• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER DENGAN PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY PADA SISWA SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER DENGAN PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY PADA SISWA SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012/2013"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER DENGAN PEMBELAJARAN TWO STAY TWO

STRAY PADA SISWA SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012/2013

Oleh Putri Yulianti

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah perbedaan hasil belajar ekonomi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan model

pembelajaran manakah yang lebih efektif antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada mata pelajaran ekonomi. Metode eksperimen yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (Quasi Eksperimen). Desain penelitian yang digunakan adalah pola non-equifalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Neegeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari tujuh kelas dengan jumlah siswa sebanyak 265 siswa. Teknik pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling dan diperoleh kelas X1 dan X2 sebagai sampel. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui observasi, dokumentasi, dan tes hasil belajar. Pengujian hipotesis dianalisis dengan

menggunakan Independent Samples Test. Hasil analisis menunjukan bahwa (1) ada perbedaan hasil belajar ekonomi antar model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS, (2) Model pembelajaran kooperatif tipe NHT penggunaannya lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada mata pelajaran ekonomi.

(2)

STUDI PERBANDINGAN PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER DENGAN PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY PADA SISWA SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012/2013

Oleh :

PUTRI YULIANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

Judul Skripsi : STUDI PERBANDINGAN PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER DENGAN PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY PADA SISWA SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012/2013

Nama : Putri Yulianti

Nomor Pokok Mahasiswa : 0913031016

Program Studi : Pendidikan Ekonomi

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Gunawan S, S.Pd., S.E., M.M. Drs. Yon Rizal, M.Si.

NIP. 19600808 198603 1 003 NIP. 19600818 198603 1 005

2. Mengetahui

Ketua Jurusan Ketua Program Studi

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Ekonomi,

Drs. Buchori Asyik, M.Si. Drs. Nurdin, M.Si.

(4)

1.

Tim Penguji

Ketua : Dr. R. Gunawan S, S.Pd., S.E., M.M. ...

Sekertaris : Drs. Yon Rizal, M.Si. ...

Penguji Bukan

Pembimbing : Drs. Hi. Nurdin, M.Si. ...

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 19600315 198503 1003

(5)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMPUNG

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Jl. Soemantri Brojonegoro No. 01 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145

Telp. (0721) 704624 Faximile (0721) 7046

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, adalah: 1. Nama : Putri Yulianti

2. NPM : 0913031016

3. Program Studi : Pendidikan Ekonomi

4. Alamat : Jl. Hi. Agus Salim Gg. Mangga Dua No. 6 Kelurahan Kelapa III, Bandar Lampung

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Mei 2013 Yang Membuat Pernyataan

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 24 Juli 1991 dengan nama lengkap Putri Yulianti. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putri dari pasangan Bapak Sabri Nake dan Ibu Fatmawati.

Pendidikan formal yang diselesaikan penulis yaitu.

1. TK Aisyiah Bustanul Athfal II Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1997

2. SD Negeri 4 Sukajawa Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2003 3. SMP Negeri 25 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006

4. SMA Negeri 3 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, ku persembahkan karya kecilku ini teruntuk:  Kedua Orang tuaku yang senantiasa mencintai, menyayangi, dan

mendoakanku, serta rela bekerja keras dan mengorbankan segalanya untukku dan adik-adikku.

 Keluarga besarku yang selalu memberikan semangat, keceriaan dan dukungan untuk keberhasilanku sampai saat ini.

 Para pendidik yang selama ini membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat.

(8)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS ... 17

A. Tinjauan Pustaka ... 17

1. Belajar dan Hasil Belajar ... 17

2. Pembelajaran Kooperatif ... 21

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) ... 27

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) ... 30

(9)

Halaman

1. Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 3 Bandar Lampung ... 57

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Ulangan Mid Semester Ganjil Siswa Kelas X SMA

Negeri 3 Bandar Lampung TP 2012/2013…………... 3

2. Prosedur Penskoran Untuk Kelompok Kooperatif ... .. 22

3. Skala Penskoran Kelompok ... .. 22

4. Definisi Operasional Variabel ... .. 46

5. Tingkatan Besarnya Reliabel……….. ... .. 50

6. Pejabat Kepal SMA Negeri 3 Bandar Lampung ... .. 58

7. Keadaan Gedung SMA Negeri 3 Bandar Lampung ... .. 60

8. Jumlah Peserta Didik Tahun Pelajaran 2012/2013 ... .. 61

9. Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Kelas NHT ... .. 63

10.Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelas NHT ... .. 65

11.Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Kelas TSTS ... .. 67

12.Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelas TSTS ... .. 68

13.Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelas NHT ... .. 70

14.Hasil Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelas NHT ... .. 71

15.Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelas TSTS ... .. 72

16.Hasil Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelas TSTS ... .. 73

17.Uji Homogenitas Pretest ... .. 75

(11)
(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Kunjungan Siswa Tunggal dan Tamu………. 31

2. Kerangka Pikir Penelitian………... 39

3. Diagram Hasil Pretest Kelas NHT………... 64

4. Diagram Hasil Posttest Kelas NHT………... 65

5. Diagram Hasil Pretest Kelas TSTS……….... 67

6. Diagram Hasil Posttest Kelas TSTS………... 69

7. Kurva Normal Q-Q Plot Hasil Pretest Kelas NHT………... 71

8. Kurva Normal Q-Q Plot Hasil Posttest Kelas NHT……….. 72

9. Kurva Normal Q-Q Plot Hasil Pretest Kelas TSTS……….. 73

10.Kurva Normal Q-Q Plot Hasil Pretest Kelas TSTS……….. 74

(13)

I. PENDAHULUAN

Bagian ini akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan hal-hal tersebut secara rinci akan dikemukakan berikut ini.

A. Latar Belakang Masalah

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan pada zaman sekarang ini adalah mutlak diperlukan oleh setiap manusia. Karena melalui pendidikan akan tercipta generasi penerus bangsa yang memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang demi kelangsungan hidupnya di masa depan. Melalui pendidikan juga akan tercipta manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, produktif, serta memiliki rasa tanguung jawab yang tinggi.

(14)

mutu pendidikan dapat dilihat dari keberhasilan dalam mencapai ketuntasan hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah, baik di ranah kognitif maupun ranah lainnya. Berhasil tidaknya pencapaian ketuntasan hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar mengajar di sekolah berlangsung. Proses pembelajaran yang baik dapat terjadi apabila didukung oleh perencanaan pembelajaran yang matang sebelum dilakukannya kegiatan pembelajaran, seperti mempersiapkan perangkat pembelajaran, pemilihan strategi mengajar yang tepat, penggunaan media yang sesuai, penggunaan model pembelajaran, hingga melakukan evaluasi pembelajaran. Dilakukannya perencanaan pembelajaran yang matang diharapkan dapat mempermudah siswa dalam menerima pembelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan demikian hasil belajar yang diperoleh siswa menjadi baik pula.

Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar yang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Slameto (2010: 54), faktor internal adalah faktor yang ada di dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar individu. Faktor internal mencakup faktor

kesehatan, intelegensi, minat, bakat, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal mencakup faktor keluarga, metode mengajar guru, fasilitas sekolah,

kurikulum, disiplin sekolah, dan lain-lain.

(15)

prasarana pendidikan di sekolah. Namun, pada kenyataannya dari berbagai upaya tersebut belum dapat dirasakan peningkatan kualitas mutu pendidikan yang merata di Indonesia. Kondisi yang tidak jauh berbeda terlihat di SMA Negeri 3 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan melalui observasi dan wawancara dengan pihak sekolah di sana, diperoleh data hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi siswa kelas X yang tercatat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Ulangan Mid Semester Ganjil Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandar Lampung TP 2012/2013

No Kelas Interval Nilai Jumlah

Sumber: Guru mata pelajaran ekonomi SMA N 3 Bandar Lampung

(16)

Rendahnya hasil belajar ekonomi pada siswa kelas X diduga disebabkan oleh beberapa faktor. Dilihat dari keadaan gedungnya yang baru saja selesai di renovasi, gedung SMA Negeri 3 Bandar Lampung sudah dapat dikatakan baik dan memadai. Terlihat dari lengkapnya fasilitas yang dapat mendukung pembelajaran, seperti 23 ruang kelas yang bersih dan nyaman, satu ruang perpustakaan, satu ruang laboratorium komputer, satu ruang laboratorium bahasa, satu ruang laboratorium fisika, satu ruang laboratorium biologi, lapangan olahraga, dan fasilitas untuk mengakses internet seperti WiFi, serta tersedia pula alat pembelajaran seperti 2 unit LCD dan 2 unit OHP. Berbagai fasilitas lengkap yang tersedia itu diharapkan dapat mendukung proses belajar mengajar yang baik sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yang baik pula. Ini sesuai dengan pernyataan Slameto (2010: 69), bahwa alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju. Namun, pada kenyataannya fasilitas lengkap yang tersedia di SMA Negeri 3 Bandar Lampung tidak berhasil dimanfaatkan secara maksimal oleh guru maupun siswa, sehingga proses belajar tidak berjalan dengan baik seperti yang diharapkan. Dalam kegiatan pembelajarannya guru tidak pernah menggunakan alat penunjang kegiatan pembelajaran seperti LCD maupun OHP. Padahal penggunaan alat pembelajaran seperti LCD dan OHP dapat menarik minat siswa untuk lebih memperhatikan materi pelajaran yang guru sampaikan.

(17)

Para siswa jarang mengajukan pertanyaan, walaupun guru sering meminta agar siswa bertanya jika ada hal-hal yang belum jelas, dan kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal di depan kelas menyebabkan suasana pembelajaran menjadi pasif. Tercatat dari 30-40 jumlah siswa yang berada dalam satu kelas, hanya 2-4 siswa saja yang aktif dalam proses

pembelajaran. Hal ini menunjukan bahwa keaktifan siswa dan aktivitas belajar di kelas dalam pembelajaran ekonomi masih tergolong sangat rendah. Padahal guru mengharapkan lebih banyak lagi siswa yang aktif, baik dalam bertanya maupun menjawab soal yang diberikan oleh guru. Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran menunjukan tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru.

Berdasarkan uraian di atas, rendahnya keaktifan dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran diduga dipengaruhi oleh metode mengajar yang

(18)

Salah satu metode mengajar yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran di mana siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan dan memecahkan soal-soal diskusi demi mencapai tujuan bersama.

Ini sesuai dengan pernyataan Etin dan Raharjo (2007: 4), yang mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam suatu kelompok kecil secara

kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2-5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya, dikatakan pula,

keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individu maupun secara kelompok.

Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif diharapkan terjadi peningkatan aktivitas belajar dikelas, siswa menjadi aktif dan mampu berfikir secara kritis dan kreatif dalam memecahkan persoalan berkaitan dengan materi yang diberikan oleh guru. Selain itu, siswa juga diharapkan mampu

bekerjasama dan berinteraksi dengan baik dengan teman-temannya di kelas.

(19)

kelas. Hanya beberapa guru saja termasuk guru mata pelajaran ekonomi yang mengaku pernah menerapkannya, namun tidak berjalan dengan efektif. Hal ini dikarenakan kemampuan guru dalam mengonsep kegiatan pembelajaran yang kurang kreatif dan terbatas. Sehingga dalam kegiatan pembelajaran guru kembali lagi kepada metode pembelajaran konvensional atau dengan metode yang biasa dan lazim digunakan oleh para pengajar sejak zaman dahulu yaitu metode ceramah yang kurang menarik bagi siswa. Metode tersebut merupakan metode lama karena pembelajaran berpusat pada guru dan komunikasi yang terjadi hanya satu arah, yaitu dari guru ke peserta didik. Hal ini menyebabkan siswa cenderung pasif dan lebih mudah jenuh. Tidak jarang guru hanya menyuruh siswa untuk mengerjakan LKS kemudian dikumpulkan.

Inovasi dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan keaktifan siswa adalah dengan memerintahkan siswa untuk membaca buku terlebih dahulu beberapa menit tentang materi yang akan dibahas kemudian guru menanyakan informasi apa yang didapat dari kegiatan tersebut. Namun, masih terdapat kelemahan pada metode pembelajaran ini. Tidak adanya kontrol terhadap siswa, menyebabkan tidak semua siswa melaksanakan kegiatan yang dipertintahkan oleh guru tersebut. Hanya

sebagian kecil saja bahkan hanya siswa tertentu saja yang berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Metode belajar kelompok menjadi salah satu variasi lain yang sering

(20)

berdasarkan urutan absen, urutan tempat duduk, atau bahkan siswa-siswa itu sendiri yang menentukan anggota kelompoknya. Tentunya pembagian kelompok dengan cara seperti ini tidaklah tepat, karena bisa saja dalam satu kelompok seluruh anggotanya adalah siswa-siswa yang pandai atau

sebaliknya, atau dalam satu kelompok seluruh anggotanya adalah perempuan atau sebaliknya, dan bahkan dalam satu kelompok seluruh anggotanya merupakan teman dekat atau teman sepermainan saja. Pengelompokan siswa seperti ini tidaklah tepat, karena tidak dapat memacu proses berpikir siswa dan juga interaksi siswa dengan siswa lain tidak terjalin dengan baik. Selain mengenai pembagian kelompok, siswa juga mengalami kebingungan karena setelah berkumpul dalam kelompoknya, mereka diberi tugas berupa soal oleh guru untuk didiskusikan dan dikerjakan tanpa ada bimbingan dan pengarahan dari guru.

(21)

Pembelajaran kooperatif bergantung pada efektivitas kelompok-kelompok siswa tersebut. Dalam pembelajaran ini, guru diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif dengan berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajarn teman-teman satu kelompoknya. Masing-masing kelompok bertanggung jawab mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman-teman satu anggota untuk mempelajarinya juga. Singkatnya, pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan kelompok yang terdiri dari empat siswa dengan kemampuan akademis, jenis kelamin, serta suku dan ras yang berbeda-beda jika memungkinkan. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir dan berinteraksi serta menciptakan pembelajaran yang lebih menyenangkan.

(22)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk membandingkan hasil belajar ekonomi siswa kelas X di SMA Negeri 3 Bandar Lampung dengan menerapkan dua model pembelajaran kooperatif yaitu tipe Numbered Heads Together (NHT) dan tipe Two Stay Two Stray (TSTS) pada dua kelas. Pemilihan kedua model pembelajaran tersebut karena dianggap mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi.

Pada dasarnya semua pembelajaran kooperatif menitikberatkan pada aktivitas siswa, termasuk tipe Numbered Heads Together (NHT) dan tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Pada dasarnya NHT merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Namun ada yang membedakan, NHT adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa secara optimal melalui kegiatan diskusi kelompok dan presentasi individu. Ini terlihat dari lngkah-langkah pembelajarannya yang dikemukakan oleh Huda (2011: 138) berikut ini.

1. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.

2. Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

4. Guru memanggil salah satu nomor tanpa memberitahu terlebih dahulu nomor berapa yang akan dipanggil. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

(23)

siswa untuk memahami materi dan mengerjakan soal dengan

sungguh-sungguh. Guru menunjuk seorang siswa untuk mewakili kelompoknya dengan cara memanggil salah satu nomor tanpa memberi tahu terlebih dahulu nomor berapa yang akan dipanggil. Oleh karena itu, semua anggota kelompok harus mengetahui jawaban dari soal diskusi mereka. Apabila anggota kelompok dengan nomor yang dipanggil oleh guru mampu memberikan jawaban dengan benar maka nilai kelompok mereka pun menjadi baik. Cara ini menjamin keterlibatan semua siswa dan juga individual dalam diskusi kelompok sehingga dapat memacu semua anggota kelompok untuk memahami setiap materi, dan mengerjakan soal dengan sungguh-sungguh. Siswa yang lebih pandai akan memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan anggota

kelompoknya yang lain sampai mengerti. Sedangkan siswa lainnya juga memiliki rasa tanggung jawab untuk bisa memahami jawaban dari soal diskusi kelompoknya. Tidak hanya itu, siswa dengan kemampuan yang rendah akan memperoleh rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi ketika dia berhasil memberikan jawaban dengan benar. Dengan pembelajaran seperti ini

diharapkan semua siswa dapat memahami materi dengan baik sehingga hasil belajar mereka pun akan meningkat.

Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe Two Stray Two Stay yang dikembangkan oleh Spencer Kagan. Menurut Huda (2011: 140) Model

(24)

1. Siswa dibagi dalam kelompok yang beranggotakan empat orang. 2. Siswa bekerjasama dalam kelompok berempat sebagaimana biasa. 3. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan

dikerjakan bersama.

4. Setelah selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kepada kedua anggota kelompok lain.

5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas mensharing informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka.

6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain.

7. Setiap kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua.

Berbeda dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT, pada pembelajaran kooperatif tipe TSTS siswa tidak hanya berdiskusi di dalam kelompoknya, tetapi diperbolehkan untuk berdiskusi dengan kelompok lain. Cara ini dapat memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling

melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok, sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.

(25)

sekelompoknya ataupun tamunya, dan juga siswa dapat belajar menjadi pendengar yang baik. Dengan struktur pembelajaran seperti ini, maka semua siswa terlibat secara aktif, pemebelajaran yang berlangsung berpusat pada siswa sedangkan guru hanya sebagai fasilitator, dan juga terdapat pembagian tugas yang jelas dalam kelompok.

Berkaitan dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Studi Perbandingan

Pembelajaran Numbered Heads Together dengan Pembelajaran Two Stay Two Stray Pada Siswa SMA Negeri 3 Bandar Lampung Tahun 2012/2013.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada pembahasan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang terjadi di lokasi penelitian sebagai berikut.

1. Pemanfaatan fasilitas dan alat pembelajaran belum dimaksimalkan penggunaannya oleh guru.

2. Pembelajaran masih berpusat pada guru (Teacher Centerd).

3. Metode konvensional masih banyak digunakan dan disukai oleh guru. 4. Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi

guru, namun guru masih jarang dan belum terbiasa menggunakannya. 5. Partisipasi aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran masih rendah.

(26)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada kajian perbandingan antara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan tipe Two Stay Two Stray.

D. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dikaji pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar ekonomi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013?

2. Metode pembelajaran manakah yang lebih efektif antara model

pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada mata pelajaran ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui adakah perbedaan hasil belajar ekonomi yang

(27)

2. Untuk mengetahui model pembelajaran manakah yang lebih efektif antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada mata pelajaran ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini sebagai berikut. 1. Secara Teoritis

a. Untuk melengkapi dan memperkaya khasanah keilmuan serta teori yang sudah diperoleh melalui penelitian sebelumnya.

b. Menyajikan suatu wawasan khusus tentang penelitian yang

menekankan pada penerapan model pembelajaran yang berbeda pada mata pelajaran ekonomi.

2. Secara Praktis

a. Bagi Sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan yang bermanfaat untuk perbaikan mutu pembelajaran.

b. Bagi Guru, sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran tentang berbagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa.

(28)

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut. 1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

2. Subjek Penelitian

Subjek peneltian ini adalah siswa kelas X semester genap. 3. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 3 Bandar Lampung. 4. Waktu Penelitian

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

Bagian kedua akan membahas mengenai tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis. Sebelum melakukan analisis kritis dan komparatif terhadap teori-teori dan hasil penelitian yang relevan dengan semua variabel yang diteliti, peneliti dapat menarik kesimpulan sementara. Perpaduan sintesa antara variabel satu dengan variabel yang lain akan menghasilkan kerangka pikir yang selanjutnya dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis.

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini akan membahas teori-teori mengenai belajar dan hasil belajar, pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), dan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Teori-teori tersebut merupakan teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini.

1. Belajar dan Hasil Belajar

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

(30)

2004: 27). Selanjutnya, Sardiman (2008: 20) mengatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Belajar akan lebih baik jika si subjek belajar mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistis. Sejalan dengan itu,

Suryabrata (2001: 231) mengatakan bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu dengan sendirinya, mendengarkan, dan mengikuti petunjuk.

Prinsip-prinsip belajar menurut Sardiman (2008: 24) adalah sebagai berikut.

 Kemampuan belajar seorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pelajaran.

 Perkembangan pengalaman anak didik akan banyak mempengaruhi kemampuan belajar yang bersangkutan.

 Belajar melalui praktek atau mengalami secara langsung akan lebih efektif membina sikap, keterampilan, cara berpikir kritis, dan lain-lain, bila dibandingkan dengan belajar hafalan saja.

 Belajar sedapat mungkin diubah ke dalam bentuk aneka ragam tugas, sehingga anak-anak melakukan dialog dalam dirinya atau

mengalaminya sendiri.

Prinsip-prinsip belajar tersebut perlu dipahami untuk dapat memberikan penjelasan tentang usaha pencapaian tujuan belajar melalui kondisi belajar yang kondusif. Kondisi yang kondusif tersebut dapat diciptakan melalui kerjasama antara guru dan siswa.

(31)

raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didaptakan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Selanjutnya Djamarah (2008: 13) menyimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dalam lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

Jihad dan Haris (2008: 2) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,

keterampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.

Hamalik (2004: 31) menyimpulkan uraiannya yang cukup panjang tentang ciri-ciri belajar sebagai berikut.

1. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (under going).

2. Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran-mata pelajaran yang berpusat pada satu tujuan tertentu. 3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan

murid.

4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu.

5. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan.

6. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual di kalangan murid-murid.

7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid.

8. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan.

9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur. 10.Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi

(32)

11.Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan.

12.Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan keterampilan.

13.Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.

14.Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman-pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik.

15.Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda.

16.Hasil-hassil belajar yang telah dicapai adalah bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah (adaptable), jadi tidak sederhana dan statis.

Menurut Hamalik (2004: 30) bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Dari proses belajar mengajar ini akan diperoleh suatu hasil yang pada umumnya disebut hasil pengajaran atau dengan istilah tujuan pembelajaran atau hasil belajar (Sardiman, 2008: 19). Hasil belajar bukan suatu

penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan (Hamalik, 2004: 27).

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya (Hamalik, 2004: 155).

Latif (2005: 23) mengatakan untuk mengukur belajar, kita

(33)

Bila perilaku dalam suasana itu berbeda untuk kedua waktu itu, maka kita dapat berkesimpulan bahwa telah terjadi belajar.

Sardiman (2008: 49) mengemukakan bahwa hasil pengajaran itu dapat dikatakan baik, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. b. Hasil belajar itu merupakan pengetahuan asli atau otentik.

Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan dapat mempengaruhi pandangan dan cara mendekati suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu dihayati dan penuh makna bagi dirinya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, belajar bukan hanya merupakan suatu proses untuk mencapai suatu hasil atau tujuan, lebih dari itu belajar merupakan suatu proses atau kegiatan yang dialami langsung oleh manusia dimana dalam proses tersebut terjadi perubahan sikap dan tingkah laku pada orang tersebut dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

2. Pembelajaran Kooperatif

Menurut Huda (2011: 32) cooperative learning dapat didefinisikan sebagai small groups of learners working togetheras a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal (kelompok kecil

pembelajar/siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan

(34)

Senada dengan itu Komalasari (2011: 62) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Umumnya guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok. Ada dua skor yang

biasanya terdapat dalam pembelajran kooperatif, yaitu skor dasar dan skor kemajuan (Huda, 2011: 187). Prosedur dan penskoran untuk kelompok kooperatif dapat kita lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Prosedur Penskoran Untuk Kelompok Kooperatif Langkah 1:

Menetapkan skor dasar

Setiap siswa diberi skor berdasarkan hasil kuis sebelumnya.

Langkah 2:

Menghitung skor kuis terkini

Siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan dengan materi pembelajaran terkini.

Lagkah 3:

Menghitung skor kemajuan

Siswa mendapatkan skor kemajuan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka berdasarkan skala penskoran yang telah ditentukan. (Huda, 2011: 188).

Skala penskoran untuk kelompok kooperatif dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Skala Penskoran Untuk Kelompok Kooperatif

Kriteria Keberhasilan Perolehan Poin

Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 1 hingga 10 poin di bawah skor dasar 1 hingga 10 poin di atas skor dasar Lebih dari 10 poin di atas skor dasar

Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar)

(35)

Menurut Huda (2011: 191), kelompok yang anggota-anggotanya mampu menunjukkan peningkatan performa akademik dan mampu meningkatkan skor kuis mereka dari sebelumnya, harus mendapatkan apresiasi berupa penghargaan (reward) atau sejenisnya. Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna.

Adapun kriteria untuk status kelompok menurut Matematikaclub (2008) sebagai berikut.

1. Cukup, (rata-rata nilai peningkatan kelompok < 15). 2. Baik, (15 ≤ rata-rata nilai peningkatan kelompok < 20).

3. Sangat Baik, (20 ≤ rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25). 4. Sempurna, (rata-rata nilai peningkatan kelompok ≥ 25).

Huda (2011: 59) mengatakan pembelajaran kooperatif dapat menciptakan suasana ruang kelas yang terbuka (inclusive). Hal ini disebabkan

pembelajaran ini mampu membangun keberagaman dan mendorong koneksi antar siswa.

Lebih lanjut Huda (2011: 29) menyatakan pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran angoota-anggota lain.

(36)

Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif yaitu.

1) Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder karena juga memberikan sumbangan dan akan merasa terpacu untuk meningkatkan usaha mereka. Sebaliknya, siswa yang lebih pandai tidak akan dirugikan karena rekannya yang kurang mampu telah memberikan bagian sumbangan mereka.

2) Tanggung jawab perseorangan

Setiap siswa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Akan ada tuntutan dari masing-masing anggota kelompok untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga tidak menghambat anggota lainnya.

3) Tatap muka

Setiap anggota kelompok dalam kelompoknya, harus diberi

kesempatan untuk bertatap muka atau berdiskusi. Kegiatan ini akan menguntungkan baik bagi anggota maupun kelopmpoknya. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik daripada pemikiran satu orang saja.

4) Komunikasi antar anggota

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok sangat tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling

mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka. 5) Evaluasi proses kelompok

Pengajar menjadwalkan waktu khusus untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hassil kerja sama agar selanjutnya siswa bisa bekerja sama dengan lebih efektif (Nico, 2011).

Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut. 1) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

dikerjakan dalam kelompoknya dan berpikir bahwa semua anggota kelompok memiliki tujuan yang sama.

2) Dalam kelompok terdapat pembagian tugas secara merata dan dilakukan evaluasi setelahnya.

3) Saling membagi kepemimpinan antar anggota kelompok untuk belajar bersama selama pembelajaran.

(37)

Huda (2011: 33) menyatakan bahwa setidak-tidaknya, ada empat perspektif teoritis yang mendasari pembelajaran kooperatif ini. 1. Perspektif motivasional (motivational perspective).

2. Perspektif kohesi sosial (social cohesion perspective). 3. Perspektif kognitif (cognitive perspective).

4. Perspektif perkembangan (developmental perspective).

5. Perspektif elaborasi kognitif (cognitive elaboration perspective). Ada beberapa elemen dasar yang membuat pembelajaran kooperatif lebih produktif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan individual. Elemen-elemen tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Interpedensi positif (positive interpedence). 2. Interaksi promotif (promotive interaction).

3. Akuntabilitas individu (individual accountability).

4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small-group skill).

5. Pemrosesan kelompok (group processing) (Huda, 2011: 46).

Huda (2011: 66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini.

1. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi.

2. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.

3. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli dengan teman-temannya, dan diantara mereka akan terbangun rasa

ketergantungan yang positif untuk proses belajar mereka nanti. 4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa

terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

(38)

1. Tujuan: semua siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (seringkali beragam/ability grouping/heterogenous group) dan diminta untuk (a) mempelajari materi tertentu dan (b) saling memastikan semua anggota kelompok juga mempelajari materi tersebut. 2. Level kooperasi: kerja sama dapat diterapkan dalam level kelas

(dengan cara memastikan bahwa semua siswa di ruang kelas benar-benar mempelajari materi yang di tugaskan) dan level sekolah (dengan cara memastikan bahwa semua siswa di sekolah benar-benar

mengalami kemajuan secara akademik).

3. Pola interaksi: setiap siswa saling mendorong kesuksesan antar satu sama lain. Siswa mempelajari materi pembelajaran bersama siswa lain, saling menjelaskan cara-cara menyelesaikan tugas pembelajaran, saling menyimak penjelasan masing-masing, saling mendorong untuk bekerja keras, dan saling memberikan bantuan akademik jika ada yang membutuhkan. Pola interaksi ini muncul di dalam dan di antara

kelompok-kelompok kooperatif.

4. Evaluasi: sistem evaluasi berdasarkan pada kriteria tertentu.

Penenkanannya biasanya terletak pada pembelajaran dan kemajuan akademik setiap individu siswa, bisa pula difokuskan pada setiap kelompok, semua siswa, ataupun sekolah.

Mengenai kelebihan dari metode pembelajaran kooperatif, Solihatin (2007: 5) menyatakan bahwa “Cooperative Learning is more effective in increasing motive and performance students”. Model ini mendorong peningkatan kemampuan peserta didik untuk memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena peserta didik dapat bekerja sama dengan peserta didik lainnya dalam menemukan dan merumuskan alternatif terhadap pemecahan masalah yang terdapat dalam materi pelajaran yang sedang mereka hadapi.

Berdasarkan beberapa teori tersebut, pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2-5 orang, dengan struktur kelompoknya yang heterogen (kemampuan kognitif, jenis kelamin, dan ras) untuk

(39)

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

Teknik ini dikembangkan oleh Russ Frank. Pada dasarnya, NHT

merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-masing anggota diberi nomor. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. Setelah selesai, guru memanggil salah satu nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil, lalu guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut.

Dengan penerapan metode NHT ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling sharing ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Metode ini juga dapat meningkatkan semangat kerja sama siswa dan dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Menurut Huda (2011: 157) pembelajaran kooperatif tipe NHT berfungsi untuk mereview, mengecek tingkat pemahaman dan pengetahuan siswa.

Langkah-langkah pembelajaran tipe NHT menurut Huda (2011: 138) sebagai berikut.

(40)

2. Guru memberkan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok

mengetahui jawaban tersebut.

4. Guru memanggil salah satu nomor tanpa memberitahu terlebih dahulu nomor berapa yang akan dipanggil. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

2. Pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif dan menjelaskan tiga aturan dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu:

a. Tetap berada dalam kelas

b. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru

c. Memberikan umpan balik terhadap ide-ide serta menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam kelompok

3. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari spesifik sampai yang bersifat umum.

(41)

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan

menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. 5. Memberi kesimpulan

Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. 6. Memberikan penghargaan

Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian pada siswa dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih baik (Sriudin, 2011).

Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu.

1. Hasil belajar akademik stuktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

2. Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa (Herdian, 2009).

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa dengan hasil belajar rendah antara lain sebagai berikut. 1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.

2. Memperbaiki kehadiran.

3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar. 4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.

5. Konflik antara pribadi berkurang. 6. Pemahaman yang lebih mendalam.

7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. 8. Hasil belajar lebih tinggi (Herdian, 2009).

Pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) mempunyai kelebihan dan kekurangan.

(42)

2. Setiap siswa mendapat kesempatan untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapatnya.

3. Munculnya jiwa kompetisi yang sehat.

4. Waktu untuk mengoreksi hasil kerja siswa, lebih efektif dan efisien.

b) Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif NHT diantaranya: 1. Adanya alokasi waktu yang panjang.

2. Ketidakbiasaan siswa melakukan pembelajaran kooperatif, sehingga menimbulkan siswa cepat bosan dalam pembelajaran (Shvoong.com, 2012).

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)

Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini dapat

dikombinasikan dengan teknik Kepala Bernomor, dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur. Menurut Huda (2011: 140) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray memungkinkan setiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan

kelompok-kelompok lain. Senada dengan itu, Lie (2005: 61-62) menyatakan bahwa metode ini sangat efektif karena dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia didik. Metode belajar ini juga biasa disebut dengan metode “Dua Tinggal Dua Tamu”.

Langkah-langkah pembelajaran tipe Two Stay Two Stray.

1. Siswa dibagi dalam kelompok yang beranggotakan empat orang. 2. Siswa bekerjasama dalam kelompok berempat sebagaimana biasa. 3. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan

dikerjakan bersama.

4. Setelah selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kepada kedua anggota kelompok lain.

5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas mensharing informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka.

(43)

7. Setiap kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua (Huda, 2011: 140-141).

Pada pembelajaran TSTS terdapat kegiatan mengunjungi kelompok lain. Alur kunjungan siswa tinggal dan tamu menurut Upi (2007) dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Alur kunjungan siswa tinggal dan tamu.

Berdasarkan alur kunjungan model TSTS pada Gambar 1 terlihat pola komunikasi antar siswa dalam kelompoknya maupun dengan kelompok lain. Siswa dengan nomor genap di masing-masing kelompok (A2, A4, B2, B4, C2, C4) bertindak sebagai siswa tamu, sedangkan siswa dengan nomor ganjil (A1, A3, B1, B3, C1, C3) bertindak sebagai siswa tinggal. Adapun alur bertamu dan kembali ke kelompoknya ditandai dengan anak panah.

Dalam pembelajaran TSTS ini dapat memberi kesempatan kepada

kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Pada A1 A2

A3 A4

C1 C2

C3 C4

B1 B2

B3 B4 B4

C4

A2

B2 C2

(44)

saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok, sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab

perseorangan. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.

Dalam pembelajaran TSTS ini juga akan melatih siswa dalam menyimak dan menyampaikan informasi dari dan kepada siswa lain. Dengan

demikian siswa juga belajar untuk menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti dalam menyampaikan informasi kepada siswa lainnya baik teman sekelompoknya ataupun tamunya. Dengan struktur

pembelajaran seperti ini, maka semua siswa terlibat secara aktif, pemebelajaran yang berlangsung berpusat pada siswa sedangkan guru hanya sebagai fasilitator, dan juga terdapat pembagian tugas yang jelas dalam kelompok.

Model pembelajaran TSTS ini mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.

Kelebihan Model Pembelajaran TSTS sebagai berikut.

1. Dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan pada semua tingkatan usia anak.

2. Kecenderungan belajar siswa lebih bermakna. 3. Pembelajaran berorientasi pada keaktifan.

(45)

Kekurangan Model Pembelajaran TSTS sebagai berikut.

1. Membutuhkan banyak persiapan (materi, dana, dan tenaga). 2. Membutuhkan waktu yang lama.

3. Siswa yang tidak mau belajar dalam kelompok. 4. Pengelompokan kelas yang sulit (Upi, 2007).

5. Penerapan Pembelajaran Koopertaif dalam Pelajaran Ekonomi

Ekonomi merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan menengah dan juga perguruan tinggi. Ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi, dan atau distribusi dan konsumsi. Mata pelajaran ekonomi mencakup perilaku ekonomi dan kesejahteraan yang berkaitan dengan masalah ekonomi yang terjadi di lingkungan kehidupan manusia.

(46)

tugas yang diberikan kepada kelompok tersebut. Adapun alasan

penggunaan model kooperatif pada pembelajaran ekonomi diantaranya. a) Membuat peserta didik dapat bekerja sama dengan temannya dalam

satu kesatuan tugas.

b) Megembangkan kekuatan untuk mencari dan menemukkan bahan-bahan untuk melaksanakan tugas.

c) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif, kreatif, dan berfikir kritis.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

a. Mahfud Fauzi (2010) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang

pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe GI jika dibandingkan dengan yang menggunakan tipe NHT pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Gunung Agung Tulang Bawang Barat semester genap tahun pelajaran 2009/2010 dengan perhitungan Fhitung 7,497 > Ftabel 4,062. Dengan rata-rata pada kelas eksperimen 79,917 dan rata-rata pada kelas control 67,917.

b. Rosi Ayu Mirnasari (2010) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar akuntansi siswa yang pembelajaran akuntansinya

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi

(47)

pembelajaran akuntansinya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

c. Uswatun Khasanah (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa hasil penelitian menggunakan uji-t pada post test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prestasi membaca yang signifikan antara peserta ddik kelas XI SMA N 1 Sedayu yang diajar dengan metode pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dilihat dari segi nilai menunjukkan bahwa dengan adanya perlakuan metode pembelajaran two stay two stray pada pembelajaran keterampilan membaca bahas jerman menunjukan adanya perbedaan prestasi yang cukup signifikan, dimana kelas eksperimen yang mendapat pengajaran dengan metode two stay two stray mempunyai rata-rata nilai sebesar 27,81 untuk post test. Sementara kelas kontrol yang diajar dengan materi yang ssama namun menggunakan metode konvensional hanya

mendapatkan nilai rata-rata 25,53untuk post test dengan jenis tes yang sama persis dengan post test yang diberikan untuk kelas eksperimen.

C. Kerangka Pikir

Dalam proses pembelajaran, penerapan model pembelajaran yang tepat sangat menunjang keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Pemilihan model

(48)

kenyataannya masih banyak guru yang menggunakan metode konvensional dalam kegiatan pembelajarannya. Dalam pembelajaran konvensional atau tradisional sifat pembelajarannya adalah teacher centerd sehingga siswa tidak berperan aktif dalam proses pembelajaran, yang dominan adalah guru. Saat ini penerapan metode kooperatif mulai dilakukan oleh guru. Dalam pembelajaran kooperatif ini sifat pembelajarannya adalah students centerd sehingga

pembelajaran lebih didominasi oleh aktivitas siswa.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah model pembelajaran kelompok dimana setiap siswa dalam kelompok tersebut diberi nomor kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. NHT adalah suatu model

pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa secara optimal melalui kegiatan diskusi kelompok dan presentasi individu. Pada dasarnya, NHT merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama, guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok secara heterogen. Masing-masing anggota diberi nomor. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. Setelah selesai, guru memanggil salah satu nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil, lalu guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi.

(49)

yang paling tepat, dan juga dapat meningkatkan semangat kerja sama siswa. Pada langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT ini, siswa diajak bekerja dalam kelompoknya, saling bertukar pikiran, mengemukakan pendapat dan saling mengemban tanggung jawab untuk meyakinkan bahwa seluruh anggota kelompoknya harus memiliki kemampuan menguasai seluruh jawaban dari pertanyaan yang diajukan guru. Setiap siswa dalam kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat berbagi ide sehingga dapat menghindari kemungkinan terjadinya satu siswa mendominasi pembelajaran dalam kelompoknya. Untuk siswa yang memiliki kemampuan rendah ketika dapat menjawab pertanyaan dari guru akan memiliki harga diri yang tinggi, rasa percaya diri, dan semangat dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil pembelajarannya.

(50)

kelompok kembali mendiskusikan jawaban yang tepat. Setelah itu salah satu kelompok mempresentasikannya.

Dalam pembelajaran TSTS ini dapat memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, dan pada saat kegiatan

dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Dengan struktur pembelajaran seperti ini, maka semua siswa terlibat secara aktif, pemebelajaran yang berlangsung berpusat pada siswa sedangkan guru hanya sebagai fasilitator, dan juga terdapat pembagian tugas yang jelas dalam kelompok.

Untuk memperjelas faktor yang diteliti, faktor tersebut diberikan dalam bentuk variabel atau peubah. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Variabel terikat (dependent) dalam

(51)

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pikir dalam peneltian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2. Kerangka pikir penelitian

D. Anggapan Dasar Hippotesis

Peneliti memiliki anggapan dasar dalam pelaksanaan penelitian ini, yaitu. 1. Seluruh siswa kelas X semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013 yang

menjadi subjek penelitian mempunyai kemampuan akademis yang relatif sama dalam mata pembelajaran ekonomi.

2. Kelas yang diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan kelas yang diberi pembelajaran menggunakan model pebelajaran kooperatif tipe TSTS, diajar oleh guru yang sama. 3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar ekonomi

selain model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, diabaikan.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (X1)

Hasil Belajar (Y2) Hasil Belajar (Y1)

(52)

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Ada perbedaan hasil belajar ekonomi yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

(53)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Bagian ketiga akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan metode penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional variabel, teknik pengumpulan data, uji persyaratan instrumen, uji persyaratan analisis data, dan pengujian hipotesis. Pembahasan hal-hal tersebut secara rinci dikemukakan berikut ini.

A. Metode Penelitian

Berdasarkan tingkat eksplanasinya, penelitian ini tergolong penelitian

komparatif dengan pendekatan eksperimen. Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Menguji hipotesis komparatif berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan (Sugiyono, 2011: 115). Metode ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu mengetahui perbedaan suatu variabel, yaitu hasil belajar ekonomi dengan perlakuan yang berebeda.

(54)

diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen. Bentuk penelitian ini banyak digunakan dibidang ilmu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti adalah manusia (Sukardi, 2009: 16).

1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat quasi eksperimen dengan pola non-equifalent control group design. Kelompok sampel ditentukan secara random. Kelas I (Kelas X 1) melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai kelas eksperimen dan kelas II (Kelas X 2) melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sebagai kelas pembanding.

Desain penelitian digambarkan sebagai berikut: R1 : O1 A1 O2

R2 : O3 A2 O4 (Sugiyono, 2011: 116) Keterangan:

R1 : Kelas eksperimen ditetapkan secara random R2 : Kelas pembanding ditetapkan secara random O1 O3 : Pretest

O2 O4 : Posttest

A1 :Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT A2 : Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS

2. Prosedur Penelitian

Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah.

(55)

b. Menetapkan sampel penelitian yang dilakukan dengan teknik cluster random sampling.

c. Memberikan tes awal/pre test pada semua subjek berkenaan dengan variabel dependen. Tes ini berguna untuk mengetahui kesetaraan dua kelompok.

(56)

penjelasan mengenai materi atau soal yang akan dibahas. Langkah selanjutnya guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.yang terdiri dari empat orang, masing-masing kelompok terdapat anak yang mempunyai kemampuan awal tinggi dan rendah. Guru membagikan materi pelajaran dan soal untuk didiskusikan bersama teman

sekelompoknya. Kemudian mereka berdiskusi dan saling

mengutarakan pendapat di antara anggota kelompok tersebut dalam membahas materi pembelajaran dan soal yang telah ditentukan tersebut. Setelah dirasa cukup, maka dua orang anggota kelompok akan bertamu kepada kelompok yang lainnya untuk saling

mendiskusikan dan berbagi informasi di antara anggota kelompok lainnya yang mereka kunjungi sementara itu, dua orang yang tinggal akan menerima dua tamu dari kelompok lainnya. Setelah diskusi selesai mereka kembali kepada kelompok masing-masing dan memberikan hasil temuan mereka dari kelompok lain dan

mendiskusikannya kembali. Langkah yang terakhir, bersama guru mereka akan melakukan evaluasi atas apa yang telah mereka diskusikan bersama.

e. Pertemuan pada kelas eksperimen dan kelas pembanding sama yaitu 4 kali pertemuan.

(57)

B. Populasi dan Sampel

Bagian ini akan membahas mengenai populasi dan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini. Setelah menentukan populasi, langkah selanjutya adalah menentukan sampel sebagai wakil dari populasi yang akan diteliti. Pembahasan mengenai hal-hal di atas secara rinci dikemukakan sebagai berikut.

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 7 kelas sebanyak 265 siswa.

2. Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Sampel penelitian ini diambil dari populasi sebanyak 7 kelas, yaitu X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7. Hasil teknik cluster random sampling diperoleh kelas X1 dan X2 sebagai sampel, kemudian kedua kelas tersebut diundi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas pembanding. Hasil undian diperoleh kelas X1 sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatf tipe NHT, dan kelas X2 sebagai kelas pembanding yang menggunakan model pembelajaran

(58)

pendistribusian siswa tidak dikelompokkan ke dalam kelas unggulan, atau tidak ada perbedaan antar kelas yang satu dengang kelas yang lain.

Sampel dalam peneitian ini berjumlah 68 siswa yang tersebar ke dalam dua kelas yaitu kelas X1 sebanyak 30 siswa yang merupakan kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, dan X2 sebanyak 38 siswa yang merupakan kelas pembanding yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

C. Variabel Penelitian

Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai X1 dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sebagai X2 sedangkan variabel terikatnya (dependent) adalah hasil belajar ekonomi. Hasil belajar yang diperoleh melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai Y1 dan melalui pembelajaran kooperatif tipe TSTS sebagai Y2, kemudian Y1 dan Y2 dibandingkan.

D. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini sebagai berikut. Tabel 4. Definisi Operasional Variabel

Variabel Konsep Variabel Indikator Skala

Pengukuran Hasil

belajar ekonomi

Hasil belajar ekonomi adalah hasil yang dicapai siswa yang didapat pada nilai setiap tes yang

(59)

Tabel 4. Lanjutan

Variabel Konsep Variabel Indikator Skala

Pengukuran

NHT adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa secara optimal melalui kegiatan diskusi

kelompok dan presentasi individu. Pertama-tama, guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok secara heterogen. Masing-masing anggota diberi nomor. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. Setelah selesai, guru memanggil salah satu nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil. empat orang. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama. Setelah selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kepada ke dua anggota kelompok lain. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas mensharing informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain. Setiap kelompok lalu

membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua.

(60)

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan berkenaan dengan penelitian ini, yaitu melalui teknik observasi, dokumentasi, dan tes. Beberapa teknik yang dikemukakan di atas akan dibahas secara rinci sebagai berikut.

1. Observasi

Sugiyono (2011: 203) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik observasi dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung tentang kegiatan proses belajar dan pembelajaran di SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

2. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan jumlah siswa dan gambaran umum mengenai sejarah berdirinya sekolah.

3. Teknik Tes

(61)

F. Uji Persyaratan Instrumen

Uji persyaratan instrumen dilakukan untuk mengetahui kualitas instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini. Instrumen dalam penelitian ini berupa tes. Instrumen tes diberikan pada awal sebelum eksperimen (pretest) yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa, dan tes setelah eksperimen dilakukan (posttest) yang bertujuan untuk mengukur hasil belajar ekonomi. Sebelum tes akhir diberikan kepada siswa maka terlebih dahulu diadakan uji coba tes atau instrumen untuk mengetahui validitas soal, reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal, dan daya beda soal.

1. Uji Validitas Instrumen

Suatu alat ukur yang dinyatakan valid jika alat ukur tersebut mampu mengukur apa yang harus diukur. Untuk mengukur tingkat validitas item soal pada penelitian ini digunakan rumus korelasi point biserial, sebagai berikut.

Sudijono (2011: 258) Keterangan:

rpbi = Angka Indeks Korelasi Poin Biserial.

Mp = Mean (Nilai Rata-rata Hitung) skor yang dicapai oleh peserta tes (testee) yang menjawab betul, yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara keseluruhan. Mt = Mean skor total, yang berhasil dicapai oleh seluruh

peserta tes

(62)

Hasil perhitungan uji validitas soal terdapat pada lampiran. Dalam perhitungan uji validitas soal tes hasil belajar (pretest - posttest) dari 40 item soal terdapat 6 item yang tidak valid yaitu item soal nomor 2, 11, 17, 18, 35, dan 38. Butir soal tes yang tidak valid dibuang, sehingga jumlah soal tes hasil belajar berjumlah 34 soal.

2. Uji Reliabilitas

Suatu tes dapat dikatakan reliabel yang tinggi jika tes tersebut dapat memberi hasil yang tetap dalam jangka waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan rumus KR-21 untuk menguji tingkat reliabel, yaitu:

Arikunto (2008: 103) Keterangan:

r11 = reliabilitas internal seluruh instrument n = jumlah item dalam instrument

Mt = means skor total St2 = varians total

Tabel 5. Tingkatan Besarnya Reliabel

No. Rentang Korelasi Tingkatan

1 Antara 0,000 sampai 1,999

Gambar

Tabel
Tabel 1. Hasil Ulangan Mid Semester Ganjil Siswa Kelas X SMA Negeri 3
Tabel 3.   Skala Penskoran Untuk Kelompok Kooperatif
Gambar 1. Alur kunjungan siswa tinggal dan tamu.
+4

Referensi

Dokumen terkait

 Ada Perbandingan Prestasi belajar ekonomi siswa melalui metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran langsung pada siswa kelasVIII SMP Negeri 1 NATAR Lampung

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar ekonomi pada siswa yang memiliki kemampuan awal rendah yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) pengaruh antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap prestasi belajar

Data hasil belajar siswa kelas XI IPS 1 sebelum adanya tindakan kelas diperoleh dari daftar nilai ekonomi siswa sebelum tindakan kelas dilakukan. Siswa

Bagi sekolah, Sebagai masukan untuk sekolah menetukan arah kebijakan sekolah dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik mata pelajaran PPKn dengan menerapkan model

terhadap matematika terdapat 2 pernyataan yang menghasilkan jumlah skor total sebesar 182. 2) Pada indikator menilai cara guru dalam menyampaikan pelajaran matematika

Tahap evalusi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model

Berdasarkan Tabel 5 dapat diuraikan hasil penelitian sebagai berikut: (a) pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, tidak terdapat perbedaan prestasi