• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejadian Retensio Urine Dan Infeksi Saluran Kemih Pasca Seksio Sesaria Dan Operasi Ginekologi Dengan Kateter Menetap 24 Jam Dan Tanpa Kateter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kejadian Retensio Urine Dan Infeksi Saluran Kemih Pasca Seksio Sesaria Dan Operasi Ginekologi Dengan Kateter Menetap 24 Jam Dan Tanpa Kateter"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

KEJADIAN RETENSIO URINE DAN INFEKSI

SALURAN KEMIH PASCA SEKSIO SESARIA

DAN OPERASI GINEKOLOGI DENGAN

KATETER MENETAP 24 JAM DAN TANPA

KATETER

TESIS

OLEH :

T.Mohammad Rizki

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENELITIAN INI DIBAWAH BIMBINGAN TIM-5

Pembimbing:Prof.dr.R. Haryono Roeshadi, SpOG.K

dr. Mohd Rhiza Z. Tala, SpOG.K

Penyanggah:dr. Jenius L.Tobing, SpOG

dr. M. Rusda Harahap, SpOG

dr. Deri Edianto, SpOG.K

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam

(3)

Menatap langit penuh harapan

Menapak bumi dengan kepastian

Menjalani hidup dengan kesabaran

Semoga didapat yang dicitakan

Ilmu limpah karunia Tuhan

Diturunkan oleh guru pilihan

Ciptakan keahlian dalam kehidupan

Menjadi bekal ke akhir zaman

(4)

Dedicated to:

my parents, my dearest wife and all of my family

without whose love and understanding

this work would be inpossible

Thank

you.

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan Karunia-Nya penulisan tesis ini

dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi.

Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak

kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar

harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam

menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

“ KEJADIAN RETENSIO URINE DAN INFEKSI SALURAN KEMIH PASCA SEKSIO SESARIA DAN OPERASI GINEKOLOGI DENGAN KATETER

MENETAP 24 JAM DAN TANPA KATETER”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat :

Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran

(6)

saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas

Kedokteran USU Medan.

Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M. Rusda, SpOG, Sekretaris Departemen

Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K,

Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU

Medan ; dr. Deri Edianto, SpOG.K, Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis

Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dan juga Prof. dr. Djafar Siddik,

SpOG.K, selaku Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi pada saat saya

diterima untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan ; Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG.K ; Prof.

DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG.K ; Prof. dr. R. Haryono Roeshadi,

SpOG.K ; Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG.K ; Prof. dr. Budi R. Hadibroto,

SpOG.K ; dan Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K ; yang telah bersama-sama

berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di

Departemen Obstetri dan Ginekologi.

Khususnya kepada Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K ; yang telah banyak

sekali membantu saya pada waktu memasuki dan mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU.

Kepada Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K yang telah banyak sekali

membantu saya selama pendidikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan

(7)

Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG.K dan dr. Mohd Rhiza Z. Tala SpOG.K

selaku pembimbing tesis saya, bersama dr. Jenius L. Tobing, SpOG; dr. M.

Rusda Harahap SpOG; dan dr. Deri Edianto, SpOG.K, selaku penyanggah

dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu

yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi

penulisan tesis ini hingga selesai.

dr. Makmur Sitepu, SpOG.K, selaku pembimbing referat mini fetomaternal

saya yang berjudul ”Penyakit Periodontal Dalam Kehamilan” ; kepada dr.

Aswar Aboet, SpOG selaku pembimbing referat mini Fertilitas Endokrinologi

dan Reproduksi saya yang berjudul ”Kelainan Bawaan” dan kepada dr. Deri

Edianto, SpOG.K selaku pembimbing referat mini Onkologi saya yang

berjudul ”Leiomiosarkoma Uteri”.

dr. Herbert Sihite, SpOG, selaku Bapak Angkat saya selama menjalani masa

pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan

nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi

masa-masa sulit selama pendidikan.

Kepada dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, yang telah meluangkan waktu dan

(8)

Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU

Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya

sejak awal hingga akhir pendidikan.

Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI, Kepala Kantor Wilayah

Departemen Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas ijin yang telah

diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis

Obstetri dan Ginekologi di FK-USU Medan.

Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan

dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan di

Departemen Obstetri dan Ginekologi.

Direktur RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi

RSUD. Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana

kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen

Obstetri dan Ginekologi.

Direktur RS. PTPN 2 Tembakau Deli ; dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan dr.

Nazaruddin Jaffar, SpOG.K ; beserta staf yang telah memberikan

kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di

Rumah Sakit tersebut.

Direktur RSUD Pandan beserta staf, yang telah memberikan kesempatan

(9)

Ketua Departemen Anastesiologi dan Reanimasi FK USU Medan beserta

staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya

bertugas di Departemen tersebut.

Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU beserta staf, atas kesempatan

dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Departemen

tersebut.

Kepada senior-senior saya, dr. Mohd Ikram, SpOG ; dr. Djamin, SpOG ;

dr.Riza Rivani, SpOG ; dr. Mohd Birza Rizaldi, SpOG ; dr. Edwin Martin

Asroel, SpOG ; dr. Melvin N.G. Barus, SpOG ; dr. Adrian Setiawan, SpOG ;

dr. Dudi Aldiansyah, SpOG ; dr. Hayu Lestari Haryono, SpOG ; dr. Ujang

Ridwan Permana, SpOG ; dr. Abdul Hadi, terimakasih banyak atas segala

bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

Kepada dr. Jhon N. Tambunan, SpOG ; dr. Gotlieb Sidabutar, SpOG ; dr.

Tomy, SpOG ; dr. Muara P. Lubis, SpOG ; dr.Sukhbir Singh ; dr. Simon P.

Saing dan dr. Mulda F. Situmorang, saya menyampaikan terima kasih atas

dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan kita

selama pendidikan.

Kepada dr. Dwi Faradina ; dr. Gorga I.V.W. Udjung ; dr M. Ikhwan ; dr M Rizki

Yasnil ; dr T. Jeffry Abdillah ; dr Aidil Akbar ; dr Errol Hamzah ; dr Irwansyah

(10)

mengucapkan terimakasih atas dukungan dan bantuan serta kebersamaan

kita dengan pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan selama

pendidikan sebagai tim jaga.

Kepada dr. M. Rizki Yasnil ; dr. Made Surya Kumara ; dr. T. Jeffry Abdillah ;

dr. Heika N. Silitonga ; dr. Elvira Sungkar ; dr Ali Akbar ; dr. Ismail ; dr.

Muhammad Yusuf ; dr. Meity Elvina ; dr. Fatin Atifa dan dr. Dani Ariyani , saya

menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan

selama penelitian dan pembuatan tesis saya ini.

Kepada dr. Rony P. Bangun ; dr. Sim Romi ; dr. Alim Sahid ; dr. David L.

Lubis dan dr. Siti S. Sylvia saya mengucapkan terimakasih atas dukungan

dan bantuan serta kebersamaan selama pendidikan.

Seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,

terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah

diberikan selama ini.

Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan / karyawati, serta para pasien di

Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP. H. Adam Malik – RSU.

Dr. Pirngadi Medan yang daripadanya saya banyak memperoleh

pengetahuan baru, terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang

diberikan kepada saya sehingga dapat sampai pada akhir program

(11)

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan

kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang ayahanda, Ir. H. Tengku

Haris Aminullah dan Ibunda Prof. DR. Ir. Hj. T. Chairun nisa B Msc. , yang

telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan

penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi keteladanan yang

baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada

saya selama mengikuti pendidikan ini.

Buat istriku yang sangat kucintai dan kusayangi, Dede Setiawati SE. Yang

dengan sangat sabar menemani, memberikan inspirasi dan motivasi serta

pemberi semangat diriku untuk menyelesaikan pendidikan ini. Terima kasih

atas doa, cinta kasih, pengertian dan kesabaran yang diberikan kepada saya

selama dalam menjalani pendidikan ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan

kepada bapak mertua, H. Abubakar MC. , dan ibu mertua Hj. Saniah, yang

telah mendoakan dan perhatian kepada saya sehingga saya dapat

menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada Abang dan kakak-kakakku tercinta, T. Mohammad Chairal Abdullah

BBA. MBA. ; dr. T. Siti Harilza Z. SpM ; dr. T. Siti Hajar Haryuna

SpTHT-KL ; saudara-saudara ipar saya, Andi Surya Dharma ST. MSi ; dr. Edwin

Martin Asroel SpOG ; Yuyun Sanieza S.Sos. ; dan Ruri Andayani ST.,

(12)

Muhammad Fauzan ; terima kasih atas dorongan semangat serta doa yang

diberikan kepada saya.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai taulan yang tidak dapat saya

sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak

langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun

materil, saya ucapkan banyak terima kasih.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

Amin Ya Rabbal ’Alamin.

Medan, Februari 2009

(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR

TABEL

&

GAMBAR xi

ABSTRAK

xii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

1

1.2

Identifikasi Masalah

3

1.3

Tujuan Penelitian

3

1.4

Hipotesis 4

1.5

Manfaat Penelitian

4

BAB 2. LANDASAN TEORI

2.1

Kateter

5

2.2

Kandung Kemih Pada Wanita Hamil

6

2.3

Fisiologi Berkemih

9

2.4

Retensio urin Paska Operasi

12

2.5

Infeksi saluran Kemih

19

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Rancangan Penelitian

22

3.2

(14)

3.3

Sampel Penelitian

22

3.4

Batasan Operasional

24

3.5

Bahan dan Cara Kerja

25

3.6

Rancangan Analisis

27

3.7

Alur Penelitian

28

BAB

4.

HASIL

DAN

PEMBAHASAN 29

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian

30

4.2 Hubungan Lama Pemasangan Kateter

dengan Retensio Urin

33

4.3 Hubungan Lama Penggunaan Kateter

dengan Infeksi Saluran Kemih

34

4.4 Faktor Resiko Terjadinya Retensio Urin

36

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

38

5.2 Saran

38

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Gambar

Gambar 1. Diagram Tatalaksana Retensio Urine

18

Gambar 2. Alur Penelitian

28

Tabel

Tabel 1. Karakteristik Data Penelitian dan Hubungannya dengan

Penggunaan Kateter

30

Tabel 2. Distribusi Indikasi Operasi

32

Tabel 3. Hubungan Lama Pemasangan Kateter dengan

Retensio Urine

33

Tabel 4. Hubungan Lama Penggunaan Kateter dengan

(15)

KEJADIAN RETENSIO URINE DAN INFEKSI SALURAN KEMIH PASCA SEKSIO SESARIA DAN OPERASI GINEKOLOGI DENGAN KATETER

MENETAP 24 JAM DAN TANPA KATETER Rizki M.T., Roeshadi H.R., Tala R.M.

Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran USU / RSUP. H. Adam Malik – RSUD. Dr. Pirngadi Medan

ABSTRAK

Tujuan : Untuk membandingkan penggunaan kateter menetap 24 jam atau tanpa penggunaan kateter pada pasien pasca seksio sesaria dan operasi ginekologi dalam kejadian retensio urin dan infeksi saluran kemih..

(16)

kontrol atau kateter langsung dilepas setelah operasi sebagai kelompok perlakuan. Lalu akan dinilai kejadian retensio urin, kejadian infeksi saluran kemih dan faktor-faktor yang mungkin bisa menyebabkan retensio urin. Data yang diperoleh dicatat di status penelitian dan dianalisa secara statistik dengan uji Chi-square dengan menggunakan perangkat statistic komputer. Hasil Penelitian : Pada Penelitian ini diperoleh jumlah sampel sebanyak 60 sampel, yang dibagi menjadi 2 kelompok penelitian yaitu 30 orang untuk kelompok kontrol dan 30 orang untuk kelompok perlakuan.Data dikumpulkan dari Desember 2008 sampai Januari 2009. Karakteristik sampel penelitian dalam hal usia dan paritas tidak dijumpai perbedaan yang bermakna. Terdapat 4 kasus (13,3%) pada kelompok perlakuan yang mengalami retensio urin dan semuanya memerlukan kateterisasi intermitten sebanyak 1 kali, dijumpai hubungan yang bermakna dengan p=0,038 (p<0,05). Sedangkan tidak ada kasus retensio urin pada kelompok kontrol. Terdapat 4 kasus (13,3%) pada kelompok kontrol yang terjadi infeksi saluran kemih dan, dijumpai hubungan yang bermakna p=0,038 (p<0,05) antara lama kateter menetap pasca operasi terhadap kejadian infeksi saluran kemih. Tidak ada kasus infeksi saluran kemih dijumpai pada kelompok perlakuan. Jenis anastesi, lamanya operasi dan jenis operasi tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian retensio urin dengan (p>0,05).

Kesimpulan : Penggunaan kateter menetap harus dipertahankan dalam beberapa lama untuk mencegah retensio urin pasca operasi.

Kata Kunci : Kateter, Retensio Urin, Infeksi Saluran Kemih .

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penggunaan kateter trans uretra sebelum seksio sesaria adalah merupakan

prosedur yang sudah dilakukan sejak lama1. Ini adalah prosedur yang terus menerus dilakukan tanpa adanya evaluasi yang memadai dari perlunya

(17)

pemasangan kateter trans uretra menetap agar kandung kemih tetap kosong

karena jika tidak dipasang kateter menetap, selama operasi berlangsung

kandung kemih akan terisi urin sedikit demi sedikit yang akhirnya kandung

kemih akan membesar dan dapat mengganggu lapangan operasi serta dapat

menimbulkan cedera pada kandung kemih1,2,3.

Penggunaan kateter ini dapat dilepaskan langsung sesudah operasi seksio

sesaria, atau dapat dipertahankan dalam beberapa lama untuk menghindari

retensio urin pasca operasi1. Lama kateter menetap ini dipertahankan bervariasi, ada yang mengatakan 12 sampai 24 jam pasca operasi, dan

bahkan ada yang menganjurkan untuk melepascan kateter 6 jam pasca

operasi2. Arlyn dan Antonia pada penelitian mereka menyatakan tidak ada perbedaan bermakna pada penggunaan kateter menetap selama 4 jam dan

24 jam pada pasca seksio sesaria dalam kejadian retensio urin3. Kerugian utama dalam menggunakan kateter menetap adalah dapat meningkatkan

kejadian infeksi saluran kemih1. Makin lama penggunaan kateter menetap ini maka makin meningkatkan resiko infeksi tersebut dan memperlama mobilisasi

pasien serta menyebabkan ketidak nyamanan1.

Retensio urin pasca operasi secara umumnya disebabkan anastesi, baik

umum maupun regional, nyeri pada luka insisi di dinding perut yang secara

refleks sering menginduksi spasme dari otot levator yang menyebabkan

kontraksi spastik pada spingter uretra. Rasa nyeri ini juga menyebabkan

(18)

mengeluarkan urin. Manipulasi kandung kemih selama seksio sesaria, serta

pada kasus yang dilakukan seksio sesaria dimana terdapat riwayat partus

kala II lama sehingga didapatkan adanya iritasi, edema, hematom, bahkan

kerusakan mukosa dan otot kandung kemih akibat penekanan kepala janin

pada dasar panggul 2.

Di bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU, RSUP HAM/ RSUD Pirngadi

Medan, umumnya penggunaan kateter pada pasien yang menjalankan

operasi seksio sesaria insisi segmen bawah rahim dengan menyisihkan

kandung kemih dan pasca operasi ginekologi akan dipertahankan selama 24

jam. Tetapi belum ada data mengenai angka kejadian retensio urin setelah

penggunaan kateter menetap di RSUP HAM/ RSUD Pirngadi Medan.

1.2 IDENTIFIKASI

MASALAH

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya retensio urin, yang mana

salah satunya adalah tindakan operasi. Dalam hal ini seksio sesaria dan

operasi ginekologi adalah salah satu tindakan operasi yang juga dapat

menyebabkan retensio urin. Penggunaan kateter menetap pasca operasi

seksio sesaria dan operasi ginekologi dapat memperkecil angka kejadian

(19)

kemungkinan terjadinya infeksi saluran kemih serta memperlama mobilisasi

pasien yang berakibat memperlama proses penyembuhan.

1.3 TUJUAN

PENELITIAN

1. Untuk membandingkan penggunaan kateter menetap selama 24 jam

atau tanpa penggunaan kateter pada pasien pasca seksio sesaria dan

operasi ginekologi dalam kejadian retensio urin.

2. Untuk menilai angka kejadian infeksi saluran kemih pada penggunaan

kateter menetap 24 jam dan tanpa penggunaan kateter pasca seksio

sesaria dan operasi ginekologi.

3. Untuk menilai faktor faktor yang berhubungan dengan resiko terjadinya

retensio urin

1.4 HIPOTESIS

Tidak ada perbedaan bermakna antara penggunaan kateter 24 jam dengan

tanpa penggunaan kateter pada pasien-pasien pasca operasi seksio sesaria

dan operasi ginekologi.

(20)

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan menjadi suatu dasar

dalam menetapkan berapa lama kateter menetap sebaiknya dipertahankan

setelah seksio sesaria dan operasi ginekologi.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

(21)

Kateter urin adalah adalah salah satu prosedur invasi yang paling sering

dilakukan oleh dokter dan perawat serta seluruh praktisi medis4,5,6. Kata kateter diambil dari bahasa yunani cathieri yang artinya menyalurkan. Definisi kateterisasi urin adalah memasukan sejenis tuba yang memiliki saluran ke

dalam kandung kemih4,6.

Kateterisasi urin yang menetap biasanya dilakukan terhadap pasien yang

memiliki masalah atau gangguan pada kandung kemihnya, seperti retensio

urin atau obstruksi pada kandung kemih7. Juga dapat digunakan untuk memantau status cairan pada pasien untuk menilai jumlah urin yang keluar8. Hal ini juga sering dilakukan pada pasien yang melalui berbagai prosedur

operasi. Dimana kateter menetap ini dapat dipasang sampai beberapa hari7. Kerugian utama dalam menggunakan kateter menetap adalah dapat

meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih1. Makin lama penggunaan kateter menetap ini maka makin meningkatkan resiko infeksi tersebut dan

memperlama mobilisasi pasien serta menyebabkan ketidak nyamanan1.

Goreishi j, pada penelitiannya menyatakan tidak ada hubungan antara jenis

anestesi, lama operasi, indikasi seksio sesaria, umur, riwayat laparatomi dan

riwayat seksio sesaria dengan perlunya penggunaan kateter menetap

sesudah operasi9. Goreishi juga mendapatkan pada penelitiannya pasien yang tanpa penggunaan kateter setelah operasi memiliki lama perawatan

(22)

Sennayake pada penelitiannya mendapatkan bahwa ada perbedaan

bermakna antara kelompok yang menggunakan kateter menetap dengan

yang tanpa kateter pada pasien seksio sesaria terhadap kejadian infeksi

saluran kemih. Senayake menyatakan bahwa kejadian infeksi saluran kemih

pada penelitiannya murni karena penggunaan kateter menetap, sehingga

penggunaan kateter menetap sebaiknya dihindarkan1. Senayake juga menyatakan tidak ada peningkatan kejadian retensio urin pada pasien yang

tanpa kateter pada penelitiannya1.

2.2 KANDUNG KEMIH WANITA HAMIL

Kehamilan adalah waktu dimana terjadi perubahan sistem tubuh baik secara

anatomi dan fungsi, hal ini juga terjadi dalam sistem saluran kemih. Saluran

kemih bagian atas yaitu ginjal dan ureter akan mengalami pelebaran dan

fungsi ginjal akan mengalami perubahan10. Ginjal dan saluran kemih memiliki peranan penting dalam adaptasi ibu terhadap kehamilannya11. Penelitian mengenai saluran kemih bagian bawah pada kehamilan sangat sedikit.

Dimana pada beberapa penelitian secara subjektif dijumpai adanya

symptoms saluran kemih bagian bawah dan perubahannya selama

kehamilan10.

Ginjal dan saluran kemih memiliki peran yang sangat penting terhadap

adaptasi ibu dalam kehamilan. Sistem renal meningkat dalam ukuran dan

(23)

1 – 1,5 cm tanpa pengaruh dari besar tubuh individu. Peningkatan fungsi

ginjal membuat sel ginjal menjadi hiperplasia dan memperpanjang tuba

proksimal seperti yang terjadi setelah proses nephrectomi. Sebagai

tambahan, bertambahnya jumlah air didalam ginjal menyebabkan

bertambahnya ukuran dan berat dari ginjal itu sendiri. Pada awal trimester

pertama dapat terjadi dilatasi bilateral dari calyces, pelvis renal dan ureter.

Hal ini juga dijumpai pada 90% wanita hamil trimester ketiga dan awal masa

nifas. Perubahan ini biasanya lebih jelas terlihat pada saluran kemih sebelah

kanan yang mana akan terus terjadi dalam 3 sampai 4 bulan tapi 11% dari

wanita tersebut dilatasi uretra akan menetap11,12.

Uterus yang membesar akan mendorong ureter kesamping, dan ureter

intravesikal akan memendek sehingga memasuki kandung kemih secara

perpendicularly bukan secara oblique. Hal ini menyebabkan sambungan

ureterovesikal kurang baik dalam menghalangi reflux. Ini menyebabkan

kejadian reflux semakin tinggi sehingga angka kejadian pyelonefritis dalam

kehamilan juga semakin tinggi11.

Kapasitas saluran kemih akan meningkat seiring dengan kehamilan. Volume

kandung kemih selama kehamilan akan meningkat sampai dengan 650 ml

dalam kehamilan dibandingkan volume kandung kemih yang hanya 400 ml

(24)

oleh tingginya aliran urin (terutama mobilisasi cairan pada malam hari)

menyebabkan terjadinya poliuri dan nokturia pada kebanyakan wanita hamil.

Penyebab dilatasi uretra dan kandung kemih masih belum diketahui secara

pasti, walaupun obstruksi mekanik memiliki peranan penting yang

menyebabkan dilatasi uretra dalam kehamilan 11.

Dahulu kadar progesteron yang tinggi dalam kehamilan diduga menyebabkan

relaksasi otot polos, hipotonis dan hipomotiliti dari uterus yang dapat

menyebabkan dilatasi uretra. Jadi mungkin progesteron masih memiliki sedikit

peran dalam dilatasi saluran kemih dalam kehamilan11.

Gejala saluran kemih bagian bawah sering terjadi didalam kehamilan seperti

pola berkemih yang tidak normal dan stress incontinence. Tidak ada definisi standar dari pola berkemih yang normal dari beberapa penelitian. Pola

berkemih yang tidak normal ini sangat sering terjadi dalam kehamilan dan

tampaknya semakin buruk seiring perkembangan kehamilan itu sendiri. Tetapi

wanita yang mengalami jumlah berkemih yang meningkat tersebut baik pada

siang dan malam hari akan kembali ke pola yang normal setelah melahirkan

seperti saat mereka sebelum hamil10.

2.3 FISIOLOGI

BERKEMIH

(25)

Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun spiral, memanjang dan

melingkar, tetapi batas lapisan yang jelas tidak ditemukan. Kontraksi

peristaltik yang teratur timbul 1-5 kali tiap menit akan mendorong urin dari

pelvis renis menuju kandung kemih, dan akan masuk secara periodik sesuai

dengan gelombang peristaltik. Ureter menembus dinding kandung kemih

secara miring,dan meskipun tidak ada spingter ureter, kemiringan ureter ini

cenderung menjepit ureter sehingga ureter tertutup kecuali selama adanya

gelombang peristaltik, dan refluks urin dari kandung kemih ke ureter dapat

dicegah13,14.

2.3.2 PENGOSONGAN KANDUNG KEMIH

Otot polos kandung kemih, seperti pada ureter, tersusun secara spiral,

memanjang dan melingkar. Kontraksi otot ini yang disebut m. destrusor,

terutama berperan dalam pengosongan kandung kemih selama berkemih.

Susunan otot berada disamping kiri dan kanan uretra, dan serat-serat ini

kadang –kadang disebut spingter uretra interna, meskipun tidak sepenuhnya

melingkari uretra sepenuhnya. Lebih distal, terdapat spingter pada uretra

yang terdiri dari otot rangka, yaitu spingter uretra membranosa (spingter

uretra eksterna). Epitel kandung kemih tersusun dari lapisan superficial yang

terdiri dari sel-sel gepeng dan lapisan dalam yang terdiri dari sel kubus13.

Susunan saraf pusat yang mengatur kandung kemih berpusat pada lobus

frontalis pada daerah yang disebut dengan area destrusor pyramidal

(pyramidal destrusor area). Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa

(26)

mecencephatic reticular formation, yang kemudian disebut sebagai pusat berkemih pontin (pontin micturition centre). Sistem ini ditunjang oleh sistem reflex sakralis yang disebut dengan pusat berkemih sakralis (sacralis micturition centre). Jika jalur persarafan antara pusat pontin dan sakralis dalam keadaan baik, proses berkemih akan berlangsung baik akibat reflek

berkemih yang menghasilkan serangkaian kejadian berupa relaksasi otot lurik

uretra, kontraksi otot detrusor, dan pembukaan dari leher kandung kemih dan

uretra2.

Sistem saraf perifer dari saluran kemih bawah terutama terdiri dari sistem

saraf otonom, khususnya melalui sistem parasimpatis yang mempengaruhi

otot detrusor terutama melalui transmisi kolinergik. Perjalanan parasimpatis

melalui nervus pelvikus dan muncul dari S2S4. Transmisi simpatis muncul

dari T10T12, membentuk nervus hipogastrikus inferior yang bersama-sama

dengan saraf parasimpatis membentuk pleksus pelvikus2.

Persarafan parasimpatis dijumpai terutama di kandung kemih dan dindingnya

sangat kaya akan reseptor kolinergik. Otot detrusor akan berkontraksi atas

stimulasi asetil kolin. Serabut simpatis-adrenergik mempersarafi kandung

kemih dan uretra. Reseptor adrenergic di kandung kemih terdiri dari reseptor

alpha dan beta. Bagian trigonum kandung kemih tidak mempunyai reseptor

kolinergik karena bagian ini terbentuk dari mesoderm, tetapi kaya akan

reseptor adrenergic alpha dan sedikit reseptor beta. Sementara uretra

(27)

Berkemih pada dasarnya merupakan reflex spinal yang akan difasilitasi dan

dihambat oleh pusat-pusat susunan saraf yang lebih tinggi, dimana fasilitasi

dan inhibisi dapat bersifat volunter. Urin yang memasuki kandung kemih tidak

begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai telah terisi penuh. Selain itu,

seperti juga jenis otot polos lainnya, otot vesika memiliki sifat plastis, bila

diregang, ketegangan yang mula-mula timbul tidak akan dipertahankan.

Hubungan antara tekanan intravesika dan volume vesika dapat dipelajari

dengan cara memasukkan kateter dan mengosongkan vesika, kemudian

dilakukan pencatatan tekanan saat vesika diisi oleh air atau udara dengan

penambahan 50 ml setiap kalinya (sistometri). Grafik antara tekanan

intravesika dengan volume vesika urinaria disebut sistometrogram.13,14 Kurva yang dihasilkan menunjukkan adanya peningkatan kecil pada

pengisian awal, kemudian disusul oleh segmen yang panjang dan hampir rata

pada pengisian selanjutnya. Akhirnya timbul peningkatan tekanan yang tajam

akibatnya tercetus reflek berkemih. Keinginan pertama untuk berkemih timbul

bila volume kandung kemih sekitar 150 cc, dan rasa penuh timbul pada

pengisian sekitar 400 cc13,14.

Pada kandung kemih, ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya isi

organ tersebut, tetapi jari-jarinyapun bertambah. Oleh karena itu, peningkatan

tekanan hanya akan sedikit saja, sampai organ tersebut relatif penuh. Selama

proses berkemih, otot perineum dan spingter uretra eksterna relaksasi, otot

(28)

yang menimbulkan proses berkemih volunter belum diketahui secara pasti.

Salah satu peristiwa awal adalah relaksasi otot-otot dasar panggul, dan hal ini

mungkin menimbulkan tarikan kebawah yang cukup besar pada otot detrusor

untuk merangsang kontraksi. Kontraksi otot perineum dan spingter eksterna

dapat dilakukan secara volunter, sehingga dapat menghentikan aliran urin

saat sedang berkemih. Melalui proses belajar seorang dewasa dapat

mempertahankan kontraksi spingter eksterna sehingga mampu menunda

berkemih sampai saat yang tepat13,14.

2.4 RETENSIO URIN PASCA OPERASI

Tidak adanya proses berkemih spontan enam jam setelah kateter menetap

dilepascan atau dapat berkemih spontan dengan urin residu >200 mL untuk

kasus obstetrik dan urin residu >100 mL untuk kasus ginekologik.2,15,16

Penyebab :2,17,18

• Rasa nyeri, yang dapat menyebabkan kontraksi spastik sfingter uretra

• Gangguan persyarafan

• Iatrogenik

• Obstruksi

(29)

• Psikis

• Umur yang tua

Keita dkk secara prospektif mengevaluasi faktor resiko prediktif terhadap

retensi urin pasca operasi. Tiga faktor utama prediktif terhadap retensi urin

pasca operasi yaitu umur lebih dari 50 tahun, infus cairan durante operasi

lebih dari 750 mL dan volume urin kandung kemih lebih dari 270 mL sesaat

pasca operasi di ruang pemulihan.19

Cedera kandung kemih, retensi urin dan infeksi saluran kemih perioperatif

merupakan komplikasi yang dapat terjadi pasca seksio sesaria. Terdapat

banyak variasi penggunaan kateterisasi kandung kemih pada wanita yang

akan menjalani operasi seksio sesaria; 85% obstetrician di British menggunakan kateterisasi sebelum operasi dan sekitar 27% menggunakan

kateterisasi setelah operasi bila menggunakan analgesia epidural. Bila

digunakan anestesi general, hanya 8% obstetrician yang menggunakan kateter pasca operasi.20

Patofisiologi retensi urin postpartum masih belum jelas. Perubahan pada

kandung kemih berkaitan dengan kehamilan yaitu hilangnya tonus otot

detrusor dan peningkatan kapasitas kandung kemih dari bulan ketiga,

mungkin disebabkan oleh perubahan hormonal (progesteron). Perubahan

fisiologis ini dapat menetap selama beberapa hari sampai beberapa minggu

(30)

Seksio sesaria dapat menyebabkan cedera dan edema dari kandung kemih

dekat dengan daerah sambungan uretrovesikal, juga pengaruh dari anestesi

regional juga merupakan faktor resiko retensi urin.20

Retensi urin pasca seksio sesaria dengan anestesi general berkisar 3.2% dan

50%. Anelgesia regional dengan blok anestesi lokal syaraf afferen dari

kandung kemih pada medulla spinalis dengan morfin secara epidural dapat

merelaksasi otot detrusor dan meningkatkan resiko retensi urin 20,21,22. Terdapat bukti bahwa pemilihan analgetik pada anelgesia regional dapat

mempengaruhi resiko retensi urin 20,23,24. Insidensinya meningkat ketika digunakan fentanyl tunggal sebagai analgesia pasca operasi. Opiod long acting juga dapat menumpulkan sensasi rangsangan berkemih. Kejadian retensi urin pasca seksio sesaria dengan anestesia regional sekitar

40%.20,21,25

Ketidakmampuan untuk berkemih sering terjadi pasca operasi ginekologi

dengan insidensi dari 7 sampai 80% bergantung dari kriteria dan prosedur

operasi yang dilakukan. Distensi kandung kemih yang berlebihan dapat

menyebabkan kesulitan miksi berkepanjangan dan bahkan menyebabkan

kerusakan detrusor permanen.26

Retensi urin pasca operasi ginekologi (histerektomi vagina dan kolporafi

anterior) disebabkan oleh rasa nyeri, edema dan spasme otot-otot

pubokoksigeus yang timbul selama dan sesudah operasi. Retensi urin pasca

(31)

regional, nyeri pada luka insisi di dinding perut yang secara refleks sering

menginduksi spasme dari otot levator yang menyebabkan kontraksi spastik

pada sfingter uretra, dan rasa nyeri ini yang menyebabkan pasien enggan

untuk mengkontrasikan otot-otot dinding perut guna memulai pengeluaran

urin, dan manipulasi kandung kemih selama seksio sesaria, serta pada kasus

yang dilakukan seksio sesaria di mana terdapat riwayat partus kala 2 lama

sehingga didapatkan adanya iritasi, edema, hematom, bahkan kerusakan

mukosa dan otot kandung kemih akibat penekanan kepala janin pada dasar

panggul.2

Kateterisasi kandung kemih digunakan untuk menjaga kandung kemih tetap

kosong dan menghindari cedera kandung kemih ketika dilakukan operasi

pada segmen bawah rahim. Cedera kandung kemih (cystostomy accidental) terjadi pada sekitar 0.14-0.31% seksio sesaria. Faktor predisposisi yang

paling sering dikaitkan adalah adhesi luas pada segmen bawah rahim dengan

kandung kemih.20

Meskipun tidak ada defenisi seragam mengenai retensi urin, akan tetapi

retensi urin post partum dibagi atas dua, yaitu :20

1. Retensio urin Covert (residu urin >150 mL pada hari pertama post partum tanpa adanya gejala)

(32)

Komplikasi jangka pendek retensi urin adalah atonia kandung kemih dan

infeksi saluran kemih bila tidak segera didiagnosis dan ditatalaksana.

Komplikasi ini diperkirakan dapat terjadi pada volume residu urin antara

500-800 mL. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa episode retensi urin

tunggal (bila tidak didiagnosis dan ditatalaksana dini) dapat menyebabkan

retensi urin persisten dan kerusakan irreversibel pada otot detrusor kandung

kemih dengan infeksi saluran kemih rekuren dan kesulitan berkemih

permanen.26

2.4.1 Diagnosis

Pemeriksaan klinis pada pasien dengan retensio urin didapatkan adanya

massa sekitar daerah pelvik. Vesika urinaria mungkin dapat teraba

transabdominal jika isinya berkisar antara 150-300 mL. Pemeriksaan

bimanual biasanya dapat meraba vesika urinaria bila terisi >200 mL.2

Pemeriksaan uroflowmetri merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang

sederhana untuk melihat adanya gangguan berkemih, yang pada pasien

normal akan terlihat gambaran dengan flow rate >15-20 mL/detik untuk

volume urin minimal 150 mL. Pada pasien dengan gangguan berkemih

ditemukan penurunan peak flow rate dan perpanjangan waktu berkemih.2

Pemeriksaan urin residu adalah sisa volume urin dalam kandung kemih

setelah penderita berkemih spontan. Pada pasien pasca bedah ginekologi

(33)

residu >100 mL, sedangkan pada pasien pasca bedah obstetrik setelah

kateter dilepas selama 6 jam didapatkan volume urin residu >200 mL.2

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan ultrasonografi untuk

mengukur volume residu urin.2

Diagnosis nilai normal fungsi berkemih pada wanita adalah :2

• Volume residu <50 mL

• Keinginan yang kuat timbul setelah pengisian >250 mL

• Kapasitas sistometri 400-600 mL

• Tekanan otot detrusor <50 cm H2O

Flow rate >15 mL/detik

RETENSIO URIN

Kateterisasi Urinalisis, kultur urin

Antibiotika, banyak minum (3 liter/24 jam), Prostaglandin 2x1

Urin <500 ml Urin 500-1000 Urin 1000-2000 ml Urin >2000 ml

Intermiten

T. Mohammad Rizki : Kejadian Retensio Urine Dan Infeksi Saluran Kemih Pasca Seksio Sesaria Dan Operasi Ginekologi Dengan Kateter Menetap 24 Jam Dan Tanpa Kateter, 2009

USU Repository © 2008

Dauer kateter 1x24 jam

Dauer kateter 2x24 jam

(34)

Dapat BAK spontan

Gambar 1: Diagram Tatalaksana Retensio Urin Dikutip dari: Djusad S, Penanganan Retensio Urin Pasca Bedah,

Uroginekologi I, Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN CM, Jakarta,

2002.Hal 63-69.

2.5 INFEKSI SALURAN KEMIH

Infeksi saluran kemih bagian bawah pada wanita normal adalah merupakan

masalah kesehatan yang sering dijumpai diseluruh dunia. Sekitar 6 juta

penderita datang ke praktek dokter untuk menangani infeksi saluran kemih di

(35)

dijumpai pada wanita daripada pria. Ini mungkin disebabkan dari secara

anatomi pendeknya uretra dari daerah yang memiliki jumlah bakteri yang

banyak pada introitus uretra dan vagina27,28.

Insiden infeksi saluran kemih meningkat sering dengan umur. Pada umur 1

tahun, kemungkinan 1% – 2% terjadi bakteriuria pada wanita, yang

menghubungkan kejadian infeksi saluran kemih. Sebanyak 50% pasien akan

menunjukkan gambaran abnormal pada intravenous pyelogram. Setelah umur 1 tahun angka rata – rata infeksi menurun 1% dan terus menurun sampai

pubertas. Setelah memasuki masa pubertas dan aktif secara seksual dan

kehamilan insiden kejadian infeksi saluran kemih akan meningkat27.

Lima persen (5%) dari wanita hamil akan menderita bakteriuria jika dilakukan

skrining pada trimester pertama. Angka ini akan semakin tinggi sejalan

dengan banyaknya paritas dan umur tetapi tidak sejalan dengan gestasi. Dua

problem utama dengan bakteriuria pada kehamilan adalah pyelonephritis dan

hubungannya dengan persalinan preterm. Setidaknya 40% dari seluruh

infeksi nosokomial adalah infeksi saluran kemih, 2/3 diantaranya adalah

pasien yang menggunakan kateter urin28.

Bakteri bergerak naik dari uretra dan menyebabkan respon inflamasi pada

dinding kandung kemih. Respon IgA pada epitel dan dijumpainya

polymorphonuclear lekosit dalam urin. Gejala yang klasik adalah disuria,

(36)

tidak diterapi infeksi saluran kemih ini akan sembuh sendiri, walaupun akan

memakan waktu beberapa bulan. Secara pasti, jika bakteri tidak lengket pada

dinding kandung kemih biasanya bakteri ini akan dikeluarkan lagi.

Kebanyakan wanita akan mengalami episode bakteriuria terutama setelah

hubungan seksual tetapi biasanya akan menghilang dalam beberapa hari28.

Untuk mendiagnosa infeksi saluran kemih ini biasanya ditujukan untuk melihat

bakteriuria serta sensitivitas antibiotik. Tes secara dipstick dapat digunakan

tetapi tes ini adalah tes indirek untuk bakteri. Dimana beberapa stik dapat

menilai zat-zat yang tidak normal dalam urin seperti adanya nitrat atau tidak

adanya glukosa dalam urin yang dapat menggambarkan kejadian bakteriuria.

Pemeriksaan ini bersifat indirek sehingga false positive mungkin saja terjadi28.

Analisa mikroskopik dari urin adalah metode yang paling gampang dan

sangat dipercaya untuk menganalisa wanita dengan gejala infeksi saluran

kemih. Dengan melihat dibawah mikroskop, dapat dilihat bakteri, jumlah

leukosit dan ada tidaknya sel darah. Urin yang segar juga dapat dilihat jumlah

leukositnya dengan menggunakan hemocytometer27.

Pengambilan sampel urin midstream sangat baik jika pengambilan dilakukan

dengan benar, walaupun masih dapat terjadi kontaminasi dari bakteri vagina

atau kulit atau rektum. Pada pemeriksaan kultur urin dikatakan positive jika

(37)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 RANCANGAN

PENELITIAN

Ini adalah penelitian dengan bentuk uji klinis terbuka yang bersifat acak,

dengan kelompok yang dipasang kateter 24 jam sebagai kelompok kontrol

dan tanpa penggunaan kateter sebagai kelompok perlakuan pada pasien

(38)

3.2 TEMPAT

PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Inap

bagian Obstetri dan Ginekologi, Instalasi Bedah Pusat FK USU/ RSUP Haji

Adam Malik (HAM), RSUD Dr Pirngadi Medan (RSPM), RS PTPN 2,

laboratorium klinik Gatot Subroto serta laboratorium Mikrobiologi FK USU

untuk kultur urin.

3.3 SAMPEL

PENELITIAN

Sampel penelitian adalah seluruh pasien pasca seksio sesaria dan operasi

ginekologi yang dilakukan di kamar bedah IGD dan di Instalasi Bedah Pusat

(IBP) FK USU/ RSUP HAM, RSUD Pirngadi medan, dan RSU PTPN 2

Medan. Subyek penelitian yang dapat diambil urinnya untuk sampel,

ditentukan melalui kriteria penolakan dan penerimaan.

Jumlah sampel digunakan adalah sistem kuota dengan waktu penelitian

adalah tiga bulan dimulai pada bulan Desember dan berakhir pada bulan

Februari. Jumlah sampel diperkirakan adalah 30 pasien pada setiap

kelompoknya. Jadi jumlah total sampel adalah 60 orang.

(39)

• Pasien setuju untuk turut serta dalam penelitian

• Pasien pasca seksio sesaria dengan insisi segmen bawah rahim

atau pasien pasca operasi ginekologi.

• Pasien tidak memiliki penyakit pemberat sistemik lainnya seperti

Diabetes Mellitus dan gangguan fungsi ginjal

• Tidak memiliki gangguan berkemih sebelum pemasangan

kateter trans uretra

• Tidak dilakukan tindakan bedah obstetrik sebelumnya seperti

ekstraksi vakum

3.3.2 KRITERIA PENOLAKAN

• Adanya infeksi saluran kemih sebelum pemasangan kateter

trans uretra

• Terjadi cedera kandung kemih dalam operasi.

3.4 BATASAN OPERASIONAL

Kelompok kateter menetap 24 jam adalah kelompok dengan kateter

yang dipertahankan 24 jam setelah operasi, hal ini yang disebut

(40)

Kelompok tanpa kateter adalah kelompok dengan kateter yang segera

dicabut setelah operasi yang mana kemudian disebut dengan

kelompok perlakuan.

Operasi seksio sesaria yang dilakukan adalah operasi dengan teknik

insisi segmen bawah rahim dengan membuka plika vesico uterine

Laparatomi adalah operasi laparatomi ginekologi kecuali histerektomi

Histerektomi adalah operasi pengangkatan rahim baik total ataupun

subtotal.

Antibiotik yang digunakan adalah ampicillin 2 gram yang diberikan IV

segera setelah anak lahir dan dilanjutkan 48 jam setelah operasi yang

dimaksudkan untuk mencegah infeksi di luka operasi.

Retensio urin adalah tidak adanya proses berkemih spontan 6 jam

setelah kateter menetap dilepascan atau dapat berkemih spontan

dengan sisa urin > 200 ml pada pasien pasca seksio sesaria atau urin

sisa setelah berkemih spontan > 100cc pada pasien pasca operasi

ginekologi

Volume urin sisa adalah sisa urin dari kandung kemih yang didapat

setelah berkemih spontan

Dikatakan bakteriuria positif jika pada kultur urin didapati koloni bakteri

(41)

3.5 BAHAN DAN CARA KERJA

1. Pasien yang termasuk dengan kriteria penerimaan dan yang akan

melalui operasi seksio sesaria atau operasi ginekologi dipasang foley

catheter no 16 steril oleh peneliti atau PPDS lainnya.

2. Pemasangan kateter dilakukan di meja operasi.

3. Pemasangan kateter berdasarkan Standards Prosedure (skill) Urinary Cateterisation dari North Carolina College of Emergency Physician’s.8

• Gunakan sarung tangan steril

• Buka kemasan kateter. Tes balon pada ujung kateter.

Sambungkan kateter dengan kantong urin dengan teknik

aseptic.

• Gunakan satu tangan untuk membuka labia mayora kanan dan

kiri, kemudian bersihkan daerah sekitar uretra dengan kasa

povidone-iodine.

• Setelah dibersihkan dengan povidone-iodine, tutup dengan doek

steril kecuali daerah vulva.

• Lubrikasi ujung kateter dengan jelly.

• Secara lembut, masukkan kateter melalui orifisium uretra

eksterna, teruskan perlahan sampai keluar urin, bila ada

tahanan jangan dipaksa. Bila dijumpai tahanan, tarik kembali

kateter lalu arahkan kembali dengan perlahan.

• Setelah urin keluar, gembungkan balon kateter, lalu fiksasi

(42)

4. Urinalisa diperiksa di laboratorium klinik Gatot Subroto untuk melihat

jumlah leukosit dalam urin untuk menapis bakteriuria.

5. Jika didapati leukosit urin > 3 / lpb maka pasien dikeluarkan dari

sampel penelitian.

6. Sampel yang sudah memenuhi kriteria penelitian dan sudah menjalani

operasi seksio sesaria dengan insisi segmen bawah rahim atau sudah

menjalani operasi ginekologi secara acak akan dibagi menjadi dua

kelompok.

7. Kelompok pertama dipasang kateter menetap selama 24 jam setelah

operasi yang kemudian disebut dengan kelompok kontrol, dan

kelompok kedua yang kateter langsung dicabut setelah operasi yang

kemudian disebut dengan kelompok perlakuan.

8. Lalu dari kedua kelompok tersebut dilihat 6 jam setelah kateter dilepas,

apakah ada sensasi berkemih spontan atau tidak, dan dihitung urin

sisa setelah berkemih spontan

9. Jika tidak ada sensasi berkemih spontan atau ada sensasi berkemih

spontan tetapi urin sisa setelah berkemih spontan > 200 cc pada

pasien pasca seksio sesaria atau urin sisa setelah berkemih spontan >

100cc pada pasien pasca operasi ginekologi, maka pasien tersebut

akan masuk kedalam kriteria retensio urin. Lalu pasien tersebut

diterapi sesuai terapi retensio urin.

10. Setelah pencabutan katheter menetap pada kedua kelompok akan

dilakukan pemeriksaan urinalisa ulangan pada hari ke tiga untuk

(43)

11. Jika dijumpai jumlah leukosit urin >3/lpb maka dikategorikan dengan

bakteriuria. Kedua kelompok pasien yang masuk kedalam bakteriuria

akan dilakukan kultur urin di laboratorium Mikrobiologi FK USU untuk

melihat bakteri yang dominan.

12. Pengamatan pasien dilakukan selama pasien dirawat inap.

3.6 RANCANGAN ANALISIS

Analisis dan pengolahan data dilakukan oleh peneliti dan pembimbing

statistik. Pengumpulan data akan dilakukan oleh peneliti. Hal ini dilakukan

secara manual dan komputerisasi dengan menggunakan paket program

(44)

3.7 ALUR PENELITIAN

6 jam 6 jam

Kateter Menetap (Kontrol) Urinalisa

Operasi

Randomisasi

Berkemih Tanpa kateter

(perlakuan)

Berkemih

Tidak Dapat Berkemih

Terapi retensio

Evaluasi Hari ke III

Urin residu Obstetri < 200 mL

Ginekologi < 100 Urin residu Obstetri > 200 mL

Ginekologi > 100

Urin residu Obstetri < 200 mL

Ginekologi < 100 Urin residu Obstetri > 200 mL

[image:44.595.111.514.85.678.2]

Ginekologi > 100

(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah penelitian dengan bentuk uji klinis terbuka yang bersifat

acak, dengan kelompok yang dipasang kateter 24 jam sebagai kelompok

kontrol dan tanpa penggunaan kateter sebagai kelompok perlakuan pada

pasien-pasien pasca seksio sesaria dan operasi ginekologi.

Selama periode penelitian yang dimulai Desember 2008 sampai sampel

terpenuhi, dikumpulkan sebanyak 60 sampel yang memenuhi kriteria

penerimaan penelitian. Dari 60 subyek penelitian tersebut dibagi menjadi dua

kelompok dengan jumlah yang sama besar yaitu 30 subyek tiap kelompok.

Dalam penelitian ini didapati pasien terbanyak adalah dari Rumah Sakit Dr

Pirngadi Medan sebanyak 42 subyek yaitu sebesar 70% dari seluruh subyek,

lalu diikuti Rumah sakit Haji Adam Malik Medan dengan 12 subyek yaitu 20%

(46)
[image:46.595.86.560.219.519.2]

4.1 KARAKTERISTIK SUBYEK PENELITIAN

Tabel 1. Karakteristik data penelitian dan hubungannya dengan penggunaan kateter

Lama Pemasangan Kateter Langsung dilepas 24 jam Karakteristik

n % n % p*

Umur

• <30 thn

• 31-40 thn

• >40 thn

10 16 4 33,3 53,3 13,4 15 9 6 50 30 20 0.186

Total 30 100 30 100

Paritas

• 0

• 1-2

• ≥3

4 19 7 13,4 63,3 23,3 5 15 10 16,6 50 33,4 0.574

Total 30 100 30 100

*

Chi-square

Usia subyek penelitian adalah berkisar antara usia 16 tahun sampai dengan

60 tahun. Dengan usia rata-rata adalah 33,18 tahun dan simpangan baku

8,65 tahun. Usia yang paling banyak adalah 25 tahun. Sebaran kasus adalah

sama pada kelompok 20-30 tahun dengan kelompok 31-40 tahun yaitu 83,3%

dengan jumlah kasus masing masing kelompok adalah 25 kasus dan diatas

(47)

Jumlah paritas dari subyek penelitian ini bervariasi dari paritas 0 sampai

dengan paritas 8. Paritas yang paling banyak adalah 2 dengan jumlah 18

subyek atau sebanyak 30 %, diikuti dengan paritas 1 dengan jumlah 16

subyek atau sebesar 26,7%. Paritas rata-rata adalah 1,97 dengan simpangan

baku 1,594.

Dari tabel 1 dapat dilihat dengan menggunakan uji Chi-Square pada sebaran

kelompok umur dan kelompok paritas didapati p= 0,186 dan p= 0,574. Ini

menggambarkan bahwa pada penelitian ini pada kelompok umur dan paritas

tidak berbeda bermakna (p>0,05) terhadap lama pemasangan kateter

sehingga homogenitas kelompok subyek penelitian tidak berbeda bermakna

(48)
[image:48.595.87.560.217.613.2]

Tabel 2. Distribusi Indikasi Operasi

Lama Pemasangan Kateter

Langsung Dilepas 24 Jam

Indikasi Operasi

N % n %

Panggul sempit 1 3,3 2 6,7

Indikasi sosial 6 20 5 16,8

Presentasi kaki 0 0 1 3,3

Previous SC 11 36,7 3 10

Fetal Distress 2 6,7 2 6,7

Anak Besar 1 3.3 1 3,3

Plasenta previa 2 6,7 2 6,7

Letak Lintang 1 3,3 1 3,3

PEB & Eklampsia 0 0 3 10

Letak sungsang 0 0 1 3,3

Mioma uteri 4 13,3 4 13,3

Tumor ovarium 2 6,7 3 10

Prolapsus uteri 0 0 1 3,3

KET 0 0 1 3,3

Total 30 100 30 100

Tabel 2 diatas adalah merupakan tabel sebaran indikasi operasi, dimana

dalam penelitian ini didapati indikasi operasi yang paling banyak dijumpai

adalah previous SC dengan jumlah 14 kasus atau dengan nilai 46,7%.

(49)

36.8% dan mioma uteri yang berjumlah 8 kasus dengan nilai persentase

26,6%.

4.2 HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN KATETER

[image:49.595.91.511.282.436.2]

DENGAN RETENSIO URIN

Tabel 3. Hubungan Lama Pemasangan Kateter dengan Retensio Urin

Lama Pemasangan Kateter Langsung dilepas 24 jam Retensio

Urin

N % n % p*

Tidak 26 86,7 30 100

Ada 4 13.3 0 0

Total 30 100 30 100

0.038

*

Chi-Square

Dari tabel 3 diatas pada kelompok pemasangan kateter langsung dilepas,

dijumpai 26 subyek (86,7%) dapat berkemih langsung, dan terdapat 4 subyek

(13,3%) yang mengalami retensio urin dimana kesemua kasus retensio urin

ini memerlukan satu kali pemasangan kateter intermitten.

Pada kelompok pemasangan kateter 24 jam, semua subyek penelitian

sebanyak 30 subyek (100%) dapat berkemih langsung. Dengan uji

Chi-square, didapatkan nilai p = 0.038 (p<0.05), maka terdapat hubungan yang

bermakna antara lama pemasangan kateter dengan retensio urin, dimana

semakin cepat kateter menetap dilepas, kejadian retensio urin semakin

(50)

Goreishi dkk mendapatkan pada penelitiannya bahwa pasien pertama kali bisa berkemih pada 8-11 jam setelah operasi. Goreishi dkk juga mengatakan

bahwa tidak perlu penggunaan kateter menetap pada pasien memiliki

hemodinamik yang stabil 9

4.3 HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KATETER

[image:50.595.88.510.340.548.2]

DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH

Tabel 4. Hubungan Lama Penggunaan Kateter dengan Infeksi Saluran Kemih

Lama Pemasangan Kateter Langsung dilepas 24 jam Kultur

Urin

N % n % p*

+ 0 0 4 13,3

- 30 100 26 86,7

Total 30 100 30 100

0.038

*

Chi-Square

Dari tabel 4, dapat dilihat pada kelompok pemasangan kateter yang langsung

dilepas, tidak dijumpai adanya kultur urin positif. Sedangkan pada kelompok

pemasangan kateter 24 jam, dijumpai 4 subyek (13,3%) dengan hasil kultur

urin positif. Dari 4 kasus, sebanyak 3 kasus dijumpai bakteri E coli,

(51)

Dengan uji kemaknaan Chi-square, didapatkan hubungan yang bermakna

antara lama pemasangan kateter dengan kultur urin hari ketiga, dimana nilai p

= 0.038 (p<0.05). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa lama

penggunaan kateter menetap dapat mempengaruhi kejadian infeksi yang

bermakna pada kultur urin.

Sennayake pada penelitiannya mendapatkan bahwa ada perbedaan bermakna antara kelompok yang menggunakan kateter menetap dengan

yang tanpa kateter pada pasien seksio sesaria terhadap kejadian infeksi

saluran kemih. Senayake menyatakan bahwa kejadian infeksi saluran kemih

pada penelitiannya murni karena penggunaan kateter menetap, sehingga

(52)
[image:52.595.83.511.246.630.2]

4.4 FAKTOR RESIKO TERJADINYA RETENSIO URIN

Tabel 5. Faktor Resiko Terjadinya Retensio Urin

Retensio Urin

Ya Tidak Faktor Resiko

N % n % p*

Jenis Anestesi

• Anestesi General

• Anestesi spinal

• Anestesi Epidural

0 4 0 0 100 0 9 42 5 16,1 75 8,9 0,521

Total 4 100 56 100

Durasi Operasi

• <90 menit

• >90 menit

3 1 75 25 37 19 66,1 33,9 0,714

Total 4 100 56 100

Jenis Operasi

• Seksio Sesaria

• Histerektomi

• Laparotomi

4 0 0 100 0 0 41 8 7 73,2 14,3 12,5 0,490

Total 4 100 56 100

*Chi-Square

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa 9 subyek (16,1%) mendapat jenis anestesi

general, dimana semua subyek tidak mengalami retensio urin. Empat puluh

enam subyek mendapatkan jenis anestesi spinal, dimana 4 diantaranya

(53)

penelitian ini (100%). Semua 4 kasus tersebut berasal dari kelompok

perlakuan. Lima subyek mendapatkan jenis anestesi epidural, dimana

semuanya tidak mengalami retensio urin.

Dengan uji Chi-square didapatkan nilai p = 0.521 (p>0.05). Hal ini

menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara jenis anestesi dengan

kejadian retensio urin.

Durasi operasi dibagi menjadi 2 kelompok, ≤ 90 menit dan > 90 menit. Pada

durasi ≤ 90 menit, didapatkan 3 subyek yang mengalami retensio urin.

Sedangkan 37 subyek tidak mengalami retensio urin. Pada durasi operasi >

90 menit hanya satu subyek yang mengalami retensio urin. Sedangkan 19

subyek tidak mengalami retensio urin. Dengan menggunakan uji Chi-square,

didapatkan nilai p = 0,714 (p>0,05), sehingga tidak ada hubungan dengan

lamanya operasi dengan kejadian retensio urin.

Pada penelitian ini dijumpai 45 subyek mengalami seksio sesaria, dimana 4

diantaranya mengalami retensio urin. Dijumpai 8 kasus histerektomi dan 7

kasus laparotomi, yang semuanya tidak mengalami retensio urin. Dengan

menggunakan uji Chi-square, didapatkan nilai p = 0,490 (p>0,05), sehingga

tidak ada hubungan antara jenis operasi dengan kejadian retensio urin.

(54)

riwayat seksio sesaria dengan perlunya penggunaan kateter menetap

sesudah operasi 9.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Terdapat hubungan yang bermakna antara lama penggunaan kateter

dengan retensio urin. dimana kateter yang langsung dilepas pasca

operasi cenderung terjadi retensio urin.

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara lama penggunaan kateter

dengan infeksi saluran kemih dimana penggunaan kateter menetap 24

jam pasca operasi cenderung menyebabkan infeksi saluran kemih.

3. Sedangkan jenis operasi, durasi operasi, dan jenis anestesi tidak

berhubungan dengan kejadian retensio urin.

5.2 Saran

1. Masih perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat kapan

sebaiknya pencabutan kateter pasca operasi seksio sesaria dan

(55)

DAFTAR PUSTAKA

1. Senanayake H, Elective Cesarean Seksion Without Urethral

Catheterization, Journal Obstetrics and Gynecology, Vol. 31, 2005.P

32-37.

2. Djusad S, Penanganan Retensio Urin Pasca Bedah, Uroginekologi I,

Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN CM, Jakarta, 2002.Hal

63-69.

3. Arlyn E, Early Removal of Urinary catheter in Cesarean Delivery in a

Tertiary Training Hospital, Philippine Journal of Obstetrics and

Gynecology, Vol. 31, 2007.P 69-74.

4. Rothwell R, Indwelling Urinary Catheters( Short/ Long Term) Prosedure,

Dart Ford and Gravesham NHS Trust. 2008.

5. Abbott D, Catheters and Collecting Sistems, Urogynecology,London,

1997. Chapter 43, P 643-652.

6. Syafiudin N M, Pemilihan dan Penggunaan Kateter dibidang Obstetri dan

Ginekologi, Uroginekologi I, Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN

CM, Jakarta, . 2002.Hal 58-59

7. Urinary Catheterisation, available at : www.betterhealth.vic.gov.au

8. Standards Prosedure (skill) Urinary Catheterization, North Carolina

College of Emergency Physician’s, 2005

9. Ghoreishi J, Indwelling Urinary Catheters in Cesarean Delivery,

International Journal of Gynecology and Obstetrics, Vol. 83, 2003.P

267-270.

10. Cutner A, The Urinary Tract in Pregnancy, Urogynecology,London, 1997.

(56)

11. Newton E R, The Urinary Tract in Pregnancy, Clinical Urogynecology,

Ohio, 1993. Chapter 27, P 388-408.

12. Delancey J O L, Anatomy of The Female Bladder and Urethra,

Urogynecology and Urodynamics Theory and Practice, Baltimore, Fourth

Edition, 1996. Chapter 1, P3-18.

13. Ganong W F, Fungsi Ginjal dan Miksi. Fisiologi Kedokteran, Edisi 20,

EGC, Jakarta, 2002.Hal 671-699.

14. Versi E, Weidner A C, Physiology of Micturition, Urogynecology and

Urodynamics Theory and Practice, Baltimore, Fourth Edition,

1996.Chapter 3, P33-63.

15. Josoprawiro M J, Penanganan Retensio Urin Pasca Persalinan,

Uroginekologi I, Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN CM,

Jakarta, 2002.Hal 60-62.

16. Kartika A V, Retensi Urin Post Partum. Available at :

www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urin-post-partum. Saluran Kemih

Pasca Persalinan. Accesed 15 Juni 2008.

17. Portoll L M, Voiding Dysfunction and Retention, Clinical Urogynecology,

Ohio, 1993.Chapter 21, P 299-309.

18. Tapp A, Voiding Difficulties and Retention, Urogynecology,London, 1997.

Chapter 20, P 307-320.

19. Schorge, Schaffer, Halvorson, et al. Williams Gynecology. McGraw Hills,

2008.

20. G Page, Buntinx F, Hanssens M. Indwelling Bladder Catheterization as

Part of Postoperative Care for Sesarian Seksion. The Cochrane Library

2008, Issue 4. John Wiley and Sons, Ltd.

21. Hughes S C, Intraspinal Opiates in Obstetrics, Anesthesia for Obstetrics,

California, Second Edition, 1987.Chapter 10, P 123-141.

22. Glosten B, Poley L, Epidural and Spinal Analgesia/Anasthesia, Local

Anasthetic Techniques, Obstetric Anasthesia, Alabama, Third Edition,

2004. Chapter 21, P 339-340.

23. Ross B K, Riley E T, Epidural and Spinal Analgesia/Anasthesia, Opioid

Techniques, Anasthetic techniques, Obstetric Anasthesia, Alabama, Third

(57)

24. Sinatra R S, Ayoub C M, Post Operative Analgesia : Epidural and Spinal

Techniques, Obstetric Anasthesia, Alabama, Third Edition, 2004.Chapter

21, P 489-490.

25. Hobson T, Foon R, The Impact of Spinal Anaesthesia on Urinary Bladder

Sensation Following Elective Sesarian Seksion. Available at : www.

Birmingham Women’s Hospital. Accesed 2008.

26. Rock JA, Jones H.W. Te Linde’s Operative Gynecology. Tenth

Edition.Lippincott William Wilkins,Baltimore, 2008.

27. Karam M M, Lower Urinary Tract Infection, Urogynecology and

Urodynamics Theory and Practice, Baltimore, Fourth Edition,

1996.Chapter 28, P387-408.

28. Burton G, Urinary tract Infection, Urogynecology,London, 1997. Chapter

(58)

LAMPIRAN 1

STATUS PENELITIAN

KEJADIAN RETENSIO URINE DAN INFEKSI

SALURAN KEMIH PASCA SEKSIO SESARIA

DAN OPERASI GINEKOLOGI DENGAN

KATETER MENETAP 24 JAM DAN TANPA

KATETER

1. Registrasi

a. No Penelitian :

b. No Rekam Medik :

c. Asal Rumah Sakit :

2. Identitas Pasien

a. Nama :

b. Umur :

c. Paritas : P….A….

d. Alamat :

e. Tanggal Operasi :

f. Berat badan bayi :

3. Indikasi Operasi :

4. Seksio Sesaria

(59)

b. Jenis Anastesi :

c. Lama Operasi (menit) :

5. Setelah Operasi

a. Kateter dilepas langsung / 24 jam setelah operasi.

b. Enam jam setelah kateter dilepas, ada / tidak berkemih spontan

c. Jumlah urine :

d. Jumlah urine sisa :

e. Kateterisasi Intermitten Ada / Tidak, bila ada ……. Kali Pengukuran 5 jam 1.Spontan: ml

urine sisa: ml

2.Spontan: ml

urine sisa: ml

3.Spontan: ml

Urine sisa: ml

4.Spontan: ml

Urine sisa: ml

6. Evaluasi Hari ke III

a. Pasien dapat / tidak berkemih spontan b. Hasil Urinalisa : ada / tidak bakteriuria

c. Kultur urine Bermakna / Tidak

d. Jenis kuman :

(60)

Lampiran 2

LEMBARAN PERSETUJUAN PESERTA SETELAH

PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ………

Umur : ……….

(61)

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian

“KEJADIAN RETENSIO URINE DAN INFEKSI SALURAN KEMIH PASCA

SEKSIO SESARIA DAN OPERASI GINEKOLOGI DENGAN KATETER MENETAP 24 JAM DAN TANPA KATETER ” . dengan kesadaran dan kerelaan diri saya sendiri, saya bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan ...

...

Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

(62)

“KEJADIAN RETENSIO URINE DAN INFEKSI SALURAN KEMIH PASCA SEKSIO SESARIA DAN OPERASI GINEKOLOGI DENGAN KATETER MENETAP 24 JAM DAN TANPA KATETER”

Assalamualaikum Wr.Wb dan salam sejahtera bagi kita semua,

Selamat pagi bapak / ibu

Nama saya, dr. T. Mohammad Rizki, saat ini saya sedang menempuh

pendidikan spesialisasi di bidang kebidanan dan penyakit kandungan pada

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Dan saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul

“KEJADIAN RETENSIO URINE DAN INFEKSI SALURAN KEMIH PASCA SEKSIO SESARIA DAN OPERASI GINEKOLOGI DENGAN KATETER MENETAP 24 JAM DAN TANPA KATETER”

Penelitian ini bertujuan untuk Untuk membandingkan penggunaan

selang kencing menetap selama 24 jam atau tanpa penggunaan selang

kencing pada pasien setelah operasi seksio sesaria dan operasi penyakit

kandungan dalam kejadian sulitnya buang air kecil. Untuk menilai angka

kejadian infeksi saluran kemih pada penggunaan selang kencing menetap 24

jam dan tanpa penggunaan selang kencing setelah operasi seksio sesaria

dan operasi penyakit kandungan. Serta untuk menilai faktor-faktor yang

berhubungan dengan resiko terjadinya sulitnya buang air kecil.

Penelitian ini akan dimulai dengan menanyakan kesediaan ibu untuk

mengikuti penelitian ini. Setelah itu, ibu akan menjalani pemeriksaan kencing

di laboratorium seperti biasa dilakukan sebelum menjalani operasi. Setelah

itu ibu akan dipasang selang kencing sebelum operasi seperti yang biasa

dilakukan, dimana selang kencing ini akan dipertahankan dalam 24 jam

sebagai kelompok kontrol atau langsung dilepaskan setelah operasi sebagai

kelompok kelola. Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap ibu sesuai

(63)

dimasukkan sebagai sampel penelitian dan biaya penelitian tidak dibebankan

kepada ibu. Resiko yang mungkin terjadi pada ibu adalah kesulitan dalam

buang air kecil setelah selang kencing dilepaskan, tetapi hal ini tidak

membahayakan dan dapat langsung diobati.

Semua hasil pemeriksaan dan data yang ibu berikan saat pemeriksaan

maupun proses wawancara akan saya jamin kerahasiaannya. Partisipasi ibu

dalam penelitian ini sepenuhnya bersifat sukarela, ibu boleh menolak dan

juga boleh menghentikan partisipasi dalam penelitian ini setiap saat.

Demikian penjelasaan saya mengenai penelitian ini, sekali lagi saya

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kesediaan ibu

berpartisipasi dalam penelitian ini. Bila ibu mempunyai sesuatu yang ingin

ditanyakan atau keluhan setelah pelepasan selang kencing ibu dapat

menghubungi saya, dr. T.Mohammad Rizki , kapan saja pada alamat atau

nomor telefon yang tertera dibawah ini

Hormat saya,

dr. T. Mohammad Rizki

Catatan :

dr. T. Mohammad Rizki, Jl. Prof Dr. A. Sofyan No.30 Kampus USU Medan,

20155. Telefon : 061-8211027 / 061-77868540 / 08126061695

RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan

Departemen Obstetri dan Ginekologi

Gambar

Gambar 2. Alur Penelitian Gambar 1. Diagram Tatalaksana Retensio Urine
Gambar 2: Alur Penelitian
Tabel 1. Karakteristik data penelitian dan hubungannya dengan
Tabel 2. Distribusi Indikasi Operasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Di kota Bukittinggi pada bulan April 2017, 2 (dua) kelompok pengeluaran memberikan kontribusi terhadap deflasi antara lain; kelompok bahan makanan sebesar 0,32 persen,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui densitas juvenil karang berdasarkan perbedaan kedalaman, kesesuaian faktor fisika (kedalaman, kecerahan, kecepatan arus,

Yang perlu segera dibenahi pemerintah adalah membuat perundang-undangan yang menitik- beratkan konsep ekonomi supply chain system dari hulu (produksi) sampai hilir

schedules ) mampu meningkatkan produktifitas kerja operator secara signifikan Taylor telah memberikan landasan dalam perancangan kerja ( work design ) dan formulasi langkah-langkah

Deskripsi Singkat : Mata Diklat ini membekali peserta dengan kemampuan menunjukkan integritas, jiwa dan semangat nasionalisme dalam mengelola pencapaian visi instansinya

Based on 1000 resolution DEM of China, the combination of the terrain factors extracted from DEM are selected by correlation analysis and Sheffield's

penelitian ini, ekspansi lingkungan hidup pada Kawasan Bukit Siam mulai adanya. perubahan keadaan lingkungan yang dipengaruhi oleh pertumbuhan