• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL NOVICK DALAM PEMBELAJARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL NOVICK DALAM PEMBELAJARA"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada era pembangunan dewasa ini, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap kelangsungan hidup manusia bahkan perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Sebagaimana diketahui pendidikan tidak terlepas dari kegiatan belajar. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan bakat, minat dan kepribadian sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga melalui pendidikan akan muncul individu-individu yang berwawasan luas dengan daya pikir dan ide-ide yang cemerlang.

Proses pembelajaran merupakan suatu proses terjadinya interaksi antara pelajar dengan pengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang berlangsung dalam suatu lokasi tertentu dalam jangka satuan waktu tertentu pula. Tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran (Hamalik, 2001: 109). Proses pembelajaran harus dibuat menarik dan menyenangkan bagi siswa, sehingga dapat merangsang mereka untuk lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, dapat diharapkan kualitas pendidikan akan menjadi lebih baik.

(2)

Pelajaran matematika merupakan ilmu dasar, yaitu salah satu disiplin ilmu yang diajarkan di lembaga pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Selain itu, pelajaran matematika sebagai alat bantu untuk menunjang dan memperlancar baik dalam belajar ilmu-ilmu lain maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pelajaran matematika, perolehan nilai selalu menjadi masalah dan jauh dari harapan seperti yang telah distandarkan secara nasional dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 pasal 12 ayat (1) yang menyatakan bahwa rata-rata nilai minimum kelulusan adalah 6,00. Lebih spesifik lagi, perolehan nilai ulangan harian selalu mendapat hasil yang tidak memuaskan terutama pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.

Berdasarkan observasi awal peneliti, rendahnya perolehan nilai pada pokok bahasan bangun kubus dan balok disebabkan oleh banyaknya rumus yang harus dihafal oleh siswa. Kebanyakan guru berasumsi bahwa jika siswa bisa menghafal rumus maka siswa tersebut pasti mampu mengerjakan soal. Bila berasumsi demikian berarti metode yang digunakan hanya menghafal dan memberikan tugas. Pembelajaran seperti ini tidak mengakar pada permasalahan yang dihadapi siswa, sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna.

(3)

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya, serta dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.

Penulis pernah melakukan observasi di SMP Negeri 2 Peukan Baro Kabupaten Pidie pada bulan September sampai dengan bulan Desember 2013. Dari hasil observasi, penulis menemukan banyak permasalahan dalam pembelajaran seperti minat siswa yang kurang dalam belajar, dan rendahnya prestasi belajar yang diperoleh siswa. Oleh karena itulah, peneliti menjadi tertarik untuk membuat penelitian di sekolah tersebut.

Berdasarkan permasalahan di atas penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Novick Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro Tahun Ajaran 2013/2014 Pada Materi Kubus Dan Balok.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah metode Novick dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi kubus dan balok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode Novick terhadap hasil belajar siswa pada materi kubus dan balok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro.

1.4 Manfaat Penelitian

(4)

1. Untuk peneliti

Bagi peneliti, penelitian ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan sumber daya manusia sebagai calon pengajar.

2. Untuk guru

Penelitian ini sangat berguna bagi guru sebagai salah satu bahan acuan untuk memilih metode yang tepat sesuai dengan minat, dan kebutuhan belajar siswa. 3. Untuk instansi lembaga pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang menyangkut sistem pembelajaran dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan.

1.5 Anggapan Dasar dan Hipotesis Penelitian 1.5.1 Anggapan Dasar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011: 1096), “Anggapan dasar atau postulat adalah asumsi yang menjadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu membuktikannya”. Arikunto (2010: 104) mengatakan bahwa, “Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik”. Adapun yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1) Materi kubus dan balok merupakan salah satu materi yang diajarkan di kelas VIII SMP.

2) Metode pembelajaran Novick dapat dilakukan pada materi kubus dan balok.

(5)

Menurut Sudjana (2005: 219), “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya”. Berdasarkan pendapat di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah: Prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan metode pembelajaran Novick lebih baik dari pada siswa yang tidak diajarkan dengan metode pembelajaran Novick pada materi kubus dan balok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah terbatas pada perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan metode Novick dengan siswa yang tidak diajarkan dengan metode Novick pada materi bangun ruang kubus dan balok.

1.7 Definisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah yang digunakan, maka perlu diberikan penjelasan istilah sebagai berikut :

a. Belajar

Belajar adalah suatu kegiatan yang paling pokok dalam proses mental yang mengarah kepada penguasaan pengetahuan, kecakapan/skill, kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku yang progresif atau adaptif.

b. Pembelajaran Matematika

(6)

Materi kubus dan balok adalah pengerjaan menghitung luas permukaan dari kubus dan balok semester II kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro.

(7)

LANDASAN TEORETIS

2.1 Konsep dan Pengertian Belajar

Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan sehingga menjadi kompleks. Definisi yang tepat tentang belajar menjadi semakin rumit, namun demikian dengan sudut pandang yang beragam para ahli pendidikan telah mencoba memberikan definisi tentang belajar. Menurut Hamalik (2001: 154), “Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman”.

Pengertian belajar selanjutnya dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriyono (2004: 128) yang menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamn individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”. Menurut Baharuddin (2009: 162), “Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman”.

Dari sudut pandang lain, Thorndike (dalam Budiningsih, 2005: 21) mengatakan bahwa, “Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan”.

(8)

terjadi perubahan-perubahan yang lebih baik dari yang dicapai sebelumnya. Perubahan terjadi karena adanya usaha peserta didik yang sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan. Dengan perubahan hasil belajar tersebut, membantu peserta didik untuk dapat memecahkan permasalahan dalam hidupnya serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

2.2 Prestasi Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 2.2.1 Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh peserta didik dari suatu kegiatan belajar. Poerwadarminta (dalam Asmiati, 2010: 14) mengatakan bahwa, “Prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai (dilakukan, diajarkan, dan sebagainya)”. Dengan demikian prestasi adalah sesuatu baik pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dihasilkan atau diciptakan oleh seseorang melalui proses belajar.

Sedangkan Ahmadi dan Supriyono (2004: 138) mengatakan bahwa, “Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri maupun dari luar diri individu”. Proses belajar yang telah terjadi dalam diri seseorang hanya dapat disimpulkan dari hasilnya, karena aktivitas belajar yang telah dilakukan.

(9)

Dari pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai murid, yaitu perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk angka yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran yang telah dipelajari. Ini berarti bahwa prestasi merupakan suatu ukuran berhasil tidaknya seorang siswa setelah mengikuti pelajaran tertentu termasuk pelajaran matematika.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Secara garis besar ada 2 faktor yang mempengaruhi prestasi belajar murid yaitu faktor internal dan eksternal, ini sesuai dengan pendapat Ahmadi dan Supriyono (2004: 138) yang menyatakan bahwa: “Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa digolongkan menjadi dua golongan saja yaitu faktor internal dan faktor eksternal”. a. Faktor Internal

Faktor internal yaitu faktor yang ada pada diri individu itu sendiri. Yang tergolong faktor internal adalah:

1. Faktor Jasmaniah (Fisiologis)

Kondisi fisiologis seseorang pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya. Contohnya, orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi; mereka lekas lelah, mudah mengantuk, dan sukar menerima pelajaran (Djamarah, 2002: 155).

(10)

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Adapun yang termasuk ke dalam faktor psikologis adalah sebagai berikut:

a. Minat

Minat, menurut Slameto (dalam Djamarah, 2002: 157), adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Menurut Dalyono (dalam Djamarah, 2002: 157), timbulnya minat belajar disebabkan berbagai hal, antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikkan martabat atau memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang dan bahagia. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah.

b. Kecerdasan

Intelegensi atau kecerdasan intelektual menunjukkan peranan yang sangat penting khususnya terhadap tinggi rendahnya prestasi yang dicapai oleh siswa, kenyataan ini semakin nampak dalam prestasi pada bidang studi yang menuntut banyak berpikir.

(11)

belajardan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya, orang yang intelegensinya rendah, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehingga prestasinya cenderung rendah.

c. Bakat

Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan seseorang yang perlu dilatih dan dikembangkan agar lebih tertuju. Hampir tidak ada yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu (Djamarah, 2002: 162).

Bakat memang diakui sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau latihan. Dalam kenyataan tidak jarang ditemukan seorang individu dapat menumbuhkan dan mengembangkan bakat bawaannya dalam lingkungan yang kreatif.

d. Motivasi

Menurut Nasution (dalam Djamarah, 2002: 166), motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu, motivasi belajar perlu diusahakan, terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai cita-cita.

e. Kemampuan Kognitif

(12)

psikomotor. Ranah kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk dikuasai. Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai jembatan untuk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu persepsi, mengingat dan berpikir (Djamarah, 2002: 168).

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang berasal dari luar diri individu. Yang tergolong faktor eksternal ialah:

1. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Dalam lingkunganlah anak didik hidup dan berinteraksi dalam mata rantai kehidupan yang disebut ekosistem. Selama hidup anak didik tidak bisa menghindarkan diri dari lingkungan alami dan lingkungan social budaya. Interaksi dari kedua lingkungan yang berbeda ini selalu terjadi dalam mengisi kehidupan anak didik. Keduanya mempunyai pengaruh cukup signifikan terhadap belajar anak didik di sekolah.

Menurut Djamarah (2002: 143), yang termasuk dalam faktor lingkungan adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup dan berusaha di dalamnya. Keadaan suhu dan kelembaban udara berpengaruh terhadap belajar anak didik di sekolah. Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap.

(13)

Sebagai anggota masyarakat, anak didik tidak bisa melepaskan diri dari ikatan sosial. Sistem sosial yang terbentuk mengikat perilaku anak didik untuk tunduk pada norma-norma sosial, susila, dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Demikian juga halnya di sekolah. Ketika anak didik berada di sekolah, maka dia berada dalam sistem sosial di sekolah. Peraturan dan tata tertib sekolah harus ditaaati karena lahirnya peraturan sekolah bertujuan untuk mengatur dan membentuk perilaku anak didik yang menunjang keberhasilan belajar di sekolah.

2. Faktor Instrumental

Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan tentu saja pada tingkat kelembagaan. Dalam rangka melicinkan ke arah itu diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Menurut Djamarah (2002: 146), yang termasuk factor instrumental adalah sebagai berikut:

a. Kurikulum

Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum, kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang harus guru sampaikan dalam suatu pertemuan kelas, belum guru programkan sebelumnya. Muatan kurikulum akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar anak didik. Sehingga kurikulum diakui dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik di sekolah. b. Program

(14)

Program pendidikan disusun berdasarkan potensi sekolah yang tersedia, baik tenagan financial, dan sarana prasarana.

c. Sarana dan Fasilitas

Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung sekolah misalnya sebagai tempat yang strategis bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Salah satu persyaratan untuk membuat suatu sekolah adalah pemilikan gedung sekolah yang di dalamnya ada ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang dewan guru, ruang perpustakaan, ruang BP, ruang tata usaha, auditorium dan haman sekolah yang memadai.

Fasilitas mengajar merupakan kelengkapan mengajar guru yang harus dimiliki oleh sekolah. Guru harus memiliki buku pegangan dan buku penunjang agar wawasan guru tidak sempit. Lengkap tidaknya fasilitas sekolah membuka peluang bagi guru untuk lebih kreatif mengajar. Anak didik tentu dapat belajar lebih baik dan menyenangkan bila suatu sekolah dapat memenuhi segala kebutuhan belajar anak didik.

d. Guru

(15)

2.3 Metode Pembelajaran

2.3.1 Pengertian Metode Pembelajaran

Pada dasarnya guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengubah psikis dan pola pikir anak didiknya dari tidak tahu menjadi tahu serta mendewasakan anak didiknya. Hal yang harus dilakukan oleh guru adalah dengan mengajar di kelas. Salah satu yang paling penting adalah performance guru di kelas. Bagaimana seorang guru dapat menguasai keadaan kelas sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan. Dengan demikian guru harus menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didiknya.

(16)

Metode pengajaran dipilih berdasarkan dari atau dengan pertimbangan jenis strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena metode merupakan bagian yang integral dengan sistem pengajaran maka perwujudannya tidak dapat dilepaskan dengan komponen sistem pengajaran yang lain. Dalam pendidikan metode termasuk salah satu komponen yang penting. Metode termasuk salah satu instrumen input disamping kurikulum, prasarana dan sarana pendidikan serta instrumen yang lain.

Dari penjelasan di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara mengajar yang sistematis untuk mengorganisir komponen-komponen yang terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Dengan demikian, metode pengajaran itu merupakan suatu cara untuk menciptakan situasi yang merangsang anak didik mampu menyerap pelajaran demi tercapainya tujuan yang telah disiapkan . Metode pengajaran merupakan komponen yang tidak bisa dipisahkan dari segi mengajar karena ia berfungsi untuk menyampaikan materi pelajaran untuk mencapai tujuan. 2.3.2 Jenis-jenis Metode Mengajar

Metode pengajaran merupakan salah satu komponen dalam proses belajar mengajar, baik berlangsung dalam kelas maupun di luar kelas. Tanpa ada metode, proses belajar-mengajar tidak mungkin berhasil dengan efektif dan efisien. Penggunaan metode dalam proses belajar tidak dapat dipisahkan dengan berbagai komponen lain yang terlibat dalam proses tersebut.

(17)

mengajar akan membuat siswa belajar lebih bergairah. Pemakaian metode yang tepat akan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, sedangkan penggunaan metode yang tidak tepat akan menjadi hambatan yang paling besar dalam proses belajar mengajar.

Menurut Ibrahim dan Syaodih (2003: 105-107), jenis-jenis metode mengajar adalah sebagai berikut:

a. Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dilaksanakan oleh para guru. Ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Metode ini tidak senantiasa jelek bila penggunaannya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung dengan alat atau media, serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya.

b. Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat dua arah sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya dan siswa menjawab, atau siswa bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru dengan siswa.

c. Metode Diskusi

(18)

sumbangan pikiran, sehingga dapat diperoleh pandangan dari berbagai sudut berkenaan dengan masalah tersebut.

d. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang cukup efektif, sebab membantu siswa untuk memperoleh jawaban dengan mengamati suatu proses atau peristiwa tertentu. Metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang memperlihatkan bagaimana proses terjadinya sesuatu, dimana keaktifan biasanya lebih banyak pada pihak guru.

e. Metode Eksperimen

Jika dalam metode demonstrasi, keaktifan lebih banyak pada pihak guru, metode eksperimen langsung melibatkan para siswa melakukan percobaan untuk mencari jawaban terhadap permasalan yang diajukan. Eksperimen sering dilakukan dalam pengajaran bidang studi IPA, di mana metode ini merupakan unsur pokok dalam pendekatan belajar dengan menemukan.

f. Metode Pemberian Tugas

Metode ini dimaksudkan untuk member kesempatan kepada siswa melakukan tugas/kegiatan yang berhubungan dengan pelajaran, seperti mengerjakan soal-soal, mengumpulkan klipping, dan sebagainya. Metode ini dapat dilakukan dalam bentuk tugas/kegiatan individual maupun kelompok.

g. Metode Karya Wisata

(19)

2.3.3 Metode Novick

Metode Novick merupakan metode yang merujuk pada pandangan konstruktivisme. Gagasan utama dari metode pembelajaran ini adalah proses perubahan konseptual dari pengetahuan awal siswa pada proses pembelajaran. Proses perubahan konseptual terjadi melalui akomodasi kognitif dan pembelajaran untuk perubahan konseptual ini terutama melibatkan (1) penggalian konsep awal siswa pada peristiwa tertentu dan (2) penggunaan cara-cara untuk membantu para siswa mengubah konsep mereka yang kurang tepat sehingga mereka mendapat suatu konsep baru yang lebih ilmiah.

Mengingat pentingnya perubahan konseptual dari pengetahuan awal siswa

Novick (dalam Holipah, 2011: 13) mengemukakan, “Perubahan konseptual terjadi

melalui akomodasi kognitif yang berawal dari pengetahuan awal siswa.” Untuk menciptakan proses akomodasi kognitif, Novick mengusulkan suatu metode pembelajaran yang dikenal dengan metode pembelajaran Novick. Ada 3 Fase dalam metode pembelajaran Novick, yaitu:

(20)

Untuk mengungkap konsepsi awal siswa dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Menghadirkan suatu fenomena (peristiwa)

Menyajikan suatu fenomena untuk menimbulkan konsepsi para siswa, kemudian menginstruksikan kepada siswa untuk menelaah fenomena tersebut. Cara selanjutnya yaitu dengan cara verbal yakni mengajukan pertanyaan yang bersifat meminta informasi, misalnya: Apa yang terjadi jika…, menurut kamu apa yang menyebabkannya? Cara ini dapat dilakukan oleh guru baik secara lisan maupun secara tertulis. Selama proses ini, siswa dapat mengembangkan apa yang mereka ketahui dan memfokuskan perhatian mereka pada topik yang sedang dipelajari. b. Meminta siswa untuk mendeskripsikan atau menampilkan konsepsinya

Tujuan langkah ini adalah untuk memperjelas dan meninjau kembali konsepsi asli para siswa melalui kelompok dan diskusi kelas. Hal pertama yag dapat dilakukan guru adalah dengan bertanya kepada siswa tentang uraian konsepsi mereka. Setelah semua konsepsi siswa diungkapkan, guru memimpin kelas itu untuk mengevaluasi masing–masing konsepsi yang diajukan.

2. Fase kedua, Creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual)

Menciptakan konflik konseptual atau biasa juga disebut konflik kognitif merupakan fase yang penting dalam pembelajaran, sebab dengan adanya konflik tersebut siswa merasa tertantang untuk belajar apalagi jika peristiwa yang dihadirkan tidak sesuai dengan pemahamannya.

(21)

dipahami), plausible (dapat dipercaya) dan fruitfull (peluang keberhasilan).” Dengan tantangan, siswa akan menghadapi konflik konseptual mengenai pendapat mereka dari topik yang dipelajari.

Untuk menciptakan konflik konseptual, Niaz (dalam Holipah, 2011: 16) memberikan beberapa contoh situasi yang sekaligus menjadi indikator terjadinya konflik konseptual dalam diri siswa, yaitu:

a. Kejutan (surprise) yang ditimbulkan oleh munculnya dugaan dari seseorang yang kontradiksi dengan persepsinya atau dihasilkan dari timbulnya kegelisahan. b. Pengetahuan yang penuh teka-teki, merasa gelisah, atau sebuah keingintahuan

intelektualnya.

c. Kekosongan akan pengalaman kognitif, seperti jika seseorang sadar bahwa sesuatu dalam struktur kognitifnya telah hilang.

d. Ketidakseimbangan kognitif, dimana pertanyaan atau perasaan kosong muncul pada situasi yang diberikan.

3. Fase ketiga, Encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif)

Mendorong terjadinya akomodasi dalam struktur kognitif siswa dalam pembelajaran perlu dilakukan. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara menyediakan suatu pengalaman belajar, misalnya percobaan yang lebih meyakinkan mereka bahwa konsepsinya kurang tepat. Untuk sampai pada tahap meyakinkan siswa, guru perlu melakukan pertanyaan yang sifatnya menggali konsepsi siswa, misalnya: apa yang anda maksud dengan …, mengapa… bisa terjadi, bagaimana hasilnya jika …, dan sebagainya. Dengan akomodasi, siswa mengubah konsep yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang ia hadapi.

Untuk lebih jelasnya, kegiatan metode pembelajaran Novick ini dapat dilihat pada Tabel 2.1. Pada tabel tersebut dijelaskan gambaran kegiatan guru dan siswa pada saat melaksanakan metode pembelajaran Novick.

(22)

No

. Fase Kegiatan Siswa Kegiatan Guru

1. Pertama,

exposing alternative frameworks (mengungkap konsepsi awal siswa)

1. Siswa memberikan pendapat untuk

menyelesaikan masalah yang diberikan dan menjelaskan hal apa yang mendasari

pendapat mereka dalam bentuk tulisan uraian. 2. Siswa melakukan

diskusi kelompok.

1. Menyajikan suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Menuntun siswa untuk melakukan diskusi kelompok.

2. Kedua, creating conceptual conflict

(menciptakan konflik konseptual)

1. Siswa mengerjakan LKS yang diberikan guru

2. Mendeskripsikan pendapat dalam bentuk tulisan.

3. Siswa mengutarakan pendapatnya dalam diskusi kelompok.

1. Menyajikan suatu permasalahan yang bisa menimbulkan konflik konseptual yang lebih

mendalam.

2. Membimbing siswa melakukan diskusi dalam mengerjakan LKS.

3. Ketiga,

encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif)

1. Siswa menjawab pertanyaan yang diajukan guru.

2. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya tentang konsep yang sedang dipelajari. 3. Siswa membuat

kesimpulan atas konsep yang dipelajari.

1. Guru memberikan pertanyaan yang bersifat menggali 2. Guru memberikan

penguatan konsep.

(Holipah, 2011: 18)

2.4 Materi Bangun Ruang Kubus dan Balok 2.4.1 Kubus

(23)

Gambar 2.1 kubus

Kubus merupakan bangun ruang yang terdiri dari persegi yang kongruen (sama besar). Sebuah kubus ABCD.EFGH memiliki unsur-unsur sebagai berikut.

1. Sisi / Bidang

Sisi kubus adalah bidang yang membatasi kubus. Dari Gambar diatas terlihat bahwa kubus memiliki 6 buah sisi yang semuanya berbentuk persegi, yaitu ABCD (sisi bawah), EFGH (sisi atas), ABFE (sisi depan), CDHG (sisi belakang), BCGF (sisi samping kiri), dan ADHE (sisi samping kanan).

2. Rusuk

Rusuk kubus adalah garis potong antara dua sisi bidang kubus dan terlihat seperti kerangka yang menyusun kubus. Kubus ABCD.EFGH memiliki 12 buah rusuk, yaitu AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG, dan DH.

3. Titik Sudut

(24)

unsur di atas, kubus juga memiliki diagonal. Diagonal pada kubus ada tiga, yaitu diagonal bidang, diagonal ruang, dan bidang diagonal.

4. Diagonal Bidang

Pada kubus tersebut terdapat garis AF yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu sisi/bidang. Ruas garis tersebut dinamakan sebagai diagonal bidang.

5. Diagonal Ruang

Pada kubus diatas, terdapat ruas garis HB yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang. Ruas garis tersebut disebut diagonal ruang.

6. Bidang Diagonal

Diagonal bidang AC dan EG beserta dua rusuk kubus yang sejajar, yaitu AE dan CG membentuk suatu bidang di dalam ruang kubus bidang ACGE pada kubus ABCD. Bidang ACGE disebut sebagai bidang diagonal.

b. Sifat-Sifat Kubus

Untuk memahami sifat-sifat kubus, bisa diperhatikan Gambar 8.6. Gambar tersebut menunjukkan kubus ABCD.EFGH yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Semua sisi kubus berbentuk persegi.

2. Semua rusuk kubus berukuran sama panjang.

3. Setiap diagonal bidang pada kubus memiliki ukuran yang sama panjang.

(25)

5. Setiap bidang diagonal pada kubus memiliki bentuk persegipanjang.

c. Jaring-Jaring Kubus

Apabila pada bagian tadi kita membuat jaring-jaring kubus dengan cara memotong kubus yang sudah jadi menurut rusuk-rusuknya, sekarang kita akan membuat jaring-jaring kubus. Enam buah persegi yang kongruen kalau disusun belum tentu merupakan jaring-jaring kubus. Susunan persegi tersebut merupakan jaring-jaring kubus apabila dilipat kembali keenam sisi kubus tepat tertutup oleh 6 buah persegi yang kongruen tersebut

Gambar 2.2 jaring-jaring kubus

d. Luas Permukaan Kubus

Untuk mencari luas permukaan kubus, kita akan menghitung luas jaring-jaring kubus yang berjumlah 6 buah persegi yang sama besar dan kongruen. Sehingga :

Luas permukaan kubus = luas jaring-jaring kubus = 6 x (u x u)

D B

(26)

= 6u2 Dimana:

u = panjang rusuk kubus

Jadi, luas permukaan kubus dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Luas permukaan kubus = 6u2

2.4.2 Balok

a. Pengertian Balok

Balok merupakan bangun ruang yang dapat terdiri dari persegi ataupun persegi panjang yang bangun tersebut sama dengan bangun didepannya.

Gambar 2.3 Balok 1. Sisi / Bidang

(27)

2. Rusuk

Sama seperti dengan kubus, balok ABCD.EFGH memiliki 12 rusuk. Rusuk-rusuk balok ABCD. EFGH adalah AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG, dan HD.

3. Titik Sudut

Balok ABCD.EFGH memiliki 8 titik sudut, yaitu A, B, C, D, E, F, G, dan H. Sama halnya dengan kubus, balok pun memiliki istilah diagonal bidang, diagonal ruang, dan bidang diagonal.

4. Diagonal Bidang

Ruas garis AC yang melintang antara dua titik sudut yang saling berhadapan pada satu bidang, yaitu titik sudut A dan titik sudut C, dinamakan diagonal bidang balok ABCD.EFGH.

5. Diagonal Ruang

Ruas garis CE yang menghubungkan dua titik sudut C dan E pada balok ABCD.EFGH disebut diagonal ruang balok tersebut. Jadi, diagonal ruang terbentuk dari ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan di dalam suatu bangun ruang.

b. Sifat-sifat Balok

Balok memiliki sifat yang hampir sama dengan kubus. Berikut ini akan diuraikan sifat-sifat balok.

1. Sisi-sisi balok berbentuk persegipanjang.

(28)

3. Setiap diagonal bidang pada sisi yang berhadapan memiliki ukuran sama panjang.

4. Setiap diagonal ruang pada balok memiliki ukuran sama panjang.

5. Setiap bidang diagonal pada balok memiliki bentuk persegipanjang.

c. Jaring-Jaring Balok

Sebuah balok apabila dipotong menurut rusuk-rusuknya kemudian tiap sisinya direntangkan akan membentuk jaring-jaring balok. Membuat Jaring-Jaring Balok dapat dilakukan sebagai berikut:

(29)

Gambar 2.4 jaring-jaring balok

d. Luas Permukaan Balok

Gambar 2.5 Balok Luas Persegi Panjang ABCD = AB x BC = p x l

Luas Luas Persegi Panjang ABFE = AB x BF = p x t

Luas Luas Persegi Panjang ADHE = AD x AE = l x t

Luas Permukaan balok = 2 Luas ABCD + 2 Luas ABFE + 2 Luas ADHE

= 2p.l + 2 p.t + 2 l.t

(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian adalah penelitian kuantitatif. Menurut Arikunto (2010: 27), “Penelitian kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan eksperimen. Penelitian dengan pendekatan eksperimen adalah suatu

(31)

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian yaitu SMP Negeri 2 Peukan Baro Kabupaten Pidie Tahun Pelajaran 2013/2014. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 s/ 30 April 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti dalam suatu penelitian. Penetapan suatu objek penelitian merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan, karena penelitian itu sendiri bertujuan untuk mengambil kesimpulan objek secara keseluruhan. Arikunto (2010: 173) menyatakan bahwa “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 115 siswa.

(32)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data tentang prestasi belajar siswa pada materi kubus dan balok, penulis memberikan soal tes. Tes merupakan alat ukur yang sering digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa mencapai kompetensi. Tes yang digunakan disesuaikan dengan kurikulum dan tujuan yang ingin dicapai, dapat diambil dari buku paket SMP sehingga tidak perlu diujicobakan lagi karena sudah memenuhi validitas isi.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes akhir (Post test). Post

test adalah tes yang digunakan untuk mengukur apakah siswa telah menguasai

kompetensi tertentu seperti yang dirumuskan dalam indikator hasil belajar. Soal tes yang akan diberikan adalah sama untuk kedua kelas yang jadi sampel. Nilai yang didapat dari tes inilah yang diambil sebagai data. Tes akan disusun dalam bentuk objektif berupa soal essay berstruktur sebanyak 5 (lima) soal dengan skor masing-masing soal 20 sehingga skor maksimal 100.

3.5. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh penulis mengolah data dan menganalisa serta mengambil kesimpulan yang berkenaan dengan data tersebut, kemudian data yang didapatkan dari penelitian akan diuji dengan uji statistik-t pada taraf signifikan 5% sebelum data diuji terlebih dahulu diuji persyaratan analisa yaitu memerlukan rata-rata dan standar deviasi.

Menurut Sudjana (2005 : 67) Rata-rata hitung dengan menggunakan rumus:

x=

fi xi

fi
(33)

s

2

=

n

f

i

x

i

− (

f

i

x

i

)

2

n

(

n

1

)

Keterangan:

x

= Nilai rata-rata siswa

fi = Frekuensi kelas interval data (nilai)

xi = Nilai tengah hasil tes n = Banyaknya data s = Standar deviasi s2 = Varians

Selanjutnya untuk menguji normalitas data digunakan statistik uji Lilliefors seperti yang dikemukakan Sudjana (2005 : 466) adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis

Ho : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

2. Prosedur

a) x1, x2, x3, …, xn dijadikan bilangan baku z1, z2, z3, …, zn dengan rumus :

z

i =

xi

x

S

, dimana :

z

i = bilangan baku

x

= rata-rata

S = simpangan baku sampel

b) Data dari sampel tersebut diurutkan dari skor terendah ke skor tertinggi. c) Dengan data distribusi normal baku, dihitung peluang :

F

(

zi

)

=p

(

ziz

)

(34)

S

(

zi

)

=

banyak z1, z2,. . ., zn yangzi n

e) Menghitung selisih F (zi) – S (zi) dan menentukan harga mutlaknya f) Mengambil harga yang terbesar di antara harga mutlak selisih tersebut g) Kesimpulan

(1) Jika L0 ≤ Ltabel maka H0 diterima berarti distribusi sebaran normal

(2) Jika L0 > Ltabel maka H0 + ditolak berarti distribusi sebaran data tidak normal

Untuk pengujian homogenitas varians, menurut Sudjana (2005 : 250) digunakan

rumus: F =

varians terbesar varians terkecil

Homogenitas varians akan diuji dengan menggunakan uji pihak kanan. Perumusan hipotesis Ho dan hipotesis tandingan H1 untuk pihak kanan adalah:

Ho : σ1 2

σ22 ; kedua varians homogen

H1 : σ1 2

> σ22 ; kedua varians tidak homogen

Kriteria pengujian adalah tolak Ho jika

FFα(n

1−1,n2−1) dan terima Ho dalam

hal lainnya.

Adapun langkah terakhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (2005 : 239) yaitu:

t= x1−x2

s

1 n1 +

1 n2

(35)

x

1 = Rata-rata hitung kelas eksperimen

x2 = Rata-rata hitung kelas kontrol n1 = Jumlah kelompok eksperimen n2 = Jumlah kelompok kontrol s = Simpangan baku gabungan

Kriteria pengujiannya adalah terima Ho jika

jika −t 1−1

2α

<t<t 1−1

2α dan tolak Ho dalam hal lainnya, dengan dk = n1+ n2−2 dan α = taraf nyata.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis mengadakan tes. Soal tes diberikan kepada kelas eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan metode Novick dan kelas kontrol yang diajarkan bukan dengan metode Novick. Tes yang diberikan berupa tes akhir (setelah perlakuan) dalam bidang studi matematika pada materi kubus dan balok.

Adapun perincian nilai tes dari masing-masing kelompok adalah sebagai berikut: 1. Nilai tes kelompok eksperimen (kelas VIII-1)

(36)

45 88 62 90 55 90 74 60 60 85

50 71 84 70 75 41

2. Nilai tes kelompok kontrol (kelas VIII-2)

65 60 64 80 80 35 72 63 45 24

46 37 35 59 80 56 55 60 38 64

70 64 29 72 26

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Pengolahan Data Tes Kelas Eksperimen

Data yang didapat kemudian diolah dengan mengurutkan terlebih dahulu dari data terkecil sampai data yang paling besar. Data yang sudah diurutkan adalah sebagai berikut:

30 40 41 45 50 55 60 60 62 63

70 70 71 74 75 80 82 83 84 85

88 90 90 93 93 94

[image:36.610.129.487.106.280.2]

Kemudian data yang sudah terurut dimasukkan dalam tabel seperti berikut untuk dicari rata-rata dan simpangan bakunya.

Tabel 4.1. Daftar distribusi frekuensi dari nilai tes kelas eksperimen

xi fi xi2 fi xi fi xi2

(37)

63 70 71 74 75 80 82 83 84 85 88 90 93 94 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 3969 4900 5041 5476 5625 6400 6724 6889 7056 7225 7744 8100 8649 8836 63 140 71 74 75 80 82 83 84 85 88 180 186 94 3969 9800 5041 5476 5625 6400 6724 6889 7056 7225 7744 16200 17298 8836

Jumlah 26 1828 137068

Berdasarkan daftar distribusi tersebut diperoleh rata-rata sebagai berikut:

x¿ =

fi xi

fi

x¿ = 1828

26

x

¿

=

70

,

31

Varians dan simpangan bakunya adalah:

s2 = n

fi xi2 − (

fi xi) 2

n (n−1)

s

12

=

26

(

137068

) − (

1828

)

2

26

(

26

1

)

s

12 =

3563768−3341584 650

s

12 =

(38)

s

12 = 341,82

s1 = 18,49

Varians adalah

s

12 = 341,82 sedangkan simpangan bakunya s1 = 18,49

4.2.2 Pengolahan Data Tes Kelas Kontrol

Data yang sudah diurutkan adalah sebagai berikut:

24 26 29 35 35 37 38 45 46 55

56 59 60 60 63 64 64 64 65 70

72 72 80 80 80

[image:38.610.116.492.428.754.2]

Kemudian data yang sudah terurut dimasukkan dalam tabel seperti berikut untuk dicari rata-rata dan simpangan bakunya.

Tabel 4.2. Daftar distribusi frekuensi dari nilai tes kelas kontrol

xi fi xi2 fi xi fi xi2

(39)

70 72 80 1 2 3 4900 5184 6400 70 144 240 4900 10368 19200

Jumlah 25 1379 83289

Berdasarkan daftar distribusi tersebut diperoleh rata-rata sebagai berikut:

x¿ =

fi xi

fi

x¿ = 1379

25

x

¿

=

55

,

16

Varians dan simpangan bakunya adalah:

s2 = n

fi xi2 − (

fi xi) 2

n (n−1)

s

22

=

25

(

83289

) − (

1379

)

2

25

(

25

1

)

s

22

=

2082225

1901641

25

(

25

1

)

s

22 =

180584 600

s

22 = 300,97

Varians adalah s22 =300,97 sedangkan simpangan bakunya s2 = 17,35

Sebelum data dianalisis dengan menggunakan uji-t, maka terlebih dahulu data masing-masing kelompok harus memenuhi syarat normalitas dan homogenitas varians.

(40)

Pengujian syarat tersebut dilakukan proses perhitungan berdasarkan data nilai tes dari masing-masing kelompok.

4.2.3 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data masing-masing kelompok dalam penelitian ini berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.

Hipotesis yang akan diuji adalah: Ho : data berdistribusi normal

Ha : data berdistribusi tidak normal

Dengan kriteria pengujian terima Ho jika L0 ¿ L(α)(n), dan dalam hal lain Ho ditolak.

4.2.3.1 Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen

Berdasarkan perhitungan sebelumnya, untuk data tes siswa kelas eksperimen

diperoleh

x

¿

=

70

,

31

dan s = 18,49. Selanjutnya data yang telah diurutkan (x1, x2, x3,

…, xn) dijadikan bilangan baku (z1, z2, z3,…,zn)dengan rumus Ζ score

=xix

s . Dari x1 = 30, didapat z1 = -2,18. Kemudian dihitung peluang F(z1) = P(zi > z) yang dapat dilihat dari tabel distribusi kurva normal standar Z. untuk z1 = -2,18 didapat F(z1) = 0,0146. Setelah didapat F(z1), langkah selanjutnya adalah menghitung proporsi S(z1)

dengan rumus S(z)=f kum

(41)
[image:41.610.120.541.189.760.2]

didapat hasil |0,01460,0385| = 0,0239. Jika dengan perhitungan yang sama dilakukan untuk data selanjutnya, didapat hasil seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3. Uji normalitas dari nilai tes siswa kelas eksperimen dengan uji Lilliefors No Nilai(Xi) f kum Zi F (Zi) S (Zi) |F (Zi) – S(Zi)|

1

30

1 -2,18 0,0146 0,0385 0,0239

2

40

2 -1,64 0,0505 0,0769 0,0264

3

41

3 -1,59 0,0559 0,1154 0,0595

4

45

4 -1,37 0,0853 0,1538 0,0685

5

50

5 -1,10 0,1357 0,1923 0,0566

6

55

6 -0,83 0,2033 0,2308 0,0275

7

60

8 -0,56 0,2877 0,3077 0,0200

8

60

9

62

9 -0,45 0,3264 0,3462 0,0198

10

63

10 -0,40 0,3446 0,3846 0,0400

11

70

12 -0,02 0,4920 0,4615 0,0305

12

(42)

13

71

13 0,04 0,5160 0,5000 0,0160

14

74

14 0,20 0,5793 0,5385 0,0408

15

75

15 0,25 0,5987 0,5769 0,0218

16

80

16 0,52 0,6985 0,6154 0,0831

17

82

17 0,63 0,7357 0,6538 0,0819

No Nilai(Xi) f kum Zi F (Zi) S (Zi) |F (Zi) – S(Zi)|

18

83

18 0,69 0,7549 0,6923 0,0626

19

84

19 0,74 0,7706 0,7308 0,0398

20

85

20 0,79 0,7852 0,7692 0,0160

21

88

21 0,96 0,8315 0,8077 0,0238

22

90

23 1,06 0,8554 0,8846 0,0292

23

90

24

93

25 1,23 0,8907 0,9615 0,0708

25

93

26

94

(43)

Berdasarkan tabel tersebut di atas, diketahui harga Lhitung = 0,1003 karena 0,1003 adalah nilai |F (Zi) – S(Zi)| yang paling besar. Kemudian diperoleh bahwa harga L tabel (Lt ) dengan  = 5% dan N = 26 adalah Lt (0,05; 26) = 0,173. Adapun yang menjadi hipotesis Ho adalah data sampel sebarannya mengikuti distribusi normal. Dengan kriteria pengujiannya adalah terima Ho jika Lhitung ≤ Ltabel dengan α = 0,05 sebagai taraf nyata untuk pengujian. Dengan demikian, karena Lhitung = 0,1003 < Lt (0,05; 26) = 0,173, maka dapat disimpulkan bahwa data tes siswa kelas eksperimen sebarannya mengikuti distribusi normal.

4.2.3.2 Uji Normalitas Data Kelas kontrol

Berdasarkan perhitungan sebelumnya, untuk data tes siswa kelas kontrol

diperoleh

x

¿

[image:43.610.121.543.503.765.2]

=

55

,

16

dan

s

=

17

,

35

Tabel 4.4. Uji normalitas dari nilai tes siswa kelas kontrol dengan uji Lilliefors

No Nilai(Xi) f kum Zi F (Zi) S (Zi) |F (Zi) – S(Zi)|

1

24

1 -1,80 0,0359 0,0400 0,0041

2

26

2 -1,68 0,0465 0,0800 0,0335

3

29

3 -1,51 0,0655 0,1200 0,0545

4

35

4 -1,16 0,1230 0,1600 0,0370

5

(44)

6

37

6 -1,05 0,1469 0,2400 0,0931

7

38

7 -0,99 0,1611 0,2800 0,1189

8

45

8 -0,59 0,2776 0,3200 0,0424

No Nilai(Xi) f kum Zi F (Zi) S (Zi) |F (Zi) – S(Zi)|

9

46

9 -0,53 0,2981 0,3600 0,0619

10

55

10 -0,01 0,4960 0,4000 0,0960

11

56

11 0,05 0,5199 0,4400 0,0799

12

59

12 0,22 0,5871 0,4800 0,1071

13

60

14 0,28 0,6103 0,5600 0,0503

14

60

15

63

15 0,45 0,6736 0,6000 0,0736

16

64

18 0,51 0,6950 0,7200 0,0250

17

64

18

64

19

65

(45)

20

70

20 0,86 0,8051 0,8000 0,0051

21

72

22 0,97 0,8340 0,8800 0,0460

22

72

23

80

25 1,43 0,9236 1 0,0764

24

80

25

80

Berdasarkan tabel tersebut di atas, diketahui harga Lhitung = 0,1189 karena 0,1189 adalah nilai |F (Zi) – S(Zi)| yang paling besar. Kemudian diperoleh bahwa harga L tabel (Lt ) dengan  = 5% dan N = 25 adalah Lt (0,05; 25) = 0,173. Adapun yang menjadi hipotesis Ho adalah data sampel sebarannya mengikuti distribusi normal. Dengan kriteria pengujiannya adalah terima Ho jika Lhitung ≤ Ltabel dengan α = 0,05 sebagai taraf nyata untuk pengujian. Dengan demikian, karena Lhitung = 0,1189 < Lt (0,05; 25) = 0,173, maka dapat disimpulkan bahwa data tes siswa kelas kontrol sebarannya mengikuti distribusi normal.

4.2.4 Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas berguna untuk mengetahui sampel dari penelitian ini berasal dari populasi yang sama, sehingga generalisasi dari hasil penelitian ini hasilnya berlaku bagi populasi.

(46)

Ho : σ1 2

σ22 ; kedua varians homogen

Ha : σ1 2

> σ22 ; kedua varians tidak homogen

Kriteria pengujian adalah tolak Ho jika

FFα(n

1−1,n2−1) dan terima Ho dalam hal

lainnya.

Rumus yang digunakan adalah rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (2005:250) yaitu:

F

=

Varians terbesar

Varians terkecil

Dari perhitungan sebelumnya diperoleh varians terbesar = 381,42 dan varians terkecil = 300,97

Maka F =

381

,

42

300

,

97

=

1,27

Dari tabel distribusi F diperoleh F0,05 (25,24) = 1,98. Karena Fhitung < Ftabel yaitu 1,27 < 1,98, maka Ho diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa varians-varians data tes kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang sama.

4.3 Tinjauan Terhadap Hipotesis Hipotesis yang akan diuji adalah:

Ho : Prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan metode pembelajaran Novick sama dengan siswa yang tidak diajarkan dengan metode pembelajaran Novick pada materi kubus dan balok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro. Ha : Prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan metode pembelajaran Novick lebih

(47)

Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan dk = (n1 + n2 – 2) = 49. Kriteria pengujiannya adalah terima Ho jika

t 1−1

2α

<t<t 1−1

2α dan tolak H

o dalam hal lainnya, dengan dk = n1+n2−2 dan α = taraf nyata, dengan menggunakan uji-t yang rumusnya sebagai berikut:

t= x1−x2

s

1 n1 +

1 n2

Dengan:

s2=

(

n1−1

)

s

12+

(

n2−1

)

s12

n1+n2−2

Dari perhitungan sebelumnya diperoleh nilai mean dan varians pada masing-masing kelas yaitu:

x¿1=70,31 dan s12= 381,42 x¿2=55,16 dan s22= 300,97 Sehingga nilai s2 diperoleh:

s

2

=

(

26

1

)

381

,

42

+ (

25

1

)

300

,

97

26

+

25

2

s2= 9535,5+7223,28

49

s2= 16758,78

49

s

2

=

342

,

02

(48)

Untuk s = 18,49 maka nilai t diperoleh: t =70.31− 55.16

18,49

1 26 +

1 25

t

=

15

,

15

5,18

t

=

2,92

Pada taraf signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan dk = (n1 + n2 - 2) = (26 + 25 – 2) = 49, maka dari daftar distribusi t dengan peluang 0,975 dan dk = 49 diperoleh t0,975 (49) = 2,01 (ttabel).

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh thitung = 2,92. Karena thitung > ttabel yaitu 2,92 > 2,01 sehingga Ho ditolak dengan demikian Ha diterima dengan taraf signifikan

α = 0,05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan metode pembelajaran Novick lebih baik dari pada siswa yang tidak diajarkan dengan metode pembelajaran Novick pada materi kubus dan balok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro.

4.4 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, penulis mencoba untuk mengadakan suatu analisis terhadap penelitian tentang penerapan metode Novick untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro tahun ajaran 2013/2014 pada materi kubus dan balok.

(49)

parametrik yaitu uji-t. Sedangkan jika data tidak normal atau variansnya tidak homogen, maka untuk pengujian hipotesisnya dilakukan dengan statistik nonparametrik. Setelah dilakukan pengujian normalitas sebaran data dan homogenitas variansnya, ternyata data menyebar secara normal dan variansnya homogen, sehingga untuk pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan uji-t.

Kalau ditinjau menurut teori, gagasan utama dari metode Novick adalah proses perubahan konseptual dari pengetahuan awal siswa pada proses pembelajaran. Proses perubahan konseptual terjadi melalui akomodasi kognitif dan pembelajaran untuk perubahan konseptual ini terutama melibatkan penggalian konsep awal siswa pada peristiwa tertentu dan penggunaan cara-cara untuk membantu para siswa mengubah konsep mereka yang kurang tepat sehingga mereka mendapat suatu konsep baru yang lebih ilmiah.

(50)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan hasil pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan pada data penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan metode Novick dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro pada materi kubus dan balok.

2. Prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan metode Novick lebih baik dari pada siswa yang tidak diajarkan dengan metode Novick pada materi kubus dan balok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Peukan Baro.

3. Keunggulan metode Novickadalah melibatkan penggalian konsep awal siswa pada peristiwa tertentu dan penggunaan cara-cara untuk membantu para siswa mengubah konsep mereka yang kurang tepat sehingga mereka mendapat suatu konsep baru yang lebih ilmiah.

5.2. Saran-saran

Saran-saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada guru dalam mengajar dapat menggunakan metode Novick,

karena dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Gambar

Gambar 2.1 kubus
Gambar 2.2 jaring-jaring kubus
Gambar 2.3 Balok
Gambar 2.4 jaring-jaring balok
+5

Referensi

Dokumen terkait

peneliti akan mengangkat judul penelitian “ Penerapan Model Pembelajaran Novick Berbantuan Multimedia Untuk Meningkatkan Pemahaman Teknologi Informasi Dan Komunikasi

menyarankan hal sebagai berikut: (1) Guru sebaiknya memberikan bimbingan kepada siswa baik secara kelompok maupun individu, sehingga siswa lebih termotivasi dalam belajar, (2)

Penelitian dengan judul pengaruh model pembelajaran Novick terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa kelas XI MIA pada pembelajaran biologi di SMA Negeri 2 Purwokerto

Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kelemahan yang ada pada penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1) Penerapan model pembelajaran Novick

Sikap positif siswa ini merupakan awal yang baik untuk menerapkan model pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, yang berkaitan

Harga DQM ini diinterpertasikan secara kualitatif berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Hake (1998: 65), menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Novick

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu 1 rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan model konstruktivis novick dengan media edutainment lebih besar dari rata-rata hasil belajar

Hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran ROPES disertai Sepak Bola Verbal lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada