K
KUALITA
DIF
La PAS MIKR
FERMEN
actobacillusSELA
MO PROGRAM INROBIOLO
NTASI OL
sp 1A5 DAAMA PENY
S OHAMMAD
M STUDI TE FAKULTA STITUT PE
OGIS SALA
EH KOM
AN Lactobac
YIMPANA
SKRIPSI D TITO GREKNOLOG AS PETERN ERTANIAN 2009
AMI PRO
MBINASI K
cillus fermenAN DING
RANDISARINGKASAN
MOHAMMAD TITO GRANDISA. D14204029. 2008. Kualitas Mikrobiologis Salami Probiotik yang Difermentasi oleh Kombinasi Kultur Lactobacillus sp 1A5 dan Lactobacillus fermentum 2B2 Selama Penyimpanan Dingin. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari S.TP, M.Si.
Salami probiotik adalah salah satu pangan fungsional berbahan baku daging yang difermentasi menggunakan kultur bakteri asam laktat. Starter bakteri asam laktat yang ditambahkan berfungsi sebagai probiotik yang dapat menjaga keseimbangan mikroflora usus. Proses seleksi isolat BAL dilakukan untuk mendapatkan starter kultur BAL yang paling berpotensi sebagai probiotik. Kultur starter 1A5 merupakan Lactobacillus sp dan kultur starter 2B2 adalah Lactobacillus fermentum kedua kultur bakteri asam laktat tersebut paling berpotensi sebagai probiotik setelah dilakukan seleksi terhadap viabilitas di NaCl, viabilitas terhadap pH rendah dan viabilitas terhadap garam empedu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas mikrobiologis salami probiotik kombinasi kultur Lactobacillus sp 1A5 dan Lactobacillus fermentum 2B2 selama penyimpanan pada suhu dingin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2008 di Laboratorium Ruminansia Besar, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dimulai dengan pembiakan starter kultur bakteri asam laktat terpilih yang mempunyai potensi probiotik (1A5 dan 2B2). Penelitian kemudian dilanjutkan dengan pembuatan salami probiotik dan pengujian kualitas mikrobiologis
salami probiotik. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yaitu : lama penyimpanan yang berbeda dengan tiga kali ulangan dari tiap parameter uji, data diambil secara duplo sehingga terdapat 24 data untuk masing-masing parameter uji. Perlakuan yang diberikan adalah lama penyimpanan pada suhu 10o ± 2o C hari ke-0 setelah proses conditioning dan pengasapan, hari 10, hari 20 dan hari ke-30. Parameter yang diuji adalah total mikroba, asam laktat, Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa terdapat penurunan nyata terhadap pertumbuhan total BAL dan total mikroba selama penyimpanan dingin, sedangkan penurunan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli memberikan hasil yang tidak nyata selama penyimpanan dingin.
ABSTRACT
Microbiological Quality of Probiotic Salami Fermented by Lactobacillus sp 1A5 and Lactobacillus fermentum 2B2 Mixed Culture During Cold Storage.
Grandisa, M.T ., I. I. Arief, Z. Wulandari
Probiotic Salami is one of functional foods which is made from meat, it is fermented by starter culture of lactic acid bacteria. The lactic acid bacteria were used as starter has potential as probiotic. The probiotic bacteria will guard microflora balancing in our gastrointestinal. The aim of this research was to evaluate microbiological quality of probiotic salami produced from mixed culture of
Lactobacillus sp 1A5 dan Lactobacillus fermentum 2B2. The randomized complete design with three times replication was used as experimental design. The treatments were storage at low temperature 10o ± 2o C for 0-day after conditioning process, 10-day, 20-10-day, and 30 day. The variables were total lactic acid bacteria, total plate count, quantitative of Staphylococcus aureus, quantitative of Escherichia coli. The result of this research showed that the decreasing quantitative of Staphylococcus aureus and quantitative of Escherichia coli were not significantly (P > 0,05) effected during cold storage. There was significant decreasing (P < 0,05) from total lactic acid bacteria and total plate count during cold storage. The significant effect of the total lactic acid bacteria occurred at 20-day and total plate count were at 30-day.
KUALITAS MIKROBIOLOGIS SALAMI PROBIOTIK YANG
DIFERMENTASI OLEH KOMBINASI KULTUR
Lactobacillus sp 1A5 DAN Lactobacillus fermentum 2B2
SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
MOHAMMAD TITO GRANDISA D14204029
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
KUALITAS MIKROBIOLOGIS SALAMI PROBIOTIK YANG
DIFERMENTASI OLEH KOMBINASI KULTUR
Lactobacillus sp 1A5 DAN Lactobacillus fermentum 2B2
SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
Oleh
MOHAMMAD TITO GRANDISA D14204029
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Pebruari 2009
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Zakiah Wulandari S.TP., M.Si. NIP. 132 243 330 NIP. 132 206 248
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 05 Desember 1985 di Kota Garut. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, pasangan Yayat Ruhiat dan Heni
Hendraeni. Riwayat Pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Yayasan Bakti 45 Garut (1990-1992), Sekolah Dasar Negeri Leuwidaun I Garut (1992-1998), Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Garut (1998-2001) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tarogong Garut (2001-2004). Penulis kemudian masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) pada
tahun 2004 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Himpunan Mahasiswa Garut (Himaga) 2004-2008 serta kepanitiaan kegiatan kampus lainnya. Penulis pernah menjadi asisten praktikum
untuk mata kuliah Ilmu dan Teknik Pengolahan Susu serta Ilmu dan Teknik Pengolahan Daging tahun ajaran 2007/2008.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Alloh SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat serta karuniaNya. Perjuangan yang sangat besar, serta
tekad yang kuat atas karenaNya dan Atas ridho dari Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
Penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu baik secara moril maupun materil sehingga skripsi dengan judul “ Kualitas Mikrobiologis
Salami Probiotik yang Difermentasi oleh Kombinasi Kultur Lactobacillus sp 1A5 dan Lactobacillus fermentum 2B2 Selama Penyimpanan Dingin “ dapat diselesaikan. Semoga Alloh SWT akan membalas dukungan dan bantuan dengan imbalan pahala yang lebih.
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang berasal dari hewan. Daging
adalah sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan nutrisi yang baik menjadikan daging mudah mengalami kerusakan. Teknologi fermentasi dan Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara agar bahan pangan asal hewani tersebut memiliki daya simpan yang lebih baik dan palabilitas yang baik pula. Salah
satu aplikasinya yaitu pada pembuatan sosis fermentasi (salami) dengan mengunakan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat tersebut juga bisa berfungsi sebagai probiotik yang sangat membantu dalam saluran pencernaan. Kualitas mikrobiologis selama penyimpanan dengan suhu dingin sebagai upaya pengawetan produk perlu diperhatikan dengan baik agar aman untuk dikonsumsi.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan tafakur atas ciptaan Allah SWT.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... i
ABSTRACT ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... . 1
Tujuan ... . 2
TINJAUAN PUSTAKA ... . 3
Daging ... . 3
Salami ... . 3
Komposisi Sosis Fermentasi ... . 5
Daging ... .. 5
Lemak ... .. 5
Garam ... .. 5
Gula ... 6
Nitrit ... 6
Bawang putih ... 7
Lada ... 7
Pala ... 7
Selongsong (Casing) ... .. 7
Starter kultur ... .. 8
Pengasapan ... . 9
Bakteri Asam Laktat ... . 10
Lactobacillus fermentum 2B2 ... . 10
Lactobacillus sp 1A5 ... . 11
Probiotik ... . 11
Kualitas Mikrobiologi Daging ... . 13
Bakteri Patogen ... . 14
Escherichia coli ... . 15
Staphylococcus aureus ... . 15
Penyimpanan Dingin ... . 16
vii
METODE ... 20
Lokasi dan Waktu ... . 20
Materi ... . 20
Rancangan Percobaan ... . 21
Prosedur ... . 21
Persiapan Penelitian ... . 21
Penelitian Utama ... . 22
Pengukuran Peubah ... . 25
Uji Mikrobiologis Daging ... . 25
Total Bakteri Asam Laktat ... . 25
Analisis Total Plate Count ... . 26
Analisis Kuantitatif Escherichia coli ... . 26
Analisis Kuantitatif total Staphylococcus aureus .... . 26
Uji Mikrobiologis Adonan dan Salami ... . 27
Total Bakteri Asam Laktat ... . 27
Analisis Total Plate Count ... . 27
Analisis Kuantitatif Escherichia coli ... . 27
Analisis Kuantitatif total Staphylococcus aureus .... . 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
Persiapan Penelitian ... . 29
Kualitas Mikrobiologi Daging dan Adonan ... . 30
Kualitas Mikrobiologi Daging ... . 30
Kualitas Mikrobiologi Adonan Salami ... . 32
Kualitas Mikrobiologi Salami Probiotik... . 34
Viabilitas Total Mikroba ... .. 34
Viabilitas Bakteri Asam Laktat ... .. 36
Viabilitas Staphylococcus aureus ... .. 37
Viabilitas Escherichia coli ... .. 40
KESIMPULAN ... 42
Kesimpulan ... .. 42
Saran.... ... .. 42
UCAPAN TERIMA KASIH ... .. 43
DAFTAR PUSTAKA ... .. 45
LAMPIRAN... ... .. 50
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (CFU/g)
SNI 01-6366-2000 ... 14 2. Suhu Pertumbuhan Minimal Beberapa Mikroorganisme ... 17
3. Log 10 CFU/g Jumlah Rataan ALTB (Angka Lempeng Total
Bakteri), Coliform dan Escherichia coli pada Daging Sapi ... 19 4. Formulasi Adonan Salami Yang Digunakan ... 23
5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim ... 30 6. Rataan Populasi Mikroba pada Daging Segar dan Adonan Salami
(Log CFU/g) ... 30 7. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Kualitas Mikrobiologis Salami
K
KUALITA
DIF
La PAS MIKR
FERMEN
actobacillusSELA
MO PROGRAM INROBIOLO
NTASI OL
sp 1A5 DAAMA PENY
S OHAMMAD
M STUDI TE FAKULTA STITUT PE
OGIS SALA
EH KOM
AN Lactobac
YIMPANA
SKRIPSI D TITO GREKNOLOG AS PETERN ERTANIAN 2009
AMI PRO
MBINASI K
cillus fermenAN DING
RANDISARINGKASAN
MOHAMMAD TITO GRANDISA. D14204029. 2008. Kualitas Mikrobiologis Salami Probiotik yang Difermentasi oleh Kombinasi Kultur Lactobacillus sp 1A5 dan Lactobacillus fermentum 2B2 Selama Penyimpanan Dingin. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari S.TP, M.Si.
Salami probiotik adalah salah satu pangan fungsional berbahan baku daging yang difermentasi menggunakan kultur bakteri asam laktat. Starter bakteri asam laktat yang ditambahkan berfungsi sebagai probiotik yang dapat menjaga keseimbangan mikroflora usus. Proses seleksi isolat BAL dilakukan untuk mendapatkan starter kultur BAL yang paling berpotensi sebagai probiotik. Kultur starter 1A5 merupakan Lactobacillus sp dan kultur starter 2B2 adalah Lactobacillus fermentum kedua kultur bakteri asam laktat tersebut paling berpotensi sebagai probiotik setelah dilakukan seleksi terhadap viabilitas di NaCl, viabilitas terhadap pH rendah dan viabilitas terhadap garam empedu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas mikrobiologis salami probiotik kombinasi kultur Lactobacillus sp 1A5 dan Lactobacillus fermentum 2B2 selama penyimpanan pada suhu dingin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2008 di Laboratorium Ruminansia Besar, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dimulai dengan pembiakan starter kultur bakteri asam laktat terpilih yang mempunyai potensi probiotik (1A5 dan 2B2). Penelitian kemudian dilanjutkan dengan pembuatan salami probiotik dan pengujian kualitas mikrobiologis
salami probiotik. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yaitu : lama penyimpanan yang berbeda dengan tiga kali ulangan dari tiap parameter uji, data diambil secara duplo sehingga terdapat 24 data untuk masing-masing parameter uji. Perlakuan yang diberikan adalah lama penyimpanan pada suhu 10o ± 2o C hari ke-0 setelah proses conditioning dan pengasapan, hari 10, hari 20 dan hari ke-30. Parameter yang diuji adalah total mikroba, asam laktat, Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa terdapat penurunan nyata terhadap pertumbuhan total BAL dan total mikroba selama penyimpanan dingin, sedangkan penurunan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli memberikan hasil yang tidak nyata selama penyimpanan dingin.
ABSTRACT
Microbiological Quality of Probiotic Salami Fermented by Lactobacillus sp 1A5 and Lactobacillus fermentum 2B2 Mixed Culture During Cold Storage.
Grandisa, M.T ., I. I. Arief, Z. Wulandari
Probiotic Salami is one of functional foods which is made from meat, it is fermented by starter culture of lactic acid bacteria. The lactic acid bacteria were used as starter has potential as probiotic. The probiotic bacteria will guard microflora balancing in our gastrointestinal. The aim of this research was to evaluate microbiological quality of probiotic salami produced from mixed culture of
Lactobacillus sp 1A5 dan Lactobacillus fermentum 2B2. The randomized complete design with three times replication was used as experimental design. The treatments were storage at low temperature 10o ± 2o C for 0-day after conditioning process, 10-day, 20-10-day, and 30 day. The variables were total lactic acid bacteria, total plate count, quantitative of Staphylococcus aureus, quantitative of Escherichia coli. The result of this research showed that the decreasing quantitative of Staphylococcus aureus and quantitative of Escherichia coli were not significantly (P > 0,05) effected during cold storage. There was significant decreasing (P < 0,05) from total lactic acid bacteria and total plate count during cold storage. The significant effect of the total lactic acid bacteria occurred at 20-day and total plate count were at 30-day.
KUALITAS MIKROBIOLOGIS SALAMI PROBIOTIK YANG
DIFERMENTASI OLEH KOMBINASI KULTUR
Lactobacillus sp 1A5 DAN Lactobacillus fermentum 2B2
SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
MOHAMMAD TITO GRANDISA D14204029
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
KUALITAS MIKROBIOLOGIS SALAMI PROBIOTIK YANG
DIFERMENTASI OLEH KOMBINASI KULTUR
Lactobacillus sp 1A5 DAN Lactobacillus fermentum 2B2
SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
Oleh
MOHAMMAD TITO GRANDISA D14204029
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Pebruari 2009
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Zakiah Wulandari S.TP., M.Si. NIP. 132 243 330 NIP. 132 206 248
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 05 Desember 1985 di Kota Garut. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, pasangan Yayat Ruhiat dan Heni
Hendraeni. Riwayat Pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Yayasan Bakti 45 Garut (1990-1992), Sekolah Dasar Negeri Leuwidaun I Garut (1992-1998), Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Garut (1998-2001) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tarogong Garut (2001-2004). Penulis kemudian masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) pada
tahun 2004 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Himpunan Mahasiswa Garut (Himaga) 2004-2008 serta kepanitiaan kegiatan kampus lainnya. Penulis pernah menjadi asisten praktikum
untuk mata kuliah Ilmu dan Teknik Pengolahan Susu serta Ilmu dan Teknik Pengolahan Daging tahun ajaran 2007/2008.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Alloh SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat serta karuniaNya. Perjuangan yang sangat besar, serta
tekad yang kuat atas karenaNya dan Atas ridho dari Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
Penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu baik secara moril maupun materil sehingga skripsi dengan judul “ Kualitas Mikrobiologis
Salami Probiotik yang Difermentasi oleh Kombinasi Kultur Lactobacillus sp 1A5 dan Lactobacillus fermentum 2B2 Selama Penyimpanan Dingin “ dapat diselesaikan. Semoga Alloh SWT akan membalas dukungan dan bantuan dengan imbalan pahala yang lebih.
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang berasal dari hewan. Daging
adalah sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan nutrisi yang baik menjadikan daging mudah mengalami kerusakan. Teknologi fermentasi dan Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara agar bahan pangan asal hewani tersebut memiliki daya simpan yang lebih baik dan palabilitas yang baik pula. Salah
satu aplikasinya yaitu pada pembuatan sosis fermentasi (salami) dengan mengunakan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat tersebut juga bisa berfungsi sebagai probiotik yang sangat membantu dalam saluran pencernaan. Kualitas mikrobiologis selama penyimpanan dengan suhu dingin sebagai upaya pengawetan produk perlu diperhatikan dengan baik agar aman untuk dikonsumsi.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan tafakur atas ciptaan Allah SWT.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... i
ABSTRACT ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... . 1
Tujuan ... . 2
TINJAUAN PUSTAKA ... . 3
Daging ... . 3
Salami ... . 3
Komposisi Sosis Fermentasi ... . 5
Daging ... .. 5
Lemak ... .. 5
Garam ... .. 5
Gula ... 6
Nitrit ... 6
Bawang putih ... 7
Lada ... 7
Pala ... 7
Selongsong (Casing) ... .. 7
Starter kultur ... .. 8
Pengasapan ... . 9
Bakteri Asam Laktat ... . 10
Lactobacillus fermentum 2B2 ... . 10
Lactobacillus sp 1A5 ... . 11
Probiotik ... . 11
Kualitas Mikrobiologi Daging ... . 13
Bakteri Patogen ... . 14
Escherichia coli ... . 15
Staphylococcus aureus ... . 15
Penyimpanan Dingin ... . 16
vii
METODE ... 20
Lokasi dan Waktu ... . 20
Materi ... . 20
Rancangan Percobaan ... . 21
Prosedur ... . 21
Persiapan Penelitian ... . 21
Penelitian Utama ... . 22
Pengukuran Peubah ... . 25
Uji Mikrobiologis Daging ... . 25
Total Bakteri Asam Laktat ... . 25
Analisis Total Plate Count ... . 26
Analisis Kuantitatif Escherichia coli ... . 26
Analisis Kuantitatif total Staphylococcus aureus .... . 26
Uji Mikrobiologis Adonan dan Salami ... . 27
Total Bakteri Asam Laktat ... . 27
Analisis Total Plate Count ... . 27
Analisis Kuantitatif Escherichia coli ... . 27
Analisis Kuantitatif total Staphylococcus aureus .... . 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
Persiapan Penelitian ... . 29
Kualitas Mikrobiologi Daging dan Adonan ... . 30
Kualitas Mikrobiologi Daging ... . 30
Kualitas Mikrobiologi Adonan Salami ... . 32
Kualitas Mikrobiologi Salami Probiotik... . 34
Viabilitas Total Mikroba ... .. 34
Viabilitas Bakteri Asam Laktat ... .. 36
Viabilitas Staphylococcus aureus ... .. 37
Viabilitas Escherichia coli ... .. 40
KESIMPULAN ... 42
Kesimpulan ... .. 42
Saran.... ... .. 42
UCAPAN TERIMA KASIH ... .. 43
DAFTAR PUSTAKA ... .. 45
LAMPIRAN... ... .. 50
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (CFU/g)
SNI 01-6366-2000 ... 14 2. Suhu Pertumbuhan Minimal Beberapa Mikroorganisme ... 17
3. Log 10 CFU/g Jumlah Rataan ALTB (Angka Lempeng Total
Bakteri), Coliform dan Escherichia coli pada Daging Sapi ... 19 4. Formulasi Adonan Salami Yang Digunakan ... 23
5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim ... 30 6. Rataan Populasi Mikroba pada Daging Segar dan Adonan Salami
(Log CFU/g) ... 30 7. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Kualitas Mikrobiologis Salami
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Diagram Alir Pembiakan Starter Kultur... ... .. 22
2. Alur Proses Perlakuan dari Bahan Baku hingga Pembuatan dan Penyimpanan Salami ... 24
3. Diagram Alir Proses Pembuatan Salami... ... .. 25
4. Pewarnaan Gram Isolat 2B2 dan 1A5 ... .. 29
5. Pertumbuhan Total Bakteri Selama Penyimpanan Dingin ... .. 35
6. Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Selama Penyimpanan Dingin .. 36
7. Pertumbuhan Bakteri S. aureus Selama Penyimpanan Dingin ... .. 38
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Sidik Ragam Populasi Total Bakteri Salami Probiotik
Selama Penyimpanan ... 51 2. Hasil Sidik Ragam Populasi Bakteri Asam Laktat Salami Probiotik
Selama Penyimpanan ... 51 3. Hasil Sidik Ragam Populasi S. aureus Salami Probiotik
Selama Penyimpanan ... 51
4. Hasil Sidik Ragam Populasi E.coli Salami Probiotik
Selama Penyimpanan ... 51 5. Hasil Uji Beda Rataan Populasi Total Bakteri Salami Probiotik
Selama Penyimpanan ... 51 6. Hasil Uji Beda Rataan Populasi Bakteri Asam Laktat Salami
Probiotik Selama Penyimpanan ... 52 7. Bahan Baku, Pembuatan, Penyimpanan dan Penyajian Salami
PENDAHULUAN Latar Belakang
Konsumsi daging sebagai protein hewani sangatlah dibutuhkan bagi suatu negara mencetak generasi penerus bangsa yang cerdas. Daging merupakan salah satu bahan pangan yang berasal dari hewan. Daging adalah sumber protein hewani
yang baik bagi perkembangan tubuh khususnya adalah dalam regenerasi sel tubuh. Selain itu juga, daging memiliki palatabitas dan akseptabilitas yang baik. Kandungan nutrisi yang terdapat dalam daging itu sendiri sangatlah lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia.
Kandungan nutrisi yang lengkap dari daging itu sendiri juga merupakan
media tumbuh yang baik bagi mikroba. Mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan dan kebusukan biasanya bersifat patogen. Kandungan mikroba dalam daging juga tidak semua patogen tetapi ada mikroba (non patogen) yang justru membantu dalam proses pengolahan daging serta proses pencernaan dalam tubuh kita dan dapat dimanfaatkan sebagai probiotik bagi tubuh.
Salami adalah sosis fermentasi dengan diameter yang lebih besar daripada sosis emulsi yaitu sekitar ± 4,5 cm. Pembuatan salami ini memanfaatkan starter bakteri untuk melakukan proses fermentasi yang dapat meningkatkan daya simpan dan flavour khas pada daging. Proses pembuatan sosis dengan cara fermentasi dapat menstimulasi penurunan pH, penurunan aktivitas air, dan menstimulasi pertumbuhan
starter bakteri yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Starter bakteri yang digunakan pada pembuatan salami merupakan grup bakteri asam laktat.
Starter bakteri yang digunakan mempunyai potensi probiotik bagi tubuh
2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas mikrobiologis salami
probiotik dengan menggunakan kombinasi kultur Lactobacillus sp 1A5 dan
TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Daging merupakan otot hewan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan
(Lawrie, 1995). Definisi ini terbatas pada beberapa lusin dari 3000 spesies mamalia,
namun terkadang meluas meliputi organ-organ seperti hati, ginjal, otak dan jaringan
lain yang dapat dimakan (Lawrie, 1995). Daging juga merupakan bahan pangan yang
mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat
mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak. Spesies
yang umum terdapat pada daging segar adalah Pseudomonas, Staphylococcus,
micrococus, Enterococcus,dan Coliform (Buckle et al., 1987)
Daging pada karkas ternak tersusun oleh kira-kira 600 jenis otot yang berbeda
ukuran dan bentuknya, berbeda pula ukuran dan bentuknya, berbeda pula susunan
syaraf dan persediaan darahnya serta melekatnya pada tulang, persendian dan tujuan
serat jenis gerakannya (Buckle et al., 1987). Struktur daging terdiri atas jaringan ikat,
pembuluh darah dan jaringan syaraf. Nutrisi utama daging adalah protein, lemak, abu
dan air. Protein komponen terbesar dari daging. Komposisi kimia daging adalah air
75% (65%-80%), protein 19%, substansi-substansi non protein yang larut 2,3%,
karbohidrat 1,2% dan lemak 20,5% (Lawrie, 1995).
Daging sapi adalah salah satu bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena
dapat mensuplai kebutuhan manusia untuk protein sebesar 50%, vitamin B12 60%,
seng 30%, besi 20% dan niasin 20% (Briggs, 1985). Daging sapi memiliki ciri-ciri
warna merah segar, serat halus dan lemaknya berwarna kuning. Daging sapi
memiliki kandungan kalori 20,7%, protein18,8%, dan lemak 14% (Buege, 2001).
Salami
Sosis berasal dari bahasa latin, dari asal kata “salsus” yang berarti daging
yang digarami. Sosis adalah bahan pangan yang berasal dari daging yang dipotong
kecil-kecil atau dicincang yang digiling dan diberi bumbu kemudian dimasukkan ke
dalam selongsong atau casing (Buckle et al., 1987).
Sosis fermentasi merupakan produk sosis yang berasal dari hasil kerja bakteri
pembentuk asam laktat, baik yang terdapat di dalam daging secara alami, maupun
4 yaitu sosis fermentasi kering dan sosis fermentasi semi kering. Sosis kering dan semi
kering berasal dari daging yang diperam dan dikeringkan udara. Sosis ini biasa
diasap sebelum pengeringan dan dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau
setelah dimasak. Contoh kultur starter pada pembuatan sosis agar kering adalah
Pediococcus acidilactici dan pada sosis kering adalah Lactobacillus atau
Pediociococcus atau campuran Micrococcus dan Lactobacillus (Soeparno, 1998)
Salami adalah sosis fermentasi (dry sausages) yang mempunyai karakteristik
khusus dengan melibatkan bakteri asam laktat, dengan waktu fermentasi selama tiga
bulan biasanya dikemas dengan diameter yang agak besar dan bentuk adonannya
kasar, serta mempunyai flavour tertentu, terutama bawang putih. Beberapa macam
salami yang dipasarkan diantaranya adalah B.C. salami, H.C. salami, cooked salami
dan Cotto salami (Romans et al., 1985).
Salami biasanya dibuat dari daging yang dikominusi dan lemak, dicampur
dengan garam, curing agent, gula dan bumbu, dan dimasukan ke dalam casing
kemudian dengan bantuan mikroorganisme dalam menentukan penampilan dan
citarasanya (Wood, 1985). Salami adalah sosis kering dimana semua bahan baku
baik daging maupun lemak yang diproses dalam keadaan mentah tanpa adanya
pemasakan. Ciri khas dari produk ini adalah adanya proses kombinasi pengasapan
suhu rendah, pengeringan suhu rendah dan proses fermentasi oleh bakteri asam laktat
(Bacus, 1984).
Prinsip dasar pembuatan salami meliputi tahapan pemilihan bahan baku,
penggilingan, pencampuran bahan dengan bumbu dan starter kultur, pengisian dalam
selongsong, pengasapan, pengeringan dan fermentasi. Pemilihan bahan baku
memegang peranan yang sangat penting, daging dengan pH rendah maka WHC
(Water Holding Capacity) akan rendah hal ini sangat cocok untuk digunakan karena
prinsip dasar dari pembuatan salami adalah pengeringan. WHC rendah akan
memiliki kemampuan daya mengikat air yang rendah pula sehingga akan
mempermudah proses pengeringan (Ace, 2005).
Fermentasi akan menurunkan pH sosis kering dan agak kering dari 5,8-6,2
menjadi 4,8-5,3. Fermentasi juga memberi kesempatan pada air sosis untuk
5 menyebabkan denaturasi protein daging. Denaturasi protein daging ini
mengakibatkan tekstur sosis menjadi lebih kompak (Bacus, 1984).
Komposisi Sosis Fermentasi
Daging
Daging sapi, daging veal, daging babi, daging domba cocok digunakan
sebagai bahan baku sosis. Hasil dari penyembelihan berupa daging kepala, trimming
dari skeleton dan daging sisa digunakan sebagai bahan baku. Bagian potongan
daging yang dapat digunakan sebagai bahan baku sosis adalah potongan daging yang
tidak mahal seperti beef short ribs, chuck dan round pork shoulder. Keempukan
bukan masalah dalam memproduksi daging ini (Buege, 2001).
Lemak
Lemak yang digunakan memiliki kandungan asam lemak tak jenuh rendah
karena penggunaan lemak yang tinggi kandungan asam lemak tak jenuh
menyebabkan sosis mudah teroksidasi sehingga warna yang nampak agak keruh
akibat pelelehan lemak pada permukaan dan juga menyebabkan munculnya flavour
yang tidak menarik atau rancidity pada produk akhir sosis fermentasi (Hui et al.,
2001). Lemak memberikan pengaruh yang besar terhadap daya palatabilitas.
Keempukan dan juiceness dari sosis dipengaruhi oleh lemak di dalam sosis tersebut
(Rust, 1987).
Garam
Garam merupakan salah satu bahan yang penting. Garam berfungsi sebagai
flavour pada sosis, sebagai pengawet dan mencegah kerusakan oleh mikroorganisme.
Garam juga berfungsi sebagai pelarut dan mengekstraksi protein otot pada bagian
permukaan daging, mengkoagulasi protein semi-fluid selama pemanasan, berikatan
dengan daging dan membentuk tekstur sosis. Komposisi garam dalam sosis berkisar
1-3% (Buege, 2001).
Menurut Lawrie (1995) penambahan garam bertujuan selain untuk
memberikan citarasa juga untuk memberikan kondisi yang selektif karena bakteri
asam laktat dapat tumbuh dengan baik, sedangkan bakteri patogen dan pembusuk
6 Gula
Penambahan gula terutama sukrosa dan glukosa selain sebagai substrat
fermentasi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat, juga berperan dalam
pembentukan citarasa dan tekstur sosis fermentasi (Lucke, 1997). Gula sebagai
bahan pengawet berfungsi sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat
yang akan memulai proses fermentasi. Gula akan difermentasi menjadi asam laktat
oleh bakteri asam laktat yang akan menghasilkan flavour yang tajam (Muchtadi,
1992).
Gula yang ditambahkan secara tepat dapat mengaktifkan proses fermentasi
dan mempercepat penurunan pH. Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan
gula dengan konsentrasi sebesar 0,4%-0,8% pada sosis fermentasi komersial dapat
memberikan hasil akhir dengan mutu yang baik (Varnam dan Sutherland, 1995).
Nitrit
Nitrit dan nitrat adalah salah satu bahan curing yang berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, meningkatkan warna merah pada daging
curing dan perubahan flavour pada produk. Penggunaan nitrat akan mengalami
konversi terlebih dahulu menjadi nitrit oleh mikroorganisme yang terdapat pada
daging. Sosis dapat dibuat dengan atau tanpa penambahan nitrit. Penambahan nitrit
akan menyebabkan sosis berwarna coklat (lebih tua dari merah) dan meningkatkan
flavour dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Buege, 2001).
Soeparno (2005) Reaksi yang terjadi selama perkembangan warna daging
yang ditambahkan nitrit sampai terbentuk warna yang stabil adalah sebagai berikut:
Organisme pereduksi nitrat
Nitrat Nitrit Kondisi menguntungkan tanpa cahaya dan udara
Nitrit NO + H2O (nitrit oksida) Kondisi menguntungkan
NO + Mb NOMMb
(mioglobin) (nitrit oksida metmioglobin) Kondisi menguntungkan
NOMMb NOMb
7 Bawang Putih
Farrel (1990) menyatakan bahwa bawang putih merupakan bumbu yang
sangat khas dalam pembuatan sosis fermentasi. Bawang putih mengndung
antioksidan yang kuat dan dapat memperpanjang daya tahan sosis. Bawang putih
(Allium sativum) menghasilkan 0,2 % minyak atsiri yang mengandung dialil sulfida,
dialil trisulfida, alil propel disulfide, allin dan alisin. Hitokoro et al. (1990),
menunjukan bahwa konsentrasi bubuk bawang putih 10 % dapat menurunkan laju
pertumbuhan Aspergilus flavus sedangkan ekstrak bawang putih segar pada
konsentrasi 0,5% dapat menghambat Salmonella sp dan E. coli.
Lada
Lucke (1997), menyatakan bahwa lada biasanya digunakan pada semua tipe
sosis fermentasi sebanyak 0,2-0,3%. Farrel (1990) menambahkan bahwa lada (Piper
ningrum) memproduksi beberapa komponen antara lain terpen, hidrat, α-felandren,
dipenten dan β-kariofilin. Lada dapat juga menghambat pertumbuhan Listeria
monocytogenes.
Pala
Pala merupakan salah satu bumbu yang digunakan dalam sosis fermentasi.
Kandungan mangan yang terdapat dalam pala dapat menstimulus pembentukan asam
laktat. Mangan diperlukan untuk bakteri asam laktat untuk aktivitas enzim, termasuk
kunci enzim glikolisis dan fructose-1, 6-diphospate aldolase (Lucke, 1997).
Selongsong (Casing)
Penggunaan casing dalam pembuatan sosis bertujuan untuk membentuk dan
menjaga stabilitas sosis serta melindungi dari kerusakan kimia seperti oksidasi,
mikroba atau kerusakan fisik seperti ketengikan (Judge et al., 1989). Soeparno
(1998), menyatakan bahwa selongsong adalah bahan pengemas sosis yang umumnya
berbentuk silindris. Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama
pengolahan, pembungkus selama penanganan dan pengangkutan serta sebagai media
display selama diperdagangkan. Selongsong atau casing untuk sosis ada dua tipe
yaitu selongsong alami dan selongsong buatan. Selongsong alami berasal dari saluran
8 Kultur Starter
Bakteri asam laktat (BAL) adalah grup mikroorganisme yang digunakan
dalam sosis fermentasi. Bakteri asam laktat ini akan memfermentasi gula menjadi
asam laktat sehingga menghasilkan flavour tajam yang merupakan ciri khas sosis
fermentasi. Kultur starter berbentuk beku atau freeze dried. Fermentasi akan
berlangsung secara baik jika suhu adonan sesuai dengan suhu pertumbuhan bakteri
asam laktat yaitu sekitar 80o F-100o F. Bakteri asam laktat yang biasa digunakan
dalam pembuatan sosis fermentasi adalah Lactobacillus, Pediococcus, Micrococcus
dan Streptococcus (Buege, 2001).
Lactobacillus adalah bakteri yang memiliki ciri-ciri, berbentuk batang yang
panjang, anaerob fakultatif dan katalase negatif. Lactobacillus dapat dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri homo
fermentatif dapat memecah gula menjadi asam laktat dan dapat tumbuh pada suhu
37oC atau lebih, sedangkan bakteri heterofermentatif memecah gula menjadi asam
laktat dan produk sampingan seperti alkohol, asam asetat, dan karbondioksida
(Fardiaz, 1992). Lactobacillus yang digunakan sebagai starter dalam daging adalah
organisme fakultatif heterofermentatif sebagai pengguna glukosa dan
heksosa-phosphatase yang melalui rantai Embden-Moyerhof-Parnas yang menghasilkan asam
laktat (Hui et al., 2001).
Syarat bakteri digunakan menjadi kultur starter menurut Hui et al. (2001), adalah :
1) bukan termasuk bakteri patogen, toksin dan alergenik;
2) mempunyai stabilitas secara fenotip dan genotip;
3) bersaing dalam kondisi yang mengandung garam, nitrit, pH rendah, aktivitas
air dan tumbuh pada suatu suhu;
4) memiliki keuntungan teknologi, contohnya: pembentukan flavour, pengawet,
jaminan kualitas dan lain sebagainya;
5) menahan infeksi patogen dan
9 Pengasapan
Proses pengasapan dalam pembuatan sosis fermentasi berperan untuk
meningkatkan flavour, penampakan permukaan produk yang menarik, pembentukan
warna dan pengawetan (Soeparno, 1998). Senyawa kimia yang terdapat dalam asap
antara lain asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan siringat, dimetoksifenol,
metil glioksal, furfural, methanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton dan
3,4-benzpiren (Lawrie, 1985).
Proses pengasapan menghasilkan senyawa karbonil dari proses pirolysis
selulosa dan hemiselulosa, pembentukan warna terjadi ketika karbonil diserap
permukaan produk. Pirolisis pada lignin akan membentuk fenolik I, yang berfungsi
menimbulkan aroma. Guaiacol merupakan unsur fenolik yang menimbulkan rasa
asap sedangkan syringol merupakan unsur fenolik yang menimbulkan bau asap pada
produk (Ellis, 2001).
Kayu keras umumnya mengandung 40-60% selulosa, 20-30% hemiselulosa
dan 20-30% lignin. Disamping menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan
memperbaiki flavour, asap juga menghambat oksidasi lemak (Judge et al., 1989).
Dekomposisi selulosa yang terjadi pada suhu 260-360oC akan menghasilkan asam
organik dan senyawa karbonil seperti asam asetat, butirat dan propionat.
Dekomposisi hemiselulosa yang terjadi pada suhu 200-260oC akan menghasilkan
asam karboksilat dan senyawa karbonil yang berperan dalam pembentukan warna.
Dekomposisi lignin terjadi pada suhu 310-500oC akan menghasilkan senyawa fenol
yang berperan dalam pembentukan flavour. Senyawa fenolik cenderung beraksi
dengan grup sulfidril pada permukaan daging menghasilkan flavour asap. Senyawa
fenol berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan (Hui et al., 2001).
Senyawa yang terkandung dalam asap sangat menentukan flavor daging asap.
Flavor produk daging asap tergantung pada reaksi antar komponen asap dan protein
daging, misalnya fenol dan polifenol dengan grup –SH dan karbonil dengan grup
amino (Soeparno, 1998). Senyawa asam organik dari asap memberikan warna pada
makanan yang diserap. Fenoldehid dan fenol akan membentuk suatu lapisan damar
pada bagian permukaan makanan yang diserap, sehingga tampak mengkilap. Selain
itu, fenol adalah penyebab utama aroma yang khas pada makanan yang diasap
10 Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat yang paling banyak ditemukan dalam daging fermentasi
adalah strain lactobacilli, leuconostoc, pediococcus, dan sterptococci.
Mikroorganisme ini merupakan bakteri yang bisa terdapat dimana saja dan sangat
kompetitif. Mikroorganisme ini membutuhkan banyak nutrisi untuk tumbuh, daging
dapat menyediakan kebutuhan tersebut. Mikroorganisme ini mengubah beberapa
gula menjadi asam laktat dan hasil metabolisme lainnya. Mikroorganisme ini bisa
tumbuh dengan atau tanpa udara, tetapi sangat cepat menghasilkan asam tanpa
kehadiran udara. Bakteri asam laktat juga sangat tahan terhadap garam dan tumbuh
dengan baik pada formulasi sosis (Food Safety and Inspection Service, 2005).
Bakteri asam laktat pada bahan yang mengandung gula dapat mengubah gula
menjadi asam laktat yang menyebabkan penurunan pH dan menciptakan suasana
yang menghambat pertumbuhan mikroba lain. Bakteri asam laktat sering digunakan
dalam proses pengolahan makanan seperti: keju, mentega dan yoghurt. Flavour dari
produk tersebut biasanya dapat ditingkatkan oleh bakteri asam laktat (Ishak et al.,
1986).
Berdasarkan metabolismenya bakteri ini dapat digolongkan dalam dua
kelompok, yakni homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat yang
bersifat homofermentatif misalnya: Lactobacillus sp dan Bacillus dextrolacticus.
Jenis Lactobacillus antara lain Lactobacillus plantarum, Lactobacillus bulgaricus
dan Pediococcus cerevisae, Streptococcus paecalis. Bakteri asam laktat yang bersifat
heterofermentatif yaitu Leuconostoc mesentroides dan Lactobacillus brevis (Ishak et
al., 1986).
Bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram positif, tidak berspora,
berbentuk batang/basil maupun kokus, tidak memiliki sitokrom, bersifat anaerobik
tetapi toleran terhadap O2, mampu menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir
fermentasi karbohidrat (Salminen, 1998).
Lactobacillus fermentum 2B2
Isolat bakteri Lactobacillus fermentum 2B2 merupakan bakteri asam laktat
yang diisolasi dari daging sapi. Karakteristik bakteri ini tergolong dalam Gram
positif yang mempunyai bentuk batang dengan susunan tunggal atau rantai. Substrat
11
E. coli dengan rataan diameter zona hambat 7,37 mm, daya hambat terhadap S.
aureus dengan rataan diameter zona hambat sebesar 8,64 mm dan terhadap
Salmonella typhimurium dengan rataan diameter zona hambat 10,61 mm (Widiasih,
2008).
Lactobacillus sp 1A5
Isolat bakteri Lactobacillus sp 1A5 merupakan bakteri asam laktat yang
diisolasi dari daging sapi. Bakteri ini tergolong dalam Gram positif yang mempunyai
bentuk batang dengan susunan tunggal atau rantai dan memiliki uji katalase negatif.
Substrat antimikroba isolat Lactobacillus fermentum 2B2 ini memiliki daya hambat
terhadap E coli dengan rataan diameter zona hambat 7,87 mm, daya hambat
terhadap S aureus dengan rataan diameter zona hambat sebesar 8,99 mm dan
terhadap Salmonella typhimurium dengan rataan diameter zona hambat 11,76 mm
(Permanasari, 2008).
Probiotik
Probiotik secara umum didefinisikan sebagai mikroba hidup yang ada pada
pakan suplemen yang memiliki efek menguntungkan pada tubuh hewan dengan cara
meningkatkan keseimbangan mikroba yang terdapat pada saluran pencernaan.
Meskipun sering diaplikasikan terhadap pakan suplemen dari pakan ternak, definisi
probiotik tersebut juga bisa diaplikasikan pada manusia. Konsumsi terbanyak
probiotik pada makanan manusia biasanya dalam bentuk makanan yang berbahan
baku susu, makanan tersebut mengandung spesis bakteri yang biasa terdapat pada
saluran pencernaan seperti spesies lactobacilli dan bifidobacterium (Tannock 1999).
Probitik juga didefinisikan sebagai senyawa yang dihasilkan mikroba untuk
menstimulir pertumbuhan mikroba lainnya, sehingga merupakan lawan kata dari
antibiotik yaitu senyawa yang digunakan untuk membunuh mikroba. Probiotik
kemudian didefinisikan sebagai organisme atau senyawa yang memiliki kontribusi
terhadap keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan (Farida, 2006).
Definisi lebih lanjut menurut Fuller (1989), mengatakan bahwa probiotik
sebagai bahan pangan yang mengandung mikroorganisme dalam keadaan hidup yang
mempunyai pengaruh menguntungkan bagi inangnya dengan meningkatkan
12 dengan mempertimbangkan mekanisme probiotik selain yang diperantarai mikroflora
usus. Probiotik adalah bahan pangan berupa mikroorganisme hidup yang mempunyai
pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan manusia.
Dewasa ini dengan adanya perkembangan data hasil penelitian ilmiah dan
aplikasi tentang pengaruh probiotik, diusulkan suatu definisi baru yaitu sediaan sel
mikroba atau komponen sel dari mikroba yang berpengaruh menguntungkan
terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et al. 1999). Definisi tersebut
memiliki implikasi bahwa probiotik tidak selalu harus berupa sel hidup karena telah
terbukti bahwa probiotik dalam bentuk sel yang tidak hidup juga menunjukan
pengaruh positif terhadap kesehatan inang (Ouwehand dan Salminen, 1998). Definisi
tersebut juga tidak membatasi penggunaan probiotik sebagai bahan pangan, aplikasi
dalam bentuk lain juga telah dilaporkan mempunyai pengaruh menguntungkan bagi
kesehatan, dan tidak hanya sel mikroba utuh tetapi bagian dari sel juga telah terbukti
mempengaruhi kesehatan.
Sejumlah peneliti juga mengungkapkan beberapa pengaruh positif bagi
kesehatan dari probiotik yaitu sebagai berikut :
1) meningkatkan ketahanan terhadap penyakit infeksi terutama infeksi usus dan
diare;
2) menurunkan tekanan darah/ antihipertensi;
3) menurunkan konsentrasi kolesterol serum darah;
4) mengurangi reaksi lactose intolerance;
5) mempengaruhi respon imun;
6) menurunkan resiko terjadinya tumor dan kanker kolon, dan
7) bersifat antimutagenik serta bersifat antikarsinogenik (Tannock 1999).
Menurut Shortt (1999), ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan
untuk mendapatkan produk probiotik dengan pengaruh positif optimal bagi inangnya,
diantaranya adalah :
1) spesies bakteri probiotik sebaiknya merupakan flora normal usus dengan
demikian bakteri lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan usus;
2) tidak bersifat patogen ;
3) toleran terhadap asam dan garam empedu;
13 5) memiliki kemampuan untuk bertahan selam proses pengolahan dan selama
waktu penyimpanan;
6) memiliki sifat antagonistik terhadap mikroba patogen enterik;
7) terbukti memiliki pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan;
8) produk probiotik diharapkan memiliki jumlah sel hidup yang besar (107-109
CFU/g) dan
9) total konsumsi produk probiotik sekitar 300-400 gram per minggu. Dua
alasan terakhir diperlukan untuk memperkirakan bahwa tersedia cukup
bakteri probiotik dalam tubuh untuk memberi pengaruh positif.
Kualitas Mikrobiologi Daging
Kualitas daging dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya adalah kualitas
fisik, kimia dan mikrobiologi. Kualitas mikrobiologi daging dilihat melalui jumlah
mikroba yang ada pada daging, kualitas mikrobiologi daging cenderung
memperhatikan jumlah mikroorganisme patogen yang ada pada daging. Hal ini
berhubungan dengan aspek keamanan daging saat dikonsumsi oleh manusia. Daging
mengandung nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk
berkembangbiak. Mikroorganisme pada daging dapat berasal dari hewan tersebut
sebelum disembelih dan dari kontaminasi lingkungan setelah hewan tersebut
disembelih. Jumlah bakteri pencemar pada daging berkisar antara 102 sampai
104/cm2, tergantung pada faktor-faktor penanganan daging setelah hewan disembelih.
Jika daging dibiarkan pada kondisi suhu yang sesuai untuk pertumbuhan
mikroorganisme, maka jumlah mikroorganisme daging akan bertambah hingga
mencapai 107 sampai 108/cm2, pada keadaan tersebut daging akan terlihat berlendir,
berbau busuk dan rusak atau tidak cocok untuk dijual (Buckle et al., 1987). Batas
14 Tabel 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (CFU/g)
SNI 01-6366-2000
No Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum Cemaran Mikroba
Daging Segar/beku
Daging Tanpa Tulang
1
Angka Lempeng Total Bakteri
(ALTB) 1 x 10
4 1 x 104
2 Escherichia coli* 5 x 10
1
1 x 101
3 Staphylococcus aureus 1 x 10
1
1 x 102
4 Clostridium sp. 0 0
5 Salmonella sp.** negatif negatif
6 Coliform 1 x 10
2 1 x 102
7 Enterococci 1 x 10
2
1 x 102
8 Campylobacter sp 0 0
9 Listeria sp. 0 0
Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram (**) dalam satuan kualitatif
Bakteri Patogen
Penyakit akibat pangan (Food-borne disease) adalah masalah yang paling
serius dalam dunia kesehatan. Bakteri patogen merupakan bakteri yang bertanggung
jawab terhadap permasalahan ini. Makanan yang diproduksi dari hewan (sapi, babi,
ayam dan kalkun) merupakan sumber utama dari bakteri patogen. Penyakit yang
disebabkan bakteri, mikroorganisme perusak makanan juga akan memicu kerugian
secara ekonomi (Wolffs dan Radstrom, 2006). Beberapa tipe keracunan pangan
akibat bakteri diantaranya infeksi, keracunan akibat eksotoksin dan keracunan akibat
toxin. Infeksi disebabkan karena memakan makanan yang mengandung sejumlah
besar bakteri hidup, contohnya keracunan oleh Salmonella. Keracunan akibat
eksotoksin dikarenakan oleh toksin yang dilepaskan oleh bakteri ke makanan selama
bakteri tersebut tumbuh dan memperbanyak diri dalam makanan, contohnya
keracunan Staphylococcus aureus. Keracunan akibat toksin disebabkan oleh bakteri
15 pencernaan, contohnya keracunan akibat Clostridium perfringens (Gaman dan
Sherrington, 1992).
Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, tidak mempunyai kapsul,
umumnya mempunyai fimbriae, bersifat motil atau nonmotil dengan flagella
peritrikat, berukuran lebar 1 – 1,5 μm dan panjang 2 - 6 μm, bersifat fakultatif
anaerob, tunggal atau berpasangan, mempunyai suhu optimum pertumbuhan 37oC,
tetapi dapat tumbuh pada rentang suhu 15 - 45oC. Nilai aw optimum adalah 0,96.
bakteri ini sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu
pasteurisasi atau selama pemasakan makanan (Willshaw et al., 2000; Supardi
Sukamto, 1999).
Escherichia coli merupakan bakteri flora normal di dalam saluran pencernaan
hewan dan manusia, sehingga mudah mencemari air. Kontaminasi bakteri ini pada
makanan biasanya berasal dari kontaminasi air yang digunakan. Dosis yang dapat
menimbulkan gejala infeksi Escherichia coli pada makanan berkisar antara 108 – 109
sel. Bahan makanan yang sering terkontaminasi oleh Escherichia coli antara lain
daging sapi, daging ayam, daging babi, ikan dan makanan hasil laut lainnya, telur
dan produk olahannya, sayuran, buah-buahan, sari buah, serta susu (Supardi dan
Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus termasuk famili Micrococcaceae, merupakan bakteri
gram positif, berbentuk kokus yang terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan
tetrad, atau berkelompok seperti buah anggur. Kebanyakan galur Staphylococcus
aureus bersifat patogen dan memproduksi enterotoksin yang tahan akan panas.
Beberapa galur, terutama yang bersifat patogen, memproduksi koagulase, bersifat
proteolitik, lipolitik dan β-hemolitik. Bakteri ini sering terdapat pada pori-pori dan
permukaan kulit, kelenjar keringat, dan saluran usus, serta dapat menyebabkan
intoksikasi dan infeksi bisul, pneumonia, mastitis pada hewan (Fardiaz, 1983).
Suhu optimum pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35 – 37oC, suhu
minimum 6,7oC dan suhu maksimum 45,5oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 –
16 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komponen yang baik untuk
pertumbuhannya (Supardi dan Sukamto, 1999).
Penyimpanan Dingin
Bahan pangan segar atau makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi
memerlukan tahap penyimpanan atau transpor. Faktor- faktor yang mempengaruhi
penyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan gas, merupakan
faktor lingkungan (ekstrinsik) yang mempengaruhi populasi jasad renik yang
terdapat pada makanan. Daging yang disimpan dengan cara pendinginan di dalam
wadah biasa (tanpa vakum), maka jasad renik yang akan tumbuh dominan selama
penyimpanan adalah bakteri gram negatif yang bersifat psikotrofik dan aerobik,
sedangkan jika disimpan pada suhu yang sama dengan cara pengepakan vakum, yang
menjadi dominan selama penyimpanan adalah bakteri Gram positif yang bersifat
gram positif yang bersifat anaerobik atau anaerobik fakultatif (Fardiaz, 1989).
Pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan dapat dicegah dengan cara
penurunan suhu. Terdapat dua cara macam pengawetan dengan suhu rendah.
1. Chilling. Pangan ditempatkan pada suhu di atas titik beku air ( diatas 0oC).
Suhu di dalam alat pendingin rumah tangga adalah dalam kisaran 0 - 5oC.
Pertumbuhan hampir semua mikroorganisme diperlambat dan beberapa
diantaranya dapat mengalami kematian. Namun beberapa mikroorganisme
tetap tumbuh lambat pada suhu tersebut dan spora bakteri tetap bertahan
hidup; dan
2. Deep-Freezing (pembekuan pada suhu sangat rendah). Pangan disimpan pada
suhu -18oC atau lebih rendah lagi. Proses pembekuan memiliki pengaruh
mematikan dan bakteri terus mengalami kematian selama penyimpanan
( Gaman dan Sherrington, 1992).
Suhu rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat
perkembangbiakannya. Pertumbuhan mikroorganisme semakin berkurang seiring
dengan semakin rendahnya suhu, dan akhirnya di bawah “suhu pertumbuhan
minimum” perkembangbiakannya akan berhenti. Perubahan membran sel terjadi
pada suhu minimum sehingga tidak terjadi transpor zat hara. Pembekuan sedikit
banyak membuat kerusakan mikroorganisme. Kerusakan ini dapat bersifat reversibel
17 kecepatan proses pembekuan. Pembekuan cepat dengan suhu sangat rendah tidak
atau hanya sedikit membuat kerusakan sel bakteri, sedangkan pembekuan lambat
dengan suhu pembekuan relatif tinggi (s/d –10 °C) dapat membuat kerusakan hebat
pada sel bakteri. Hal ini didukung pada kenyataan bahwa laju kematian bakteri
meningkat dengan semakin meningkatnya suhu mendekati titik nol (Yudhabuntara,
[image:39.612.123.512.223.534.2]2003).
Tabel 2. Suhu Pertumbuhan Minimal Beberapa Mikroorganisme
Genus atau spesies Suhu Pertumbuhan Minimum (°C) Patogen atau potensial
patogen
Bacillus cereus 10
Staphylococcus aureus 5 – 13
S. aureus pembentuk enterotoxin 10 - 19
Vibrio parahaemolyticus 5 - 8
E.coli enteropatogenik 8 – 10
Clostridium botulinum tipe A 10
Pseudomonas aeruginosa 9
Salmonella sp 6
Clostridium perfringens 5
Clostridium botulinum tipe E dan
beberapa strain tipe B dan F 3,5 – 5
Fusarium, Penicillium -18 Mikroorganisme index
atau indikator
E. coli 8 – 10
Klebsiella sp, Enterobacter sp 0
Streptococcus faecalis 0 Mikroorganisme
penyebab busuk
Bacillus subtilis 12
Streptococcus faecium 0 – 3
Lactobacillus sp 1
Pseudomonas fluorescens -3
Ragi -12
Sumber : Sinell, (1992)
Kontaminasi Silang
Mikroorganisme yang merusak daging dapat berasal dari infeksi dan ternak
hidup dan kontaminasi daging postmortem. Kontaminasi dapat terjadi sejak saat
penyembelihan ternak hingga daging dikonsumsi. Di abatoir, sumber kontaminasi
atau infeksi dapat berasal dari tanah dan sekitarnya, kulit (kotoran pada kulit), isi
saluran pencernaan, air, alat-alat yang digunakan selama persiapan karkas (pisau,
gergaji ,katrol pengait dan alat tempat jeroan), kotoran, udara dan pekerja (Soeparno,
18
Shigella, Escherichia coli, Bacillus proteus, Staphylococcus albus dan
Staphylococcus aureus, Clostridium walchii, Bacillus cereus dan Streptococcus dari
feces (Lawrie, 1995).
Kontaminasi selanjutnya dapat terjadi melalui permukaan daging selama
operasi persiapan daging yaitu proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan,
penyegaran daging beku, pemotongan karkas atau daging, pembuatan daging proses,
preservasi, pengepakan, penyimpanan dan distribusi. Besarnya kontaminasi mikrobia
pada daging akan menentukan kualitas dan masa simpan daging dan daging proses
(Soeparno, 1998). Beberapa bakteri yang mengkontaminasi daging segar biasanya
bakteri golongan mesofilik dan psikrofilik, bakteri tersebut banyak terdapat pada
permukaan daging. Daging atau karkas yang disimpan pada chilling room merupakan
lingkungan yang baik bagi pertumbuhan bakteri psikrofil seperti Pseudomonas,
Moraxella dan Acinetobacter. Pengolahan daging lebih lanjut akan meningkatkan
kontaminasi lebih lanjut pada daging atau karkas jika tidak ditangani secara higienis
( Niven, 1986).
Kandungan bakteri yang tinggi pada daging dapat berasal dari kontaminasi
pada saat pemotongan dan perkembangbiakan bakteri saat pemasaran. Peningkatan
kontaminasi daging selama pemasaran bersumber pada kurangnya sanitasi dan
higiene sarana yang digunakan (meja, pisau), penjual, pembeli, dan kondisi
lingkungan di pasar. Pada umumnya meja tempat untuk meletakan daging, kurang
dapat perhatian yang khusus serta sangat jarang atau tidak didesinfeksi setiap selesai
digunakan. Selain itu, pembeli juga dapat memperburuk keadaan dengan
kebiasaannya setiap saat memegang untuk memilih daging yang akan dibelinya.
Keadaan lingkungan, khususnya suhu dan kelembaban disertai cara penempatan
daging secara terbuka yang memungkinkan serangga, khususnya lalat untuk
mengadakan kontak langsung dengan daging merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan tingginya jumlah bakteri kontaminan pada daging. Kehadiran
bakteri-bakteri asal feces pada daging seperti Coliform dan Escherichia coli berarti telah
terjadi kontaminasi feces pada saat pemotongan atau pemotongan hewan kurang
memperhatikan higienis, diantaranya adalah pencucian hewan sebelum dipotong
19 data jumlah bakteri yang yang mengkontaminasi daging yang berada di beberapa
[image:41.612.115.512.158.419.2]pasar daerah bogor.
Tabel 3. Log 10 CFU/g Jumlah Rataan ALTB (Angka Lempeng Total Bakteri), Coliform dan Escherichia coli pada Daging Sapi.
Lokasi Bagian
Potongan
ALTB Coliform E. coli
--- (Log 10 CFU/g) ---
Pasar Bogor
Lulur 10,179±1,132 7,626±0,611 2,062±1,791
Paha 10,949±1,191 7,831±0,277 2,152±1,873
Jerohan 11,149±1,443 7,916±0,466 3,306±0,327
Pasar Ramayana
Lulur 10,759±0,097 7,688±0,199 2,193±1,928
Paha 11,001±0,424 8,118±0,496 2,418±2,155
Jerohan 10,524±1,624 7,823±0,625 3,454±0,201
Pasar Anyar Kembang
Lulur 10,688±0,590 8,065±0,203 3,332±0,286
Paha 10,901±0,208 8,108±0,310 2,481±2,155
Jerohan 11,555±0,875 8,602±0,290 1,111±0,359
Pasar Gunung Batu
Lulur 11,010±0,145 7,838±0,229 2,247±1,946
Paha 11,408±0,851 7,645±0,219 1,999±1,732
Jerohan 11,969±0,321 8,483±0,679 3,613±0,063
Swalayan
Lulur 7,960±0,606 7,749±0,130 3,345±0,227
Paha 8,659±0,559 7,522±0,421 1,975±1,720
Jerohan 9,007±0,518 7,794±0,234 3,467±0,186
Rataan 10,513±1,297 7,921±0,445 2,810±1,359
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas
Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar
Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan
mulai bulan Juni sampai Agustus 2008.
Materi
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan salami probiotik adalah
daging sapi dan lemak sapi. Bahan lain yang digunakan adalah garam NPS (Nitrit
Polkent Salt), gula pasir, lada putih, pala, bawang putih, susu skim bubuk dan
selongsong sosis fibrosa berdiameter 60 mm. Kultur starter bakteri asam laktat yang
telah melalui tahap seleksi sebagai kandidat probiotik. Bahan yang digunakan untuk
pengasapan adalah serbuk gergaji dan tempurung kelapa. Media yang digunakan
untuk penyegaran kultur starter yaitu de Man Ragosa Sharp Broth (MRS-B) lalu
untuk pembuatan kultur induk bahan yang digunakan adalah larutan susu bubuk skim
10%. Media yang digunakan untuk pembuatan kultur kerja dan analisa mikrobiologi
adalah de Man Ragosa Sharp Agar (MRS-A), Buffer Pepton Water (BPW), Eosyn
Methylen Blue Agar (EMBA), Plate Count Agar (PCA), Vogel Johnson Agar (VJA)
dan Kalium tellurit.
Peralatan yang digunakan untuk membuat kultur kerja adalah tabung reaksi,
cawan Petri, jarum ose, inkubator. Alat yang digunakan untuk membuat salami
adalah hand stuffer, cutter, alat pengasap, kompor, baskom, timbangan, panci, dan
pisau. Alat untuk analisa mikrobiologi adalah mikroskop, alumunium foil, waterbath,
autoclave, blender, hockey stick, termometer, rak tabung reaksi, pipet dan alat gelas
21
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap (RAL) dengan perlakuan salami probiotik dengan kombinasi kultur
Lactobacillus sp 1A5 dan Lactobacillus fermentum 2B2 dan lama penyimpanan hari
ke-0, ke-10, ke-20 dan ke-30 menggunakan 3 kali ulangan.
Model matematis yang digunakan berdasarkan Steel and Torrie (1997) :
Yij = µ + Pi + εij
Keterangan :
Yij : Variabel respon akibat pengaruh lama penyimpanan ke-i pada
ulangan ke-j
µ : Nilai tengah umum
Pi : Pengaruh lama penyimpanan ke-i terhadap kualitas mikrobiologis
salami probiotik ( i = 0, 10, 20 dan 30 hari)
εij : Pengaruh galat percobaan pada unit percobaan ke-i dalam kombinasi perlakuan ke-j
Prosedur
Persiapan penelitian ini dimulai dengan pembiakan kultur asam laktat yang
mempunyai potensi probiotik Lactobacillus sp 1A5 dan Lactobacillus fermentum
2B2 dan pembuatan salami probiotik dan menganalisis kualitas mikrobiologis selama
penyimpanan pada hari ke-0 sebelum disimpan, kemudian dianalisis pada hari ke-10,
ke-20, dan ke-30.
Persiapan Penelitian
Pembiakan Kultur. Kultur starter murni diisolasi dari daging sapi. Kultur murni
dilakukan penyegaran pada media de Man Ragosa Sharp Broth (MRS-B). Sebanyak
2% kultur diinokulasikan ke dalam larutan skim steril 10%. Kultur kemudian
diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam yang hasilnya disebut kultur induk. Kultur
induk sebanyak 2% diinokulasikan dan diinkubasikan kembali yang hasilnya disebut
kultur antara. Kultur antara sebanyak 2% diinokulasikan dan diinkubasikan kembali
yang hasilnya disebut kultur kerja. Kultur kerja ditumbuhkan pada media de Man
22 Kultur yang memenuhi syarat untuk siap dijadikan kandidat starter kultur untuk sosis
fermentasi adalah dengan populasi ≥ 109 CFU/ml. Tahap pembiakan kultur dapat
dilihat pada Gambar 1.
[image:44.612.85.535.95.499.2]
Gambar 1. Pembiakan Starter Kultur (Arief, 2000)
Penelitian Utama
Pembuatan Salami Probiotik. Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai starter
kultur pada pembuatan salami probiotik ditentukan berdasarkan seleksi bakteri asam
laktat yang mempunyai potensi sebagai probiotik. Starter kultur yang dipakai adalah
kombinasi bakteri asam laktat 1A5 dan 2B2 sebanyak 2% dengan perbandingan
jumlah kultur yang diinokulasikan sebesar 1:1. Setelah diinokulasikan kemudian
proses conditioning selama 1 hari dilanjutkan dengan pematangan pada suhu ruang
dan pengasapan dingin selama 3 hari. Kemudian salami tersebut diteliti kualitas
mikrobiologisnya selama penyimpanan.
Penyegaran pada media de Man Ragosa Broth (MRS-B)
2% diinokulasikan ke dalam larutan skim steril 10%
Diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam (hasilnya disebut kultur induk)
Kultur antara
Kultur kerja
Ditumbuhkan pada media MRS-agar 2 % dari kultur
2 % dari kultur Kultur starter murni yang diisolasi dari daging sapi
Dihitung populasinya
Populasi ≥ 10 9 CFU/ml Populasi < 10 9 CFU/ml
23 Proses pembuatan salami dilakukan dengan 3 ulangan dan diamati pada 4
titik penyimpanan data diambil secara duplo, sehingga terdapat 24 data untuk
masing-masing peubah yang diukur. Sebelum dilakukan pembuatan salami, daging
dianalisis kualitas mikrobiologisnya.
Proses pembuatan salami yang dilakukan adalah sebagai berikut ,daging
digiling lalu dibekukan dengan metode pembekuan lambat di dalam freezer berikut
lemak. Daging dan lemak yang dibekukan kemudian dicampurkan dan digiling ke
dalam bowl cutter dengan penambahan berturut-turut bumbu, gula pasir 2%, starter
kultur dan garam NPS (Nitrit Polken Salt) sebanyak 2% dari total adonan. Starter
kultur yang ditambahkan harus mempunyai jumlah populasi minimal 108 CFU/g
(Arief, 2000), dan penambahannya sebanyak 2% (b/v). Temperatur proses ini harus
dijaga dan tidak melebihi 20C. Adonan dengan kehalusan sebesar menir (butiran
beras) kemudian dimasukan kedalam selongsong (casing) yang mempunyai diameter
[image:45.612.128.508.381.582.2]5 cm. Formulasi pembuatan Salami Probiotik dapat dilihat di Tabel 4.
Tabel 4. Formulasi Adonan Salami yang Digunakan
Bahan Jumlah yang Digunakan (g) Persen
Bahan Utama
Daging Sapi 720 80
Lemak Sapi 180 20
Bahan Tambahan ...………... ( % dari jumlah total daging + lemak sapi )
Gula pasir 11,25 1,25
Starter Kultur 18 2
NPS 18 2
Bawang Putih 11,25 1,25
Ketumbar 4,5 0,5
Lada Halus 4,5 0,5
Jahe Halus 4,5 0,5
Pala Halus 2,25 0,25
Sumber : Arief, (2000)
Proses conditioning dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam, yang
dilanjutkan dengan pengasapan dingin selama 3 hari, pada suhu 25-28oC selama 3
jam per harinya, kemudian setelah pengasapan dilakukan proses fermentasi dan
pematangan sosis dalam ruang fermentasi pada suhu kamar. Setelah 3 hari proses
fermentasi berlangsung maka diperoleh sosis fermentasi. Setelah sosis fermentasi
24 kualitas mikrobiologis selama penyimpanan 0, 10, 20, dan 30 hari. Alur proses
perlakuan dari bahan baku hingga pembuatan dan penyimpanan salami dapat dilihat
[image:46.612.88.481.137.680.2]pada Gambar 2. Proses pembuatan salami probiotik dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Alur Proses Perlakuan dari Bahan Baku hingga Pembuatan dan Penyimpanan Salami
Daging dari pasar
Cooler box
Dipotong dadu
Digiling dengan mincer
Dibekukan Analisis kualitas
mikrobiologis daging
Dibuat salami
Conditioning 1 hari,
proses fermentasi dan pengasapan 3 hari
Disimpan pada suhu 10oC ± 2oC
Lemak dari pasar
Cooler box
Dipotong dadu
Digiling dengan mincer
Analisis kualitas mikrobiologis adonan
Analisis kualitas mikrobiologis
salami selama penyimpanan
25 Gambar 3. Pembuatan Salami (Arief, 2000)
Pengukuran Peubah
Uji Kualitas Mikrobiologis Daging. Sebelum dilakukan analisis mikrobiologi,
sampel daging segar dipersiapkan terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut:
sebanyak 5 gram sampel daging dimasukan ke dalam plastik steril lalu ditambahkan
45 ml larutan pengencer steril, kemudian dikocok direm