• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Ekonomi Interregional ; Kajian Empiris Keterkaitan Pulau Sulawesi, Jawa Timur, Dan Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterkaitan Ekonomi Interregional ; Kajian Empiris Keterkaitan Pulau Sulawesi, Jawa Timur, Dan Kalimantan Timur"

Copied!
264
0
0

Teks penuh

(1)

ARMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Keterkaitan Ekonomi Interregional ; Kajian Empiris Keterkaitan Pulau Sulawesi, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Arman

(3)

Sulawesi, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Dibimbing oleh SETIA HADI, NOER AZAM ACHSANI dan AKHMAD FAUZI.

Masalah ketidakmerataan pembangunan antar wilayah Pulau Sulawesi dengan Jawa Timur dan Kalimantan Timur menjadi poin utama dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pola keterkaitan ekonomi antar wilayah Pulau Sulawesi (Sulawesi Lain), Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Kalimantan

Timur, menganalisis dampak Spillover dan Feedback antar wilayah, menganalisis

nilai tambah dan aliran nilai tambah (upah, pajak dan surplus usaha) di suatu wilayah dan merumuskan kebijakan pembangunan antar wilayah. Lokasi penelitian di Wilayah Sulawesi Lain (Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara), Sulawesi Selatan (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat), Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Data yang digunakan adalah Data IRIO Tahun 2005, selanjutnya data tersebut diprediksi ke Tahun 2011 dengan menggunakan teknik RAS.

Hasil analisis menunjukkan bahwa keterkaitan (hubungan) ekonomi Sulawesi Lain Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan terhadap Jawa Timur relatif tinggi. Hubungan ekonomi tersebut relatif lebih banyak memberikan manfaat ekonomi kepada wilayah Jawa Timur. Wilayah Jawa Timur memberikan

pengaruh spillover yang kecil terhadap seluruh wilayah tetapi memperoleh

pengaruh feedback yang lebih besar. Wilayah Kalimantan Timur memberikan

pengaruh spillover yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah Jawa Timur

(seperti halnya dengan wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Lain).

Wilayah Sulawesi Selatan dianggap mampu menjadi jembatan ekonomi

terhadap wilayah lain karena memberikan pengaruh spillover yang paling besar

terhadap total wilayah. Peran Sulawesi Selatan sebagai jembatan ekonomi dalam rangka mendorong pemerataan pembangunan ekonomi wilayah dan memperkuat keterkaitan ekonomi antar Sulawesi Selatan dengan wilayah Sulawesi Lain, Kalimantan Timur serta Kawasan Timur Indonesia.

Pergerakan arus modal diharapkan mampu meningkatkan investasi pemerintah (melalui Dana Alokasi Khusus), investasi swasta serta ekspor hingga 100%. Sektor primer ditingkatkan outputnya untuk menjadi input antara industri makanan dan minuman, industri pengolahan hasil laut, industri tekstil serta industri kayu dan rotan. Skenario kebijakan wilayah Sulawesi Lain sama dengan Sulawesi Selatan. Skenario kebijakan wilayah Jawa Timur lebih difokuskan pada investasi industri manufaktur.

(4)

wilayah tersebut, (4) mendorong interregional capital movement ke wilayah Sulawesi dan Kalimantan Timur dalam rangka pemerataan pembangunan antar wilayah, (5) menciptakan keterkaitan sektor (hilirisasi industri) pertambangan (Kaltim), perkebunan (Sulsel), industri besi (Sulain) di dalam dan antar wilayah

Kalimantan Timur dan (6) memperkuat ekonomi wilayah dari interregional

Linkage menuju Interregional Partnership

(5)

ARMAN. Inter-regional Economic Linkages; An Empirical Study on the Economic Linkage of the Sulawesi Islands, East Java and East Kalimantan. Under supervised by SETIA HADI, NOER AZAM ACHSANI and AKHMAD FAUZI..

Uneven development problems among the regions of Sulawesi, East Java and East Kalimantan was the main issue in this study. The purposes of this study were to analyze the pattern of economic linkages among the regions of Sulawesi (Sulawesi Other), South Sulawesi, East Java and East Kalimantan, to analyze the spillover and the feedback effect among the regions; to analyze the value added (wages, taxes and operating surplus) and its distribution in regions; and to formulate the inter-regional development policy. The research was conducted in the Region of Other Sulawesi (North Sulawesi, Gorontalo, Central Sulawesi and Southeast Sulawesi), South Sulawesi (South Sulawesi and West Sulawesi), East Java and East Kalimantan. The data was IRIO data of 2005, which was subsequently predicted into the data of 2011 by using the RAS technique.

The results of analysis show that the level of economic linkages of the Other Sulawesi, East Kalimantan and South Sulawesi against the East Java was relatively high. The economic relationship provides more economic benefits to the East Java. The East Java gives small spillover effect on to the region, but receives higher feedback. East Kalimantan region influences a large spillover effect on East Java (as well as the regions of Other Sulawesi and South Sulawesi).

The South Sulawesi region is considered to play as the economic bridge to the other regions due to its greatest spillover effect against the total regions. The South Sulawesi's role as an economic bridge in order to encourage an evenly economic development of the region and to strengthen the economic relationship between trhe South Sulawesi and Other Sulawesi, East Kalimantan and eastern Indonesia.

The capital flows are expected to increase government investment (through the Special Allocation Fund), private investment and exports up to 100%. The primary sector increased its output to be intermediate input such as food and beverage industry, seafood processing industry, the textile industry as well as industrial wood and rattan. Policy scenarios other Sulawesi region is the same with the South Sulawesi while the East Java policy scenarios is more focused on the manufacturing industry investments.

(6)

(5) create a linkage sectors (downstream of mining industry in the East Kalimantan, plantations (Sulawesi), iron industry (Sulain) within and among the East Kalimantan region and (6) reinforce the economic regions from Inter-regional Linkage towards inter-Inter-regional Partnership.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaaan

ARMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Muhammad Firdaus, MS

Dr Slamet Sutomo, MS

Penguji pada Sidang Promosi: Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS

(10)
(11)

Keterkaitan Ekonomi Interregional ; Kajian Empiris Keterkaitan Pulau Sulawesi Jawa Timur dan Kalimantan Timur bermaksud untuk mendorong penguatan

keterkaitan ekonomi wilayah dan interregional capital movement.

Saya ingin menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada komisi pembimbing : Dr Setia Hadi (ketua), MS, Prof Dr Noer Azam Achsani (anggota) dan Prof Dr Akmad Fauzi (anggota) yang telah membimbing sejak awal penelitian hingga penulisan disertasi. Komisi pembimbing memberikan banyak ide, saran dan kritik dan solusi dalam proses penelitian hingga penyusunan disertasi.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada

1. Prof Dr Bambang Juanda selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah dan Pembangunan Perdesaan (PWD)

2. Penguji Ujian Tertutup Prof Dr Muhammad Firdaus, MS dan Dr Slamet

Sutomo, MS serta Penguji luar komisi pada Sidang Promosi Doktor Prof Dr Bambang Juanda dan Dr Slamet Sutomo

3. Rektor Universitas Trilogi atas kesempatan memberikan kesempatan

penyelesaian Disertasi

4. Ketua STMII tempat awal saya mengabdi sebagai staf pengajar yang telah

memberikan kesempatan melanjutkan program Strata 3 di PWD

5. Staf pengajar dan pegawai Fakultas Bioindustri Universitas Trilogi atas

motivasi dan dorongannya penyelesaian studi

6. Rekan-rekan mahasiswa PWD, terutama mahasiswa program Strata 3 dan

S2 angkatan 2010 atas kerjasama dan bantuan dalam menjalankan studi

7. Seluruh staf sekretariat PWD atas bantuan

8. Ibu dan bapak mertua RA Asnani dan Drs Giartama atas dorongan, doa

dan motivasi dalam menyelesaiakan studi

9. Kedua Orang tua saya Almarhum Hj Ramasiah dan H Amir, BA atas

bimbingan, kasih sayang dan doa yang tiada henti serta adik saya tercinta Arni, MSi yang selalu memberikan motivasi dan Ibu ida

10.Istriku yang amat saya cintai Dian Indrayani Satyatama,STP.,MSi atas

berbagai pengorbanan, kasih sayang dan doanya, serta anakku yang amat saya cintai dan banggakan Ardan Zuhair Ramadhan

11.Disertasi ini saya persembahkan kepada kedua orang tuaku, istriku dan

anakku tercinta

Terima kasih tidak terhingga kepada peneliti dan penulis yang menjadi sumber dan inspirasi penelitian ini sehingga penulis mampu menformulasi sebuah gagasan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayahnya dalam mencari ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015 Arman

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 7

Keguanaan Penelitian 7

Kebaharuan Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 9

2 TINJAUAN PUSTAKA

Perspektif ilmu Wilayah 10

Simetrik dan Asimetrik Wilayah 11

Aglomerasi Ekonomi 12

Keterkaitan Ekonomi Kasus Daerah 13

Keterkaitan dan Interaksi Ekonomi Beberapa Negara 16

Kebijakan Fiskal Sebagai Instrumen 20

Kebijakan Fiskal Daerah 22

Kebijakan Fiskal Negara Maju dan Berkembang 23

MP3EI, Pembangunan Sektor dan Wilayah 26

3 KERANGKA PIKIR

Kerangka Teoritis IO 28

Sistem Ekonomi Nasional 28

Tabungan dan Investasi 29

Transaksi Ekspor dan Impor 30

Peranan Pemerintah 31

Kekayaan Bersih 32

Kerangka Pikir 33

4 METODE

Teknik Pengambilan Data 38

Jenis Data dan Sumber Data 38

Estimasi Koefisien IO Tahun 2010 dengan RAS 39

Lokasi dan Waktu Penelitian 42

Gambaran Umum Analisis IO dan IRIO 43

Konsep Operasional IO 48

Output 48

Struktur Input 48

Input Antara 49

Input Primer 49

Nilai Tambah Bruto 49

Permintaan Akhir Wilayah 50

Struktur Perdagangan Wilayah 51

(13)

Analisis Deskriptif 53

Struktur Penawaran dan Permintaan Wilayah 53

Peranan Output Struktural 54

Struktur Nilai Tambah Bruto Sektoral 54

Struktur Permintaan Akhir Sektoral 55

Analisis Dampak 55

Analisis Dampak Output Wilayah 55

Analisis Dampak Nilai Tambah Bruto Wilayah 56

Analisis Dampak Kebutuhan Impor Wilayah 56

Analisis Dampak Kebutuhan Tenaga Kerja Wilayah 56

Keterkaitan Aktifitas dan Indeks Wilayah 57

Skenario dan Simulasi Kebijakan 59

5 GAMBARAN UMUM LOKASI

Kondisi Umum Wilayah dan Penduduk Tenaga Kerja 61

Potensi Sumberdaya Pertanian dan Holtikultura 63

Potensi Sumberdaya Perkebunan 64

Potensi Peternakan 66

Potensi Perikanan 67

Potensi Kehutanan 67

Potensi Pengembangan Industri 68

Ekspor Impor 70

6 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif dan Keterkaitan Wilayah 71

Struktur Permintaan Akhir 77

Struktur Output Wilayah 83

Indeks Kepekaan dan Daya Sebar Sulawesi Lain 87

Indeks Kepekaan dan Daya Sebar Sulawesi Selatan 89

Indeks Kepekaan dan Daya Sebar Jawa Timur 92

Indeks Kepekaan dan Daya Sebar Kalimantan Timur 95

Pengaruh Spillover, Feedback dan Interregional 97

Analisis Dampak Keterkaitan Langsung Kedepan (KLD) 105

Analisis Dampak Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke

Depan (KLTD) 109

Analisis Dampak Keterkaitan Langsung Ke Belakang (KLB) 113

Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Kebelakang (KLTB) 118

Nilai Pengganda Pajak Tak Langsung 145

Nilai Pengganda Upah 148

Nilai Pengganda Usaha 151

Analisis Skenario Simulasi Dampak Kebijakan Permintaan Akhir 153

Skenario Simulasi Agregat 162

7 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 165

Saran 167

Implikasi Kebijakan 167

DAFTAR PUSTAKA 168

LAMPIRAN 174

(14)

DAFTAR TABEL

1. Nilai PDRB konstan (dalam juta) di masing-masing provinsi

periode Tahun 2009-2011 1

2. Kontribusi sektor terhadap total PDRB konstan (dalam persen)

pada masing-masing wilayah di Tahun 2010 4

3. Nilai PMDN dan PMA di masing-masing provinsi periode

2010-2011 5

4. Nilai interaksi ekonomi antar Sulawesi Lain, Sulawesi Selatan,

Jawa Timur, Kalimantan Timur (dalam juta (Rp) 6

5. Klasifikasi sektor yang akan di analisis 38

6. Research mapping tujuan, data dan metode penelitian 39

7. Struktur ekonomi antar daerah Tahun 2006-2010 (PDRB

Konstan) 39

8. Struktur Dasar IRIO Untuk Unit Analisis 45

9. Luas wilayah, kependudukan dan penduduk bekerja 61

10. Luas panen dan produksi padi di lokasi penelitian Tahun 2013 63

11. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan 65

12. Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya 67

13. Potensi industri dari hasil nilai tambah dan output 69

14. Struktur permintaan antara berdasarkan kolom (outflow) Tahun

2005 65

15. Struktur permintaan antara berdasarkan kolom (outflow) Tahun

2011 72

16. Struktur permintaan antara berdasarkan baris(inflow) Tahun 2005 74

17. Struktur permintaan antara berdasarkan baris (inflow) Tahun 2011 76

18. Aliran barang antar wilayah dan internasional Tahun 2011 77

19. Struktur permintaan Tahun 2005 dan 2011 (Juta Rupah) 78

20. Struktur permintaan akhir wilayah Sulawesi Lain Tahun 2005 79

21. Struktur permintaan akhir wilayah Sulawesi Selatan Tahun 2005 80

22. Struktur permintaan akhir wilayah Jawa Timur Tahun 2005 81

23. Struktur permintaan akhir wilayah Kalimantan Timur Tahun 2005 82

24. Sektor yang menghasilkan output terbesar di Sulawesi Lain 83

25. Sektor yang menghasilkan output terbesar di Sulawesi Selatan 84

26. Sektor yang menghasilkan output terbesar di Jawa Timur 85

27. Sektor yang menghasilkan output terbesar di Kalimantan Timur 86

28. Indeks kepekaan aktifitas ekonomi di Sulawesi Lain 87

29. Daya sebar aktifitas ekonomi di Sulawesi Lain 88

30. Indeks kepekaan aktifitas ekonomi di Sulawesi Selatan 89

31. Daya sebar aktifitas ekonomi di Sulawesi Selatan 90

32. Indeks kepekaan aktifitas ekonomi di Jawa Timur 92

33. Daya sebar aktifitas ekonomi di Jawa Timur 93

34. Indeks kepekaan aktifitas ekonomi di Kalimantan Timur 95

35. Indeks daya sebar aktifitas ekonomi di Kalimantan Timur 96

36. Pengaruh interregional, spillover dan feedback di Sulawesi Lain 97

37. Pengaruh interregional, spillover dan feedback Sulawesi Selatan 99

(15)

39. Pengaruh interregional, spillover dan feedback Kalimantan Timur 103

40. Keterkaitan langsung kedepan wilayah Sulawesi Lain 2005 dan

2011 105

41. Keterkaitan langsung kedepan wilayah Sulawesi Selatan 2005 dan

2011 106

42. Keterkaitan langsung kedepan wilayah Jawa Timur 2005 dan

2011 107

43. Keterkaitan langsung kedepan wilayah Kalimantan Timur 2005

dan 2011 108

44. Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan wilayah

Sulawesi Lain 2005 dan 2011 109

45. Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan wilayah

Sulawesi Selatan 2005 dan 2011 110

46. Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan wilayah Jawa

Timur 2005 111

47. Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan wilayah

Kalimantan Timur 2005 dan 2011 112

48. Keterkaitan langsung kebelakang di Sulawesi Lain Tahun 2005 113

49. Keterkaitan langsung kebelakang di Sulawesi Lain Tahun 2011 114

50. Keterkaitan langsung kebelakang di Sulawesi Selatan Tahun 2005 115

51. Keterkaitan langsung kebelakang di Sulawesi Selatan Tahun 2011 115

52. Keterkaitan langsung kebelakang di Jawa Timur Tahun 2005 116

53. Keterkaitan langsung kebelakang di Jawa Timur Tahun 2011 117

54. Keterkaitan langsung kebelakang di Kalimantan Timur Tahun

2005 117

55. Keterkaitan langsung kebelakang di Kalimantan Timur Tahun

2011 118

56. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Sulawesi

Lain Tahun 2005 119

57. Dampak sektor transportasi udara di Sulawesi Lain dan wilayah

lain jika permintaan akhir naik Tahun 2005 120

58. Dampak sektor industri dasar besi, baja & logam dasar bukan besi

di Sulawesi Lain dan wilayah lain jika permintaan akhir naik

Tahun 2005 121

59. Dampak sektor industri barang dari logam di Sulawesi Lain dan

wilayah lain jika permintaan akhir naik 122

60. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Sulawesi

Lain Tahun 2011 122

61. Dampak sektor listrik, gas dan air bersih di Sulawesi Lain dan

wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun 2011 124

62. Dampak sektor bangunan di Sulawesi Lain dan wilayah lain jika

permintaan akhir naik Tahun 2011 124

63. Dampak sektor transportasi udara di Sulawesi Lain dan wilayah

lain jika permintaan akhir naik Tahun 2011 126

64. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Sulawesi

Selatan terhadap daerah lain Tahun 2005 126

65. Dampak sektor Industri makanan dan minuman di Sulawesi

(16)

66. Dampak sektor Industri tekstil di Sulawesi Selatan terhadap

wilayah lain jika permintaan akhir naik 129

67. Dampak sektor transportasi udara di Sulawesi Selatan terhadap

wilayah lain jika permintaan akhir naik 130

68. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Sulawesi

Selatan terhadap daerah lain Tahun 2011 131

69. Dampak sektor industri makanan dan minuman di Sulawesi

Selatan terhadap wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun

2011 133

70. Dampak sektor industri tekstil di Sulawesi Selatan terhadap

wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun 2011 133

71. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Jawa

Timur Tahun 2005 134

72. Dampak sektor transportasi udara di Jawa Timur terhadap

wilayah lain jika permintaan akhir naik 136

73. Dampak sektor listrik gas dan air di Jawa Timur terhadap wilayah

lain jika permintaan akhir naik 136

74. Dampak sektor transportasi air di Jawa Timur terhadap wilayah

lain jika permintaan akhir naik 137

75. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Jawa

Timur terhadap daerah lain Tahun 2011 137

76. Dampak sektor industri kelapa sawit di Jawa Timur terhadap

wilayah lain jika permintaan akhir naik 139

77. Dampak sektor transportasi udara di Jawa Timur terhadap

wilayah lain jika permintaan akhir naik 140

78. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di

Kalimantan Timur Tahun 2005 140

79. Dampak sektor industri makanan dan minuman di Kalimantan

Timur dan wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun 2005 142

80. Dampak sektor transportasi udara di kalimantan timur dan

wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun 2005 143

81. Dampak sektor listrik, gas dan air bersih di Kalimantan Timur

dan wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun 2005 143

82. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di

Kalimantan Timur Tahun 2011 144

83. Nilai pengganda output pajak tak langsung di Sulawesi Lain

Tahun 2005 dan 2011 145

84. Nilai pengganda output pajak tak langsung di Sulawesi Selatan

Tahun 2005 dan 2011 146

85. Nilai pengganda output pajak tak langsung di Jawa Timur Tahun

2005 dan 2011 147

86. Nilai pengganda output pajak tak langsung di Kalimantan Timur

Tahun 2005 dan 2011 147

87. Nilai pengganda upah di Sulawesi Lain Tahun 2005 dan 2011 148

88. Nilai pengganda upah di Sulawesi Selatan Tahun 2005 dan 2011 149

89. Nilai pengganda upah di Jawa Timur Tahun 2005 dan 2011 150

90. Nilai pengganda upah di Kalimantan Timur Tahun 2005 dan 2011 150

(17)

92. Nilai pengganda usaha di Sulawesi Selatan Tahun 2005 dan 2011 152

93. Nilai pengganda usaha di Jawa Timur Tahun 2005 dan 2011 152

94. Nilai pengganda usaha di Kalimantan Timur Tahun 2005 dan

2011 153

95. Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah

dan swasta sektor tertentu serta ekspor tetap di Sulain Tahun 2011 154

96. Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah

dan swasta sektor tertentu serta ekspor naik di Sulain Tahun 2011 155

97. Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah

dan swasta sektor tertentu serta ekspor tetap di Sulsel Tahun 2011 156

98. Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah

dan swasta sektor tertentu serta ekspor naik di Sulsel Tahun 2011 157

99. Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah

dan swasta sektor tertentu serta ekspor tetap di Jatim Tahun 2011 159

100.Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah

dan swasta sektor tertentu serta ekspor naik Jatim Tahun 2011 160

101.Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah

dan swasta serta ekspor tetap di Kaltim Tahun 2011 161

102.Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah

dan swasta serta ekspor tetap di Kaltim Tahun 2011 161

103.Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah

dan swasta serta ekspor secara agregat Tahun 2011 162

DAFTAR GAMBAR

1. Kurva leontif fungsi produksi 28

2. Aliran sederhana perekonomian 29

3. Aliran sederhana pola pendapatan dan pengeluaran 29

4. Aliran ekonomi adanya pengaruh tabungan dan investasi 30

5. Aliran ekonomi adanya pengaruh depresiasi 30

6. Aliran ekonomi dengan adanya rest of world 31

7. Aliran ekonomi adanya peran pemerintah 32

8. Aliran ekonomi dengan tambahan aset 33

9. Kerangka Pikir 37

10. Keterkaitan permintaan antara outflow (ekspor domestik) wilayah 2005 72

11. Keterkaitan permintaan antara outflow (ekspor domestik) wilayah 2011 73

12. Keterkaitan permintaan antara inflow (Impor domestik) wilayah 2005 75

13. Keterkaitan permintaan antara inflow (impor domestik) wilayah 2011 76

14. Sektor strategis dan tidak strategis di Sulawesi Lain 89

15. Sektor strategis dan tidak strategis di Sulawesi Selatan 91

16. Sektor strategis dan tidak strategis di Jawa Timur 94

17. Sektor strategis dan tidak strategis di Kalimantan Timur 97

18. Total interregional multiplier, spillover dan feedback di Sulawesi

Lain 99

19. Total interregional multiplier, spillover dan feedback di Sulawesi

(18)

20. Total interregional multiplier, spillover dan feedback di Jawa

Timur 103

21. Total interregional multiplier, spillover dan feedback di Kalimantan

Timur 105

22. Total pengganda keterkaitan sektor di Sulawesi Lain 2005 120

23. Total pengganda keterkaitan sektor di Sulawesi Lain 2011 123

24. Total pengganda keterkaitan sektor di Sulawesi Selatan 2005 127

25. Total pengganda keterkaitan sektor di Sulawesi Selatan 2011 132

26. Total pengganda keterkaitan sektor di Jawa Timur 2005 135

27. Total pengganda keterkaitan sektor di Jawa Timur 2011 138

28. Total pengganda keterkaitan sektor di Kalimantan Timur 2005 141

29. Total pengganda keterkaitan sektor di Kalimantan Timur 2011 145

DAFTAR LAMPIRAN

1 InputOutput permintaan antara daerah Asal Sulawesi

Tahun 2005 160

2 Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari Sulawesi Selatan

(outflow) Tahun 2005 161

3 Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari Jawa Timur

(outflow) Tahun 2005 162

4 Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari Kalimantan Timur

(outflow) Tahun 2005 163

5 Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari ROI (outflow)

Tahun 2005 164

6 Inputoutput Sulawesi Selatan berasal dari daerah asal Tahun

2005 165

7 Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari Sulawesi Lain

(outflow) Tahun 2005 166

8 Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari Jawa Timur

(outflow) Tahun 2005 167

9 Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari Kalimantan

Timur (outflow) Tahun 200 168

10 Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari ROI (outflow)

Tahun 2005 169

11 Inputoutput Jawa Timur berasal dari daerah asal Tahun 2005 170 12 Input Jawa Timur (inflow) berasal dari Sulawesi Lain

(outflow) Tahun 2005 171

13 Input Jawa Timur (inflow) berasal dari Sulawesi Selatan

(outflow) Tahun 2005 172

14 Input Jawa Timur (inflow) berasal dari Kalimantan Timur

(outflow) Tahun 2005 173

15 Input Jawa Timur (inflow) berasal dari ROI (outflow) Tahun

2005 174

(19)
(20)

Tahun 2011

42 Input Kalimantan Timur (inflow) berasal dari Sulawesi Lain

(outflow) Tahun 2011 201

43 Input Kalimantan Timur (inflow) berasal dari Sulawesi

Selatan (outflow) Tahun 2011 202

44 Input Kalimantan Timur (inflow) berasal dari Jawa Timur

(outflow) Tahun 2011 203

45 Input Kalimantan Timur (inflow) berasal dari ROI (outflow)

Tahun 2011 204

46 Inputoutput ROI berasal dari daerah asal Tahun 2011 205 47 Input ROI (inflow) berasal dari Sulawesi Lain (outflow)

Tahun 2011 206

48 Input ROI (inflow) berasal dari Sulawesi Selatan (outflow)

Tahun 2011 207

49 Input ROI (inflow) berasal dari Jawa Timur (outflow) Tahun

2011 208

50 Input ROI (inflow) berasal dari Kalimantan Timur (outflow)

Tahun 2011 209

51 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang

wilayah Sulawesi Lain 2005 210

52 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang

wilayah Sulawesi Selatan 2005 211

53 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang

wilayah Jawa Timur 2005 212

54 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang

wilayah Kalimantan Timur 2005 213

55 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang

wilayah ROI 2005 214

56 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan

wilayah Sulawesi Lain 2005 215

57 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan

wilayah Sulawesi Selatan2005 216

58 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan

wilayah Jawa Timur 2005 217

59 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan

wilayah Kalimantan Timur 2005 218

60 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan

wilayah ROI 2005 219

61 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang

wilayah Sulawesi Lain 2011 220

62 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang

wilayah Sulawesi Selatan 2011 221

63 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang

wilayah Jawa Timur 2011 222

64 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang

wilayah Kalimantan Timur 2011 223

65 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang

(21)

66 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan

wilayah Sulawesi Lain 2011 225

67 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan

wilayah Sulawesi Selatan 2011 226

68 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan

wilayah Jawa Timur 2011 227

69 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan

wilayah Kalimantan Timur 2011 228

70 Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan

(22)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Potensi dan dugaan asimetrik pembangunan wilayah menjadi bagian yang cukup penting dalam mengulas sejauh mana perkembangan wilayah koridor ekonomi sulawesi akibat adanya interaksi dengan Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Dugaan awal asimetrik pembangunan tercermin pada produktifitas ekonomi antar wilayah relatif cukup berbeda. Perbedaan produktifitas menjadi

dugaan awal untuk menilai bahwa pay off yang diterima salah satu wilayah tidak

memiliki nilai tambah yang cukup besar karena adanya capital flight dan

asimetrik pembangunan ekonomi. Indikasi tersebut dapat dilihat pada produktifitas PDRB di masing-masing wilayah pada Tabel 1.

Penelitian ini menganalisis keterkaitan ekonomi antara wilayah Koridor/Pulau Sulawesi (Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo) dengan wilayah Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Timur (Multi-regional). Wilayah mana yang mendapat manfaat ekonomi merupakan salah satu bagian yang akan diestimasi dalam penelitian ini. Sektor apa yang menjadi domain setiap wilayah dalam mendorong nilai tambah terhadap aktifitas lainnya, menjadi bagian yang cukup menarik dan kontekstual untuk dikaji dalam konfigurasi ekonomi wilayah.

Tabel 1. Nilai PDRB konstan (dalam milyar) di masing-masing provinsi periode Tahun 2009-2013

No Wilayah 2009 2010 2011 2012 2013

1 Sulawesi Selatan 47.326,08 51.199,90 55.093,74 59.718,50 64.284,43

2 Sulawesi Tenggara 10.768,57 11.653,91 12.698,12 14.020,35 15.040,86

3 Sulawesi Utara 17.149,62 18.376,82 19.735,47 21.286,58 22.872,16

4 Sulawesi Tengah 16.207,59 17.626,17 19.230,92 21.007,97 22.979,40

5 Gorontalo 2.710,73 2.917,49 3.141,45 3.383,82 3646.55

6 Kalimantan Timur 105.564,94 110.953,45 115.489,85 120.085,76 121.990,49

7 Jawa Timur 320.861,00 342.280,76 366.983,28 393.662,85 419.428,45

Sumber : BPS, 2014

(23)

Wilayah yang fokus pada aktifitas industri akan jauh lebih besar menerima manfaat ekonomi dan perdagangan dari pada wilayah yang jauh dari pusat

pembangunan (LeSage dan Llano ,2007). Meskipun shadow price bahan baku dari

daerah asal ke daerah tujuan akan meningkat akibat pengaruh jarak, wilayah industri (dalam hal ini Jawa Timur) akan tetap menerima manfaat yang lebih besar karena mampu mengolah produk bernilai tambah tinggi dan memberikan efek yang lebih besar pada aktifitas ekonomi lain seperti tenaga kerja, penerimaan daerah dari sisi pajak, output produksi dan pendapatan masyarakat.

Hill, Resosudarmo dan Vidyattama (2008), Priyarsono dan Rustiadi (2010) menyatakan bahwa ketimpangan antar wilayah terus berlangsung hingga saat ini. Pulau Jawa masih sangat mendominasi aktifitas ekonomi (+60% dari total kontribusi ekonomi nasional) sementara wilayah timur indonesia masih jauh tertinggal (Koridor Kalimantan menyumbang +9 %, Sulawesi +4% terhadap nasional). Ketimpangan ekonomi salah satunya disebabkan oleh sentralisasi aktifitas ekonomi bernilai tambah tinggi di Pulau Jawa sedangkan wilayah timur masih lebih banyak pada industri yang sederhana.

Fenomena industrialisasi dan asimetrik pembangunan juga mendorong

terjadinya backwash effect antar daerah dalam unit provinsi (khususnya di wilayah

perkotaan seperti Surabaya, Makassar, Balikpapan dan Kota Industri lainnya).

Myrdal (1970), menyatakan bahwa backwash effect yang terjadi di desa atau

suatu wilayah akibat ketimpangan pembangunan dan menjadi penghambat untuk mencapai simetrik pembangunan. Sumberdaya yang berada di desa atau wilayah tertentu secara massal dan bertahap terus terkuras oleh dampak industrialisasi di kota (wilayah lain). Implikasinya desa menjadi daerah yang jauh tertinggal

dibanding kota. Fenomena backwash effect ditandai dengan sumberdaya manusia

yang terampil di desa (daerah terbelakang) untuk menuju kota (daerah maju). Sumberdaya manusia dan tenaga terampil memilih bermigrasi ke kota (daerah maju) karena kemampuan yang mereka miliki lebih terserap di kota daripada di desa. Mereka yang memiliki kapasitas sumberdaya dan tenaga terampil lemah, lebih memilih bertahan di desa. Jadilah desa sebagai wilayah yang dihuni sumberdaya manusia yang lemah dan kurang terampil. Komposisi masyarakat terampil selanjutnya menjadi cukup besar di kota sehingga rangsangan investasi lebih menarik di wilayah perkotaan. Posisi perkotaan selanjutnya menjadi lokasi yang dipilih untuk berinvestasi karena sumberdaya manusia lebih terjamin di kota dari pada di desa. Kota selanjutnya menjadi tempat investasi beragam jenis aktifitas ekonomi. Sumberdaya alam yang berada di desa mengalir langsung ke kota untuk di olah agar bernilai ekonomis tinggi karena beragam teknologi industri tersedia di kota. Untuk membangun industri yang lebih ekonomis maka sistem jaringan jalan dan infrastruktur menjadi domain dasar untuk dikembangkan di wilayah kota. Fenomena yang terus berlangsung ini mengakibatkan daerah maju semakin berkembang sementara desa mengalami perlambatan.

Adanya kebijakan fiskal untuk mengurai disparitas pembangunan antar wilayah tidak langsung berdampak secara keseluruhan terhadap pembangunan wilayah. Aritenang (2008), menyatakan bahwa kebijakan desentralisasi memberikan dampak terhadap penurunan level kemiskinan dan meningkatnya

pelayanan kesehatan serta human capital. Namun tidak ada fakta secara signifikan

(24)

berkurangnya kemiskinan dalam era desentralisasi. Keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa disparitas antara provinsi di Indonesia masih sangat kuat meskipun mengalami penurunan sejak Tahun 2002.

Tantangan ke depan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah mendorong pembangunan yang lebih simetrik antar wilayah agar setiap wilayah mampu mandiri. Persoalan pembangunan yang cenderung tidak simetrik tercermin dari segi ekonomi, sumberdaya manusia, infrastruktur dan aksesibilitas. Masalah tersebut harus segera diatasi melalui transformasi pembangunan ekonomi dan percepatan pembangunan ekonomi. Selanjutnya untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi serta percepatan pembangunan wilayah dibutuhkan interkonektifitas

ekonomi antara wilayah melalui penguatan comparative adventage, industrialisasi

dan pembangunan infrastruktur (Menko perekonomian, 2011).

Berbagai studi menunjukkan pada saat pertumbuhan ekonomi nasional tinggi tetapi masalah pemerataan antar wilayah tidak begitu menonjol. Tiap wilayah mengalami pertumbuhan ekonomi, baik karena kekuatan sendiri maupun subsidi pemerintah pusat. Pada saat laju pertumbuhan ekonomi nasional rendah, dapat berlangsung keadaan yang menunjukkan terjadinya pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah dengan mengorbankan pertumbuhan ekonomi wilayah lain.

Perekonomian dalam kondisi ini terjebak dalam zero sum (Azis, 1994). Meskipun

pertumbuhan ekonomi antar wilayah Pulau Sulawesi, Jawa Timur dan Kalimantan Timur relatif hampir sama (6%-7%) namun ketimpangan ekonomi masih terus berlangsung (karena manfaat ekonomi lebih banyak diperoleh wilayah tertentu).

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian keterkaitan koridor ekonomi Sulawesi dengan wilayah Jawa Timur dan Kalimantan Timur untuk menjawab berbagai persoalan asimetrik pembangunan antar wilayah. Diperlukan analisis yang tepat agar menghasilkan berbagai rumusan kebijakan simetrik pembangunan dan kerjasama antar wilayah. Sisi lain, mendorong kinerja sektor agar memiliki keterkaitan kuat dengan sektor lainnya di wilayah tertentu. Kerjasama antar wilayah yang perlu dipertimbangkan adalah kerjasama yang

memberikan pay-off yang optimal oleh masing-masing wilayah

Perumusan Masalah

(25)

sektor industri masih kecil dari pada sektor pertanian terutama wilayah Sulawesi Lain (7,55%).

Kalimantan Timur sangat dominan akitifitas pertambangan dengan kontribusi sekitar 41,5%. Kontribusi pertambangan diduga tidak menopang sektor industri karena kontribusi sektor pertambangan di daerah Kalimantan Timur jauh lebih besar dari pada industri. Tambang batu bara sejatinya menjadi bahan baku dasar untuk energi industri, tetapi industri di Kalimantan Timur masih kecil sehingga batu bara lebih banyak orientasi ekspor daripada digunakan sebagai bahan dasar energi industri di Kalimantan Timur. Akibatnya potensi tambang di Kalimantan Timur lebih banyak faedah/manfaatnya bagi wilayah industri (terutama di Jawa Timur). Secara rinci kontribusi tiap sektor tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Kontribusi sektor terhadap total PDRB konstan (dalam persen) pada

masing-masing wilayah di Tahun 2010

Sektor Jatim Sul-Sel Kal-Tim Sul-lain

Pertanian 15,00 26,97 6,58 29,84

Pertambangan 2,27 8,77 41,56 4,81

Industri pengolahan 25,39 13,42 27,65 7,55

Listrik dan air bersih 1,36 1,03 0,33 0,74

Bangunan 3,21 5,66 3,91 10,51

Perdagangan, Hotel& Restoran 31,04 16,99 8,89 15,32

Angkutan/komunikasi 7,33 9,02 5,76 10,09

Bank/keu/perum 5,45 7,31 3,23 5,98

Jasa 8,97 10,81 2,09 15,15

Sumber : BPS, 2012

Kekhasan yang dimiliki oleh daerah sangat nampak pada data Tabel 2, dimana suatu daerah memiliki sektor yang unggul. Namun terdapat faktor

imperfect (kendala) yang dimiliki oleh setiap daerah dalam mendorong terjadinya interaksi dan keterkaitan ekonomi. Hoover dan Giarratni (1999), kendala yang

dimiliki oleh sumberdaya alam adalah (1) imperfect factor mobility

(ketaksempurnaan mobilitas faktor produksi), (2) imperfect factor divisibility

(ketaksempurnaan pemisahan/pemilahan antar faktor produksi), dan (3)

imperfectmobility of goods and services (ketaksempurnaan mobilitas barang dan

jasa). Adanya berbagai ketaksempurnaan ini mempertegas pentingnya

pertimbangan kerjasama dalam mengolah berbagai sumberdaya, aktivitas dan kinerja ekonomi dalam perencanaan pembangunan.

Adanya kendala tersebut, sisi lain merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan asimetrik pembangunan dan kebocoran wilayah. Capital flight

terjadi akibat nilai tambah yang sejatinya diterima wilayah asal tidak terjadi akibat bahan dasar dari wilayah asal (tidak melalui pengolahan teknologi menjadi bahan setengah jadi) langsung diekspor ke wilayah lain. Dampak nilai tambah sektor wilayah asal tidak berpengaruh langsung atau sangat kecil terhadap sektor daerah asal, produktifitas tenaga kerja dan output sektor lainnya. Potensi pendapatan

daerah asal dari hasil bahan baku dasar menjadi “hilang” karena dampaknya

terhadap aktifitas ekonomi terjadi di daerah tujuan. Sejatinya nilai tambah tersebut dikembalikan ke daerah asal melalui pengolahan dan industrialisasi komoditas unggulan. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan untuk memperkuat ekonomi

(26)

Indikasi simetrik dan keterkaitan ekonomi yang lemah lainnya adalah investasi pembangunan yang tidak terdistribusi secara adil di wilayah. Investasi wilayah melalui Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) antar wilayah juga masih mencerminkan perbedaan yang cukup signifikan. Investasi PMDN dan PMA sangat dominan di Provinsi Jawa Timur dengan kisaran PMDN 13,33% pada Tahun 2010 dan 12,75% pada Tahun 2011, serta PMA berkisar 10,9% pada Tahun 2010 dan 6,73% pada Tahun 2011. Meskipun investasi di Jawa Timur cenderung menurun tapi persentasinya masih jauh lebih dibandingkan dengan provinsi lainnya.

Tabel 3. Nilai PMDN dan PMA di masing-masing provinsi periode 2010-2011

No Wilayah PMDN (%) PMA(%)

2010 2011 2010 2011

1 Sulawesi Utara 0,16 0,43 1,39 1,13

2 Sulawesi Tengah 0,25 3,45 0,85 1,90

3 Sulawesi Selatan 5,30 5,25 2,72 0,46

4 Sulawesi Tenggara 0,03 0,08 0,08 0,09

5 Gorontalo 0,03 0,02 0,005 0,06

6 Kalimantan Timur 13,00 8,64 6,74 3,09

7 Jawa Timur 13,33 12,75 10,90 6,73

8 Indonesia 100 100 100 100

Sumber ; BKPM, 2012

Wilayah yang rendah PMA dan PMDN cenderung lebih banyak berorientasi ekspor bahan baku karena tidak memiliki investasi pengolahan bahan baku menjadi barang bernilai tambah dan ekonomis. Sumberdaya yang menjadi

basis (comparative adventage) wilayah tersebut diekspor tanpa diolah lebih lanjut

di wilayah basis. Akibatnya nilai tambah yang sejatinya di peroleh wilayah basis justru diperoleh wilayah lain yang mampu mengolah bahan baku tersebut bernilai ekonomi yang tinggi. Nilai tambah yang tidak diperoleh wilayah basis menyebabkan terjadi kebocoran wilayah.

Investasi dan sumberdaya terserap dan konsentrasi di perkotaan dan

wilayah tertentu sementara wilayah hinterland mengalami pengurasan

sumberdaya yang berlebihan. Tidak seimbangnya pembangunan menghasilkan struktur hubungan antarwilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah. Tidak seimbangnya pembangunan inter-regional, disamping menyebabkan kapasitas pembangunan regional yang sub-optimal juga berpotensi menihilkan pertumbuhan agregat makro (Rustiadi, et.al 2009).

Saefulhakim (2005) menyatakan bahwa pembangunan yang hanya menekankan laju pertumbuhan ekonomi makro tanpa memperhatikan keterkaitan ekonomi dan interaksi antar wilayah berpotensi menciptakan ketimpangan antar wilayah dan kesenjangan pendapatan antar masyarakat. Wilayah yang maju pesat secara agregat tidak lagi menjadi mitra yang sejajar dengan wilayah tetangga atau sekitarnya melainkan meninggalkan wilayah mitra.

(27)

suatu wilayah sudah mampu terkelola potensinya tetapi hanya sebatas ekspor, tanpa ada pengelolahan nilai tambah, menjadi penting dikaji. Pola interaksi sekaligus mencerminkan apakah posisi suatu wilayah (Pulau Sulawesi, Sulawesi Selatan Jawa Timur dan Kalimantan Timur) kuat atau lemah dan timpang atau simetrik dalam berinteraksi. Secara umum pola interaksi total agregat nilai ekonomi antar wilayah di Sulawesi Lain, Kalimantan Timur dan Jawa Timur tercermin pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai interaksi ekonomi antar Sulawesi Lain, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Kalimantan Timur (dalam juta (Rp)

Output

Input

Sulain Sulsel Jatim Kaltim Jumlah

Sulain 15.739.614,96 150.136,09 547.168,96 213.685,71 16.650.605,71

Sulsel 327.051,98 9.629.013,95 723.974,09 467.574,70 31.147.614,70

Jatim 1.276.047,18 644.840,81 312.765.695,73 1.445.336,26 316131.919,98

Kaltim 789.089,37 807.951,48 601.159,53 91.593.288,98 93.791.489,36

Jumlah 18.131.803,48 31.231.942,33 314.637.998,31 93.719.885,63 457.721.630

Sumber : Bappenas dan BPS, 2005 setelah diolah

Tabel 4 mencerminkan bahwa nilai perdagangan Sulawesi Lain jauh lebih kecil ke Sulawesi Selatan dari pada Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Selanjutnya, nilai interaksi perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan ke Provinsi lain di Pulau Sulawesi jauh lebih kecil jika dibandingkan Nilai interaksi perdagangan antar Sulawesi Selatan ke Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Fakta tersebut mencerminkan keterkaitan ekonomi Sulawesi Lain sangat kecil dibandingan kedua wilayah lainnya. Interkonektiftas aktifitas ekonomi menjadi

backwash menuju Jawa Timur dan dalam Sulawesi Lain terjadi fenomena zero sum game antara Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Lain. Fakta tersebut menjadi masalah karena pembangunan antar wilayah menjadi asimetrik dan beberapa wilayah lain menjadi tertinggal.

Wilayah Sulawesi Lain nampaknya memiliki sektor yang masih sangat tergantung dari luar karena besarnya nilai transaksi ekonomi yang berasal dari luar wilayah (terutama dari Jawa Timur). Ada kecendrungan Sulawesi Lain tergolong

wilayah stimulusi-response atau self referencing. Wilayah tersebut masih perlu

dirangsang dari sisi internal untuk mengoptimalkan potensi sumberdayanya. Berdasarkan penilaian tersebut maka Sulawesi Lain menjadi wilayah yang

cenderung mengelami kebocoran wilayah dan backwash effect.

Interaksi antar wilayah mendorong nilai tambah meningkat pada sektor tertentu. Dampak nilai tambah bisa diperoleh dari output, tenaga kerja, pajak dan peningkatan nilai tambah sektor tertentu. Nilai tambah suatu sektor (termasuk sektor unggulan) memungkinkan diperoleh wilayah tujuan lebih besar dari pada wilayah asal. Wilayah yang tidak memperoleh manfaat yang lebih dari hasil

interaksi akan mengalami gejala negative sum sehingga berpotensi semakin

timpang/tertinggal dengan wilayah lain. Pengembangan sektor unggulan dan kerjasama antar wilayah menjadi signal pemerintah untuk menghindari gejala

negative dan zero sum. Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan masalah tercermin

(28)

1. Bagaimana pola keterkaitan ekonomi (kuat atau lemah) antar wilayah Pulau Sulawesi (Sulawesi Lain), Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur ?

2. Bagaimana pengaruh spillover dan feedback antar wilayah ?

3. Sektor apa yang memperoleh aliran nilai tambah (upah, pajak dan usaha)

setiap wilayah ?

4. Bagaimana dampak kebijakan pembangunan antar wilayah ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pola keterkaitan ekonomi antar wilayah Pulau Sulawesi

(Sulawesi Lain), Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Kalimantan Timur.

2. Menganalisis pengaruh Spillover dan Feedback antar wilayah

3. Menganalisis aliran nilai tambah (upah, pajak dan usaha) di suatu wilayah.

4. Merumuskan kebijakan pembangunan antar wilayah

Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari penelitian adalah:

1. Studi ini diharapkan dapat memperkaya kajian mengenai keterkaitan ekonomi

antar wilayah (dalam konteks multi-region).

2. Dapat menyajikan informasi yang menjelaskan peluang wilayah untuk

membangun kerjasama dengan wilayah lain serta kebijakan yang tepat untuk membangun wilayah.

3. Studi ini diharapkan dapat memberikan petunjuk dalam memilih opsi

kebijakan yang tepat dalam memperkuat keterkaitan dan kerjasama pembangunan wilayah dan antar wilayah

Kebaharuan Penelitian

Hubungan saling tergantung terhadap berbagai bagian dalam sistem ekonomi merupakan hal yang paling mendasar dalam analisis ekonomi (leontief, 1936). Terdapat 2 hal yang menyebabkan aliran komoditi antar wilayah sebagaimana pendapat Isard (1951) menyatakan bahwa aliran komoditi dikaitkan kedalam 2 hal yaitu (1) karena adanya ketidaksamaan penyebaran penduduk, pendapatan, dalam arti luas sumberdaya dan (2) adanya kegiatan ekonomi skala besar pada wilayah tertentu. Perubahan output sebagian besar industri ditentukan oleh seberapa besar perubahan tingkatan permintaan akhir. Faktor demografi dan perubahan koefisien teknologi menjadi faktor kunci dalam memenuhi perubahan permintaan akhir (Feldman, et al, 1987). Chenery, et al (1962) mengungkap bahwa perubahan output setiap sektor dalam industri disebababkan empat hal

yaitu (1) perubahan komposisi domestic demand, (2) perubahan volume ekspor,

(3) perubahan volume impor dan (4) perubahan teknologi dan organisasi.

Tabel IRIO dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya ekternal shock

terhadap indikator ekonomi makro seperti output perekonomian, nilai tambah, pendapatan dan tenaga kerja. Tidak seperti IO single region, IRIO dapat

(29)

perubahan eksogenus permintaan beberapa output pada wilayah tertentu. IRIO tidak hanya mengestimasi stimulus produksi wilayah asal akibat adanya kenaikan permintaan akhir wilayah lain, tetapi mampu mengestimasi dampak dari permintaan akhir dari wilayah lain (Kwangmoon, et.al, 2010).

Meng dan Qu (2007) mengatakan pengaruh interregional spillover telah menjadi faktor penting dalam pertumbuhan output wilayah. Kota besar seperti

wilayah Huabei di Cina merupakan wilayah yang memperoleh dampak spillover

yang sangat besar dari wilayah lain tetapi relatif kecil memberikan dampak

spillover kepada wilayah lain, kecuali wilayah Xibei. Temuan Hughes dan Holland (1994) di wilayah Washington menunjukkan telah terjadi dampak

backwash effect dan spread effect antara core-periphery di wilayah tersebut.

Spread effect dari core-region ke periphery tidak kuat. Bagian yang tidak kalah penting adalah kompleksitas ekonomi wilayah. Hausmann dan Hidalgo (2011) mengatakan produktifitas ekonomi wilayah sangat ditentukan dengan kompleksitas ekonominya. Semakin kompleks ekonomi wilayah akan mendorong peningkatan ekspor dan selanjutnya meningkatkan pendapatan.

Penelitian ini memformulasi keterkaitan input-output sektor (ekonomi) antar wilayah berdasarkan karakter dan kekhasan ekonomi wilayah. Penelitian ini

selanjutnya mengurai pengaruh spillover dan feedback ekonomi antar wilayah

untuk mengestimasi dan menaksir pengaruh kebijakan pembangunan wilayah. Peran penghubung ekonomi antar wilayah oleh wilayah tertentu sangat penting dalam mendorong pemerataan pembangunan antar wilayah. Saat ini, output perekonomian wilayah Sulawesi Selatan jauh melampaui output perekonomian wilayah lain di Pulau Sulawesi. Output perekonomian wilayah Sulawesi Selatan mencapai Rp 64,284 triliun (PDRB konstan) sedangkan wilayah lain di Pulau

Sulawesi berkisar Rp 3,6 triliun – Rp 22,979 triliun. Perbedaan output tersebut

menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan lebih dominan peranannya dalam perekonomian di Pulau Sulawesi, namun keterkaitan antar wilayah di Pulau Sulawesi masih sangat rendah. Rendahnya output perekonomian wilayah di Sulawesi Selatan, Sulawesi Lain dan Kalimantan Timur dibandingkan dengan Jawa Timur mencerminkan perekonomian antar wilayah masih mengalami

“paradoks”.

Orientasi keterkaitan ekonomi wilayah di Pulau Sulawesi lebih besar dengan wilayah Jawa Timur. Faktor industrialisasi dan aglomerasi ekonomi (menunjukkan kompleksitas ekonomi) menyebabkan output perekonomian di wilayah Jawa Timur jauh lebih besar dibandingkan wilayah lain sehingga mendorong ekspor domestik ke wilayah lain. Peran wilayah Jawa Timur sejatinya

sudah dapat “diambil alih” oleh wilayah Sulawesi Selatan dalam rangka

memperkuat keterkaitan ekonomi di Pulau Sulawesi sekaligus mengalihkan

sebagian “kekuatan” ekonomi di Pulau Jawa ke Pulau Sulawesi. Wilayah

Sulawesi Selatan ditekankan sebagai wilayah yang menjadi “jembatan ekonomi”

dengan wilayah lain di Pulau Sulawesi dan wilayah timur Indonesia. Sebagai upaya mendorong wilayah Sulawesi Selatan sebagai jembatan ekonomi di Pulau

Sulawesi maka interregional capital movement harus lebih besar menuju wilayah

tersebut. Pergerakan arus investasi ke wilayah Sulawesi Selatan terfokus pada

sektor yang mempu mendorong perekonomian wilayah dari sisi demand dan

(30)

Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah (1) masih terjadi paradoks pembangunan antar wilayah di Indonesia, (2) diperlukan keberpihakan kebijakan

pemerintah melalui interregional capital movement, (3) membangun peran

Sulawesi Selatan sebagai wilayah yang dapat menghubungkan (bridge) ekonomi

antar wilayah Pulau Sulawesi (4) memperkuat keterkaitan ekonomi antar Pulau Sulawesi dengan Sulawesi Selatan. Keempat hal tersebut menjadi kebaharuan dalam penelitian ini.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah menganalisis keterkaitan secara

(31)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Perspektif Ilmu Wilayah

Wilayah diambil dari bahasa arab (etimologis), akar kata terdiri dari wala,

waliy yang berarti saling tolong menolong. Istilah tolong menolong dapat diartikan saling memperkuat, dengan kata lain terjadi proses pendauran dan siklus. Proses pendauran atau siklus bisa terjadi jika ada interaksi antar wilayah. Istilah

daerah diambil dari akar kata dairah dan idarah (bahasa Arab). Idarah berarti

manajemen atau administratif. Istilah daerah terkait dengan pemerintahan dan pengaturan yang dibuat oleh pemimpin dalam satu daerah yang dibatas oleh

sistem administrasi. Kawasan berasal dari kata khash (bahasa arab), secara

etimologi berarti kekhasan atau dengan kata lain memiliki karakteristik tertentu. (Saefulhakim, 2005).

Wilayah dalam istilah bahasa inggris diambil dari 3 bahasa yaitu region

yang berarti daerah urban (perkotaan) dan rural (perdesaan), kedua diambil dari

kata spatial yang terkait dengan segala entitas yang terdapat dalam ruang (space)

dan yang ketiga adalah lokasi (locality) yang berarti aktifitas tertentu dalam

lokasi. Perdesaan adalah suatu wilayah dengan aktifitas utama adalah pertanian dan pengelolahan sumberdaya alam. Perkotaan adalah aktifitas utamanya adalah jasa. Ilmu wilayah menekankan 3 aspek ilmu yaitu ilmu ekonomi dan sosial, ilmu ruang (geografi) dan teknik kuantitatif sebagai pendekatan utama dan pendekatan kualitatif sebagai pendekatan pendukung.

Ada 4 pendekatan penting dalam rangka membangun falsafah Ilmu

wilayah (regional science). Keempat pendekatan dimulai dengan pertanyaan

what (apa), where dan why (mengapa) dan so what (jadi mengapa), pertama what

yang menyangkut untuk setiap tipe aktivitas ekonomi, tidak hanya hasil produksi

yang hanya terbatas dalam pabrik perusahaan, farm (pertanian) tetapi berbagai

macam bisnis, household (rumah tangga) dan private serta institusi publik. Where

menyangkut lokasi dalam menghubungkan aktifitas ekonomi lain, melibatkan

pertanyaan berdasarkan kedekatan, konsentrasi tempat, dispersion dan kemiripan

atau disparitas pada pola spasial (Hoover dan Giarratni, 1999).

Suatu daerah yang memiliki rasio outflow terhadap total produksi melebihi

rata-rata dan rasio inflow terhadap total permintaan akhir dalam satu wilayah juga

melebihi rata-rata untuk semua wilayah disebut wilayah yang memiliki

interdependent perdagangan. Sementara wilayah yang memiliki rasio outflow

terhadap total produksi yang melebihi rata-rata tetapi rasio inflow yang di bawah rata-rata untuk semua wilayah disebut dengan wilayah yang memiliki hubungan

outflow-dependent. Selanjutnya suatu wilayah yang memiliki rasio outflow

terhadap total produksi di bawah rata-rata dan rasio inflow terhadap permintaan

akhir untuk semua wilayah juga di bawah rata-rata disebut dengan wilayah

selfcontained. Wilayah yang memiliki rasio inflow terhadap total permintaan akhir

di atas rata-rata untuk semua wilayah tetapi memiliki rasio outflow terhadap total

(32)

Simetrik dan Asimetrik Wilayah

Ilmu wilayah memiliki dimensi utama (core) interaksi fungsional (spasial),

kedekatan/kemiripan antar bagian (variasi spasial) atau biasa disebut dengan

spatial disparity, siklus tertentu perputaran kehidupan (life cycle) (ekologis dan

ekonomi) atau dengan kata lain dinamika spasial dan kekhasan lokal (uniqeness)

atau (spatial specificacy).

Ilmu wilayah tidak hanya melihat indikator pertumbuhan dan agregat ekonomi sebagai faktor utama kemajuan dalam lingkup negara. Prinsip keterkaitan dan keterpaduan menjadi hal penting dalam wilayah. Pertumbuhan ekonomi wilayah tidak menyebabkan ketimpangan antara wilayah tetapi justru memberi pengaruh positif terhadap pertumbuhan wilayah lain. Dalam hal ini interaksi antara wilayah harus terkait dan terpadu. Wilayah yang tidak merasakan dampak terhadap kemajuan wilayah lain mengindikasikan interaksi wilayah tidak saling memperkuat melainkan saling memperlemah (Azis , 1994).

Rustiadi et al (2009) menyatakan bahwa intsrumen yang perlu untuk diemplementasikan dalam rangka menciptakan keterkaitan wilayah yang kuat adalah (1) mendorong pemerataan investasi, (2) mendorong pemerataan permintaan dan (3) mendorong pemerataan tabungan.

Keterkaitan antar wilayah perlu didukung dengan regulasi kebijakan antar daerah. Regulasi tersebut dibangun secara bersama antar daerah yang memiliki aliansi strategik. Namun kerjasama tersebut seringkali terkendala pada persoalan

kepercaayaan (trust). Rendahnya kepercayaan yang dimiliki oleh pihak yang

berwenang menjadi penghambat yang besar dalam membangun kerjasama antar

daerah. Mistrust menjadi biaya yang besar untuk menciptakan keterkaitan antar

wilayah.

Fukuyama (1999) mengatakan bahwa besarnya biaya transaksi pembangunan salah satu penyebabnya adalah karena rendahnya kepercayaan pada pihak yang akan bekerjasama. Kerjasama yang dilakukan oleh berbagai pihak berusaha untuk membuat legalitas hukum yang rumit dengan biaya yang sangat besar. Lebih jauh, pihak tersebut menyewa beberapa ahli dan pengawas untuk menjamin jalannya kerjasama tersebut. Oleh karena itu, kerjasama antar daerah seyogyanya dibangun berlandaskan kepercayaan yang tinggi antar pemerintah daerah.

Rustiadi (2009) mengatakan bahwa beberapa implikasi pembangunan yang tidak berimbang adalah (1) disparitas pendapatan dan infrastruktur, (2) disparitas desa-kota terkait dengan standar hidup, (3) peran kota yang semakin dominan dan (4) adanya kecendrungan migrasi ke kota.

Upaya penanggulangan disparitas antarwilayah dapat dilakukan dalam beberapa tahap yaitu (1) redistribusi aset, (2) pengembangan lembaga dan pasar finansial, (3) kebijakan insentif lapangan kerja, (4) kebijakan insentif nilai tukar untuk meningkatkan nilai tukar pertanian dan (5) pengendalian kebijakan perpajakan dan monitoring pada lalu lintas devisa dan modal.

(33)

menciptakan kebocoran wilayah. Pengendalian arus modal dimaksudkan untuk melakukan reinvestasi di daerah tertinggal atau desa sebagai langkah dasar menciptakan keberimbangan pembangunan.

Langkah lain yang fokus untuk menciptakan keberimbangan antar wilayah adalah dengan mengedepankan perencanaan yang berbasis pengetahuan sebagai landasan keputusan dan kebijakan politik. Persoalan pembangunan seringkali lebih mengutamakan arus kepentingan politik untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan tanpa dibarengi dengan ilmu pengetahuan. Akhirnya yang

terjadi “kesemrawutan” pembangunan wilayah.

LeSage (dalam Seafulhakim 2008) menyatakan bahwa pembangunan wilayah harus memperhatikan fenomena keterkaitan/ ketergantungan antar lokasi seperti ini diformalisasikan dalam berbagai konsep, antara lain: (1) interaksi

spasial (spatial interaction), (2) difusi spasial (spatial diffusion), (3) hirarki

spasial (spatial hierarchies), dan (4) aliran antar daerah (interregional spillover).

Saefulhakim (2008) Kekuatan-kekuatan pengendali (driving forces) dari

berbagai fenomena keterkaitan ini bisa terdiri atas beberapa faktor, antara lain: (1) sistem geografi fisik sumberdaya alam dan lingkungan, (2) sistem ekonomi, (3) sistem sosial budaya, dan (4) sistem politik. Variabel yang diamati pada dua lokasi yang: (1) bertetangga, (2) berdekatan, (3) terkait, atau (4) bermitra, dapat berkorelasi lebih kuat, dibandingkan dengan variabel yang diamati pada dua

lokasi yang tidak demikian. Dengan kata lain autokorelasi spasial (Spatial

Autocorrelationship) dari variabel antar dua lokasi yang: (1) bertetangga, (2) berdekatan, (3) terkait, atau (4) bermitra, tersebut lebih kuat dibandingkan dengan variabel yang diamati pada dua lokasi yang tidak demikian. Matriks kontiguitas spasial dibangun untuk mengakomodasikan berbagai fenomena autokorelasi spasial.

Aglomerasi Ekonomi

Kuncoro (2002) salah satu pendorong disparitas pembangunan wilayah karena ada spesialisasi dan aglomerasi industri manufaktur. Ia menegaskan bahwa aglomerasi industri besar sangat terkonsentrasi di wilayah Pulau Jawa. Aglomerasi berkembang pesat di Wilayah Jabodetabek dan Surabaya. Wilayah tersebut menjadi daya tarik aglomerasi yang kuat sehingga cenderung menyebabkan ketimpangan antar daerah.

Bradley dan Gans (1996) menyatakan bahwa aglomerasi terwujud karena faktor kedekatan aktifitas ekonomi secara geografis. Akibatnya aglomerasi memberikan efek pertumbuhan daerah dimana kegiatan aglomerasi. Daerah yang memiliki aktifitas aglomerasi cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih besar dari pada daerah yang tidak memiliki aktifitas aglomerasi. Akibatnya aglomerasi ekonomi menjadi awal mula terjadinya ketimpangan ekonomi.

Aktifitas ekonomi pada suatu perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki akses pasar dan pasokan yang lebih baik sehingga mampu membayar upah 20% lebih besar dari pada perusahaan yang tidak memiliki akses pasar dan pasokan yang baik (terutama perusahaan yang berada di wilayah

(34)

pada jarak 108 Km, sementara manfaat akses pasokan hanya menyebar pada jarak 262 Km. Perusahaan yang berada di luar Pulau Jawa terlalu jauh untuk mendapatkan keuntungan dari aglomerasi industri di pulau utama jawa. Selanjutnya manfaat dari aglomerasi yang besar menyebabkan perusahaan enggan

untuk beralih ke daerah yang memiliki upah rendah (terutama daerah periphery).

Hal ini menjadi faktor penyebab mengapa pemerintah sangat kesulitan untuk memperluas wilayah ekonomi pada daerah yang belum berkembang dengan baik aktifitas ekonominya. (Amita dan Cameron, 2004)

Mendoza (2002) globalisasi ekonomi cenderung menginginkan re-lokalisasi aktifitas ekonomi manufaktur. Akibatnya re-lokalisasi (spesialisasi) menimbulkan peningkatan aglomerasi manufaktur dan urbanisasi. Aglomerasi memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan manufaktur diwilayah utara Mexico. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksternalitas disebabkan oleh spesialisasi industri mendorong pertumbuhan tenaga kerja di wilayah tersebut dalam kurun waktu 1988-1993. Nilai koefisien dari spesialisasi mampu menjelaskan pertumbuhan tenaga kerja manufaktur di wilayah tersebut. Penting untuk ditekankan bahwa variabel dependen secara positif dipengaruhi level tenaga kerja dalam Tahun 1993. Perluasan industri manufaktur mendorong pesatnya

perkembangan daerah. Aglomerasi industri sangat mempengaruhi

backward-forward lingkage antara perusahaan dan faktor-faktor produksi di pusat perkotaan. Dampak aglomerasi kecil tetapi positif dan memungkinkan pasar tenaga kerja terkumpul di kota.

Efek spesialisasi menjadi pendorong yang kuat terhadap urbanisasi untuk mencari pekerjaan di kota. Tenaga kerja yang memiliki keterampilan di desa terpicu oleh modernisasi perusahaan yang berada di wilayah perkotaan sehingga mendorong peningkatan perpindahan penduduk ke wilayah spesialisasi. Tenaga kerja terampil di desa menjadi berkurung sepanjang tahun karena keahliannya belum tertampung di desa. Sementara Perusahaan atau aktifitas ekonomi baru lebih cenderung memilih dan mempertahankan aglomerasi karena pertimbangan efisien dan persediaan tenaga kerja terampil. Situasi ini menjadi awal mula

menimbulkan dampak backwash effect.

Keterkaitan Ekonomi Kasus Daerah

(35)

Priyarsono dan Rustiadi (2010) juga memperoleh hasil riset yang sama dengan temuan Hill, Resosudarmo dan Vidyattama (2008) yaitu perbedaan wilayah jawa dan luar jawa secara relatif tidak mengalami perubahan dan pergeseran yang cukup besar dari waktu ke waktu. Periode tahun 2000 hingga 2007 pertumbuhan ekonomi di wilayah jawa secara konsisten selalu lebih tinggi dari pada wilayah di luar jawa dan tidak ada perubahan siginifikan dalam polo hubungan antara luar jawa dan jawa dalam pembangunan. Disparitas pembangunan juga terjadi di dalam provinsi jawa, dimana Jabodetabek jauh lebih berkembang dari pada wilayah diluar Jabodetabek. Disparitas pembangunan tertutama nampak terlihat pada aktifitas dan pertumbuhan ekonomi sangat ekspansif dibanding wilayah di luar Jabodetabek.

Dasril (1993) Pendekatan struktural dimana perubahan komponen permintaan mampu merespon pertumbuhan dan perubahan struktur produksi. Metode yang digunakan adalah Metode IO dengan data 1985 selanjutnya di RAS ke Tahun 1990 untuk memperoleh indeks. Hasil penelitian diantaranya sektor pertanian memiliki keterkaitan kebelakang maupun kedepan yang cenderung

meningkat walaupun masih lemah. Lemahnya keterkaitan tersebut

mengindikasikan bahwa industri pengolahan pertanian dihilir belum cukup berkembang. Akibatnya kesempatan kerja di sektor pertanian semakin menurun sehingga mendorong angka pengangguran. Pengembangan industri pertanian dinilai sangat potensial untuk menarik sektor pertanian ke level industrialisasi. Kegiatan industri pengolahan pertanian akan mendorong penyerapan tenaga kerja, pasar bagi komoditi pertanian, kemampuan ekspor yang meningkat dan menurunkan impor.

Wakhidin (2005) hasil penelitian bahwa pola pengalokasian anggaran

Kabupaten Indramayu belum optimal pada penciptaan output, tenaga kerja dan

pajak. Alokasi anggaran masih banyak terdistribusi pada anggaran rutin yang

dampaknya pada penciptaan output, tenaga kerja dan pajak rendah, anggaran lebih

banyak fokus pada kegiatan yang tidak memiliki potensi mendorong produktifitas

ekonomi. Optimalisasi pengalokasian anggaran dapat meningkatkan output,

tenaga kerja dan pajak berkisar antara 0.27 hingga 2.54%.

Antara (1999) Penelitian tentang kinerja perekonomian bali dengan Metode SAM menemukan hasil bahwa produksi tanaman pangan memberikan efek neraca institusi. Peningkatan produksi pada padi mendorong peningkatan industri alat angkutan, sementara peningkatan produksi pada jagung berperan

meningkatkan permintaan industri makanan/minuman dan jasa. Komoditas buah –

buahan juga berefek pada sektor produksi, neraca institusi dan pendapatan faktor produksi. Produksi tanaman perkebunan seperti kelapa, tembakau, kopi dan tanaman perkebunan lainnya, secara umum mendorong peningkatan produk-produk industri makanan/minuman tembakau, industri kimia, industri alat angkutan, jasa perdagangan, jasa transportasi dan jasa keuangan. Fakta tersebut menunjukkan bahwa efek pengganda pertanian dalam arti luas, industri, dan jasa memiliki keterkaitan dalam mendorong peningkatan faktor produksi, pendapatan

rumah tangga dan permintaan output sektor produksi lainnya.

Gambar

Gambar 4. Aliran ekonomi adanya pengaruh tabungan dan investasi (Miller dan  Blair, 2009)
Gambar 8. Aliran ekonomi dengan tambahan aset (Miller dan Blair, 2009)
Tabel 6.  Research mapping tujuan, data dan metode penelitian
Gambar 10. Keterkaitan permintaan antara outflow (ekspor domestik) wilayah 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sinonim yang tidak lengkap tetapi total adalah sinonim yang tidak memiliki identitas makna kognitif (aspek-aspek makna satuan bahasa yang berhubungan dengan ciri- ciri

ASEAN Plus Three dipandang sebagai salah satu bentuk kerja sama kawasan Asia yang bertujuan dalam kemajuan wilayah Asia terkhusus dalam kerja sama bidang sosial

Peraturan keselamatan, kesihatan, dan alam sekitar yang khusus untuk produk yang berkenaan. Bahan Aktif Produk Racun Perosak (Akta Racun Perosak 1974, Jadual Pertama, seperti

Pada model SIR, individu yang awalnya berpotensi tidak terinfeksi akan menjadi individu rentan terinfeksi jika ia ada dalam suatu populasi tertutup yang didalamnya

[r]

Progressive Tool atau perkakas tekan adalah perkakas yang dirancang untuk melakukan sejumlah operasi pemotongan atau pembentukan dalam beberapa stasiun kerja

Hasil penelitian membuktikan bahwa (1) asimetri informasi tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, (2) leverage berpengaruh terhadap kualitas laba, (3) kualitas akrual

Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan adalah untuk menumbuhkan sikap positif guru SD/MI Madrasah Ibtidaiyah Hidayatul Athfal Depok terhadap