• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ex-Mining Land Use in the Livestock Sector : a Cost Benefit Analysis (Case Study of an Integrated Cow Farm Program at PT KPC East Kutai).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ex-Mining Land Use in the Livestock Sector : a Cost Benefit Analysis (Case Study of an Integrated Cow Farm Program at PT KPC East Kutai)."

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIAYA MANFAAT

(Studi Kasus Program Peternakan Sapi Terpadu PT KPC Kutai Timur)

JONI ARIANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang pada Sektor Peternakan : Sebuah Analisis Biaya Manfaat (Studi Kasus Program Peternakan Sapi Terpadu PT KPC Kutai Timur) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2011

Joni Ariansyah

(4)

RINGKASAN

JONI ARIANSYAH. Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang pada Sektor Peternakan : Sebuah Analisis Biaya Manfaat (Studi Kasus Program Peternakan

Sapi Terpadu PT KPC Kutai Timur). Dibimbing oleh Ahyar Ismail dan Luki

Abdullah.

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya batu bara (coal). Hal tersebut mengakibatkan perusahaan tambang di Indonesia tumbuh dengan pesat. Saat ini Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) mencatat sebanyak 5.940 izin usaha pertambangan (IUP) yang dinyatakan belum

clean and clear, sedangkan 4.624 izin sudah dinyatakan clean and clear atau tidak bermasalah. Keberadaan usaha pertambangan tersebut membawa banyak manfaat secara ekonomi, namun memiliki dampak kerusakan terhadap lingkungan, khususnya terhadap tanah akibat dilakukannya aktivitas pertambangan. Oleh karena itu, setiap perusahaan tambang di Indonesia dikenakan kewajiban reklamasi pada lahan bekas tambang, yang telah diatur dalam undang-undang dan peraturan menteri. Setelah reklamasi, dapat dilakukan pemanfaatan lahan bekas tambang pada berbagai sektor dalam rangka mendapatkan hasil yang lebih optimal. PT KPC yang beroperasi di Kutai Timur merupakan salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia. Sebagai perusahaan besar, kewajiban reklamasi menjadi komitmen yang harus dilaksanakan dengan baik. Banyak alternatif pemanfaatan lahan bekas tambang yang dapat dilakukan, seperti pemanfaatan lahan bekas tambang di sektor kehutanan, pertanian, perikanan, dan peternakan.

Dalam rangka pemanfaatan lahan bekas tambang, PT KPC mencoba membuat program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) di atas lahan bekas tambang mereka. Program ini termasuk program CSR perusahaan dan sudah berjalan sejak tahun akhir tahun 2009. PESAT merupakan program yang salah satunya memadukan antara kegiatan pembibitan ternak sapi bali dan program pemagangan kepada peternak sekitar. Dalam perjalanannya, banyak kemajuan yang dirasakan oleh perusahaan dan masyarakat, sehingga diperlukan penelitian mengenai analisis biaya manfaat program PESAT untuk mengukur sejauh mana manfaat yang didapat atas program dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk keberlangsungan program. Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis model atau konsep program PESAT; (2) mengestimasi biaya dan manfaat program; (3) merumuskan hubungan stakeholder dalam program; serta (4) mengidentifikasi karakteristik dan persepsi peserta program PESAT. Metode yang digunakan terdiri atas analisis deskriptif, analisis biaya manfaat, analisis kepekaan, analisis

stakeholder dan analisis persepsi.

(5)

pemasaran produk sayur-sayuran, pupuk kompos, sebagai tempat wisata edukatif, sebagai laboratorium lapangan Kampus STIPER Kutai Timur, sebagai tempat/ruang pertemuan, sebagai tempat penginapan tamu perusahaan, sebagai tempat PKL dan penelitian, meningkatkan reputasi perusahaan serta meningkatkan ilmu pengetahuan para peternak. Manfaat-manfaat tersebut ada yang dapat dikuantifikasi dan ada yang tidak dapat dikuantifikasi. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap program PESAT terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional tahunan.

Analisis kelayakan program PESAT dilakukan berdasarkan beberapa skenario. Skenario pertama yaitu jika nilai sisa aset tetap tidak diperhitungkan, maka didapatkan nilai NPV sebesar Rp-451 256 201, net B/C sebesar 1, gross B/C sebesar 1, dan IRR sebesar 5%. Skenario kedua yaitu jika nilai sisa aset tetap diperhitungkan, maka didapatkan nilai NPV sebesar Rp921 027 445, net B/C sebesar 1.15, gross B/C sebesar 1, dan IRR sebesar 8%. Skenario ketiga adalah jika nilai sisa aset tetap dan biaya penyusutan diperhitungkan, maka didapatkan nilai NPV sebesar Rp-2 050 069 987, net B/C sebesar 0.97, gross B/C sebesar 1, dan IRR sebesar 1%. Skenario keempat yaitu jika manfaat untuk Kampus STIPER ditingkatkan dan nilai sisa tidak diperhitungkan, maka didapatkan nilai NPV sebesar Rp37 164 455, net B/C sebesar 1.01, gross B/C sebesar 1, dan IRR sebesar 6%. Skenario kelima yaitu jika menurunkan suku bunga hingga 4.6% dan nilai sisa aset tetap tidak diperhitungkan, maka didapatkan nilai NPV sebesar Rp45 310 129, net B/C sebesar 1.01, gross B/C sebesar 1, dan IRR sebesar 5%. Skenario terakhir dan sekaligus dijadikan rekomendasi adalah jika nilai sisa aset tetap diperhitungkan, manfaat untuk Kampus STIPER ditingkatkan, dan biaya penyusutan diabaikan, maka didapatkan nilai NPV sebesar Rp1 226 290 355, net B/C sebesar 1.19, gross B/C sebesar 1, dan IRR sebesar 8%. Hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan suku bunga yang ditetapkan yaitu 5.75%, sehingga program PESAT dinilai layak untuk dilaksanakan.

Analisis stakeholder menunjukkan bahwa dari keempat stakeholder yang terlibat terkait program PESAT, PT KPC memiliki pengaruh dan kepentingan yang tinggi atau berada di kuadran key player, sedangkan ketiga stakeholder

lainnya memiliki kepentingan yang tinggi tetapi pengaruhnya rendah atau berada di kuadran subject.

(6)

SUMMARY

JONI ARIANSYAH. Ex-Mining Land Use in the Livestock Sector : a Cost Benefit Analysis (Case Study of an Integrated Cow Farm Program at PT KPC East Kutai). Supervised by AHYAR ISMAIL and LUKI ABDULLAH.

Indonesia is a rich of coal resources country. It makes the mining companies grow rapidly in Indonesia. Currently the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) records that 5940 the mining permit (IUP) are non clean and clear, and 4624 the mining permit are clean and clear. The existence of the mining business brings many economic benefits, but, on the other hand, it brings the environmental damage, especially the soil where the mining activities do. Therefore, each mining company in Indonesia has been charged reclamation obilgation in ex-mining land which it is under law and ministerial regulation. After reclamation, a lot of things can do in mining land, such as using ex-mining land in forestry, agriculture, fisheries, and livestock farming. PT KPC is one of the largest coal mining companies in Indonesia that is operating in Kutai Timur.

In the context of reclamation of minig land, PT KPC tries to use its ex-mining land in livestock farming by The Integrated Cow Farming Program (PESAT). This program is included in the company's CSR program and has been running since late 2009. PESAT is a integrated program between the breeding activities of Balinese caw and the local breeders training and internship program. Since the implementaion of this program, a lot of progress perceived by both the company and the community, thus, it is necessary to do research on the cost benefit analysis of it. The purposes of this study are: (1) to analyze the model or concept of PESAT, (2) to estimate the costs and benefits of the program, (3) to formulate stakeholder relations in the program, and (4) to identify the characteristics and perceptions of PESAT participants. The method used in this study consisted of descriptive analysis, cost benefit analysis, sensitivity analysis, stakeholder analysis and perceptual analysis.

(7)

not .The costs incurred by the company towards PESAT program consists of investment costs and annual operating costs.

PESAT program feasibility analysis is conducted based on several scenarios. The first scenario is the residual value of fixed assets is not taken into account, the obtained value of NPV about IDR-451 256 201, net B/C at 1, gross B/C at 1, and IRR at 5%. The second scenario is the residual value of fixed assets taken into account, the obtained value of NPV about IDR921 027 445, net B/C at 1.15, gross B/C at 1, and IRR at 8%. The third scenario is the residual value of fixed assets and depreciation expenses taken into account, then the NPV obtained about IDR-2 420 563 476, net B/C at 0.90, gross B/C at 1, and IRR at 0%. The fourth scenario is the benefit to Campus STIPER improved and the residual value is not taken into account, the obtained value of NPV about IDR37 164 455 net B/C at 1.01, gross B/C at 1, and IRR at 6%. The fifth scenario is lowering interest rates to 4.6% and a residual value of fixed assets is not taken into account, the obtained value of NPV about IDR45 310 129, net B/C at 1.01, gross B/C at 1, and IRR at 5%. The last scenario and recommended is the residual value of fixed assets taken into account, the benefits of enhanced STIPER Campus, and depreciation costs are ignored, so the obtained value of NPV about IDR1 226 290 355, net B/C at 1.19, gross B/C at 1, and IRR at 8%. The results obtained are in accordance with the specified interest rate is 5.75%, so the program PESAT assessed feasible.

Stakeholder analysis showed that from the four relevant stakeholders involved PESAT program, PT KPC has high influence and high interests, or it is placed as key player, while the other three stakeholders have high interest but low influence or they are placed as subject.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut merugikan kepentingan IPB

(9)

ANALISIS BIAYA MANFAAT

(Studi Kasus Program Peternakan Sapi Terpadu PT KPC Kutai Timur)

JONI ARIANSYAH

 

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ekonomi Sumber daya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis: Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang pada Sektor Peternakan : Sebuah Analisis Biaya Manfaat (Studi Kasus Program Peternakan Sapi Terpadu PT KPC Kutai Timur)

Nama : Joni Ariansyah NIM : H351110101

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ahyar Ismail, MAgr Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr Ketua Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ekonomi Sumber Daya

dan Lingkungan

Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Juni 2013 ini ialah analisis biaya manfaat, dengan judul Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang pada Sektor Peternakan : Sebuah Analisis Biaya Manfaat (Studi Kasus Program Peternakan Sapi Terpadu PT KPC Kutai Timur).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ahyar Ismail dan Bapak Dr Ir Luki Abdullah selaku pembimbing, Bapak Dr Ir Aceng Hidayat selaku penguji, serta Bapak Prof Dr Ir Ahmad Fauzi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Panji Setyadi dari PT KPC beserta staf PESAT, Ibu Diah Ratna Ningrum dari Dinas Peternakan Kutai Timur, Bapak Prof Dr Ir Jeremy dari Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kutai Timur, serta Bapak Jenal mewakili peternak, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu, istri, anak, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Usaha Pertambangan ... 5

Potensi Masalah Lingkungan dalam Usaha Pertambangan ... 5

Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan Pemanfaatannya ... 6

Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang untuk Kehutanan ... 7

Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang pada Sektor Pertanian ... 8

Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang pada Sektor Peternakan ... 8

Analisis Biaya Manfaat (Benefit Cost Analysis) ... 8

Peluang Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 12

Kerangka Pemikiran ... 13

3 METODE PENELITIAN ... 15

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

Jenis dan Sumber Data ... 15

Metode Analisis ... 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Kondisi Umum Tempat Penelitian ... 20

Gambaran Umum Reklamasi PT KPC ... 34

Identifikasi Program PESAT ... 35

Karakteristik Peserta Pemagangan PESAT ... 41

Persepsi Peserta Magang Terhadap Pelatihan ... 43

Identifikasi Biaya dan Manfaat Program PESAT ... 47

Analisis Kelayakan Program PESAT ... 64

Analisis Stakeholder ... 70

Optimalisasi Pengelolaan PESAT ... 74

5 SIMPULAN DAN SARAN ... 77

Simpulan ... 77

Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN ... 80

(15)

DAFTAR TABEL

1 Matrik penelitian : tujuan, sumber dan metode Analisis ... 15

2 Luas wilayah menurut kecamatan ... 23

3 Jumlah, pertumbuhan dan persebaran serta kepadatan penduduk Kabupaten Kutai Timur Tahun 2006 sampai 2010 ... 25

4 Penyebaran penduduk menurut kecamatan tahun 2006 sampai 2010 ... 26

5 Rasio tempat ibadah di Kabupaten Kutai Timur tahun 2010 ... 27

6 Jumlah fasilitas pendidikan di Kabupaten Kutai Timur ... 27

7 Penduduk usia 10 tahun ke atas berdasarkan jenjang pendidikan yang ditamatkan di Kabupaten Kutai Timur tahun 2006 sampai 2010 ... 28

8 Jumlah tenaga kerja di Kabupaten Kutai Timur berdasarkan lapangan pekerjaan utama tahun 2007 sampai 2010 ... 29

9 PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2009 sampai 2010 (Juta Rp) ... 30

10 Kontribusi sektoral tanpa migas dan batubara tahun 2006 sampai 2010 ... 31

11 Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB di Kabupaten Kutai Timur tahun 2006 sampai 2010 ... 31

12 Potensi pengembangan wilayah Kabupaten Kutai Timur ... 33

13 Perkembangan Sapi Bali di PESAT per akhir tahun ... 39

14 Persepsi peserta magang terhadap metode pelatihan ... 43

15 Persepsi peserta magang terhadap instruktur pelatihan ... 44

16 Persepsi peserta magang terhadap fasilitas pelatihan ... 44

17 Persepsi peserta magang terhadap materi pelatihan ... 45

18 Persepsi peserta magang terhadap waktu pelatihan ... 45

19 Persepsi peserta magang terhadap manfaat pelatihan... 46

20 Net calf crop dan gugus nilai koefisien teknis Sapi Bali ... 48

21 Daftar harga investasi PESAT ... 49

22 Biaya operasional PESAT tahun 2010 sampai 2012 (a)... 49

23 Biaya operasional PESAT tahun 2010 sampai 2012 (b) ... 50

24 Biaya operasional peserta magang tahap I sampai tahap III ... 51

25 Biaya operasional per bulan Program PESAT mulai tahun 2013 ... 51

26 Biaya operasioanal kegiatan pemagangan per tahun (2013-2021) ... 52

27 Nilai sisa fasilitas PESAT ... 53

28 Manfaat-manfaat program PESAT ... 54

29 Proyeksi penjualan sapi jantan per tahun ... 55

30 Proyeksi penjualan bibit sapi anak (pedet) per tahun ... 55

31 Proyeksi penjualan sapi pejantan dan betina afkir per tahun ... 56

32 Harga 1 liter susu murni, es lilin, es krim dan yoghurt ... 57

33 Proyeksi manfaat dari pupuk padat per tahun ... 58

34 Kandungan bahan kering dan volume gas yang dihasilkan tiap jenis kotoran .. 59

35 Proyeksi potensi biogas PESAT per tahun ... 60

36 Hasil analisis kriteria investasi program PESAT skenario I ... 64

37 Hasil analisis kriteria investasi program PESAT skenario II ... 65

38 Hasil analisis kriteria investasi program PESAT skenario III ... 65

39 Hasil analisis kriteria investasi program PESAT skenario IV ... 66

(16)

41 Hasil analisis kriteria investasi program PESAT skenario VI ... 68

42 Ringkasan analisis kelayakan setiap skenario ... 68

43 Hasil analisis kepekaan jika biaya operasional naik sampai 14.4%... 69

44 Hasil analisis kepekaan jika penjualan sapi turun 45% ... 69

45 Penilaian tingkat kepentingan stakeholder... 71

46 Penilaian tingkat pengaruh stakeholder ... 72

47 Perkiraan jumlah peternak yang telah mengikuti pelatihan PESAT ... 75

DAFTAR GAMBAR 1 Alur pemikiran penelitian ... 14

2 Matriks kepentingan-pengaruh... 21

3 Kabupaten Kutai Timur ... 23

4 Model integrasi PESAT ... 36

5 Matriks hubungan Stakeholder pada program PESAT ... 72

DAFTAR LAMPIRAN 1 Proyeksi jumlah Sapi Bali per tahun (2013-2021) ... 80

2 Proyeksi potensi biogas dari Sapi Bali dan Sapi Perah per tahun ... 82

3 Proyesi pupuk kompos padat dari Sapi Bali dan Sapi Perah per tahun ... 83

4 Analisis Biaya Manfaat Program PESAT Skenario I ... 84

5 Analisis Biaya Manfaat Program PESAT Skenario II ... 87

6 Analisis Biaya Manfaat Program PESAT Skenario III ... 90

7 Analisis Biaya Manfaat Program PESAT Skenario IV ... 93

8 Analisis Biaya Manfaat Program PESAT Skenario V ... 96

9 Analisis Biaya Manfaat Program PESAT Skenario VI ... 99

10 Analisis kepekaan Program PESAT jika penjualan sapi turun hingga 45% .... 102

11 Analisis kepekaan Program PESAT jika biaya operasional naik hingga 14.4% ... 105

12 Kuesioner penelitian ... 108

(17)
(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya energi dan mineral. Salah satunya yang dimiliki oleh Indonesia yaitu batu bara (coal). Berdasarkan data yang dimiliki oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) total sumber daya batubara di Indonesia diperkirakan mencapai 105 miliar ton, dimana cadangan batu bara diperkirakan 21 miliar ton.1

Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan tambang memiliki dampak positif maupun negatif. Termasuk dampak positif dari kegiatan pertambangan tersebut antara lain menambah devisa negara, sumber pendapatan asli daerah (PAD), menciptakan lahan pekerjaan, dan lain-lain. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari kegiatan pertambangan batubara adalah merusak lingkungan, terutama lahan yang fungsinya sudah menurun dibandingkan sebelum dilakukan kegiatan pertambangan. Dampak kegiatan pertambangan tersebut adalah terbukanya tanah pucuk, menghilangkan beberapa bagian dari vegetasi, hilangnya bahan organik tanah, hilangnya mikroorganisme, meningkatnya laju erosi, kerusakan habitat dan satwa liar, rusaknya wilayah penangkap air serta terganggunya tingkat stabilitas lahan.

Untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul akibat kegiatan pertambangan tersebut adalah perlunya dilakukan reklamasi lahan bekas tambang. Seringkali perusahaan harus mencari informasi sendiri mengenai teknik reklamasi lahan bekas tambang karena kurangnya dukungan dari kementerian maupun dinas yang terkait. Permasalahan dalam reklamasi lahan bekas tambang sangat komplek dan memerlukan penyelesaian yang melibatkan multidisiplin ilmu. Sementara itu penelitian-penelitian yang berkaitan dengan teknik reklamasi lahan bekas tambang atau pemanfaatan lahan bekas tambang di Indonesia masih sangat terbatas (Mansur 2012). Dalam melakukan reklamasi tersebut, muncul kendala-kendala berupa kondisi tanah sangat marginal, bahan organiknya sangat sedikit, jumlah mikroorganisme tanah potensial sangat minim, dan kandungan hara sangat rendah. Selain alasan perusahaan yang memang tidak mau bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban reklamasi lahan bekas tambang, kendala-kendala di atas menjadi alasan pembenaran perusahaan untuk tidak melakukan reklamasi tersebut. Pada umumnya, perusahaan tambang di Indonesia melakukan reklamasi lahan bekas tambang hanya berhenti sampai tahap penanaman atau penghijauan, padahal lahan bekas tambang yang sudah direhabilitasi dengan penghijauan tersebut dapat dimanfaatkan untuk program lain yang lebih produktif, misalnya pada sektor peternakan. Oleh karena itu, muncul alternatif pemanfaatan lahan bekas tambang yang dilakukan oleh perusahaan tambang selain hanya melakukan revegetasi lahan, yaitu salah satunya mendirikan pusat pelatihan budidaya ternak sapi di atas lahan bekas tambang dalam rangka membangun ekonomi masyarakat yang berkelanjutan.

(19)

dalam menghadapi masa penutupan tambang setelah kontrak KPC berakhir. Diharapkan pada saat itu, ekonomi masyarakat tidak lagi bergantung pada industri pertambangan, sehingga penutupan tambang tidak akan menimbulkan gejolak berarti.

Program peternakan sapi terpadu (PESAT) yang didirikan di atas lahan bekas tambang KPC tersebut merupakan kerjasama antara PT.KPC dan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada tahun 2011, PESAT KPC telah direkomendasikan menjadi row model pemanfaatan lahan bekas tambang di Indonesia2. Hal tersebut disampaikan bertepatan dengan penghargaan yang diraih PESAT KPC dalam ajang The Fifth ASEAN Energy Awards, yaitu Best Winner untuk arsitektur bangunan kategori tropical buildings.

Kepeloporan PT. KPC tersebut dijadikan row model dikarenakan berbasis masyarakat (community base), dimana masyarakat sekitar yang kesulitan bekerja di sektor formal diikutsertakan dalam program magang selama beberapa waktu, yang selanjutnya dari pelatihan yang didapatkan dari program magang dan modal sapi yang diberikan setelah program magang tersebut, diharapakan bisa menjadi peternak profesional di desa-nya masing-masing. Selain itu, program PESAT KPC ini juga sinergis dengan program pemerintah untuk bisa swasembada daging 2014, oleh karena melalui pemerintah daerah, program PESAT ini sangat diharapkan keberlanjutannya.

Program PESAT yang dilaksanakan oleh PT. KPC tersebut merupakan salah satu bentuk dari kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang dilakukan perusahaan. Saat ini penting bagi perusahaan untuk mengevaluasi program yang dilakukan demi keberlanjutannya di masa yang akan datang, termasuk oleh PT. KPC terhadap program PESAT. Evaluasi dalam rangka keberlanjutan itu dapat dilakukan dengan menganalisis secara menyeluruh mulai dari seberapa jauh kegiatan dalam program berjalan, seberapa besar manfaat program terhadap perusahaan dan masyarakat, bagaimana pengaruh dan kepentingan para stakeholder terhadap program, dan bagaimana persepsi peserta program terkait dengan perbaikan ke depan. Manfaat analisis biaya manfaat bagi perusahaan tidak terbatas pada meningkatnya kinerja perusahaan, transparansi dan akuntabilitas, namun menjadi alat evaluasi dan pembelajaran bagi organisasi, dan perbaikan yang sistematis bagi media komunikasi dengan stakeholder (Irawaty 2008).

Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, perlu bagi peneliti untuk mendalami bagaimana sebenarnya program ini berjalan dan beberapa hal yang muncul sebagai efek setelah adanya program ini atau dengan kata lain penelitian ini dilakukan sebagai upaya penjelasan secara lengkap kepada masyarakat mengenai kegiatan reklamasi lahan bekas tambang, khususnya di bidang peternakan. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan panduan atau informasi bagi pihak-pihak yang terkait dalam mengadopsi atau pengembangan ilmu program serupa.

1

http://www.esdm.go.id/berita/batubara/44-batubara/4557-sumber-daya-batubara-indonesia-capai-105-miliar-ton.html [diunduh 30 april 2012]

2

(20)

Rumusan Masalah

Selama ini reklamasi lahan bekas tambang pasca kegiatan pertambangan batu bara oleh perusahaan diatasi dengan cara revegetasi. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mengembalikan fungsi lahan seperti semula, walaupun tidak mungkin seratus persen sama, mengingat ada volume massa yang hilang, yaitu batu bara itu sendiri. Reklamasi sendiri merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan perusahaan tambang setelah eksplorasi lahan. Kewajiban reklamasi juga sudah diatur di dalam UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Permen ESDM No. 18/2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Kewajiban reklamasi yang sudah dipenuhi oleh perusahaan tambang, ternyata masih dapat dilakukan dengan kegiatan pemanfaatan lahan bekas tambang pada berbagai sektor, misalanya perikanan, pertanian dan peternakan, sehingga kegiatan reklamasi tidak hanya berhenti pada revegetasi saja.

PT. KPC sebagai perusahaan besar tambang batu bara di Indonesia melakukan upaya lain selain revegetasi untuk mengatasi permasalahan lahan pasca tambang, yaitu mendirikan pusat pelatihan budidaya ternak sapi dengan nama program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT). Program ini dilakukan agar pemanfaatan lahan bekas tambang lebih optimal. Program ini merupakan hal yang baru di dunia pertambangan, terutama dalam hal perlakuan atau pemanfaatan terhadap lahan bekas tambang.

Program ini berada di bawah PT. KPC sebagai bentuk kegiatan sosial perusahaan (Corporate Sosial Responsibility). Program PESAT memadukan antara usaha pembibitan sapi dengan pelatihan ternak sapi kepada para peternak yang diambil dari beberapa daerah sekitar. Program ini direkomendasikan menjadi row model dalam pemanfaatan lahan bekas tambang di Indonesia. Hal tersebut didasarkan kepada model program PESAT yang dapat melibatkan peran serta masyarakat sekitar dalam bentuk menjadi peserta magang yang akan mendapatkan pelatihan mengenai budidaya ternak sapi dari kalangan profesional. Selain itu, peserta magang juga akan mendapatkan modal berupa sapi pasca program magang dilakukan. Semua yang didapatkan oleh masyarakat peserta magang tersebut, baik itu ilmu dari pelatihan dan sapi yang dibagikan oleh perusahaan dapat dijadikan modal awal bagi mereka untuk dapat mengembangkan peternakan sapi di desa-nya masing-masing, yang selanjutdesa-nya diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan dirinya dan keluarga. Program ini juga dipersiapkan untuk masyarakat sekitar dalam menghadapi masa penutupan tambang setelah kontrak KPC berakhir. Diharapkan pada saat itu, ekonomi masyarakat tidak lagi bergantung pada industri pertambangan, sehingga penutupan tambang tidak akan menimbulkan gejolak berarti.

(21)

dikeluarkan untuk program. Selain itu, keberhasilan program PESAT juga dapat dilihat dari bagaimana peran, kepentingan dan pengaruh para stakeholder terhadap program, serta persepsi peserta terhadap program PESAT. Semua hal tersebut dilakukan sebagai langkah dalam mengevaluasi program demi keberlanjutannya di masa yang akan datang.

Konsep program pemanfaatan lahan bekas tambang ini dirasa perlu dipublikasikan secara luas, mulai dari latar belakang program perusahaan, biaya dan manfaat sosial yang muncul akibat program, sinergisitas dengan para stakeholder terkait program, dan persepsi peserta terhadap program. Berdasarkan hal tersebut, maka muncul pertanyaan : 1) bagaimana model atau konsep keseluruhan program PESAT, 2) berapa biaya dan manfaat sosial yang muncul dari program PESAT, 3) bagaimana peran, kepentingan dan pengaruh perusahaan, pemerintah daerah dan perguruan tinggi dalam keberlanjutan program PESAT, 4) bagaimana karakteristik dan persepsi peserta program PESAT.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis model atau konsep program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) PT. KPC.

2. Mengestimasi biaya dan manfaat dari program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) PT. KPC.

3. Merumuskan hubungan stakeholder untuk keberlanjutan program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) pasca penutupan tambang oleh PT.KPC.

4. Mengidentifikasi karakteristik dan persepsi peserta program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) PT KPC.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Sebagai publikasi ilmiah atau informasi ilmiah mengenai model atau konsep program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) yang dikembangkan oleh PT. KPC di atas lahan bekas tambang sebagai bagian dari program pasca tambang (post mining program).

(22)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Pertambangan

Usaha pertambangan menunjukkan pertumbuhan yang pesat, khususnya batu bara, yaitu dari tiga perusahaan pada tahun 1968 menjadi 138 perusahaan pada tahun 2005 (Sukandarrumidi 2006), dan saat ini kementerian Energi Sumberdaya dan Mineral (ESDM) mencatat sebanyak 5940 izin usaha pertambangan (IUP) yang dinyatakan belum clean and clear, sedangkan 4624 izin sudah dinyatakan clean and clear atau tidak bermasalah. Secara ekonomi, hal ini merupakan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat sekitar usaha. Namun di sisi lain, bahan tambang juga sebagian besar berada di bawah hutan lindung yang fungsinya sangat penting bagi keberlangsungan ekologi dan makhluk hidup di dalamnya. Mansur (2012) mengatakan bahwa usaha pertambangan harus memperhatikan hal tersebut di samping kepentingan ekonomi semata. Keberadaan usaha pertambangan di Indonesia harus kita akui membawa dampak positif yang luar biasa. Usaha pertambangan memberikan pendapatan yang besar bagi negara dalam bentuk royalti, pajak dan lain-lain. Selain itu, masyarakat sekitar juga terkena dampak berupa peningkatan ekonomi keluarga melalui terbukanya lapangan pekerjaan, usaha-usaha baru berupa perdagangan, infrastruktur yang bertambah, serta berbagai program CSR yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan.

Potensi Masalah Lingkungan dalam Usaha Pertambangan

Dalam sebuah seminar nasional, Mansur (2012) mengungkapkan masalah lingkungan dan keselamatan kerja dalam usaha pertambangan selalu menjadi isu yang penting. Kecelakaan pekerja tambang, penggali pasir atau batubara yang tertimbun longsor akan sering terjadi jika usaha ini tidak dilakukan dengan disiplin tinggi. Namun dampak keselamatan kerja pada umumnya terlokalisir pada individu di areal pertambangan. Masalah lingkungan memiliki dampak yang jauh lebih besar dibandingkan dengan masalah keselamatan kerja, maka isu yang ditimbulkan juga sangat besar dan dapat menyebabkan pihak yang berwenang menutup usaha pertambangan.

Penambangan di Indonesia pada umumnya merupakan tambang permukaan, di mana untuk mencapai bahan galian berupa mineral dan batubara, seluruh tanaman yang ada di permukaan tanah dibersihkan, tanah dan batuan penutup dipindahkan ke suatu tempat. Setelah pengambilan bahan galian selesai, batuan penutup digunakan untuk menutup lubang-lubang bekas tambang, kemudian tanah digunakan untuk melapisi batuan penutup hingga layak untuk dilakukan revegetasi (penanaman tanaman penutup tanah dan jenis-jenis pohon kehutanan). Pada saat penambangan dilakukan di kawasan hutan dengan tegakan alam yang masih baik, perubahan yang demikian drastis dari hutan lebat menjadi lubang yang menganga dan tanah gundul pada saat lahan masih aktif ditambang, tentu akan menimbulkan isu lingkungan yang demikian besar.

(23)

marjinal. Usaha penambangan dapat menyebabkan degradasi sumberdaya alam, seperti kehilangan vegetasi, tanah, dan lain-lain. Selain itu, usaha penambangan dapat menyebabkan pelumpuran dan menurunkan kualitas air serta terjadinya penggundulan hutan (Hilson 2005). Oleh karena itu, penanganan lahan pasca penambangan sangat penting untuk mengembalikan produktivitas lahan yang telah ditambang dan mencegah kerusakan lingkungan yang lebih besar (Mansur 2012).

Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan Pemanfaatannya

Reklamasi hutan menurut Peraturan Pemerintah No.76 tahun 2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai peruntukannya. Kebijakan reklamasi lahan bekas tambang sudah diatur dalam UU. No.4/2009 tentang pertambangan minerba, PP. No.78/2010 tentang reklamasi dan pasca tambang, UU. No.41/1999 tentang kehutanan, PP. No.76/2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan, Permenhut No.2/2008 tentang penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan kawasan hutan, Permenhut No.P.60/2009 tentang pedoman keberhasilan reklamasi, PP. No.24/2010 tentang penggunaan kawasan hutan, dan Permenhut No.P.63/2011 tentang pedoman penanaman bagi pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai.

Reklamasi lahan adalah usaha memperbaiki lahan yang rusak menjadi lahan sesuai untuk penggunaan tertentu. Reklamasi lahan bekas tambang yang dilakukan dengan cara penanaman kembali atau penghijauan, setelahnya dapat pula dilakukan kegiatan pemanfaatan terhadap lahan tersebut. Sebagai contoh, lahan bekas tambang dapat direklamasi dan dimanfaatkan menjadi tempat rekreasi, waduk, kolam ikan, perumahan, perkebunan atau revegetasi saja (kombinasi tanaman hutan atau pioner, tanaman buah, cover-cropp), pertanian dan peternakan. Lahan bekas tambang juga bisa direstorasi , dikembalikan ke bentuk penggunaan semula, misalnya kawasan hutan lindung (Wardoyo 2008).

Sejatinya reklamasi lahan bekas tambang harus sudah direncanakan sebelum proses penambangan dimulai. Urutan kegiatan pertambangan adalah eksplorasi, pembangunan pabrik, penambangan, pemurnian, dan reklamasi. Berdasarkan peraturan yang ada, perusahaan harus menginvestasikan dananya di bank sebagai jaminan reklamasi lahan pasca tambang sebelum kegiatan penambangan dilakukan. Dalam reklamasi perlu ditetapkan peruntukan lahan bekas tambang, hal ini tergantung pada : jenis bahan galian, teknik penambangan, topografi daerah penambangan, kondisi tanah dan batuan bekas tambang, lingkungan sekitar tambang, kondisi masyarakat sekitar pertambangan, dan biaya untuk memperoleh manfaat terbaik (Wardoyo 2008).

(24)

aspek dan semakin kompleks sebagai sebuah kesadaran lingkungan dan dikembangkan kepada sebuah peraturan ( Richards et al. 1993). Sependapat dengan Richards, Rugg et al. (2002) mengatakan bahwa kegiatan reklamasi menunjukkan kesadaran baru dan lebih luas dari isu-isu penting lainnya, seperti pencemaran, ras dan jender.

Menurut Widodo (2011) secara umum kegiatan reklamasi dapat dilakukan melalui dua tahap kegiatan yaitu pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya dan kegiatan selanjutnya yaitu pemanfatan lahan bekas tambang untuk budidaya pertanian. Sasaran dari reklamasi yaitu usaha untuk memperbaiki lahan bekas tambang menjadi lebih baik agar memberikan nilai tambah serta daya dukung terhadap lingkungannya dari kondisi sebelumnya. Tujuan reklamasi lahan bekas tambang menurut UU. No. 26 Tahun 2007 yaitu untuk mengelola lingkungan bekas tambang menjadi daerah yang bebas pencemaran secara lestari dalam jangka waktu yang lama dan mengadakan penataan ruang sesuai dengan RUTR kawasan yang bersangkutan.

Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang untuk Kehutanan

Untuk memperbaiki kualitas reklamasi lahan bekas tambang, maka serangkaian penelitian telah mulai dilakukan. Proporsi jenis lokal yang digunakan dalam reklamasi lahan bekas tambang menjadi salah satu tolok ukur dalam penilaian untuk mendapatkan penghargaan lingkungan tambang. Dari hasil penelitian Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan tambang telah menghasilkan teknologi tepat guna untuk menggunakan jenis-jenis lokal dalam reklamasi lahan bekas tambang (Mansur 2012). Pemilihan jenis pohon merupakan kunci utama dalam menentukan tingkat keberhasilan revegetasi (Wardoyo 2008).

Dalam uji coba penyelamatan jenis-jenis pohon lokal komersial melalui reklamasi lahan bekas tambang di PT. Vale Indonesia, pertambangan nikel di Sulawesi Selatan, sebanyak 67 jenis pohon lokal dapat dibibitkan melalui benih, cabutan, puteran, maupun stek pucuk di persemaian. Bibit yang dihasilkan kemudian digunakan untuk penanaman di lapangan.

Pemilihan jenis pohon kehutanan yang akan ditanam dalam reklamasi lahan bekas tambang sangat penting untuk menghadapi lahan yang marjinal dan untuk meningkatkan kualitas dari hasil reklamasi lahan dilihat dari aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Indonesia kaya akan jenis pohon yang mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lahan. Jenis pohon yang paling umum ditanam di lahan bekas tambang dan bernilai komersial adalah sengon dan Acacia mangium. Hutan-hutan sengon dan A. Mangium ini telah nampak seperti layaknya hutan tanaman industri (HTI) dan tidak tampak seperti hasil reklamasi lahan bekas tambang. Bahkan setelah berumur di atas 10 tahun, banyak tumbuhan lokal yang menginvasi hutan hasil reklamasi ini.

(25)

Sementara itu jenis pohon biti (Vitex coffasus) mampu beradapatasi dengan tanah-tanah berbatu dan kayunya memiliki nilai dekoratif yang tinggi. Untuk jenis pionir, yaitu jenis yang ditanam pada tahap awal, dimana kondisi lahan terbuka dan tanah asam dapat dicoba jenis jabon (Antocephalus cadamba). Jenis ini tumbuh secara alami di areal pertambangan PT. Berau Coal, PT. Newmont Minahasa Raya, dan PT. Newmont Nusa Tenggara. Jenis jabon selain memiliki daya adaptasi pada lahan marjinal, juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dengan memilih jenis pohon yang tepat, maka reklamasi lahan bekas tambang bukan hanya menjadikan lahan hijau tetapi juga memiliki keanekaragaman yang tinggi, berasal dari jenis lokal, tetapi juga produktif (memiliki nilai ekonomi tinggi). Saat ini jabon telah dikembangkan di beberapa perusahaan pertambangan, seperti PT. Adaro dan PT. Tunas Inti Abadi di Kalimantan Selatan, PT. KPC dan PT. Indomico di Kalimantan Timur, serta PT. Newmont Nusa Tenggara di Nusa Tenggara Barat.

Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang pada Sektor Pertanian

Untuk areal pertambangan yang berada di luar kawasan hutan, usaha pertanian sangat mungkin dikembangkan. Lahan bekas tambang telah berhasil digunakan untuk budidaya karet (PT. Firman Ketaun dan PT. Karya Utama Tambang Jaya), kelapa sawit (PT. Adaro Indonesia), kakao dan juga pohon buah-buahan seperti sirsak dan rambutan (PT. Berau Coal). Untuk pengendalian erosi, PT.Vale Indonesia menggunakan padi gogo sehingga memiliki multifungsi, yaitu pengendali erosi, pangan dan pakan. Sorgum juga berpotensi ditanam di lahan-lahan bekas tambang dengan kondisi ekstrim, yaitu pada PH 2,9 dengan penambahan kompos yang cukup, seperti yang pernah dilakukan di PT. Galuh Cempaka, tambang intan di Kalimantan Selatan.

Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang pada Sektor Peternakan

Tanaman penutup tanah dari jenis legum maupun rumput-rumputan yang ditanam di lahan bekas tambang pada tahap awal reklamasi untuk mengendalikan erosi juga berotensi untuk digunakan sebagai pakan ternak. Lahan-lahan bekas tambang yang telah berumur dewasa, atau di atas lima tahun di mana batang-batang pohon sudah kokoh, tidak jarang digunakan untuk areal penggembalaan sapi penduduk. Hal ini membuka potensi baru pengembangan usaha peternakan di daerah di mana terdapat usaha pertambangan. Pengelolaan ternak dapat dilakukan dengan cara cut and carry, maupun dilepaskan di areal reklamasi, atau kombinasi keduanya seperti yang dilakukan oleh PT. KPC Kutai Timur yang bekerja sama dengan Fakultas Peternakan IPB. Usaha peternakan sapi juga telah dikembangkan di beberapa perusahaan pertambangan lainnya, seperti PT. Adaro Indonesia, PT. Berau Coal, PT. Vale Indonesia, dan lain-lain.

Analisis Biaya Manfaat (Benefit Cost Analysis)

(26)

mencoba untuk menjawab pertanyaan seperti apakah proyek yang diusulkan berharga, skala optimal dari proyek yang diusulkan

dan kendala yang relevan. BCA dapat berlaku untuk proyek-proyek transportasi, proyek lingkungan dan pertanian, perencanaan penggunaan lahan, kesejahteraan sosial dan program pendidikan, pembaruan perkotaan, kesehatan ekonomi dan lain-lain (Mishan and Quah 2007). Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah secara akurat membandingkan kedua nilai, manakah yang lebih besar. Selanjutnya dari hasil pembandingan ini, pengambil keputusan dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan suatu rencana atau tidak dari sebuah aktivitas, produk atau proyek, atau dalam konteks evaluasi atas sesuatu yang telah berjalan, adalah menentukan keberlanjutannya.

Menurut William (2000) menyatakan bahwa analisis biaya manfaat adalah suatu pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan analis membandingkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total biaya dalam bentuk uang dan total keuntungan dalam bentuk uang. Analisis biaya manfaat selain dapat digunakan untuk merekomendasikan tindakan kebijakan, dapat juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja kebijakan.

Analisis biaya manfaat adalah dasar pengambilan keputusan pemerintah dan dibuat sebagai teknik formal untuk membuat keputusan mengenai penggunaan sumberdaya masyarakat yang langka (Mishan and Quah 2007). Menurut Scarborough et al. (2004), analisis biaya manfaat merupakan metode yang luas digunakan untuk menilai kebijakan lingkungan.

Saat ini analisis biaya manfaat dilakukan untuk mengevaluasi program yang bersifat kepentingan publik. Biasanya analisis ini terintegrasi dengan analisis dampak program terhadap yang lain, seperti sosial dan lingkungan. Sehingga analisis ini tidak hanya melihat biaya dan manfaat individu saja, tetapi secara menyeluruh memperhitungan biaya dan manfaat sosial dan selanjutnya dapat disebut sebagai analisis biaya manfaat sosial atau analisis ekonomi.

Aplikasi analisis biaya dan manfaat pertama kali dilakukan pada tahun 1768 untuk mengevaluasi Net Benefit dari proyek kanal Forth Clyde di Skotlandia. BCA secara resmi memperoleh pengakuan dari pemerintah AS melalui Peraturan Pengendalian Banjir AS tahun 1936. Tahun 1950 US Federal Inter Agency River Basin Committee memperkenalkan Green Book yang memuat prosedur untuk membandingkan biaya dan manfaat. Selanjutnya tahun 1960-1970-an, penggunaaan prosedur BCA mulai menjadi perhatian dalam evaluasi proyek di negara-negara berkembang. Saat ini BCA digunakan secara luas untuk mengevaluasi pilihan-pilihan di antara berbagai alternatif dalam berbagai bidang termasuk kesehatan, transportasi, SDA dan pertanian, pertambangan, dan sebagainya (Hanley and Spash 1993).

(27)

setiap manfaat yang muncul, baik itu manfaat langsung maupun manfaat tidak langsung. Dari analisis biaya manfaat yang dilakukan, didapatkan nilai kriteria investasi yang sangat tinggi dengan menggunakan suku bunga pasar sebesar 12 %, seperti nilai B/C yang lebih dari 6. Hal ini dinilai wajar dikarenakan proyek yang diteliti mengeluarkan biaya operasional tahunan yang minim dengan nilai manfaat yang besar.

Irawaty (2008) dalam penelitiannya menganalisis manfaat yang didapatkan PT. ISM Tbk Bogasari Flours Mills dari program kegiatan sosial mereka, dan berhasil diidentifikasi manfaatnya berupa manfaat yang dapat dikuantifikasi maupun manfaat yang tidak dapat dikuantifikasi dikarenakan bersifat intangible. Manfaat tersebut diantaranya tambahan pendapatan per tahun, meningkatnya rasa kekeluargaan diantara perusahaan dan UKM, meningkatnya loyalitas terhadap perusahaan, menambah animo masyarakat untuk menabung, dan lain-lain. Dalam penelitiannya, penulis hanya berhenti pada perbandingan antara biaya dan manfaat tanpa dilanjutkan ke analisis kelayakan. Selain itu, dari sekian banyak manfaat yang teridentifikasi hanya satu manfaat tangible yang dapat dikuantifikasi, sedangkan manfaat lainnya yang bersifat intangible tidak berhasil dikuantifikasi. Wulandari (2011) dalam penelitiannya mengenai proyek pembangunan bendungan di Kabupaten Jembrana Bali berhasil mengidentifikasi manfaat-manfaat berupa manfaat langsung yaitu hasil dari penjualan air bersih dan meningkatkan produktivitas pertanian serta manfaat tidak langsung berupa perbaikan kesehatan masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatnya tingkat pendidikan, di mana manfaat-manfaat tidak langsung tersebut dikuantifikasi dengan mengasumsikan 30 % dari manfaat langsung. Kelemahannya dari penelitian ini adalah tidak dijelaskan alasan kuat tentang asumsi kuantifikasi manfaat-manfaat tidak langsungnya. Nilai 30 % dari manfaat langsung secara tiba-tiba muncul dalam perhitungan manfaat-manfaat tidak langsung. Penelitian-penelitian terdahulu di atas menunjukkan analisis biaya dan manfaat dapat dilakukan untuk proyek-proyek yang bersifat sosial dengan segala kelebihan dan kelemahannya. Analisis biaya dan manfaat yang dilakukan pada program PESAT ini memiliki perbedaan yang mendasar pada sisi manfaat program, di mana salah satu manfaat utama yang muncul dari adanya program adalah bersifat intangible yaitu berhubungan dengan human capital, yaitu program dapat meningkatkan ilmu pengetahuan para peternak. Selain itu, program yang diteliti merupakan program sosial di bidang pertanian yang notabenenya memiliki nilai kriteria kelayakan yang kecil atau sangat kecil, sehingga analisis menggunakan suku bunga yang lebih kecil daripada suku bunga pasar pada umumnya. Pada penelitian ini, terdapat beberapa metode dengan pendekatan non pasar dalam mengkuantifikasi manfaat yang bersifat intangible. Selain analisis biaya manfaat tentang program, penelitian ini juga dipadukan dengan analisis pemangku kepentingan yang langsung merasakan manfaat dari adanya program.

Metode Benefit Cost Analysis didasarkan kepada komponen biaya dan manfaat. Langkah pertama dalam melakukan kelayakan ekonomi dari sebuah proyek adalah menentukan komponen biaya dan manfaat yang muncul dari proyek tersebut. Dalam Hanley and Barbier (2009) terdapat enam langkah BCA yang dapat ditempuh yaitu :

(28)

lokasi, waktu, kelompok yang terlibat, hubungan dengan program lainnya, dan sebagainya. Program-program lingkungan untuk masyarakat yang dianalisis BCA dapat dibedakan atas proyek fisik dan program penyusunan regulasi.

2. Mengidentifikasi dampak dari program atau proyek

3. Deskripsi input dan output program secara kuantitatif, dalam hal ini, waktu harus diperhitungkan. Biasanya proyek lingkungan tidak dapat selesai hanya dalam waktu singkat, sehingga spesifikasi input dan output juga harus memperhitungkan atau meramalkan kejadian-kejadian di masa mendatang.

4. Estimasi biaya dan manfaat sosial dari input-input dan output-output. Seluruh manfaat dan biaya dalam BCA harus dinyatakan dalam bentuk nilai uang atau moneter agar bisa dibandingkan secara langsung. Namun, seringkali penilai harus berhadapan dengan manfaat dan atau biaya yang tidak memiliki nilai pasar (intangible), sehingga harus dilakukan estimasi dengan teknik-teknik valuasi lingkungan. Jika penilaian kuantitatif tidak dapat dilakukan, maka dapat dijelaskan secara kualitatif dan kuantifikasi seoptimal mungkin, dan mendokumentasikan alasan mengapa manfaat tidak dapat dimonetasi.

5. Menghitung kriteria performa dari proyek atau program 6. Melakukan analisis kepekaan

Metode Cost Benefits Analysis merupakan penilaian yang terlebih dahulu kita harus dapat mengidentifikasi dan mengkonversikan komponen-komponen penilaian yaitu biaya-biaya dan manfaat-manfaat yang dihasilkan oleh proyek tersebut ke dalam nilai ekonomis atau moneter. Kemudian kita analisis kelayakan ekonomisnya memanfaatkan alat-alat analisis finansial yang ada seperti Net Present Value, Benefit Cost Ratio dan Internal Rate of Return. Dari hasil analisis tersebut dapat ditetapkan apakah proyek program PESAT PT.KPC tersebut dapat diterima atau tidak.

Dalam analisa suatu investasi, terdapat dua aliran kas, aliran kas keluar (cash outflow) yang terjadi karena pengeluaran-pengeluaran untuk biaya investasi, dan aliran kas masuk (cash inflow) yang terjadi akibat manfaat yang dihasilkan oleh suatu investasi. Aliran kas masuk atau yang sering dikatakan pula sebagai

proceeds, merupakan keuntungan bersih sesudah pajak ditambah dengan

depresiasi (bila depresiasi masuk dalam komponen biaya).

Tentunya analisis biaya manfaat ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya dalam menentukan program yaitu terjaminnya penggunaan sumberdaya ekonomi secara efisien. Program atau proyek yang dianalisis dengan cara ini akan memperhitungkan kondisi perekonomian secara luas sehingga dapat meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi khususnya sumberdaya manusia dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan kelemahan dari analisis ini adalah dalam menilai manfaat seringkali sulit dikuantitatif yang disebabkan karena manfaat yang tidak berwujud (intangible).

(29)

memberikan rekomendasi secara ekonomis untuk melanjutkan atau tidak sebuah program atau proyek yang akan atau sudah dibangun.

Peluang Usaha Penggemukan Sapi Potong

Usaha penggemukan sapi potong memiliki peluang yang sangat besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Seiring bertambahnya penduduk di Indonesia, maka permintaan akan pentingnya protein hewani semakin tinggi. Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan daging sapi nasional, Indonesia masih harus mengimpor sebesar 30% dari total kebutuhan. Jumlah impor itu harus terus berkurang sampai 10% dan 90% kebutuhan daging nasional dapat dipenuhi oleh sapi lokal. Dengan adanya program pemerintah untuk swasembada daging pada tahun 2014, maka idealnya Indonesia hanya boleh mengimpor sebanyak 85 ribu sapi, yang saat ini Indonesia masih harus mengimpor 260 ribu ekor sapi atau setara dengan 460 ribu ton daging sapi.

Melihat dari kebutuhan daging sapi nasional yang masih begitu besar, maka peluang usaha itu semakin lebar, baik itu untuk skala industri maupun skala peternakan rakyat. Swasta dalam hal ini perusahaan memiliki peran yang sangat besar untuk menghadapi peluang tersebut. Dengan melibatkan masyarakat, maka tujuan pemerintah untuk swasembada daging tahun 2014 dapat didukung oleh perusahaan yang notabenya memiliki modal yang cukup. Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya mencapai swasembada daging antara lain adalah: 1) subsektor peternakan berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian, 2) rumah tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus bertambah, 3) tersebarnya sentra produksi sapi potong di berbagai daerah, sedangkan sentra konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakkan perekonomian regional, dan 4) mendukung upaya ketahanan pangan, baik sebagai penyedia bahan pangan maupun sebagai sumber pendapatan yang keduanya berperan meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan (Kariyasa 2005).

Yusdja dan Ilham (2004) mengatakan Indonesia memiliki tiga pola pengembangan sapi potong. Pola pertama adalah pengembangan sapi potong yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan usaha pertanian, terutama sawah dan ladang. Pola kedua adalah pengembangan sapi tidak terkait dengan pengembangan usaha pertanian. Pola ketiga adalah pengembangan usaha penggemukan (fattening) sebagai usaha padat modal dan berskala besar, meskipun kegiatan masih terbatas pada pembesaran sapi bakalan menjadi sapi siap potong.

Upaya pengembangan sapi potong perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain: 1) daging sapi harus dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan harga yang terjangkau, 2) peternakan sapi potong di dalam negeri (peternakan rakyat) secara finansial harus menguntungkan sehingga dapat memperbaiki kehidupan peternak sekaligus merangsang peningkatan produksi yang berkesinambungan, dan 3) usaha ternak sapi potong harus memberikan kontribusi yang positif terhadap perekonomian nasional (Kuswaryan et al. 2004).

(30)

dan pembekalan masyarakat tentang ternak melalui program tersebut dapat memperkuat tujuan pemerintah dan harapan kita semua bagi tercapainya swasembada daging dan akhirnya bagi peningkatan status ekonomi masyarakat.

Kerangka Pemikiran

Reklamasi merupakan kewajiban yang harus dilakukan perusahaan tambang setelah melakukan eksplorasi lahan. Reklamasi sendiri sudah diatur dalam UU. No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Permen ESDM No. 18/2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Reklamasi yang dilakukan perusahaan tambang berupa penanaman kembali atau penghijauan. Lahan bekas tambang yang telah direklamasi dapat dimanfaatkan untuk program-program lain yang tujuannya agar hasilnya lebih optimal. Banyak langkah yang bisa dilakukan oleh perusahaan tambang di Indonesia sebagai upaya memanfaatkan lahan bekas tambangnya, antara lain revegetasi dengan tanaman hutan, untuk pertanian, dibuat waduk dan perikanan, dan di sektor peternakan. Atlernatif lain yang dilakukan oleh PT. KPC dalam pemanfaatan lahan bekas tambang yaitu membangun pusat pelatihan ternak budidaya sapi yang diberi nama program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT). Program ini termasuk baru dalam pemanfaatan lahan bekas tambang, tetapi dimungkinkan dapat dilakukan atau diikuti oleh perusahaan tambang lain di Indonesia. Dalam perjalanannya program PESAT KPC direkomendasikan sebagai row model dalam pemanfaatan lahan bekas tambang dalam ajang The Fifth ASEAN Energy Awards, hal tersebut didasarkan kepada model program PESAT yang dapat melibatkan peran serta masyarakat sekitar dalam bentuk menjadi peserta magang yang akan mendapatkan pelatihan mengenai budidaya ternak sapi dari kalangan professional. Selain itu, program PESAT KPC juga mendapatkan apresiasi dan dukungan pemerintah daerah Kutai Timur sebagai program yang ikut mensukseskan program pemerintah untuk swasembada daging.

Dengan berbagai kelebihan dan manfaat yang dirasakan akibat adanya program tersebut, bagaimana konsep program PESAT agar dapat diduplikasi oleh perusahaan tambang lain di Indonesia, apakah benar program ini lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan, sehingga diperlukan analisis kelayakan program. Dikarenakan program ini pada prakteknya banyak bermanfaat bagi stakeholder lain, maka perlu dilakukan analisis stakeholder untuk mengetahui posisi masing-masing terkait dengan kepentingan dan pengaruh yang dimiliki atas program. Selain itu, perlu mengetahui persepsi peternak sebagai peserta dari program ini sehubungan dengan perbaikan program ke depan. Semua hal tersebut dilakukan dalam rangka keberlanjutan program di masa yang akan datang, saat PT. KPC mengakhiri kontrak usaha dengan pemerintah daerah tahun 2021.

(31)

dengan pencarian alternative pemanfaatan lahan bekas tambang. Secara skematis uraian tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Alur pemikiran penelitian

Pasca Operasi/Produksi

Lahan Bekas Tambang

Reklamasi

Alternatif : Program Peternakan Sapi Terpadu

Keberlanjutan Program Operasi Penambangan

Revegetasi

Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang

PT. Kaltim Prima Coal Perusahaan Tambang

Batu Bara 

UU. No. 4/2009

-Row Model dalam Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang

-Berbasis Masyarakat

(32)

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang menjadi objek penelitian ini adalah pusat pelatihan

Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) di Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur.

Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dikarenakan program ini satu di antara sedikit program reklamasi lahan bekas tambang di Indonesia dalam bidang peternakan dan di bawah perusahaan tambang besar di Indonesia yaitu PT. KPC yang mana sudah dijadikan row model program berbasis masyarakat. Waktu pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data penelitian yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait di perusahaan PT. KPC, pemerintah daerah Kutai Timur, perguruan tinggi, dan peserta magang program PESAT. Data sekunder dikumpulkan melalui data yang ada pada perusahaan PT. KPC dan instansi-instansi yang terkait lainnya.

Tabel 3.1 Matrik penelitian : tujuan, sumber dan metode analisis

Tujuan Penelitian Sumber Data yang

Diperlukan

Metode Analisis

1. Menganalisis model atau konsep program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) PT. KPC.

a. Sejarah atau latar belakang program PESAT.

b. Profil umum seperti tujuan program, melalui data primer dan data sekunder yang dimiliki perusahaan.

2. Mengestimasi biaya dan manfaat dari program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) PT. KPC.

a. Biaya investasi awal b. Biaya operasional c. Manfaat-manfaat

program

Data sekunder

(33)

Tabel 3.1 Matrik penelitian : tujuan, sumber dan metode analisis (lanjutan)

Tujuan Penelitian Sumber Data yang

Diperlukan

a. Stakeholder yang terlibat

b. Peran masing-masing stakeholder.

c. Kontribusi masing-masing stakeholder. d. Nilai kepentingan dan

pengaruh masing-masing stakeholder

Analisis stakeholder, Analisis deskriptif melalui wawancara dengan pihak yang terkait di PEMDA Kutim, PT, dan lembaga lain yang terkait.

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan secara detail tentang bagaimana model atau konsep dari program Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) PT. KPC, menjelaskan bagaimana proses reklamasi lahan bekas tambang yang kemudian dimanfaatkan untuk program PESAT, dan menjelaskan profil program PESAT mulai dari perkandangan, ternak, pakan, pekerja, peserta magang, dan lain-lain. Selain itu digunakan untuk menjelaskan bagaimana pengaruh dan kepentingan stakeholder di Kutai Timur bagi keberlanjutan program ini pasca PT. KPC melakukan penutupan tambang tahun 2021.

Analisis Biaya Manfaat

(34)

Ketika biaya dan manfaat telah berhasil diidentifikasi, kesemuanya harus memiliki nilai agar dapat diperoleh perbandingan antar berbagai alternatif atau pilihan. Asumsi dasar yaitu harga mencerminkan nilai atau opportunity cost, atau dapat disesuaikan hingga tercapai asumsi tersebut. Dalam BCA sosial, harga-harga input (dan output) yang tidak mencerminkan nilai sesungguhnya terhadap masyarakat, dapat disesuaikan. Pada proses ini kita dapat menggunakan bayangan (shadow pricing) (Brent 2006).

a) Menghitung Nilai Komponen Biaya

1. Biaya investasi awal (outlays); pembangunan kandang sapi, gedung kantor dan asrama pekerja, fasilitas di PESAT, dan pembelian peralatan.

2. Biaya operasional ; perawatan kandang, listrik, upah tenaga kerja, bakalan, obat-obatan, pakan, biaya pengangkutan dan biaya-biaya lainnya (manajemen program, pelatihan).

Biaya-biaya di atas akan didapatkan dari data sekunder perusahaan mulai tahun nol program dimulai sampai tahun terakhir 2012.

b) Menghitung Nilai Komponen Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari program PESAT ini terdiri dari manfaat langsung atau primer yang merupakan manfaat langsung yang dihasilkan dari program PESAT seperti hasil dari penggemukan sapi dan manfaat tidak langsung atau sekunder, yaitu manfaat yang muncul sebagai efek dari adanya program PESAT. Berikut manfaat-manfaat yang teridentifikasi dari program PESAT PT. KPC :

1. Manfaat produk sapi 2. Manfaat produk susu 3. Manfaat produk sayuran

4. Manfaat produk pupuk kompos padat dan cair 5. Manfaat produk biogas

6. Sebagai tempat wisata pendidikan

7. Sebagai laboratorium lapangan Kampus STIPER Kutim 8. Sebagai tempat/ruang pertemuan

9. Sebagai tempat penginapan tamu perusahaan 10. Sebagai tempat PKL dan penelitian

11. Meningkatkan ilmu pengetahuan para peternak

12. Meningkatkan bargaining atau reputasiperusahaan di mata masyarakat, mitra dan pemerintah

Analisis Kelayakan Program

(35)

a) Net Present Value

Net Present Value (NPV) digunakan untuk mengurangi

kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode Payback Period. Metode NPV merupakan metode yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai sekarang dari aliran kas masuk bersih (proceeds) dengan nilai sekarang dari biaya pengeluaran suatu investasi (outlays). Oleh karena itu, untuk melakukan perhitungan kelayakan investasi dengan metode NPV diperlukan data aliran kas keluar awal (initial cash outflow), aliran kas masuk bersih di masa yang akan datang (future net cash inflows), dan rate of return minimum yang diinginkan (Hanley and Barbier 2009). Rumus yang digunakan untuk menghitung Net Present Value (NPV) adalah :

n = periode yang terakhir di mana cash flow diharapkan

Apabila proceeds suatu investasi tidak sama besarnya dari tahun ke tahun maka Present Value dari proceeds setiap tahunnya harus dihitung terlebih dahulu untuk dijumlahkan sehingga diperoleh jumlah Present Value dari keseluruhan proceeds yang diharapkan dari investasi.

Kriteria kelayakan penerimaan investasi menggunakan metode Net Present Value (NPV) adalah suatu investasi yang diusulkan dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari nol atau bernilai positif. Sebaliknya, jika NPV suatu investasi lebih kecil dari nol atau bernilai negatif maka investasi tersebut dinyatakan tidak layak.

Penentuan tingkat diskonto merupakan suatu hal yang sangat penting karena dilaksanakannya suatu proyek sangat tergantung dari tingkat diskonto yang dipilih. Ada beberapa tingkat diskonto dalam masyarakat, misalnya tingkat bunga tabanas, deposito (yang juga bermacam-macam tingkatnya tergantung jenis dan jangka waktunya), pinjaman bank, dan tingkat bunga resmi yang besarnya berbeda-beda.

(36)

b) Benefit Cost Ratio

Metode ini merupakan metode yang menghitung perbandingan antara manfaat dengan biaya.

Rumus yang digunakan untuk menghitung Benefit Cost Ratio (BCR) adalah :

n = periode yang terakhir di mana cash flow diharapkan

Apabila proceeds suatu investasi tidak sama besarnya dari tahun ke tahun, maka harus menghitung Present Value dari proceeds setiap tahunnya terlebih dahulu untuk dijumlahkan sehingga diperoleh jumlah Present Value dari keseluruhan proceeds yang diharapkan dari investasi.

Kriteria kelayakan penerimaan investasi menggunakan metode BCR adalah suatu investasi yang diusulkan dinyatakan layak jika BCR lebih besar dari satu. Sebaliknya, jika BCR suatu investasi lebih kecil dari satu maka investasi tersebut dinyatakan tidak layak.

c) Internal Rate of Return

Metode Internal Rate of Return (IRR) pada dasarnya merupakan metode untuk menghitung tingkat bunga yang dapat menyamakan antara present value dari semua aliran kas masuk dengan aliran kas keluar dari suatu proyek investasi (Hanley and Barbier 2009). Maka pada prinsipnya metode ini digunakan untuk menghitung besarnya rate of return sebenarnya. Pada dasarnya Internal Rate of Return harus dicari dengan cara trial and error.

Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah :

(

2 1

)

r1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif

r2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif

NPV1 = NPV yang bernilai positif

NPV2 = NPV yang bernilai negatif

Kriteria kelayakan penerimaan investasi menggunakan metode Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu investasi yang diusulkan dinyatakan layak jika

Internal Rate of Return (IRR) lebih besar dari tingkat keuntungan yang

(37)

Analisis Kepekaan

Analisis kepekaan adalah menghitung ulang NPV ketika nilai-nilai parameter tertentu berubah (Hanley and Barbier 2009). Analisis ini digunakan untuk menilai dampak yang mungkin terjadi karena ketidakpastian dengan mengajukan sejumlah pertanyaan “bagaimana jika”. Sejumlah parameter yang diperlukan pada analisa kepekaan adalah discount rate, jangka waktu perencanaan proyek, perbedaan waktu dalam pelaksanaan proyek, perubahan dalam pengeluaran modal, perubahan dalam harga barang non pasar, dan perubahan dalam manfaat dan biaya.

Analisis Persepsi

Dalam penelitian ini persepsi yang dinilai adalah persepsi para peserta/peternak terhadap program PESAT, khususnya terhadap pelatihan yang diberikan kepada mereka. Persepsi peserta yang akan diteliti adalah persepsi terhadap ketersediaan sarana/fasilitas pelatihan, terhadap program pelatihan, terhadap metode pelatihan, terhadap instruktur pelatihan, terhadap kebutuhan akan pelatihan, terhadap materi pelatihan, terhadap waktu pelatihan, terhadap manfaat pelatihan. Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai jawaban responden dalam kuesioner adalah Skala Likert, yaitu nilai 5 : sangat setuju/sangat puas, 4 : setuju/puas, 3 : ragu-ragu/biasa saja, 2 : tidak setuju/tidak puas, 1 : sangat tidak setuju/sangat tidak puas. Sampel responden yang diambil adalah para peternak yang sedang mengikuti program pemagangan atau yang sudah selesai mengikuti program pemagangan, diambil dari perwakilan dari setiap tahap pemagangan.

Analisis Stakeholder

Analisis stakeholder digunakan untuk menganalisis data mengenai stakeholder. Model analisis stakeholder yang digunakan adalah model yang diperkenalkan oleh Reed et al. (2009). Tahapan dalam melakukan analisis stakeholder adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi stakeholder dan perannya

2. Identifikasi harapan-harapan yang muncul dari para stakeholder terhadap program

3. Keuntungan-keuntungan/manfaat-manfaat apa saja yang mungkin akan diperoleh para stakeholder

4. Membedakan dan mengkategorikan stakeholder berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya

Stakeholder adalah orang-orang, atau kelompok-kelompok, atau lembaga-lembaga yang kemungkinan besar terkena pengaruh dari satu kegiatan program/proyek baik pengaruh itu positif maupun negatif, atau sebaliknya yang mungkin memberikan pengaruh terhadap hasil keluaran program/proyek.

Stakeholder dipetakan ke dalam matriks analisis stakeholder berdasarkan besarnya kepentingan dan pengaruh. Besarnya kepentingan dinilai berdasarkan keterlibatan stakeholder dalam keberhasilan program PESAT, kesesuaian tujuan kerja/program stakeholder terhadap program PESAT, kontribusi masing-masing

stakeholder yang berkaitan dengan program PESAT, manfaat yang diperoleh

(38)

2009). Instrumen kekuatan meliputi kekuatan kondisi (conditioning power), kekuatan kelayakan (condign power), kekuatan kompensasi (compesatory power) dan sumber kekuatan meliputi kekuatan individu (personality power), kekuatan organisasi (organization power). Dalam penelitian ini, besarnya pengaruh dapat dilihat dari peran kekuasaan dan statusnya (politik, sosial & ekonomi) terhadap program PESAT, derajat/level lembaga dalam pembuatan keputusan, hubungan dengan stakeholder lain terkait program PESAT, dukungan SDM terhadap program PESAT, dan dukungan finansial terhadap program PESAT. Penilaian besarnya kepentingan dan pengaruh stakeholder menggunakan skala likert yaitu nilai 5 : sangat kuat, 4 : kuat, 3 : sedang, 2 : lemah, 1 : sangat lemah.

Jumlah nilai yang didapatkan oleh masing-masing stakeholder adalah 25 poin untuk besarnya kepentingan dan 25 poin untuk besarnya pengaruh. Setelah diketahui besarnya nilai kepentingan dan pengaruh, masing-masing stakeholder dipetakan ke dalam matriks kepentingan pengaruh pada gambar 2 dengan menggunakan Software Minitab 16.

Gambar 3.1 Matriks kepentingan-pengaruh (Reed et al. 2009)

Pengaruh

Key Player Subject

(39)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Tempat Penelitian

Keadaan Geografi

Penelitian dilakukan di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur, tepatnya di Kecamatan Sangatta Utara. Kutai Timur memiliki luas wilayah 35 747.50 km² atau 17 % dari total luas Provinsi Kalimantan Timur. Daerah ini terletak antara 118º58’19” Bujur Timur dan 115º56’26” Bujur Barat serta diantara 1º52’39” Lintang Utara dan 0º02’10” Lintang Selatan. Kecamatan Sangatta memiliki luas wilayah sebesar 2923.44 km2 dengan rincian Sangatta Utara sebesar 1262.59 km2 dan Sangatta Selatan sebesar 1660.85 km2.

Kabupaten Kutai Timur pada awalnya terdiri dari 5 kecamatan, kemudian berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 1999, dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Pada Tahun 2005, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2005, Kabupaten Kutai Timur dimekarkan lagi menjadi 18 kecamatan. Jika dilihat dari batas-batas wilayah dan posisinya, maka Kutai Timur merupakan kabupaten yang menghubungkan beberapa daerah kabupaten atau kota di Kalimantan Timur, yaitu antara wilayah utara (Kabupaten Berau dan Bulungan) serta wilayah tengah (Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Kartanegara).

Batas wilayah Kabupaten Kutai Timur adalah sebagai berikut :

a Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Talisayan dan Kecamatan Kelay (Kabupaten Berau)

b Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Bontang Utara (Kota Bontang) dan Kecamatan Marang Kayu (Kabupaten Kutai Kartanegara)

c Sebelah Timur : Berbatasan dengan Selat Makasar dan Laut Sulawesi

d Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kembang Janggut dan Kecamatan Tabang (Kabupaten Kutai Kartanegara)

Luas wilayah setiap kecamatan di Kabupaten Kutai Timur berbeda-beda. Muara Wahau merupakan kecamatan yang memiliki wilayah terluas, yaitu 5724, 32 km2 atau 16.01 % dari keseluruhan kecamatan yang ada di Kutai Timur, sedangkan urutan kedua ditempati oleh Kecamatan Busang, yaitu seluas 3721.62 km2 atau 10.41 % dari keseluruhan Kabupaten Kutai Timur. Kecamatan Sangatta Utara memiliki luas wilayah sebesar 1262.59 km2 dan Sangatta Selatan memiliki luas wilayah sebesar 143.82 km2, namun jumlah penduduk di Kecamatan Sangatta berjumlah paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Luas wilayah setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Kutai Timur dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan peta Kabupaten Kutai Timur dapat dilihat dalam Gambar 4.1.

(40)

Tabel 4.1 Luas wilayah menurut kecamatan

No Kecamatan Banyaknya Desa Luas

Km² %

1 Muara

Ancalong 8 2739.30 7.66

2 Busang 6 3721.62 10.41

3 Long Mesangat 7 526.98 1.47

4 Muara Wahau 9 5724.32 16.01

5 Telen 7 3129.61 8.75

6 Kombeng 7 581.27 1.63

7 Muara Bengkal 7 1522.80 4.26

8 Batu Ampar 6 204.5 0.57

9 Sangatta Utara 4 1262.59 3.53

10 Bengalon 11 3196.24 8.94

11 Teluk Pandan 6 831 2.32

12 Rantau Pulung 8 1660.85 4.65

13 Sangatta Selatan 4 143.82 0.4

14 Kaliorang 7 3322.58 9.29

15 Sangkulirang 13 438.91 1.25

16 Sandaran 7 3419.30 9.57

17 Kaubun 8 257.45 0.72

18 Karangan 7 3064.36 8.57

Kabupaten

Kutai Timur 135 35 747.50 100

Sumber : Bappeda Kutai Timur (2013)

Gambar 4.1 Kabupaten Kutai Timur Sumber : Bappeda Kutai Timur (2013)

Kalimantan  Timur  MALAYSIA 

Kalimantan  Barat 

Kalimantan 

Tengah  SULAWESI 

Kutai Timur

Gambar

Gambar 2.1 Alur pemikiran penelitian
Tabel 3.1 Matrik penelitian : tujuan, sumber dan metode analisis
Tabel 3.1 Matrik penelitian : tujuan, sumber dan metode analisis (lanjutan)
Tabel 4.1  Luas wilayah menurut kecamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian secara keseluruhan, kisaran parameter kualitas perairan masih dalam batasan toleransi bagi kehidupan mangrove di antara kedua kawasan, dimana pada Stasiun 1

Kecamatan Hampang merupakan kecamatan yang terluas dengan luas wilayah 17,88% dari luas kabupaten Kotabaru, sedangkan kecamatan yang memiliki luas terkecil

(unit) Luas (m²) % Eksisting Tahun 2008 Arahan Penyediaan Tahun 2028 Jumlah (unit) Standart Kebutuhan RTH.. Secara keseluruhan luasan RTH rencana telah sesuai dengan kondisi

Bingkai Akibat/kesan - laporan peristiwa, isu atau masalah dari segi akibat ia ada pada seseorang individu, kumpulan, parti, institusi atau negara; melaporkan kerosakan atau

Kyai Hasyim Asy’ari pada prinsipnya menerima ide Muhammad Abduh untuk membangkitkan kembali ajaran Islam, akan tetapi menolak melepaskan diri dari

Pendekatan integrasi pendidikan akademik dan agama menghasilkan tenaga kerja wanita dalam pelbagai bidang tetapi yang paling penting adalah dasar sistem tarbiah yang

Walaupun kebanyakan perusahaan belum mencapai level kedekatan yang diinginkan dengan para pelanggan, ini adalah kemajuan yang paling baik dari tren-tren besar

produk. Membantu dalam menjual produk dan jasa kepada pelanggan. Memberikan value proposition kepada pelanggan. Menyediakan dukungan kepada pelanggan setelah pembelian. Beberapa