• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Partai Politik Pasca Munculnya Kasus Korupsi Di Indonesia (Studi Deskriptif di Kelurahan Asam Kumbang,Kecamatan Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Partai Politik Pasca Munculnya Kasus Korupsi Di Indonesia (Studi Deskriptif di Kelurahan Asam Kumbang,Kecamatan Medan)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTAI POLITIK PASCA MUNCULNYA KASUS KORUPSI DI INDONESIA

(Studi Deskriptif : Analisa Persepsi Masyarakat Terhadap Partai Politik Pasca Munculnya Kasus Korupsi Di Kelurahan Asam Kumbang, Medan Selayang)

DI SUSUN OLEH :

SRI PUTRI UTAMI SARAGIH 080901004

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Tabel 28 Responden Berdasarkan Pertimbangan Memilih Partai Politik . 55 Tabel 29 Responden Berdasarkan Daya Ingat Isi Kampanye Caleg

Yang Dipilih ... 56 Tabel 30 Responden Berdasarkan Daya Ingat Parpol Pendukung Caleg

Yang Dipilih ... 57 Tabel 31 Responden Berdasarkan Kepercayaan Terhadap Caleg Dalam

Perubahan Medan yang Lebih Baik ... 58 Tabel 32 Responden Berdasarkan Kriteria Calon Legislatif yang

Dipilih ... 59 Tabel 33 Responden Berdasarkan Penilaian Keterwakilan Kepentingan

Masyarakat Oleh Anggota Legislatif... 60 Tabel 34 Responden Berdasarkan Penilaian Kejujuran Terhadap

Anggota Parpol yang Menggunakan Fasilitas Negara ... 60 Tabel 35 Pendapat Responden Mengenai Anggota Parpol yang Ada

Memiliki Moral dan Kepribadian yang Baik dan Akan

Mengutamakan Kepentingan Masyarakat... 61 Tabel 36 Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Parpol Telah

Menjalankan Fungsinya Dengan Baik ... 62 Tabel 37 Responden Berdasarkan Alasan Memilih Salah Satu Partai

Politik Pada Tahun 2009 ... 63 Tabel 38 Responden Berdasarkan yang Menjadi Daya Tarik Partai

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Syed Hussein. 1986. Sosiologi Kkorupsi: Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer. Jakarta: LP3ES.

Anugrah, Iqra. 2013. Harian Indoprogress. Korupsi Sebuah Pembelajaran Akan Pentingnya Analisis Struktural. (http://indoprogress.com/2013/02/korupsi-sebuah-pembelajaran-akan-pentingnya-analisa-struktural/, diakses pada 9 Juni 2014, pukul 15.30 WIB).

Bismar Arianto, 2011. Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih Dalam Pemilu. Jakarta: Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Vol.1 No.1.

Budiarjo, Miriam, 1992. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

UGM, Humas, 2007. Tingkat Kepercayaan Pada Partai Politik Turun. (Jurnal Online) (http://ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=4918, diakses pada 28 Juni 2012, pukul 08.35 WIB).

Ignatius, Ismanto, 2012. Jurnal Online. (http://lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/1%20ignatius%20ismanto.pdf, diakses pada 25 Juni 2012, pukul 15.35 WIB).

Meleong, Lexy, 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

(4)

Pamungkas, Sigit, 2011. Partai Politik: Teori dan Praktik di Indonesia. Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism.

Ramlan, Surbakti, 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT.Gramedia Widiasaranan Indonesia.

Sirait, Josua M., 2011. Upaya Pemberantasan Korupsi Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Skripsi. Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

Sitepu, Anthonius dan Kisah Ruth Siregar, 2009. Soekarno, Militer dan Partai Politik. Medan: Usu Press.

Sofyan, Asep, 2012. Jurnal Online. (http://asepsofyan.multiply.Com/journal/item /20?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem, diakses pada 17 Juni 2012, pukul 13.45 WIB) .

Sudjana, Eggi. 2008. Republik Tanpa KPK Koruptor Harus Mati. Surabaya: Penerbit JP BOOKS.

Wikipedia, Wiki, 2012. Persepsi Partai Politik. (Jurnal Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Persepsi, diakses pada 2 Juli 2012, pukul 09.00 WIB).

Yahoo, berita, 2012. Cerita Inong Pembobol Bank. (Jurnal Online).

(5)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode penelitian survei. Adapun penelitian survei adalah penelitian yang menggunakan sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok (Singarimbun, 2008:3). Dengan menggunakan kuesioner, peneliti akan memperoleh informasi atau data mengenai persepsi masyarakat terhadap partai politik pasca munculnya kasus korupsi di Indonesia di Kota Medan, Kelurahan Asam Kumbang dan kemudian peneliti dapat menganalisis persepsi tersebut secara sosiologis.

3.2Lokasi Penelitian

(6)

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek ini dapat menjadi sumber data penelitian (Bungin, 2009: 99-100). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Kelurahan Asam Kumbang, Medan Selayang dan berusia di atas 17 tahun hingga 51 tahun. Berdasarkan data kependudukan Kelurahan Asam Kumbang, jumlah masyarakat Kelurahan Asam Kumbang yaitu sebanyak 14758 orang dan jumlah inilah yang tetapkan peneliti sebagai populasi dalam penelitian ini.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi (Hasan, 2002: 58). Sampling dilakukan karena jumlah populasi yang cukup banyak dan akan menyulitkan penelitian apabila menggunakan jumlah populasi dalam melakukan pengolahan data.

(7)

yaitu keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti untuk mendapatkan responden dalam penelitian ini.

Dalam menentukan jumlah sampel yang akan dicari maka peneliti menggunakan rumus Taro Yamane dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: n= Jumlah sample, N= Jumlah Populasi,

d² = Presisi yang inginkan (10 %)

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 14758 orang dan tingkat kesalahan yang ditetapkan adalah 10%, maka jumlah sampel yang diperoleh berdasarkan rumus di atas adalah sebagai berikut:

N n =

N. d2 + 1 14758 n =

14758 . (0,1)2 + 1

n = 99, 9

(8)

adalah seperempat dari sampel sebenarnya dengan pertimbangan untuk mempermudah peneliti mengambil sampel. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 25 orang.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan-permasalahan yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari objek penelitian. Adapun data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner. Kuesioner merupakan alat yang dugunakan peneliti berupa daftar pertanyaan yang akan dijawab responden. Adapun yang menjadi fokus pertanyaan dalam kuesioner ini adalah untuk mencari tahu bagaimana persepsi masyarakat Kelurahan Asam Kumbang terhadap partai politik pasca munculnya kasus korupsi di Indonesia.

2. Data Sekunder

(9)

masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini tentunya yang berkaitan dengan persepsi terhadap partai politik dengan pemberitaan korupsi di Indonesia.

3.5Teknik Analisis Data

Teknik analisis data berkaitan dengan metode pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder. Dalam pengolahan dan menganalisis data yang telah diperoleh, peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik statistik deskriptif. Analisis data seperti ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan gejala sosial apa adanya tanpa melihat hubungan-hubungan yang ada (Bungin, 2009: 171). Pengolahan data ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dan kemudian data akan dideskripsikan dengan teknik distribusi frekuensi.

(10)

3.6Jadwal Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan mulai dari 2013 sampai 2014

No. Jadwal Kegiatan

Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 Acc Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ 4 Seminar Proposal Penelitian √ 5 Revisi Proposal Penelitian √ √

6 Operasional Penelitian √ √ √

7 Pengumpulan dan Analisis Data √ √ √

8 Bimbingan Skripsi √ √ √

9 Penulisan Laporan Penelitian √ √

(11)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi

Kelurahan Asam Kumbang merupakan bagian dari Kecamatan Medan Selayang yang berada di bagian Barat Daya Wilayah Kota Medan yang memiliki luas dengan perkiraan sekitar 23,89 km2 atau 4,83% dari seluruh luas wilayah Kota Medan. Kecamatan ini berada pada ketinggian 26-50 meter di atas permukaan laut. Kelurahan Asam Kumbang sendiri memiliki luas 400 Ha dan memiliki 10 lingkungan.

4.2. Kondisi Demografi 4.2.1. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kelurahan Asam Kumbang berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun 2008 adalah 14758 orang dengan kepadatan penduduk per Km2 yaitu 3690 orang. Berdasarkan data jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat perbandingannya antara jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan pada Kelurahan Asam Kumbang yaitu laki-laki sebanyak 7375 orang dan perempuan sebanyak 7384 orang.

4.2.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Jumlah penduduk Kecamatan Medan Selayang menurut kelompok umur dan jenis kelaminnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

(12)

Tabel 1

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur 0-65 Tahun Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2008

Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

0-4 3625 3800 7425

5-14 7926 7878 15804

15-44 22583 23041 45624

45-64 6593 6335 12928

>/= 65 1313 1820 3133

Jumlah 42040 42873 84913

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk kelompok umur 15-44 tahun dengan jumlah 45.624 jiwa adalah yang mendominasi dari kelompok umur lainnya. Hal ini dikarenakan berdasarkan kelompok umur, selisih umur 15-44 tahun adalah selisih umur yang paling jauh dari pada kelompok umur lainnya yaitu 29 tahun banyaknya selisih umur tersebut. Data pada tabel menunjukkan bahwa umur 15-44 tahun adalah usia produktif maka kelompok umur ini didasarkan atas kelompok usia produktif.

4.2.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

(13)

Tabel 2

Mata Pencaharian Penduduk

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)

1. Pegawai Negeri 517 8,5

2. Pegawai Swasta 323 5,3

3. ABRI 832 13,7

4. Petani 293 4,8

5. Pedagang 157 2,6

6. Pensiunan 139 2,3

7. Lainnya 3794 62,7

Jumlah Total 6.055 100

Bila dibandingkan dengan kelurahan lainnya di Kecamatan Medan Selayang, maka data di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk dengan status bekerja lebih banyak di Kelurahan Asam Kumbang daripada kelurahan lainnya. Hal itu berarti bahwa lebih sedikit penduduk yang berstatus tidak bekerja (pengangguran) di Kelurahan Asam Kumbang.

4.2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

(14)

Tabel 3

Jumlah Penduduk menurut Kategori Agama Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2005

NO. Agama Jumlah Persentase

(%)

1. Islam 57.398 60,53

2. Kristen Protestan 29.771 31,40

3. Kristen Katolik 5.488 5,79

4. Budha 1.119 1,18

5. Hindu 1.049 1,11

Jumlah Total 94.825 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk di Kecamatan Medan Selayang adalah beragama Islam dengan jumlah 57.398 orang atau sebesar 60,53% dari total keseluruhan penduduk dan penduduk yang beragama Kristen Protestan adalah mayoritas kedua dengan persentase sebesar 31,40%.

4.3. Prasarana Kelurahan Asam Kumbang

(15)

4.3.1. Prasarana Rumah Ibadah

Berdasarkan data tahun 2008 disebutkan bahwa mayoritas penduduk di

Kelurahan Asam Kumbang adalah beragama Islam maka rumah ibadah yang sangat

menonjol jumlahnya adalah masjid dan langgar. Terdapat 5 buah bangunan masjid

dan terdapat 3 buah bangunan langgar. Begitu juga agama lain seperti Agama Kristen

Protestan dan Kristen Katolik, mereka membangun gereja di berbagai tempat.

Terdapat 3 buah bangunan gereja yang tersebar di Kecamatan Medan Selayang,

sedangkan rumah ibadah agama Buddha hanya satu buah. Untuk lebih jelasnya, hal

ini dapat dilihat melalui tabel di bawah ini.

Tabel 4

Prasarana Peribadatan di Kelurahan Asam Kumbang Tahun 2008 No Jenis prasarana Jumlah

1 Mesjid 5

2 Langgar 3

3 Gereja 3

4 Kelenteng 1

TOTAL 12

Sumber: KUA (Kantor Urusan Agama) Kecamatan Medan Selayang

(16)

4.3.2. Prasarana Olahraga

Adapun prasarana Olahraga yang tersedia di Kelurahan Asam Kumbang dapat dikatakan cukup lengkap. Tabel di bawah ini akan menunjukkan prasarana Olahraga apa saja yang ada di Kelurahan Asam Kumbang.

Tabel 5

Prasarana Olahraga di Kelurahan Asam Kumbang Tahun 2008 No Jenis Prasarana Jumlah

1 Lapangan Bola Kaki 1

2 Lapangan Voli 1

3 Lapangan Bulu Tangkis 2

4 Tenis Meja 3

TOTAL 7

(17)

4.3.3. Prasarana Pendidikan

Di Kelurahan Asam Kumbang, prasarana pendidikan tidak begitu banyak. Bangunan-bangunan sekolah formal yang tersedia hanya meliputi jenjang Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Tabel berikut akan memperlihatkan jumlah dari prasarana pendidikan yang tersedia di Kelurahan Asam Kumbang.

Tabel 6

Prasarana Pendidikan di Kelurahan Asam Kumbang No Jenis Prasarana Jumlah

1 Taman Kanak-kanak 2

2 Sekolah Dasar 3

3 SMP 2

4 SMA -

TOTAL 7

(18)

BAB V

TEMUAN DATA DAN ANALISIS DATA

5.1. Identitas Responden

Identitas responden akan dikategorikan berdasarkan usia, status perkawinan, agama, dan pendidikan terakhir. Adapun persentase jumlah responden berdasarkan kategorisasi tersebut akan dipaparkan dalam penjelasan di bawah ini.

5.1.1. Identitas Responden Berdasarkan Usia

Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang yang berusia di atas 17 tahun. Tabel berikut ini akan memperlihatkan persentase jumlah responden berdasarkan usianya.

Tabel 7

Responden Berdasarkan Usia

No. Usia Frekuensi Persentase

1. 17-30 tahun 10 40

2. 31-40 tahun 5 20

3. 41-50 tahun 4 16

4. 51 tahun ke atas 6 24

(19)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden dalam penelitian ini mayoritas yang berumur antara tujuh belas tahun sampai tiga puluh tahun dengan persentase sebasar 40%.

5.1.2. Identitas Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Status perkawinan sering kali dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan keputusannya. Dalam penelitian ini, peneliti memandang bahwa akan ada perbedaan persepsi dari responden yang belum menikah dengan responden yang telah menikah. Hal ini mengingat bahwa lingkungan pergaulan dari dua jenis responden ini juga berbeda. Adapun persentase responden dalam penelitian ini berdasarkan status perkawinannya akan ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 8

Responden Berdasarkan Status Menikah

No. Status Frekuensi Persentase

1. Menikah 17 68

2. Belum Menikah 8 32

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tabel di atas, jumlah reponden yang telah menikah lebih banyak dibandingkan yang belum menikah. Adapun persentase responden yang telah menikah yaitu sebesar 68% sedangkan yang belum menikah sebesar 32%.

5.1.3. Identitas Responden Berdasarkan Agama

(20)

dalam penelitian ini diupayakan cukup heterogen agar dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Adapun jumlah responden berdasarkan agamanya dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 9

Responden Berdasarkan Agama

No. Agama Frekuensi Persentase

1. Islam 12 48

2. Kristen Protestan 5 25

3. Kristen Katolik 4 16

4. Hindu 1 4

5. Budha 3 12

TOTAL 25 100%

(21)

5.1.4. Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tingkat pendidikan responden diasumsikan akan mempengaruhi persepsi responden dalam menilai suatu permasalahan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti juga mengambil responden berdasarkan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Adapun persentase responden berdasarkan pendidikan terakhirnya adalah sebagai berikut.

Tabel 10

Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No. Pendidikan Frekuensi Persentase

1. Sarjana (S1, S2, S3) 15 60

2. Diploma 4 16

3. SMA / Sederajat 3 12

4. SMP / Sederajat 1 4

5. SD / Sederajat 1 4

6. Tidak Sekolah 1 4

TOTAL 25 100%

(22)

5.2. Pengetahuan Masyarakat Kelurahan Asam Kumbang Mengenai Informasi Pemilihan Umum

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda rutin yang dilaksanakan bangsa Indonesia setiap lima tahun sekali. Pemilihan umum tersebut bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat di kursi legislatif dan memilih presiden dan wakil presiden. Setiap warga negara Indonesia yang telah berusia tujuh belas tahun ke atas telah dapat memiliki hak untuk memilih dalam pemilihan umum.

Adapun informasi mengenai pemilihan umum biasanya sudah mulai ramai pemberitaannya beberapa bulan menjelang waktu pemilihan. Saat ini keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum tahun 2014 tidak cukup tinggi, hal ini juga disebabkan informasi yang mereka terima tentang pemilu masih terbatas. Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2014, 52 persen pemilih menyatakan bahwa mereka merasa informasi tentang pemilu dinilai sedikit, sementara 21 persen menyatakan tidak memiliki informasi sama sekali, 20 persen menyatakan cukup banyak informasi, sementara yang menyatakan sangat banyak informasi hanya sebesar 2 persen.

(23)

Tabel 11

Komposisi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Pemilu di Medan

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1. Ya, tahu 17 68

2. Tidak tahu 8 32

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari dua puluh lima responden yang ditanyakan pendapatnya mengenai pemilihan umum 2014 sebanyak 17 orang atau 68% menjawab mengetahui informasi pemilihan umum, sedangkan yang menyatakan tidak tahu sebanyak 8 orang atau 32%. Data ini menunjukkan bahwa untuk pengetahuan dasar mengenai pemilihan umum masih ada responden yang tidak mengetahuinya, informasi yang dimaksud adalah terkait kapan pemilihan umum akan dilaksanakan dan kapan masa kampanye berlangsung.

(24)

Tabel 12

Komposisi Responden yang Pernah Mengetahui Kampanye Calon Anggota Legislatif

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1. Pernah 20 80

2. Tidak pernah 5 20

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kampanye calon anggota legislatif diketahui sebagian besar responden yaitu sebanyak 80% sedangkan yang tidak pernah mengetahui adanya kampanye calon anggota legislatif yaitu 20%. Hal ini menunjukkan bahwa informasi mengenai kampanye calon anggota legislatif dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.

(25)

Tabel 13

Komposisi Responden Berdasarkan Bentuk Kampanye yang Pernah Diikuti No. Bentuk Kampanye yang

Diikuti

Frekuensi Persentase

1. Media Elektronik dan Cetak 18 72

2. Sosialisasi Partai 4 16

3. Sosialisasi Non Partai 3 12

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa bentuk kampanye yang dilakukan dengan menggunakan media elektronik dan media cetak lebih banyak diikuti oleh responden dengan persentase sebanyak 72%, sedangkan melalui sosialisasi yang dilakukan partai persentase yaitu 16% dan melalui sosialisasi yang dilakukan bukan melalui partai persentasenya sebesar 12%.

(26)

Tabel 14

Responden Berdasarkan Penerimaan Hasil Legislatif Medan 2010

No. Menerima atau Tidak Frekuensi Persentase

1. Menerima 8 32

2. Tidak Menerima 17 68

TOTAL 25 100%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase yang menerima hasil pemilu legislatif pada tahun 2010 dari 25 orang responden, mayoritas menyatakan tidak menerima hasil pemilihan umum tersebut. Adapun yang menyatakan menerima yaitu sebesar 32% dan yang menyatakan tidak menerima adalah 68%.

Mengenai pengetahuan responden tentang perubahan sistem pemilihan umum yang diterapkan pada pemilu 2014, tabel di bawah ini akan menunjukkan persentasenya.

Tabel 15

Responden Berdasarkan Pengetahuannya Terhadap Perubahan Sistem Pemilu

No. Pengetahuan Perubahan Sistem Pemilu

Frekuensi Persentase

1. Ya, tahu 15 60

2. Tidak tahu 10 40

TOTAL 25 100%

(27)

mengetahui adanya perubahan sistem pemilihan umum yaitu sebesar 60%, sedangkan responden yang tidak mengetahui adanya perubahan sistem pemilihan umum yaitu sebesar 40%.

Untuk penilaian responden sendiri mengenai sistem pemilu Indonesia mayoritas menyatakan tidak tahu. Tabel di bawah ini akan menunjukkan bagaiman penilaian responden terhadap sistem pemilihan umum di Indonesia.

Tabel 16

Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Sistem Pemilu Indonesia

No. Penilaian Frekuensi Persentase

1. Sudah Baik 8 32

2. Tidak Baik 7 28

3. Tidak Tahu 10 40

TOTAL 25 100%

Bila dilihat pada tabel di atas, terdapat 32% responden dari 25 orang responden yang menyatakan bahwa sistem pemilihan umum Indonesia sudah baik, 28% menyatakan tidak baik, dan 40% menyatakan tidak tahu.

(28)

Berdasarkan jawaban responden terhadap pertanyaan mengenai hal itu maka hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 17

Responden Berdasarkan Mengenal Calon Anggota Legislatif yang akan Memimpin Daerahnya

No. Kenal atau Tidak Frekuensi Persentase

1. Ya 16 64

2. Tidak 9 36

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa 64% responden mengenal calon anggota legislatif yang akan memimpin daerahnya dan 36% responden menjawab tidak mengenal. Banyaknya responden yang tidak mengenal calon anggota legislatif yang akan mewakili aspirasinya menggambarkan bahwa informasi yang diterima masyarakat belumlah maksimal mengenai calon anggota legislatif yang mencalonkan diri di daerahnya. Hal ini dapat menimbulkan masyarakat yang ikut memilih dalam pemilihan umum calon anggota legislatif seperti memilih kucing dalam karung, sehingga masyarakat tidak dapat meyakinkan bahwa calon yang dipilihnya adalah yang terbaik.

5.3. Partisipasi Masyarakat Kelurahan Asam Kumbang dalam Pemilihan Umum

(29)

kesadaran berwarganegara sebenarnya terletak pada tingkat partisipasi politik masyarakat di setiap momentum politik seperti pemilihan umum, karena sekaligus menjadi media pembelajaran serta praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.

Bentuk partisipasi politik seseorang dapat dilihat dengan jelas melalui aktivitas-aktivitas politiknya, begitu juga dalam masyarakat Asam Kumbang bentuk partisipasinya dapat dilihat dari keterlibatan masyarakat dalam mengikuti pemilihan umum. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 25 responden maka dapat dilihat dalam tabel berikut jumlah responden yang menggunakan hak pilihnya saat pemilihan umum sebelumnya.

Tabel 18

Responden Berdasarkan Penggunaan Hak Pilih Saat Pemilu

No. Memakai Hak Pilih Frekuensi Persentase

1. Ya 17 68

2. Tidak 8 32

TOTAL 25 100%

(30)
[image:30.596.107.518.242.372.2]

Sedangkan ketika ditanyakan apakah responden selalu mengikuti pemilihan calon anggota legislatif atau pemilihan-pemilihan umum lainnya sebagian responden menjawab ya. Adapun persentase dari jawaban responden tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 19

Responden Berdasarkan Frekuensi Keikutsertaan Pemilihan Calon Legislatif

No. Frekuensi Frekuensi Persentase

1. Ya 19 76

2. Tidak selalu 6 24

TOTAL 25 100%

Bila dilihat pada tabel maka terdapat 76% dari jumlah responden yang menjawab iya dan 24% responden menjawab tidak. Dalam hal ini kita juga dapat mencermati bahwa responden cukup berpartisipasi dalam mengikuti pemilihan umum lainnya di samping pemilihan umum calon anggota legislatif.

(31)
[image:31.596.108.516.146.274.2]

Tabel 20

Responden Berdasarkan Aktif atau Tidaknya Dalam Organisasi Sosial Kemasyarakatan

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1. Ya 19 76

2. Tidak selalu 6 24

TOTAL 25 100%

Bila dilihat pada tabel, frekuensi dari responden yang menjawab aktif dalam organisasi sosial kemasyarakatan adalah 19 orang atau 76%, sedangkan yang menjawab tidak selalu aktif mengikuti organisasi sosial kemasyarakatan yaitu sebanyak 6 responden atau sebesar 24%.

Untuk partai politik yang dipilih oleh responden dalam pemilihan umum pada tahun 2009 jawaban responden cukup variatif. Adapun partai politik yang dipilih oleh responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 21

Responden Berdasarkan Partai Yang Dipilih Dalam Pemilu 2009

No. Frekuensi Frekuensi Persentase

1. GOLKAR 6 24

2. PPP - -

3. PDIP 5 20

4. PAN - -

5. PKB - -

[image:31.596.106.517.526.748.2]
(32)

7. GERINDRA 3 12

8. HANURA 1 4

9. PDP - -

10. Lainnya (Demokrat) 4 16

11. Tidak Memilih (GOLPUT) 2 8

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang menjawab memilih partai GOLKAR pada pemilihan umum tahun 2009, yaitu sebanyak 6 responden atau sebesar 24%, yang memilih PDIP sebanyak 5 responden atau sebesar 20%, yang memilih PKS sebanyak 4 responden atau sebesar 16%, yang memilih GERINDRA sebanyak 3 responden atau sebesar 12%, yang memilih HANURA yaitu sebanyak 1 responden, yang memilih partai DEMOKRAT yaitu sebanyak 4 responden atau sebesar 16% dan yang tidak memilih atau GOLPUT yaitu sebanyak 2 orang atau sebesar 8%.

5.4. Pertimbangan Masyarakat Kelurahan Asam Kumbang dalam Memilih Anggota Legislatif

Kematangan politik di Indonesia saat ini dinilai masih jauh dari harapan.

Edukasi politik kepada masyarakat belum terlaksana dengan baik, sehingga

pertimbangan mereka dalam menentukan pilihan belum berfokus pada visi bangsa ke

depan. Sedangkan pihak-pihak yang bertangungjawab dalam memberikan edukasi

politik kepada masyarakat tidak banyak berbuat dan pihak-pihak yang berkepentingan

(33)

yang berarti kepada masyarakat luas akan pentingnya partisipasi aktif masyarakat

dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.

Informasi apapun saat ini sudah lebih mudah untuk didapatkan oleh masyarakat. Kemudahan dalam mengakses media elektronik maupun media cetak telah mempengaruhi pembaharuan informasi yang berkembang setiap saat, tidak terkecuali informasi mengenai pemilihan umum ataupun partai politik yang terlibat dalam pemilihan umum. Pengaruh informasi yang diterima juga akan menentukan masyarakat dalam memilih partai politik. Selain itu, informasi yang diterima masyarakat bisa juga didapat ketika ada interaksi dengan berbagai macam kalangan/ pihak. Pemilih yang banyak mendapatkan informasi dari keluarga dan lingkungannya, akan lebih besar dan lebih banyak ke partai yang ada di lingkungannya.

(34)
[image:34.596.106.516.146.325.2]

Tabel 22

Responden Berdasarkan Bentuk Kampanye Yang Paling Sering Dilihat

No. Bentuk Kampanye Yang Dilihat

Frekuensi Persentase

1. Media Elektronik dan Cetak 19 76

2. Sosialisasi Partai 5 20

3. Sosialisasi Non Partai 1 4

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa dari dua puluh lima responden sebanyak sembilan belas responden atau 76% menyatakan kampanye yang sering dilihat adalah media elektronik dan media cetak, lima responden atau 20% menyatakan kampanye yang sering dilihat adalah sosialisasi partai, dan hanya satu responden atau 4% yang menyatakan kampanye yang sering dilihat adalah sosialisasi non partai. Dari data ini dapat diambil kesimpulan bahwa melalui media elektronik dan media cetak kampanye lebih efektif untuk banyak dilihat masyarakat.

(35)
[image:35.596.107.516.147.324.2]

Tabel 23

Responden Berdasarkan Bentuk Kampanye Paling Menarik Bagi Responden

No. Bentuk Kampanye Yang Diketahui

Frekuensi Persentase

1. Media Elektronik dan Cetak 21 84

2. Sosialisasi Partai 3 12

3. Sosialisasi Non Partai 1 4

TOTAL 25 100%

Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa ada sebanyak dua puluh satu responden atau 84% dari total responden menjawab bahwa bentuk kampanye melalui media elektonik dan cetak lebih menarik, tiga orang responden atau 12% dari total responden menjawab bentuk kampanye melalui media sosialisasi partai lebih menarik, dan satu responden atau 4% menyatakan bentuk kampanye melalui media sosialisasi non partai atau dapat dikatakan secara personal calon anggota legislatif lebih menarik. Dengan melihat perbandingan data di atas dapat disimpulkan bahwa media elektronik dan cetak telah menjadi pilihan bagi masyarakat dalam mengikuti perkembangan pemilihan umum ataupun kampanye-kampanye yang dilakukan oleh calon-calon perwakilan rakyat.

(36)
[image:36.596.106.507.109.254.2]

Tabel 24

Responden Berdasarkan Pemilihan Kampanye Melalui Media

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1. Ya 17 68

2. Tidak 8 32

TOTAL 25 100%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang menjawab bahwa kampanye melalui media akan mempengaruhi mereka dalam memilih calon anggota legislatif sebanyak tujuh belas responden atau sebesar 68% dari total responden, sedangkan yang menjawab tidak mempengarui sebanyak delapan responden atau 32% dari total responden. Untuk itu semakin sering calon anggota tampil di media, ada kemungkinan masyarakat dapat mengenalnya dan

memilihnya dalam pemilihan umum. Ketika responden telah menetapkan pilihannya sebelum hari pemilihan

(37)
[image:37.596.108.515.147.293.2]

Tabel 25

Responden Berdasarkan Perubahan Keputusan Karena Kampanye yang Diikuti

No. Perubahan Keputusan Akibat bentuk Kampanye

Frekuensi Persentase

1. Ya 19 76

2. Tidak 6 24

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tebel di atas, sembilan belas responden atau 76% dari total responden menjawab ya, dapat berubah keputusannya setelah melihat, mendengar atau menonton kampanye-kampanye yang dilakukan oleh berbagai partai politik atau calon anggota legislatif. Sedangkan yang menjawab tidak hanya sebanyak enam responden atau sebesar 24% dari total responden.

(38)
[image:38.596.104.518.121.253.2]

Tabel 26

Responden Berdasarkan Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Memilih

No. Faktor Pengaruh Frekuensi Persentase

1. Figur Caleg 20 80

2. Partai Politik Pendukung 5 20

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa faktor figur calon anggota legislatif lebih banyak mempengaruhi responden dalam memilih yaitu sebanyak 80% dari total responden, berdasarkan partai politik yang mendukung calon anggota legislatif tersebut hanya menjadi faktor yang mempengaruhi 20% responden.

(39)
[image:39.596.109.517.110.462.2]

Tabel 27

Responden Berdasarkan Pertimbangan Memilih Calon Legislatif No. Pertimbangan Yang Dipilih

Responden

Frekuensi Persentase

1. Visi Misi Calon 12 48

2. Citra Calon 2 8

3. Kesamaan Etnis dengan Calon 2 8

4. Kesamaan Agama dengan Calon

2 8

5. Hubungan kekerabatan dengan Calon

3 12

6. Memperoleh Imbalan (uang, sembako, jabatan)

4 16

TOTAL 25 100%

(40)
[image:40.596.106.516.283.493.2]

Hal lainnya yang sering kali menjadi pertimbangan masyarakat adalah partai politik yang mengusung calon dalam mengikuti pemilihan umum. Adapun yang dilihat dari partai politik tersebut yaitu ideologi/ aliran partai, visi/ misi kampanye partai, dan citra partai politik. Kepada responden ditanyakan pula apa yang menjadi pertimbangannya dalam memilih partai politik, maka didapatkalah hasilnya seperti dalam tabel berikut ini.

Tabel 28

Responden Berdasarkan Pertimbangan Memilih Partai Politik No. Pertimbangan Pemilihan

Partai Politik

Frekuensi Persentase

1. Ideologi/aliran partai politik 15 60

2. Visi/misi kampanye partai politik

8 32

3. Citra partai politik 2 8

TOTAL 25 100%

(41)
[image:41.596.106.517.370.502.2]

Agar isi kampanye calon anggota legislatif diingat oleh masyarakat dan mendorong masyarakat untuk memilihnya maka isi kampanye yang disampaikan haruslah melekat di hati masyarakat dan dapat menjawab persoalan masyarakat. Selain itu bentuk dari kampanye yang dilakukan juga haruslah menarik agar masyarakat mudah mengingat setiap pesan yang disampaikan ketika calon anggota legislatif melakukan kampanye. Adapun jawaban dari reponden dalam penelitian ini ketika ditanyakan apakah masih mengingat isi dari kampanye yang telah lalu maka mayoritas dari responden menjawab sudah tidak ingat. Tabel di bawah ini akan memperlihatkan persentasenya.

Tabel 29

Responden Berdasarkan Daya Ingat Isi Kampanye Caleg Yang Dipilih

No. Daya Ingat Frekuensi Persentase

1. Masih ingat 8 32

2. Tidak Ingat 17 68

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mengingat isi kampanye hanya delapan responden atau 32% dari total responden, dan jumlah responden yang tidak ingat isi kampanye dari calon anggota legislatif adalah sebanyak tujuh belas responden atau sebesar 68% dari total responden.

(42)
[image:42.596.104.518.121.253.2]

Tabel 30

Responden Berdasarkan Daya Ingat Parpol Pendukung Caleg Yang Dipilih

No. Daya Ingat Frekuensi Persentase

1. Masih ingat 9 36

2. Tidak Ingat 16 64

TOTAL 25 100%

Dari tabel di atas terdapat Sembilan responden atau 36% dari total responden yang menjawab masih mengingat partai politik yang mendukung calon anggota legislatif yang dipilihnya dan sebanyak enam belas responden atau 64% yang menjawab tidak ingat. Berdasarkan data-data ini dapat disimpulkan adalah masyarakat masih kurang menaruh perhatian terhadap siapa yang menjadi wakilnya di tingkatan legislatif dan partai politik mana yang mendukung calon mereka tersebut ketika naik sebagai anggota legislatif.

(43)
[image:43.596.106.517.146.275.2]

Tabel 31

Responden Berdasarkan Kepercayaan Terhadap Caleg Dalam Perubahan Medan yang Lebih Baik

No. Kepercayaan Frekuensi Persentase

1. Percaya 4 16

2. Tidak Percaya 21 84

TOTAL 25 100%

Berdasarkan hasil pada tabel di atas terlihat bahwa mayoritas responden tidak atau belum dapat percaya sepenuhnya kepada calon anggota legislatif yang dipilihnya. Persentase dari jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut adalah 16% menjawab bahwa mereka percaya dengan calon anggota legislatif yang mereka pilih dapat membuat perubahan Medan kea rah yang lebih baik dan 84% dari total responden menjawab tidak percaya.

(44)
[image:44.596.108.518.122.378.2]

Tabel 32

Responden Berdasarkan Kriteria Calon Legislatif yang Dipilih

No. Kepercayaan Frekuensi Persentase

1. Tokoh/ Figur 4 16

2. Programnya 1 2

3. Hasil/ Prestasinya 2 8

4. Pilihan Orang Tua 5 20

5. Kepribadian 10 40

6. Partai 3 12

TOTAL 25 100%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 16% responden dati total keseluruhan responden menjawab yang menjadi pertimbangan kriteria calon anggota legislatif yang dipilihnya dilihat dari ketokohan atau figur calon tersebut. Sedangkan 2% responden menyatakan melihat program dari calon anggota legislatifnya, 8% responden menyatakan melihat hasil/ prestasi dari calon, 20% lebih mengandalkan pilihan orang tua dalam menentukan criteria calon yang dipilihnya, 40% responden melihat dari kepribadian calon, dan 12% mempertimbangkan partai yang mengusungnya sebagai kriteria calon yang dipilihnya.

(45)
[image:45.596.106.516.146.275.2]

Tabel 33

Responden Berdasarkan Penilaian Keterwakilan Kepentingan Masyarakat Oleh Anggota Legislatif

No. Kepercayaan Frekuensi Persentase

1. Mewakili 14 56

2. Tidak Mewakili 11 44

TOTAL 25 100%

Dari tabel di atas terlihat bahwa empat belas responden atau sebesar 56% dari total responden menjawab bahwa anggota legislatif telah dapat mewakili kepentingan masyarakat dan sebelas responden atau 44% menyatakan tidak dapat mewakili.

Masyarakat memiliki pandangannya sendiri-sendiri dalam menilai anggota partai politik. Untuk melihat penilaian responden mengenai apakah mereka percaya dengan kejujuran anggota partai politik dalam menggunakan fasilitas negara, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 34

Responden Berdasarkan Penilaian Kejujuran Terhadap Anggota Parpol yang Menggunakan Fasilitas Negara

No. Kepercayaan Frekuensi Persentase

1. Ya 7 28

2. Tidak 18 72

[image:45.596.107.518.575.703.2]
(46)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden tidak menaruh penilaian percaya terhadap anggota partai politik dalam menggunakan fasilitas negara. Ini terlihat dari data bahwa hanya tujuh responden atau 28% dari total responden yang menjawab bahwa mereka percaya anggota partai politik menggunakan fasilitas negara dengan jujur, sedangkan delapan belas responden atau 72% menjawab tidak percaya.

Masyarakat punya pandangannya sendiri mengenai anggota partai politik yang ada di daerahnya ataupun di nasional, baik melalui pemberitaan yang ada ataupun mengenal mereka secara personal. Berikut pendapat responden mengenai anggota partai politik apakah memiliki moral dan kepribadian yang baik dan akan mengutamakan kepentingan masyarakat atau tidak.

Tabel 35

Pendapat Responden Mengenai Anggota Parpol yang Ada Memiliki Moral dan Kepribadian yang Baik dan Akan Mengutamakan Kepentingan

Masyarakat

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1. Ya 11 44

2. Tidak 14 56

TOTAL 25 100%

(47)

responden atau 56% dari total responden menjawab tidak. Adapun perbandingan dari persentase yang ada hanya berbeda sedikit.

Dalam melihat partai politik apakah telah menjalankan fungsinya dengan baik selama ini maka masyarakat memiliki pandangan yang berbeda pula. Adapun penilaian responden terhadap partai politik adalah seperti dalam tabel berikut ini.

Tabel 36

Responden Berdasarkan Penilaian terhadap Parpol Telah Menjalankan Fungsinya Dengan Baik

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1. Ya 7 28

2. Tidak 18 72

TOTAL 25 100%

Melalui tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang menjawab bahwa partai politik telah menjalankan fungsinya dengan baik adalah 7 responden atau 28% dari total responden. Sedangkan jumlah responden yang menjawab bahwa partai politik tidak menjalankan fungsinya dengan baik adalah sebanyak 18 rsponden atau sebesar 72% dari total responden.

(48)
[image:48.596.109.516.147.357.2]

Tabel 37

Responden Berdasarkan Alasan Memilih Salah Satu Partai Politik Pada Tahun 2009

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1. Kemauan sendiri 9 36

2. Terpengaruh oleh orang lain 13 52 3. Dipaksa oleh pihak-pihak

tertentu

- -

4. Alasan lain 3 12

TOTAL 25 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sembilan responden atau 36% dari total responden menyatakan bahwa mereka memilih partai politik pada tahun 2009 karena kemauan sendiri, sedangkan tiga belas responden atau 52% menyatakan bahwa memilih salah satu partai politik pada pemilihan umum tahun 2009 karena ada pengaruh dari orang lain. Tiga responden atau 12% dari total responden menyatakan bahwa mereka mempunyai alasan tersendiri di luar dari kemauan sendiri dan pengaruh orang lain dan tidak ada satu pun dari responden yang menyatakan bahwa ada paksaan kepada mereka dalam memilih partai politik pada pemilihan umum pada tahun 2009.

(49)
[image:49.596.108.518.123.348.2]

Tabel 38

Responden Berdasarkan yang Menjadi Daya Tarik Partai Politik

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1. Program-program partai yang cukup bagus

10 40

2. Pengurus partainya pintar-pintar

3 12

3. Pengurus partainya orang terkenal

12 48

TOTAL 25 100%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sepuluh responden atau 40% dari total responden menjawab yang menjadi daya tarik partai politik adalah program-program partai yang cukup bagus, tiga responden atau 12% menjawab pengurus partai politik yang pintarlah yang menjadi daya tarik partai politik, dan dua belas responden atau 48% menjawab bahwa yang menjadi daya tarik parti politik adalah adanya pengurus partainya yang merupakan orang terkenal.

5.5. Analisis Persepsi Masyarakat Kelurahan Asam Kumbang tentang Partai Politik Pasca Munculnya Kasus Korupsi

(50)

dua puluh lima responden maka banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih anggota legislatif ataupun partai politik yang tentu saja dipengaruhi oleh konteks sosialnya. Maka menarik untuk melihat bagaimana persepsi yang muncul dengan menganalisis data-data tersebut dengan mendasarkan pada pertimbangan responden terhadap terkuaknya kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.

Media saat ini banyak menampilkan kasus-kasus korupsi di Indonesia yang dikuak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Korupsi di Indonesia telah berkembang dan tumbuh subur terutama di kalangan para pejabat dari level tertinggi pejabat negara sampai ke tingkat Rukun Tetangga yang paling rendah. Dengan banyaknya muncul kasus korupsi yang diberitakan maka banyak masyarakat yang akhirnya menaruh ketidakpercayaan terhadap pejabat negara.

Bila dilihat dari data sebelumnya mengenai partisipasi masyarakat Kelurahan Asam Kumbang dalam pemilihan umum maka dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat masih menaruh ketertarikkan pada kegiatan politik dimana 68% persen dari total responden menggunakan hak pilihnya saat pemilu. Selain itu responden juga cukup mendapatkan informasi pemilihan umum melalui media-media yang ada terutama media elektronik dan cetak.

(51)

Sebagai sebuah lembaga sosial yang ada di masyarakat, partai politik tentunya memiliki fungsi tertentu. Ketika banyak kasus korupsi yang melibatkan anggota partai politik masyarakat bisa jadi tidak menaruh kepercayaan lagi terhadap partai politik. Hal ini karena sebagai sebuah lembaga, partai politik tidak mampu membentuk kader yang berintegritas dalam mencapai tujuan dari keberadaan partai politik.

(52)

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

1. Masyarakat Kelurahan Asam Kumbang telah menunjukkan partisipasi politiknya dengan memberikan suaranya dalam pemilihan umum yang ada selama ini.

2. Media yang banyak diakses oleh masyarakat Kelurahan Asam Kumbang dalam mendapatkan informasi mengenai pemilihan umum dan perkembangannya dan kampanye yang dilakukan oleh calon-calon anggota legislatif adalah media elektronik dan media cetak.

3. Visi dan misi calon anggota legislatif masih menjadi perhatian masyarakat Kelurahan Asam Kumbang. Hal ini memperlihatkan bahwa kesamaan agama, suku, hubungan kekerabatan ataupun adanya politik uang tidak begitu mempengaruhi masyarakat Kelurahan Asam Kumbang dalam memilih calon anggota legislatif.

4. Untuk kriteria calon anggota legislatif sendiri masyarakat masih melihat pada kepribadiannya.

5. Dalam memilih partai politik masyarakat masih sangat dipengaruhi oleh orang lain. Jadi informasi mengenai kasus-kasus korupsi yang melibatkan partai politik dapat juga diperoleh oleh masyarakat dari orang-orang di sekitarnya.

(53)

Namun dengan banyaknya orang-orang di salah satu partai politik yang terkenal dengan korupsi akan membuat masyarakat untuk tidak memilih partai politik tersebut.

6.2. Saran

1. Harus ada upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap partai politik di tengah banyaknya pemberitaan mengenai kasus-kasus korupsi yang melibatkan kader partai yang menjadi anggota legislatif. 2. Sosialisasi mengenai program-program partai politik atau pun

kampanye-kampanye yang dilakukan oleh calon anggota legislatif perlu memperhatikan kembali media apa yang mudah diakses masyarakat dan menarik oleh masyarakat sehingga pesan sampai ke masyarakat luas. 3. Korupsi yang ada di Indonesia perlu segera diberantas sehingga tidak

(54)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1Sejarah Partai Politik di Indonesia

Partai politik pertama–tama lahir dalam zaman kolonial sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Dalam suasana itu semua organisasi, apakah dia bertujuan sosial (seperti Budi Utomo dan Muhammadiah) ataukah terang-terangan menganut azas politik/agama (seperti Sarikat Islam dan Partai Politik) atau azas politik/sekuler (seperti PNI atau PKI), memainkan peranan penting dalam berkembangnya pergerakan nasional. Pola kepartaian masa ini menunjukkan keanekaragaman, pola mana diteruskan dalam masa merdeka dalam bentuk sistem multi-partai. Dengan didirikannya Volksraad maka beberapa partai dan organisasi bergerak melalui badan ini.

(55)

Akan tetapi, satu bulan sesudah Proklamasi Kemerdekaan, kesempatan dibuka lebar-lebar untuk mendirikan partai poltik, anjuran mana mendapat sambutan yang antusias. Dengan demikian kepartaian kembali ke pola multi-partai yang telah dimulai dalam zaman kolonial. Banyaknya multi-partai tidak menguntungkan berkembangnya pemerintahan yang stabil. Pemilihan umum yang diadakan pada tahun 1955 membawa penyederhanaan dalam jumlah partai dalam arti bahwa dengan jelas telah muncul empat partai besar, yakni Masyumi, PNI, NU, dan PKI. Akan tetapi partai-partai tetap tidak menyelenggarakan fungsinya sebagaimana yang diharapkan. Akhirnya pada masa Demokrasi Terpimpin partai-partai dipersempit ruang-geraknya mengenai partai dalam masa sistem parlementer pernah ditulis oleh Daniel S.Lev.

“Sistem partai di Indonesia menunjukkan beberapa gejala

kekacauan yang tidak asing bagi sistem multi-partai di dunia. Ada partai kecil yang mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar daripada dukungannya dalam masyarakat; di samping itu tidak ada partai yang mengembangkan sikap memikul tanggung jawab penuh seperti yang biasanya terdapat pada partai yang menguasai pemerintahan tanpa koalisi. Lagipula, sistem parlementer (di Indonesia) tidak pernah memiliki kekuasaan sepenuhnya, kewenangan dan keabsahan dalam tata-tertib politik, dan juga tidak dapat menguasai segala aspek situasi konflik politik. Pada akhirnya pemerintahan parlementer dijatuhkan oleh kekuatan-kekuatan extra parlementer seperti presiden dan tentara. Akan tetapi partai politik juga tidak luput dari tantangan dari kalangan mereka sendiri. Dan hal ini juga membantu timbulnya Demokrasi Terpimpin”

(56)

peranan mereka dalam decision making process untuk sementara akan tetap terbatas. Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai. Empat partai Islam, yaitu Nahdatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Indonesia dan Perti bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba dan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) bergabung menjadi Partai Demokrasi Pembangunan.

2.2Defenisi Partai Politik

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusionil–

untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.

(57)

Di bawah ini beberapa definisi mengenai partai politik antara lain: 1. Carl J.Friedrich

Partai politik adalah sekolompok manusia yang teroganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan tethadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan,berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.

2. R.H Soltau

Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.

3. Sigmund Neumann

Neumann dalam karangannya Modern Political Parties mengemukakan definisi partai politik sebagai organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

(58)

ingin menciptakan suatu tata masyarakat yang baru sama sekali, dengan memakai cara-cara politik. Dibanding dengan partai politik, gerakan mempunyai tujuan yang lebih terbatas dan fundamental sifatnya, dan kadang-kadang malahan bersifat ideologi. Partai politik juga berbeda dengan kelompok penekan (pressure group).

Istilah yang lebih banyak dipakai dewasa ini adalah ‘kelompok

kepentingan’ (interest group). Kelompok ini bertujuan untuk memperjuangkan

sesuatu kepentingan dan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai di dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang berwenang. Teranglah bahwa kelompok kepentingan mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit daripada partai politik, yang karena mewakili berbagai golongan, lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum (Miriam, 1992:160-162).

2.3Fungsi Partai Politik

(59)

menggunakan kata itu untuk menunjukkan aktivitas nyata partai politik, seperti kontestasi dalam pemilu, sementara ahli yang lain menggunakannya untuk menggambarkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak direncanakan atau sebuah kebetulan yang dihasilkan dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Pakar yang lain menyebutkan fungsi adalah menandakan sebuah kontribusi partai untuk beroperasi dalam sistem politik yang luas. Kedua, kesulitan untuk memformulasikan kategori fungsi partai terkait dengan kebutuhan untuk dapat diobservasi dan diukur atas fungsi yang dijalankan. Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu fungsi partai politik adalah mengorganisir konflik sosial atau artikulasi kepentingan-kepentingan sosial.

Menurut Caton (2007:7) dalam Pamungkas, dalam negara demokrasi dan berbagai fungsi partai politik yang ada sebenarnya terdapat 4 (empat) fungsi sentral partai politik. Pertama adalah fungsi artikulasi kepentingan, yaitu mengembangkan program-program dan kebijakan pemerintah yang konsisten. Kedua, fungsi agregasi kepentingan, memungut tuntutan masyarakat dan membungkusnya. Ketiga, rekuitmen, yaitu menyeleksi dan melatih orang untuk posisi-posisi di eksekutif dan legislatif. Keempat, mengawasi dan mengkontrol pemerintah (Pamungkas, 2011:15-20).

(60)

1. Sebagai sarana komunikasi politik yang menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang; 2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik yakni memainkan peran

sebagai sarana proses di mana seseorang memperoleh sikap dan sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Di samping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui masyarakat untuk menyampaikan norma dan nilai dari satu generasi ke generasi lainnya;

3. Partai politik sebagai sarana recruitment politik berfungsi mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai sehingga partai akan memperluas partisipasi politik. Caranya antara lain adalah dengan mengkader golongan muda untuk mengganti pimpinan lama;

4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik (conflict management), di mana partai politik berusaha mengatasinya (Sitepu, P. Anthonius & Kisah Ruth Siregar, 2009:31).

(61)

Soltau dalam Ramlan Surbakti yang dikutip oleh Sitepu Anthonius juga memaparkan bahwa definisi partai politik sebagai sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat (Sitepu, P. Anthonius & Kisah Ruth Siregar, 2009:28).

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa partai politik pada dasarnya mempunyai unsur-unsur yaitu organisasi yang teratur, terdiri dari orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama yaitu merebut dan atau mempertahankan kekuasaan. Adapun cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuannya antara lain adalah dengan turut serta dalam kegiatan yang konstitusional seperti pemilihan umum.

Ismanto Ignatius dalam tulisannya Dinamika Politikal Di Era Otonomi Daerah-nya juga memaparkan pahwa pemilihan kepala daerah tidak lagi menjadi subjek intervensi pemerintah pusat. Kepala daerah dan DPRD kini dapat dipilih secara langsung oleh masyarakat melalui proses pemilu yang lebih demokratis. Proses liberalisasi politik tersebut telah menempatkan partai politik daerah yang semakin terbuka bagi partisipasi masyarakat. Hal ini diungkapkannya dengan menambahkan bajwa pelembagaan partai lokal dapat menjadi alternatif bagi penguat kapasitas politik lokal (http://lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/1%20ignatius%20ismanto.pdf, diakses pada 25 Juni 2012, puku; 15.35 WIB).

(62)

dari satu partai ke partai lain menunjukkan bahwa kaderisasi yang dilakukan oleh partai politik belum berhasil menanamkan loyalitas yang kuat sehingga kaderisasi tersebut menjadi masalah besar di partai politik. Penelitian dari LIPI bahkan menyebutkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap partai politik semakin menurun dikarenakan partai politik tidak mampu memainkan fungsinya secara optimal. Partai-partai politik tersebut dianggap tidak memiliki kemampuan mengerahkan dan mewakili kepentingan warga dengan pemerintah (http://ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=4918, diakses pada 28 Juni 2012, pukul 08.35 WIB).

Terjadinya kesulitan dalam menjalankan fungsi partai politik ini menurut Paul Allen Beck dan Frank J. Sorauf (Pamungkas, 2011: 15 (Beck dan Sorauf 1992:17)) dikarenakan oleh dua hal, yakni:

1. Di antara ahli kepartaian sendiri tidak pernah mencapai kesepakatan tentang apa yang dimaksud dengan kata fungsi. Beberapa ahli menggunakan kata tersebut untuk menunjukkan aktivitas nyata partai politik, seperti kontestasi dalam pemilu. Sementara ahli yang lain menggunakannya untuk menggambarkan konsekuensi yang tidak direncanakan atau sebuah kebetulan yang dihasilkan dari aktivitas yang direncanakan.

(63)

Senada dengan hal tersebut, Bismar Arianto dalam Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan yakni Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih Dalam Pemilu memaparkan bahwa salah satu hal yang mengakibatkan masyarakat bersikap acuh terhadap pemilihan umum atau pemilihan yang bersifat sejenisnya terkait dengan masalah kasus korupsi adalah faktor poitik. Ketidakpercayaan terhadap partai yang dianggap tidak membawa perubahan dan perbaikan mengakibatkan masyarakat tidak mau menggunakan hak pilihnya (Arianto, 2011:8 dalam Jurnal Ilmu Politik Dan Ilmu Pemerintahan, 2011:58-59).

Arianto menjabarkan bahwa masyarakat tidak lagi percaya dengan partai. Kandidat yang diberikan sebagai calon dianggap tidak memberikan perubahan. Stigma politik dilihat sebagai sesuatu yang kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan lain sebagainya sehingga memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap politik. Akibatnya masyarakat enggan untuk menggunakan hak pilih. Stigma ini terbentuk karena tabiat sebagian politisi yang masuk pada kategori politik instan. Politik di mana baru mendekati masyarakat ketika akan ada agenda politik seperti pemilu. Maka kondisi ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada politisi (Arianto, 2011:9).

2.4Korupsi di Indonesia

(64)

kegiatan korupsi mudah dilihat dan dikenali. Bahkan oleh orang awam sekalipun, mudah dimengerti, karena mereka sering melakukan atau mengalaminya.

Banyak pihak yang melihat merajalelanya korupsi di Indonesia adalah refleksi sebuah budaya juga pendapat yang menyatakan bahwa korupsi itu lebih merupakan sebuah penyakit ganas dan bukan sebuah cacat bawaan dari suatu masyarakat. Seperti kanker yang lebih banyak muncul atau terjadi karena suatu proses perilaku korban yang buruk karena melanggar prinsip dan aturan hidup sehat. Memang ada kanker yang merupakan cacat bawaan (keturunan), namun keberadaannya lebih mudah diatasi atau diantisipasi. Dalam konteks budaya yang dapat disalahgunakan dan mendorong terjadinya korupsi itu juga ada di mana-mana dan masih eksis hingga sekarang.

(65)

Menurut Sudjana ada 4 (empat) hal utama yang memicu korupsi kian menjadi-jadi, yaitu:

1. Sistem pemerintahan/ negara yang memungkinkan dan memberi peluang untuk korupsi;

2. Semakin menurunnya moralitas, akhlak, dan kesadaran masyarakat;

3. Pandangan hidup yang materialistik, sekuler, kapitalis, komunis, dan melupakan keberadaan Tuhan dalam kehidupan, serta;

4. Kurang aktifnya masyarakat dalam mengontrol (Sudjana, 2008:28).

Setelah Indonesia merdeka, budaya korupsi juga terus berlanjut. Tak ketinggalan dalam penelitiannya Sirait juga memaparkan bahwa terdapat beberapa jenis korupsi (Beveniste dalam Sirait, 2011:16-18), antara lain:

1. Discretionery corupption, yakni tindak korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijakan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi. Contoh: seorang pelayan perizinan Tenaga Kerja Asing, memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada ”calo”, atau

orang yang bersedia membayar lebih, ketimbang para pemohon yang biasa-biasa saja. Alasannya karena calo adalah orang yang bisa memberi pendapatan tambahan.

(66)

karena waktunya mendesak (karena turunnya anggaran terlambat), maka proses itu tidak dimungkinkan. Untuk pemimpin proyek mencari dasar hukum mana yang bisa mendukung atau memperkuat pelaksanaan sehingga tidak disalahkan oleh inspektur. Dicarilah pasal-pasal dalam peraturan yang memungkinkan untuk bisa digunakan sebagai dasar hukum guna memperkuat sahnya pelaksanaan tender. Dalam pelaksanaan proyek seperti kasus ini, sebenarnya sah atau tidak sah, bergantung pada bagaimana para pihak menafsirkan peraturan yang berlaku. Bahkan dalam beberapa kasus, letak illegal corupption berada pada kecanggihan memainkan kata-kata; buka substansinya. 3. Mercenery corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang

dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Contoh: dalam sebuah persaingan tender, seorang panitia lelang mempunyai kewenangan untuk meluluskan peserta tender. Untuk itu secara terselubung atau terang-terangan ia mengatakan untuk memenangkan tender, peserta harus bersedia memberikan uang ”sogok” atau ”semir” dalam jumlah

tertentu.

(67)
(68)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ini makin marak dipublikasikan di media massa maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat, namun kenyataannya sekarang justru banyak merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak korupsi.

Dalam kasus korupsi yang terjadi, tentunya masyarakat merasa sangat dirugikan. Itu sebabnya masyarakat secara terang-terangan merasa kecewa terhadap oknum atau pejabat yang melakukan tindakan korupsi belum lagi banyak kasus korupsi yang telah diketahui belum mendapatkan penyelesaian. Beberapa contoh kasus yang paling anyar yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, kasus Hambalang, dan Kasus Bank Century. Tidak sedikit kasus yang belum dapat diselesaikan oleh aparat pemberantas korupsi secara tuntas mengikuti prosedur hukum yang berlaku.

(69)

Partai Demokrat tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka. Hal yang sama juga terjadi pada Partai Golkar yang disebutkan bahwa Bambang Soesatyo terkaitkan dengan kasus dugaan korupsi Simulator SIM.

Politisasi masalah korupsi dalam badan partai politik inilah yang membuat masyarakat Indonesia mulai merasakan kejenuhan dalam mengikuti pemberitaan penyelesaian kasus korupsi dalam partai politik tersebut. Masyarakat Indonesia sudah melihat bahwa budaya politik uang ini semakin berkembang. Kasus-kasus yang terjadi dan tidak memiliki penyelesaian yang tuntas mengakibatkan masyarakat tidak lagi percaya terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia.

Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa sistem kepemimpinan di dalam internal partai politik yang ada di Indonesia memiliki sistem rekrutmen yang gagal. Seleksi calon legislatif yang diklaim secara ketat oleh partai politik yang bersangkutan dengan berbagai jenis ujian dan tes serta penandatangan integritas ternyata hanya sebatas omong kosong tanpa pembuktian yang nyata di tengah masyarakat. Tren korupsi di dalam badan partai politik yang dilakukan oleh anggota dan para pengurus partai politik itu sendiri semakin meningkat di mata masyarakat. Semakin meningkatnya tren budaya korupsi di dalam internal partai politik ini juga tidak lepas dari pemberian sanksi yang tidak tegas terhadap calon anggota dan calon pengurus partai politik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

(70)

politik dan pemilu terasa sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 1999 sebesar 92,74 persen, pada Pemilu 2004 menurun menjadi sebesar 84,07 persen, dan Pemilu 2009 tingkat partisipasi masyarakat hanya sebesar 71 persen. Penurunan minat masyarakat dan keterlibatan para calon pemilih dalam politik dan pemilu tersebut tentu menjadi berita buruk bagi partai politik, terutama bagi kehidupan demokrasi Indonesia yang sedang berkembang (Satya Dewangga, Menyongsong Pemilu Legislatif 9 April 2014, http://news.detik

Gambar

Tabel 28 Responden Berdasarkan Pertimbangan Memilih Partai Politik .
Tabel 2 Mata Pencaharian Penduduk
Tabel 3
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian penulis dilapangan yang dapat dilihat dari tabel 3, tabel 4 dan tabel 5, bahwa mayoritas mahasiswa Fisip USU yang menjadi responden dalam penelitian

Pada tabel 4.21 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan reponden tentang pengelolaan sampah pada kategori baik di desa Medan Senembah sebanyak 69 responden (71,87%) dan

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan tidak pernah anak mereka mencuri uang yaitu sebanyak 90 responden (70,87%) yang mana dari wawancara

41,00% responden menyatakan iklan politik memiliki pengaruh terhadap keputusan memilih pasangan calon dan hanya 16,00% responden yang menyatakan bahwa tidak ada

Dari tabel diatas terlihat bahwa dari 40 orang responden masyarakat yang diwawancarai: 65% menyatakan tidak pemah ikut berpartisipasi dalam kampanye pada Pemilu Legislatif tahun

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tanggapan responden mengenai teman/ saudara/ orang yang dipercaya responden menyarankan untuk menggunakan operator seluler tersebut

Dalam pendekatan Rasional masyarakat Desa Batukaropa sebagian besar memilih calon anggota legislatif dapat dilihat dari bagaimana mereka sangat memperhatikan

  Pemetaan para calon anggota legislatif ditentukan berdasarkan asal dari daerah daerah pilihan calon  Berdasarkan tabel 2 diatas dapat terlihat bahwa strategi yang dilakukan