• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis and predictive catch for skipjack tuna (katsuwonus pelamis) in buton region waters south east sulawesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis and predictive catch for skipjack tuna (katsuwonus pelamis) in buton region waters south east sulawesi"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN BUTON PROVINSI

SULAWESI TENGGARA

BAHDAD

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

Analisis dan Pendugaan Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus

pelamis) di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara, adalah karya

saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan

Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2006

BAHDAD

(3)

ANALISIS DAN PENDUGAAN HASIL

TANGKAPAN CAKALANG (

Katsuwonus pelamis

)

DI PERAIRAN KABUPATEN BUTON PROVINSI

SULAWESI TENGGARA

Bahdad2 , Mulyono S.Baskoro3, Zulkarnain3, Wiweka3

ABSTRAK

Salah satu upaya dalam menginterpretasi pendugaan hasil tangkapan

cakalang adalah penentuan faktor-faktor paling berpengaruh terhadap hasil

tangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor -faktor penting

tersebut. Pengumpulan data berupa faktor-faktor iklim (kecepatan angin,

arah angin, curah hujan, intensitas cahaya, suhu udara, ENSO) dan faktor

oseanografi (spl) selama periode 1997-2003. Data selanjutnya dianalisis

menggunakan analisis diskriminan. Hasil yang diperoleh ternyata faktor

yang paling berpengaruh dalam membedakan hasil tangkapan cakalang

adalah arah angin dan ENSO. Ketepatan fungsi diskriminan dalam

membedakan kategori hasil tangkapan tersebut menunjukkan bahwa nilai

ketepatan model dalam membedakan hasil tangkapan sebesar 84% dan

ketepatan dalam memprediksi hasil tangkapan berdasarkan nilai validasi

silang diperoleh 86%. Hubungan antara parameter arah angin dan ENSO

terhadap hasil tangkapan adalah berturut-turut digambarkan melalui fungsi

Z1=22.088+0.009X1+0.754 X2 dan fungsi 2 yang digambarkan mela lui Z2

=-1,557+0.009 X1+1.013 X2 dimana Z=Hasil tangkapan; X1=Arah angin

pada bulan kedua untuk setiap kwartal dan X2 adalah Enso pada bulan kedua

(4)

ANALISIS DAN PENDUGAAN HASIL

TANGKAPAN CAKALANG (

Katsuwonus pelamis

)

DI PERAIRAN KABUPATEN BUTON PROVINSI

SULAWESI TENGGARA

1

(Analysis and Predictive Catch For Skipjack Tuna

(

Katsuwonus pelamis)

In Buton Region Waters South East

Sulawesi)

Bahdad2 , Mulyono S.Baskoro3, Zulkarnain3, Wiweka3

ABSTRACT

One of the effort to predict the Skipjack catch is determin ed by environmental factors; for instance the local climate (wind speed, obstruct wind, rainfall, sun intensity, air temperature), the global climate (ENSO) and oceanography factor (Sea Level Temperature). This study was conducted to determine the affecting of climate and oceanography factor to Skipjack catch. The data is analyzed by using the discriminant Analysis. The result of this research showed that the most of affecting factor toward the catch are wind obstruct and ENSO. The accurate of dscriminant analysis in determining the catch category show e d that value of the model is 84% and to predict of cross validations is 86%. The Correlations of Wind obstruct and ENSO to the catch are described by function 1 : Z1 =22.088+0.009 X1+ 0.754 X2, function 2: Z2 =-1,557+0.009 X1+1.013 X2 where Z=Skipjack catch; X1=wind obstruct at the second mounth for every kwartal X2=ENSO at the second mounth for every kwartal.

(5)

©Hak cipta milik Bahdad , tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin dari

(6)

ANALISIS DAN PENDUGAAN HASIL

TANGKAPAN CAKALANG (

Katsuwonus pelamis

)

DI PERAIRAN KABUPATEN BUTON PROVINSI

SULAWESI TENGGARA

Analysis and Predictive Catch For Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis)

In Buton Region South East Sulawesi

BAHDAD

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Penelitian : Analisis dan Pendugaan Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Kabupaten Buton

Provinsi Sulawesi Tenggara

Nama Mahasiswa : Bahdad

NRP : C551030211

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Ketua

Ir. Zulkarnain, M.Si Ir. Wiweka, MT

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi TKL Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr.Ir John Haluan, M.Sc Prof.Dr.Ir.Syafrida Manuwoto, M.Sc

(8)

Penulis diilahirkan di Bau-Bau pada tgl 28 Agustus 1968 merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Zubaedah dan Doeminiek (alm).

Tahun 1985 penulis lulus dari SMA Negeri Bau-Bau dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Ala m Universitas Hasanuddin Makassar melalui jalur test SIPENMARU Penulis memilih Jurusan Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam .

(9)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang karena berkat RahmatNya penyusunan tesis

ini dapat diselesaikan. Tesis ini memuat hasil penelitian tentang Analisis

dan Pendugaan Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di

Perairan Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang

mendalam pada Bapak Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc, Ir. Zulkarnain,

M.Sc dan Bapa k Ir. Wiweka, MT masing-masing sebagai ketua dan anggota

Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingan mulai penyusunan rencana

penelitan sampai penyelesaian tesis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada

Rektor dan Dekan Fakultas Matenatika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Haluoleo, Staf pengajar dan staf administrasi Program Studi

Teknologi Kelautan SPs IPB, Pimpinan dan staf Lembaga Antariksa dan

Penerbangan Nasional (LAPAN) Pekayon, Jakarta Timur.

Khusus untuk teman-teman mahasiswa Program Pascasarjana

Program Studi Teknologi Kelautan, Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi

Tenggara dan pihak lain yang tidak dapat disebut satu persatu ucapan terima

kasih juga disampaikan.

Khusus kupersembahkan buat Ibunda tercinta,yang selalu

mendorong dan mendoakan penulis. Juga alm.ayahanda, alm. nenek yang

selalu menanti penyelesaian studi ini semoga semua pengorbanan dapat

memberikan kehidupan yang lebih baik baik di dunia maupun diakhirat

kelak. Amiiin.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam be ntuk yang nyata

sehingga tujuan pemanfaatan hasil dari penelitian ini dapat diperoleh.

(10)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu daerah penangkapan ikan cakalang di perairan Indonesia adalah

perairan Kabupaten Buton, yang merupakan bagian dari wilayah propinsi

Sulawesi Tenggara, dan terletak antara 121°00' - 124°30' BT dan 04°14' - 06°30'

LS dengan luas wilayah 54.190 km2 terdiri dari 6.463 k m2(11,95%) daratan dan

7.697 km' (88,07%) wilayah laut (Badan Pusat Statistik Buton,2003). Daerah ini

dikelilingi oleh tiga wilayah laut yaitu Selat Buton, Laut Flores dan Laut Banda.

Secara garis besar berdasarkan pola pergerakan angin musim dapat dibagi menjadi

dua wilayah pantai yaitu pantai barat yang terletak di Selat Buton dan pantai timur

yang berhadapan dengan Laut Banda.

Diantara jenis ikan pelagis yang ditangkap di perairan ini tercatat bahwa

produksi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) cukup tinggi sepanjang tahun dan

berfluktuasi pada setiap musim penangkapan. Hal ini diduga disebabkan karena

kondisi oseanografi perairan tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan umum

Musim Barat dan Musim Timur, sehingga jika terjadi perubahan pola arus akibat

perubahan angin musim maka ikan cakalang akan melakukan ruaya mengikuti

pola tersebut. Hal ini terjadi karena Perairan Buton merupakan bagian dari

perairan yang terletak antara Dangkalan Sunda di sebela h Barat dan Dangkalan

Sahul di sebelah timur. Perairan ini terisi oleh massa air dari Samudra Pasifik dan

Samudra Hindia, baik di lapisan permukaan maupun di lapisan dalam. Keadaan

topografi dasar perairan erat kaitannya dengan pertukaran massa air di lapisan

dalam antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Pada musim Barat, terjadi arus-arus musim dari Laut Cina Selatan yang

masuk ke Laut Jawa dan Laut Flores, selanjutnya menuju ke Laut Banda dan Laut

Arafura. Sebagai arus kompensasi akan bercabang dua yaitu ke Samudra Pasifik

dan melalui laut Timor menuju ke Samudra Hindia. Pada musim timur terjadi

keadaan sebaliknya. Arus dari Laut Banda dan Laut Arafura masuk ke Laut Flores

menuju ke Laut Jawa dan Laut Cina Selatan. Arus ini diperkuat oleh arus -arus

kompensasi yang datang dari Samudra Pasifik, satunya melewati Laut Halmahera,

Laut Seram dan Laut Banda Utara dan lainnya melewati Laut Sulawesi dan Selat

(11)

dengan kondisi iklim yang mempengaruhi arus tersebut, seperti iklim lokal berupa

curah hujan, suhu udara, arah angin, kecepatan angin, penyinaran matahari, dan

iklim global berupa El Nino Southtern Oscilation =ENSO)(Christensen, dalam

Irawati, 2003).

Keterkaitan antara hasil tangkapan cakalang dengan faktor -faktor

penyebab peningkatan hasil tangkapan itu sendiri cukup banyak diteliti dan

dimodelkan hubungannya. Misalkan hubungan hasil tangkapan dengan faktor

oseanografi, hubungan hasil tangkapan dengan iklim atau juga hubungan hasil

tangkapan dengan faktor internal seperti dengan keseluruhan unit tangkapannya

atau dengan faktor internal dalam ikan itu sendiri. Biasanya hubungan ini

dianalisis menggunakan hubungan regresi linear, regresi berganda, analisis

korelasional maupun menggunakan analisis komponen utama untuk mengatahui

kedekatan hubungan antara variable-variabel yang bersangkutan dengan variable

terikatnya. Model yang diterapkan pada hubungan hasil tangkapan dan faktor

-faktor iklim baik lokal dan global serta oseanografi disini pada dasarnya melihat

kedekatan hubungan antara hasil tangkapan dengan faktor -faktor yang

mempengaruhinya. Kelebihan dari model ini adalah dapat menghubungkan

faktor-faktor iklim dan oseanografi terhadap hasil tangkapan cakalang yang terkategori

dalam kelas sedikit, sedang dan tinggi. Penggunaaan model ini tidak lain dalam

rangka menambah wawasan keilmuan karena penelitian memanfaatkan analisis ini

masih sedikit diterapkan.

Studi ini diharapkan akan menghasilkan profil sumber daya perikanan dan

model pendugaan hasil tangkapan cakalang untuk dimanfaatkan sebagai

pengembangan informasi iklim dan oseanografi dalam proses pembuatan

keputusan di bidang perikanan. Akurasi prediksi ini amat menentukan

keberhasilan usaha suatu kegiatan dimana dalam hal ini adalah kegiatan

penangkapan ikan. Oleh karena itu kajian ini dibatasi pada prediksi hasil

(12)

1.2 Perumusan Masalah

Ikan cakalang merupakan salah satu komoditas hayati laut yang

mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi sebagai komoditas ekspor dan

untuk konsumsi dalam negri. Ikan cakalang bagi Kabupaten Buton sangat penting

peranannya dalam menghasilkan devisa dan menyerap banyak tenaga kerja.

Perkembangan Volume dan nilai ekspor ikan cakalang periode 1986-1999 adalah

26.059 ton dan pada tahun 1986 meningkat menjadi 132.367 ton pada tahun 1999

dan mulai meningkat US$ 21.677 menjadi US$ 341.712 dalam tahun yang sama

dengan rata-rata kenaikkan 28,6% dalam volume dan 23,2% dalam nilai. Dari

jumlah tersebut sebagian besar (70%) dihasilkan dari perairan kawasan Indonesia

bagian Timur (Naamin,dkk.dalam Afiat, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa

daerah perairan Kabupaten Buton merupakan daerah yang potensial bagi kegiatan

perikanan, khususnya perikanan laut. Namun potensi yang besar ini masih belum

dapat dioptimalkan.

Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi pemanfaatan

sumberdaya perikanan khususnya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di

Kabupaten Buton adalah terbatasnya data dan informasi mengenai daerah

penyebaran dan potensi penangkapan ikan. Hal ini berkaitan erat dengan

terbatasnya penelitian-penelitian oseanografi dan iklim baik lokal dan global di

daerah ini.

Penentuan daerah potensi penangkapan ikan oleh nelayan sejauh ini masih

menggunakan cara-cara tradisional sehingga penentuan daerah penangkapan ikan

masih belum tepat sasaran. Akibatnya nelayan mengalami pengeluaran biaya

operasional yang tinggi seperti bahan bakar dan lain-lain, waktu trip yang lama,

tenaga dan biaya es jadi bertambah. Agar hal ini dapat diatasi maka pengetahuan

mengenai karakteristik daerah penangkapan ikan serta yang berkaitan dengannnya

mutlak diperlukan guna meningkatkan pendapatan nelayan serta menjadi

informasi yang berguna bagi pelaku usaha sumberdaya ikan cakalang

Ada tiga aspek penting yang harus diketahui berkenaan dengan

karakteristik daerah penangkapan ikan guna peningkatan hasil tangkapan nelayan

yaitu teknologi penangkapan ikan beserta unit-unitnya, kondisi oseanografi dan

(13)

(SPL) , Chlorofil, paras laut dan pola arus merupakan parameter penting dalam

menentukan daerah potensi ikan dan proses pengambilan datanya yang menelan

biaya cukup besar bisa digantikan dengan bantuan dari proses pengolahan citra

satelit sehingga nelayan cukup menerima informasi tersebut sebelum mereka pergi

melaut. Demikian juga halnya dengan kondisi iklim lokal dapat diperoleh dari

Badan Meteorologi dan Geofisika sedang untuk data iklim globalnya dapat juga

diperoleh lewat down load di internet. Selanjutnya bagaimana memodelkan hasil

tangkapan ini berdasarkan faktor -faktor iklim dan oseanogarfi di atas.

Dalam penelitian ini akan difokuskan pada tiga bagian tersebut yang

selanjutnya data -data tersebut akan diolah dan dibua tkan model pendugaan hasil

tangkapannya. Selanjutnya diuji model prediksi hasil tangkapan ini sejauh mana

model dapat memberikan kontribusinya pada penyelesaian masalah di atas.

1.3 Tujuan Penelitian

(1) Menganalisis profil sumberdaya ikan cakalang perairan Kabupaten Buton

(2) Menganalisis musim penangkapan dan keberadaan ikan di perairan

Kabupaten Buton

(3) Menganalisis pengaruh iklim lokal yaitu curah hujan, suhu udara, arah

dan kecepatan angin, radiasi matahari, dan iklim global (ENSO) serta

faktor-faktor oseanografi yaitu temperatur permukaan laut terhada p hasil

tangkapan ikan cakalang.

(4) Memprediksi dan menguji kepiawaian model hasil tangkapan ikan

(14)

1.4 Alur Pikir Penelitian

Adapun alur pikir penelit ian ini diurutkan melalui skema berikut ini :

AKSES DATA

Gambar 1 Alur Pikir Penelitian

Langkah awal dalam penelitian ini adalah upaya untuk memperoleh data

time series yang berupa data hasil tangkapan, data iklim lokal dan global dan data

oseanografi (suhu permukaan laut) selama 7 tahun. Bila data tersebut telah

diperoleh maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data -data tersebut

melalui serangkaian perhitungan dan juga penggunaan program. Pada skema di

atas, data hasil tangkapan dimanfaatkan oleh 2 kebutuhan yaitu untuk analisis dan

perhitungan profil sumberdaya cakalang di perairan Kabupaten Buton. dan data

tersebut juga dipergunakan untuk pembuatan model pendugaan hasil tangkapan

ikan cakalang. Namun sebelum sampai kependugaan model hasil tangkapan maka

terlebih dahulu data tersebut dikoreksi dan dibuat kategori hasil tangkapan.

Selanjutnya adalah pemodelan analsisis diskriminan. Bila model tersebut telah

melalui proses verifikasi dan dinyatakan hasilnya valid baru dapat dipergunakan

model tersebut untuk memprediksi hasil tangkapan cakalang. Indeks Musim

(15)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sumberdaya Perikanan

4.1.1 Hasil Tangkapan dan Satuan Upaya Penangkapan

Hasil tangkapan dan upaya penangkapan tahunan perikanan Pole and Line

dan Pancing Tonda di perairan Kabupaten Buton selama periode 1997-2003

menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Pada Gambar 4 dibawah terlihat bahwa pada

periode tahun 1997-1998 rata-rata pertumbuhan produksi per tahun sebesar

1490.35 ton. Pada pertengahan tahun 1999 produksi mulai mengalami

peningkatan hingga mencapai titik tertinggi pada tahun 2000, rata-rata produksi

pada tahun ini sebesar 2534..33 ton. Puncak produksi dapat bertahan selama 2

tahun lamanya yaitu tahun 2000 hingga 2001 dengan rata-rata produksi sebesar

4113.55 ton dan setelah tahun tersebut produksi mulai mengalami penurunan

dengan produksi rata-rata sebesar 3438.053 ton. Pada dua tahun terakhir produksi

mulai stabil dengan produksi rata-rata sebesar 3438.053 ton. Bila dibandingkan

produksi pada dua tahun pertama periode 1997-2003 dengan produksi pada dua

tahun terakhir terja di beda produksi rata-rata sebesar 1750 ton per tahun.

Penurunan yang dialami pada dua tahun terakhir tidak menyebabkan penurunan

yang rendah seperti terjadi pada dua tahun awal periode 1997-2003. Uraian rinci

produksi dapat dilihat pada Gambar 3.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Tahun

Catch (ton)

Sumber : Data diolah,2005

(16)

4.1.2 Upaya Penangkapan Perikanan Pole and Line dan Tonda, 1997-2003

Perkembangan upaya penangkapan perikanan pole and line di Kabupaten

Buton periode 1997-2003 dapat dijelaskan sebagai berikut : Upaya penangkapan

cakalang menggunakan kapal pole and line dan Tonda selama periode 1997-2001

hampir tidak mengalamai perubahan yang mendasar dan rata -rata upaya

penangkapan yang dilakukan oleh nelayan adalah sebesar 33358.8 trip per tahun.

Setelah periode tersebut upaya penangkapan mulai menunjukkan peningkatan

yang tinggi hingga mencapai 157794 trip per tahun dan rata-rata kenaikkan pada

tahun ini adalah sebesa r 93924,5 trip. Setahun kemudian upaya tersebut turun lagi menjadi 125533 trip. Jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Tahun

Effort (trip)

Sumber : Data diolah,2005

Gambar 4 Grafik kurva hasil tangkapan per tahun pada perikanan pole and line di Kabupaten Buton selama Periode 1997-2000

4.1.3 Tingkat Produksi per Satuan Upaya Penangkapan (CPUE)

Tingkat produksi per satuan upaya penangkapan pada perikanan pole and

line dan Tonda di Kabupaten Buton selama periode 1997-2003 menunjukkan nilai

yang berfluktuatif. Pada Gambar 3 di bawah terlihat dengan jelas bahwa pada

periode tahun 1997-1999 rata -rata produksi per upaya penangkapan (CPUE)

sebesar 0.045136 ton/trip. Pada awal tahun 1999 mulai menunjukkan peningkatan

hingga mencapai titik tertinggi produksi pada pertengahan tahun 2000 dan 2001

yaitu sebesar 4113.55 ton/trip. Setelah tahun tersebut CPUE mengalami

(17)

pada penurunan ini adalah sebesar 1038.579 ton/trip. Deskripsi lengkap terlihat

pada Gambar 6 berikut.

0 0.05 0.1 0.15

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Tahun

CPUE (ton/trip)

Sumber : Data diolah, 2005

Gambar 6. Produksi per satuan upaya penangkapan Perikanan Pole and Line dan Tonda di Kabupaten Buton Selama Periode 1997-2000

Sedangkan data mengenai catch, effort dan produksi per uapa ya penangkapan

(CPUE) yang mendukung grafik di atas tertera pada Tabel 6 dibwah ini.

Tabel 6. Tingkat Produksi, Hasil Tangkapan dan CPUE Perikanan Pole and Line

dan Tonda di Kabupaten Buton selama Periode 1997-2003

Tahun Catch Effort CPUE

1997 1018. 7 36549 0.02787217

1998 970.1 36427 0.02663134

1999 1876.9 36434 0.05151507

2000 3515 3922 0.89622642

2001 3605.2 40031 0.0900602

2002 2722.66 160446 0.01696932

2003 2709.6 128256 0.0211265

(18)

4.1.4 Hubungan Hasil Tangkapan (Catch) dan Upaya Penangkapan (Effort) Perikanan Pole and Line dan Tonda

Data produksi (catch), satuan upaya penangkapan (effort) dan CPUE

diperlihatkan pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Produksi, Upaya penangkapan dan CPUE Perikanan Po le and Line dan

Tonda di Kabupaten Buton selama Periode 1997-2003

Tahun Produksi Effort CPUE

Dari data pada Tabel 5 tersebut selanjutnya dibuat grafik yang

menghubungkan antara catch dan effort. Gambar yang menghubungkan antara

catch dan effort beserta tingkat korelasinya dip erlihatkan pada Gambar 5 berikut

ini.

35361 35359 35382 30637 30055 157794 125533

Effort (trip)

Catch (ton)

Sumber : Data diolah, 2005

Gambar 5. Grafik Catch dan Upaya Penangkapan pada Perikanan Pole and Line dan Tonda di Kabupaten Buton selama Periode 1997-2003

Upaya penangkapan (trip) dan kaitannya dengan catch (hasil tangkapan)

cakalang di Kabupaten Buton pada periode 1999-2003 secara umum dapat

(19)

penangkapan (effort) menunjukkan hubungan yang positip. Hal tersebut

tergambar pada positip trend line. Pada grafik tersebut nilai catch semakin

meningkat dengan meningkatnya intensitas upaya penangkapan (effort). Trend

kenaikan pada hubungan tersebut dalam bentuk persamaan Catch = 352.68 effort

+1367,6, dengan koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,4614.

4.1.5 Fungsi Pproduksi lestari

Fauzi (2001) dalam Firdaus (2005) menegaskan bahwa pendugaan fungsi

produksi lestari dapat dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear

antara upaya penangkapan (effort) sebagai variabel (X) dan CPUE sebagai

variabel (Y) akan menghasilkan koefisien regresi a dan b. Koefisien regresi

tersebut sebagai penduga fungsi produksi lestari perikanan pole and line dan

Tonda dengan persamaan h = aE – bE2, dengan h adalah hasil tangkapan (ton)

dan E adalah upaya penangkapan (trip).

Berdasarkan hasil perhitungan regresi terhadap kedua besaran effort dan

CPUE (produksi per satuan upaya ) maka hubungan antara upaya penangkapan

(effort) dengan CPUE menghasilkan nilai parameter regresi yaitu intercept (a) =

0.102762818 dan slope (b) = -0.000000579592 sehinggga membentuk persamaan

regresi sebagai berikut :

CPUE = 0.102762818 – 0.000000579592 f

Hubungan antara upaya penangkapan dengan CPUE menunju kkan bahwa

peningkatan upaya tangkap akan menyebabkan penurunan tingkatan CPUE. Hal

ini berarti bila dilakukan upaya penangkapan sebesar f satuan per tahun maka

akan mengurangi nilai CPUE sebesar 0.000000579592 ton tahun. Berdasarkan

persamaan tersebut pula maka tingkat upaya penangkapan untuk mencapai

produksi maksimum lestari (fMSY) sebesar 88651.06521 trip/tahun, dan

menghasilkan tingkat produksi maksimum lestari sebesar 4555.016625 ton/tahun.

Penurunan CPUE dalam kurun waktu 7 tahun diduga awal karena terjadinya

penurunan kelimpahan atau semakin berkurangnya stok yang berada pada perairan

ini. Selain itu kemungkinan yang dapat diduga karena besarnya upaya

penangkapan yang terjadi di daerah ini sehingga ikan cakalang mengalami

(20)

4.1.6 Tingkat Pemanfaatan dan Pengupayaan Sumberdaya Cakalang

Berdasarkan nilai hasil tangkapan per tahun dan hasil tangkapan maksimum

lestari (MSY) di perairan Kabupaten Buton dapat diketahui bahwa nilai tingkat

pemanfaatan sumber daya ikan cakalang selama periode 1997-2003, diperoleh

sebesar 4555.016625 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan tertinggi terjadi

pada tahun 2001 sebesar 91.46 % dan terendah pada tahun 1998 sebesar 31.84 %

dengan tingkat pemanfataan rata -rata 60.995% per tahun. Hal ini menunjukkan

belum terjadi kelebihan tangkap (over fishing). Dengan demikian hasil

tangkapan yang diperoleh belum melebihi ketersediaan sumberdaya cakalang

yang ada pada perairan Kabupaten Buton sejak tahun 1997 hingga tahun 2003.

Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan cakalang di Kabupaten Buton dapat

dilihat selengkapanya pada Tabel 7.

Tabel 7. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan cakalang di Kabupaten

Buton selama periode tahun 1997 – 2003

Tahun Produksi Effort Tingkat

Effort

Tingkat

Pemanfaatan

1997 1530.4 35361 39.88784558 33.59812106

1998 1450.3 35359 39.88558964 31.83962035

1999 2092.7 35382 39.91153396 45.94275219

2000 4060.9 30637 34.55908841 89.1522542

2001 4166.2 30055 33.90258191 91.4639911

2002 3150.56 157794 177.9944771 69.16681671

2003 2997.4 125533 141.6034875 65.80437015

Sumber : Data diolah,2005

Berdasarkan nilai upaya penangkapan per tahun selama 7 tahun dan upaya

tangkapan maksimum lestari (fMSY) di perairan Kabupaten Buton dapat

diketahui nilai tingkat pengupayaan sumber daya ikan cakalang selama periode

1997-2003 sebagai berikut : Nilai fMSY yang diperoleh sebesar 88651.06521

trip/tahun dengan rata -rata jumlah armada pole and line dan Tonda sebanyak 503

unit maka diperoleh rata-rata tingkat pengupayaan selama periode tahun

(21)

sebesar 117.99% dan tahun 2003 dan terendah pada tahun 2001 sebesar 33.90%.

Hal ini menunjukkan bahwa pada kedua tahun tersebut telah terjadi kelebihan

tingkat pengupayaan yaitu upaya penangkapan yang dilakukan nelayan Kabupaten

Buton telah melewati upaya tangkap optimum (fMSY) pada tahun 1997-2001.

Tingkat pengupayaan sumber daya ikan cakalang di Kabupaten Buton tertera pada

Tabel 7 di atas.

4.1.7 Model Produksi Sumber daya Cakalang

Berdasarkan hasil analisis produksi ikan cakalang dengan menggunakan

model Schaefer, memperlihatkan bahwa nilai (CMSY) sebesar 4736.985 ton per

tahun dan (fMSY) sebesar 16.644 hari dan model produksi sumber daya cakalang di

Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara adalah sebagai berikut

C = 0.569211f – 0.000017f2

Hasil simulasi model persamaan produksi setelah dihitung secara lengkap

dapat dilihat pada Gambar 7.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

0 50000 100000 150000 200000

Effort (Upaya tangkapan)

Produksi (ton)

produksi

Gambar 7. Hubungan produksi sumber daya ikan cakalang dan upaya penangkapan dengan model Schaefer

Hasil model hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan cakalang

dengan menggunakan model Schaefer menunjukan bahwa setiap dilakukan upaya

penangkapan sebesar f satuan maka diperoleh hasil tangkapan ikan cakalang

(22)

tangkap maksimum (fMSY) sebesar 88651.06521 hari dan hasil tangkapan

maksimum (MSY) sebesar 4555.016625 ton per tahun maka akan terlihat hasil

tangkapan semakin menurun bahkan dapat menyebabkan kepunahan pada sumber

daya cakalang yang dieksploitasi.

Upaya penangkapan optimum (f opt) dengan melakukan simulasi diperoleh

sebesar 15.464 hari per tahun dengan jumlah hasil produksi maksimum lestari

(MSY) 4736.98 ton per tahun. Jika terjadi penambahan upaya tangkap secara

terus menerus hingga mencapai 33.483 hari per tahun maka sumber daya cakalang

yang ada di Kabupaten Buton akan mengalami biological overfishing artinya

sumber daya akan mengalami pemusnahan. Perolehan hasil simulasi menunjukan

hal yang sama yaitu telah terjadi over eksploitasi pada tahun 2002 hingga tahun

2004.

4.1.8 Status Potensi Sumber daya Ikan Cakalang di Kabupaten Buton

Perairan Kabupaten Buton adalah perairan yang merupakan jalur migrasi

ikan dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia. Massa air dari dua samudra yang

bekerja pada daerah ini memberikan pengaruh yang kuat terhadap perubahan

parameter oseanografi dan klimatologi. Diduga kuat bahwa hasil tangkapan

cakalang selama ini berkaitan erat dengan faktor -faktor tersebut. Daerah-daerah

yang terletak pada jalur ini yang sering juga disebut sebagai jalur ARLINDO

merupakan daerah penghasil cakalang yang dominan. Hal ini ditunjukkan oleh

beberapa penelitian yang dilakukan baik oleh kalangan akademis, mahasiswa

ataupun dari pihak pemerintah dan swasta.

Ada dua acuan penting yang digunakan disini untuk mengelompokkan

sumberdaya cakalang khususnya dan sumberdaya umumnya. Berdasarkan tingkat

pemananfaatannya ada tiga kategori pengelompokkan sumberdaya ikan. Pertama;

tingkat pemanfaatan lebih kecil atau sama dengan 65% dikategorikan dalam

pemanfaatan under eksploited, Kedua ; Tingkat pemanfaatan lebih besar dari 65%

dan lebih kecil dari 100% dikategorikan dalam pemanfaatan optimal dan Ketiga ;

tingkat pemanfaatan sama dengan atau lebih besar dari 100% dikategorikan dalam

pemanfaatan overfishing. Kedua mengacu pada ketentuan TAC/JTB (Total

Allowable Catch/ Jumlah Tangkapan Diperbolehkan) yaitu sebesar 80% dari

(23)

Berdasarkan klasifikasi di atas maka kondisi sumber daya perikanan

cakalang di Kabupaten Buton dapat dijelaskan sebagai berikut : Tahun 1997

hingga 1998 sumberdaya cakala ng masuk dalam kategori under exploited, hal ini

berarti dalam 3 tahun tersebut tingkat pemanfaatannya masih rendah. Sementara

upaya penangkapannya hampir tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

Bila kita hubungkan dengan keadaan perikanan pada tahun-tahun tersebut

dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya pada saat krisis ekonomi yang melanda

Indonesia khususnya dan negara Asia umumnya yang terjadi pada tahun 1997

hingga 1999 juga memberikan dampak pada kegiatan perikanan Kabupaten

Buton. Keadaan harga pasar yang tidak menentu, nilai tukar rupiah yang tinggi,

juga roda perekonomian yang tidak stabil telah mempengaruhi aspek teknis di

lapangan. Juga pada saat awal kejadian El nino paling hebat saat itu turut

mempengaruhi kondisi nelayan di daerah ini. Karena cuaca yang buruk sehingga

mempengaruhi rutinitas nelayan melaut.

Periode 4 tahun kemudian mulai menunjukkan tingkat pemanfatan yang

berarti yaitu terjadinya pemanfaatan yang optimal terhadap hasil tangkapan

cakalang. Namun pada dua tahun terakhir memperlihatkan gejala overfishing

dengan tingkat pengupayaan sebesar 177.99% dan 144.60%. Hal ini logis karena

kurun waktu dari awal tahun 2000 hingga saat ini mulai berdatangkan pengungsi

dari Ambon yang banyak membawa perubahan dari berbagai bidang terutama

bidang perikanan. Kapal-kapal pole and line mulai berdatangan dan menambah

armada perikanan pole and line yang telah ada sebelumnya. Kondisi ini

mengakibatkan sumberdaya Kabupaten Buton mulai mengalami biological over

fishing karena pemanfaatannya telah mencapai 91.78%. Hal tersebut terjadi sejak

tahun 2000. Jadi tidak mengherankan bila saat ini mulai terjadi overfishing di

daerah ini.

Estimasi nilai Maximum Sustainable Yield (MSY) berdasarkan hasil analisis

dengan menggunakan model Surplus Produksi Schaefer diperoleh nilai Maximum

Sustainable Yield (MSY) sebesar 4555.016625 ton per tahun dengan upaya

penangkapan optimum (fMSY) sebesar 88651.06521 hari per tahun dengan

armada penangkapan pole and line dan Tonda rata-rata sebanyak 500 unit per

(24)

Kondisi over fishing dan biological over fishing yang terjadi pada dua tahun

terakhir di Kabupaten Buton diduga selain jumlah armada tangkap yang terlalu

banyak dengan upaya tangkap yang melebihi upaya tangkap yang diperbolehkan

(fMSY) juga kondisi kualitas lingkungan perairan diduga mengalami penurunan

karena sebagian besar perairan Kabupaten Buton merupakan jalur pelayaran

kapal-kapal niaga. Selain itu perairan yang dijadikan sebagai jalur pelayaran dapat

mengalami kerusakan karena pencemaran dan dapat terjadi degradasi fisik

ekosistem perairan sebagai tempat pemijahan, asuhan dan mencari makan bagi

ikan cakalang. Hal ini menyebabkan penyebaran ikan cakalang hanya pada

lokasi-lokasi tertentu saja seperti pada bagian selatan dan bagian timur perairan

Kabupaten Buton yang dijadikan daerah penangkapan. Keterbatasan daerah

penangkapan dengan jumlah armada tangkap yang ada, dioperasikan pada daerah

yang sama kemungkinan besar menyebabkan terjadinya over eksploitasi.

4.2 Musim dan Daerah Penangkapan

Nelayan pole and line melakukan operasi penangkapan sepanjang tahun.

Daerah penangkapan utama kapal pole and line dan Tonda adalah perairan

Pasarwajo dan sebagian ke tempat-tempat lain seperti Wamasangka, Lasalimu,

Kadatua . Namun kebanyakan mereka berada pada daerah perairan P asarwajo. Hal

ini disebabkan karena pada perairan ini terdapat rumpon dalam jumlah yang besar

dan tersebar hingga melewati perairan batu atas ke arah perairan Flores.

Penangkapan ikan cakalang hampir sepanjang tahun, namun

puncak-puncak musim keberadaan ikan berada pada bulan-bulan September hingga

memasuki akhir tahun ketika memasuki Musim Barat. Informasi mengenai

keberadaan ikan dan puncak serta masa paceklik keberadaan ik a n diketahui dari

nelayan setempat. Namun perlu pula diketahui secara ilmiah mengenai keadaaan

pasti musim-musim keberadaan ikan tersebut melalui perhitungan ilmiah.

Data upaya (effort) dan dan hasil tangkapan dapat dimanfaatkan untuk

mengetahui pola musim penangkapan ikan cakalang di perairan Kabupaten

Buton. Indeks Musim Penangkapan (IMP) diperlukan untuk mengetahui waktu

yang tepat untuk melakukan operasi penangkapan. Kriteria untuk menentukan

(25)

sedangkan bukan musim penangkapan apabila nilai IMP kurang dari 100%. Nilai

IMP juga mengindikasikan kehadiran ikan di perairan tersebut. Jika nilai IMP

lebih besar dari 100% berarti ikan cukup melimpah dibanding kondisi normalnya,

sedangkan nilai IMP yang dibawah 100% mengindikasikan jumlah ikan

diperairan tersebut dibawah kondisi normalnya. Nilai IMP cakalang setiap

bulannya bervariasi seperti terlihat pada Gambar 8.

0 20 40 60 80 100 120

Juli Agustus

SeptemberOktoberNovemberDesemberJanuariPebruari

Maret April Mei Juni

Bulan

Indeks Musim Penangkapan

Sumber : Data diolah, 2005

Gambar 8. Fluktuasi indeks musim penangkapan bulanan ikan cakalang

Nilai IMP bervariasi dan berkisar antara 80,0725%-111,483%.

Perhitungan IMP cakalang dapat dilihat pada Lampiran 22. Puncak penangkapan

ikan cakalang selama periode 1997-2003 terjadi pada bulan-bulan Juni, Oktober,

November dan Desember dengan nilai IMP masing-masing 103.7897%,

105,0936%, 103,3195%,dan 111.483%. Bila dihubungkan dengan musim yang

berlaku pada perairan ini maka pada bulan Juni adalah merupakan bulan akhir dari

Musim Peralihan Barat ke Timur. Pada bulan-bulan akhir Juli hingga Agustus

yang masuk dalam ketegori Musim Timur merupakan masa paceklik bagi nelayan

dan masuk pertengahan September, Oktober hingga Desember merupakan

(26)

4.3 Hubungan Catch dengan Arah, Kecepatan Angin dan ENSO

Hasil perhitungan Analisis diskriminan menempatkan dua variabel penting

yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan cakalang di perairan Kabupaten

Buton yaitu ENSO dan Arah angin yang terjadi pada tahun kedua pada setiap

tahunnya. Sehingga menarik untuk dikaji lanjut bagimana keterkaitan ini dapat

terjadi bila dihubungkan dengan data-data sekunder yang ada seperti data

kecepatan angin, arah angin, ENSO dan juga bila dihubungkan dengan musim.

Mengacu pada Lampiran 9 dan 11 yang berisi gambar dan tabel dapatlah

diperoleh beberapa hal penting yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada saat musim barat dalam kurung waktu 1997-2003 hasil tangkapan

rata-rata sebesar 276.3 ton per tahun sedang angin rata -rata berasal dari 203.8760

dengan kecepatan rata-rata sebesar 2.76 m/sdan nilai rata-rata ENSO (-0.111).

Hasil tangkapan tertinggi pada saat musim barat diperoleh sebesar 344.7 ton per

tahun sedang arah angin berasal dari arah 2360 (arah barat laut) dengan kecepatan

tertinggi 3.01 m/s. Hasil tangkapan terendah pada musim barat ini sebesar 207.8

ton per tahun, arah angin berasal dari 171.70 dengan kecepatan sebesar 2.51 m/s

kategori ENSO (-0.628). Hal menarik dikaji bahwa setiap musim barat dalam

kurung waktu 7 tahun diperoleh hasil tangkapan dominan 347.2-465.8 ton per

tahun selama 4 tahun terakhir.(tahun 2000-2003). Arah angin dominan berasal

dari 126.7-263.3. dengan kecepatan angin dominan sebesar 2.33 m/s. Dengan nilai

enso (0.50).

Pada saat musim Peralihan I (Musim Barat-Musim Timur) dalam kurung

waktu 1997-2003 hasil tangkapan rata-rata sebesar 283. ton per tahun sedang

angin rata-rata berasal dari 116.20 dengan kecepatan angin rata -rata sebesar 2.83

m/s dan nilai rata-rata ENSO (-0.08). Hasil tangkapan tertinggi pada saat musim

peralihan pertama diperoleh sebesar 363 ton per tahun sedang arah angin berasal

dari arah 135.70 dengan kecepatan tertinggi 2.98 m/s. Hasil tangkapan terendah

pada peralihan pertama ini sebesar 202 ton per tahun, arah angin berasal dari

96.650 dengan kecepatan sebesar 2.69 m/s sedang kategori ENSO (-0.41). Hal

menarik dikaji bahwa setiap peralihan dari barat ke timur dalam kurung waktu 7

(27)

tahun terakhir.(tahun 2000-2003). Arah angin dominan berasal dari 83.33-1800

dengan kecepatan angin dominan sebesar3 m/s, dengan nilai ENSO (-0.11).

Pada saat Musim Timur dalam kurung waktu 1997-2003 hasil tangkapan

rata-rata sebesar 249.9 ton per tahun sedang angin rata-rata berasal dari 1010

dengan kecepatan rata -rata sebesar 3.499 m/s dan nilai rata-rata ENSO (0.07).

Hasil tangkapan tertinggi pada saat Musim Timur diperoleh sebesar 302 ton per

tahun sedang arah angin berasal dari arah 1100 dengan kecepatan tertinggi 3.814

m/s.Niali ENSO 0.55 Hasil tangkapan terendah pada musim ini sebesar 197.9 ton

per tahun, arah angin berasal dari 92.30 dengan kecepatan sebesar 3.183 m/s

kategori ENSO (-0.42). Hal menarik dikaji bahwa setiap musim timur dalam

kurung waktu 7 tahun diperoleh hasil tangkapan dominan sebesar 329.4-350.9 ton

pertahun selama 3 tahun terakhir.(th 2000-2002). Arah angin dominan berasal dari

90-1070 dengan kecepatan angin dominan sebesar 3.67-4.33 m/s, de ngan nilai

ENSO (-0.36-0.49).

Pada saat Musim Peralihan II dalam kurung waktu 1997-2003 hasil

tangkapan rata-rata sebesar 259.5 ton per tahun sedang angin rata -rata berasal dari

203.80 dengan kecepatan rata-rata sebesar 3.739 m/s dan nilai rata-rata ENSO

(-0,1). Hasil tangkapan tertinggi pada saat Musim Timur diperoleh sebesar 305.1

ton per tahun sedang arah angin berasal dari arah 235.960 dengan kecepatan

tertinggi 4.049 m/s dan nilai ENSO 0.4. Hasil tangkapan terendah pada musim ini

sebesar 213,9 ton per tahun, arah angin berasal dari 235.960 dengan kecepatan

sebesar 4.049 m/s kategori ENSO (0.4). Hal menarik dikaji bahwa setiap musim

peralihan dari timur ke barat dalam kurung waktu 7 tahun diperoleh hasil

tangkapan dominan sebesar 339.6-349.3 ton per tahun selama 3 tahun terakhir

(tahun 2000-2002). Arah angin dominan berasal dari 126.67-263.330 dengan

kecepatan angin dominan sebesar 3.67 m/s, dengan nilai ENSO (-0.6).

4.3.1 Pola perubahan angin

Terjadinya pola perubahan arah angin yang diikuti oleh perubahan musim

sangat menentukan tersedianya sumberdaya ikan pelagis. Pendapat ini diperkuat

pula oleh Laevastu dalam Irawati (2003) bahwa perubahan arah angin

menentukan tersedianya ikan pelagis. Angin permukaan dapat memberikan

(28)

permukaan. Air naik yang meliputi daerah yang luas umumnya terjadi di

sepanjang pantai benua dan terjadinya berkaitan erat dengan tiupan angin ke arah

laut (offshore) atau sejajar pantai yang mampu memindahkan massa air laut di

lapisan permukaan di daerah pantai ke arah laut lepas. Terjadinya perubahan pola

arah angin dipengaruhi oleh sifat angin yaitu arah, kemantapan dan kecepatannya

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa arah angin paling banyak berhembus dari

arah timur(T) atau 900 sampai 1800, yang mengarah ke arah daratan selatan

Sulawesi Tenggara, selanjutnya disusul dari Barat Daya (BD) atau dari arah 1800

sampai 2700, dengan besar kecepatan angin maksimum 2,5 m/s (Irawati, 2003).

Ikan cakalang yang datang diperairan ini diduga berasal dari Laut Banda.

Pola ruaya ikan cakalang di perairan Selat Buton dipengaruhi oleh gerakan arus

utama yang berkembang saat musim tersebut. Angin musim timur mendapat

pengaruh dari aliran massa air Samudra Pasifik. Daerah Upwelling yang terjadi di

La ut Banda umumnya hanya terjadi pada M usim Timur. Dimulai sekitar bulan

Mei-September. Saat itu angin Musim Timur mendorong massa air Laut Banda

yang jauh lebih besar dari pada yang dapat diimbangi oleh permukaan sekitarnya,

maka air dari bawahpun bergerak naik mengisi kekosongan. Air inilah yang

antara lain ikut membangun Arus Musim Timur yang mengalir sampai ke Laut

Flores. Sebaliknya pada saat angin M usim Barat mendapat pengaruh dari massa

air perairan Samudra Hindia. Saat itu arus Musim Barat yang membawa masuk air

dari La ut Flores ke Laut Banda volumenya terlalu besar untuk dapat diimbangi

dengan yang bisa keluar lewat selat-selat sekitarnya. Akibatnya air menumpuk

disini lalu tenggelam dan ke luar ke Samudra Hindia. Populasi ikan cakalang pada

Musim Barat yang masuk ke wilayah perairan Kabupaten Buton dan sekitarnya

berasal dari Laut Flores dan Selat Makassar melewati perairan selat Muna menuju

ke Selat Buton. Ruaya ikan cakalang yang mempunyai hubungan dengan

pergerakan massa air laut dengan pola ruaya ini sejalan dengan pola arus yang

berkembang pada saat itu, menyebabkan puncak produksi ikan cakalang di

perairan Selat Buton terjadi pada Musim Timur da n Musim Peralihan dari timur

(29)

4.4 Analisis Diskriminan

Tabel 8 Variabel yang Membentuk Fungsi Diskriminan

Masukan Min. D

Pada Tabel 8 di atas adalah hasil pengujian untuk setiap variable bebas

yang ada. Keputusan bias diambil melalui dua cara yaitu dengan memperhatikan

angka Wilk’s Lambda dan dengan Uji F. Angka Wilk’s Lambda berkisar dari 0

sampai dengan 1. Jika angka mendekati 0 maka data tiap grup cenderung berbeda,

sedang jika angka mendekati 1 maka data tiap grup cenderung sama.Sedangkan

bila dilihat dari angka Sig. maka persyaratannya bila Sig .>0.05, berarti tidak ada

perbedaan antar grup dan jika Sig. < 0.05, berarti ada perbedaan antar grup.

Berdasarkan nilai Sig. yang dimiliki oleh setiap variabel maka ternyata

hanya dua variable yang akan digunakan untuk membentuk fungsi diskriminan,

yakni variable ENSO dan Arah angin.Sedangkan variabel-variabel yang lain tidak

memenuhi persyaratan angka Sig. untuk membentuk fungsi diskriminan. (Lihat

Tabel 14.1 pada lampiran 14.

Tabel 9 Proses Pemasukkan Variabel dilihat dari angka Wilk’s Lambda

Step Jumlah

Pada step 1, jumlah variabe l yang dimasukkan ada satu yaitu variabel

(ENSO), dengan angka Wilk’s Lambda adalah 0.033. Hal ini berarti 3,3% varians

tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan antara grup-grup. Kemudian pada step 2,

(30)

0.026. Penurunan ini tentu baik bagi model diskriminan, karena varians yang tidak

dapat dijelaskan juga semakin kecil (dari 3,3% menjadi 2,6%).

Pada kolom F dan signifikansinya terlihat baik pada pemasukkan variabe l

1 maupun 2, semuanya adalah signifikans secara statistik. Hal ini berarti kedua

variable tersebut (ENSO dan Arah angin) memang berbeda untuk kedua tipe catch

(hasil tangkapan).

Tabel 10 Analisis Perbedaan antara Grup Catch

Step Observasi 1.00 2.00 3.00

Tabel 10 di atas berkaitan dengan penjelasan angka Wilk’s Lambda

sebelumnya, dimana ada dua tahapan (proses) yang menghasilkan dua variabel

pada pembentukan fungsi diskriminan. Pada step kesatu yang merupakan proses

awal, terlihat jarak (distance) antara grup rendah dan sedang adalah yang terbesar

yakni 624.145. Sedangkan jarak yang terkecil adalah antara grup sedang dan grup

tinggi yakni sebesar 7.121. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa hasil

tangkapan pada grup rendah paling berbeda profilnya (ENSO dan Arah angin)

dibandingkan dengan pada grup hasil tangkapan sedang. Sebaliknya, ENSO dan

Arah angin yang hasil tangkapannya termasuk sedang, mempunyai perbedaan

yang kecil dengan hasil tangkapan yang tergolong tinggi.

Tabel 11 Menguji Perbedaan Antara Grup

(31)

Pada kasus ini akan terbentuk satu fungsi diskriminan. Memang benar

bahwa sebuah fungsi diskriminan berfungsi untuk menempatkan sebuah kasus

pada pilihan dua grup tertentu, apakah akan masuk ke grup yang satu atau ke grup

yang lain. Dengan demikian, secara logika, jika ada tiga grup seperti pada kasus di

atas akan terbentuk dua fungsi diskriminan, dengan kriteria sebagai berikut :

Functions 1 Functions 2

Grup Rendah Grup Sedang Grup Tinggi

1. Fungsi diskriminan 1 untuk memilih mana yang masuk ke grup rendah

atau ke grup sedang

2. Fungsi diskriminan 2 untuk memilih mana yang masuk ke grup sedang

atau ke grup tinggi.

Bila diperhatikan angka korelasi kanonik yang mengukur keeratan

hubungan antara diskriminan skor dengan grup (dalam hal ini, karena ada tiga tipe

hasil tangkapan, maka ada tiga grup). Angka 0.990 menunjukkan keeratan yang

cukup tinggi, dengan ukuran skala asosiasi antara 0 dan 1, walaupun angka

kanonical untuk fungsi kedua (fungsi 2) turun menjadi 0.403 tapi tetap masih

dikategorikan keeratan yang cukup tinggi. (lihat pada keterangan tabel di

bawahnya).

Tabel 12 Wilks' Lambda

Uji Fungsi Wilks' Lambda Chi-square df Sig.

1 through 2 .017 97.284 6 .000

2 .837 4.259 2 .119

Dari Tabel 12 Wilk’s Lambda, pada kolom uji fungsi 1 through 2 menguji

hipotesis :

Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata (centroid) dari kedua fungsi diskrimina n

H1 : Ada perbedaan rata-rata (centroid) yang jelas dari kedua fungsi

Untuk menguji hipotesis, angka Wilk’s Lambda ditransformasikan ke

angka Chi-Square, dengan ketentuan sebagai berikut :

Untuk menguji hipotesa

(32)

Terlihat angka Chi-Square hitung adalah 97.284 dengan signifikansi 0.000

yang jauh di bawah 0.05, olehkarena itu Ho ditolak, atau memang ada perbedaan

yang nyata (signifikan) antara rata -rata (centroid) dari kedua fungsi diskriminan

yang telah terbentuk. Olehkarena ada perbedaan yang nyata, maka perilaku

variable ENSO dan Arah angin untuk ketiga tipe hasil tangkapan memang berbeda

nyata. Dapat dikatakan bahwa ENSO dan Arah angin terhadap hasil tangkapan

sedikit, sedang maupun banyak memang berbeda. Kemudian beralih ke baris

kedua, interpretasi sama dengan baris kesatu, hanya disini fungsi diskriminan

pertama dikeluarkan sehingga hanya fungsi kedua yang mengkategorikan antara

catch sedang dengan catch tinggi.

Hipotesa

Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata (centroid) dari fungsi diskriminan kedua

variable ENSO dan Arah angin pada tipe sedang dengan tipe tinggi.

H1 : Ada perbedaan rata -rata (centroid) yang jelas dari fungsi diskriminan

kedua variabel ENSO dan arahnya pada tipe sedang dan tipe banyak

Untuk menguji hipotesa, angka Wilk’s Lambda ditransformasikan ke

angka Chi-Square. Oleh karena hasil angka Sig. adalah 0.119 yang nilainya di

atas 0.05 maka Ho diterima, atau jika fungsi diskriminan kedua berdiri sendiri,

justru tidak ada perbedaan antara ENSO dan Arah angin dari tipe hasil tangkapan

sedang dan banyak. Dengan demikian seharusnya kedua fungsi diskriminan

digunakan secara bersama-sama, dan tidak bisa hanya mengambil fungsi

diskr iminan kedua saja.

4.4.1 Prediksi dan Pengujian Model

Peranan masing-masing variabel dalam membedakan tinggi rendahnya

hasil tangkapan dapat dilihat dari koefisien persamaan diskriminan (unstandarized

coefficients) seperti yang disajikan pada Tabel 13.

Ta bel 13. Koefisien fungsi diskriminan ditakbakukan

No Variabel Fungsi

1 2

Arah2 0.009 0.009

ENSO 2 0.754 1.013

SELDES -0.182 0.02

(33)

Hubungan antara parameter Arah Angin dan ENSO terhadap hasil

tangkapan adalah:

Fungsi 1 : Z1 = 22.088 + 0.009 X1 + 0.754 X2

Fungsi 2 : Z2 = -1,557 + 0.009 X1 + 1.013 X2

dengan

Z = Hasil tangkapan

X1 = Arah angin pada bulan kedua untuk setiap kwartal yang

disimbolkan dengan arah2 (Lampiran 7)

X2 = ENSO pada bulan kedua untuk setiap kwartal yang

disimbolkan dengan ENSO 2 (Lampiran 7)

Persamaan dari fungsi tersebut dapat dijelaskan melalui Tabel 8, Dari

Tabel tersebut terlihat bahwa untuk hasil tangkapan yang termasuk dalam kategori

rendah, jika titik pusatnya (centrid) berada antara 15.837 pada fungsi 1 dan

9.519E-0.2 pada fungsi 2, untuk kategori sedang berada antara -2.220 pada fungsi

1 dan –0,303 pada fungsi 2, dan untuk kategori tinggi berada antara -3.660 pada

fungsi 1 dan 0,862 pada fungsi 2.Tabel 14.

Tabel 14 Titik centroid kategori hasil tangkapan

Fungsi Kategori

1 2

Rendah (1) 15.837 9.519E-02

Sedang (2) -2.220 -0.303

Tinggi (3) -3.660 0.682

Hasil plot peta teritotial kategori antara fungsi 1(sumbu x) dan fungsi 2

(sumbu y) menunjukkan nilai yang termasuk kategori hasil tangkapan rendah,

sedang dan tinggi (Lampiran 14).

Berdasarkan pengujian model dan prediksi yang dikembangkan terlihat

bahwa ketetapan fungsi diskriminan dalam membedakan ke tiga kategori hasil

tangkapan berdasarkan angka pr ediksi dari hasil validasi antara model dan

observasi ditunjukkan pada Tabel 4. Hal ini ditunjukkan pada hasil verifikasi

model untuk model dengan kategori rendah dan predikisinya juga rendah

(34)

kategori tinggi diprediksi tinggi sebanyak 7, sehingga diperoleh nilai ketepatan

model diskriminan yang telah terklarifikasi dalam membedakan hasil tangkapan

sebesar 84%. Ketepatan dalam memprediksi hasil tangkapan berdasarkan nilai

validasi silang diperoleh untuk model dengan kategori rendah diprediksi rendah

ada 4, kategori sedang diprediksi sedang sebanyak 16 dan kategori tinggi dan

prediksi tinggi ada 4, sehingga untuk nilai validasi silang (persen benar) diperoleh

86%. Hal ini dapat dilihat pada grafik prediksi hasil tangkapan (Lampiran 8) dan

nilai fungsi diskriminan yang terbentuk (Lampiran 14) menunjukkan ketepatan

prediksi yang dihasilkan. Selanjutnya, dilakukan pula analisis untuk data log hasil

tangkapan terkoreksi (Lampiran 8), ketepatan fungsi diskriminan dalam

membedakan ketiga kategori hasil tangkapan menunjukkan bahwa nilai ketepatan

model dalam membedakan hasil tangkapan sebesar 84% dan ketepatan dalam

memprediksi hasil tangkapan berdasarkan nilai validasi silang diperoleh 86%.

Faktor yang berpengaruh adalah Arah angin dan ENSO.

Tabel 15. Hasil Validasi Antara Model dan Observasi

Observasi Prediksi Total

Kategori 1 2 3

Model Nilai 1 4 0 0 4

2 0 16 1 17

3 0 0 7 7

Observasi % 1 100.0 0 0.0 100.0

2 0.0 0.0 5.9 100.0

3 0.0 94.1 100.0 100.0

Validasi

Silang Nilai 1 4 0 0 4

2 0 16 1 17

3 0 3 4 7

Observasi % 1 100.0 0.0 0.0 100.0

2 0.0 94.1 5.9 100.0

(35)

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil perhitungan regresi terhadap kedua besaran effort dan

CPUE maka hubungan antara upaya penangkapan (effort) dengan CPUE

membentuk persamaan regresi sebagai berikut CPUE = 0.102762818 –

0.000000579592 f.

2. Berdasarkan persamaan tersebut pula maka tingkat upaya penangkapan

untuk mencapai produksi maksimum lestari (fMSY) sebesar 88651.06521

trip/tahun, dan menghasilkan tingkat produksi maksimum lestari sebesar

4555.016625 ton/tahun

3. Penurunan CPUE dalam kurun waktu 7 tahun diduga awal karena

terjadinya penurunan kelimpahan atau semakin berkurangnya stok yang

berada pada perairan ini. Selain itu kemungkinan yang dapat diduga

karena besarnya upaya penangkapan yang terjadi di daerah ini sehingga

ikan cakalang mengalami perubahan lokasi migrasi dan hal ini sesuai

dengan keadaan riil perairan saat ini.

4. Nilai hasil fMSY yang diperoleh sebesar 88651.06521 trip/tahun dengan

rata-rata jumlah armada pole and line dan Tonda sebanyak 503 unit maka

diperoleh rata -rata hasil tingkat pengupayaan selama periode tahun

1997-2003 sebesar 72.54% dengan tingkat pengupayaan tertinggi pada tahun

2002 sebesar 117.99% dan tahun 2003 dan terendah pada tahun 2001

sebesar 33.90%. Hal ini menunjukan bahwa pada kedua tahun tersebut

telah terjadi kelebihan tingkat pengupayaan yaitu upaya penangkapan yang

dilakukan nelayan Kabupaten Buton telah melewati upaya tangkap

optimum (fMSY) pada tahun 1997-2001.

5. Berdasarkan hasil analisis produksi ikan cakalang dengan menggunakan

model Schaefer, memperlihatkan bahwa nilai (CMSY) sebesar 4736.985 ton

per tahun dan (fMSY) sebesar 16.644 hari dan model produksi sumber daya

cakalang di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara adalah sebagai berikut

(36)

6. Pada kondisi upaya tangkap telah melebihi nilai batas upaya tangkap

maksimum (fMSY) sebesar 88651.06521 hari dan hasil tangkapan

maksimum (MSY) sebesar 4555.016625 ton per tahun maka akan terlihat

hasil tangkapan semakin menurun bahkan dapat menyebabkan kepunahan

pada sumber daya cakalang yang dieksploitasi.

7. Upaya penangkapan optimum (f opt) dengan melakukan simulasi diperoleh

sebesar 15.464 hari per tahun dengan jumlah hasil produksi maksimum

lestari (MSY) 4736.98 ton per tahun. Jika terjadi penambahan upaya

tangkap secara terus menerus hingga mencapai 33.483 hari per tahun maka

sumber daya cakalang yang ada di Kabupaten Buton akan mengalami

biological overfishing artinya sumber daya akan mengalami pemusnahan.

Perolehan hasil simulasi menunjukan hal yang sama yaitu telah terjadi

over eksploitasi pada tahun 2002 hingga tahun 2004.

8. Berdasarkan klasifikasi di atas maka kondisi sumber daya perikanan

cakalang di Kabupaten Buton dapat dijelaskan sebagai berikut : Tahun

1997 hingga 1998 sumberdaya cakalang masuk dalam kategori under

exploited, hal ini berarti dalam 3 tahun tersebut tingkat pemanfaatannya

masih rendah. Sementara upaya penangkapannya hampir tidak mengalami

peningkatan yang signifikan..

9. Estimasi nilai Maximum Sustainable Yield (MSY) berdasarkan hasil

analisis dengan menggunakan model surplus produksi Schaefer diperoleh

nilai Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 4555.016625 ton

pertahun dengan upaya penangkapan optimum (fMSY) sebesar

88651.06521 hari pertahun dengan armada penangkapan pole and line dan

Tonda rata-rata sebanyak 500 unit per tahun.

10. Nilai IMP bervariasi dan berkisar antara 80,0725%-111,483%.

Perhitungan IMP cakalang dapat dilihat pada Lampiran 22. Puncak

penangkapan ikan cakalang selama periode 1997-2003 terjadi pada

bulan-bulan Juni, Oktober, November dan Desember dengan nilai IMP

masing-masing 103.7897%, 105,0936%, 103,3195%,dan 111.483%. Bila

(37)

bulan Juni adalah merupakan bulan akhir dari Musim Peralihan Barat ke

Timur. Pada bulan-bulan Juli hingga Agustus yang masuk dalam ketegori

Musim Timur merupakan masa paceklik bagi nelayan dan masuk

pertengahan September, Oktober hingga Desember merupakan masa-masa

puncak ikan.

11. Variabel iklim yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan cakalang

adalah arah angin dan radiasi ENSO .

12. Model diskriminan yang digunakan untuk memprediksi hasil tangkapan

ikan cakalang memiliki tingkat kebenaran 86% (verifikasi model) dan 86%

verifikasi dari model silang.

5.2 SARAN

1. Perlunya penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh pengaruh klorofil

terhadap hasil tangkapan cakalang.

2. Perlunya penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh faktor -faktor lain seperti

teknologi penangkapan terbaru terhadap peningkatan hasil tangkapan

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Afifi, A dan Azen, P. 1997. Statistical Analysis A Computer Oriented Approach. Academic Press INC, Los Angeles.

Anggiola, H. 2003. Hubungan Aspek Teknis dan Penggunaan Umpan terhadap pemanfaataan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di PT. USAHA MINA Sorong, Irian Jaya.

Asikin. 1971. Sinopsis Biologi Ikan Layang (Decapterus spp). Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Binet, D. 1997. Climate and pelagic fisheries in the Canary and Guinea currents 1964 -1993: The role of trade winds and the Southern

Oscillation. LongTerm Changes In Marine Ecosystems. Les

Changements A Long Terme Dans Les Ecosys temes Marins., Gauthiers -Villars, Paris (France), pp. 177-190, Oceanol. Acta, Vol. 20, No. 1

Departemen Kelautan dan Perikanan RI. 2001. Rumusan Seminar Strategi Menghadapi Variabilitas Iklim di Bidang Kelautan dan Perikanan. Jakarta, 28-29 Maret 2001

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton. 2003. Laporan Tahunan 2002. Pemerintah Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.

[DINKOP SULTRA] Dinas Koperasi Sulawesi Tenggara. 2002a. Identifikasi Sumberdaya Ikan Unggulan di Sulawesi Tenggara. Kendari: Dinas Koperasi, UKM dan PMD Propinsi Sulawesi Tenggara dan Jurusan Perikanan Faperta UNHALU.

.

[DPT] Dirjen Perikanan Tangkap. 2003. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2001. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.

Halide, H., dan P. Ridd., 2000. Modeling in ter-annual variation of a local rainfall data using a fuzzy logic technique. Proceedings of the International Forum on Climate Prediction, Agriculture and Development. International Research Institute for Climate Prediction. Palisades, New York, pp. 166170.

(39)

Halide, H., dan P. Ridd., 2002. Modeling Coral Bleaching Events using a Fuzzy Logic Technique. In. Fuzzy logic a framework for the new millennium. V. Dimitrov. And V. Korotkich (editors). (Book) Physica-Verlag, Heidelberg

Halide, H. 2003. Prediksi lklim Menggunakan Metoda Artificial Neural-Network dan Fuzzy Logic: Suatu Pengantar, Makalah, Pelatihan penelitian Interkoneksitas Konsorsium PTIT, Makassar.

Kawasaki Tsuyoshi. 1993. Long Term Variability of Pelagic Fish Populations and their Environment. Procedings of the International Symposium Sendai Japan, Pergamon Press, Tokyo Japan.

Laevastu, Taivo. 1993. Marine Climate, Weather and Fisheries. Fishing News Books, Oxford.

Lehodey P., 1997. El Nino Southern Oscilations and Tuna in the Western Pasific. Levin, RI, Rubin,DS. 1992. Quantitative Approaches to Management.

McGraw-Hill, Inc

Merta I.G.S., S. Nurhakim dan J. Widodo. 1988. Sumber Daya Perikanan Pelagis Besar dalam Potensi dan Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Jakarta. pp 89 – 106.

Mubarak, 1996. Studi fentang Pendugaan Kelimpahan Ikan Pelagis dengan Menggunakan "Dual Beam Acoustic System" di Selat Sunda Bagian Selatan. Kumpulan Makalah Seminar Maritim Indonesia,Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta , pp 264-270.

Munoz, A. 1988 El Nino impacts on the pelagic fishery management in the Eastern Pacific. Medio Ambiente., vol. 9, no. 1, pp. 35-41.

Nybakken,J.W. 1992. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis . PT.Gramedia, Jakarta

Serra, R. 1987. Impact of the 1982-83 ENSO on the Southeastern Pasific Fisheries, with an emphasis on chilean fisheries. In M. Glantz, R. Katz and M. Krenz. Climate Crisis: The societal impacts associated with the 1982-83 worldwide climate anomalies. United Nation Environmental Programme (UNEP) and Environmental and Societal Impacts Group National Center for Atmospheric Research, Switzerland. pp:24-29.

Roslianta, 2003., Studi Tentang Unit Penangkapan Ikan dan Komoditas Unggulan Perikanan Laut di Indramayu, Jawa Barat. Pp : 10-11.

Suyedi, R.2001. Sumberdaya Ikan Pelagis. Makalah Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Afifi, A dan Azen, P. 1997. Statistical Analysis A Computer Oriented Approach. Academic Press INC, Los Angeles.

Afiat, 2002. Studi Beberapa Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonuspelamis) yang tertangkap di Perairan Bagian Selatan Pulau Buton.Sulawesi Tenggara.

Anggiola, H. 2003. Hubungan Aspek Teknis dan Penggunaan Umpan terhadap pemanfaataan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di PT. USAHA MINA Sorong, Irian Jaya.

Asikin. 1971. Sinopsis Biologi Ikan Layang (Decapterus spp). Lembaga Penelitia n Perikanan Laut, Jakarta.

Binet, D. 1997. Climate and pelagic fisheries in the Canary and Guinea currents 1964 -1993: The role of trade winds and the Southern Oscillation. LongTerm Changes In Marine Ecosystems. Les Changements A Long Terme Dans Les Ecosystemes Marins., Gauthiers-Villars, Paris (France), pp. 177-190, Oceanol. Acta, Vol. 20, No. 1

Burhanuddin dan Djamali. 1978. Penelaahan Biologi Ikan Layang di Perairan Pulau Panggang dan Pulau-pulau Seribu, Sumberday, Sifat-sifat Oseanologis serta Perma salahaanya. Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik Buton. 2003. Buton dalam Angka: Kabupaten Buton.

CCAR. 2005.TOPEX/POSEIDON,http://www-ccar.colorado.edu/November 2005

Departemen Kelautan dan Perikanan RI. 2001. Rumusan Seminar Strategi Menghadapi Variabilitas Iklim di Bidang Kelautan dan Perikanan. Jakarta, 28-29 Maret 2001

Dillon, W.R.& M. Goldstein. 1984. Multivariate Analysis. Methode and Applications. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton. 2003. Laporan Tahunan 2002. Pemerintah Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.

[DINKOP SULTRA] Dinas Koperasi Sulawesi Tenggara. 2002a . Identifikasi Sumberdaya Ikan Unggulan di Sulawesi Tenggara. Kendari: Dinas Koperasi, UKM dan PMD Propinsi Sulawesi Tenggara dan Jurusan Perikanan Faperta UNHALU.

.

(41)

Halide, H., dan P. Ridd., 2000. Modeling inter-annual variation of a local rainfall data using a fuzzy logic technique. Proceedings of the International Forum on Climate Prediction, Agriculture and Development. International Research Institute for Climate Prediction. Palisades, New York, pp. 166170.

Halide, H., 2001. Pemanfaatan fenomena ENSO (El Nino Southern Oscillation) pada penangkapan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan prediksinya. (paper-unpublished) Seminar Nasional Ikatan Mah. Fisika Indonesia, Makassar.

Halide, H., dan P. Ridd., 2002. Modeling Coral Bleaching Events using a Fuzzy Logic Technique. In. Fuzzy logic a framework for the new millennium. V. Dimitrov. And V. Korotkich (editors). (Book) Physica-Verlag, Heidelberg

Halide, H. 2003. Prediksi lklim Menggunakan Metoda Artificial Neural-Network dan Fuzzy Logic: Suatu Pengantar, Makalah, Pelatihan penelitian Interkoneksitas Konsorsium PTIT, Makassar.

Halim, A., 2004. Distribusi Parameter Oseanografi dan Kaitannya dengan Hasil Tangkapan Cakalang dan Madidihang di Perairan Sumatra Barat. Thesis. (tidak dipublisikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.

Irawati., 2003. Model Pendugaan Hasil Tangkapan Layang Berdasarkan Faktor Iklim. Makassar.

Kawasaki Tsuyoshi. 1993. Long Te rm Variability of Pelagic Fish Populations and their Environment. Procedings of the International Symposium Sendai Japan, Pergamon Press, Tokyo Japan.

Laevastu, Taivo. 1993. Marine Climate, Weather and Fisheries. Fishing News Books, Oxford.

Lehodey P., 1997. El Nino Southern Oscilations and Tuna in the Western Pasific.

Levin, RI, Rubin,DS. 1992. Quantitative Approaches to Management. McGraw-Hill, Inc

Merta I.G.S., S. Nurhakim dan J. Widodo. 1988. Sumber Daya Perikanan Pelagis Besar dalam Potensi dan Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Jakarta. pp 89 – 106.

(42)

Mubarak, 1996. Studi fentang Pendugaan Kelimpahan Ikan Pelagis dengan Menggunakan "Dual Beam Acoustic System" di Selat Sunda Bagian Selatan. Kumpulan Makalah Seminar Maritim Indonesia,Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta , pp 264-270.

Munoz, A. 1988 El Nino impacts on the pelagic fishery management in the Eastern Pacific. Medio Ambiente., vol. 9, no. 1, pp. 35-41.

NASA.2005.NOAA. http://www.bom.gov.au/bmrc/ocean/results/pastanal.htm. Bulan November Desember 2005

Naslina, 2005., Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus Albaqore)di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara.

Nybakken,J.W. 1992. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis . PT.Gramedia, Jakarta

Serra, R. 1987. Impact of the 1982 -83 ENSO on the Southeastern Pasif ic Fisheries, with an emphasis on chilean fisheries. In M. Glantz, R. Katz and M. Krenz. Climate Crisis: The societal impacts associated with the 1982-83 worldwide climate anomalies. Unit ed Nation Environmental Programme (UNEP) and Environmental and Societal Impacts Group National Center for Atmospheric Research, Switzerland. pp:24-29.

Roslianta, 2003., Studi Tentang Unit Penangkapan Ikan dan Komoditas Unggulan Perikanan Laut di Indramayu, Jawa Barat. Pp : 10-11.

Suyedi, R.2001. Sumberdaya Ikan Pelagis. Makalah Falsafah Sains.(tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Timm, N.H.2002., Applied Multivariate Analysis. University of Pittsburgh.USA.

Tjasyono, B. 1997. Mekanisme fisis pada, selama, dan pasca EI-Nino. Paper disajikan pada Workshop Kelompok Peneliti Dinamika Atmosfer, 13-14 Maret 1997

(43)
(44)

Lampiran 2 Data Iklim Lokal Kabupaten Buton, Periode 1997-2003

Data Curah Hujan

Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des

1997 154 325 32 174 51 62 28 0 0 0 4 106

1998 132 86 107 267 219 185 296 48 50 141 317 358

1999 257 181 470 389 120 56 194 12 24 103 262 421

2000 351 163 261 151 124 412 19 1 1 74 125 228

2001 512 146 301 168 66 399 55 0 6 30 382 160

2002 155 259 215 197 183 20 1 15 0 7 39 251

2003 150 172.5 171 232 128 101 69 53 25 74 55 304.5

Data Intensitas Cahaya

Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des

1997 11,00 18,06 3,56 10,88 7,29 6,20 4,67 0,00 0 0 2,00 6,63 1998 8,25 5,73 7,64 10,27 10,43 10,28 13,45 6,86 10 9,4 12,19 15,57 1999 12,24 11,31 22,38 21,61 8,00 5,09 48,50 3,00 8 9,36 11,39 18,30 2000 14,63 11,64 18,64 6,86 8,27 22,89 3,17 0,50 0,5 6,73 6,58 13,41 2001 19,69 11,23 15,84 12,00 9,43 23,47 27,50 0,00 3 6 19,10 7,27 2002 6,46 15,24 12,65 10,94 15,25 2,22 100 7,50 0 7 5,57 11.95 2002 6.46 15.24 12.65 10.9 15.25 2.22 100 7.5 0 7 5.57 11.95 2003 8.49 14.39 13.61 13.7 12.75 6.39 92.8 7.15 1.25 7.75 6.72 13.01 Data Kecepatan Angin

Tahun Jan Feb Mar Apr Mey Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des

1997 3 4 4 2 3 3 3 4 4 4 4 4

1998 3 3 3 3 2 2 2 3 4 3 3 4

1999 3 4 3 3 3 2 4 4 3 2 3 3

2000 3 4 3 3 2 3 4 4 4 3 4 4

2001 4 5 3 3 3 3 4 5 4 4 3 3

2002 4 4 3 3 3 3 5 5 5 4 4 3

Gambar

Gambar 4    Grafik kurva hasil tangkapan per tahun pada perikanan pole and line
Tabel 6. Tingkat Produksi, Hasil Tangkapan dan CPUE Perikanan Pole and Line
Tabel 5. Produksi, Upaya penangkapan dan CPUE Perikanan Pole and Line dan
Tabel 7. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan cakalang di Kabupaten
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2013) membahas karakteristik daerah potensial penangkapan ikan cakalang ( Katsuwonus Pelamis ) selama musim timur di Teluk Bone dan Laut Flores berbasis data

Pendekar Plastik melakukan social buzzer dan menggunakan publik figure yang mereka juga menjadi aktivis lingkungan, duta lingkungan dan influencer-influencer lainnya berbentuk

banyak terdapat di dalam kopi adalah asam klorogenat ( chlorogenic acid ) 2,3 Hasil penelitian menyatakan bahwa asam klorogenat merupakan salah satu antioksidan poten 3,4

Hasil uji hipotesis yang telah dideskripsikan di atas akan dijadikan rujukan dalam melakukan pembahasan lebih lanjut tentang pengaruh modul pembelajaran dan

Jumlah diseminasi teknologi produksi benih tanaman dan produk bioteknologi pertanian 1 Diseminasi teknologi 16 32 27 25 Jumlah pengembangan kawasan wisata agro 1 Pengembangan

Tujuan dari pengolahan sinyal digital adalah untuk mencapai feature extraction, sebuah proses yang pengolahan sinyal digital adalah untuk mencapai feature extraction, sebuah proses

Merupakan saluran distribusi yang digunakan oleh perusahaan dimana aktifitas utamanya adalah menyalurkan produk dari produsen sampai ke tangan konsumen, yaitu

Pada tahun 2017, kami juga meluncurkan UOB Smart Risk, yang merupakan layanan wealth management and investment untuk membantu nasabah Privilege Banking dalam meraih tujuan