• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

AGI NURAHMADANA NIM. 109018300092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

Jurusan PGMI, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, Hasil Belajar Matematika

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe (student team achievement) STAD terhadap hasil belajar matematika siswa SD. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

quasieksperimen dengan rancangan penelitian randomizedcontrol group desaign. Penelitian ini dilakukan di SDN Suradita Tangerang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini tes yang mengukur hasil belajar matematika siswa pada materi luas bangun trapesium dan layang-layang. Tes yang diberikan terdiri dari 10 soal bentuk uraian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebesar 77,33, sedangkan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional sebesar 51,66. Berdasarkan uji-t diperoleh thitung = 4,04 dan ttabel sebesar 2,00 dengan taraf signifikan (α) = 5% dan derajat

kebebasan (db) = 58. Karena thitung > ttabel, maka rata-rata hasil belajar matematika

siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe (student team achievement) STAD, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif tipe (student team achievement) STAD berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa SD.

Agi Nurahmadana

(7)

ii

primary Thesis Department , Faculty of Tarbiyah and Teaching ( FITK ) , SyarifHidayatullah State Islamic University Jakarta , 2014

Keywords : Type STAD Cooperative Learning , Math Learning Outcomes

This study aims to determine the effect of cooperative learning model (student team achievement) STAD on learning outcomes of students from elementary mathematics . The method used in this study is quasi-experimental method with a randomized control group study desaign. This research was conducted in SDN Suradita Tangerang . Sampling was conducted using cluster random sampling technique . The research instrument used in this study tests that measure students' mathematics learning outcomes in a broad wake materials trapezoid and a kite . Given test consists of 10 questions in narrative form .

The results showed that the average mathematics learning outcomes of students who are taught using STAD cooperative learning is at 77.33 , while the mathematics learning outcomes of students taught by conventional teaching of 51.66 . Based on the t-test obtained t = 4.04 and 2.00 ttable with significance level

( α ) = 5 % and degree of freedom ( db ) = 58 . Due t count > t table , the average

mathematics learning outcomes of students taught by using cooperative learning ( student team achievement) STAD , higher than the average of students' mathematics learning outcomes using conventional learning . It can be concluded that the use of cooperative learning ( student team achievement) STAD effect on elementary school students' mathematics learning outcomes .

Agi Nurahmadana

(8)

iii

Tiada kata yang paling indah selain memanjat memuji kepada yang suci memuja kepada yang kuasa dan bersyukur kepada yang gofur berkat inayah taufiq dan pertolongannya penulis bisa menyelasaika skripsi ini dengan baik.

Rasa hormat, takdim dan kerinduan kepada rosulullah nabi Muhammad

SAW yang memberikan pencerahan kepada seluruh umat manusia, semoga solawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada beliua, keluarga, sahabat, para pewarisnya, dan kepada kita selaku akhir ummat jaman semoga menjadi umat yang selalu mengikuti akan ajarannya,Amiiin

Sebuah karya ilmiah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka dapat diselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i. MA.Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Fauzan M.A., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu mengingatkan untuk terus menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Dra. Afidah Mas’ud. Sebagai pembimbing dalam penyusunan skripsi

(9)

iv

5. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Agus Saepul Bahri dan ibunda Sumesti yang tak henti-hentinya mendo’akan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Adikku tersayang Ainun Qiftiyan, Agung Tri Apriana, dan Alwi

Almunawar yang selalu mendo’akan, memberikan motivasi dan

mendorong penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak Kepala Sekolah SDN Suradita yang telah memberikan izin kepada

penulis untuk melakukan penelitian.

8. Seluruh dewan guru SDN Suradita yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam melaksanakan penelitian ini.

9. Sahabat-sahabat team Power Ranger (Mailina Hidayati, Sifa Kumala, Herey Purwanto dan Deni Irawan) yang tidak henti-hentinya memberikan bantuan, motivasi, dan kehangatan serta kebersamaan kita dalam ikatan persahabatan yang seperti dalam satu keluarga.

10.Sahabat-sahabat seperjuangan Fatih Maulawi, Imam Hanafi, Akbar Gunawan Aska, Ahmad Maulana, Agus Nurohman. yang selalu membantu dan memberikan suport kepada saya.

Semua pihak yang ikut terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah Subhanahu wata’ala membalas segala kebaikan saudara semuanya dengan yang lebih baik. Semoga Allah Subhanahu wata’ala dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang

(10)

v

Alhamdulillahi Rabbil’Aalamiin.

Jakarta, April 2014 Peneliti

(11)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9

A. Deskripsi Teoritik... 9

1. Hasil Belajar Matematika ... 9

a. Pengertian Belajar ... 9

b. Pengertian Matematika... 11

c. Pembelajaran Matematika ... 13

d. Hasil Belajar ... 15

e. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 20

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 20

a. Pengertian Kooperatif ... 20

b. Langkah-langkah Dalam Pembelajaran Kooperatif ... 23

c. Pengertian Kooperatif Tipe STAD ... 24

a) Pengertian STAD ... 24

b) Komponen STAD... 25

(12)

vii

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 34

D. Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Metode Penelitian ... 36

C. Populasi dan Sampel ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

1. Uji Validitas ... 38

2. Uji Reliabilitas ... 39

3. Uji Tingkat Kesukaran ... 40

4. Uji Daya Pembeda ... 41

E. Teknik Analisis Data ... 42

1. Uji Prasyarat Analisis ... 42

a. Uji Normalitas ... 42

b. Uji Homogenitas ... 44

2. Uji Statistik ... 45

F. Hipotesis Statistik ... 47

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Deskripsi Data ... 48

1. Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen ... 48

2. Hasil Belajar Siswa Kelompok Kontrol ... 50

3. Perbandingan Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 51

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 52

1. Uji Normalitas ... 53

2. Uji Homogenitas ... 54

(13)

viii

A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA ... 64

UJI REFERENSI

(14)

ix

Tabel 2.2: Peningkatan Individual ... 27

Tabel 2.3: Tingkatan Penghargaan Kelompok ... 28

Tabel 3.1: Desain Penelitian... ... 37

Tabel 3.2: Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 40

Tabel 4.1: Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Pada Kelompok Eksperimen... 49

Tabel 4.2: Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Pada Kelompok Kontrol... 50

Tabel 4.3: Perbandingan Hasil Belajar Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... ... 52

Tabel 4.4: Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... ... 53

Tabel 4.5: Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... ... 54

(15)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Histogram Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Eksperimen ... 50

Gambar 4.1: Histogram Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Kontrol ... 51

Gambar 4.2: Siswa Saat Melakukan Diskusi Kelompok ... 57

Gambar 4.3: Contoh Jawaban Tes Pada Kelompok Eksperimen ... 59

(16)

xi

Lampiran 2: Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 84

Lampiran 3: Lembar Kerja Siswa ... 94

Lampiran 4: Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Sebelum Uji Validitas ... 103

Lampiran 5: Soal Instrumen Tes Hasil Belajar Sebelum Uji Validitas ... 105

Lampiran 6: Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Setelah Uji Validitas ... 108

Lampiran 7: Soal Instrumen Tes Hasil Belajar Setelah Uji Validitas ... 110

Lampiran 8: Rubrik Penskoran ... 112

Lampiran 9: Kunci Jawaban... 114

Lampiran 10: Hasil Tes Kelompok Eksperimen ... 118

Lampiran 11: Hasil Tes Kelompok Kontrol... 119

Lampiran 12: Langkah-Langkah Perhitungan Uji Validitas ... 120

Lampiran 13: Hasil Perhitungan Uji Validitas ... 121

Lampiran 14: Langkah-Langkah Perhitungan Uji Reliabilitas ... 123

Lampiran 15: Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas ... 124

Lampiran 16: Langkah-langkah Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 126

Lampiran 17: Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 127

Lampiran 18: Langkah-Langkah Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 129

Lampiran 19: Hasil Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 130

Lampiran 20: Rekapitulasi Analisis Butir Soal ... 132

Lampiran 21: Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kelompok Eksperimen ... 133

Lampiran 22: Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kelompok Kontrol ... 136

Lampiran 23: Perhitungan Uji Normalitas Hasil Tes Kelompok Eksperimen . 139 Lampiran 24: Perhitungan Uji Normalitas Hasil Tes Kelompok Kontrol ... 141

Lampiran 25: Perhitungan Uji Homogenitas ... 143

(17)

1

Pendidikan mempunyai fungsi yang relevan untuk mengubah tingkah laku dan pola pikir manusia dari keadaan belum tahu menjadi tahu, dari keadaan tidak mampu menjadi mampu dan dari keadaan tidak memiliki keterampilan menjadi memiliki keterampilan melalui sebuah proses

pembelajaran baik dengan menggunakan metode maupun strategi tertentu. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang RI No.20 tahun 2003 yang berbunyi:

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Oleh karena itu peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran senantiasa harus diupayakan dan dilaksanakan dengan jalan meningkatkan kualitas pembelajaran. Melalui peningkatan kualitas pembelajaran, siswa akan

termotivasi dalam belajar, siswa dapat lebih aktif, serta prestasi hasil belajar siswa meningkat dan semakin bertambah pengetahuan, bertambah

keterampilan, dan semakin faham akan materi yang dipelajari maka semakin bertambah pula kecerdasaan dan prestasi hasil belajar siswa.

Keberadaan Sekolah Dasar (SD) memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan. Keberhasilan peserta didik di Sekolah Dasar (SD) baik dalam hal prestasi hasil belajar maupun budi pekertinya sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya di sekolah. Adapun keberhasilan disekolah tergantung dengan proses pembelajaran didalam kelas. Salah satu mata pelajaran yang sangat penting yaitu pelajaran matematika yang harus

1

(18)

dikuasai oleh siswa sebagai penunjang penguasaan materi matematika pada jenjang berikutnya, apabila pada tahap sekolah dasar kemampuan dasar matematika siswa tidak kuat, maka akan terus terbawa ke jenjang berikutnya.

Pembelajaran matematika yang diterapkan disekolah saat ini merupakan

basic atau dasar yang sangat penting dalam keikutsertaannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pencapaian tujuan “mencerdaskan kehidupan

bangsa” akan tetap segar dan tegar menyongsong persaingan di era globalisasi

dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Di Indonesia mata pelajaran matematika diberikan mulai sejak kelas I Sekolah Dasar (SD). Hal ini menunjukan betapa pentingnya matematika dalam jenjang selanjutnya. Dan matematika selalu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Kualitas pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Ini bisa dilihat dari beberapa indikator di antaranya adalah melalui hasil Trends in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) 2011, yang baru saja dipublikasikan, semakin menegaskan kondisi gawat darurat dunia pendidikan di Tanah Air. Nilai rata-rata matematika siswa kelas VIII (kali ini Indonesia tidak mengikutkan siswa kelas IV) hanya 386 dan menempati urutan ke-38 dari 42 negara.

Di bawah Indonesia ada Suriah, Maroko, Oman dan Ghana. Negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand dan Singapura, berada di atas Indonesia. Singapura bahkan di urutan kedua dengan nilai rata-rata 611. Nilai ini secara statistik tidak berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata Korea, 613 di urutan pertama dan nilai rata-rata Taiwan, 609, di urutan ketiga. Adapula hasil

Elin Driana, Posted on December 14 2012

(19)

Berdasarkan nilai matematika yang didapat pada SDN Suradita bahwa hasil nilai ulangan siswa masih banyak yang dibawah KKM sekolah. Nilai KKM yang ada disekolah SDN Suradita ini adalah 60 sedangkan nilai siswa kelas V yang diatas KKM yaitu hanya 8 siswa dari 44 siswa dan 36 siswa nilainya masih dibawah KKM. (data terlampir)

Adanya faktor penyebab rendahnya nilai hasil belajar matematika siswa yaitu diantaranya kurang tepatnya metode pembelajaran yang digunakan oleh guru, sehingga siswa merasa jenuh dan bosan ketika belajar, dapat pula

disebabkan cara penyampaian atau penyajian materi yang kurang menarik perhatian siswa, sehingga siswa bersikap acuh tak acuh ketika guru menyampaikan materi. Selain itu juga, disebabkan oleh guru kurang pandai mengatur strategi belajar mengajar yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa atau juga karena metode pembelajaran yang masih bersifat monoton dimana siswa tidak banyak dalam proses pembelajaran dan keaktifan kelas sebagian besar didominasi oleh guru.

Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru kelas 5 Ibu Atikah S.Pd di sekolah SDN Suradita, tampak bahwa guru dalam melakukan pembelajaran masih menggunakan metode ceramah, adapun dalam proses mengajar guru masih mendominasi keaktifannya dan siswa hanya mendengarkan apa yang telah guru lakukan. Hal ini terlihat ketika guru menjelaskan konsep matematika lebih menekankan pada pemberian materi langsung. Sehingga kebanyakan siswa tersebut mengalami kesulitan untuk mengerti materi yang telah disampaikan oleh guru, karena semuanya cenderung menggunakan konsep pembelajaran terpusat kepada guru (teacher center). Di samping itu, keterbatasan dalam sarana prasarana dan media pembelajaran akibatnya siswa kurang kondusif dan aktif, siswa hanya merasa jenuh dan bosan serta malas

dan berdampak dengan rendahnya hasil belajar siswa.

(20)

pembelajaran dan berpusat kepada guru, siswa merasa pembelajaran hanya penyampaian materi pelajaran saja tidak ada hubungan interaksi bersama teman-temanya dalam kelas, dan pemahaman siswa mengenai materi pelajaran masih bingung karena hanya belajar sendiri-sendiri tidak ada berpikir bersama dalam diskusi dan kerjasama berkelompok.

Dalam hal ini, Guru adalah salah satu faktor utama yang menentukan mutu/kualitas pendidikan. Gurulah yang berada didepan dalam menciptakan SDM yang bermutu karena guru berhadapan langsung dengan peserta didik di

kelas melalui proses pembelajaran. Agar peran guru dalam melakukan usaha meningkatkan hasil belajar sekaligus memberi teladan untuk membentuk budi pekerti yang luhur pada peserta didik maka guru harus dapat menentukan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan konsep yang akan di pelajari dan sarana prasarana yang ada. Selain itu, guru juga harus memahami karakeristik peserta didik agar proses pembelajaran yang dilaksanakan dapat menciptakan pengalaman belajar yang mengena kesemua ranah baik kognitif, psikomotorik dan afektifnya.

Seorang guru yang profesional dituntut untuk dapat menampilkan keahliannya sebagai guru di depan kelas. Komponen yang harus dikuasai adalah menggunakan bermacam-macam model pembelajaran yang bervariasi yang dapat menarik minat belajar siswa dan guru tidak cukup untuk memberikan ceramah di depan kelas. Hal ini tidak berarti bahwa metode ceramah ini tidak baik, melainkan pada suatu saat siswa akan menjadi bosan apabila hanya guru sendiri yang berbicara, sedangkan mereka hanya duduk, diam dan mendengarkan. Kebosanan dalam mendengarkan uraian guru dapat mematikan semangat belajar siswa. Selain itu ada pokok bahasan yang kurang tepat untuk disampaikan melalui metode ceramah dan lebih efektif melalui

metode lain. Oleh karena itu guru perlu menguasai berbagai metode pembelajaran.

(21)

bisa disebabkan karena pembelajaran yang digunakan masih belum tepat, sehingga siswa belum dapat memahami pelajaran secara optimal serta masih jauh dari kondisi kelas yang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, diperlukan suatu usaha untuk mengoptimalkan kelas dengan menerapkan pembelajaran yang tepat serta diharapkan mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Dalam menyikapi permasalahan yang muncul dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) tersebut, maka upaya untuk mengatasinya

perlu segera dilakukan, jangan sampai terus menerus terjadi pada siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan materi kepada siswa yang lebih menarik, agar siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi, sehingga hasil belajar pun dapat meningkat. Dengan pertimbangan salah satu ciri masa anak usia Sekolah Dasar (SD) adalah senang bermain dan bekerja dalam kelompok sebaya sehingga unuk memenuhi tugas perkembangan masa anak usia ini digunakanlah kegiatan belajar yang mengembangkan salah satunya adalah lewat pembelajaran kelompok/pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temanya.

Pentingnya pembelajaran kooperatif untuk siswa dapat dilihat dari beberapa keunggulan-keunggulan pembelajaran kooperatif yaitu memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial, mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati, menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois, berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktikan, meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri, meningkatkan kesediaan menggunakan ide

orang lain yang dirasakan lebih baik, meningkatkan motivasi belajar, mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan saling menjaga perasaan, meningkatkan keterampilan hidup gotong royong.

(22)

siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Strategi pembelajaran kooperatif memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam

kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama. Model pembelajaran ini dapat

dilaksanakan dalam pembelajaran matematika Sekolah Dasar (SD) yang dirancang untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar serta mempengaruhi pola interaksi peserta didik dalam pembelajaran yang berdampak pada sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui model pembelajaran STAD diharapkan dapat memberikan solusi dan suasana baru yang menarik dalam pengajaran sehingga memberikan pengalaman belajar dengan konsep baru. Pembelajaran STAD membawa konsep pemahaman inovatif, dan menekankan keaktifan siswa, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa bekerja dengan sesama dan memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi beberapa masalah terkait dengan judul penelitian :

1. Perolehan nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika masih rendah dan masih di bawah KKM

2. Pembelajaran Matematika di kelas masih berpusat pada guru

3. Guru dalam menyampaikan materi hanya menggunakan metode ceramah 4. Kurangnya variasi guru dalam menggunakan strategi pembelajaran

5. Kurangnya media pembelajaran disekolah sehingga membuat siswa merasa bosan

C. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam penelitian ini model yang digunakan dalam pembelajaran adalah

model kooperatif tipe STAD

2. Hasil belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar pada ranah kognitif yang meliputi aspek pemahaman (C2) dan penerapan (C3).

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut diatas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD?

2. Bagaimanakah hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional?

(24)

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh strategi

Cooperative Learning tipe STAD terhadap hasil belajar matematika siswa SD.

F. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Bagi guru

Penelitian ini dapat dijadikan pedoman untuk menambah pengetahuan dan wawasan guru dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa sekolah dasar

b. Bagi Sekolah

(25)

9 BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A.DESKRIPSI TEORITIK

1. Hasil Belajar Matematika a. Pengertian Belajar

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan pendidikan

tergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Oleh karena itu, pemahaman yang benar mengenai arti belajar sangat diperlukan oleh guru. Berikut ini beberapa pengertian belajar yang diungkapkan oleh para ahli.

“Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi

sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu”1. Berdasarkan pengertian ini, dalam perubahan belajar itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.

“Menurut Drs. Slameto dalam Djamarah juga merumuskan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.2

Sedangkan menurut “Skinner seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational Psychology: The Teachung-Leaching Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku)

yang berlangsung secara progresif”.3

Perubahan yang diperoleh seseorang yang belajar berarti ia memiliki usaha dalam mengubah perbuatannya

1

Zikri Neni Iska. Perkembangan Peserta Didik Perspektif Psikologi, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2011), h. 65.

2

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h.13 3

(26)

dengan melakukan penyesuaian tingkah lakunya, dimana perubahan-perubahan tersebut diakibatkan oleh pengalaman yang dialaminya sendiri.

“Belajar adalah “berubah” dalam hal ini yang dimaksud belajar berarti usaha mengubah tingkah laku”.4

Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar, jika seorang anak sedang belajar menulis, maka perubahan yang paling tampak adalah dalam keterampilan menulisnya itu. Akan tetapi ia telah mengalami perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara menulis yang baik dan

benar.

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Sri Anitah,

menurutnya “belajar yang umum diterima saat ini adalah bahwa belajar

merupaka suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, secara keseluruhan sebagai pengalaman

individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.5

Proses perubahan tingkah laku merupakan gambaran terjadinya rangkaian perubahan dalam kemampuan siswa. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan kemampuan sebelumnya dengan kemampuan setelah mengikuti pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, berlangsung secara terus menerus, dan melibatkan berbagai lingkungan yang dibutuhkan. Belajar itu suatu proses mereaksi, mengalami, berbuat, dan bekerja yang menghasilkan kemampuan yang utuh.

“Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur

yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang

pendidikan”.6

Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada disekolah maupun di lingkungan rumah atau

keluarganya sendiri. Belajar juga akan terjadi apabila terjadi proses

4

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajagrafinda Persada, 2004), Eds Pertama cet ke-11, h.21

5

Sri Anita, dkk, Strategi Pembelajaran di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), h. 2.5.

6

(27)

interaksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah nara sumber, teman, guru, situasi dan kondisi nyata, lingkungan alam, lingkungan buatan dan lain-lain yang dapat dijadikan sumber atau tempat belajar siswa. Dalam hal inilah guru sebagai fasilitator dan pembimbing harus dapat berfungsi secara optimal..

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses seseorang yang dilakukan secara sadar dan kontinu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu

dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek pengetahuan (kognitif). Adapun dalam penelitian ini indikator dalam ranah kognitif yang digunakan meliputi pemahaman dan penerapan. Pada aspek pemahaman yang dibahas adalah menjelaskan, sedangkan pada aspek penerapan yang dibahas adalah menghitung.

b. Pengertian Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di Sekolah Dasar. Seorang guru yang akan mengajarkan matematika kepada peserta didiknya, hendaklah mengetahui dan memahami objek yang akan diajarkan yaitu matematika.

“Kata matematika berasal dari perkataan latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar)”.7 Beberapa ahli mendefinisikan pengertian tentang matematika. Diantaranya

Ruseffendi dalam Heruman, “matematika adalah bahasa simbol ilmu

deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang

pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat,

7

(28)

dan akhirnya ke dalil”.8

Dengan demikian mempelajari matematika memiliki dua fungsi sekaligus yaitu teori dan praktek.

Sedangkan menurut Plato dalam Fathani berpendapat bahwa

“matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun mereka mengatakan bahwa matematika harus dipelajari untuk keperluan lain. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmatika (teori bilangan) dan logistik (teknik berhitung) yang diperlukan orang.”.9 Dengan demikian, matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas dan mental abstrak dan objek-objek yang ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna.

Sedangkan dalam Mulyono “matematika adalah suatu cara untuk

menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung”.10 Berdasarkan pendapat diatas bahwa untuk menemukan jawaban atas setiap masalah yang dihadapinya, manusia akan menggunakan informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi dalam kemampuan untuk menghitung.

“Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi,alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan kontruksi, generalisasi dan individualitas, dan mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri dan analisis”.11 Matematika dapat memudahkan dalam pemecahan masalah karena proses kerja matematika dilalui secara berurut dan terstruktur sesuai dengan konsepnya.

8

Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 1.

9

Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat & Logika, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), h. 21.

10

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipt, 1999), h. 252.

11

(29)

Dari uraian penjelasan matematika di atas dapat diketahui bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari proses dan penalaran dalam unsur-unsur matematika itu sendiri dalam cabang anatara lain aritmatika, aljabar, geometri dalam fungsi praktis teoritis yang terstruktur secara hierarkis yang dipelajari melalui aktifitas mental sebagai dasar bagi pelajaran matematika pada tingkatan berikutnya.

Merujuk pada berbagai pendapat para ahli matematika dalam mengembangkan kreativitas dan kompetensi peserta didik, maka guru

hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efesien sesuai dengan pola pikir peserta didik. Matematika dipelajari dengan trestruktur dan hierarkis sehingga pelajaran matematika disesuaikan dengan perkembangan anak usia Sekolah Dasar.

c. Pembelajaran Matematika

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran seseorang. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan aktifitas belajar yang berdampak pula dengan meningkatnya hasil belajar peserta didik.

“Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan

lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan

perilaku bagi peserta didik”.12

Berdasarkan pengertian ini, Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang direncanakan untuk mencoba membimbing dan mengarahkan peserta didik

dalam proses belajar mengajar lebih baik. Karena dalam proses pembelajaran memiliki sebuah tujuan maka perlu disusun sebuah cara agar

12

(30)

tujuan tersebut tercapai dengan optimal. Tanpa strategi yang cocok tidak mungkin tujuan dapat dicapai.

Menurut Winkel sebagaimana dikutip oleh Riyanto bahwa “belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkunganya, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas”.13 Sehingga dapat dikatakan untuk mengetahui kualitas pembelajaran harus dilihat dari beberapa aspek

yaitu proses dan produk. Aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu mendorong siswa untuk aktif belajar baik dilingkungan sekolah maupun diliuar lingkungan sekolah, dan aspek produk mengacu apakah pembelajaran mencapai tujuan yaitu meningkatkan nilai hasil belajar siswa yang telah ditentukan.

Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Widiyanti “pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional, untuk membuat siswa-siswi belajar secara aktif, yang menekankan pada sumber belajar”.14 Berdasarkan pengertian ini, guru dalam melaksanakan pembelajaran harus menggunakan rencana pelaksanaan pembelajaran agar dalam proses belajar mengajarnya sesuai dengan tujuan pembelajaran sehingga siswa bisa belajar aktif dan bisa terperogram dengan baik.

Hal yang sama diungkapkan oleh Brunner dalam Heruman bahwa dalam “pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. Menemukan di sini terutama adalah menemukan lagi (discovery), atau dapat juga menemukan yang sama sekali baru (invention")”.15 Siswa dalam pembelajaran matematika ini harus dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dalam struktur

berpikirnya yang menemukan konsep matematika dengan permasalahan yang ia hadapi.

13

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 5 14

Esti Yuli Widiyanti, et al., Pembelajaran Matematika MI, (Surabaya: Lapis-PGMI, 2009), h. 1-6.

15

(31)

Dari definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah proses yang dilakukan seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku individu meliputi pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang relatif menetap sebagai aktivitas dari hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

d. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar

tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Menurut Purwanto “Hasil belajar dapat dijelaskan dengan

memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”.

Pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan perubahannya input secara fungsional”.16

“Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Benyamin Bloom yang secara garis besar hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik”17. Berikut uraian unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar

tersebut:

16

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 44 17

(32)

a.Tipe hasil belajar bidang kognitif

1. Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)

Dari sudut respon belajar siswa pengetahuan itu perlu dihafal, diingat, agar dapat dikuasai dengan baik. Misalnya membaca berulang-ulang menggunakan teknik mengingat. Tingkah laku operasional khusus yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain: menyebutkan, menjelaskan kembali, membilang dan lain-lain. Contoh soal : Tulislah lambang bilangan pecahan dua per tiga, tiga

per tujuh, lima per enam, dan satu per empat!

2. Tipe hasil belajar pemahaman (komprehensif)

Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep.18Untuk itu maka diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Kata-kata operasional untuk merumuskan tujuan instruksional dalam bidang pemahaman, antara lain: membedakan, menghitung, menjelaskan, meramalkan, menafsirkan

dan lain-lain. Contoh soal : Dona mempunyai m tali merah. Feri

mempunyai m tali merah. Siapakah yang mempunyai tali merah

lebih panjang?

3. Tipe hasil belajar penerapan (aplikasi)

Kesanggupan menerapkan, mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan instruksional, antara lain: memecahkan, mendemonstrasikan, mengungkapkan dan lain-lain. Contoh soal :

Lantai ruang pertemuan di sekolah Nia berbentuk persegi. Panjang

sisinya adalah 27 m. Berapa m-kah keliling lantai ruang pertemuan

tersebut?

18

(33)

4. Tipe hasil belajar analisis19

Kemampuan menalar pada hakikatnya mengandung unsur analisis. Bila kemampuan analisis telah dimiliki maka akan dapat mengkreasi sesuatu yang baru. Kata-kata operasional yang lazim dipakai untuk analisis antara lain: menguraikan, memecahkan, membuat diagram, memisahkan dan lain-lain.

5. Tipe hasil belajar sintesis

Kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu

integritas. Kata-kata operasional yang tercermin antara lain: mengkategorikan, menggabungkan, menghimpun, menyusun dan lain-lain.

6. Tipe hasil belajar evaluasi

Evaluasi dalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan, metode, materi, dll. Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mampu memberikan evaluasi tentang kebijakan mengenai kesempatan belajar, kesempatan kerja dan lain-lain.

b. Tipe Hasil Belajar Bidang Afektif

Ranah afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai, apresiasi (penghargaan), dan penyesuaian perasaan sosial. Tingkatan afeksi ini ada lima, dari yang paling sederhana ke yang kompleks adalah sebagai berikut:

1. Kemauan Menerima

Kemauan menerima merupakan keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu, seperti

keinginan membaca buku, mendengarkan music, atau bergaul dengan orang yang mempunyai ras berbeda.

19

(34)

2. Kemauan Menanggapi

Kemauan menanggapi merupakan kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif dalam kegiatan tertentu, seperti menyelesaikan tugas terstruktur, menaati peraturan, mengikuti diskusi kelas, menyelesaikan tugas laboratorium, atau menolong orang lain.

3. Berkeyakinan

Berkeyakinan dalam hal ini berkenaan dengan kemauan

menerima sistem nilai tertentu pada diri individu. Seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan untuk melakukan sesuatu di dunia sosial.

4. Mengorganisasi

Pengorganisasian berkenaan dengan penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang lebih tinggi. Seperti menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung jawab atas hal telah dilakukan, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri, atau menyadari peran perencanaan dalam memecahkan suatu masalah.

5. Tingkat Karateristik/ Pembentukan Pola

Ini adalah tingkatan afeksi tertinggi. Pada tarap ini individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya, seperti bersikap objektif terhadap banyak hal.

c. Tipe hasil belajar bidang psikomotoris

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan

(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:

(35)

a. Sensori stimulasi, yakni berhubugan dengan sebuah stimuli yang berkaitan dengan organ tubuh, yaitu : Auditori, visual, tactile, taste, smell, dan kinestetik.

b. Seleksi isyarat, yakni menetapkan bagian isyarat sehingga orang harus merespon untuk melakukan tugas tertentu dari suatu kinerja.

c. Translasi, yakni berhubugan dengan persepsi terhadap aksi dalam membentuk gerakan.

2. Kesiapan

Kesiapan merupakan perilaku yang siaga untuk kegiatan ataupun pengalaan tertentu. Termasuk didalamnya kesiapan mental, fisik, ataupun emosi untuk melakukan suatu tindakan. 3. Gerakan terbimbing

Gerakan terbimbing adalah gerakan yang berada pada tingkat mengikuti suatu model, kemudian meniru model tersebut dengan cara mencoba sampai dapatmenguasai dengan benar suatu gerakan.

4. Gerakan terbiasa

Gerakan terbiasa adalah berkenaan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari dan sudah menjadi kebiasaan, sehingga gerakan yang ditampikan menunjukkan suatu kemahiran. 5. Gerakan yang kompleks

Gerakan yang kompleks adalah suatu gerakan yang berada pada tingkat keterampilan tertinggi. Gerakan itu menampilkan suatu tindakan motorik yang menuntut pola tertentu dengan tingkat kecermatan dan atau keluwesan, serta efisiensi yang tinggi.

6. Penyesuaian dan keaslian

(36)

dapat mengembangkan tindakan/ keterampilan baru untuk memecahkan masalah tertentu.

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

“Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu faktor dalam diri siswa (intern) dan faktor dari luar diri siswa (ekstern)”.20 1) Faktor dari diri siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar

diantaranya adalah kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan kesehatan, serta kebiasaan siswa. Salah satu hal penting dalam kegiatan belajar yang harus ditanamkan dalam diri siswa bahwa belajar yang dilakukannya merupakan kebutuhan dirinya.

2) Faktor dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar di antaranya adalah lingkungan fisik dan nonfisik (termasuk suasana kelas dalam belajar, seperti riang gembira, menyenangkan), lingkungan sosial budaya, lingkungan keluarga, program sekolah (termasuk dukungan komite sekolah), guru, pelaksanaan pembelajaran, dan teman sekolah. Guru merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar, sebab guru merupakan manajer atau sutradara dalam kelas. Dalam hal ini, guru harus memiliki kompetensi dasar yang disyaratkan dalam profesi guru.

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD a. Pengertian Kooperatif

Banyak model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam kelas untuk mempermudah proses belajar siswa. Di antara model

pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengajar di kelas adalah pembelajaran kooperatif.

Menurut Slavin dalam Rusman, “pembelajaran kooperatif menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok.

20

(37)

Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah kontruktivisme”.21 Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu mengkondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas siswa, menumbuhkan kreativitas siswa, sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung

ke arah pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya.

Lebih lanjut Anita Lie dalam bukunya “Cooperatif Learning”

“bahwa model pembelajaran Cooperatif Learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan”.22 Pembelajaran kooperatif ini merupakan strategi pembelajaran dengan sejumlah kelompok kecil yang tingkat kemampuan siswanya berbeda.

Slavin dalam Solihatin mengatakan bahwa “cooperative learning

adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen”.23

Senada dengan pendapat itu menurut Johnson dalam Miftahul Huda pembelajaran kooperatif berarti working together to accomplish shared goals (bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama).

“Pembelajaran kooperatif sering kali di definisikan sebagai pembentukan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari siswa-siswa yang dituntut untuk

21

Rusman, Model-model Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 201. 22

Sofan Amri dan Iif Khoru Ahmadi, Kontruksi Pengembangan Pembelajaran Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2010), h. 90-91

23

(38)

bekerja sama dan saling meningkatkan pembelajarannya dan pembelajaran siswa-siswa lain”.24 Berdasarkan pendapat ini, pembelajaran kooperatif bergantung kepada efektivitas kelompok-kelompok siswa tersebut. Dalam pembelajaran ini guru diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif dengan berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan belajar dengan kelompok.

“Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk didalam struktur ini

adalah lima unsur pokok, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses

kelompok”.25 Pada pembelajaran kooperatif ini memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama dan sejajar. Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dengan teman sejawatnya, karena pada saat itu akan terjadi proses kerja sama dengan teman kelompoknya masing-masing yang saling membutuhkan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model yang digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar yang berpusat pada siswa terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa dengan cara membelajarkan kecakapan akademik sekaligus ketrampilan sosial yang menggunakan pengelompokan kecil yang bersifat heterogen untuk mencapai tujuan yaitu mencapai ketuntasan belajar dan dapat meningkatkan hasil belajar serta dapat meningkatkan kepekaan sosial dan empati di antara siswa.

24

Miftahul Huda, Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Cet 1, h. 31 25

(39)

b. Langkah-langkah dalam Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran yang lain. Dalam menjalankanya harus sistematis dan saling terkait. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :26

Tabel 2.1

Langkah-langkah dalam Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah laku guru

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2

Menyajikan informasi

Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Tahap 3

Mengorganisasikansiswa

ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjalaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien

Tahap 4

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Tahap 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Tahap 6 Guru mencari cara-cara untuk

26

(40)

Memberikan penghargaan menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

c. Pengertian Kooperatif Tipe STAD a. Pengertian STAD

Banyak tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan. Di antara tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan oleh guru adalah STAD.Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD ini akan memudahkan siswa menyelesaikan materi pelajaran

secara bersama. Siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang lebih

bermakna serta dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Pada

pembelajaran kooperatif tipe STAD aktivitas belajar lebih banyak

berpusat pada siswa, dalam proses diskusi dan kerja kelompok guru

hanya berfungsi sebagai fasilitator dan interaksi antara siswa dengan guru

maupun antar siswa membuat proses berpikir siswa lebih optimal dan

siswa mengkontruksi ilmu yang dipelajarinya menjadi pengetahuan

yang akan bermakna dan tersimpan dalam ingatannya.

Menurut Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. “Metode ini dipandang paling sederhana dan paling langsung pendekatan pembelajaran kooperatif”.27 Tipe STAD lebih merupakan metode umum dalam mengatur kelas dari pada metode komprehensif dalam mengajarkan pelajaran tertentu. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi kelompok yang telah ditentukan oleh guru.

Sedangkan menurut Slavin dalam Trianto menyatakan bahwa

pada “STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis

27

(41)

kelamin, dan suku”.28

Dalam pengertian ini, guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak boleh saling membantu.

Dengan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada kegiatan belajar dalam

kelompok untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.

b. Komponen STAD

“Menurut Slavin ada lima komponen utama dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD”, yaitu: 29

1) Penyajian Kelas

Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi.

2) Menetapkan siswa dalam kelompok

Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling

28

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010) Eds Pertama Cet-4, h. 68-69

29

(42)

meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan sendiri teman

sekelompoknya.

3) Tes dan Kuis

Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.

4) Skor peningkatan individual

Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Adapun penghitungan skor peningkatan individu dalam

penelitian ini diambil dari peningkatan individu yang dikemukakan oleh Slavina30 seperti terlihat tabel di bawah ini:

30

(43)

Tabel 2.2 Peningkatan Individu

Skor Kuis Poin Peningkatan

Lebih dari 10 Poin dibawah skor awal 5

10-1 poin di bawah skor awal 10

Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal 20

Lebih dari 10 poin diatas skor awal 30

5) Pengakuan kelompok

Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian

penghargaan ini tergantung dari kreativitas.

(44)

Tabel 2.331

Tingkat Penghargaan Kelompok

Rata-rata Tim Predikat

0 x 5 -

5 x 15 Tim baik

15 x 25 Tim hebat

25 x 30 Tim super

c. Langkah-langkah Penerapan STAD

Dalam menerapkan model pembelajaran tipe STAD ini guru

harus memperhatikan gambaran secara baik tentang langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini agar tujuan yang dinginkan akan tercapai. Langkah-langkah penerapan STAD sebagai berikut:

Pertama, Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok. Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajarai siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4-6 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah), Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif), dll.

Kedua, Penyajian materi pelajaran, dalam penyajian ini guru harus memperhatikan dan menekankan pada ha-hal berikul:

1) Pendahuluan, di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari.

31

(45)

2) Pengembangan, Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan- peranyaan diberikan penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih kekonsep lain.

3) Praktek terkendali, Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah

agar siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama.

Ketiga, kegiatankelompok, Guru mernbagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.

Keempat, Evaluasi, Dilakukan selama 5-10 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.

Kelima, Penghargaan kelompok, Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.

Keenam, Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok Satu periode penilaian (3-4 minggu) dilakukan

(46)

d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelebihan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: 1) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dan

saling membantu dengan siswa lain.

2) Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan

3) Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif 4) Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain

Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: 1) Membutuhkan waktu yang cukup lam untuk memahami dan

melakukan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2) Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandai pun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya.

3) Tes Siswa diberikan kuis dan tes secara perorangan. Pada tahap ini setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuias atau tes ini, setiap siswa bekerja sendiri bekerja sama dengan anggota kelompoknya.

4) Penentuan Skor, Hasil kuis atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang diperoleh siswa masukkan dalam daftar skor individual, untuk melihat peningkatan kemampuan individual. Rata-rata skor peningkatan individual merupakan sumbangan bagi kinerja

percapaian hasil kelompok.

(47)

e. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

“Karakteristik strategi pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dibawah ini”32.

a. Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim.

Setiap anggota harus bersifat heterogen. Artinya, kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima, sehingga diharapkan setiap anggota dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.

b. Didasarkan pada Managemen Kooperatif

Sebagaimana pada umumnya, managemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Fungsi perencanaan menunjukan bahawa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif, misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan itu. Fungsi pelaksanaan

menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah

32

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(48)

disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.

c. Kemauan untuk Bekerja Sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh

keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, proses kerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. Misalnya, yang pintar p[erlu membantu yang kurang pintar.

d. Keterampilan Bekerja Sama

Kemampuan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

(49)

Dalam pembelajaran matematika menggunakan metode ceramah ini guru mendominasi kegiatan pembelajaran penjelasan materi dilakukan sendiri oleh guru, contoh-contoh soal diberikan dan dikerjakan pula sendiri oleh guru. Langkah-langkah guru diikuti dengan teliti oleh siswa. Mereka meniru cara kerja dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh guru. Jadi dalam hal ini menyebabkan kurangnya interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa.

B.HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

Penelitian yang dilakukan didukung oleh beberapa hasil penelitian

sebelumnya. Penelitian Tri Wahyuni (2010) yang berjudul “ Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Structured Number Head (SNH) terhadap motivasi

belajar matematika siswa” (Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) menunjukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Strutured Number Head (SNH) berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa dan motivasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Structured Number Head

(SNH) lebih baik dari pada yang menggunakan model pembelajaran konvensional metode ekspositori.33

Penelitian Iyke Navy Samudra Nur Zet (2011) yang berjudul “Pengaruh

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan Penalaran

Matematika Siswa” (Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) menunjukan bahwa rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.34

Penelitian Muhammad Nur (2008) yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran

Kooperatif Metode Jigsaw Terhada\p Motivasi Berprestasi Matematika Siswa di

33Tri wahyuni, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Sructured Number Head (SNH) Terhadap Motivasi Belajar Matematika Siswa”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta, 2010), h. 63. 34Iyke Navy Samudra Nur Zet, “

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan Penalaran Matematika Siswa”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah

(50)

Mta. Sa’Adatul Mahabbah Pondok Cabe Udik ” (Skripsi Jurusan Pendidikan

Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) menunjukan bahwa rata-rata motivasi berprestasi matematika siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif metode jigsaw lebih tinggi dari pada motivasi berprestasi matematika siswa yang menggunakan metode ekspositori.35

C.KERANGKA BERPIKIR

Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori maka dapat dibuat kerangka

berpikir sebagai berikut:

Pada penelitian ini proses pembelajaran dibagi kedalam dua kelas yaitu kelas eksperimen dengan diberi perlakuan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar matematika siswa, sedangkan kelas kontrol tanpa mendapat perlakuan khusus seperti kelas eksperimen yaitu model pembelajaran konvensional. Keaktifan siswa selama pembelajaran matematika di kelas dapat ditingkatkan, salah satunya dengan melakukan model STAD. Model STAD akan menjadikan pembelajaran di kelas lebih efektif. Keaktifan siswa diharapkan berpengaruh pada hasil belajar matematika, karena model ini membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok membahas sub pokok bahasan yang sama. Tiap anggota satu tim telah mempelajari materinya dan bagi anggota yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam satu tim mengerti. Setelah setiap kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan guru kemudian mempresentasikan hasil kerjanya. Kegiatan presentasi dari tiap kelompok tersebut akan membuat siswa aktif dan saling bertukar pikiran.

Setelah dilakukannya perlakuan berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar matematika siswa antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol diberikan sebuah post-test untuk mengetahui seberapa jauh siswa memahami pokok bahasan tersebut.

35

Muhammad Nur, “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Motivasi

Gambar

Tabel 2.1: Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif .......................  23
Gambar 2.1: Histogram Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Eksperimen .......  50
Tabel 2.1 Langkah-langkah dalam Pembelajaran Kooperatif
Tabel 2.2 Peningkatan Individu
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi dokumen penawaran paket pekerjaan Peningkatan Jalan Dengan Konstruksi HRS-Base dalam kawasan Perumahan RSS Oesapa dan

Setelah IPR diperoleh, untuk pemanfaatan ruang yang peruntukannya hunian perumahan lebih dari 3 (tiga) bangunan, komersial, jasa, perkantoran, pendidikan, industri,

Pendapat tersebut dapat dilihat melalui penelitian ini dimana terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi masyarakat tentang menguras, mengubur, dan menutup (3M)

Hasil uji statistik menyimpulkan bahwa ada kontribusi fungsi sosial keluarga terhadap perilaku remaja merokok p=0,000, dengan nilai OR=3,7 , artinya keluarga

[r]

HASIL EPROF ECCT 2016 - S1 ILMU KOMUNIKASI Berlaku efektif. BAGIAN PUSAT

Bagi para pengusaha kecil dan menengah yang memiliki keterbatasan dalam modal usaha untuk promosi dan menjual produk dapat memanfaatkan teknologi e-Commece ini, karena tidak