• Tidak ada hasil yang ditemukan

Redesain Konstruksi Bubu Elver

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Redesain Konstruksi Bubu Elver"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

MISBAH SURURI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Redesain Konstruksi Bubu Elver adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Misbah Sururi

(4)

MISBAH SURURI. Redesain Konstruksi Bubu Elver. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan ROZA YUSFIANDAYANI.

Bubu paralon digunakan oleh nelayan di perairan selatan Pulau Jawa untuk menangkap elver atau juvenil sidat berukuran < 10 g. Permasalahannya, jumlah tangkapan bubu tersebut sangat sedikit dan elver yang tertangkap sering dalam kondisi terluka. Sementara pembeli membutuhkan elver sehat dalam jumlah yang sangat banyak untuk dibudidayakan. Oleh karena itu, perbaikan terhadap konstruksi bubu elver sangat diperlukan. Tujuannya adalah untuk 1) mendapatkan konstruksi model bubu yang mudah dimasuki elver dan bahan pembentuknya tidak melukai elver dan 2) membuktikan bahwa bubu rancangan baru lebih baik dibandingkan dengan bubu nelayan untuk menangkap elver.

Tiga uji dilakukan secara berurutan pada tahap pertama, yaitu uji konstruksi bagian belakang model bubu, uji konstruksi pintu masuk dan penggunaan pintu dalam bubu. Tahap selanjutnya dilakukan uji uji efektivitas rancangan bubu dengan material pipa paralon. Tahap terakhir yang dilakukan berupa pengujian efektivitas bubu spiral yang dibuat berdasarkan penelitian pada tahap kedua. Seluruh penelitian dilakukan di laboratorium menggunakan metode percobaan. Selama proses pengujian, tingkah laku elver direkam menggunakan CCTV

dengan metode ad libitum sampling.Seluruh pengujian dilakukan di dalam tangki percobaan yang berisi antara 30 - 100 elver. Pengujian dilakukan sebanyak 20 – 25 ulangan dengan lama pengamatan 20 menit/ulangan.Data hasil tangkapan pada setiap uji bagian-bagian bubu dianalisis menggunakan statistik deskriptif komparatif. Analisis statistik rancangan acak lengkap (RAL) dilakukan untuk melihat pengaruh bubu rancangan baru terhadap bubu nelayan. Sebelum dilakukan uji RAL, data diuji kenormalannya menggunakan analisis Kolmogrov-smirnov. Jika data menyebar normal, maka data selanjutnya akan dianalisis dengan uji statistik parametrik rancangan acak lengkap (RAL). Jika data tidak menyebar normal, maka akan digunakan uji statistik non parametrik, Kruskal-Wallis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa elver lebih banyak masuk ke dalam bubu yang tidak tertutup rapat, pintu masuk terbuat dari jaring dan bubu memiliki pintu dalam. kematian elver akibat cidera karena melewati pintu ijep bambu mencapai 148 ekor atau 67,27% dari 220 individu, sedangkan pintu jaring hanya 7 ekor (5,38%). Konstruksi bubu elver yang dibuat berbentuk spiral memberikan hasil tangkapan sejumlah 286 ekor atau lebih banyak dibandingkan dengan bubu paralon dua pintu (165 ekor) dan bubu nelayan (43 ekor).

(5)

MISBAH SURURI. Redesign of Elver Traps Construction. Supervised by GONDO PUSPITO and ROZA YUSFIANDAYANI.

PVC trap is used by fisherman in the southern Java Island waters to capture elver or juvenile eels measuring < 10 g.The problems are that trap catches too less and elver in injured condition, while buyers need a lot of good elvers for cultivating.Therefore, improvements to elver trap construction are needed. The aims of this study are1) to get a trap model construction and materials that are easier to be penetrated byelver and doesn’t hurt the body and 2) to prove that the newly designedtraps are better than common traps used by fishermen.

The study is divided into three stages started with observing the parts of traps, designing elver PVC traps and designingelver spiral traps.Three tests were performed on the first stage continuously that are; rear traps models construction test, entrance construction test, and the use of the inside door.The second stage test was performed to test the effectiveness of the trap design with modified pipes made of PVC materials. The last stage was testing the effectiveness of a spiral trap made based on research from the second stage. All experiments were conducted at the Fishing Gear Laboratory of Bogor Agricultural University using experimental methods. During the testing process, elver’s behavior was recorded using CCTV with ad libitum sampling methods. The entire tests were conducted in the experimental tank containedof 30-100 elvers. Tests were done for 20-25 repetition with 20 minutes of observation each. The data of catch for each part of traps testswas analyzed using comparative descriptive statistic. Furthermore, statistical analysis of Completely Randomized Design (CRD) was used to see the effect of the new traps design compared to fishermen’s. Before the CRD test could be performed, the data was tested using Kolmogrov - Smirnov analysis to see its normality. If the data werespreading normally, then the data could be analyzed using parametric statistical tests completely randomized design (CRD). If the data were not spreading normally, then will be used a non-parametric statistical test Kruskal – Wallis analysis.

The results showed that more elver penetrated into the trap that is not fully sealed, the entrance is made of nets and traps have door inside. Elver mortalitycaused by injury from entering door made of bamboo ijep materials reach 148 individuals (67,27%) from total of 220 individuals, while only 7 individuals (5,38%). dead from entering door made of nets. Spiral Traps construction caught 286 individuals or more than the two- door traps paralon (165

individuals) and fishermen’s traps (43 individuals) .

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

MISBAH SURURI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

modifikasi dari bubu paralon untuk menangkap sidat dan belut ukuran konsumsi. Alat tersebut digunakan apa adanya tanpa dilakukan penyesuaian terhadap tingkah laku elver sebagai sasaran tangkap. Perubahan yang dilakukan hanya pada ukuran bubu yang dijadikan lebih kecil dan penggunaan jaring pada bagian belakang untuk memudahkan pengangkutan. Bubu elver hasil modifikasi tersebut masih memiliki kelemahan pada beberapa bagiannya, terutama pada pintu masuk yang masih menggunakan ijep bambu. Hasil observasi dilapang menunjukkan bahwa hasil tangkapan bubu belum optimal dan beberapa elver yang tertangkap dalam kondisi terluka .

Permasalahan di atas dapat diatasi dengan cara memperbaiki kembali (redesain) konstruksi bubu elver. Produktivitas bubu yang telah diperbaiki diharapkan dapat lebih baik. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat untuk menghasilkan bubu elver yang sesuai dengan harapan nelayan, yaitu dapat meningkatkan jumlah dan kualitas hasil tangkapan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dilakukan penelitian yang berjudul “Redesain Konstruksi Bubu

Elver

Tesis yang ditulis berdasarkan atas hasil penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr Ir Gondo Puspito, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing d an Dr Roza Yusfiandayani, SPi selaku Anggota Pembimbingyang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis. Penyusunan tesis ini juga tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BPSDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa kepadapenulis untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor;

2. Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong yang telah memberikan izin kepada Penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB; 3. Dosen dan Staf Pegawai Program Studi Teknologi Perikanan Laut yang telah

memberikan ilmu maupun pengalaman yang berharga bagi penulis selama menempuh pendidikan di IPB;

4. Keluarga besar di Kebumen dan Kendal, serta istri saya Ida Fahmi dan Anak saya Aqila Nur Fathna atas motivasi yang diberikan selama ini; dan

5. Teman-teman seperjuangan TPL 2012, dan teman-teman di Laboratorium TPI atas kebersamaan yang terjalin erat selama ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Juni 2014

(11)

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR ISTILAH xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan 3

Manfaat 3

Kerangka pemikiran 3

Hipotesis 4

METODE PENELITIAN 6

Waktu dan Tempat 6

Alat dan Bahan 6

Metode Penelitian 7

Analisa Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Konstruksi Bubu Elver 13

Pengaruh material penutup bagian belakang bubu 14 Perbaikan konstruksi pintu masuk bubu elver 17 Pengaruh pintu dalam pada bubu elver 20 Hasil Rancangan Bubu Elver Paralon 22 Desain bubu elver paralon 22 Efektivitas bubu elver paralon 24 Rancangan Bubu Elver Spiral 26 Desain bubu elver spiral 26 Efektivitas bubu elver spiral 27

Rekomendasi 29

SIMPULAN DAN SARAN 30

DAFTAR PUSTAKA 31

(12)

1 Analisis data 10 2 Perlakuan dan ulangan 10 3 Sidik ragam atau tabel ANOVA 11 4 Spesifikasi bubu elver 14 5 Spesifikasi bubu modifikasi 1 23 6 Spesifikasi bubu modifikasi 2 24 7 Spesifikasi bubu elver spiral 27

DAFTAR GAMBAR

1 Skema pendekatan masalah 4 2 Pipa PVC (a) tertutup jaring dan (b) tertutup rapat 6 3 Model bubu dengan konstruksi pintu (a) ijep dan (b) jaring

kerucut 7

4 Konstruksi model bubu (a) 1 pintu dan (b) 2 pintu 7 5 Ilustrasi susunan bubu di dasar bak percobaan 9 6 Elver dan bubu elver milik nelayan Cilacap 13 7 Konstruksi dan dimensi bubu elver 14 8 Jumlah elver yang masuk kedalam model bubu tertutup jaring

dan tertutup rapat

15

9 Migrasi ikan sidat 16

10 Ijep pada bubu elver 17 11 Hasil rancangan pintu dari material jaring 18 12 Jumlah elver yang masuk ke dalam model bubu berdasarkan

konstruksi pintu masuk

19 13 Kondisi elver setelah melalui pintu ijep 20 14 Jumlah elver yang terperangkap pada model bubu satu pintu

dan dua pintu

21 15 Ruang yang terbentuk pada bubu dua pintu 21 16 Elver bergerombol di mulut masuk model bubu 22 17 Konstruksi bubu modifikasi 1 23 18 Konstruksi bubu modifikasi 2 24 19 Jumlah elver yang terperangkap oleh ketiga konstruksi bubu

pada uji efektivitas bubu elver paralon

25 20 Kerangka bubu spiral tanpa selimut 26

21 bubu elver spiral 27

22 Jumlah elver yang terperangkap oleh ketiga bubu pada pengujian efektivitas bubu elver spiral

(13)

1 Alat penelitian 33

2 Bahan penelitian 35

3 Hasil pengujian material penutup bagian belakang bubu 36 4 Hasil pengujian konstruksi pintu masuk 37 5 Hasil pengujian penggunaan pintu dalam 38 6 Uji efektivitas bubu elver modifikasi 39 7 Uji efektivitas bubu elver spiral 40 8 Hasil analisa sidik ragam efektivitas rancangan bubu paralon 41 9 Hasil analisa sidik ragam efektivitas rancangan bubu spiral 43

DAFTAR ISTILAH

Adaptasi : Penyesuaian terhadap lingkungan, pelajaran atau pekerjaan yang baru

Ad libitum sampling : Salah satu metode dalam perekaman data yang mengabaikan kendala sistematis pada subjek yang diteliti;

Anadromus : Migrasi dari laut menuju hulu sungai; Bubu : Alat penangkap ikan berupa jebakan;

Desain : Pola rancangan yang menjadi dasar pembuatan suatu benda;

Deskriptif komparatif : Analisa data yang menggambarkan dan membandingkan hasil;

Efektivitas : Pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya;

Elver : Juvenil sidat dengan ukuran kurang dari 10 g;

Glass eel : Juvenil sidat dengan tubuh masih transparan seperti kaca, hidup di muara, ukuran kurang dari 1 g;

Hapobi : Pergerakan hewan yang menghindari massa air bersalinitas tinggi;

Ijep : Pintu masuk pada alat tangkap bubu yang terbuat dari anyaman bambu;

Juvenil : Ikan dalam ukuran, bentuk dan umur tertentu yang belum dewasa;

Catadromous : Migrasi dari hulu sungai menuju laut;

(14)

Mesh size : Ukuran panjang dua kali kaki jaring;

Migrasi/ruaya : Proses pergerakan spesies pada stadia tertentu dalam jumlah banyak ke suatu wilayah untuk hidup, tumbuh dan berkembangbiak;

Modifikasi : Pengubahan atau perubahan yang dilakukan untuk tujuan penyempurnaan;

Model : Rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi;

Predator : Hewan pemangsa hewan lain;

Produktivitas : Kemampuan untuk menghasilkan sesuatu dalam waktu tertentu;

Redesain : Mendesain atau merancang ulang suatu alat atau benda;

Regulasi : Peraturan yang dibuat oleh lembaga atau pemerintah dan bersifat mengikat; dan

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sidat (Anguilla sp) merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang cukup melimpah di perairan Indonesia. Menurut Suhega dan Suharti (2008) dan Aoyama (2009), dari 18 spesies yang tersebar di seluruh dunia, 9 spesies diantaranya terdapat di perairan Indonesia, yaitu Anguilla celebesensis, A. marmorata, A. borneensis, A. interioris, A. obscura, A. bicolor bicolor, A. bicolor pacifica, A. nebulosa nebulosa dan A. megastoma. Penyebarannya sangat luas, mulai dari perairan selatan Pulau Jawa, pantai barat Pulau Sumatera, pantai timur Pulau Kalimantan, seluruh pantai Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat hingga perairan utara Pulau Papua (Affandi 2005; Sasongko et al. 2007 dan Setianto 2012).

Kelebihan sidat dibandingkan dengan jenis ikan lainnya adalah kandungan gizinya sangat tinggi dengan kadar protein mencapai 21,5 % dan vitamin A sebesar 4700IU (Pratiwi 1998 dan Setianto 2012). Ini menjadi salah satu sebab mengapa sidat sangat diminati oleh konsumen internasional, seperti Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan China (Affandi 2005; Haryono 2008 dan Bachtiar et al. 2013). Informasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (2012) menyebutkan bahwa permintaan ekspor sidat telah mencapai lebih dari 300.000 ton/tahun, sedangkan produksinya hanya 3.150 ton/tahun.

Hampir seluruh sidat yang diekspor berasal dari hasil pembesaran di kolam budidaya (Rovara et al. 2007). Ini dikarenakan konsumen internasional lebih menyukai sidat hasil budidaya dibandingkan dengan sidat hasil tangkapan alam. Menurut Sasongko et al.(2007), tekstur daging sidat hasil budidaya lebih lembut dan aman dari zat-zat kontaminan berbahaya yang terkandung di dalamnya. Permasalahannya, pembudidayaan sidat sangat terkendala oleh ketersediaan stok juvenil yang akan dibesarkan. Pasokan juvenil sidat dari alam, menurut Herianti (2005); Haryono (2008) dan Sutrisno (2008) sangat tidak menentu. Sementara pemijahan buatan untuk menghasilkan juvenil sidat masih sulit dilakukan oleh para ahli, karena siklus hidupnya yang unik (Haryono 2008). Sidat bersifat

catadromous migration, yaitu memijah di perairan laut dalam (Tesch 2003; Sasongko et al. 2007 dan Aoyama 2009).

Juvenil sidat yang paling laku dibeli oleh pembudidaya adalah glass eel dan

elver. Informasi yang didapatkan dari pengepul menyebutkan bahwa harga glass eel mencapai Rp 700.000 – Rp. 1.750.000 per kg, elver Rp 120.000–Rp 400.000 per kg, sedangkan ukuran di atas elver berkisar Rp 45.000 – 80.000 per kg. Harga juvenil ini tergolong sangat tinggi, sehingga menjadi komoditas perikanan yang cukup diminati pembudidaya dan sebagai mata pencaharian oleh beberapa nelayan.

(16)

lebih tinggi dibandingkan dengan glass eel ketika dibesarkan di dalam kolam air tawar.

Ukuran elver yang banyak ditangkap oleh nelayan untuk dibudidayakan berkisar antara 1 - 10 g/ekor. Habitatnya berada di sepanjang sungai di perairan selatan Pulau Jawa, seperti perairan Palabuhanratu dan perairan Cilacap (Sasongko et al 2007 dan Rovara 2010). Beberapa nelayan menangkapnya dengan bubu yang terbuat dari pipa PVC (polyvinil chloride), atau disebut bubu elver. Bagian depannya dilengkapi dengan pintu masuk berupa ijep yang terbuat dari anyaman bambu dan bagian belakangnya dilengkapi dengan kantong jaring PE

(polyethylene). Jenis alat tangkap ini sangat populer dan banyak dioperasikan oleh nelayan.

Bubu elver berbentuk silinder, terbuat dari pipa paralon – disebut sebagai bubu paralon -- dan digunakan untuk menangkap belut laut dan beberapa jenis ikan lindung lainnya (Martasuganda 2008). Kelebihannya, bubu elver dapat dirangkai dengan mudah dan cepat sebelum dioperasikan. Selain itu, kualitas hasil tangkapannya jauh lebih baik dibandingkan dengan jenis alat tangkap lainnya (Baskoro dan Effendi 2005). Adapun kelemahannya adalah jumlah hasil tangkapan bubu sedikit, beberapa elver yang terperangkap dalam kondisi terluka dan pengangkutan bubu dalam jumlah yang banyak sulit dilakukan. Oleh karena itu, konstruksi bubu elver sangat perlu didesain ulang untuk meningkatkan jumlah dan kualitas tangkapan serta memudahkan pengangkutan alat.

Pustaka yang membahas redesain bubu elver sangat sulit ditemukan. Satu jurnal penelitian yang didapat membahas rancang bangun bubu paralon untuk menangkap sidat di perairan Sulawesi Selatan dengan perlakuan berupa panjang bubu dan perbedaan jenis umpan (Soegiri et al.2009). Beberapa hasil riset yang didapatkan umumnya membahas sidat dan elver secara umum (Haryono 2008; Sugeha dan Suharti 2008; Aoyama 2009 dan Pipper et al. 2012). Namun demikian, seluruh publikasi ini dijadikan sebagai bahan masukan untuk membahas hasil penelitian ini.

Rumusan Masalah

Bubu elver merupakan hasil modifikasi dari bubu untuk menangkap belut dan sidat, yaitu bubu berbentuk silinder yang diberi pintu masuk berupa ijep dan diameternya diperkecil dari 13,5-17,5 cm menjadi 7,5-10 cm. Badan bubu terbuat dari potongan pipa paralon yang diberi pintu masuk dan lubang pengambilan hasil tangkapan.

Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa bubu elver memiliki 3 kelemahan utama, yaitu jumlah tangkapan sangat sedikit antara 1-3 elver/bubu,

(17)

1. Konstruksi penutup bagian belakang bubu; 2. Konstruksi pintu masuk bubu;

3. Penggunaan pintu dalam pada bubu; dan

4. Perancangan bubu spiral untuk mengefisienkan operasi penangkapan.

Penelitian difokuskan pada konstruksi bubu yang tepat untuk menangkap

elver. Sasaran tangkapan elver sengaja dipilih, karena komoditas ini memiliki ketahanan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan glass eel (Haryono 2008 dan Setianto 2012), sehingga pembudidaya sangat meminatinya. Selain itu, harga

elver cukup tinggi. Informasi yang didapat dari nelayan menyebutkan bahwa harga elver berkisar antara Rp. 120.000–Rp 400.000 per kg pada tahun 2013.

Tujuan

Penelitian bertujuan untuk:

1. Mendapatkan bentuk model bubu yang mudah dimasuki elver dan sekaligus tidak melukai tubuhnya; dan

2. Membuktikan bahwa bubu rancangan baru lebih baik dibandingkan dengan bubu nelayan untuk menangkap elver.

Manfaat

Tiga manfaat yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini, yaitu: 1. Rekomendasi kepada nelayan untuk menggunakan bubu yang lebih efektif dan

efisien untuk menangkap elver;

2. Perbaikan teknologi bubu untuk memanfaatkan sumberdaya elver;

3. Acuan dalam penyempurnaan bubu elver agar menjadi lebih produktif dan mendapat hasil tangkapan yang lebih berkualitas; dan

4. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan.

Kerangka Pemikiran

Bubu paralon merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap sidat dan belut. Seiring berjalannya waktu, bubu mengalami perubahan pada diameter pipa dan penambahan kantong. Sasaran tangkapnya juga berubah menjadi juvenil sidat berupa elver. Jenis bubu ini sangat disukai oleh nelayan. Namun demikian, hasil survei lapang menunjukkan bahwa jumlah tangkapan bubu masih sedikit. Elver yang tertangkap umumnya dalam kondisi terluka. Kelemahan lainnya, pengangkutan bubu dalam jumlah banyak sangat sulit dilakukan. Berdasarkan tiga alasan tersebut, maka penelitian redesain konstruksi bubu yang tepat untuk menangkap elver sangat perlu dilakukan.

Penelitian dilakukan dengan mengikuti prosedur design engineering

(18)

dapat dilakukan. Ketiganya akan dijadikan sebagai penelitian lanjutan. Lima prosedur pada penelitian ini disajikan dalam kerangka pemikiran pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema pendekatan masalah

Bubu elver mulai populer digunakan nelayan untuk menangkap elver

(19)

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Perbedaan konstruksi penutup bagian belakang bubu mempengaruhi respon elver untuk masuk ke dalam bubu.

2. Konstruksi pintu masuk bubu dari material jaring lebih mudah dilewati dan tidak melukai tubuh elver dibandingkan dengan pintu ijep dari anyaman bambu ;

3. Penggunaan pintu dalam pada bubu dapat meningkatkan jumlah elver yang terperangkap; dan

(20)

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penelitian terhadap bagian-bagian bubu, rancangan bubu elver paralon dan rancangan bubu elver spiral. Penelitian tahap pertama dilaksanakan antara bulan Juli-September 2013. Tahap kedua dan ketiga dilaksanakan antara bulan Oktober-Desember 2013. Seluruh penelitian berlangsung di Laboratorium Bahan dan Alat Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Seluruh penelitian menggunakan bahan yang sama, yaitu 350 juvenil sidat (elver) jenis Anguilla bicolor bicolor berukuran < 10 gr dan 1.554 l air tawar. Adapun peralatan utama yang digunakan berupa tangki percobaan berukuran 150×75 (Ø×t) (cm), satu bak pemeliharaan 120×60×60 (cm), dua akuarium perawatan (90×46×35 cm), circuit closed television (CCTV), kamera digital, timbangan digital, pHmeter, thermometer dan empat unit filter air. Alat dan bahan lain yang digunakan berdasarkan atas jenis pengujian dijelaskan sebagai berikut:

Uji konstruksi penutup bubu

Penelitian konstruksi penutup bubu menggunakan dua pipa PVC

berdiameter 7,5 cm dengan panjang masing-masing 50 cm. Ujung kedua pipa dibiarkan terbuka, sedangkan masing-masing ujung lainnya ditutup dengan jaring

polyethylene (PE) berukuran mata 0,5 mm dan dop pipa (Gambar 2). Pada pengujian ini digunakan 30 elver.

Uji konstruksi pintu masuk bubu

Uji konstruksi pintu masuk bubu menggunakan dua model mulut bubu, yaitu ijep bambu dan pintu masuk berbentuk kerucut terpancung dengan material pembentuk berupa jaring polyethylene (PE) berukuran mata 0,5 mm. Diameter kerucut bagian depan 7,5 cm, bagian belakang 2,5 cm dan panjangnya 10 cm.

Penelitian dimulai dengan membuat empat model bubu dari pipa PVC. Dua bubu dilengkapi pintu masuk dari material jaring dan dua bubu lainnya dengan

ijep (Gambar 3). Penutup model bubu disesuaikan dengan hasil penelitian pertama. Elver yang digunakan sebanyak100 ekor.

Gambar 2 Pipa PVC (a) tertutup jaring dan (b) tertutup rapat dengan dop PVC

(b)

(a)

50 cm 50 cm

(21)

Uji penggunaan pintu dalam

Penelitian menggunakan model bubu dari pipa PVC sebanyak empat unit. Masing-masing adalah dua model bubu dengan satu pintu dan dua model bubu dengan dua pintu. Rancangan pintu kedua diposisikan di dalam badan bubu. Ruang di bagian belakang pintu kedua difungsikan sebagai kantong penampung (Gambar 4). Penutup model bubu dan konstruksi pintu masuk didasarkan atas hasil penelitian pertama dan kedua. Pengujian menggunakan 80 elver.

Uji bubu elver

Bubu yang diuji adalah bubu nelayan, dua bubu modifikasi dan satu buah bubu spiral. Pengujian dilakukan di dalam bak percobaan. Elver yang digunakan sebanyak 60 ekor.

Metode Penelitian

Penelitian terbagi atas tiga tahap secara berurutan yang diawali dengan penelitian terhadap bagian-bagian bubu, perancangan bubu elver paralon modifikasi, dan perancangan bubu spiral. Tahap pertama dilakukan tiga uji secara berurutan, yaitu uji konstruksi bagian belakang model bubu, uji konstruksi pintu masuk dan penggunaan pintu dalam bubu. Tahap kedua adalah uji efektivitas rancangan bubu dengan material pipa paralon yang dibuat berdasarkan hasil dari uji tahap pertama. Adapun tahap akhir berupa pengujian efektivitas bubu spiral yang dibuat berdasarkan penelitian pada tahap kedua.

Seluruh tahapan penelitian menggunakan metode percobaan yang dilakukan di laboratorium pada kondisi yang terkontrol. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan sebab akibat yang ditimbulkan oleh perlakuan terhadap variabel respon atau variabel yang diperhatikan.

Tingkah laku elver selama proses pengujian diamati dan direkam dengan menggunakan CCTV. Metode perekamannya adalah ad libitum sampling atau pengamatan sesaat yang terkontrol. Menurut Martin dan Bateson (2010) penggunaan metode ini mengabaikan kendala sistematis pada subjek yang

(b)

(a)

Gambar 3 Model bubu dengan konstruksi pintu (a) ijep dan (b) jaring kerucut

(b)

(a)

50 cm 50 cm

7,5 cm

Gambar 4. Konstruksi model bubu (a) 1 pintu dan (b) 2 pintu

7,5 cm

(22)

direkam dan kapan waktunya. Metode ini hanya mencatat kejadian yang terlihat dan tampak relevan pada saat itu.

Beberapa perlakukan khusus dilakukan pada elver sebagai obyek penelitian. Ini dilakukan sebagai upaya untuk mengendalikan suatu ragam pada penelitian (Djunaedi 2000). Kegiatan yang dilakukan antara lain 1. elver dari tangkapan alam diaklimatisasi kemudian dipelihara dalam bak pemeliharaan sampai sehat dan aktif; 2. seleksi dilakukan untuk memisahkan elver yang sehat dan aktif sebelum dilakukan percobaan, sedangkan elver yang sakit atau tidak aktif dirawat dalam dalam bak karantina; dan 3. proses istirahat pada elver dilakukan sekitar 30

– 60 menit setiap selesai satu ulangan. Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada setiap penelitian disajikan pada uraian berikut.

Pengaruh penutupan bagian belakang model bubu

Penelitian ditujukan untuk mengetahui apakah penutupan mempengaruhi respon elver untuk masuk ke dalam bubu. Prosedur pengujiannya mengikuti langkah-langkah berikut:

1. Dua pipa diposisikan sejajar di dasar bak percobaan; 2. Sebanyak 30 ekor elver disebar ke dalam bak percobaan;

3. Pipa dibiarkan selama 20 menit dan pergerakan elver di sekitar lubang pipa diamati dengan kamera CCTV;

4. Jumlah elver yang masuk ke dalam setiap pipa dicatat; dan

5. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 20 kali dengan posisi pipa dipertukarkan.

Perbaikan konstruksi pintu masuk bubu

Penelitian ditujukan untuk mendapatkan konstruksi pintu masuk bubu yang mudah dimasuki oleh elver dan material pembentuknya tidak melukai tubuh elver. Urutan pengujiannya adalah:

1. Empat model bubu diletakkan di dasar bak percobaan dengan posisi pintu masuk saling berhadapan;

2. Sebanyak 100 elver dimasukkan ke dalam bak percobaan dan pergerakannya diamati dengan CCTV;

3. Bubu diangkat setelah direndam selama 20 menit;

4. Elver yang berada di dalam bubu dikeluarkan dan dihitung jumlahnya; dan 5. Kerja yang sama dilakukan sebanyak 20 kali ulangan dengan posisi bubu

yang berbeda.

Penggunaan pintu dalam

Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan pintu dalam pada bubu dapat mempengaruhi jumlah elver yang terperangkap. Tahapan pengujiannya adalah:

1. Empat bubu diletakkan saling berhadapan di dasar bak percobaan;

2. Sebanyak 80 ekor elver ditebar dan pergerakannya diamati dengan CCTV; 3. Model bubu diangkat setelah direndam selama 20 menit;

4. Jumlah elver yang terperangkap pada masing-masing bubu dihitung; dan 5. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 20 kali dengan posisi setiap model

(23)

Uji rancangan bubu elver

Penelitian rancangan bubu dilakukan untuk membuktikan apakah bubu yang dibuat dapat direspon dengan baik oleh elver. Bubu diharapkan dapat mudah dimasuki oleh elver, tidak melukai tubuhnya dan elver yang terperangkap sulit untuk meloloskan diri. Konstruksi bubu dirancang berdasarkan hasil ketiga uji pada tahap pertama.

Perancangan bubu baru merupakan tahap penelitian kedua dan ketiga. Kegiatan pada tahap kedua berupa perancangan bubu elver paralon dan pengujian efektivitas. Hasil pengujian dibandingkan dengan bubu nelayan. Tahap terakhir berupa perancangan bubu spiral. Konstruksinya dibuat berdasarkan hasil terbaik yang didapatkan dari hasil ujicoba rancangan pada tahap kedua. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :

1. Satu bubu standar atau bubu nelayan dan dua bubu baru diletakkan berhadapan di dalam bak pengamatan, sehingga pada bagian tengah bak terdapat pertemuan mulut dari ketiga bubu tersebut (Gambar 5);

2. Sebanyak 60 elver diletakkan pada bagian tengah bak;

3. Elver dibiarkan bergerak dan masuk ke dalam bubu yang dipilihnya; 4. Pola pergerakan elver memasuki bubu diamati;

5. Uji dilakukan sebanyak 20 kali untuk uji tahap kedua dan 25 kali ulangan pada tahap ketiga dengan beberapa kali pengacakan posisi bubu; dan

6. Jumlah elver yang masuk pada masing-masing bubu pada setiap ulangan dicatat. Selanjutnya data tersebut diolah untuk menentukan bubu yang paling efektif.

Gambar 5 Ilustrasi susunan bubu di dasar bak percobaan

Analisis Data

Dua macam analisis data dilakukan pada penelitian ini, yaitu deskriptif komparatif dan statistik. Analisis deskriptif komparatif dilakukan terhadap hasil pengujian konstruksi penutup bubu, konstruksi pintu masuk bubu dan penggunaan pintu dalam pada bubu. Uji statistik rancangan acak lengkap (RAL) digunakan pada hasil pengujian rancangan baru konstruksi bubu.

Bubu nelayan

Rancangan bubu 2

(24)

Pengujian diawali dengan melakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan pada dua sampel bebas. Uji ANOVA RAL menggunakan program SAS 9.1.3 portable (Mattjik dan Sumertajaya 2000). Fungsinya untuk membandingkan jumlah elver yang terperangkap pada masing-masing perlakuan. Analisis data yang digunakan untuk setiap pengujian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Analisis data

No. Materi pengujian Analisa

1. Penentuan konstruksi penutup bubu Deskriptif komparatif 2. Penentuan konstruksi mulut bubu Deskriptif komparatif 3. Pengaruh penggunaan dua pintu Deskriptif komparatif 4. Uji efektivitas rancangan bubu elver paralon ANOVA (RAL) 5. Uji efektivitas rancangan bubu elver spiral ANOVA (RAL)

Rancangan acak lengkap satu faktor (RAL)

Rancangan acak lengkap (RAL) digunakan untuk membandingkan efektivitas perangkap hasil rancangan dengan bubu paralon yang digunakan nelayan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000), perhitungan RAL satu faktor dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2 Perlakuan dan ulangan

Ulangan (r) Perlakuan (t) Total ulangan Asumsi yang dibutuhkan untuk analisis ini adalah : 1. Aditif, homogen, bebas dan normal;

(25)

Adapun hipotesis yang diuji melalui analisis ini adalah:

Tabel 3 Sidik ragam ANOVA

Sumber

Apabila data tidak menyebar normal, maka digunakan.uji statistik non parametrik

Kruskal-Wallis Rumus persamaannya menurut Mehotcheva (2008) dan Asep (2009) adalah sebagai berikut:

Keterangan :

k : Banyaknya sampel;

nj : Banyaknya perlakuan dalam sampel ke-j; N = nj : Banyaknya kasus dalam semua sampel; dan

(26)

Selanjutnya, apabila kesimpulan yang diperoleh menunjukkan hasil tangkapan pada setiap perlakuan berbeda nyata (FhitFtab; gagal tolak Ho) maka digunakan uji lanjut (Duncan Multiple Range Test). Ini dilakukan untuk melihat perlakuan mana yang paling berpengaruh terhadap hasil pengujian. Model persamaannya menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) adalah sebagai berikut:

Rp = ra;p;dbg S , dimana S

Keterangan :

ra;p;dbg : Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α;

p : Jarak peringkat dua perlakuan; dan

dbg : Derajat bebas galat

KTG : Kuadrat tengah galat

r : Jumlah perlakuan

Seluruh kegiatan penelitian dilakukan di laboratorium dalam kondisi terkontrol. Ini dimaksudkan agar pengaruh lingkungan menjadi sekecil mungkin. Adapun asumsi yang digunakan pada seluruh penelitian ini yaitu :

1. Waktu penelitian pada siang dan malami hari tidak berpengaruh terhadap respon elver untuk memasuki bubu; dan

(27)

Juvenil sidat merupakan sidat kecil dengan umur, bentuk, dan ukuran yang belum dewasa. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 19 Tahun 2012 menetapkan bahwa panjang maksimal juvenil sidat 35 cm dengan diameter 2,5 cm (Anonim 2012). Saat ini, juvenil sidat yang disukai pembudidaya memiliki berat < 10 g/ekor dengan panjang tubuh antara 10-15 cm. Juvenil sidat pada ukuran ini biasa disebut sebagai elver yang sudah beradaptasi dengan air tawar. Menurut Tecsh (2003); Sasongko et al. (2007); Suitha dan Suhaeri (2008) dan Aoyama (2009), elver merupakan siklus hidup sidat yang sudah melewati stadia

leptochephalus, dan glass eel. Stadia berikutnya adalah yellow eel dan silver eel

atau sidat dewasa.

Elver banyak ditangkap di perairan sungai yang berhubungan dengan laut dalam, seperti Palabuhanratu dan Cilacap. Gambar 6 menjelaskan elver yang tertangkap oleh nelayan Cilacap beserta alat tangkapnya.

Gambar 6 Elver dan bubu elver milik nelayan Cilacap

Konstruksi Bubu Elver

Jenis alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan untuk menangkap

elver adalah bubu yang terbuat dari pipa paralon, atau biasa disebut sebagai bubu

elver. Konstruksinya berbentuk silinder. Badan bubu terbuat dari material pipa paralon (PVC), sedangkan kantongnya dibentuk oleh jaring polyethilene (PE). Pipa yang digunakan berdiameter 7,5 cm dengan panjang 30 cm. Bubu dilengkapi dengan pintu masuk ijep dari anyaman bambu yang dipasang pada bagian depan. Material penutup bagian belakang bubu cukup beragam, yaitu mulai dari tempurung kelapa, dop pipa paralon dan jaring. Ilustrasi konstruksi bubu elver

(28)

Tabel. 4. Spesifikasi bubu elver

No. Bagian bubu Keterangan

1. Badan Material dari Pipa PVC Ø 7,5 cm; panjang 30 cm 2. Pintu masuk Ijep dari anyaman bambu, Ø 7,5 cm; panjang 10 cm 3. Kantong Jaring PE, ukuran mata 0,5 mm; panjang 20 cm 4. Tali kantong PE Ø 0,2 mm

Konstruksi bubu elver dibuat oleh nelayan dengan meniru dari nelayan lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa bagian bubu perlu diteliti. Tiga bagian bubu yang diteliti adalah 1) material penutup bagian belakang bubu, 2) konstruksi pintu masuk dan 3) penggunaan pintu dalam pada bubu.

Pengaruh material penutup bagian belakang bubu

Penutup bubu pada umumnya difungsikan sebagai lubang pengambilan hasil tangkapan. Martasuganda (2008) menginformasikan bahwa bagian belakang bubu juga terkadang dijadikan sebagai pintu masuk. Adapun Soegiri et al. (2009) menggunakan dop pipa paralon sebagai penutup bagian belakang bubu.

Hasil pengamatan terhadap dua bubu -- dengan penutup jaring dan dop -- menunjukkan bahwa kedua model bubu tersebut tetap dimasuki oleh elver. Hal ini dikarenakan lubang pipa pada model bubu menarik perhatian elver untuk dijadikan tempat berlindung. Bentuk tubuhnya yang bulat memanjang memudahkan baginya untuk masuk ke dalam bubu. Ini diperkuat oleh pendapat Sasongko et al. 2007 ; Haryono 2008 dan Setianto 2012 yang menjelaskan bahwa tingkah laku elver selalu mencari lubang sebagai tempat berlindung, seperti terowongan, celah antar potongan tanaman, bebatuan dan akar tanaman.

Jumlah elver yang masuk ke dalam dua model bubu ditunjukkan pada Gambar 8 dan Lampiran 3. Model bubu dengan bagian belakang tertutup jaring dimasuki oleh 247 elver atau 2,71 kali lebih banyak dibandingkan dengan bubu yang tertutup rapat dengan dop pipa paralon sebanyak 91 elver.

7,5 cm

30 cm 20 cm

Ijep

PEMS 0,5 mm

Kantong umpan

(29)

.

Bubu dengan penutup jaring dapat dimasuki oleh elver hingga 21 ekor/ulangan, sedangkan model bubu tertutup rapat hanya 10 elver/ulangan. Ini menunjukkan bahwa elver lebih menyukai model bubu yang tidak tertutup rapat sebagai tempat berlindung.

Jumlah elver yang lebih banyak masuk ke dalam model bubu bertutup jaring berkaitan erat dengan adanya aliran air yang melalui pipa bubu. Ini diduga berhubungan dengan tingkah laku migrasinya di sungai. Elver berenang melawan aliran air menuju hulu sungai yang menjadi tempat pembesarannya. Lucas dan Baras (2001) diacu dalam Fahmi (2010) menjelaskan bahwa migrasi atau ruaya merupakan sebuah proses pergerakan spesies pada stadia tertentu dalam jumlah banyak ke suatu wilayah untuk hidup, tumbuh dan berkembangbiak. Tesch (2003) Silvergrip (2009) dan Krismono (2013) menyatakan bahwa sidat merupakan ikan peruaya dengan sifat migrasi secara catadromous, yaitu ikan yang beruaya dari air tawar menuju air laut untuk melakukan pemijahan. Fahmi (2010) menambahkan bahwa tiga habitat yang menjadi tempat tujuan migrasi adalah tempat reproduksi, tempat makan dan tempat untuk berlindung dari serangan predator. Selanjutnya dijelaskan bahwa ketiga habitat ini merupakan tujuan dari migrasi sidat pada tiap stadia perkembangan dalam hidupnya. Ilustrasi siklus hidup dan migrasinya dapat dilihat pada Gambar 9.

(30)

Gambar 9 Siklus hidup dan migrasi sidat

Gambar 9 menjelaskan bahwa sidat melakukan ruaya selama siklus hidupnya. Tiga tahap ruaya sidat adalah pada saat 1. juvenil, 2. proses pertumbuhan dan 3. dewasa atau matang gonad. Pada saat juvenil, sidat akan beruaya dari laut menuju air tawar dan dalam proses pertumbuhannya sidat selalu beruaya mencari daerah pembesaran yang sesuai. Setianto (2012) dan Krismono (2013) menyatakan bahwa sidat akan menempati daerah pembesaran yang sesuai, seperti genangan, bendungan, atau waduk sampai dewasa. Setelah matang gonad, sidat akan beruaya kembali ke laut untuk melakukan pemijahan. Sugeha dan Suharti (2008); Sugeha (2008) dan Yosinaga et al.(2014) menginformasikan bahwa juvenil sidat yang beruaya dari air laut menuju muara sungai berada pada stadia glass eel. Adapun elver bermigrasi dari muara menuju ke hulu sungai dalam upaya mencari daerah pembesaran (Sivergrip 2009 dan Krismono 2013). Selama proses migrasi ini, elver akan selalu mencari aliran air untuk menemukan daerah pembesaran yang sesuai. Hal ini juga diperkuat oleh Tesch (2003) dan Aoyama (2009) yang menjelaskan bahwa elver bermigrasi secara anadromous, yaitu ruaya dari daerah pemijahan ke daerah pembesaran dengan pergerakan melawan arus menuju ke arah hulu dalam kawanan multi spesies.

Sidat yang beruaya secara anadromous menunjukkan perilaku hiperaktif yang tinggi, sehingga bersifat reotropis atau ruaya melawan arus (Setianto 2012). Selanjutnya dijelaskan bahwa juvenil sidat juga bersifat haphobi (menghindari massa air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan pergerakan melawan arus ke arah datangnya air tawar. Tingkah laku inilah yang menyebabkan elver lebih tertarik berlindung pada benda-benda di sekitarnya yang masih dilalui aliran air. Ketertarikan elver terhadap aliran air juga diperkuat oleh Deelder (1986) diacu dalam Sriyati (1998) dan Pipper et al. (2012) yang menyatakan bahwa elver

mempunyai kemampuan untuk mencium air tawar ketika melakukan ruaya.

Elver selalu berlindung pada lubang atau benda-benda yang berada di sekitarnya selama melakukan ruaya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan diri dari ancaman hewan predator. Elver merasa aman jika mendiami suatu lubang yang ada aliran airnya, seperti bebatuan dan akar tanaman (Sasongko et al. 2007). Lubang yang gelap tanpa aliran air biasanya digunakan sebagai tempat persembunyian hewan predator, seperti gabus, lele, belut dan kepiting. Ini diperkuat oleh pendapat Haryono (2008) dan Setianto (2012) yang menjelaskan bahwa elver selalu mencari lubang, terowongan, potongan-potongan

CATADROMY

Most feeding and growth in frsh water

Early feeding and growth in sea

Adult return migration to the sea

Reproduction Juvenil migration to fresh water

Sea

(31)

tanaman, atau bebatuan sebagai perlindungan dari predator ketika melakukan migrasi menuju daerah pembesaran.

Perbaikan konstruksi pintu masuk bubu elver

1. Konstruksi pintu masuk ijep pada bubu elver

Bubu elver yang digunakan oleh nelayan umumnya menggunakan ijep pada pintu masuknya. Soegiri et al. (2009); Putra et al. (2013) dan Purwanto et al. (2013) menginformasikan bahwa ijep merupakan istilah untuk pintu masuk pada bubu. Nelayan Cilacap menyebut ijep sebagai pintu masuk bubu yang terbuat dari anyaman bambu.

Ijep dirancang berbentuk corong atau kerucut. Deretan anyaman lidi bambu masih disisakan pada bagian belakangnya. Fungsinya untuk mencegah ikan yang terperangkap agar tidak dapat meloloskan diri dari lubang masuk yang sama. Ikan yang mencoba meloloskan diri akan menabrak lidi ijep sebelum menemukan lubang pintu masuk. Pada akhirnya, ikan akan menghindari ijep dan masuk kembali ke bagian dalam bubu.

Perkembangan penggunaan ijep telah lama diaplikasikan pada berbagi jenis bubu, salah satunya pada bubu elver. Umumnya, ijep digunakan pada bubu untuk memerangkap target tangkapan ikan konsumsi atau ikan dewasa. Ikan dewasa mempunyai ketahanan tubuh yang baik, sehingga penggunaan ijep tidak terlalu beresiko terhadap kualitas hasil tangkapan. Perkembangan selanjutnya penggunaan ijep juga diaplikasikan pada bubu dalam penangkapan juvenil ikan untuk tujuan budidaya, padahal juvenil mempunyai daya tahan tubuh yang sangat rendah. Penggunaan ijep dapat melukai juvenil. Ini sekaligus akan menurunkan kualitas juvenil. Oleh karena itu, tingkat keamanan penggunaan ijep pada penangkapan juvenil sangat perlu untuk diteliti.

Berdasarkan hasil pengamatan laboratorium didapatkan bahwa konstruksi

ijep pada bubu elver tersusun atas 80-84 lidi bambu berdiameter 2 mm. Panjangnya berkisar antara 10-14 cm, lebar celah antar lidi sangat rapat dan anyamannya sangat kuat. Bagian dalamnya terdapat lidi sisa anyaman dengan panjang berkisar antara 2–3 cm (Gambar 10).

Gambar 10 Ijep pada bubu elver : 1. Tampak depan 2. Tampak samping

Lidi sisa anyaman

(32)

Konstruksi ijep pada Gambar 10 diduga cukup berpengaruh terhadap respon

elver untuk memasuki bubu. Hal ini dikarenakan anyaman lidi bambu cukup rapat, sehingga bukaan celah mulut bagian dalam semakin menyempit. Ini akan menyulitkan elver untuk melewatinya. Elver yang akan masuk ke dalam bubu harus menerobos pintu ijep yang rapat. Beberapa elver yang tidak mampu melewati celah masuk ijep akan meninggalkan ijep dan berpindah ke tempat lain.

Pintu ijep sebenarnya dirancang agar mudah dilewati elver untuk masuk ke dalam bubu dan sulit untuk keluar membebaskan diri. Pada kenyataannya, pintu

ijep sangat sulit dilewati oleh elver, baik untuk masuk maupun ke luar bubu. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan penurunan produktivitas bubu. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mengganti pintu ijep dengan konstruksi pintu yang terbuat dari material jaring.

2. Konstruksi pintu masuk jaring

Penggunaan konstruksi pintu masuk yang terbuat dari jaring sudah banyak diaplikasikan pada berbagai jenis perangkap, seperti bubu lipat (Hutubessy dan Mosse 2007; Puspito 2009; Komarudin 2012) dan fyke net (Tecsh 2003 dan Pratomo et al. 2013). Fungsinya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil tangkapan. Pintu bubu bermaterial jaring mudah dilipat, sehingga penataan dan pemasangannya pada mulut bubu menjadi lebih mudah. Soegiri et al. (2009) menggunakan konstruksi pintu masuk jaring pada bubu paralon untuk menangkap sidat di perairan Sulawesi Selatan. Kontruksinya berbentuk corong dengan bagian dalamnya menggunakan jaring melambai. Tujuannya agar sidat mudah masuk dan sulit untuk keluar. Konstruksi pintu masuk seperti ini belum digunakan pada bubu elver.

Hasil ujicoba pendahuluan di laboratorium menunjukkan bahwa elver

mengalami kesulitan ketika melewati pintu masuk yang sempit dan berpenghalang. Oleh karena itu, konstruksi pintu masuk dirancang berbentuk kerucut terpancung. Kedua lubangnya terbuka sempurna. Rancangan konstruksi pintu masuk bermaterial jaring disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Hasil rancangan pintu dari material jaring 1. Pola potong jaring sebelum dijahit 2. Pintu masuk jaring berbentuk kerucut

(33)

Pintu masuk dirancang berbentuk kerucut terpancung. Dimensinya adalah panjang 10 cm dan diameter pintu masuk bagian depan 7,5 cm. Adapun diameter celah bagian belakang 2,5 cm, atau disesuaikan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 19 tahun 2012. Regulasi tersebut menetapkan bahwa kriteria juvenil sidat adalah panjang maksimal 30 cm atau diameter 2,5 cm. Dengan demikian, bukaan celah masuk sebaiknya tidak melebihi 2,5 cm untuk menghindari tertangkapnya sidat dewasa dan organisma predator.

3. Pengujian pintu masuk

Berdasarkan hasil pengamatan langsung, elver selalu mendekati kedua jenis pintu masuk dan mencoba untuk melewatinya. Ini dapat difahami karena elver

merupakan ikan lindung. Selama beruaya, elver selalu mencari benda-benda di sekitarnya sebagai tempat berlindung (Sasongko et al. 2007; Haryono 2008 dan Setianto 2012). Namun demikian, jumlah elver yang mencoba memasuki pintu masuk ijep lebih banyak dibandingkan dengan jaring. Ini diduga berkaitan dengan pintu material jaring memberikan efek lebih terang dibandingkan dengan pintu

ijep.

Hal yang menarik adalah jumlah elver yang mencoba memasuki ijep tidak sebanding dengan jumlah elver yang terperangkap. Elver selalu mengalami kesulitan ketika menerobos celah ijep untuk masuk ke dalam bubu. Selanjutnya,

elver berpindah ke bubu berpintu jaring dan langsung masuk ke dalamnya dengan mudah. Ini dibuktikan dengan jumlah hasil tangkapan bubu berpintu jaring sebanyak 1184 elver atau 90,87% dari jumlah total tangkapan, atau lebih banyak dibandingkan dengan bubu berpintu ijep 119 elver (9,13%). Komposisi jumlah

(34)

Gambar 12 menunjukkan bahwa elver jauh lebih banyak masuk ke dalam bubu berpintu jaring dibandingkan dengan pintu ijep. Hal yang menarik adalah bubu berpintu ijep sama sekali tidak dimasuki oleh elver pada ulangan ke-19.

Elver sulit melewati celah pintu ijep yang sangat sempit. Beberapa elver bahkan terjepit pada celah pintu ijep. Hampir semua elver yang berhasil masuk ke dalam bubu dalam kondisi terluka akibat terjepit dan tergores oleh ujung lidi yang tajam. Hal ini yang selalu dikeluhkan oleh nelayan. Elver yang terluka memiliki nilai jual yang rendah dan sulit dijual karena cepat mati (Gambar 13). Informasi dari pengepul juvenil sidat menyebutkan bahwa elver berkualitas rendah memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mati ketika dibudidayakan. Setianto (2012) menginformasikan bahwa tingkat kematian elver ketika dibudidayakan berkisar antara 45-63%.

Penggantian pintu masuk ijep pada bubu elver sangat diperlukan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas elver yang tertangkap. Hasil pengujian selama 5 hari menunjukkan bahwa elver yang terluka dan kemudian mati setelah melewati pintu ijep sebanyak 148 ekor atau 67,27% dari 220 elver yang terperangkap. Adapun elver yang mati setelah melalui pintu jaring hanya 7 ekor atau 5,38 %. Dengan demikian, perbaikan pintu masuk bubu elver mengunakan jaring berbentuk kerucut terpancung sangat tepat. Konstruksi pintu masuk ini sangat mudah dilalui dan tidak melukai tubuh elver.

Pengaruh pintu dalam pada bubu elver

Penggunaan pintu dalam pada beberapa perangkap telah banyak diaplikasikan sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Konsep penggunaan perangkap dengan pintu lebih dari satu ini dapat ditemukan pada bubu bambu (Purwanto et al 2013), fyke net, bag stretch net dan pound net

(Tecsh 2003). Ruang terakhir dijadikan sebagai tempat penampungan ikan yang terjebak. Pada bubu elver, pemakaian pintu ini belum pernah dicoba. Padahal, penggunaannya pada bubu elver perlu diujicoba dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan.

Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa model bubu dengan pintu dalam (selanjutnya disebut bubu dua pintu) dapat memerangkap lebih banyak

1. 2.

Gambar 13 Kondisi elver dalam bak karantina setelah melalui pintu ijep

(35)

elver dibandingkan dengan bubu satu pintu. Bubu dua pintu dapat memerangkap

elver sebanyak 663 elver atau 33,15 elver/ulangan. Adapun bubu satu pintu sejumlah 289 elver atau 14,25 elver/ulangan. Jumlah total elver yang terperangkap pada pengujian ini disajikan pada Gambar 14, adapun data secara lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 14 Jumlah elver yang terperangkap pada model bubu satu pintu dan dua pintu

Data pada Gambar 14 menginformasikan bahwa model bubu dua pintu dapat memerangkap elver hingga 48 ekor dalam satu kali ulangan. Sementara model bubu satu pintu hanya menangkap antara 6-25 ekor per ulangan. Hal ini sangat berhubungan dengan jumlah ruang yang terbentuk di dalam model bubu. Penggunaan dua pintu menyebabkan bubu memiliki dua ruang terpisah. Masing-masing ruang berada di belakang pintu masuk dan pintu kedua. Ruang yang berada di belakang pintu kedua berubah fungsi menjadi semacam kantong penampung (Gambar 15).

Gambar 15 Ruang yang terbentuk pada bubu dua pintu

(36)

Elver yang terperangkap oleh model bubu satu pintu akan berenang bolak-balik di dalam bubu. Selanjutnya, elver bergerombol atau terkonsentrasi di belakang pintu masuk. Hal ini menyebabkan beberapa elver menutupi pintu masuk. Akibatnya, elver lain yang berada di luar model bubu mengalami kesulitan untuk melewati pintu masuk. Ini berbeda dengan hasil uji model bubu dua pintu. Elver yang telah melewati pintu masuk akan langsung melewati pintu kedua. Elver kemudian masuk ke dalam ruang kedua, terkonsentrasi di dalamnya dan bergerombol di belakang pintu kedua. Ini menyebabkan ruang pertama di belakang pintu masuk menjadi kosong. Kekosongan ruangan ini membuat elver

lebih mudah untuk masuk ke dalam bubu. Konstruski bubu dua pintu juga menyebabkan elver yang masuk ke dalam model bubu akan terperangkap dalam dua ruang yang berbeda, yaitu ruang satu dan ruang dua. Jumlah elver yang terperangkap menjadi lebih banyak dibandingkan dengan elver yang terperangkap pada model bubu yang hanya memiliki satu pintu.

.

Gambar 16 Elver bergerombol di mulut masuk model bubu

Penambahan pintu pada bubu model bubu ini ternyata berpengaruh terhadap peningkatan jumlah elver yang terperangkap oleh bubu. Hasil ini memiliki kemiripan dengan informasi Tupamahu et al. (2013) yang menyatakan bahwa desain dan jumlah pintu masuk bubu yang berbeda mempengaruhi hasil tangkapannya. Purwanti (2009) juga menambahkan bahwa penggunaan bubu dua pintu mendapatkan jumlah hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan satu pintu.

Hasil Rancangan Bubu elver Paralon

Desain bubu

Konstruksi bubu dirancang berdasarkan atas hasil penelitian terhadap bagian-bagian bubu. Konstruksi model bubu yang lebih mudah dan banyak dimasuki elver memiliki pintu masuk yang terbuat dari jaring, bagian belakang model bubu tidak tertutup rapat dan bubu dilengkapi dengan pintu dalam. Dua konstruksi bubu yang dirancang berdasarkan ketiga spesifikasi tersebut adalah bubu nelayan dengan pintu masuk terbuat dari jaring atau bubu modifikasi 1 dan bubu dua pintu (bubu modifikasi 2).

Pipa paralon

(37)

1. Bubu modifikasi 1

Bubu modifikasi 1 memiliki ukuran yang sama dengan bubu standar milik nelayan. Bahan yang digunakan adalah pipa paralon PVC dan jaring PE. Perbaikan yang dilakukan berupa penggantian pintu ijep dengan pintu yang terbuat dari material jaring polyethylene (PE) dengan ukuran mata 0,5 mm. Pintu berbentuk kerucut terpancung dengan panjang 10 cm. Lubang bagian depan berdiameter 7,5 cm dan bagian belakang 2,5 cm. Ilustrasi konstruksi dan dimensi bubu modifikasi 1 disajikan pada Gambar 17. Adapun spesifikasinya dijelaskan pada Tabel 5.

Gambar 17 Konstruksi bubu modifikasi 1 Tabel 5 Spesifikasi bubu modifikasi 1

No. Bagian bubu Keterangan

1. Badan Pipa PVC Ø 7,5 cm; panjang 30 cm

2. Pintu masuk Jaring PE; ukuran mata 0,5 mm; bentuk kerucut terpancung, Ø bagian depan 7,5 cm; Ø bagian belakang 2,5 cm; panjang 10 cm

3. Kantong Jaring PE, ukuran mata 0,5 mm; panjang 20 cm 4. Tali kantong PE Ø2 mm

2. Bubu Modifikasi 2

Material utama bubu modifikasi 2 masih menggunakan bahan pipa PVC Perbaikan terdapat pada penggantian kantong jaring dengan pipa paralon, sehingga panjang total pipa paralon menjadi 50 cm. Pintu masuk menggunakan material jaring dan bubu dilengkapi dengan pintu dalam. Pintu kedua diletakkan menghadap arah yang sama dengan pintu mask dengan jarak 30 cm. Konstruksi bubu modifikasi 2 ditunjukkan pada Gambar 17. Adapun spesifikasinya ditunjukkan pada Tabel 6.

30 cm

Pintu masuk PE MS 0,5 mm PVC Ø 7,5 cm

(38)

Gambar 18 Konstruksi bubu modifikasi 2 Tabel 6 Spesifikasi bubu modifikasi 2

No. Bagian bubu Keterangan

1. Badan Material dari pipa PVC Ø 7,5 cm; panjang 50 cm 2. Pintu masuk Jaring PE; ukuran mata 0,5 mm; bentuk kerucut

terpancung, Ø bagian depan 7,5 cm; Ø bagian belakang 2,5 cm; panjang 10 cm

3. Pintu kedua Jaring PE ukuran mata 0,5 mm; bentuk kerucut terpancung, Ø bagian depan 7,5 cm; Ø bagian belakang 2,5 cm; panjang 10 cm

4. Belakang bubu Jaring PE; ukuran mata 0,5 mm

Efektivitas bubu elver paralon

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah elver yang terperangkap oleh masing-masing bubu berbeda secara nyata pada taraf kepercayaan 95%. Uji GLM Procedure juga menunjukkan bahwa kolom asymp. Sig (2-tailed)/asymptotic significance adalah 0,0001. Nilai ini menunjukkan probabilitas atau peluangnya kurang dari 0,05, sehingga Ho ditolak. Ini berarti bahwa jumlah elver yang terperangkap oleh ketiga bubu berbeda secara nyata (Mattjik dan Sumertajaya 2000).

Bubu modifikasi 2 lebih banyak memerangkap elver dibandingkan dengan bubu modifikasi 1 dan bubu nelayan, yaitu 355 ekor, atau 62% dari total elver

yang terperangkap). Jumlah rata-rata elver yang terperangkap pada setiap ulangan mencapai 14,2 ekor, diikuti oleh bubu modifikasi 1 sebanyak 159 ekor (28%). Adapun elver terperangkap paling sedikit pada bubu nelayan, yaitu 58 ekor (10%). Komposisi jumlah elver yang terperangkap pada uji efektivitas bubu elver

disajikan pada Gambar 19.

Jaring PE MS 0,5 mm

30 cm 20 cm

(39)

Bubu modifikasi 2 dapat memerangkap elver terbanyak. Jumlah tangkapan terbanyak untuk satu kali ulangan pada bubu ini adalah 22 ekor. Jumlah ini jauh melebihi jumlah elver yang terperangkap oleh bubu nelayan yang hanya berjumlah 8 ekor. Hal ini dikarenakan bubu modifikasi 2 dilengkapi dengan dua pintu. Peletakan pintu dalam ternyata memperbesar peluang elver masuk ke dalam bubu dan tidak dapat keluar kembali. Sebagian besar elver terkonsentrasi di dalam ruang kedua. Elver yang sudah masuk ke dalam ruang kedua tidak lagi menutupi pintu masuk sehingga ruang satu menjadi kosong. Ruang kosong ini selanjutnya akan dimasuki oleh elver lain.

Elver sangat mudah masuk ke dalam bubu modifikasi 1 dan 2 karena celah masuknya berupa jaring yang lebih elastis dan tidak terlalu rapat dibandingkan dengan pintu ijep pada bubu nelayan. Pintu ini memudahkan elver untuk berenang melewati pintu masuk tanpa harus menerobosnya. Hal ini dapat dilihat pada bubu modifikasi 1. Penggantian pintu ijep dengan jaring dapat meningkatkan jumlah

(40)

elver yang terperangkap menjadi 2,74 kali lipat dibandingkan dengan bubu nelayan. Penggunaan pintu jaring juga dapat meningkatkan kualitas elver yang tertangkap, karena material jaring tidak melukai tubuh elver.

Bubu modifikasi 1 dan 2 memiliki dimensi panjang yang sama. Namun demikian, jumlah elver yang terperangkap oleh keduanya jauh berbeda, yaitu 159 ekor dan 355 ekor. Penyebab utamanya adalah pada jumlah pintu yang berbeda (Tupamahu et al 2013 dan Purwanti 2009). Selain itu, bagian belakang bubu modifikasi 1 yang berbentuk kerucut menyebabkan volume ruang lebih kecil dibandingkan dengan bubu modifikasi 2. Ini menyebabkan daya tampungnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan bubu modifikasi 2. Miller (1990) diacu dalam

Komarudin (2012) menyatakan bahwa volume bubu yang semakin besar akan meningkatkan jumlah tangkapan.

Rancangan Bubu Spiral

Desain bubu spiral

Bubu spiral dirancang berdasarkan pengembangan dari hasil pengujian efektivitas bubu paralon. Hasilnya menunjukkan bahwa bubu dua pintu lebih efektif memerangkap elver dibandingkan dengan bubu paralon lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka bubu spiral dirancang mempunyai dimensi yang sama dengan bubu elver paralon dua pintu. Perbedaannya terdapat pada kerangkanya yang terbuat dari kawat dan selimut pembungkusnya yang terbuat dari kain berwarna hitam. Kontruksi bubu spiral disajikan pada Gambar 20 dan 21. Adapun spesifikasinya disajikan pada Tabel 7.

Gambar 20 Kerangka bubu spiral tanpa selimut

30 cm 20 cm

7,5 cm

Kantong Kerangka Pintu dalam

(41)

Gambar 21 Bubu elver spiral

1.Bubu dalam kondisi terbuka 2.Bubu dalam kondisi dilipat Tabel 7 Spesifikasi bubu elver spiral

No Bagian bubu Keterangan

1. Kerangka Kawat besi Ø 2 mm; panjang kawat 4,5 m yang dibentuk spiral Ø 7,5 cm

2. Pintu masuk Jaring PE; ukuran mata 0,5 mm; bentuk kerucut terpancung, Ø bagian depan 7,5 cm; Ø bagian belakang 2,5 cm; panjang 10 cm

3. Pintu dalam Jaring PE; ukuran mata 0,5 mm; bentuk kerucut terpancung, Ø bagian depan 7,5 cm; Ø bagian belakang 2,5 cm; panjang 10 cm

4. Kantong Jaring PE; ukuran mata 0,5 mm; panjang 10 cm 5. Selimut rangka Kain tetoron PE; warna hitam

Efektivitas bubu spiral

Hasil pengujian bubu di dalam tangki dengan 20 ulangan mendapatkan bubu spiral lebih banyak memerangkap elver dibandingkan dengan bubu dua pintu dan bubu nelayan, yaitu masing-masing 286 ekor, 165 ekor dan 43 ekor. Hasil uji

GLM Procedure menunjukkan bahwa kolom asymp. Sig (2-tailed)/asymptotic significance adalah 0,0001. Ini berarti probabilitas atau peluangnya kurang dari 0,05, sehingga Ho ditolak. Hal tersebut menjelaskan bahwa jumlah elver yang terperangkap oleh ketiga bubu berbeda nyata (Mattjik dan Sumertajaya 2000).

(42)

Gambar 22 Jumlah elver yang terperangkap oleh ketiga bubu pada pengujian efektivitas bubu elver spiral .

Bubu nelayan mendapatkan hasil tangkapan paling sedikit pada setiap perlakuan. Gambar 22 menjelaskan bahwa bubu nelayan hanya dapat memerangkap 0-8 elver dengan rata-rata 2,15 elver /ulangan. Jumlah ini 3,84 kali lebih sedikit dibandingkan dengan bubu dua pintu. Jumlah tangkapan yang sedikit ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu 1. elver lebih sulit untuk masuk pintu ijep konstruksi ruang yang sama, tetapi jumlah tangkapannya cukup berbeda. Elver

lebih tertarik untuk masuk ke dalam bubu spiral disebabkan oleh perbedaan konstruksi pada kedua bubu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Irhamsyah (2012) yang menginformasikan bahwa perbedaan hasil tangkapan dipengaruhi oleh perbedaan konstruksi dan sifat dari bubu. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh Putra et al. (2013) yang menyatakan bahwa perbedaan bahan bubu berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Selain itu, material pembungkus bubu spiral berwarna hitam. Warna ini lebih gelap dibandingkan dengan kedua bubu lainnya, sehingga lebih merangsang elver untuk memasuki bubu spiral.

(43)

Rekomendasi

(44)

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan dari penelitian ini adalah:

1. Model konstruksi bubu yang lebih mudah dimasuki elver dan tidak melukai tubuhnya memiliki tiga kriteria yaitu :

a. bagian belakang bubu tidak tertutup rapat;

b. pintu masuk bubu terbuat dari material jaring dengan bentuk kerucut terpancung dan;

c. bubu memiliki dua pintu, yaitu pintu masuk dan pintu dalam.

2. Bubu elver berbentuk spiral memberikan hasil tangkapan terbaik sejumlah 286 ekor diikuti oleh bubu paralon dua pintu (165 ekor) dan bubu nelayan (43 ekor).

Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penyempurnaan penelitian ini adalah: 1. Pengujian lanjutan di laboratorium perlu dilakukan pada kondisi berarus

dengan berbagai kecepatan; dan

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 19 tahun 2012 tentang Larangan Pengeluaran Benih Sidat (anguilla spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke luar wilayah Negara Republik Indonesia. [internet]. [diunduh 2013 September 01]. Tersedia pada http://www.hukumonline.com/pusatdata/view/node/lt5110a3fd42efb.

Affandi R. 2005. Strategi Pemanfaatan Ikan Sidat di Indonesia. Jurnal ikhtiologi Indonesia.2.(5). [internet]. [diunduh 2013 September 09]; halaman tidak diketahui. Tersedia pada: http://www. iktiologi-indonesia.org/jurnal/5-2/06_0001.pdf.

Aoyama J. 2009. Life history and evolution of migration in catadromous eels (Anguilla sp). Aqua-Bio Science Monograph (AMSM). 2 (1): 1-42.

Asep S. 2009. Kruskal Wallis Test. [internet]. [diunduh 2013 Juni 01]. Tersedia pada:www.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/Kruskal-Wallis.pdf.

Bachtiar N, Harahap N, Riniwati H. 2013. Strategi pengembangan pemasaran ikan sidat (Anguilla bicolor) di Unit Pengelola Perikanan Budidaya (UPPB) Desa Deket, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. APi Student Journal. 1 (1): 29-36.

Baskoro MS dan Effendy A. 2005. Tingkah Laku Ikan (Hubungannya dengan Metode Pengoperasian Alat Tangkap Ikan). Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Djunaedi A. 2000. Ragam Penelitian. [internet]. [diunduh 2013 Juni 01]. Tersedia pada: www.mpkd.ugm.ac.id/weblama/homepageadj/...i/a02-metlit-ragam-lit.pdf.

Fahmi MR .2010. Phenotypic Plastisity Kunci sukses adaptasi ikan migrasiStudi kasus ikan sidat (Anguilla sp). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Desember 2010. (halaman tidak diketahui). [internet]. [diunduh 2013 September 01]. Tersedia pada: http//www.sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/.../2118/9-17. .

Haryono. 2008. Sidat, Belut Bertelinga: Potensi dan aspek budidayanya. Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Fauna Indonesia. 8(1): 22-26. Herianti I. 2005. Rekayasa lingkungan untuk memacu perkembangan ovarium

ikan sidat (Anguilla bicolor). Oseanologi dan Limnologi. 37: 25-41.

Hutubessy BG, Mosse JW. 2007. Uji coba pengoperasian bubu lipat untuk menangkap ikan karang. Jurnal Perikanan .9 (2): 267-273.

Irhamsyah . 2012.Uji coba perangkap udang dengan bentuk yang berbeda Jurnal Perikanan.3 (2): 31-41.

Kementerian Kelautan Perikanan. 2012. Budidaya Sidat janjikan omset menggiurkan, Berita. [internet]. [diunduh 2013 Agustus 02]. Tersedia pada: http //www.kkp.go.id / index. php/arsip/c/7668/budidaya-sidat.

Khandani, S. 2005. Engineering Design Process, Education Transfer Plant. [internet]. [diunduh 2013 Juni 01]. Tersedia pada: www.saylor.org/.../ME101-4.1-Engineering-Desi.

Gambar

Gambar 1 Skema pendekatan masalah
Gambar 3 Model bubu dengan konstruksi pintu (a)   ijep dan (b) jaring kerucut
Gambar 5 Ilustrasi susunan bubu di dasar bak percobaan
Tabel 1  Analisis data
+7

Referensi

Dokumen terkait

BOGOR 2012.. Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Nilai Ekonomi dan Non- Ekonomi Pekerjaan Rumahtangga Istri adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Sistem Informasi Pendataan Siswa Baru Di. SMA NEGERI 2 Menggala adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Wilayah Pengembangan Komoditas Peternakan di Provinsi Riau adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari. komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

KT29 untuk Pencegahan Infeksi Vibrio harveyi pada Udang Vaname yang Dibudidayakan di Laut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Distribusi Pertumbuhan Ekonomi antarkelompok pada Dua Daerah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

BOGOR 2012.. Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Nilai Ekonomi dan Non- Ekonomi Pekerjaan Rumahtangga Istri adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Analisis Kebijakan Strategis PT Aneka Tambang Tbk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing