• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Tingkat Kerusakan dan Masa Simpan Alpukat pada Rantai Pasok Pasar Wisata Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Tingkat Kerusakan dan Masa Simpan Alpukat pada Rantai Pasok Pasar Wisata Bogor"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TIN

ALPUKAT PAD

F

TINGKAT KERUSAKAN DAN MASA

ADA RANTAI PASOK PASAR WISA

SKRIPSI

A. TRI SETIAWAN MASHUDI

F14080136

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

STUDY OF MECHANICAL DAMAGE AND SHELF LIFE OF

AVOCADO IN BOGOR TRAVEL MARKET SUPPLY CHAIN

A. Tri Setiawan Mashudi and Emmy Darmawati

Departement of Mechanical And Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone 62 251 8632327, e-mail : a.tri_setiawan@yahoo.co.id

ABSTRACT

As one of the horticultural commodities, avocados have a high enough level of damage in the process of distribution to the hands of consumers. This study aimed to map the avocado supply chain in the market which are located in Bogor tourist areas, then analyze the mechanical damage and shelf life, analyze the cost structure of production and the break even point, analyze the added value in each of the entities in the supply chain. Data analysis methods used were descriptive and quantitative analysis. The focus of the avocado supply chain entities in this study consisted of traders, wholesalers and retailers. There were four patterns of avocado supply chain flow. Retailers in Sari Barokah got avocados from two channels, that were traders and farmers. Retailers with large-scale in Pasar Bogor got avocados from wholesalers, while others got avocados directly from farmer. Mechanical damage occurred in the retailers was about 63.93%. Observations indicated the shelf life of rotten avocado at 9th day reached 51.07%, while the other was severely degraded avocado followed by a decline in selling prices. Amount of traders average total cost who supply to Sari Barokah and Pasar Bogor were respectively Rp 3,639.21 / kg and Rp 1,682.18 / kg. Average total cost at the wholesaler level was Rp 3,385.45 / kg. Average total cost of retailers in Sari Barokah and Pasar Bogor respectively Rp 5.965 / kg and Rp 4,924.73 / kg. Sales in each entity has exceeded the breakeven point. Traders who supply to the Sari Barokah and Pasar Bogor each earn added value ratio of 21.29% and 46.09% with the rate of profit respectively 18.76% and 41.58%. Ratio of added value that wholesaler earned were 41.59% and 41.16% rate of profit. The average of retailers added value in Sari Barokah and Pasar Bogor were respectively 33.26% and 44.21% with 31.17% and 43.45% average rate of profit.

(3)

A. TRI SETIAWAN MASHUDI. F14080136. KAJIAN TINGKAT KERUSAKAN DAN MASA SIMPAN ALPUKAT PADA RANTAI PASOK PASAR WISATA BOGOR. Di bawah bimbingan Emmy Darmawati. 2012

RINGKASAN

Alpukat merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Sebagai salah satu komoditas hortikultura, alpukat memiliki tingkat kerusakan yang cukup tinggi dalam proses distribusinya hingga ke tangan konsumen. Buah alpukat melewati beberapa proses dimulai dari pemanenan, pengangkutan, penyortiran, pengemasan, penyimpanan, pendistribusian dan pemasaran untuk sampai ke konsumen akhir. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai masing-masing proses yang ada dengan tujuan mempertahankan kualitas alpukat sampai ke tangan konsumen.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan rantai pasok buah alpukat khususnya pasar yang berlokasi di daerah wisata Bogor, kemudian menganalisis kerusakan mekanis dan masa simpan, menganalisis struktur biaya produksi dan titik impas serta menganalisis nilai tambah yang dihasilkan pada masing-masing entitas di rantai pasok.

Penelitian dilakukan di lokasi wisata Bogor antara lain pasar sekitar Kebun Raya Bogor dan pasar/pusat oleh –oleh khas Bogor di daerah Puncak. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data-data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya.

Seluruh pedagang pengecer yang menjual alpukat didata berdasarkan jumlah kapasitas usahanya, kemudian dari kapasitas usaha tersebut dibagi dalam beberapa kelompok. Sampel dipilih secara purposive dari tiap kelompok dengan pertimbangan kemudahan memperoleh informasi dari pedagang pengecer tersebut. Penelusuran rantai pasok berikutnya ditentukan dengan teknik snowball sampling dimana entitas lainnya ditentukan berdasarkan keterangan dari pihak pedagang pengecer yang berasal dari lokasi penelitian di lokasi wisata tersebut. Metode analisis data yang yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data berupa tingkat kerusakan mekanis, masa simpan, biaya pokok, dan nilai tambah di tiap entitas.

Entitas dalam rantai pasok alpukat yang menjadi fokus dalam penelitian terdiri dari pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Aktivitas pertama dalam rantai pasok dimulai dari pedagang pengumpul besar. Pedagang pengumpul besar memperoleh alpukat dari beberapa pedagang pengumpul kecil atau beberapa petani. Pengiriman alpukat dilakukan setelah melewati tahap sortasi, grading dan pengemasan. Pedagang grosir membeli alpukat dari pedagang pengumpul besar yang ada di sentra-sentra produksi alpukat, kemudian menjualnya ke pedagang pengecer. Pada tingkat pengecer, penyimpanan dilakukan secara sederhana dan tidak jauh berbeda satu sama lainnya.

Terdapat empat pola aliran rantai pasok. Pola aliran rantai pasok 1 terdiri dari petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Pola aliran rantai pasok 2 terdiri petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, dan pedagang pengecer. Pola aliran rantai pasok 3 terdiri dari petani, pedagang pengumpul besar, dan pedagang pengecer. Pola aliran rantai pasok 4 terdiri dari petani, dan pedagang pengecer.

Kerusakan mekanis yang terjadi pada rantai pasok alpukat adalah lecet, memar, retak hancur,

(4)

63.93%. Hasil pengamatan masa simpan menunjukkan pada hari ke 9 alpukat yang busuk/tidak dapat terjual mencapai 51.07%, sementara alpukat lainnya mengalami penurunan mutu diikuti dengan penurunan harga jual.

Besarnya biaya pokok di pedagang pengumpul besar yang memasok ke Sari Barokah dan Pasar Bogor masing-masing Rp 3,639.21/kg dan Rp 1,682.18/kg. Biaya pokok pada tingkat pedagang grosir sebesar Rp 3,385.45/kg. Rata-rata biaya pokok pada pedagang pengecer di Sari Barokah dan Pasar Bogor masing-masing Rp 5,965/kg dan Rp 4,924.73/kg. Besarnya biaya pokok sangat dipengaruhi oleh masing-masing rata-rata harga pembelian alpukat. Penjualan pada tiap entitas telah melampaui titik impasnya masing-masing. Hal ini menunjukkan seluruh entitas telah memperoleh keuntungan dalam pemasaran alpukat. Semakin besar selisih antara penjualan dan titik impas maka keuntungan yang diperoleh juga makin besar.

Pedagang pengumpul besar yang memasok ke Sari Barokah dan Pasar Bogor masing-masing memperoleh rasio nilai tambah 21.29 persen dan 46.09 persen dengan tingkat keuntungan masing-masing 18.76 persen dan 41.58 persen. Rasio nilai tambah yang didapatkan pedagang grosir 41.59 persen dengan tingkat keuntungan 41.16 persen. Pedagang pengecer di Sari Barokah dan Pasar Bogor masing-masing memperoleh rata rasio nilai tambah 33.26 persen dan 44.21 persen dengan rata-rata tingkat keuntungan masing-masing 31.17 persen dan 43.45 persen. Tidak terdapat perbedaan yang begitu besar pada rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan pada masing-masing entitas. Hal ini menunjukkan pelaksanaan pemasaran entitas rantai pasok di Sari Barokah dan Pasar Bogor telah melakukan kerjasama yang saling menguntungkan.

(5)

KAJIAN TINGKAT KERUSAKAN DAN MASA SIMPAN ALPUKAT

PADA RANTAI PASOK PASAR WISATA BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

A. TRI SETIAWAN MASHUDI

F14080136

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Kajian Tingkat Kerusakan dan Masa Simpan Alpukat pada Rantai

Pasok Pasar Wisata Bogor.

Nama

: A. Tri Setiawan Mashudi

NIM

: F14080136

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Akademik

(Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si.)

NIP. 19610505 198601 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Bosistem

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)

NIP. 19661201 199103 1 004

(7)

SURAT PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “KAJIAN

TINGKAT KERUSAKAN DAN MASA SIMPAN ALPUKAT PADA RANTAI PASOK PASAR WISATA BOGOR” adalah hasil karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012 Yang Membuat Pernyataan

(8)

© Hak cipta milik A. Tri Setiawan Mashudi, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(9)

BIODATA PENULIS

(10)

i

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Tingkat Kerusakan dan Masa Simpan Alpukat pada Rantai Pasok Pasar Wisata Bogor”. Tulisan ini adalah salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas petunjuk, saran, dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa S1 serta dalam penelitian.

2. Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr dan Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan saran terhadap skripsi penulis. 3. Kedua orangtua serta kakak-kakak tercinta yang telah memberikan semangat, dorongan dan

doa yang tulus bagi penulis selama menempuh kuliah dan menyelesaikan penelitian.

4. Teman seperjuangan Gita Pujasari yang telah memberi dukungan, semangat dan telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

5. Teman satu bimbingan (Ican, Jefri, Ramli dan Reni) atas bantuan dan kebersamaannya. 6. Seluruh mahasiswa TEP 45 (The Marvelous of Agricultural Engineering Talents) yang

tentunya secara langsung maupun tidak langsung telah turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh dosen Departemen Teknik Mesin dan Biosistem atas ilmu dan pengalaman yang diberikan kepada penulis.

8. Seluruh staf Departemen Teknik Mesin dan Biosistem atas kebaikan dan bantuannya kepada penulis.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menyelesaikan kuliah dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis terbuka terhadap segala kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2012

(11)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A.LATAR BELAKANG ... 1

B.TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A.TANAMAN ALPUKAT ... 3

B.SUPPLAY CHAIN MANAGEMENT (SCM) ... 5

C.KERUSAKAN MEKANIS ... 7

D.BIAYA PRODUKSI DAN TITIK IMPAS ... 8

E. NILAI TAMBAH ... 9

III. METODOLOGI ... 10

A.LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 10

B.JENIS DAN SUMBER DATA ... 10

C. METODE PENELITIAN ... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

A. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN .... 16

B. IDENTIFIKASI ANGGOTA RANTAI PASOK ... 21

C. POLA ALIRAN RANTAI PASOK ... 23

D. KERUSAKAN MEKANIS ... 28

E. MASA SIMPAN ... 35

F. BIAYA PRODUKSI DAN TITIK IMPAS ... 37

G. NILAI TAMBAH ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. KESIMPULAN ... 44

B. SARAN ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(12)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan gizi tiap 100 gram buah alpukat segar ... 3

Tabel 2. Tipe bunga beberapa varietas alpukat ... 4

Tabel 3. Komponen biaya tiap entitas rantai pasok alpukat ... 13

Tabel 4. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami ... 15

Tabel 5. Jumlah penduduk Kotamadya Bogor tahun 2005 – 2009 ... 16

Tabel 6. Data tenaga kerja menurut lapangan usaha utama dan jenis kelamin Kabupaten Bogor... 17

Tabel 7. Varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah ... 19

Tabel 8. Pengelompokkan umur responden ... 20

Tabel 9. Tingkat pendidikan responden ... 20

Tabel 10. Mata pencarian lain responden di pasar sekitar lokasi wisata Bogor ... 20

Tabel 11. Aktivitas entitas rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor ... 22

Tabel 12. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir ... 24

Tabel 13. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar ... 26

Tabel 14. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer ... 28

Tabel 15. Tipe kerusakan mekanis saat pengamatan ... 29

Tabel 16. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan pemasok ... 31

Tabel 17. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis kemasan ... 32

Tabel 18. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis alat angkut... 32

Tabel 19. Kapasitas dan susut di responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir ... 33

Tabel 20. Kapasitas dan susut responden pedagang pengecer ... 34

Tabel 21. Jumlah alpukat yang busuk selama masa jual di pedagang pengecer ... 36

Tabel 22. Komponen biaya tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir ... 38

Tabel 23. Komponen biaya tidak tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir ... 38

Tabel 24. Biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir ... 39

Tabel 25. Komponen biaya pedagang pengecer ... 39

Tabel 26. Titik impas pedagang pengecer ... 40

Tabel 27. Perhitungan nilai tambah pedagang pengumpul besar ... 41

Tabel 28. Perhitungan nilai tambah pedagang grosir ... 42

Tabel 29. Hasil analisis nilai tambah responden pedagang pengecer Sari Barokah ... 43

(13)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur rantai pasok... 5

Gambar 2. Struktur rantai pasok pertanian ... 6

Gambar 3. Diagram tahapan penelitian rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor ... 11

Gambar 4. (a) Lapak kaki lima di Pasar Bogor, (b) kios buah/oleh-oleh di Sari Barokah ... 18

Gambar 5. (a) Hijau Bundar (b) Hijau Lonjong (c) Hijau Panjang ... 18

Gambar 6. Pola aliran rantai pasok di pasar sekitar lokasi wisata ... 23

Gambar 7. Susunan buah dalam kemasan serta penyusunan tumpukan dalam alat angkut ... 30

Gambar 8. Beberapa cara dalam mencegah kerusakan mekanis ... 31

Gambar 9. Aliran pemasaran alpukat responden pengumpul besar di Sari Barokah ... 33

Gambar 10. Persentase kerusakan buah selama penyimpanan ... 36

(14)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010 ... 49

Lampiran 2. Produksi buah-buahan menurut jenis di Jawa Barat (kwintal) tahun 2009 ... 50

Lampiran 3. Daftar Pertanyaan yang digunakan dalam Penelitian... 51

Lampiran 4. Kegiatan pascapanen pedagang pengumpul besar. ... 57

Lampiran 5. Tingkat kerusakan mekanis di pedagang pengecer ... 59

Lampiran 6. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengumpul ... 60

Lampiran 7. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang grosir ... 63

Lampiran 8. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengecer... 64

Lampiran 9. Contoh perhitungan nilai tambah responden pedagang pengumpul besar ... 66

(15)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Permintaan akan produk buah-buahan di Indonesia cenderung meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk, semakin membaiknya pendapatan masyarakat dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan nilai gizi buah-buahan. Peningkatan permintaan ini menjadi faktor penting dalam peningkatan produksi buah-buahan. Salah satu komoditas yang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan adalah alpukat. Berdasarkan data dari Deptan jumlah produksi alpukat dari tahun 2005 sebesar 227,577 ton sampai tahun 2009 cenderung meningkat menjadi 257,642 ton walaupun di tahun 2007 sempat mengalami penurunan. Selain tanaman alpukat ini dapat berbuah sepanjang tahun tanpa mengenal musim, nilai ekonomis buah alpukat juga cukup tinggi karena merupakan komoditas perdagangan di pasar dalam dan luar negeri. Hal ini dapat ditujukkan dari peningkatan ekspor alpukat berdasarkan data dari BPS pada tahun 2009 sebesar 120 ton meningkat di tahun 2011.

Salah satu sentra produksi alpukat di Indonesia terdapat di provinsi Jawa Barat dengan tingkat produksi nasional terbesar pada tahun 2010 sebesar 27.24%. Produksi buah alpukat menurut provinsi pada tahun 2010 dapat dilihat di Lampiran 1. Kemudian berdasarkan data BPS, Kabupaten dan Kota Bogor menghasilkan alpukat sebesar 1,254.8 ton atau sebesar 1.53% dari produksi total Jawa Barat pada tahun 2009. Produksi buah-buahan menurut jenis di Jawa Barat dapat dilihat di Lampiran 2. Walaupun alpukat dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia, tetapi alpukat menjadi suatu komoditas yang khas di Bogor karena dapat ditemukan di pasar-pasar sekitar lokasi wisata Bogor. Hal yang menjadi masalah adalah tingkat kerusakan yang cukup tinggi dalam proses distribusi alpukat dari produsen sampai siap dikonsumsi. Untuk sampai ke konsumen akhir, buah alpukat melewati beberapa proses dimulai dari pemanenan, pengangkutan, penyortiran, pengemasan, penyimpanan, pendistribusian dan pemasaran. Kerusakan pada buah alpukat dapat saja berasal mulai dari pemanenan atau dimulai pada proses-prses setelahnya. Serangkain proses tersebut dapat berasal dari berbagai aktivitas pelaku/entitas yang saling berkaitan dengan tujuan akhir buah alpukat dapat sampai ke konsumen akhir. Memahami kegiatan yang dilakukan tiap entitas mulai dari kegiatan panen hingga tempat penjualan akhir alpukat akan bermanfaat dalam melakukan perbaikan pascapanen guna mempertahankan mutu alpukat setelah pemanenan sampai di jajakan terutama di pasar yang ada di sekitar lokasi wisata. Rangkaian kegiatan tersebut dapat dirangkum dalam suatu sistem rantai pasok. Entitas dalam rantai pasok komoditas pertanian dapat meliputi supplier (petani/kelompok tani/tengkulak), manufacturer (pengolah komoditas produk pertanian yang memberikan nilai tambah),

distributor (pedagang besar), retailer (pengecer) atau beberapa entitas lainnya.

(16)

2

B.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan :

1. Melakukan pemetaan rantai pasok buah alpukat khususnya pasar yang berlokasi di daerah wisata Bogor.

(17)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

TANAMAN ALPUKAT

Tanaman alpukat (Persea Americana Mill) merupakan tanaman buah dengan bentuk pohon berkayu yang tumbuh menahun (perennial). Ketinggian tanaman antara 3m-10m, batang berlekuk-lekuk dan bercabang banyak, serta berdaun rimbun. Tanaman alpukat berasal dari Meksiko bagian selatan dan Amerika Tengah, kemudian menyebar ke berbagai negara yang beriklim tropik. Persea berasal dari bahasa Yunani, artinya suatu pohon yang manis buahnya. Di Indonesia nama alpukat mempunyai beberapa nama daerah, seperti alpuket atau alpukat (Jawa Barat), alpokat (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan apokat atau jambu wolanda (sebutan di lain-lain daerah).

Buah alpukat mengandung 78% asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh bersifat mudah dicerna dan berguna untuk menjalankan fungsi organ tubuh secara baik. Mengkonsumsi buah alpukat dapat menurunkan kolesterol dan bersifat aman sekalipun dimakan dalam jumlah banyak. Kandungan gizi tiap 100 gram alpukat segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi tiap 100 gram buah alpukat segar

No. Kandungan Gizi Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium (Ca) Fosfor (P) Zat besi (Fe) Vitamin A Vitamin B1

Vitamin C Air

Bagian dapat dimakan (Bdd)

85.00 kal. 0.90 g 6.50 g 7.70 g 10.00 mg 20.00 mg 0.90 mg 180.00 S.I. 0.05 mg 13.00 mg 84.30 mg 61.00 %

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) diacu dalam Rukmana (1997)

Struktur bunga tanaman alpukat berkelamin dua (hermaphrodite) dan persariaannya dibantu oleh lebah madu karena bunganya mempunyai nectar dan staminod yang berfungsi sebagai alat pemikat serangga. Sifat penting pembungaan alpukat adalah mekarnya bunga terjadi dua kali dalam dua hari berturut-turut. Setiap bunga dapat berfungsi sebagai bunga “betina” pada hari pertama bunga itu membuka (mekar), dan berfungsi sebagai bunga “jantan” pada hari kedua bunga tersebut mekar. Perilaku mekar bunga dua kali ini disebut synchronous dichogamy. Berdasarkan sifat pembungaannya, ragam varietas alpukat dibedakan atas dua tipe.

1. Tipe A

(18)

4 2. Tipe B

Tipe B ditandai dengan bunga mekar pertama kalinya pada sore hari, yakni putik lebih dulu masak. Mekar kedua kalinya terjadi keesokan harinya atau hari kedua pagi hari, tepung sari masak dan benang sari sudah tidak reseptif lagi. Tanaman alpukat tipe B mempunyai ciri khas pagi hari bertindak sebagai bunga jantan, sedangkan sore hari berfungsi sebagai bunga betina.

Pembuahan alpukat cenderung berhasil melalui penyerbukan silang antara varietas tipe A dan tipe B. Untuk meningkatkan pembuahan dan produksi buah alpukat, dianjurkan menanam dua tipe alpukat yang saling berdekatan letaknya. Pembungaan alpukat yang paling optimum adalah pada suhu rata-rata harian di atas 20o C. Pada suhu rendah antara 9o C – 14o C (dataran tinggi) bunga-bunga alpukat menjurus mekar hanya satu kali (single cyclus) dengan putik dan tepung sari masak bersamaan (homogamy). Hal ini berarti di dataran tinggi tanaman alpukat dapat berbuah lebih produktif daripada di dataran rendah. Di dataran tinggi satu pohon alpukat berkemampuan berbuah lebat.

Tanaman alpukat mempunyai perakaran yang dalam dan menyebar ke semua arah, tetapi peka terhadap air tanah yang mudah menggenang (becek). Air tanah yang menggenang dua hari berturut-turut memudahkan serangan penyakit busuk akar oleh cendawan Phytophtora sp. Sifat genetik tanaman alpukat termasuk “diploid”, yakni 2n=12. Pembungaan dan pembuahan dapat berlangsung terus menerus sepanjang tahun. Oleh karena itu, setiap waktu dapat ditemukan buah alpukat di pasar-pasar.

Varietas-varietas alpukat yang terkenal di Indonesia anatra lain, adalah hijau panjang (ijo panjang), hijau bundar (ijo bundar), mentega, merah bundar dan batok. Umumnya dibudidayakan varietas ijo panjang, ijo bundar, merah panjang dan merah bundar. Varietas alpukat berdasarkan tipe bunga dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tipe bunga beberapa varietas alpukat

No. Tipe Bunga Varietas

1

2

Tipe A

Tipe B

Ijo Panjang Ijo Bundar Merah Panjang

Merah Bundar Waldin

Hass

Fuerte Collinson

Itzamma Winslowson

Butler Benik Dickinson

Puebla Taft

Lyon Nabal Ganter Queen

Sumber : Kalie (1996) diacu dalam Rukmana (1997)

(19)

5 Keadaan tanah yang penting diperhatikan adalah tanahnya subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainasenya baik, dengan reaksi tanah (pH) 5,5 – 6,5. Tanah yang bereaksi masam (pH di bawah 5,5) harus dilakukan pengapuran tanah terlebih dahulu. Lahan yang bertopografi miring antara 9% - 15% masih layak ditanami alpukat (Rukmana 1997).

B.

SUPPLAY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

Konsep rantai pasok telah lama diaplikasikan dalam suatu industri manufaktur yang kemudian berkembang pada produk pertanian. Menurut Marimin (2010) konsep rantai pasok (supplay chain) merupakan konsep baru dalam menerapkan sistem logistik yang terintegrasi. Manajemen rantai pasok (supply chain management) produk pertanian mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi, pemasaran hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena : 1) produk pertanian bersifat mudah rusak, 2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, 3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, 4) produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani (Brown 1994 diacu dalam Marimin 2010 ).

SCM bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, minimalisasi biaya dari tranportasi, dan distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses serta barang jadi (Marimin 2010). Terdapat beberapa basis indikator yang bisa dipakai untuk menilai keberhasilan SCM yaitu :

1) Indikator Waktu

Jaminan terhadap waktu tersedianya bahan yang dibutuhkan, waktu selesainya proses pengubahan dan waktu yang dibutuhkan untuk proses distribusi akan sangat berpengaruh terhadap kealancaran aktivitas setiap entitas dan sangat berpengaruh terhadap kepuasan konsumen.

2) Indikator Lokasi

Kepastian distribusi produk akhir ke lokasi konsumen yang membutuhkan. 3) Indikator kuantitas dan kualitas produk

Adanya kesamaan kuantitas dan kualitas yang diinginkan konsumen. Tidak adanya kesinambungan antara kuantitas dan kualitas terhadap yang dinginkan konsumen sering terdapat dalam produk-produk pertanian karena sifat produk yang perishable (mudah rusak). 4) Indikator Biaya

Kondisi yang ideal untuk SCM adalah biaya yang minimal sepanjng rantai pasok dengan tetap memaksimalkan kepuasaan konsumen (Widodo 2010)

Salah satu hal terpenting dalam manajemen rantai pasok adalah saling berbagai informasi, oleh karena itu dalam aliran material, aliran kas, dan aliran informasi merupakan keseluruhan elemen dalam rantai pasok yang perlu diintegrasikan (Chen et all. 2000 diacu dalam Anata dan Ellitan 2008). Menurut Anatan dan Ellitan (2008), prinsip manajemen rantai pasok pada dasarnya merupakan sinkronisasi dan kordinasi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan aliran material/produk, baik yang ada dalam suatu organisasi maupun antar organisasi seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Aliran produk Aliran biaya Aliran informasi Gambar 1. Struktur rantai pasok

Supplier Manu

faktur

Distributi on Center

Whole saler

Retailer End

(20)

6 Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002) diacu dalam Marimin (2010), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah sebagai berikut :

1) Rantai 1 adalah Supplier. Supplier ratai pasok pertanian terdiri dari produsen dan tengkulak. Produsen adalah para petani baik secara individu atau yang sudah bergabung dalam kelompok-kelompok tani. Tengkulak adalah pedagang komoditas pertanian yang mengumpulkan produk-produk pertanian dari sebagian para petani untuk dijual lagi dengan harga yang tinggi. Produsen bisa menjadi supplier untuk tengkulak atau supplier langsung untuk manufaktur.

2) Rantai 1-2 adalah Supplier-manufacturer. Manufaktur yang melakukan pekerjaan membuat, mempabrikasi, meng-assembling, merakit, mengonversikan, ataupun menyelesaikan barang. Pada rantai pasok pertanian, manufaktur adalah pengolah komoditas produk pertanian yang memberikan nilai tambah untuk komoditas tersebut.

3) Rantai 1-2-3 adalah Supplier-manufacturer-distributor. Walapun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan. Cara yang umum dilakukan adalah melalui distributor dan biasanya ditempuh dengan supplay chain. Barang yang berasal dari gudang pabrik disalurkan ke gudang distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar kemudian barang tersebut dislaurkan kepada pengecer dalam jumlah yang lebih kecil. Pada umumnya, manufaktur sudah memiliki bagian distribusi di dalam perusahaannya sendiri, tapi ada juga manufaktur yang menggunakan jasa distributor di luar perusahaannya.

4) Rantai 1-2-3-4 adalah Supplair-manufaktur-distributor-retail. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini dilakukan penghematan dalam bentuk inventori dan biaya gudang. Penghematan tersebut dilakukan dengan cara mendesain kembali pola-pola pegriman barang, baik dari gudang manufaktur ataupun ke toko pengecer. Dalam rantai pasok pertanian, pedagang besar sebagai distributor memasok produk pertaniannya kepada pengecer di pasar tradisional ataupun pasar swalayan.

5) Rantai 1-2-3-4-5 adalah Supplier-manufaktur-distributor-retail-pelanggang. Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau pembeli. Mata rantai pasok akan berhenti ketika barang tersbut tiba pada pemakai langsung.

Struktur rantai pasok produk pertanian memilki keunikan karena tidak selalu mengikuti urutan rantai di atas. Petani dapat langsung menjual hasil pertaniannya langsung ke pasar selaku retail, sehingga telah memutus rantai pelaku tengkulak, manufaktur dan distributor. Manufaktur juga tidak harus memasok produk lewat distributornya ke retail, tapi bisa langsung ke pelanggan (Marimin 2010). Struktur rantai pasok pertanian ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur rantai pasok pertanian Suplier

Manufaktur

Distributor

Retail

(21)

7

C.

KERUSAKAN MEKANIS

Penggunaan peralatan mekanis pada berbagai kegiatan pertanian berpotensi menimbulkan kerusakan pada bahan yang diproses. Sebagai akibatnya, kualitas produk menjadi menurun dan dalam banyak kasus terjadinya kerusakan mekanis diikuti dengan pembusukan yang berlangsung cepat sehingga pada akhirnya bahan menjadi rusak total. Untuk penyimpanan dalam waktu lama, adanya bahan yang membusuk dapat merusak bahan lainnya. Jadi dapat dipahami bahwa menurunnya tingkat kerusakan mekanis mempunyai arti ekonomi yang penting (Suastawa 2008).

Sebab-sebab dan bentuk-bentuk kerusakan mekanis antara lain proses yang melibatkan benturan (impact) misal goresan yang sangat halus. Pemetikan buah-buahan secara mekanis menyebabkan terjadinya benturan antar buah atau gesekan dengan cabang pohon. Benturan dapat mengakibatkan deformasi pada jaringan di bawah kulit buah. Jika deformasi melebihi biological yield point maka jaringan akan mengalami reaksi pencoklatan (browning) dan dalam waktu yang singkat menuju pembusukan. Kemudian kerusakan terutama terjadi pada saat menaikkan dan menurunkan ke alat tranportasi. Kerusakan timbul akibat perlukaan, benturan dan goresan (Suastawa 2008).

Terdapat bentuk-bentuk utama kerusakan mekanis, yaitu :

1) Lecet (Abrasion). Kulit mengalami kerusakan atau sebagian terlepas dari jaringan di bawahnya (lecet). Abrasi terkadang sangat sulit diamati secara langsung pada saat setelah panen, namun baru akan nampak 1 atau 2 minggu setelah dipanen.

2) Memar (Bruising). Pada kasus ini kerusakan jaringan tanaman terjadi akibat gaya eksternal yang mengakibatkan perubahan secara fisik dan perubahan warna serta rasa. Bruising tidak berarti rupture (robek) pada kulit lebih identik dengan memar.

3) Retak (Cracking). Kategori ini terbatas pada retakan pada kulit atau jaringan akibat benturan atau tekanan tanpa mengakibatkan produk hancur (split).

4) Cutting. Didefinisikan sebagai penetrasi benda tajam ke dalam produk tanpa mengakibatkan

crushing yang nyata.

5) Puncture. Jenis perlukaan yang disebabkan oleh benda yang runcing seperti ujung batang atau ranting yang patah atau benda runcing lainnya yang dapat menembus permukaan (tusukan kecil).

6) Retak hancur (Shatter cracking). Merupakan retakan yang banyak dan terpusat di titik benturan.

7) Retak di kulit (Skin cracking). Retakan terbatas pada bagian luar kulit.

8) Pecahan (Splitting). Terjadi pada waktu produk dibagi menjadi beberapa bagian (pemisahan).

9) Sobekan (Tearing). Lazimnya terjadi di ujung buah saat pemetikan, contoh pada saat kita mencabut buah dari tangkainya.

10) Retakan hebat (Swell cracking). Retakan terjadi akibat meningkatnya tekanan osmotik internal.

11) Distorsi (Distortion). Merupakan perubahan bentuk yang diakibatkan oleh adanya pembebanan terhadap produk (Suastawa 2008).

FAO (1989) menyatakan bahwa kadar air yang tinggi dan tekstur yang lembut pada buah, sayuran dan umbi-umbian berakibat rentannya terhadap kerusakan mekanis. Hal tersebut dapat terjadi dari tahap produksi hingga pemasaran ke tingkat retail karena :

1) Pemanenan yang buruk.

2) Penggunaan wadah yang tidak sesuai, seperti terdapatnya pecahan kayu, wadah yang memeliki tepi yang tajam dan pemakuan tidak sesuai sempurna.

(22)

8 4) Penanganan yang tidak hati-hati, seperti menjatuhkan, melempar, menginjak produk atau

kemasan selama proses grading, transportasi atau pemasaran. Kerusakan yang terjadi dapat menyebabkan :

1) Splitting pada buah atau umbi karena terjatuh.

2) Memar dalam buah, tidak terlihat di permukaan (disebabkan oleh goresan yang mempengaruhi kulit dan lapisan luar sel).

3) Rusaknya sayuran daun atau produk lain yang serupa.

Kerusakan karena pemotongan atau terkelupasnya kulit luar produk mengakibatkan: 1) Masukya bakteri pada titik kerusakan sehingga menyebabkan kebusukan. 2) Meningkatkan kehilangan air dari area yang mengalami kerusakan. 3) Menyebabkan peningkatan laju respirasi dan produksi panas. Luka memar yang tidak terlihat di permukaan mengakibatkan:

1) Peningkatan laju respirasi dan produksi panas.

2) Perubahan warna internal karena adanya jaringan yang rusak.

3) Rasa yang tidak enak karena reaksi abnormal fisiologi pada bagian yang rusak (FAO 1989).

D.

BIAYA PRODUKSI DAN TITIK IMPAS

D.1. Biaya Produksi

Tujuan suatu usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan diperoleh dari selisih antara biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima. Untuk dapat meperkirakan biaya produksi maka dilakukan suatu analisis biaya dari proses produksi sehingga akan didapat biaya produksi persatuan output produk. Semakian rendah biaya produksinya maka semakin tinggi keuntungan yang akan diperoleh (Pramudya dan Dewi 1992).

Biaya produksi berdasarkan volume kegiatan terbagi atas biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Menurut Pramudya dan Dewi (1992) biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tidak tergantung pada jumlah produk yang dihasilkan. Untuk pengertian biaya tidak tetap, Tinaprilla (1992) mendefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan jumlah produksi dimana perubahannya dapat bersifat proporsional, progresif atau degresif.

Penjumlahan kedua biaya produksi dapat dinyatakan kedalam biaya total. Biaya ini merupakan biaya keseluruhan yang diperlukan untuk menjalankan suatu usaha yang dinyatakan dalam Rp/unit waktu. Jika biaya total dibagi dengan kapasitas (unit produk per satuan waktu) maka akan diperoleh biaya pokok. Biaya pokok merupakan biaya yang diperlukan suatu usaha untuk menghasilkan satu unit produk.

D.2. Titik Impas

Titik impas adalah suatu titik dimana terjadi kesetimbangan antara dua alternatif yang berbeda. Diluar titik tersebut, kondisi alternatif tersebut berbeda sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Suatu pengambilan keputusan yang tepat akan memberikan keuntungan, dan sebaliknya akan menimbulkan kerugian. Analisis titik impas dapat digunakan dalam berbagai hal, salah-satunya adalah penentuan volume produksi (Pramudya dan Dewi 1992).

(23)

9

E. NILAI TAMBAH

Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok dari hulu ke hilir yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen. Nilai tambah pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai pasok tersebut (Sudiyono 2002 diacu dalam Marimin 2010). Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat dan waktu (Helda 2004).

Metode yang umum diguakan dalam analisis nilai tambah adalah metode M. Dawam Rahardjo dan Metode Hayami. Menurut Sukandar (2008) perhitungan Metode M. Dawam Rahardjo didasarkan pada selisih nilai produk bruto dan total pengeluaran. Total pengeluaran meliputi gaji/upah, bahan baku, bahan bakar dan bahan lainnya. Untuk Metode Hayami perhitungan didasarkan pada satu satuan bahan baku utama. Teori nilai tambah dari perhitungan metode M. Dawam Rahardjo sama dengan teori keuntungan dalam perhitungan metode Hayami. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai tambah yang dihasilkan dari perhitungan metode M. Dawam Rahardjo merupakan keuntungan bagi perusahaan dalam perhitungan metode Hayami. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis nilai tambah metode Hayami memiliki keunggulan, dimana metode tersebut merupakan penyempurnaan dari perhitungan nilai tambah metode M. Dawam Rahardjo.

Kelebihan dari analisis nilai tambah metode Hayami menurut Sudiyono (2002) diacu dalam Marimin (2010) :

1) Dapat diketahui besarnya nilai tambah.

2) Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi.

3) Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran.

Menurut Sudiyono (2002) diacu dalam Marimin (2010) dalam metode Hayami ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah ada dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain. Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah :

1) Membuat arus komoditas yang menunjukkan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan, dan berbagai perlakuan yang diberikan.

2) Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan parsial.

3) Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan output (Sudiyono 2002 diacu dalam Marimin 2010).

Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut Hayami untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut :

1) Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan satu satuan input.

2) Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input.

(24)

10

III.

METODOLOGI

A.

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian lapang dilakukan di lokasi wisata Bogor antara lain pasar di sekitar Kebun Raya Bogor dan pasar/pusat oleh-oleh khas Bogor di daerah Puncak. Pasar yang menjadi tempat penelitian di sekitar Kebun Raya Bogor adalah Pasar Bogor dan untuk pusat oleh-oleh khas Bogor adalah Sari Barokah yang terletak di Cibogo. Pemilihan sampel lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan lokasi-lokasi pasar tersebut terletak di sekitar lokasi wisata yang padat pengunjung yang artinya memiliki peluang pemasaran alpukat lebih besar. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari-Juni 2012.

B.

JENIS DAN SUMBER DATA

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari masing-masing entitas/pelaku aktivitas dalam rantai pasok buah alpukat di lokasi wisata Bogor. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian berupa data kualitatif dan kauntitatif mengenai struktur rantai pasok, mekanisme rantai pasok, tingkat kerusakan, masa jual, harga pembelian dan penjualan, jumlah pasokan, biaya pemasokan serta data-data pengukuran yang diperlukan untuk tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian bersumber dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, Internet serta berbagai literatur yang berkaitan dengan tema penelitian.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian diawali dengan tahap eksplorasi awal rantai pasok alpukat sehingga teridentifikasi entitas-entitas dalam rantai pasok. Selanjutnya dilakukan tahap pengumpulan dan analisis data. Gambar 3 menunjukkan tahap-tahap penelitian rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor.

tidak

ya

Gambar 3. Diagram tahapan penelitian rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor Selesai

Analisis Pola aliran rantai pasok

Analisis Tingkat Kerusakan Mekanis

Analisis Biaya Produksi dan Titik Impas

Analisis Nilai Tambah a

Mulai

Identifikasi anggota rantai pasok

Pembuatan daftar pertanyaan untuk pedagang

Wawancara dengan pedagang

Data Lengkap

(25)

11

1. Metode Pengumpulan Data

Data-data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara. Sistem pengelolaan rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor diteliti lebih lanjut dengan cara mewawancarai berbagai entitas rantai pasok. Wawancara yang dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur pertanyaan ataupun jawabannya. Metode pengumpulan data untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan adalah melalui penelusuran rantai pasok yang dimulai dari pedagang pengecer yang ada di sekitar lokasi wisata Bogor. Daftar pertanyaan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.

Seluruh pedagang pengecer yang menjual alpukat didata berdasarkan jumlah kapasitas usahanya, kemudian dari kapasitas usaha tersebut dibagi dalam beberapa kelompok. Sampel dipilih secara purposive dari tiap kelompok dengan pertimbangan kemudahan memperoleh informasi dari pedagang pengecer tersebut. Penelusuran rantai pasok berikutnya ditentukan dengan teknik snowball sampling dimana entitas lainnya ditentukan berdasarkan keterangan dari pihak pedagang pengecer yang berasal dari lokasi penelitian di lokasi wisata tersebut.

Identifikasi pada entitas berikutnya di pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir dilakukan dengan cara wawancara dengan perwakilan masing-masing entitas. Pedagang pengumpul besar yaitu pihak pemasok yang membeli alpukat untuk mengumpulnya dan membawanya ke pedagang grosir atau pedangan pengecer. Pedagang grosir yang dimaksud di sini yaitu pedagang alpukat baik grosir/bandar maupun eceran yang memperoleh alpukat langsung dari wilayah produsen alpukat. Untuk pedagang pengumpul besar peneliti mewawancarai dua orang pedagang pengumpul yang keduanya berasal dari Bandung. Identifikasi di pedagang grosir diperoleh dari hasil wawancara dengan soerang pedagang di Pasar Induk Cibitung. Kedua pedagang pengumpul besar dan seorang pedagang grosir ini dapat ditemui di tempat dan mau untuk diwawancarai. Identifikasi pada entitas berikutnya sulit dilakukan karena jauhnya tempat dan kurangnya informasi dari entitas sebelumnya sehingga batasan penelitian hanya di pedagang pengecer kecamatan, pedagang pengumpul dan pedagang grosir.

2. Metode Analisis Data

a. Analisis Deskriptif

Analisis pengelolaan rantai pasok dilakukan dengan analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang digunakan dengan tujuan memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai obyek penelitian. Tujuan penggunaan analisis ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu (Ritonga 2005 diacu dalam Hani 2007). Data primer dan sekunder yang diperoleh dianalisis secara deskriptif tabulasi dan statistik sederhana untuk menggambarkan keadaan pasar dan aliran rantai pasok alpukat.

b. Analisis Tingkat Kerusakan Mekanis

(26)

12 Persamaan yang digunakan untuk menghitung kerusakan mekanis yang terjadi adalah sebagai berikut:

= × %

Dimana :

Km = Kerusakan mekanis (%) Jar = Jumlah alpukat rusak (bobot) Tba = Total contoh buah alpukat (bobot)

Pengambilan contoh buah alpukat berdasarkan Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (2000) ialah setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, kemudian dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa.

a) Jumlah kemasan dalam partai: 1 sampai 100, minimum jumlah contoh yang diambil 5. b) Jumlah kemasan dalam partai: 101 sampai 300, minimum jumlah contoh yang diambil 7. c) Jumlah kemasan dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah contoh yang diambil 9. d) Jumlah kemasan dalam partai: 501 sampai 1000, minimum jumlah contoh yang diambil 10. e) Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang diambil 15.

Pada saat di lapangan pengambilan contoh berdasarkan metode di atas sulit dilakukan karena terkendala kurangnya informasi mengenai waktu datangnya alpukat. Hal ini menyebabkan alpukat yang baru bisa diamati sehari sampai tiga hari setelah alpukat sudah tidak di kemasan. Bahkan jika pengamatan dilakukan pada hari yang sama alpukat sudah dikeluarkan dari kemasan beberapa jam sebelumnya. Metode di atas juga sulit dilakukan untuk alpukat yang masih di kemasan, karena biasanya pada saat datang alpukat langsung dikeluarkan dari kemasan untuk disortir. Sementara untuk melakukan metode tersebut dibutuhkan waktu yang lama mulai dari tahap pencampuran sampai pengambilan dua bagian secara diagonal yang dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan contoh alpukat yang mencapai 3 kg tiap kemasannya.

Pengambilan contoh pada saat di lapangan dilakukan dengan beberapa cara yang prosesnya disesuaikan dengan metode di atas. Metode pengambilan contoh yang dilakukan ialah :

1) Untuk alpukat yang bisa diamati di kemasan pada saat datang, jumlah kemasan yang

diamati sesuai dengan persyaratan metode di atas. Pada saat pengambilan contoh di tiap kemasan diambil 3 kg bagian atas, tengah dan bawah. Untuk tahap pencampuran sampai pengambilan contoh sebanyak 3 kg tidak dilakukan, tetapi contoh yang diambil lebih banyak yaitu 9 kg dari 3 kg bagian atas, tengah dan bawah.

2) Untuk alpukat yang sudah tidak dalam kemasan atau telah disortir dan dipajang, pengambilan contoh dilakukan secara acak di tempat pajangan. Jumlah contoh yang diambil disesuaikan dengan metode di atas. Dalam satu kemasan rata-rata jumlah alpukat sebesar 60 kg, jika pengambilan sampai lima kemasan maka jumlah alpukat sebesar 300 kg. Alpukat sebanyak 300 kg tersebut diambil 15 kg sebagai contoh yang dimana tiap kemasan diambil 3 kg. Jadi contoh yang diambil dari 300 kg alpukat sebesar 5% yaitu 15 kg.

Jadi untuk pengambilan contoh alpukat yang ada di pajangan diambil 5% dari jumlah alpukat dari partai yang sama. Jika 5% dari partai lebih kecil dari 3 kg maka minimal contoh yang diambil sebanyak 3 kg. Jika jumlah satu partai lebih besar dari 300 kg maka minimal contoh yang diambil sebanyak 15 kg. Minimal contoh 3 kg dan 15 kg disesuaikan dengan metode dari Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

(27)

13

Masa Simpan

Masa simpan yang dimaksud dalam pengamatan ini adalah lamanya penyimpanan buah alpukat di tingkat pengecer sampai alpukat tidak dapat dijual lagi atau busuk total. Pengamatan ini bertujuan untuk melihat dampak dari kerusakan mekanis yang dihasilkan terhadap lamanya masa simpan buah alpukat di pedagang pengecer. Contoh buah alpukat yang diamati adalah buah alpukat yang telah diamati tingkat kerusakannya, buah diambil sebanyak lima buah dalam satu partai secara acak. Kelima buah ini sengaja dibeli tetapi tetap disimpan di pajangan dengan tujuan melihat perubahan yang terjadi dari hari ke hari sesuai kondisi yang ada di lapangan. Pada tiap pengamatan keterangan berupa kondisi buah dan perubahan harga berdasarkan informasi dari pedagang pengecer, jika menurut pedagang pengecer buah sudah tidak dapat dijual maka pengamatan tidak dilakukan lagi.

Masa simpan yang diperoleh berdasarkan lamanya penyimpanan buah yang telah mengalami kerusakan mekanis akan dibandingkan dengan kapsaitas penjualan pedagang pengecer. Lamanya masa jual di pengecer sampai barang habis terjual diperoleh dari hasil wawancara.

c. Analisis Biaya Produksi dan Titik Impas

Analisis biaya produksi dilakukan dengan mengelompokkan biaya kedalam biaya tetap dan biaya tidak tetap. Pengelompokan biaya di tingkat pedagang pengecer, pedagang grosir dan pengumpul terdapat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komponen biaya tiap entitas rantai pasok alpukat

Komponen Biaya Entitas

Pedagang Pengecer Pedagang Grosir Pengumpul

Biaya Tetap Penyusutan (lapak,

timbangan dll)

Penyusutan (timbangan)

Penyusutan (gudang, kendaraan, timbangan dll)

Bunga modal Bunga modal Bunga modal

Sewa Kios/Gudang Sewa Tempat -

Retribusi pasar

(kebersihan, keamanan dll)

Retribusi pasar

(kebersihan, keamanan dll)

Retribusi pasar (pemasukan barang)

Biaya tera ulang Timbangan

Biaya tera ulang timbangan

-

Beban listrik Beban listrik Beban listrik

Biaya Tidak Tetap Pembelian alpukat Pembelian alpukat Pembelian alpukat

Upah tenaga kerja Upah tenaga kerja Upah tenaga kerja

Pengemasan Biaya pengiriman barang dan bongkar muat

- -

(28)

14 Metode yang digunakan dalam perhitungan biaya penyusutan adalah metode garis lurus yang tidak memperhitungkan bunga modal, perhitungan bunga modal dilakukan secara terpisah. Persamaaan penyusutan yang tidak memperhitungkan bunga modal adalah :

= −

Dimana :

D = Biaya penyusutan (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp)

S = Harga akhir (Rp)

L = Perkiraan umur ekonomis (tahun)

Perhitungan bunga modal menggunakan persamaan bunga modal sederhana. Penggunaan bunga modal sederhana dimaksudkan sebagai biaya tertitnggi yang dihasilkan jika dibandingkan dengan perhitungan bunga modal majemuk. Tingkat bunga yang digunakan dalam perhitungan merupakan tingkat bunga deposito karena modal usaha bukan berasal dari modal pinjaman. Besarnya tingkat bunga yang digunakan diacu dari Bank Mayora sebesar 6.75% (Pusat Informasi Pasar Uang) yang merupakan tingkat bunga deposito tertinggi. Persamaan bunga modal sederhana adalah :

= × Dimana :

I = Total bunga modal (Rp/tahun) i = Total tingkat bunga modal (%/tahun) P = Harga awal (Rp)

Semua unsur-unsur biaya tetap dijumlahkan menjadi biaya tetap, dan semua unsur-unsur biaya tidak tetap dijumlahkan menjadi biaya tidak tetap. Untuk menjumlahkan biaya tetap dan tidak tetap satuan biaya perlu disamakan, dalam perhitungan ini biaya diubah semua ke Rp/tahun. Setelah seluruh biaya telah dijumlahkan analisis berikutnya adalah menggunakan biaya pokok. Persamaan biaya pokok adalah :

=

Dimana :

BP = Biaya Pokok (Rp/kg) B = Biaya Total (Rp/tahun) K = Kapasitas usaha (Kg/tahun)

Analisis titik impas yang digunakan bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat penjualan tiap entitas dalam rantai pasok telah mengalami keuntungan. Periode yang digunakan dalam perhitungan titik impas adalah satu tahun penjualan. Harga penjualan yang digunakan menjadi harga penjualan rata-rata dalam setahun. Persamaan titik impas yang digunakan adalah :

= − Dimana :

BEP = Break Even Point atau Produksi pada titik impas (kg/tahun) BT = Biaya tetap (Rp/tahun)

H = Harga penjualan alpukat (Rp/kg) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/kg)

(2)

(3)

(4)

(29)

15

d. Analisis Nilai Tambah

Analisis nilai tambah yang digunakan pada kajian rantai pasok adalah metode Hayami. Analisis ini digunakan berdasarkan keunggulan metode Hayami untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh oleh setiap anggota rantai pasok, yang terdiri atas tenaga kerja, modal, dan manajemen yang diusahakannya.

Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L } dimana : K = Kapasitas produksi

B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja

H = Harga output h = Harga bahan baku

L = Nilai input lain (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai)

Tabel 4. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami

No. Variabel Nilai

Output, Input dan Harga

1 Output (Kg) (1)

2 Bahan Baku (Kg) (2)

3 Tenaga Kerja Langsung (HOK) (3)

4 Faktor Konversi (4) = (1) / (2)

5 Koefisien Tenaga Kerja Langsung (HOK/Kg) (5) = (3) / (2)

6 Harga Output (Rp/Kg) (6)

7 Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK) (7)

Penerimaan dan Keutungan

8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8)

9 Harga Input lain (RP/Kg) (9)

10 Nilai Output (Rp/Kg) (10) = (4) × (6)

11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) – (8) – (9)

b. Rasio nilai tambah (%) (11b) = (11a) / (10) × 100

12 a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg) (12a) = (5) × (7)

b. Pangsa Tenaga Kerja Langsung (%) (12b) = (12a) / (11a) × 100

13 a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) – (12a)

b. Tingkat Keuntungan (%) (13b) = (13a) / (10) × 100

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14 Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) – (8)

a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%) (14a) = (12a) / (14) × 100

b. Sumbangan Input lain (%) (14b) = (9) / (14) × 100

(30)

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN

1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dua pasar yaitu Pasar Bogor yang terletak di Kota Bogor dan pasar/pusat oleh-oleh Sari Barokah yang terletak di sekitar kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Kota Bogor terletak di antara 106 derajat 43’30”BT – 106 derajat 51’00”BT dan 30’30”LS – 6 derajat 41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 kilometer. Pada tahun 2009 curah hujan rata-rata Kota Bogor sebesar 239 mm dengan rata-rata 10 hari hujan per bulan. Luas wilayah Kota Bogor 118.50 km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor 2. Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

3. Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor

4. Barat : berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Kota Bogor

Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sareal. Kedudukan topografis Kota bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak / Cianjur juga merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Pasar Bogor terletak di Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan kecamatan terpadat, yaitu 13,828 jiwa/km2. Pasar Bogor terletak berdekatan dengan Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor sehingga daerah sekitar pasar sangat ramai karena merupakan tujuan wisata.

Pertumbuhan penduduk Kota Bogor dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari data BPS pada tahun 2009 jumlah penduduk Bogor mencapai 946,204 orang. Tabel 5 menunjukkan pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bogor selama tahun 2005 – 2009.

Tabel 5. Jumlah penduduk Kotamadya Bogor tahun 2005 – 2009

Jenis Kelamin 2005 2006 2007 2008 2009

Laki-laki 431,862 444,508 457,717 476,476 481,559

Perempuan 423,223 434,630 447,415 465,728 464,645

Total 855,085 879,138 905,132 942,204 946,204

Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)

Jika ditinjau dari pendapatan regional struktur ekonomi Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 29,54% dan sektor industri pengolahan sebesar 28,25%. Kedua sektor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat. Pada tahun 2009 jumlah perusahaan perdagangan nasioanal di Kota Bogor mencapai 9,460 dan didominasi oleh perdagangan kecil sebesar 7,874 buah.

(31)

17 derajat 103’ BT. Curah hujan tahunan antara 2,500 mm sampai lebih dari 5,000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi curah hujannya kurang dari 2,500 mm/tahun. Dari data BPS pada tahun 2006 luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 2,301.95 km2 dengan batas-batas wilyahnya :

1) Di Utara : Kota Depok 2) Di Barat : Kabupaten Lebak.

3) Di Barat Daya : Kabupaten Tangerang. 4) Di Timur : Kabupaten Purwakarta. 5) Di Timur Laut : Kabupaten Bekasi. 6) Di Selatan : Kabupaten Sukabumi. 7) Di Tenggara : Kabupaten Cianjur.

Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Megamendung yang berada di kawasan Puncak Bogor. Kawasan Puncak merupakan salah satu tujuan wisata di Kabupaten Bogor. Banyak terdapat pusat oleh-oleh khas Bogor di kawsan Puncak ini, salah satunya adalah Sari Barokha yang terletak di Kecamatan Megamendung.

Berdasarkan hasil sensus daerah tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Bogor tercatat 4,215,436 jiwa. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar di antara jumlah penduduk kabupaten/kota di Jawa Barat (Departemen Perindustrian 2007). Dilihat dari sebaran tenaga kerja, penduduk Kabupaten Bogor didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Data Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Utama Kabupaten Bogor dapat di lihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Data tenaga kerja menurut lapangan usaha utama dan jenis kelamin Kabupaten Bogor tahun 2006

No Usaha Utama Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Pertanian 205,009 53,622 258,631

2 Pertambangan & Galian 17,934 817 18,751

3 Industri 192,437 91,394 283,831

4 Listrik gas & Air Minum 1,634 817 2,451

5 Konstruksi 64,398 1,624 66,022

6 Perdagangan 238,826 117,478 356,304

7 Komunikasi 120,606 2,451 123,057

8 Keuangan 16,335 10,611 26,946

9 Jasa-jasa 152,464 96,281 248,745

10 Lainnya 3,263 1,629 4,892

Jumlah 1,012,906 376,724 1,389,630

Sumber : Departemen Perindustrian 2007

2. Gambaran Umum Usaha Penjualan Alpukat

Kota dan Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu tempat tujuan wisata, yang artinya kedua daerah ini sangat strategis untuk pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dilihat dari pendapatan ekonomi dan sebaran tanaga kerja kedua daerah sangat didominasi oleh dua sektor yaitu perdagangan dan pertanian. Banyaknya tempat wisata menjadi salah satu peluang untuk melakukan kegiatan jual-beli yang salah satunya komoditas pertanian, seperti kedua pasar yang menjadi tempat penelitian yaitu Pasar Bogor dan Sari Barokah.

(32)

18 Bogor yang berada di sekitar jalur Puncak. Tempat usaha di Sari Barokah merupakan kios-kios yang dikelolah oleh pihak swasta dan disewakan per tahun. Gambar 4 menunjukan tempat usaha buah di Pasar Bogor dan Sari Barokah.

(a) (b)

Gambar 4. (a) Lapak kaki lima di Pasar Bogor, (b) kios buah/oleh-oleh di Sari Barokah

Gambar di atas jelas memperlihatkan penataan pasar di Pasar Bogor yang masih sangat sederhana. Lapak-lapak di Pasar Bogor sebagian besar didirikan sendiri oleh pedagang pengecer. Pendirian lapak terlihat tidak tertata rapi dan keadaan sekitar yang kurang bersih. Hal-hal seperti ini perlu mendapat perhatian, karena dari penjelasan sebelumnya diketahui perdagangan yang berbasis pertanian mempunyai potensi besar dalam menyerap tenaga kerja. Sebagai contoh untuk pemasaran alpukat sampai ke pasar terdiri dari berbagai pelaku/entitas yang masing-masing menciptakan peluang tenaga kerja. Penataan pasar yang tepat dan dilakukan secara terus menerus dapat meningkatkan pengembangan perdagangan hasil pertanian melalui peningkatan penjualan. Peningkatan penjualan dimulai dari pasar dimana meningkatnya konsumen dipengaruhi oleh kondisi pasar yang lebih kondusif. Peningkatan penjualan ini akan diikuti entitas-entitas yang lainya dalam suatu aliran pemasaran alpukat.

Pedagang pengecer di Pasar Bogor dikenakan biaya berupa pemeliharaan kebersihan, ketertiban dan keamanan dan penarikan retribusi per hari jika pedagang berjualan. Sementara untuk Sari Barokah selain dikenakan biaya sewa pertahun terdapat juga biaya-biaya lain berupa retribusi dari Pemda, DLLAJ, kebersihan dan keamanan, serta komisi untuk supir-supir bus.

Pedagang pengecer yang diamati di Pasar Bogor umumnya pedagang buah dan biasanya hanya menjual satu komoditas yaitu alpukat. Pedagang buah di Sari Barokah lebih bervariasi dalam dagangan buahnya, terdapat juga pedagang oleh-oleh khas Bogor yang sekaligus berjualan buah seperti alpukat, pisang dan manggis. Terdapat tiga jenis varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah, yaitu Ijo Bundar, Fuerte/Ijo Lonjong dan Ijo Panjang. Varietas yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah dapat dilihat di Gambar 5. Untuk karakteristik ketiga jenis alpukat ini terdapat pada Tabel 7.

(a) (b) (c)

[image:32.595.120.464.127.250.2]
(33)
[image:33.595.135.493.100.322.2]

19 Tabel 7. Varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah

Karakteristik Jenis Alpukat Hijau Panjang (mentega) Hijau Bulat (mentega/susu) Hijau Lonjong (fuerte)

Bentuk Pear Bulat Bulat lonjong

Leher Panjang Tidak ada Pendek

Ujung buah Tumpul Bulat Tumpul

Pangkal buah Runcing Tumpul Runcing

Warna kulit Hijau bintik

kuning

Hijau licin berbintik kuning

Hijau agak kasar berbintik kuning

Tebal kulit (mm) 1.5 1.0 1.5

Daging buah : -Warna -Diameter -Panjang Kuning 6.5 11.5 Kuning hijau 7.5 9.0 Kuning 7.5 11.0 Biji : Bentuk -Ukuran (cm) Jorong 5.5 x 4

Jorong 5.5 x 4

Lonjong 5.0 x 4

-Hasil/tahun 16.1 kg/pohon 22.0 kg/pohon 45.1 kg/pohon

Sumber : Baga (1997) diacu dalam Kusniati (2011)

Hampir semua pedagang yang melakukan usaha penjualan alpukat bermula dari mengikuti orangtua atau keluarga berdagang buah sejak kecil. Terdapat juga responden di Sari Barokah yang merupakan pedagang oleh-oleh khas Bogor yang menambahkan dagangan alpukat agar lebih bervariasinya dagangannya dan dapat memancing pembeli. Terdapat bermacam-macam kesulitan yang dihadapi pedagang dalam memasarkan alpukat di antaranya adalah proses tawar menawar harga pembelian alpukat dengan konsumen, persaingan penentuan harga jual, kualitas alpukat yang kurang bagus sehingga cepat busuk dan matangnya tidak sempurna serta tergantung musim. Biasanya pada saat panen raya alpukat sangat melimpah, kondisi ini terjadi pada saat musim hujan. Hal ini menyebabkan banyak alpukat yang tidak terjual karena cenderung permintaan buah alpukat menurun pada saat terjadi musim hujan.

Tidak terdapat suatu perkumpulan usaha dagang baik di Pasar Bogor maupun Sari Barokah. Kegiatan-kegiatan berkumpul antara pedagang di Sari Barokah sering dilakukan, tetapi dalam rangka kegiatan di luar masalah perdagangan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha penjualan alpukat berkisar dari satu sampai tiga orang yang merupakan keluarga dekat atau masyarakat sekitar. Dari berbagai penjelasan pedagang, usaha penjualan alpukat kedepannya masih bisa berkembang karena permintaan konsumen yang masih banyak, ketertarikan para wisatawan terhadap buah dan makin banyanya usaha catering dan warung makan yang membutuhkan alpukat.

3. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari sepuluh pedagang pengecer, dua pedagang pengumpul serta satu pedagang grosir. Kesepuluh pedagang pengecer berasal dari dua pasar sekitar lokasi wisata yaitu lima orang di Pasar Bogor dan lima orang di Sari Barokah di Cibogo. Untuk pedagang pengumpul masing-masing berlokasi di Bandung kemudian untuk pedagang grosir berlokasi di Pasar Induk Cibitung. Sebagian besar dari responden tersebut berusia 31 – 40 tahun. Pengelompokan responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 8.

(34)

20 tersebut seluruh responden merupakan pemilik usaha. Kemudian di antara responden terdapat satu orang yang merupakan pedagang pengumpul yang berjenis kelamin wanita.

Tabel 8. Pengelompokkan umur responden

No. Kelompok

Umur

Jumlah

Orang Persentase

1 20 – 30 5 38.46

2 31 – 40 7 53.85

3 41 – 50 1 7.69

Total 13 100.00

Sumber : (Data Diolah)

Tingkat pendidikan responden bervariasi, akan tetapi sebagian besar merupakan lulusan SD. Pengolompokan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat pendidikan responden

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

Orang Persentase

1 Tamat SD 8 61.54

2 Tamat SMP 3 23.08

3 Tamat SMA/SMK 2 15.38

Total 13 100.00

Sumber : (Data Diolah)

Para responden yang merupkan pedagang tidak pernah mendapatkan jenis pendidikan lain selain pendidikan formalnya. Mereka memperoleh keahlian berusaha alpukat dari pengalaman mereka selama beraktivitas di bidang usaha ini, serta dari pengalaman usaha bersama orangtua atau saudara mereka. Disamping bermata pencarian selain pedagang alpukat, sebagian dari responden memiliki mata pencarian lain. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 10.

Tabel 10. Mata pencarian lain responden di pasar sekitar lokasi wisata Bogor

No. Jenis Mata Pencarian Jumlah

Orang Persentase

1 Tidak Ada 4 30.77

2 Wiraswasta 1 7.69

3 Berkebun 2 15.38

4 Berdagang selain alpukat 6 46.15

Total 13 100.00

Sumber : (Data Diolah)

(35)

21 dari modal sendiri. Hanya terdapat dua responden pedagang pengecer yang pernah melakukan pinjaman ke koperasi/bank dalam rangka memperluas kapasitas usaha mereka.

B. IDENTIFIKASI ANGGOTA RANTAI PASOK

1. Entitas Rantai Pasok

Entitas dalam rantai pasok yang menjadi fokus penelitian adalah entitas dalam rantai pasok yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial. Entitas rantai pasok yang dimaksud adalah entitas rantai pasok yang terlibat langsung dalam saluran pemasaran alpukat. Entitas yang tidak terlibat langsung tetapi menyediakan sumber daya seperti jasa transportasi, pedagang kemasan, penyedia bahan bakar merupakan entitas sekunder. Entitas primer yang menjadi fokus penelitian dalam rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor yaitu pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer.

1. Pedagang pengumpul besar

Pedagang pengumpul besar merupakan pihak pemasok yang melakukan pembelian alpukat untuk mengumpulkannya dan membawanya ke pedagang grosir atau pedagang pengecer. Untuk mendapatkan alpukat sesuai jumlah yang dibutuhkan pedagang pengumpul besar perlu membeli alpukat dari beberapa pengumpul lagi (pedagang pengumpul kecil) atau dari beberapa petani. 2. Pedagang grosir

Pedagang grosir yaitu pedagang alpukat baik grosir/bandar maupun eceran yang memperoleh alpukat langsung dari wilayah produsen alpukat. Pedagang grosir medapatkan alpukat dari beberapa pengumpul di berbagai pulau yang merupakan sentra produksi alpukat. Responden pedagang grosir melakukan batasan kapasitas pembelian yang dilakukan sebanyak 1 truk fuso/hari atau rata-rata 5 ton/hari.

3. Pedagang pengecer

Pedagang pengecer adalah pihak yang melakukan pembelian alpukat dari petani, pedagang pengumpul atau dari pedagang grosir dan menjualnya ke konsumen.

4. Konsumen

Konsumen rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor antara lain yaitu wisatawan, rumah makan/catering, hotel, supermarket serta penduduk secara umum untuk konsumsi harian.

2. Aktivitas Entitas Rantai Pasok

Aktivitas pertama dalam rantai pasok dimulai dari pedagang pengumpul besar yang memperoleh alpukat dari beberapa pedagang pengumpul kecil atau beberapa petani. Sortasi dan

grading dilakukanoleh

Gambar

Gambar 4. (a) Lapak kaki lima di Pasar Bogor, (b) kios buah/oleh-oleh di Sari Barokah
Tabel 7. Varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah
Gambar 5, terdapat 4 pola aliran rantai pasok. Penjelesan secara terperinci sebagai berikut :
Tabel 13. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pisang adalah salah satu komoditi hortikultura yang mendapat prioritas untuk.. dikembangkan sebab, (1) pisang sudah memasuki jajaran komoditas ekspor non migas,

Selain itu isolator rantai memiliki tingkat fleksibel yang tinggi..

Salah satu jenis usaha perikanan tangkap yang memiliki prospek sangat baik untuk dapat dikembangkan di Provinsi Maluku pada saat ini adalah pancing tonda (troll line).

Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai.. sumber devisa nonmigas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek

Nanas merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga tidak hanya konsumen dalam negeri saja yang mengkonsumsinya,

Analisis risiko dalam penelitian ini menggunakan metode House of Risk yang dibagi menjadi dua fase, pada fase satu memiliki tujuan untuk memperoleh Aggregate Risk Potential

15 KESIMPULAN  IKan Koi merupakan salah satu ikan hias yang memiliki prospek yang sangat baik di kembangkan di Indonesia  Serangan bakteri pathogen pada budidaya ikan koi dapat

KEK Sorong memiliki potensi peluang investasi yang dapat dikembangkan disektor perikanan dimana Papua Barat merupakan salah satu daerah penghasil komoditas perikanan tangkap terbesar