• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regional Development Strategy through “Minapolitan” Approach in the Regency of Anambas Islands

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Regional Development Strategy through “Minapolitan” Approach in the Regency of Anambas Islands"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

Y U N I Z A R

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Strategi Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten

Kepulauan Anambas” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(3)

RINGKASAN

YUNIZAR. Strategi Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Dibimbing oleh MA’MUN SARMA dan TRIDOYO KUSUMASTANTO.

Kabupaten Kepulauan Anambas berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, memiliki luas wilayah laut sebesar 98,65 persen dari total luas wilayahnya, dengan penduduk sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan, sehingga dianggap tepat menerapkan konsep pembangunan atau pengembangan wilayah melalui sektor kelautan dan perikanan khususnya program minapolitan. Tujuan kajian ini adalah untuk: 1) Mengidentifikasi potensi sumberdaya perikanan di wilayah Anambas; dan 2) Merumuskan strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Deskriptif, Location Quotient (LQ), Analisis internal dan eksternal (IFE-EFE) serta analisis Strenghts Weaknesses Opportunities Threat (SWOT), dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

Hasil identifikasi dan analisis faktor-faktor internal bahwa potensi sumberdaya perikanan budidaya sangat memungkinkan untuk dilakukan pengelolaan yang lebih optimal dan dikembangkan untuk meningkatkan produksi dan produktifitas, namun prasarana dan sarana perikanan sangat terbatas, sehingga perlu peningkatan dan pembangunan infrastruktur sektor kelautan dan perikanan. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi PDRB atas harga berlaku (ADHB) baik dengan Migas, bahwa sektor perikanan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap PDRB Anambas, yakni rata-rata sebesar 13,62 persen, dan tanpa Migas rata-rata sebesar 57,68 persen. Sehingga sektor perikanan dapat dikatakan merupakan sektor unggulan yang memiliki potensi untuk dikembangkan karena memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan PDRB Anambas. Hasil perhitungan nilai indeks LQ berdasarkan PDRB harga berlaku (ADHB) dengan Migas periode 2008-2010, bahwa sektor perikanan memiliki nilai indeks LQ rata-rata 3,84 dan tanpa Migas 15,05; sehingga dapat dikatakan bahwa sektor perikanan baik berdasarkan Migas maupun tanpa Migas merupakan sektor basis atau sektor unggulan yang memiliki keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan supaya dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah terutama untuk kesejahteraan masyarakat. Hasil analisis faktor-faktor internal dan eksternal melalui matriks IFE-EFE dan analisis matriks SWOT, dapat dirumuskan 6 (enam) alternatif strategi. Selanjutnya berdasarkan hasil matriks QSPM diperoleh urutan prioritas strategi yakni: 1) Membangun prasarana dan sarana sektor kelautan dan perikanan; 2) Membuat kajian dan perencanaan sektor kelautan dan perikanan; 3) Memprioritaskan program yang mendukung minapolitan; 4) Meningkatkan pembinaan dan keterampilan nelayan; 5) Menetapkan Anambas sebagai kawasan minapolitan melalui regulasi pemerintah pusat; dan 6) Membangun jaringan kerja sama dengan berbagai lembaga.

(4)

SUMMARY

YUNIZAR. Regional Development Strategy through “Minapolitan” Approach in the Regency of Anambas Islands. Supervised by MA'MUN SARMA and TRIDOYO KUSUMASTANTO.

The Regency of Anambas Islands is characterized mostly by sea area, which covers 98.65 percent of the total region and its population are mostly fishermen. Therefore, it is considered to apply the concept of regional development through a “Minapolitan” program. The objectives of this study are to: 1) identify potential fishery resources and 2) to formulate alternative strategies for the regional development through a minapolitan approach. The methods of analyses used were Descriptive Analysis, Analysis of Location Quotient (LQ), Analysis of External Factors Evaluation (EFE) and Internal Factors Evaluation (IFE), and Strenghts Weaknesses Opportunities Threats Analysis (SWOT), and to determine strategic priorities, it used an Analysis of Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

The analysis showed that there are fishery resources potential for further development but constraint by infrastructure and facilities. Based on the distribution of Gross Regional Domestic Pruduct (GRDP) at current market prices including oil and gas, the study showed that the fishery sector contributed an average of 13.62 percent, whereas without oil and gas it is accounted for an average of 57.68 percent. Thus, the fishery sector can be concluded to be the leading sector having the potential for development because it provides a very large contribution to the growth of the regional economy. Further, more based on the calculation of LQ for GRDP (2008-2010) with oil and gas included, the LQ value of fishery sub-sector was on average 3.84 and without oil and gas the average value was 15.05. Thus, it can be concluded that based on the GRDP with or without oil and gas, the fishery sub-sector is the basic or leading sector with a comparative advantage that can be developed in order to provide a major contribution to the economic growth of the region, especially for the welfare of the communities. The results of internal and external factor analyses based on the IFE-EFE and SWOT matrix result 6 (six) formulated alternatif strategies. Finally, based on the QSPM matrix, a priority was obtained in terms of the order of prioritized strategies that are necessary for the Regency Government of Anambas Islands namely: a) to build the infrastruture for the marine and fishery sector to support the “minapolitan” program, b) to improve planning or studies in developing marine and fishery sector, c) to prioritize programs to support the

“minapolitan” program, d) to improve assistantship and capacity building for fishermen, e) to set up Anambas as a minapolitan region through central goverment regulations, and f) to build cooperation network with various parties.

(5)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

MELALUI PENDEKATAN MINAPOLITAN

DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

Y U N I Z A R

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas.

Nama : Yunizar

NRP : H.252100175

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

PRAKATA

Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, ridho dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan kajian dengan judul “Pengembangan wilayah melalui pendekatan

Minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas”. Penulisan kajian ini merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS.

M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan dorongan semangat dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para dosen dan pimpinan beserta pengelola Program Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Juga ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Drs. Tengku Mukhtaruddin Bupati Kepulauan Anambas, 2. Bapak Abdul Haris, SH Wakil Bupati Kepulauan Anambas,

3. Bapak Drs. Raja Tjelak Nur Djalal, M.Si Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas.

yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ini.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Ayahnda Kailani (almarhum) dan Ibunda tercinta Hj. Masanti, Isteriku Indah Srie Purwatiningsih, SP dan anakku tersayang Ayunda Nurul Arifah serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dorongan, semangat dan perhatian serta doa sampai selesainya pendidikan ini.

Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan kajian ini semoga hasilnya bermafaat untuk kita semua, terutama kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas dalam rangka pengembangan program Minapolitan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Amin

Bogor, September 2013

(11)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Kajian ... 6

1.4 Manfaat Kajian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Kajian ... 7

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pembangunan dan Pengembangan Wilayah ………... 8

2.2 Minapolitan ………... 14

2.3 Pembangunan Berkelanjutan ... 18

2.4 Pembangunan Kepulauan dan Pesisir ... 21

2.5 Hasil Studi atau Kajian Terdahulu ... 27

3. METODOLOGI KAJIAN ... 29

3.1 Kerangka Pemikiran ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Kajian ... 30

3.3 Metode Penelitian ... 31

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.5 Metode Pengumpulan data ... 31

3.6 Metode Pengambilan Contoh……….. 32

(12)

3.7.1 Analisis Deskriptif ... 32

3.7.2 Analisis Location Quotient (LQ) ... 33

3.7.3 Metode Perumusan Alternatif Strategi ... 34

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 40

4.1 Sejarah Singkat Kabupaten Kepulauan Anambas ... 40

4.2 Geografi dan Klimatologi ... 41

4.3 Pemerintahan dan Kependudukan ... 43

4.4 Potensi Sumberdaya serta Prasarana dan Sarana ... 46

4.5 Kondisi Perekonomian daerah ... 51

5. ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH MINAPOLITAN ... 54

5.1 Analisis Sektor Unggulan... 54

5.1.1 Analisis Deskriptif ... 54

5.1.2 Analisis Location Quotient (LQ) ... 59

5.2 Analisis Faktor Internal dan Eksternal ... 62

5.3 Analisis Matriks SWOT ... 65

5.4 Hasil Analisis Matriks QSPM ... 68

6. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM ... . 70

6.1 Visi dan Misi Kabupaten Kepulauan Anambas ... 70

6.2 Visi dan Misi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas ... 71

6.3 Rancangan Stategi Pengembangan Wilayah melalui Minapolitan ... 71

7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

7.1 Kesimpulan ... 76

(13)

DAFTAR PUSTAKA ... . 78 DAFTAR LAMPIRAN ... 81

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2002-2007 ... 1

2 Persentase Peningkatan Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2002-2007.. 2

3 Indikator pembangunan wilayah berdasarkan pengelompokannya ... 12

4 Distribusi Responden ... 31

5 Matrik Metode Analisis Data ... 32

6 Kerangka Formulasi Strategi ... 34

7 Matrik IFE (Internal Faktor Evaluasi) ... 35

8 Matrik EFE (Eksternal Faktor Evaluasi) ... 36

9 Matriks Internal Eksternal (Matriks IE) ... 37

10 Matriks SWOT ... 38

11 Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM) ... 39

12 Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas ... 44

13 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Golongan Umur ... 45

14 Penduduk Berumur 15 tahun ke atas Menurut Kegiatan Utama ... 45

15 Mata pencaharian penduduk berdasarkan Kajian Strategis Provinsi Di Anambas ... 46

16 Potensi Lahan Pertanian di Anambas Tahun 2011 ... 47

17 Estimasi Potensi Sumberdaya ikan di Laut Anambas Tahun 2011 ... 48

18 Hasil Produksi Perikanan dan Jumlah Keramba Budidaya Ikan di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2011 ... 49

19 Jumlah Nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2012 ... 49

20 Jumlah armada serta prasarana dan sarana penunjang kegiatan Perikanan di Anambas Tahun 2011 ... .. 50

21 Ukuran Pompong (Perahu Motor) yang dimiliki Nelayan Anambas Dan Kebutuhan BBM dan Es Perbulan Tahun 2011 ... 51

22 PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Dengan Migas Tahun 2008-2011... 53

(15)

24 Perbandingan antara Jumlah Keramba dan Jumlah Pembudidaya Ikan di Anambas Tahun 2012 ... 55 25 Distribusi PDRB Anambas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Dengan

Migas Tahun 2008-2011 ... 57 26 Distribusi PDRB Anambas Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Dengan

Migas Tahun 2008-2011 ... 58 27 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas ADHK

Tahun 2009-2011 ... 59 28 Hasil Perhitungan LQ berdasarkan PDRB ADHB Dengan Migas dan

Tanpa Migas Tahun 2008-2011... 60 29 Hasil Perhitungan LQ berdasarkan PDRB ADHK Dengan Migas dan

Tanpa Migas Tahun 2008-2011 ... 61 30 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Pengembangan Minapolitan di

Kabupaten Kepulauan Anambas ... 62 31 Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) Pengembangan Minapolitan

di Kabupaten Kepulauan Anambas ... 63 32 Matriks SWOT Strategi Pengembangan Minapolitan di Kabupaten

Kepulauan Anambas ... 67 33 Analisis QSPM Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Kepulauan

Anambas ... 68 34 Rancangan Strategi, Program dan Kegiatan Pengembangan Wilayah

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Kajian ... 30

2. Posisi Wilayah Anambas di Peta Provinsi Kepulauan Riau ... 41

3. Peta Adminstratif Kabupaten Kepulauan Anambas ... 42

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Foto Ikan Napoleon dan Keramba Jaring Tancap (KJT) ... 81

2. Peta Wilayah Teluk Siantan Sebagai Wilayah Kajian ... 82

3. Kuesioner Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal dan Eksternal ... 83

4. Kuesioner Penentuan Rating Faktor Strategis Internal dan Eksternal ... 86

5. Kuesioner Penentuan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategi... 88

6. PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2008-2011... 90

7. PDRB Kabupaten Kepulauan Anambas dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (ADHK) Tahun 2008-2011 ... 91

8. Distribusi PDRB Anambas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2008-2011... 92

9. Distribusi PDRB Anambas Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK) Dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2008-2011... 93

10. PDRB Provinsi Kepulauan Riau dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2008-2011... 94

11. PDRB Provinsi Kepulauan Riau dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK) Tahun 2008-2011 ... 95

12. Perhitungan LQ Berdasarkan PDRB ADHB dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2008-2011 ... 96

13. Perhitungan LQ Berdasarkan PDRB ADHK dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2008-2011 ... 97

14. Perhitungan Nilai Bobot Faktor Internal dan Eksternal ... 98

15. Perhitungan Nilai Rating/Peringkat Faktor Internal ... 99

(18)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan ikan dunia maupun nasional akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk dunia maupun penduduk Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan pangan ikan ini, harus dikelola dengan cara yang tepat, arif dan bijaksana. Pengelolaan sumberdaya perikanan harus benar-benar mendapat perhatian yang serius supaya dalam pengelolaannya untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan meningkatkan produktifitas tidak merusak lingkungan dan sumberdaya ikan, artinya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang efektif, efisien dan berkelanjutan.

Wilayah laut Indonesia sangat luas serta memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan sangat besar, ini merupakan wilayah penting yang diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi bangsa, khususnya dari sumberdaya perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Luas lautan Indonesia sebesar 3.544.743,90 km2, terdiri dari luas laut teritorial 284.210,90 km2, luas laut Zone Ekonomi Eksklusif 2.981.211 km2 dan luas laut 12 mil 279.322 km2, serta panjang garis pantai 104.000 km (KKP, 2013). Potensi sumberdaya perikanan tangkap di laut mencapai 6,4 juta ton/tahun, namun baru diproduksi sekitar 4,7 juta ton/tahun dari 5,2 juta ton yang diperbolehkan, sehingga masih tersisa 0,5 juta ton/tahun akan tetapi nelayan masih miskin. Potensi budidaya laut seluas 8,34 juta ha, realisasinya hanya seluas 74.543 ha (KKP, 2011).

Menurut data Statistik Kelautan dan Perikanan (KKP, 2013) bahwa total produksi perikanan nasional Tahun 2011 yang berasal dari kegiatan penangkapan dan budidaya mencapai 13,64 juta ton dengan nilai 136,58 trilyun rupiah. Dari total tersebut, produksi perikanan tangkap pada Tahun 2011 menyumbang 41,88 persen atau sejumlah 5,71 juta ton dan budidaya menyumbang 58,12 persen terhadap produksi perikanan nasional atau sejumlah 7,93 juta ton. Secara rinci jumlah produksi perikanan Indonesia selama kurun waktu Tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2007-2011 (ton)

Uraian 2007 2008 2009 2010 2011

Perikanan Tangkap 5.044.737 5.003.115 5.107.971 5.384.418 5.714.271 - Perikanan laut 4.734.280 4.701.933 4.812.235 5.039.446 5.345.729 - Perairan umum 310.457 301.182 295.736 344.972 368.542 Perikanan Budidaya 3.193.565 3.855.200 4.708.563 6.277.924 7.928.963 Total / Nasional 8.238.302 8.858.315 9.816.534 11.662.342 13.643.234 Sumber: Statistik Kelautan dan Perikanan (KKP, 2013).

(19)

tangkap, dengan kenaikan rata-rata 25,62 persen per tahun, sehingga lebih banyak memberikan kontribusi terhadap produksi perikanan nasional, sedangkan pertumbuhan perikanan tangkap rata-rata 3,20 persen per tahun. Persentase peningkatan produksi perikanan Indonesia selama periode Tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tebel 2. Persentase Peningkatan Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2007-2011

Uraian 2008 2009 2010 2011 Rata-rata

Perikanan Tangkap (0,83) 2,10 5,41 6,13 3,20

Perikanan Budidaya 20,72 22,14 33,33 26,30 25,62

Kenaikan Nasional 7,53 10,82 18,80 16,99 13,53

Sumber : Diolah dari Tabel 1.

Berdasarkan data di atas, bahwa wilayah laut dan perairan Indonesia memiliki arti penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, terutama untuk kesejahteraan masyarakat nelayan. Pentingnya potensi kelautan dan perikanan bagi bangsa Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua aspek, yaitu 1) Secara biofisik, wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki arti penting karena (a) Indonesia memiliki garis pantai (sekitar 81.000 km) terpanjang kedua di dunia setelah Canada; (b) sekitar 75 persen dari wilayahnya merupakan wilayah perairan (luas sekitar 5,8 juta km2 termasuk ZEEI); (c) Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 13.487 pulau; dan (d) memiliki keanekaragaman hayati yang besar; dan 2) Secara sosial ekonomi, wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena: (a) sekitar 140 juta (60 persen) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir; (b) sebagian besar kota (provinsi dan kabupaten/kota) terletak di kawasan pesisir; dan (c) kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap PDB nasional sekitar 12,4 persen dan menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja (Bengen, 2004).

Kebijakan pembangunan sektor kelautan dan perikanan saat ini,

menjanjikan masa kejayaan dengan mengusung visi ”Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Dunia pada Tahun 2015”, dan dengan misinya ”Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan”, untuk pencapaian visi dan misi tersebut, pemerintah mencanangkan kebijakan revolusi biru (the blue revolution policies) dengan program utamanya adalah “minapolitan” dan

peningkatan produksi perikanan (KKP, 2011).

Program pengembangan kawasan Minapolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis perikanan di kawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Peningkatan produksi perikanan diprioritaskan dari hasil budidaya, baik budidaya air tawar, budidaya air payau dan budidaya laut.

(20)

perikanan budidaya, meskipun potensi tersebut berada pada wilayah kabupaten/kota dalam Provinsi Kepri. Perhitungan estimasi potensi sumberdaya ikan di perairan laut Kepri berdasarkan dua pendekatan, yakni pendekatan berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnaskajiskan) dan pendekatan hasil survei kapal riset MV.Seafdec Tahun 2006. Menurut Komnaskajiskan bahwa sumberdaya ikan di laut Cina Selatan pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP 711) diperkirakan memiliki potensi sebesar 1.057.050 ton/tahun dan potensi perikanan tangkap di wilayah laut Kepri diperkirakan sebesar 860.650,11 ton/tahun. Sementara berdasarkan pendekatan hasil survei kapal riset MV.Seafdec Tahun 2006, potensi sumberdaya ikan di perairan laut Kepri diperkirakan sebesar 689.345,17 ton/tahun (DKP Prov.Kepri, 2011).

Berdasarkan data potensi tersebut, baru dimanfaatkan oleh masyarakat Kepri berdasarkan hasil produksi perikanan tangkap pada Tahun 2011 sebesar 308.755,32 ton dan hasil perikanan budidaya sebesar 30.532,7 ton. Rumah tangga budidaya perikanan pada Tahun 2010 sebanyak 7.877 rumah tangga dan di Tahun 2011 meningkat menjadi 97.299 rumah tangga. Peningkatan yang besar ini seiring dengan meningkatnya luas usaha budidaya rumput laut dari 1.200 Ha Tahun 2010 menjadi 22.079 Ha Tahun 2011 (Bappeda dan BPS Prov.Kepri, 2012).

Kabupaten Kepulauan Anambas berasal dari pemekaran Kabupaten Natuna pada akhir Tahun 2008, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau. Sebagai daerah yang baru dimekarkan, harus segera berbenah dengan melaksanakan pembangunan diberbagai sektor demi mencapai tujuan pemekaran daerah, yaitu untuk meningkatkan pelayanan pemerintahan atau pelayanan publik dan melaksanakan pembangunan serta memacu pertumbuhan ekonomi dan kemajuan daerah, sehingga pada gilirannya dapat mensejahterakan masyarakat.

(21)

Menurut data kajian Komnaskajiskan, bahwa potensi Sumberdaya Ikan (SDI) di wilayah perairan laut Kepulauan Anambas diperkirakan sebesar 88.792,20 ton/tahun, sementara berdasarkan pendekatan hasil survei kapal riset MV.Seafdec Tahun 2006 diperkirakan potensinya sebesar 70.923,37 ton/tahun. Kemudian dari potensi tersebut, menurut Komnaskajiskan bahwa produksi per tahun baru mencapai 7.686 ton atau baru dimanfaatkan 8,66 persen dan berdasarkan data Seafdec pemanfaatnya baru 10,84 persen (DKP Prov.Kepri, 2011).

Potensi perikanan di Anambas, seperti kelompok ikan pelagis kecil (ikan parang-parang, ikan teri, ikan selar, ikan kembung), kelompok ikan pelagis besar (ikan tongkol, ikan tenggiri, ikan Tuna, ikan manyuk), kelompok ikan demersal (ikan kakap, ikan pari, dll), kelompok ikan karang (ikan ekor kuning, ikan pisang-pisang, ikan baronang, ikan kerapu, ikan napoleon) dan lain-lain seperti cumi-cumi, lobster, udang dan ikan hias. Disamping itu juga memiliki potensi sumberdaya hayati maupun non hayati yang besar. Potensi hayati (renewable resourses) antara lain, berupa ikan dan biota lainnya, ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil (terumbu karang, mangrove, padang lamun dan lain-lain). Sementara itu terdapat juga sumberdaya non hayati yang tidak dapat pulihkan antara lain: minyak bumi, gas alam, pasir laut dan bahan tambang serta mineral lainnya.

Melimpahnya sumberdaya perikanan dan dengan karakteristik wilayah laut yang luas, wajar banyak penduduknya berprofesi sebagai nelayan, namun belum begitu memberikan dampak positif buat masyarakat. Artinya masih terdapat kesenjangan dalam pembangunan dan perekonomian masyarakat, ini disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya pengelolaan sumberdaya belum optimal, sehingga masih terlihat banyak tingkat kemiskinan masyarakat pedesaan. Memperhatikan kondisi ini, maka pemerintah dan seluruh stakeholders, harus mempertimbangkan pembangunan sektor perikanan sebagai salah satu prioritas pembangunan, serta sektor-sektor jasa-jasa lingkungan lainnya, seperti wisata bahari, pelabuhan perikanan dan lainnya untuk lebih meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun pengelolaan sumberdayanya harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan perekonomian bangsa dan negara, terutama kesejahteraan masyarakat setempat yang berorientasi pada pengembangan usaha agribisnis secara umum.

Berbagai konsep pembangunan telah diterapkan oleh pemerintah, salah satunya melalui konsep pengembangan kawasan (wilayah). Konsep pengembangan kawasan sekarang menjadi trend, sebagaimana yang telah diterapkan oleh berbagai daerah, seperti Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), kawasan “Free Trade Zone” (FTZ) dan banyak lagi konsep pengembangan kawasan yang dikelola secara terpadu dan terintegrasi.

Minapolitan juga merupakan suatu konsep pembangunan untuk mendorong percepatan pengembangan kawasan (wilayah) dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga sudah selayaknya konsep minapolitan ini dapat dikembangkan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Minapolitan berasal dari kata “mina” artinya ikan atau perikanan dan “politan” artinya kota, sehingga minapolitan dapat diartikan kota perikanan. Kemudian menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2011) dalam Pedoman Umum Minapolitan

(22)

perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi,

berkualitas dan percepatan”.

Provinsi Kepulauan Riau telah menetapkan Anambas sebagai kawasan Strategis, yang melakukan pengembangan perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, dan pariwisata bahari. Budidaya perikanan menjadi ujung tombak kegiatan karena sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang bersifat pulih, sehingga ketersediaan potensi perikanan selalu ada. Kegiatan budidaya perikanan yang akan dilaksanakan oleh Provinsi Kepri di wilayah Anambas adalah (Bappeda Anambas, 2011):

a. Budidaya perikanan keramba tancap berada di Kecamatan Siantan Tengah (Desa Air Sena, Desa Air Asuk, Dusun Liuk dan Dusun Lidi), Kecamatan Siantan Selatan (Desa Air Bini), Kecamatan Siantan Timur (Desa Nyamuk dan Desa Batu Belah), Kecamatan Palmatak (Desa Tebang Ladan, Desa Candi dan Desa Piabung);

b. Budidaya rumput laut berada di Kecamatan Siantan Tengah (Desa Air Sena dan Desa Air Asuk), Kecamatan Siantan Timur (Desa Batu Belah dan Desa Nyamuk), Kecamatan Siantan Selatan (Desa Air Bini), Kecamatan Palmatak (Desa Ladan dan Desa Bayat), Kecamatan Jemaja (Letung), serta di Kecamatan Jemaja Timur (Desa Genting Pulur dan Kuala Maras).

c. Industri pengolahan hasil perikanan berada di Kecamatan Jemaja (Letung), Kecamatan Palmatak (Desa Bayat), dan Kecamatan Siantan (Desa Antang).

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, diperlukan suatu strategi yang tepat dalam mendukung dan memajukan pembangunan Kabupaten Kepulauan Anambas, yaitu melalui pendekatan pengembangan kawasan (wilayah), dengan kegiatan utama pada sektor perikanan, yang difokuskan pada perikanan budidaya laut. Batasan ini sengaja dilakukan karena konsep pembangunan kawasan sangat luas, mencakup kegiatan hulu dan hilir, saling terintegrasi, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, serta bisa juga mencakup perikanan budidaya laut dan darat serta perikanan tangkap, supaya lebih fokus sehingga perlu diberikan batasan ruang lingkup pembahasan.

Diharapkan dengan konsep pembangunan yang teritegrasi dalam suatu kawasan (wilayah) dapat mempercepat terlaksananya pembangunan, dimana akan terdapat suatu kawasan yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran, komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha minabisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, sehingga kajian strategi pengembangan

wilayah melalui pendekatan ”Minapolitan” di Kabupaten Kepulauan Anambas

perlu dilaksanakan.

1.2 Perumusan Masalah

(23)

pembangunan dengan kearifan lokal, seperti pemberdayaan sumberdaya lokal, dengan mengedepankan sumberdaya manusia sebagai faktor kunci. Tenaga kerja lokal juga mempunyai kedudukan utama sebagai penggerak proses pembangunan wilayah melalui partisipasi aktif. Disamping itu pemerintah daerah juga hendaknya memperhatikan sektor atau komoditas unggulan yang dapat memberikan nilai tambah dan dapat mensejahterakan masyarakat.

Dari kondisi dan permasalahan yang telah digambarkan sebelumnya, diharapkan menjadi perhatian utama dalam pengembangan wilayah yang berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Dimana dikatakan potensi perikanan yang melimpah belum mampu mensejaherakan masyarakat. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka pertanyaan pertama kajian ini adalah “bagaimana potensi sumberdaya perikanan di Kabupaten Kepulauan Anambas?

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya unggulan di daerah harus dioptimalkan dengan memperhatikan keberlanjutan sumberdayanya. Pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan dengan tidak memperhatikan asas keberlanjutan, akan menimbulkan kerugian dimasa yang akan datang. Sehingga perlu suatu konsep dan kajian yang matang, salah satunya untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan melalui konsep kawasan minapolitan. Namun permasalahan dalam pembangunan melalui konsep minapolitan ini, bagi pemerintah dan masyarakat di daerah belum selalu siap dengan infrastruktur utama dan pendukungnya. Infrastruktur atau sumberdaya yang diperlukan misalnya, jalan dan transportasi, kelembagaan dan sumberdaya manusia, pelabuhan perikanan, jaringan dan pemasaran, ketersediaan BBM, armada kapal nelayan, modal dan sebagainya yang mendukung pembangunan kawasan dengan konsep minapolitan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka yang perlu dikaji

adalah “bagaimana strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas”?

1.3 Tujuan Kajian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dilakukannya kajian ini adalah :

1. Mengidentifikasi potensi sumberdaya perikanan untuk mendukung program minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas.

2. Merumuskan strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas.

1.4 Ruang Lingkup Kajian

(24)

Pembatasan ruang lingkup kajian agar lebih fokus dan spesifik, disamping itu karena berdasarkan data dan fakta secara nasional, pertumbuhan perikanan budidaya lebih cepat dibandingkan dengan perikanan tangkap. Kondisi prasarana dan sarana tangkap yang dimiliki oleh nelayan di Anambas masih sangat terbatas dengan menggunakan alat tangkap tradisional, seperti pancing ulur, pancing tonda dan rawai. Nalayan Anambas belum menggunakan teknologi tangkap yang lebih maju, seperti jaring. Sebagian besar nelayan menggunakan armada kapal yang kecil berkisar 1 - 3 GT, tidak ada yang memiliki armada kapal motor yang berkapasitas 30 GT. Armada kapal yang kecil, membuat hasil tangkap juga kecil, hanya dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal yang hasilnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

1.5Manfaat Kajian

Diharapkan dengan kajian ini dapat memberikan manfaat :

1. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah daerah untuk menyusun perencanaan pembangunan wilayah, khususnya pembangunan perdesaan melalui pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kepulauan Anambas.

(25)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian atau kajian tentang pembangunan daerah atau pengembangan wilayah merupakan suatu hal yang menarik bagi negara yang sedang berkembang, apalagi bagi daerah yang baru dimekarkan dan sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala bidang. Pembangunan atau pengembangan wilayah ini harus sesuai dengan harapan kita, yaitu pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang akan menguntungkan dan mensejahterakan masyarakat.

2.1 Pembangunan dan Pengembangan Wilayah

Konsep pembangunan secara menyeluruh mengalami pergeseran paradigma dalam kontek teori maupun empiris. Pembangunan bukan lagi sekedar berbicara bagaimana meningkatkan kapasitas produksi, menyediakan infrastruktur, mewujudkan kecukupan pangan dan meningkatkan pendapatan. Konsep pembangunan diterjemahkan lebih luas dan bahkan memasuki wilayah-wilayah yang selama ini terabaikan dalam arah kebijakan pembangunan, yakni bersentuhan dengan masalah nilai, norma dan kualitas hidup, pengembangan kearifan lokal (lokal wisdom) serta modal sosial (sosial capital). Sehingga lahirlah terminologi baru dalam pembangunan, seperti pembangunan berkelanjutan (sustainable development), pembangunan adalah pembebasan

(development as freedom), pemberdayaan (empowerment) serta pembangunan ekonomi berbasis kekuatan lokal (local economic development) dan sebagainya (Kusumastanto, 2003).

Menurut Rustiadi, dkk (2011), secara filosofis suatu proses pembangunan

dapat diartikan sebagai “upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk

menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi

pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik”. Dengan perkataan lain proses pembangunan merupakan proses memanusiakan manusia, sedangkan pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang

sebenarnya ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas”.

Sebagian pakar ekonomi pembangunan berpendapat, bahwa hakekat pembangunan secara sederhana adalah terjadinya pertumbuhan ekonomi. Pembangunan dapat diartikan juga sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara/wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, yaitu sebagai proses perubahan yang disusun secara sengaja dan terencana. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan.

Menurut Arsyad (1999) proses pembangunan dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu:

1. Menetapkan tujuan;

(26)

3. Memilih berbagai cara untuk mencapai tujuan; 4. Memilih berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan.

Sejalan dengan berkembangnya dinamika masyarakat, maka konsep pembangunan menurut Rustiadi dkk (2011) telah mengalami pergeseran paradigma dan perubahan-perubahan mendasar. Berbagai perubahan akibat adanya distorsi berupa kesalahan dalam menerapkan model-model pembangunan yang ada selama ini. Pergeseran paradigma dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Pergeseran dari situasi harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan

keberlanjutan sebagai pilihan yang tidak saling menegang (trade off) keharusan untuk mencapai tujuan pembangunan secara berimbang.

2. Kecendrungan melihat pencapaian tujuan pembangunan yang diukur secara makro menjadi pendekatan regional dan lokal.

3. Pergeseran asumsi tentang peranan pemerintah yang dominan manjadi pendekatan pembangunan yang mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian).

Terjadinya pergeseran paradigma ini, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi secara nasional maupun daerah juga mengalami pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) secara nasional atau pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara regional/daerah atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya, namun lebih jauh lagi kearah perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling terdapat keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama.

Pembangunan manusia apalagi pembangunan fisik infrasrtuktur, semua memerlukan suatu wilayah pembangunan. Menurut Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, “wilayah” adalah ruang yang merupakan

kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Menurut Rustiadi dkk (2011), ada enam jenis konsep wilayah, yaitu:

1. Konsep wilayah klasik, yang mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik dimana komponen-komponen dari wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional;

2. Wilayah homogen, yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan yang tidak dominan bisa bersifat heterogen. Pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi sumberdaya alam dan permasalahan spesifik yang seragam. Dengan demikian konsep wilayah homogen sangat bermanfaat dalam penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada an pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan masing-masing wilayah;

(27)

hidup yang mempunyai inti dan plasma. Inti adalah pusat-pusat pelayanan/ pemukiman, sedangkan plasma adalah daerah belakang (hinterland);

4. Wilayah sebagai sistem, dilandasi atas pemikiran bahwa komponen-komponen disuatu wilayah memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dan tidak terpisahkan;

5. Wilayah perencanaan, adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-sifat tertentu pada wilayah, baik akibat sifat alamiah maupun non alamiah, sehingga perlu perencanaan secara integral;

6. Wilayah administratif-politis, yaitu berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang umumnya dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu. Perkembangan suatu wilayah secara alami ditentukan oleh karakter dari sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Wilayah yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah relatif akan lebih maju dibandingkan dengan wilayah yang miskin sumberdaya, khususnya pada awal perkembangannya.

Wilayah pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: 1) pertumbuhan, 2) penguatan, 3) keberimbangan, 4) kemandirian, dan 5) keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan. Strategi pengembangan suatu wilayah ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Oleh karena itu sebelum melakukan perumusan kebijakan pengembangan suatu wilayah perlu diketahui terlebih dahulu tipe atau jenis wilayahnya. Menurut Tukiyat (2002) secera umum terdapat lima tipe wilayah suatu negara, yaitu:

1. Wilayah yang telah maju.

2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi.

3. Wilayah sedang, yang dicirikan dengan adanya pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik.

4. Wilayah yang kurang berkembang, yang dicirikan dengan adanya tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan perkembangan wilayah lain.

5. Wilayah yang tidak berkembang.

(28)

1. Gambaran kondisi saat ini dan identifikasi persoalan baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Untuk dapat menggambarkan kondisi saat ini dan permasalahan yang dihadapi, mungkin diperlukan kegiatan pengumpulan data terlebih dahulu, baik data sekunder maupun data primer.

2. Tetapkan visi, misi, dan tujuan umum. Visi, misi, dan tujuan umum haruslah merupakan kesepakatan bersama sejak awal.

3. Identifikasi pembatas dan kendala yang sudah ada saat ini maupun yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang.

4. Proyeksikan berbagai variabel yang terkait, baik yang bersifat controllable

(dapat dikendalikan) maupun non-controllable (diluar jangkauan pengendalian pihak perencana).

5. Tetapkan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu, yaitu berupa tujuan yang dapat diukur.

6. Mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif untuk mencapai sasaran tersebut. Dalam mencari alternatif perlu diperhatikan keterbatasan dana dan faktor produksi yang tersedia.

7. Memilih alternatif yang terbaik, termasuk menentukan berbagai kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan.

8. Menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan.

9. Menyusun kebijakan dan strategi agar kegiatan pada setiap lokasi berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu konsep pengembangan wilayah yang perlu mendapat perhatian adalah pengembangan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, konsep pengembangan wilayah harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menggali potensi produk unggulan daerah (Tukiyat, 2002). Perbedaan perkembangan suatu wilayah akan membentuk suatu struktur wilayah yang berhirarki, dimana wilayah yang telah maju cenderung akan cepat berkembang menjadi pusat aktifitas baik perekonomian maupun pemerintahan. Wilayah yang sumberdaya alamnya kurang mendukung akan relatif kurang berkembang dan cenderung menjadi wilayah hinterland.

Menurut Adisasmita (2006), bahwa Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial baik di darat maupun di laut. Khususnya sumberdaya perikanan dan kelautan yang sangat kaya, sehingga cocok diterapkan konsep pembangunan ekonomi kepulauan atau pembangunan ekonomi archipelago(“The Archipelogic Economic Development Concept”). Dan pada Tahun 1991 ide ini pernah dilontarkanya dalam seminar regulasi dosen-dosen Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, supaya diajarkan mata kuliah baru, yaitu “Ekonomi Kenusantaraan (Archipelogic Economics)”. Pembangunan ekonomi archipelago

dimaksudkan sebagai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya ekonomi lainya pada ruang wilayah daratan dan perairan (laut) dalam kawasan kepulauan secara efektif dan produktif melalui berbagai kegiatan pembangunan untuk kebutuhan penduduk dan bertujuan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi.

(29)

indikator-indikator pembangunan wilayah berdasarkan basis atau pendekatan pengelompokannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Indikator Pembangunan Wilayah Berdasarkan Pengelompokannya. Basis/Pendekatan Kelompok Indikator-Indikator Operasional

A. Tujuan

(30)

Basis/Pendekatan Kelompok Indikator-Indikator Operasional

f. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2. Sumberdaya

b. Organisasi Sosial (Network) c. Rasa Percana (Trust)

b. Input Antara, Transparansi, Efisiensi Manajemen, Tingkat Partisipasi Masyarakat/Stakeholder

c. Total Volume Produksi

Sumber : Rustiadi, dkk (2011).

Menurut Kusumastanto (2003), kebijakan kelautan (ocean policy) dalam pengembangan wilayah sangat berkaitan dengan pembangunan ekonomi lokal (local economic development) berdasarkan sumberdaya lokal atau menurut istilah

Dawam Rahardjo sebagai “pembangunan ekonomi setempat”. Menurut Satish

Kumar dalam Kusumastanto (2003) dalam tulisannya “Gandhi’s Swadeshi The

Economic of Performance” menekankan bahwa arah dan tujuan pengembangan ekonomi lokal diharapkan akan mampu menciptakan peningkatan semangat masyarakat (community relationship) dan kesejahteraan masyarakat (well being). Gagasan Kumar ini merupakan hasil rekonstruksi prinsip dasar filosofis Swadhesi dari Mahatma Gandhi, yakni dapat memenuhi kebutuhan sendiri, atau dalam

bahasa Bung Karno “berdiri di atas kaki sendiri”. Pada intinya, semua pemikiran

tersebut memiliki substansi bahwa dalam pengembangan ekonomi wilayah, baik yang berbasis sumberdaya kelautan maupun non kelautan, sebaiknya lebih didasarkan pada kekuatan lokal (wilayah), yang pada gilirannya membentuk

semacam “jaringan kekuatan ekonomi” yang bersifat global dengan jangkauan

yang lebih luas.

Lebih lanjut Kusumastanto (2003) mengatakan bahwa, “Gagasan

(31)

kebijakan kelautan (perikanan) nasional yang melibatkan semua institusi negara dan non negara, di pusat maupun di daerah yang dirumuskan dalam visi ekonomi kelautan (ocean economics). Tugas pemerintah adalah merumuskan visi ekonomi kelautan (perikanan) dan konteks pembangunan wilayah, berikut implementasinya, sehingga melahirkan sebuah guide line nasional yang dapat diimplementasikan secara konkret”. Dari beberapa konsep dan pemikiran inilah, sehingga sekarang oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan muncul kebijakan sektor kelautan (perikanan) yang dikenal dengan istilah revolusi biru (blue revolution), dimana lebih mengarahkan pembangunan

dari darat ke laut, dengan salah satu program unggulannya “minapolitan”.

Semakin berkembangnya situasi pembangunan nasional, sehingga program

nasional minapolitan lebih dikembangkan lagi dengan kebijakan “industrialisasi

perikanan”, namun dalam kajian ini tidak membahas masalah kebijakan dan

program industrialisasi perikanan.

2.2 Minapolitan

Menurut Dahuri (2010), arah pembangunan sudah saatnya dilakukan perubahan atau reorientasi paradigma, dari pembangunan berbasis daratan menjadi pembangunan berbasis kelautan dan kepulauan, kita berdayakan sumberdaya kelautan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) secara terpadu dan ramah lingkungan. Selanjutnya Dahuri (2011a) mengatakan ada tujuh sektor kelautan yang potensial untuk memulihkan ekonomi bangsa yang perlu penanganan serius, yaitu: 1) perikanan dan bioteknologi kelautan; 2) wisata bahari; 3) pertambangan dan energi; 4) industri maritim; 5) transportasi laut; 6) bangunan laut; dan 7) jasa kelautan.

Sutisna (2011), mengatakan bahwa minapolitan tidak dimulai dari nol, melainkan dari kondisi yang secara natural sudah ada, tapi belum teratur dan belum lengkap, sehingga pemerintah tinggal mengatur dan melengkapinya. Lebih lanjut Sutisna mengatakan ada beberapa persyaratan menjadi minapolitan, diantaranya komitmen daerah, komoditas unggulan, memenuhi syarat untuk mengembangkannya, sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) dan RTRW, kelayakan lingkungan, ada unit produksi, pengolahan dan pemasaran. Menurut Kusumastanto (2007) bahwa pembangunan ekonomi daerah berbasis kepulauan merupakan salah satu potensi masa depan Indonesia. Oleh sebab itu diperlukan perencanaan yang matang dalam upaya mensejahterakan masyarakat dan melestarikan sumberdaya alam di wilayah pulau-pulau kecil. Pembangunan berkelanjutan harus menjadi dasar bagi pengembangan ekonomi daerah berbasis kepulauan.

(32)

Menurut KKP (2010b) program pengembangan kawasan minapolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis perikanan di kawasan minabisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha minabisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Minapolitan merupakan upaya percepatan pengembangan pembangunan kelautan dan perikanan di sentra-sentra produksi perikanan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam rangka mendukung visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Menurut KKP (2011) bahwa pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan konsep minapolitan memiliki azas, tujuan dan sasaran. Adapun azasnya adalah sebagai berikut :

1. Demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat;

2. Keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil melalui dan pemberdayaan rakyat kecil;

3. Penguatan ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuat bangsa dan negara kuat. Adapun tujuannya adalah untuk :

1. Meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas produk kelautan dan perikanan; 2. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan yang

adil dan merata;

3. Mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah.

Adapun sasaran dari pengembangan minapolitan adalah:

1. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala mikro dan kecil.

2. Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi.

3. Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional.

Tujuan dan sasaran tersebut ditempuh dengan langkah-langkah strategis adalah: 1. Kampanye nasional dilakukan melalui media massa, komunikasi antar lembaga

dan pameran.

2. Menggerakkan produksi, pengolahan dan/atau pemasaran di sentra produksi unggulan pro usaha kecil dibidang perikanan tangkap, budidaya serta pengolahan dan pemasaran.

3. Mengintegrasikan sentra produksi, pengolahan dan/atau pemasaran menjadi kawasan ekonomi unggulan daerah yaitu menjadi kawasan minapolitan.

4. Pendampingan usaha dan bantuan teknis di sentra produksi, pengolahan dan/atau pemasaran unggulan berupa penyuluhan, pelatihan dan bantuan teknis.

5. Pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah. Menurut KKP (2010b) bahwa pendekatan yang harus dilakukan dalam pengembangan minapolitan antara lain :

1. Ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah

(33)

produksi, proses produksi, pengolahan dan pemasaran hasil dan pengelolaan lingkungan dalam kesisteman yang mapan.

2. Kawasan ekonomi unggulan

Memacu pengembangan komoditas yang memilki kriteria (a) bernilai ekonomis tinggi; (b) teknologi tersedia, (c) permintaan pasar besar dan (d) dapat dikembangkan secara masal.

3. Sentra produksi

Minapolitan berada dalam kawasan pemasok hasil perikanan (sentra produksi perikanan) yang dapat memberikan konstribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat. Seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu terjamin.

4. Unit usaha.

Seluruh unit usaha dilakukan dengan menggunakan prinsip bisnis secara profesional dan berkembang dalam satu kemitraan usaha yang saling memperkuat dan menghidupi.

5. Penyuluhan.

Penguatan kelembagaan dan pengembangan jumlah penyuluh merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan pengembangan minapolitan. Penyuluh akan berperan sebagai fasilisator dan pendamping penerapan teknologi penangkapan dan budidaya ikan serta pengolahan hasil perikanan.

6. Lintas sektor

Minapolitan dikembangan dengan dukungan dan kerjasama berbagai instansi terkait untuk mendukung kepastian usaha antara lain terkait dengan sarana dan prasarana pemasaran produk perikanan, tata ruang wilayah, penyediaan air bersih, listrik, akses dan BBM.

Produk hukum yang memanyungi program minapolitan atau pengembangan sektor perikanan, ini menunjukan keseriusan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat, khususnya kesejahteraan para nelayan. Namun masih sangat disayangkan nelayan masih hidup miskin meskipun potensi kelautan dan perikanan Indonesia sangat besar. Beberapa produk hukum tentang program pengembangan Minapolitan yang telah diterbitkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan seperti (KKP, 2011) :

1. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: Per.06/Men/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelutan dan Perikanan Tahun 2010-2014. 2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor: Per.12/Men/2010 tanggal

14 Mei 2010 tentang Minapolitan.

(34)

Siantan, Siantan Timur, Siantan Tengah dan Kecamatan Palmatak, dan telah diusulkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk penetapan Anambas sebagai Kawasan Minapolitan, namun hingga kajian ini selesai belum ditetapkan.

4. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor: Kep.18/Men/2011 tanggal 5 April 2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan.

Pembangunan wilayah melalui sektor kelautan dan perikanan melalui kebijakan revolusi biru adalah perubahan mendasar cara berfikir dari daratan ke maritim dengan konsep pembangunan berkelanjutan untuk peningkatan produksi kelautan dan perikanan melalui program nasional minapolitan yang intensif, efisien, dan terintegrasi guna peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata, dan pantas (KKP, 2010b). Selanjutnya KKP (2011) mengatakan bahwa suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai kawasan minapolitan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Kesesuaian dengan Renstra, RTRW dan/atau Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta RPJMD.

2. Memiliki komoditas unggulan bidang kelautan dan perikanan dengan nilai ekonomi yang tinggi.

3. Letak geografi kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan.

4. Terdapat unit produksi, pengolahan dan/atau pemasaran dan jaringan usaha yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang terkonsentrasi disuatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan dan/atau pemasaran yang saling terkait.

5. Tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar, permodalan, prasarana dan sarana produksi, pengolahan dan/atau pemasaran, keberadaan lembaga-lembaga usaha serta fasilitas penyuluhan dan pelatihan. 6. Kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung

lingkungan, potensi dampak negatif dan potensi terjadinya kerusakan di lokasi dimasa depan.

7. Komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil dan fasilitas pengelolaan dan pengembangan minapolitan.

8. Keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggungjawab dibidang kelautan dan perikanan.

9. Ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan telah membuktikan komitmen dan keseriusannya dalam mengembangkan dan meningkatkan pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia, karena telah dituangkan dalam dokumen perencanaan lima tahun, yakni Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kelautan dan Perikanan periode 2010-2014, yang merupakan penjabaran visi dan misi KKP. Fokus dari Renstra ini adalah peningkatan produksi perikanan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, dengan lokus pada pengembangan perikanan budidaya, perikanan tangkap serta pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Visi yang telah ditetapkan adalah “Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan

Perikanan Terbesar 2015”, untuk mewujudkan visi tersebut, maka disusun misinya yaitu “Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan” (KKP,

(35)

Menurut Rencana Strategi (Renstra) KKP tersebut, tujuan pembangunan kelautan dan perikanan Tahun 2010-2014 adalah (KKP, 2010a):

1. Memperkuat kelembagaan dan sumber daya manusia secara terintegrasi. 2. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. 3. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan. 4. Memperluas akses pasar domestik dan internasional.

Selanjutnya sasaran strategisnya adalah:

1. Memperkuat kelembagaan dan sumberdaya manusia secara terintegrasi:

a. Peraturan perundang-undangan di bidang kelautan dan perikanan sesuai kebutuhan nasional dan tantangan global serta diimplementasikan secara sinergis lintas sektor, pusat dan daerah.

b. Seluruh perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan terintegrasi, akuntabel dan tepat waktu berdasarkan data yang terkini dan akurat.

c. Sumberdaya manusia kelautan dan perikanan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan.

2. Mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan:

a. Sumberdaya kelautan dan perikanan dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.

b. Konservasi kawasan dan jenis biota perairan yang dilindungi dikelola secara berkelanjutan.

c. Pulau–pulau kecil dikembangkan menjadi pulau bernilai ekonomi tinggi. d. Indonesia bebas Illegal, Unreported & Unregulated (IUU) Fishing serta

kegiatan yang merusak sumberdaya kelautan dan perikanan. 3. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan:

a. Seluruh kawasan potensi perikanan menjadi kawasan minapolitan dengan usaha yang bankable.

b. Seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu terjamin.

c. Prasarana dan sarana kelautan dan perikanan mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi.

4. Memperluas akses pasar domestik dan internasional:

a. Seluruh desa memiliki pasar yang mampu memfasilitasi penjualan hasil perikanan.

b. Indonesia menjadi market leader dunia dan tujuan utama investasi di bidang kelautan dan perikanan.

2.3 Pembangunan Berkelanjutan

Istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) diperkenalkan dalam World Conservation Strategic (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP),

(36)

pertumbuhan ekonomi itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya alam bersifat terbatas.

Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai paradigma pembangunan yang diarahkan untuk tidak saja memenuhi kebutuhan generasi saat ini melainkan juga generasi masa mendatang. Menurut Munasinghe (1993) menawarkan konsep pembangunan yang seimbang antara tiga dimensi berkelanjutan yakni ekologi/ lingkungan, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu tujuan pembangunan perikanan yang berkelanjutan memerlukan analisis multikriteria. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak dapat diukur hanya dengan satu dimensi, diperlukan interaksi analisis tiga dimensi berkelanjutan, yakni masalah lingkungan, ekonomi dan sosial didalam proses pengambilan keputusan pembangunan. Salah satu aspek lingkungan yang saat ini banyak mendapat perhatian berbagai pihak adalah upaya mewujudkan perencanaan penggunaan lahan secara optimal yang dapat mendorong pencapaian tujuan pembangunan perdesaan secara berkelanjutan. Seperti telah dijelaskan di atas, dalam pembangunan berkelanjutan salah satu fokus utamanya adalah perhatian terhadap lingkungan, begitu pula dalam implementasi pembangunan berkelanjutan yang sangat sinergi dengan pengelolaan lingkungan. Adapun pengelolaan lingkungan ini didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (UU Nomor 23 Tahun 1997).

Definisi pengelolaan lingkungan hidup ini cakupannya luas, karena meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan sekaligus juga mencegah berbagai hal yang mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan, khususnya melalui proses penataan lingkungan. Hal ini sesuai juga dengan pernyataan dalam Undang-undang No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antar pemerintah dan pemerintah daerah antara ekosistem darat dan laut serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya kegiatan pertanian dalam arti luas, di dalamnya mencakup kegiatan perikanan dan kegiatan lain seperti peternakan, kehewanan, perkebunan dan kehutanan. Kegiatan ini sudah dilakukan di berbagai lokasi, bahkan tidak jarang kegiatan-kegiatan pertanian tersebut dilakukan secara terpadu. Dalam rangka mencapai kegiatan pertanian yang dapat berjalan secara kontinyu dan menguntungkan masyarakat, kita mengenal istilah pertanian berkelanjutan.

(37)

sumberdaya perikanan (lahan, air dan sumberdaya genetik) melalui orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan sedemikian rupa sehingga menjamin tercapainya kebutuhan yang diperlukan secara berkesinambungan baik dari waktu ke waktu maupun dari generasi ke generasi.

Menurut Pranadji (2004) kebijakan pembangunan pertanian termasuk di dalamnya perikanan, dinilai tepat jika mampu memposisikan pertanian dan perikanan sebagai penggerak utama (kemajuan) ekonomi perdesaan yang berdaya saing tinggi, berkeadilan dan berkelanjutan. Mengingat di beberapa lokasi cukup banyak pembangunan wilayah perdesaan dengan komoditi perikanan dan perikanan merupakan sumber protein yang murah, maka pembangunan perikanan di perdesaan perlu dikembangkan. Pembangunan perikanan berkelanjutan merupakan suatu usaha dalam pemenuhan kebutuhan akan hasil-hasil perikanan secara bijak untuk generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Berpegang pada program revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan; maka basis pembangunan saat ini adalah pembangunan perdesaan. Oleh karena itu, pembangunan perdesaan pada daerah-daerah sentra produksi perlu lebih dimantapkan agar tumbuh dan berkembang sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru yang lebih kuat, mengingat fungsi daerah perdesaan sangat penting, terutama dalam hal:

1. Penyedia bahan pangan untuk penduduk (termasuk penduduk di perkotaan); 2. Menyerap tenaga kerja untuk pembangunan;

3. Penyedia bahan baku untuk industri; 4. Penghasil komoditi untuk ekspor.

Sangat disayangkan pembangunan perdesaan hingga saat ini masih dirasakan adanya ketimpangan pembangunan, terutama jika dibandingkan dengan pembangunan yang terjadi di perkotaan. Bahkan perbedaan pembangunan antara perdesaan dan perkotaan tersebut terasa cukup mencolok. Kondisi ini secara empiris terlihat dari interaksi antara keduanya yang memperlihatkan hubungan yang saling memperlemah. Kondisi ini terjadi karena berkembangnya kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek penetesan ke bawah (trickle down effect). Dalam kondisi seperti tersebut di atas, tidak akan terjadi pertukaran sumberdaya yang saling menguntungkan sesuai dengan harapan berbagai pihak dalam rangka mewujudkan keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang. Oleh karena itu maka terjadi pengurasan sumberdaya dari wilayah perdesaan (backwash effect).

(38)

pemecahan masalah dalam aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan. Namun khusus untuk wilayah perdesaan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan perikanannya, maka pendekatan yang dilakukan adalah agropolitas berbasis komoditi ikan yang dikenal dengan sebutan minapolitan.

Minapolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan yang mempunyai potensi perikanan. Hal ini disebabkan pada umumnya sektor perikanan dan pengelolaan sumberdaya alam merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan terutama di daerah yang mempunyai potensi perikanan yang cukup tinggi seperti halnya dengan Kabupaten Kepulauan Anambas. Pada pendekatan agropolitan menggambarkan bahwa pengembangan atau pembangunan perdesaan (rural development) secara beriringan dapat dilakukan dengan pembangunan wilayah perkotaan (urban development) pada tingkat lokal (Friedman dan Douglas, 1976). Kondisi yang sama juga terjadi pada pendekatan minapolitan, dalam hal ini minapolitan merupakan pembangunan perdesaan menjadi perkotaan pada tingkat lokal.

Pembangunan kawasan perdesaan merupakan hal yang sangat mutlak dibutuhkan, mengingat sumberdaya alam di kawasan perdesaan sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai alat pendorong pembangunan. Oleh karenanya, maka pengembangan seperti halnya pada kawasan minapolitan akan menjadi sangat penting dalam konteks pengembangan wilayah, mengingat:

1. Kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai dengan keunikan lokal;

2. Pengembangan kawasan minapolitan dapat meningkatkan pemerataan, mengingat sektor yang dipilih merupakan basis aktifitas masyarakat;

3. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya.

Menurut Dahuri (2011b), seiring dengan perubahan lingkungan strategis suatu daerah (kabupaten/kota atau provinsi) agar maju dan sejahtera harus mampu merancang dan mengelola pembangunan daerahnya, sehingga daerah tersebut memiliki daya saing yang tinggi, menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dan mensejahterakan seluruh rakyat secara adil dan berkelanjutan. Lebih lanjut Rustiadi, dkk (2011) mengatakan bahwa daerah harus memiliki strategi pengembangan wilayah baru yang mencakup dua sisi, yakni :

1. Strategi demand side

Strategi “demand side” adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan lokal. Tujuan pengembangan wilayah secara umum adalah untuk meningkatkan taraf hidup penduduk. Contoh program transmigrasi.

2. Strategi supply side

Gambar

Tabel 3. Indikator Pembangunan Wilayah Berdasarkan Pengelompokannya.
Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Kajian.
Tabel 5.  Matrik Metode Analisis Data
Tabel 10 Matriks SWOT.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya terpaan pemberitaan meledaknya tabung gas LPG di media massa akan memunculkan kecemasan ibu – ibu rumah tangga sebagai bentuk lanjut dari ketakutan yang dirasakan ibu –

The review of Amir is best read linearly, from beginning to end for he has organised it in a chronological manner. Following the journey of Amir's review, one begins

Note that in order for the code to compile, the FictionalCharacter class or one of its super- classes (or, in general, ancestors in the inheritance heterarchy) must contain the

Distributif Perkalian Terhadap Penjumlahan4. 4 jam

Penulisn penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh baby spa terhadap pertumbuhan bayi (tinggi badan dan berat badan) pada bayi usia 3-4 bulan.

Disarankan kepada PT Marimas Putera Kencana untuk meningkatkan implementasi SMK3 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 dengan: (1) wajib membentuk P2K3 (panitia pembina

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi 1) Pengetahuan masyarakat tentang bencana gempa bumi tektonik, 2) Mengidentifikasi bentuk kesiapsiagaan masyarakat

FAXULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAIIUAN ALAM TJNII'ERSITAS ANI)ALAS.. IunAsi l,),ap!,ov nerupatan m€lode yde digumka! unlul nrencnlukan sGbiliL$ sis€n dm nenehilDe