• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Pada Pwersiapan Tanah Dan Jumlah Bibit Yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Pada Pwersiapan Tanah Dan Jumlah Bibit Yang Berbeda"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS

PADI SAWAH (Oryza sativa L.) PADA PERSIAPAN TANAH

DAN JUMLAH BIBIT YANG BERBEDA

TESIS

Oleh

Iwan Hasrizart

067001003/AGR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS

PADI SAWAH (Oryza sativa L.) PADA PERSIAPAN TANAH

DAN JUMLAH BIBIT YANG BERBEDA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Agronomi pada Program

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

Iwan Hasrizart

067001003/AGR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Penelitian : PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS PADI SAWAH (Oryza sativa L.) PADA PERSIAPAN TANAH DAN JUMLAH BIBIT YANG BERBEDA.

N a m a : Iwan Hasrizart N I M : 067001003 Program Studi : AGRONOMI

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli. J. Damanik, MSc) (Ir. Edison Purba, MS, Ph.D) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(4)

Telah diuji Pada

Tanggal, 25 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Durian Pantai Labu. Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung ± 3 bulan yang dimulai bulan Desember 2007 s/d Maret 2008. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (RPPT) Rancangan Petak-Petak Terbagi (Split Split Plot Design) dengan menggunakan 3 faktor yaitu varietas (V) sebagai petak utama terdiri dari tiga varietas yaitu V1 = Hibrida (Arize-Hibrindo R-1), V2 = Mekongga, dan V3 = Cibogo. Persiapan tanah (P) sebagai anak petak terdiri dari 2 taraf yaitu P1= (TI) Olah Tanah Sempurna (OTS), dan P2 = (TOT) Tanpa Olah Tanah (No Tillage). Jumlah bibit (B) sebagai anak-anak petak terdiri dari 3 taraf yaitu B1 = 1 bibit/lubang tanam, B2 = 2 bibit/lubang tanam, B3 = 5 bibit/lubang tanam.Peubah yang diamati adalah: Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan, Jumlah Anakan Produktif, Bobot Kering Tanaman, Bobot Kering Akar Tanaman, Luas Daun Perumpun, Jumlah Gabah Permalai, Jumlah Gabah Hampa Pemalai, Jumlah Gabah Berisi Permalai, Bobot Kering Gabah Perplot, LAB (Laju Asimilasi Bersih), LTR (Laju Tumbuh Relatif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan tertinggi dari tinggi tanaman terdapat pada Perlakuan (V3P2B1), rataan tertinggi jumlah anakan produktif terdapat pada Perlakuan (V3P2B1), rataan tertinggi bobot kering tanaman terdapat pada Perlakuan (V3P2B1), rataan tertinggi dari bobot kering akar tanaman terdapat pada Perlakuan (V3P2B1), rataan tertinggi luas daun perumpun terdapat pada Perlakuan (V3P2B3) tetapi berbeda tidak nyata untuk semua kombinasi, rataan tertinggi jumlah gabah permalai terdapat pada Perlakuan (V3P2B1), sedang rataan tertinggi untuk jumlah gabah hampa pemalai terdapat pada Perlakuan (V3P1B3), rataan tertinggi untuk jumlah gabah berisi permalai terdapat pada kombinasi Perlakuan (V1P2B1), untuk rataan tertinggi bobot kering gabah perplot terdapat pada kombinasi Perlakuan (V3P2B1), rataan tertinggi dari LAB (laju asimilasi bersih) terdapat pada Perlakuan kombinasi (V2P2B2), tetapi untuk semua interaksi Perlakuan menunjukkan berbeda tidaknya, dan rataan tertinggi dari LTR (laju tumbuh relatif) terdapat pada Perlakuan (V3P2B1).

(6)

ABSTRACT

This research is executed in Desa Durian Pantai Labu. Sub-Province Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. month of December 2007 to March 2008. The device used in this research is Split Split Plot Design by using 3 factor that is varietas (V) as especial check consist of three varietas that is V1 = Hibrida (Arize-Hibrindo R1), V2 = Mekongga, and V3 = Cibogo. Preparation of land ground (P) as check child consist of 2 level that is P1= Tillage (OTS), and P2 = No Tillage (TOT). Amount of seeds (B) as check children consist of 3 level that is B1 = 1 lip/hol to plant, B2 = 2 lip/hol to plant,B3 = 5 lip/hol to plant, Parameter the perceived is: High Plant, Same to bud Productive, Weight dry Plant, Weight dry root, Wide Leaf Clump, Same shell of rice Clump, Same Shell of Rice Emptyness Clump, Same Shell of Rice Contain Clump, Weight dry Shell of Rice from Plot, LAB (Accelerate Asimilasi Bersih), LTR (Accelerate Growth Relatif), Research result indicate that average highest from high of crop there are at treatment (V3P2B1), average highest of amount bud productive there are at treatment (V3P2B1), average highest of dry wight of crop there are at treatment (V3P2B1), average highest of dry wight of crop root there are at treatment (V3P2B1), average highest wide leaf clump there are at treatment (V3P2B3) but differing not real for all combinations, average highest of shell of rices amount Shell of Rice there are at treatment (V3P2B1), is rataan highest to the amount of of vacuous shell of rices Shell of Rice there are at treatment (V3P1B3), average highest to the amount of shell of rices contain Shell of Rice there are at combination treatment (V1P2B), to average highest of dry wight of shell of rice perplot there are at combination treatment (V3P2B1), = average highest from LAB (Accelerate Asimilasi Bersih) there are at treatment combination (V2P2B2), but for all interactions treatment show to differ don't him, and average highest from LTR (Accelerate Tumbuh Relatif) there are at treatment (V3P2B1).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis panjatkan atas ke haribaan Allah SWT, yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian ini yang berjudul “PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS PADI SAWAH (Oryza sativa L.) PADA PERSIAPAN TANAH DAN JUMLAH BIBIT YANG BERBEDA”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc. Selaku Pembimbing Utama, dan kepada Bapak Ir. Edison Purba, MS, Ph.D Selaku Anggota Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih banyak kekurangannya, jauh dari sempurna. Untuk ini Penulis mengharapkan keritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, demi kesempurnaan Tesis.

Medan, Agustus 2008 Wassalam,

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan taufik dan hidayah serta rahmatNya penulis dapat meyelesaikan penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc. Selaku Pembimbing Utama, dan kepada Bapak Ir. Edison Purba, MS, Ph.D Selaku Anggota Pembimbing, atas segala bimbingan, petunjuk, koreksi dan saran yang diberikan sejak awal hingga akhir penelitian, dan penulisan tesis.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

- Rektor Universitas Sumatera Utara dan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Program Magister pada program Pascasarjana USU. Juga kepada seluruh staf dan pegawai PPs USU yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

- Ketua Program Studi Agronomi PPs USU, Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc yang sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis.

(9)

- Rektor Universitas Al-Azhar yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

- Ibu Dr. Ir. Rosmayati, MS sebagai Sekretaris Jurusan Program Studi Agronomi dan sekaligus dosen penguji penulis, yang telah memberikan dorongan dan motifasi sehingga penulis dapat menyelasikan Thesis tepat pada waktunya.

- Ibu Dr. Ir. Chairani Hanum, MS, dan Ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MS, sebagai dosen penguji, yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

- Serta penghargaan dan doa yang tulus penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta (alm) yang telah membesarkan penulis, semoga Allah SWT menggampuni segala dosa-dosa beliau, amiin.

- Bapak dan ibu mertua Samidin Suprapto Damanik dan Sartik serta seluruh keluarga besar di Bah Aren yang telah memberikan motifasi dan doa yang senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT demi keberhasilan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan program Magister ini.

(10)

- Bapak Reban dan keluarga yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan praktek Tesis mulai dari persiapan lahan sawah untuk penanaman padi hingga selesai pelaksanaan penelitian di lapangan.

- Rekan-rekan seakademis, khususnya rekan satu angkatan (Syam Safitri, Julia Hutahaean, Donna Sinambela, M. Nasir, Erli dan Ira) yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril kepada penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal, 18 Nopember 1968 di Desa Ledong Barat Kecamatan Ledong Barat, Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara. Sebagai anak ke lima dari tujuh bersaudara, dari ayah H. Hasan Sakum dan ibu Hj. Saidatul Akmal Lubis.

Pada tahun 1982, 1985, 1988, penulis berturut-turut lulus dari SD Negeri 0812002, Aek kanopan, SMP Negeri 2 Medan, SMA Negeri 2 Medan. Pada Tahun 1988 kuliah di Universitas Al-Azhar Medan dan meraih gelar sarjana pertanian jurusan Agronomi pada tahun 1993.

Pada tahun 1995 penulis diterima sebagai dosen di Fakultas Pertanian Universitas Al-Azhar Medan.

Pada tahun 1997, penulis menikah dengan Sukaryani damanik, SPd. Dan dikarunia seorang putri yaitu Fatiah Agustina.

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

Nomor J u d u l Halaman

1. Rataan Tinggi Padi 3, 6, 9, dan 12 MST Pada Perlakuan

Varietas, Persiapan Tanah, Dan Jumlah Bibit, serta Kombinasinya... 27 2. Rataan Jumlah Anakan Padi 3, 6, 9, Dan 12 MST Pada Perlakuan

Varietas, Persiapan Tanah, Jumlah Bibit, Serta Interaksinya... 37 3. Rataan Bobot Kering Tanaman 3, 6, 9, Dan 12 MST Pada Perlakuan

Varietas, Olah Tanah Jumlah Bibit, Serta Interaksinya ... 43 4. Rataan Bobot Kering Akar 3, 6, 9, Dan 12 MST Pada Perlakuan

Varietas, Olah Tanah Jumlah Bibit, Serta Interaksinya ... 48 5. Rataan Luas Daun Perumpun 3, 6, 9, Dan 12 MST Pada Perlakuan

Varietas, Olah Tanah Jumlah Bibit, Serta Interaksinya ... 54 6. Rataan Anakan Produktif 12 MST Pada Perlakuan Varietas, 10. Rataan Bobot Gabah Kering Perplot 12 MST Pada Perlakuan Varietas,

Olah Tanah Jumlah Bibit, Serta Interaksinya ... 75 11. Rataan LAB (Laju Asimilasi Bersih) 6, 9, Dan 12 MST

Pada Perlakuan Varietas, Olah Tanah, Jumlah Bibit,

Serta Interaksinya ... 79 12. Rataan LTR (Laju Tumbuh Relatif) 6, 9, Dan 12 MST Pada

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor T e k s Halaman

1. Tinggi Tanaman Pada Perlakuan 3 Varietas Pada

Umur 3 MST ... 33

2. Tinggi Tanaman Terhadap Jumlah Bibit Pada Persiapan Tanah Yang Berbeda Umur 3 MST ... 34

7. Bobot Kering Tanaman Terhadap Perlakuan Varietas Umur 6 MST.. 45

8. Bobot Kering Tanaman Pada Perlakuan Jumlah Umur 12 MST... 46

9. Bobot Kering Akar Pada Perlakuan Jumlah Bibit Umur 6 MST ... 51

10. Bobot Kering Akar Pada Persiapan Tanah Umur 12 MST ... 52

11. Luas Daun Perumpun Pada Perlakuan Varietas Umur 6 MST... 57

12. Luas Daun Perumpun Pada Perlakuan Varietas Umur 6 MST ... 57

13. Luas Daun Perumpun Pada Persiapan tanah Umur 12 MST ... 58

14. Anakan Produktif Pada Persiapan Tanah dan Jumlah Bibit Umur 12 MST ... 61

15. Jumlah Anakan Produktif Pada Persiapan Tanah Umur 12 MST ... 62

(15)

17. Jumlah Gabah Per malai Terhadap Varietas Dan Jumlah Bibit Pada

Umur 12 MST ... 65 18. Jumlah Gabah Per Malai Terhadap Varietas Dan Jumlah Bibit

Pada Umur 12 MST... 66 19. Jumlah Gabah Per malai Terhadap Jumlah Bibit Dan Persiapan Tanah

Pada Umur 12 MST ……….. 66

20. Jumlah Gabah Hampa Per malai Tanaman Terhadap Pengolahan

Tanah Pada Umur 12 MST ... 69 21. Jumlah Gabah Hampa Per malai Tanaman Terhadap Jumlah Bibit

Pada Umur 12 MST ... 70 22. Jumlah Gabah Berisi Per malai Terhadap Jumlah Bibit, Persiapan

Tanah pada Umur 12 MST ... 72 23. Jumlah Gabah Berisi Per malai Terhadap Jumlah Bibit, Persiapan

Tanah dan Jumlah Bibit pada Umur 12 MST ... 73 24. Jumlah Gabah Berisi Per malai Terhadap Jumlah Bibit Pada

Umur 12 MST ... 73 25. Bobot Gabah Kering Perplot Terhadap Persiapan Tanah Pada

Umur 12 MST ... 76 26. Bobot Gabah Kering Perplot Terhadap Dan Jumlah Bibit Pada

Umur 12 MST ... 76 27. LAB (Laju Asimilasi Bersih) Tanaman Pada Varietas (Hibrida,

Mekongga dan cibogo) Umur 12 MST ... 81 28. LAB (Laju Asimilasi Bersih) Tanaman Pada Pengolahan Tanah

Umur 12 MST ……… 82

29. LTR (Laju Tumbuh Relatif) Tanaman Pada PengolahanTanah

Pada Umur 9 MST ... 86 30. LTR (LajuTumbuh Relatif) Tanaman Dari Beberapa Varietas

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor T e k s Halaman

1 Rataan Tinggi Tanaman (cm) Umur 3, 6, 9, dan 12 MST ………. 111

2 Daftar Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 3, 6, 9, dan 12 MST ... 112

3 Rataan Jumlah Anakan Umur 3, 6, 9, dan 12 MST ………... 113

4. Daftar Analisis Sidik Ragam Jumlah Anakan Umur 3, 6, 9, dan 12 MST ... 114

5 Rataan Bobot Kering Tanaman Umur 3, 6, 9, dan 12 MST …... 115

6 Daftar Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman Umur 3, 6, 9, dan 12 MST ... 116

7 Rataan Bobot kering akar Umur 3, 6, 9, dan 12 MST ... 117

8 Daftar Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Akar Umur 3, 6, 9, dan 12 MST ... 118

9 Rataan Luas Daun Umur 3, 6, 9, dan 12 MST ... 119

10 Daftar Analisis Sidik Ragam Luas daun Umur 3, 6, 9, dan 12 MST ... 120

11 Rataan Anakan Produktif 12 MST ... 121

12 Daftar Analisis Sidik Ragam Anakan Produktif Umur 12 MST .... 122

13 Rataan Jumlah Gabah Berisi Permalai 12 MST ... 123

14. Daftar Analisis Sidik Ragam Jumlah Gabah Berisi Per malai Umur 12 MST ... 124

(17)

16. Daftar Analisis Sidik Ragam Jumlah Gabah Hampa Umur 12 MST 126

17. Rataan Jumlah Gabah Berisi Permalai 12 MST ... 127

18. Daftar Analisis Sidik Ragam Bobot Gabah Kering Umur 12 MST 128

19. Rataan Bobot Gabah Kering Perplot 12 MST ... 129

20. Rataan Bobot Gabah Kering Perplot 12 MST ... 130

21 Rataan LAB (Laju Asimilasi Bersih, g.cm2.bulan) Umur 6, 9, dan 12 MST ... 131

22 Daftar Analisis Sidik Ragam LAB (Laju Asimilasi Bersih) Umur 12 MST ... 132

23. Rataan LTR (Laju Tumbuh Relatif) Umur 6, 9, dan 12 MST ... 133

24. Daftar Analisis Sidik Ragam LTR (Laju Tumbuh Relatif) Umur 12 MST ... 134

25. Matriks Korelasi Varietas Padi Sawah Pada Persiapan Tanah Dan Jumlah Bibit yang Berbeda ...………. 135

26. Denah Susunan Petak Percobaan ………. 136

27. Deskripsi Varietas Padi Hibrida (Arize-Hibrindo R-1) ……… 137

28 . Deskripsi Varietas Mekongga ………..………… 138

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) diduga berasal dari Asia. Terdapat lebih kurang 20.000 varietas padi di dunia. Pengenalan varietas-varietas padi hasil pemuliaan pada tahun 1960-an yang dikenal dengan varietas “Revolusi hijau” dengan ciri-ciri tanaman tegak pendek, dan tahan terhadap perubahan iklim, produksi tinggi dan tahan terhadap serangan hama penyakit (Haryadi, 2006).

Dari arkeologi dan antropologi mutakhir menyatakan padi berasal dari dataran tinggi Assam (Timur Laut India) dan di Yung Nan (Barat Daya Cina), perbatasan Cina – India (Simanihuruk, dkk, 2002). Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM (Sony. 2007).

Tanaman padi merupakan tanaman penting di Asia terutama di Indonesia. Padi menghasilkan beras menjadi makanan pokok menyediakan 35-80% dari total kalori yang dibutuhkan oleh manusia (IRRI, 1997). Penyediaan pangan yang cukup bagi penduduk dikenal dengan istilah Ketahanan Pangan (Andrian, 2006).

Menurut UU Pangan Nomor 7 tahun 1996 pasal 1 ayat 17 ketahanan pangan adalah terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman dikonsumsi, merata dan terjangkau.

(19)

Perkiraan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 245,71 juta jiwa pada saat itu kebutuhan beras 36,42 juta ton, sedangkan produksi hanya 29,42 juta ton sehingga terjadi defisit produksi beras sebesar 6,72 juta ton (Suryana, 2002).

Baihaki (2004), Sinambela (2004) dan Mashur (2007) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produksi padi dalam rangka ketahanan pangan nasional adalah mengembangkan padi hibrida dan padi varietas unggul bersertifikat, seperti varietas mekongga, cibogo, padi hibrida seperti Arize-hibrindo R-1, atau memperbaiki teknik budidaya padi sawah juga termasuk salah satu upaya untuk meningkatkan produksi.

Padi varietas unggul dan padi hidrida mempunyai sifat genetic seperti batang kokoh, malai panjang dan lebat, umur pendek 110-145 hari, mempunyai jumlah anakan yang banyak, daun lebar berwarna hijau tua, produksi tinggi 6 - 12 ton/ha. Padi varietas unggul sangat di anjurkan pindah tanam kelapangan umur muda 7 hari dengan penanaman satu bibit/lubang tanam (Berkelaar, 2001).

Menurut Sumarno (2006) untuk mendapatkan produksi maksimal, padi varietas unggul dan padi hibrida harus ditanam pada lahan yang subur, unsur hara harus tersedia, pengairan yang cukup, pengendalian hama terpadu, dan pengelolaan tanaman harus dilakukan secara baik. Penggunaan benih padi varietas unggul dan padi hibrida bersertifikat sangat disarankan karena jumlah anakan maksimal, pertumbuhan akar yang banyak dan produksi tinggi (Suyamto, 2007).

(20)

Olah Tanah Sempurna (OTS) yaitu tanah sawah diberi air hingga tergenang kemudian di teraktor/dicangkul, dihaluskan kemudian diratakan. OTS secara turun temurun masih dilakukan oleh petani terutama pada lahan sawah beririgasi teknis untuk setiap musim tanam. Menurut Rachman (1995) pengolahan tanah dapat menyebabkan rusaknya struktur, tekstur tanah, pemadatan tanah, kepekaan tanah terhadap erosi dan mempercepat pelapukan bahan organik tanah yang menyebabkan degradasi lahan.

Admin (2002) pelaporkan bahwa tanpa olah tanah memberikan hasil untuk bobot kering batang, jumlah anakan dan produksi padi tidak menunjukkan perbedaan nyata bila dibandingkan dengan perlakuan olah tanah sempurna (OTS).

Atman (2005), dan Uun (2007) BPTP Sumatera Barat menyatakan bahwa sejak beberapa tahun yang lalu Provinsi Sumatera Barat telah mengembangkan teknologi tanpa olah tanah (TOT) yang termasuk dalam pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan (Sustainable Agriculture).

Tanpa olah tanah pada tanaman padi sawah merupakan teknologi hemat air, biaya produksi, waktu, dan tenaga kerja. Dari hasil penelitian Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) di Subang menunjukkan bahwa dengan memakai teknologi tanpa olah tanah (TOT) secara finansial lebih menguntungkan dari (TI) tradisionil tillage (Surdianto, dkk, 2007).

Tahun 1997 konferensi IFOAM (International Federation of Organic

(21)

seoptimal mungkin dan mengurangi degradasi lahan akibat perlakuan pengolahan secara tradisional (Nurmala, 2002).

Perumusan Masalah

Ada beberapa faktor yang mengakibatkan produktifitas padi secara nasional masih rendah baik ditinjau dari segi produktifitas lahan maupun dari segi produktifitas hasil tananan per hektar hal ini disebabkan antara lain:

Pertama petani masih menanam padi dengan jumlah bibit banyak dalam satu lubang tanam sehingga dibutuhkan bibit dalam jumlah banyak untuk setiap musim tanam. Kedua petani masih melakukan pengolahan tanah setiap musim tanam sehingga mengakibatkan degradasi lahan secara cepat. Ketiga petani belum memakai bibit varietas unggul bersertifikat, apalagi memakai bibit padi hibrida, padahal padi hibrida produksi tinggi dan tahan terhadap hama, penyakit, dan tersedia di pasar dengan harga terjangkau.

(22)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksi beberapa varietas padi sawah (Oryza sativa L.) melalui persiapan tanah dan jumlah bibit yang tepat.

Hipotesis Penelitian

1. Pertumbuhan dan produksi varietas padi sawah berbeda pada jumlah bibit yang berbeda.

2. Pertumbuhan dan produksi varietas padi sawah berbeda pada persiapan tanah yang berbeda.

3. Ada interaksi jumlah bibit dan persiapan tanah terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas padi sawah.

Manfaat Penelitian

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Syarat Tumbuh Padi

Sistem perakaran tanaman padi adalah akar serabut, yang terdiri dari 2 jenis akar yaitu, akar seminal dan akar adventif (Manurung dkk, 1988). Akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula sewaktu berkecambah dan bersifat sementara, dan akar yang kedua adalah akar adventif yaitu akar bercabang bebas dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah, akar adventif tersebut menggantikan akar seminal (Suharno, 2007).

Anakan padi muncul pada batang utama (primer), batang sekunder, dan batang tersier dalam urutan yang bergantian, anakan primer tumbuh dari buku terbawah dari batang utama dan anakan primer berkembang akan memunculkan anakan sekunder, anakan sekunder ini pada gilirannya akan menghasilkan anakan tersier (Suharno, 2007).

(24)

Pertumbuhan Tanaman Padi

Pola pertumbuhan tanaman padi ada 3 fase yaitu fase vegetatif, fase generatif, dan fase pematangan gabah. Fase vegetatif dimulai dari saat berkecambah sampai dengan inisiasi primordia malai, fase generatif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai pembungaan, dan fase pematangan gabah dimulai dari pembungaan sampai gabah matang. Lama fase vegetatif tidak sama untuk setiap varietas sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan umur panen, sedangkan fase generatif dan pematangan gabah umumnya sama untuk setiap varietas (BPTP Bengkulu, 2007).

Manurung dkk, (1988) menyatakan bahwa fase vegetatif ditandai dengan pembentukan anakan yang aktif, bertambah tingginya tanaman dan daun tumbuh secara teratur. Sedang lama fase reproduktif dan pematangan gabah dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu masing-masing 30 hari (De Datta, 1981).

Fase pertumbuhan generatif adalah pembentukan malai sampai pembungaan dan pematangan biji. Pada fase generatif pertumbuhan dan perkembagan malai muda meningkat dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun bendera menggembung (bulge). Penggembungan pelepah daun bendera ini disebut dengan istilah bunting (BPTP Bengkulu, 2007).

(25)

Fase pemasakan gabah merupakan fase akhir dari perkembangan pertumbuhan tanaman padi, yang ditandai dengan menuanya daun dan terhentinnya pertumbuhan gabah, terjadi perubahan warna gabah menjadi menguning cerah. Ada tiga tahapan dalam pemasakan/pematangan gabah yaitu, tahap pertama gabah matang susu, yang kedua gabah setengah matang (dough grain stage) dan tahap ketiga gabah matang penuh dan siap untuk dipanen.

Varietas Padi Sawah

Padi termasuk genus Oryza L. Yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar di daerah tropik dan sub trapik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza offinalis dan Oryza sativa

spontania. Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi lahan kering (gogo) yang

umumnya ditanam di dataran tinggi, dan padi sawah di tanam di dataran rendah yang memerlukan pengenangan air.

(26)

dan tiga belas lainya hasil dari penelitian perusaan benih swasta, namun minat petani untuk membudidayakannya masih sangat rendah (Sumarno, 2007).

Menurut Suyamto (2007) dan Sumarno (2007) untuk mendapatkan produksi yang maksimal, dari padi varietas unggul dan padi hibrida harus ditanam pada lahan yang subur, unsur hara harus tersedia, pengairan yang cukup, tanah sebaiknya mengandung bahan organik, pengendalian hama yang terpadu, dan pengelolaan tanaman harus dilakukan secara baik (7 – 12 ton/ha).

Persiapan Tanah OTS dan TOT

Tujuan pengolahan tanah adalah untuk memperbaiki sifat fisik, kima dan biologi tanah sehingga sesuai dengan perkembangan akar tanaman penerapan prinsip-prinsip di atas dalam budi daya tanaman padi sangat perlu diperhatikan agar produksi tanaman padi optimal (Heddy, dkk, 1994).

Sarwono dkk (2005) menyatakan bahwa tanah sawah (paddy soil) adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi atau berpotensi digunakan untuk menanan padi sawah. Hal ini senada dengan Kyuma (2004) tanah sawah merupakan tanah yang sangat penting di Indonesia karena merupakan sumber daya alam yang utama dalam produksi padi/beras.

(27)

Taslim dkk (1993) menyatakan bahwa pengolahan tanah sawah pada umumnya meliputi tiga hal yaitu penggenangan lahan sampai tergenang, pembajakan tanah sawah untuk pembalikan tanah, pemecahan dan menghaluskan sehingga tanah sawah menjadi lumpur.

Rahman dkk (1994) menyatakan bahwa pengolahan tanah sawah yang dilakukan berulang-ulang setiap musim tanam dapat menyebabkan rusaknya struktur tanah, pemadatan tanah dan kepekaan tanah terhadap terhadap erosi, sehingga laju erosi dan pelapukan bahan organik tanah semakin tinggi pada akhirnya menyebabkan degradasi lahan.

Admin (2002) menambahkan bahwa keadaan ini akan lebih parah lagi apabila waktu pengolahan tanah, air dibiarkan mengalir dari petak yang satu kepetak yang lain, karena bersamaan dengan itu agregat-agregat tanah akan tererosi ikut aliran air keluar petakan sawah.

(28)

Utomo dalam Rachman (1995) menyatakan bahwa tanpa olah tanah (TOT) adalah membiarkan tanah sawah tanpa diganggu sama sekali. Sisa tanaman musim sebelumnya di babat dan dimanfaakan untuk menutupi permukaan tanah, atau sisa tanaman musim lalu dan gulma yang ada di areal disemprot dengan herbisida, setelah gulma kering/mati baru padi ditanam.

Menurut Blevins and Frye (1994) ada sepuluh keuntungan atau keunggulan dari TOT yaitu:

1. Mengurangi tenaga kerja dan menghemat waktu,

2. Mengurangi biaya dan peralatan dalam pengolahan tanah, 3. Meningkatkan produktivitas tanah dan pendapatan petani, 4. Meningkatkan bahan organik tanah dan unsur hara, 5. Memperbaiki agregasi tanah,

6. Meningkatkan konservasi tanah,

7. Menekan aliran permukaan tanah dan erosi, 8. Meningkatkan bio diversitas tanah,

9. Memperbaiki kualitas sumber daya air dan tanah, 10. Memperbaiki kualitas udara tanah (aerase tanah).

Jumlah Bibit

(29)

Berkelaar (2001) menyatakan bahwa metode SRI (The System Of Rice

Intensification), dengan penanaman satu tanaman per lubang tanaman akan

meningkatkan proses fiksasi nitrogen (Biological Nitrogen fixation- BNF) bakteri dan mikroba yang bebas hidup di sekitar akar padi dapat bersimbiosis dan menguraikan nitrogen sehingga tersedia bagi tanaman.

Penanaman 1bibit/lubang tanam, sebelum keluar anakan pertama tumbuh pada batang primer, tanaman tersebut mempunyai waktu untuk recovery atau kembali menstabilkan diri di lapangan akhirnya anakan yang terbentuk akan maksimal. Anakan pertama tumbuh pada kondisi yang terbaik, sehingga terbentuk anakan yang banyak dan rumpun yang besar (Vallois dkk., 2000).

Penanaman satu bibit per lubang tanam menunjukkan karakteristik fisiologi perkembangan akar lebih baik sehingga kandungan gula terlarut, nitrogen non protein, dan prolin pada daun meningkat sehingga tanaman tersebut lebih tahan terhadap kekeringan dan anakan yang terbentuk lebih banyak (Shao-hua, dkk, 2002).

(30)

Ditambahkan oleh Vallois dkk (2000) bahwa setiap batang atau anakan akan berkembang menjadi anakan berikutnya. Jika salah satu anakan tidak terbentuk maka tanaman akan kehilangan fase eksponensial (berlipat).

(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Durian Pantai Labu. Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Penelitian berlangsung sejak Desember 2007 sampai dengan Maret 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit padi Hibrida ( Arize-Hibrindo R-1), varietas Mekongga, dan varietas Cibogo, pupuk Urea, SP-36, dan KCL. Untuk pengendalian hama dan penyakit dipakai insektisida sedangkan pengendalian gulma dipakai herbisida berbahan aktif glifosat.

Alat yang dipakai pada penelitian ini yaitu; timbangan, meteran, tali pelastik, bambu, parang, pisau, gunting, cangkul, babat, parang, kored, knapsack, sprayer oven, leaf area meter, alat tulis, buku, kantongan plastik, dan amplop besar.

Metode Penelitian

(32)

Faktor perlakuannya adalah :

Petak Utama (PU): Varietas terdiri dari yaitu, V1 = Hibrida (Arize-Hibrindo R-1) V2 = Mekongga

V3 = Cibogo

Anak Petak (AP) : Persiapan tanah terdiri dari yaitu, P1 = (OTS) Olah Tanah Sempurna

P2 = (TOT) Tanpa Olah Tanah (No Tillage)

Anak-Anak Petak (AAP) : Jumlah bibit terdiri dari yaitu, B1 = 1 bibit/lubang tanam.

B2 = 3 bibit/lubang tanam. B3 = 5 bibit/lubang tanam.

(33)

Kombinasi perlakuan/plot percobaan :

V = Varitas (Arize-Hibrindo R-1, Mekongga, Cibogo) P = Persiapan tanah (TOT, TI) Jumlah lubang tanaman keseluruhan = 3.240 Jumlah tanaman sampel per plot = 10 Jumlah tanaman sample destruktif per plot = 9 Jumlah tanaman sample destruktif seluruhnya = 486

Luas plot perlakuan = 180 cm x 390 cm

Jarak antara tanaman dalam plot = 30 cm x 30 cm

Jarak antar plot = 50 cm

Jara antara ulangan = 100 cm

Metode Analisis

Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Petak Terpisah Pisah (RPTT) dalam RAK dengan model matematis adalah sebagai berikut:

(34)

Dimana :

Yijkl = Nilai pengamatan karena pengaruh faktor V taraf ke-i, faktor P taraf ke-j faktor B taraf ke-l dan pada ulangan ke-k

µ = Nilai tengah umum i = Pengaruh ulangan pada taraf ke-i j = Pengaruh blok atau ulangan ke- j k = Pengaruh perlakuan ke-k ( )jk = Pengaruh interaksi ke-ij

ijk = Pengaruh Galat Pada ulangan ke-i varietas, olah tanah taraf ke-k ( )jl = Pengaruh interaksi ke-ik

( )kl = Pengaruh interaksi ke-jk ( )jkl = Pengaruh interaksi ke-ijk

ijkl = Pengaruh sisa (residual effect) ulangan ke i taraf ke-i, pada ulangan ke-k

Data hasil pengamatan disusun dalam anova untuk masing-masing peubah. Jika pengaruh perlakukan terhadap peubah diamati menunjukkan pengaruh yang nyata dapat dilanjutkan dengan analisis regresi, korelasi dan uji beda rataan dengan uji DRMT pada taraf 5 % (Gomez K.A, 1995).

Persiapan Lahan

(35)

Hamparan petakan sawah relatif datar, kondisi tanah sedikit agak keras sehingga dapat dibedakan mana tanah yang diolah dan tidak diolah, lahan sawah diolah sesuai dengan perlakuan.

Kondisi awal lahan praktek merupakan sawah irigasi yang umumnya ditumbuhi oleh gulma berdaun lebar seperti keladi- keladian dan genjer dan gulma berdaun pita seperti gulma padi-padian karena bentuknya seperti padi.

Untuk perlakukan olah tanah sempurna (OTS) Plot digenangi dengan air sampai selama 1 hari kemudian tanah dicangkul dengan sedalam 20 cm dan di balik kemudian dibiarkan selama 2 hari, setelah itu tanah dicangkul kembali hingga halus dan diratakan kemudian bibit di tanam ke lapangan dengan umur bibit 7 hari setelah semai.

Untuk perlakuan tanpa olah tanah (TOT) plot tidak diolah. Pengendalian gulma di plot di semprot dengan glifosat (Polaris) dengan dosis 6 l/ha, sepuluh hari setelah aplikasi herbisida, air dimasukkan ke plot percobaan setinggi 10 cm, 3 hari kemudian air dikeluarkan sampai tanah kondisi macak-macak (tanah jenuh air) kemudian bibit di tanam kelapangan dengan umur bibit 7 hari setelah semai.

Penyemaian Bibit

(36)

Sebelum benih disemai terlebih dahulu benih padi direndam di dalam air mengalir lebih kurang 24 jam untuk mempercepat keluarnya akar, setelah itu bibit disebar merata di persemaian, kemudian disiram dengan pasir hingga tertutup.

Penanaman Bibit

Bibit dipindahkan ke lapangan atau ke plot percobaan setelah berumur 7 hari setelah semai (HSS) sesuai dengan perlakuan yaitu; 1 bibit/lubang tanam, 3 bibit/lubang tanam, dan 5 bibit/ lubang tanam. Jarak tanan dalam plot percobaan 30 cm x 30 cm. Pada saat penanaman bibit ke plot percobaan atau selama fase vegetatif kondisi tanah dijaga agar tetap pada posisi jenuh air sehingga perkembangan akar dan anakan maksimal.

Pemupukan

(37)

Pemeliharaan Tanaman

Kondisi tanah dijaga dalam kondisi jenuh air selama masa pertumbuhan vegetatif dengan cara mengatur air irigasi, bila terjadi hujan dibuat saluran pembuangan air sehingga kondisi tanah tetap jenuh air.

Setelah tanaman memasuki masa pertumbuhan generatif yang ditandai dengan pembengkakan batang utama (bunting), tanah sawah diberikan air sampai tergenang dengan ketinggian air mencapai 5 – 7 cm.

Pengendalian gulma dilakukan dengan cara menyiangi rumput dari areal tanaman setelah tanaman berumur 3, 6 MST atau sehari sebelum aplikasi pemberian pupuk pada 3 dan 6 MST.

Setelah tanaman memasuki masa pematangan bulir/biji, air di areal sawah secara perlahan dikeluarkan sampai kondisi tanah mencapai jenuh air, terus mencapai kapasitas lapang dan akhirnya kering. Pengeringan ini bertujuan untuk mempercepat pematangan bulir padi secara serentak.

Pemanenan

(38)

Peubah yang diamati 1. Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan saat tanaman berumur 3, 6, 9, dan 12 MST. Pengukuran dimulai dari pangkal rumpun sampai ujung daun terpanjang dengan menggunakan meteran.

2. Jumlah Anakan

Pengamatan jumlah anakan dihitung saat tanaman berumur 3, 6, 9, dan 12 MST. Jumlah anakan dihitung per rumpun dari tanaman sampel yang telah ditetapkan pada setiap plot.

3. Jumlah Anakan Produktif

Jumlah anakan produktif di hitung pada saat panen, yang dihitung hanya anakan yang memiliki malai. Jumlah anakan dihitung per rumpun dari tanaman sampel yang telah ditetapkan pada setiap plot.

4. Bobot Kering Tanaman

(39)

5. Bobot Kering Akar Tanaman

Pengamatan bobot kering akar tanaman dihitung setelah tanaman berumur 3, 6, 9, dan 12 MST. Tanaman sampel destruktif dicangkul secara hati-hati agar akar jangan sampai putus kemudian dicuci di dalam ember kemudian air digoyang-goyang supaya akar bersih dari tanah dan Lumpur, setelah akar bersih lalu dikeringkan anginkan setelah itu di masukkan ke dalam oven pada suhu 650C sam pai bobotnya stabil.

6. Luas Daun Perumpun

Luas daun diukur dengan Leaf Area Meter pada tanaman berumur 3, 6, 9, dan 12 MST pengamatan dilakukan dengan mengambil semua helaian daun yang terbuka sempurna dari tanaman sampel yang ditetapkan pada setiap plot.

7. Jumlah Gabah Per Malai

Jumlah gabah per malai dihitung dengan mengambil semua gabah seluruh malai tanaman sample kemudian di rata-ratakan Penghitungan dilakukan pada saat panen, dari tanaman sampel yang ditetapkan pada setiap plot.

8. Jumlah Gabah Hampa Per Malai

(40)

9. Jumlah Gabah Berisi Per Malai

Jumlah gabah berisi per malai, dihitung dengan mengambil semua gabah berisi dari tanaman sample, dari tanaman sampel yang ditetapkan pada setiap plot. Penghitungan dilakukan saat panen.

10. Bobot Kering Gabah Per Plot

Pengamatan bobot kering gabah perplot dihitung pada saat panen. Gabah pisahkan dari malai kemudian dikeringkan dengan cara di jemur sampai kadar airnya mencapai 14 %.

11. LAB (Laju Asimilasi Bersih). (g.cm-2bulan-1).

Laju asimilasi bersih dinyatakan sebagai peningkatan bobot kering tanaman untuk setiap satuan luas daun dalam waktu tertentu. Harga LAB dihitung dengan rumus (Sitompul dan Guritno, 1995). Dari 3 tanaman sampel yang ditetapkan pada setiap plot.

(W2 – W1) (Ln A2 - Ln A1) LAB = x

(A2 – A1 ) (T2 – T1 )

Dimana :

W1 dan W2 = Total berat kering tanaman pengamatan ke-1 dan Ke-2 A1 dan A1 = Total luas daun pengamatan ke-1 dan ke-2

(41)

12. LTR (Laju Tumbuh Relatif). (g.cm-2bulan-1).

Laju tumbuh relatif dinyatakan sebagai peningkatan bobot kering tanaman untuk setiap satuan luas daun dalam waktu tertentu. Harga LTR dihitung dengan rumus (Sitompul dan Guritno, 1995). Dari 3 tanaman sampel yang ditetapkan pada setiap plot.

(Ln W2 - Ln W1) LTR =

T2 – T1

Dimana :

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Tinggi Tanaman

(43)

berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada umur 3, 9, dan 12 MST, tetapi berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada umur 6 MST.

(44)

Tabel 1. Rataan Tinggi Padi 3, 6, 9, Dan 12 MST Pada Perlakuan Varietas,

(45)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) umur 3 MST rataan tertinggi dari tinggi tanaman terdapat pada varietas Cibogo V3 (45.36 cm) yang diikuti oleh varietas Mekongga V2 (16.85 cm) dan Hibrida V1 (16.35 cm). Sedang kombinasi varietas dan jumlah bibit (VxB), tidak berbeda nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman untuk semua kombinasi, tapi rataan tertinggi untuk tinggi tanaman diperoleh pada kombinasi Mekongga dengan jumlah bibit 1/lubang V2B1 (17.38 cm), sedangkan rataan terendah terdapat pada kombinasi Hibrida dengan 5 bibit/lubang tanam V1B3 (16.13 cm). Pada perlakuan jumlah bibit (B) rataan tertinggi dari tinggi tanaman terdapat pada perlakuan jumlah bibit 1/lubang tanam B1 (17.26 cm) diikuti oleh 3 bibit/lubang tanam dan 5 bibit/lubang tanam.

(46)

untuk tinggi tanaman terdapat pada V2 P2 B1 (17,70), sedang rataan terendah terdapat pada V1 P2 B3 (17,70).

Pada umur 6 MST perlakuan varietas (V), rataan tertinggi diperoleh pada varietas Cibogo V3 (45.36 cm) berbeda nyata terhadap penambahan tinggi tanaman pada Hibrida V1, dan varietas Mekongga V2, tetapi rataan terendah tinggi tanaman diperoleh pada varietas Mekongga V2 (42.84cm). Sedang kombinasi perlakuan varietas dengan persiapan tanah (VxP) rataan tertinggi tinggi tanaman terdapat tinggi tanaman pada kombinasi V3 P1 (46.03cm) berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada kombinasi perlakuan V1P1, V1P2, V2P1, V2P2, berbeda tidak nyata dengan V3P2. Dari perlakuan jumlah bibit (B), rataan tertinggi diperoleh pada B1 (44.93 cm) berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada B2, dan B3, sedang rataan terendah pada B3 (43.28 cm). Dari kombinasi perlakuan varietas dan jumlah bibit (VxB), rataan tertinggi dari tinggi tanaman diperoleh pada kombinasi perlakuan V2B3 (43.34 cm) berbeda tidak nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada kombinasi perlakuan V1B1, V2B1, V3B2, V3B3, tetapi berbeda nyata terhadap penambahan tinggi tanaman pada kombinasi perlakuan V1B3, V1B2, V2B2, V1B3, sedang rataan terendah untuk tinggi tanaman pada kombinasi V2B2 (41.06).

(47)

pada kombinasi perlakuan V2B3 (42.30 cm). Tetapi dari perlakuan kombinasi varietas, persiapan lahan, dan jumlah bibit (VxPxB) rataan tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan V3P1B2 (46.20) berbeda nyata terhadap penambahan tinggi tanaman pada kombinasi V1P1B2, V1P1B3, V1P2B3, V2P1B2, V2P2B2, V2P2B2, berbeda tidak nyata dengan V1P1B1, V1P2B1, V1P2B2, V2P1B1, V2P1B3, V2P2B1, V3P1B1, V3P1B3, V3P2B1, V3P2B2, V3P2B3.

(48)

berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada perlakuan B3 (65.97 cm), tetapi berbeda tidak nyata pada perlakuan B2 (67.95 cm), sedang rataan terendah tinggi tanaman pada kombinasi B3 (65.97 cm). Dari perlakuan kombinasi varietas, persiapan tanah dan jumlah bibit (VxPxB) rataan tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan V3P1B2 (46.20 cm) berbeda nyata terhadap penambahan tinggi tanaman pada kombinasi perlakuan V1P1B2, V1P1B3, V1P2B3, V2P1B2, V2P2B2, V2P2B2, berbeda tidak nyata dengan V1P1B1, V1P2B1, V1P2B2, V2P1B1, V2P1B3, V2P2B1, V3P1B1, V3P1B3, V3P2B1, V3P2B2, V3P2B3, rataan terendah tinggi tanaman diperoleh pada kombinasi V1P2B2 (39.23).

Pada umur 9 MST perlakuan varietas (V), persiapan tanah (P), kombinasi varietas dan jumlah bibit (VxB), kombinasi perlakuan persiapan lahan dengan jumlah bibit (PxB), kombinasi perlakuan (VxP), dan kombinasi perlakuan varietas, persiapan lahan dengan jumlah bibit (VxPxB) pada semua perlakuan berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Sedangkan perlakuan jumlah bibit (B), rataan tertinggi diperoleh pada B1 (68.65 cm) berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada B2, tetapi berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada pada B3, sedangkan rataan terendah pada B3 (43.28 cm).

(49)

rataan tertinggi tinggi tanaman diperoleh pada kombinasi V1B1 (90.48 cm) berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada semua kombinasi, sedangrataan terendah dari tinggi tanaman pada kombinasi V3B3 (80.27 cm). tetapi pada kombinasi PxB menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada semua kombinasi, rataan tertinggi terdapat pada kombinasi P2B1 (91.41 cm) dan rataan terendah terdapat pada kombinasi P1B3 (89.28). Pada persiapan tanah P, rataan tertinggi tinggi tanaman diperoleh pada kombinasi P2 (90.32 cm) berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada perlakuan P1 (89.51 cm), sedangrataan terendah tinggi tanaman pada perlakuan P1 (89.51 cm). Pada perlakuan jumlah bibit B, rataan tertinggi tinggi tanaman diperoleh pada perlakuan B1 (90.68 cm) berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada perlakuan B3 (89.51 cm), tetapi berbeda tidak nyata pada perlakuan B2 (89.56), sedangrataan terendah tinggi tanaman pada perlakuan B3 (89.51 cm). Dari kombinasi VxP rataan tertinggi tinggi tanaman diperoleh pada kombinasi V3P2 (90.32 cm), berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada semua kombinasi, tetapi rataan terendah tinggi tanaman diperoleh pada kombinasi V1P1 (89.05 cm). Sedang kombinasi perlakuan (VxPxB) rataan tertinggi diperoleh pada kombinasi V3P2B1 (91.54 cm) berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada kombinasi semua kombinasi, tetapi rataan terendah tinggi tanaman diperoleh pada kombinasi V1P1B2 (88.34 cm).

(50)

15.00

Gambar 1. Tinggi Tanaman Pada Perlakuan Ketiga Varietas Umur 3 MST

(51)

15.00

Gambar 2. Tinggi Tanaman Terhadap Jumlah Bibit Pada Persiapan Tanah Yang Berbeda Umur 3 MST

Gambar 2 dari gambar di atas dapat dilihat bahwa tinggi tanaman pada persiapan tanah tertinggi terdapat pada perlakuan (P2) tanpa olah tanah dan jumlah 1 bibit/lubang tanam (B1). Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit jumlah bibit perlubang tanam dan tanpa olah tanah tinggi tanaman semakin tinggi.

(52)

y = 17.61 - 0.4294x

Gambar 3. Tinggi Tanaman Terhadap Jumlah Bibit Pada Umur 3 MST

Gambar 3 menunjukkan tinggi tanaman terhadap perlakuan jumlah bibit B1 (1 tanaman/lubang), B2 (3 tanaman/lubang) dan B3 (5 tanaman/lubang). Hal menunjukkan bahwa semakin sedikit bibit perlubang tanaman, tinggi tanaman semakin tinggi, demikian pula sebaliknya semakin banyak jumlah bibit perlubang tanaman maka tinggi tanaman semakin rendah.

Tanaman padi memiliki daya tumbuh yang tinggi sehingga apabila ditanamam 1 bibit/lubang akan merangsang pertumbahan tinggi tanaman, tanaman lebih leluasa memperoleh unsur hara serta proses fotosintesis berjalan denan baik.

Jumlah Anakan

(53)

jumlah anakan pada umur 3, 6, dan 9 MST, tetapi berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah anakan umur 12 MST. Sedangkan kombinasi perlakuan dengan persiapan tanah (VxP) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan jumlah anakan pada umur 6, 9, dan 12 MST, tetapi berpengaruh nyata pada pertambahan jumlah anakan umur 3 MST. Sedangkan kombinasi perlakuan dengan jumlah bibit (VxB) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan jumlah anakan pada umur 3, 9, dan 12 MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 6 MST. Sedangkan kombinasi perlakuan persiapan tanah dengan jumlah bibit (PxB) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan jumlah anakan pada umur 3, 6, dan 9, dan 12 MST. Sedangkan kombinasi perlakuan, persiapan tanah dan jumlah bibit (VxPxB) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan jumlah anakan pada umur 3, 6, 9, dan 12 MST.

(54)

Tabel 2. Rataan Jumlah Anakan Padi 3, 6, 9, Dan 12 MST Pada Perlakuan Varietas, Persiapan

(55)

Pada Tabel 2 umur 3 MST dapat dilihat bahwa dari perlakuan persiapan tanah (P), rataan tertinggi jumlah anakan diperoleh pada perlakuan (TOT) tanpa olah tanah P2 (7.00) berbeda nyata terhadap jumlah anakan pada perlakuan (OTS) olah tanah sempurna P1 (6.79), tetapi rataan terendah pada P1 (6.79). Sedang pada kombinasi perlakuan varietas dengan dengan persiapan tanah (VxP) rataan tertinggi jumlah anakan diperoleh pada kombinasi V3P2 (7.26), berbeda nyata terhadap jumlah anakan pada V1P1, V1P2, V2P1, V3P1, tetapi berbeda tidak nyata pada V2P2, sedangkan rataan terendah pada V1 P2 (6.57). Dari perlakuan jumlah bibit (B), rataan tertinggi jumlah anakan diperoleh pada perlakuan 3 bibit/lubang tanam B2 (7.21) berbeda nyata terhadap jumlah anakan pada perlakuan B1, tetapi berbeda tidak nyata pada perlakuan 5 bibit/lubang tanam B3, sedangkan rataan terendah pada B1 (6.64).

(56)

persiapan tanah dan jumlah bibit (VxPxB) masing-masing berbeda tidak nyata terhadap jumlah anakan pada.

Pada umur 12 MST dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V), berbeda tidak nyata terhadap penambahan jumlah anakan, tetapi rataan tertinggi jumlah anakan terdapat pada varietas Cibogo V3 (37,88) yang diikuti oleh varietas Mekongga V2 (37,72), dan padi Hibrida V1 (37,60). Pada persiapan tanah (P), rataan tertinggi diperoleh pada P2 (38.05), tetapi rataan terendah pada P1 (37.41). Dari perlakuan jumlah bibit (B), rataan tertinggi jumlah anakan diperoleh pada B1 (38.44) berbeda nyata terhadap jumlah anakan pada B2 (37.58), dan B3 (37.18), sedangkan rataan terendah pada B3 (37.18). Sedang pada kombinasi (VxPxB) menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap jumlah anakan pada semua perlakuan.

6.20

(57)

Gambar 4 menunjukkan respon jumlah anakan terhadap kambinasi varietas dan persiapan tanah (VxP). Pada varietas Cibogo (V3) menunjukkan jumlah anakan teringgi terdapat pada perlakuan TOT dan yang terendah pada OTS. Pada varietas Mekongga (V2) menunjukkan jumlah anakan teringgi pada perlakuan TOT dan yang terendah pada OTS.

P1 = (Olah Tanah Sempurna) P2 = (Tanpa Olah Tanah)

Persiapan Tanah

Gambar 5. Jumlah Anakan Terhadap Perlakuan Persiapan Tanah Pada Umur 12 MST

(58)

= 38.994-0.6306x

Gambar 6. Jumlah Anakan Terhadap Perlakuan Jumlah Bibit Pada Umur 12 MST

Gambar 6 menunjukkan jumlah anakan terhadap perlakuan jumlah bibit (B) umur 12 MST. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa garis persamaan membentuk garis linier negatif, hal ini menggambarkan semakin banyak jumlah bibit maka jumlah anakan semakin menurun. Penurunan jumlah anakan ini diakibatkan adanya persaingan dalam mendaptkan unsur hara serta terbatasnya ruang gerak pertumbuhan.

Bobot Kering Tanaman

(59)

nyata terhadap bobot kering tanaman pada umur 6 dan 12 MST. Pada perlakuan persiapan tanah (P) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan bobot kering tanaman pada semua umur pengamatan. Pada perlakuan jumlah bibit (B) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan bobot kering tanaman pada umur 6, MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 3, 9, dan 12, MST. Sedangkan kombinasi perlakuan dengan jumlah bibit (VxB) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan bobot kering tanaman pada umur 3, dan 9 MST, tetapi berpengaruh nyata terhadap pertambahan pada umur 6, dan 12 MST.

(60)

Tabel 3. Rataan Bobot Kering Tanaman 3, 6, 9, Dan 12 MST Pada Perlakuan Varietas,

(61)

Pada Tabel 3 umur 3 MST dapat dilihat bahwa dari perlakuan jumlah bibit (B), rataan tertinggi bobot kering tanaman dijumpai pada perlakuan 1 bibit/lubang tanam B1 (2.47) diikuti oleh 3 bibit/lubang tanam B3 (2.37) dan 5 bibit/lubang tanam B2 (2.20).

Pada umur 6 MST dapat dilihat bahwa perlakuan varietas V, rataan tertinggi bobot kering tanaman diperoleh pada varietas Cibogo V3 (37.44) berbeda nyata terhadap bobot kering tanaman pada padi Hibrida V1 (35.60), varietas Mekongga V2 (35.98), sedangkan rataan yang terendah terdapat pada padi Hibrida V1 (16.35). tetapi kombinasi varietas dengan jumlah bibit (VxB), rataan tertinggi bobot kering tanama diperoleh pada kombinasi V3B1 (38.46) berbeda nyata terhadap bobot kering tanaman pada V1B1, V1B2, V2B2, V1B3, tetapi berbeda tidak nyata dengan kombinasi V2B1, V3B2, V2B3, V3B3, rataan terendah bobot kering tanaman diperoleh pada kombinasi V2B2 (34.48). Pada persiapan tanah dan kombinasinya menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap bobot kering tanaman pada semua pengamatan.

(62)

Sedang pada perlakuan kombinasi (VxPxB) rataan tertinggi terdapat pada perlakuan V2P1B1 (165,42), dan rataan terendah terdapat pada perlakuan V2P2B2 (158,61).

Pada umur 12 MST dapat dilihat bahwa dari perlakuan varietas (V) rataan tertinggi bobot kering tanaman terdapat pada perlakuan Cibogo V3 (368.52) diikuti oleh Mekongga V2 (362,24) dan Hibrida V1 (360.59). Pada kombinasi vareitas dengan jumlah bibit (VxB), rataan tertinggi bobot kering tanaman diperoleh pada kombinasi V3B1 (384.09) berbeda nyata dengan V2B1, V1B2, V2B2, V3B2, V3B2, V3B3. Dari perlakuan jumlah bibit (B), rataan tertinggi diperoleh pada B1 (369.02) berbeda nyata pada B2 (358.68), berbeda tidak nyata pada B3 (363.65), sedangkan rataan

Gambar 7. Bobot Kering Tanaman Terhadap Perlakuan Varietas Umur 6 MST

(63)

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa bobot kering dari ketiga varietas yang tertinggi terdapat pada varietas Cibogo V3, diikuti oleh Mekongga dan Hibrida. Hal tersebut menunjukkan bahwa varietas Cibogo memiliki bobot kering tanaman yang tertinggi, dimana hal ini sejalan dengan jumlah anakan dan tinggi tanaman yang terbanyak terdapat pada varietas Cibogo.

Gambar 8. Bobot Kering Tanaman Pada Perlakuan Jumlah Bibit Umur 12 MST

(64)

Bobot Kering Akar

Data pengamatan bobot kering akar pada pengamatan 3, 6, 9, 12 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa bobot kering akar pada perlakuan Varietas (V) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan bobot kering akar pada umur 3, 6, 9 dan 12 MST.

Pada perlakuan persiapan tanah (P) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan bobot kering akar pada umur 3, 6, dan 9, MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 12 MST. Pada perlakuan jumlah Bibit (B) berpengaruh tidak nyata pada umur 3, MST, berpengaruh nyata terhadap pertambahan pada umur 6, 9, dan 12 MST. Sedangkan perlakuan kombinasi varietas dengan persiapan tanah (VxP) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan bobot kering akar tanaman pada umur 6, 9, dan 12 MST, tetapi berpengaruh nyata pada umur 3, MST. Sedang kombinasi perlakuan varietas dengan jumlah bibit (VxB) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan bobot kering akar pada umur 9 MST, tetapi berpengaruh nyata terhadap pertambahan pada umur 3, 6, dan 12 MST.

(65)

Tabel 4. Rataan Bobot Kering Akar 3, 6, 9, Dan 12 MST Pada Perlakuan Varietas,

(66)

Pada umur 3 MST dapat dilihat bahwa pada perlakuan varietas (V) rataan tertinggi bobot kering akar terdapat pada perlakuan Mekongga V2 (0,615), diikuti Hibrida V1 (0,607). Cibogo V3 (0,450), dari kombinasi varietas dengan jumlah bibit (VxB) rataan tertinggi bobot kering akar tinggi diperoleh pada kombinasi V2B1 (0.80), berbeda nyata terhadap bobot kering akar pada V1B2, V2B3, V3B1, V3B2, tetapi berbeda tidak nyata pada V1B1, V2B2, V1B3, V3B3, sedangkan rataan terendah terdapat pada V1B2 (0.451). Pada kombinasi perlakuan varietas dengan persiapan persiapan tanah (VxP) rataan tertinggi diperoleh pada kombinasi V1P1 (0.753), berbeda nyata terhadap bobot kering akar tanaman pada V1P2, V3P1, V3P2, berbeda tidak nyata dengan V2 P1, V2 P2. sedangkan rataan terendah pada V3 P1 (0.449).

Pada umur 6 MST dapat dilihat bahwa dari perlakuan varietas (V) rataan tertinggi bobot kering akar terdapat pada perlakuan Cibogo V3 (12,40), diikuti Hibrida V1 (12,40), Mekongga V2 (12,06), sedang kombinasi varietas dengan jumlah bibit (VxB), rataan tertinggi bobot kering akar diperoleh pada kombinasi V1B1 (13.52) berbeda nyata terhadap bobot kering akar pada V1B1, V1B2, V2B2, V3B2, V1B3, berbeda tidak nyata dengan V3B1, V2B3, V3B3, rataan terendah bobot kering akar diperoleh pada kombinasi V2B1 (11.77). Dari perlakuan jumlah bibit B, rataan tertinggi diperoleh pada B1 (12.68) berbeda nyata dengan B2 (11.94), berbeda tidak nyata dengan B3 (12.26), sedangkan rataan terendah pada B2 (11.94).

(67)

tertinggi diperoleh pada B3 (25.91) berbeda nyata dengan B2 (23.20), berbeda tidak nyata terhadap bobot kering akar pada B2 (23.20), tetapi rataan terendah pada B2 (23.20).

Pada umur 12 MST dapat dilihat bahwa dari perlakuan varietas (V) rataan tertinggi bobot kering akar terdapat pada perlakuan Cibogo V3 (45,71), diikuti Mekongga V2 (45,53), Hibrida V1 (45,31), dari kombinasi perlakuan varietas dengan jumlah bibit (VxB), rataan tertinggi bobot kering akar diperoleh pada kombinasi V2B3 (47.40) berbeda nyata dengan V2B2, tetapiberbeda tidak nyata pada V1B1, V2B1, V3B1, V3B2, V1B3, V2B3, V3B3, sedang rataan terendah bobot kering akar diperoleh pada kombinasi V1B2 (42.18). Dari perlakuan persiapan tanah P, rataan tertinggi diperoleh pada P2 (46.07) berbeda nyata pada P1 (44.97).

Gambar 9. Bobot Kering Akar Pada Perlakuan Jumlah Bibit Umur 6 MST

(68)

garis linier negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin sedikit jumlah bibit perlubang tanaman maka bobot kering tanaman semakin tinggi demikian pula sebaliknya semakin banyak jumlah bibit perlubang tanam maka bobot kering tanaman semakin rendah pada. Hal ini disebabkan jumlah anakan yang tertinggi terdapat pada perlakuan satu bibit/lubang tanam (B1) dan tinggi tanaman tertinggi juga terdapat pada perlakuan satu bibit/lubang tanam (B1), sehingga bobot kering yang tertinggi terdapat pada perlakuan jumlah bibit yang sama yaitu 1 bibit/lubang tanam (B1).

44.00 45.00 46.00 47.00

P1 = (Olah Tanah Sempurna) P2 = (Tanpa Olah Tanah)

Olah Tanah

Gambar 10. Bobot Kering Akar Pada Persiapan Tanah Umur 12 MST

(69)

Luas Daun Per Rumpun

(70)
(71)

Tabel 5. Rataan Luas Daun Perumpun 3, 6, 9, Dan 12 MST Pada Perlakuan Varietas,

(72)

Pada umur 3 MST dapat dilihat bahwa dari perlakuan varietas V, rataan tertinggi diperoleh pada V1 (27.25) berbeda nyata terhadap luas daun perumpun pada V3 (23.64), berbeda tidak nyata dengan V2 (27.18), sedangkan rataan yang terendah terdapat pada V3 (23.64). Dari kombinasi varietas dengan jumlah bibit (VxB), rataan tertinggi luas daun tanaman diperoleh pada kombinasi V2 B3 (29.18) berbeda nyata terhadap luas daun perumpun pada V1B1, berbeda tidak nyata dengan V3B1, V2B2, V3B2, V3B3, rataan terendah luas daun tanaman diperoleh pada kombinasi V3B2 (21.24). Sedang perlakuan kombinasi PxB, rataan tertinggi luas daun perumpun diperoleh pada kombinasi P2B1 (29.63) berbeda nyata terhadap terhadap luas daun perumpun pada P1B1, P1B2, dan berbeda nyata dengan P2B2, P3B2, sedangkan rataan terendah terdapat pada P2B2 (21.59). Dari perlakuan olah persiapan tanah P, rataan tertinggi diperoleh pada P2 (28.59) berbeda nyata terhadap luas daun perumpun pada P1 (23.46), sedangkan rataan terendah pada P1 (23.46). Dari perlakuan jumlah bibit B, rataan tertinggi diperoleh pada B3 (24.74) berbeda nyata terhadap luas daun perumpun pada B1 (25.84), B2 (24.74), sedang kan rataan terendah pada B3 (24.74).

(73)

rataan terendah terdapat pada P1B1 (106.63). Sedang kombinasi perlakuan varietas, persiapan persiapan tanah dan jumlah bibit (VxPxB) rataan tertinggi diperoleh pada kombinasi V3P2B1 (119.07) berbeda nyata terhadap luas daun perumpun pada kombinasi V1P1B1, V2P1B1, V1P1B2, V2P1B2, berbeda nyata dengan pada kombinasi V1P2B1, V3P1B1, V2P2B2, V1P1B3, V2P1B3, V2P2B3, berbeda tidak nyata dengan V2P2B1, V1P2B2, V3P1B2, V3P2B2, V1P2B3, V3P1B3, V3P2B3,

Pada umur 9 MST dapat dilihat bahwa dari kombinasi VxB, rataan tertinggi luas daun tanaman diperoleh pada kombinasi V1B2 (553.17) berbeda nyata terhadap luas daun perumpun pada V1B1, V2B1, V3B2, V2B3, berbeda tidak nyata pada V3B1, V2B2, V1B3, V3B3, rataan terendah luas daun tanaman diperoleh pada kombinasi V3B2 (458.73). Sedangkan perlakuan kombinasi PxB, rataan tertinggi tinggi tanaman diperoleh pada kombinasi P2 B1 (544.38) berbeda nyata terhadap luas daun perumpun pada P1B1, P1B2, P1B3, dan berbeda tidak nyata dengan P2B2, P2B3, sedangkan rataan terendah terdapat pada P1B1 (443.36). Dari persiapan tanah P, rataan tertinggi diperoleh pada P2 (531.66) berbeda nyata dengan P1 (477.14), sedangkan rataan terendah pada P1 (477.14).

(74)

104.00

Gambar 11. Luas Daun Perumpun Pada Perlakuan Varietas Umur 6 MST

Gambar 11 menunjukkan luas daun perumpun terhadap jumlah bibit dari beberapa varietas padi sawah pada pengolahan tanah yang berbeda umur 6 MST. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa luas daun perumpun dari ketiga varietas yang tertinggi terdapat pada varietas Cibogo V3, diikuti oleh Mekongga dan Hibrida.

90.00

(75)

Gambar 12 menunjukkan luas daun perumpun terhadap kombinasi perlakuan varietas, persiapan tanah dan jumlah bibit (VxPxB) umur 6 MST. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa luas daun perumpun terhadap varietas persiapan tanah dan jumlah bibit (VxPxB), dari kombinasi perlakuan luas daun tertinggi terdapat pada kombunasi ((P3P2B1).

P1 = (Olah Tanah Sempurna) P2 = (Tanpa Olah Tanah)

Olah Tanah

Gambar 13. Luas Daun Per rumpun Pada Persiapan tanah Umur 12 MST

(76)

Jumlah Anakan Produktif

Data pengamatan jumlah anakan produktif tanaman padi sawah pada pengamatan 12 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa jumlah anakan produktif pada perlakuan Varietas (V) berpengaruh tidak nyata pada umur 12 MST, sedang kombinasi perlakuan varietas dengan jumlah bibit (VxB) berbeda tidak nyata. Tetapi pada perlakuan kombinasi persiapan tanah dan jumlah bibit (PxB) berbeda nyata. Tetapi pada kombinasi perlakuan varietas, persiapan tanah dan jumlah bibit (VxPxB) Berbeda nyata.

(77)

Tabel 6. Rataan Anakan Produktif 12 MST Pada Perlakuan Varietas,

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada setiap kelompok perlakuan, berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Jarak Duncan

(78)

dengan pada kombinasi V1P2B1, V2P1B1, V2P2B2, V1P1B3, V2P1B3, V2P2B3, berbeda tidak nyata dengan V1P2B1, V2P1B1, V2P2B1, rataan terendah luas daun tanaman diperoleh pada kombinasi V1P1B2 (21.80). Dari perlakuan jumlah bibit B, rataan tertinggi diperoleh pada B1 (25.08) berbeda nyata dengan B2 (23.14), B3 (22.88),

Gambar 14. Anakan Produktif Pada Persiapan Tanah Dan Jumlah Bibit Umur 12 MST

(79)

23.0

Gambar 15. Jumlah Anakan Produktif Pada Persiapan Tanah Umur 12 MST

Gambar 15 menunjukkan jumlah anakan produktif Tanpa olah tanah (P2) lebih tinggi di banding dengan jumlah anakan produktif pada (P1).

19.0

Gambar 16. Jumlah Anakan Produktif Pada Kombinasi Varietas, Persiapan Tanah Dan Jumlah Bibit Umur 12 MST

(80)

anakan produktif tertinggi (26,07) terdapat pada perlakuan varietas Cibogo yang ditanam pada tanpa olah tanah (TOT) dengan perlakuan jumlah bibit 1 bibit/lubang tanam (V3P2 B1).

Jumlah Gabah Per Malai

(81)

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam tersebut, selanjutnya dilakukan uji lanjut terhadap beda rata-rata perlakuan dan interaksinya, mengikuti prosedur Uji Jarak Ganda Duncan. Pada Tabel 7, disajikan data rataan jumlah gabah per malai tanaman padi sawah pada setiap pengamatan dari ketiga perlakuan serta kombinasinya berikut notasi hasil uji bedanya.

Tabel 7. Rataan Jumlah Gabah Per Malai 12 MST Pada Perlakuan Varietas, Persiapan Tanah, Jumlah Bibit, Serta Interaksinya

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada setiap kelompok perlakuan, berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Jarak Duncan

(82)

diperoleh pada P2 (181.52) berbeda nyata terhadap jumlah gabah per malai pada P1 (166.52), sedangkan rataan terendah pada V2P1B3 (152,67 butir)). Dari perlakuan jumlah bibit B, rataan tertinggi diperoleh pada B1 (187.50) berbeda nyata terhadap jumlah gabah Per malai pada B2 (170.28), B3 (164.28), sedangkan rataan terendah

Gambar 17. Jumlah Gabah Per malai Terhadap Varietas Dan Jumlah Bibit Pada Umur 12 MST

(83)

155.00

P1 = (Olah Tanah Sempurna) P2 = (Tanpa Olah Tanah)

Persiapan Tanah

Gambar 18. Jumlah Gabah Per Malai Terhadap Varietas Dan Jumlah Bibit Pada Umur 12 MST

Gambar 18 menunjukkan jumlah gabah per malai tertinggi terdapat pada perlakuan Tanpa Persiapan tanah (P2)

0.00

Gambar 19. Jumlah Gabah Per malai Terhadap Jumlah Bibit Dan Persiapan Tanah Pada Umur 12 MST

(84)

pada perlakuan TOT dengan satu bibit/lubang tanam. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan TOT lebih baik terhadap perlakuan persiapan tanah sempurna OTS, artinya semakin sedikit bibit perlubang tanaman maka jumlah gabah per malai semakin tinggi, demikian pula sebaliknya semakin banyak jumlah bibit perlubang tanam maka jumlah gabah Per malai semakin rendah.

Jumlah Gabah Hampa Per Malai

Data pengamatan jumlah gabah hampa per malai tanaman padi sawah pada pengamatan 12 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa tinggi tanaman pada perlakuan Varietas (V) berpengaruh tidak nyata. Pada persiapan tanah (P) berpengaruh nyata. Sedang kombinasi perlakuan dengan persiapan tanah (VxP) berpengaruh tidak nyata. Sedang kombinasi perlakuan dengan jumlah bibit (VxB) berpengaruh nyata. Pada perlakuan kombinasi persiapan tanah dengan jumlah bibit (PxB) berpengaruh tidak nyata. Sedang kombinasi perlakuan, persiapan tanah dan jumlah bibit (VxPxB) berpengaruh nyata terhadap pertambahan.

(85)

Tabel 8. Rataan Gabah Hampa Per Malai 12 MST Pada Perlakuan Varietas,

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada setiap kelompok perlakuan, berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Jarak Duncan

(86)

155.00

P1 = (Olah Tanah Sempurna) P2 = (Tanpa Olah Tanah)

Persiapan Tanah

Gambar 20. Jumlah Gabah Hampa Per Malai Tanaman Terhadap Pengolahan Tanah Pada Umur 12 MST

(87)

= 2.1944x + 6.2037

Gambar 21. Jumlah Gabah Hampa Per Malai Tanaman Terhadap Jumlah Bibit Pada Umur 12 MST

Gambar 21 menunjukkan jumlah gabah hampa per malai terhadap jumlah bibit umur 12 MST. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jumlah gabah hampa per malai membentuk linier positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin sedikit bibit perlubang tanaman maka jumlah gabah hampa per malai semakin rendah.

Jumlah Gabah Berisi Per Malai

(88)

persiapan tanah (VxP) berpengaruh tidak nyata. Sedang kombinasi perlakuan dengan jumlah bibit (VxB) berpengaruh tidak nyata. Pada perlakuan kombinasi persiapan tanah dengan jumlah bibit (PxB) berpengaruh nyata. Sedang kombinasi perlakuan, persiapan tanah dan jumlah bibit (VxPxB) berpengaruh tidak nyata.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam tersebut, selanjutnya dilakukan uji lanjut terhadap beda rata-rata perlakuan dan interaksinya, mengikuti prosedur Uji Jarak Ganda Duncan. Pada Tabel 9, disajikan data rataan Jumlah gabah berisi Per malai tanaman padi sawah pada setiap pengamatan dari ketiga perlakuan serta Kombinasinya Berikut notasi hasil uji bedanya.

Tabel 9. Rataan Gabah Berisi Per malai 12 MST Pada Perlakuan Varietas, Persiapan Tanah Jumlah Bibit, Serta Interaksinya

(89)

Pada umur 12 MST dapat dilihat dari kombinasi persiapan tanah dengan jumlah bibit (PxB), rataan tertinggi jumlah gabah per malai tanaman diperoleh pada kombinasi P2B1 (195.44) berbeda nyata terhadap jumlah gabah berisi per malai pada P1B1, P1B2, P2B2, P1B3, P2B3, Dari perlakuan persiapan tanah P, rataan tertinggi diperoleh pada P2 (172.70) berbeda nyata terhadap jumlah gabah berisi per malai pada P1 (154.15), sedangkan rataan terendah pada P1 (154.15). Dari perlakuan jumlah bibit B, rataan tertinggi diperoleh pada B1 (179.56) berbeda nyata terhadap jumlah gabah berisi per malai pada B2 (158.78), B3 (151.94).

Gambar 22. Jumlah Gabah Berisi Per malai Terhadap Jumlah Bibit, Persiapan Tanah dan Jumlah Bibit pada Umur 12 MST

(90)

140.00

P1 = (Olah Tanah Sempurna) P2 = (Tanpa Olah Tanah)

Persiapan Tanah

Gambar 23. Jumlah Gabah Berisi Per Malai Terhadap Jumlah Bibit, Persiapan Tanah dan Jumlah Bibit pada Umur 12 MST

Gambar 23 menunjukkan jumlah gabah berisi per malai terhadap (P1) dan (P2) pada persiapan tanah umur 12 MST. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jumlah gabah berisi per malai tertinggi terdapat pada perlakuan (P2).

= 191.04 - 13.806x

Gambar 24. Jumlah Gabah Berisi Per Malai Terhadap Jumlah Bibit Pada Umur 12 MST

(91)

menunjukkan bahwa semakin banyak bibit perlubang tanaman maka jumlah gabah berisi Per malai semakin rendah, demikian pula sebaliknya semakin sedikit jumlah bibit perlubang tanam maka jumlah gabah per malai semakin tinggi.

Bobot Gabah Kering Per Plot

Data pengamatan bobot gabah kering per plot tanaman padi sawah pada pengamatan 12 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 20. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa bobot gabah kering per plot pada perlakuan Varietas (V) berpengaruh tidak nyata . Pada persiapan tanah (P) bobot gabah kering per plot berpengaruh nyata. Sedang kombinasi perlakuan varietas dengan persiapan tanah (VxP) bobot gabah kering per plot berpengaruh tidak nyata. Sedang kombinasi perlakuan varietas dengan jumlah bibit (VxB) bobot gabah kering per plot berpengaruh tidak nyata, tetapi Perlakuan jumlah bibit (B) bobot gabah kering per plot berpengaruh nyata. Pada perlakuan kombinasi persiapan tanah dengan jumlah bibit (PxB) berpengaruh tidak nyata. Pada kombinasi perlakuan, persiapan tanah dan jumlah bibit (VxPxB) bobot gabah kering per plot berpengaruh tidak nyata..

(92)

Tabel 10. Rataan Bobot Gabah Kering Per Plot 12 MST Pada Perlakuan Varietas,

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada setiap kelompok perlakuan, berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Jarak Duncan

Gambar

Tabel 1.  Rataan  Tinggi Padi 3, 6, 9, Dan 12   MST  Pada Perlakuan  Varietas,                 Persiapan Tanah, Dan  Jumlah Bibit, serta Kombinasinya
Gambar 1.  Tinggi Tanaman Pada Perlakuan Ketiga Varietas  Umur 3 MST
Gambar 2 dari gambar di atas dapat dilihat bahwa  tinggi tanaman pada
Tabel  2.  Rataan Jumlah  Anakan Padi  3, 6, 9, Dan 12 MST Pada Perlakuan Varietas,  Persiapan                 Tanah Jumlah Bibit, serta Interaksinya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari kedua peneliti memasuki kelas dan mulai mengajar, pada awal pelajaran peneliti memberikan angket pretest untuk mengukur tingkat minat belajar siswa pada

This test is used to test whether there is a corporate disclosure, Book Value to Debt of Equity, House of Representatives and Dividend Yield for the company grows and does

Seiring dengan perkembangan zaman dan perputaran waktu, ilmu-ilmu Al-Quran juga memiliki banyak perkembangan serta kemajuan yang pesat sehingga melahirkan ilmu-ilmu baru

The molecular mass cut-off (MMCO) value was determined using a set of reference solutes within the molecular range 150–600 Da, whereas streaming potential measurements

menggunakan model diakronik-historis karena dalam beberapa waktu yang berlangsung suatu gerakan sosial akan ditemukan dinamika perubahan seperti pertumbuhan, perkembangan,

Grafik biplot mene keragaman data yang sebenarn sebesar 64% dan keragaman d Hal ini menunjukkan bahwa nila dihasilkan mampu menerangka antar peubah jumlah agen perja jumlah

Melalui pembelajaran matematika, secara implisit maupun eksplisit, dapat dibelajarkan kepada siswa berbagai karakter positif, seperti kemampuan berpikir kritis,