• Tidak ada hasil yang ditemukan

The economic and non-economic value of wife housework

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The economic and non-economic value of wife housework"

Copied!
392
0
0

Teks penuh

(1)

MEDA WAHINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

NILAI EKONOMI DAN NON-EKONOMI

PEKERJAAN RUMAHTANGGA ISTRI

MEDA WAHINI

A561020011

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Nilai Ekonomi dan Non-Ekonomi Pekerjaan Rumahtangga Istri adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.

Bogor, Pebruari 2012

Meda Wahini

(4)

MEDA WAHINI. The Economic and Non-Economic Value of Wife Housework. Supervised by SJAFRI MANGKUPRAWIRA, SUPRIHATIN GUHARDJA, DRAJAT MARTIANTO, and ASEP SAEFUDDIN.

In a certain society some people do not appreciate to housework as an activity of domestic sector, because they have a perception that this housework do womens’work and responsibility. The aim of this research is to analyze the economic and non-economic of housework including providing of food consumption, maintaining of clothing and housing, and caring of pre schoolers, school age, and adolescent, and factors that affecting the value of which attended the housework time allocation of wife. Mangkuprawira formulation was used to measure the real and unreal time allocation of housework, while opportunity cost and replacement cost with housework load were used to value the housework activity of home wife. The result showed that the highest economic value of housework using replacement cost and opportunity cost was caring of school age, and the lowest value of housework using replacement cost was maintaining of housing and opportunity cost was caring of pre schoolers. Family who lives in the city or village psychologically feels like with the result with housework has done. Because the value what they feel on something, that’s the result what they want and expect to of each family will be different and there’s no real standard.

(5)

Istri. Dibimbing oleh SJAFRI MANGKUPRAWIRA, SUPRIHATIN GUHARDJA, DRAJAT MARTIANTO, dan ASEP SAEFUDDIN.

Pekerjaan rumahtangga sebagai pekerjaan sektor domestik kurang mendapat perhatian dan apresiasi dari berbagai pihak, baik masyarakat maupun pemerintah. Pada sebagian budaya masyarakat pekerjaan rumahtangga dipandang sebagai pekerjaan yang tidak produktif dan kurang berharga, karena tidak menghasilkan uang dan identik dengan pekerjaan kaum perempuan. Studi tentang pekerjaan rumahtangga di negara maju telah banyak dilakukan yang mengungkap bahwa pekerjaan rumahtangga memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan berkontribusi signifikan terhadap GDP. Negara Indonesia khususnya dan beberapa negara berkembang studi ini belum banyak dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai ekonomi dan non-ekonomi pekerjaan rumahtangga yang dilaksanakan oleh istri di perkotaan dan di perdesaan. Perhatian lebih khusus diberikan pada persepsi istri tentang pekerjaan rumahtangga, pengambilan keputusan istri-suami dalam tugas pekerjaan rumahtangga, alokasi waktu pekerjaan rumahtangga istri, nilai ekonomi dan non-ekonomi pekerjaan rumahtangga istri, serta faktor-faktor yang mempengaruhi nilai penggunaan waktu istri dalam pekerjaan rumahtangga.

Kebaruan penelitian ini dibandingkan dengan studi yang telah ada, terletak pada topik dan metode. Topik terkait dengan nilai ekonomi dan non-ekonomi penggunaan waktu pekerjaan rumahtangga yang tidak dibayar pada aktivitas penyediaan konsumsi makanan, perawatan rumah, perawatan pakaian, perawatan anak usia balita, perawatan anak usia sekolah, perawatan anak usia remaja) yang dilakukan oleh istri, dan yang tidak dilakukan pada studi lainnya. Metode terkait dengan penilaian penggunaan waktu pekerjaan rumahtangga istri dengan pembobotan pada setiap jenis pekerjaan rumahtangga dan indikator pekerjaan rumahtangga menjadi matriks bobot (nilai tertimbang) pekerjaan rumahtangga dengan perhitungan opportunity cost dan replacement cost.

(6)

ini digunakan untuk keperluan tabulasi. Pengelompokkan kategori dilakukan berdasar nilai skor. Cara penskoran dilakukan pada usia istri dan suami, lama pendidikan istri dan suami, pekerjaan istri dan suami, kehadiran anak, pendapatan per kapita keluarga, besar keluarga, status pekerjaan istri, status ekonomi keluarga, pandangan peran gender, dukungan sosial, persepsi istri tentang pekerjaan rumahtangga, pengambilan keputusan istri-suami dalam tugas pekerjaan rumahtangga

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan inferensia ditemukan bahwa kebanyakan istri berusia dewasa muda dengan proporsi lebih banyak di perkotaan, sedangkan usia suami lebih banyak dewasa madya yang proporsinya lebih besar di perdesaan. Anak kebanyakan berusia lima tahun ke atas dengan proporsi lebih besar di perdesaan. Pendidikan istri dan suami kebanyakan SMA dengan proporsi lebih besar di perkotaan. Sebagian besar keluarga termasuk dalam keluarga kecil, karena rata-rata jumlah anggota keluarga tidak lebih dari lima orang. Sebagian istri tidak bekerja, sedangkan suami sebagian bekerja sebagai pegawai swasta. Pendapatan per kapita keluarga kebanyakan di atas Rp1.298.337 dengan nilai rata-rata lebih tinggi di perkotaan. Seluruh istri berpandangan tradisional, artinya suami diposisikan sebagai kepala keluarga. Istri kebanyakan memperoleh dukungan sosial yang baik dengan proporsi lebih besar di perkotaan.

Sebagian besar istri mempunyai persepsi netral, yang maknanya istri memandang positif sekaligus negatif terhadap pekerjaan rumahtangga, dengan proporsi lebih besar di perdesaan. Pekerjaan rumahtangga dipersepsikan positif karena dirasakan menyenangkan, mulia, berharga dan dapat memberikan kepuasan bagi anggota keluarganya; dan dipersepsikan negatif karena dirasakan melelahkan, membosankan dan juga terjadi pengulangan pekerjaan yang sama.

Pengambilan keputusan untuk penyediaan konsumsi makanan, perawatan pakaian, perawatan rumah, perawatan anak usia balita, perawatan anak usia sekolah, perawatan anak usia remaja, lebih banyak diputuskan oleh istri saja. Pembagian tugas pekerjaan rumahtangga antara istri dan suami menjadi tidak seimbang, yang ditunjukkan lebih banyak oleh istri di perdesaan

Waktu istri untuk pekerjaan rumahtangga dialokasikan kurang dari tujuh jam per hari, atau seperempat dari total waktu per hari untuk aktivitas lainnya seperti aktivitas publik, sosial atau pribadi. Alokasi waktu istri di perdesaan lebih besar dibandingkan istri di perkotaan. Waktu istri dialokasikan paling banyak untuk penyediaan konsumsi makanan dan paling sedikit untuk perawatan anak usia remaja.

(7)

istri, alokasi waktu pekerjaan rumahtangga istri berpengaruh nyata terhadap nilai penggunaan waktu pekerjaan rumahtangga istri. Model regresi cobb douglas hanya dapat menjelaskan 22 persen peubah bebas, 78 persen dijelaskan oleh peubah lain yang tidak terkontrol.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)
(10)

PEKERJAAN RUMAHTANGGA ISTRI

MEDA WAHINI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Penguji Luar Sidang Tertutup :

1. Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc. MSc 2. Dr. Ir. Hartoyo MSc

Penguji Luar Sidang Terbuka:

1. Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala, S. Hubeis. 2. Dr. Ir. Hartoyo MSc.

(12)

Rumahtangga Istri

Nama : Meda Wahini

NIM : A561020011

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira. Ketua

Dr. Ir. Suprihatin Guhardja, MS. Dr. Ir. Drajat Martianto, MS. Anggota Anggota

Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc. Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi GMK

drh. M. Rizal Martua Damanik, MRep.Sc, Ph.D.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr.

(13)

Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi dengan tema alokasi waktu pekerjaan rumahtangga dan produksi yang dihasilkan, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor.

Disertasi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira. selaku ketua komisi pembimbing atas sumbangan materi Household Economic dan Labor Economic, perhatian, pengertian, ketulusan, keihlasan, kesabaran, toleransi, dukungan semangat dan motivasi yang tidak pernah putus ditunjukkan kepada penulis sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga selesainya disertasi ini. 2. Dr. Ir. Suprihatin Guhardja, MS. selaku anggota komisi pembimbing atas

sumbangan materi Manajemen Sumberdaya Keluarga, pengertian, perhatian, dan bimbingan sejak penyusunan proposal hingga selesainya disertasi ini. 3. Dr. Ir. Drajat Martianto, MS. selaku anggota komisi pembimbing atas

sumbangan materi ekonomi pembangunan, perhatian dan bimbingan sejak penyusunan proposal hingga selesainya disertasi ini.

4. Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc. selaku anggota komisi pembimbing atas sumbangan materi Statistik, pengertian, perhatian dan bimbingan sejak penyusunan proposal hingga selesainya disertasi ini.

5. Dr. Ir. Herien, P., MSc, MSc. selaku dosen penguji luar komisi pada Sidang Tertutup yang telah banyak memberikan masukan dan koreksi atas disertasi. 6. Dr. Ir. Hartoyo, MSc. selaku dosen penguji luar komisi pada Sidang Tertutup

dan Sidang Terbuka dan selaku pakar Ekonomi Keluarga yang telah banyak memberikan masukan dan koreksi atas disertasi.

7. Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala, S.Hubeis. selaku dosen penguji luar komisi pada Sidang Terbuka yang telah banyak memberikan masukan dan koreksi atas disertasi.

(14)

atas masukan bagi perbaikan proposal penelitian.

10. Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc. selaku pembahas pada kolokium yang telah banyak memberikan masukan dan koresi atas proposal penelitian.

11. Prof. Dr. Dadang Sukandar, MSc. atas koreksi dan masukan disertasi.

12. Pengelola Beasiswa BPPS–IPB DIKTI atas beasiswa dan bantuan biaya penyelesaian kuliah dan disertasi yang telah diberikan.

13. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, yang telah memberi kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan.

14. Rektor Universitas Negeri Surabaya dan Dekan FPTK Universitas Negeri Surabaya yang telah memberikan izin untuk melanjutkan pendidikan.

15. Ketua Jurusan beserta seluruh staf jurusan PKK-Universitas Negeri Surabaya yang telah memberikan kesempatan, dukungan, dan perhatian bagi penulis. 16. Bapak Camat Sidoarjo, Bapak Camat Krembung, Kepala Desa Jati, Lurah

Gebang, Kepala Desa Kandangan dan Kepala Desa Balong Garut-Kabupaten Sidoarjo.

17. Kedua orang tua, R. Moekadi dan Hj. Bandijah (alm), Mbak Gini dan Kak Budi, Mbak Anon dan Kak Momon dan adik-adik Junun dan Ijah, Giri dan Rohayati, Bayu dan Yuli, Kepi dan Danni, Widi, serta keponakan tercinta; Ratih dan Herdi, Haonisa, Ben dan Lia, Anjari, Aussie, Yoga, Tinut, Dita, Agam, Adit, Ajeng, Fibi, Aliyyah, Fatih, Putri, atas segala do’a dan dukungannya.

18. Ibu Hj Mimin Hamidah atas doa yang tidak pernah putus diberikan.

19. Ratih Maria Dhewi, SS, MM. dan Hino SSi, MSi. atas bantuan moril dan materiil selama penyusunan disertasi.

20. Dr. Uke Rasalwati, Dr. Lilik Noor, Dr. Istiqlaliyah M, dan Dr. Partomo, atas dukungan dan bantuannya selama ini

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik. Amin.

(15)

ketiga dari delapan bersaudara. Penulis terlahir dari pasangan R. Moekadi dan Hj. Bandiyah (Alm).

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri Teladan Papandayan I Bogor pada tahun 1974, Sekolah Menengah Pertama Negeri III Bogor pada tahun 1977, dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri I Bogor penulis selesaikan pada tahun 1981. Pada tahun 1981 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta (IKIP, sekarang Universitas Negeri Jakarta) Jurusan Tata Boga – Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, dan mendapat gelar Sarjana Pendidikan Tata Boga pada tahun 1985.

Penulis mengikuti program Pra-Pasca Institut Pertanian Bogor pada tahun 1997/1998. Program ini bertujuan untuk membantu mahasiswa lulusan IKIP se-Indonesia, dengan nilai Indeks Prestasi Akademik sebagai satu syarat yang digunakan untuk melanjutkan ke Program Pascasarjana Reguler tahun 1998. Penulis menamatkan Program S2-Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada tahun 2001. Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan Program Doktor pada tahun 2002 dengan Beasiswa Pendidikan BPS-IPB dan selanjutnya biaya sendiri.

Penulis saat ini bekerja sebagai tenaga pengajar pada Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga sejak tahun 1986. Mata ajaran yang menjadi tanggungjawab penulis adalah Praktek Industri Lapang, Pendidikan Konsumen, Pengolahan Makanan Asia dan Eropa, Pengolahan Kue dan Roti, Bahasa Inggris Bidang Studi Tata Boga, Pengelolaan Usaha Boga, Food and Beverage, Catering Management dan Ilmu Kesejahteraan Keluarga.

(16)

I Dedicate to my parents,

to all of my sisters & brothers,

(17)

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 6

Batasan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis ... 7

Persepsi Pekerjaan rumahtangga ... 7

Konsep Pekerjaan Rumahtangga ... 7

Konsep Persepsi ... 9

Pengambilan Keputusan dalam Keluarga berdasarkan Gender ... 12

Keluarga dan Pendekatan Teori Struktural-Fungsional ... 12

Konsep Pengambilan Keputusan ... 14

Alokasi Waktu Pekerjaan Rumahtangga ... 17

Pendekatan Produksi Rumahtangga ... 17

Nilai Penggunaan Waktu ... 26

Waktu dan Penggunaanya ... 26

Konsep Nilai ... 28

Penilaian Waktu Aktivitas Pekerjaan di Rumah ... 30

Konsep Kegiatan Bekerja dalam Keluarga ... 32

Tinjauan Pengamatan Empiris ... 32

Tinjauan Analitik: Nilai Pekerjaan Rumahtangga ... 40

KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga ... 45

Kerangka Operasional Pekerjaan Rumahtangga dalam Keluarga ... 47

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

Desain Penelitian ... 51

Lokasi Penelitian ... 51

Waktu Penelitian ... 51

Cara Penarikan Contoh ... 52

(18)

Instrumen dan Pengukuran ... 55

Pengolahan dan Analisis Data ... 56

Pengolahan Data ... 57

Pembobotan Pekerjaan Rumahtangga ... 59

Analisis Data ... 60

Definisi Operasional Variabel ... 63

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 67

Persepsi Istri tentang Pekerjaan Rumahtangga ... 86

Pengambilan Keputusan Istri dan Suami dalam Tugas Pekerjaan Rumahtangga ... 91

Alokasi Waktu Pekerjaan Rumahtangga Istri ... 96

Nilai Ekonomi dan Nilai Non-Ekonomi Pekerjaan Rumahtangga Istri ... 102

Nilai Ekonomi Pekerjaan Rumahtangga Istri ... 103

Nilai Non-ekonomi Pekerjaan Rumahtangga Istri ... 108

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai Penggunaan Waktu Pekerjaan Rumahtangga Istri ... 112

Pembahasan ... 116

Implikasi Penelitian ... 127

SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN Simpulan ... 129

Implikasi Kebijakan ... 130

(19)
(20)
(21)

Halaman

9 Perincian jumlah dan kepadatan penduduk Kecamatan Krembung ... 71

10 Sebaran contoh berdasarkan kategori usia istri dan usia suami di perkotaan dan di perdesaan ... 73

11 Sebaran contoh berdasarkan kehadiran anak di perkotaan dan di perdesaaan ... 74

12 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan istri dan pendidikan suami di perkotaan dan di perdesaan ... 75

13 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga di perkotaan dan di perdesaan 76 14 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan istri dan pekerjaan suami di perkotaan dan di perdesaan ... 77

15 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan (per kapita) keluarga di perkotaan dan di perdesaan ... 78

16 Sebaran contoh berdasarkan status pekerjaan istri di perkotaan dan di perdesaan ... 79

17 Sebaran contoh berdasarkan pandangan istri terhadap peran gender di perkotaan dan di perdesaan ... 79

18 Sebaran contoh berdasarkan kategori pandangan peran gender di perkotaan dan di perdesaan ... 81

19 Sebaran contoh berdasarkan kategori dukungan sosial istri di perkotaan dan di perdesaan ... 84

20 Sebaran contoh berdasarkan kategori dukungan sosial istri di perkotaan dan di perdesaan ... 85

21 Sebaran contoh berdasarkan stratifikasi keluarga di perkotaan dan di perdesaan ... 86

22 Sebaran contoh berdasarkan persepsi istri terhadap pekerjaan rumahtangga di perkotaan dan di perdesaan ... 88

23 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi istri terhadap pekerjaan rumahtangga di perkotaan dan di perdesaan ... 89

(22)

25 Peran istri dan suami dalam pengambilan keputusan untuk pekerjaan

rumahtangga di perdesaan ... 91 26 Kategori tugas pekerjaan rumahtangga di perkotaan dan di perdesaan ... 93 27 Alokasi waktu pekerjaan rumahtangga istri di perkotaan dan di perdesaan . 97 28 Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga istri replacement cost di perkotaan dan di perdesaan (rupiah) ... 104 29 Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga istri opportunity cost di perkotaan dan di perdesaan (rupiah) ... 105 30 Nilai non-ekonomi pekerjaan rumahtangga istri di perkotaan ... 108 31 Nilai non-ekonomi pererjaan rumahtangga istri di perdesaan ... 109 32 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai ekonomi pekerjaan

(23)

Halaman 1 Grafik preferensi rumahtangga terhadap barang dan waktu ... 20 2 Grafik preferensi rumahtangga terhadap barang dan waktu bekerja di

(24)
(25)

Halaman 1. Matriks bobot pekerjaan rumahtangga ... 143 2. Sebaran contoh berdasarkan pengambilan keputusan di perkotaan dan

di perdesaan (%) ... 146 3. Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan pekerjaan rumahtangga di

perkotaan dan di perdesaan (%) ... 148 4. Alokasi waktu pekerjaan rumahtangga istri berdasarkan tipologi

wilayah (menit) ... 150 5. Alokasi waktu pekerjaan rumahtangga istri berdasarkan status

pekerjaan istri (menit) ... 152 6. Alokasi waktu pekerjaan rumahtangga istri berdasarkan kehadiran

anak (menit) ... 154 7. Alokasi waktu pekerjaan rumahtangga istri berdasarkan stratifikasi

keluarga (menit) ... 156 8. Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga istri (replacement cost)

berdasarkan tipologi wilayah (Rp) ... 158 9. Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga istri (replacement cost)

berdasarkan status pekerjaan istri (Rp) ... 160 10. Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga istri (replacement cost)

berdasarkan kehadiran anak (Rp) ... 162 11. Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga istri (replacement cost)

berdasarkan stratifikasi keluarga (Rp) ... 164 12. Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga istri (opportunity cost)

berdasarkan tipologi wilayah (Rp) ... 166 13. Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga istri (opportunity cost)

berdasarkan status pekerjaan istri (Rp) ... 168 14. Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga istri (opportunity cost)

berdasarkan kehadiran anak (Rp) ... 170 15. Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga istri (opportunity cost)

berdasarkan stratifikasi keluarga (Rp) ... 172 16. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai ekonomi pekerjaan

rumahtangga istri (penyediaan konsumsi makanan ... 174 17. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai ekonomi

pekerjaan rumahtangga istri (perawatan pakaian) ... 175 18. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai ekonomi pekerjaan

rumahtangga istri (perawatan rumah) ... 176 19. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai ekonomi pekerjaan

rumahtangga istri (perawatan anak usia balita ... 177 20. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai ekonomi pekerjaan

(26)

21. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai ekonomi pekerjaan

rumahtangga istri (perawatan anak usia remaja) ... 179 22. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai non-ekonomi pekerjaan

(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional sejak tahun 1978 telah dijadikan isu nasional, dengan tujuan untuk memacu terjadinya pemberagaman dalam peran perempuan di kancah nasional. Fakta empiris menunjukkan bahwa perempuan melakukan dua pekerjaan sekaligus yaitu, pekerjaan publik yang menghasilkan pendapatan dan pekerjaan domestik. Fenomena ini sangat umum ditemui, baik di daerah perdesaan maupun di perkotaan. Perempuan memiliki peran nyata dalam memberikan kontribusi ekonomi dan membawanya pada status yang setara dengan pria (Vitayala 2010).

Pekerjaan domestik atau pekerjaan rumahtangga dalam struktur sosial bermula dan bersamaan dengan berlangsungnya peradaban kehidupan manusia. Pada semua anggota masyarakat dengan budayanya, sebagian besar orang hidup terikat dalam hubungan kekeluargaan terkait dengan kewajiban dan hak setiap individu yang berlangsung di dalamnya. Tugas-tugas kekeluargaan seperti kegiatan ekonomis dan produktif merupakan tanggungjawab langsung setiap pribadi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat untuk menjamin kelangsungan hidup.

Laki-laki dan perempuan yang terikat pernikahan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas kekeluargaan sesuai peran dan fungsinya. Becker (1965) menyatakan bahwa tanggungjawab utama perempuan menikah dalam pandangan tradisional adalah pengasuhan dan pekerjaan domestik lain, sedangkan suami bertanggungjawab pada wilayah publik. Suami dan istri melaksanakan tugas yang berbeda, tetapi sebagai pasangan mereka bekerja sama dalam menata rumahtangga dan menata kehidupan (Newman & Grauerholz 2002).

(28)

komersial karena didukung oleh adanya pergeseran peran dalam keluarga yang mendorong perempuan bekerja di ranah publik. Meskipun tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan relatif rendah (52.5%) dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 83.3 persen, perempuan kebanyakan masih bertahan dalam lingkup domestik (ILO 2011). Hal ini menggambarkan bahwa pekerjaan di rumah masih digeluti kaum perempuan sampai sekarang, dengan alokasi waktu lebih besar daripada laki-laki.

Pernyataan ini didukung oleh hasil studi terkait yang dilakukan di Indonesia maupun di Barat. Studi tentang alokasi waktu dan kontribusi kerja anggota keluarga dan kegiatan ekonomi rumahtangga di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat menunjukan bahwa perempuan mengalokasikan waktu untuk pekerjaan rumahtangga antara 39.1 jam sampai 41.3 jam/minggu, sedangkan waktu yang dialokasikan laki-laki untuk pekerjaan rumahtangga antara 1.9 jam sampai 9.6 jam/minggu (Mangkuprawira 1985).

Studi tentang weekly position pada 50 pasangan menikah (separuhnya ibu bekerja) yang dilakukan Fletchers seperti yang dikutip Birks (1994) menunjukkan bahwa kontribusi waktu perempuan untuk pekerjaan dibayar lebih rendah, dibandingkan dengan kontribusi waktu untuk pekerjaan tidak dibayar. Istri bekerja melaksanakan 65 persen dari jam pekerjaan rumahtangga dan perawatan anak, rata-rata 1,8 jam lebih besar dari suaminya. Istri sebagai ibu rumahtangga melaksanakan 76 persen dari jam pekerjaan rumahtangga dan perawatan anak, rata-rata bekerja 11-61 jam per minggu lebih sedikit dari suami.

(29)

Streotipi pada perempuan terkait dengan jenis pekerjaan perempuan yang lebih aman bekerja di rumah, pada saat bersamaan didefinisikan sebagai bukan pekerjaan karena berada dalam lingkup domestik dan bersifat informal. Pekerjaan rumahtangga dinilai tidak produktif, sebaliknya sektor publik diletakkan sebagai fungsi yang bernilai tinggi dibanding sektor domestik karena lebih produktif menghasilkan kapital. Tugas domestik dianggap sebagai pekerjaan yang tidak produktif secara ekonomi (LBH Perempuan 1993 dalam OPI 2006). Pekerjaan domestik dalam keluarga tradisional dianggap sebagai tugas dan tanggungjawab utama perempuan.

Sidoarjo yang sangat kental dengan nilai tradisonal, merupakan salah satu kabupaten yang terletak di daerah Jawa Timur dengan karakteristik yang khas. Kabupaten Sidoarjo dikenal sebagai daerah industri dengan tenaga kerja (buruh) kebanyakan perempuan, dan merupakan daerah segitiga emas yang diapit oleh kota Surabaya, Mojokerto dan Malang. Sebagian besar penduduk Sidoarjo merupakan pendatang dari berbagai daerah di Jawa Timur. Kegiatan ekonomi di kabupaten Sidoarjo lebih banyak didominasi oleh usaha kecil menengah yang dikembangkan dalam skala rumahtangga, antara lain usaha pembuatan tempe, kerupuk, juadah, telur asin, jamu beras kencur dan budidaya jangkrik. Sektor pertanian di kabupaten Sidoarjo lebih banyak perkebunan tebu dan perikanan tambak. Berdasarkan karakteristik yang khas tersebut, Sidoarjo dijadikan pertimbangan peneliti sebagai tempat untuk mengkaji kegiatan rumahtangga yang difokuskan pada aktivitas pekerjaan rumahtangga atau aktivitas sektor domestik.

Perumusan Masalah

(30)

rumahtangga berusia kerja mempunyai pilihan untuk melakukan kegiatan, apakah bekerja mencari nafkah atau bekerja di rumah.

Pekerjaan rumahtangga sebagai pekerjaan sektor domestik kurang mendapat perhatian dari masyarakat maupun pemerintah. Pada sebagian budaya masyarakat pekerjaan ini dipandang kurang berharga, karena dianggap sebagai pekerjaan kaum perempuan dan tidak pantas dikerjakan laki-laki. Menurut Sumardjo (1988), kebanyakan perempuan di Klaten-Jawa Tengah diposisikan seperti pembantu keluarga, karena mereka mencurahkan tenaga dan waktunya lebih banyak di rumah untuk mengurus dan melayani suami serta anaknya.

Pada masa sekarang perubahan yang sangat jelas terlihat ialah perempuan yang semula bekerja di dalam rumah, bekerja pula di luar rumah. Meskipun perempuan bekerja di publik, semua hal yang berhubungan dengan penata laksanaan rumahtangga masih tetap menjadi tanggung jawabnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Hyman & Baldry (2003) yang menyatakan bahwa perempuan yang bekerja baik penuh maupun paruh waktu di sektor publik, masih bersedia mengerjakan tugas-tugas rumahtangga dan pengasuhan anak.

Faktor pendorong perempuan bekerja di luar rumah adalah alasan ekonomi dan non ekonomi, sedangkan di sisi lain laki-laki melaksanakan tugas rumahtangga karena sosialisasi budaya. Pekerjaan rumahtangga secara kultural masih dianggap porsi perempuan, dan sebagian laki-laki beranggapan mengerjakan pekerjaan rumahtangga dapat menurunkan tingkat maskulinitas.

(31)

Pekerjaan rumahtangga seharusnya dinilai berharga, baik secara ekonomi maupun secara psikologis. Hasil studi di Amerika menunjukkan bahwa secara ekonomi pekerjaan rumahtangga menyumbang pendapatan negara cukup besar, yaitu sekitar 9 persen-35.6 persen dari GNP yang disumbang oleh perempuan. (Murphy 1982, Robeyns 2000, Champ & Brown 2003). Pekerjaan ini secara psikologis dapat memberikan kepuasan dalam bentuk penghargaan diri.

Studi tentang kontribusi pekerjaan rumahtangga secara ekonomi di Indonesia belum mendapatkan perhatian yang besar. Hal ini terlihat dari terbatasnya data-data kuantitatif yang mendukung studi tersebut. Beberapa hasil kajian studi yang ada mengungkap lebih pada aspek sosio budaya, yang ditemukan terutama di daerah perdesaan Jawa.

Berdasarkan pemaparan tersebut, beberapa permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan istri tentang pekerjaan rumahtangga, apakah pekerjaan yang dikerjakan secara rutin dalam rumah dinilai positif?

2. Siapa sebenarnya yang mengambil keputusan dalam keluarga untuk tugas pekerjaan rumahtangga, apakah diputuskan oleh istri saja, suami saja atau istri dan suami setara?

3. Berapa banyak waktu yang dicurahkan istri untuk pekerjaan rumahtangga? 4. Berapa besar nilai pekerjaan rumahtangga yang dihasilkan istri?

5. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap nilai penggunaan waktu istri dalam pekerjaan rumahtangga?

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai ekonomi dan non-ekonomi pekerjaan rumahtangga yang didasarkan pada perbedaan tipologi wilayah (perkotaan dan perdesaan). Perhatian lebih khusus diberikan pada analisis:

1. Persepsi istri tentang pekerjaan rumahtangga.

2. Pengambilan keputusan istri-suami dalam tugas pekerjaan rumahtangga. 3. Curahan waktu istri dalam pekerjaan rumahtangga.

(32)

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai penggunaan waktu istri dalam pekerjaan rumahtangga.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk segi akademis dan implikasi praktis sebagai berikut:

1. Segi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan perbendaharaan teori ekonomi keluarga khususnya tentang nilai ekonomi dan non-ekonomi pekerjaan rumahtangga.

2. Segi implikasi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para penentu kebijakan terkait dengan pengupahan tenaga kerja sektor jasa yang tidak dibayar.

Batasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada penggunaan waktu untuk pekerjaan rumahtangga dan produksi yang dihasilkan. Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut:

1. Lokasi perkotaan dan perdesaan ditentukan hanya pada dua kecamatan dari delapan belas kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sidoarjo. Penentuan dua kecamatan yaitu Sidoarjo sebagai lokasi perkotaan dan Krembung sebagai lokasi perdesaan karena dua kecamatan tersebut secara arbitari (jarak dari kecamatan ke pusat kota), tata ruang atau luas lahan dan jumlah penduduk memenuhi persyaratan sebagai tipe kota dan desa, sebagaimana yang dirujuk dari narasumber di Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Sidoarjo. 2. Penggunaan instrumen penelitian ditanyakan hanya pada istri yang dianggap

dapat merepresentasikan keluarga, karena istri sekaligus ibu dianggap orang yang paling mengetahui dan memahami kebutuhan anggota keluarganya. Meskipun idealnya kuisioner juga ditanyakan pada suami atau anak sebagai anggota keluarga.

(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teoretis Persepsi Pekerjaan Rumahtangga Konsep Pekerjaan Rumahtangga.

Rumahtangga sering ditafsirkan sebagai keluarga, padahal rumahtangga memiliki pengertian yang lebih luas daripada keluarga. Keluarga adalah unit sosial terkecil yang anggotanya terikat hubungan darah atau hukum, yang melakukan berbagai kegiatan untuk memenuhi fungsi dan hidup dalam satuan unit yang disebut rumahtangga (Burgess & Locke 1960). Rumahtangga terdiri atas keluarga dan bukan keluarga yang semua anggota di dalamnya hidup dalam satu unit tempat tinggal.

Rumahtangga dalam teori ekonomi klasik menyelenggarakan kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, namun menurut teori ekonomi baru The New Household Economy rumahtangga dianggap sekaligus sebagai pengguna barang dan jasa. Rumahtangga seperti pabrik yang mengkombinasikan barang pasar dan waktu untuk menghasilkan komoditi (Becker 1965). Konsep rumahtangga yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada arti unit satuan keluarga yang melakukan aktivitas untuk memproduksi sekaligus menggunakan barang dan jasa.

Aktivitas produksi dan konsumsi barang atau jasa rumahtangga termasuk dalam pekerjaan tidak dibayar, dikenal juga sebagai aktivitas produksi rumahtangga (Pylkkanen 2002). Produksi rumahtangga adalah produksi barang atau jasa untuk dikonsumsi sendiri dengan menggunakan kombinasi modal sendiri dan tenaga kerja sendiri yang tidak dibayar (Ironmonger 2001, United Nations Economic Commissions for Africa 2005).

(34)

dilakukan oleh anggota keluarga dapat digantikan pasar jika didukung ekonomi tanpa merubah utilitas yang dihasilkan.

Pekerjaan rumahtangga terbatas pada kegiatan yang dilakukan oleh satu atau lebih anggota keluarga, atau dengan cara membayar orang lain yang bukan anggota keluarga untuk menghasilkan utilitas langsung (Chadeau 1983). Gates dan Murphy (1982) menyatakan bahwa pekerjaan rumahtangga adalah aktivitas yang dapat memberikan kepuasan dari barang dan jasa yang dibeli di pasar, atau aktivitas yang dilakukan oleh orang lain tanpa mengurangi utilitas dari setiap anggota keluarga.

Pengertian tersebut menjelaskan bahwa pekerjaan rumahtangga yang dilakukan oleh, dari, dan untuk anggota keluarga dapat disubtitusi pekerjaan pasar dengan utilitas sama. Pekerjaan rumahtangga adalah aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa, yang dapat dikerjakan oleh anggota keluarga, tidak dibayar, dapat didelegasikan kepada orang lain dengan imbalan upah yang dapat memberikan kepuasan sama bagi setiap anggotanya (Robeyns 2000).

Pekerjaan rumahtangga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang anggota keluarga untuk menghasilkan produk barang atau jasa yang akan dikonsumsi langsung. Pekerjaan tersebut meliputi penyediaan konsumsi makanan, perawatan pakaian, perawatan rumah seperti menyapu dan mengepel lantai, dan perawatan anak usia balita, perawatan anak usia sekolah dan perawatan anak usia remaja.

Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa semua jenis pekerjaan perawatan termasuk dalam pekerjaan rumahtangga. Aktivitas perawatan khususnya anak, biasanya dilakukan bersamaan dengan tugas rumahtangga lainnya. Pada kebanyakan keluarga, cara orang tua memperlakukan anak khususnya dalam memberi perhatian, cinta dan kasih sayang sebagai kebutuhan sosial psikologis kadang terabaikan, karena kebutuhan pertumbuhan fisik kadang kala dianggap lebih penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak.

(35)

disisi lain, secara intrinsik dapat memberikan nilai penghargaan yang tidak terhingga dan sekaligus sebagai sumber kebahagiaan bagi pasangan menikah (Robeyns 2000).

Konsep Persepsi.

Setiap orang dimanapun dalam hidup bermasyarakat memerlukan norma, atau aturan sebagai pengarah ke hal baik dan buruk yang disepakati bersama. Norma dapat menumbuhkan keyakinan dan/atau kesan seseorang secara emosional untuk menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Norma menunjukkan dimensi utama yang mendasari persepsi seseorang. Persepsi adalah hasil pengamatan individu mengenai suatu objek atau gejala berdasar pengalaman dan wawasan yang dimiliki (Endaryanto 1999).

Rakhmat (1998) menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek atau peristiwa, hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi bukan ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi lebih pada karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli. Persepsi meliputi kognisi yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang, dari sudut pengalaman dan faktor pribadi.

Persepsi didasarkan pada ciri dasar manusia pertama yang berpikir sesuai dengan perasaan suka dan tidak suka jika melihat suatu objek. Apabila objek yang dilihat sesuai dengan nilai yang diyakini seseorang, maka orang tersebut memiliki kecenderungan untuk bersikap terhadap objek yang diamatinya. Meskipun demikian, orang tidak dapat terus menerus berpedoman pada satu norma saja, karena individu cenderung berkembang dan berubah seperti usia, pengalaman, pendidikan, termasuk peristiwa atau lingkungan.

(36)

lingkungan sosial serta status dalam masyarakat adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang terhadap suatu objek yang diamatinya (Sears & Anne 1994).

Berdasarkan penjelasan tersebut, persepsi adalah perasaan seseorang yang bersifat subjektif terhadap sesuatu hal yang menjadi amatannya. Perasaan dipengaruhi oleh pengalaman hidup masa lalu, proses sosialisasi di dalam dan di luar keluarga yang memberi corak kepribadian, pengetahuan, dan wawasan berpikir sehingga dapat memaknai suatu objek psikologis tertentu.

Penilaian subjektif seseorang terhadap kesan baik tidaknya suatu amatan yang sesuai norma ataupun pengetahuannya dapat menumbuhkan keyakinan dan juga perasaan suka pada suatu amatan dan berimplikasi pada kecenderungan individu dalam bersikap. Pada penelitian ini, pekerjaan rumahtangga sebagai suatu amatan diharapkan cenderung disikapi positif oleh keluarga contoh di perkotaan maupun di perdesaan.

Sebagian besar keluarga ataupun masyarakat menganggap pekerjaan rumahtangga hanya untuk kaum perempuan. Pekerjaan rumahtangga dalam pandangan keluarga tradisional dianggap sebagai tugas utama perempuan, bahkan pekerjaan ini dianggap tidak pantas dilakukan oleh laki-laki karena dapat menurunkan wibawa. Aliran feminis yang menyuarakan pergerakan kebebasan kaum perempuan memandang pekerjaan rumahtangga sebagai simbol dari belenggu perempuan, meskipun dalam perkembangannya aliran ini tidak dapat bertahan lama.

(37)

Pada sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini, perempuan masih bertahan dengan tugasnya sebagai orang yang bertanggungjawab penuh dalam urusan rumahtangga, tidak terkecuali tugas membesarkan dan mendidik anak. Berdasarkan kodratnya, suami cenderung lebih banyak berpartisipasi di sektor publik, dan sebaliknya dengan isteri yang lebih banyak bekerja di sektor domestik atau mengerjakan tugas rumahtangga dan perawatan anak (Becker 1981).

Kesan yang melekat tentang pekerjaan di luar rumah adalah tugas laki-laki dan pekerjaan di dalam rumah merupakan tugas perempuan, karena stereotipi yang berkembang kuat di masyarakat mengenai pandangan keluarga tradisonal yang mendidik anak perempuan dan laki-laki dengan ekspektasi yang berbeda melalui pembagian peran dan tugasnya di rumahtangga. Perempuan dipersiapkan untuk menjadi seorang ibu/istri yang dapat mengurus rumahtangga, melayani kebutuhan suami, membesarkan dan mendidik anak mereka.

Menurut Guhardja (1986), perempuan pada umumnya melakukan pekerjaan rumahtangga sebagai tenaga kerja keluarga yang tidak dibayar dengan jumlah jam yang lebih besar dibanding laki-laki. Laki-laki di sisi lain dipersiapkan untuk menjadi kepala keluarga yang bertanggungjawab pada semua anggota keluarga dalam menafkahi dan melindungi istri dan anak-anaknya.

(38)

Pengambilan Keputusan dalam Keluarga berdasarkan Gender Keluarga dan Pendekatan Teori Struktural-Fungsional.

Pendekatan struktural-fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga mempunyai prisip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Keluarga dapat dilihat sebagai salah satu dari berbagai subsistem dalam masyarakat, yang tidak akan terlepas dari interaksinya dengan subsistem lainnya yaitu ekonomi, politik, pendidikan dan agama. Melalui interaksi tersebut keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga maupun sosial masyarakat (Megawangi 1999). Teori struktural-fungsional memandang pentingnya kemampuan keluarga untuk memelihara stabilitas agar kelangsungan hidup tetap terjaga.

Pencapaian keseimbangan pada sistem sosial dapat tercipta dan berfungsi jika struktur keluarga sebagai sistem dapat berfungsi. Syarat struktural yang harus dipenuhi untuk mempertahankan keseimbangan sistem keluarga ataupun masyarakat menurut Levy dalam Megawangi (1999) adalah (1) diferensiasi peran atau alokasi peran yang harus dilakukan dalam keluarga, (2) alokasi solidaritas atau distribusi relasi antar anggota keluarga, (3) alokasi ekonomi atau distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga sebagai sarana untuk mencapai tujuan, (4) alokasi politik atau distribusi kekuasaan dalam keluarga, dan (5) alokasi integrasi dan ekspresi atau cara sosialisasi internalisasi pelestarian nilai dan perilaku pada setiap anggota keluarga untuk memenuhi norma yang berlaku.

(39)

Peran gender adalah kepercayaan normatif tentang bagaimana seharusnya penampilan seorang laki-laki atau perempuan, apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan dan bagaimana keduanya berinteraksi (William & Best 1990). Peran gender untuk perempuan dan laki-laki secara universal dikelompokkan menjadi tiga peran pokok yakni: 1) peran reproduktif, terkait dengan perawatan sumberdaya manusia dan tugas-tugas rumahtangga yang penting bagi keluarga untuk mempertahankan kehidupan, 2) peran produktif, terkait dengan pekerjaan yang menghasilkan baik barang maupun jasa untuk dikonsumsi atau diperjualbelikan, 3) peran sosial, terkait dengan kegiatan jasa ataupun partisipasi politik (Vitayala 2010).

Peran gender tergambar dari pekerjaan yang dipandang tepat bagi seseorang menurut perbedaan jenis kelamin. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin mengacu pada cara pekerjaan reproduktif, produktif dan pekerjaan sosial dibagi antara perempuan dan laki-laki, dan bagaimana pekerjaan tersebut dinilai dan dihargai dalam satu masyarakat atau budaya tertentu. Pembagian kerja antara sesama anggota keluarga laki-laki dan perempuan merupakan persyaratan struktural untuk kelangsungan hidup keluarga inti. Peran yang dibagi secara berbeda antara laki-laki dan perempuan bukan disebabkan oleh sifat biologis, melainkan lebih disebabkan oleh faktor sosialisasi budaya (Megawangi 1999).

Menurut Becker (1965), perbedaan gender dapat menentukan tingkat partisipasi anggota dalam keluarga, karena dengan investasi modal manusia yang sama perempuan memiliki keunggulan komparatif dalam pekerjaan rumahtangga yang lebih besar daripada laki-laki, sehingga perempuan akan menggunakan waktunya untuk pekerjaan rumahtangga dan laki-laki untuk pekerjaan mencari nafkah. Hal ini terkait dengan adanya pemahaman tentang tugas utama perempuan untuk mengandung, melahirkan, menyusui atau tugas lainnya yang berhubungan dengan pengasuhan anak.

(40)

adanya interaksi sosial antar anggota keluarga atau antar individu di luar dirinya. Pada kondisi lain, suami berperan sebagai pelindung keluarga dan bertugas menafkahi anggota keluarga.

Pembagian tugas pada pasangan menikah secara langsung dipengaruhi oleh pandangan peran gender, baik tradisional ataupun modern masing-masing pasangan (Scanzoni & Scanzoni 1981). Pandangan peran gender tradisional membagi tugas berdasar jenis kelamin secara kaku. Laki-laki tidak menginginkan perempuan menyamakan kepentingan dan minat diri sendiri dengan kepentingan keluarga secara keseluruhan, sedang istri diharapkan mengakui kepentingan dan minat suami untuk kepentingan bersama. Kekuasaan kepemimpinan dalam keluarga berada di tangan suami. Perempuan yang berpandangan tradisional ketika sudah menikah atau setelah menjadi ibu, merasa lebih bertanggung jawab untuk melakukan tugas-tugas rumahtangga dan mencurahkan tenaga untuk suami dan anak (Becker 1965).

Pandangan peran gender modern membagi tugas berdasar jenis kelamin secara tidak kaku dan diperlakukan sejajar atau sederajat. Laki- laki mengakui minat dan kepentingan perempuan yang sama pentingnya dengan minat laki-laki, menghargai kepentingan pasangannya dalam setiap masalah rumahtangga dan memutuskan masalah yang dihadapi secara bersama-sama. Perempuan yang berpandangan modern, berusaha memusatkan perhatiannya untuk mencapai minatnya sendiri yang tidak lebih rendah dari minat suami. Menurut Plato (Megawangi 1999), apabila masing-masing individu mengetahui posisi dan fungsinya, maka suatu keluarga akan berada dalam keseimbangan harmonis dan dapat berjalan dengan baik.

Konsep Pengambilan Keputusan.

(41)

kualitas hidup manusia. Keberhasilan suatu tindakan sangat ditentukan oleh pengambilan keputusan yang dibuat (Susanti 1999).

Pola pengambilan keputusan dalam keluarga menggambarkan bagaimana struktur pola kekuasaan dalam keluarga tersebut. Pola yang dimaksud adalah kewenangan suami dan istri dalam mengambil keputusan. Kekuasaan dianggap sebagai penentu dalam proses tawar menawar untuk mengambil suatu keputusan dalam keluarga. Kekuasaan ditentukan oleh sumberdaya atau aset yang dimiliki individu. Sajogyo (1981) menyatakan bahwa pendidikan dan proses sosialisasi, latar belakang perkawinan, kedudukan dalam masyarakat dan faktor pewarisan dapat mempengaruhi perempuan dalam mengambil keputusan. Pada masyarakat yang perempuannya tidak memiliki hak waris sebagai pemilik tanah dan kekayaan yang lain akan cenderung menjadi hak milik dalam perkawinan.

Menurut Lestari (1999), pengambilan keputusan dalam keluarga dapat dipengaruhi oleh faktor sumberdaya yakni aset yang dimiliki individu sebelum menikah, seperti uang, kekayaan, pendidikan, atau pendapatan. Semakin tinggi aset yang dimiliki individu semakin kuat kekuasaannya dalam menentukan keputusan (Thomas & Frankenberg 1999). Pengambilan keputusan dalam keluarga tidak harus diberikan kepada satu orang anggota tertentu saja. Hal ini dapat pula dilakukan dengan kerjasama antar anggota keluarga, dan pembagiannya biasanya sesuai dengan tugas dari beberapa tingkatan diantara anggota keluarga.

Pengambilan keputusan dalam keluarga terbagi lima variasi, yaitu (1) hanya oleh istri, (2) hanya oleh suami, (3) oleh suami dan istri bersama, istri dominan, (4) oleh suami dan istri bersama, suami dominan, dan (5) oleh suami dan istri bersama (Sajogyo 1981). Menurut Guhardja & Hastuti (1992), terdapat tiga tipe pengambilan keputusan dalam keluarga dilihat dari keterlibatan anggota keluarganya, yaitu:

(42)

2) Pengambilan keputusan akomodatif, yang dicirikan oleh adanya orang yang dominan, sehingga keputusan yang diambil adalah dengan menerima pendapat orang yang dominan tersebut.

3) Pengambilan keputusan de facto, yaitu pengambilan keputusan yang diambil secara terpaksa.

Saat ini, masih terdapat anggapan bahwa istri/ibu tidak mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan di dalam maupun di luar keluarga, suami/bapak biasanya yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan meskipun ini tidak semuanya terbukti benar. Pandangan budaya istri ikut suami dapat dilihat sebagai salah satu faktor yang relatif cenderung memperlemah status perempuan menurut norma yang berlaku umum, laki-laki adalah orang yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan (Ihromi 1999).

Menurut White (1984), dalam masyarakat perdesaan laki-laki membuat keputusan produksi dan perempuan bertugas dalam mengontrol anggaran rumahtangga. Hal ini sejalan dengan Gertz (1961) yang menyatakan bahwa dalam keluarga Jawa perempuan mempunyai andil besar dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan.

Pengambilan keputusan hanya merupakan satu aspek dari hubungan kekuasaan keluarga. Meskipun keputusan itu sendiri dianggap penting tidak ada satupun orang yang berusaha untuk mengetahui siapa yang membuat keputusan, tetapi cenderung pada siapa yang lebih berpengaruh dalam pengambilan keputusan, siapa yang memiliki kekuasaan untuk mendelegasikan keputusan pada pasangan dan pada penyelesaian konflik mereka, dan siapa yang akan melaksanakan hasil keputusan yang telah disepakati sebelumnya (White 1984).

(43)

suatu pekerjaan, semakin rumit tugas, dan semakin besar pengawasan dan perhatian.

Meskipun secara budaya suami diposisikan sebagai kepala keluarga, istri mempunyai peluang sama dalam mengambil keputusan terutama untuk urusan kegiatan dalam rumahtangga. Pada keluarga Jawa, pengambilan keputusan dalam urusan domestik umumnya ditentukan kebanyakan oleh isteri (Mulyono & Ardyanto 2001).

Alokasi Waktu Pekerjaan Rumahtangga Pendekatan Produksi Rumahtangga

Pendekatan produksi rumahtangga dipandang sebagai pelengkap kerangka ekonomi mikro yang tepat untuk menganalisis alokasi waktu dalam keluarga. Metode alokasi waktu adalah metode yang paling tepat untuk menjelaskan berbagai aktivitas, yang paling sering untuk pekerjaan tidak dibayar dan tidak tercatat sebagai aktivitas ekonomi yang dipublikasikan.

Waktu diantara berbagai aktivitas dialokasikan untuk pekerjaan pasar dan pekerjaan rumah dan/atau waktu luang. Menurut Bennet (1983), waktu berguna untuk menghasilkan 1) produksi jasa dalam keluarga seperti memasak, membersihkan dan menata rumah, mencuci dan menyetrika pakaian, 2) produksi upah atau gaji pekerjaan pasar yang menghasilkan pendapatan, dan 3) produksi subsisten makanan dan barang lain yang tidak dibayar dalam keluarga petani dengan pendapatan terpisah.

Pekerjaan di rumah dan pekerjaan pasar bersubtitusi sempurna, yakni satu kepuasan sama yang diperoleh dari mengkonsumsi barang atau jasa, baik yang dibeli di pasar atau diproduksi di rumah. Apabila seseorang menikmati utilitas langsung dari aktivitas produksi maka bagian dari waktu yang digunakan untuk produksi rumah ditetapkan sebagai waktu luang (Pylkkanen 2002). Pada umumnya dalam model produksi rumahtangga, rumahtangga memaksimalkan utilitas masalah kendala tertentu dengan mempertimbangkan teknologi dan sumberdaya.

(44)

barang modal dan barang mentah, tenaga kerja dan waktu. Utilitas (kepuasan) langsung diperoleh rumahtangga melalui konsumsi berbagai barang akhir. Maksimisasi kepuasan dilakukan dengan mengkombinasikan input barang (Xi)

dan input waktu (Ti) dengan fungsi produksi fi untuk menghasilkan barang Zi.

Fungsi kepuasan rumahtangga pada teori ekonomi rumahtangga, yaitu: (1) U = U (Zi, …, Zn)

Z dinotasikan untuk komoditas yang dihasilkan rumahtangga (i = 1,2, ..,n). Menurut fungsi produksi, setiap komoditas dihasilkan sebagai berikut,

(2) Z = Zi (Xi, Thi)

Xi merupakan barang dan jasa, sedangkan Thi merupakan jumlah waktu

yang digunakan untuk memproduski barang Z. Pada dasarnya Zi adalah barang

tidak dijual, sehingga barang tersebut dinilai dengan harga bayangan produksi yang dirumuskan sebagai berikut,

(3)

Dengan menggunakan Пi maka kendala pendapatan penuh sebagai berikut,

(4) PiXi + wThi = ПiZi

Fungsi kepuasan (1) dimaksimumkan dengan kendala pendapatan penuh (4), maka kondisi keseimbangan terjadi bila kepuasan marjinal dari komoditas yang berbeda sama dengan harga bayangan masing-masing komoditas tersebut. Harga barang atau jasa, biaya opportunitas dan teknologi produksi rumahtangga akan menentukan kombinasi barang atau jasa yang dikonsumsi dan penggunaan waktu. Pada hal ini, preferensi rumahtangga akan mempengaruhi aktivitas rumahtangga (Becker 1965).

Berdasarkan kajian empiris yang dilakukan oleh Rowland (1986) dalam Pylkkanen (2002) dijelaskan bahwa alokasi waktu rumahtangga dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi dan tuntutan peran di dalam atau di luar rumahtangga. Seorang istri yang memutuskan untuk mengalokasikan waktunya di dalam ataupun di luar rumah, akan mempertimbangkan nilai ekonomis ataupun yang bersifat non-ekonomis pekerjaan rumahtangga.

(45)

waktu luang terhadap lingkungan sosial ekonomi, sehingga fungsi kepuasan terhadap komoditas Z merupakan gabungan kombinasi barang dan jasa serta waktu luang (L), sebagai berikut,

(5) Z = Z (X, L)

Total barang dan jasa (X) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli di pasar (Xm), dan barang dan jasa yang di produksi di rumahtangga (Xh). Rumahtangga

bertindak sebagai produsen dan juga konsumen sehingga Xh dihasilkan dari

bekerja di rumah (H) dengan persamaan di bawah ini, (6) X = Xm + Xh

(7) Xh = f (H)

Rumahtangga untuk memaksimumkan kepuasan Z, dihadapkan pada dua kendala yakni anggaran (8) dan waktu (T), sebagai berikut,

(8) Xm = V + WN

(9) T = L + H + N

Pada persamaan (8), W merepresentasikan tingkat upah dan N merupakan jumlah jam kerja dan V dinotasikan untuk pendapatan dari sumber lain. Pada kendala waktu di persamaan (9), T dinotasikan untuk total waktu setiap hari yang dialokasikan diantara tiga penggunaan: waktu rumahtangga (H), waktu pasar (N), dan waktu luang (L). Pandangan yang sama dengan Gronau dikemukakan Zick dan Bryant (1983) yang mengasumsikan model alokasi waktu bekerja-luang rumahtangga, fokus perhatiannya pada waktu yang digunakan oleh seorang anggota keluarga yang bekerja di pasar tenaga kerja. Model rumahtangga sendiri memiliki tiga komponen gambaran, yaitu preferensi keluarga, sumberdaya rumahtangga dan bagaimana mereka membatasi alternatif yang tersedia bagi keluarga, dan relasi perilaku yang menggambarkan aturan dari keputusan-keputusan yang dibuat.

(46)

(dinotasikan dengan L). Preferensi rumahtangga terhadap gabungan C, G, dan L dapat ditulis sebagai berikut,

(10) U = u (C, G, L)

Bryant mengasumsikan bahwa barang pasar dan barang rumah, C dan G, sebagai substitusi sempurna. Hal ini digunakan untuk menyederhanakan grafik tiga dimensi kombinasi G, C, dan L menjadi dua dimensi kombinasi sehingga mudah dipahami. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut,

(11) U = u (C + G, L)

Gambar 1 menunjukan ilustrasi preferensi rumahtangga terhadap barang (C+G) dan waktu luang (L). Poin A merepresentasikan waktu luang La per

minggu dan (C+G) kuantitas barang yang menghasilkan kepuasan sejumlah U0,

yang dapat dituliskan sebagai berikut, (12) U0 = u (C + G, L)

Gambar 1. Grafik preferensi rumahtangga terhadap barang dan waktu

Pada Gambar 1 terlihat garis vertikal TT yang merepresentasikan salahsatu aspek kendala waktu. Meskipun seseorang menginginkan lebih banyak waktu luang, tetapi hal tersebut tidak mungkin lebih besar dari waktu yang tersedia. Poin yang terletak pada sebelah kiri TT menunjukkan kombinasi yang mungkin antara barang dan waktu luang, sedangkan poin yang terletak pada sebelah kanan TT menunjukan ketidakmungkinan antara barang dan waktu luang. Komponen dari kendala waktu lebih lanjut menunjukan spesifikasi penggunaan waktu pada rumahtangga, yang biasanya dikategorikan dalam waktu jam kerja pasar, pekerjaan rumahtangga dan waktu luang.

(47)

untuk melakukan pekerjaan rumahtangga seperti memasak, mencuci baju, perawatan rumah dan sebagainya. L dinotasikan untuk waktu yang digunakan individu tidak untuk pekerjaan pasar maupun pekerjaan rumahtangga. Total waktu yang tersedia (T) akan sama dengan jumlah semua kemungkinan penggunaan waktu, sehingga kendala waktu dapat dituliskan sebagai berikut,

(13) T = M + H + L

Utilitas rumahtangga selain dipengaruhi oleh kendala waktu, juga fungsi produksi rumahtangga. Fungsi produksi rumahtangga menspesifikasikan kendala teknologi yang dihadapi rumahtangga dalam proses produktif. Fungsi rumahtangga menekankan hubungan antara waktu yang digunakan individu untuk melakukan aktivitas rumahtangga dan jumlah output yang diproduksi. Kuantitas dari output yang dihasilkan dari produksi rumahtangga, G, dapat dituliskan dalam persamaan berikut,

(14) G = g (H; X)

X merepresentasikan kuantitas dari input barang dan jasa dalam keluarga yang digabungkan dengan individu tenaga kerja, dan H menotasikan jam tenaga kerja rumahtangga yang digunakan untuk memproduksi output rumahtangga. Semicolon yang memisahkan antara H dan X menunjukan bahwa rumahtangga dapat mengubah jumlah waktu yang dihabiskan individu dalam pekerjaan rumahtangga, tetapi tidak dapat mengubah jumlah input tenaga kerja yang dikombinasikan.

(48)

LN Leisure (L)

V/p O C+GN

MP < w/p N

MP < w/p

T Barang

C+G

Household work Goods

GR 2

GP 1

GQ 0

O 0

HQ

1 HP

2 HR

Q

P

R

Gambar 2. Grafik preferensi rumahtangga terhadap barang dan waktu bekerja di rumahtangga

Gambar 3 dan 4 menjelaskan bahwa rumahtangga akan memproduksi atau membeli barang, sehingga untuk memaksimisasi kuantitas barang dapat diperoleh dari mengkonsumsi jumlah jam kerja. Individu akan berhenti melakukan lebih banyak perkerjaan rumahtangga pada saat marjinal produk tenaga kerja (marginal product of labour⁄mp) lebih kecil atau sama dengan tingkat ril upah (w/p). Kondisi

ini kemudian menjadi penentu dimana individu memulai pekerjaan pasar tenaga kerja.

(49)

Gambar 4. Grafik preferensi rumahtangga terhadap barang dan waktu bekerja dengan kendala anggaran

Hal ini senada dengan model Gronau (1977) yang mengemukakan bahwa pengalokasian waktu antara pekerjaan rumah dan pekerjaan pasar ditentukan oleh berbagai faktor yang dapat menghambat pemaksimuman. Semisal, apabila produktivitas marjinal dalam rumah jauh di bawah rata-rata upah ril, maka orang akan berhenti bekerja di rumah dan akan memilih pekerjaan pasar. Perubahan pendapatan bukan upah tidak mempengaruhi pekerjaan rumah, tetapi jika upah ril berubah orang akan berpikir untuk mengalokasikan kembali waktunya antara pekerjaan rumah dan pekerjaan pasar. Hal ini dapat disajikan berikut:

ƒי (H) = W+

untuk V, W, dan produktivitas rumah = ƒי

Pada peningkatan pendapatan bukan upah (V) dan untuk seseorang yang bekerja memilih teknologi konsumsi barang intensif, jumlah penggunaan waktu pekerjaan rumah tidak terpengaruh atau tidak berubah, tetapi jumlah waktu luang (anggap bukan inferior) akan meningkat sebagai hasil pengaruh murni pendapatan. Hal ini juga akan memberi pengaruh negatif terhadap jumlah penggunaan waktu untuk pekerjaan pasar tanpa mempengaruhi pekerjaan di rumah. Jika seseorang tidak bekerja akibat pendapatan bukan upah meningkat, maka orang tersebut akan mengurangi pekerjaannya di rumah dan waktu luang

LN Leisure (L)

V/p O C+GN

MP > w/p N

MP < w/p

T Barang

(50)

meningkat, dan dengan meningkatnya komoditi output waktu konsumsi akan naik dan tidak terpengaruh terhadap pekerjaan pasar karena dia sebelumnya tidak bekerja.

Naiknya upah ril membuat harga barang waktu lebih rendah dan ini kurang menguntungkan untuk menghasilkan produksi rumah dan oleh karenanya mengurangi pekerjaan rumah, sedang efeknya terhadap waktu luang tidak jelas tergantung apakah efek pendapatan atau bukan mendominasi efek subtitusi. Apabila penurunan pekerjaan rumah menghasilkan peningkatan waktu luang, maka seharusnya suplai pekerjaan pasar meningkat.

Hal ini penting ditekankan, bahwa peningkatan reit upah ril mengurangi pekerjaan rumah dan meningkatkan pekerjaan pasar dari orang yang bekerja, namun tidak mempengaruhi pekerjaan rumah dari orang yang tidak bekerja. Pendapatan keluarga berpengaruh negatif terhadap pekerjaan pasar dan berpengaruh positif terhadap waktu luang namun tidak berpengaruh pada pekerjaan di rumah.

Kehadiran anak merupakan peubah yang dapat menentukan alokasi waktu individu terutama pada keluarga dengan anggota banyak; dengan bertambahnya jumlah anak diharapkan waktu dapat ditransfer untuk aktivitas yang berhubungan dengan anak. Apabila orang tersebut bekerja, maka waktu yang dialokasikan untuk aktivitas yang berhubungan dengan anak akan dialihkan dari waktu yang dialokasikan untuk pekerjaan pasar dan waktu luang. Ini artinya, peubah jumlah anak memberikan pengaruh negatif terhadap penggunaan waktu pekerjaan pasar dan waktu luang, namun apabila orang tersebut tidak bekerja dengan bertambahnya jumlah anak dalam rumah, waktu yang dialokasikan untuk pekerjaan rumah dan waktu luang akan berkurang.

(51)

waktu yang seluruhnya digunakan tentulah untuk aktivitas yang berhubungan dengan pengasuhan anak.

Efek aktivitas yang berhubungan dengan anak pada pekerjaan rumah dan pekerjaan pasar sangat tergantung pada profitabilitas produksi rumah. Perempuan sebagai istri umumnya ditawarkan dengan reit upah yang lebih rendah dibanding suaminya dan kemungkinan lebih produktif di rumah, oleh karenanya efisien bagi perempuan untuk memproduksi barang rumahan. Pada perempuan bekerja, dengan bertambahnya jumlah anak jasanya di sektor pasar akan dialokasikan kembali ke pekerjaan rumah, sedang untuk perempuan tidak bekerja waktu luang akan berkurang dan pekerjaan rumah bertambah. Semakin besar usia anak dalam rumah kemungkinan partisipasi wanita di pasar kerja semakin tinggi dan waktu di rumah berkurang.

Faktor usia pasangan dapat pula menentukan partisipasi mereka dalam pekerjaan rumahtangga. Orang yang lebih tua mempunyai tendensi untuk tinggal di rumah lebih banyak daripada pasangannnya yang lebih muda. Biasanya orang dengan usia lebih tua menyukai jamuan kunjungan tamu ke rumah apakah kerabat atau teman dekat, karena itu diasumsikan pekerjaan di rumah akan meningkat. Namun pada pasangan lain yang usianya lebih muda, kemungkinan kebiasaan untuk makan di luar meningkat yang secara variatif mempunyai efek negatif pada waktu yang digunakan di rumah. Hal ini karena, satu dari pasangan menjadi lebih tua maka kemungkinan partisipasi dalam pekerjaan rumahtangga meningkat terus dan kemudian mencapai maksimum dan menurun. Usia berarti, sebagai peubah kontinu diharapkan mempunyai efek positif dan sesudahnya efek negatif pada pekerjaan rumahtangga (Green 2003).

(52)

Menurut Walker dan Wood (1976), waktu yang dicurahkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal seperti umur, kondisi psikis, standar nilai, aset yang dimiliki, iklim kerja dan pemutusan hubungan kerja. Pola manajemen waktu dalam keluarga tergantung pada suplai tenaga kerja yang diadopsi pasangan. Curahan waktu terkait pula dengan persepsi tentang waktu yang mempengaruhi individu dalam menggunakan waktunya. Persepsi terhadap waktu adalah suatu konsep yang melibatkan perasaan subjektif terhadap waktu, yang kebanyakan dipengaruhi oleh nilai sosial-budaya.

Nilai Penggunaan Waktu Waktu dan Penggunaannya.

Pada aplikasi ekonomi mikro, setiap orang akan memaksimumkan penggunaan waktu mereka (Johnson 1985). Waktu yang tersedia selama 24 jam dalam sehari dimanfaatkan setiap individu dalam keluarga secara berbeda. Berdasarkan penggunaannya waktu dikelompokkan ke dalam empat jenis kegiatan, yaitu: (1) waktu produktif atau waktu bekerja, (2) waktu yang digunakan untuk kegiatan makan, tidur, perawatan diri dan kesehatan, (3) waktu antara, yaitu waktu yang digunakan selama perjalanan ke tempat kerja, dan (4) waktu luang (Guhardja & Hastuti 1992).

(53)

Waktu yang digunakan untuk bekerja di rumah adalah pekerjaan rumahtangga dan perawatan anak. Pekerjaan rumahtangga yakni waktu yang digunakan untuk menyiapkan makanan, mencuci peralatan makan/pengolahan, membersihkan rumah, mencuci pakaian, berbelanja, berkebun. Penggunaan waktu untuk perawatan anak merupakan waktu yang digunakan untuk pendidikan dan pengasuhan anak seperti memakaikan baju, memberi makan anak, mengantar ke sekolah atau ke dokter, membacakan cerita, menemani anak usia sekolah mengerjakan pekerjaan rumah, mendidik anak, mengobrol, bermain dengan anak (Bonke & Weser 2001, Deding & Lausten 2004).

White (1984) menyatakan bahwa studi untuk mengetahui banyaknya pekerjaan yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga sampai saat ini masih sedikit sekali. Pada banyak hal gagal menjaring kondisi ril ibu, bapak, dan anak seperti pekerjaan reproduksi (perawatan anak atau tugas-tugas rumahtangga) dan pekerjaan produktif (pekerjaan ganda) banyak yang tidak tercatat, jika tercatat pun semua jenis pekerjaan dan waktu yang digunakan oleh masing-masing individu tidak sesuai pengukurannya atau tidak mengukur semuanya.

Menurut Johnson (1985), cara yang paling sesuai untuk mengumpulkan informasi tentang penggunaan waktu adalah dengan metode pengamatan langsung. Dua metode utama pengamatan langsung yang populer digunakan adalah following subject dan spot checks. Pendekatan yang paling sesuai untuk mempelajari secara langsung cara individu menggunakan waktunya adalah dengan mengikuti subjek individu atau keluarga sepanjang waktu.

Pada metode following subject, satu peneliti hanya dapat mengikuti satu individu pada saat itu karena individu dan waktu yang diamati haruslah kecil. Hal tersebut sekaligus menjadi hambatan metode ini karena keterwakilan data diragukan. Solusi yang dapat ditawarkan yakni dengan pembuatan spot checks

secara periodik terhadap perilaku orang kebanyakan. Teknik spot checks

digunakan dengan pola acak kunjungan untuk menentukan apa yang dilakukan responden penelitian dengan kesempatan waktu yang ada.

(54)

Orna Johnson pada masyarakat Indian Machiguenga di Peruvian Amazon pada tahun 1984. Pada pengamatan ini, rumahtangga dan waktu kunjungan dipilih secara acak dan peneliti mencatat kegiatan pada kesempatan kunjungan utama. Idealnya secara cepat sesaat sebelum mereka menyadari adanya kehadiran orang lain. Teknik ini menjadi pilihan dalam studi perilaku cross sectional karena dianggap dapat dipercaya dan waktu yang diperlukan di lapangan relatif sedikit.

Metode lain yang dapat digunakan untuk mengukur penggunaan waktu adalah self-report. Metode ini menggunakan tiga cara yang dapat dilakukan informan, yaitu (1) global self-report, bertanya hanya satu kali pada informan untuk menjelaskan pola keseluruhan alokasi waktu mereka (perkiraan jumlah jam per minggu), (2) 24-hours recall interviews, bertanya pada informan tentang aktivitas mereka selama 24 jam sebelumnya, dan (3) informans diaries, meminta informan menyimpan catatan hariannya tentang aktivitas mereka. Penggunaan waktu juga dapat diukur dengan menggunakan metode task assigment, yang bertujuan untuk memperoleh perkiraan alokasi waktu kegiatan rumahtangga (Juster & Stafford 1985).

Berdasarkan uraian tersebut, alokasi waktu dapat digunakan untuk mendeskripsikan berbagai aktivitas yang kebanyakan aktivitas tidak dibayar dan tidak tercatat dalam perhitungan pendapatan nasional. Penggunaan waktu dalam penelitian ini khususnya untuk pekerjaan di rumah yang tidak dibayar, atau dikenal sebagai pekerjaan rumahtangga. Hal ini akan digali dengan menggunakan metode self report dengan cara 24 hours recall.

Konsep Nilai

Kata nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung arti sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai adalah suatu konsepsi seseorang atau kelompok yang berkaitan dengan kualitas suatu objek, yang menyebabkan objek tersebut diinginkan atau dipilih dan dijunjung tinggi serta dianggap penting (Halim 1987, Adisubroto 1995).

(55)

nilai adalah kebudayaan dan agama (Gross & knoll 1980). Nilai dari segi ekonomi digunakan sebagai nilai tukar/harga dan nilai guna (utilitas). Para ahli ekonomi menjelaskan nilai sebagai sesuatu yang setara dengan uang atau komoditi. Setara artinya, sejumlah uang/komoditi yang efeknya akan sama dengan kesejahteraan atau utilitas individu.

Para ahli ekologi menggunakan istilah nilai untuk menjelaskan sesuatu yang diinginkan, atau penghargaaan diri berupa benda atau yang bersifat intrinsik. Nilai intrinsik terdapat dalam struktur alamiah dari manusia itu sendiri yang terbentuk karena faktor keturunan yang dibawa sejak lahir dan dibentuk dalam lingkungan (Champ & Brown 2003).

Nilai adalah sesuatu yang berkaitan dengan harapan masyarakat tentang apa yang diinginkan, yakni baik dan benar (Zanden 1986). Hal yang diinginkan dalam hidup manusia yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku yang sesuai dengan adat dan struktur masyarakat dikatakan sebagai nilai hidup. Nilai hidup dapat disamakan dengan perhatian hidup yang erat kaitannya dengan kebudayaan, karena kebudayaan merupakan kumpulan nilai hidup yang tersusun menurut struktur tertentu. Nilai hidup dalam kehidupan manusia, baik sebagai individu atau mahluk sosial bersumber pada motif.

Orientasi yang jelas terhadap sesuatu nilai hidup akan tercermin dalam sikap atau kepribadian. Contohnya, seseorang yang berorientasi terhadap nilai ekonomis (prinsip utilitas atau kegunaan) dapat disebut sebagai orang yang bersikap ekonomis. Ini artinya, sikap jiwa mereka mengejar pada hal-hal yang praktis dan memiliki kegunaan dengan pencapaian hasil yang maksimal dan cenderung yang bersifat fisik (material, finansial). Nilai hidup atau sistem nilai yang dimiliki seseorang maupun masyarakat tidak selalu stabil, karena dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, usia, perubahan sosial budaya, sosialisasi serta perlakuan (Adisubroto 1995).

(56)

Penilaian Waktu Aktivitas pekerjaan di Rumah.

Aktivitas pekerjaan di rumah seharusnya memiliki nilai berharga dan perlu diperhitungkan agar dapat dimasukkan dalam perhitungan pendapatan nasional, walaupun untuk pengukuran kuantitas ataupun kualitas relatif sulit (Guhardja & Hastuti 1992). Pada pengukuran ekonomi pasar nilai barang atau jasa dihitung dengan harga pada saat terjadi transaksi, sedang untuk sektor bukan pasar karena tidak terjadi transaksi maka tidak ada harga juga nilai ekonomi. Evaluasi ekonomi bukan pasar pada umumnya dibawa dari nilai pasar (Goldschmidt & Clermont 1983). Perhitungan nilai ekonomi didasarkan pada asumsi bahwa waktu yang digunakan untuk pekerjaan rumah yang tidak dibayar dan pekerjaan yang dibayar, bersubtitusi sempurna.

Nilai ekonomi pekerjaan rumahtangga diperhitungkan sebagai produk penggunaan waktu untuk pekerjaan rumahtangga dan shadow price pekerjaan rumahtangga yang diperkirakan dari reit upah per jam. Reit upah pasar sebagai ukuran yang tepat untuk biaya berimbang jam bekerja di rumah. Biaya berimbang setiap jam sama untuk semua jam pekerjaan yang dibayar begitu juga yang tidak dibayar (Becker 1965, Bonke 2002, Deding & Lausten 2004). Biaya berimbang digunakan sebagai satu pendekatan, karena sulit menentukan harga setara pasar (Juster & Stafford 1985).

Pada pendekatan biaya berimbang, input waktu bukan pasar dinilai dari pengalian penggunaan jam aktivitas produktif dengan reit upah per jam aktivitas, yang dilakukan individu (upah aktual untuk pekerjaan di pasar tenaga kerja dan upah yang berhubungan dengan pekerja yang melakukan tugas sama). Ide dibalik penggunaan rata-rata upah yakni upah merefleksikan biaya berimbang sumberdaya bukan pasar yang digunakan dalam suatu aktivitas. Masing-masing individu dapat menggunakan waktu yang sama untuk aktivitas produktif yang menghasilkan pendapatan dan aktivitas produktif bukan pasar.

Gambar

Gambar 2. Grafik preferensi rumahtangga terhadap barang dan waktu bekerja di
Gambar 4. Grafik preferensi rumahtangga terhadap barang dan waktu bekerja dengan kendala anggaran
Gambar 5. Kerangka konseptual kegiatan bekerja dalam Keluarga
Gambar 6. Kerangka operasional pekerjaan rumahtangga dalam keluarga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya terpaan pemberitaan meledaknya tabung gas LPG di media massa akan memunculkan kecemasan ibu – ibu rumah tangga sebagai bentuk lanjut dari ketakutan yang dirasakan ibu –

1) Kegaitan belajarnya bersifat Selfdirecting – mengarahkan diri sendiri, tidak dependent. 2) Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses pembelajaran dijawab sendiri

• Penulisan header fungsi dengan parameter hampir sama dengan fungsi tanpa parameter, yaitu diawali dengan tipe data, lalu nama fungsi, dan diikuti dengan parameter-parameter

Puji syukur, saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas kemurahan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan rpp pembelajaran ini. Perangkat ini dibuat dengan maksud dapat

Note that in order for the code to compile, the FictionalCharacter class or one of its super- classes (or, in general, ancestors in the inheritance heterarchy) must contain the

Big Book atau buku besar adalah buku bacaan yang memiliki ukuran, tulisan, dan gambar yang besar. Ukuran Big Book harus mempertimbangkan segi keterbacaan seluruh

4 I Putu Ngurah Panji Kartika Jaya dan A.A.N.B Dwirandra (2012) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Pada Belanja Modal Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Pemoderasi

Di samping itu, wanita hamil dengan penyakit jantung juga mempunyai risko untuk mengalami komplikasi neonatal, komplikasi yang terjadi pada bayi yang dikandungnya..