• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Pembangunan Kepulauan dan Pesisir

Menurut Kusumastanto (2003), bahwa perspektif ekonomi regional, wilayah pesisir dan laut memiliki pilar-pilar penting untuk menjadi kekuatan dalam pembangunan wilayah yang berbasiskan kekuatan ekonomi lokal. Kekuatan-kekuatan tersebut adalah : 1) natural resources advantages dan

inperfect factor mobility. Artinya di wilayah pesisir terdapat konsentrasi keunggulan wilayah yang tidak dimiliki oleh wilayah lain, seperti sumberdaya alam, kultur dan adanya keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya; 2) economic of concentration atau imperfect diversibility. Artinya secara spasial kegiatan usaha berdasarkan skala ekonomi, umumnya terjadi pengelompokan industri sejenis (cluster of industry), jika tidak masuk skala ekonomi, kegiatan ini akan keluar cluster yang ada; dan 3) mobilitas adalah pengorbanan. Artinya setiap pergerakan barang dan jasa memerlukan biaya transpotasi dan komunikasi. Sehingga kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan laut diarahkan pada upaya untuk meminimalkan jarak dan memaksimumkan akses.

Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, bahwa Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan bagian dari sumberdaya alam yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memiliki keragaman potensi sumberdaya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa, oleh karena itu perlu dikelola secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum nasional. Yang dimaksud dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 mendefinisikan “wilayah pesisir” adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2, beserta kesatuan ekosistemnya. Sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati, sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan. Sumberdaya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain sedangkan sumberdaya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut, serta sumberdaya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir. Selanjutnya dikatakan lagi

bahwa “perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi

perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna”. Dan dikatakan bahwa “kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan

berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk

dipertahankan keberadaannya. Selanjutnya “ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut

diukur dari garis pantai”.

Asas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah: berasaskan keberlanjutan; konsistensi; keterpaduan; kepastian hukum; kemitraan; pemerataan; peran serta masyarakat; keterbukaan; desentralisasi; akuntabilitas; dan berasaskan keadilan. Adapun tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil adalah: a) melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; b) menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil; c) memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan d) meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan:

a. antara pemerintah dan pemerintah daerah; b. antar pemerintah daerah;

c. antar sektor;

d. antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat; e. antara ekosistem darat dan ekosistem laut; dan

f. antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen (UU Nomor: 27 Tahun, 2007).

Menurut Kusumastanto (2003) bahwa usaha perikanan sangat bergantung pada musim, harga dan pasar, maka sebagian besar karakter masyarakat pesisir (khususnya nelayan dan petani) tergantung pada faktor-faktor berikut :

1. Kondisi ekosistem dan lingkungan yang rentan pada kerusakan, khususnya pencemaran atau degradasi kualitas lingkungan.

2. Ketergantungan pada musim 3. Tergantung pada pasar.

Lebih lanjut Kusumastanto (2003), mengatakan bahwa agar sektor kelautan menjadi sektor unggulan dalam perekonomian nasional, diperlukan kebijakan yang bersifat terintegrasi antar instansi pemerintah dan sektor pembangunan. Untuk mengarah pada keadaan semacam ini perlu sebuah kebijakan pembangunan kelautan (ocean development policy) sebagai bagian dari kebijakan kelautan (ocean policy). Selanjutnya perumusan kebijakan kelautan melingkupi 3 (tiga) tingkatan: 1) tingkatan politis (kebijakan); 2) tingkatan organisasi/implementasi (institusi, aturan main); dan 3) tingkatan implementasi (evaluasi, umpan balik).

Elfindri dkk (2009), mengatakan bahwa manajemen pembangunan kepulauan sangat urgen bagi negara Indonesia, mengingat sekitar 17.000 pulau besar dan kecil terhampar dari Sabang sampai Merauke. Kawasan kepulauan memiliki ciri yang unik dengan keadaan geografis yang menarik. Dengan diketahui luas wilayah dan persoalan utama, maka akan lebih mudah ditentukan

strategi, langkah-langkah operasional untuk mengatahsi persoalan tadi. Pembangunan pesisir dan pulau-pulau mestinya disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Disarankan menggunakan model pembangunan sebagai berikut :

a. Model pemenuhan kebutuhan pokok (Human Basic Need Aproach); b. Model pembangunan orientasi pertumbuhan (Growth theory)

Menurut Apridar dkk (2011), terdapat beberapa strategi pembangunan ekonomi kelautan, perikanan dan pesisir di Indonesia, yaitu:

1. Pendekatan negara kesejahteraan dalam pembangunan ekonomi wilayah kelautan;

Mengubah paradigma pembangunan kelautan, yakni mengubah “mindset” pola

pikir memandang kelautan dari kacamata kelautan itu sendiri, bukan kacamata daratan. Pola pikir ini tidak memindahkan cara pandang penyelesaian masalah di daratan dipindahkan ke laut dan pulau kecil. Komponen membangun pulau- pulau kecil (termasuk wilayah perbatasan) perlu mempertimbangkan beberapa hal: a) kesejahteraan (prosperity) dan keamanan (security) yang membutuhkan kerjasama antar sektor, antar institusi negara dan antar negara; b) sosial budaya dengan cara memberdayakan masyarakat pulau kecil berbasis potensi sumberdaya alam dan kearifan lokal sebagai modal pembangunan; c) kerjasama dan hubungan antar daerah dengan meningkatkan kontribusi pemanfaatan Alur Laut Indonesia (ALKI) dan mengoptimalkan pelayaran rakyat; d) aspek teknologi; e) nilai eksotisme, adanya gaya hidup masyarakat yang menyenangi nilai-nilai eksotisme, yaitu kondisi alam yang natural; f) nilai sejarah, nilai sejarah memberikan makna tersendiri bagi masyarakat lokal maupun wisatawan asing; dan g) status genelogis, misalnya warga yang sudah memiliki peradaban yang sama secara turun-temurun, sehingga ada keterkaitan geneologis.

2. Kebijakan penanganan illegal fishing;

Pengawasan laut tidak bisa diserahkan begitu saja kepada TNI-AL, karena menurut Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009, mengamanatkan pengawasan laut kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

3. Kebijakan kelautan dan perikanan berbasis ekonomi kerakyatan;

Bila bangsa ini mau berkembang pesat dan menguasai perdagangan internasional, kekuatan ekonomi maritim harus jadi pilar utama.

4. Kebijakan adaptasi akibat perubahan iklim berbasis kearifan dan pengetahuan lokal;

Mengantisipasi dampak perubahan iklim global, membutuhkan rekonstruksi kebijakan perikanan secara nasional.

5. Kebijakan perlindungan keanekaragaman kelautan dan perikanan;

Pertemuan Conference of Parties (COP) 10 di Nagoya, Jepang menghasilkan bentuk perdagangan keanekaragaman hayati, polanya persis seperti perdagangan carbon dalam ala Reducing Emission from Deforestation and Land Degradation (REDD), yang juga nantinya masuk mekanisme pasar. Negara maju akan menguasai keanekaragaman hayati, spesies dan ekosistem negara berkembang karena telah membeli sahamnya di pasar bursa. Inilah bentuk penjajahan baru berkedok perubahan iklim. Bagi Indonesia apakah mekanisme ini mensejahterakan rakyat atau justru sebaliknya?

6. Reformasi kebijakan pengelolaan wilayah pesisir.

Hingga kini potret pesisir Indonesia semakin buram, ada fakta empiris mengungkapkan kerusakan semakin menjadi, seperti: abrasi dan sedimentasi; reklamasi pantai; eksploitasi mangrove, terumbu karang dan padang lamun; penambangan pasir; instrusi air laut makin jauh masuk ke daratan; dan pencemaran dari tumpahan minyak, bahan beracun dan sampah. Sehingga perlu kebijakan seperti :

a. Pemerintah bermitra dengan organisasi masyarakat;

b. Memberikan insentif bagi masyarakat yang sukses merehabilitasi lingkungan pesisirnya;

c. Pemerintah menerapkan pajak progresif lingkungan pada orang/badan yang usahanya berpotensi memusnahkan ekosistem pesisir.

Menurut Elfindri dkk (2009), melihat perspektif pembangunan masyarakat kepulauan dan peisisir, bahwa pembangunan manusianya lebih dahulu diprioritaskan, kemudian secara bersama dilanjutkan pembangunan kekuatan masing-masing kekhasan kepulauan. Lebih lanjut Elfindri dkk (2009) merumuskan beberapa garis besar (blue print) masa depan pembangunan kepulauan sesuai dengan urgensi dan persoalannya sebagai berikut:

a. Pembangunan kepulauan dan pesisir berkarakter dan kekhasanya;

Semua daerah kepulauan dan pesisir memiliki ciri-ciri khehasan yang berbeda dengan daerah lainnya, diharapkan pemerintah melakukan inventarisir tentang eksisensi daerah kepulauan dan pesisir, seperti flora dan fauna, kekayaan alam dan budayanya, perlu menyusun peta pembangunan kawasan kepulauan dan pesisir sehingga diharapkan akan jadi pusat pertumbuhan baru.

b. Pembangunan Pendidikan Kepulauan dan Pesisir;

Fokus mutu pendidikan untuk daerah kepulauan diarahkan pada penguatan penguasaan bidang sains, geografi, agama dan industri humaniora kreatif, mengingat dan sumberdaya lokal tersedia.

c. Akses pelayanan kesehatan;

Arah kebijakan adalah mengatasi penyebab angka kematian bayi diberbagai kawasan kepulauan dan pesisir. Sehingga strategi yang dilakukan untuk memperbaiki derajat kesehatan masyarakat adalah: a) menjamin pelayanan kesehatan masyarakat (PUSKESMAS); b) meningkatkan pelayanan prepentif dan kuratif; c) Peningkatan pelayanan kesehatan Rumah Sakit; d) Peningkatan kesadaran rumah tangga; e) peningkatan fasilitas kesehatan dan penunjang; dan f) penyediaan dan peningkatan kapasitas tenaga medis.

d. Penanggulangan Kemiskinan;

Arah kebijakan penanggulangan kemiskinan kepulauan dan pesisir adalah: a) perluasan lapangan kerja; b) pemberdayaan keluarga miskin; dan d) perlindungan sosial.

e. Kebijakan Kependudukan;

Arah kebijakan kependudukan adalah pengendalian besarnya jumlah anak, bersamaan dengan pencapaian keluarga sejahtera. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan memperkenalkan sedini mungkin konsep keluarga sejahtera khususnya pada kelompok pasangan usia subur.

f. Ekonomi Kepulauan dan Pesisir;

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam bidang perekonomian daerah kepulauan dan pesisir, yaitu: a) struktur ekonomi masih bertumpu pada

sumbangan sektor pertanian, dengan produktifitas yang rendah. Masalahnya karena rendahnya mutu sumberdaya manusia; b) Sumbangan sub sektor perikanan masih terbatas mengingat prasarana dan sarana untuk penangkapan ikan komersial masih terbatas. Masalahnya sistem tangkap hasil perikanan masih tadisional dan sebagian kecil yang menggunakan alat tangkap yang standar; c) Rendahnya investasi mengingat sebagian besar daerah kepulauan jauh dari daerah lainnya. Akar masalahnya adalah masih terbatasnya rancangan ekonomi yang diketahui oleh pihak investor; d) Mutu tenaga kerja masih terbatas dan persoalan utama adalah bagaimana mengatasi pengangguran. Akar masalah adalah terbatasnya investasi dan penguasaan keahlian yang dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi lokal; dan e) Potensi kelautan untuk pariwisata masih belum terkemas sedemikian rupa, sehingga pariwisata bahari belum optimal memberikan nilai tambah pembentukan barang dan jasa.

Sehingga perlu dilakukan usaha-usaha pengembangan sektor perikanan dan kelautan, seperti: a) meningkatkan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal dan berkelanjutan; b) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kelembagaan masyarakat sektor perikanan; c) mendorong dan memfasilitasi pengembangan industri perikanan tangkap; d) mewujudkan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang memadai sebagai pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat nelayan; e) meningkatkan pembinaan dan pengawasan mutu serta pemasaran hasil perikanan; f) meningkatkan pemantauan, pengendalian dan pengawasan sumberdaya perikanan dan kelautan; dan g) meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar kabupaten/kota dan dengan provinsi.

Perlu dibuat strategi pembangunan perikanan dan kelautan sebagai berikut : a. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan, baik melalui

penagkapan maupun budidaya perikanan secara berkelanjutan;

b. Meningkatkan keterampilan nelayan, nelayan pengolah dan pedagang ikan serta aparatur pemerintah;

c. Meningkatkan rekayasa teknologi perikanan dan kelautan;

d. Meningkatkan pengendalian, pengawasan serla promosi hasil perikanan; e. Meningkatkan mutu, usaha pengolahan dan usaha pemasaran;

f. Meningkatkan pengadaan, rehabilitasi dan pemeliharaan sarana prasarana perikanan dan kelautan;

g. Mengadakan kerjasama dengan lembaga keuangan/perkreditan dalam rangka pengembangan usaha perikanan dan penyerapan tenaga

h. Membina dan mengembangkan kelembagaan nelayan

i. Menyebarluaskan informasi teknologi perikanan dan kelautan. g. Investasi dan Tenaga Kerja;

Terdapat dua faktor strategis masalah kebijakan tenagakerja, yaitu faktor internal persiapan angkatan kerja daerah melalui pengusaan keterampilan dan teknologi serta perlindungan sosial dan faktor eksternal berupa kondisi makro dari perekonomian.

h. Pusat pertumbuhan dan keterkaitan dengan pulau-pulau sekelilingnya.

Kebijakan dan strategi pembangunan perlu dilakukan perubahan untuk dapat mendorong pertumbuhan sektor industri, hal ini penting artinya bagi kesinambungan usaha demi kemajuan dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam pembangunan daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu melakukan manajemen pembangunan daerah dengan fokus pengembangan kawasan. Potensi wilayah diharapkan dapat dioptimalkan sehingga masyarakat menjadi tuan di wilayahnya sendiri dalam satu entitas kawasan pembangunan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip pembangunan efisien, efektif, ekonomis dan berkelanjutan. Tantangan pembangunan yang semakin luas menyebabkan perlunya pembangunan daerah dan semakin pentingnya perencanaan pembangunan agar pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan pendayagunaan sumberdaya yang mereka miliki secara efisien. Dengan demikian, melalui wahana perencanaan pembanguan daerah diharapkan semua elemen masyarakat (stakeholders) dapat membina hubungan kerjasama diantara pemerintah, masyarakat serta pihak swasta untuk dapat maju secara bersama, melaksanakan peran dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya membangun daerah untuk kesejahtaan masyarakat (Sumodiningrat, 2007).

Dokumen terkait