• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harmonisasi Interaksi Antar Etnis Di Desa Baru Kecamatan Pancur Batu Kebupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Harmonisasi Interaksi Antar Etnis Di Desa Baru Kecamatan Pancur Batu Kebupaten Deli Serdang"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

HARMONISASI INTERAKSI ANTAR ETNIS DI DESA BARU,

KECAMATAN PANCUR BATU, KABUPATEN DELI

SERDANG

(Studi pada Etnis Jawa, Etnis Karo, Etnis Batak)

Skripsi

Disusun oleh :

Arfy Septian Sembiring

Nim.090901047

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

▸ Baca selengkapnya: di sebuah desa terdapat populasi 100 orang

(2)

ABSTRAK

Desa Baru adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Di desa terebut dapat dinyatakan sebagai desa dengan masyarakat majemuk yang terdapat berbagai etnis nusantara yang sudah membawur dalam satu daerah yang tidak menimbulkan konflik antar etnis melainkan melakukan proses interaksi yang positif satu dengan yang lainnya tanpa memandang dari segi latar belakang sosia kebudayaan antar kelompok etnis masing-masing yang terdapat desa tersebut, melainkan interaksi yang mereka lakukan adalah interkasi simbiolisme yaitu, interaksi saling menguntungkan satu dengan yang lainnya.Sehinga mereka dapat menciptakan suasana proses harmonisasi antar etnis tanpa memandang latar belakang sosial kebudayaan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis proses harmonisasi interaksi antar etnis yang terjadi di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu dan faktor apa yang menyebabkan terjadinya Harmonisasi interaksi antar etnis di desa Baru Kecamatan Pancur Batu, Kecamatan Deli Serdang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya Harmonisasi interaksi antar etnis di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang merupakan faktor Ekonomi dimana etnis yang lebih dahulu tinggal di Desa Baru menyewakan lahan kosong mereka dan membuat rumah kontrakkan atau ruko agar dapat di sewakan oleh etnis pendatang yang ingin tinggal di Desa Baru yang datang dari Pulau Jawa sehingga mereka dapat tinggal dan membuka usaha seperti berjualan bakso, mainan, es krim, berjualan jamu, mengganti jok kereta/ stiker untuk keberlangsungan hidup mereka dan dengan harapan mendapatkan pendapatan perekonomian yang lebih baik sehingga kedatangan etnis pendatang menuju Desa Baru tidak menjadi masalah bagi warga atau etnis yang sudah tinggal di Desa Baru terlebih dahulu. Dan sikap toleransi dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda di Desa Baru dapat dijaga karena faktor ekonomi yang saling menguntungkan satu dengan yang lain dan proses adaptasi yang terjadi di Desa Baru dengan latar belakang yang kebudayaan yang berbeda berjalan dengan baik dikarenakan faktor ekonomi dengan cara menyewa lahan atau rumah kontrakkan untuk tempat tinggal mereka dan membuka usaha sehingga proses adaptasi dapat berjalan dengan baik.

(3)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Tuhanku Yesus Kristus yang Maha Kuasa dan Maha Besar atas

penyertaan, hikmat serta kasihNya. Tuhanlah yang membimbing dan membantu

disetiap apa yang menjadi kendala dan kesusahan saya. Dia datang di saat yang

tepat dalam mencerahkan setiap langkahku dan pemikiranku bahkan Tuhanlah

yang mengangkatku ketika aku tidak berdaya, memberi semangat ketika aku

malas dan tidak punya semangat, sehingga skripsi yang yang berjudul

HARMONISASI INTERAKSI ANTAR ETNIS DI DESA BARU KECAMATAN PANCUR BATU KEBUPATEN DELI SERDANG” dapat terselesaikan guna memenuhi syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana dari

Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara. Jadi layaklah segala pujian, hormat dan ucapan syukur bagi

Tuhan Allah kita.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak

skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

yang kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan. Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi

ini yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

(4)

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, ketua departemen sosiologi dan selaku dosen

selama masa perkuliahan saya yang terus memberikan masukkan dan

pengarahan dan selalu siap membantu.

3. Rasa Hormat dan Terima Kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Sismudjito,

M.Si, selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktunya

ditengah-tengah kesibukan beliau serta sabar dalam membimbing penulis hingga

penulisan skripsi ini selesai. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua

kebaikan yang beliau berikan kepada penulis serta diberikan kesehatan dan

umur yang panjang.

4. Ibu Dra. Rosmiani, M.A selaku dosen penasehat akademik saya selama

perkuliahan, yang terus memberikan pengarahan dan selalu siap membantu

saya jika ada masalah selama perkuliahan.

5. Seluruh dosen di Departemen Sosiologi yang telah memberikan ilmu,

bimbingan, maupun arahan selama di dalam maupun di luar perkuliahan.

Terima kasih juga kepada kak Fenni dan kak Betti yang telah banyak

membantu dalam urusan administrasi.

6. Teristimewa buat kedua orang tua saya, dengan rasa hormat dan kagum Skripsi

ini khusus penulis persembahkan kepada orangtua tercinta dan tersayang yakni,

Bapak J.Sembiring dan Mamak S.ginting, atas semua doa, dukungan,

pengorbanan dan kasih sayangnya yang telah diberikan kepada penulis sampai

saat ini. Dorongan motivasi dan juga pengertian yang diberikan oleh orangtua

(5)

7. Kepada seluruh saudara seperjuangan Sosiologi 2009 atas kebersamaan dan

rasa persaudaraan yang telah terbangun selama ini. Semoga ini menjadi

fondasi awal bagi kita dalam meraih kesuksesan dimasa depan.

8. Kepada abang, kakak senior 2005, 2006, 2007, 2008, serta adik-adik junior

2010, 2011, 2012 yang memberikan semangat dan motivasi dalam penulisan

skripsi ini.

9. Kepada para dosen dan teman-teman di UKM SEPAKBOLA FISIP USU yang

setiap hari jumat selalu latihan bersama. Semoga FISIP bisa menjadi juara di

USU.

10.Kepada tim VICTORY FC Sidamanik. Semoga kalian bisa menjadi yang

terbaik di turnamen Kabupaten Simalungun

11.Kepada masyarakat Desa Baru atas keramahannya kepada penulis dan ikut

berpastisipasi dalam penulisan skrip ini, yang menjadi infoman dalam

penulisan skripsi ini dan meluangkan waktu agar dapat di wawancara untuk

penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat berbagai

kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, dan saran yang

sifatnya membangun. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini

bisa bermanfaat bagi para pembaca, dan akhir kata penulis mengucapkan terima kasih

banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, Desember 2014 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 11

2.1 Interaksi Sosial... 11

2.2Etika Jawa... 15

2.3 Pilar Budaya Karo... 18

2.4 Struktur dan Kekerabatan Masyarakat Batak... 23

2.5 Kelompok Sosial... 26

2.6 Adaptasi... 29

2.7 Toleransi... 32

2.8 Teori Interaksionisme Simbolik... 33

2.8.1 Masyarakat Sebagai Interaksi Simbolis... 36

BAB III METODE PENELITIAN... 40

3.1 Jenis Penelitian... 40

3.2 Lokasi Penelitian... 40

(7)

3.3.1 Unit Analisis... 40

3.3.2 Informan... 41

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 42

3.5 Interprestasi Data... 43

3.6 Jadwal Kegiatan... 44

3.7 Keterbatasan Penelitian... 44

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA... 45

4.1 Sejarah Ringkas Desa Baru Kecamatan Pancur Baru... 45

4.2 Sejarah Ringkas Etnis Desa Baru Kecamatan Pancur Batu... 46

4.3 Letak Geografis Desa Baru Kecamatan Pancur Batu... 48

4.4 Gambaran Penduduk Desa Baru Kecamatan Pancur Batu... 49

4.5 Sarana Dan Prasarana Desa Baru... 53

4.6 Profil Informan ... 59

4.6.1 Informan Biasa... 59

4.6.2 Informan Kunci... 72

4.7 Interpretasi Data... 75

4.7.1 Interaksi Sosial dalam Harmonisasi Interaksi Antar Etnis di Desa Baru... 76

4.7.2 Etika Masyarakat Jawa dalam Hubungannya dengan Harmonisasi Interaksi Antar Etnis Desa Baru... 81

4.7.3 Struktur Dan Pilar Budaya Karo Dalam Hubungannya Dalam Harmonisasi Interaksi Antar Etnis Di Desa Baru... 84

4.7.4 Struktur Dan Sistem Sosial Masyarakat Batak di Desa Baru Dalam Hubungannya Dengan Harmonisasi Interaksi Antar Etnis Di Desa Baru... 87

4.7.5 Kelompok Sosial Desa Baru... 90

4.7.6 Adaptasi Antar Etnis di Desa Baru Dalam Harmonisasi Interaksi Antar Etnis di Desa Baru... 93

4.7.7 Toleransi Antar Etnis Desa Baru Dalam Harmonisasi Interaksi Antar Etnis di Desa Baru... 95

(8)

BAB V PENUTUP... 101

5.1 Kesimpulan... 101

5.2 Saran... 103

DAFTAR PUSTAKA... 105

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin menurut Desa Tahun 2013... 50

Tabel 4.2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian menurut Desa Baru

Kecamatan Pancur Batu 2013... 50

Tabel 4.3 Gambaran jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa

Baru Kecamatan Pancur Batu... 51

Tabel 4.4 Gambaran jumlah penduduk berdasarkan agama di Desa Baru

Kecamatan Pancur Batu 2013... 52

(10)

ABSTRAK

Desa Baru adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Di desa terebut dapat dinyatakan sebagai desa dengan masyarakat majemuk yang terdapat berbagai etnis nusantara yang sudah membawur dalam satu daerah yang tidak menimbulkan konflik antar etnis melainkan melakukan proses interaksi yang positif satu dengan yang lainnya tanpa memandang dari segi latar belakang sosia kebudayaan antar kelompok etnis masing-masing yang terdapat desa tersebut, melainkan interaksi yang mereka lakukan adalah interkasi simbiolisme yaitu, interaksi saling menguntungkan satu dengan yang lainnya.Sehinga mereka dapat menciptakan suasana proses harmonisasi antar etnis tanpa memandang latar belakang sosial kebudayaan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis proses harmonisasi interaksi antar etnis yang terjadi di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu dan faktor apa yang menyebabkan terjadinya Harmonisasi interaksi antar etnis di desa Baru Kecamatan Pancur Batu, Kecamatan Deli Serdang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya Harmonisasi interaksi antar etnis di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang merupakan faktor Ekonomi dimana etnis yang lebih dahulu tinggal di Desa Baru menyewakan lahan kosong mereka dan membuat rumah kontrakkan atau ruko agar dapat di sewakan oleh etnis pendatang yang ingin tinggal di Desa Baru yang datang dari Pulau Jawa sehingga mereka dapat tinggal dan membuka usaha seperti berjualan bakso, mainan, es krim, berjualan jamu, mengganti jok kereta/ stiker untuk keberlangsungan hidup mereka dan dengan harapan mendapatkan pendapatan perekonomian yang lebih baik sehingga kedatangan etnis pendatang menuju Desa Baru tidak menjadi masalah bagi warga atau etnis yang sudah tinggal di Desa Baru terlebih dahulu. Dan sikap toleransi dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda di Desa Baru dapat dijaga karena faktor ekonomi yang saling menguntungkan satu dengan yang lain dan proses adaptasi yang terjadi di Desa Baru dengan latar belakang yang kebudayaan yang berbeda berjalan dengan baik dikarenakan faktor ekonomi dengan cara menyewa lahan atau rumah kontrakkan untuk tempat tinggal mereka dan membuka usaha sehingga proses adaptasi dapat berjalan dengan baik.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering

terjadi bahkan di sekitar lingkungan kita. Perpindahan yang kita temukan seperti

perpindahan penduduk dari negara yang satu ke negara lain, perpindahan dari

pulau yang padat penduduknya kepulau yang jarang penduduknya atau

perpindahan dari desa ke kota. Hal tersebut merupakan Indonesia adalah bangsa

mejemuk yang terdiri dari berbagai golongan etnik, suku bangsa, agama dan

bahasa. kemajemukan ini terjalin dalam satu ikatan bangsa Indonesia sebagai satu

kesatuan bangsa yang utuh dan berdaulat. Selain didasari oleh latar belakang

sosial budaya, geografis dan sejarah yang sama kesatuan bangsa Indonesia juga

disadari oleh kesatuan pandangan. Ideologi dan filsafah hidup dalam berbangsa

dan bernegara. Kemajemukan bangsa Indonesia merupakan salah satu kekayaan

bangsa Indonesia yang jarang dimiliki oleh Negara-negara lain di Indonesia.

Masing-masing suku di Indonesia mempunyai adat istiadat dan kebudayaan

khusus tersendiri yang menjadi identitasnya. Kondisi ini ternyata menjadi faktor

penting dalam pembentukan negara nasional Indonesia, yang kemudian

melahirkan rumusan konsep Bhineka Tunggal Ika. (Soelaeman 2007:60).

Salah satu daerah Indonesia yang ditempati berbagai etnis adalah Provinsi

sumatera utara. Terdapat berbagai keluarga yang berbeda etnis, mereka hidup

bersama menikah dan mempunyai anak dan berinteraksi dengan etnis lain.

(12)

macam etnis di Sumatera Utara tidak terjadi konflik atau selisih. Hal ini terbukti

salah satu pemerintahan daerah Kalimantan Tengah menyatakan apresiasinya dan

pujian atas keharmonisan antar etnis di sumatera utara meski didiami ragam suku

asli, etnis nusantara dan suku dunia pendatang, Sumut tetap kondusif dan jauh dari

benturan antar etnis.

Sumatera Utara memilki 8 suku asli yang tersebar di 33 Kabupaten/Kota yakni

Suku Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Angkola, Batak

Simalungun, Batak Pakpak dan Nias. Selain suku asli, juga terdapat Etnis

pendatang lainnya, yaitu, Etnis Minang, Jawa, Aceh, Bugis, Banten dan beberapa

Etnis lainnya.Tidak itu saja, hidup rukun berdampingan dengan etnis nusantara

dan etnis dunia pendatang seperti etnis Tionghoa, Arab, Tamil dan etnis beberapa

lainnya. Keberadaan etnis nusantara dan etnis suku dunia pendatang saling

melengkapi satu dengan lainnya. Keberagaman justru menciptakan suasana

kondusif di Sumatera Utara.

2013, jam 5:47)

Salah satu wilayah Sumatera Utara yang terdapat berbagai macam etnis

tersebut adalah kabupaten Deli Serdang. Kabupaten Deli Serdang adalah salah

satu Kabupaten yang terdapat di Sumatera Utara. Penduduk Deli Serdang terdiri

dari:

selebihnya terdiri dari:

(13)

Deli Serdang, sebesar 78,22 % baru kemudian di ikuti Kristen sebesar 16,82 %

dan Katolik sebesar 2,48%. Mata pencaharian di sektor industri.

Kabupaten Deli Serdang terdapat 20 kecamatan, yait

Deli, Lubuk Pakam, Namo Rambe, Pagar Merbau, Pancur Batu, Pantai Labu,

Percut Sie Tuan, Patumbak, Sibolangit,

Kecamatan yang terdapat berbagai etnis, yaitu Pancur Batu, dimana Pancur Batu

terdapat beberapa etnis, yaitu Etnis Jawa, Etnis Karo, Etnis Batak dan juga etnis

pendatang, salah satunya yang terdapat di Kecamatan Pancur Batu ini adalah Desa

Baru

Desa Baru adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Pancur Batu,

Kabupaten Deli Serdang. Di desa dapat dinyatakan sebagai desa dengan

masyarakat majemuk yang terdapat berbagai etnis nusantara yang sudah

membawur baik etnis yang sudah menetap dan etnis pendatang, bermata

pencaharian berbeda-beda, yaitu, Etnis Jawa yang bermata pencaharian bila

seorang wanita penjual jamu dan pria penjual es ,ada juga yang berjualan bakso

dan PNS, Etnis Karo bermata pencaharian petani dan PNS dan, Etnis Batak

bermata pencaharian petani dan PNS. Dan agama yang berbeda-beda dimana

Etnis Jawa beragama Islam yang mendominasi, Etnis Karo beragama kristen

protestan dan katholik, dan Etnis Batak beragama kristen protestan dan katholik.

Di Desa ini Etnis Karo dan Etnis Batak sudah menetap terlebih dahulu.

(14)

Jawa Barat. Perpindahan penduduk yang dilakukan mereka dan bertambahnya

populasinya disebabkan karena faktor ekonomi, dimana mereka dapat membuka

suatu usaha dan mengembangkannya seperti berjualan bakso. Selain Etnis Jawa,

etnis pendatang lain juga dapat terlihat di desa ini, yaitu etnis Minang, dan etnis

Padang. Tetapi tidak seperti etnis Jawa yang populasinya sangat banyak

melainkan hanya beberapa keluarga saja yang tinggal di desa Baru ini. Dimana

mereka datang merantau untuk mencoba keberuntungan di desa ini dengan

membuka usaha seperti membuka rumah makan.

Etnis yang mendominan atas kepemilikan lahan di desa ini adalah etnis

Karo dan ada juga etnis Batak. Hal ini disebabkan karena sebelumnya mereka

etnis yang tinggal terlebih di desa tersebut. Dimana mereka menjual atau

menyewakan lahannya dan membangun rumah kontrakan dan disewakan kepada

etnis pendatang agar mereka menetap tinggal di desa ini dan membuka usaha

dengan menyewa lahan. Sehingga menciptakan keharmonisan interaksi antar etnis

walaupun dengan berbagai etnis terdapat di desa ini. Keharmonisan interaksi di

desa ini adalah harmonisasi interaksi saling menguntungkan baik kepada etnis

yang terlebih dahulu tinggal dan etnis pendatang. Selain etnis Jawa yang sudah

terlebih dahulu datang ke desa ini untuk membuka usaha, mereka dapat

mentoleransi kepada etnis pendatang lainya seperti etnis Minang dan Padang.

Dimana mereka juga menyewa lahan kepada etnis Karo agar dapat membuka

usaha dan dengan membuka usaha yang berbeda dan sama-sama mencari

keberuntungan di desa tersebut. Sehingga mampu beradaptasi antara satu etnis dan

(15)

Di Desa Baru ini walaupun terdapat berbagai Etnis, baik Etnis asli dan

Etnis pendatang, tetapi hanya 3 Etnis yang mendominasi di desa dan itu alasana

saya sebagai peneliti hanya meneliti 3 Etnis, yaitu Etnis Jawa, Etnis Karo, Etnis

Batak. Dimana 3 Etnis tersebut mempunyai budaya yang berbeda. Etnis Jawa

yang terkenal sifat kebersamaannya ini bisa dilihat dari filosofi mereka “mangan

ora mangan sing penting ngumpul” yang artinya tetap mengutamakan

kebersamaan.Etnis jawa juga terkenal sebagai bangsa yang penuh dengan tata

krama, berbudi pekerti halus, ulet mengerjakan sesuatu. Memiliki kecenderungan

tertutup dan tidak berterus terang adalah salah satu watak yang paling terkenal

pada suku Jawa, dan cirri khasnya terletak dalam kemampuan luar biasa

kebudayaan Jawa untuk membiarkan diri dibanjiri oleh gelombang-gelombang

kebudayaan yang datang dari luar dan dalam banjir itu mempertahankan

keasliannya(Gauthama,2003).

Masyarakat Karo adalah salah Suku Bangsa yang mendiami

terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama

Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu

Cakap Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna

dan penuh dengan perhiasan

atmerga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu.

Merga disebut untberu.

(16)

Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu dari ratusan kelompok

masyarakat yang tersebar di Indonesia. Masyarakat Batak Toba berdiri dengan

satu identitas budaya. Masyarakat Batak Toba berasal dari daerah tertentu yang

memiliki bahasa dan adat istiadat sendiri. Adat istiadat tersebut merupakan ciri

pembeda dengan masyarakat lain yang ada di dunia. Masyarakat Batak Toba

hidup dibawah pengawasan adat istiadat yang berperan mengatur keseluruhan

tingkah lakunya. (Gultom, Dj.1992. Dalihan Na Tolu : nilai budaya Suku Batak.

Medan TV armada).

Keharmonisan yang terjadi pada Etnis Jawa, Etnis Karo, dan Etnis Batak

di Desa Baru ini bukan hanya keharmonisan berinteraksi antar etnis juga

keharrmonisan antar agama atau rukun agama karena di desa ini terdapat Etnis

Jawa yang menganut agama Islam, Etnis Karo yang menganut agama Kristen

Protestan dan Khatolik, dan Etnis Batak menganut agama Kristen Protestan dan

Khatolik. Dengan terdapat beberapa etnis di desa ini dan dengan kebudayaan yang

berbeda, watak yang berbeda kelompok etnis di Desa Baru dapat menciptakan

keharmonisan berinteraksi antar etnis, dan ini harus di pertahankan.

Hal-hal tersebut yang mengakibatkan penulis tertarik untuk meneliti

bagaimana harmonisasi interaksi antar Enis Jawa, Etnis Karo, dan Etnis Batak di

Desa Baru Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dilatar belakang masalah diatas,

(17)

menjadi Faktor Proses Harmonisasi InteraksiAntar Etnis di Desa Baru, Kecamatan

Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang” ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Harmonisasi Interaksi antar etnis di

Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah

bagi mahasiswa khususnya bagi mahasiswa Sosiologi serta dapat

memberikan kontribusi bagi ilmu sosial, masyarakat khususnya ilmu

Hubungan Antar Kelompok.

2. Manfaat Praktis

Untuk memberikan masukan-masukan bagi pihak-pihak yang terkait

dengan permasalahan yang terjadi dan menjadi referensi untuk kajian atau

penelitian selanjutnya.

1.5 Definisi Konsep 1. Harmonisasi

Keselarasan dan keseimbangan hubungan timbale balik antara berbagai bidang

(18)

kelompok-kelompok dari berbagai etnis yang telah terbentuk dalam

komunitas-komunitas tertentu dalam masyarakat.

2. Interaksi sosial

Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan

yang

Dengan adanya

berlangsung dengan baik jika aturan-aturan dan nilai–nilai yang ada dapat

dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran atas pribadi masing–

masing,maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan yang

kita harapkan.

3. Etnis

Adalah suatu golonga

dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan

dianggap sama. Identitas suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain

akan ciri khas kelompok tersebut dan oleh kesamaan

4. Etnis Jawa

Etnis Jawa merupakan kelompok etnis bangsa yang mendominasi hal ini bisa

dilihat di setiap daerah Indonesia terdapat etnis Jawa. Sifat dan karakter etnis

Jawa identik dengan sikap yang sopan, segan, beretika dalam berbicara, jujur,

disiplin, ramah, suka membantu atau bergotong-royong. Etnis Jawa umumnya

mereka lebih suka menyembunyikan perasaan.

(19)

Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan ata

nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga disebut unt

beru. Merga atau beru ini

disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri

dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima.

6. Etnis Batak

Masyarakat Batak Toba menarik garis keturunan dari pihak ayah atau pihak

laki-laki yang dinamakan dengan prinsip patrilineal. Suatu kelompok adat

dihitung dari satu ayah disebut saama, atau satu nenek disebut dengan

saompung dan kelompok kekerabatan yang besar adalah marga. Kelompok

kekerabatan yang terkecil atau keluarga batih disebut ripe. Istilah ripe dapat

juga dipakai untuk menyebut keluarga luas patrilineal. Saompu dapat disebut

klen istilah ini dipakai juga untuk menyebut kerabat yang terikat dalam satu

nenek moyang.

7. Kelompok sosial

Merupakan suatu gejala yang sangat penting dalam kehidupan manusia,karena

sebagian besar kegiatan manusia berlangsung di dalamnya. Kelompok

didefinisikan sebagai dua individu atau lebih, yang berinteraksi dan saling

bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu.

8. Adaptasi

Adaptasi dapat diartikan sebagai penyesuaian diri di suatu tempat. Para

perantau yang datang dan tinggal serta menetap di luar daerah asalnya, akan

(20)

perpindahan Etnis bangsa pendatang akan turut membawa adapt-astiadat,

norma dan berbagai bentuk organisasi sosial kedalam lingkungan sosial budaya

setempat. Budaya setempat ini bisa merupakan sesuatu yang baru bagi suku

pendatang. Ditempat tujuan kebiasaan-kebiasaan yang dibawa dari daerah asal

akan mengalami perubahan termasuk orientasi nilai terhadap kampung

halaman.

9. Toleransi

Adalah istilah dalam konteks

perbuatan yang melarang adanya

yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.

Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu

masyarakat menghormati keberadaan agama atau kepercayaan lainnya yang

berbeda.Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi

"kelompok" yang lebih luas, misalnya

lain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa

tindakan yang berdasarkan

dalam

itu sendiri dapat berlangsung dengan baik jika aturan-aturan dan nilai–nilai yang

ada dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran atas pribadi

masing–masing,maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan

yang kita harapkan. Di dalam kehidupan sehari–hari tentunya manusia tidak dapat

lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainnya,ia akan selalu perlu untuk

mencari individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun

bertukar pikiran. Menurut

sosiologi, interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Dengan tidak

adanya

ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik yang saling berhadapan antara satu sama

lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk kelompok sosial yang dapat saling

berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa

suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya

kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi

(Soekanto 2006:55).

Menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa

(22)

1. Kontak sosial

Kata kontak

artinya bersama-sama dan tangere yang artinya menyentuh. Jadi, kontak berarti

bersama-sama menyentuh. Dalam pengertian sosiologi, kontak sosial tidak selalu

terjadi melalui interaksi atau hubungan fisik, sebab orang bisa melakukan kontak

sosial dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, misalnya bicara melalui telepon,

radio, atau surat elektronik. Oleh karena itu, hubungan fisik tidak menjadi syarat

utama terjadinya kontak. Kontak sosial memiliki sifat-sifat berikut.

a. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial positif

mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah

pada suatu pertentangan atau konflik.

b. Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak sosial primer

terjadi apabila para peserta interaksi bertemu muka secara langsung.

Misalnya, kontak antara guru dan murid di dalam kelas, penjual dan pembeli

di pasar tradisional, atau pertemuan ayah dan anak di meja makan. Sementara

itu, kontak sekunder terjadi apabila interaksi berlangsung melalui suatu

perantara. Misalnya, percakapan melalui telepon. Kontak sekunder dapat

dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Kontak sekunder langsung

misalnya terjadi saat ketua RW mengundang ketua RT datang ke rumahnya

melalui telepon. Sementara jika Ketua RW menyuruh sekretarisnya

menyampaikan pesan kepada ketua RT agar datang ke rumahnya, yang terjadi

(23)

2. Komunikasi

Komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting

dalam komunikasi yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku

(pembicaraan, gerakan-gerakan fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang

disampaikan. Ada lima unsur pokok dalam komunikasi yaitu sebagai berikut.

a. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan, perasaan, atau pikiran

kepada pihak lain.

b. Komunikan, yaitu orang atau sekelompok orang yang dikirimi pesan, pikiran,

atau perasaan.

c. Pesan, yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa

informasi, instruksi, dan perasaan.

d. Media, yaitu alat untuk menyampaikan pesan. Media komunikasi dapat

berupa lisan, tulisan, gambar, dan film.

e. Efek, yaitu perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan, setelah

mendapatkan pesan dari komunikator.(Soekanto 2006:58)

Di dalam berkomunikasi manusia menggunakan kata-kata, yakni

symbol-simbol suara yang mengandung arti bersama dan bersifat standar. Dalam hal ini

tidak perlu selalu ada hubungan yang intristik antara satu bunyi tertentu dengan

respons yang disimbolkannya Simbol di sini berbeda dengan tanda. Makna sebuah

tanda biasanya identik dengan bentuk fisiknya dan dapat ditangkap dengan panca

indra, sedangkan symbol bisa abstrak. Menurut Karp dan Yoels dalam (dalam

Narwoko,Suyanto) simbol mengarahkan tanggapan-tanggapan kita, membantu

(24)

Simbol adalah sesuatu yang lepas dari apa yang disimbolkan, karena

komunikasi manusia itu tidak terbatas pada ruang, penampilan atau sosok fisik,

dan waktu dimana pengalaman inderawi itu berlangsung, sebaliknya manusia

dapat berkomunikasi tentang objek dan tindakan jauh di luar batas waktu dan

ruang.

Makna simbol tertentu tidak selalu bersifat universal: berlaku sama di

setiap situasi dan daerah. Nilai atau makna sebuah simbol tergantung kepada

kesepakatan orang-orang atau kelompok yang mempergunakan simbol itu.

Menurut Leslie White (1968), makna suatu simbol hanya dapat ditangkap melalui

cara-cara nonsensoris, yakni melalui proses penafsiran interpretative process.

Makna dari suatu simbol tertentu dalam proses interaksi sosial tidak begitu saja

bisa langsung diterima dan dimengerti oleh semua orang, melainkan harus dahulu

ditafsirkan. (Narwoko, 2007:18).

2.2 Etika Jawa

Etnis Jawa merupakan kelompok etnis bangsa yang mendominasi

pernyataan ini dapat dilihat di setiap daerah Indonesia terdapat etnis Jawa. Sifat

dan karakter etnis Jawa identik dengan sikap yang sopan, segan, beretika dalam

berbicara, jujur, disiplin, ramah, suka membantu atau bergotong-royong. Etnis

jawa umumnya mereka lebih suka menyembunyikan perasaan. Menampik tawaran

dengan halus demi sebuah etika dan sopan santun sikap yang

dijaga(.http://www.anneahira.com/jawa.htm). Etnis Jawa bersikap ramah dapat

dilihat apabila ada yang bertamu kerumah orang Jawa tanpa ditanya mereka akan

(25)

tersebut berbeda dengan Etnis Karo dan Etnis Batak yang bertanya dulu apakah

seorang tamu ingin minum apa tidak.

Semula di Jawa dipergunakan empat bahasa yang berbeda.

Penduduk-penduduk asli ibukota Jakarta berbicara dalam suatu dialek bahasa melayu yang

disebut Melayu-Betawi. Di bagian tengah dan selatan Jawa Barat dipakai bahasa

Sunda, sedangkan Jawa Timur bagian Utara dan Timur sudah lama dihuni oleh

imigran-imigran dari Madura yang tetap mempertahankan bahasa

mereka.(Magnis-Suseno 1983:11).

Dalam wilayah kebudayaan jawa sendiri dibedakan lagi antara para

penduduk pesisir utara di mana hubungan perdagangan, pekerjaan nelayan, dan

pengaruh Islam lebih kuat menghasilkan bentuk kebudayaan Jawa yang khas,

yaitu kebudayaan pesisir, dan daerah-daerah Jawa pedalaman, sering juga disebut

Kejawen yang mempunyai pusat budaya dalam kota-kota kerajaan Surakarta dan

Yogyakarta dan di samping dua karesidenan ini juga termasuk karesidenan

Banyumas, Kedu, Madiun, Kediri, dan Malang.

Kebanyakan orang Jawa hidup sebagai petani atau buruh tani. Sebagian

besar Pulau Jawa bersifat agraris, penduduknya masih hidup di desa-desa. Di desa

kebanyakan keluarga mempunyai rumah Gedeg. Orang Jawa sendiri membedakan

dua golongan sosial: Wong Cilik, orang kecil, terdiri dari sebagian besar massa

petani dan mereka yang berpendapat rendah di kota, dan kaum Priyayi di mana

termasuk kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Kecuali itu masih ada

kelompok ketiga yang kecil tetapi mempunyai prestise yang cukup tinggi, yaitu

(26)

Lapisan-lapisan sosial ekonomi ini masih dibedakan dua kelompok atas

dasar keagamaan, kedua-duanya secara nominal termasuk agama Islam, tetapi

golongan pertama dalam kesadaran dan cara hidupnya lebih ditentukan oleh

tradisi-tradisi Jawa Pra-Islam, sedangkan golongan kedua memahami diri sebagai

orang Islam dan berusaha untuk hidup menurut ajaran agama Islam. Yang pertama

dapat kita sebut Jawa Kejawen dalam kepustakaan, kelompok pertama sering juga

disebut abangan, yang kedua santri.(Magnis-Suseno 1983:12).

Hildred Geertz (dalam Magnis-Suseno 1983:38) bahwa ada dua kaidah

yang paling menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa, yaitu

1. Mengatakan bahwa dalam setiap situasi manusia hendaknya bersikap

sedemikian rupa hingga tidak dapat menimbulkan konflik.

2. Menuntut agar manusia dalam cara berbicara dan membawa diri selalu

menunjukkan sikap rasa hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan

kedudukannya.

Kaidah pertama disebut prinsip kerukunan, kaidah kedua sebagai prinsip

hormat. Kedua prinsip ini merupakan kerangka normatif yang menentukan

bentuk-bentuk kongret semua interaksi. Tuntutan dua prinsip ini selalu disadari

oleh orang Jawa sebagai anak ia telah membatinkan dan ia sadar bahwa

masyarakat mengharapkan agar kelakuannya selalu sesuai dengan dua prinsip ini.

Pandangan orang Jawa tentang hakekat hidup sangat dipengaruhi oleh

pengalamannya dimasa lalu dan konsep-konsep religious yang bernuansa mistis.

(27)

pasrah kepada yang Maha Kuasa. Filsafah hidup masyarakat Jawa sangat

dipengaruhi oleh kebudayaan, agama (Hindu dan Islam) dan pada batas-batas

tertentu dipengaruhi pula oleh kondisi geografis wilayahnya. Banyak Filsafah

Jawa yang berisi hakekat hidup dan hamper semua orang Jawa mengenal falsafah

nrima ing pandum yang artinya menerima apa-apa yang telah diberikan oleh

Tuhan secara apa adanya. Filsafah ini orang Jawa menggangap hidup harus

dijalankan dengan tabah dan pasrah. Nrima ing pandum diikuti falsafah mawas

diri. Artinya, orang Jawa harus senantiasa melakukan intropeksi terhadap diri

sendiri sebagai pedoman dalam bertindak.(Gauthama 2003:15)

2.3 Pilar Budaya Karo

Karakter etnis Karo atau orang karo bilang Kita Kalak Karo mempunya

sifat yang jujur, orang Karo umumnya tinggal di kampung. Mereka hidup dengan

kekeluargaan dan kebersamaan yang tinggi di lingkungan tradisional tersebut.

Memiliki sifat pemberani, Sejak kecil seorang Karo diajar oleh orang tuanya atau

neneknya bahwa setiap manusia sederajat, tidak ada yang lebih istimewa tidak ada

yang lebih hina. Yang berbeda hanyalah suratan tangan dan takdirnya. Mungkin

hal ini lah yang menyebabkan seorang Karo tidak pernah ragu untuk berbuat atau

pergi ke mana pun. Mempunyai rasa percaya diri, Umumnya orang Karo percaya

pada kekuatannya sendiri. Mereka jarang menggantungkan nasib pada orang lain.

Tidak serakah, Secara umum orang Karo tidak serakah atau tamak. Mereka

memang mendambakan hidup sejahtera namun bukan melalu cara serakah.

Mereka gigih mempertahankan sesuatu kalau memang itu adalah haknya. Mudah

(28)

dirinya atau keluarganya dikata-katai secara negatif oleh orang lain, baik secara

terbuka maupun terselubung. Kalau sudah tersinggung orang tersebut segera

menjumpai orang yang menghinanya dan menyelesaikan dengan segera. Kalau

tidak maka akan berlarut menjadi dendam. Biasanya dendam itu ingin dilunasi

dengan cara yang kurang pertimbangan rasional.

Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan at

nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga disebut unt

sedangkan untberu. Merga atau beru ini disandang di

belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima

kelompok, yang disebut dengan merga silima. Kelima merga tersebut adalah:

1. Karo-karo : Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sinulingga,

Sitepu

2. Tarigan : Bondong, Ganagana, Gerneng, Purba, Sibero

3. Ginting: Munthe, Saragih, Suka, Ajartambun, Jadibata, Manik, Babo, Mburak

4. Sembiring: Sembiring si banci man biang (sembiring yang boleh makan

anjing): Keloko, Sinulaki, Kembaren, Sinupayung (Jumlah = 4); Sembiring

simantangken biang (sembiring yang tidak boleh makan Anjing): Brahmana,

Depari, Meliala, Pelawi, kembaren, pandia, Colia, Gurky.

5. Perangin-angin: Bangun, Sukatendel ,Kacinambun, Perbesi,Sebayang,Pinem,

Sinurat, Keliat.

Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap

orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara

(29)

merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek

moyang yang sama. Kalau laki-laki bermarga sama, maka mereka disebut

bersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai

beru sama, maka mereka disebut juga bersenina. Namun antara seorang laki-laki

dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga

dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan

Peranginangin ada yang dapat menikah di antara mereka.

Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu

atau daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti

ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan

hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang

terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu,

kalimbubu, anak beru, senina. Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga

pemberi

senina keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti.

Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang

berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan:

1. Puang kalimbubu

2. Kalimbubu

3. Senina

4. Sembuyak

5. Senina sipemeren

(30)

7. Anak beru

8. Anak beru menteri

Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi

dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam

pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:

1. Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang

2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu,

kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:

a. Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberi isteri

kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal

dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan,

maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga

Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi

kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.

b. Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang.

Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang.

Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai

darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri

keponakannya.

c. Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh

karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya.

(31)

3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga

yang sama.

4. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi

artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama.

Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang

berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang

jauh menjadi dekat).

5. Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung.

Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang

mempunyai isteri yang bersaudara.

6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena

mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.

7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu

untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini

wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang

lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri

lagi atas:

a. anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling

tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu

(kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa

kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya,

maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi

(32)

upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga

kalimbubu dalam konteks upacara adat.

b. Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat

mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh

baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga.

Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka

anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan

sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.

8. Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah

dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai

pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas

kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang

disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru

ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.( Sitepu, Sempa

1996)

2.4 Struktur dan Kekerabatan Masyarakat Batak

Etnis Batak identik dengan gaya berbicaranya yang kasar, blak-blakan,

bicara apa adannya, tidak sabaran. Dan dapat diketahui dari wajah apakah dia

orang Batak atau tidak, logatnya yang kental yang selalu mengucapkan kata Bah.

Masyarakat Batak Toba menarik garis keturunan dari pihak ayah atau pihak

laki-laki yang dinamakan dengan prinsip patrilineal. Suatu kelompok adat dihitung

dari satu ayah disebut saama, atau satu nenek disebut dengan saompung dan

(33)

terkecil atau keluarga batih disebut ripe. Istilah ripe dapat juga dipakai untuk

menyebut keluarga luas patrilineal. Saompu dapat disebut klen istilah ini dipakai

juga untuk menyebut kerabat yang terikat dalam satu nenek moyang (Lubis,

1999:112)

Berdasarkan prinsip keturunan Masyarakat Batak Toba yang berarti garis

keturunan etnis adalah dari keturunan laki-laki. Keturunan laki-laki memegang

peranan penting dalam kelanjutan generasi. Berarti apabila seseorang tidak

mempunyai keturunan laki-laki, maka dianggap napunu karena tidak dapat

melanjutkan silsilah ayahna. Silsilah yang tidak dapat berlanjut lagi sama halnya

bahwa seseorang itu tidak akian pernah diingat atau diperhitungkan lagi dalam

silsilah keluarga ( Rajamarpodang, 19992: 105 dalam Gultom)

Hubungan kekerabatan yang timbul sebagai akibat dari penarikan garis

keturunan patrilineal mempunyai nilai yang sangat penting. Pada urutan generasi

setiap ayah yang mempunyai keturunan laki-laki menjadi bukti nyata dalam

silsilah kelompok patrilinealnya. Seorang ayah mempunyai dua atau lebih

kelompok keturunan yang masing-masing mempunyai identitas sendiri. Apabila

mereka berkumpul maka akan menyebut ayah tadi ompu parsadaan. Ompu berarti

kakek, moyang laki-laki; sada adalah satu, jadi merupakan titik temu mereka.

Mereka yang berasal dari nenek moyang yang satu (nasaompu) dari generasi ke

generasi akan menjadi satu marga. Marga merupakan suatu pertanda bahwa orang

yang menggunakannya masih mempunyai kakek bersama atau percaya bahwa

mereka adalah keturunan dari seorang kakek menurut garis patrilineal (Bruner

(34)

Berdasarkan prinsip patrilineal, Masyarakat Batak Toba mengartikannya

bahwa laki-laki mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam meneruskan

silsilah dan keturunan keluarga. Laki-lakilah yang dapat menurunkan marga bagi

keturunanya. Setiap anak yang dilahirkan baik laki-laki maupun perempuan

mencatumkan marga ayahnya dan bukan marga ibunya dibelakan nama

pribadinya. Berdasarkan prinsip patrilineal, maka kekuasaan berada ditangan

laki-laki.

Masyarakat Batak Toba menurut ketentuan dalam kebudayaanya harus

selalu memelihara kepribadian dan rasa kekeluargaan harus tetap terpupuk. Hal

tersebut dilakukan bukan saja terhadap keluarga dekat, tetapi juga terhadap

keluarga jauh yang semarga. Nama panggilan terhadap seseorang adalah nama

marganya dan bukan nama pribadinya. Apabila sesama orang Batak bertemu,

maka yang pertama ditanya adalah nama marganya dan bukan nama pribadi atau

tempat tinggal. Dengan mengetahui marga, mereka akan mengikuti proses

penelusuran silsilah untuk mengetahui hubungan kekerabatan diantara mereka.

Selain hubungan marga secara garis keturunan antara marga-marga juga

mempunyai hubungan lain fungsional. Marga mempunyai fungsi tertentu

terhadap marga lain yang terjadi akibat perkawinan. Hubungan fungsional ini

mengakibatkan adanya penggolongan marga didalam kaitannya dengan marga

lain yang menimbulkan suatu system kekerabatan Masyarakat Batak Toba yang

disebut dengan Dalihan na Tolu.

Dalihan na Tolu dalam Bahasa Indonesia adalah tungku nan tiga. Tungku

(35)

memasak makanan. Orang Batak melambangkan alat memasak makanan dalihan

yang tiga batunya sebagai lambing struktur social mereka. Sebab terdapat tiga

golongan penting didalam Masyarakat Batak Toba yaitu hula-hula, boru, dan

dongan sabutuha (Simanjuntak, 2006: 99-103).

Menurut (Koentjaraningrat 1984, 125-128 dalam Gultom) Dalihan na

Tolu tersebut selalu tercermin dalam setiap aspek-aspek kehidupan Masyarakat

Batak Toba, aktivitas-aktivitas hidup bersama terdapat pada pesta-pesta seperti:

perkawinan, mendirikan rumah, dan upacara keagamaan. Pada setiap pesta dalam

Masyarakat Batak Toba, harus kelihatan tiga kelompok kerabat yaitu: hula-hula,

dongan sabutuha, dan boru yang mempunyai hubungan khusus dengan orang

yang menyelenggarakan pesta (suhut). Ketiga kelompok tersebutlah yang h yang

disebut dengan Dalihan na Tolu. (Gultom, Dj.1992. Dalihan Na Tolu : nilai

budaya Suku Batak. Medan TV armada.)

2.5. Kelompok Sosial

Kelompok sosial merupakan suatu gejala yang sangat penting dalam

kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia berlangsung di

dalamnya. Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih, yang

berinteraksi dan saling bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai

sasaran-sasaran tertentu. Kelompok dapat bersifat formal dan informal di dalam

sistem sosial. Kelompok formal adalah kelompok yang didefinisikan sebagai

struktur organisasi dengan pembagian kerja yang jelas. Sedangkan kelompok

informal adalah kelompok yang didefinisikan sebagai aliansi yang tidak

(36)

informal ini terbentuk secara alamiah dalam suasana kerja yang muncul sebagai

tanggapan terhadap kebutuhan akan kontak sosial.

Menurut Muzafer Sherif (dalam Santosa 1992:48) ciri-ciri kelompok sosial

adalah sebagai berikut:

1. Adanya dorongan/motif yang sama pada setaip individu, sehingga terjadi

interaksi sosial sesamanya dan tertuju dalam tujuan bersama.

2. Adanya reaksi dan kecakapan yang berbeda di anatar individu satu dengan

yang lain, akibat terjadinya interaksi sosial.

3. Adanya pembentukan dan penegasan struktur kelompok yang jelas, terdiri dari

peranan dan kedudukan yang berkembang dengan sendirinya di dalam rangka

mencapai tujuan bersama.

4. Adanya penegasan dan peneguhan norma-norma pedoman tingkah laku

anggota kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan anggota kelompok

dalam merealisasi tujuan kelompok.

Situasi kelompok sosial menyebabkan terbentuknya kelompok sosial

artinya suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih individu yang telah

mengadakan interkasi sosial yang cukup intensif dan teratur sehingga di antara

individu itu sudah pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu. Situasi

kelompok sosial artinya sesuatu situasi di mana terdapat dua individu atau lebih

yang telah mengadakan interaksi sosial yang mendalam satu sama lain.

Secara umum kelompok sosial tersebut diikat oleh beberapa faktor, seperti:

a. Bagi anggota kelompok, suatu tujuan yang realistis, sederhana dan memiliki

(37)

b. Masalah kepemimpinan dalam kelompok cukup berperan dalam menentukan

kekuatan ikatan antar anggota.

c. Interaksi dalam kelompok secara seimbang merupakan alat perekat yang baik

dalam membina kesatuan dan persatuan anggota.

Menurut Charles H (dalam Santosa 1992:46). Cooleg situasi kelompok

sosial dapat menimbulkan bermacam-macam kelompok sosial, seperti:

1. Kelompok primer primary group artinya suatu kelompok di mana

anggota-anggota mempunyai hubungan/interaksi yang lebih intensif dan lebih erat

antara anggotanya.

2. Kelompok sekundersecondary group artinya suatu kelompok di mana

anggota-anggotanya salind mengadakan hubungan yang tidak langsung, berjauhan dan

formal, kurang bersifat kekeluargaan.

Soekanto (2002:115) mengemukakan beberapa persyaratan sebuah

kelompok sosial sebagai berikut:

a. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari

kelompok yang bersangkutan.

b. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lainnya.

c. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antar mereka

bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, ideologi politik

yang sama-sama dan lain-lain. Tentunya faktor mempunyai musuh bersama

misalnya dan dapat pula menjadi faktor pengikat atau pemersatu di antara

mereka.

(38)

Menurut Summer (dalam Kamanto) masyarakat manusia terdiri dari

in-groups dan out-groups atau we-groups dan other-groups yang artinya kelompok

dalam dan kelompok luar atau kelompok kami dan kelompok mereka (Kamanto

2004:130). Seseorang itu termasuk ke dalam beberapa kelompok yang baginya

adalah kelompok dalam, dan selebihnya baginya adalah kelompok luar. Dalam

in-groups terdapat perasaan persaudaraan, sedangkan out-groups terdapat perasaan

yang lebih dingin. Anggota-anggota dalam in-groupsmenunjukkan adanya kerja

sama, hubungan yang baik good will, saling membantu dan saling menghormati.

Mereka mempunyai perasaan solidaritas, kesetiaan terhadap kelompoknya dan

kesediaan berkorban demi kelompoknya. Tetapi sikap mereka terhadap orang lain

atau luar kelompoknya selalu menunjukkan kebencian, perasaan menghina dan

permusuhan.

2.6. Adaptasi

Adaptasi dapat diartikan sebagai penyesuaian diri di suatu tempat. Para

perantau yang datang dan tinggal serta menetap di luar daerah asalnya, akan selalu

disertai dengan pola tingkah laku dan sikap tertentu. Dalam melakukan

perpindahan Etnis bangsa pendatang akan turut membawa adapt-astiadat, norma

dan berbagai bentuk organisasi sosial kedalam lingkungan sosial budaya setempat.

Budaya setempat ini bisa merupakan sesuatu yang baru bagi suku pendatang.

Ditempat tujuan kebiasaan-kebiasaan yang dibawa dari daerah asal akan

mengalami perubahan termasuk orientasi nilai terhadap kampung halaman ( Naim

(39)

Masuknya Etnis pendatang kedaerah tertentu yang ditempati oleh bangsa

Etnis lain akan melahirkan terjadinya kontak sosial atau hubungan sosial diantara

mereka. Kondisi seperti ini memungkinkan untuk terjadinya peminjaman

unsur-unsur budaya bagi masing-masing suku bangsa. Ditempat baru, Etnis pendatang di

dalam proses adaptasi akan sampai kepada dua pilihan, pertama apakah pola-pola

sosial budaya yang diwariskan oleh nenek moyang akan dipertahankan dan yang

kedua, adalah apakah pendatang baru itu akan mengadaptasikan dirinya dengan

pola-pola sosal budaya suku bangsa setempat.

Menurut Cohen ( 1985:2 ) kelompok suku bangsa yang memasuki suatu

daerah yang masih baru baginya, dimana kebudayaanya itu terpisah secara fisik

dengan kebutuhannya akan mlakukan adaptasi terhadap lingkungan sosial budaya

dan fisik ditempat yang lain.Bila suku pendatang ingin hidup survive di tempat

yang baru, biasanya mereka akan mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan

sosial budaya setempat dan suku bangsa setempat. Dan Etnis bangsa setempat

mempertahankan budayanya dari jamahan atau pengaruh kebudayaan dari luar

khususnya unsur budaya luar yang bersifat negatif. Untuk mempertahankan agar

Etnis bangsa pendatang dapat hidup bertahan di daerah lain, setiap suku bangsa

mempunyai kebudayaan untuk itu umunya kebudayaan itu dikatakan bersifat

adaptif, karena kebudayaan itu melengkapi manusia denga cara-cara penyesuaian

diri pada kebutuhan fisiologis dari badan dari mereka, dan penyesuaian pada

lingkungan yang bersifat fisik geografis maupun lingkungan sosialnya.

Menurut Suharso (1997:48) didalam kebudayaan itu manusia memiliki

(40)

dan mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan yang baru. Manusia yang

mempunyai pengetahuan, kebudayaan yang dipakai sehubungan dalam

menghadapai kebudayaan asal Etnis setempat. Pengetahuan itu tentunya banyak

mendukung terhadap proses adaptasi. Manusia berusaha untuk menyesuaikan

dirinya di lingkungan yang baru karena didorong untuk memenuhi kebutuhannya.

Pemenuhan kebutuhan itu sifatnya mendasar bagi kelangsungan hidup manusia itu

sendiri. Jika manusia itu berhasil dalam memenuhi kebutuhannya maka dia akan

merasa puas dan apabila tidak maka akan menimbulkan masalah. Kebutuhan yang

perlu dipenuhi dalam mengadaptasikan dirinya adalah tuntutan kebutuhan akan

merasa aman, untuk dikenal dan memperoleh harga diri.

Proses adapatasi bangsa suku bangsa tertentu sehingga adapat diterima

dilingkungan yang baru, akan memakan waktu cukup yang lama sehingga dapat

hidup serasi. Etnis bangsa pendatang dapat bekerjasama untuk tujuan tertentu

dengan suku setempat. Menurut Suyatno ( 1974: 15 ) proses adaptasi akan cepat

terjadi apabila suku bangsa pendatang lebih terbuka terhadapa budaya suku

setempat.

2.7 Toleransi

Toleransi adalah istilah dalam konteks

berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya

kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam

suatu masyarakat.Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut

mayoritas dalam suatu masyarakat menghormati keberadaan agama atau

(41)

menggunakan definisi "kelompok" yang lebih luas, misalnya

kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi, baik dari kaum

Sebagai makhluk sosial manusia tentunya harus hidup sebuah masyarakat

yang kompleks akan nilai karena terdiri dari berbagai macam suku dan agama.

Untuk menjaga persatuan antar umat beragama maka diperlukan sikap toleransi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sikap memiliki arti perbuatan dsb yang

berdasarkan pada pendirian, dan atau keyakinan sedangkan toleransi berasal dari

bahasa Latin yaitu tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar,membiarkan

orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki

pendapat berbeda.Toleransi sendiri terbagi atas tiga yaitu :

1. Negatif

Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya

dibiarkan saja karena menguntungkan dalam keadaan terpaksa.Contoh PKI

atau orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zamanIndonesia

baru merdeka.

2. Positif

Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai.Contoh Anda

beragama Islam wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh

keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda

(42)

3. Ekumenis

Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat

unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan

kepercayaan sendiri.Contoh Anda dengan teman Anda sama-sama beragama

Islam atau Kristen tetapi berbeda aliran atau paham. Dalam kehidupan

beragama sikap toleransi ini sangatlah dibutuhkan, karena dengan sikap

toleransi ini kehidupan antar umat beragama dapat tetap berlangsung dengan

tetap saling menghargai dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing.

.

).

2.8 Teori Interaksionis Simbolis

MenururtBlumer(dalam Poloma 2003:254) pertama kali mengemukakan

istilah interaksionis simbolispada tahun 1937 dan menulis beberapa esai yang

berperan penting dalam perkembangannya. Menurut Blumer dalam Little Jhon

(1996) mencatat bahwa dalam masyarakat yang maju, porsi terbesar dari tindakan

kelompok sosialnya, terdiri dari kejadian yang kembali lagi secara cepat

frekuensinya, pola-polayang stabil untuk partisipasinya. Blumer memperingatkan

kita bahwa situasi baru mengenalkan pendefinisian kembali masalah-masalah.

Menurut Blumer (dalam Poloma 2004:258) interaksionisme simbolis

bertumpu pada tiga premis;

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada

(43)

2. Makan tersebut berasal dan interaksi sosial seseorang dengan orang lain.

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial

berlangsung.

Tidak ada yang inheren dalam suatu obyek sehingga ia menyediakan

makna bagi manusia. Demikian juga dengan semua objek lain yang kita temukan

tidak secara langsung, tetapi dengan makna-makna yang terkait dengannya.

Makna-makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain, terutma dengan

orang yang dianggapcukup berarti. Sebagai mana dinyatakan Blumerbagi seorang

makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam

kaitannya dengan sesuatu itu. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan akan

melahirkan batasan sesuatu bagi orang lain.

Aktor memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan

mentransformir makna dalam hubungannya dengan situasi dimana dia

ditempatkan dan arah tindakannya. Sebenarnya, interprestasinya seharusnya tidak

dianggap hanya sebagai penerapan makna-makna yang telah ditetapkan, tetapi

sebagai suatu proses pembentukan dimana makna yang dipakai dan

disempurnakan sebagai instrument bagi pengarahan dan pembentukan tindakan (

Poloma 2003:263)

Menyanggah individu bukan dikelilingi oleh lingkungan objek-objek

potensial yang mempermainkannya dan membentuk perilakunya. Gambaran yang

benar ialah dia membentuk objek-objek itu misalnya, berpakaina atau

mempersiapkan diri untuk karir professional-individu sebenarnya sedang

(44)

dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Inilah

yang dimaksud dengan penafsiran atau bertindak berdasarkan

simbol-simbol.Blumer (dalam Poloma 2004:264)

Dengan demikian manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksif, yang

menyatukan objek-objek yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer

(dalam Poloma 2004:264) sebagai proses self-indication. Self-indicationadalah

proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu,

menilainya, memberikan makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan

makna itu. Proses self-indication ini terjadi dalam konteks sosial di mana individu

mencoba mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan

tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu. Pertimbangan yang

diberikan wanita muda terhadap undangan dati teman sekerja itu dihubungkan

dengan konteks di mana hal itu disampaikan dan pengalaman-pengalaman

sebelumnya, yang membuat dia bisa menilai masalah dan memberinya makna,

kemudian member tanggapan berdasarkan makna itu.

Tindakan manusia penuh dengan penafsiran dan pengertian.

Tindakan-tindakan mana saling diselaraskan dan menjadi apa yang disebut kaum

fungsionalis sebagai struktural-sosial. Blumer lebih senang menyebut fenomena

ini sebagai tindakan bersama, ataupengorganisasian secara sosial

tindakan-tindakan yang berbeda dari pertisipan yang berbeda pula. Setiap tindakan-tindakan berjalan

dalam bentuk prosesual, dan masing-masing saling berkaitan dengan

tindakan-tindakan prosesual dari orang lain. Bagi tindakan-tindakan dari hanya sekedar performance

(45)

Orang terlibat dalam tindakan bersama yang merupakan struktur sosial. Lembaga

seperti gereja, korporasi bisnis, atau keluarga hanya merupakan kolektivitas yang

terlibat dalam tindakan bersama. Tetapi lembaga-lembaga tersebut bukan

merupakan struktur-struktur yang statis, sebab pertalian perilaku tidak pernah

identik (walau mereka mungkin serupa) sekalipun pola-pola sudah ditetapkan

sedemikian rupa. Blumer menegaskan prioritas interaksi kepada struktur dengan

menyatakan bahwa “proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang

menciptakan dan menghancurkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang

menciptakan dan menghancurkan kehidupan kelompok (Poloma 2003:262).

2.8.1 Masyarakat Sebagai Interaksi Simbolis

Bagi Blumer(dalam Poloma 2003:263) studi masyarakat harus merupakan

studi dari tindakan bersama, ketimbang prasangka terhadap apa yang

dirasakannya sebagai sistem yang kabur dan berbagai parasyarat fungsional yang

sukar dipahami. Masyarakat merupakan hasil interaksi-simbolis dan aspek inilah

yang harus merupakan masalah bagi para sosiolog. Bagi Blumer keistimewaan

pendekatan kaum interaksionis simbolis ialah manusia dilihat saling menafsirkan

atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi

kepada setiap tindakan itu menurut mode stimulus-respon. Blumer menyatakan

“dengan demikian interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol,

oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari tindakan-tindakan orang lain. Dalam

kasus perilaku manusia, mediasi ini sama dengan penyisipan suatu proses

(46)

Blumer(dalam Poloma 2004:264) tidak mendesakkan prioritas dominasi

kelompok atau struktur, tetapi melihat tindakan kelompok sebagai kumpulan dari

tindakan individu: “Masyarakat harus dilihat sebagai terdiri dari tindakan

orang-orang, dan kehidupan masyarakat terdiri dari tindakan-tindakan orang itu. Blumer

melanjutkan ide ini dengan menunjukkan bahwa kehidupan kelompok yang

demikian merupakan respon pada situasi-situasi di mana orang menemukan

dirinya.situasi tersebut dapat terstruktur, tetapi Blumer berhati-hati menantang

pengabaian arti penting penafsiran sekalipun dalam lembaga-lembaga yang relatif

tetap. Dalam melihat masyarakat menegaskan dua perbedaan kaum fungsional

struktural dan interaksionis-simbolis

1. Dari sudut interaksi simbolis. Organisasi masyrakat manusia merupakan suatu

kerangka di mana tindakan sosial berlangsung dan bukan merupakan penentu

tindakan itu.

2. Organisasi yang demikian dan perubahan yang terjadi di dalamnya adalah

produk dari kegiatan unit-unit yang bertindak dan tidak oleh

kekuatan-kekuatan yang membuat unit-unit itu berada di luar penjelasan.

Interaksionisme-simbolis yang diketengahkan Blumer (dalam Poloma

2004:264) mengandung sejumlah root images atau ide-ide dasar, yang dapat

diringkas sebagai berikut

1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling

bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai

(47)

2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan

kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi nonsimbolis mencakup

stimulus-respon yang sederhana, seperti halnya batuk untuk membersihkan tenggorokan

seseorang. Interaksi simbolis mencakup penafsiran tindakan.

3. Objek-objek, tidak mempunyai makna yang intrinsik; makna lebih merupakan

produk interaksi-simbolis. Obyek-obyek dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

katagori yang luas: (1) objek fisik,seperti meja,tanaman, atau mobil ; (2) objek

sosial seperti ibu, guru, menteri atau teman; dan (3) objek abstrak seperti

nilai-nilai, hak dan peraturan. Blumer membatasi obyek sebagaisegala sesuatu yang

berkaitan dengannya. Dunia objek diciptakan, disetujui, ditransformir dan

dikesampingkan lewat interaksi-simbolis.

4. Manusia tidak hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat dirinya

sebagai obyek. Jadi seseorang pemuda dapat melihat dirinya sebagai

mahasiswa, suami, dan seorang yang baru saja menjadi ayah. Pandangan ini

terrhadap diri sendiri ini, sebagaimana dengan semua obyek, lahir di saat

proses intraksi simbolis.

5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu

sendiri.

6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota

kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai

organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berbagai manusia. Blumer

Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulang-ulang dan stabil,

melahirkan apa yang disebut para sosiolog sebagai kebudayaan dan aturan

(48)

Pada dasarnya tindakan manusia terdiri dari pertimbangan atas berbagai

hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana

mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup

berbagai masalah seperti keinginan dan kemauan, tujuan dan sarana yang bersedia

untuk mencapainya, serta tindakan yang diharapkan dari orang lain, gambaran

tentang diri sendiri, dan mungkin hasil dari cara bertindak tertentu.Bila

orang-orang dengan etnis yang berbeda berinteraksi memerlukan, diharapkan

perbedaan-perbedaan akan berkurang, sebab interaksi memerlukan dan membentn tanda dan

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif dapat diartikan

sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan

maupun tertulis dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang

diteliti, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang,

proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang

kecenderungan yang tengah berlangsung. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai

pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang dapat

diamati dalam kehidupan sosial atau masyarakat sebagai satu kesatuan atau

sebagai kesatuan yang menyeluruh (Rudito dan Famiola, 2008:79).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Baru Kecamatan Pancur Batu,

Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan peneliti untuk meneliti tempat tersebut

adalah karena Desa Baru merupakan tempat dimana berbagai etnis adat seperti

etnis Jawa, etnis Karo, Etnis Batak tinggal dalam satu lingkungan dan

Gambar

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin menurut Desa Tahun 2013.
Tabel 4.2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian menurut Desa
Tabel 4.3 Gambaran jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di
Tabel 4.5 Gambaran jumlah penduduk berdasarkan Etnis/Suku di Desa

Referensi

Dokumen terkait

PREVALENSI KELAINAN MUKOSA ORAL DAN PENGETAHUAN RISIKO MENYIRIH PADA PENDUDUK KECAMATAN PANCUR BATU..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui keberadaan Sanggar Seni Mejuah-juah di Desa pertampilen Kecamatan pancur batu Kabupaten Deli Serdang, untuk

Henni Ompusunggu : Analisa Kandungan Nitrat Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli

Tetty Rini Rebecca Siregar : Studi Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Aliran Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Dan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, 2010..

Hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian adalah pengawasan berpengaruh dengan disiplin kerja pegawai di Kantor Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dampak peralihan TPA Namo Bintang terhadap kesejahteraan sosial rumah tangga pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten

Hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian adalah pengawasan berpengaruh dengan disiplin kerja pegawai di Kantor Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

Hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian adalah pengawasan berpengaruh dengan disiplin kerja pegawai di Kantor Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang