• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategy of capture fisheries development in nunukan regency East Kalimantan, Indonesia Malaysia Border

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategy of capture fisheries development in nunukan regency East Kalimantan, Indonesia Malaysia Border"

Copied!
233
0
0

Teks penuh

(1)

TIMUR, PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA

IIN SOLIHIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ―Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Wilayah Kabupaten Nunukan Kalimantan Tumur, Perbatasan Indonesia-Malaysia‖ adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(4)
(5)

East Kalimantan, Indonesia-Malaysia Border. SUGENG HARI WISUDO, DRAJAT MARTIANTO and JOHN HALUAN

The aims of this research are (i) to analyse the development of fishery product marketing (ii) to analyse the development of capture fishery production (iii) to analyse the development of capture fishery institutions (iv) to analyse the development of fishery strategic environment and (v) to formulate development strategy for capture fishery in the border area. The location of this research is Nunukan Regency, East Kalimantan. Survey to the capture fishery areas centers in both Nunukan Regency, Indonesia and Tawau, Malaysia – the area exactly in the border of Nunukan, was conducted in order to investigate the capture fishery conditions. Data were taken from March – April 2009 and then in Januari 2010.

The catch marketing still have not give sufficient price for Nunukan’s fisher

because there is a relatively large dependence of the fishers in Nunukan District to the owners of capital from Tawau through Nunukan middle men. Fishing productivity relatively small namely, 95 kg/ catching trip, and fisher productivities only reach approximately 3,97kg/day. Superior commodities in Nunukan Regency include white shrimp (Penaeus merguiensis), black pomfret (Formio

niger), anchovies (Stolephorus spp), narrow-barred Spanish mackerel

(Scomberomorus commerson),silver pomfret (Pampus argenteus),, Greasy

rockcod (Epinephelus tauvina),, Spotted javelinfish (Pomadasys maculatus), jack trevallies (Caranx spp), stingrays (Dasyatis spp), four finger treadfin

(Eleutheronema tetradactylum). The problems are the fishing port has not functioned as a supporting infrastructure for capture fisheries and the IUU Fishing. There is no specific regulatin about capture fisheries management in the border area comprehenshiply. Achivement for capture fisheries management in

border area are (i) to increase fisher’s and state’s income by improving catch trade

system to abroad (ii) keeping fish resouces in the border area waters by IUU Fishing handling and imroving cooperation between Indonesia Malaysia in fisheries resources utilization. Nunukan regional economic have adventages to support capture fisheries development but there is infrastructure problems to support fisheries resources utilization. Strategies for capture fisheries development consist of (i) developing master plan blue print of capture fisheries development in the border area, (ii) strengthening fisher’s institutions, (iii) increasing fisher’s skill (iv) strengthening fisher’s financial capital (v) increasing fleet/boat capacity to cruise over seas (vi) optimalization fishing port function and accelerating fishing port and fish processing industry development (vii) optimalization to prevent illegal fishing practices (viii) optimalization role fishery mentoring (ix) cooperation to manage capture fisheries resources in border regions between Indonesia and Malaysia government (x) reformulating fisher collaboration system.

(6)
(7)

Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur, Perbatasan Indonesia - Malaysia. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO, DRAJAT MARTIANTO dan JOHN HALUAN

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar terdapat 92 pulau terluar. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki sebagian besar wilayah terluar Indonesia adalah sumberdaya kelautan dan perikanan. Hal ini dapat dipahami mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dimana aspek kelautan menjadi sangat dominan. Sangat menungkinkan apabila sektor perikanan dan kelautan dapat menjadi basis dan andalan pengembangan ekonomi wilayah perbatasan tersebut.

Namun demikian, dalam kenyataannya wilayah-wilayah perbatasan dengan basis perikanan belum banyak yang berkembang. Terbatasnya akses dari dan ke wilayah tersebut menyebabkan aktifitas perekonomian dan pembangunan pada umumnya belum optimal dilaksanakan. Di sisi lain akses dari wilayah tersebut ke negara tetangga relatif lebih baik. Hal ini menyebabkan interaksi antara masyarakat Indonesia di wilayah terluar tersebut dengan masyarakat negara tetangga lebih intensif dibandingkan dengan masyarakat lain di dalam wilayah Indonesia.

Kondisi seperti yang digambarkan di atas juga terjadi di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia. Potensi pengembangan perikanan tangkap di wilayah ini diperkirakan masih relatif besar. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang baik, tidak hanya akan mengurangi kerugian negara akibat pencurian ikan oleh nelayan-nelayan asing, tetapi lebih dari itu akan memberikan dampak yang besar bagi peningkatan kesejahteraan pelaku perikanan khususnya dan masyarakat Nunukan pada umumnya. Mengingat karakteristik fisik dan masyarakat yang relatif unik dibandingkan dengan wilayah lain, maka perlu dibangun model pengembangan perikanan tangkap tertentu yang tidak hanya memperhatikan karakteristik potensi perikanan yang ada, tetapi juga aspek-aspek yang perbatasan perlu mendapat penekanan.

Penelitian ini bertujuan (i) menganalisis pengembangan pemasaran hasil tangkapan ikan, (ii) menganalisis pengembangan produksi penangkapan ikan, (iii) menganalisis pengembangan kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap, (iv) menganalisis pengembangan lingkungan strategis pengembangan perikanan tangkap dan (v) merumuskan strategi pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan

Dalam rangka melihat kondisi perikanan tangkap maka dilakukan survey ke wilayah-wilayah konsentrasi perikanan tangkap di Nunukan dan daerah Tawau Malaysia yang merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Indonesia di wilayah tersebut. Pengambilan data dilakukan pada Maret – April 2009 dan bulan Januari 2010.

(8)

ditunjukkan oleh nilai produktifitas alat tangkap maupun produktifitas nelayan yang masing-masing baru mencapai 95 kg/hari/alat tangkap dan 3,97 kg/nelayan/hari. Komoditas unggulannya di Kabupaten Nunukan adalah udang putih (Penaeus merguiensis), bawal hitam (Formio niger), teri (Stolephorus spp),

tenggiri (Scomberomorus commerson), bawal putih (Pampus argenteus), udang bintik, kerapu lumpur (Epinephelus tauvina), arut (gerot-gerot) (Pomadasys maculatus), kuwe/putih (Caranx spp), pari kembang/pari macan (Dasyatis spp) dan Kurau (Eleutheronema tetradactylum). Permasalahan yang dihadapi adalah pelabuhan perikanan belum berfungsi sebagai prasarana pendukung penangkapan ikan dan adanya praktek IUU Fishing.

Belum adanya peraturan yang spesifik mengatur mengenai pengelolaan perikanan tangkap di perbatasan secara komprehensif. Tujuan pengelolaan perikanan di perbatasan adalah (i) meningkatkan pendapatan nelayan dan negara melalui penyempurnaan sistem perdagangan hasil tangkapan ke luar negeri (ii) menjaga kelestarian sumberdaya ikan di wilayah perairan perbatasan melalui penanganan praktek IUU Fishing dan meningkatkan kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Kondisi ekonomi wilayah mempunyai keunggulan dan mendukung pengembangan perikanan tangkap. Namun demikian aspek infrastruktur yang relatif terbatas menjadikan kendala dalam pengembangan perikanan tangkap.

(9)

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA

IIN SOLIHIN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Dr. Ir. M. Imron, M.Si

(13)

Indonesia-Malaysia

Nama : Iin Solihin

NIM : C461060051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Ketua

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret-April 2009 dan Januari 2010 ini adalah pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nunukan yang merupakan perbatasan Indonesia dengan Malaysia.

Beberapa bab dalam tulisan ini telah dan sedang diajukan terbit pada jurnal ilmiah. Bab 4 mengenai pengembangan pemasaran hasil tangkapan diajukan pada

Internasional Fisheries Research Jurnal yang diterbitkan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap Badan Riset Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Bab 5 mengenai pengembangan produksi perikanan tangkap telah diterbitkan pada Buletin PSP yang diterbitkan oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Keberhasilan penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari bantuan dan kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc dan Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku dosen pembimbing, Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro dan Dr. Ir. M. Imron selaku penguji pada ujian tertutup, Dr. Ir. Bustami Mahyudin, MM dan Dr. Ir. Triwiji Nurani, M.Si selaku penguji pada ujian terbuka, Ir. Bambang Sutejo dan Dr. Aji Sularso yang berkenan menjadi narasumber untuk penelitian ini. Kepada Pimpinan dan staf Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Nunukan, Pimpinan dan staf Bappeda Kab. Nunukan, Pengelola PPI Sebatik, penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuannya selama penelitian di lapangan. Ucapan terima juga disampaikan kepada Ditjen Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPS sekaligus bantuan penelitian doktor, Pimpinan IPB, FPIK dan Departemen PSP yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan disertasi ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tiada terhingga juga disampaikan kepada bapak, ibu,ibu mertua, istri dan anak-anak tercinta yang rela berbagi perhatian, waktu, tenaga, pikiran dan materi demi terselesaikan studi ini. Teman sejawat di Departemen PSP yang juga memberikan dorongan dan suasana kekeluargaan sehingga penulis merasa betah bekerja, sdri Yuningsih dan sdri Dini yang telah memberikan bantuan pencarian pustaka dan pengurusan admistrasi, dan sdr. Yeyen Kurniawan atas bantuan dalam suka dan dukanya.

Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang perikanan tangkap.

(16)

Penulis dilahirkan di Kabupaten Kuningan Jawa Barat pada tanggal 10 Desember 1970 dari ayah bernama Saleh Hidayat dan ibu bernama Arnesah dan merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Menikah dengan Yanti pada tahun 1996 dan dikaruniai 3 orang anak : Zulfahmi, Nabila Nurul Habibah dan Muhammad Naufal An Nabhani.

Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di kota kelahiran pada rentang waktu 1977-1989. Pada tahun 1989, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Sesaat setelah lulus pada tahun 1994, penulis bekerja di perusahaan swasta perikanan sampai akhirnya pada tahun 1997 diterima sebagai dosen di Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB. Penulis kemudian melanjutkan studi S2 dan lulus pada tahun 2003 dari Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Program Pascasarjana IPB dan penulis kembali meneruskan pendidikan jenjang S3 pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB yang lulus pada tahun 2012.

Selama ini penulis sering melakukan kajian-kajian mengenai perikanan tangkap khususnya kajian pembangunan dan manajemen pelabuhan perikanan dan pembangunan wilayah. Sebagian besar lokasi yang menjadi sentra perikanan tangkap pernah menjadi obyek penelitian dan kajian diantaranya adalah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Pulau Jawa, Bali, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan lain-lain. Sedangkan penelitian tentang kajian pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan pernah dilakukan di Kota Sabang Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Kepulauan Riau dan Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur.

(17)
(18)

CPUE : Catch per unit of effort, adalah jumlah atau bobot hasil tangkapan yang diperoleh dari satu satuan alat tangkap dalam kurun waktu tertentu, yang merupakan indeks kelimpahan (abundance) suatu stok ikan.

Ikan : Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.

Interaksi sosial : Suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat. Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku,interaksi sosial itu sendiri dapat berlangsung dengan baik jika aturan - aturan dan nilai – nilai yang ada dapat dilakukan dengan baik.

Jaminan atau agunan : Aset pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jika peminjam gagal bayar, pihak pemberi pinjaman dapat memiliki agunan tersebut. Dalam pemeringkatan kredit, jaminan sering menjadi faktor penting untuk meningkatkan nilai kredit perseorangan ataupun perusahaan.

Infrastruktur : Kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi

sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik

Kapal Perikanan : Kapal, perahu atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan.

(19)

bagi individu atau anggota masyarakat.

Komoditas Ikan Unggulan : Jenis-jenis ikan yang menjadi andalan dari suatu wilayah baik yang dilihat dari produksi, nilai jual, ketersediaannya.

Konflik : Suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Lingkungan strategis : kondisi eksternal suatu sistem yang sangat berpengaruh terhadap kinerja sistem tersebut

Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

Penangkapan ikan : Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

Pelabuhan perikanan : Tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.

Pemasaran : Proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.

(20)

Pembangunan berkelanjutan :Proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan

Pengelolaan perikanan : Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati

Produktifitas alat tangkap: Jumlah tangkapan ikan yang dihasilkan oleh suatu unit alat penangkapan dalam satuan waktu tertentu seperti trip, hari, bulan atau tahun.

Produktifitas nelayan : Jumlah tangkapan yang diperoleh setiap nelayan dalam suatu satuan waktu atau alat tangkap tertentu.

Rekayasa sosial : Campur tangan sebuah gerakan ilmiah dari visi ideal tertentu yang ditujukan untuk mempengaruhi perubahan sosial.

Sistem : Gugus atau kumpulan dari komponen yang saling berinteraksi dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu

Strategi : Rencana yg cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus

Sumber daya ikan : Potensi semua jenis ikan

SWOT : Metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses,

opportunities, dan threats).

(21)

Manajemen : Sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien

Model : Rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar rancangan, citra komputer), atau rumusan matematis.

Nelayan : Orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

Wilayah perbatasan : Daerah atau jalur pemisah antara unit-unit politik (negara).

WPP : Wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.

(22)
(23)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... ix

1 PENDAHULUAN ... 1 1.1Latar Belakang ... 1 1.2Rumusan Masalah ... 3 1.3Tujuan Penelitian ... 4 1.4Manfaat Penelitian ... 5 1.5Kerangka Penelitian ... 5 1.5.1 Pengembangan produksi perikanan tangkap ... 5 1.5.2 Pengembangan pemasaran hasil tangkapan ... 7 1.5.3 Kelembagaan pengelolaan ... 8 1.5.4 Pengembangan lingkungan strategis ... 8

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10 2.1Perikanan Tangkap ... 10 2.1.1 Komponen sistem perikanan tangkap ... 10 2.1.2 Pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan ... 14 2.1.3 Konflik pengelolaan sumberdaya perikanan dan

penyelesaiannya ... 17 2.1.4 Potensi sumberdaya ikan ... 21 2.2Konsepsi Pembangunan Wilayah ... 22 2.2.1 Pengertian pembangunan wilayah ... 22 2.2.2 Interaksi antar wilayah ... 25 2.2.3 Tantangan dan kendala pembangunan wilayah perbatasan ... 27 2.3Sistem dan Pemodelan ... 31

3 METODOLOGI ... 34 3.1Lokasi Penelitian ... 34 3.2Pengumpulan Data ... 34 3.3Pengolahan dan Analisis Data ... 34 3.3.1 Analisis pengembangan pasar ... 34 3.3.2 Analisis pengembangan produksi penangkapan ... 37 3.3.3 Analisis pengembangan kelembagaan pengelolaan ... 40 3.3.4 Analisis lingkungan strategis ... 42 3.3.5 Penyusunan strategi pengembangan perikanan tangkap di

(24)

4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 44 4.1Letak Geografi dan Topografi ... 44 4.2Kependudukan ... 47 4.3Ketenagakerjaan ... 50 4.4Kebijakan Pembangunan Daerah ... 53

5 PENGEMBANGAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN ... 57 5.1Pola Distribusi Hasil Tangkapan ... 57 5.2Pola Hubungan Sosial Masyarakat Nelayan ... 58 5.3Pembahasan ... 62

6 PENGEMBANGAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN ... 69 6.1Ketersediaan Sumberdaya Ikan ... 69 6.2Komoditas Ikan Unggulan ... 73 6.3Tingkat Teknologi Penangkapan Ikan ... 74 6.4Praktek IUU Fishing ... 78 6.5Infrastruktur Pelabuhan Perikanan ... 82 6.6Industri Pengolahan Hasil Tangkapan ... 88 6.7Sumberdaya Manusia Perikanan Tangkap ... 89 6.8Pembahasan ... 90

7 PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN

PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN ... 96 7.1Kajian Peraturan dan Kebijakan Pengelolaan ... 96 7.2Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan ... 107

(25)

9 STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI

KABUPATEN NUNUKAN ... 141 9.1Gambaran Masalah Pengembangan Perikanan Tangkap ... 142 9.2Identifikasi Solusi Atas Isu ... 142 9.3Model Konseptual Pengembangan Perikanan Tangkap ... 144 9.3.1 Sub sistem produksi dan nilai tambah ... 144 9.3.2 Sub sistem pemasaran hasil tangkapan dan hubungan sosial ... 147 9.3.3 Sub sistem kelembagaan pengelolaan ... 149 9.3.4 Sub sistem pengembangan lingkungan strategis ... 151 9.3.5 Integrasi model ... 153 9.4Perbandingan Model Konseptual dan Dunia Nyata ... 154 9.5Langkah Perubahan dan Pilihan Strategi ... 157

10 KESIMPULAN DAN SARAN ... 166 10.1 Kesimpulan ... 166 10.2 Saran ... 167

(26)
(27)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Batas laut, status hukum dan pemanfaatan sumberdaya alam ... 16 2 Data yang dibutuhkan ... 36 3 Kriteria analisis isi peraturan pengelolaan perikanan tangkap ... 41 4 Matrix analysis fungsi dan kewenangan pengelolaan ... 41 5 Nama Kecamatan di Kabupaten Nunukan dan luas wilayahnya ... 46 6 Nama Pulau di Kabupaten Nunukan dan luasannya ... 47 7 Jumlah dan kepadatan penduduk tahun 2000-2009 ... 48 8 Jumlah dan kepadatan penduduk tiap kecamatan tahun 2009 ... 49 9 Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan rasionya ... 49 10 Jumlah penduduk tiap kecamatan menurut jenis kelamin dan rasio jenis

kelamin 2009 ... 50 11 Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas menurut kegiatan utama

2003 – 2009 (%) ... 50 12 Persentase penduduk usia kerja menurut kegiatan utama tahun 2009 ... 51 13 TPAK, TPT dan TKK menurut jenis kelamin tahun 2006-2009 ... 52 14 Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Nunukan Tahun 2006-2009 ... 53 15 Harga ikan di tingkat nelayan Nunukan, pedagang pengumpul dan Pasar

Tawau ... 61 16 Margin Harga di tingkat nelayan, pedagang pengumpul

dan Pasar Tawau ... 62 17 Hasil tangkapan per upaya penangkapan ikan tahun 2005-2010 ... 72 18 Komoditas unggulan berdasarkan perhitungan skoring ... 74 19 Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Nunukan

tahun 2005-2010 ... 76 20 Trip penangkapan ikan berdasarkan alat tangkap ... 77 21 Produktifitas alat tangkap per trip penangkapan ... 77 22 Asal dan jenis kapal asing yang tertangkap di Perairan Nunukan

Kalimantan Timur ... 79 23 Perkembangan penangkapan ikan illegal di Perairan Nunukan ... 80 24 Permasalahan pengawasan kapal ikan ... 81 25 Tugas pokok dan fungsi instansi terkait penanganan

(28)

27 Jumlah pemilik usaha pengolahan tahun 2010 ... 88 28 Perkembangan jumlah nelayan dan produktifitas penangkapannya ... 90 29 Aspek pengawasan praktek IUU Fishing ... 93 30 Hasil analisis isi peraturan perikanan ... 106 31 Pengelompokkan tujuan pengelolaan perikanan ... 110 32 Tujuan yang ingin dicapai dan aturan tambahan... 111 33 Kegiatan dan fungsi kelembagaan ... 112 34 Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan menurut lapangan usaha

tahun 2003 – 2007 ... 114 35 PDRB perkapita Kab. Nunukan 2005-2009 ... 115 36 Hasil analisis shiftshare berdasarkan PDRB Kab. Nunukan ... 117 37 Jumlah pelintas batas Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Malaysia

tahun 2007-2009 ... 119 38 Banyaknya kedatangan warga negara asing menurut negara asala tahun

2007-2009 ... 120 39 Panjang jalan kabupaten menurut jenis tahun 2009 ... 122 40 Kondisi jalan kabupaten tahun 2007-2009 ... 123 41 Jumlah desa yang telah dialiri listrik tahun 2009 ... 123 42 Kewenangan pemerintah dalam pengelolaan wilayah perbatasan ... 126 43 Hasil analisis elemen yang diinginkan di masa yang akan dating ... 144 44 Pelaksanaan fungsi pelabuhan perikanan di Nunukan ... 145 45 Perbandingan model konseptual dengan dunia nyata pada sub sistem

peningkatan produktifitas dan nilai tambah ... 155 46 Perbandingan model konseptual dengan dunia nyata pada sub sistem

pemasaran dan hubungan sosial ... 155 47 Perbandingan model konseptual dengan dunia nyata pada sub sistem

kelembagaan pengelolaan ... 156 48 Perbandingan model konseptual dengan dunia nyata pada sub sistem

lingkungan strategis ... 156 49 Pilihan skenario pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten

(29)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian ... 9 2 Kompleksitas sistem perikanan ... 14 3 Evolusi pemikiran pembangunan ... 23 4 Segitiga perdagangan yang dinikmati negara sendiri (Kiri) dan negara

lain (Kanan) (Caves and Jones, 1981 dalam Nugroho dan Dahuri, 2004) 26 5 Peta lokasi penelitian ... 35 6 Alur analisis kelembagaan ... 42 7 Langkah langkah soft system methodology... 43 8 Peta Kabupaten Nunukan ... 45 9 Pola distribusi hasil tangkapan ikan dari Kabupaten Nunukan ... 58 10 Pembagian Tauke Tawau ... 60 11 Wilayah pengelolaan perikanan (Permen KP. 01/2009)... 69 12 Produksi penangkapan ikan di WPP RI 716 tahun 2008 ... 70 13 Produksi perikanan laut Kab. Nunukan tahun 2005-2009 ... 71 14 Nilai produksi perikanan laut Kab. Nunukan tahun 2005-2010 ... 72 15 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Nunukan

tahun 2005-2009 ... 75 16 Sebaran armada penangkapan ikan di Kabupaten Nunukan Tahun 2020 . 75 17 Sebaran pelabuhan perikanan di Kalimantan Timur ... 86 18 Perkembangn jumlah RTP perikanan laut tahun 2001-2010 ... 89 19 Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan Kab. Nunukan tahun

2005-2009 ... 113 20 Komposisi PDRB Kab. Nunukan atas dasar harga konstan per sektor

tahun 2009 ... 114 21 Pertumbuhan PDRB perkapita ... 116 22 Arus lalu lintas penumpang angkutan laut luar negeri tahun 2004-2009 .. 119 23 Arus bongkar muat barang menurut tujuan dalam negeri tahun

2004-2009 ... 121 24 Arus bongkar muat barang menurut tujuan luar negeri tahun 2004-2009 . 122 25 Penggambaran permasalahan pengembangan perikanan tangkap ... 143 26 Model konseptual bagi produksi dan nilai tambah pada pengembangan

perikanan tangkap di Nunukan ... 146 27 Model konseptual bagi pemasaran dan hubungan sosial pada

(30)

28 Model konseptual bagi pengelolaan pada pengembangan perikanan tangkap di Nunukan ... 151 29 Model konseptual bagi lingkungan strategis pada pengembangan perikanan

(31)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Produksi perikanan laut Kabupaten Nunukan berdasarkan jenis ikan ... 173 2. Nilai produksi/produksi hasil tangkapan berdasarkan jenis ikan ... 175 3. Perhitungan skoring komoditas unggulan ... 177 4. Struktur organisasi Badan Pengelola Kawasan Perbatasan ... 179 5. Struktur organisasi Biro Perbatasan, Penataan Wilayah dan Kerjasama 180 6. Peraturan menteri Kelautan dan Perikanan No 6 Tahun 2008 tentang

Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara... 181 7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

Per.14/Men/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.06/Men/2008 tentang

(32)

1.1 Latar Belakang

Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun demikian sampai saat ini kesejahteraan masih belum dapat sepenuhnya dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Disamping itu, seiring dengan pembangunan ekonomi yang semakin berorientasi kepada mekanisme pasar serta adanya pergeseran struktur perekonomian, ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia merupakan hal yang sulit dihindari. Kesenjangan antar daerah terjadi terutama antara perdesaan dan perkotaan, antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia serta antara kawasan hinterland dengan kawasan perbatasan. Berbagai bentuk kesenjangan yang timbul meliputi kesenjangan tingkat kesejahteraan ekonomi maupun sosial. Kesenjangan yang ada juga diperburuk oleh faktor tidak meratanya potensi sumber daya terutama sumber daya manusia dan sumber daya alam antara daerah yang satu dengan yang lain, serta kebjakan pemerintah yang selama ini terlalu sentralistis baik dalam proses perencanaan maupun pengambilan keputusan.

(33)

Hal ini tentu menjadi sangat krusial mengingat besarnya tekanan-tekanan dari negara lain terhadap wilayah terluar ini berupa tekanan-tekanan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Masyarakat pada wilayah-wilayah tertentu bahkan lebih mengenal dan berinteraksi dengan masyarakat negara tetangga daripada dengan masyarakat Indonesia sendiri. Apabila hal tersebut dibiarkan bukan tidak mungkin akan mengancam integritas Indonesia sebagai suatu negara dan bangsa. Beberapa kasus sengketa perbatasan menunjukkan betapa kerugian yang cukup besar dialami Indonesia karena kehilangan wilayah-wilayah perbatasan ini seperti lepasnya Sipadan dan Ligitan.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar terdapat 92 pulau terluar. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki sebagian besar wilayah terluar Indonesia tersebut adalah sumberdaya kelautan dan perikanan. Hal ini dapat dipahami mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dimana aspek kelautan menjadi sangat dominan. sektor perikanan dan kelautan sangat menungkinkan menjadi basis dan andalan pengembangan ekonomi wilayah perbatasan tersebut.

Namun demikian, dalam kenyataannya wilayah-wilayah perbatasan dengan basis perikanan belum banyak berkembang. Terbatasnya akses dari dan ke wilayah tersebut menyebabkan aktifitas perekonomian dan pembangunan pada umumnya belum optimal dilaksanakan. Di sisi lain akses dari wilayah tersebut ke negara tetangga relatif lebih baik. Hal ini menyebabkan interaksi antara masyarakat Indonesia di wilayah terluar tersebut dengan masyarakat negara tetangga lebih intensif dibandingkan dengan masyarakat lain di dalam wilayah Indonesia.

Di masa lalu, pembangunan di wilayah terluar ini lebih ditekankan pada pendekatan keamanan semata dan kurang memperhatikan pengintegrasian dengan aspek lainnya. Namun demikian ternyata pendekatan ini mempunyai kelemahan dimana wilayah yang harus diawasi relatif luas sementara jumlah SDM dan peralatan militer relatif terbatas. Oleh karena itu perlu pendekatan pembangunan lain dalam mengawasi wilayah-wilayah terluar tersebut. Satu faktor yang relatif terlupakan di masa yang lalu adalah peran masyarakat setempat dalam menjaga

(34)

depan negara atau pintu gerbang negara‖ ini. Inti dari segala kebijakan pembangunan di daerah perbatasan adalah menyejahterakan hidup masyarakat lokal. Manifestasi dari cita-cita ideal ini harus tercermin dalam berbagai program pembangunan daerah, yang disesuaikan dengan potensi lokal, sebab diskursus tentang isu daerah perbatasan selalu terpaut dengan ―pendekatan keamanaan‖. Konsekuensi dari pendekatan keamanan yang ditonjolkan pada rezim pemerintahan di masa lalu telah berdampak pada dinegasikannya peningkatan mutu hidup masyarakat di garis terdepan negara, sebagai ujung tombak pertahanan negara itu sendiri.

Pendekatan tersebut seyogyanya diubah dengan tidak hanya melalui pendekatan keamanan tetapi lebih dipentingkan melalui pendekatan-pendekatan eknomi dan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan. Oleh karena itu, program/kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pembangkitan aktifitas perekonomian perlu didorong dan dikembangkan di wilayah terluar ini. Fokus terhadap pembangunan prasarana fisik seperti jalan, pasar dan fasilitas umum lainnya, harus diikuti dengan pembangunan manusia yang mampu mengenal dan memanfaatkan potensi lokal untuk perbaikan mutu hidup mereka. Pada wilayah yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang besar, maka aktifitas perekonomian yang berbasis perikanan menjadi hal yang strategis untuk dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

Perairan Propinsi Kalimantan Timur termasuk Kabupaten Nunukan masih mempunyai potensi sumberdaya perikanan laut yang relatif besar. Perairan ini termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI 716 yaitu Laut Sulawesi. Potensi sumberdaya ikan di perairan ini terutama ikan pelagis kecil, pelagis besar dan ikan demersal. Namun demikian dalam kenyataannya, pengusahaan perikanan laut belum sepenuhnya memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan produksi perikanan, pengembangan industri, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

(35)

pengelolaan perikanan tangkap itu sendiri dan posisi geografis Kabupaten Nunukan yang berbatasan dengan negara lain yaitu Malaysia yang berimplikasi pada kondisi sosial dan politik wilayah Nunukan. Permasalahan-permasalahan perikanan tangkap di wilayah perbatasan dapat dikelompokkan ke dalam :

1. Bagaimana kondisi pemasaran hasil tangkapan yang berjalan selama ini? Apakah pola pemasaran tersebut telah memberikan keberpihakan kepada nelayan Nunukan untuk mendapatkan keuntungan yang memadai?

2. Bagaimana kondisi pengusahaan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan? Bagaimana kondisi sumberdaya ikan, unit penangkapan, infrastruktur pelabuhan perikanan dan sumberdaya manusia perikanan dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi penangkapan ikan?

3. Apakah kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap yang ada mampu berjalan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pengelolaan perikanan tangkap?

4. Faktor apa saja di luar perikanan tangkap yang menjadi lingkungan strategis dan dapat mempengaruhi kinerja perikanan tangkap?

5. Strategi apa yang perlu dilakukan dalam mengembangkan perikanan tangkap di wilayah perbatasan.

Mengatasi permasalahan tersebut, perlu ada strategi yang menyeluruh dengan memperhatikan faktor-faktor penentu keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di perbatasan. Mengingat karakteristik fisik dan masyarakat yang relatif unik dibandingkan dengan wilayah lain non perbatasan, maka strategi pengembangan perikanan tangkap perlu mengelaborasikan antara elemen-elemen perikanan tangkap dan elemen-elemen wilayah perbatasan.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengembangan pemasaran hasil tangkapan ikan 2. Menganalisis pengembangan produksi penangkapan ikan

3. Menganalisis pengembangan kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap 4. Menganalisis pengembangan lingkungan strategis pengembangan perikanan

(36)

5. Merumuskan strategi pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan

1.4 Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama bidang pengelolaan perikanan tangkap. Secara khusus penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan terutama wilayah Nunukan Kalimantan Timur.

1.5 Kerangka Pikir Penelitian

Pembangunan perikanan tangkap di wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayah perbatasan Indonesia dengan negara lain berupa perairan laut dimana sumberdaya yang cukup dominan di wilayah tersebut adalah perikanan tangkap. Pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan ini perlu memperhatikan empat komponen utama yaitu pengembangan produksi perikanan tangkap, pengembangan pemasaran hasil tangkapan, kelembagaan pengelolaan dan pengembangan lingkungan strategis.

1.5.1 Pengembangan produksi perikanan tangkap

(37)

Tingkat teknologi penangkapan seharusnya juga menjadi bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan produksi penangkapan ikan. Teknologi penangkapan akan berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas penangkapan yang dilakukan. Efisiensi mengacu pada penggunaan sumberdaya yang lebih kecil untuk mendapatkan hasil yang sama atau bahkan lebih besar seperti penggunaan modal, sarana penangkapan dan penggunaan sumberdaya manusia. Sedang efektifitas mengacu pada besaran hasil tangkapan yang dapat diperoleh dengan menggunakan alat tangkap tertentu. Penggunaan alat tangkap tertentu dapat dipengaruhi oleh karakteristik sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan, karakteristik daerah penangkapan, jumlah hasil tangkapan yang ingin ditangkap, ketersediaan modal pendukung dan adanya permintaan pasar terhadap komoditas ikan tertentu.

Praktek penangkapan ikan illegal (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) menjadi permasalahan penting dalam penanganan perikanan tangkap di wilayah-wilayah perbatasan. Adanya praktek penangkapan seperti ini tidak hanya merugikan secara ekonomi maupun finansial, terlebih lagi akan memberikan ketidakpastian jumlah potensi sumberdaya ikan yang dimiliki. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan terjadinya bias dalam pengambilan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan yang ada.

(38)

distribusi ikan, pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan, tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan, pelaksanaan kesyahbandaran, tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan, publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan, tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari dan/atau pengendalian lingkungan.

1.5.2 Pengembangan pemasaran hasil tangkapan

Pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan nilai ekonomi suatu barang. Kotler, 2007 mengatakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain. Pemasaran menjadi penghubung antara produsen dan konsumen.

Hasil tangkapan ikan tidak mempunyai nilai ekonomi sampai didistribusikan dan dipasarkan kepada konsumen. Aspek pemasaran ini sangat penting dalam pengembangan perikanan tangkap. Hal ini terkait dengan karakteristik sumberdaya ikan yang relatif cepat mengalami penurunan mutu . Oleh karena itu hasil tangkapan ini harus segera dipasarkan kepada konsumen untuk dikonsumsi atau menjadi bahan baku industri pengolahan. Disamping itu, pemasaran memainkan peranan yang besar dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para pelakunya terutama nelayan. Hasil tangkapan yang dipasarkan dengan baik akan memberikan keuntungan yang besar kepada nelayan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka.

(39)

nelayan relatif tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk usaha penangkapannya. Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan tersebut, nelayan meminta bantuan permodalan kepada pihak lain yaitu para pemilik modal. Dalam kenyataannya, para nelayan ini tidak mempunyai sumberdaya yang dapat meningkatkan kemampuan tawar mereka dengan para pemilik modal. Akibatnya, usaha penangkapan nelayan sepenuhnya mengikuti pola/kebijakan dari para pemilik modal. Pola-pola interaksi inilah yang perlu diungkap untuk selanjutnya dilakukan intervensi kebijakan apabila terjadi ketidakadilan dalam hubungan tersebut.

1.5.3 Kelembagaan pengelolaan

Kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal atau diikuti secara baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan (liberty) dan meminimalkan hambatan (constraints) bagi individu atau anggota masyarakat. Kelembagaan kadang ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, tetapi kelembagaan juga tidak ditulis secara formal seperti aturan adat dan norma yang dianut masyarakat. Kelembagaan itu umumnya dapat diprediksi dan cukup stabil serta dapat diaplikasikan pada situasi berulang (Wiratno dan Tarigan, 2002 dalam

Yopulalan, 2009). Aspek kelembagaan ini terkait dua unsur yaitu tata aturan/peraturan yang menjadi landasan pengelolaan dan organisasi pengelola yang melaksanakan pengelolaan

Kompleksitas pengelolaan perikanan tangkap terkait dengan lingkup pengelolaan yang tidak hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terkait langsung dengan perikanan tangkap (Kementerian Kelautan dan Perikanan atau Dinas Perikanan dan Kelautan) tetapi juga instansi pemerintah lainnya. Hal ini berimplikasi pada adanya permasalahan sinkronisasi aturan dan kegiatan dan koordinasi antar lembaga terkait.

1.5.4 Pengembangan lingkungan strategis

(40)

tersebut terkait dengan kondisi makro ekonomi wilayah secara keseluruhan, infrastruktur wilayah, kondisi masyarakat, aksesibilitas wilayah dan kebijakan pengelolaan wilayah perbatasan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, kerangka pemikiran penelitian dapat diskemakan seperti terlihat pada Gambar 1.

Ketersediaan Sumberdaya Ikan

Komoditas Unggulan

Teknologi Penangkapan Ikan

Penanganan IUU Fishing

Infrastruktur Pelabuhan Perikanan

Tata Aturan dan Kebijakan Pengelolaan

Organisasi Pengelola

Infrastruktur Perbatasan

Kebijakan Perbatasan Pola Distribusi Hasil

Tangkapan

Pola Interaksi Sosial

Pengembangan Produksi Penangkapan Ikan

Pengembangan Pemasaran Hasil

Tangkapan

Kelembagaan Pengelolaan

Pengembangan Lingkungan

Strategis

Pengembangan Perikanan Tangkap di

Wilayah Perbatasan

(41)

2.1 Perikanan Tangkap

2.1.1 Komponen sistem perikanan tangkap

Charles (2001) membagi sistem perikanan kedalam tiga subsistem utama yaitu sistem alam (natural system), sistem manusia (human system) dan sistem pengelolaan (management system). Masing-masing sub sistem tersebut terdiri atas berbagai macam komponen pendukung yang demikian kompleks.

Sistem Manusia

Karakteristik masyarakat nelayan dan usahanya sangat berbeda dengan masyarakat pedesaan lainnya dimana corak mata pencahariannya pertanian. Pollnac (1988) mengatakan karakteristik tersebut adalah bahwa para petani menghadapi situasi ekologis yang relatif dapat dikontrol sedangkan nelayan menghadapi situasi ekologis yang sulit dikontrol yang diakibatkan oleh sifat sumberdaya ikan yang berpindah-pindah dan berada di dalam perairan sehingga menyulitkan untuk diketahui dan dipantau.

Resiko usaha yang besar dimana faktor kondisi alam sangat menentukan keberhasilan usaha penangkapan. Kondisi alam yang dimaksud adalah keadaan gelombang, hujan, badai dan lain-lain dimana pada kondisi yang ekstrim akan dapat melenyapkan unit penangkapan yang digunakan. Sistem usaha yang bersifat musiman, tergantung dari keberadaan ikan di perairan dan kondisi cuaca yang ada. Dengan kondisi seperti itu, maka nelayan tidak dapat melaut sepanjang tahun. Pada saat tidak melaut dengan sendirinya mereka tidak mempunyai pendapatan dari usaha penangkapan yang mungkin saja merupakan mata pencaharian satu-satunya.

(42)

dibangun bukan hanya antar awak kapal, tetapi juga antara awak kapal dengan pemilik kapal yang sering kali tidak ikut dalam operasi penangkapan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena segala kemungkinan dapat terjadi di tengah laut yang berakibat pada hilangnya armada penangkapan. Bahkan kalau tidak ada kerjasama dan saling kepercayaan, maka bisa saja terjadi moral hazard dari awak kapal dengan memanipulasi produksi hasil tangkapan yang didapatkan ataupun kondisi dan keberadaan unit penangkapannya sendiri.

Nelayan juga mempunyai sifat kemandirian yang besar. Anggapan ini berasal dari kondisi lingkungan dan mata pencaharian menangkap ikan. Mereka dipaksa untuk mengambil keputusan secara cepat dan sering berhadapan dengan ketidakpastian – keputusan yang mempunyai efek segera terhadap keselamatan kapal dan waknya ataupun keberhasilan operasi penangkapannya itu sendiri. Lebih dari itu, nelayan di laut jauh dari pertolongan masyarakat banyak di darat. Di laut, mereka melakukan tugas yang rumit secara mandiri, dengan sedikit komunikasi lisan.

Charles (2001) membagi perikanan komersial ke dalam dua katagori yaitu perikanan artisanal (perikanan skala kecil) dan perikanan industri (perikanan skala besar). Beberapa ciri dari perikanan tradisional adalah (1) ketergantungan yang tinggi terhadap keluarga, kesempatan bekerja di luar nelayan relatif kecil, kadang pendapatan yang diperoleh relatif kecil, (2) kapal yang digunakan relatif kecil dan biasanya merupakan milik sendiri, (3) sering kali lebih menerapkan sistem bagi hasil antara pemilik kapal, nakhoda dan anak buah kapal daripada menggunakan sistem penggajian, (4) umumnya relatif jauh dari pusat aktifitas ekonomi dan politik seperti di pedesaan dan (5) sering dipandang oleh analis kebijakan dalam satu dari dua yang berbeda : sebagai obyek untuk aktifitas modernisasi dan rasionalisasi atau sebagai orang atau kelompok yang mendapat perlakuan dari kekuatan ekonomi eksternal dan memerlukan perlindungan.

(43)

galangan kapal, supplier, fasilitas pelayanan yang secara integral bergantung pada aktifitas penangkapan dan distributor, pedagang dan konsumen yang menciptakan permintaan produk tersebut.

Sektor pasca penangkapan juga memiliki peranan yang cukup penting terlebih dikaitkan dengan maksimisasi manfaat/keuntungan dari setiap ikan yang ditangkap secara berkelanjutan. Pendekatan pembangunan berkelanjutan mendorong jumlah ikan yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efisien untuk tujuan-tujuan pemenuhan kebutuhan nutrisi, ketenagakerjaan, dan pembangunan sosial ekonomi. Hal tersebut sangat relevan dengan sektor pasca penangkapan, yang dibutuhkan untuk mengurangi limbah dan penyusutan pasca penangkapan, maksimisasi nilai tambah (added value) melalui pengolahan, membangun dan atau memperbaiki sistem distribusi dan pemasaran, dan mengintegrasikan perikanan ke dalam upaya-upaya pembangunan pedesaan secara keseluruhan.

Pemasaran merupakan aktifitas penting dalam perikanan. Dalam konteks komersial, suatu tangkapan yang baik hanya bermanfaat apabila hasil tangkapan tersebut dijual. Marketing merupakan aktifitas pengalokasian dan penyusunan suatu pasar (khususnya pembeli) untuk hasil tangkapan yang didapatkan oleh nelayan, koperasi perusahaan atau masyarakat.

Sistem Pengelolaan Perikanan

Charles (2001) mengatakan bahwa secara ide dasar pembangunan perikanan bertujuan untuk menginisiasi suatu yang baru, memperbaiki kondisi yang ada dari sistem perikanan yang memberikan keuntungan secara berkelanjutan. Secara umum, proses pembangunan perikanan terdiri dari dua tahapan yaitu menduga tingkat pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (menghitung tingkat tangkapan yang berkelanjutan dan hubungannya dengan ukuran armada) dan membangun input sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik supaya mendapatkan manfaat dari sumberdaya alam yang ada.

(44)

penangkapannya mulai dari subsidi pembuatan kapal sampai dukungan terhadap motorisasi armada penangkapan artisanal, (2) adaptasi teknologi penangkapan yang sesuai, (3) pelatihan nelayan dalam hal metoda penangkapan maupun penanganan hasil tangkapan, (4) penguatan kelembagaan baik manajemen individu maupun organisasi, (5) fasilitasi pengembangan koperasi dan organisasi-organisasi nelayan lainnya, (6) perbaikan pada tahapan pasca penangkapan termasuk pengembangan pasar, kontrol kualitas pengolahan dan proses distribusi produk, (7) pembangunan inrastruktur yang diperlukan seperti pelabuhan perikanan dan (8) perlindungan lingkungan dan upaya-upaya perbaikan produktivitas stok sumberdaya ikan.

Dalam konteks kewilayahan, pembangunan perikanan berkaitan dengan pembangunan masyarakat pantai dan lingkungan sosial ekonomi wilayah pesisir tersebut. Hal ini mengarahkan pada suatu fokus pada pembangunan wilayah pesisir secara terpadu dimana perhatian diberikan pada semua sumberdaya pesisir secara simultan termasuk pada orang dan masyarakat yang ada di wilayah pesisir tersebut (Charles 2001).

Budiono dan Sri Atmini (2002) mengatakan bahwa rencana dan strategi pengelolaan perikanan hendaknya mencakup hal hal (1) optimasi manajemen pemanfaatan sumberdaya perikanan. Hal ini diantaranya dilakukan melalui pengurangan tekanan penangkapan pada wilayah-wilayah fully dan over exploited

(45)

Gambar 2 Kompleksitas sistem perikanan (Charles, 2001)

2.1.2 Pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah perbatasan negara telah diatur dalam aturan internasional yaitu dalam Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) tahun 1982. Khusus mengenai konservasi dan manajemen perikanan laut dalam ZEE Pasal 61 UNCLOS mewajibkan negara pantai seperti Indonesia untuk menentukan jumlah yang dapat ditangkap atau total

Lingk Biofisik

Lingk Sosial Ekonomi

Ekosistem Rumah

tangga dan masyarakat

Ikan Kapal Nelayan

Penangkapan

Dinamika tenaga kerja Dinamika

modal Dinamika

populasi

Pasca penangkapan

Pasar Kondisi pasar

(46)

allowable catch (TAC). Menurut Djalal (2003), dalam penentuan TAC di ZEE, negara pantai berkewajiban, antara lain:

(1) memastikan tidak terjadi eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya perikanan;

(2) bekerjasama dengan organisasi-organisasi internasional yang kompeten; (3) berusaha memulihkan kembali jenis populasi ikan yang ditangkap; (4) menjamin maximum sustainable yield (MSY); dan

(5) menjaga agar jangan terjadi akibat yang negatif dari penangkapan tertentu terhadap jenis-jenis kehidupan laut lainnya yang berkaitan atau jenis yang tergantung dari perikanan tersebut.

Beberapa tindakan untuk pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan ZEE seperti dikemukakan Hasim DJalal (1995) yang diacu Monintja (1996), di antaranya:

(1) Untuk mengatur pemanfaatan kekayaan alam di ZEE, Indonesia perlu mengeluarkan peraturan-peraturan perikanan yang diperkenankan oleh konvensi, seperti izin penangkapan ikan, penentuan umur dan ukuran ikan yang boleh ditangkap, ukuran dan jumlah kapal penangkap ikan yang boleh digunakan, penurunan seluruh atau sebagian hasil tangkapan oleh kapal tersebut di pelabuhan negara pantai, dan sebagainya.

(2) Mengatur dengan negara/organisasi regional dan internasional tentang pemeliharaan dan pengembangan sumber-sumber perikanan yang terdapat di ZEE dua negara atau lebih, highly migratory species dan memperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai ―marine mammals, anadromous dan

catadromous species, serta sedentary species.

Pemanfaatan Sumberdaya Alam berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982 dapat disarikan sebagaimana Tabel 1.

(47)

dan tidak terdapat keadaan-keadaan khusus yang perlu dipertimbangkan, maka batas zona ekonomi eksklusif antara Indonesia dan negara tersebut adalah garis tengah atau garis sama jarak antara garis-garis pangkal laut wilayah Indonesia atau titik-titik terluar Indonesia dan garis-garis pangkal laut wilayah atau titik-titik terluar negara tersebut, kecuali jika dengan negara tersebut telah tercapai persetujuan tentang pengaturan sementara yang berkaitan dengan batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Tabel 1 Batas laut, status hukum dan pemanfaatan sumberdaya alam

Bagian laut Status hukum Pemanfaatan Sumberdaya Alam

Hak Kewajiban

Perairan pedalaman Kedaulatan Pemanfaatan Penuh Konservasi Perairan kepulauan Kedaulatan Pemanfaatan Penuh Konservasi

Mengakui Hak Perikanan Tradisional Negara Tetangga

Laut teritorial Kedaulatan Pemanfaatan Penuh Konservasi

Zona tambahan Yurisdiksi terbatas Pengawasan

(sepanjang berkaitan)

Laut lepas Kebebasan Kebebasan Konservasi

Menghormati Hak Negara Lain

(48)

2.1.3 Konflik pengelolaan sumberdaya perikanan dan penyelesaiannya

Fisher et al. (2000), Rubin et al. (1994), Sarwono (2001) dalam Shaliza (2004) mendefinisikan konflik sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Dengan perkataan lain terdapat pertentangan antar dua pihak atau lebih. Bahkan Sarwono menegaskan bahwa pertentangan tersebut tidak hanya pada tataran individu tetapi juga dapat terjadi antar kelompok masyarakat bahkan antar bangsa dan negara. Soekanto (1982) dalam Hasyim (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya konflik di dalam suatu masyarakat karena adanya perbedaan individu, perbedaan budaya, perbedaan kepentingan dan terjadinya perubahan sosial di dalam masyarakat. Perbedaan individu/budaya terjadi karena perbedaan lingkungan yang membentuk kedua belah pihak yang melahirkan prinsip-prinsip nilai kebiasaan atau tatacara yang berbeda. Konflik dapat terjadi jika masing-masing pihak tidak dapat menerima atau menghormati prinsip atau sistem nilai yang dimiliki pihak lain.

Lebih lanjut Fisher et al (2000) mengatakan bahwa pada dasarnya konflik dapat terjadi karena dipicu oleh beberapa hal, yaitu

(1) Polarisasi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat (teori hubungan masyarakat)

(2) Terdapat posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konlik (teori negosiasi prinsip) (3) Adanya usaha untuk menghalang-halangi pemenuhan kebutuhan dasar

manusia, baik kebutuhan fisik, mental dan sosial (teori kebutuhan manusia) (4) Terancamnya identitas yang sering berakar pada hilangnya sesuatu hal atau

karena penderitaan di masa yang lalu yang tidak terselesaikan (teori identitas)

(5) Ketidakcocokkan dalam cara-cara berkomunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda (teori kesalahfahaman antar budaya)

(6) Masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi (teori transformasi konflik)

(49)

sumberdaya tersebut. Bennet dan Neiland (2000) dalam Budiono (2005) berpendapat bahwa interaksi antara sumberdaya yang menjadi konflik dengan ekosistem juga harus mendapat perhatian, karena perubahan salah satu sistem dari ekosistem akan mempengaruhi ekosistem lain secara keseluruhan. Pemanfaatan sumberdaya alam dapat menimbulkan eksternalitas yang terkadang tidak diperhitungkan ke dalam pemanfaatan sumberdaya. Terdapat tiga jenis eksternalitas yang menjadi dilema dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan yaitu (Schlager et al, 1992 dalam Budiono, 2005) :

(1) Appropriation externalities. Dalam perhitungan ekonomi, ketika seorang nelayan menangkap ikan dari stok yang tersedia di laut, proses tersebut meningkatkan biaya marjinal dari setiap tambahan ikan yang ditangkapnya sekaligus menurunkan manfaat marjinal dari setiap tambahan upaya penangkapannya. Dengan demikian, peningkatan biaya penangkapan ikan karena mengecilnya stok ikan di laut tidak hanya berpengaruh pada nelayan yang menangkap ikan, tetapi juga nelayan lainnya yang ikut memanfaatkan stok ikan tersebut.

(2) Technological externalities. Eksternalitas ini muncul ketika nelayan secara fisik saling melakukan intervensi di lokasi penangkapan ikan yang pada akhirnya dapat memicu timbulnya konflik. Ekternalitas ini dapat didefinisikan sebagai terjadinya pelanggaran alat tangkap terhadap alat tangkap lainnya atau bentuk-bentuk ketersinggungan fisik lainnya yang muncul akibat nelayan melakukan penangkapan ikan sangat berdekatan satu sama lainnya.

(3) Assignment problem. Assignment problem muncul ketika nelayan menangkap ikan secara tidak terkoordinasi sehingga tidak mampu mengalokasikan diri mereka secara efisien pada daerah penangkapan tersebut. Permasalahan muncul mengenai siapakah yang memiliki akses ke daerah produktif tersebut dan bagaimana akses tersebut harus ditetapkan/dibagikan. Kegagalan dalam memecahkan assignment problems ini dapat memicu konflik dan meningkatkan biaya produksi.

(50)

daerah, (ii) perebutan daerah/lokasi penangkapan, (iii) perbedaan kapasitas peralatan tangkap antar kelompok nelayan dalam menangkap jenis ikan yang sama, (iv) perbedaan kualitas peralatan tangkap antar kelompok nelayan dalam menangkap jenis ikan yang berbeda, tetapi pada daerah yang sama, (v) pelanggaran batas wilayah perairan, (vi) operasi sekelompok nelayan merusak/menerjang peralatan tangkap nelayan lain, dan (vii) pelanggaran hak ulayat laut masyarakat lokal. Sedangkan Sari (2010) berdasarkan penelitiannya di Kabupaten Bengkalis menyimpulkan bahwa faktor mendasar pendorong terjadinya konflik perikanan tangkap adalah (i) latar belakang budaya masyarakat nelayan yang berbeda dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya perikanan (ii) faktor sosial yang cenderung melakukan perebutan wilayah tangkap dan (iii) faktor yuridis yaitu keberadaan peraturan yang tidak sesuai dengan karakteristik daerah dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat nelayan. Konflik di perikanan tangkap ternyata juga tidak hanya antar nelayan, tetapi juga antara nelayan dengan stakeholder lainnya sebagaimana yang dikaji Hendriwan (2007) yaitu antara nelayan besar dengan nelayan kecil, interaksi petugas keamanan laut dengan nelayan, nelayan besar dan nelayan pendatang, nelayan tradisional dengan pendatang, pemerintah kota dan propinsi, pemerintah kota dengan nelayan dan interaksi dengan KUD.

Dalam rangka mengatasi berbagai konflik tersebut, beberapa ahli mengajukan pendapatnya. Leonardo Boff sebagaimana dikutip Chang (2003) mengatakan bahwa perlu ditekankan etika dunia baru yang mencakup (i) etika yang menyerukan umat manusia untuk saling melihat antara satu sama lain dalam pengertian positif, (ii) etika solidaritas yang ditandai dengan sikap solidaritas sosial terhadap siapa yang dililit kesulitan, (iii) etika tanggung jawab yang megutamakan sikap tanggung jawab setiap orang terhadap pemikiran, ucapan, tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, (iv) etika berdialog yang dimulai dengan dialog yang hidup, tulus dan ikhlas dan (v) etika suci yang mencakup dan dapat diterima oleh semua pihak sebab didahului oleh nilai-nilai kebaikan secara universal yang dapat diterima oleh semua orang dalam setiap kondisi.

(51)

dari negara yang berbeda sehingga tidak dapat diselesaikan di tingkat nelayan tetapi oleh dua pemerintahan yang berkonflik. Bentuk konflik penangkapan yang terjadi antar negara biasanya berupa penangkapan illegal yang dikenal dengan istilah Illegal Unreported, Unregulated (IUU) Fishing.

Pengertian Illegal Fishing merujuk pada pengertian yang dikeluarkan oleh

(52)

dengan tanggung jawab negara untuk konservasi sumberdaya hayati laut di bawah hukum internasional.

Adhuri (2005) menjelaskan salah satu kasus IUU Fishing di wilayah perbatasan Indonesia-Australia yang dilakukan oleh nelayan-nelayan Indonesia. Penyebab terjadi pelanggaran tersebut adalah (i) conflicting claims dimana terjadi perbedaan persepsi diantara nelayan dan (ii) pasar internasional sumberdaya ikan yang mendorong nelayan melakukan penangkapan meski terkatagori IUU Fishing.

2.1.4 Potensi sumberdaya ikan

Perairan Kabupaten Nunukan termasuk Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI 716 yaitu Perairan Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera. Daerah yang termasuk kedalam WPP ini meliputi Kalimantan Timur (Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Timur), Gorontalo, Sulawesi Utara (Kabupaten Bolaang Mengondow, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Sangihe Talaud, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Manado, Kota Bitung), Sulawesi Tengah (Kabupaten Toli-Toli, Kabupaten Buol) dan Maluku Utara (Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Utara).

(53)

2.2 Konsepsi Pembangunan Wilayah

2.2.1 Pengertian pembangunan wilayah

Secara tradisional, pembangunan (development) hanya diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan tahunan atas pendapatan nasional bruto. Pernah juga pembangunan ekonomi hanya diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumberdaya (employment) yang diupayakan secara terencana. Artinya bahwa pembangunan hanya diartikan sebagai suatu proses untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Namun demikian pada perjalanannya, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak secara otomatis meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan yang hanya menyandarkan pada satu-satunya indikator (pertumbuhan ekonomi) ternyata telah menimbulkan berbagai kelemahan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu World Bank seperti yang dikutip Todaro (1999) menegaskan bahwa :

Tantangan utama pembangunan .... adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Terutama di negara-negara yang paling miskin, kualitas hidup yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang tinggi-namun yang dibutuhkan bukan hanya itu. Pendapatan yang lebih tinggi itu hanya merupakan salah satu dari sekian banyak syarat yang harus dipenuhi. Banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya yang juga harus diperjuangkan, yakni mulai dari pendidikan yang lebih baik, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual dan penyegaran kehidupan budaya.

(54)

(self esteem) yaitu kemampuan atau dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa pantas dan layak mengejar atau melakukan sesuatu dan lain-lain ; dan kebebasan (freedom) yaitu kebebasan dari sikap menghamba atau kemampuan untuk memilih. Tiga tujuan inti pembangunan adalah :

(1) peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan

(2) peningkatan standar hidup yang tidak hanya peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, tetapi juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa (3) perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu serta bangsa

secara keseluruhan yakni dengan membebaskan mereka dari belitan-belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara bangsa lain, tetapi juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Pada tahapan berikutnya, terjadi evolusi pemikiran tujuan pembangunan yang tidak hanya memperhatikan aspek-aspek pertumbuhan ekonomi, peningkatan pembangunan manusia, pengahapusan kemiskinan dan pemenuhan hak-hak dasar tetapi sudah mengarah pada pembangunan yang berkelanjutan. Evolusi pemikiran pembangunan dengan baik disampaikan oleh Gerald Meier dan Joseph Stiglitz dalam Frontiers of Development Economic (2002) sebagaimana disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Evolusi pemikiran pembangunan

(55)

Namun demikian, pembangunan di Indonesia belum sepenuhnya mencapai tujuan-tujuan diatas. Kesalahan kebijakan pembangunan (misleading policy) di masa lalu seperti yang disampaikan Anwar (2005) yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada prioritas pembangunan wilayah yang lebih menekankan pada wilayah wilayah yang mempunyai potensi menjanjikan (baik dari segi demografi, limpahan sumberdaya alam maupun lokasional). Hal ini memicu terjadinya disparitas tingkat pembangunan ekonomi yang terus melebar. Padahal pertimbangan dalam pembangunan wilayah memerlukan pendekatan multidimensional, terutama menyangkut (i) peranan teknologi dalam peningkatan produktivitas (ii) pembangunan sumberdaya manusia, (iii) pembangunan infrastruktur fisik dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup dan (iv) pembangunan administrasi dan finansial termasuk mendorong partisipasi luas masyarakat dan memperhitungkan aspek politik institusional.

Beberapa indikator yang sering digunakan dalam mengukur keberhasilan pembangunan (Rustiadi 2007) adalah:

(1) Pendapatan wilayah. Pendapatan masyarakat merupakan indikator penting dalam ekonomi wilayah. Pendapatan masyarakat pada suatu wilayah tidaklah sama dengan nilai total produksi barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah. Karena didalam total nilai barang dan jasa terdapat komnponen-komponen dari barang dan jasa yang telah dihitung sebagai hasil produksi di sektor atau wilayah lain.

(2) Distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan adalah statu cerminan bagaimana pendapatan dialokasikan kepada masyarakat. Untuk mengukur distribusi pendapatan ini biasanya menggunakan Kurva Lorenz

(3) Penyerapan tenaga kerja. Indikator penyerapan tenaga kerja dan tingkat pengangguran dapat dipandang sebagai bentuk operasional dari konsep indikator tujuan ekonomi atau pertumbuhan (produktivitas dan efisiensi). Namun indikator ini juga sering dianggap bagian dari konsep indikator kapasitas sumberdaya manusia.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Kompleksitas sistem perikanan (Charles, 2001)
Gambar 5 Peta lokasi penelitian
Tabel 2 Data yang dibutuhkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Keputusan tidak berla ku surut terhadap (1) Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; (2) Suami atau isteri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap

persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik, yang dalam hal ini adalah.. progam pembuatan

Satu hal penting yang perlu dipahami adalah bahwa diagram aktivitas ini tidak menggambarkan kode program dari sistem yang akan dibangun, tetapi memberikan gambaran aliran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi maupun konsep rancangan desain kartu ATM yang ditujukan untuk menarik minat nasabah remaja untuk mengetahui respon maupun

Jika melihat dari isi dan aspek yang disampaikan dalam media ini, seharusnya tidak menampilkan foto tokoh (wanita) yang tidak menutup aurat sesuai dengan perintah Allah dan

Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung yang dilakukan Penulis, dapat disimpulkan bahwa analisis sistem yang berjalan pada sistem informasi akuntansi laporan

Penyelesaian yang telah dilakukan antara lain pengangkutan buah dan buah lepas secara manual atau menggunakan jasa langsir buah manual dari TPH ke jalan utama oleh

Pernyataan dengan kata-kata yang diucapkan dalam bentuk tembang atau dinyanyikan akhirnya Dharmagìtà dalam upacara agama Hindu dapat dinyatakan sebagai bahasa kebhaktian