• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Emulsifier terhadap Kestabilan dan Sifat Reologi Emulsi Oil in Water Minyak Sawit Merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Emulsifier terhadap Kestabilan dan Sifat Reologi Emulsi Oil in Water Minyak Sawit Merah"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI EMULSIFIER TERHADAP KESTABILAN DAN SIFAT REOLOGI EMULSI OIL IN WATER

MINYAK SAWIT MERAH

Oleh:

SITI KIPDIYAH

F24062648

2010

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI EMULSIFIER TERHADAP KESTABILAN DAN SIFAT REOLOGI EMULSI OIL IN WATER

MINYAK SAWIT MERAH

Oleh :

SITI KIPDIYAH F24062648

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

The Effect of Emulsifier Types and Concentrations on Emulsion Stability and Rheology Property of Oil in Water Red Palm Oil Emulsion.

Siti Kipdiyah1), Dede R. Adawiyah1), Eko H. Purnomo1) 1)

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB

ABSTRACT

Oil in water (o/w) emulsion are a system where an oil is dispersed in an aqueous phase. Preliminary study was fractionation of red palm oil. This process was hold at 60°C for 10 minutes to obtain olein which used as raw material of oil in water emulsion. Futhermore, an optimal oil in water emulsion formulation was selected from the best water and oil ratio that was blended with several concentration of emulsifier. The ratio of water and oil were 6:4, 7:3, 7,5:2,5 and 8:2. This study used Carboxymethylcellulose (CMC), Arabic gum and Tween 80 as emulsifier in various concentrates. The result showed that Carboxymethylcellulose (CMC) at 0,55%, 0,60%, 0,65% and 0,70% (w/v) of concentration combined with 6:4 water and oil ratio was optimal o/w emulsions formulation. The optimal formulation were evaluated for emulsion stability (colour, carotene content and droplet size distribution) and rheology properties. The result of emulsion stability indicated that 0,65% and 0,70% (w/v) of CMC concentrations were stabilized. The rheology properties showed that all of optimal o/w emulsions formulation behaved as pseudoplastic (non-newtonian). This study indicated that viscosity of o/w emulsion was significantly affected by heat. However, the stirring on viscosity of o/w emulsions effect could be ignored. Based on stability and rheology evaluation, 0,65% (w/v) of CMC concentration was the best formulation for oil in water red palm oil emulsion.

(4)

i

Siti Kipdiyah. F24062648. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Emulsifier terhadap Kestabilan dan Sifat Reologi Emulsi Oil in Water Minyak Sawit Merah. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, Msi dan Dr. Ir. Eko H. Purnomo, Msc.

RINGKASAN

Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar minyak sawit. Minyak sawit memiliki kandungan β-karoten tinggi yang dapat dijadikan sebagai bahan baku berbagai produk olahan. Kandungan β-karoten banyak hilang selama proses pengolahan minyak sawit. Salah satu produk minyak sawit yang tetap mempertahankan kandungan β-karoten adalah minyak sawit merah. Berbagai penelitian terhadap pengolahan minyak sawit merah telah banyak dilakukan dan akan terus dikembangkan. Salah satunya adalah pembuatan emulsi minyak sawit merah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi emulsifier terhadap kestabilan emulsi oil in water (o/w) dari minyak sawit merah. Selain itu, emulsi oil in water yang dihasilkan akan dipelajari sifat reologinya.

Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah fraksinasi minyak sawit merah hasil pemurnian atau dikenal dengan NDRPO (Neutralized Deudorized Red Palm Oil) untuk menghasilkan fraksi olein. Fraksi olein yang diperoleh digunakan

sebagai bahan dasar pembuatan emulsi. Tahapan utama penelitian yaitu menentukan jenis dan konsentrasi emulsifier serta rasio air dan minyak berdasarkan tingkat kestabilannya yang paling tinggi. Jenis emulsifier yang digunakan antara lain Gum arab, Carboxymethylcellulose (CMC), dan Tween 80 dengan konsentrasi terendah 0,20% (b/v). Rasio air dan minyak yang diujikan yaitu 6 : 4, 7 : 3, 7,5 : 2,5 dan 8 : 2. Formula terbaik kemudian diuji kestabilan warnanya, total karoten serta diameter dan distribusi globula lemak. Selain itu juga dilakukan pengukuran sifat reologi dari formula terpilih emulsi oil in water minyak sawit merah.

(5)

ii emulsi pada konsentrasi emulsifier 0,65% dan 0,70% (b/v). Pengamatan visual terhadap stabilitas emulsi selama penyimpanan, menunjukkan bahwa kestabilan emulsi dengan konsentrasi emulsifier 0,55% dan 0,60% kestabilannya sampai 23 hari. Sedangkan pada formula emulsi dengan konsentrasi emulsifier 0,65% dan 0,70% selama 4 minggu penyimpanan emulsi yang dihasilkan masih stabil.

Sifat aliran dari semua formula terpilih emulsi oil in water yang diperoleh adalah Non Newtonian Pseudoplastik, dimana sifat pseudoplastik semakin berkurang dengan menurunnya konsentrasi emulsifier yang ditunjukkan oleh meningkatnya nilai indeks perilaku aliran (n). Pemanasan memiliki pengaruh terhadap viskositas dari semua formula emulsi terpilih. Semakin meningkat suhu pemanasan semakin menurun viskositasnya. Sedangkan berdasarkan energi aktivasi, semua tingkat konsentrasi emulsifier terpilih tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Lama pengadukan tidak berpengaruh terhadap kestabilan semua formula emulsi oil in water minyak sawit merah.

(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tuban pada tanggal 02 September 1988. Penulis adalah anak terakhir dari 6 bersaudara dari pasangan H. Moch. Djupri dan Hj. Rd. Sri Suyatmi. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1992 di Tk Darma Wanita Lhokseumawe.

Kemudian melanjutkan pendidikan SD di SDN 1 Mulyoagung - Tuban (1994-2000). Penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Tuban dan menyelesaikan pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Bojonegoro dan menyelesaikan pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama, penulis berhasil masuk di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama di Universitas, penulis telah mengikuti banyak kegiatan. Penulis bergabung dengan himpunan di bidang ilmu dan teknologi pangan (Himitepa) di tingkat departement. Penulis pernah menjadi panelis duta lingkungan hidup “Campus Go Green” tahun 2008. Penulis mengikuti banyak seminar dan training, antara lain Seminar IFOODEX 2008, seminar manajemen pangan halal, HACCP, ISO 22000 : 2005, dan ISO 9001 : 2008. Terakhir Penulis mengikuti kegiatan pekan karya ilmiah pada tahun 2009.

(7)

iv KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena berkat rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Emulsifier terhadap Kestabilan dan Sifat Reologi Emulsi Oil in Water Minyak Sawit Merah”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, Msi dan Bapak Dr. Ir. Eko H. Purnomo, Msc selaku pembimbing, atas segala bimbingan, masukan dan nasihat yang diberikan kepada penulis.

2. Bapak Ir. Soenar Soekopitojo, Msi atas kesediaannya menjadi dosen penguji pada ujian akhir sarjana.

3. Kementerian Pendidikan Nasional yang telah membiayai penelitian ini melalui Hibah Kompetitif Penelitian Unggulan Strategi Nasional.

4. Ayah dan ibunda tercinta, serta kakak-kakak penulis, atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan serta doanya selama ini.

5. R. Alfian Rahman, terima kasih atas kasih sayang, perhatian, dukungan dan kebersamaannya.

6. Sahabat seperjuangan : Yurina, Tsani, Dedi, Dyas, Mario, Mbak Irma,Kak Irene terima kasih atas semua bantuan tenaga dan semangat selama melakukan penelitian.

7. Sahabat dan teman-teman khususnya di ITP 43 : Ivani, Zatil, Eri, Della, Zakiyah, Helena, Febi, Ovi, Ami, Arini, Jesicca, Dzikri, Juli, Stefanus, Yogi, Victor, dan lainnya, terima kasih atas semangat dan kebersamaanya.

8. Teman-teman kosan Fricye : Devi, Habiba, Ida Yaru, Eka, Ibu Mayang, Ibu Nova, Ibu Eka, Lusi, Nure, dan lainya, atas bantuan, semangat, dan kebersamaannya.

(8)

v 10. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di IPB, penelitian, dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tanpa keberadaan kalian semua, penulis tidak akan mungkin mencapai hal ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, September 2010

Siti Kipdiyah

(9)

vi DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Minyak Sawit ... 4

B. Minyak Sawit Merah ... 6

C. Karotenoid ... 8

D. Emulsi ... 10

E. Kestabilan Emulsi ... 13

F. Reologi Pangan ... 14

G. Perilaku Aliran Pangan ... 15

H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sifat Reologi ... 18

III. METODOLOGI ... 21

A. Alat dan Bahan ... 21

B. Metode Penelitian ... 21

1. Fraksinasi Minyak Sawit Merah ... 21

2. Pemilihan Jenis Emulsifier ... 21

3. Pemilihan Rasio Air dan Minyak serta Optimasi Konsentrasi Emulsifier ... 23

4. Uji Stabilitas Emulsi ... 24

a. Pengamatan Warna ... 24

b. Uji Total Karoten ... 25

c. Penentuan Diameter dan Distribusi Globula Lemak ... 25

5. Pengukuran Sifat Reologi Emulsi ... 26

a. Penentuan Karakteristik Aliran ... 26

b. Penentuan Pangaruh Pemanasan ... 26

(10)

vii

6. Penentuan Formula Terbaik ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

1. Fraksinasi Minyak Sawit Merah ... 28

2. Jenis Emulsifier ... 28

3. Rasio Air dan Minyak serta Konsentrasi Emulsifier ... 32

4. Stabilitas emulsi ... 34

5. Sifat Reologi ... 51

6. Penentuan Formula Terbaik ... 59

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(11)

viii DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar dan titik cairnya ... 5

Tabel 2. Sifat fisik kimia minyak sawit kasar ... 6

Tabel 3. Kandungan karotenoid beberapa pangan nabati ... 7

Tabel 4. Perbandingan karakteristik minyak sawit merah ... 8

Tabel 5. Bahan Pangan sumber vitamin A ... 10

Tabel 6. Nilai beberapa komponen bahan pengemulsi ... 12

Tabel 7. Formula pemilihan rasio air : minyak serta konsentrasi emulsifier . 23

Tabel 8. Hue dan daerah kisaran warna kromatis ... 25

Tabel 9. Hasil pengukuran stabilitas emulsi oil in water pada berbagai jenis emulsifier dan berbagai rasio air dan minyak ... 29

Tabel 10. Pengamatan visual terhadap stabilitas emulsi oil in water pada berbagai tingkat konsentrasi emulsifier selama 4 minggu penyimpanan ... 50

Tabel 11. Model pengaruh laju geser terhadap viskositas terukur emulsi oil in water minyak sawit merah ... 53

Tabel 12. Model efek pemanasan dari 25 °C sampai 90 °C terhadap viskositas terukur emulsi oil in water minyak sawit merah dengan laju geser 300 1/s ... 56

(12)

ix DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kelapa sawit ... 4

Gambar 2. Struktur β-karoten dan retinol (vitamin A) ... 9

Gambar 3. Diagram yang menggambarkan konsep dari emulsi ... 14

Gambar 4. Kurva Aliran Fluida Newtonian ... 15

Gambar 5. Kurva Aliran Fluida Bingham Plastik ... 16

Gambar 6. Kurva Aliran Fluida Thiksotropik ... 17

Gambar 7. Kurva Aliran Fluida Dilatan ... 17

Gambar 8. Kurva Aliran Fluida Thiksotropik ... 18

Gambar 9. Kurva Aliran Fluida Rheopektik ... 18

Gambar 10. Diagram alir pembuatan emulsi oil in water ... 22

Gambar 11. Contoh emulsi oil in water minyak sawit merah ... 31

Gambar 12. Emulsi dengan emulsifier CMC selama 3 hari penyimpanan .. 31

Gambar 13. Emulsi dengan emulsifier Tween 80 selama 3 hari penyimpanan ... 31

Gambar 14. Emulsi dengan emulsifier Gum arab selama 3 hari Penyimpanan ... 31

Gambar 15. Pengukuran stabilitas emulsi oil in water minyak sawit merah pada berbagai rasio minyak dan air serta pada berbagai tingkat konsentrasi emulsifier dengan emulsifier CMC ... 33

Gambar 16. Pengukuran stabilitas emulsi oil in water minyak sawit merah pada berbagai tingkat konsentrasi emulsifier dengan emulsifier CMC serta rasio air dan minyak 6 : 4 ... 34

Gambar 17. Kemasan selama uji stabilitas emulsi oil in water ... 35

Gambar 18. Hasil uji stabilitas emulsi oil in water minyak sawit merah terhadap nilai L pada berbagai konsentrasi emulsifier terpilih selama 4 minggu penyimpanan ... 36

(13)

x

Gambar 20. Hasil uji stabilitas emulsi oil in water minyak sawit merah terhadap nilai b pada berbagai konsentrasi emulsifier terpilih

selama 4 minggu penyimpanan ... 39

Gambar 21. Hasil uji stabilitas emulsi oil in water minyak sawit merah terhadap nilai hue pada berbagai konsentrasi emulsifier terpilih selama 4 minggu penyimpanan ... 40

Gambar 22. Hasil uji stabilitas emulsi oil in water minyak sawit merah terhadap nilai ∆E pada berbagai konsentrasi emulsifier terpilih

selama 4 minggu penyimpanan ... 41

Gambar 23. Nilai total karoten emulsi oil in water minyak sawit merah

pada berbagai konsentrasi emulsifier yang berbeda yaitu (a) 0,55%, (b) 0,60%, (c) 0,65% dan (d) 0,70% (b/v) selama 4 minggu

penyimpanan ... 43

Gambar 24. Nilai k dari total karoten pada berbagai konsentrasi emulsifier yang berbeda dengan mengikuti reaksi orde ke nol ... 44

Gambar 25. Diameter globula lemak berbagai tingkat konsentrasi emulsifier jenis CMC selama 4 minggu penyimpanan ... 45

Gambar 26. Pengukuran distribusi globula lemak emulsi oil in water minyak sawit merah pada diameter 0,25 – 1,00 m berbagai konsentrasi emulsifier selama 4 minggu penyimpanan ... 46

Gambar 27. Nilai k dari globula lemak pada diameter 0,25 – 1,00 µm pada berbagai tingkat konsentrasi emulsifier yang mengikuti

reaksi orde nol ... 47

Gambar 28. Pengukuran distribusi globula lemak emulsi oil in water minyak sawit merah pada diameter 1,01 – 1,76 m berbagai konsentrasi emulsifier selama 4 minggu penyimpanan ... 47

(14)

xi Gambar 30. Pengukuran distribusi globula lemak emulsi oil in water minyak

sawit merah pada diameter 2,53 – 3,82 m berbagai konsentrasi emulsifier selama 4 minggu penyimpanan ... 48

Gambar 31. Nilai k dari globula lemak pada diameter 2,53 – 3,28 µm pada berbagai tingkat konsentrasi emulsifier yang mengikuti

reaksi orde nol ... 49

Gambar 32. Pengaruh laju geser terhadap viskositas terukur gliserol 87%

pada shear rate 10-400 1/s, suhu 25°C dan waktu 25 menit ... 51

Gambar 33. Pengaruh laju geser terhadap viskositas terukur emulsi oil in water minyak sawit merah yang diukur pada laju geser 10-400 (1/s), suhu 25 °C selama 10 menit ... 52

Gambar 34. Pengaruh suhu terhadap viskositas terukur emulsi oil in water minyak sawit merah pada berbagai tingkat konsentrasi selama pemanasan dari suhu 298K sampai 363K ... 55

Gambar 35. Model hasil analisis pengaruh suhu terhadap viskositas terukur emulsi oil in water minyak sawit merah pada berbagai tingkat konsentrasi selama pemanasan dari suhu 298K sampai 363K ... 55

Gambar 36. Nilai energi aktivasi pada berbagai tingkat konsentrasi emulsifier terpilih emulsi oil in water minyak sawit merah ... 56

Gambar 37. Pengaruh lama pengadukan terhadap viskositas terukur emulsi oil in water minyak sawit merah pada berbagai tingkat

(15)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Foto alat dan bahan untuk pembentukan emulsi oil in water

minyak sawit merah ... 71

Lampiran 2. Contoh beberapa gambar globula lemak emulsi oil in water pada berbagai tingkat konsentrasi emulsifier selama 14 dan 29 hari penyimpanan ... 72

Lampiran 3. Pengukuran total karoten hasil fraksinasi minyak sawit merah (fraksi olein) ... 73

Lampiran 4. Hasil pengukuran stabilitas emulsi oil in water pada beberapa jenis emulsifier ... 74

Lampiran 5. Hasil pengamatan visual stabilitas emulsi ... 75

Lampiran 6. Hasil analisis keragaman kestabilan berbagai jenis emulsifier dan rasio air dan minyak emulsi oil in water minyak sawit

merah ... 76

Lampiran 7. Hasil uji lanjut Duncan kestabilan emulsi oil in water minyak sawit merah terhadap berbagai jenis emulsifier serta rasio air

dan minyak ... 77

Lampiran 8. Hasil pengukuran stabilitas emulsi oil in water beberapa rasio minyak dan air serta berbagai tingkat konsentrasi

emulsifier ... 78

Lampiran 9. Hasil analisis keragaman kestabilan emulsi oil in water minyak sawit merah terhadap berbagai rasio air dan minyak serta berbagai tingkat konsentrasi emulsifier ... 79

Lampiran 10. Hasil uji lanjut Duncan kestabilan emulsi oil in water minyak sawit merah terhadap berbagai rasio air dan minyak serta berbagai tingkat konsentrasi emulsifier ... 80

Lampiran 11. Hasil pengukuran stabilitas emulsi oil in water optimasi pada beberapa konsentrasi emulsifier selama 4 minggu

(16)

xiii Lampiran 12. Hasil pengukuran uji stabilitas pada warna emulsi

oil in water terhadap nilai L (kecerahan) selama 4

minggu penyimpanan ... 82

Lampiran 13. Hasil pengukuran uji stabilitas pada warna emulsi

oil in water terhadap nilai a selama 4 minggu penyimpanan 83

Lampiran 14. Hasil pengukuran uji stabilitas pada warna emulsi oil in water terhadap nilai b selama 4 minggu

penyimpanan ... 84

Lampiran 15. Hasil pengukuran uji stabilitas pada warna emulsi oil in water terhadap nilai hue (°h) selama 4 minggu

penyimpanan ... 85

Lampiran 16. Hasil pengukuran uji stabilitas pada warna emulsi oil in water terhadap nilai ∆E selama 4 minggu penyimpanan ... 86

Lampiran 17. Hasil pengukuran uji stabilitas emulsi oil in water terhadap total karoten selama 4 minggu penyimpanan ... 87

Lampiran 18. Hasil pengukuran nilai k terhadap total karoten emulsi oil in water minyak sawit merah pada konsentrasi 0,55% dan 0,60% 88

Lampiran 19. Hasil pengukuran nilai k terhadap total karoten emulsi oil in water minyak sawit merah pada konsentrasi 0,65% dan 0,70% 89

Lampiran 20. Hasil pengukuran uji stabilitas emulsi oil in water terhadap diameter globula lemak selama 4 minggu penyimpanan pada konsentrasi emulsifier 0,55% ... 90

Lampiran 21. Hasil pengukuran uji stabilitas emulsi oil in water terhadap diameter globula lemak selama 4 minggu penyimpanan pada konsentrasi emulsifier 0,60% ... 91

Lampiran 22. Hasil pengukuran uji stabilitas emulsi oil in water terhadap diameter globula lemak selama 4 minggu penyimpanan pada konsentrasi emulsifier 0,65% ... 92

(17)

xiv Lampiran 24. Hasil pengukuran uji stabilitas emulsi oil in water

terhadap distribusi globula lemak selama 4 minggu

penyimpanan pada konsentrasi emulsifier 0,55% ... 94

Lampiran 25. Hasil pengukuran uji stabilitas emulsi oil in water terhadap distribusi globula lemak selama 4 minggu

penyimpanan pada konsentrasi emulsifier 0,60% ... 95

Lampiran 26. Hasil pengukuran uji stabilitas emulsi oil in water

terhadap distribusi globula lemak selama 4 minggu penyimpanan pada konsentrasi emulsifier 0,65% ... 96

Lampiran 27. Hasil pengukuran uji stabilitas emulsi oil in water

terhadap distribusi globula lemak selama 4 minggu penyimpanan

pada konsentrasi emulsifier 0,70% ... 97

Lampiran 28. Hasil pengukuran nilai k terhadap globula lemak dengan diameter 0,25 – 1,00 µm emulsi oil in water minyak sawit merah pada konsentrasi 0,55% dan 0,60% (b/v) ... 98

Lampiran 29. Hasil pengukuran nilai k terhadap globula lemak dengan diameter 0,25 – 1,00 µm emulsi oil in water minyak sawit merah pada konsentrasi 0,65% dan 0,70% (b/v) ... 99

Lampiran 30. Hasil pengukuran nilai k terhadap globula lemak pada diameter 2,53– 3,82 µm emulsi oil in water minyak sawit merah pada

konsentrasi 0,55% dan 0,60% (b/v) ... 100

Lampiran 31. Hasil pengukuran nilai k terhadap globula lemak pada diameter 2,53– 3,82 µm emulsi oil in water minyak sawit merah pada konsentrasi 0,65% dan 0,70% (b/v) ... 101

Lampiran 32. Spesifikasi dan range pengukuran sensor NV pada

Haake Viscometer ... 102

Lampiran 33. Hasil pengukuran pengaruh laju geser terhadap viskositas

terukur pada gliserol 87% ... 103

Lampiran 34. Hasil pengukuran pengaruh laju geser terhadap viskositas

(18)

xv Lampiran 35. Hasil perhitungan nilai SEM (Standard Error Mean) pengaruh

laju geser terhadap viskositas terukur pada berbagai tingkat konsentrasi ... 106

Lampiran 36. Hasil pengukuran pengaruh pemanasan dari suhu 25°C sampai suhu 90 °C terhadap viskositas terukur pada berbagai tingkat konsentrasi ... 108

Lampiran 37. Hasil perhitungan nilai SEM (Standard Error Mean) pengaruh pemanasan dari suhu 25°C sampai suhu 90 °C terhadap viskositas terukur pada berbagai tingkat konsentrasi ... 110

Lampiran 38. Hasil pengukuran pengaruh lama pengadukan terhadap viskositas terukur pada berbagai tingkat konsentrasi ... 112

(19)

I

. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan dunia terhadap konsumsi minyak dan lemak nabati terus mengalami peningkatan setiap tahun. Produksi minyak dan lemak nabati dunia pada tahun 2006/2007 telah mencapai 123 juta ton dan diprediksi akan meningkat menjadi 142 juta ton pada tahun 2010. Dari produksi ini sebesar 45,5 juta ton berasal dari minyak sawit dan sebesar 22,3 juta ton atau 46% berasal dari negara Indonesia. Pada tahun 2012 Indonesia diperkirakan akan menjadi produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dengan total produksi 15 juta ton per tahun (Hariyadi et al.2003).

(20)

2 ppm) (Choo, Gho dan Ong 1985). Permintaan akan produk-produk nutrifikan pangan saat ini semakin berkembang. Menurut Zeba et al., (2006) hal ini mendorong untuk melakukan kajian penggunaan minyak sawit merah sebagai nutrifikan pangan dalam sajian makan siang bagi anak-anak usia sekolah dan memberikan respon positif dalam mengatasi defisiensi vitamin A.

Sebagai bahan baku utama minyak makan, minyak sawit memiliki banyak keunggulan diantara bahan baku lainnya. Keunggulan utama dari minyak sawit adalah kandungan mikronutriennya yang tinggi sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi healthy oil, yang diproses dan dikendalikan sedemikian rupa sehingga kandungan nutrisi yang ada didalamnya dapat dimanfaatkan untuk kesehatan.

Salah satu masalah gizi utama yang diderita anak balita adalah kekurangan vitamin A. Data menyebutkan, separuh balita di Indonesia terancam kekurangan vitamin A. Untuk penanggulangannya, dua kali setahun kepada anak balita diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi. Pada awal penerapan program, kapsul disuplai dari UNICEF, namun sejak 1997 bantuan itu dihentikan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan vitamin A yang dirasakan perlu dilakukan upaya diversifikasi produk olahan yang diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan ini (Widarta, 2010). Berbagai penelitian dibidang pangan saat ini telah mengupayakan berbagai teknik untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kandungan karoten dari minyak sawit. Salah satunya adalah teknik pembuatan emulsi minyak sawit merah yang telah banyak dikaji. Hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagai suplemen provitamin A yang aman dan bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian awal tentang emulsi minyak sawit merah dimulai tahun 1996 oleh Saputra. Kemudian beberapa penelitian lanjutan terus dikembangkan. Akan tetapi hasil yang diperoleh berdasarkan uji penerimaan dari emulsi memiliki tingkat kesukaan terhadap produk relatif kurang terutama rasa (mouthfeel).

(21)

3 sebelumnya relatif kurang dalam mengkaji kestabilan emulsi yang dihasilkan. Salah satu dasar utama dalam membuat suatu formula emulsi adalah kestabilan dari produk yang akan dihasilkan. Oleh karena itu mempelajari kestabilan merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan. Mempelajari sifat reologi juga merupakan salah satu hal penting, hal ini terkait dengan viskositas dari emulsi. Viskositas emulsi merupakan faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi. Selain itu sifat reologi yang dipelajari dapat menjadi dasar dalam mendesain peralatan dan kemasan untuk keperluan pengolahan dalam industri pangan.

B. Tujuan

1. Menetukan jenis dan konsentrasi emulsifier yang sesuai untuk emulsi oil in water dari minyak sawit merah.

2. Menentukan rasio air dan minyak yang paling stabil dalam pembentukkan emulsi oil in water.

(22)

A. Minyak Sawit

Tananam kela Gambar 1, merupakan Palmae. Nama genus minyak, sedangkan gui seorang bernama Jacqui Selatan pada tahun 1973

Kelapa sawit 20% biji (endokarp da minyak yang berbeda dengan minyak inti (mesokarp) sawit di (Ketaren, 2005). Pada suhu di atas 60°C bersifat cair pada suhu

II. TINJAUAN PUSTAKA

kelapa sawit (Elaeis guineensis. Jacq) sepert kan tanaman monokotil (berkeping satu) yang nus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion

guieensis berasal dari kata guines, yaitu nama

cquin menemukan tanaman sawit pertama kali di hun 1973 (Hartley, 1977).

Gambar1. Kelapa sawit

it terdiri dari 80% bagian perikrap (epikarp dan p dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat dipe da sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm nti atau PKO (Palm Kernel Oil) dan min

disebut minyak sawit kasar atau CPO (Cr

ntara minyak sawit kasar dan minyak inti sawi d pada minyak sawit sehingga berwarna noid yang terdeteksi pada minyak sawit kasar te

xantofil, sedangkan minyak inti sawit tida aan lain adalah kandungan asam lemaknya. Pa

lemak kaproat, asam kaprilat dan asam laurat, s r tidak terdapat ketiga asam lemak tersebut (M 60°C minyak sawit kasar mencair, sebaliknya m

uhu kamar. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh

erti terlihat pada g termasuk famili laion yang berarti

ma tempat dimana ali di pantai Afrika

(23)

5 dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam kedua minyak tersebut (Anonim, 2010).

Minyak sawit kasar memiliki dua komponen asam lemak yang terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar secara lengakap disajikan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat kandungan asam palmitat merupakan asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang tinggi yaitu 64°C, sehingga pada suhu ruang minyak sawit kasar berbentuk semi padat (Belitz dan Grosh, 1999). Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit kasar lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding minyak jenis lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan rantai C18 dan memiliki satu ikatan

rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam palmitat yaitu 14°C (Ketaren, 2005).

Tabel1. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar dan titik cairnya Jenis asam lemak Komposisi (%) Titik Cair (°C)

Asam Kaprat (C 10:0) 1 – 3 31,5

Asam Laurat (C 12:0) 0 - 1 44

Asam Miristat (C 14:0) 0,9 – 1,5 58

Asam Palmitat (C 16:0) 39,2 – 45,8 64

Asam Stearat (C 18:0) 3,7 – 5,1 70

Asam Oleat (C 18:1) 37,4 – 44,1 14

Asam Linoleat (C 18:2) 8,7 – 12,5 -11

Asam Linolenat (C 18:3) 0 – 0,6 -9

Sumber : Ketaren (2005)

(24)

6 Sifat fisika dan kimia minyak sawit kasar meliputi warna, bau/flavor, kelarutan, bobot jenis, indeks bias, titik cair, bilangan iod, bilangan penyabunan (Ketaren, 2005). Nilai beberapa sifat fisika dan kimia minyak sawit kasar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat fisik kimia minyak sawit kasar

Sifat fisika kimia Nilai

• Bobot jenis (40°C) 0,921 – 0,925

• Indeks bias 1,453 – 1,485

• Titik cair (°C)

(tergantung komponen asam lemak)

25 – 50

• Bilangan Iod 44 -58

• Bilangan penyabunan 195 - 205

Sumber : Winarno (1999)

B. Minyak Sawit Merah (MSM)

Pengolahan (pemurnian) lebih lanjut terhadap minyak sawit kasar diperlukan untuk menghasilkan minyak atau lemak yang bermutu tinggi sesuai dengan kegunaannya. Proses pemurnian minyak terdiri dari beberapa tahap yaitu pemisahan gum (degumming), netralisasi, pemucatan (bleaching), dan deodorisasi (Allen, 1997).

Minyak sawit merah pada penelitian ini dihasilkan dari pemurnian minyak sawit kasar melalui proses degumming, netralisasi, doedorisasi, dan fraksinasi. Proses bleaching tidak dilakukan karena bleaching earth (tanah pemucat) yang digunakan pada proses bleaching dapat menyerap karotenoid (Ariana et al.,1996).

(25)

7

Tabel 3. Kandungan karotenoid beberapa pangan nabati

Jenis tanaman Kandungan karotenoid RE/100gr

Minyak sawit merah 30.000

Wortel 2.000

Daun sayur-sayuran 685

Aprikot 250

Tomat 100

Pisang 30

Air jeruk 8

Sumber : (Choo et al., 1994)

MSM tidak dianjurkan digunakan sebagai minyak goreng, karena karotenoid yang terkandung didalamnya rusak pada suhu tinggi. Minyak ini lebih dianjurkan sebagai minyak makan dalam menumis sayur daging dan bumbu. MSM juga baik digunakan sebagai bahan fortifikan makanan untuk produk pangan berbasis minyak/lemak, seperti margarin dan selai kacang (Andarwulan et al., 2003). Menurut Olson (1991) dianjurkan untuk diberikannya 7 ml MSM untuk

nutrisi anak-anak prasekolah. Hasil penelitian terhadap anak-anak sekolah di India yang mengkonsumsi makanan kaya β-karoten dari MSM, ternyata terjadi peningkatan retinol dalam hati dan serum darah. Suplementasi β-karoten MSM pada makanan ibu menyusui mampu meningkatan serum retinol pada bayi. Ibu yang makanannya rendah vitamin A, maka bayinya beresiko kekurangan vitamin A. MSM sangat efektif digunakan sebagai sumber energi dan mengurangi resiko kanker jantung (Britton dan Forambi, 1999).

(26)

8 sedangkan panas terutama berperan dalam peningkatan laju reaksi oksidasi dan hidrolisis yang menyebabkan penurunan mutu pada minyak (Jatmika et al., 1996).

Penyimpanan MSM pada ruangan gelap bersuhu sekitar 5°C memiliki keunggulan dalam hal meminimumkan peningkatan kadar peroksida dan meminimumkan penurunan kadar β-karoten. Kemasan botol gelap umumnya lebih mampu meminimumkan pembentukkan peroksida dan meminimumkan penurunan kadar karoten. Kadar karoten MSM yang disimpan di ruang gelap, bersuhu rendah, dan ruang yang tidak terkena sinar matahari langsung relatif tidak berubah (Jatmika dan Guritno, 1997). Perbandingan karateristrik minyak sawit merah yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) (1997), Sirajjudin (2003), dan Mas’ud (2007) dapat dilihat pda Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan karakteristik MSM PPKS (1997), Sirajjudin (2003), dan Mas’ud (2007)

Parameter PPKS

(1997)

Sirajjudin (2003)

Mas’ud (2007)

Asam Lemk Bebas (%) 0,11 0,02 0,17

Kadar Air (%, b/b) 0,02 0,01 0,07

Bil. Iod (g I2/100gr MSM) 6,1 0,86 5,9

Bil. Penyabunan (mgKOH/g MSM 198 197 193,8

Total Karoten (ppm) 500 650 492

C. Karotenoid

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah jingga serta larut dalam minyak/lipida (Winarno, 1991). Pigmen ini banyak ditemukan pada minyak sayur, misalnya minyak kedelai, minyak jagung, minyak biji matahari, dan minyak sawit kasar. Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprena,

dimana kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C1

dan C6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada posisi C1 dan C5 serta

diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi. Semua senyawa karotenoid

mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metil dan selalu terdapat ikatan

(27)

9 terkonjugasi dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus kromofora yang

menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda

terkonjugasi, maka makin pekat warna pada karotenoid tersebut yang mengarah

ke warna merah (Fisher, 2009).

Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya, Klaui dan Bauernfreind (1981) membagi karotenoid menjadi dua golongan utama yaitu (1) golongan karoten yang terdiri dari unsur-unsur atom C dan H. Termasuk golongan ini adalah α-, β-, dan γ- karoten; (2) golongan xantofil yang merupakan turunan teroksigenasi dari hidrokarbon yang terdiri dari unsur-unsur atom C, H, dan OH. Termasuk dalam golongan ini adalah lutein, violasantin, kriptosantin, neosantin, dan zeasantin.

Karotenoid termasuk senyawa lipid yang dapat larut dalam senyawa lipid lainnya, sehingga disebut lipofilik, dan pelarut lemak seperti aseton, alkohol, dietil eter, dan kloroform. Karoten larut dalam pelarut non polar seperti eter dan heksan, sedangkan xantofil larut sempurna dalam pelarut polar seperti alkohol. Karotenoid ini tidak tersabunkan dan umumnya berbentuk padat pada suhu ruang (Gross, 1991).

Beta–karoten

(28)

10 Gambar 2. Beta-karoten mempunyai 100% aktivitas vitamin A, α-karoten hanya memiliki 50-54% aktivitas vitamin A, γ-karoten hanya 40-50% aktivitas vitamin A. Bentuk isomer dari karoten juga mempengaruhi aktivitas vitamin dimana dilaporkan bahwa bentuk trans memiliki aktivitas vitamin A yang lebih tinggi daripada bentuk cis (Klaui dan Bauernfreind, 1981).

Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan seperti pada sayuran hijau, buah-buahan berwarna kuning dan merah serta minyak sawit kasar (Winarno, 1991). Berbagai bahan pangan sumber karotenoid (vitamin A) yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu kandungan vitamin A tinggi, sedang, dan rendah disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Bahan pangan sumber vitamin A Kandungan Tinggi (RE > 20.000

µg/100 g)

Sedang (RE 1.000 – 20.000 µg/100 g)

Rendah

(RE < 1.000 µg/100 g) Minyak sawit kasar Hati kambing / domba Roti

Minyak ikan Hati ayam Daging babi, sapi

Ubi Jalar Kentang

Wortel Ikan

Bayam Sumber : Winarno (1991)

Klaui dan Bauernfreind (1981) melaporkan bahwa absorbsi karoten bervariasi tergantung pada jumlah yang dikonsumsi, sumber karoten, dan antar individu. Efisiensi penyerapan akan lebih tinggi jika jumlah karoten yang dikonsumsi sedikit, dan penyerapan karoten yang terdapat pada minyak atau lemak jauh lebih baik dibandingkan dengan karoten yang terdapat pada sayuran.

(29)

11 stereoisomer. Perubahan stereoisomer mempengaruhi nilai vitamin A dari karoten, dimana isomer cis mempunyai nilai vitamin A yang lebih rendah daripada isomer trans-nya. Secara alami karoten dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk all trans karoten. Isomerisasi juga dapat berlangsung pada suhu kamar, namun reaksi

berjalan sangat lambat dan pengaruhnya terhadap potensi viatmin A relatif kecil (Klaui dan Bauernfreind, 1981 ).

D. Emulsi

Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang lain dalam bentuk butiran (droplet/globula) dengan diameter biasanya lebih dari 0,01 m atau antara 0,01–50 m. Fase yang berbentuk butiran disebut fase terdispersi atau fase internal atau disebut juga fase diskontinyu, sedangkan fase cairan tempat butiran terdispersi disebut fase pendispersi atau fase eksternal atau fase kontinyu (Nawar, 1985).

Dalam pangan kedua fase tersebut berupa minyak dan air, bila minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase pendispersi maka emulsi yang terbentuk disebut tipe emulsi minyak dalam air (m/a) atau oil in water (o/w). Sebaliknya, bila fase air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase pendispersi disebut tipe emulsi air dalam minyak (a/m) atau water in oil (w/o). Di dalam proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan bahan ketiga atau campuran dua atau lebih bahan kimia untuk menstabilkan emulsi. Bahan tersebut tergolong ke dalam bahan pengemulsi (emulsifier) dan penstabil (stabilizer).

Penambahan bahan pengemulsi bertujuan menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan interfasial) sehingga mempermudah terbentuknya emulsi, sedangkan penambahan bahan penstabil bertujuan meningkatkan viskositas fase kontinu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muchtadi, 1990).

(30)

12 Menurut Narsimhan (1992), emulsi dibentuk oleh pemberian energi mekanik untuk mencampur dua fase cairan yang tidak saling tercampur sehingga satu cairan terdispersi dalam butiran yang baik. Energi mekanik awalnya mengganggu interfasial yang membentuk butiran besar, kemudian merusaknya menjadi butiran–butiran lebih kecil.

Tabel 6 . Nilai beberapa komponen bahan pengemulsi

Komponen Nilai HLB

1. Asam oleat

8. Polioksietilen sorbitol stearat 9. Metilselulosa (CMC)

10. Polioksietilen sorbitol stearat

11. Polioksietilen sorbitol monooleat (tween 80) 12. Sodium oleat

13. Potasium oelat

1.0 Sumber : Belitz dan Grosch (1987)

(31)

13 amfortir tidak bermanfaat; dan (3) pertimbangkan penggunaan kombinasi dua atau lebih pengemulsi bila penggunaan satu emulsi tidak berhasil dengan baik . Tabel 6 menunjukkan nilai HLB beberapa bahan pengemulsi.

Pengaruh bahan pengemulsi terhadap pembentukkan emulsi adalah menurunkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk emulsifikasi dengan cara menurunkan tegangan interfasial. Tegangan interfasial tersebut tidak berada dalam nilai kesetimbangan dan akan bergantung pada laju adsorpsi bahan pengemulsi (Narsimhan, 1992). Menurut Noerono (1990), jika terdapat pengemulsi yang cukup maka molekul pengemulsi akan teradsorpsi pada setiap batas antar permukaan globula–globula yang terbentuk dan membentuk lapisan film yang utuh, dengan demikian memberikan perlindungan yang cukup kepada globula– globula.

E. Kestabilan Emulsi

Kestabilan emulsi pangan merupakan fenomena yang kompleks karena melibatkan berbagai sistem yang luas. Emulsi dari dua fase cairan secara termodinamika tidak bersifat stabil. Pengertian emulsi stabil secara termodinamika adalah bahwa emulsi secara spontan terbentuk kembali setelah dilakukan pemisahan dengan sentrifugasi atau alat lain. Dengan demikian pengertian emulsi stabil mengacu pada proses pemisahan yang berjalan lambat sedemikian sehingga proses tersebut tidak teramati pada selang waktu tertentu yang diinginkan, biasanya 2–3 tahun (Friberg et al., 1990 ). Pada Gambar 3 dapat dilihat beberapa konsep yang menggambarkan sebuah emulsi dari sebelum terbentuk hingga terjadinya ketidakstabilan emulsi.

Selama suatu emulsi disimpan, dapat terjadi perubahan-perubahan fisik di dalam butiran-butiran terdispersinya yang berakibat pada penurunan mutu. Perubahan stabilitas suatu emulsi dapat terjadi melalui proses kriming, flokulasi dan koalesen (Mucthadi, 1990).

(32)

Flokulasi mer pemutusan film anta Terjadinya flokulasi a

Koalesen merupa lebih besar. Pada taha jumlah dan ukuran globu

Gambar 3. Diagram y

Faktor-faktor (1982) adalah : (1) perbedaan densitas ant emulsi, dan ekspos suhu meliputi ukuran globul muatan fase terdispe antarmuka (interfasial

F. Reologi Pangan

Menurut Hel mempelajari sifat ali

erupakan agregasi dari droplet. Pada flokula ntar permukaan sehingga jumlah dan ukuran

i akan mempercepat laju creaming (Nawar, 1985) erupakan penggabungan globula-globula menja tahap ini terjadi pemutusan film antar perm n globula berubah (Nawar, 1985).

m yang menggambarkan konsep dari emulsi (W

or yang mempengaruhi kestabilan emulsi menur 1) faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol antar fase, kohesi fase internal (terdispersi), p suhu yang ekstrim, dan (2) faktor-faktor yang

lobula fase internal, viskositas fase kontinu persi, distribusi ukuran globula fase internal ial) antara kedua fase.

eldman dan Singh (2001), reologi adal aliran suatu bahan dan perubahn bentuk flui

Keterangan :

A : Proses sebelum emuls B : Fase II dalam proses e C : Emulsi yang tidak sta D : Emulsi yang stabil

(33)

15 menurut Ferguson dan Kemblowski (1991), reologi merupakan ilmu yang mempelajari hampir semua aspek yang mempengaruhi perubahan bentuk dan aliran bahan sebagai akibat dari adanya tekanan luar.

Sifat reologi adalah sifat fisik produk pangan yang berkaitan dengan deformasi bentuk akibat adanya gaya mekanik atau aliran. Sifat fisik yang termasuk sifat reologi antara lain keketalan, kelengketan, elastisitas, platisitas, kelenturan, kekenyalan, dan sebagainya. Sifat-sifat ini sangat penting kaitannya dengan mutu produk pangan berbentuk cair, kental, gel, dan plastis. Sifat-sifat reologi ini umumnya dapat diukur secara mekanik maupun organoleptik. Menurut Toledo (1991), karateristik jenis aliran fluida sangat penting, tidak hanya dalam pengolahan dan transportasi bahan pangan di industri pangan.

Berdasarkan perilaku alirannya, fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu Newtonian dan Non Newtonian. Fluida Non Newtonian dibagi menjadi beberapa jenis yaitu Bingham Plastik, Pseudoplastik, Dilatan, Thiksotropik, dan Rheopektik.

G. Perilaku Aliran Fluida 1. Aliran Newtonian

Aliran Newtonian merupakan aliran yang memiliki kekentalan ideal (Kleinert, 1976). Aliran Newtonian menunjukkan perbandingan yang proporsional antara shear rate dan shear stress, seperti dapat dilihat pada Gambar 4.

Shear Stress

Shear Rate

Viskositas

Shear Rate

Gambar 4. Kurva Aliran Fluida Newtonian (Kleinert, 1976)

2. Aliran Non Newtonian

(34)

16 dimiliki oleh sistem: (1) campuran atau cairan bahan polimer yang memiliki berat molekul tinggi; (2) suspensi padatan dalam bahan cair, terutama bila padatan tersebut cenderung memuai, larut satu-persatu atau bercampur dengan fase cairan (Glicksman, 1969).

Menurut Tatterson di dalam Sailah (1994), fluida non Newtonian diklasifikasikan lagi menjadi lima berdasarkan sifat aliran fluida yaitu Bingham plastik, pseudoplastik (shear thinning), dilatan (shear thickening), thiksotropik, dan rheopektik. Kelima sifat aliran fluida tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

a. Bingham Plastik

Fluida Bingham plastik membutuhkan shear stress (gaya geser) sebesar ”yield point” sebelum mulai mengalir. Ketika terjadi aliran, sifat aliran fluida Bingham plastik menjadi bersifat Newtonian. Pada fluida Bingham plastik, hubungan antara shear rate (laju geser) dan shear stress (gaya geser) berupa garis lurus seperti dapat dilihat pada Gambar 5. Viskositas pada fluida Bingham plastik cenderung konstan dengan meningkatnya laju geser.

Fluida lain yang mempunyai sifat aliran yang mirip dengan fluida Bingham plastik adalah fluida Casson. Fluida ini mempunyai sifat yang relatif serupa dengan fluida pseudoplastik dan dapat dikatakan merupakan fluida antara Bingham plastik dan pseudoplastik (Glicksman, 1969).

Shear Stress

Shear Rate

Viskositas

Shear Rate

Gambar 5. Kurva Aliran Fluida Bingham Plastik (Kleinert, 1976)

b. Pseudoplastik

(35)

17 mempunyai aliran pseudoplastik antara lain konsentrat jus, pure, saus dan sebagainya.

Shear Stress

Shear Rate

Viskositas

Shear Rate

Gambar 6. Kurva Aliran Fluida Pseudoplastik (Kleinert, 1976)

Pada fluida non Newtonian terdapat nilai koefisien kekentalan atau indeks konsistensi (K) dengan satuan Pa.sn, sedangkan indeks perilaku aliran (n) merupakan suatu nilai yang mendeskripsikan jenis aliran fluida dan tidak memiliki satuan. Untuk fluida pseudoplastik, n akan bernilai lebih kecil dari satu. Pada fluida dilatan, n akan bernilai lebih besar dari satu, dan jika n bernilai satu maka fluida tersebut adalah fluida Newtonian. Bahan pangan yang bersifat pseudoplastik memiliki nilai indeks konsistensi lebih besar dari nol (Rha, 1978).

c. Dilatan

Menurut Kleinert (1976), aliran dilatan merupakan suatu aliran yang terjadi jika shear stress meningkat secara linear dengan adanya kenaikan shear rate, dan sering mencapai titik dimana cairan berubah menjadi padatan. Bila

suspensi menunjukkan kenaikan viskositas yang besar karena adanya peningkatan shear stress, maka bahan tersebut tergolong fluida dilatan (Kleinert, 1976).

Perilaku aliran dilatan digambarkan pada Gambar 7.

Shear Stress

Shear Rate

Viskositas

Shear Rate

(36)

18 d. Thiksotropik

Menurut Kleinert (1976) aliran thiksotropik merupakan suatu aliran yang menunjukkan penurunan kekentalan (viskositas) suatu bahan sebagai fungsi dari waktu, dan struktur akan kembali ke kondisi awal setelah beberapa saat. Ciri aliran thiksotropik yaitu kekentalan akan menurun dengan meningkatnya waktu aliran, seperti ditunjukkan pada Gambar 8.

Viskositas

Waktu

Gambar 8. Kurva Aliran Fluida Thiksotropik (Kleinert, 1976) e. Rheopektik

Aliran rheopektik merupakan suatu aliran yang menunjukkan kenaikan kekentalan (viskositas) pada shear stress konstan. Aliran rheopektik ini merupakan kebalikan dari aliran thiksotropik dimana kekentalan akan meningkat dengan meningkatnya waktu aliran, seperti terlihat pada Gambar 9.

Viskositas

Waktu

Gambar 9. Kurva Aliran Fluida Rheopektik (Kleinert, 1976)

H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sifat Reologi 1. Shear Rate (Laju Geser)

(37)

19 sedangkan kekentalan pada fluida dilatan mengalami peningkatan pada nilai shear rate yang lebih tinggi. Kekentalan antara shear rate dan shear stress pada titik tertentu sebagai apparent viscosity (viskositas terukur) (Rha, 1978).

Menurut Balmaceda et al., (1973), persamaan umum Power Law merupakan suatu model yang tepat untuk menggambarkan perilaku aliran hidrokoloid. Adapun bentuk persamaan Power Law yang menggambarkan hubungan antara shear rate dan shear stress adalah :

τ = K γn

Sedangkan bentuk persamaan Power Law yang menggambarkan hubungan antara viskositas terukur dan shear stress adalah :

app = K γn-1

dimana τ adalah shear stress, K adalah indeks konsistensi, γ adalah shear rate,

app adalah viskositas terukur dan n adalah indeks perilaku aliran. 2. Waktu

Waktu yang dimaksud yaitu lamanya pengadukkan yang dilakukan terhadap sampel yang dianalisis. Suatu fluida disebut thiksotropik jika terjadi penurunan kekentalan dengan bertambahnya waktu, sedangkan jika terjadi peningkatan keketalan dengan bertambahnya waktu, maka fluida tersebut dikenal dengan fluida rheopektik (Rha, 1975). Menurut Balmaceda et al., (1973), rasio kekentalan pada hidrokoloid meningkat dengan bertambahnya waktu pengadukan. Pada fluida thiksotropik, viskositas akan mengalami penurunan sejalan dengan lamanya waktu pengadukan karena pecahnya struktur produk. Pada beberapa produk, strukturnya akan kembali seperti semula jika pengadukan dihentikan. Namun pada beberapa produk strukturnya tidak bisa kembali lagi (Holdsworth, 1993).

Pada fluida rheopektik, terjadi pengembangan bertahap dari struktur fluida sejalan dengan lamanya pengadukan sehingga viskositasnya mengalami peningkatan (Holdsworth, 1993). Rosidah (1990) di dalam Santoso (1993) menyatakan hubungan antara viskositas terukur konsentrat nangka dan waktu, dengan model matematik sebagai berikut :

app = bta

(38)

20

3. Suhu

Pengaruh suhu terhadap parameter rheologi dapat dinyatakan dengan persamaan Arhennius, yaitu :

K = A e-Ea/RT , atau ln K = ln A – (Ea/RT)

dimana K adalah indeks konsistensi dalam satuan Pa.s, A adalah suatu konstanta, Ea adalah energi aktivasi dalam satuan kkal/mol, dan T adalah suhu dalam satuan K dengan nilai R adalah 0,00199 kkal/J.mol.

Energi aktivasi menunjukkan kemudahan suatu fluida untuk mulai mengalir. Menurut Rao (1982), nilai K untuk bahan pangan non Newtonian dapat diganti dengan viskositas terukur ( app)seperti yang tercantum di bawah ini :

ln app = ln A – (Ea/RT)

Menurut Saravacos (1967) di dalam Holilah (1998), suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan menurunnya nilai indeks konsistensi (K), tetapi nilai indeks perilaku aliran (n) cenderung tetap. Persamaan lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan pengaruh suhu terhadap indeks konsistensi dan viskositas terukur adalah persamaan Power Law, yaitu :

K = ATB , atau

app = ATB ;

(39)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN

Bahan pembentuk emulsi yang digunakan adalah Neutralized Deudorized Red Palm Oil (NDRPO), air minum dalam kemasan, dan emulsifier. Jenis

emulsifier yang digunakan adalah Gum arab, Tween 80, dan Carboxymethylcellulose (CMC). Bahan yang digunakan untuk analisis adalah

heksana, MgCO3, aquades, dan aseton.

Peralatan yang digunakan adalah homogenizer Armfield L4R, viscometer Haake-Rotovisco RV20, spektrofotometer Spectronic 20D+, kromameter Minolta GR 200/210, fotomikroskop polarisasi Olympus PM-10ADS, vortex, timbangan, kertas saring dan alat-alat gelas.

B. METODE

1. Fraksinasi Minyak Sawit Merah

Tujuan dari tahap ini adalah untuk memperoleh fraksi olein dari NDRPO yang akan digunakan sebagai bahan baku emulsi. Metode yang dilakukan meliputi pemanasan minyak pada suhu ±50 °C selama 15 menit. Minyak kemudian diendapkan selama 1 malam pada suhu ruang (27 - 30°C) selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memperoleh fraksi olein. Fraksi olein yang diperoleh kemudian diukur kadar total karoten.

2. Pemilihan Jenis Emulsifier

Tujuan penelitian tahap ini adalah memilih jenis emulsifier yang tepat untuk emulsi oil in water. Emulsifier yang digunakan adalah Gum arab, Carboxymethylcellulose (CMC) dan Tween 80. Rasio air dan minyak yang

(40)

22

Pada tahap ini akan dipilih jenis emulsifier yang paling stabil. Emulsifier yang terpilih akan digunakan untuk tahapan penelitian selanjutnya. Pemilihan jenis emulsifier berdasarkan % kestabilan emulsi yang paling tinggi. Diagram pembuatan emulsi dapat dilihat pada Gambar 10.

Penentuan persen stabilitas emulsi (Montesqrit, 2007) dirumuskan sebagai berikut: Pengukuran stabilitas emulsi : % ( . .

. X 100 % )

Emulsifier Air (Sebagian)

Diaduk (2 menit)

Minyak sawit merah

(penambahan secara perlahan-lahan sambil diaduk menggunakan pengaduk)

Emulsi Primer

Diaduk-aduk (2 menit)

Penambahan air (secara perlahan-lahan)

Homogenizer ± 10 menit (v=1425 rpm)

Emulsi oil in water

(41)

23 3. Pemilihan Rasio Air dan Minyak serta Optimasi Konsentrasi Emulsifier

a. Pemilihan rasio air dan minyak

Tujuan dari tahap ini adalah memilih rasio air dan minyak yang tepat untuk formulasi emulsi oil in water minyak sawit merah. Rasio yang dipilih diharapkan dapat membentuk emulsi yang stabil. Tahap ini merupakan lanjutan dari tahapan sebelumnya. Pemilihan rasio air dan minyak dilakukan dengan menggunakan jenis emulsifier terpilih pada tahap sebelumnya. Pengujiannya dilakukan pada berbagai tingkat konsentrasi emulsifier selama beberapa hari penyimpanan sampai hari penyimpanan dimana telah terjadi pemisahan pada salah emulsi yang dihasilkan. Formula yang diujikan dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan pengukuran stabilitas emulsi seperti pada tahapan sebelumnya.

Tabel 7. Formula pemilihan rasio air : minyak serta konsentrasi emulsifier

Emulsifier terpilih

Air : Minyak Konsentrasi emulsifier (b/v)

6 : 4 7 : 3 7,5 : 2,5

8 : 2

0,20 % - 0,45% (Dengan selang 0,05)

Rasio air dan minyak dipilih berdasarkan pada stabilitas emulsi yang paling tinggi diantara rasio yang diujikan. Pada tahapan ini juga dipilih konsentrasi emulsifier yang menghasilkan emulsi oil in water dengan stabilitas tertinggi. Namun, konsentrasi emulsifier yang terpilih pada tahap ini masih akan dioptimasi pada tahap selanjutnya.

b. Optimasi konsentrasi emulsifier

Tujuan penelitian pada tahap ini adalah untuk memilih konsentrasi dari emulsifier terpilih yang paling tinggi kestabilannya (volume yang memisah paling kecil). Pengujian pada tahap ini mengacu pada tahapan sebelumnya. Konsentrasi emulsifier yang terpilih pada tahap sebelumnya akan dioptimasi pada tahap ini.

(42)

24 4. Uji Stabilitas Emulsi

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui kestabilan formula emulsi yang telah dipilih pada tahap sebelumnya sebagai emulsi oil in water yang paling stabil. Pengukurannya dilakukan selama 4 minggu penyimpanan pada suhu ruang. Analisis yang dilakukan meliputi :

a. Pengamatan Warna Metode Chromameter (Hutching, 1999)

Pengukuran warna dilakukan dengan Minolta Chroma Meters CR-130. Prinsip dari Minolta Chroma Meters adalah pengukuran perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel. Chromameter adalah suatu instrument untuk analisis warna secara testimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan suatu permukaan. Data pengukuran yang diperoleh dapat berupa nilai absolut maupun nilai selisih dengan warna standar.

Sistem warna Hunter Lab memiliki tiga atribut yaitu L, a, dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan sampel, memiliki skala dari 0 sampai 100 dimana 0 menyatakan sampel sangat gelap dan 100 menyatakan sampel sangat cerah. Nilai a menunjukkan derajat merah atau hijau sampel. Nilai a positif menunjukkan warna merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai a memiliki skala dari –80 sampai 100.

Nilai b menunjukkan derajat kuning atau biru. Nilai b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan warna biru. Nilai b memiliki skala dari negatif 70 sampai 70. Pengukuran juga dilakukan terhadap nilai hue (°h) dan ∆E. Nilai hue menggambarkan kisaran warna kromatis yang dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai ∆E menggambarkan perubahan warna yang terjadi secara keseluruhan. Sebelum digunakan cromameter harus dilakukan kalibrasi. Kalibrasi menggunakan plat putih dengan nilai Y= 92,98, x = 0,3178, dan y = 0,3338.

hue = tan-1(b/a)

(43)

25

Tabel 8 . Nilai hue dan daerah kisaran warna kromatis

Nilai hue Daerah kisaran warna

342° - 18 ° Merah - Ungu

18° - 54° Merah

54° - 90° Kuning – Merah

90° - 126° Kuning

126° - 162° Kuning – Hijau

162° - 198° Hijau

198° - 234° Biru – Hijau

234° - 270° Biru

270° - 306° Biru – Ungu

306° - 342° Ungu

b. Total Karotenoid, Metode Spektrometri (Modifikasi PORIM, 2005) Pengukuran kadar karoten dilakukan berdasarkan metode spektrometri. Sebanyak 0,1 gr sampel dilarutkan dengan heksan 10 ml dalam tabung reaksi. Emulsi divortek selama ±10 menit kemudian didiamkan dalam ruang gelap selama ±3 hari. Setiap harinya divortek kembali selama ±10 menit hingga emulsi larut sempurna dalam heksan. Setelah itu larutan dimasukkan dalam labu takar 25 ml sampai tanda tera, kemudian dikocok hingga benar-benar homogen.

Absorbansi diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 446 nm. Kadar karoten dihitung dengan menggunakan rumus :

Total karoten (mg/kg) =

Keterangan :

W : bobot sampel yang dianalisis (g)

c). Penentuan Diameter dan Distribusi Globula Lemak (Cola dan Stauffer, 1987; de Cindio dan Cacace, 1995).

Pengukuran globula lemak diukur dengan menggunakan fotomikroskop dengan pembesaran 200 kali. Diameter globula dinyatakan sebagai diameter rata-rata atau Diameter mean (Dm) dengan rumus sebagai berikut (Orr,1983) :

(44)

26 Dimana : D = diameter globula ( m)

N= jumlah globula

Selain dilakukan perhitungan diameter rata-rata (Dm) dengan cara

mengklasifikasikan data diameter, juga dibuat histogram distribusi ukuran diameter globula lemak emulsi oil in water minyak sawit merah pada diameter tertentu.

d). Pengamatan Stabilitas Emulsi secara Visual

Dilakukan pengamatan terhadap stabilitas dari formula emulsi terpilih pada setiap minggu selama 4 minggu penyimpanan emulsi oil in water. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan emulsi terbaik atau mengetahui sampai berapa hari penyimpanan terjadinya pemisahan minyak pada emulsi oil in water minyak sawit merah.

5. Pengukuran Sifat Reologi Emulsi

Pengukuran sifat reologi dilakukan menggunakan Haake rotovisco RV 20 Rot 2.4.3 dengan sensor sistem NV (Lampiran 28) tahapan pengukuran meliputi sebagai berikut :

a. Penentuan karakteristik gliserol 87%

Gliserol 87% sebanyak 9 ml larutan dimasukkan kedalam sensor NV dan dikenakan laju geser 30 – 300 1/s, suhu 25°C selama 10 menit.

b. Penentuan karakteristik aliran

Formula emulsi oil in water terpilih masing-masing 9 ml larutan dimasukkan kedalam rotor dan dikenakan laju geser 10-300 1/s pada suhu 25 °C selama 10 menit dan diukur viskositasnya secara kontinu.

c. Penentuan pengaruh pemanasan

Formula emulsi oil in water diukur pada laju geser 300 1/s, selama 90 menit dan pemanasan dari suhu 25 °C sampai suhu 90 °C.

d. Penentuan lama pengadukan

(45)

27 6. Penentuan Formula Terbaik

(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Fraksinasi Minyak Sawit Merah

Penelitian pendahuluan dilakukan proses fraksinasi Neutralized Deodorized Red Palm Oil (NDRPO) sebagai bahan baku dalam pembuatan

emulsi. Fraksinasi yang dilakukan merupakan tahap akhir dalam proses pemurnian minyak sawit merah. Tahap pemurnian sebelumnya sudah dilakukan antara lain proses degumming, deasidifikasi, dan deodorisasi. Proses degumming dilakukan dengan memanaskan CPO hingga suhu 80°C selama 15 menit. Kemudian ditambahkan larutan asam fosfat 85%. Minyak yang dihasilkan bersih dari lendir serta kotoran-kotoran yang sebelumnya terdapat pada CPO (Widarta, 2008). Sedangkan deasidifikasi dilakukan pada suhu 61 ± 2°C, lama proses 26 menit, dengan konsentrasi NaOH 16°Be dan excess 17.5 % dari NaOH yang dibutuhkan. Pada Kondisi tersebut diperoleh produk NRPO (Neutralized Red Palm Oil) dengan reduksi kadar asam lemak bebas 96.35%, recovery karoten sebesar 87.30% dan rendemen 90.16% (Widarta, 2008). Deodorisasi dilakukan pada suhu 140°C selama 1 jam. Kondisi tersebut mampu mempertahankan karoten hampir 70% (375.33 mg/kg) serta mampu mereduksi odor dengan baik (Riyadi, 2009).

Metode fraksinasi yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pemanasan minyak pada suhu ± 50°C selama 15 menit. Kemudian dilakukan pengendapan minyak selama 1 malam pada suhu ruang (27-30°). Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memperoleh fraksi olein dari minyak sawit merah. Fraksi olein yang diperoleh (seperti terlihat pada Lampiran 1) digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan emulsi oil in water minyak sawit merah. Analisis yang dilakukan terhadap minyak sawit merah hasil fraksinasi tersebut adalah kadar total karoten. Dari data pengukuran seperti yang disajikan pada Lampiran 3, total karoten minyak sawit merah rata-rata yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan emulsi oil in water yaitu sebesar 147,7809 ppm.

2. Pemilihan Jenis Emulsifier

(47)

29 emulsi yang pernah diteliti adalah emulsi water in oil (w/o). Emulsifier yang digunakan yaitu Gum arab, CMC dan Tween 80 yang diujikan pada rasio air dan minyak 6 : 4, 7 : 3, 7,5 : 2,5, dan 8:2 serta konsentrasi emulsifier yang digunakan adalah 0,2% (b/v). Pemilihan rasio air dan minyak yang diujikan tersebut karena emulsi yang diharapkan adalah emulsi oil in water, sehingga perbandingan volume air lebih banyak daripada minyak. Sedangkan penggunaan konsentrasi emulsifier 0,2% (b/v) berdasarkan penelitian sebelumnya dari Saputra (2006).

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan emulsi secara tidak lengkap (emulsi primer). Emulsi primer yang dimaksud adalah emulsi tanpa bahan-bahan tambahan seperti pemanis, pengkelat, antioksidan, antimikroba, dan flavor. Produk emulsi oil in water minyak sawit merah dapat dilihat pada Gambar 11.

Tabel 9. Stabilitas emulsi oil in water minyak sawit merah setelah 3 hari penyimpanan pada berbagai jenis emulsifier berbeda sebagai fungsi dari rasio air dan minyak

Jenis emulsifier Rasio air : minyak

Stabilitas (%)

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3

Gum arab 6 : 4 60,73 49,71 47,66

7 : 3 45,16 39,97 34,85

7,5 : 2,5 40,66 37,05 32,95

8 : 2 38,58 33,51 30,43

CMC 6 : 4 80,62 70,71 66,27

7 : 3 70,76 64,20 57,05

7,5 : 2,5 63,30 55,84 51,61

8 : 2 60,74 52,46 50,34

Tween 80 6 : 4 64,72 53,81 49,09

7 : 3 59,11 48,25 40,87

7,5 : 2,5 50,09 44,66 38,47

8 : 2 46,90 40,79 35,75

(48)

30 menghasilkan kestabilan emulsi yang paling rendah diantara jenis emulsifier lainnya. Stabilitas emulsi dari jenis emulsifier Tween 80 lebih tinggi daripada Gum arab, akan tetapi stabilitasnya lebih rendah dari jenis emulsifier CMC. Kegagalan menggunakan Gum arab karena emulsifier Gum arab lebih cocok untuk pembuatan emulsi air dalam minyak (Chanamai and McClements, 2001). Selain itu, Gum arab sesuai untuk produk pangan dengan pH 3-5, sedangkan emulsi oil in water memiliki pH netral (Narshimhan, 1992).

Berdasarkan Tabel 9, disimpulkan bahwa hanya satu jenis emulsifier yang sesuai untuk emulsi oil in water yaitu jenis emulsifier CMC. Emulsifier CMC dengan konsentrasi 0,2% (b/v) menunjukkan stabilitas emulsi yang paling tinggi selama 3 hari penyimpanan pada semua rasio air dan minyak yang diujicobakan.

Data pengamatan visual terhadap stabilitas emulsi oil in water dapat dilihat pada Lampiran 5. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa secara visual emulsifier CMC menghasilkan emulsi yang paling stabil diantara emulsi yang lain. Warna emulsi yang dihasilkan kuning terang pada hari pertama sampai hari ketiga penyimpanan (Gambar 12). Selain itu juga terjadi pemisahan air pada bagian bawah emulsi, akan tetapi tidak terjadi pemisahan minyak. Hal ini berbeda dengan emulsifier Gum arab, selain pemisahan air juga terjadi pemisahan minyak pada bagian atas emulsi yang berwarna orange setelah tiga hari penyimpanan. Pemisahan minyak pada emulsi dapat dilihat pada Gambar 14. Sedangkan pada emulsifier Tween 80, seperti halnya pada CMC terjadi pemisahan air pada bagian bawah emulsi dan warna emulsi kuning terang selama 3 hari penyimpanan. Akan tetapi pemisahan air yang terjadi relatif lebih besar dibandingkan dengan CMC seperti terlihat pada Gambar 12 dan 13.

Kerusakan emulsi yang terjadi selama penyimpanan yaitu berupa creaming (terbentuk dua lapisan emulsi yang disebabkan kecenderungan

partikel-partikel fase terdispersi terkumpul dilapisan atas atau bawah emulsi (Chanamai and McClements, 2001).

(49)

Ringing dan oiling-off emulsifier yang diguna kestabilan emulsi oil emulsifier dapat diliha bahwa jenis emulsifie dibandingakan jenis la

Gambar13. Emulsi de Tween 80 s penyimpa

Gambar 11. Contoh e water merah

off adalah hasil dari mekanisme fisikokimia y

puti pemisahan oleh adanya gaya gravitasi, flokul stward, 2004).

gam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa gunakan memberikan pengaruh nyata pada α =

oil in water. Hasil uji lanjut Duncan pada

dilihat pada Lampiran 7. Dari lampiran tersebut ifier CMC memberikan tingkat kestabilan yan s lainnya.

ujian statistik tersebut, memberikan data pendukun ulsifier untuk formula emulsi oil in water miny

uruhan data, dapat disimpulkan bahwa jenis em ini karena CMC memiliki stabilitas emulsi yan sifier lainnya yang diujikan.

i denga emulsifier n 80 selama 3 hari mpanan

Gambar14. Emulsi de Gum arab s penyimpa ontoh emulsi oil in

ater minyak sawit rah

Gambar 12. Emulsi de CMC se penyim

(50)

32 Senyawa Carboxymethylcellulose (CMC) merupakan hidrokoloid yang cenderung stabil pada porsi air yang lebih tinggi, sehingga cocok digunakan untuk emulsi oil in water. CMC berperan sebagai pengikat air, pengemulsi, pengental dan penstabil (Ganz didalam Nawansih, 2006). Dengan demikian, CMC akan meningkatkan kekentalan sehingga droplet-droplet minyak sulit bergabung dengan yang lainnya. Droplet yang stabil dan sulit bergabung mengakibatkan stabilitas emulsi dapat terjaga dengan baik. Mekanisme kerja CMC dalam menjaga kestabilan emulsi adalah dengan meningkatkan viskositas medium pendispersi sehingga mencegah/memperlambat destabilisasi emulsi melalui kriming, flokulasi, maupun koalesen.

3. Pemilihan Rasio Air dan Minyak serta Konsentrasi Emulsifier

a. Pemilihan rasio air dan minyak

Penelitian pada tahap ini adalah pemilihan rasio air dan minyak sebagai emulsi oil in water (o/w) minyak sawit merah. Pada tahap sebelumnya telah dipilih jenis emulsifier CMC. Pemilihan rasio air dan minyak dilakukan dengan menggunakan emulsifier CMC pada berbagai tingkat konsentrasi emulsifier. Rasio air dan minyak yang dipilih adalah rasio yang menghasilkan stabilitas emulsi paling tinggi.

Gambar 15. Stabilitas emulsi oil in water minyak sawit merah setelah 1 hari penyimpanan pada berbagai rasio air dan minyak sebagai fungsi dari konsentrasi CMC

Gambar 15 menunjukkan tingkat stabilitas emulsi berbagai rasio air dan minyak (6 : 4, 7 : 3, 7,5 : 2,5, dan 8 : 2) pada berbagai tingkat konsentrasi CMC. Pengujiannya dilakukan selama 1 hari penyimpanan dan data yang disajikan

30,00%

0,20% 0,25% 0,30% 0,35% 0,40% 0,45%

Gambar

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar dan titik cairnya
Tabel 3. Kandungan karotenoid beberapa pangan nabati
Gambar 2. Struktur β-karoten dan retinol (vitamin A) ( Tannenbaum et al., 1985)
Tabel 6 . Nilai beberapa komponen bahan pengemulsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian mengenai formulasi sediaan emulsi minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam.) dengan gom arab sebagai emulgator alam yang terpilih

Secara umum semakin tinggi suhu dan semakin lama pemanasan menyebabkan penurunan kandungan karotenoid dan α -tokoferol Penurunan karoten total minyak sawit merah

Terdapat interaksi antara perbandingan minyak sawit merah dan minyak jagung dengan konsentrasi kuning telur terhadap sifat kimia dan sensori mayonaise....

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula produk minuman susu asam dengan minyak sawit merah sebagai pengganti lemak susu yang memiliki karakter

Penambahan minyak sawit merah pada gula kelapa akan berpengaruh terhadap kandungan dan retensi karoten, serta sifat isik dan sensori produk selama penyimpanan yang juga

Pada penelitian ini peneliti membuat mayones dengan menggunakan minyak sawit merah dan minyak zaitun karena kandungan gizi dari kedua minyak tersebut dapat menghasilkan

Sediaan emulsi tipe minyak dalam air (m/a) dibuat menggunakan minyak ikan sebagai fase minyak dan lendir daun gedi merah hasil ekstraksi sebagai emulgator

Pada penelitian ini peneliti membuat mayones dengan menggunakan minyak sawit merah dan minyak zaitun karena kandungan gizi dari kedua minyak tersebut dapat menghasilkan