• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

(2)

LAMPIRAN

Dokumentasi Kondisi Hutan di Hutan Diklat Pondok Buluh

Dokumentasi Kegiatan Penelitian di Hutan Diklat Pondok Buluh

(3)

Dokumentasi Wawancara Nara sumber di Hutan Diklat Pondok Buluh

Dokumentasi Skrining Fitokimia Tumbuhan Obat

(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ambri, K. 2015. Eksplorasi Tumbuhan Obat pada Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung Sumatera Utara. Fakultas Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.

Arbi, J. 2010. Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Getah Kemenyan (Styrax benzoin Dryand.) Terhadap Beberapa Mikroba. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Balai Diklat Kehutanan Pematang Siantar. 2015. Sampinur Vol VII. No 1 Tahun2015. ISSN: 1978-564X. Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Dalimartha, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Pustaka Bunda. Jakarta.

. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Pustaka Bunda. Jakarta.

. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Pustaka Bunda. Jakarta.

Elafatio,T., E. Matuschek, and U.L.V. Svanberg. 2005. Fermentatoinand enzim treatment of tannin sorghum gruels: Effect onphenolic compounds, phitate and in vitro accessible iron.

Hadad, S. dan Taryono. 1998. Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia. Pustaka Kartini. Jakarta.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan dari Pytochemical Methods oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB Bandung. Hal 47-245.

Hariana, A. H. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hasanah, Y. dan Hapsoh. 2011. Budidaya Tumbuhan Obat dan Rempah. USU Press. Medan.

Hernani dan Djauhariya, E. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Swadaya. Bogor.

Hostettmann, K. dan Marston, A. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Diterjemahkan oleh Ksasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.

(6)

Hutauruk, A. 2014. Eksplorasi Tumbuhan Aromatik pada Kawasan Hutan Taman Wisata Sicike-cike Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara.Jakarta.

Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Khare, C.P. 2007. Indian Medical Plants. Springer Science+Bussines Media , LLC. New Delhi.

Litbang Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2001. Review Tanaman Obat yang Digunakan oleh Pengobat Tradisional Volume XI No. 4.

Maulana, T. 2012. Inventarisasi dan Uji Metabolit Sekunder Zingiberaceae sebagai Tumbuhan Obat Tradisional di Hutan Aek Nauli Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Tesis. Universitas Negeri Medan. Medan.

Munawwarah. 2012. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Manurung, A. 2016. Eksplorasi Tumbuhan Obat di Hutan Lindung Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir. Fakultas Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.

Mursito, B. 2003. Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Penebar Swadaya. Jakarta.

Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam. 2010. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

PerMenHut No.67/Menhut-II/2006. Kriteria dan Standar Inventarisasi Hutan.

Pribadi, E.R. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengembangannya. Perspektif, 8 (1): 52-64.

Purwati, U.R. 2009. Skrining Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etilasetat Daun Eedusan (Eupatorium odoratum). UNSOED. Jurnal Molekul Vol. 4(2): 94-104.

(7)

Rijai. 2013. Potensi Herba Tumbuhan Balsem (Polygala paniculata Linn) sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial. Universitas Mulawarman.

Rismunandar dan Farry B. Paimin. 2001. Kayu Manis, Budi Daya dan Pengolahan. Penerbit PT Penebar Swadaya . Jakarta.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi VI. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.

Sein,C.C dan Mitlöhner, R. 2011. Cinnamomum parthenoxylon (Jack) Meisn. Ecology and silviculture in Vietnam. CIFOR, Bogor, Indonesia.

Sianturi, N.S.2015. Analisis Komponen Kimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper Ornatum N) Asal Pematang Siantar. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sihotang, I. 2015. Eksplorasi Tumbuhan Obat Di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Fakultas Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.

Sitorus, P. 2015. Characterization Simplisida and Study of Pirdot (Saurauia vulcani Korth) Leaves and Study of Antidiabetic Effect in Alloxan Induced Diabetic Mice. Faculty of Pharmacy. University of Sumatera Utara. International Journal of Chem Tech Research Vol.8(6) pp 789-794. Medan.

Soetarahardja. 1997. Inventarisasi Hutan. IPB Press. Bogor.

Sofia, D. 2007. Keanekaragaman Jenis Anakan Tingkat Semai Dan Pancang Di Hutan Alam. Karya Tulis. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.

Suin, N. 2002. Metode Ekologi. Padang: Universitas Andalas Press.

Sutomo. 2012. Polygala paniculata L. Sebagai Alternatif Tanaman Obat di Taman Obat Keluarga. UPT BKT Kebun Raya “Eka Karya” Bali Candikuning Baturiti Tabanan. Bali.

Tamin, R &Arbain D. 1995. Biodiversity dan Survey Etnobotani. Makalah Loka Karya Isolasi Senyawa Berkhasiat. Kerjasama HEDS-FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Winarto. 2003. Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat. Penebar Swadaya. Jakarta.

(8)
(9)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Maret sampai Mei 2016. Penelitian ini

telah dilaksanakan di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB), Kecamatan

Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Analisis

kandungan fitokimia tumbuhan obat dilakukan di Laboratorium Pasca Sarjana,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peta lokasi, GPS (Global

Positioning System), pisau, kamera digital, meteran, tali rafia, kantung plastik,

sarung tangan, alat tulis, alat herbarium, kertas saring, oven, panangas air, pipet

tetes, shaker, spatula, tabung reaksi, gelas ukur, dan label identifikasi.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buku identifikasi

tanaman obat, tally sheet, Pereaksi Bouchardart, Pereaksi Salkowsky, Pereaksi

Maeyer, Pereaksi Dragendrorff, Cerium Sulfat (CeSO4) 1%, HCl 10%, H2SO4

10%, FeCl3 1%, Mg-HCL cair, aquades dan metanol.

Prosedur Penelitian

1. Aspek Pengetahuan Lokal

Data primer dikumpulkan dengan teknik observasi atau survei langsung

kelapangan dan melakukan wawancara non formal dengan inform pengenal jenis

tanaman obat khusus yang tumbuh di kawasan HDPB tentang jumlah dan jenis

tumbuhan yang memiliki khasiat obat, bagian tumbuhan yang digunakan, serta

manfaatnya. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan kajian pustaka

(10)

mendukung. Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemandu

lapangan lokal, opsir tanaman di HDPB, dan pegawai di HDPB. Data yang

diperoleh dari hasil wawancara bersama informan kunci ditabulasikan dan

dianalisa secara deskriptif.

2. Aspek Keanekaragaman

Pengumpulan data analisis vegetasi tumbuhan obat di lapangan

menggunakan metode sampling plot berbentuk lingkaran, dimana penentuan titik

awal dilakukan dengan secara purpossive sampling yaitu berdasarkan tempat yang

dianggap banyak tanaman obatnya (Soetarhardja, 1997).

Luasan total dari kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh adalah 1.272,70 Ha

dengan intensitas sampling sebesar 1 % sehingga luasan penelitian yang akan

dilakukan adalah 12,7 Ha. Sampling plot yang dibuat adalah berbentuk lingkaran

berdiameter 25,2 m dengan luas sebesar 0,05 Ha tiap plotnya. Sehingga jumlah

plot sebanyak 255 plot. Pengamatan tanaman obat dilakukan secara eksploratif

sepanjang jalur pengamatan (PerMenHut, 2006).

Berikut dapat dilihat desain plot yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan Obat

L = 0,05 Ha

D = 25,2 m

L = 0,05 Ha

(11)

3. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan formulasi untuk

menghitung besarnya kerapatan (ind/ha), dan frekuensi dari masing-masing

jenis, dengan rumus sebagai berikut:

a. Kerapatan suatu jenis (K)

K =∑Individu suatu jenis Luas plot

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

KR = K Suatu jenis

∑K Seluruh jenis X 100%

c. Frekuensi suatu jenis (F)

F =∑plot ditemukan suatu jenis ∑Seluruh plot

d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

FR = F Suatu jenis

∑F Seluruh jenis x100%

Indriyanto (2006).

Metabolit Sekunder Tumbuhan Obat

Metabolit sekunder tumbuhan obat yang dicari dari referensi adalah jenis

metabolit sekunder seperti alkoloid, flavonoid/tanin, terpen/steroid, dan saponin.

Untuk jenis tumbuhan obat yang baru diketahui identikfikasinya dan tidak ada

referensi yang mendukung tentang jenis metabolit sekundernya, maka akan

dilakukan skrining untuk mengetahui jenis metabolit sekunder dalam tumbuhan

obat tersebut.

Metabolit sekunder mengacu kepada pendeteksian kandungan metabolit

(12)

kandungan senyawanya yang tergolong metabolit sekunder yaitu senyawa

alkoloid,flavonoid/tanin, terpen/steroid, dan saponin.

Prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan berdasarkan Penuntun

Praktikum Kimia Bahan Alam (2010) adalah sebagai berikut:

a. Pengujian Alkoloid

Sampel diiris halus lalu dimasukkan ke dalam beaker glass sebanyak 10

gram. Selanjutnya direndam dengan HCL 2 N dan dipanaskan di atas pemanas air

selama 2 jam pada suhu 600C. Hasilnya didinginkan dan disaring. Filtrat akan

diujikan sebagai berikut:

• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Meyer. Jika

mengandung senyawa golongan alkoloid maka akan terbentuk endapan

menggumpal berwarna putih kekuningan

• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff.

Jika mengandung senyawa golongan alkoloid maka akan terbentuk

endapan berwarna merah bata.

• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardart.

Jika mengandung senyawa golongan alkoloid maka akan terbentuk

(13)

Gambar 2. Skema Pengujian Alkoloid

b. Pengujian Flavono id/Tanin

Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC.

Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-3 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan

diekstraksi dengan 20 mL metanol. Ekstrak dapat diekstraksi dalam kondisi panas

maupun dingin kemudian disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut:

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan FeCL3 1%. Jika

mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna

larutan menjadi warna hitam.

HCL 2 N Pemanasan 2

Pengendapan Pengendapan Pengendapan

(14)

Gambar 3. Skema Pengujian Flavonoid/Tanin

c. Pengujian Terpen/Steroid

Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC.

Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-3 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan

diekstraksi dengan 10 mL metanol. Ekstrak dipanaskan selama 15 menit diatas

penangas air kemudian disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut:

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes pereaksi Salkowsky. Jika

mengandung senyawa golongan terpen maka akan tampak perubahan

warna larutan menjadi warna merah pekat

• Filtrat ditotolkan ke plat TLC, kemudian difiksasi dengan CeSO4 1%

dalam H2SO4 10%, kemudian plat dipanaskan ke hot plate pada temperatur

1100C. Bila bercak berwarna merah cokelat maka adanya kandungan

senyawa terpen.

Sampel (2-3 gram) Ekstrak Metanol (20 mL)

Penyaringan

Filtrat (1 Tetes)

FeCl3 1% (3 tetes)

(15)

Gambar 4. Skema Pengujian Terpen/Steroid

d. Pengujian Saponin

Sampel diekstraksi dengan metanol diatas penangas air. Ekstrak

dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dibiarkan hingga suhu semula. Hasilnya

dikocok selama 2-3 menit kemudian busa yang terbentuk didiamkan selama 1

menit. Selanjutnya dilakukan pengujian busa permanen dengan penambahan 1-3

tetes HCL 10%.

Gambar 5. Skema Pengujian Saponin

Sampel (2-3) Ekstrak Metanol (10 mL)

Penyaringan

Berbuih Dikocok

Sampel (2-3 gram) Ekstrak Metanol (10 mL)

Pemanasan (15 Menit)

Penyaringan Filtrat

Filtrat (1 Tetes) Filtrat (1 Tetes)

Pereaksi H2SO4 (3 Tetes)

CeSO4 1% Dalam H2SO4 10% Ke Plat TLC

(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Pengetahuan Lokal

Aspek pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui adanya jenis-jenis

tumbuhan obat pada kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh (HPBD). Informan

kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemandu lapangan lokal, opsir

tanaman di HDPB, dan pegawai HDPB sebanyak 4 orang. Berikut ini disajikan

tabel jenis-jenis tumbuhan obat yang ditemukan di HDPB.

Tabel 1. Jenis-jenis tumbuhan obat yang ditemukan di Hutan Diklat Pondok Buluh No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang

Digunakan

Kegunaan 1 Alang-alang Imperata cylindrica

Rausch.

Poaceae Daun Penambah nafsu makan, obat demam, batuk 2 Andor Pogu Ficus pumila Poaceae Daun Obat sakit mencret, obat

pegal-pegal, obat ambeien

3 Apikson Polygala paniculata

Linn

Vitaceae Daun Penambah tenaga, obat sakit perut, mengganjal rasa lapar, obat malaria, obat diabetes

5 Kemenyan Styrax benzoin Dry. Styraceae Daun, getah Anti bakteri, obat luka, obat gatal pada kulit 6 Kincung Hutan Hornstedtia scyphifera Zingiberaceae Daun Obat diare, batuk, haid

tidak teratur

7 Lengkuas Alpinia galanga Willd. Zingiberaceae Rimpang Obat demam, obat batuk, menghilangkan bau mulut

8 Losa Cinnamomum partenoxylon Jack.)

Lauraceae Daun, kulit batang

Obat nyeri punggung, obat urut

9 Medang Kuning Litsea castanae

Hook.f.

Lauraceae Daun Mandian anak-anak, obat demam

10 Murbei Morus alba Rumph. Moraceae Daun Memperlancar ASI, obat diabetes

Obat bisul, obat luka, menghentikan

pendarahan 12 Pasak Bumi Eurycoma longifolia

Jack

Simaroubaceae Akar, kulit akar, batang

Obat diare, obat demam, pendarahan, menguatkan badan, mengatasi gusi berdarah

13 Pepagan Centella asiatica L.

Urban

Apiaceae Seluruh bagian tanaman

(17)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang Digunakan

Kegunaan 14 Pirdot Saurauia vulcani Actinidiaceae Daun Obat rematik, diabetes 15 Podom-podom Saurophus androgynus

(L.) Merr.

Euphorbiaceae Daun Obat demam, obat bisul,

anti bakteri,

Asteraceae Daun Anti biotik, mengambat pendarahan, antibakteri 17 Sabal Cinnamomum

subavenium

Lauraceae Daun Obat sakit pinggang, obat terkilir

Obat terkilir atau patah tulang, obat rematik Obat mencret, obat luka bakar, obat kumur, bisul, obat sariawan, obat cacing pada anak-anak, obat mabuk

20 Sidaguri Sida rhombifolia Lour. Malvaceae Akar, daun Obat asma, disentri, bisul, kudis, kurap, sakit gigi

21 Simarsihala Melastoma

polyanthum Burm.f.

Melastomataceae Daun Obat mata bengkak, obat batuk anak

22 Sipeol Curcuma heyneana

Valet Van zipp

Zingiberaceae Daun Obat sakit perut, obat cacingan, minyak urut untuk masuk angin 23 Sirih Merah Piper betle Linn. Piperaceae Daun Obat bisul, obat sakit

gigi, diare, batuk,

Campanulaceae Bunga, daun Obat sakit gigi, obat tetes mata katarak, obat luka, asma

25 Vanilli Hutan Vanilla flanifolia Orchidaceae Daun Obat pusing obat mual, insektisida

Hasil dari aspek pengetahuan lokal yang telah dilakukan terhadap

informan kunci bahwa terdapat 25 jenis tumbuhan obat yang ada di kawasan

HDPB. Dimana dari 25 jenis tumbuhan obat tersebut telah dimanfaatkan masyarakat simalungun dalam pengobatan secara tradisional. Biasanya dari setiap

jenis tumbuhan obat yang digunakan berbeda-beda cara penggunannnya, ada yang

dioleskan, direbus, dan ditumbuk. Dari 25 jenis tumbuhan obat yang didapatkan,

Pirdot (Saurauia vulcanii) adalah jenis tumbuhan yang sering dimanfaatkan

masyarakat Simalungun dalam pengobatannya. Jenis ini merupakan tumbuhan

(18)

Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 17 famili dengan 25 jenis tumbuhan

obat yang memiliki manfaat sebagai obat. Famili yang didapatkan antara lain:

Poaceae,

Actinidiaceae, Simaroubaceae, Apiaceae, Euphorbiaceae, Asteraceae,

Melastomataceae, Malvaceae, Piperaceae, Campanulaceae, Orchidaceae. Dari

hasil yang didapatkan famili dengan jenis yang paling banyak dimanfaatkan

adalah Lauraceae dan Zingiberaceace sebanyak 3. Namun famili Lauraceae yang

lebih banyak ditemukan dibandingkan famili Zingiberaceace. Hal ini disebabkan

karena famili Lauraceae mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi lahan hutan

tersebut dibandingkan dengan famili jenis lainnya.

Berdasarkan tabel 1, bagian tumbuhan yang banyak digunakan sebagai

obat adalah daun. Hal ini diduga karena pada daun banyak terakumulasi senyawa

metabolit sekunder yang berguna sebagai obat. Kemudian dilihat dari segi

keutuhan dan eksistensi tumbuhan, jumlah daun lebih banyak dari jumlah lainnya.

Sehingga apabila diambil dalam jumlah tertentu tidak begitu berpengaruh

terhadap tumbuhan tersebut. Dan juga dilihat dari segi praktis dan efisiennya,

daun merupakan bagian yang mudah diracik untuk dijadikan sebagai bahan obat.

Deskripsi Tumbuhan Obat yang Ditemukan di Hutan Diklat Pondok Buluh Jenis-jenis tumbuhan obat yang ditemukan dari hasil eksplorasi penelitian

yang telah dilakukan di Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) ada 25 jenis

tumbuhan obat. Jenis-jenis tumbuhan yang telah ditemukan dari penelitian yang

(19)

1. Alang-alang (Imperata cylindrica Rausch.)

Berdasarkan Gambar 6, Alang-alang (Imperata cylindrica Rausch.)

merupakan tumbuhan yang hidup liar pada lahan terbuka atau sedikit terlindungi

dan tumbuh berumpun, memiliki daun pita memanjang, berwarna hijau muda.

Hernani dan Djauhariya (2004) menyatakan Alang-alang merupakan gulma yang

sangat merugikan pada semua tanaman baik tanaman semusim maupun tanaman

tahunan. Tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian 2700 mdpl. Tumbuh

tegak, herba menahun, batang semu, berpelepah, tinggi mencapai 2 m. Daun

berbentuk pita berbulu pendek dan kasar, pinggir daun bergerigi tajam,

pertulangan daun yang sejajar. Alang-alang memiliki kingdom: plantae, divisi:

magnoliophyta, kelas: liliopsida, ordo: poales, famili: poaceae, genus: imperata,

dengan spesies: Imperata cylindrica Rausch.

Masyarakat simalungun menggunakan daun Alang-alang sebagai

penambah nafsu makan, obat demam, batuk, dan mimisan. Menurut Hernani dan

Djauhariya (2004) metabolit sekunder pada daun Alang-alang (Imperata

cylindrica Rausch.) adalah senyawa golongan alkoloid, flavonoid, terpen/steroid.

Karakteristik tumbuhan Alang-alang dapat dilihat pada Gambar 6.

(20)

2. Andor Pogu (Ficus pumila)

Berdasarkan Gambar 7, Andor Pogu (Ficus pumila) merupakan tumbuhan

herba yang batangnya merayap/memanjat, daun berbentuk jantung atau bulat

telur. Tumbuh dibawah naungan dan semak, dan bergetah putih. Rijai (2013)

menyatakan bahwa Andor Pogu berhabitus semak, epifit panjang 2-5 m. Daunnya

tunggal, berseling, berbentuk bulat, berwarna hijau, dan ujung runcing. Andor

Pogu memiliki kingdom: plantae, divisi: magnliophyta, kelas: magnoliopsida,

ordo: urticales, famili: moraceae, genus: ficus, dengan spesies: Ficus pumila.

Hasil skrining metabolit sekunder yang telah dilakukan bahwa kandungan

kimia pada Andor Pogu (Ficus pumila) adalah senyawa golongan tanin,

terpen/steroid, saponin. Dimana khasiat Andor Pogu menurut masyarakat

simalungun adalah sebagai obat sakit mencret, obat pegal-pegal, dan obat

ambeien. Karakteristik tumbuhan Andor Pogu dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Andor Pogu (Ficus pumila)

3. Apikson (Polygala paniculata Linn)

Berdasarkan Gambar 8, Apikson (Polygala paniculata Linn) merupakan

tumbuhan berbau balsem sehingga dinamakan tumbuhan apikson oleh masyarakat

di Simalungun, tumbuh pada daerah terbuka dan terdapat cahaya. Sutomo (2012)

(21)

dan akan mati setelah mencapai dewasa selama 4-5 bulan. Bentuk daunnya lanset,

ujung daun runcing, berwarna hijau cerah. Perbungaan terletak di ujung,

berbentuk tandan. Apikson memiliki kingdom: plantae, divisi: magnoliophyta,

kelas: magnoliopsida, ordo: polygalales, famili:

spesies: polygala paniculata L.

Apikson berkhasiat sebagai antibakteri dan aromaterapi mandian menurut

masyarakat simalungun. Menurut Rijai (2013) metabolit sekunder pada Apikson

adalah senyawa golongan tanin, alkoloid, saponin, steroid, flavanoid.

Karakteristik tumbuhan Apikson dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Apikson (Polygala paniculata Linn)

4. Gagatan Harimau (Vitis quadrangular Wall.)

Berdasarkan Gambar 9, Gagatan Harimau (Vitis quadrangular Wall.)

merupakan tumbuhan semak menjalar yang hidup pada daerah yang lembab,

permukaan berbulu, daun berwarna hijau. Ambri (2015) menyatakan bahwa

Gagatan Harimau terdapat pada hutan primer, batang bulat beralur, permukaan

berbulu. Memiliki bentuk daun bulat, meruncing pada bagian ujung, letak

berhadapan, pangkal daun seperti hati dengan tepi bergerigi, pertulangan menjari,

permukaan berbulu. Gagatan Harimau memiliki kingdom: plantae, divisi:

magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: vitals, famili: vitaceae, genus: vitis,

(22)

Masyarakat Simalungun memanfaatkan daun Gagatan Harimau sebagai

penambah tenaga, obat sakit perut, mengganjal rasa lapar, obat malaria, dan obat

diabetes. Menurut Khare (2007) metabolit sekunder pada Gagatan Harimau

(Vitis quadrangular Wall.) adalah senyawa golongan steroid/terpenoid.

Karakteristik tumbuhan Gagatan Harimau dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Gagatan Harimau (Vitis quadrangular Wall.

5. Kemenyan (Styrax benzoin Dry.)

Berdasarkan Gambar 10, Kemenyan (Styrax benzoin Dry.) merupakan

pohon yang berbatang tegak, bulat, berkayu, dan menghasilkan getah. Kemenyan

bisa tumbuh di bawah naungan, dan hidup tersebar. Daun tunggal, berseling, dan

berwarna hijau. Ambril (2015) menyatakan Kemenyan merupakan pohon yang

hidup pada daerah hutan primer maupun sekunder, dapat hidup pada ketinggian

600-1000 mdpl. Memiliki daun berbentuk bulat telur, permukaan licin, memiliki

batang berwarna cokelat. Tingginya mencapai 18 m dengan diameter 35 cm.

Batangnya tegak, bulat, berkayu, dan berwarna cokelat. Kemenyan berdaun

majemuk berwarna hijau, berbentuk bulat telur, tepi daun rata dan ujung

meruncing. Kemenyan memmiliki kingdom: plantae, divisi: spermatophyte, kelas:

dicotyledoneae, ordo: ebenales, famili: styraceae, genus: styrax, dengan spesies:

(23)

Masyarakat Simalungun biasanya memanfaatkan daun Kemenyan sebagai

anti bakteri, obat luka, dan obat gatal pada kulit. Sedangkan getahnya digunakan

sebagai dupa yang dibakar pada saat mengikuti ritual-ritual baik personal maupun

umum. Menurut Hutapea (1994) metabolit sekunder pada daun Kemenyan adalah

senyawa golongan saponin dan flavonoid. Sedangkan metabolit sekunder dari

getah Kemenyan menurut Arbi (2010) adalah senyawa golongan alkoloid,

saponin, flavonoid, tanin dan terpenoid/steroid. Karakteristik tumbuhan

Kemenyan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Kemenyan (Styrax benzoin Dry.)

6. Kincung Hutan (Hornstedtia scyphifera)

Berdasarkan Gambar 11, Kincung Hutan (Hornstedtia scyphifera)

merupakan herba yang tumbuh pada daerah yang lembab dan sedikit terbuka.

Hidup berumpun dengan batang merah coklat, daun hijau, dan permukaan licin.

Maulana (2012) menyatakan bahwa Kincung Hutan hidup di ketinggian

1200-1300 mdpl, hidup pada terestial dan terdapat di daerah yang cukup cahaya. Tinggi

±273 cm. Kincung Hutan memiliki kingdom: plantae, divisi: magnoliophyta,

kelas: liliopsida, ordo: zingiberales, famili: zingiberaceae, genus: hornstedtia,

(24)

Daun Kincung Hutan digunakan oleh masyarakat simalungun sebagai obat

diare, obat batuk, dan haid tidak teratur. Menurut Maulana (2012) metabolit

sekunder pada Kincung Hutan (Hornstedtia scyphifera) adalah senyawa golongan

saponin. Karakteristik tumbuhan Kincung Hutan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kincung Hutan (Hornstedtia scyphifera)

7. Lengkuas (Alpinia galanga Willd.)

Berdasarkan Gambar 12, Lengkuas (Alpinia galanga Willd.) merupakan

jenis yang tumbuh liar di hutan, semak-belukar yang sedikit terlindungi. Hidup

berumpun, kulit mengilap, beraroma khas. Daun tunggal berwarna hijau, dan

memiliki rimpang berwarna merah. Dalimartha (2009) menyatakan bahwa

Lengkuas tumbuh di tempat terbuka dan sering ditanam di pekarangan. Tumbuh

dari dataran rendah sampai ketinggian 1200 mdpl. Lengkuas tumbuh tegak,

berbatang semu dari pelapah daun yang menyatu berwarna hijau keputihan. Daun

tunggal bertangkai pendek, tepi rata, pertulangan menyirip, Rimpang merayap,

berdaging, kulit mengilap, beraroma khas, berwarna merah atau kuning pucat.

Lengkuas memiliki kingdom: plantae, divisi: magnoliophyta, kelas: liliopsida,

ordo: zingiberales, famili: zingiberaceae, genus: alpinia, dengan spesies: Alpinia

(25)

Masyarakat Simalungun memanfaatkan rimpang Lengkuas sebagai obat

demam, batuk, dan menghilangakan bau mulut. Menurut Dalimartha (2009)

metabolit sekunder pada rimpang lengkuasm (Alpinia galanga Willd.) adalah

senyawa golongan flavonoid. Karakteristik tumbuhan Lengkuas dapat dilihat pada

Gambar 12.

Gambar 12. Lengkuas (Alpinia galanga Willd.)

8. Losa (Cinnamomum partenoxylon Jack.)

Berdasarkan Gambar 13, Losa (Cinnamomum partenoxylon Jack.)

merupakan jenis pohon berkayu, batang berwarna coklat kemerahan. Tumbuh

pada daerah yang lembab dan terkena cukup sinar matahari. Memiliki aromatik

pada daun dan batang. JICA 1996 dalam Sein dan Mitlöhn er (2011) menyatakan

bahwa Losa merupakan tumbuhan yang mampu mencapai ketinggian 30 m,

percabangan simpodial, kayunya berbau harum, permukaan kasar, berwarna

coklat. Tipe daun tunggal, berseling, bentuk oval sampai lonjong, ujung

meruncing, tepi rata, pertulangan daun melengkung, mengkilat, warna hijau. Losa

memliki kingdom: plantae, divisi: spermatophyta, kelas: dikotil, ordo:

ranunculales, famili: lauraceae, genus: cinnamomum, dengan spesies:

(26)

Masyarakat simalungun memanfaatkan daun dan kulit batang Losa untuk

mengobati nyeri punggung, dan obat urut. Menurut JICA (1996) dalam Sein dan

Mitlöhner (2011) metabolit sekunder pada daun dan kulit batang Losa adalah

senyawa golongan saponin, flavonoid. Sedangkan kayunya rnengandung tanin.

Karakteristik tumbuhan Losa dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Losa (Cinnamomum partenoxylon Jack.)

9. Medang Kuning (Litsea castanae Hook.f.)

Berdasarkan Gambar 14, Medang Kuning (Litsea castanae Hook.f.)

merupakan jenis pohon yang tumbuh tegak dan tidak berbanir. Tumbuuh pada

daerah yang terdapat cukup cahaya matahari. Daun berwarna hijau kekuningan.

Memiliki aroma pada daun. Hutauruk (2014) menyatakan bahwa Medang Kuning

merupakan jenis pohon yang besar hingga mencapai 41 m dan diameter batang 87

m. Daun oppisite, berbentuk oval, permukaan daun berbulu, jaringan retikular

mencolok dari venasi tersier. Medang Kuning memiliki kingdom: plantae, divisi:

manoliophita, kelas: magnoliopsida, ordo: laurales, famili: lauraceae, genus:

litsea, dengan spesies: Litsea castanae Hook.f.

Masyarakat Simalungun biasanya memanfaatkan daun Medang Kuning

untuk mandian anak-anak, obat demam. Menurut Hutauruk (2014) metabolit

(27)

terpenoid, Saponin, dan Tanin. Karakteristik tumbuhan Medang Kuning dapat

dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Medang Kuning (Litsea castanae Hook.f.)

10.Murbei (Morus alba Rumph.)

Berdasarkan Gambar 15, Murbei (Morus indica Rumph.) merupakan

tumbuhan yang banyak tumbuh daerah-daerah yang keadaannya sejuk.

Mempunyai batang berkayu dan daun berwarna hijau kecokelatan. Kartasapoetra

(1992) menyatakan bahwa tumbuhan Murbei memiliki tinggi bisa mencapai 10 m.

Helai daun berbentuk bulat telur, ujungnya runcing, sedangkan pangkal daun juga

runcing tetapi agak membulat, tepi-tepi daunnya bergerigi, dan berwarna hijau

sampai hijau kecokelatan. Murbei memiliki kingdom: plantae, divisi:

spermatophyte, kelas: magnoliopsida, ordo: Rosales, famili: moraceae, genus:

morus, dengan spesies: Morus alba Rumph.

Masyarakat Simalungun memanfaatkan daun Murbei untuk memperlancar

ASI, dan obat diabetes. Menurut Kartasapoetra (1992) metabolit sekunder pada

daun Murbei adalah senyawa golongan flavonoid. Dimana daun Murbei

berkhasiat sebagai bahan bakal obat diuretika, dan obat diabetes. Karakteristik

(28)

Gambar 15. Murbei (Morus indica Rumph.)

11.Pakis Besar/Tanggiang (Cibotium barometz J. Sm.)

Berdasarkan Gambar 16, Pakis Besar/Tanggiang (Cibotium barometz J.

Sm.) merupakan tumbuhan paku yang tumbuh liar di tepi tebing, lereng bukit,

jurang, dan tempat-tempat rindang lain, dan biasanya tumbuh pada daerah yang

banyak terdapat sinar matahari. Dalimartha (2008) menyatakan bahwa Pakis

Besar/Tanggiang memiliki tinggi 2,5-3 m, batang kuat, pada batang dan tangkai

daun ditumbuhi rambut berwarna kuning emas. Daun bertangkai panjang, letak

berseling, dan pangkal berambut warna kuning. ujung runcing, tepi bergerigi.

Permukaan atas berwarna hijau tua, sedangkan permukaan bawah abu-abu muda.

Pakis Besar/Tanggiang memiliki kingdom: plantae, divisi: magnoliophyta, kelas:

magnoliopsida, ordo: ericales, famili: actinidiaceae, genus: cibotium, dengan

spesies: Cibotium barometz J. Sm.

Batang dan rimpang Pakis Besar/Tanggiang dimanfaatkan masyarakat

Simalungun sebagai obat bisul, obat luka, dan menghentikan pendarahan.

Menurut Dalimartha (2008) metabolit sekunder pada batang Pakis

Besar/Tanggiang adalah senyawa golongan tanin. Karakteristik tumbuhan Pakis

(29)

Gambar 16. Pakis Besar/Tanggiang (Cibotium barometz J. Sm.)

12.Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack)

Berdasarkan Gambar 17, Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack)

merupakan tumbuhan perdu yang dijumpai pada daerah-daerah pungggung bukit

atau daerah berlereng. Bisa tumbuh pada daerah naungan dan terdapat sedikit

cahaya matahari. Hariana (2004) menyatakan bahwa Pasak Bumi adalah salah

satu jenis tumbuhan obat yang merupakan tumbuhan asli Indonesia. Ditemukan

sampai ketinggian tempat 1000 mdpl. Pasak Bumi merupakan tumbuhan perdu

atau pohon kecil yang tingginya dapat mencapai 20 m. Daun Pasak Bumi

berbentuk lanset dengan tepi rata. Bunga berwarna merah berbentuk malai dan

berbulu. Pasak Bumi memiliki kingdom: plantae, divisi: magnoliophyta, kelas:

magnoliopsida, ordo: sapindales, famili: simaroubaceae, genus: eurycoma, dengan

spesies: Eurycoma longifolia Jack.

Masyarakat Simalungun menggunakan akar, kulit akar, dan batang Pasak

Bumi dalam mengobati diare, demam, pendarahan, anti malaria menguatkan

badan, dan mengatasi gusi berdarah. Menurut Hadad dan Taryono (1998)

metabolit sekunder pada akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) adalah

senyawa golongan alkoloid, tanin, dan saponin. Karakteristik tumbuhan Pasak

(30)

Gambar 17. Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack)

13.Pegagan (Centella asiatica L. Urban)

Berdasarkan Gambar 18, Pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan

tumbuh menjalar di tempat terbuka atau agak terlindungi seperti di tepi saluran

air, dan pinggiran hutan. Tidak memiliki batang, dan daun berwarna hijau. Ambri

(2015) menyatakan bahwa pegagan merupakan tumbuhan tahunan yang tumbuh

menjalar dan tumbuh bagus di tanah agak lembab yang terbuka atau agak

ternaungi. Tumbuh di dataran rendah sampai dengan ketinggian 2500 mdpl. Tidak

berbatang, mempunyai rimpang pendek. Helaian daun berbentuk ginjal, tepi daun

bergerigi, agak berbulu, daun tunggal dan bertangkai panjang. Pegagan memiliki

kingdom: plantae, divisi: magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: apiales,

famili: apiaceae, genus: centella, dengan spesies: Centella asiatica L. Urban.

Pegagan dimanfaatkan masyarakat Simalungun untuk obat darah tinggi,

obat bisul, obat luka bakar, mimisan, demam, dan penambah nafsu makan.

Menurut Hernani dan Djauhariya (2004) metabolit sekunder pada daun Pegagan

adalah senyawa golongan alkoloid, tanin, dan steroid. Karakteristik tumbuhan

(31)

Gambar 18. Pagagan (Centella asiatica L. Urban)

14.Pirdot (Saurauia vulcani)

Berdasarkan Gambar 19, Pirdot (Saurauia vulcani) merupakan suatu jenis

pohon yang tumbuh di hutan dekat aliran air atau di tempat lembab. Batang

berkayu berbentuk bulat. Daun berwarna hijau kecokelatan. Sitorus (2015)

menyatakan bahwa Pirdot tumbuh pada daerah ketinggian 500-1500 mdpl,

permukaan kayu kasar dan terdapat bercak putih, bercabang banyak dengan arah

cabang mendatar. Daun tunggal, berukuran lebar, tulang daun menyirip, bagian

atas daun runcing, bagian bawah daun membulat, tepi daun bergerigi. Buah

berbentuk bulat, berukuran kecil, letak di ketiak daun, berwarna hiaju dan di

dalam buah berisi lendir bening dengan biji-biji kecil. Pirdot memiliki kingdom:

plantae, divisi: magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: ericales, famili:

actinidiaceae, genus: saurauia, dengan spesies: Saurauia vulcani.

Masyarakat Simalungun memanfaatkan daun Pirdot sebagai obat diabetes,

dan obat rematik. Menurut Manurung (2016) metabolit sekunder pada daun Pirdot

(Saurauia vulcani) adalah senyawa golongan terpen, flavonoid, dan alkoloid.

(32)

Gambar 19. Pirdot (Saurauia vulcani)

15.Podom-podom (Saurophus androgynus (L.) Merr.)

Berdasarkan Gambar 20, Podom-podom (Saurophus androgynus (L.)

Merr.) merupakan perdu dengan batang berkayu. Tumbuhan ini habitatnya sering

dijumpai pada daerah terbuka dan terdapat cahaya matahari. Memiliki daun

berwarna hiaju muda. Munawwarah (2012) menyatakan Podom-podom memiliki

batang berkayu, bulat, tegak, dengan tinggi 2-5 m. Daun majemuk, ujung daun

runcing, pangkal tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau.

Bunga majemuk berada di ketiak daun, mahkota bulat telur, dan berwarna ungu.

Podom-podom memiliki kingdom: plantae, divisi: magnoliophyta, kelas:

magnoliopsida, ordo: euphorbiales, famili: euphorbiaceae, genus: saurophus,

dengan spesies: Saurophus androgynus (L.) Merr.

Hasil skrining metabolit sekunder yang telah dilakuakan bahwa metabolit

sekunder pada daun Podom-podom (Saurophus androgynus (L.) Merr.) adalah

senyawa golongan tanin dan terpen/steroid. Dimana daun Podom-podom

berkhasiat sebagai obat demam, obat bisul, antibakteri, dan memperlancar ASI.

(33)

Gambar 20. Podom-podom (Saurophus androgynus (L.) Merr.)

16.Putihan/Rudang-rudang (Eupatorium odoratum Linn.)

Berdasarkan Gambar 21, Putihan/Rudang-rudang (Eupatorium odoratum

Linn.) merupakan tumbuhan yang hidup sebagai semak atau herba yang terdapat

pada daerah terbuka dan terdapat cukup cahaya matahari. Habitatnya banyak

dijumpai di sepanjang pinggiran hutan. Ambri (2015) menyatakan bahwa Putihan

memiliki batang bulat dengan tinggi maksimum 5-6 m, licin, dan berwarna hijau.

Daun majemuk, letak berhadapan dan berselang-seling, daun bentuk elips,

pangkal dan ujung daun runcing tetapi bergerigi, pertulangan menyirip, warna

hijau. Bunga majemuk dan berwarna putih. Putihan memiliki kingdom: plantae,

divisi: magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: asterales, famili: asteraceae,

genus: eupatorium, dengan spesies: Eupatorium odoratum Linn.

Daun Putihan/Rudang-rudang dimanfaatkan masyarakat Simalungun

untuk menghambat pendarahan, anti biotik, dan anti bakteri. Menurut Purwati

(2009) metabolit sekunder pada daun Putihan/Rudang-rudang (Eupatorium

odoratum Linn.) adalah senyawa golongan flavonoid. Karakteristik tumbuhan

(34)

Gambar 21. Putihan (Eupatorium odoratum Linn.)

17.Sabal (Cinnamomum subavenium)

Berdasarkan Gambar 22, Sabal (Cinnamomum subavenium) merupakan

jenis pohon, batang berkayu, tumbuh di daerah yang terdapat cahaya, dan habitat

menyebar. Gui (1994) menyatakan bahwa Sabal tumbuh pada wilayah ketinggian

500-1500 mdpl, memiliki tinggi bisa mencapai 20 - 30 m dengan diameter batang

sampai 50 cm. Kulit batang halus dan berwarna abu-abu. Daun berwarna hijau

tua, berbentuk bulat panjang atau bulat telur-elips. Sabal memiliki kingdom:

plantae, divisi: spermatophyte, kelas: dikotil, ordo: ranunculales, famili: lauraceae,

genus: cinnamomum, dengan spesies: Cinnamomum subavenium.

Masyarakat Simalungun memanfaatkan daun Sabal untuk obat sakit

pinggang, dan obat terkilir. Menurut Zhao dan Ma (2016) metabolit sekunder pada

daun Sabal (Cinnamomum subavenium) adalah senyawa golongan terpen dan

flavonoid. Karakteristik tumbuhan Sabal dapat dilihat pada Gambar 22.

(35)

18.Sambung Nyawa (Gynura procumbens Beck.)

Berdasarkan Gambar 23, Sambung Nyawa (Gynura procumbens Beck.)

merupakan tumbuhan yang tumbuh pada semak belukar dengan daerah yang

terdapat banyak cahaya matahari. Batang dan daun berwarna hijau.

Winarto (2003) menyatakan bahwa Sambung Nyawa berada di hutan belantara,

termasuk semak belukar. Hidupnya pada ketinggian 1-1200 mdpl. Namun akan

tumbuh baik pada ketinggian 300-500 mdpl. Berbatang lunak dan berpenampang

bulat dan berwarna ungu kehijauan. Berdaun tunggal, berwarna hjau, letak

berseling, serta pertulangan menyirip. Sambung Nyawa memiliki kingdom:

plantae, divisi: spermatophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: asterales, famili:

asteraceae, genus: gynura , dengan spesies: Gynura procumbens Beck.

Daun Sambung Nyawa digunakan masyarakat simalungun sebagai obat

terkilir atau patah tulang, dan obat rematik. Menurut Winarto (2003) metabolit

sekunder pada daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens Beck.) adalah

senyawa golongan flavonoid, saponin, tanin, dan terpen/steroid. Karakteristik

tumbuhan Sambun g Nyawa dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23. Sambung Nyawa (Gynura procumbens Beck.)

19.Senduduk (Melastoma malabathricum Linn.)

Berdasarkan Gambar 24, Senduduk (Melastoma malabathricum Linn.)

(36)

memiliki daun berwarna hijau dan berbulu, bunga berwarna ungu. Ambri (2015)

menyatakan bahwa Senduduk tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 2000

mdpl, memiliki tinggi 1-2 m, banyak bercabang, dan berbulu. Daun tunggal,

bertangkai, bentuk daun loncong dengan ujung lancip, pangkal membulat, tepi

rata, warna hijau. Bunga majemuk berwarna ungu kemerahan. Buah berwarna

ungu tua kemerahan. Buahnya dapat dimakan dan daun mudanya bisa dimakan

sebagai lalapan atau sayur. Senduduk memiliki kingdom: plantae, divisi:

magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: myrtales, famili: melastomataceae,

genus: melastoma, dengan spesies: Melastoma malabathricum Linn.

Daun Senduduk dimanfaatkan masyarakat Simalungun untuk mengobati

mencret, keputihan, mabuk karena minum alkohol, obat kumur, obat cacing pada

anak-anak, bisul, luka bakar, dan obat sariawan. Menurut Hernani dan Djauhariya

(2004) metabolit sekunder pada daun Senduduk (Melastoma malabathricum

Linn.) adalah senyawa golongan tanin dan saponin. Karakteristik tumbuhan

Senduduk dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Senduduk (Melastoma malabathricum Linn.)

20.Sidaguri (Sida rhombifolia Lour.)

Berdasarkan Gambar 25, Sidaguri (Sida rhombifolia Lour.) merupakan

tumbuhan liar yang berhabitat di tepi jalan, pinggiran hutan, dan tempat-tempat

(37)

menyatakan bahwa Sidaguri tumbuh tersebar pada daerah tropis di seluruh dunia

dari dataran rendah sampai 1.450 mdpl. Perdu tegak bercabang ini tingginya dapat

mencapai 2 m dengan cabang kecil berambut rapat. Daun tunggal letak berseling,

bentuk lanset, tepi bergerigi, ujung runcing. Bunga tunggal berwarna kuning cerah

yang keluar dari ketiak daun. Sidaguri memiliki kingdom: plantae, divisi:

magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: malvales, famili: malvaceae, genus:

sida, dengan spesies: Sida rhombifolia Lour.

Akar dan daun Sidaguri berkhasiat sebagai obat disentri, sakit gigi, bisul,

kudis, dan kurap yang dimanfaatkan oleh masyarakat Simalungun. Menurut

Hernani dan Djauhariya (2004) kandungan kimia pada akar dan daun Sidaguri

adalah senyawa golongan alkoloid, tanin, flavonoid, dan saponin. Karakteristik

tumbuhan sidaguri dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Sidaguri (Sida rhombifolia Lour.)

21.Simarsihala (Melastoma polyanthum Burm.f. )

Berdasarkan Gambar 26, Simarsihala (Melastoma polyanthum Burm.f. )

merupakan jenis tumbuhan bawah yang ditemukan di Hutan Diklat Pondok

Buluh. Tumbuhan ini tumbuh di lokasi yang cukup mendapat sinar matahari.

Daun majemuk, berwarna hijau. Tipe perakaran tumbuhan ini adalah tipe akar

(38)

dicotyledoneae, ordo: myrales, famili: melastomataceae, genus: melastoma,

dengan spesies: Melastoma polyanthum Burm.f.

Hasil skrining metabolit sekunder yang telah dilakuakan bahwa metabolit

sekunder pada daun Simarsihala (Melastoma polyanthum Burm.f.) adalah

senyawa golongan terpen/steroid. Dimana daun Simarsihala berkhasiat sebagai

obat mata bengkak, obat batuk anak, dan dimanfaatkan oleh masyarakat

Simalungun. Karakteristik tumbuhan Simarsihala dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Simarsihala (Melastoma polyanthum Burm.f.)

22.Sipeol/Sisangkit (Curcuma heyneana Val et. Van zipp)

Berdasarkan Gambar 27, Sipeol/Sisangkit (Curcuma heyneana Val et. Van

zipp) merupakan salah satu jenis herba yang ditemukan di Hutan Diklat Pondok

Buluh. Tumbuhan ini tumbuh di daerah lembab dan dibawah naungan. Memiliki

batang yang lembek dan berbuluh halus. Sihotang (2015) menyatakan bahwa

Sipeol berhabitat di tanah lembab baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi

yang merupakan spesies lahan basah fakultatif dengan tinggi mencapai 1 m.

Seluruh daun berwarnaa hijau, daun lancip. Perbungaan keluar dari samping

batang semu. Sipeol/Sisangkit memiliki kingdom: plantae, divisi: magnoliophyta,

kelas: liliopsida, ordo: zingiberales, famili: zingiberaceae, genus: curcuma,

dengan spesies: Curcuma heyneana Val et. Van zipp.

Hasil skrining metabolit sekunder yang telah dilakukan bahwa metabolit

(39)

adalah senyawa golongan terpen/steroid. Dimana daun Sipeol/Sisangkit berkhasiat

sebagai obat sakit perut, obat cacingan, minyak urut untuk masuk angin, dan telah

banyak dimanfaatkan masyarakat simalungun. Karakteristik tumbuhan

Sipeol/Sisangkit dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Sipeol/Sisangkit (Curcuma heyneana Val et. Van zipp)

23.Sirih Merah (Piper ornatum N)

Berdasarkan Gambar 28,Sirih Merah (Piper ornatum N) merupakan suatu

jenis tanaman semak dan perdu yang tumbuh merambat atau menjalar dan

bersandar pada batang pohon lain. Habitatnya berada dibawah naungan.

Sianturi (2015) menyatakan bahwa Sirih Merah dapat menjalar mencapai 5-15 m.

Batang sirih berkayu lunak, berbentuk bulat, beruas-ruas, berwarna merah. Daun

berbentuk bulat-telur, daun bagian atas berwarna merah keperakan sedangkan

daun bagian belakang berwana merah. Sirih Merah memiliki kingdom: plantae,

divisi: spermatophyte, kelas: dicotyledonae, ordo: piperales, famili: piperaceae,

genus: piper, spesies: Piper ornatum N.

Masyarakat Simalungun memanfaatkan daun Sirih Merah sebagai obat

bisul, mimisan, batuk, mata gatal, keputihan, obat sakit gigi, dan diare. Menurut

Sudewo (2005) dalam Sianturi (2015) metabolit sekunder pada daun Sirih Merah

(Piper ornatum N.) adalah senyawa golongan flavonoid, alkoloid, dan tanin.

(40)

Gambar 28. Sirih Merah (Piper ornatum N)

24.Tolod/Mata Kucing (Leurentia longiflora (L.) Peterm.)

Berdasarkan Gambar 29, Tolod/Mata Kucing (Leurentia longiflora (L.)

Peterm.) merupakan tumbuhan liar di lahan terbuka, tanah yang lembab, pinggiran

hutan, dan sela-sela batu. Memiliki daun berwarna hijau dan bunga berwarna

putih. Hernani dan Djauhariya (2004) menyatakan bahwa Tolod/Mata Kucing

merupakan gulma pada tanaman tahunan. dapat tumbuh di dataran rendah sampai

ketinggian 1100 mdpl. Daun tidak bertangkai, helaian daun berbulu, bentuk

lonjong. Bunga tunggal, bergetah putih, tumbuh dari ketiak daun, mahkota bunga

bentuk bintang tegak, dan berwarna putih. Tolod memiliki kingdom: plantae,

divisi: magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: campanulales, famili:

campanulaceae, genus: leurentia, dengan spesies: Leurentia longiflora (L.)

Peterm.

Masyarakat Simalungun memanfaatkan daun Tolod/Mata Kucing untuk

obat luka, obat sakit gigi, dan asma. Sedangkan bungany dimanfaatkan untuk obat

tetes mata katarak. Menurut Dalimartha (2008) metabolit sekunder pada

Tolod/Mata Kucing (Leurentia longiflora (L.) Peterm.) adalah senyawa golongan

alkoloid, saponin dan flavonoid. Karakteristik tumbuhan Tolod/Mata Kucing

(41)

Gambar 29. Tolod/Mata Kucing (Leurentia longiflora (L.) Peterm.)

25.Vanilli Hutan (Vanilla flanifolia)

Berdasarkan Gambar 30, Vanilli Hutan (Vanilla flanifolia) merupakan

tumbuhan memanjat pada tumbuhan lain, habitat berada di bawah naungan dan

lembab. Hasanah dan Hapsoh (2011) menyatakan Vanilli Hutan merupakan

tanaman tahunan, merambat, semi-epifit. Batang vanili berbuku-buku, permukaan

licin. Daun tumbuh dari setiap buku tumbuh daun secar berselang-seling. Bunga

keluar dari ketiak berwarna hijau kekuningan. Vanilli Hutan memiliki kingdom:

plantae, divisi: spermatophyte, kelas: monocotylodenae, ordo: orchidales, famili:

orchidaceae, genus: vanilla, dengan spesies: Vanilla flanifolia.

Daun Vanilli Hutan dimanfaatkan masyarakat simalungun sebagai obat

pusing, obat mual, dan bahan insektisida. Menurut Hasanah dan Hapsoh (2011)

metabolit sekunder pada daun Vanilli Hutan (Vanilla flanifolia) adalah senyawa

golongan saponin. Karakteristik tumbuhan Vanilli Hutan dapat dilihat pada

Gambar 30.

(42)

Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh

Tumbuhan obat yang ditemukan di Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB)

ada 25 jenis tumbuhan obat. Data analisis keanekaragaman tumbuhan obat dapat

dilihat dalam Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Analisis Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh

Komposisi tumbuhan obat yang dijumpai sebanyak 4534 dan jenis paling

banyak ditemukan adalah Sabal (Cinnamomum subavenium) sebanyak 1062

individu yang ditemukan di lapangan yaitu tumbuh menyebar. Jenis yang paling

sedikit ditemukan adalah Sambun g Nyawa (Gynura procumbens Beck.) sebanyak

3 individu. Hal ini dikarenakan syarat tumbuh jenis tumbuhan berbeda antar jenis.

Nilai Kerapatan Relatif (KR) tumbuhan obat di HDPB yang memiliki

kelimpahan jenis tertinggi ditunjukkan pada tabel 2 adalah jenis Sabal

(43)

(Cinnamomum subavenium) dengan nilai sebesar 23.423%. Nilai ini menunjukkan

bahwa jenis Sabal (Cinnamomum subavenium) banyak tumbuh di HDPB karena

dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi lahan hutan tersebut. Sedangkan Nilai

Kerapatan Relatif (KR) terendah ditunjukkan pada tabel 2 adalah jenis Sambung

Nyawa (Gynura procumbens Beck.) dengan nilai sebesar 0.066%. Nilai ini

menunjukkan bahwa jenis Sambung Nyawa (Gynura procumbens Beck.) sedikit

tumbuh dan jarang di temukan di HDPB. Beragamnya nilai KR dapat disebabkan

oleh kondisi hutan yang memiliki beragam kondisi lingkungan sehingga

jenis-jenis tertentu yang mampu beradaptasi cenderung banyak yang tumbuh dan

tersebar luas, serta tingginya kemampuan spesies tersebut dalam berkompetisi

dengan spesies lain dalam memperoleh unsur hara dan cahaya untuk

pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soerianegara dan Indrawan

(1978) dalam Ambri (2015) menyatakan bahwa jenis-jenis yang dominan tersebut

diduga memiliki batas toleransi yang lebih besar dibandingkan dengan jenis lain

dan mampu beradaptasi dengan lingkungan sehingga dapat mengalahkan jenis

lainnya dalam kompetisi memperoleh unsur-unsur pendukung dalam

pertumbuhannya seperti: unsur hara, cahaya matahari, dan air.

Nilai Frekuensi Relatif (FR) tumbuhan obat di HDPB yang memiliki

kelimpahan jenis tertinggi ditunjukkan pada tabel 2 adalah jenis Sabal

(Cinnamomum subavenium) dengan nilai sebesar 15.272%. Nilai ini menunjukkan

bahwa jenis Sabal dominan tumbuh dan penyebarannya paling luas di HDPB.

Sedangkan Nilai Frekuensi Relatif (FR) terendah ditunjukkan pada tabel 2 adalah

(44)

sifat tumbuhnya mudah mati dan sulitnya mendapatkan anakan yang mampu

berkompetensi dengan jenis lain. Sehingga memiliki frekuensi relatif yang lebih

sedikit dibandingkan dengan jenis lain.

Metabolit Sekunder Tumbuhan Obat di Hutan Diklat Pondok Buluh

Berdasarkan dari referensi, dari 25 jenis tumbuhan obat yang ditemukan di

HDPB hanya 21 jenis yang sudah ada referensi yang telah melakukan penelitian

kandungan metabolit sekunder terhadap jenis tumbuhan obat tersebut. Sedangkan

4 jenis tumbuhan yang belum ada referensinya dilakukan uji skrining metabolit

sekunder yaitu pada jenis Andor Pogu, Podom-podom, Simarsihala, dan Sipeol.

Kandungan metabolit sekunder dari 25 jenis tumbuhan obat ditunjukkan pada

Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Metabolit Sekunder Tumbuhan Obat

No Nama Lokal Nama Ilmiah Metabolit Sekunder 1 Alang-alang Imperata cylindrica Rausch. Alkoloid,flavonoid, terpen/steroid

(Hernani dan Djauhariya, 2004) 2 Andor Pogu***) Ficus pumila Tanin, terpen/steroid, saponin 3 Apikson Polygala paniculata Linn Alkoloid, flavanoid, saponin,

steroid, tanin (Rijai, 2013) 4 Gagatan Harimau Vitis quadrangular Wall. Steroid/terpenoid (Khare, 2007) 5 Kemenyan Styrax benzoin Dry. Alkoloid, flavonoid, saponin,

tanin dan terpenoid/steroid (Arbi, 2010)

6 Kincung Hutan Hornstedtia scyphifera Saponin (Maulana, 2012) 7 Lengkuas Alpinia galanga Willd. Flavonoid (Dalimartha, 2009) 8 Losa Cinnamomum partenoxylon Jack.) Flavonoid, saponin, dan tanin

(JICA, 1996)

9 Medang Kuning Litsea castanae Hook.f. Alkoloid, Terpen, Saponin, dan Tanin (Hutauruk, 2014)

10 Murbei Morus alba Rumph. Flavonoid (Kartasapoetra, 1992) 11 Pakis Besar/Tanggiang Cibotium barometz J. Sm. Tanin (Dalimartha, 2008)

12 Pasak Bumi Eurycoma longifolia Jack Alkoloid, tanin, saponin (Hadad dan Taryono, 1998)

13 Pepagan Centella asiatica L. Urban Alkoloid, steroid, dan tanin (Hernani dan Djauhariya, 2004) 14 Pirdot Saurauia vulcani Alkoloid dan flavonoid

(Manurung, 2016) 15 Podom-podom***) Saurophus androgynus (L.) Merr. Tanin dan terpen/steroid 16 Putihan/Rudang-rudang Eupatorium odoratum Linn. Flavonoid (Purwati, 2009) 17 Sabal Cinnamomum subavenium Flavonoid, terpen (Zhao dan Ma,

2016)

(45)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Metabolit Sekunder 19 Senduduk Melastoma malabathricum Linn. Saponin dan tanin (Hernani dan

Djauhariya, 2004)

20 Sidaguri Sida rhombifolia Lour. Alkoloid, flavonoid, saponin, dan tanin (Hernani dan Djauhariya, 2004)

21 Simarsihala***) Melastoma polyanthum Burm.f. Terpen/steroid 22

23

Sipeol***) Sirih Merah

Curcuma heyneana Valet Van zipp Piper betle Linn.

Terpen/steroid

Alkoloid, flavonoid, dan tanin (Sudewo, 2005)

24 Tolod/Mata Kucing Leurentia longiflora (L.) Peterm. Alkoloid, flavonoid, dan saponin (Dalimartha, 2008)

25 Vanilli Hutan Vanilla flanifolia Saponin (Hasanah dan Hapsoh, 2011)

Keterangan:

***)

: Tumbuhan obat yang dilakukan uji skrining metabolit sekunder di Laboratorium Pasca Sarjana, FMIPA, USU

Dari tabel 3 diatas diketahui bahwa semua jenis tumbuhan obat yang ada

di HDPB mengandung metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder meliputi

Alkoloid, Flavonoid/Tanin, Terpen/Steroid, dan Saponin. Pengujian dilakukan

pada masing-masing spesies tumbuhan obat yang belum ada referensinya.

Tumbuhan obat yang mengandung senyawa tersebut ditandai dengan adanya

minimal dua pereaksi yang bernilai positif. Dalam pengujian saponin hanya

digunakan satu pereaksi.

a. Alkoloid

Alkoloid adalah senyawa kimia yang secara khas diperoleh dari beberapa

tumbuhan, bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen, banyak

diantaranya memiliki aktivitas biologis pada manusia dan hewan.

Tabel 3 menunjukkan ada 10 jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid

yaitu Alang-alang (Imperata cylindrica Rausch.), Apikson (Polygala paniculata

Linn), Kemenyan (Styrax benzoin Dry.), Medang Kuning (Litsea castanae

Hook.f.), Pagagan (Centella asiatica L. Urban), Pasak Bumi (Eurycoma longifolia

Jack), Pirdot (Saurauia vulcani), Sidaguri (Sida rhombifolia Lour.), Sirih Merah

(46)

ini menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut mengandung alkoloid yang berfungsi

dalam pengobatan. Menurut Harbone (1987), Alkoloid mempunyai kegiatan

fisiologis yang menonjol pada tubuh manusia sehingga digunakan secara luas

dalam bidang pengobatan. Kegunaan alkoloid bagi tumbuhan adalah sebagai

pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan, dan pengatur kerja hormon.

Alkoloid sangat penting dalam industri farmasi karena kebanyakan alkoloid

mempunyai efek fisiologis.

b. Flavonoid/Tanin

` Flavonoid dan tanin adalah bagian dari senyawa fenolik. Umumnya

flavonoid dan tanin larut dalam metanol, namun tanin tidak larut dalam etilasetat.

Dalam uji skrining metabolit sekunder apabila spesies tumbuhan obat yang

mengandung senyawa fenolik yang ditandai dengan adanya pereaksi yang bernilai

positif maka spesies tersebut terdapat tanin dan flavonoid. Kemudian dilakukan

pengujian flavonoid dengan uji dalam etilasetat dan apabila ditandai dengan

adanya pereaksi yang bernilai positif maka spesies tersebut terdapat flavonoid.

Flavonoid banyak terdapat di tumbuhan tinggi dan rendah, juga termasuk

senyawa fenolik. Kegunaan dari flavonoid antara lain, pertama terhadap tumbuhan

yaitu sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja anti mikroba, dan anti

virus. Kedua terhadap manusia sebagai anti biotik terhadap kanker dan ginjal,

menghambat pendarahan, anti oksidan, dan anti bakteri. Ketiga terhadap serangga

sebagai daya tarik untuk melakukan penyerbukan.

Tanin merupakan suatu senyawa yang bereaksi dan mengumpulkan

protein atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid.

(47)

penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama,

serta dalam pengaturan pertumbuhan.

Tabel 3 menunjukkan ada 20 jenis tumbuhan yang mengandung

flavonoid/tanin yaitu Alang-alang (Imperata cylindrica Rausch.), Andor Pogu

(Ficus pumila), Apikson (Polygala paniculata Linn), Kemenyan (Styrax benzoin

Dry.), Lengkuas (Alpinia galanga Willd.), Losa (Cinnamomum partenoxylon

Jack.), Medang Kuning (Litsea castanae Hook.f.), Murbei (Morus alba Rumph.),

Pakis Besar/Tanggiang (Cibotium barometz J. Sm.), Pasak Bumi (Eurycoma

longifolia Jack), Pagagan (Centella asiatica L. Urban), Pirdot (Saurauia vulcani),

Podom-podom (Saurophus androgynus (L.) Merr.), Putihan/Rudang-rudang

(Eupatorium odoratum Linn.), Sabal (Cinnamomum subavenium), Sambung

Nyawa (Gynura procumbens Beck.), Senduduk (Melastoma malabathricum

Linn.), Sidaguri (Sida rhombifolia Lour.), Sirih Merah (Piper ornatum N),

Tolod/Mata Kucing (Leurentia longiflora (L.) Peterm.). Hal ini menunjukkan

bahwa tumbuhan tersebut mengandung flavonoid/tanin yang berfungsi dalam

pengobatan. Menurut Robinson (1995) menyatakan bahwa flavoid berperan

sebagai anti mikroba, anti virus, anti oksidan, anti hipertensi, merangsang

pembentukan estrogen, dan mengobati gangguan fungsi hati. Pada kulit, flavonoid

menghambat pendarahan. Dalam Elafatio (2005) menyatakan bahwa keberadaan

tanin dapat menurunkan daya cerna karbohidrat maupun protein. Walaupun

demikian, dalam jumlah terbatas tanin bermanfaat bagi tubuh karena bersifat anti

(48)

c. Terpen/Steroid

Terpen/Steroid adalah senyawa yang terdapat pada bagian daun, buah dan

kulit batang tumbuhan, banyak digunakan sebagai obat tradisional. Juga

mempunyai aktifitas untuk hipertensi anti bakteri juga sebagai repelet (menolak

serangga). Senyawa ini tersebar luas di alam dan mempunyai fungsi biologis yang

sangat penting misalnya untuk anti inflasi.

Tabel 3 menunjukkan ada 12 jenis tumbuhan yang mengandung

Terpen/Steroid yaitu Alang-alang (Imperata cylindrica Rausch.), Andor pogu

(Ficus pumila), Apikson (Polygala paniculata Linn), Gagatan Harimau (Vitis

quadrangular Wall.), Kemenyan (Styrax benzoin Dry.), Medang Kuning (Litsea

castanae Hook.f.), Pagagan (Centella asiatica L. Urban), Podom-podom

(Saurophus androgynus (L.) Merr.), Sabal (Cinnamomum subavenium), Sambung

Nyawa (Gynura procumbens Beck.), Simarsihala (Melastoma polyanthum

Burm.f.), Sipeol/Sisangkit (Curcuma heyneana Val et Van zipp). Hal ini

menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut mengandung terpen/steroid yang

berfungsi dalam pengobatan. Menurut Robinson (1995) terpen/steroid merupakan

senyawa kimia tumbuhan yang dapat diisolasi dengan penyulingan sebagai

minyak atsiri. Senyawa ini tidak berwarna dan berbentuk Kristal. Terpen/steroid

mengandung komponen aktif obat alam yang dapat digunakan untuk

menyembuhkan berbagai penyakit seperti diabetes, malaria, gangguan menstruasi,

(49)

d. Saponin

Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau

titerpena. Umumnya saponin menghasilkan busa bila dilarutkan dalam air, karena

saponin terdapat gugus polar dan non polar. Saponin mempunyai aktivitas

farmakologis yang cukup luas diantaranya meliputi: anti tumor, anti virus, anti

jamur, dan menurunkan kalesterol. Saponin juga mempunyai sifat

bermacam-macam, misalnya: terasa manis, ada yang pahit, dapat berbentuk buih, dapat

menstabilkan emulsi. Dalam pemakaiannya saponin bisa dipakai untuk membuat

minuman beralkohol, dalam industri pakaian, kosmetik. Peran saponin pada

tumbuhan sebagai bagian sistem pertahanan seperti: alelopati, anti mikroba, anti

jamur, dan anti serangga.

Tabel 3 menunjukkan ada 12 jenis tumbuhan yang mengandung saponin

yaitu Andor Pogu (Ficus pumila), Apikson (Polygala paniculata Linn),

Kemenyan (Styrax benzoin Dry.), Kincung Hutan (Hornstedtia scyphifera), Losa

(Cinnamomum partenoxylon Jack.), Medang Kuning (Litsea castanae Hook.f.),

Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack), Sambung Nyawa (Gynura procumbens

Beck.), Senduduk (Melastoma malabathricum Linn.), Sidaguri (Sida rhombifolia

Lour.), Tolod/Mata Kucing (Leurentia longiflora (L.) Peterm.), Vanilli Hutan

(Vanilla flanifolia. Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut mengandung

saponin yang berfungsi dalam pengobatan. Menurut Hostettmann dan Marston

(1995) menyatakan bahwa fungsi aktivitas senyawa saponin adalah sebagai anti

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Diperoleh 25 jenis tumbuhan obat di kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh

(HDPB). Spesies tumbuhan obat yang paling banyak ditemukan adalah

Sabal (Cinnamomum subavenium) sebanyak 1062 individu dengan

kerapatan 23,42%, sedangkan jenis tumbuhan yang paling sedikit

ditemukan adalah Sambung Nyawa (Gynura procumbens Beck.) sebanyak

3 individu dengan kerapatan 0,06%

2. Bagian tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat sekitar Hutan

Diklat Pondok Buluh (HDPB) antara lain terdiri dari bagian daun, kulit,

batang, rimpang, batang dan akar. Namun yang paling dominan adalah

penggunaan bagian daun.

3. Uji skrining metabolit sekunder jenis tumbuhan obat bahwa Apikson

(Polygala paniculata Linn), Kemenyan (Styrax benzoin Dry.), Medang

Kuning (Litsea castanae Hook.f.) memiliki kandungan metabolit sekunder

yang kompleks karena mengandung keempat senyawa metabolit sekunder

yaitu senyawa golongan alkoloid, senyawa golongan flavonoid/tanin,

senyawa golongan terpen/steroid, dan senyawa golongan saponin.

Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian ini, dapat disarankan bahwa perlu adanya

pengembangan pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan obat yang diteliti berupa

aplikasi untuk pencegahan penyakit masyarakat seperti malaria, demam, diabetes,

(51)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Hutan Diklat Pondok Buluh

Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) ditetapkan sebagai

pendidikan melalui Surat Keputusan Dirjen Kehutanan Nomor 34/Kpts/DJ/I/1983

tanggal 8 Februari 1983 tentang penunjukkan kompleks hutan Pematang Siantar

yang terletak di Kabupaten Simalungun sebagai kawasan hutan pendidikan

dengan luas 800 hektar. Seiring dengan perjalan waktu, terdapat penambahan luas

areal HDPB seluas 300 hektar yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 398/Kpts-II/1988 tanggal 4 Agustus 1988.

Melalui proses cepat dan pasti, melalui SK Menteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan Nomor 1030/Menhut-VII/KUH/2015 tanggal 20 April 2015

tentang Kawasan Hutan Produksi Tetap dan Hutan Lindung ditetapkan sebagai

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Pendidikan dan

Pelatihan Pondok Buluh seluas 1.272,70 Ha.

1. Kondisi Fisik dan Geografis

Secara Geografis kawasan hutan Pondok Buluh terletak diantara

99o56’BT s/d 99o00’BT dan antara 2o43’LU s/d 2o47’LU. Berdasarkan

administratif pemerintahan, areal HDPB berada di Kecamatan Dolok Panribuan,

Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, sedangkan berdasarkan wilayah

pemangkuan hutannya termasuk dalam pengelolaan wilayah Resort Polisi Hutan

Tiga Dolok Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Kawasan Diklat Pondok

Buluh juga dekat dengan lokasi wisata Danau Toba, yaitu sekitar 15 km atau

dapat ditempuh dalam waktu 20 menit (Balai Diklat Kehutanan Pematang Siantar,

(52)

2. Topografi dan Iklim

Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) terletak pada ketinggian 1250 mdpl

dengan keadaaan topografi berada pada tingkatan kelerangan landai,agak curam

dan curam dengan kemiringan antara 2-15%, 15-40%, serta >40%. Berdasarkan

klasifikasi Schmith dan Ferguson, iklim HDPB termasuk dalam tipe iklim A

dengan curah hujan rata 14 hari hujan setiap bulan dengan suhu udara

rata-rata yaitu 25,50C – 26,80C. Menurut data curah hujan dan hari hujan Kabupaten

Simalungun, curah hujan terbesar terjadi pada April yaitu sebanyak 23 hari,

sedangkan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Juni sebanyak 7 hari (Balai

Diklat Kehutanan Pematang Siantar, 2015)

3. Aksesibilitas

Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) berada sekitar 25,8 km dari pusat

kota Pematang Siantar dengan waktu tempuh ± 40 menit dengan menggunakan

kendaraan minibus. Untuk mencapai asrama HDPB telah tersedia jalan beraspal

(hotmix) sekitar 1,2 km dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki ± 30 menit atau

± 7 menit dengan menggunakan minibus.

4. Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan

Secara administratif pemerintahan, kawasan HDPB berada dalam wilayah

Desa Dolok Parmonangan, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun.

Berdasarkan sumber data kependudukan, Kecamatan Dolok Panribuan

berpenduduk sebanyak 18.092 jiwa dengan kepadatan 122 jiwa/km2. Jumlah

penduduk tersebut tersebar pada tujuh dusun yaitu dusun Simpang Kawat, Huta

(53)

Sebagian besar masyarakat Dolok Parmonagan berlatar pendidikan Sekolah Dasar

dan mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan pedagang.

Eksplorasi

Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan, penjelajahan, mencari dan

mengumpulkan jenis-jenis sumberdaya genetik tertentu (tumbuhan obat) untuk

dimanfaatkan dan mengamankannya dari kepunahan (Rahayu, 2005).

Kegiatan eksplorasi diperlukan guna menyelamatkan varietas-varietas

lokal dan kerabat liar yang semakin terdesak keberadaannya, akibat semakin

intensifnya penggunaan varietas unggul baru, perusakan habitat sumberdaya

genetik tanaman untuk memenuhi kebutuhan kehidupan tanaman obat akibat

perluasan pembangunan industri-industri besar yang tidak mengenal belas

kasihan. Plasma nutfah atau varietas baru yang ditemukan perlu diamati sifat dan

asalnya. Dalam buku Hernani dan Djauhariya (2004) menyatakan bahwa

eksplorasi dan pengembangan budidaya tumbuhan obat terus dikembangkan untuk

mencapai sasaran jangka panjang, yaitu mengurangi impor bahan baku obat

sintesis guna menghemat devisa negara. Dimana kebutuhan bahan baku obat

tradisional terutama yang bersal dari tumbuhan sebagian besar masih diambil dari

alam.

Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang bagian tumbuhannya (akar, batang,

kulit, daun, umbi, buah, biji dan getah) mempunyai khasiat sebagai obat dan

digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisiona l.

Gambar

Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan Obat
Gambar 2. Skema Pengujian Alkoloid
Gambar 3. Skema Pengujian Flavonoid/Tanin
Gambar 4. Skema Pengujian Terpen/Steroid
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis, metabolit sekunder dan manfaatnya sebagai tumbuhan obat tradisional Zingiberaceae di Hutan Penelitian Aek-Nauli Parapat

Eksplorasi tumbuhan obat telah dilakukan di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja telah diperoleh 14 jenis tumbuhan obat yang memiliki potensi paling dominan sebagai sumber

Eksplorasi tumbuhan obat telah dilakukan di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja telah diperoleh 14 jenis tumbuhan obat yang memiliki potensi paling dominan sebagai sumber

Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia.Kerjasama Jurusan KSH Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Lembaga Alam Tropika

Lampiran 1.Data Potensi Populasi Sampel Jenis Tumbuhan Obat yang diteliti di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja.. Petak Nama jenis Jumlah Petak Nama jenis

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dan Perkembangan Harga Diri Anak Remaja di SMA Katolik Tri Sakti

Pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang mendidik anak. supaya patuh dan tunduk kepada semua perintah dan

Hubungan Persepsi Pola Asuh dengan Harga Diri Remaja.. di SMA Negeri 2 Kecamatan Pedurungan