SKRIPSI
PENGARUH TRANSFER PEMERINTAH PUSAT TERHADAP BELANJA MODAL PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
2010 - 2013
OLEH :
LAURA GRACE SITINJAK 110503318
PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:“Pengaruh Transfer PemerintahPusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”, adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi untuk program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan,
Yang membuat pernyataan
110503318
ii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal di Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel, dengan jumlah sampel 24 Kabupaten/Kota setiap tahunnya dari 33 Kabupaten/Kota yang ada di Pripinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2010 – 2013. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data panel yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis koefisien determinasi, pengujian signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan uji F dan uji t.
Hasil hipotesis ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal, dana bagi hasil tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bai Hasil yang merupakan Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal.
iii ABSTRACT
This study aims to determine whether the Central Government Transfers significant effect on Government Capital Expenditure in regencies/cities in North Sumatra.
The method of this thesis is to use a causal research design, the number of samples, with a sample of 24 District / City every year from 33 regency / city at North Sumatera Province. This research was conducted for the period 2010 - 2013. The type of data used is secondary data. Data obtained from the Central Statistics Agency (BPS) of North Sumatra Province. The data have been collected and analyzed by the method of data analysis is conducted prior panel classic assumption test before hypothesis test. Testing the hypothesis in this study using analysis of coefficient of determination, testing the partial regression coefficient significance overall or simultaneous F test and t test.
This hypothesis results showed that in partial General Allocation Fund and Special Allocation Fund significantly affect Capital Expenditure, revenue-sharing no significant effect on Capital Expenditure. Simultaneously, the General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Funds Transfer Bai results is the central government significantly affect Capital Expenditure.
iv KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena
berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2011-2013”. Dalam penyusunan skripsi ini
penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, saran, motivasi, bantuan dan doa dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ac, Ak, Ca., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., dan Bapak Drs. Hotmal
Jafar, MM, Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak.,
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Iskandar Muda SE Msi, Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan pengarahan pada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs.Rustam, M.Si., Ak, selaku Dosen Penguji dan Bapak Drs.Syamsul
Bahri TRB, MM, Ak., selaku Dosen Pembanding yang telah banyak
v 6. Kepada orang tua tercinta Saur Sitinjak dan Mesli sinaga, yang telah mendidik
dan membesarkan penulis. Serta Adik penulis Franki Louis Sitinjak, dan Happy
King Princes Sitinjak yang telah memberikan motivasi pada penulisan skripsi ini
serta teman-teman seperjuangan yang telah membantu memberikan dukungan
dan doa sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna baik isi maupun
susunannya, untuk itu penulis mengharapkan dan menerima kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Penulis,
110503318
vi DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.5 Originalitas ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 9
2.1.1 Belanja Modal ... 12
2.1.2 Dana Alokasi Umum ... 14
2.1.3 Dana Alokasi Khusus ... 16
2.1.4 Dana Bagi Hasil ... 17
2.2 Review Penelitian Terdahulu ... 21
2.3 Kerangka Konseptual ... 29
2.4 Hipotesis Penelitian ... 32
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 33
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33
3.3 Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 33
3.3.1 Variabel Dependen ... 33
3.3.2 Variabel Independen ... 34
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37
3.5 Jenis Data ... 40
3.6 Metode Pengumpulan Data ... 41
3.7 Metode Analisis Data ... 41
3.7.1 Metode Analisis Data Panel ... 41
3.7.1.1 Metode kuadrat terkecil ... 43
3.7.1.2 Metode efek tetap ... 44
3.7.1.3 Metode efek acak ... 45
3.7.2 Pengujian Model Data Panel ... 45
3.7.2.1 Uji Langrange Multiplier ... 46
3.7.2.2 Uji Chow ... 46
3.7.2.3 Uji Hausman ... 47
vii
3.7.4 Kriteria Pengujian ... 48
3.7.4.1 Uji Signifikasi Simultan (Uji F) ... 48
3.7.4.2 Uji Signifikan Parsial (Uji t) ... 49
3.7.4.3 Koefisien Determinasi (R2) ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 51
4.2 Uji Asumsi Klasik ... 52
4.2.1 Uji Normalitas ... 52
4.2.2 Uji Multikolinearitas ... 53
4.2.3 Uji Non-Autokorelasi atau Independensi Residual ... 55
4.2.4 Uji Heteroskedastisitas ... 56
4.3 Pemilihan Metode Estimasi ... 57
4.3.1 Penentuan Model Estimasi antara CEM dan FEM dengan Uji Chow ... 57
4.3.2 Penentuan Model Estimasi antara FEM dan REM dengan Uji Hausman ... 58
4.4 Pengujian Hipotesis ... 59
4.4.1 Analisis Koefisien Determinasi ... 61
4.4.2 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Menyeluruh (uji F) ... 62
4.4.3 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Individu (uji t) ... 63
4.4.3.1 Pengujian Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal ... 65
4.4.3.2 Pengujian Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal ... 69
4.4.3.3 Pengujian Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75
B. Keterbatasan Penelitian ... 76
C. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
viii DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu... 24
3.1 Defenisi Operasional Variabel ... 36
3.2 3.3 4.1 Populasi dan Sampel Penelitian... Sampel penelitian Statistik Deskriptif dari Belanja Modal, DAU, DAK, DBH... 38 40 51 4.2 Uji Multikolinearitas dengan Matriks Korelasi... 54
4.3 Uji Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson... 56
4.4 Uji Heteroskedastisitas dengan Uji White... 57
4.5 Hasil dari Uji Chow... 58
4.6 Hasil dari Uji Hausman... 59
ix DAFTAR GAMBAR
No.Gambar Judul Halaman
2.1
4.1 4.2
Kerangka Konseptual... Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera... Penghitungan � Tabel Berdasarkan Microsoft Excel....
x DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian...79 Lampiran 2 Daftar Sampel Penelitian...80 Lampiran 3 Output Eviews...81
ii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal di Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel, dengan jumlah sampel 24 Kabupaten/Kota setiap tahunnya dari 33 Kabupaten/Kota yang ada di Pripinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2010 – 2013. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data panel yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis koefisien determinasi, pengujian signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan uji F dan uji t.
Hasil hipotesis ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal, dana bagi hasil tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bai Hasil yang merupakan Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal.
iii ABSTRACT
This study aims to determine whether the Central Government Transfers significant effect on Government Capital Expenditure in regencies/cities in North Sumatra.
The method of this thesis is to use a causal research design, the number of samples, with a sample of 24 District / City every year from 33 regency / city at North Sumatera Province. This research was conducted for the period 2010 - 2013. The type of data used is secondary data. Data obtained from the Central Statistics Agency (BPS) of North Sumatra Province. The data have been collected and analyzed by the method of data analysis is conducted prior panel classic assumption test before hypothesis test. Testing the hypothesis in this study using analysis of coefficient of determination, testing the partial regression coefficient significance overall or simultaneous F test and t test.
This hypothesis results showed that in partial General Allocation Fund and Special Allocation Fund significantly affect Capital Expenditure, revenue-sharing no significant effect on Capital Expenditure. Simultaneously, the General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Funds Transfer Bai results is the central government significantly affect Capital Expenditure.
1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang - undangan. Dikeluarkannya Undang -
Undang No. 22/1999 yang telah direvisi menjadi Undang - Undang No. 32/2004 tentang
pemerintah daerah yang memisahkan fungsi eksekutif dengan fungsi legislatif dan
Undang-Undang No. 25/1999 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang No. 33/2004
tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi babak baru
terkait dengan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang mendorong adanya
desentralisasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Desentralisasi ini menunjukkan
adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengatur daerahnya sendiri (Maimunah,2006).
Diberlakukannya UU No. 32 dan UU No. 33 Tahun 2004 memberikan
kewenangan dan keleluasaan yang lebih luas bagi pemerintah kabupaten/kota sebagai
pelaksana dan promotor pembangunan di daerah untuk mengatur dan menentukan
sendiri kegiatan pembangunan wilayah yang sesuai dengan prioritas kebutuhan
masyarakat setempat. Menghadapi kondisi otonomi daerah, pemerintah kabupaten/kota
harus memiliki kesiapan dan kemantapan sumber-sumber dana bagi pembiayaan
pembangunan yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan pemerintah kabupaten/kota
menjadi daerah yang mandiri dari ketergantungan pemerintah pusat.
Dampak pelaksanaan otonomi daerah adalah tuntutan terhadap pemerintah
2 akuntabilitas dan transparansi (Nugraeni,2011). Mardiasmo (2004:96) menyatakan
bahwa daerah tidak lagi sekedar menjalankan instruksi dari pemerintah pusat, tetapi
dituntut untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi dalam mengoptimalkan potensi
daerah yang selama ini (sebelum otonomi) dapat dikatakan terpasung. Menurut
Bratakusuma (2003), menyatakan untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata
dan bertanggungjawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber
keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan daerah, serta antara
propinsi dan kabupaten/kota.
Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah
pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
pemerintah pusat tidak dapat lepas tangan begitu saja terhadap kebijakan otonominya.
Hal ini tidak hanya terlihat dalam konteks kerangka hubungan politis dan wewenang
daerah, namun juga terlihat dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah
(Simanjuntak, 2001). Pada akhirnya pemerintah akan melakukan transfer dana. Transfer
dana ini berupa dana perimbangan.
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi
Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian
dana perimbangan ditujukan untuk mengurangi disparitas fiskal vertikal (antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah) dan juga untuk membantu daerah untuk
membiayai kewenangan.
Dana Perimbangan adalah pengeluaran alokatif anggaran pemerintah pusat
untuk pemerintah daerah yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah
(www.ksap.org). Kuncoro (2007) menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai
3 sepenuhnya terlaksana, karena mereka masih menggantungkan aliran dana dari
pemerintah pusat, khususnya DAU. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang
bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan dari
desentralisasi yaitu untuk mempercepat pembangunan disamping tetap memaksimalkan
potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana Alokasi Umum memegang
peranan yang sangat dominan dibandingkan sumber dana lain, untuk itu DAU
diharapkan dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.
Pemberian DAU diharapkan benar-benar dapat mengurangi disparitas fiskal
horizontal daerah yang mempunyai tingkat kesiapan fiskal yang relatif sama dalam
mengimplementasikan otonomi daerah. Daerah diharapkan mampu mengalokasikan
sumber dana ini pada sektor-sektor produktif yang mampu mendorong adanya
peningkatan investasi di daerah, dan juga pada sektor yang berdampak pada
peningkatan pelayanan publik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kontribusi
publik terhadap pajak. Kemandirian daerah menjadi semakin tinggi seiring dengan
meningkatnya apasitas fiskal daerah dan pada gilirannya tanggung jawab pemerintah
untuk memberikan DAU bisa lebih dikurangi. Namun realitas menunjukkan bahwa
dalam perkembangan, daerah tidak menunjukkan peningkatan kemandirian. Abdullah
dan Halim (2003) memberikan bukti bahwa DAU mempunyai pengaruh yang lebih kuat
terhadap belanja daerah daripada pengaruh PAD terhadap belanja daerah.Daerah
cenderung mempertahankan penerimaan DAU dikarenakan jumlahnya yang sangat
4 Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana
Alokasi Khusus ada bermacam-macam diantaranya dana alokasi khusus untuk
pendidikan, dana alokasi khusus untuk kesehatan, dana alokasi khusus untuk
pembangunan jalan dan lain-lain. Dana Alokasi Khusus untuk pendidikan digunakan
untuk pembelian buku-buku pelajaran, pembelian perlengkapan sekolah dan lain-lain
yang dapat membantu dalam proses belajar mengajar dan berdampak pada peningkatan
kualitas kecerdasan masyarakat daerah.
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan
kepada daerah berdasarkan presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam. Dana Bagi Hasil Pajak adalah bagian daerah yang
berasal dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Biaya Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan ( BPHTB), Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 25 dan Pasal 29, Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPH Pasal 21. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang dikenakan atas objek pajak bumi dan bangunan adalah sebesar 0,5%.
Penerimaaan negara dari biaya perolehan hak atas tanah dan bagunan dibagi dari 20%
untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. Dana Bagi Hasil dari
penerimaan pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan
penerimaan PPH pasal 21 dibagi dengan imbangan 60% untuk kabupaten atau kota dan
40% untuk provinsi yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dengan adanya
transfer dari pemerintah pusat yang berupa dana bagi hasil pajak diharapkan kegiatan
5 prasarana umum. Contohnya, dengan perbaikan jalan yang sudah mulai rusak,
pembangunan jalan-jalan di pedesaan dan lain-lain.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam adalah bagian daerah yang berasal dari
penerimaan sektor kehutanan, pertambangan umum, perikanan, minyak bumi, gas alam,
dan panas bumi. Dari berbagai hasil penerimaan sumber daya alam ada beberapa
pembagian. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam dari sektor kehutanan, sebesar 20%
untuk pemerintahan dan 80% untuk daerah. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
Pertambangan Gas Bumi dibagi dengan imbangan 69,5% untuk pemerintah dan 30,5%
untuk daerah.
Transfer dari pemerintah pusat yang berupa dana bagi hasil sumber daya alam
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diantaranya dengan subsidi
konversi minyak tanah ke gas. Subsidi pupuk untuk meningkatkan
hasil pertanian, selain itu juga digunakan untuk pembangunan kantor kehutanan,
perikanan dan lain-lain untuk menunjang kegiatan pada daerah tersebut agar lebih maju.
Belanja Modal merupakan belanja yang mempunyai manfaat melebihi satu
tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan
konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan (Halim,
2004:73). Munir (2003:36) juga menyatakan hal senada. Belanja modal memiliki
karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam
pengalokasiannya. Pemerolehan aset tetap juga memiliki konsekuensi pada beban
operasional dan pemeliharaan pada masa yang akan datang (Bland & Nunn, 1992).
Belanja Modal yang dilakukan pemerintah daerah antara lain: pembangunan dan
perbaikan sektor pendidikan, kesehatan atau transportasi, sehingga masyarakat juga
6 adalah pembangunan pada infrastruktur. Pembangunan pada infrastruktur adalah
pembangunan jalan, alat komuninikasi, dan listrik. Kemajuan infrastruktur, cukup
menentukan dalam daya saing perekonomian. Dengan kemajuan infrastruktur juga dapat
membuka akses atau hubungan dengan daerah lain.
Kontribusi Pendapatan Asli Daerah dalam memenuhi alokasi dana untuk belanja
daerah sebenarnya harus menjadi sumber dana utama untuk menjalankan pembangunan
daerah, namun pada kenyataannya pemerintah daerah belum mampu mengoptimalkan
potensi daerah untuk menggali sumber pendapatan daerah. Pemerintah daerah masih
saja bergantung terhadap pemerintah pusat dan provinsi dalam menjalankan
pemerintahan. Hal ini berarti bahwa daerah otonom belum sepenuhnya berhasil
menjalankan tugas sebagai daerah otonomi. Untuk mengatasi persoalan ketimpangan
fiskal dan adanya kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar, pemerintah
memberikan dana perimbangan yang merupakan transfer pemerintah pusat. Transfer
Pemerintah Pusat meliputi Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi
Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam .
Transfer pemerintah pusat di pemerintahan atau kota provinsi Sumatera Utara
sebaiknya dioptimalkan, sebagai potensi pendapatan yang dimiliki untuk memberikan
proporsi belanja modal yang lebih besar dalam pembangunan pada sektor-sektor yang
produktif di daerah. Bantuan pemerintah pusat dan provinsi masih sangat diharapkan
dalam menutupi sebagian besar pengeluaran pemerintah daerah. Pemerintahan
kabupaten atau kota di Sumatera Utara masih harus bekerja keras dalam menggali dan
mengembangkan potensi daerah yang dimiliki, untuk mewujudkan tujuan dari otonomi
daerah, yaitu mampu meningkatkan kemandirian daerah dalam menjalankan
7 Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengambil penelitian
dengan judul “Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang, maka
masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Apakah Transfer pemerintah pusat berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap
Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten atau Kota di Sumatera Utara ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pe nelitian ini adalah:
Untuk mengetahui adanya pengaruh Transfer Pemerintah Pusat baik secara parsial,
maupun secara simultan terhadap Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten atau
Kota di Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pelatihan intelektual,
mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi konsep ilmiah khususnya
ilmu akuntansi sektor publik.
8 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah
daerah dalam melakukan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
dan dapat digunakan sebagai masukan untuk mendukung pembuatan keputusan
atau kebijakan mengenai penganggaran.
3. Bagi Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan terhadap ilmu
pengetahuan untuk dijadikan bahan pembelajaran. Serta bermanfaat untuk
menambah wacana dalam perkembangan ilmu akuntansi sektor publik.
1.5 Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dan konstruksi pemikiran yang terdapat pada
penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Hidayati (2011) yang
meneliti tentang “Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber
Daya Alam terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah Kabupaten atau Kota di Jawa
Timur.” Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada:
1. Sampel penelitian yaitu sampel yang digunakan adalah pemerintah
kabupaten atau kota di Sumatera Utara.
2. Waktu penelitian yang dilakukan adalah untuk periode 2010 - 2013 dan
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah didefenisikan sebagai rencana
operasional keuangan pemerintah daerah yang menggambarkan perkiraan pengeluaran
setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam
satu tahun aggaran serta menggambarkan juga perkiraan penerimaan tertentu dan
sumber-sumber penerimaan daerah yang menutupi pengeluaran-pengeluaran yang
dimaksud.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah juga diartikan sebagai sarana atau alat
untuk menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab serta memberi isi
dan arti tanggung jawab Pemerintah Daerah karena APBD itu menggambarkan seluruh
kebijaksanaan Pemerintah Daerah.
APBD merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Peranan
APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro
ekonomi daerah diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok
yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan
mandiri.
Menurut Halim (2004: 73) APBD adalah rencana pekerjaan keuangan (financial
workplan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu. Dalam waktu mana badan legislatif
(DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan
pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang
menjadi dasar penetapan anggaran dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk
10 Menurut Bastian (2000) APBD merupakan rencana kerja Pemerintah Daerah
(Pemda) dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahun dan berorientasi pada
tujuan kesejahteraan publik.
Dan menurut Saragih (2003) APBD adalah dasar dari pengelolaan keuangan
daerah dalam tahun anggaran tertentu umumnya satu tahun.
Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan manfaat
pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas agenda- agenda
pembangunan tahunan. Di bidang pengelolaan pendapatan daerah, akan terus diarahkan
pada peningkatan PAD. Untuk merealisasikan hal tersebut akan dilakukan upaya
intensifikasi dan ekstensifikasi dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan
yang telah ada maupun menggali sumber-sumber baru.
Bentuk dan Susunan APBD berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri
No.29 tahun 2002 adalah terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan
pembiayaan. APBD sebagai bagian dari siklus anggaran merupakan tahapan yang
paling strategis. Dikatakan strategis karena pada tahapan ini akan terlihat besarnya
realisasi penerimaan dan pengeluaran yang telah dicantumkan dalam APBD tahunan
anggaran berjalan, sehingga dari sisi keuangan daerah dapat dilihat apakah kegiatan
yang telah direncanakan dengan anggaran yang telah ditetapkan.
Pemerintah daerah harus mampu menjawab tuntutan masyarakat melalui
berbagai program dan kegiatan APBD dalam upaya meningkatkan kualitas dan
kuantitas layanan jasa publik, seperti pendidikan, kesehatan, kebersihan, ketertiban, dan
lain sebagainya.
Kebijakan penyusunan APBD tidak saja bertujuan untuk mengembalikan
11 kesalahan-kesalahan dimasa lalu, baik pada tingkah laku individual para penyelenggara
kebijakan maupun mekanisme institusional.
Transfer pemerintah pusat tidak lain adalah dana perimbangan. Dana ini
dibentuk untuk mendukung pendanaan program otonomi. Dana perimbangan
merupakan dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Penerimaan dan Belanja
Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang
profesional, demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian pemerintahan
antara pemerintah pusat dan daerah, maka diundangkan UU No.25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Undang-undang tersebut
antara lain mengatur tentang dana perimbangan yang merupakan aspek penting dalam
sistem perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Undang – undang No.25 tahun 1999 mengatur hal – hal yang berkenaan dengan
keuangan negara dan daerah utamanya bagi hasil penerimaan Negara dan transfer dana
dari pemerintah pusat (APBN) kepada pemerintah daerah (APBD). Transfer pemerintah
pusat berupa dana perimbangan terdiri dari :
1. Dana Alokasi Umum (DAU)
2. Dana Alokasi khusus (DAK)
12
2.1.1 Belanja Modal
Belanja Modal merupakan Belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan
selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada
kelompok belanja administrasi umum (Halim, 2004).
Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan
aktiva tetap tertentu (Nordiawan,2006). Belanja modal dimaksudkan untuk
mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur,dan
harta tetap lainnya.
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP 2005: 24), pengertian belanja
modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang
sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu
periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan
yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan
kapasitas dan kualitas aset.
1. Klasifikasi belanja modal
Belanja Modal dibagi didalam 5 bagian yang terdiri dari :
a) Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk
pengadaan, pembelian, pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,
pengosongan, pengurungan, peralatan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat, dan
pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah
13 b) Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran atau biaya yang
digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas
peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua
belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
c) Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang
digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan termasuk pengeluaran
untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan
yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap
pakai.
d) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran atau biaya yang
digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan
pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan
dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan
irigasi dan jaringan dimaksudkan dalam kondisi siap pakai.
e) Belanja Modal Fisik lainnya
Belanja Modal Fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan
untuk Pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan
serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikatagorikan kedalam kriteria
belanja modal tanah, peralata dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan
14 barang-barang kesenian, barang peurbakala dan barang untuk museum, hewan ternak
dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
2.1.2 Dana Alokasi Umum
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana
yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Dari definisi ini dapat disimpulkan baha DAU merupakan sarana untuk
mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan disisi lain juga sebagai sumber
pembiayaan daerah. Hal ini berarti pemberian DAU lebih diperioritaskan pada daerah
yang mempunyai kapasitas fiskal rendah. Daerah yang mempunyai kapasitas fiskal
tinggi justru akan mendapatkan jumlah DAU yang lebih kecil, sehingga diharapkan
dapat mengurangi disparitas fiskal antar daerah dalam memasuki era otonomi. Alokasi
DAU untuk daerah dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :
DAU = CF + AD
Dimana :
DAU = Dana alokasi umum
AD = Alokasi dasar
Proporsi DAU antar daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan
imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.
DAU antar daerah celah fiskal
15 Dimana :
CF Provinsi = Celah fiskal suatu daerah provinsi
∑ CF Provinsi = Total celah fiskal seluruh provinsi
DAU atas daerah celah fiskal untuk daerah kabupaten/kota
DAU kab/kota = bobot kab/kota x DAU kab/kota
Bobot DAU kab/kota = �������/����
�� ∑ �����/����
Adapun cara menghitung dana alokasi umum menurut ketentuan UU No 33
tahun 2004 adalah sebagai berikut :
a. Dana alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang – kurangnya 25% dari
penerimaan dalam negeri yang dietapkan dalam APBN.
b. Dari dana alokasi umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah
kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan.
c. Dana alokasi umum (DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah
kabupaten/kota ditetapkan masing – masing 10% dan 90% dari dana alokasi
umum sebagaimana ditetapkan diatas.
d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan
proporsi daerah kabupaten/kota diseluruh indonesia.
Dana alokasi umum (DAU) dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan
memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan
tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju
16 2.1.3 Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang
dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu (UU
No.33 Tahun 2004). Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang merupakan
bagian dari anggaran kementerian negara, yang digunakan untuk melaksanakan urusan
daerah, secara bertahap dialihkan menjadi dana alokasi khusus.
Dana alokasi khusus digunakan untuk menutup kesenjangan pelayanan publik
antar daerah dengan memberi prioritas pada bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur,
kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah, dan lingkungan
hidup.
Dalam Tahun 2008 kebijakan alokasi DAK akan diperioritaskan, antara lain,
seperti berikut :
1.Membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan dibawah rata - rata
Nasional.
2.Menunjang percepatan pembangunan sarana dan Prasarana didaerah Pesisir pulau -
pulau kecil, daerah perbatasan darat dengan Negara lain, daerah tertinggal/terpencil,
daerah rawan banjir dan longsor, serta daerah yang berkatagori daerah ketahanan
pangan dan daerah pariwisata.
3.Mendorong penyediaan lapangan kerja, mengurangi jumlah penduduk miskin, serta
mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
4.Menghindari tumpang tindih kegiatan yang di danai dari DAK dengan kegiatan lain
17 5.Mengalihkan kegiatan yang didanai dengan dana dekonsentrasi dan tugas
pembantuan, yang telah menjadi urusan daerah secara bertahap ke dana alokasi khusus
(DAK).
Menurut Poesoro (2008), penetapan jumlah DAK dan alokasinya kepada
daerah merupakan hasil keputusan antara panitia anggaran DPR dengan Pemerintah
yang terdiri dari unsur Depkeu, Depdagri, Bappenas, dan departemen teknis yang
bidang tugasnya menerima. Meskipun mekanisme penetapan DAK melibatkan beberapa
lembaga, keputusan akhir mengenai total jumlah DAK dan alokasinya menjadi
wewenang Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan DPR.
Dana alokasi khusus adalah dana yang disediakan kepada daerah untuk
memenuhi kebutuhan khusus. Tiga kriteria khusus yang ditetapkan dalam undang –
undang yang berlaku :
1.Kebutuhan tidak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus dana alokasi
umum (DAU).
2.Kebutuhan merupakan komitmen atau prioritas nasional.
3.Kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dalam penghijauan oleh daerah
penghasil.
2.1.4 Dana Bagi Hasil
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 dana bagi hasil adalah “dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka
persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.
18 daya alam yang melimpah tentunya akan mendapat persentase yang lebih besar dari
pada daerah yang memiliki sedikit sumber daya alamnya.
Penerimaan dana bagi hasil pajak diprioritaskan untuk mendanai perbaikan
lingkungan pemukiman perkotaan dan dipedesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan
dan jembatan sedangkan penerimaan dana bagi hasil sumber daya alam diutamakan
pengalokasiannya untuk mendanai pelestarian lingkungan areal pertambangan,
perbaikan dan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, fasilitas pelayanan
kesehatan dan pendidikan untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan
peraturan perundang-undangan (Sumarsono, 2010 :119).
1. Penerimaan Pajak
a. Pajak bumi dan bangunan (PBB)
Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi dengan
imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Dana
bagi hasil PBB untuk daerah sebesar 90% sebagaimana dimaksud
diatas dibagi dengan rincian sebagai berikut
1) 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan
2) 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan
3) 9% untuk biaya pemungutan
Selanjutnya 10% penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian
pemerintah pusat sebagaimana pembagian diatas dialokasikan kepada
seluruh kabupaten dan kota dengan rincian sebagai berikut:
1) 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan
19 2) 3,5% dibagikan secara intensif kepada kabupaten dan/atau kota
yang realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor
pedesaan dan perkotaan sebelumnya mencapai/melampaui
rencana penerimaan yang ditetapkan.
b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk
daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% dibagi untuk daerah
dengan rincian
1) 16% untuk provinsi yang bersangkutan
2) 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan.
Selanjutnya bagian pemerintah sebesar 20% dialokasikan dengan
porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang
pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21
Dana bagi hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 yang merupakan
bagian dari daerah adalah sebesar 20% dengan rincian
1) 60% untuk kabupaten/kota
2) 40% untuk provinsi
2. Penerimaan Bukan Pajak (Sumber Daya Alam)
A. Sektor kehutanan
Penerimaan kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak
20 (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan
dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah
dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah. Penerimaan
kehutanan yang berasal dari dana reboisasi dibagi dengan imbangan
sebesar 60% (enam puluh persen) untuk pemerintah dan 40% (empat
puluh persen) untuk daerah.
B. Sektor Pertambangan Umum
Penerimaan pertambangan umum yang dihasilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh
persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk
daerah.
C. Sektor Pertambangan Minyak Bumi
Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan
pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
dibagi dengan imbangan 84,5% (delapan puluh empat setengah
persen) untuk pemerintah dan 15,5% ( lima belas setengah persen)
untuk daerah.
D. Sektor Pertambangan Gas Bumi
Penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan
pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
21 persen) untuk pemerintah dan 30, 5% (tiga puluh setengah persen)
untuk daerah.
E. Sektor Perikanan
Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan
perimbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80%
(delapan puluh persen) untuk daerah.
F. Sektor Pertambangan Panas Bumi
Pertambangan panas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang
bersangkutan yang merupakan penerimaan negara bukan pajak, dibagi
dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80%
(delapan puluh persen) untuk daerah.
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Hidayati (2011) meneliti tentang Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang
terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah
Kabupaten atau Kota di Jawa Timur. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara
simultan, Transfer Pemerintah Pusat (dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana
bagi hasil pajak,dana bagi hasil sumber daya alam) memiliki pengaruh signifikan
tehadap Belanja Modal. Secara parsial, Dana Alokasi Umum (DAU), mempunyai nilai
probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) yaitu sebesar 0,000. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Hipotesis nol ditolak, artinya variabel Dana Alokasi Umum
(DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (BM), Dana Bagi Hasil Pajak
22 tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis nol ditolak, artinya variabel Dana Bagi Hasil
Pajak (DBH PJK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (BM), sedangkan
Dana Alokasi Khusus (DAK) mempunyai nilai probabilitas lebih besar dari 0,05
(p>0,05) yaitu sebesar 0,0745. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis nol diterima,
artinya variabel Dana Alokasi Khusus tidak mempunyai pengaruh terhadap Belanja
modal (BM), dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) mempunyai nilai
probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yaitu sebesar 0,499. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Hipotesis nol diterima, artinya variabel Dana Bagi Hasil Sumber
Daya Alam tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal (BM).
Simanjuntak (2009) meneliti tentang Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang
terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber
Daya Alam terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah Kabupaten atau Kota di
Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial dana alokasi umum
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, dana bagi hasil pajak tidak berpengaruh
signifikan terhadap belanja modal dan dana bagi hasil sumber daya alam tidak
berpengatruh signifikan terhadap belanja modal. Secara simultan dana alokasi umum,
dana bagi hasil dan dana bagi hasil sumber daya alam berpengaruh signifikan terhadap
belanja modal. Dimana 74% variasi dari belanja modal dapat dijelaskan oleh ketiga
variasi variabel in dependen tersebut sedangkan sisanya sebesar 26% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini.
Harahap (2009) meneliti Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Sumatera
Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel independent berpengaruh
23 Pajak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal sedangakan Dana Bagi
Hasil Sumber Daya Alam tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
Lukha (2013) meneliti Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel dana bagi hasil pajak lebih berpengaruh
terhadap belanja modal daripada dana bagi hasil sumber daya alam apabila dilihat dari
nilai korelasi dan signifikansinya. Dari hasil adjust R square menunjukkan bahwa
pengaruh yang diberikan oleh variabel dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil sumber
daya alam terhadap belanja modal sebesar 19% sedangkan sisanya (81%) dijelaskan
24 Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu No Nama
Peneliti
Judul Penelitian Variabel yang Digunakan
Hasil Penelitian
1. Hidayati
(2000)
Pengaruh Transfer
Pemerintah Pusat
yang terdiri dari
Dana Alokasi
Umum, Dana
Alokasi Khusus,
Dana Bagi Hasil
Pajak, dan Dana
Bagi Hasil Sumber
Daya Alam
terhadap realisasi
Belanja Modal
Pemerintah
Kabupaten atau
Kota di Jawa
Timur.
Independent
• Dana Alokasi
Umum
• Dana Alokasi
Khusus
• Dana Bagi Hasil
Pajak
• Dana Bagi Hasil
Sumber Daya
Alam
Dependent
• Belanja Modal
Secara simultan,
Transfer Pemerintah
Pusat (dana alokasi
umum, dana alokasi
khusus, dana bagi hasil
pajak,dana bagi hasil
sumber daya alam)
memiliki pengaruh
signifikan tehadap
Belanja Modal. Secara
parsial, Dana Alokasi
Umum (DAU)
berpengaruh signifikan
terhadap Belanja Modal
(BM), variabel Dana
Bagi Hasil Pajak (DBH
PJK) berpengaruh
signifikan terhadap
25 sedangkan variabel
Dana Alokasi Khusus
tidak mempunyai
pengaruh terhadap
Belanja modal (BM),
dan Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam
tidak mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
Belanja Modal (BM).
Simanjuntak
(2009)
Pengaruh Transfer
Pemerintah Pusat
yang terdiri dari
Dana Alokasi
Umum, Dana Bagi
Hasil Pajak, dan
Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam
terhadap realisasi
Belanja Modal
Pemerintah
Independent
• Dana Alokasi
Umum
• Dana Alokasi
Khusus
• Dana Bagi Hasil
Pajak
• Dana Bagi Hasil
Sumber Daya
Alam
Dependent
secara parsial dana
alokasi umum
berpengaruh signifikan
terhadap belanja modal,
dana bagi hasil pajak
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
belanja modal dan dana
bagi hasil sumber daya
alam tidak berpengatruh
26 Kabupaten atau
Kota di Sumatera
Utara.
Belanja Modal belanja modal. Secara
simultan dana alokasi
umum, dana bagi hasil
dan dana bagi hasil
sumber daya alam
berpengaruh signifikan
terhadap belanja modal.
Dimana 74% variasi
dari belanja modal
dapat dijelaskan oleh
ketiga variasi variabel
in dependen tersebut
sedangkan sisanya
sebesar 26% dijelaskan
oleh variabel lain yang
tidak terdapat dalam
penelitian ini.
3. Harahap
(2009)
Pengaruh Dana
Bagi Hasil Pajak
dan Dana Bagi
Hasil Sumber Daya
Alam Terhadap
Independent:
• Dana Bagi Hasil
Pajak
• Dana Bagi Hasil
27 Belanja Modal pada
Kabupaten dan
Kota di Smatera
Utara.
Alam
Dependent :
• Belanja Modal.
terhadap belanja modal
secara bersama- sama
dan secara parsial Dana
Bagi Hasil Pajak
berpengaruh signifikan
positif terhadap Belanja
Modal sedangakan
Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
Belanja Modal.
Lukha (2013) Pengaruh Dana
Bagi Hasil Pajak
dan Dana Bagi
Hasil Sumber Daya
Alam Terhadap
Belanja Modal pada
Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara
Independent:
• Dana Bagi Hasil
Pajak
• Dana Bagi Hasil
Sumber Daya
Alam
Dependent :
• Belanja Modal..
Penelitian ini
menunjukkan bahwa
variabel dana bagi hasil
pajak lebih berpengaruh
terhadap belanja modal
daripada dana bagi hasil
sumber daya alam
apabila dilihat dari nilai
korelasi dan
28 hasil adjust R square
menunjukkan bahwa
pengaruh yang
diberikan oleh variabel
dana bagi hasil pajak
dan dana bagi hasil
sumber daya alam
terhadap belanja modal
sebesar 19% sedangkan
sisanya (81%)
dijelaskan oleh
sebab-sebab lain diluar
29 Dana Alokasi Umum
(X1)
Dana Alokasi Khusus (X2)
Dana Bagi Hasil (X3)
Belanja Modal (Y) 2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan landasarn teori dapat dibuat kerangka konseptual
yang akan diteliti seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1
H1
H2
H3
H4
Gamabar 2.1 Kerangka Konseptual
Dari gambar tersebut dapat dilihat pengaruh Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi
Khusus, dan Dana Bagi HAsil secara parsial terhadap Belanja Modal. Dan pengaruh
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus , dan Dana Bagi Hasil secara simultan
terhadap Belanja Modal.
Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan
pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan
30 menyerahkan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sendiri daerahnya. Wujud desentralisasi yaitu pemberian dana perimbangan kepada
pemerintah daerah. Dana perimbangan ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan
fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (UU No. 33/2004). DAU adalah
dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan keuangan merupakan konsekuensi
adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan
demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan dalam APBN dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat menggunakan dana perimbangan keuangan
(DAU) untuk memberikan pelayanan kepada publik yang direalisasikan melalui belanja
modal (Solikin 2010 dalam Ardhani 2011)
Dana perimbangan merupakan perwujudan hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dengan daerah. Salah satu dana perimbangan adalah DAK, yaitu
merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada pemerintah
daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan prioritas
nasional. Tujuan DAK untuk mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus
ditanggung oleh pemerintah daerah. Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan
investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik
pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang, dengan diarahkannya pemanfaatan
DAK untuk kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang
direalisasikan dalam belanja modal (Ardhani 2011).
DBH merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
31 daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004, Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah). DBH yang
ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari 2 jenis, yaitu DBH
pajak dan DBH bukan pajak (Sumber Daya Alam). Berdasarkan Undang-Undang PPh
yang baru (UU Nomor 17 Tahun 2000), mulai tahun anggaran 2001 Daerah
memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (personal income
tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi. Ditetapkannya PPh
Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras
bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar
bagi penerimaan negara (APBN). Volume perolehan pajak di daerah berasosiasi kuat
dengan besarnya tingkat pendapatan sebagai basis pajak, dengan demikian daerah
dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan memperoleh DBH pajak
yang lebih tinggi pula (Wahyuni & Adi 2009). DBH merupakan sumber pendapatan
daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah
dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan
berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Secara teoritis Pemerintah daerah akan mampu
menetapkan belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH semakin besar pula,
begitupun Sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran
32 2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka
hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut Transfer Pemerintah Pusat
berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Belanja Modal pada
33 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan desain asosiatif kausal. Peneliti
menganalisis pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal pada
Pemerintahan kabupaten/kota di Sumatera Utara, dimana Transfer Pemerintahan Pusat
merupakan variabel yang mempengaruhi, sedangkan Belanja Modal merupakan variabel
yang dipengaruhi.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Provinsi Sumatera Utara dan waktu
penelitian dilakukan secara bertahap yang dimulai pada bulan Januari 2015.
3.3 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel 3.3.1 Variabel Dependen
Belanja modal merupakan belanja langsung yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah Sumatera Utara tahun 2010-2013 untuk membiayai kegiatan
investasi. Indikator variabel belanja modal antara lain : Belanja Tanah, Belanja
Peralatan dan Mesin, Belanja Gedung dan Bangunan, Belanja Jalan, Irigasi dan
Jaringan, Belanja Aset Lainnya (Yovita 2011).
3.3.2. Variabel Independen Dana Alokasi Umum
DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
34 1. Dari indeks kebutuhan daerah, terdiri dari : pengeluaran atau
belanja daerah rata-rata, indeks penduduk, indeks luas daerah, indeks
harga bangunan, indeks kemiskinan relatif.
2. Dari penerimaan daerah, terdiri dari : penerimaan daerah,
indeks industri, indeks sumber daya alam (SDA), indeks sumber daya
manusia (SDM) (Yovita 2011). Variabel DAU ini diukur dengan
menggunakan skala rasio.
DAU dapat ditentukan dengan perhitungan :
DAU Kabupaten/kota = 90% x 25% x PDN (Pendapatan Dalam Negeri)
x Bobot DAU.
Dana Alokasi Khusus
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Dana Alokasi
Khusus, DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional tahun 2010-2013. Skala pengukuran yang
digunakan adalah skala rasio.
Dana Bagi Hasil
DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada pemerintah Provinsi se-Indonesia berdasarkan
angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi (Wahyuni & Adi 2009). Indikator DBH
35 1. DBH Pajak
2. DBH Bukan Pajak (Sumber Daya Alam)
Variabel DBH ini diukur dengan menggunakan skala rasio. DBH
dapat diukur dengan Perhitungan : DBH = Bagi Hasil Pajak + Bukan
36 Tabel 3.1
Defenisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran
Variabel Defenisi SkalaUkur
Belanja Modal (Y) Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran
untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat
lebih dari satu periode akuntansi untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintah
Rasio
Dana Alokasi Umum
(X1)
Dana transfer yang diperoleh pemerintah daerah
kabupaten/kota yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Rasio
Dana Alokasi Khusus
(X2)
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah
dan sesuai dengan prioritas nasional.
Rasio
Dana Bagi Hasil (X3) Dana Bagi hasil (DBH) merupakan pendapatan
yang diperoleh dari sumber-sumber daya
nasional yang berada di daerah berupa pajak dan
sumber daya alam
37 3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kabupaten/Kota
yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 Kabupaten/Kota. Data sampel
yang diambil menggunakan purposisve sampling dengan kriteria sebagai berikut:
1 . Kabupaten/Kota yang mempublikasikan Anggaran dan Realisasi
APBD nya secara konsisten dari tahun 2010-2013
Dari 33 Pemerintah Daerah yang dijadikan populasi, pemerintah daerah
yang memenuhi kriteria sampel penelitian sebanyak 24 kabupaten/kota, yang
terdiri dari 18 kabupaten dan 6 kota seperti yang terlihat dalam Tabel 3.1.
Penelitian ini menggunakan pooling data yaitu data runtun waktu (time
series) selama 4 tahun yaitu 2010-2013 dan crossection untuk 24
kabupaten/kota. Objek yang diteliti adalah Realisasi Anggaran Pendapatan dan
38 Tabel 3.2
Daftar Populasi dan Sampel Penelitian
Daerah
kriteria Sampel Terpilih
1 2
1. N i a s √ √ Sampel 1
2. Mandailing Natal √ √ Sampel 2
3. Tapanuli Selatan √ √ Sampel 3
4. Tapanuli Tengah √ √ Sampel 4
5. Tapanuli Utara √ √ Sampel 5
6. Toba Samosir x √ -
7. Labuhanbatu √ √ Sampel 6
8. Asahan √ √ Sampel 7
9. Simalungun √ √ Sampel 8
10. D a i r i √ √ Sampel 9
11. K a r o √ √ Sampel 10
12. Deli Serdang x √ -
13. Langkat √ √ Sampel 11
14. Nias Selatan x √ -
15. Humbang Hasundutan √ √ Sampel 12
16. Pakpak Bharat √ √ Sampel 13
17. Samosir x √ -
18. Serdang Bedagai √ √ Sampel 14
39 20. Padang Lawas Utara √ √ Sampel 15
21. Padang Lawas √ √ Sampel 16
22. Labuhanbatu Selatan √ √ Sampel 17
23. Labuhanbatu Utara √ √ Sampel 18
24. Nias Utara x √ -
25. Nias Barat x √ -
Kota/City
26. Sibolga √ √ Sampel 19
27. Tanjungbalai x √ -
28. Pematangsiantar √ √ Sampel 20
29. Tebing Tinggi √ √ Sampel 21
30. M e d a n √ √ Sampel 22
31. B i n j a i √ √ Sampel 23
32. Padangsidimpuan √ √ Sampel 24
40 Tabel 3.3
Daftar Sampel Penelitian
No Kabupaten No Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
N i a s
Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Utara Labuhanbatu Asahan Simalungun Dairi Karo Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Serdang Bedagai
Padang Lawas Utara
Padang Lawas Labuhanbatu Selatan Labuhanbatu Utara Tapanuli Tengah 1 2 3 4 5 6 7 Langkat Sibolga Pematang siantar Tebing Tinggi
M e d a n
B i n j a i
41 3.5 Jenis Data
Peneliti menggunakan data sekunder dalam penelitian ini. ”Data sekunder
merupakan data yang telah dikumpulkan sebelumnya” (Anandya dan Suprihhadi, 2005 :
64). Data diperoleh dari laporan APBD Pemda kabupaten/ kota yang diperoleh dari situs
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Data yang dibutuhkan adalah informasi keuangan yang berhubungan dengan variabel
penelitian yaitu Belanja Daerah, total Pendapatan Asli Daerah (PAD), data Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus dan Jumlah Penduduk.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian adalah data
sekunder yaitu pooling data realisasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil dan Belanja Modal dari masing-masing
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara untuk periode tahun 2010-2013
yang diperoleh dari situs Sistem Informasi Keuangan Daerah .Departemen Keuangan
Republik Indonesia yaitu www.depkeu.djpk.go.id dan sistus Badan Pusat Statistik yaitu
www.bps.go.id/sumut, melalui internet.
3.7. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini model analisis yang digunakan adalah regresi data
panel dengan menggunakan perangkat lunak program Eviews dan Microsoft Excel 2007
sebagai alat bantu dalam mengolah data. Data dianalisis dengan menggunakan model
42 analisis statistika dan ekonometrika. Eviews menyajikan perangkat analisis data, regresi
dan peramalan.
3.7.1 Metode Analisis Data Panel
Untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi
umum, dana alokasi khusus, dan jumlah penduduk terhadap anggaran belanja
daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara maka digunakan model data panel.
Di dalam ekonometrika, data panel adalah hasil gabungan dari data deret waktu
(time series) dan data silang (cross section), maka modelnya dapat ditulis
sebagai berikut:
Yit = α + β Xit + єit
Dimana:
i = 1, 2, …, N dan t = 1, 2, …, T
N = banyaknya observasi
T = banyaknya waktu
N x T = banyaknya data panel.
Data deret waktu adalah data yang dihimpun dari beberapa periode.
Dalam penelitian ini data yang dihimpun adalah dari tahun 2009 sampai
dengan 2012 untunk variabel independent dan 2010-2013 utnuk variabel
dependent. Data silang adalah data yang dihimpun dari satu periode atas
beberapa objek atau individu yang dalam penelitian ini adalah 24
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Dengan data panel, jumlah observasi
sebanyak 96 pengamatan yaitu 4 tahun amatan dikalikan 24 sampel
Kabupaten/kota dan jumlah data panel menjadi lebih banyak yaitu 384 data yaitu
43 Karena merupakan hasil gabungan dari data deret waktu dan data silang
maka panel data ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain Gujarati (
2003:637) :
1. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak
dapat diatasi dalam data cross section murni atau data time series murni.
2. Mampu mengontrol heterogenitas individu atau unit cross section.
3. Memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta
meningkatkan derajat kebebasan sehingga data menjadi lebih efisien.
4. Data panel lebih baik digunakan untuk studi dynamics of adjusment karena
terkait dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang.
5. Mampu menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks.
Estimasi model dengan menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga
metode, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap
(fixed effect), dan metode efek random (random effect).
3.7.1.1 Metode kuadrat terkecil (Pooled Least Square)
Metode kuadrat terkecil yaitu mengestimasi data panel dengan
Metode ordinary least square (OLS). Metode ini merupakan metode yang paling
sederhana dalam pengolahan data panel yaitu dengan menggabungkan seluruh
data time series dan data silang. Dengan N sebagai jumlah unit cross section
(individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengansumsi
komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan
proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Bila kita
44
cross section, maka α dan β dapat diestimasi dengan menggunakan N x T
pengamatan maka bentuk modelnya adalah:
Yit = α + β Xit + єit
Dengan asumsi bahwa α dan β konstan akan jauh dari kenyataan sebenarnya.
3.7.1.2 Metode efek tetap (Fixed Effect)
Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil
adalah adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap
konstan, baik antar daerah maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan
tujuan penggunaan data panel. Untuk mengatasi hal ini dapat digunakan
pendekatan model efek tetap (fixed effect) yaitu dengan menambahkan model
dummy pada data panel. Metode efek tetap memper-hitungkan kemungkinan
bahwa peneliti menghadapi masalah omitted variables, yang mungkin membawa
perubahan pada intercept time series atau cross-section .Model efek tetap atau
Least Square Dummy Variable atau disebut juga Covarians Model adalah model
yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa perubah-perubah yang
dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross
section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan perubahan intersep ini,
dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya akan
diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square).
Pada metode efek tetap estimasi dapat dilakukan dengan tanpa
pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy (LSDV) dan dengan
pembobot (cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan
dilakukan pembobotan ini adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit
45 3.7.1.3 Metode efek acak (Random Effect)
Pendekatan Metode efek acak memperbaiki efisiensi proses least
square dengan memperhitungkan error dan cross-section dan time series. Model
efek acak adalah variasi dari estimasi generalized least square (GLS). Keputusan
untuk memasukkan variabel dummy ke dalam model akan mengakibatkan
berkurangnya jumlah derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi
efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang digunakan untuk
mengatasi hal ini adalah model efek acak. Model efek acak diseb