• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Analisis Operasi Leverage Terhadap Titik Impas Pada Divisi Tempa Dan Cor Pt.Pindad (PERSERO) Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Analisis Operasi Leverage Terhadap Titik Impas Pada Divisi Tempa Dan Cor Pt.Pindad (PERSERO) Bandung"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Dengan berkembangnya dunia usaha dewasa ini , sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan disektor industri, maka persaingan antar perusahaan khususnya yang sejenis semakin meningkat untuk menjaga kesinambungan hidup perusahaan dalam menghadapi persaingan yang ketat tersebut, diperlukan penanganan dan pengelolaan yang baik. Penanganan dan pengelolaan yang baik tersebut hanya dapat dilakukan oleh manajer pula, manajer dapat mengkoordinasikan penggunaan perusahaan secara efektif dan efesien.

Manajer hendaknya dapat berfikir kritis dalam mengambil setiap keputusan, agar setiap keputusan yang diambil tersebut membawa dampak yang baik bagi perkembangan perusahaan. Kemampuan berfikir kritis inilah yang dapat mengantisipasi hal-hal yang harus dilakukan perusahaan untuk dapat bertahan dalam situasi persaingan pasar yang selalu meningkat. Selain itu, dalam mengambil suatu keputusan manajer hendaknya mempertimbangkan dan menilai aspek yang ada, agar keputusan tersebut memberikan hasil yang maksimal terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Manajer memahami biaya perilaku yang akan lebih mampu memprediksi berapa besarnya biaya pada berbagai situasi operasi bisnis dan biaya akan merespons perubahan-perubahan tingkat aktivitas.

(2)

cukup bear, maka analisis perilaku biaya juga semakin penting seiring dengan semakin terotomasinya pabrik-pabrik. Dalam membedakan antara periode jangka pendek dan jangka panjang dalam hubungannya dengan biaya tetap dan biaya variabel. Dalam jangka panjang, tidak terdapat biaya terikat. Apabila manajemen harus memutuskan untuk tidak mengoperasikan fasilitas pabrik, biasanya mereka dapat membatalkan persetujuan leasing dan menghindari pembayaran sewa. Namun dalam jangka pendek, manajemen tidak dapat menginformasikan kepada lessor (pihak yang meleasekan) bahwa operasi telah berhenti dan mereka ingin segera menghentikan leasing tersebut. Jika biayanya adalah tetap, maka akan tetap untuk suatu periode jangka pendek tertentu.( L. Gayle Rayburn, 2003:63-64)

Operating Leverage yang digunakan dengan adanya kepekaan EBIT (Earnings Before Interest and Tax) atau laba bersih sebelum bunga dan pajak terhadap perubahan penjualan perusahan. Operating Leverage timbul karena perusahaan menggunakan biaya operasi tetap. Dengan adanya biaya operasi, perubahan pada penjualan akan mengakibatkan perubahan yang lebih besar pada EBIT perusahaan. Perusahaan meningkatkan kualitas penjualan lebih baik agar konsumen tertarik membeli barang yang akan dijual supaya meningkatkan laba sehingga bisa menutupin biaya tetap dan biaya variabel. (Sumber: http://ums.ac.id/staf/triyono/ Analisa dan Pengaruh.doc)

(3)

caranya adalah perusahaan beroperasi pada jumlah produksi atau penjualan tertentu sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian ataupun keuntungan.

Analisis titik impas atau dikenal dengan nama analisis Break Even Point

(BEP) merupakan salah satu analisis keuangan sangat penting dalam perencanaan keuangan perusahaan. Analisis titik impas sering disebut analisis perencanaan laba. Analisis ini biasanya lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin mengeluarkan suatu produk baru. Artinya dalam memproduksi produk baru tentu berkaitan dengan masalah biaya yang harus dikeluarkan, kemudian penentuan harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke konsumen.

Dalam hal ini, salah satu alat bantu yang digunakan manajemen adalah Analisis Break Even Point, yang merupakan bagian dari Analisis Biaya-Volume-Laba. Yaitu suatu analisis yang memberikan informasi tentang berapa tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh laba sama dengan nol. Dan dari hasil ini manajemen juga akan mengetahui berapa produk yang harus dijual untuk ditentukan mencapai tingkat EBIT yang diinginkan. Selain itu, analisis Break Even Point memberikan gambaran sejauh mana harga jual dapat diturunkan tanpa menyebabkan kerugian (EBIT yang negatif).

(4)

impas adalah untuk menentukan biaya-biaya yang dikeluarkan dan jumlah produksi. Dengan demikian, akan memudahkan perusahaan untuk mempertimbangkan apakah harga jual sudah layak jika dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dan kapasitas produksi yang dimilikinya.(Kasmir, 2009:332-333)

Analisis Operating Leverage erat kaitannya dengan Break Even Point, karena mempelajari pertimbangan antara saldo pendapatan dimana biaya tetap ditambah biaya variabel sama dengan total biaya, sehingga total pendapatan dikurangi total biaya sama dengan laba operasional. Oleh karena itu, unit produksi yang tinggi untuk menutup total biaya produksi.

Dalam penelitian ini, penulis akan memunculkan permasalahan biaya tetap, biaya variabel dan penjualan. Hal tersebut penulis munculkan karena biaya tetap dan biaya variabel untuk menekan dan menutup biaya supaya tidak terjadi hutang atau tidak membayar hutang maka tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahan tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh laba sama dengan nol.

Fenomena pada PT. PINDAD (Persero), untuk mencapai tujuan perusahaan, sudah melakukan analisis mengenai Operating Leverage dan Break Even Point

(5)

tidak mengalami kerugian adalah agar perusahaan mampu menentukan batas jumlah produksi dalam kondisi tidak rugi dan tidak laba dari kapasitas produksi yang dimilikinya. Dengan mengetahui Operating Leverage danBreak Even Point

(BEP), maka perusahaan dapat melakukan perhitungan lebih jauh mengenai pencapaian tujuan.

Tabel 1.1

Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Penjualan PT. PINDAD ( Persero)

(Dalam Jutaan Rupiah)

Tahun Biaya Tetap Biaya Variabel Penjualan 2002 24.629.943.414,89 2.058.448.538,34 30.228.280.462,24 2003 25.398.717.716,39 2.878.526.389,82 39.759.216.994,72 2004 29.116.252.788,69 3.654.163.939,79 50.107.150.717,24 2005 31.855.170.205,10 5.373.062.351,60 61.489.905.394,10 2006 31.956.311.708,48 3.170.412.390,87 46.206.970.505,76 2007 35.045.300.195,31 4.213.819.288,04 64.950.727.849,00 2008 36.931.936.196,26 5.323.390.068,41 102.951.728.037,37 2009 40.736.415.467,85 6.453.316.364,18 211.002.983.738,05 Sumber : Laporan Keuangan PT. PINDAD (Persero) Bandung, 2010

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa biaya tetap, biaya variabel dan penjualan dari tahun 2002 sampai dengan 2009 sangat fluktuatif yaitu pada tahun 2002 biaya tetap dan biaya variabel menurun dengan sebesar Rp 24.629 dan Rp 2.057 miliar rupiah penjualan mengalami penurunan sebesar Rp 30.228 miliar rupiah maka dari itu Operating Leverage menurun dan Break Even Point

(6)

menyebabkan tidak terjadinya hutang dan mendapatkan keuntungan perusahaan tersebut (laba yang diinginkan perusahaan). Pada tahun 2004 biaya tetap mengalami kenaikan sebesar Rp 29.115 miliar rupiah dan biaya variabel mengalami kenaikan yaitu sebesar Rp 3.654 miliar rupiah sedangkan penjualan mengalami peningkatan sebesar Rp 50.107 miliar rupiah. Bahwa semakin

Operating Leverage tinggi dan Break Even Point meningkat maka dampaknya semakin besar risiko bisnis dari operasi-operasi perusahaan atau terjadinya hutang. Biaya tetap dan biaya variabel pada tahun 2005 mengalami kenaikan tinggi sebesar Rp31.854 miliar rupiah dan Rp5.372 miliar rupiah sedangkan penjualan pada tahun 2005 yaitu mengalami kenaikan tinggi sebesar 61.489 miliar rupiah maka dari itu semakin tinggi Operating Leverage dan Break Even Point

meningkat menyebabkan semakin besar risiko bisnis dari operasi-operasi perusahaan. Pada tahun 2006 biaya tetap mengalami kenaikan kembali sebesar Rp31.955 miliar rupiah dan biaya variabel mengalami penurunan sebesar Rp3.170 miliar rupiah sedangkan penjualan pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar Rp 46.206 miliar rupiah maka Operating Leverage tinggi dan Break Even Point

(7)

atau terjadinya hutang. Pada tahun 2008 biaya tetap mengalami kenaikan kembali sebesar Rp36.929 miliar rupiah dan biaya variabel mengalami kenaikan sebesar Rp5.323 miliar rupiah sedangkan penjualan pada tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar Rp102.951 miliar rupiah makaOperating Leveragetinggi danBreak Even Point meningkat maka semakin besar risiko bisnis karena kemampuan menyesuaikan harga jika ada perubahan biaya, semakin mudah harga berubah dan mengalami kerugian karena tidak bisa menekan biaya yang dibutuhkan. Biaya tetap dan biaya variabel pada tahun 2009 mengalami kenaikan tinggi sebesar Rp40.734 miliar rupiah dan Rp6.453 miliar rupiah sedangkan penjualan pada tahun 2009 yaitu mengalami kenaikan tinggi sebesar Rp211.002 miliar rupiah maka dari itu semakin tinggi Operating Leverage dan Break Even Point meningkat menyebabkan semakin besar risiko bisnis dari operasi-operasi perusahaan dan bisa menutup biaya supaya tidak terjadi hutang.

Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang adanya “Dampak Analisis Operating Leverage Terhadap Break Even Point (BEP). Pada PT.PINDAD (Persero) Bandung.”

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

(8)

1. Perusahaan meningkatkan kualitas produk penjualan lebih baik agar konsumen tertarik membeli produk yang akan dijual supaya meningkatkan laba sehingga bisa menekan biaya tetap dan biaya variabel.

2. Perusahaan menggunakan biaya tetap dan biaya variabel yang semakin besar yang diikuti dengan meningkatnya penjualan.Break Even Point akan berubah-ubah seiring dengan terjadinya berbagai perberubah-ubahan kondisi lingkungan atau kebijakan perusahaan dan naik-turunnya Break Even Point artinya pihak manajemen harus selaku mengantisipasi apabila terjadi perubahan-perubahan yang akan menyebabkan perubahan perolehan titik impas.

3. Biaya tetap dan biaya variabel untuk menekan dan menutup biaya supaya tidak terjadi hutang atau tidak membayar hutang maka tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahan tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh laba sama dengan nol.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka penulis dapat mengidentifikasikan dan merumuskan masalah sebagai berikut:

1. BagaimanaOperating Leverage pada PT.PINDAD (Persero) Bandung. 2. BagaimanaBreak Even Point pada PT.PINDAD (Persero) Bandung.

(9)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak analisis

Operating Leverage terhadap Break Even Point (BEP) pada PT.PINDAD (Persero) Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, mka tujuan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahuiOperating Leveragepada PT.PINDAD (Persero) Bandung. b. Untuk mengetahuiBreak Even Point pada PT.PINDAD (Persero) Bandung. c. Untuk mengetahui seberapa besar dampak analisis Operating Leverage

terhadapBreak Even Point(BEP) pada PT. PINDAD (Persero) Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa kegunaan yang berguna bagi berbagai pihak. Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini adalah :

1.4.1 Kegunaan Akademis 1. Bagi Pengembangan Ilmu

(10)

2. Bagi Peneliti

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat pengetahuan mengenai dampak analisis Operating Leverage terhadap Break Even Point (BEP) pada PT.PINDAD Bandung.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan referensi dalam melaksanakan penelitian yang mengenai dampak analisis Operating Leverage terhadap Break Even Point (BEP) pada PT.PINDAD Bandung.

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan masukan mengenai dampak analisis Operating Leverage

terhadapBreak Even Point(BEP) pada PT.PINDAD Bandung.

2. Bagi Staf Divisi Tempa dan Cor

Memberikan informasi tentang dampak analisis Operating Leverage terhadap

Break Even Point (BEP) sehingga dapat digunakan unpan balik bagi Staf Divisi Tempa dan Cor.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

(11)

1.5.2 Waktu Penelitian

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian dimulai tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pelaporan hasil penelitian. Penelitian dari bulan Maret sampai dengan Juli 2010.

Tabel 1.2 Jadwal Penelitian Tahap Prosedur Bulan Februari 2010 Maret 2010 April 2010 Mei 2010 Juni 2010 Juli 2010

I Tahap Persiapan :

1. Mempersiapkan Judul skripsi dan mencari teori pendukung 2. Mengajukan judul skripsi 3. Acc Judul Skripsi dan

pembagian dosen pembimbing. 4. Mencari dan Menentukan

penelitian keperusahaan 5. Meminta surat pengantar

keperusahaan

6. Melakukan penelitian keperusahaan

II Tahap Pelaksanaan :

1. Bimbingan UP

2. Pendaftaran Sidang Up 3. Sidang UP

4. Revisi UP

5. Penyempurnaan laporan skripsi 6. Bimbingan dan Penyusunan

skripsi

III Tahap Pelaporan :

1. Menyiapkan draf skripsi 2. Sidang akhir skripsi

(12)

12 2.1 Kajian Pustaka

Dalam melakukan suatu penelitian perlu memaparkan tentang apa yang akan diteliti. Hal tersebut mempermudah dan lebih memperjelas secara rinci tentang variabel dan berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2.1.1 Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang dihasilkan akuntansi merupakan informasi penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, baik pihak intern maupun ekstern. Pihak-pihak tersebut sebelum mengambil keputusan yang berhubungan dengan perusahaan tertentu ingin mengetahui keadaan perusahaan, sehingga keputusan yang diambil atau dibuat mempunyai dasar kuat.

2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan

(13)

merupakan metode penentuan harga pokok produksi. Disamping itu laporan keuangan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan keuangan pihak-pihak diluar perusahaan.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia, definisi laporan keuangan adalah : “Laporan Keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan atau yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas (laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.”

(14)

2.1.1.2 Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan

Pada umumnya laporan keuangan yang dibuat oleh setiap perusahaan adalah neraca atau laporan laba rugi. Menurut Ely Suhayati dan Sri Dewi Anggadini bentuk laporan keuangan yaitu :

“ 1. Neraca

2. Laporan Laba Rugi

3. Laporan Perubahan Ekuitas 4. Laporan Arus Kas

5. Catatan atas Laporan Keuangan.”

(2006:17) Adapun penjelasan dari klasifikasi diatas sebagai berikut :

1. Neraca

Adalah daftar aktiva, kewajiban dan modal perusahaan pada suatu saat tertentu, misalnya satu bulan atau satu tahun.

Unsur-unsur neraca : A. Aktiva

Manfaat ekonomis dimasa yang akan datang yang diharapkan akan diterima oleh suatu badan usaha sebagai hasil dari transaksi-transaksi dimasa lalu. a. Aktiva lancar

(15)

b. Investasi Jangka Panjang

Penanaman modal yang biasanya dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan tetap atau untuk menguasai perusahaan lain dan jangka waktunya lebih dari satu tahun misalnya imvestasi saham dan obligasi.

c. Aktiva Tetap

Aktiva berwujud yang digunakan dalam perusahaan yang sifatnya permanen atau relatif tetap yang meliputi tanah, gedung, kendaraan dan mesin serta peralatan.

d. Aktiva Yang Tidak Berwujud

Aktiva yang tidak mempunyai substansi fisik dan biasanya berupa hak atau hak istimewa yang memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun.

e. Aktiva lain-lain

Aktiva yang tidak dimasudkan ke dalam salah satu dari kelompok-kelompok lain seperti titipan kepada penjual untuk menjamin kontrak.

B. Kewajiban

Merupakan hutang kepada pihak luar (kreditor) dan biasanya dalam neraca ditambahkan kata “Payable”.

a. Kewajiban Janka Pendek

(16)

b. Kewajiban Jangka Panjang

Kewajiban yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu yang relatif lama biasanya lebih dari satu tahun, misalnyah utang obligasi dan hutang hipotik. C. Modal Pemilik

Modal Pemilik adalah klaim residu terhadap aktiva perusahaan setelah total kewajiban dikurangkan. Sedangkan modal merupakan modal pemilik dalam perusahaan perseorangan, misalnya laba ditahan, modal saham dan dividen. Neraca dapat disajikan dengan menggunakan dua bentuk yaitu :

a. Rekening (Skontro)

Pada bentuk ini, unsur aktiva disajikan pada sisi kiri (Debit), sedangkan unsur kewajiban dan equitas pada sisi kanan (Kredit).

b. Laporan (Stafel)

(17)

Gambar 2.1 Neraca Bentuk Rekening

Per 31 Desember 2006

AKTIVA

Aktiva Lancar Aktiva Tetap

Aktiva Tak Berwujud Aktiva Lain-lain

Rp xx Rp xx Rp xx Rp xx

KEWAJIBAN DAN EKUITAS

Kewajiban Lancar

Kewajiban Jangka Panjang Kewajiban Lain-lain Total Kewajiban Modal Saham Laba ditahan

Rp xx Rp xx Rp xx Rp xx Rp xx Rp xx

Total Aktiva Rp xx Total Kewajian dan Modal Rp xx

(18)

Gambar 2.2 Neraca Bentuk Laporan

Per 31 Desember 2006

AKTIVA PASSIVA

Aktiva lancar : Hutang :

Kas Rp xxx Hutang dagang Rp xxx

Surat berharga Rp xxx Hutang wesel Rp xxx

Piutang dagang Rp xxx Hutang gaji Rp xxx

Persediaan Rp xxx Hutang bank Rp xxx

Perlengkapan Rp xxx Hutang bunga Rp xxx

Sewa dibayar dimuka Rp xxx Asuransi dibayar dimuka Rp xxx

Total Aktiva Lancar Rp xxx Total Hutang Rp xxx

Aktiva Tetap : Modal :

Gedung Rp xxx Modal Rp xxx

Tanah Rp xxx Laba ditahan Rp xxx

Peralatan Rp xxx Prive Rp xxx

Akum. Peny. Peralatan (Rp xxx)

Kendaraan Rp xxx

Akum. Peny. Kendaraan (Rp xxx)

(19)

2. Laporan Laba Rugi

Adalah ikhtisar pendapatan dan biaya untuk suatu jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan atau satu tahun.

Gambar 2.3 Laporan Laba Rugi Per 31 Desember 2006

Pendapatan Rp xxx

Biaya-biaya :

Biaya Listirk, Tlp dan Air Rp xxx

Biaya Advertensi Rp xxx

Biaya Persediaan Rp xxx

Biaya Asuransi Rp xxx

Biaya Penyusutan kendaraan Rp xxx

Biaya Sewa Rp xxx

Biaya Upah Rp xxx

Rp xxx

Laba bersih Rp xxx

(20)

Unsur-unsur laporan laba rugi yaitu :

a. Pendapatan adalah kenaikan kotor (gross) dalam modal pemilik yang dihasilkan dari penjualan barang dagangan, pelaksanaan jasa dari para langganan atau klien, penyewaan harta, peminjaman uang dan semua kegiatan usaha serta profesi yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan. b. Penjualan adalah perkiraan penjualan pada suatu waktu yang akan datang dalam keadaan tertentu dan dibuat berdasarkan data-data yang pernah terjadi dan atau mungkin akan terjadi.

c. Biaya adalah mengukur pengorbanan ekonomis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Laporan Perubahan Ekuitas

adalah ikhtisar tentang perubahan ekuitas, yang terjadi selama jangka waktu tertentu misalnya satu bulan atau satu tahun.

Gambar 2.4

Laporan Perubahan Ekuitas Per 31 Desember 2006

Modal Tn. XX Awal Rp xxx

Laba Bersih Rp xxx

Prive (Rp xxx)

Rp xxx

Modal Tn.XX Akhir Rp xxx

(21)

4. Laporan Arus Kas

Adalah laporan tentang perputaran kas yaitu dipakai untuk membiayai kegiatan-kegiatan perusahaan melalui kas.

Dalam laporan arus kas, penerimaan dan pengeluaran kas diklasifikasikan menurut tiga kategori utama :

a. Aktivitas operasi adalah transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian yang akan menentukan laba bersih.

b. Aktivitas investasi adalah pembelian dan penjualan tanah, bangunan peralatan, dan aktiva lainnya yang tidak dibeli untuk dijual kembali.

c. Aktivitas pendanaan adalah transaksi dan kejadian di mana kas diperoleh dari dan dibayarkan kembali (pendanaan dengan utang).

5. Catatan atas Laporan Keuangan

Adalah disajikan secara sistematis. Setiap pos neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas harus berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan.

2.1.1.3 Karakteristik Laporan Keuangan

Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia Standar terdapat sepuluh karakteristik kualitatif pokok laporan keuangan yaitu sebagai berikut :

“1. Dapat Dipahami 2. Relevan

(22)

4. Keandalan 5. Penyajian Jujur

6. Substansi Mengungguli Bentuk 7. Netralitas

8. Pertimbangan Sehat 9. Kelengkapan

10.Dapat dibandingkan.”

(2004:6) Adapun penjelasan dari klasifikasi diatas sepuluh karakteristik kualitatif pokok laporan keuangan yaitu sebagai berikut:

1. Dapat Dipahami

Adalah kualitas informasi yang ditampung dalam laporan keuangan mudah dipahami oleh pemakai.

2. Relevan

Adalah informasi dalam laporan keuangan dapat membantu pemakai laporan keuangan dalam mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi di masa lalu.

3. Materialitas

(23)

4. Keandalan

Adalah informasi memiliki kualitas yang andal apabila bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, sehingga diharapkan dapat disajikan wajar.

5. Penyajian Jujur

Adalah informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang sebenarnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.

6. Substansi Mengungguli Bentuk

Adalah untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. 7. Netralitas

Adalah informasi harus diarahkan pada kebutuhan untuk pemakai atau tidak bergantung pada kebutuhan dan keuangan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi menguntungkan beberapa pihak.

8. Pertimbangan Sehat

(24)

9. Kelengkapan

Adalah informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan materialitas dan biaya kesengajaan untuk tidak dapat mengungkapkan mengakibatkan informasi menjadi titik benar atau menyesatkan.

10. Dapat dibandingkan

Adalah pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antas periode untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif.

2.1.1.4 Sifat Laporan Keuangan

Menurut Sofyan Syahri Harahap ada beberapa sifat laporan keuangan yaitu : “1. Laporan historis

2.Classification

3.Soemarazation

4.Measurement

5.Verivibiality

6.Konservatism

7.Technical

8.Audience.”

(2004:149) Adapun penjelasan diatas beberapa sifat laporan keuangan sebagai berikut : 1. Laporan historis

Laporan keuangan pada hakekatnya mencatat transaksi yang sudah terjadi. Tidak mencatat transaksi yang akan terjadi.

2. Classification

Informasi melalui laporan keuangan diklasifikasikan sesuai dengan kepentingan pemilik, kreditor dan pemakai lainnya.

3. Soemarazation

(25)

4. Measurement

Basis dasar pengukuran yang digunakan dalam akuntansi ada bermacam-macam seperticostdanmarket.

5. Verivibiality

Setiap informasi dalam laporan keuangan harus dapat dibuktikan melalui bukti-bukti yang sah. Disebut jugaobjectivity.

6. Konservatism

Perusahaan biasanya memiliki kejadian-kejadian yang tidak pasti orang yang belum terjadi.

7. Technical

Terminology banyak istilah yang digunakan dalam laporan keuangan merupakan istilah teknis akuntansi yang dimilikinya dan punya pengertian dibidangnya yang berlaku khusus untuk akuntansi berbda dengan umum yang harus dipahami pembaca.

8. Audience

Pemakai laporan keuangan dianggap sebagai dunia bisnis dan mereka yang sudah dianggap tahu istilah akuntansi dan bisnis.

2.1.1.5 Tujuan Laporan Keuangan

Akuntansi lahir dengan maksud tertentu, yaitu untuk memberikan jasa kepada penggunannya berapa informasi keuangan yang dibutuhkan untuk proses pengambilan keputusan. Dalam merumuskan teori akuntansi, perumusan tujuan merupakan dasar utama karena tujuan inilah yang harus diwujudkan oleh ilmu akuntansi itu.

Tujuan laporan keuangan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no.1 tentang penyajian laporan keuangan yaitu:

“Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas pengguna sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.”

(26)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah untuk memberikan mengenai posisi keuangan, kinerja serta perubahannya yang dapat digunakan oleh para pemakai laporan untuk meramalkan, membandingkan, dan menilai dampak keuangan yang timbul dari keputusan ekonomi yang diambil.

2.1.2 Operating Leverage

Operating Leverage dapat terjadi jika sebagian besar dari total perusahaan adalah biaya tetap. Selain itu Operating Leverage terjadi jika adanya leverage,

yang fungsinya untuk mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh hutang sehingga Operating Leverage memiliki fungsi untuk melihat bagaimana sumber dana tersebut digunakan dimana untuk penggunaannya disertai dengan biaya tetap berupa penyusutan dan bunga.

2.1.2.1 PengertianOperating Leverage

Kegiatan perusahaan dalam bisnis sebagian tergantung pada sejauh mana biaya suatu perusahaan bersifat tetap. Jika biaya tetap tinggi, maka dalam penjualan yang mengalami penurunan sedikit saja dapat mengakibatkan penurunan yang besar pula dalam laba operasi. Menurut Sutrisno, pengertian

Operating Leverageadalah :

Operating Leverage adalah penggunaan aktiva yang menyebabkan perusahaan harus menanggung biaya tetap berupa penyusutan.”

(27)

Sedangkan Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston dalam bukunya Fundamental Financial of Management, yang dioleh bahasakan oleh Dodo Suharto dan Herman Wibowo, mendefinisikanOperating Leverageadalah:

LeverageOperasi (Operating Leverage) adalah seberapa besar biaya tetap digunakan dalam operasi suatu perusahaan.”

(2004:10) Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Operating Leverage merupakan penggunaan aktiva tetap dan biaya tetap yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan.

2.1.2.2 KegunaanOperating Leverage

Menurut Susan Irawati, adapun kegunaan dariOperating Leverageyaitu: “Leverage operasi dapat mengukur perubahan pendapatan atau penjualan terhadap keuntungan operasi perusahaan.”

(28)

2.1.2.3 Rumus-rumusOperating Leverage

Menurut Henry Simamora, rumusOperating Leveragesebagai berikut : “1. Rumus yang dipakai jika diketahui total dari biaya-biaya.

2. Rumus yang dipakai jika diketahui biaya per unit 3. Rumus yang dipakai jika diketahui biaya persen.”

(2004:24) Adapun rumusOperating Leveragediatas adalah sebagai berikut :

A. Rumus yang dipakai jika diketahui total dari biaya-biaya

OL = ି୚

ି୚ ି

Sumber: Henry Simamora, 2004:24

B. Rumus yang dipakai jika diketahui biaya per unit

OL = ( ି୚)

( ି୚)ି

Sumber: Henry Simamora, 2004

Keterangan :

Q = out put dalam unit P = harga per unit

VC = biaya variabel per unit FC = biaya tetap

S = volume penjualan

C. Rumus yang dipakai jika diketahui biaya persen

OL = % ୣ୰୳ ୦ ୬ ୍

% ୣ୰୳ ୦ ୬ ୣ୬୨୳ ୪ ୬

(29)

2.1.3 Break Even Point

Break even point merupakan teknik analisis yang mempelajari bagaimana pengaruh dari volume produksi atau volume penjualan yang berubah terhadap struktur biaya tetap dan biaya variabel serta tingkat hasil penjualan, sehingga pada akhirnya memiliki pengaruh terhadap tingkat laba dan rugi.

2.1.3.1 PengertianBreak Even Point

Salah satu fungsi manajemen adalah planning dan perencanaan, dan perencanaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan karena akan mempengaruhi secara langsung terhadap faktor kelancaran maupun keberhasilam manajemen dalam mencapai tujuan.

Dengan adanya perencanaan yang baik akan memudahkan tugas manajemen itu sendiri, karena semua kegiatan perusahaan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan berencanaan itu sendiri dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan, sehingga dengan perencanaan yang baik maka akan memungkinkan manajemen untuk bekerja lebih efektif.

(30)

Untuk dapat mencapai laba yang besar (dalam perencanaan maupun realisasinya) manajemen dapat melakukan berbagai langkah misalnya :

a. Menekan biaya produksi maupun biaya operasi serendah mungkin dengan mempertahankan tingkat harga jual dan volume penjualan yang ada.

b. Menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dihendaki. c. Meningkatkan volume penjualan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai

target atau anggaran yang sudah ditetapkan.

Biaya akan menentukan harga jual, harga jual akan mempengaruhi volume penjualan. Volume penjualan akan mempengaruhi volume produksi dan volume produksi akan mempengaruhi biaya per unit.

Menurut Martono dan Agus Harjito, pengertianBreak Even Pointadalah: “Break Even Point adalah sangat bermanfaat untuk merencanakan laba perusahaan. Dengan mengetahui besarnya Break Even Point maka dapat menentukan berapa jumlah minimal produk yang harus dijual (budget sales) dan harga jualnya (sales price). Apabila kita menginginkan laba tertentu.”

(2005:288) Menurut Jumingan pengertianBreak Even Pointadalah :

Break Even Point adalah suatu cara yang digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengetahui atau untuk merencanakan pada volume produksi atau volume penjualan berapakah perusahaan yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian.”

(31)

Berdasarkan definisi diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa analisisBreak Even Pointadalah :

1) Adalah suatu cari untuk mengetahui berapa volume penjualan minimum agar suatu usaha tersebut tidak menderita rugi, tetapi juga belum tentu memperoleh laba.

2) Adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan (profit) atau volume kegiatan.

Suatu usaha dikatakan Break Even Point (impas dan pulang pokok) yang selanjutnya ditunjukkan dengan titikBreak Even Pointyaitu apabila :

1. Tidak menderita rugi dan tidak memperoleh laba. 2. Penghasilan penjualan = total biaya.

3. Contribution margin, hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetapnya. 4. Rugi labanya sebesar nol.

(32)

2.1.3.2 Persyaratan DalamBreak Even Point

Persyaratan tertentu agar analisis Break Even Point dari perusahaan dapat dilakukan. Syarat-syarat tersebut harus dipenuhi terlebih dahulu agar kita dapat menentukan tingkat atau volume penjualan atau produksi yang akan menghasilkan pulang pokok, artinya tidak memberikan laba dan rugi. Menurut Jumingan syarat-syaratBreak Even Pointadalah sebagai berikut :

“1. Bahwa prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengan cepat (principle of cost variability is valid).

2. Bahwa biaya-biaya yang dikorbankan harus dapat dipisahkan menjadi dua kelompok biaya, yakni biaya tetap dan biaya variabel.

3. Bahwa yang dikelompokkan sebagai biaya tetap tersebut akan tinggal konstans epanjang kisaran periode kerja atau kapasitas produksi tertentu.

4. Bahwa yang dikelompokkan sebagai biaya variabel itu akan berubah sebanding dengan perubahan volume produksi, yakni meningkat atau menurun secara sebanding dengan perubahan volume produksi.

5. Bahwa harga jual per unit barang itu akan tetap saja, tidak naik atau turun, berapa saja, meningkat, dan sebaliknya volume penjualan barang tidak akan mempengaruhi harga jual atau harga pasarnya.

6. Bahwa tingkat harga uumum tidak akan perubahan selama kisaran tertentu yang dianalisis.

7. Bahwa perusahaan yang bersangkutan harga memproduksi dan menjual satu jenis barang saja.

8. Bahwa produktivitas tenaga kerja pada perusahaan yang bersangkutan akan tinggal tetap dan tidak berubah.

9. Bahwa dalam perusahaan yang bersangkutan harus ada senkronisasi antara volume produksi dengan volume penjualan.”

(2006:184) Adapun penjelasan diatas beberapa syarat-syarat Break Even Point adalah sebagai berikut :

a. Bahwa prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengan cepat (principle of cost variability is valid).

(33)

ditegaskan kelompoknya sehingga akhirnya hanya ada dua kelompok biaya saja, yakni “biaya tetap dan biaya variabel”.

c. Bahwa yang dikelompokkan sebagai biaya tetap tersebut akan tinggal konstan sepanjang kisaran periode kerja atau kapasitas produksi tertentu, artinya tidak mengalami perubahan walaupun volume produksi dan volume kegiatan berubah. Apabila dihitung per unit biaya tetap ini berarti akan semakin menurun dengan meningkatnya volume produksi.

d. Bahwa yang dikelompokkan sebagai biaya variabel itu akan berubah sebanding dengan perubahan volume produksi, yakni meningkat atau menurun secara sebanding dengan perubahan volume produksi. Dengan demikian biaya variabel itu akan tetap sama bila dihitung per unit, berapapun jumlah unit barang yang diproduksikan.

e. Bahwa harga jual per unit barang itu akan tetap saja, tidak naik atau turun, berapa saja, meningkat, dan sebaliknya volume penjualan barang tidak akan mempengaruhi harga jual atau harga pasarnya. Persyaratan ini berlaku bagi pasar barang yang bersaing sempurna dimana perusahaan secara individual tidak dapat mempengaruhi harga pasar.

f. Bahwa tingkat harga uumum tidak akan perubahan selama kisaran tertentu yang dianalisis.

g. Bahwa perusahaan yang bersangkutan harga memproduksi dan menjual satu jenis barang saja. Bagi perusahaan yang memproduksi dan menjual lebih dari satu jenis barang maka produk-produk itu harus dianggap sebagai satu jenis produk saja perbandingan (mix) yang selalu konstan. h. Bahwa produktivitas tenaga kerja pada perusahaan yang bersangkutan

akan tinggal tetap dan tidak berubah.

(34)

2.1.3.3 ManfaatBreak Even Point

Dalam manfaat Break Even Point untuk mengetahui perusahaan dalam menentukan tingkat atau volume penjualan atau produksi yang akan menghasilkan pulang pokok, artinya tidak memberikan laba dan rugi. Menurut Sofyan Syafri Harahap manfaatBreak Even Point adalah sebagai berikut :

“A. Untuk mengatahui hubungan antara penjualan, biaya dan laba. B. Untuk mengatahui struktur biaya tetap dan variabel.

C. Untuk mengatahui kemampuan perusahaan memberikan margin untuk menutupi biaya tetap.

D. Untuk mengatahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.”

(2004:357) Sedangkan menurut Ridwan S. Sundjaja dan Inge Barlian,Break Even Point

yang kadang disebut juga analisis biaya-jumlah-penjualan-laba, digunakan oleh perusahaan untuk :

“1. Menentukan tingkat penjualan yang diperlukan untuk dapat menutupi semua biaya operasional.

2. Mengevaluasi keuntungan pada berbagai tingkat penjualan.

(2003:267)

2.1.3.4 Asumsi-Asumsi Dalam AnalisisBreak Even Point

Dalam menganalisis Break Even Point termasuk menghitung dan mengumpulkan angka-angka yang dihitung itu. Analisis Break Even Point

(35)

Menurut Mulyadi, asumsi-asumsi dalam analisis Break Even Point adalah sebagai berikut :

“1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.

2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.

3. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan. 4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah. 5. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.

6. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan. 7. Komposisi produk yang akan di jual dianggap tidak berubah jika

perusahaan menjual lebih dari satu macam produk.

8. Mungkin diantara anggapan-anggapan tersebut di atas, anggapan yang paling pokok bahwa volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya.”

(2004:260-261) Berdasarkan penjelasan diatas beberapa asumsi-asumsi dalam analisisBreak Even Pointyaitu :

1) Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yangdiramalkan.

Biaya tetap selalu konstan dalam kisar volume yang dipakai dalam perhitungan impas, sedangkan biaya variabel berubah sebanding dengan perubahan volume penjualan.

2) Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.

Jika dalam usaha menaikkan volume penjualan dilakukan penurunan harga jual atau dengan memberikan potongan harga, maka hal ini mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.

3) Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan, penambahan fasilitas produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.

4) Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah.

Jika harga bahan baku dan tarif upah menyimpang terlalu jauh dibanding dengan data yang dipakai sebagai perhitungan impas, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.

5) Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.

Apabila terjadi penghematan biaya karena adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih rendah atau perubahan metode produksi, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.

(36)

7) Komposisi produk yang akan di jual dianggap tidak berubah jika perusahaan menjual lebih dari satu macam produk, maka meskipun volume penjualan sama apabila komposisinya berbeda, maka hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap pendapatan penjualan.

8) Mungkin diantara anggapan-anggapan tersebut di atas, anggapan yang paling pokok bahwa volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya.

2.1.3.5 Kelemahan dan KeterbatasanBreak Even Point

Dalam pemakaian analisa ini kita harus mengadakan keterbatasan yang dikandung analisa titik impas dan Break Even Point ini. Beberapa kelemahan dalam analisis titik impas menurut Sofyan Syafri Harahap sebagai berikut :

“A. Asumsi yang menyebutkan harga jual konstan padahal kenyataannya harga ini kadang-kadang harus berubah sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran di pasar. Untuk menutupi kelemahan itu maka harus dibuat analisa sensitivitas untuk harga jual yang berbeda. B. Asumsi terhadapcost.

Penggolongan biaya tetap dan variabel juga mengandung kelemahan. Dalam keadaan tertentu untuk memenuhi volume penjualan biaya tetap tidak harus berubah karena pembelian mesin-mesin atau peralatan lainnya. Demikian juga perhitungan biaya variabel per unit juga akan dapat dipengaruhi perubahan ini.

C. Jenis harga yang jual tidak selalu satu jenis.

D. Biaya tetap juga tidak selalu tetap pada berbagai kapasitas.

E. Biaya variabel juga tidak selalu berubah sejajar dengan perubahan volume.”

(2004:364)

2.1.3.6 Perhitungan AnalisisBreak Even Point

Menurut Martono dan Agus Harjito untuk menentukan titik pulang pokok (Break Even Point) dapat digunakan dengan dua cara yaitu :

“A. Secara Grafik B. Secara Matematis.”

(37)

A. MenentukanBreak Even PointSecara Grafik

Dalam menentukan titik Break Even Point dapat pula dilakukan dengan grafik atau bagan, dengan grafik Break Even Point manajemen akan dapat mengetahui hubungan antar biaya penjualan dengan volume penjualan dan laba. Disamping itu dengan grafik Break Even Point manajemen dapat mengetahui besarnya biaya yang tergolong biaya tetap dan biaya variabel dan dengan grafik

Break Even Point dapat mengetahui tingkat-tingkat penjualan yang sudah menimbulkan laba atau besarnya rugi atau laba pada suatu tingkat penjualan tertentu.

Untuk menentukan posisi Break Even Point dalam grafik, maka perlu di gambar variabel-variabel yang ikut menentukan Break Even Point seperti biaya total (biaya tetap dan biaya variabel) dan pendapatan total.

Pertama, kita menggambarkan grafik fungsi pendapatan (TR) seperti dijelaskan dimuka bahwa grafik TR akan dimulai dari titik origin (titik nol). Kenapa dimulai dari titik nol? Hal ini karena pada saat itu perusahaan belum memperoleh pendapatan ketika produksi atau penjualannya sama dengan nol. Grafik ini akan naik dari titik nol tersebut ke kanan atas.

Kedua, kita menggambarkan grafik biaya tetap (FC). Grafik biaya tetap ini sejajar dengan sumbu kuantitas dari kiri ke kanan. Mengapa sejajar dengan biaya tetap? Hal ini karena grafik biaya tetap ini menunjukkan harga yang tidak berubah walaupun. Produk yang dihasilkan berubah.

(38)

ke kanan atas memotong grafik TR. Mengapa grafik TC dimulai dari grafik FC?, Hal ini karena TC merupakan penjumlahan antara biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC).

Ketika perusahaan belum memproduksi maka biaya tetapnya. Sedangkan VC merupakan biaya yang jumlanya tergantung pada volume produksi yang dihasilkan sehingga VC ini karakteristik grafik seperti grafik. Perhitungan Break Even Pointdengan menggunakan rumus dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : A) Perhitungan Break Even Point atas dasar unit dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Sumber : Martono dan Agus Harjito, 2005

Dimana :

P = Harga Jual per Unit VC = Biaya Variabel per Unit FC = Biaya Tetap

Q = Jumlah unit/ Kuantitas Produk yang Dihasilkan dan diJual

B) Perhitungan Break Even Point atas dasarsalesdalam rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

BEPrupiah=

ଵି ୚ /

Sumber : Martono dan Agus Harjito, 2005

Dimana :

FC = Biaya Tetap

VC = Biaya Variabel per Unit S = Volume Penjualan

BEP unit (Q) =

(39)
[image:39.595.130.436.151.398.2]

Grafik 2.1 Break Even Point

R, Co TR

TC

VC

FC

0 Qo Q

Sumber Martono dan Agus Harjito, 2005

Keterangan :

R = Revenue (Penghasilan) C = Cost (Biaya)

TR = Total Revenue (Total Penghasilan/Penjualan) TC = Total Cost (Total Biaya)

VC = Variabel Cost (Total Variabel) FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)

BEP = Break Even Point (Titik Pulang Pokok)

Qo = Kuantitas Produk Pada Keadaan Break Even Point (dalam unit)

R, Co = Penghasilan dan Biaya pada Keadaan Break Even Point (dalam rupiah)

B. MenentukanBreak Even PointSecara Metematis

Untuk menentukan posisi Break Even Point secara matematis dapat dicari formula (rumus) untuk mencari atau menentukan Break Even Point dalam unit dan Break Even Pointdalam rupiah. Keduaa rumus Break Even Point dalam unit dan rupiah tersebut dapat digunakan sebagai berikut :

Daerah laba

(40)

Break Even Pointterjadi pada saat total pendapatan sama dengan total biaya TR = TC

TR = Harga per unit dikalikan kuantitas (PxQ) TC = Biaya tetap ditambah biaya variabel

VC = Biaya variabel per unit dikalikan kuantitas karena TR = TC Maka :

P/u . Q = FC + VC/u . Q P/u . Q – VC/u . Q = FC Q ( P/u – VC/u = FC Sehingga :

Q BE =

౫ି ୚ /୳

Sumber : Martono dan Agus Harjito, 2005

Dimana Q BE adalah kuantitas pada keadaanBreak Even Point atauBreak Even Pointdalam unit tercapai pada :

Q BE =

౫ି ୚ /୳

Sumber : Martono dan Agus Harjito, 2005

Adapun keadaan Break Even Point dalam rupiah dapat dicari dengan mengalikan kuantitas pada posisiBreak Even Pointdengan harga jualnya keadaan

(41)

Pada Keadaan :

Q BE = ି୚

Sumber : Martono dan Agus Harjito, 2005

Dengan harga per unit atau P Sehingga :

PQ BE =

ି୚

× P

Sumber : Martono dan Agus Harjito, 2005

PQ BE =

/ ି୚ /

× P

Sumber : Martono dan Agus Harjito, 2005

PQ BE =

ଵି୚ /

atau

ଵି୚ /

Sumber : Martono dan Agus Harjito, 2005

2.1.4 Pengertian dan Penggolongan Biaya 2.1.4.1 Pengertian Biaya

(42)

memiliki dasar untuk mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang dikorbankan dalam menghasilkan sumber ekonomi lainnya.

Menurut Alimisisyah dan Padji pengertian biaya adalah :

“Biaya adalah penurunan dalam modal (hak kekayaan) pemilik, biasanya melalui pengeluaran uang aktiva, yang terjadi sehubungan dengan usaha untuk menghasilkan pendapatan.”

(2005:177) Berdasarkan definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya merupakan suatu pengorbanan sumber daya yang dapat diukur dengan nilai satuan uang dalam menghasilkan barang atau jasa untuk menghasilkan pendapatan.

2.1.4.2 Klasifikasi Biaya

Manajemen perusahaan memerlukan informasi biaya yang akurat dalam mengambil keputusan yang tepat dari berbagai alternatif yang ada untuk melaksanakan fungsi manajerialnya. Informasi biaya yang dikumpulkan melalui pencatatan dan mengklasifikasikan biaya-biaya yang terjadi dalam mendapatkan informasi biaya.

Menurut Carter dan Usry F. Milton beberapa biaya yang diklasifikasikan yaitu :

“A. Produk

B. Volume Produksi

C. Departemen, proses, pusat biaya (cost center), atau subdivisi lain dari manufaktur.

D. Periode akuntansi, dan

E. Suatu keputusan, dan tindakan dan koreksi.”

(43)

Berdasarkan definisi di atas dapat dijelaskan bahwa klasifikasi biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat membantu manajemen dalam mencapai tujuannya.

2.1.4.3 Penggolongan Biaya Untuk Analisis Break Even Point

Untuk kepentingan analisis Break Even Point, maka biaya-biaya yang ada perusahaan harus digolongkan ke dalam biaya tetap, biaya variabel dan terhadap biaya semi variabel. Perusahaan harus memisahkan dulu biaya tersebut ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Dengan dipisahkannya semua elemen biaya produksi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel, manajemen akan dapat menyusun laba yang diinginkan melalui Break Even Point. Pemisahaan biaya ke dalam biaya tetap dan biaya variabel juga sangat relevan untuk menganalisis perubahan Break Even Point, dalam kapasitas normal yang dimiliki oleh perusahaan diperlukan pendekatan yang memusatkan perhatian pada elemen biaya variabel, yaitu biaya relevan yang berubah sesuai dengan tingkat volume kegiatan dalam jangka pendek.

Pada umumnya penggolongan biaya untuk analisis Break Even Pointdapat diuraikan seperti dibawah ini :

A. Biaya Tetap

(44)

tetap akan terus saja dikeluarkan walaupun tingkat keluaran pabrik berada di titik nol. Jika kegiatan diharapkan meningkat sampai melebihi kapasitas yang ada saat ini, biaya tetap harus ditingkatkan untuk menyimbangi kelebihan volume tersebut. Contoh-contoh dari biaya tetap adalah biaya pengaluasan, penyusutan, sewa, asuransi dan pajak bumi dan bangunan.

B. Biaya Variabel

Adalah biaya yang secara total berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi dan penjualan. Biaya variabel per unit jumlahnya tetap pada saat terjadi perubahan tingat aktivitas. Aktivitas dapat dinyatakan dalam beberapa car, seperti unit yang dihasilkan, unit yang dijual, jam mesin yang dioperasikan, dan sebagainya. Contohnya dari biaya variabel dalam perusahaan adalah biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung.

C. Biaya Semi Variabel

(45)

2.1.5 HubunganOperating LeverageDenganBreak Even Point

Dalam hal ini untuk mengetahui hubungan antara Operating Leverage

dengan Break Even Point dapat dilihat komponen-komponen dalam laporan laba rugi perusahaan yang saling terkait yang menyatakan adanya hubungan yang erat mengenai hubungan antara keduanya, karena dalam hal ini dapat diketahui bahwa laba akan timbul jika volume penjualan atau volume produksi perusahaan lebih besar dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya laba adalah pendapatan, pendapatan dapat diperoleh dari hasil penjualan barang dagangan perusahaan.

Menurut Hendra S, hubungan Operating Leverage dan Break Even Point

adalah :

“Hubungan Operating Leverage dengan Break Even Point adalah perusahaan memiliki biaya tetap yang rendah, dengan biaya variabel per unit yang relatif tinggi, sehingga total revenue (jumlah penghasilan/pendapatan) dikurangi total cost (jumlah biaya) sama dengan laba operasional. Perusahaan tersebut memiliki biaya tetap yang tinggi, dengan biaya variabel yang relatif rendah, oleh karena itu unit produksi yang tinggi untuk menutup total biaya produksi.

(46)

2.2 Kerangka Pemikiran

Dalam manajemen perusahaan memikul tanggung jawab utama dalam menyusun dan penyajian laporan keuangan perusahaan, manajemen juga berkepentingan dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan ( neraca dan laporan laba rugi). Dalam laporan laba rugi manajemen menyajikan informasi dengan metode penentuan harga pokok produksi yaituvariable costing.

Menurut Mulyadi pengertianvariable costing, adalah :

variable costing adalah salah satu metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan hanya biaya produksi yang berperilaku variabel saja kepada produk.”

(2005:51) Dari pengertian diatas variable costing adalah metode penentuan harga pokok produksi mempunyai biaya produksi saja dengan berperilaku variabel. Laporan keuangan menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggung jawaban manajemen atas sumber daya manusia yang dipercayakan.

Menurut Soemarso dalam pengertian laporan keuangan adalah:

“Laporan Keuangan adalah media komunikasi yang biasa digunakan perusahaan untuk pihak luar. Didalamnya tercantum sebagian besar informasi keuangan yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan ekonomi.”

(47)

Operating Leverage terjadi jika adanya Leverage, yang fungsinya untuk mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh hutang sehingga Operating Leverage memiliki fungsi untuk melihat bagaimana sumber dana tersebut digunakan dimana untuk penggunaannya disertai dengan biaya tetap berupa penyusutan dan bunga.

Menurut McGraw Hill Compames, definisi Operating Leverageadalah: “Operating Leverage adalah digunakan dengan adanya kepekaan EBIT (Earnings Before Interest and Tax) terhadap perubahan penjualan perusahaan dalam menggunakan biaya tetap.”

( 2006:320) Rumus :

OL

=

ି୚

ି୚ ି

Sumber: McGraw Hill Compames, 2006

Keterangan :

Q = out put dalam unit P = harga per unit

VC = biaya variabel per unit FC = biaya tetap

S = volume penjualan

Menurut Henry Simamora pengertianOperating Leverageadalah : “Operating Leverageadalah tingkat pengeluaran biaya tetap di dalam sebuah perusahaan.”

(2004:170)

(48)

yang cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel serta dapat meningkatkan profitabilitas.

Maka Dengan kata lain adanya biaya operasi, perubahan pada penjualan akan mengakibatkan perubahan yang lebih besar pada EBIT perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kenaikan laba bersih manakala volume penjualan melonjak. Break Even Point memberikan gambaran sejauh mana harga jual dapat diturunkan tanpa menyebabkan kerugian (EBIT yang negatif). Menurut Mulyadi, pengertianBreak Even Pointadalah :

“Break Even Pointadalah keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi sama dengan nol.”

(2005:232) Rumus:

BEPrupiah=

ଵି ୚ /

Sumber:Mulyadi, 2005

Keterangan : FC = biaya tetap P = harga per unit

VC = biaya variabel per unit

Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston definisiBreak Even Point

adalah:

“Break Even Point adalah volume penjualan dimana total biaya sama dengan total pendapatan, yang mengakibatkan laba operasi (EBIT) sama dengan nol.”

(49)

dengan nol. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Sofyan Syafri Harahap, manfaat analisisBreak Even Pointadalah :

“a. Untuk mengatahui hubungan antara penjualan, biaya dan laba. b. Untuk mengatahui struktur biaya tetap dan variabel.

c. Untuk mengatahui kemampuan perusahaan memberikan margin untuk menutupi biaya tetap.

d. Untuk mengatahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.”

(2004:357) Volume penjualan yang diperlukan untuk mencapai titik impas atau meraih laba tertentu bagi perusahaan yang menjual lebih dari satu produk sangatlah tergantung pada penjualan. Menurut Philip Kotler yang diterjemahkan oleh Ronny A. Rusli dan Hendra pengertian penjualan adalah:

“Penjualan adalah proses sosial manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan, menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.” (2006:8) Laba bersih akan diperoleh bilamana volume penjualan meningkat maka

Break Even Point berada diatas ,sedangkan rugi bersih akan diderita jika volume penjualan menurun berposisi dibawah Break Even Point. Tujuan Break Even Point adalah untuk mencari tingkat aktivitas dimana pendapatan dari hasil penjualan adalah sama dengan jumlah semua biaya variabel dan biaya tetapnya. Pengertian biaya menurut L.Gayle Rayburn adalah :

“Biaya adalah mengukur pengorbanan ekonomis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.”

(50)

Dalam pengertian diatas biaya adalah untuk mengukur supaya biaya tersebut bisa terkendali dalam tujuan perusahaan. Penggolongan biaya untuk analisis

Break Even Pointdapat diuraikan seperti dibawah ini :

1) Biaya Tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah, terlepas dari perubahan tingkat aktivitas dalam kisaran relevan tertentu.

2) Biaya Variabel adalah biaya yang jumlah keseluruhannya berubah sebanding dengan perubahan tingkat aktivitas bisnis.

3) Biaya Semivariabel disebut dengan biaya campuran. Biaya ini yang mengandung unsur-unsur biaya tetap dan biaya variabel.

Laba merupakan tujuan utama dari perusahaan. Untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya dan laba merupakan faktor yang menentukan bagi kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri.

Menurut Hendra S, hubungan Operating Leverage dan Break Even Point

adalah :

“Hubungan Operating Leverage dengan Break Even Point adalah perusahaan memiliki biaya tetap yang rendah, dengan biaya variabel per unit yang relatif tinggi, sehingga total revenue (jumlah penghasilan/pendapatan) dikurangi total cost (jumlah biaya) sama dengan laba operasional. Perusahaan tersebut memiliki biaya tetap yang tinggi, dengan biaya variabel yang relatif rendah, oleh karena itu unit produksi yang tinggi untuk menutup total biaya produksi.

(51)

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ariyaningrum tahun 2007 yaitu pada variabel independen dimana variabel Dwi Ariyaningrum adalah Penerapan Peramalan Laba dan Tingkat Operating Leveragesedangkan Variabel Dependen peneliti adalah Perencanaan Laba Jangka Pendek. Persamaan penelitian dengan Dwi Ariyaningrum terletak pada variabel independen, yaitu Tingkat

[image:51.595.114.526.354.748.2]

Operating Leverage.

Tabel 2.1

Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu No. Nama Tahun Judul

(52)

Bandung ini disebabkan perusahaan untuk selalu meningkatkan volume penjualan sehingga pengguna biaya-biaya yang mendukung penjualan cenderung meningkat. 3. Anita Herdi ni 2008 Pengaruh Biaya Variabel Terhadap Titik Impas (BEP) Pada SBU Alat Kesehatan PT.Karyabud y Ekatama Bandung Peningkatan terjadi disebabkan perusahaan pada beberapa tahun terakhir selalu berusaha untuk meningkatkan volume penjualan sehingga volume kegiatanya pun akan meningkat. Persamaan variabel Dependen yaitu Titik Impas (Break Even Point) Objek yang diteliti Biaya Variabel Terhadap Titik Impas (BEP)

Dari uraian diatas, tampak jelas Dampak Analisis Operating Leverage

(53)
[image:53.595.121.505.102.682.2]

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

Perusahaan

Laporan Keuangan :Neraca

Laporan Laba Rugi

Operating Leverage Break Even Point

Laba

Judul :

Dampak AnalisisOperating Leverageterhadap Break Even Point(BEP) pada PT.PINDAD (Persero)

Bandung

Variable Costing

Biaya Tetap

Biaya Variabel

(54)

2.3 Hipotesis

Menurut Jonathan Sarwono pengertian hipotesis adalah :

“Hipotesis adalah jawaban sementara dari persoalan yang kita teliti.”

(2006:26) Dari kerangka pemikiran tersebut, dapat diambil hipotesis yaitu :

(55)

55 3.1 Objek Penelitian

Menurut Husein Umar pengertian objek penelitian adalah :

“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek penelitian, juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika perlu.”

(2005:303) Berdasarkan pendapat diatas maka dapat diketahui bahwa objek penelitian merupakan bagian dari penelitian yang berisikan mengenai hal-hal apa saja yang diteliti oleh penulis dalam melakukan penelitian, dan juga mengenai alasan peneliti memilih objek penelitian tersebut.

Objek penelitian yang diteliti oleh penulis adalah dampak analisisOperating Leverage terhadap Break Even Point (BEP) . Data yang digunakan 8 (delapan) tahun dari tahun 2002 sampai dengan 2009. Instansi tersebut yang menjadi unit penelitian adalah PT.PINDAD (Persero) Bandung sebagai perusahaan industri manaufaktur yang bergerak dalam bidang produk militer dan produk komersil.

3.2 Metode Penelitian

(56)

faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan didapat suatu kebenaran atau data yang diinginkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang kemudian

Diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulan. Artinya penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerik (angka).

Menurut Moh. Nazir mendefinisikan metode deskriptif adalah:

“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.”

(2005:54) Menurut Sujoko Efferin mendefinisikan pendekatan kuantitatif adalah: “Pendekatan Kuantitatif digunakan dalam penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dalam angka (quantitative) dan melakukan analisis data dengan prosedur statistika dan atau permodalan sistematis.”

(2004:36) Dalam penelitian ini dijelaskan tentang desain penelitian operasional variabel, metode penarikan sampel, teknik pengumpulan data, metode analisis dan rancangan pengujian hipotesis yang digunakan.

(57)

latar belakang dan kondisi saat ini dari subyek yang diteliti, serta interaksinya dengan lingkungan.

3.2.1 Desain Penelitian

Dengan melakukan suatu penelitian perlu perencanaan dan perancangan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sistematis.

Menurut Jonathan Sarwono pengertian desain penelitian adalah :

“Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.”

(2006 : 79) Dalam penelitian ini, penulis menerapkan desain penelitian yang lebih luas, yang mencakup proses-proses berikut ini :

1. Identifikasi Masalah.

Identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu :

a. Perusahaan meningkatkan kualitas produk penjualan lebih baik agar konsumen tertarik membeli produk yang akan dijual supaya meningkatkan laba sehingga bisa menekan biaya tetap dan biaya variabel.

(58)

manajemen harus selaku mengantisipasi apabila terjadi perubahan-perubahan yang akan menyebabkan perubahan perolehan titik impas.

c. Biaya tetap dan biaya variabel untuk menekan dan menutup biaya supaya tidak terjadi hutang atau tidak membayar hutang maka tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahan tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh laba sama dengan nol.

2. Merumuskan masalah penelitian termasuk membuat spesifikasi dari tujuan luas jangkauan (Scope), hipotesis untuk diuji.

Rumusan masalah dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu: :

a. BagaimanaOperating Leveragepada PT.PINDAD (Persero) Bandung. b. Bagaimana Break Even Point yang dilakukan pada PT.PINDAD

(Persero) Bandung.

c. Seberapa besar dampak analisis Operating Leverage terhadap Break Even Point(BEP) pada PT.PINDAD (Persero) Bandung.

3. Memilih serta memberi definisi terhadap setiap pengukuran variabel.

Penelitian ini hanya terdapat dua variabel yaitu variabel independen (Operating Leverage) dan variabel dependen (Break Even Point).

4. Menentukan sampel

Sampel dalam penelitian ini diperoleh dari neraca dan laporan laba rugi tahunan di PT. PINDAD (Persero) Bandung yaitu data biaya tetap, biaya variabel dan laba sebelum bunga dan pajak selama 8 periode yaitu dari tahun 2002-2009.

(59)

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan 2 cara, yaitu data sekunder yang di dapat dari PT. PINDAD (Persero) Bandung dalam bentuk neraca dan laporan laba rugi dan penelitian kepustakaan atau data yang di peroleh dari sumber lain, seperti buku, literatur, ataupun catatan-catatan perkuliahan dan melalui internet.

6. Menghitung dampak analisis Operating Leverage terhadap Break Even Point(BEP) dengan menggunakanRegresi liniersederhana.

[image:59.595.130.518.385.556.2]

7. Pelaporan hasil penelitian termasuk proses penelitian dan interpretasikan data. Table 3.1 Desain Penelitian Tujuan penelitian Desain penelitian Jenis penelitian Metode yang

digunakan Unit analisis

Time horizon

T-1 Descriptive Descriptive

survey divisi Time series

T-2 Descriptive Descriptive

survey divisi Time series

T-3 Descriptive dan kuantitatif Descriptive surveydan Verificative

divisi Time series Sumber:Umi Narimawati:2008

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Sesuai dengan ruang lingkup permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu mengenai dampak analisis Operating Leverage terhadap Break Even Point (BEP), maka dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel yang digunakan yaitu :

(60)

Adalah suatu variabel bebas dimana keberadaannya tidak dipengaruhi oleh variabel-variabel lain. Bahkan variabel ini merupakan faktor penyebab yang akan mempengaruhi variabel lainnya. Dalam penelitian ini, analisis

Operating Leveragesebagai variabel independen (Variabel X ). Rumus :

OL =

sumber: McGraw Hill Compames, 2006:320 Keterangan :

Q = out put dalam unit P = harga per unit

VC = biaya variabel per unit FC = biaya tetap

S = volume penjualan

2. Variabel Dependen ( Variabel Y )

Adalah variabel tidak bebas yang artinya variabel tersebut merupakan sesuatu yang dipengaruh atau yang dihasilkan oleh variabel independen. Dalam penelitian ini,Break Even Pointsebagai variabel dependen ( Variabel Y ). Rumus:

BEPrupiah=

Sumber:Mulyadi, 2005:232

Keterangan :

FC = biaya tetap P = harga per unit

(61)
[image:61.595.109.520.236.746.2]

Adapun tabel operasionalisasi sesuai dengan kedua variabel tersebut adalah : Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel Variabel Konsep

Variabel Dimensi Indikator Skala

Operating Leverage (X) Operating Leverage adalah digunakan dengan adanya kepekaan EBIT (Earnings Before Interest and Tax) terhadap perubahan penjualan perusahaan dalam menggunaka n biaya tetap. (McGraw Hill Compames, 2006:320) DOL

(Degree of Operating Leverage)

OL =

(McGraw Hill Compames, 2006:320) Rasio Break Even Point (BEP) (Y) Break Even Pointadalah keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi sama BEPunit

BEPrupiah=

(Mulyadi, 2005:232)

(62)

dengan nol. (Mulyadi, 2005:232)

3.2.3 Teknik Penarikan Sampel 3.2.3.1 Populasi

Populasi pada umumnya sering diartikan sekumpulan data/objek yang ditentukan melalui kriteria tertentu, biasanya mengidentifikasikan suatu fenomena. Pengertian populasi menurut Sugiyono adalah :

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.”

(2007:61) Berdasarkan pengertian di atas, populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian. Populasi yang digunakan adalah laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) selama 8 periode yaitu dari tahun 2002 sampai dengan 2009 PT. PINDAD (Persero) Bandung telah berdiri sejak tahun 1908 sampai sekarang.

3.2.3.2 Sampel

(63)

“Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.”

(2007: 81) Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel merupakan bagian jumlah yang dimiliki oleh populasi. Ukuran sampel merupakan langkah untuk menentukan besarnya sampel yang diambil untuk melakukan penelitian. Sampel yang diambil sebanyak 8 (delapan) periode karena sudah dianggap representatif untuk dilakukan penelitian, maka yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah data neraca dan laporan laba rugi pada PT.PINDAD (Persero) Bandung selama 8 periode dari tahun 2002 sampai dengan 2009. Karena sampel dan populasi dalam penelitian ini sama maka metode pengambilan sampel adalah dengan metode sensus. Dalam hal ini sesuai dengan pendekatan penelitian yang peneliti jabarkan, yaitu untuk mengetahui atau menjelaskan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.2.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data 3.2.4.1 Sumber Data

(64)

3.2.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono definisi teknik pengumpulan data adalah :

”Teknik pengumpulan data adalah lengkap yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.”

(2007:62) Agar dapat mengumpulakan data yang dibutuhkan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung diperusahaan yang menjadi obyek penelitian. Data yang diperoleh merupakan data primer yang diperoleh dengan cara :

a. Observation(Pengamatan Langsung)

Yaitu dengan cara melakukan pengamatan dari peneliti baik secara langsung di PT.PINDAD (Persero) Bandung khususnya mengobservasi pada divisi Tempa dan Cor untuk memperoleh yang diperlukan.

b. Interview(Wawancara)

(65)

Cor di PT.PINDAD (Persero) mengenai Operating Leverage dan Break Even Pointyang diperoleh dari perusahaan tersebut.

c. Documentation(Dokumentasi)

Yaitu pengumpulan bukti-bukti dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian yang diperlukan penulis. Dokumen yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa struktur organisasi perusahaan, laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi), website perusahaan, serta dokumen lainnya berupa buku-buku, dan data dari PT.PINDAD (Persero) Bandung mengenai Operating Leverage dan Break Even Point

(BEP).

2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan dilakukan sebagai usaha guna memperoleh data yang bersifat teori sebagai pembanding dengan data penelitian yang diperoleh. Data tersebut dapat diperoleh dari literatur, catatan kuliah serta tulisan lain yang berhubungan dengan penelitian. Adapun literatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan akuntansi manajemen, akuntansi biaya, manajemen keuangan dan metodologi penelitian.

(66)

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Verificative

untuk mengetahui dampak analisis Operating Leverage terhadap Break Even Pointpada PT.PINDAD (Persero) Bandung.

1) Analisis Kuantitatif

Berdasarkan ukuran variabel yang keduanya sudah merupakan data kuantitatif, maka rumus untuk menguji hipotesis ini adalah menggunakan:

1. AnalisisRegresi LinierSederhana

Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal variabel independent dengan satu variabel dependen. Persamaan umum regresi linier sederhana adalah :

Y = a + bx

Sumber: Sugiyono, 2007:216

Dimana :

Y = Variabel dependen a = Konstanta

b = Koefisien regresi

X = Variabel Independen (Operating Leverage) Y = Nilai variabel dependen (Break Even Point)

n = Banyaknya sampel

Sedangkan harga a dan b dapat dicari dengan rumus :

(67)



2

2 X X n Y X XY n b

  

2. Analisis KorelasiPearson

Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel

Gambar

Tabel 1.2Jadwal Penelitian
Gambar 2.1Neraca Bentuk Rekening
Gambar 2.2Neraca Bentuk Laporan
Gambar 2.3Laporan Laba Rugi
+7

Referensi

Dokumen terkait

PINDAD (Persero) Divisi Tempa dan Cor sebagai perusahaan manufaktur yang memproduksi peralatan rel kereta api untuk menilai manfaat anggaran biaya produksi sebagai alat

[r]

hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya tetap,. dan biaya variabel, serta rugi

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul “Kajian Variabel Penentuan Harga Jual Rumah Dengan Metode Titik Impas (Break Even

Siklus akuntansi biaya dalam peusahaan tersebutpun dimulai dengan pencatatan harga pokok bahan baku yang dimasukan dalam proses produksi, dilanjutkan dengan

Dari informasi biaya tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan proporsi biaya pencegahan dibandingkan sebelum implementasi TQM dari 38,39% menjadi 67,21%,