• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi dan Perilaku Masyarakat Desa Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi dan Perilaku Masyarakat Desa Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT DESA CIPAGANTI TERHADAP KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus)

AJENG INTAN PURNAMASARI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi dan Perilaku Masyarakat Desa Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus) adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus). Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN.

Persepsi terhadap kukang jawa adalah penilaian dan pemahaman tentang kukang jawa yang ditangkap oleh indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan penalaran melalui proses mental yang akan menjadi motivasi, kekuatan, dan dorongan untuk melakukan perilaku tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan perilaku responden Desa Cipaganti terhadap kukang jawa dan untuk mengetahui hubungan antara persepsi dengan perilaku responden Desa Cipaganti tehadap kukang jawa. Pada umumnya responden memiliki persepsi yang sesuai terhadap perilaku kukang jawa, menganggap bahwa kukang jawa memiliki manfaat dan nilai ekonomi. Selain itu mereka percaya pada mitos setempat bahwa kukang jawa berbahaya. Responden umumnya tidak mendekati kukang jawa. Mereka menganggap bahwa kukang jawa tidak akan menyerang manusia bila sebelumnya kukang jawa tersebut tidak diganggu.

Kata kunci: Kukang jawa, perilaku, persepsi

ABSTRACT

AJENG INTAN PURNAMASARI. Cipaganti Village Community’s Perception and Behavior of the Javan Slow Loris (Nycticebus javanicus). Supervised by NURMALA K. PANDJAITAN.

(5)

CIPAGANTI TERHADAP KUKANG JAWA (Nycticebus

javanicus)

AJENG INTAN PURNAMASARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

NIM : I34090098

Disetujui oleh

Dr. Nurmala K. Pandjaitan MS. DEA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi dan Perilaku Masyarakat Desa Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus)” sebagai salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Proposal penelitian ini menjelaskan tentang persepsi dan perilaku masyarakat terhadap kukang jawa di daerah sekitar Cagar Alam Gunung Papandayan Desa Cipaganti.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih dan hormat yang mendalam kepada Ibu Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS. DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak masukan, dukungan, dan selalu sabar membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Maman Suryaman, Ibunda Yeni Herlina, Kakanda Andri Yudha Wirasakti dan Adinda Rieska Rizki Ramadhani yang telah memberikan dukungan beserta doanya untuk penulis. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan (Dini Dwiyanti dan Nadia Zabila). Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Mark Rademaker, sahabat-sahabat penulis di SKPM (Lulu, Indra, Syifa, M. Septiadi, Alfiana, Arif, Gressa, Bunga, Anggi LU, Zaki, Siska, Fina, Zona, Santi, Nina, Firda, Yanitha, M Yosa, Faris, Rafi, Elbie), dan teman-teman penulis selama menempuh pendidikan di SKPM IPB, teman-teman di IPB (Riad, Ane, Robytoro, Adie Guna), Bapak Drs. Moch. Djuohani, MM, warga Desa Cipaganti (Kel. Pak Sudana, Kel. Pak Nana, Kel. Pak Dendi, Kel. Pak Adin, Achonk), Yayasan International Animal Rescue (Indah Winarti, Juraij, Aji Badrunsyah), Little Fireface Project (Prof. Anna Nekaris, Precsillia R, Jennifer Margono, Wawan Tarniawan, Muhammad Taufik), BKSDA Kab. Garut Resot Papandayan (Bapak Rakim) yang telah memberikan masukan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

(10)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka 5

Kukang jawa (Nycticebus javanicus) 5

Konsep Persepsi 7

Kerangka Pemikiran 12

Hipotesis Penelitian 13

Definisi Operasional 13

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian 17

Lokasi dan Waktu 17

Teknik Pemilihan Responden dan Informan 17

Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 18

PROFIL DESA

Gambaran Umum Lokasi 19

Kukang jawa dan Instansi Terkait di Desa Cipaganti 22

KARAKTERISTIK RESPONDEN 25

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KUKANG JAWA

(Nycticebus javanicus) 37

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KUKANG JAWA

(Nycticebus javanicus) 43

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DENGAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus)

Perilaku Responden terhadap Kukang jawa 53

Hubungan antara Persepsi dengan Perilaku Responden terhadap

Kukang jawa 57

PENUTUP

Kesimpulan 61

Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 65

(11)

DAFTAR TABEL

1 Batas Wilayah Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten

Garut, Tahun 2011 19

2 Luas wilayah menurut pemanfaatan di Desa Cipaganti, Kecamatan

Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011 20

3 Luas pemanfaatan lahan menurut komoditi tanaman pangan di Desa

Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011 20 4 Luas perkebunan buah-buahan di Desa Cipaganti, Kecamatan

Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011 21

5 Jumlah masyarakat berdasarkan jenis kelamin di Desa Cipaganti,

Kecamatan Cisurupan, Kabupaten 2011 21

6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa

Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011 21 7 Jumlah dan persentase penduduk usia 18 sampai 56 tahun berdasarkan

tingkat pendidikan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan,

Kabupaten Garut, Tahun 2011 22

8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kelompok usia 25 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin 25 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan 26 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan 26 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

lingkungan yang disukai oleh kukang jawa 27

13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

makanan yang disukai oleh kukang jawa 27

14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

waktu aktif kehidupan kukang jawa 28

15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

cara hidup kukang jawa 28

16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

waktu kukang jawa saat masuk ke desa 29

17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

jumlah anak kukang jawa dalam sekali beranak 29

18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

bahaya kukang jawa pada manusia 29

19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang bahaya/kerugian yang ditimbulkan dari kukang jawa pada produksi

pertanian 30

20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

apa saja yang dapat diserang oleh kukang jawa 30

21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

manfaat yang ditimbulkan dari kukang jawa 30

22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang

alasan kukang jawa dapat menyerang manusia 31

23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan

(12)

24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengalaman

terhadap kukang jawa 32

25 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

perilaku kukang jawa 37

26 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

manfaat kukang jawa 38

27 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang bahaya

kukang jawa 39

28 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang nilai

ekonomi kukang jawa 40

29 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan persepsi

terhadap perilaku kukang jawa 43

30 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan persepsi

terhadap manfaat kukang jawa 44

31 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan persepsi

terhadap bahaya kukang jawa 44

32 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan persepsi

terhadap nilai ekonomi kukang jawa 45

33 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan

persepsi terhadap perilaku kukang jawa 45

34 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan

persepsi terhadap manfaat kukang jawa 46

35 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan

persepsi terhadap bahaya kukang jawa 46

36 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan

persepsi terhadap nilai ekonomi kukang jawa 47

37 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan dan

persepsi terhadap perilaku kukang jawa 47

38 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan

dan persepsi terhadap manfaat kukang jawa 48

39 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan dan

persepsi terhadap bahaya kukang jawa 48

40 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan dan

persepsi terhadap nilai ekonomi kukang jawa 49

41 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman dan

persepsi terhadap perilaku kukang jawa 50

42 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman dan

persepsi terhadap manfaat kukang jawa 50

43 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman dan

persepsi terhadap bahaya kukang jawa 50

44 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman dan

persepsi terhadap nilai ekonomi kukang jawa 51

45 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku terhadap

kukang jawa 53

46 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku aktif dan pasif

terhadap kukang jawa 56

47 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap

(13)

48 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap

manfaat dan perilakunya terhadap kukang jawa 57

49 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap

bahaya dan perilaku terhadap kukang jawa 58

50 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap nilai

ekonomi kukang jawa dan perilaku terhadap kukang jawa 59

DAFTAR GAMBAR

1 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi 9

2 Kerangka Pemikiran 12

3 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang waktu terakhir

bertemu dengan kukang jawa 32

4 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang asal mengetahui

kukang jawa 32

5 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang perilaku kukang

jawa 33

6 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang tempat bertemu

dengan kukang jawa 33

7 Persentase responden berdasarkan pengalaman diserang kukang jawa 34 8 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang kukang jawa

masuk ke lahan pertanian responden 34

9 Persentase responden berdasarkan pengalaman tentang kukang jawa

masuk ke pekarangan responden 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sketsa Lokasi Penelitian 63

2 Kuesioner 64

3 Kerangka Sampling 70

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman hasil-hasil alam yang melimpah baik kekayaan mineral, maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Selain itu, Indonesia juga memiliki jenis primata terbanyak di dunia. Menurut Supriatna dan Wahyono seperti dikutip Pambudi (2008b) terdapat sekitar 40 jenis primata ditemukan hidup di hutan hujan tropis dengan jenis diantaranya merupakan jenis-jenis endemik. Meski demikian, Indonesia dianggap sebagai salah satu negara dengan tingkat ancaman kepunahan primata tertinggi di dunia. Kepunahan populasi primata ini karena penyusutan, kerusakan, serta perubahan struktur dan komposisi hutan yang mengakibatkan sumber makanan dan ruang hidup primata menjadi berkurang. Selain kehilangan habitat, tingkat perburuan dan perdagangan satwa yang tinggi juga merupakan faktor yang menyebabkan menurunnya populasi primata secara drastis. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh IUCN (2007) yaitu salah satu populasi primata yang mengalami kepunahan serius adalah kukang jawa (Nycticebus javanicus)1.

Kukang di Indonesia sudah dilindungi sejak tahun 1973 oleh UU RI No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, dan Peraturan Pemerintah (PP) No 7 tahun 1999 mengenai Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dengan adanya aturan tersebut, maka semua jenis kukang yang ada di Indonesia telah dilindungi. Namun pada kenyataannya, saat ini kukang diburu dan diperdagangkan oleh masyarakat. Survei yang telah dilakukan oleh ProFauna Indonesia sejak tahun 2000 hingga 2006 menunjukkan bahwa kukang yang diperdagangkan bebas di beberapa pasar burung adalah hasil tangkapan dari alam, bukan hasil dari penangkaran. Beberapa tempat di Indonesia yang menjadi daerah penangkaran kukang adalah di Kabupaten Sumedang, Sukabumi, Banjarmasin, Bali, dan Bengkulu.

Kukang (Nycticebus coucang) merupakan jenis primata dari sub ordo Strepsirrhini dengan nama latin Nycticebus yang berarti kera malam. Kukang memiliki ciri yang khas pada bentuk wajah, garis sepanjang punggung dan sepasang mata yang besar dan bulat sebagai adaptasi kehidupan malam (nokturnal). Kukang terdiri dari empat marga (genus) dan terbagi lagi dalam 14 jenis. Penyebarannya cukup luas, mulai dari Afrika, India, Srilanka, Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Dari empat marga yang ada, di Indonesia hanya ditemui satu marga, yaitu Nycticebus.

Pambudi (2008a) menyebutkan terdapat 1,14 juta populasi kukang di Indonesia yang hidup di hutan primer dan sekunder, semak belukar, dan rumpun-rumpun bambu yang tersebar di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Pulau Jawa. Kukang yang berada di Pulau Jawa yaitu N. javanicus (kukang Jawa). Kukang di daerah Jawa memiliki beberapa nama lokal. Masyarakat di Jawa mempersepsikan nama lain kukang diantaranya Kalkang-kalkang, Sesir, Kukang, Tukang (Jawa), dan Muka (Sunda).

1

(15)

Seperti yang telah diketahui dikarenakan perusakan habitat, perburuan, dan perdagangan liar, menyebabkan kukang dimasukkan ke dalam kategori rentan (vulnerable) oleh IUCN, yang artinya memiliki peluang untuk punah 10 persen dalam waktu 100 tahun, sedangkan kriteria CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) kukang masuk ke dalam kategori appendix I. Status CITES sebelumnya yaitu kukang masuk dalam appendix II CITES yang berarti perdagangan internasionalnya diperbolehkan, termasuk penangkapan kukang dari alam. Masuknya kukang dalam appendix I CITES pada tahun 2007, maka perdagangan internasional kukang semakin diperketat. Perdagangan kukang tidak boleh lagi hasil penangkapan dari alam, tapi harus hasil penangkaran. Menyikapi hal tersebut, pemerintah melalui BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) dan LSM-LSM nasional maupun internasional, kerap melakukan penyuluhan dan penyitaan terhadap satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal, diantaranya kukang, karena mengingat pemerintah tidak mungkin dapat melakukan konservasi sendiri tanpa melibatkan masyarakat dan pihak-pihak yang terkait.

Kemudian, kukang di Pulau Jawa dan Bali merupakan satwa yang diminati pembeli dan ditemukan hampir di semua pasar satwa/pasar burung. Pada tahun 2002 sedikitnya terdapat 5400 ekor kukang diselundupkan dari Sumatera ke Pulau Jawa untuk diperdagangkan melalui Lampung. Pada tahun 2004, sekitar 12 kukang yang ditawarkan Rp.154.000 di Pasar burung Bintang Medan, di kota Bandung setiap harinya kukang ditawarkan dengan harga jual Rp.200.000 per ekor dengan jumlah 3-5 ekor, sedangkan di kota Palembang, perdagangan kukang terjadi dalam jumlah besar yaitu sebanyak 40-60 ekor dengan harga Rp.200.000 per ekor.

Semakin langkanya kukang jawa maka semakin penting pula menjaga kelestariannya. Salah satu cara yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kukang jawa bagi ekosistem dalam lingkungannya. Kesadaran inilah yang akan mencegah masyarakat turut berpartisipasi dalam kepunahan hewan tersebut. Untuk melihat kesadaran masyarakat akan pentingnya kukang jawa, maka penelitian ini akan melihat bagaimana persepsi masyarakat desa terhadap kukang jawa. Selanjutnya sejauhmana persepsi ini mempengaruhi perilaku mereka terhadap kukang jawa. Penelitian ini akan berlokasi di salah satu desa di Kabupaten Garut yang letaknya tidak jauh dari cagar alam dimana kukang jawa sering terlihat.

Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat dalam topik penelitian mengenai Persepsi dan Perilaku Masyarakat Desa Cipaganti terhadap Kukang jawa (Nycticebus javanicus), yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana persepsi individu terhadap kukang jawa?

2. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dan persepsi terhadap kukang jawa?

(16)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, yaitu:

1. Mengetahui persepsi individu terhadap kukang jawa.

2. Mengetahui hubungan antara karakteristik individu dan persepsi terhadap kukang jawa.

3. Mengetahui hubungan antara persepsi dan perilaku individu terhadap kukang jawa.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai persepsi dan perilaku masyarakat terhadap kukang jawa. Penelitian ini juga berguna untuk:

1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dari kalangan akademisi, pemerintah, LSM terkait dalam mengkaji secara ilmiah mengenai persepsi dan perilaku masyarakat Desa Cipaganti terhadap kukang jawa.

2. Menambah literatur bagi kalangan akademisi, pemerintah, LSM terkait dalam mengakaji persepsi dan perilaku masyarakat terhadap kukang jawa.

(17)
(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kukang jawa (Nycticebus javanicus)

Pambudi (2008a) menjelaskan dalam penelitiannya, kukang (Nycticebus sp.) merupakan spesies dari kelompok primata primitif Prosimian. Semua spesies kukang hidup di pepohonan (arboreal) dan aktif pada malam hari (noktural). Hasil penelitian yang telah dilakukan Pambudi (2008b), menjelaskan perbedaan kukang jantan dan kukang betina. Kukang jantan dapat diidentifikasi berdasarkan adanya penis dan scrotum. Rambut-rambut di sekitar scrotum biasanya berwarna coklat tua, kontras dengan warna rambut abdomennya yang berwarna coklat muda kekuningan. Betina dapat diidentifikasikan berdasarkan adanya puting susu dan klitoris yang memanjang mirip penis namun dapat dibedakan bentuknya, apabila kukang betina telah memiliki bayi, maka induk akan menggendong dan menyusui anaknya tersebut. Umumnya kukang memiliki berat tubuh 0,37-0,90 kg dan panjang tubuh dewasa berkisar 19-34 cm, sedangkan yang masih tergolong jenis anak didefinisikan sebagai individu berukuran kurang dari setengah panjang induknya (kurang dari 100 mm) atau berat badan kurang dari 340 gram dengan rambut coklat muda dan garis hitam pada punggung yang terlihat samar.

Karakteristik kukang dapat terlihat dari matanya yang bulat dan berukuran besar, yang dapat menyala dan untuk beradaptasi di malam hari. Selain memiliki kemampuan dalam gelap, kukang juga dapat mengandalkan daya penciumannya. Karakteristik lain adalah kemampuan stereoskopis yang terbatas, dimana mata stereskopis berperan untuk membedakan banyak warna dan memperoleh persepsi untuk mengukur jarak. Keterbatasan penglihatan ini merupakan salah satu penyebab kukang tidak bisa meloncat dari dahan ke dahan seperti lutung atau monyet. Secara umum satwa primata dalam subfamili Lorisinae hanya mampu melompat tidak lebih dari jarak langkahnya.

Kukang memiliki tipe pergerakan yang lamban kecuali pada saat terancam. Pergerakan kukang dilakukan secara quadropedal (berjalan dengan empat alat gerak) dan sangat lambat. Meskipun demikian kukang mampu bergerak cepat dalam menangkap mangsanya atau saat merasa terancam. Seperti satwa besar lainnya, kukang juga menandai teoriti untuk menghindari konflik dengan penandaan urine. Uniknya, hal tersebut dilakukan dengan lebih dulu membasahin kedua tangannya dengan urin lalu baru mengusapkannya pada dahan atau batang pohon (Ballenger seperti dikutip Winarti 2003). Winarti (2003) menjelaskan bahwa kukang akan menutupi mukanya jika tertangkap, tetapi jika terdesak ia akan menggigit. Kukang memiliki taring kecil yang sekaligus menjadi alat penyalur racun golongan polipeptida yang diproduksi oleh kelenjar Brachial di lengannya. Studi satwa ini di penangkaran menunjukkan, induk kukang melindungi bayinya dari predator dengan melumasi racun yang sudah tercampur dengan ludahnya.

(19)

dan juga tidak berbeda pada individu dewasa ataupun sebelum dewasa. Meskipun hidup soliter, kukang membentuk suatu sosial yang stabil (kelompok spasial) yang masih mempunyai hubungan keluarga, yaitu terdiri dari satu jantan, satu betina, dan hingga individu lainnya yang lebih muda. Kelompok spasial ini dapat diidentifikasi dalam suatu kelompok tidur. Interaksi kukang dengan individu lainnya antara lain allogroom (menyelisik individu lain), alternate click calls (suara cericit atau klik-klik yang tajam dan jelas baik rangkaian pendek maupun panjang), follow (mengikuti individu lain dengan jarak tidak jauh dari lima meter), pantgrowl (suara menggeram termasuk nafas mendengus secara berulang) dan contact sleep (tidur dengan berdampingan atau memeluk pinggang induk), ride/carry (menunggangi induk atau dibawa oleh induk), suckle (aktifitas menyusui).

Suatu kelompok spasial atau kelompok keluarga kukang mendiami suatu luasan habitat atau daerah jelajah yang tumpang tindih, dimana individu jantan dewasa menjadi penguasa daerah yang mencakup seluruh daerah jelajah anggota-anggota keluarganya. Daerah jelajah (home range) merupakan wilayah yang dikunjungi satwa secara tetap karena dapat menyediakan makanan, minuman, serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung atau bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin. Luasan jelajah kukang bervariasi dari tahun ke tahun karena perubahan cuaca, ketersediaan sumber makan, kompetisi, atau aktifitas manusia seperti perburuan, penebangan pohon, ataupun pembukaan lahan pertanian. Daerah jelajah kukang berbeda-beda tergantung tipe habitatnya, yaitu di hutan primer 0-4-3,8 ha, hutan yang terdapat penebangan 2,8-8,9 ha, dan padang savana 10,4-25 ha (Wiens 2002). Berdasarkan jenis kelaminnya, daerah jelajah kukang adalah sebagai berikut:

1) jantan dewasa 0,8 ha di hutan primer; 5,6-8,9 ha di hutan yang terdapat penebangan; dan 19-25 ha (padang savana).

2) Betina dewasa 0,4-3,8 ha di hutan primer; 4,1-4,8 ha di hutan yang terdapat penebangan; dan 10,4 ha di padang savana.

Daerah jelajah kukang jantan dewasa lebih luas daripada individu betina, serta mencakup sebagian dari daerah jelajah betina. Daerah jelajah betina dewasa yang berada dalam daerah jelajah jantan dewasa di hutan primer sebesar 38,1 persen, di hutan yang terdapat penebangan 83,8 persen, dan di padang savana 39,4 persen (Wiens 2002).

Menurut Pambudi (2008a), terdapat empat marga kukang yaitu Perodicticus, Arctocebus, Loris, dan Nycticebus. Semua spesies kukang hidup di pepohonan. Winarti (2011) menjelaskan bahwa kukang memiliki 5 spesies yaitu N. bengalensis, N. pygmaeus, N. coucang, N. menangensis, dan N. javanicus.Tiga diantaranya hidup di Indonesia, yaitu kukang malaya (N. coucang), kukang borneo (N. menangensis), dan kukang jawa (N. javanicus). Habitat kukang di Indonesia tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Pulau disekitarnya, serta di Pulau Jawa.

(20)

sebagian besar ahli taksonomi mengelompokkan sebagai spesies terpisah (Osman-Hill seperti dikutip Winarti 2011).

Kukang jawa di alam dapat ditemukan hidup di hutan primer, hutan sekunder, hutan bakau, hutan bambu, hingga daerah perkebunan seperti kebun kopi di Jawa Barat (Pambudi 2008a). Primata ini juga dapat ditemui di luar kawasan konservasi berupa talun atau kebun di Sumedang, Jawa Barat (Winarti 2003). Talun merupakan hutan buatan berupa kebun pepohonan yang terdiri atas beragam jenis pohon bernilai ekonomis dan tanaman yang membentuk struktur multistrata (Soemarwoto dan Adimiharja seperti dikutip oleh Winarti 2011). Berdasarkan pengamatan sepintas, talun yang menjadi habitat kukang jawa selalu memiliki bambu sebagai penyusun vegetasinya. Hal ini menunjukkan salah satu karakteristik preferensi habitat kukang jawa. Karakteristik habitat kukang jawa ditunjukkan dari keberadaan vegetasi yang mendukung kehidupannya, yakni vegetasi untuk tidur dan vegetasi pakan.

Pakan kukang jawa sama seperti pakan kukang spesies yang lain, tergolong satwa pemakan segalanya (omnivore) diantaranya getah pohon, buah-buahan, biji-bijian, serangga, telur burung, burung kecil, kadal, dan mamalia kecil (Sinaga et al. 2010)2. Pakan kukang jawa di hutan Bedogol TNGGP yaitu buah dan getah pasang Quercus sp. (Pambudi 2008b). Winarti (2011) menjelaskan bahwa kukang jawa menyukai buah-buahan yang lunak, manis, dan mengandung karbohidrat. Kukang jawa terlihat menangkap beberapa ekor serangga di pohon kasungka Gnetum cuspidatum Bl. di awal aktifitas malamnya. Kukang jawa di TNGGP dilaporkan menangkap dan memakan serangga saat berada di Kaliandra merah (Calliandra haematocephala). Kukang jawa juga memakan bunga atau nektar Kaliandra merah (Calliandra haematocephala) dan memakan serangga di pohon tersebut, serta menggigit batang Pasang kayang (Quercus lineatea) untuk menghisap getahnya (Pambudi 2008b).

Pola aktivitas dan pergerakkan kukang yang lamban membuat semua jenis kukang termasuk kukang jawa yang lamban, rentan terhadap ancaman dari manusia seperti penebangan pohon, penjebakan dan perburuan (Pambudi 2008b). Selain itu, bahwa laju kerusakan dan kehilangan habitat serta reproduksinya yang lamban juga merupakan faktor lain yang menyebabkan populasi hewan tersebut semakin menurun di alam (Wiens 2002). Populasi kukang jawa di alam diperkirakan mulai jarang (Nekaris et al. seperti dikutipWinarti 2011). Mengingat tingkat reproduksinya yang rendah dan satwa ini melahirkan satu kali setiap tahunnya dengan berat 43,5-75 gram (Nekaris dan Bearder seperti dikutip Winarti 2011).

Persepsi

Wade dan Travis (2007) mengemukakan bahwa persepsi merupakan sekumpulan tindakan mental yang mengatur impuls-impuls sensorik menjadi satu pola bermakna. Indera penglihatan kita menghasilkan gambar-gambar dua dimensi. Pada manusia, kemampuan paling mendasar dan kemampuan persepsi adalah sesuatu yang sifatnya bawaan dan berkembang pada masa yang sangat

2

(21)

dini. Meskipun kebanyakan kemampuan persepsi bersifat bawaan, pengalaman, juga memainkan peranan penting. Adapun pengertian persepsi menurut Baron dan Byrne (2004) yaitu suatu proses memilih, mengorganisir, dan menginterpretasi informasi dikumpulkan oleh pengertian seseorang dengan maksud untuk memahami dunia sekitar.

Menurut Mulyana (2010), persepsi manusia sebenarnya terbagi dua yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia. Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman (dan pembelajaran) masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek, atau kejadian serupa. Latar belakang pengalaman, budaya, dan suasana psikologis yang berbeda juga membuat persepsi seseorang berbeda atas suatu objek. Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu objek jelas akan membuat seseorang menafsirkan objek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau pengalaman yang mirip. Oleh karena itu, seseorang terbiasa merespon suatu objek dengan cara tertentu, seseorang tersebut sering gagal mempersepsikan perbedaan yang samar dalam objek lain yang mirip. Seseorang memperlakukan objek itu seperti sebelumnya, padahal terdapat rincian lain dalam objek tersebut. Apabila data yang diperoleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan.

Mulyana (2010) juga menambahkan bahwa proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan seseorang menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang mana pun. Oleh karena informasi yang lengkap tidak pernah tersedia, dugaan diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap lewat penginderaan itu. Seseorang harus mengisi ruang yang kosong untuk melengkapi gambaran itu dan menyediakan informasi yang hilang, dengan demikian persepsi juga adalah proses mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang diketahui dalam skema organisasional tertentu yang memungkinkan seseorang memperoleh mana yang lebih umum.

Persepsi menurut Robbins (2001) dapat didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberikan makna kepada lingkungan mereka. Persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Dapat diketahui bahwa proses pembentukkan persepsi dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti pengalaman, pengetahuan, kemampuan individu, lingkungan dan lainnya. Menurut Robbins (2001), terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu :

1. Individu yang bersangkutan

Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihat itu, ia akan dipengaruhi oleh karateristik individual yang dimilikinya. Faktor dari karakterstik pribadi seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, pengetahuan, dan harapannya (ekspresi). 2. Sasaran dari persepsi

(22)

melainkan dalam kaitannya dengan orang lain yang terlibat. Hal tersebut yang menyebabkan seseorang cenderung mengelompokkan orang, benda, ataupun peristiwa sejenis dan memisahkannya dari kelompok lain yang tidak serupa, misalnya hal yang baru, gerakan, bunyi, suara, ukuran, latar belakang, kedekatan dan kesamaan. Karakteristik-karakteristik dari objek yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan, misalnya salah satu hewan yang keras suaranya lebih mungkin untuk diperhatikan dalam suatu kelompok hewan yang lain daripada hewan-hewan yang diam. Demikian pula dengan hewan-hewan yang luar biasa menarik atau luar biasa tidak menarik.

Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target membentuk cara seseorang memandangnya. Oleh karena target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi, seperti kecenderungan individu untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip. Apa yang seseorang lihat bergantung pada bagaimana seseorang tersebut memisahkan suatu bentuk (figure) dari dalam latar belakangnya yang umum. Objek-objek yang berdekatan satu sama lain akan cenderung dipersepsikan bersama-sama bukannya secara terpisah. Sebagai akibat kedekatan fisik atau waktu, sering seseorang menggabungkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang tidak berkaitan secara bersama-sama. Unsur-unsur lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang seperti lokasi, cahaya, panas, atau setiap jumlah faktor situasional.

3. Situasi

Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana persepsi tersebut timbul, harus mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam proses pembentukkan persepsi seseorang, misalnya waktu, keadaan/tempat kerja, keadaan sosial. Seperti simpulan pada Gambar 1, sebagai berikut:

Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Sumber : Robbins (2001)

Bila seorang individu memandang pada suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu. Diantara karakteristik pribadi yang lebih relevan yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan (ekspetasi).

(23)

Berbagai pendapat dari beberapa peneliti mengenai hal ini yaitu diantaranya Effendy (1998) dan Hariadi (2006) juga setuju dengan Robbins (2001) bahwa terdapat faktor-faktor seperti motif dan sikap yang mempengaruhi apa yang dipersepsikan individu tersebut.

Berdasarkan faktor-faktor yang telah dijelaskan oleh Robbins (2001) sebelumnya, maka dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana karakteristik-karakteristik individu tersebut berhubungan dengan persepsi masyarakat Desa terhadap kukang jawa. Karakteristik individu tersebut antara lain dapat dilihat dari usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan, pengalaman yang berhubungan dengan kukang jawa, serta keadaan kerja yang berarti dimana individu (responden) melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mencari pekerjaan/mata pencaharian.

Hubungan Persepsi dengan Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh karena itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan, hewan sampai manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo 2003).

Menurut Skinner seperti dikutip Notoadmodjo (2003) menjelaskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons. Dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor lain yang dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti, meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan (faktor) internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan (faktor) eksternal yakni lingkungan fisik, budaya, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Oleh sebab itu, dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal.

Menurut Notoatmodjo (2003), hal-hal yang menyebabkan seseorang berperilaku adalah karena adanya 4 alasan pokok yakni:

1. Pemikiran dan perasaan (thought and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian terhadap objek. 2. Orang penting sebagai referensi, apabila seseorang itu penting untuknya, maka

(24)

3. Sumber-sumber daya, mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang.

4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way or life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.

Perilaku seseorang terhadap satwa langka dapat dilihat dari perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang dilakukan oleh individu tersebut terhadap satwa langka (Alikodra 1990). Status kelangkaan yang dialami oleh kukang jawa di Indonesia saat ini memang sangat memprihatinkan. Upaya dalam menyikapi permasalahan ini adalah pelaksanaan pengelolaan yang berbasis perlindungan dan pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kukang jawa merupakan langkah penting dalam menjaga eksistensi satwa ini di dalam habitatnya. Upaya yang dilakukan dalam melestarikan kukang jawa tentunya tidak akan maksimal apabila upaya ini tidak dilakukan secara sistematis, terpadu dalam suatu program yaitu program perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan satwa langka.

Sears, Freedman, dan Peplau (1985) menjelaskan bahwa perilaku seseorang terhadap sesuatu didasarkan pada persepsi yang dimilikinya. Persepsi penting karena perilaku seseorang didasarkan pada persepsinya tentang kenyataan. Adapun Notoatmodjo (2003) yang menyebutkan bahwa suatu tindakan seseorang tidak akan langsung terwujud karena perlu adanya faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan terwujudnya suatu tindakan. Terdapat hubungan antara persepsi dengan perilaku. Persepsi sangat mempengaruhi dan merupakan faktor pendukung terwujudnya suatu perilaku atau tindakan seseorang. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi.

(25)

KERANGKA PEMIKIRAN

Perilaku individu diduga berhubungan erat dengan persepsi yang dimilikinya, dan persepsi dipengaruhi oleh karakteristik individunya. Persepsi individu terhadap kukang jawa dapat dilihat dari manfaatnya (pada pertanian, lingkungan, dan perlu dilestarikan), perilakunya (kukang jawa jinak, buas, cara kukang jawa datang ke desa, tanda-tanda kukang jawa bila datang ke desa, dan penyebab datang ke desa), bahayanya (kukang jawa dapat menyerang manusia, beracun, dan membawa penyakit), dan nilai ekonominya yang dilihat dari apakah masyarakat menganggap bahwa kukang jawa dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan bagi mereka atau tidak. Persepsi individu juga dilihat dari kepercayaan lokal (mitos), apakah masyarakat menganggap kukang jawa suatu malapetaka atau tidak.

Keterangan: Berhubungan

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

(26)

Hipotesis

Hipotesis penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Diduga ada perbedaan persepsi antar individu terhadap kukang jawa 2. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan persepsi terhadap

kukang jawa.

3. Terdapat hubungan antara persepsi dan perilaku individu terhadap kukang jawa.

Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dari masing-masing variabel dalam penelitian, antara lain :

1 Karakteristik Individu adalah ciri yang melekat pada masing-masing responden. Variabel faktor internal yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

a. Usia adalah rentang waktu responden sejak dilahirkan hingga penelitian ini dilakukan. Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala ordinal. Usia dapat dikategorikan:

Skor 1= Usia kurang dari 34 tahun Skor 2= Usia 35 tahun sampai 54 tahun Skor 3= Usia lebih dari 54 tahun

b. Jenis kelamin adalah perbedaan jenis kelamin responden, yaitu laki-laki dan perempuan. Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala nominal.

Skor 1= Laki-laki Skor 2= Perempuan

c. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh responden dan telah memperoleh kelulusan. Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala ordinal. Tingkat pendidikan dapat dibedakan ke dalam kategori:

Skor 1= Tamat dan tidak tamat SD dan sederajat Skor 2= Tamat SLTP sederajat

Skor 3= Tamat SLTA sederajat dan lebih dari SLTA

d. Jenis pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan responden sebagai pokok penghidupannya dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Jenis pekerjaan dapat dikategorikan menjadi:

1. Petani 2. Buruh Tani

3. Pegawai Negeri Sipil 4. Pegawai Swasta 5. Wiraswasta

6. Pensiunan PNS/TNI/POLRI

(27)

ordinal. Tingkat pengetahuan responden terhadap kukang jawa dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu

Pengetahuan rendah (skor 1)= Total skor 11-16 Pengetahuan tinggi (skor 2)= Total skor 17-22

f. Pengalaman adalah kedalaman suatu kejadian yang pernah dialami oleh responden baik dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya. Pengukuran pengalaman dapat diukur dengan skala ordinal. Informasi yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diukur dengan skala ordinal yaitu sebagai berikut:

1. a. Jumlah berapa kali responden pernah melihat kukang jawa. Skor 1= Bila jumlah responden melihat kukang jawa 1-10 kali Skor 2= Bila responden bertemu kukang jawa > 10 kali b. Intensitas waktu responden melihat kukang jawa Skor 1= tidak pernah

Skor 2= jarang Skor 3= sering Skor 4= sangat sering

2. Kapan responden dalam 6 bulan terakhir melihat kukang jawa, dihitung dari bulan peneliti melakukan penelitian (bulan Juni). Skor 1= sangat lama (Januari-Februari)

Skor 2= lama (Maret-April) Skor 3= baru (Mei-Juni)

3. Responden diserang kukang jawa Skor 1= tidak pernah

Skor 2= pernah

4. Kukang jawa masuk ke lahan pertanian responden Skor 1= tidak pernah

Skor 2= pernah

5. Kukang jawa masuk ke pekarangan responden Skor 1= tidak pernah

Skor 2= pernah

Selanjutnya total jawaban responden dapat dikategorikan menjadi pengalaman rendah (skor 1)= jika total skor jawaban responden berjumlah 5-10, dan pengalaman tinggi (skor 2)= jika total skor jawaban responden berjumlah 11-15. Untuk informasi lain mengenai tempat responden bertemu kukang jawa, apa saja yang kukang jawa lakukan, dan sumber pengetahuan tentang kukang jawa dapat dijadikan sebagai informasi tambahan untuk mengetahui pengalaman responden terhadap kukang jawa.

g. Keadaan kerja adalah situasi dimana masyarakat melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mencari pekerjaan/mata pencaharian.

(28)

a. Manfaat terhadap ekosistem (manusia, tumbuhan, atau hewan jenis lain) adalah guna terhadap keanekaragaman suatu komunitas dan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan ekologi dalam alam, dapat diukur dengan melihat manfaat yang berasal dari kukang jawa terhadap lingkungan, pertanian, dan perlu dilestarikan yang dirasakan oleh responden.

Persepsi terhadap manfaat kukang jawa dibagi menjadi dua kategori yaitu:

Persepsi kukang jawa tidak memiliki manfaat (skor 1)= total skor 4-6 Persepsi kukang jawa memiliki manfaat (skor 2)= total skor 7-8

b. Perilaku kukang jawa adalah reaksi kukang jawa yang terwujud dalam dalam gerakan, dapat diukur dengan melihat intensitas perilaku kukang jawa yang pernah dilihat/dijumpai oleh responden. Perilaku kukang jawa ini misalnya jinak, buas, memiliki tanda-tanda bila datang ke desa, cara kukang jawa bila datang ke desa, dan penyebab kukang jawa datang ke desa.

Persepsi terhadap perilaku kukang jawa dibagi menjadi dua kategori yaitu:

Persepsi yang tidak sesuai (skor 1)= total skor 5-7 Persepsi yang sesuai (skor 2)= total skor 8-10

c. Bahaya yang ditimbulkan kukang jawa adalah yang (mungkin) mendatangkan kecelakaan (bencana, kesengsaraan, kerugian, mengancam keselamatan dan sebagainya) yang ditimbulkan oleh kukang jawa, dapat dilihat dari kemungkinan terjadinya ancaman, kerugian yang dialami oleh responden. Bahaya kukang jawa berupa serangan, racun, maupun penyakit yang ditimbulkan dari kukang jawa. Persepsi terhadap bahaya kukang dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:

Persepsi kukang jawa tidak berbahaya (skor 1)= total skor 3-4 Persepsi kukang jawa berbahaya (skor 2)= total skor 5-6

d. Nilai ekonomi kukang jawa adalah pemanfaatan kukang jawa yang berharga/memiliki harga. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari kukang jawa dapat dilihat dari apabila diperdagangkan.

Persepsi terhadap nilai ekonomi kukang jawa dapat dibagi manjadi dua kategori yaitu:

Persepsi kukang jawa tidak bernilai ekonomi (skor 1)= total skor 1 Persepsi kukang jawa bernilai ekonomi (skor 2)= total skor 2

e. Kepercayaan lokal (mitos) tentang kukang jawa adalah cerita suatu bangsa terdahulu yang mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa itu sendiri yang mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib.

3 Perilaku Individu terhadap kukang jawa adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden yang bersangkutan, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar. Perilaku dapat diukur dengan menggunakan skala ordinal, dan dapat dilihat dari :

(29)

b. Melestarikan lingkungan kukang jawa adalah menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah/seperti keadaannya semula/mempertahankan kelangsungan daerah (kawasan) kukang jawa yang termasuk di dalamnya.

c. Memanfaatkan kukang jawa adalah menjadikannya mempunyai manfaat/guna sebagai sumber ekonomi bagi responden.

Perilaku individu terhadap kukang jawa dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

Perilaku pasif terhadap kukang jawa (skor 1)= total skor 1-10

(30)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang didukung juga oleh data kualitatif untuk memperjelas data kuantitatif yang diperoleh. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan pada responden yang merupakan seluruh warga desa yang lokasinya dekat atau tidak jauh dari hutan dimana banyak terdapat kukang jawa.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi ditetapkan secara sengaja (purposive) karena di desa tersebut terdapat banyak kukang jawa (Nycticebus javanicus) di dalam hutan cagar alam Gunung Papandayan yang dekat lokasinya dengan desa tersebut. Waktu penelitian dilakukan bulan Maret-September 2013. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisa data, pembuatan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Penyebaran kuesioner oleh peneliti juga dikombinasi dengan wawancara untuk menambah informan yang mempertajam analisa. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan dan Dinas Kehutanan, Kementrian Lingkungan Hidup, dan LSM terkait yang dianggap memiliki peran penting dalam pelestarian kukang jawa. Data juga diperoleh dari pengamatan langsung, serta data sekunder yang diperoleh dari literatur pustaka dan data-data dari berbagai instansi yang terkait.

Populasi dari penelitian ini yaitu seluruh masyarakat yang berada di Desa Cipaganti, sedangkan kerangka sampling dari populasi tersebut dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Cipaganti yang berusia 18 tahun ke atas dan bertempat tinggal di sekitar hutan dan tidak jauh dari hutan kukang jawa. Unit analisis dari penelitian ini yaitu individu. Pemilihan responden ini dilakukan dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Responden yang dipilih sebanyak 35 orang responden dari Desa Cipaganti (lampiran 3). Penelitian ini dilakukan karena di Desa Cipaganti terdapat kukang dengan spesies kukang jawa (Nycticebus javanicus) dan masyarakat setempat telah mengetahui tentang keberadaan hewan tersebut.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(31)

dengan menggunakan Chi Square dan Rank Spearman. Analisis data ini selanjutnya akan memberikan gambaran umum mengenai hubungan antar variabel.

(32)

PROFIL DESA CIPAGANTI, KECAMATAN CISURUPAN,

KABUPATEN GARUT

Gambaran Umum Lokasi Letak dan Luas Wilayah

Secara administratif, Desa Cipaganti merupakan salah satu Desa pada Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah sebesar ± 414.65 Ha. Adapun batas wilayah Desa Cipaganti menurut data sekunder dari dokumen Kantor Desa Cipaganti, sebagai berikut :

Tabel 1 Batas Wilayah Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Arah Batas Desa

Sebelah utara Berbatasan dengan Desa Pangauban Sebelah selatan Berbatasan dengan Desa Sirnajaya Sebelah barat Berbatasan dengan Desa Pamulihan

Sebelah timur Berbatasan dengan Kehutan Kabupaten Bandung

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Desa Cipaganti memiliki jarak 7 km ke ibu kota kecamatan dengan waktu tempuh 34 menit menggunakan sepeda motor, 2 jam jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan berjalan kaki atau kendaraan non motor. Jarak ke ibu kota kabupaten/kota sekitar 20 km, lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan menggunakan kendaraan bermotor yaitu 1 jam, sedangkan lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan berjalan kaki atau kendaraan non bermotor yaitu 3 jam. Jarak dari Desa Cipaganti ke ibu kota provinsi yaitu 80 km dengan lama jarak 3 jam bila menggunakan sepeda motor dan lama jarak dengan tidak menggunakan motor atau berjalan kaki yaitu 13 jam.

Iklim

Keadaan iklim di lokasi penelitian menurut data sekunder dari Kantor Desa Cipaganti menyatakan bahwa Desa Cipaganti memiliki curah hujan 3540 milimeter per tahun. Temperatur udara rata-rata harian 18 derajat celcius. Desa Cipaganti memiliki jumlah bulan hujan yaitu 6 bulan pada bulan antara bulan Agustus sampai bulan Januari.

Luas Wilayah Menurut Pemanfaatannya

(33)

menggunakan wc tradisional yang berada di luar rumah tepatnya diatas kolam ikan serta masih menggunakan sumber mata air langsung dari gunung. Selain itu, perkebunan yang berada disana digunakan oleh masyarakat sebagai sumber mata pencaharian mereka.

Tabel 2 Luas wilayah menurut pemanfaatan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Luas Hektar (Ha)

Kantor Desa Cipaganti 0.40

Bangunan sekolah/perguruan tinggi 0.54

Pemukiman 100.54

Pekarangan 37.00

Perkebunan 70.08

Tegal/ladang 178.28

Hutan lindung 7.78

Persawahan 10.62

Tanah Desa 9.41

Total luas 414.65

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Tabel 3 Luas pemanfaatan lahan menurut komoditi tanaman pangan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa sebagian masyarakat menggunakan lahan perkebunan untuk menanami wortel dan kentang, hal ini dapat dilihat juga dari suhu, tanah dan kelembaban di daerah Desa Cipaganti yang sesuai untuk ditanami wortel dan kentang yang dijadikan penghasilan bagi masyarakat.

Tabel 4 menunjukkan bahwa luas perkebunan buah yang hasilnya digunakan sebagai usaha yaitu jeruk, pisang dan jambu. Jeruk yang ditanaman di daerah ini diantaranya termasuk jeruk limau dan jeruk nipis sedangkan jambu yang ditanam di daerah ini diantaranya jambu air dan jambu klutuk.

Komoditi (Tanaman pangan) Hektar (Ha)

Kacang-kacangan 1.4

Padi ladang 1.6

Umbi-umbian 9.1

Jagung 0.5

Kentang 15.0

Wortel 20.0

Tumpang sari 7.0

(34)

Tabel 4 Luas perkebunan buah-buahan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Keadaan Masyarakat Desa Cipaganti Demografi dan Kependudukan

Menurut data Kantor Desa Cipaganti pada tahun 2011, tingkat kepadatan penduduk di desa tersebut secara geografis cukup tinggi dengan jumlah penduduk sebanyak 4.336 orang. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah perempuan.

Tabel 5 Jumlah masyarakat berdasarkan jenis kelamin di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten 2011

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat di Desa Cipaganti bekerja di bidang pertanian. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah masyarakat

Luas Hektar (Ha)

Jeruk 3.6

Alpukat 1.7

Mangga 0.1

Pepaya 0.7

Pisang 2.4

Jambu 2.4

Nangka 1.9

Nenas 0.1

Total 12.9

Jenis kelamin Jumlah (orang)

Laki-laki 2.188

Perempuan 2.148

Total 4.336

Jenis Pekerjaan Laki-laki (orang) Perempuan (orang)

Petani 421 75

Buruh tani 379 531

PNS 19 11

Swasta 25 16

Wiraswasta 63 54

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 4 1

(35)

yang bekerja sebagai petani dan buruh tani. Hampir semua luas lahan disana merupakan lahan pesawahan kering, ladang, serta perkebunan yang digunakan untuk bekerja menanam sayur dan buat.

Tabel 7 Jumlah dan persentase penduduk usia 18 sampai 56 tahun berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Tahun 2011

Tingkat Pendidikan Usia 18-56 tahun Jumlah penduduk

L P

Tidak tamat SD 293 340 633

Tamat SD 611 719 1330

Tidak tamat SLTP 15 - 15

Tamat SLTP 276 234 510

Tidak tamat SLTA 19 6 25

Tamat SLTA 221 126 347

Perguruan Tinggi 24 13 37

Total 2897

Sumber: Dokumen Kantor Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut

Aspek lainnya yang dapat menggambarkan kondisi sosial Desa Cipaganti adalah tingkat pendidikan. Tabel 7 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Cipaganti pada umumnya memiliki tingkat pendidikan rendah. Hal ini dapat terlihat dari keadaan sosial di desa tersebut yang masih menganggap bahwa bekerja menjadi petani atau buruh tani lebih penting dibandingkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Namun ternyata masih banyak juga responden yang memiliki tingkat pendidikan yang baik yaitu tingkat SLTP bahkan hingga ke tingkat SLTA.

Kukang jawa dan Instansi terkait di Desa Cipaganti

Kukang jawa merupakan salah satu hewan yang terdapat di Desa Cipaganti. Hewan yang dikenal masyarakat dengan nama Muka ini sudah ada sejak dulu bahkan warga yang dianggap sesepuh juga tidak tahu sejak kapan kukang jawa telah ada di desa tersebut. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada responden dan informan, ternyata tidak ada seorang pun yang tahu sejak kapan hewan ini ada di Desa Cipaganti, mereka mengenalnya pun dari sejak adanya tim peneliti kukang jawa yang datang dan dari sosialisasi yang dilakukan oleh tim peneliti tersebut dengan Pemerintah Daerah setempat. Semua responden yang tahu menjelaskan tentang awal mula mengetahui kukang jawa, pada umumnya mereka berpendapat sebelum adanya sosialisasi yang dilakukan, mereka sudah pernah melihat bentuknya, tapi tidak ada seorang pun yang tahu nama dari hewan tersebut. Namun sekarang mereka sudah mengetahui bahwa hewan yang dianggap mistis oleh mereka itu bernama kukang jawa.

(36)

yang ada di daerah perkebunan warga. Kukang jawa memiliki pergerakan yang lambat seperti pada saat berjalan di batang pohon bambu, berjalan di pohon Kaliandra dan pohon Jengjen, namun bila sedang merasa terancam biasanya pergerakannya menjadi lebih cepat. Bila merasa terancam karena aktivitas manusia, tidak sedikit orang diserang dengan cara menggigit dan bahkan sampai mengeluarkan racun.

Keberadaan kukang jawa di Desa Cipaganti sekarang ini sudah semakin populer karena semakin banyak tim peneliti asing yang datang untuk meneliti bahkan melakukan sosialisasi tentang kukang jawa kepada masyarakat. Para informan yang berasal dari tim peneliti, aparat Desa, dan Polisi Hutan menjelaskan bahwa dengan adanya mitos, baik untuk mencegah adanya perburuan yang dilakukan oleh masyarakat, dengan tidak mengganggu disadari bahwa ternyata masyarakat setempat telah merasakan manfaat dengan adanya mitos tersebut yaitu membiarkan kukang jawa di alam karena dapat berfungsi sebagai pengontrol serangan serangga di lahan pertanian sehingga petani dapat mengasilkan produksi pertanian yang baik.

Populasi kukang jawa yang ada disana sekitar lebih dari 54 ekor namun yang sudah diteliti sebelumnya yaitu sebanyak 15 ekor. Tim peneliti yang berasal dari Nocturnal Primatae Research Group dari Oxford Brookes University sudah melaksanakan penelitian kukang sejak tahun 1993, namun tim tersebut baru menetap di Desa Cipaganti sekitar tahun 2011. Proyek ini merupakan proyek konservasi terpanjang di dunia kukang di bawah naungan penelitian Nocturnal Primatae Research Group dari Oxford Brookes University. Tujuan dari proyek ini yaitu untuk menyelamatkan kukang dari kepunahan melalui lebih banyak belajar tentang ekologi dan menggunakan informasi untuk mendidik masyarakat lokal dan aparat penegak hukum, yang mengarah empati serta pemberdayaan, dimana orang-orang di negara yang terdapat kukang dapat merasakan manfaat itu sendiri. Hal ini dilakukan melalui pendidikan, media dan lokakarya serta program kelas3.

Sosialisasi yang dilakukan di Desa Cipaganti ini sudah dilakukan proyek sebanyak lebih dari 5 kali, salah satunya yang dilakukan di Cikananga, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 15 sampai dengan 16 Januari 2013. Proyek ini juga bekerja sama dengan BKSDA Garut. Seperti yang dijelaskan oleh informan yang merupakan seorang Polisi Hutan di Gunung Papandayan, yaitu Bapak Rak sebagai berikut :

yang dilakukan BKSDA Garut yaitu sosialisasi dengan cara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dan anak-anak sekolahan SD, SMP” (Pak Rak)

BKSDA Garut merupakan Instansi Kementrian Kehutanan yang membidangi KSDA dan Ekosistemnya baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Hutan yang berada di Desa Cipaganti merupakan cagar alam Gunung Papandayan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 226/Kpts-II/ 1990 tanggal 8 Mei 1990, CA 6807 Ha TWA 225 Ha.

Flora yang terdapat di daerah tersebut umumnya didominasi oleh pohon Suagi (Vaccinium valium) dan Edelweis (Anaphalis javanica), sedangkan bentuk

3

(37)
(38)

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik responden pada penelitian ini dibagi dalam beberapa kategori yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan, pengalaman yang berhubungan dengan kukang jawa, dan keadaan kerja yang dimiliki responden. Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai karakteristik responden.

Usia

Berikut ini disajikan data jumlah dan persentase responden berdasarkan usia di Desa Cipaganti.

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kelompok usia

Berdasarkan tabel 8, dapat diketahui bahwa responden yang berusia 35 tahun sampai 54 tahun lebih banyak daripada responden yang berusia kurang dari 34 tahun dan usia lebih dari 54 tahun.

Jenis Kelamin

Untuk jenis kelamin, dapat dilihat dari data yang telah disajikan pada tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan tabel 9, dapat diketahui bahwa jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin yaitu responden laki-laki dalam penelitian ini lebih banyak daripada jumlah dan persentase responden perempuan.

Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan yang rendah yaitu tamat dan tidak tamat SD, namun masih ada juga beberapa responden yang memiliki tingkat pendidikan hingga SLTP dan SLTA.

Kelompok Usia Jumlah (orang) Persen (%)

< 34 tahun 2 5.7

35 - 54 tahun 22 62.9

> 54 tahun 11 31.4

Total 35 100.0

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persen (%)

Laki-laki 25 71.4

Perempuan 10 28.6

(39)

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan

Jenis Pekerjaan

Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa kebanyakan responden memiliki pekerjaan sebagai petani dan buruh tani. Namun demikian ternyata masih ada juga beberapa responden yang tidak bekerja karena mereka baru lulus dari SLTP dan SLTA yang belum mendapatkan pekerjaan.

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan

Tingkat Pengetahuan Masyarakat terhadap Kukang jawa

Kukang jawa atau Muka (dalam bahasa masyarakat lokal) yang diketahui oleh masyarakat lokal adalah berjumlah 2 jenis yaitu Muka Brahma dan Muka Geni. Umumnya mereka yang lebih banyak tahu akan kukang jawa ini karena memang sudah pernah melihat sendiri ataupun berinteraksi secara langsung di kebun mereka atau sekitar hutan dekat dengan habitat kukang jawa. Namun, tidak semua masyarakat yang tahu keberadaan kukang jawa di desa mereka, sudah pernah melihat atau bertemu langsung dengan kukang jawa. Mereka hanya mendengar kabar dan cerita yang berasal dari orang lain yang sudah melihat atau berinteraksi langsung dengan kukang jawa.

Salah satu warga di Desa Cipaganti yang menjadi orang yang dipercaya dalam menangani kukang jawa yaitu Pak Rak yang bekerja di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat, Polhut di Seksi Wilayah Konservasi Wilayah V Garut, Resot Papandayan. Pada awalnya, ia menganggap bahwa di Desa Cipaganti tidak terdapat kukang jawa, namun ia baru mengetahui dan menyadari adanya kukang jawa yaitu sekitar 2 tahun yang lalu. Tidak sedikit masyarakat yang baru menemukan kukang jawa di kebun milik warga atau bahkan di sekitar rumah, menangkap dan memberikan kepada Pak Rak. Hal ini karena masih banyaknya warga yang belum mengetahui cara penanganan terhadap kukang jawa apabila mereka menemukannya. Seperti yang dikatakan oleh Pak Rak sebagai berikut:

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persen (%)

Tamat dan tidak tamat SD dan sederajat 26 74.3

Tamat SLTP sederajat 6 17.1

Tamat SLTA sederajat dan lebih dari

SLTA 3 8.6

Total 35 100.0

Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persen (%)

Wiraswasta 5 14.3

Pegawai Swasta 4 11.4

Petani 11 31.4

Buruh tani 12 34.3

Tidak Bekerja 3 8.6

(40)

Banyak masyarakat awalnya belum pernah melihat dan menemukan kukang jawa. Lalu sewaktu melihat dan mendapati Mukasedang ada di lingkungan rumah atau di kebun mereka, mereka bingung harus bagaimana cara menanganinya. Dari situlah saya meminta kepada masyarakat untuk tidak mengganggu, membunuh, dan mengembalikan Muka tersebut ke habitat asalnya” (Pak Rak)

Adanya sosialisasi terhadap kukang jawa yang dilakukan oleh peneliti-peneliti dan dari Pemerintah Daerah di Desa Cipaganti membuat masyarakat yang awalnya tidak mengetahui kukang jawa bahwa merupakan satwa yang dilindungi dan saat ini keadaannya sudah terancam punah, menjadi tahu akan informasi tersebut.

Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang lingkungan yang disukai oleh kukang jawa

Mengenai lingkungan yang disukai oleh kukang jawa (tabel 12) dapat diketahui bahwa hampir semua responden sudah mengetahui dengan benar lingkungan yang disukainya yaitu hutan bambu. Sementara itu, responden yang lain tahu bahwa lingkungan yang disukai hewan itu adalah pohon Kaliandra merah (Calliandra haematocephala) dan pohon Jengjen (Albazia falcataria), lingkungan yang banyak sayur-sayurannya seperti wortel, kol, kacang-kacangan, dan jenis sayuran lain.

Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang makanan yang disukai oleh kukang jawa

Pada tabel 13 telah didapatkan hasil bahwa sebanyak 74.3 persen responden yang sudah mengetahui dengan benar makanan yang disukai kukang jawa yaitu semua jenis serangga, diantaranya belalang, capung, kupu-kupu, ulat, dan jenis serangga lainnya. Sementara itu, sisanya mengetahui makanan yang disukainya yaitu bunga dari pohon Kaliandra merah (Calliandra haematocephala) dan getah

Lingkungan yang disukai oleh kukang jawa Jumlah (orang) Persen (%)

Lingkungan yang banyak buah-buahan 0 0.0

Lingkungan yang banyak sayur-sayuran 1 2.9

Lingkungan hutan bambu 32 91.5

Pohon jengjen dan pohon kaliandra 2 5.7

Total 35 100.0

Makanan yang disukai oleh kukang jawa Jumlah (orang) Persen (%)

Biji-bijian 0 0.0

Buah-buahan 0 0.0

Serangga 26 74.3

Pucuk bunga kaliandra 1 2.9

Getah jengjen 1 2.9

Tidak tahu 7 20.0

(41)

dari pohon Jengjen (Albazia falcataria), dan masih ada juga responden yang tidak tahu tentang makanan kesukaan kukang jawa.

Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang waktu aktif kehidupan kukang jawa

Tabel 14 menunjukkan bahwa hampir semua responden mengetahui dengan benar bahwa waktu kehidupan kukang jawa memang aktif di malam hari (nokturnal). Namun masih ada beberapa responden yang belum tahu waktu aktif dari kehidupan hewan tersebut. Mereka menjelaskan kukang jawa adalah hewan nokturnal dan mereka jarang sekali bisa melihatnya di siang hari. Seperti yang dijelaskan salah satu responden sebagai berikut:

kukang jawa hidupnya mah di malam hari. Kalau siang susah untuk cari atau lihat kukang jawa. Kalaupun bisa lihat kukang jawa di siang, pasti sedang diam atau tidur” (Pak DR)

Tabel 15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang cara hidup kukang jawa

Mengenai cara hidupnya (tabel 15), didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui dengan benar bahwa kukang jawa hidup dengan cara sendiri-sendiri. Sementara itu, masih ada 31.4 persen responden yang berpendapat dengan cara berkelompok kecil yaitu sebanyak dua sampai tiga ekor dalam satu kelompok. Umumnya mereka berpendapat bahwa kelompok kecil ini terdiri dari sepasang kukang jawa serta anaknya, mereka juga berpendapat bahwa jumlahnya di alam masih banyak dan belum mengalami kepunahan yang serius. Pendapat responden ini ternyata dapat berdampak pada adanya perburuan dan penurunan populasi di alam.

Tabel 16 menunjukkan hasil mengenai kapan waktu kukang jawa datang ke desa. Sebanyak 74.3 persen responden sudah mengetahui dengan benar bahwa kukang jawa bisa datang kapan saja tidak tergantung pada musim. Sementara itu, sisanya menjawab bahwa hewan tersebut datang ke desa pada saat musim hujan dan musim kemarau, serta masih ada 5.7 persen responden yang tidak tahu waktu datang ke desa.

Waktu aktif kehidupan kukang jawa Jumlah (orang) Persen (%)

Di malam hari (nokturnal) 31 88.6

Di siang hari 4 11.4

Total 35 100.0

Cara hidup kukang jawa Jumlah (orang) Persen (%)

Sendiri-sendiri 24 68.6

Berkelompok kecil (2-3 ekor) 11 31.4

Berkelompok besar (lebih dari 3 ekor) 0 0.0

Lainnya 0 0.0

Gambar

Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan tentang manfaat yang ditimbulkan dari kukang jawa
Tabel 23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan
Tabel 45 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku terhadap kukang
Tabel 50 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap nilai ekonomi kukang jawa dan perilaku terhadap kukang jawa

Referensi

Dokumen terkait

Parameter habitat yang akan dianalisis untuk mengetahui kesesuaian habitat kukang jawa adalah ketinggian, kelerengan, NDVI, jarak pohon tidur, suhu permukaan dan

Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada lokasi yang digunakan kukang jawa, terdapat satu jenis pohon, dua jenis tiang, satu jenis pancang dan satu jenis semai yang

Dari keempat jenis pakan tersebut, tiga jenis pakan berasal dari tumbuhan spesifik (getah Acacia decurrens, nektar bunga Calliandra calothyrsus, dan bunga Melaleuca

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat, distribusi kukang Jawa di daerah timur dari Desa Kemuning (Kleter) lebih banyak dijumpai dari pada lokasi lain

Dari keempat jenis pakan tersebut, tiga jenis pakan berasal dari tumbuhan spesifik (getah Acacia decurrens , nektar bunga Calliandra calothyrsus , dan bunga

Distribusi kukang jawa yang terdapat di talun Desa Sindulang tersebar di 2 blok penelitian yaitu blok Leuwiliang dan blok Jamuaer karena pada blok Ciseupan, Blok

Kesempatan perjumpaan kukang Jawa di sekitar hutan lindung RPH Sumbermanjing Kulonterhadap berbagai bentuk keberadaan aktivitas manusia (jalan utama, jalan setapak,

Parameter habitat yang akan dianalisis untuk mengetahui kesesuaian habitat kukang jawa adalah ketinggian, kelerengan, NDVI, jarak pohon tidur, suhu permukaan dan