besar dari coherence bandwidth. Pada diversitas waktu, pemisahan kanal time reuse harus lebih besar dari coherence time. Coherence factors tersebut berubah sesuai dengan karakteristik kanal, antara lain angle sprea, delay spread, dan Doppler spread.

Teknik diversitas akan bekerja optimal untuk mengatasi link fading, oleh sebab itu apabila link fading yang terjadi tidak signifikan, seperti pada kasus line of sight misalnya, maka diversity combining tidak akan memberikan tambahan gain diversitas yang berarti.

2.2.1 Diversitas Ruang

(28)

tambahan alokasi spectrum frekuensi. Cara pengaplikasikannya dapat digunakan pada downlink maupun uplink. Gain diversitas didapatkan dengan menempatkan antena (pemancar maupun penerima) dengan jarak tertentu sedemikian sehingga didapatkan de-korelasi yang cukup. Jarak yang dibutuhkan antar antena tersebut bergantung terhadapa derajat multipath angle tersebar. Semakin besar sudut multipathnya maka jarak antena yang kecil sudahlah cukup dan sebaliknya. Berdasarkan pengukuran empiris, terdapat hubungan yang erat antar tinggi antena dengan jarak minimum antar antena. Semakin tinggi antena maka coherence distance yang dibutuhkan juga makin besar. Diversitas bias didapat baik dengan pemisahan antena secara horizontal maupun vertikal (asalkan dapat menghasilkan cross korelasi

ρ 0,7 atau lebih.

Untuk diversitas ruang pada sisi pemancar, apabila kanal forward tidak diketahui maka diversitas ruang ini perlu di transformasi ke diversitas dalam dimensi yang lain sehingga dapat diolah di penerima. Dalam tugas akhir ini, transformasi yang dimaksud adalah diversitas waktu.

2.2.2 Diversitas Waktu

(29)

Kelemahan dasar diversitas waktu adalah delay yang diperlukan untuk mengumpulkan replika sinyal. Apabila coherence time besar, sebagai contoh bila pesawat penerima bergerak lambat, maka delay yang dibutuhkan menjadi terlalu besar. Untuk kasus ideal dimana sekitar penerima terdapat penghambur maka fungsi autokorelasi untuk sinyal yang diterima x(t) adalah sbb:

) / 2 ( )] ( ) (

[x t x t τ J0 πτv λ

E + = (2.7)

Dimana x(t) adalah symbol yang dikirimkan pada waktu t. J adalah fungsi 0 Bessel orde 0 dan v adalah kecepatan penerima. τ adalah rentang pengiriman antar symbol.

2.2.3 Diversitas Space-time Coding

(30)

BAB III

DIVERSITAS ALAMOUTI DAN MODULASI M-PSK

3.1 Diversitas Transmit

Secara teoritis, teknik paling efektif untuk mengatasi fading adalah power control. Cara kerjanya sebagai berikut: apabila diketahui sinyal yang sampai ke

penerima levelnya turun akibat fading, maka pengirim akan menaikkan daya yang dikirimkan untuk mengkompensasi efek fading tersebut. Metode ini kurang praktis karena daya yang dapat dipancarkan terbatas. Selain itu apabila kanal uplink dan downlink menggunakan frekuensi yang berbeda maka pengirim tidak akan memiliki

informasi secara langsung mengenai fading yang terjadi. Apabila informasi power control tersebut didapatkan dari mekanisme umpan balik, maka throughtput bisa

berkurang dan menambah kompleksitas sistem.

Pada kebanyakan kasus, diversitas antena adalah teknik yang praktis dan efektif untuk mengurangi efek multipath fading. Salah satu pendekatan klasik menggunakan beberapa antena pada penerima dan melakukan combining atau selection untuk meningkatkan kualitas sinyal yang diterima. Beberapa contoh teknik

ini antara lain Selection Diversity (SD), Equal Gain Combining (EGC), Maximal Ratio Combining (MRC), dan Maximal Ratio Receiver Combining (MRRC).

(31)

Untuk diversitas arah downlink teknik yang diperkenalkan kemudian adalah dengan menggunakan beberapa antena disisi base station. Jadi gain diversitas juga dapat diperoleh untuk arah downlink. Terdapat dua teknik dasar yang diperkenalkan. Pertama menggunakan Space Time Trellis Code (STTC). Pada STTC, setiap data dikodekan sesuai state simbolnya kemudian hasil kode tersebut dibagi kedalam n aliran yang lalu dikirimkan secara simultan menggunakan n antena pengirim. Sinyal yang diterima merupakan superposisi linier dari n sinyal yang ditransmisikan ditambah dengan noise [6]. Teknik ini efektif karena menggabungkan secara langsung keuntungan dari forward error correction (FEC) koding dan gain diversitas. Namun begitu, cost tambahan pemrosesan sinyal meningkat secara eksponensial sebagai fungsi efesiensi bandwith (bit/s/Hz) dan orde diversitas. Akibatnya STTC tidak praktis bahkan tidak cost efektif.

(32)

adalah antena pemancar yang berbeda). STBC mengkombinasikan teknik diversitas waktu dan ruang.

3.2 Diversitas Alamouti

Metode Alamouti ini adalah teknik yang dikembangkan pada sisi pemancar dengan satu buah antena penerima. Sebelum dipancarkan sinyal dikodekan terlebih dahulu dengan menggunakan Alamouti code. Sistem ini dapat mengirimkan dua simbol yang berbeda dalam satu waktu. Diasumsikan s dan 0 s adalah simbol yang 1 telah dimodulasi oleh PSK modulator. Pada waktu pertama (t) antena ke-1 mengirimkan sinyal berupa simbol s dan antena ke-dua mengirimkan sinyal berupa 0

simbol s . Kemudian pada waktu kedua (t+T) simbol dari masing-masing antena 1

pemancar tersebut dikonjuget sehingga menjadi simbol −s1* pada antena ke-1 dan simbol *

0

s pada antena ke dua, seperti pada Tabel 3.1 [2]. Tabel 3.1 Proses Pengkodean

Pada proses encoding sinyal yang dipancarkan dipengaruhi fading. Kemudian diterima oleh antena penerima dimana sinyal yang diterima tersebut juga dipengaruhi oleh noise. Kemudian sinyal tersebut masuk ke dalam Maximum

Antena 0 Antena 1

Waktu t s 0 s 1

(33)

Likelihood Detector untuk melakukan proses pengambilan keputusan, seperti

ditunjukkan pada Gambar 3.1[2]

maximum likelihood detector

Gambar 3.1 Skema baru Alamouti

Kanal pada time t terbentuk oleh complex multiplicative distortion (penyimpanan distorsi) h0

( )

t pada antena pemancar satu dan h1

( )

t pada antena pemancar dua, bila diumpamakan dua simbol tersebut memiliki fading (pelemahan daya sinyal yang diterima) yang konstan maka dapat dituliskan sebagai berikut:

h0

( ) ( )

t =h0 t+T =h00ejθ0 (3.1)

Dimana T adalah simbol dari periode, kemudian sinyal pada antena penerima dapat dituliskan sebagai berikut:

(34)

( )

1

3.2.1 Rancangan Combiner

Sinyal-sinyal yang telah diterima pada antena penerima akan masuk ke alat yang disebut combiner. Sehingga sinyal menjadi:

1

apabila persamaan (3.1) dan (3.2) dimasukkan ke dalam persamaan (3.5) dan (3.6), dengan ketentuan h0 dan h1 adalah konstan untuk minimal dua perioda simbol, maka:

3.2.2 Maximum Likelihood Detector

(35)

3.3 Modulasi M-ary PSK

Phase Shift Keying (PSK) adalah salah satu sistem modulasi digital yang

mempunyai frekuensi dan amplitude yang sama tetapi memiliki sudut fase yang berbeda. Pada modulasi fasa ini memilki variasi PSK yang berbeda tergantung pada fase yang memodulasinya , yaitu BPSK, QPSK. 8PSK, 16 PSK. Secara umum sinyal yang dihasilkan oleh modulasi PSK diberikan oleh :

( )

memperlihatkan bentuk gelombang sinyal salah satu modulasi M-PSK:

Gambar 3.2 Phase Shift Keying (PSK)

3.3.1 Binary Phase Shift Keying (BPSK)

Data biner ditunjukkan oleh dua sinyal dengan fasa yang berbeda pada BPSK. Dua sinyal ini adalah :

,

(36)

Konstelasi sinyal BPSK dapat dilihat pada Gambar 3.3, dimana s1(t) dan s2(t) ditunjukkan oleh dua titik pada sumbu horizontal.

Gambar 3.3 Konstelasi Sinyal BPSK

Bentuk gelombang sinyal BPSK yang dihasilkan untuk aliran data {10110} ditunjukkan pada Gambar 3.4. Bentuk gelombangnya mempunyai frekuensi konstan dan fasanya secara umum tidak kontinu pada garis batas bit.

(37)

3.3.2 Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)

QPSK adalah teknik modulasi yang paling sering digunakan diantara teknik modulasi M-ary PSK lainnya karena tidak mengalami penurunan bit error rate (BER) ketika efisiensi bandwidth ditingkatkan. Sinyal QPSK didefenisikan sebagai :

),

kelipatan dari symbol rate (laju simbol). Oleh karena itu, pada setiap interval simbol [kT,(k+1)T], fasa sinyal awal juga merupakan salah satu dari empat fasa sinyal QPSK.

Pada QPSK, bit data dibagi menjadi kelompok dari dua bit, disebut dibit. Ada empat kemungkinan dibit, yaitu 00, 01, 10, dan 11. Masing-masing dari empat sinyal QPSK melambangkan salah satu dibit. Konstelasi sinyal QPSK pada Gambar 3.5 [9] menggunakan Gray coding.

(38)

Koordinat dari titik-titik sinyal ditunjukkan pada Tabel 3.2 [8] Tabel 3.2 Koordinat Sinyal QPSK

Dibit Fasa θi

Sinyal QPSK untuk setiap saat pada sumbu t dapat ditulis sebagai :

,

dimana I(t) dan Q(t) adalah deretan pulsa yang ditentukan oleh bit-urutan ganjil dan bit-urutan genap secara berturut-turut.

(39)

Gambar 3.6 Bentuk Gelombang QPSK

3.3.3 8PSK (8 Phase Shift Keying)

Pada modulasi 8 PSK memiliki fasa yang berbeda 450 derajat, Terdapat empat

perbedaan fasa, yaitu π/8, 3π/8, 5π/8, dan 7π/8. Gambar 3.7 menunjukkan konstelasi dari sinyal 8 PSK.

( )

(

0

)

45 2

cos +

= A f t

t

(40)

Gambar 3.7 Konstelasi Sinyal 8PSK

3.3.4 16PSK (16 Phase Shift Keying)

Sinyal pada modulasi PSK dapat dikelompokkan ke dalam wilayah yang lebih kecil. sehingga sinyal sekarang mempunyai setiap bagian 22,50, memberikan 16PSK. Sehingga setiap simbol mewakili 4 bit. Kecepatan data sekarang 4 kali lebih besar dari BPSK untuk simbol yang sama

(41)

BAB IV

ANALISA KINERJA SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI M-PSK

4.1 Umum

Sistem diversitas Alamouti yang dianalisa terdiri dari empat bagian, yaitu: 1. Sistem diversitas Alamouti menggunakan modulasi BPSK

2. Sistem diversitas Alamouti menggunakan modulasi QPSK 3. Sistem diversitas Alamouti menggunakan modulasi 8PSK 4. Sistem diversitas Alamouti menggunakan modulasi 16PSK

Sistem diversitas Alamouti dengan keempat kondisi tersebut dianalisa kinerja yang berupa perbandingan BER terhadap SNR dengan menggunakan bantuan program MATLAB 7.5.

4.2 Parameter Sistem Diversitas Alamouti

Sistem diversitas Alamouti secara umum digambarkan pada Gambar 4.1. Gambar tersebut mempunyai tiga sektor utama, yaitu transmitter, kanal, dan receiver. Pada tugas akhir ini, sistem diversitas Alamouti yang akan dibahas yaitu

(42)

Bit Generator

Gambar 4.1 Blok Diagram Sistem Diversitas Alamouti

Dimana parameter-parameter umum untuk sistem diversitas Alamouti adalah seperti yang ditunjukkan Tabel 4.1:

Tabel 4.1 Parameter Sistem

Parameter Nilai

Jumlah Bit 100000

Perioda Simbol 0,01ms

Frekuensi Doppler 25 Hz

Modulasi

M-PSK

(BPSK,QPSK,8PSK, dan 16PSK)

(43)

4.3 Algoritma Sistem Diversitas Alamouti

Dari Gambar 4.1 dapat dibuat algoritma sistem diversitas Alamouti yang ditunjukkan pada gambar 4.2.

mulai

Inisiasi parameter

awal

Pembangkitan Data

Pembangkitan Koefesien fading sebanyak jumlah

kanal

Modulasi Data Alamouti code Sinyal terfading Koefesien fading

Sinyal diterima + AWGN

ML combining

Demodulasi Data

Perhitungan BER

Plot BER vs SNR

(44)

Tahapan-tahapan simulasi dari Algoritma pada gambar 4.2 adalah: 1. Pembangkitan Data

Tahap pertama membangkitkan sinyal input, yaitu barisan bilangan 1 dan 0. Dibangkitkan dengan menggunakan fungsi “randint”.

Pada simulasi dituliskan:

%input data

data=randint(1,bitnum,[0,M-1]);

2. Mapping Simbol (Modulasi)

Data yang dibangkitkan tersebut kemudian masuk ke dalam blok modulasi. MATLAB 7.5 telah menyediakan fungsi built-in “modem.psk” dan “modulate” untuk membangkitkan sinyal modulasi M-PSK.

Pada simulasi dituliskan:

%modulasi

pskmod=modem.pskmod(M);

pskdemod=modem.pskdemod(pskmod); ytx=modulate(pskmod,data);

ytx=ytx./sqrt(2);

3. Alamouti Code

Mengacu pada matriks diatas maka cara kerja skema ini dapat diketahui. Pada time-slot pertama, antena 1 akan mentransmisikan simbol s dan antena kedua akan 0

mentransmisikan simbol s , sedangkan pada time-slot kedua antena pertama akan 1

(45)

Pada simulasi dituliskan:

%proses alamouti antena 1 bit1=[]; %proses alamouti antena 2 for n=1:length(ytx)/2;

bit2(1,1+(n-1)*2)=ytx(1,2+(n-1)*2);

bit2(1,2+(n-1)*2)=conj(ytx(1,1+(n-1)*2)); end

bit2=bit2(1,:)./sqrt(2);

4. Koefisien Fading dan AWGN

Pada blok ini akan dihasilkan koefisien fading dan penambahan noise AWGN.

Pada simulasi dituliskan:

%generate koefisien kanal

%kanal transmitter 1 dan receiver fad1=fading(length(bit1)/2,fd,ts)';

%kanal transmitter 2 dan receiver fad2=fading(length(bit2)/2,fd,ts)';

(46)

5. Combining

Pada perangkat penerima akan dilakukan proses combining. Pada simulasi dituliskan:

%combining

for n=1:length(rx)/2;

r1(1,n)=rx(1,1+(n-1)*2); r2(1,n)=rx(1,2+(n-1)*2); end

6. Demodulator

MATLAB telah menyediakan fungsi built-in untuk melakukan blok ini, yaitu “Modem.pskmod”.

Pada simulasi dituliskan:

%demodulasi

zsym=demodulate(pskdemod,received_signal);

7. Kalkulasi BER

Kalkulasi BER dilakukan dengan membandingkan data yang diterima dengan data yang dikirim. Jumlah kesalahan bit dibagi dengan jumlah total bit yang dikirim.

Pada simulasi dituliskan:

(47)

4.4 Hasil Analisa

Pada perhitungan ini akan dianalisis sistem diversitas Alamouti menggunakan modulasi BPSK, QPSK, 8PSK, dan 16PSK.

4.4.1 Kondisi Pertama: Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi BPSK

Pada kondisi yang pertama ini, nilai Bit Error Rate dicari dari sistem diversitas Alamouti yang menggunakan modulasi BPSK. Nilai BER terhadap SNR diperlihatkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 BER vs SNR Modulasi BPSK

SNR BER

2 0.3619

4 0.3350

6 0.3072

8 0.2785

10 0.2598

12 0.2009

14 0.1379

16 0.1139

18 0.0731

20 0.0198

22 0.0096

24 0.0023

26 0.0007

(48)

Dari Tabel 4.2 maka nilai BER terhadap SNR dapat digambarkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.3:

Gambar 4.3 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti menggunakan Modulasi BPSK

(49)

4.4.2 Kondisi kedua: Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi QPSK

Pada kondisi yang kedua ini, nilai Bit Error Rate dicari dari sistem diversitas Alamouti yang menggunakan modulasi QPSK. Nilai BER terhadap SNR diperlihatkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 BER vs SNR Modulasi QPSK

SNR BER

2 0.6412

4 0.6335

6 0.6050

8 0.5302

10 0.4488

12 0.3578

14 0.3537

16 0.3426

18 0.2487

20 0.1300

22 0.1069

24 0.0232

26 0.0085

28 0.0038

30 0.0003

32 0.0000

(50)

Gambar 4.4 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti menggunakan Modulasi QPSK

Gambar 4.4 memperlihatkan modulasi BPSK pada sistem diversitas Alamouti memberikan nilai BER < 0,01 ketika nilai SNR > 26 dB, serta memberikan nilai BER < 0,0001 ketika nilai SNR > 32 dB.

(51)

Tabel 4.4 BER vs SNR Modulasi 8PSK

SNR BER

2 0.8162

4 0.7872

6 0.7797

8 0.7675

10 0.7543

12 0.7026

14 0.5803

16 0.4514

18 0.5078

20 0.3701

22 0.3274

24 0.1935

26 0.1082

28 0.0570

30 0.0331

32 0.0130

34 0.0039

36 0.0006

38 0.0000

(52)

Gambar 4.5 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti menggunakan Modulasi 8PSK

Gambar 4.5 memperlihatkan modulasi BPSK pada sistem diversitas Alamouti memberikan nilai BER < 0,01 ketika nilai SNR > 34 dB, serta memberikan nilai BER < 0,0001 ketika nilai SNR > 36 dB.

4.4.4 Kondisi Keempat: Sistem Diversitas Alamouti Menggunakan Modulasi 16PSK

(53)

Tabel 4.5 BER vs SNR Modulasi 16PSK

SNR BER

2 0.9064

4 0.9051

6 0.8460

8 0.8511

10 0.8407

12 0.8142

14 0.8434

16 0.7888

18 0.6714

20 0.5762

22 0.5989

24 0.4082

26 0.4505

28 0.4038

30 0.2344

32 0.1300

34 0.0572

36 0.0309

38 0.0075

40 0.0021

42 0.0006

44 0.0000

(54)

Gambar 4.6 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti menggunakan Modulasi 16PSK

Gambar 4.6 memperlihatkan modulasi BPSK pada sistem diversitas Alamouti memberikan nilai BER < 0,01 ketika nilai SNR > 38 dB, serta memberikan nilai BER < 0,0001 ketika nilai SNR > 44 dB.

4.4.5 Perbandingan Hasil dari Berbagai Kondisi

(55)

Tabel 4.6 Perbandingan BER vs SNR , menggunakan modulasi M-ary PSK

(56)

Gambar 4.7 Grafik BER terhadap SNR pada Sistem Diversitas Alamouti menggunakan Modulasi M-ary PSK

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Adanya fading dan noise AWGN pada propagasi kanal nirkabel

mengakibatkan terjadinya kerusakan sinyal yang diterima. Hal ini bisa diatasi dengan penerapan sistem teknik diversitas, salah satunya adalah diversitas Alamouti yang dikembangkan pada sisi pemancar.

2. Diversitas alamouti dapat memitigasi fading dengan efektif serta memberikan solusi atas masalah separasi antena pada pesawat penerima. Perangkat penerima pada diversitas Alamouti hanya membutuhkan antena tunggal untuk mendapatkan gain diversitas. Hal tersebut menjamin kepraktisan pesawat penerima.

(58)

5.2 Saran

1. Penelitian pada tugas akhir ini mengasumsikan setiap koefesien fading dibangkitkan secara independen. Untuk penelitian lebih lanjut dapat dilakukan evaluasi kinerja sistem diversitas Alamouti menggunakan koefisien korelasi tertentu yang lebih mewakili keadaan sebenarnya.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

1. Paulraj, A.J. “Diversity-Mobile Communication Handbook,” CRC Press LLC, 1999.

2. Alamouti, S.M. “A Simple Transmit Diversity Technique for Wireless Communication,” IEEE, JSAC, vol. 16 no. 8, 1998

3. T. S. Rappaport, “Wireless Communications : Principles and Practice”, Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, 1996.

4. Skalr, B. “Rayleigh fading channels in mobile digital communication system part I : characterization”, IEEE Communications Magazine, September

1997.

5. Jhon G Proakis, 1995, “Digital Communications”, McGraw-Hill. New York. 6. V. Tarokh, H.Jafarkhani, A.R.Calderbank, “Space-Time Block Coding for

Wireless Communications: Performance Results”, IEEE J. Select. Areas

Comm.vol.17, no.3, p.451-460, Mar. 1999.

7. Machado, R and Bartolomeu F. “A hybrid transmit Antenna/Code Selection Scheme Using Space-Time Block Code,” IEEE WCNC, 2004.

(60)

LAMPIRAN

Pembangkitan Fading

function y=fading(len, fd, T); %T=T*1e-3;

xc=xc+(2*cos(pi*x/N0)).*cos(wn.*ts); xs=xs+(2*sin(pi*x/N0)).*cos(wn.*ts); end

y = (xc + i.*xs)./sqrt(N0+1);

Diversitas Alamouti 2Tx vs 1Rx Menggunakan Modulasi BPSK, QPSK, 8PSK, dan 16PSK

(61)

for c=1:length(SNR);

pskdemod=modem.pskdemod(pskmod); ytx=modulate(pskmod,data);

ytx=ytx./sqrt(2); %proses alamouti antena 1 bit1=[]; %proses alamouti antena 2

for n=1:length(ytx)/2;

%kanal transmitter 1 dan receiver

fad1=fading(length(bit1)/2,fd,ts)'; %kanal transmitter 2 dan receiver

fad2=fading(length(bit2)/2,fd,ts)';

noise1_i=randn(1,length(tx1faded)).*(10^-(SNR(c)/20)); noise1_j=randn(1,length(tx1faded)).*(10^-(SNR(c)/20)); rx=tx1faded+tx2faded+(noise1_i+j*noise1_j);

(62)

received_signal(1,2+(n-1)*2)=conj(fad2(1,n))*r1(1,n)- fad1(1,n)*conj(r2(1,n));

end %demodulasi

zsym=demodulate(pskdemod,received_signal); %calculation of error

err=sum(zsym~=data); BER(c)=BER(c)+(err); end

BER(c)=BER(c)/(5*bitnum); end

semilogy(SNR,BER,'*-'); grid on;

xlabel('SNR') ylabel('BER') if M==2

title('Simulasi MISO dengan modulasi BPSK'); elseif M==4

title('Simulasi MISO dengan modulasi QPSK'); elseif M==8

title('Simulasi MISO dengan modulasi 8-PSK'); else

Gambar

Gambar 2.1:
Tabel 2.1 Karakteristik time speading of signal
Tabel 2.3 Klasifikasi Kanal Fading
Gambar 2.2   (a) Grafik Kepadatan Spektrum Daya White Noise
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian indikator Inisiatif yaitu baik, hal ini menunjukkan bahwa niali-nilai inisiatif di Rumah sakit tersebut mampu di jalankan dengan baik, dan pada dasarnya

mengin'esi manusia- $aitu  P. malariae- dan  P.. vivax dan  P. ovale siBon&lt;siBon dari setiap generasi men)adi matang setiap / )am seali sehingga demam

atau kondisi lingkungan pada lokasi yang berjauhan antara sensor node dengan koordinator.Berdasarkan pengu-jian modul wireless nrf24l01 dapat diketahui bahwa jarak

Konstruksi sosial ( social construction ) merupakan teori sosiologi kontemporer, teori ini dimaksudkan sebagai satu kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi

Bismillahirahmanirrahim Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul

Akta Notaris merupakan akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi yang berjudul ”

Dilihat berdasarkan jenis kelamin pada anak usia 10-17 tahun, persentase anak laki-laki yang bekerja sebesar 11,04 persen, lebih besar dibandingkan dengan persentase anak perempuan