• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JUS BUAH SEMANGKA MERAH (Citrullus vulgaris) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH JUS BUAH SEMANGKA MERAH (Citrullus vulgaris) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH JUS BUAH SEMANGKA MERAH (Citrullus vulgaris)

TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus

norvegicus) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

R. Bijak P. N. S. P.

G.0007134

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Pengaruh Jus Buah Semangka Merah

(Citrullus vulgaris) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol

R. Bijak P. N. S. P., NIM : G.0007134, Tahun: 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Selasa, Tanggal 14 Desember Tahun 2010

Pembimbing Utama

Nama : S. B. Widjokongko, dr., M.Pd.,PHK

NIP : 19481231 197609 1 001 (……….……)

Pembimbing Pendamping

Nama : Made Setiamika, dr., Sp. THT-KL

NIP : 19550727 198312 1 002 (...………..)

Penguji Utama

Nama : Muthmainah, dr., M.Kes

NIP : 19660702 199802 2 001 (……….……)

Anggota Penguji

Nama : Makmuroch, Dra., M.S

NIP : 19530618 198003 2 002 (………)

Surakarta, 22 Juli 2010

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 22 Juli 2010

R. Bijak. P. N. S. P.

(4)

commit to user

iv ABSTRAK

R. Bijak P. N. S. P., G.0007134, 2010. Pengaruh Jus Buah Semangka Merah (Citrullus vulgaris) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian jus buah semangka merah dapat mencegah kerusakan sel ginjal tikus putih yang diinduksi parasetamol dan apakah peningkatan dosis jus buah semangka merah dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal tikus putih yang diinduksi parasetamol.

Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the post test only controlled group design. Sampel berupa tikus putih jantan, galur

Wistar berumur + 3 bulan dengan berat badan + 200 gr. Sampel dengan teknik

incidental sampling sebanyak 28 ekor dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor tikus putih. Kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan 1 (P1), tikus putih diberi aquades selama 14 hari. Kelompok perlakuan 2 (P2), tikus putih diberi jus buah semangka merah dosis I selama 14 hari. Kelompok perlakuan 3 (P3), tikus putih diberi jus buah semangka dosis II selama 14 hari. Parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih diberikan pada kelompok P1, P2, dan P3 pada hari ke-12, 13, dan 14. Hari ke-15, tikus putih dikorbankan kemudian ginjal tikus putih dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Gambaran histologis ginjal diamati dan dinilai berdasarkan jumlah kerusakan histologis yang berupa penjumlahan inti pyknosis, karyorrhexis dan karyolysis. Data dianalisis dengan menggunakan uji One-Way ANOVA (α = 0,05) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD)(α = 0,05).

Hasil Penelitian: Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok. Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, dan P2-P3.

Simpulan Penelitian: Jus buah semangka merah dapat mengurangi kerusakan sel ginjal tikus putih yang diinduksi parasetamol dan peningkatan dosis jus buah semangka merah dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal tikus putih meskipun tidak dapat mencapai derajat normal.

(5)

commit to user

v ABSTRACT

R. Bijak P. N. S. P., G.0007134, 2010. The Influence of Watermelon (Citrullus vulgaris) Juice to Renal Cell Damaging of Rats (Rattus norvegicus) that be Induced by Paracetamol. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: The objective are to know the influence of watermelon juice to the renal cell damaging of rats which is induced by paracetamol and the increase of watermelon juice dose can also increase protection effect to the renal cell damaging of rats which is induced by paracetamol.

Methods: This was laboratory experimental research with the post test only controlled group design. Samples in this research were twenty eight male rats, Wistar type, + 3 months old age and + 200 gr of each weight. Samples divided into 4 groups, each group has seven rats. Rats for control group (K) and the first treatment group (P1) will be given aquades for 14 days in a row. The second treatment group (P2) will be given watermelon juice dose I for 14 days in a row. The third treatment group (P3) will be given watermelon juice dose II for 14 days in a row. Paracetamol will be given to P1, P2, and P3, with dose 291,6 mg/200 gr weight of rats on the day 12, 13, and 14. Finally on day 15th, rats are sacrificed with neck dislocation. After that, we made preparate from the renal that painted by Hematoxillin Eosin. Renal histological is observed and scored base on quantifying of renal histological damaging on karyopyknosis, karyorrhexis, and karyolysis. Data are analized by One-Way ANOVA test (α= 0,05), and continued by Post Hoc Multiple Comparisons test (LSD) (α= 0,05).

Results: Result of One-Way ANOVA shows that there was a significant of degree between 4 groups. Result of LSD method there was a significant of degree between K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, and P2-P3 groups.

Conclusion: The feeding of watermelon juice was able to decrease the renal cell damaging of rats and the increase of watermelon juice dose followed by the increase of protection effect to the renal cell damaging of rats which is induced by paracetamol although it could not be normal.

(6)

commit to user

vi PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT, karena dengan rahmat dan pertolongan-Nya,

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Jus Buah

Semangka Merah (Citrullus vulgaris) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnahnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kendala dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan serta bantuan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai Penguji I yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

3. S. B. Widjokongko, dr., M.Pd., PHK, selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.

4. Made Setiamika, dr, Sp. THT-KL, selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.

5. Makmuroch, Dra, M.S, selaku Penguji II yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

6. Seluruh Staf Bagian Skripsi dan Staf Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

7. Ibu, Ayah dan kakak tercinta, atas do’a, saran, dan motivasi di setiap waktu pada penulis.

8. Semua keluarga besar penulis di Jogja dan Ponorogo, atas semua motivasi dan dorongan untuk menjadi dokter yang baik.

9. Teman-teman yang senantiasa membantu dalam skripsi ini: Hardito, Fenda, Kharisma, Budi, Reza, Haris, Galih dan teman seperjuangan. 10. Teman-teman kelompok tutorial, dan kos Duta Siswa; atas semua

pengamalan kuliah menyenangkan di UNS.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Surakarta, 22 Jul i 2010

(7)

commit to user

vii DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Semangka merah (Citrullus vulgaris) ... 5

2. Struktur Histologis Ginjal ... 7

3. Parasetamol ... 10

4. Mikroskopis Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol Dosis Toksik ... 13

5. Mekanisme Kerusakan Ginjal oleh Parasetamol dan Mekanisme Renoprotektor Jus Buah Semangka Merah .... 15

B. Kerangka Pemikiran ... 18

C. Hipotesis ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

A. Jenis Penelitian ... 20

B. Lokasi Penelitian ... 20

C. Subjek Penelitian ... 20

D. Teknik Sampling ... ... 21

E. Rancangan Penelitian ... 21

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 24

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 24

H. Alat dan Bahan Penelitian ... 27

I. Cara Kerja ... 28

J. Teknik Analisis Data Statistik ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36

A. Data Hasil Penelitian ... 36

B. Analisis Data ... 37

BAB V PEMBAHASAN ... 41

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Simpulan ... 47

B. Saran... 47

(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Tikus Putih.

Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji LSD(α = 0,05). Tabel 3. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan.

Tabel 4. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian secara Oral. Tabel 5. Jumlah Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal yang Dikelompokkan

Menurut Pola Nuklear Sel Masing-Masing Kelompok dengan

Perbesaran 1000 Kali.

Tabel 6. Hasil Tes Normalitas Sebaran Data 4 Kelompok. Tabel 7. Sebaran Data Secara Deskriptif.

Tabel 8. Hasil Uji Homogeneity of Variances. Tabel 9. Hasil Uji One-Way ANOVA.

(9)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran. Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian.

Gambar 3. Skema Langkah-Langkah Penelitian.

Gambar 4. Preparat Ginjal Kelompok Kontrol dengan Perbesaran 400x. Gambar 5. Preparat Ginjal Kelompok Perlakuan 1 dengan Perbesaran 400x. Gambar 6. Preparat Ginjal Kelompok Perlakuan 2 dengan Perbesaran 400x. Gambar 7. Preparat Ginjal Kelompok Perlakuan 3 dengan Perbesaran 400x. Gambar 8. Tikus Putih yang Digunakan dalam Penelitian.

Gambar 9. Buah Semangka. Gambar 10. Jus Semangka.

Gambar 11. Proses Penyondean Jus Semangka pada Tikus Putih.

Gambar 12.Neck Dislocation. Gambar 13. Pengambilan Organ.

(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel 3. Lampiran 2. Tabel 4. Lampiran 3. Tabel 5. Lampiran 4. Tabel 6-10.

(11)

commit to user

xi

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul: Pengaruh Jus Buah Semangka Merah (Citrullus vulgaris) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol

R. Bijak P. N. S. P., G.0007134, Tahun 2010

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari ………., Tanggal ………….…... 2010

Pembimbing Utama Penguji Utama

S. B. Widjokongko, dr., MPd., PHK. Muthmainah, dr., MKes.

NIP: 19481231 197609 1 001 NIP: 19660702 199802 2 001

Pembimbing Pendamping Anggota Penguji

Made Setiamika, dr, Sp. THT-KL. Makmuroch, Dra, MS.

NIP: 19550727 198312 1 002 NIP: 19530618 198003 2 002

Tim Skripsi

(12)

commit to user

xii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Pengaruh Jus Buah Semangka Merah

(Citrullus vulgaris) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol

R. Bijak P. N. S. P., NIM : G.0007134, Tahun: 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Selasa, Tanggal 14 Desember Tahun 2010

Pembimbing Utama

Nama : S. B. Widjokongko, dr., M.Pd.,PHK

NIP : 19481231 197609 1 001 (……….……)

Pembimbing Pendamping

Nama : Made Setiamika, dr., Sp. THT-KL

NIP : 19550727 198312 1 002 (...………..)

Penguji Utama

Nama : Muthmainah, dr., M.Kes

NIP : 19660702 199802 2 001 (……….……)

Anggota Penguji

Nama : Makmuroch, Dra., M.S

NIP : 19530618 198003 2 002 (………)

Surakarta, 22 Juli 2010

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S

(13)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semangka adalah salah satu jenis buah yang populer di masyarakat.

Buah semangka banyak digemari orang terutama karena rasanya manis,

daging buah berwarna merah atau kuning menarik, serta banyak mengandung

air (93,4%) (Dalimartha, 2005). Semangka, yang masuk dalam keluarga

Cucurbitaceae, fungsinya tak sekadar penghilang dahaga, tetapi juga sebagai

antioksidan yang baik. Buah berbentuk bulat ini juga mengandung vitamin C

dan A dengan jumlah besar. Selain kaya akan vitamin C dan A, semangka juga

dikenal merupakan sumber karotenoid yang sangat baik. Semangka

mengandung likopen yang juga banyak ditemukan pada buah tomat.

Kandungan likopen yang terdapat dalam semangka sebanyak 23-72

mikrogram/gram berat kering (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Dewasa ini, perhatian yang besar diberikan kepada likopen bukan

karena perannya dalam memberi warna pada buah, tetapi karena

kemampuannya yang menakjubkan untuk memadamkan radikal oksidatif yang

berperan dalam proses penuaan dan beberapa penyakit degeneratif. Sebagai

antioksidan, likopen memiliki kemampuan mencegah reaksi oksidasi oleh

radikal bebas masing-masing dua kali dan sepuluh kali kemampuan

beta-karoten (vitamin A) dan alpha-tokoferol (vitamin E). Melalui peran

(14)

commit to user

Fakta klinis dan epidemiologis telah membuktikan bahwa likopen sangat baik

untuk kesehatan. Likopen melindungi jantung, melebarkan pembuluh darah,

dan menghambat proliferasi sel kanker (Siagian, 2005). Dalam buah semangka

juga terkandung prekursor glutathione yakni cysteine, yang dapat

meningkatkan kadar glutathione dalam tubuh (He et al., 2004; Frank, 1995).

Melalui mekanisme antioksidan dan peningkatan glutathione ini buah

semangka merah dapat mencegah kerusakan histologis ginjal.

Penulis memilih parasetamol untuk dipaparkan pada tikus putih karena

parasetamol termasuk dalam daftar obat bebas. Parasetamol dapat diperoleh di

apotek atau toko obat tanpa harus menyerahkan resep dokter, sehingga

penggunaannya sebagai obat rumah tangga sudah menjadi hal yang biasa

(Goodman dan Gilman, 2001). Akses yang mudah dalam mendapatkan obat

ini semakin meningkatkan penggunaannya sebagai obat rumah tangga

sehingga dapat memperbesar kemungkinan keracunan akut (Ngatidjan, 2006).

Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa ketika parasetamol

memenuhi ginjal, parasetamol akan dioksidasi melalui sitokrom P450 dan

menghasilkan NAPQI yang dapat menyebabkan kerusakan tubulus ginjal

(Zlatkovic et al., 1998).

Penelitian tentang semangka di Indonesia masih sangat sedikit

terutama sebagai antioksidan dalam mekanisme renoprotektor. Berdasarkan

hal tersebut maka peneliti ingin membuktikan apakah jus buah semangka

merah dapat mengurangi kerusakan sel ginjal tikus putih akibat pemberian

(15)

commit to user

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pemberian jus buah semangka merah (Citrullus vulgaris) dapat

mencegah kerusakan sel ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) yang

diinduksi parasetamol ?

2. Apakah peningkatan dosis jus buah semangka merah (Citrullus vulgaris)

dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal tikus putih

(Rattus norvegicus) yang diinduksi parasetamol ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui apakah pemberian jus buah semangka merah (Citrullus

vulgaris) dapat mencegah kerusakan sel ginjal tikus putih (Rattus

norvegicus) yang diinduksi parasetamol.

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan dosis jus buah semangka merah

(Citrullus vulgaris) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan

sel ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi parasetamol.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai

pengaruh jus buah semangka merah dalam mencegah kerusakan sel

(16)

commit to user

b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk

penelitian lebih lanjut, misalnya penelitian dengan subjek manusia.

2. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi

masyarakat untuk menggunakan jus buah semangka merah sebagai obat

(17)

commit to user

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Semangka merah (Citrullus vulgaris)

a. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Cucurbitales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Citrullus

Spesies : Citrullus vulgaris Schrad (Syamsuhidayat dan Hutapea,

1991).

b. Uraian Tanaman

Semangka berasal dari daerah tropik dan subtropik Afrika.

Tumbuh liar di tepi jalan, padang belukar, pantai laut, atau ditanam di

kebun dan pekarangan sebagai tanaman buah. Buah berbentuk bola

sampai bulat memanjang, besar bervariasi dengan panjang 20-30 cm,

diameter 15-20 cm, dengan berat mulai dari 4 kg sampai 20 kg. Kulit

buahnya tebal dan berdaging, licin, warnanya bermacam-macam

(18)

commit to user

putih. Daging buah warnanya merah, merah muda (pink), jingga

(orange), kuning, bahkan ada yang putih. Biji bentuk memanjang,

pipih, warnanya hitam, putih, kuning, atau cokelat kemerahan. Ada

juga yang tanpa biji (seedless) (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

c. Kandungan kimia

Biji, daun, dan kulit buah mengandung saponin. Bijinya juga

mengandung polifenol dan flavonoid serta daunnya mengandung

polifenol. Biji kaya zat gizi dengan kandungan minyak berwarna

kuning 20-45%, protein 30-40%, sitrullin, vitamin B12, dan enzim

urease. Senyawa aktif kukurbositrin pada biji semangka dapat memacu

kerja ginjal dan menjaga tekanan darah agar tetap normal. Daging buah

semangka rendah kalori dan mengandung air sebanyak 93,4%, protein

0,5%, karbohidrat 5,3%, lemak 0,1%, serat 0,2%, abu 0,5%, dan

vitamin (A, B dan C). Selain itu, juga mengandung asam amino

sitrullin (C6H13N3O3), asam aminoasetat, asam malat, asam fosfat,

arginin, betain, likopen (C4OH56), karoten, bromin, natrium, kalium,

silvit, lisin, fruktosa, dekstrosa, dan sukrosa. Sitrulin dan arginin

berperan dalam pembentukan urea di hati dari amonia dan CO2

sehingga keluarnya urin meningkat. Kandungan kaliumnya cukup

tinggi yang dapat membantu kerja jantung dan menormalkan tekanan

darah. Dalam buah semangka juga terkandung prekursor glutathione

yakni cysteine, yang dapat meningkatkan kadar glutathione dalam

(19)

commit to user

yaitu likopen. Kandungan likopen yang terdapat dalam semangka

sebanyak 23-72 mikrogram/gram berat kering. Likopen merupakan

antioksidan yang lebih unggul dari vitamin C dan E (Syamsuhidayat

dan Hutapea, 1991; He et al., 2004).

2. Struktur Histologis Ginjal

Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa

metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh, termasuk toksin dan

zat asing lainnya seperti metabolit obat-obatan dan makanan tambahan

(Guyton dan Hall, 1997).

Ginjal rentan terhadap efek toksik obat-obatan dan bahan-bahan

kimia karena:

a. Ginjal menerima 25 persen dari curah jantung, sehingga sering dan

mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar.

b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia

dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskuler.

c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat

sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan

peningkatan konsentrasi dalam cairan tubulus

(Price dan Wilson, 1994).

Struktur mikroskopik ginjal terdiri dari korteks dan medula.

Korteks ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata.

Pars konvulata/kontorta tersusun dari korpuskuli ginjal dan tubuli yang

(20)

commit to user

lurus (segmen lurus tubulus proksimal dan segmen lurus tubulus distal)

dari nefron dan duktus koligens. Medula ginjal hanya mengandung

tubuli bagian lurus dan segmen-segmen tipis nefron (Lengkung Henle)

(Junqueira et al., 2005).

Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap ginjal mempunyai

sekitar satu juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan

fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman, yang

mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,

lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal (Price dan Wilson, 1994).

Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula Bowman dan rumbai

kapiler glomerulus. Kapsula Bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel-sel

epitel parietal berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari

kapsula sedangkan sel-sel epitel viseral jauh lebih besar dan membentuk

bagian dalam kapsula dan melapisi bagian luar dari rumbai kapiler.

Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit

di antara sel-sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler.

Sel endotel berkontak kontinu dengan membrana basalis. Sel-sel endotel,

membrana basalis, dan sel-sel viseral merupakan tiga lapisan yang

membentuk membrana filtrasi glomerulus. Sel-sel mesangial adalah

sel-sel endotel yang membentuk suatu jaringan kontinu antara

lengkung-lengkung kapiler glomerulus dan diduga juga berfungsi sebagai jaringan

penyokong. Sel-sel mesangial ini bukan merupakan bagian dari

(21)

commit to user

Glomerulus tersusun oleh suatu anyaman kapiler yang berasal

dari cabang-cabang arteriol aferen glomerulus. Jaringan ikat dari arteriol

aferen tidak masuk ke dalam kapsula Bowman dan digantikan oleh sel

mesangial. Glomerulus merupakan daerah sentral sel-sel mesangial dan

lapisan-lapisan dari kapsula Bowman dengan membran dasar yang

bersangkutan (Gartner dan Hiatt, 2007).

Aparatus jukstaglomerulus merupakan kumpulan sel-sel khusus

(termasuk juga beberapa sel jaringan penyambung) di dekat katub

vaskuler setiap glomerulus dan dianggap sebagai pengatur pengeluaran

renin (Price dan Wilson, 1994).

Tubulus proksimal ginjal berperan dalam mekanisme absorbsi

dan ekskresi. Sel-sel tubulus proksimal mempunyai tanda-tanda sel yang

bermetabolisme tinggi, mempunyai banyak mitokondria untuk

menyokong proses transpor aktif yang sangat cepat dan cukup tepat

(Guyton dan Hall, 1997). Tubulus proksimal adalah lokasi yang paling

sering mengalami kerusakan akibat toksikan (Klassen, 2003). Hal ini

terjadi karena sebelum obat dan metabolitnya diekskresikan melalui

urine, terlebih dahulu akan dikonsentrasikan dalam sel tubulus proksimal

ginjal sehingga kadar toksik pada tubulus proksimal meningkat

(Price dan Wilson, 1994). Sitokrom P450 di ginjal yang berperan penting

pada pembentukan N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI) dan

memacu timbulnya nefrotoksisitas sebagian besar berada di tubulus

(22)

commit to user

Tubulus proksimal berada sebagian besar di korteks ginjal.

Diameternya ± 60 µm dan panjangnya ± 14 mm. Tubulus proksimal

terdiri dari pars konvulata yang berada di dekat korpuskulus ginjal dan

pars rekta yang berjalan turun di medulla dan korteks, kemudian

berlanjut menjadi lengkung Henle di medulla. Sel-sel tubulus proksimal

berbentuk kuboid selapis dengan batas sel yang tidak jelas dengan

sitoplasma eosinofilik dan bergranula dan inti sel yang besar, bulat dan

berbentuk sferis di tengah sel. Puncak-puncak sel yang menghadap ke

lumen tubulus mempunyai mikrovili cukup panjang yang disebut brush

border. Pada bagian basal sel tampak adanya garis-garis basal yang

disebut basal striation (Gartner dan Hiatt, 2007).

Penderita yang memakai analgetik dalam jumlah besar dapat

mengalami nefritis interstitial kronis dan sering disertai nekrosis papiler

ginjal. Nefritis interstitial dapat terjadi karena konsumsi analgetik yang

toksikan dalam waktu yang lama. Asetaminofen, metabolit fenasetin,

dapat merusak sel dengan ikatan kovalen dan jejas oksidatif

(Robbins dan Kumar, 1995).

3. Parasetamol

Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin yang

memiliki efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun

1893 (Wilmana, 2001; Katzung, 1998). Obat ini adalah penghambat

prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek

(23)

commit to user

ditimbulkan oleh gugus aminobenzen (Wilmana, 2001). Obat ini cukup

aman untuk dosis terapi (1,2 gr/hari untuk dewasa) (Katzung, 1998).

Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran

cerna. Absorbsinya tergantung kecepatan pengosongan lambung

(Katzung, 1998). Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam

waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1 - 3 jam. Dalam

plasma 25% parasetamol terikat protein plasma dan sebagian

dimetabolisme enzim mikrosom hati (Wilmana, 2001). Di dalam hati,

60% dikonjugasi dengan asam glukoronat, 35% asam sulfat dan 3%

asam sistein (Goodman dan Gilman, 2001). Secara normal, 90%

parasetamol mengalami glukoronidasi dan sulfasi menjadi konjugat

yang sesuai sedangkan sisanya 3 - 8% dimetabolisme melalui jalur

sitokrom P450 (Olson, 2004). Jalur glukuronidasi dan sulfasi tidak dapat

digunakan lagi ketika asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapi dan

akan beralih ke jalur sitokrom P450. Konjugasi melalui jalur sitokrom

P450 menghasilkan senyawa NAPQI yang merupakan metabolit

intermediet parasetamol yang sangat aktif, elektrofilik dan bersifat

toksik bagi hati dan ginjal (Goodman dan Gilman, 2001).

Hepatotoksisitas tidak akan terjadi selama glutathione tersedia untuk

konjugasi senyawa NAPQI yang merupakan metabolit intermediet

parasetamol tersebut. Glutathione yang terpakai akan lebih cepat dari

regenerasinya dengan berjalannya waktu dan akhirnya akan terjadi

(24)

commit to user

akan berikatan kovalen dengan gugusan nukleofilik yang terdapat pada

makromolekul sel seperti protein, DNA, dan mitokondria sehingga

menyebabkan hepatotoksisitas (Hodgson dan Levi, 2000). Reaksi antara

NAPQI dengan makromolekul memacu terbentuknya Radical Oxygen

Species (ROS) (Klassen, 2003). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan

stres oksidatif, yang berarti bahwa NAPQI dapat menyebabkan

terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan bagian dari

proses atau rantai reaksi terbentuknya radikal bebas (Rubin et al., 2005).

NAPQI mengandung ion superoksida/radikal bebas oksigen/O2

-yang merupakan oksidan bagi sel. O2- ini dapat dinetralisir oleh SOD

dan Cu2+ menjadi hydrogen peroxide (H2O2). Melalui reaksi Fenton dan

Haber Weiss terbentuklah Radikal hidroksil (OH-). Radikal hidroksil

sangat reaktif dan toksik terhadap sel tubuh karena merusak

senyawa-senyawa penting tubuh yaitu asam lemak tak jenuh, DNA, dan protein

(Tjokroprawiro, 1993).

Radikal hidroksil juga dapat berikatan dengan asam lemak tak

jenuh (komponen glikolipid, fosfolipid dan kolesterol) yang merupakan

penyusun membran sel, akibatnya terbentuklah lipid peroxide. Lipid

peroxide akhirnya akan terpecah-pecah menjadi beberapa

malondialdehid (MDA). MDA tersebut sangat toksik dan merusak

(25)

commit to user

Efek samping paling serius dari kelebihan dosis akut parasetamol

adalah nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus renalis dan

hipoglikemia juga dapat terjadi setelah menelan dosis tunggal 10-15 gr

(150-250 mg/kg BB). Dosis 20-25 gr atau lebih dapat menyebabkan

akibat fatal. Sekitar 10% pasien keracunan yang tidak mendapatkan

pengobatan yang spesifik berkembang menjadi kerusakan hati yang

hebat dan 10-20% akhirnya meninggal karena kegagalan fungsi hati.

Kegagalan ginjal akut juga terjadi pada beberapa pasien (Goodman dan

Gilman, 2001). Sedangkan dosis toksik untuk tikus atau LD50 tikus

adalah 1944 mg/kg BB (Genome Alberta, 2006). Penelitian pada hewan

coba menunjukkan bahwa ketika parasetamol memenuhi ginjal,

parasetamol akan dioksidasi melalui sitokrom P450 sehingga dapat

menyebabkan kerusakan tubulus (Zlatkovic et al., 1998).

4. Mikroskopis Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol

Dosis Toksik

Kerusakan ginjal yang berupa nekrosis dapat terjadi sebagai

akibat dari pemberian parasetamol dengan dosis toksik

(Goodman dan Gilman, 2001). Nekrosis adalah kematian sel dan

jaringan pada tubuh yang hidup.

Adapun tanda-tanda kerusakan sel :

a. Pyknosis : intinya kisut dan bertambah basofil, berwarna

(26)

commit to user

b. Karyorrhexis : inti mengalami fragmentasi atau hancur dengan

meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di

dalam sel.

c. Karyolysis : kromatin basofil menjadi pucat, inti sel

kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja

(Price dan Wilson, 1994).

Pada nekrosis tubuler akut nefrotoksik terjadi nekrosis

segmen-segmen pendek tubulus, terutama pada tubulus proksimal, dengan

membrana basalis tubuli umumnya masih baik dan secara klinik terjadi

supresi akut fungsi ginjal (Robbins dan Kumar, 1995). Secara histologis

ditandai dengan sel-sel epitel tubulus yang semakin menipis dan datar,

brush border menghilang, lumen tubulus melebar dan terisi oleh

jaringan nekrotik (Dische, 1995). Hal ini terjadi karena sel epitel tubulus

ginjal peka terhadap anoksia dan mudah rusak karena keracunan saat

kontak dengan zat-zat yang diekskresi oleh ginjal. Inti pada sel yang

nekrosis sama sekali menghilang dengan berjalannya waktu. Sitoplasma

berubah menjadi masa asidofil suram bergranula. Apabila penderita

dapat bertahan selama seminggu, regenerasi epitel akan tampak sebagai

bentuk aktivitas mitosis pada sel epitel tubulus proksimal ginjal yang

(27)

commit to user

5. Mekanisme Kerusakan Ginjal oleh Parasetamol dan Mekanisme

Renoprotektor Jus Buah Semangka Merah

Pada kondisi normal, parasetamol yang diabsorbsi oleh tubuh

dikonjugasi dengan asam glukoronat dan asam sulfat, sebagian kecil

dihidroksilasi dengan sitokrom P-450 menjadi metabolit

N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI). Metabolit NAPQI ini oleh glutathione

hepar diubah menjadi metabolit sistin dan merkapturat yang kemudian

dibuang melalui urin (Wilmana dan Gunawan, 2007). Tetapi jika dosis

parasetamol tinggi akan terjadi deplesi glutathione sehingga metabolit

yang reaktif tersebut akan berikatan dengan protein sel dan akan

menyebabkan kematian sel. Terjadinya deplesi glutathione dapat

diketahui dengan pemeriksaan urine. Dalam urine tidak akan dijumpai

glutathione akibat penggunaan glutathione untuk mengubah metabolit

parasetamol (Ross et al., 1980).

Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa ketika

parasetamol memenuhi ginjal, parasetamol akan dioksidasi melalui

sitokrom P450 sehingga dapat menyebabkan kerusakan tubulus

(Zlatkovic et al., 1998).

Kerusakan ginjal akibat parasetamol dapat terjadi karena reaksi

toksik, alergi dan radikal bebas. Tubulus proksimal adalah lokasi yang

paling sering mengalami kerusakan akibat toksikan (Klassen, 2003). Hal

ini terjadi karena sebelum obat dan metabolitnya diekskresikan melalui

(28)

commit to user

ginjal sehingga kadar toksik pada tubulus proksimal meningkat

(Price dan Wilson, 1994). Sitokrom P450 di ginjal yang berperan penting

pada pembentukan N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI) dan

memacu timbulnya nefrotoksisitas sebagian besar berada di tubulus

proksimal (Klassen, 2003).

Kandungan utama jus buah semangka merah yang berperan

dalam mencegah kerusakan ginjal akibat pemberian parasetamol dosis

toksik adalah antioksidan. Antioksidan yang dimiliki jus buah semangka

antara lain vitamin C, vitamin A dan likopen (Syamsuhidayat dan

Hutapea, 1991).

Penelitian dewasa ini menunjukkan bahwa peran antioksidan

likopen adalah yang tertinggi di antara karotenoid yang sudah dikenal.

Likopen memiliki kemampuan untuk menetralkan radikal bebas,

terutama yang dihasilkan oleh reaksi metabolisme selular (suatu jenis

radikal bebas yang sangat reaktif di dalam tubuh). Sebagai antioksidan,

likopen memiliki kemampuan mencegah reaksi oksidasi oleh radikal

bebas masing-masing dua kali dan sepuluh kali kemampuan beta-karoten

(vitamin A) dan alpha-tokoferol (vitamin E) (Siagian, 2005).

Antioksidan ini mampu memberikan elektron kepada molekul

radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi

berantai dari radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya stres

(29)

commit to user

Dalam buah semangka juga terkandung prekursor glutathione

yakni cysteine, yang dapat meningkatkan kadar glutathione dalam tubuh

(He et al., 2004; Frank, 1995). Peningkatan kadar glutathione akan

mengisi kembali kekosongannya di dalam tubuh dan dapat digunakan

untuk konjugasi NAPQI (Frank, 1995).

Melalui mekanisme antioksidan dan peningkatan glutathione ini

(30)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Vit. A Vit.C Likopen Lipid peroxide Radical Oxygen Species (ROS)

Stres oksidatif

Meningkatkan

glutathione

Nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal

Kerusakan ginjal

Cisteyne

(Prekursor glutathione)

Variabel luar yang tak terkendali: kondisi psikologis, keadaan awal hepar dan reaksi

hipersensitivitas

Meningkatkan Total Antioxidant Status (TAS)

Ikatan kovalen NAPQI dgn makromolekul sel

(31)

commit to user C. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Pemberian jus buah semangka merah (Citrullus vulgaris) dapat mencegah

kerusakan sel ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) yang terpapar

parasetamol.

2. Peningkatan dosis jus buah semangka merah (Citrullus vulgaris) dapat

meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal tikus putih

(32)

commit to user

20 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Peneliti mengadakan

perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba

di laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi : Tikus Putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galur Wistar

berusia ± 3 bulan dengan berat badan ± 200 gram.

2. Sampel : Menurut Purawisastra (2001), jumlah sampel yang digunakan

berdasarkan rumus Federer yaitu:

(k-1)(n-1) > 15

(4-1)(n-1) > 15

3(n-1) > 15

3n > 15 + 3

(33)

commit to user Keterangan:

k : jumlah kelompok

n : jumlah sampel dalam tiap kelompok

Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok sebanyak

7 ekor tikus putih (n > 6). Jumlah kelompok tikus putih ada 4 sehingga

penelitian ini membutuhkan 28 ekor tikus putih dari populasi yang ada.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling. Sampel

diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek penelitian yang ditemui dari

populasi yang ada. Kemudian tikus putih tersebut dimasukkan ke dalam 4

kelompok secara random.

E. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah the post test only controlled group

design. Model rancangan ini merupakan rancangan eksperimental sederhana.

Dalam rancangan ini subjek dibagi menjadi > 2 kelompok (4 kelompok)

secara random. Perlakuan pemberian parasetamol saja diberikan kepada satu

kelompok, 2 kelompok lain diberi perlakuan pemberian jus buah semangka

merah dengan dosis yang berbeda dengan diinduksi parasetamol, dan

perlakuan lain sebagai kontrol. Setelah waktu yang ditentukan, semua

kelompok diobservasi atau dilakukan pengukuran terhadap variabel efek yang

(34)

commit to user Sampel

mencit 32 Ekor

Bandingkan dengan uji

statistik Sampel Tikus

Putih

28 ekor

dan kelompok kontrol merupakan efek dari perlakuan (Taufiqqurohman,

2008).

K O0

P1 O1

P2 O2

[image:34.595.133.513.184.500.2]

P3 O3

Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian.

Keterangan:

K : Kelompok kontrol tanpa diberi jus buah semangka merah maupun

parasetamol. Pemberian aquades 2 ml/200 gr BB tikus putih

setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan 1 ml/200 gr BB tikus

putih pada hari ke-12, 13, dan 14.

P1 : Kelompok perlakuan 1, yang diberi parasetamol tanpa diberi jus

buah semangka merah. Pemberian aquades peroral sebanyak 2

ml/200 gr BB tikus putih setiap hari selama 14 hari berturut-turut

dan pada hari ke-12, 13 dan 14 diberi parasetamol 291,6 mg/200

gr BB tikus putih perhari.

P2 : Kelompok perlakuan 2, jus buah semangka merah dosis I yaitu

2,7 gr semangka/200 gr BB tikus putih selama 14 hari

berturut-turut, dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol

dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih 1 jam setelah pemberian jus

(35)

commit to user

P3 : Kelompok perlakuan 3, yang diberi jus buah semangka merah

dosis II yaitu 5,4 gr semangka/200 gr BB tikus putih selama 14

hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga

parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih 1 jam setelah

pemberian jus buah semangka merah.

O0 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal

pyknosis, karyorrhexis dan karyolysis dari 100 sel di pars

konvulata korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal

kiri) kelompok kontrol.

O1 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal

pyknosis, karyorrhexis dan karyolysis dari 100 sel di pars

konvulata korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal

kiri) kelompok KP1.

O2 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal

pyknosis, karyorrhexis dan karyolysis dari 100 sel di pars

konvulata korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal

kiri) kelompok KP2.

O3 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal

pyknosis, karyorrhexis dan karyolysis dari 100 sel di pars

konvulata korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal

kiri) kelompok KP3.

Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal pyknosis,

karyorrhexis dan karyolysis dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan

(36)

commit to user F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Pemberian jus buah semangka merah.

2. Variabel Terikat

Kerusakan sel ginjal tikus putih.

3. Variabel Luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan

Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis

makanan tikus putih semuanya diseragamkan.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas, dan keadaan awal ginjal

tikus putih.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: pemberian jus buah semangka.

Jus buah semangka merah diberikan secara per oral dengan spuit

pencekok dalam 2 dosis.

Dosis I : 2,7 gr semangka/200 gr BB tikus putih/hari diberikan pada

tikus putih KP2.

Dosis II : 5,4 gr semangka/200 gr BB tikus putih/hari diberikan pada

(37)

commit to user

Jus buah semangka merah diberikan selama 14 hari berturut- turut.

Jus buah semangka merah dibuat oleh peneliti dengan menggunakan

blender buah. Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.

2. Variabel terikat: kerusakan sel ginjal tikus putih.

Adalah besarnya skor kerusakan histologis sel epitel tubulus

proksimal ginjal yang diinduksi parasetamol setelah diberi jus buah

semangka merah. Besarnya skor kerusakan histologis dinilai dengan cara

menghitung skor kerusakan yang terjadi pada sel epitel tubulus proksimal

pada suatu daerah tertentu di pars konvulata korteks ginjal. Tiap ekor tikus

putih dibuat 2 irisan jaringan dari ginjal kanan dan 2 irisan jaringan dari

ginjal kiri, yang kemudian diambil secara acak 1 irisan dari masing-masing

ginjal untuk diamati pada mikroskop. Pengamatan 100 sel epitel tubulus

proksimal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) yang ada pada setiap

daerah tersebut dihitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang

mengalami kerusakan. Masing-masing irisan ginjal yang diamati kemudian

dihitung jumlah inti sel yang mengalami pyknosis, karyorrhexis dan

karyolysis, kemudian hasil penghitungan masing-masing pola nuklear

nekrosis sel tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan poin kerusakan

histologis masing-masing ginjal. Hasil penilaian akhir masing-masing

setiap tikus putih merupakan penjumlahan antara pola nuklear nekrosis sel

ginjal kanan dan ginjal kiri.

Maka rumus besarnya poin kerusakan histologis adalah:

(38)

commit to user Keterangan :

P : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti pyknosis.

Kr : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karyorrhexis.

Kl : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karyolysis.

Setiap kelompok tikus putih mempunyai jumlah total 7 poin

kerusakan histologis (jumlah tikus putih tiap kelompok 7 ekor dan

merupakan penjumlahan hasil hitung poin kerusakan ginjal kiri serta ginjal

kanan). Skala ukuran variabel ini adalah skala rasio.

3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan

melalui homogenisasi.

1) Variasi genetik

Jenis hewan coba yang digunakan adalah tikus putih (Rattus

norvegicus) dengan galur Wistar.

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin tikus putih yang digunakan adalah jantan.

3) Umur

Umur tikus putih pada penelitian ini adalah ± 3 bulan.

4) Suhu udara

Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara

berkisar antara 25 – 28o C.

5) Berat badan

(39)

commit to user 6) Jenis makanan

Makanan yang diberikan berupa pelet dan minuman dari air PAM

(Perusahaan Air Minum).

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan: kondisi psikologis, reaksi

hipersensitivitas, dan keadaan awal ginjal tikus putih.

1) Kondisi psikologis tikus putih dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, dan pemberian perlakuan

yang berulang kali dapat mempengaruhi kondisi psikologis tikus

putih.

2) Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi

kepekaan tikus putih terhadap zat yang digunakan.

3) Keadaan awal ginjal tikus putih tidak diperiksa pada penelitian ini

sehingga mungkin saja ada tikus putih yang sebelum perlakuan

ginjalnya sudah mengalami kelainan.

H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Kandang tikus putih 28 buah masing-masing untuk 1 tikus putih.

b. Timbangan hewan.

c. Timbangan obat.

d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja

(40)

commit to user e. Spuit pencekok.

f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.

g. Mikroskop cahaya medan terang.

h. Gelas ukur dan pengaduk.

i. Kamera.

j. Blender.

2. Bahan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Parasetamol.

b. Makanan hewan percobaan (pelet).

c. Aquades.

d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE

(Hematoksilin Eosin).

e. Buah semangka merah (Citrullus vulgaris) dengan biji.

I. Cara Kerja

1. Dosis jus buah semangka.

Dosis yang dicobakan diberikan dengan 2 interval yaitu 100%,

200%, maka dosis yang digunakan dengan perincian sebagai berikut :

a. Untuk dosis I (100%), diperoleh sebagai berikut :

Dosis likopen yang disarankan untuk dikonsumsi manusia adalah

6 mg per hari (Giovannucci et al., 1995). Menurut Arab dan Steck

(41)

commit to user

dosis buah semangka yang dikonsumsi adalah 150 gr per hari. Dosis

tersebut dikonversikan pada tikus putih dengan faktor konversi 0,018,

maka dosis buah semangka yang diberikan :

= Berat semangka merah x faktor konversi

= 150 gr/70 kg BB manusia x 0,018

= 2,7 gr/200 gr BB tikus putih

= 13,5 gr/kg BB tikus putih

Mengingat kapasitas lambung tikus putih maksimal 5 ml, maka

peneliti memberikan dosis 2,7 gr/hari tersebut dalam 2 ml/hari

(Ngatidjan, 1991). Untuk memperoleh buah semangka dosis 2,7 gr/200

gr BB tikus putih dalam 2 ml larutan, maka dilakukan pengenceran

dengan menggunakan aquades hingga didapatkan larutan sebanyak 100

ml, sehingga semangka yang dibutuhkan sebanyak:

x gr 2,7 gr x = 135 gr

100 ml 2 ml

b. Dosis II adalah 200% dari dosis I, yaitu 5,4 gr/200 gr BB tikus putih (4

ml)

Jadi jus buah semangka yang diberikan secara oral pada 1 ekor tikus

putih (200 gram) = 2 ml, dan 4 ml yang diberikan selama 14 hari

berturut-turut.

Di luar jadwal perlakuan, tikus putih diberi makan pelet dan minum

(42)

commit to user 2. Dosis dan pengenceran Parasetamol.

Dosis Parasetamol yang diketahui dapat menyebabkan kematian

pada 50% tikus dari satu kelompok tikus percobaan (LD50) adalah 1944

mg/kg BB (Alberta, 2006).

Pada penelitian ini dipakai ¾ dosis di atas, yaitu 1944 mg/kg BB x

0,75 = 1458 mg/kg BB = 291,6 mg/200 gr BB tikus putih, kemudian

dihitung pelarut air seperti berikut:

Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam aquades hingga 1,71 ml,

sehingga dalam 1 ml larutan parasetamol mengandung 291,6 mg

parasetamol.

Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari

ke-12, 13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan

untuk menimbulkan kerusakan berupa nekrosis pada sel epitel tubulus

proksimal di daerah pars konvulata korteks ginjal tanpa menimbulkan

kematian pada tikus putih.

500 = 291,6 x = 1,71 ml

(43)

commit to user 3. Persiapan Tikus Putih.

Tikus putih diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium

Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Sesudah adaptasi, keesokan harinya dilakukan penimbangan untuk

menentukan dosis dan dilakukan perlakuan.

4. Pengelompokan Subjek.

Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Subjek

dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan

masing-masing kelompok terdiri dari 7 tikus putih. Adapun pengelompokan subjek

adalah sebagai berikut:

a. K : Kelompok kontrol diberi aquadest peroral sebanyak 2 ml/200 gr

BB tikus putih setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan 1

ml/200 gr BB tikus putih pada hari ke-12, 13, dan 14.

b. P1 : Kelompok perlakuan 1 diberi aquades peroral sebanyak 2

ml/200 gr BB tikus putih setiap hari selama 14 hari

berturut-turut dan pada hari ke 12, 13 dan 14 juga diberi parasetamol

dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih peroral perhari.

c. P2 : Kelompok perlakuan 2 diberi jus buah semangka merah peroral

dosis I yaitu 2,7 gr semangka/200 gr BB tikus putih selama 14

hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga

parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih setelah 1 jam

(44)

commit to user

d. P3 : Kelompok perlakuan 3 diberi jus buah semangka merah dosis II

peroral yaitu 5,4 gr semangka/200 gr BB tikus putih selama 14

hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga

parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB tikus putih setelah 1 jam

pemberian jus buah semangka merah.

Setiap sebelum pemberian parasetamol dan jus buah semangka

merah, tikus putih dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan

lambung. Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian jus

(45)

commit to user 28 ekor tikus putih

1 ml parasetamol dosis 291,6 mg/200 gr BB pada hari ke-12, 13, dan 14

[image:45.595.147.500.141.554.2]

Perlakuan sampai hari ke-14. Pembuatan preparat ginjal hari ke-15. 5. Pemberian Perlakuan.

Gambar 3. Skema Langkah-Langkah Penelitian. Kelompok

kontrol

Kelompok perlakuan 1

Kelompok perlakuan 2

Kelompok perlakuan 3

Dipuasakan selama + 5 jam

Aquades 2 ml 2 ml jus buah semangka merah

dosis 2,7 gr semangka/200 gr

BB tikus putih

4 ml jus buah semangka merah

Dosis 5,4 gr semangka/200 gr

BB tikus putih

Setelah + 1 jam

(46)

commit to user 6. Pengukuran Hasil.

Pada hari ke-15 setelah perlakuan diberikan, semua hewan

percobaan dikorbankan dengan cara neck dislocation. Hal ini dilakukan

pada hari ke-15 agar efek dari perlakuan masih tampak nyata. Setiap tikus

putih diambil ginjal kanan dan kiri (untuk keseragaman), kemudian dibuat

masing- masing 2 irisan secara frontal pada daerah pertengahan ginjal

(untuk keseragaman) dengan ketebalan tiap irisan ginjal + 5–7 µm. Jarak

antara irisan yang satu dengan yang lain kira-kira 25 irisan. Preparat ginjal

dibuat dengan metode blok parafin dengan pengecatan Hematoksilin Eosin

(HE). Masing-masing ginjal diambil salah satu preparat dari 2 irisan

tersebut secara acak untuk dilakukan pengamatan.

Pengamatan preparat jaringan ginjal mula-mula dilakukan dengan

perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian irisan, kemudian

ditentukan tubulus proksimal yang terletak pada pars konvulata korteks

ginjal. Pengamatan dilanjutkan dengan perbesaran 400 kali untuk

mengamati inti sel epitel tubulus proksimal ginjal. Pengamatan dilakukan

dengan perbesaran 1000 kali untuk melihat inti sel yang pyknosis,

karyorrhexis dan karyolysis dari tiap 100 dengan lebih jelas.

Pengamatan dilakukan pada tubulus proksimal ginjal karena pada

tubulus proksimal terjadi absorpsi dan sekresi aktif serta kadar sitokrom

P450 lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan

(47)

commit to user

Untuk mengetahui sel-sel epitel tubulus proksimal yang mengalami

kerusakan maka dari tiap irisan ditentukan 1 daerah di pars konvulata

korteks ginjal kemudian pada tiap daerah tersebut dihitung jumlah sel

epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan dari tiap 50 sel epitel

tubulus proksimal yang ada di daerah tersebut (50 sel pada irisan ginjal

kanan dan 50 sel pada irisan ginjal kiri). Sel dengan inti pyknosis,

karyorrhexis, dan karyolysis masing- masing diberi skor 1. Jika pada suatu

daerah di pars konvulata korteks ginjal terdapat 20 sel epitel tubulus

proksimal dengan inti pyknosis, 10 sel dengan inti karyorrhexis, dan 5 sel

dengan inti karyolysis, maka skor kerusakan histologis pada daerah

tersebut adalah 20 + 10 + 5 = 35. Setiap kelompok tikus putih mempunyai

jumlah total 7 poin kerusakan histologis (jumlah tikus putih tiap kelompok

7 ekor dan merupakan penjumlahan hasil hitung poin kerusakan ginjal kiri

serta ginjal kanan). Nilai skor kerusakan histologis ini kemudian dianalisis

secara statistik.

J. Teknik Analisis Data Statistik

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji Oneway

ANOVA (Analysis of Variant). Jika terdapat perbedaan yang bermakna maka

dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah

(48)

commit to user 41 BAB V

PEMBAHASAN

Secara teoritis, konsumsi parasetamol dosis berlebih dapat menyebabkan

nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal. Sel epitel tubulus proksimal ginjal

mengalami nekrosis karena metabolit N-asetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI)

yang reaktif dan toksik. NAPQI akan bereaksi dengan gugus nukleofilik pada

protein, DNA, dan mitokondria, serta dapat menimbulkan stres oksidatif sehingga

dapat menyebabkan nekrosis (Katzung, 1998; Wilmana, 2007; Rubin et al., 2005).

Nekrosis adalah kematian sel dan jaringan pada tubuh yang hidup yang

bersifat irreversible. Pada nekrosis perubahan tampak nyata pada inti sel (Robbins

and Kumar, 2003). Kematian sel terjadi bersamaan dengan pecahnya membran

plasma. Perubahan morfologis awal berupa edema sitoplasma, dilatasi retikulum

endoplasma dan disagregasi polisom (Wenas, 1996). Stadium selanjutnya sel

dapat mengalami degenerasi hidropik, susunan sel yang terpisah-pisah, inti sel

pyknosis yaitu pengerutan inti sel dan kondensasi kromatin. Kemudian terjadi

karyorrhexis yaitu fragmentasi inti yang meninggalkan pecahan-pecahan sisa inti

berupa zat kromatin yang tersebar didalam sel. Selanjutnya terjadi karyolysis

(kromatin basofil menjadi pucat). Dengan perjalanan waktu, terjadi penghancuran

dan pelarutan inti sel sehingga inti sel sama sekali menghilang, pecahnya

(49)

commit to user

Nekrosis berbeda dengan apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel per sel,

sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok sel. Membran sel yang mengalami

apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan ke luar tanpa disertai hilangnya

integritas membran. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis mengalami

kehilangan integritas membran. Sel yang mengalami apoptosis terlihat menciut,

dan akan membentuk badan apoptosis. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis

akan terlihat membengkak untuk kemudian mengalami lisis. Sel yang mengalami

apoptosis lisosomnya utuh, sedangkan sel yang mengalami nekrosis terjadi

kebocoran lisosom. Dengan mikroskop akan terlihat kromatin sel yang mengalami

apoptosis terlihat bertambah kompak dan membentuk massa padat yang uniform.

Sedangkan sel yang mengalami nekrosis kromatinnya bergerombol dan terjadi

agregasi. Pada pemeriksaan histologi tidak terlihat adanya sel-sel radang di sekitar

sel yang mengalami apoptosis. Sedangkan pada nekrosis, terlihat respon

peradangan yang nyata di sekitar sel-sel yang mengalami nekrosis. Sel yang

mengalami apoptosis biasanya akan dimakan oleh sel yang berdekatan atau

berbatasan langsung denganya dan beberapa makrofag. Sedangkan sel yang

mengalami nekrosis akan dimakan oleh makrofag (Thompson et al., 1992).

Pada penelitian ini kerusakan struktur sel ginjal dinilai dari jumlah sel

ginjal yang intinya pyknosis, karyorrhexis dan karyolysis, dan ketiga jenis

kerusakan ini diberi nilai 1.

Secara teoritis, sel epitel tubulus proksimal ginjal tikus putih yang dipapar

dengan parasetamol dosis toksik akan mengalami kerusakan yang digambarkan

(50)

commit to user

Pemberian parasetamol dosis toksik ditambah jus buah semangka

menunjukkan hasil berupa kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal yang

lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian parasetamol tanpa jus buah

semangka. Hal ini disebabkan jus buah semangka memiliki efek renoprotektif

terhadap efek toksik parasetamol. Kelompok kontrol digunakan sebagai

pembanding terhadap kelompok perlakuan dengan parasetamol dan kelompok

perlakuan dengan parasetamol dan jus buah semangka. Kelompok kontrol hanya

diberikan aquades sebagai plasebo.

Kelompok kontrol juga memperlihatkan gambaran inti pyknosis,

karyorrhexis dan karyolysis. Hal ini terjadi karena adanya proses apoptosis yang

secara fisiologi dialami oleh semua sel normal. Setiap sel dalam tubuh akan selalu

mengalami penuaan yang diakhiri kematian sel dan digantikan oleh sel-sel baru

melalui proses regenerasi (Mitchell dan Cotran, 2007). Pengaruh variabel luar

yang tidak dapat dikendalikan juga dapat menjadi penyebabnya.

Hasil uji One-Way ANOVA didapatkan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05)

sehingga H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan yang bermakna dari nilai rata-rata

jumlah kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal antara keempat

kelompok. Hasil uji LSD menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok

K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, dan P2-P3.

Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dari skor

rata-rata kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal antara kelompok K dan

kelompok P1. Hal ini terjadi karena kelompok P1 mengalami kerusakan sel epitel

(51)

commit to user

sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa parasetamol dosis toksik mampu

menginduksi kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal akibat NAPQI yang

reaktif dan toksik. NAPQI akan bereaksi dengan gugus nukleofilik pada protein,

DNA, dan mitokondria, serta menimbulkan stres oksidatif sehingga dapat

menyebabkan kematian sel (Katzung, 2002; Wilmana, 2007).

Kelompok P2 merupakan kelompok perlakuan setelah pemberian jus buah

semangka dosis I yaitu 2,7 gr semangka/200 gr BB tikus putih dan parasetamol.

Hasil analisis kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal pada kelompok P2

menunjukkan perbedaan bermakna dengan kelompok K dan kelompok P1. Hal ini

berarti pemberian jus buah semangka dosis I yaitu 2,7 gr semangka/200 gr BB

tikus putih dapat mengurangi kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal tikus

putih akibat pemberian parasetamol, tetapi tidak dapat mengembalikan sel epitel

tubulus proksimal ginjal ke kondisi seperti kelompok K.

Hasil kelompok P3 menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan

kelompok P1 dan kelompok K. Hal ini berarti pemberian jus buah semangka dosis

II yaitu 5,4 gr semangka/200 gr BB tikus putih sebelum pemberian parasetamol

mampu mengurangi jumlah kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal yang

diinduksi parasetamol tetapi belum dapat mengembalikan sel epitel tubulus

proksimal ginjal mendekati kondisi seperti kelompok K. Hal ini dapat disebabkan

jus buah semangka dosis II yaitu 5,4 gr semangka/200 gr BB tikus putih masih

kurang optimal untuk melindungi sel ginjal dari kerusakan yang ditimbulkan oleh

(52)

commit to user

Derajat kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal pada kelompok P2

lebih besar daripada kelompok P3. Hal ini berarti peningkatan dosis jus buah

semangka dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel epitel tubulus

proksimal ginjal tikus putih yang diinduksi parasetamol.

Semangka mengandung antioksidan yang mampu mencegah dan

menghambat efek toksik parasetamol. Kandungan beberapa antioksidan maupun

zat yang berhubungan dengan antioksidan dalam semangka yaitu vitamin C,

vitamin A, prekursor glutathione yakni cysteine, dan likopen (Syamsuhidayat dan

Hutapea, 1991; He et al., 2004). Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan

satu elektron kepada senyawa oksidan, dalam hal ini radikal bebas, sehingga

aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007).

Likopen menjadi inti dalam penelitian ini karena sebagai antioksidan,

likopen memiliki kemampuan mencegah reaksi oksidasi oleh radikal bebas

masing-masing dua kali dan sepuluh kali kemampuan beta-karoten (vitamin A)

dan alpha-tokoferol (vitamin E) (Siagian, 2005). Antioksidan tersebut mampu

memberikan elektron kepada molekul radikal bebas dan memutus reaksi berantai

dari radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya stres oksidatif (Almatsier,

2004). Prekursor glutathione yakni cysteine dapat meningkatkan kadar glutathione

tubuh. Peningkatan kadar glutathione akan mengisi kembali kekosongannya di

dalam tubuh dan dapat digunakan untuk konjugasi NAPQI (Frank, 1995; He et

(53)

commit to user

Zhang dan kawan-kawan (1997) yang melakukan studi perbandingan

kadar retinoid dan beta-retinoid pada jaringan adiposa payudara dan pada

penderita kanker payudara, menunjukkan adanya kaitan antara kadar retionoid dan

karotenoid (termasuk likopen) dengan menurunnya risiko kanker payudara.

Sementara itu, Levy dan kawan-kawan (1995) dari Bagian Biokimia Klinis,

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ben Gurion, menemukan bahwa likopen

berperan sebagai penghambat proliferasi sel kanker pada manusia. Pentingnya

likopen juga diungkapkan sebuah riset yang dipublikasikan Erhardt dan

kawan-kawan (2003) dalam American Journal of Clinical Nutrition, pasien dengan

adenoma kolorektal (sebuah polip yang merupakan cikal bakal kanker kolorektal)

memiliki kadar likopen 35 persen lebih rendah daripada yang tanpa polip. Dengan

kata lain, tubuh memerlukan kemampuan likopen untuk memproteksi sel tubuh

dari kerusakan. Hasil penelitian yang didapatkan para peneliti tersebut

mendukung hasil penelitian ini bahwa likopen yang terdapat dalam buah

(54)

commit to user

46 47 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan:

1. Jus buah semangka merah mempunyai efek proteksi terhadap kerusakan

sel epitel tubulus proksimal ginjal tikus putih yang diinduksi parasetamol.

2. Peningkatan dosis jus buah semangka merah dari dosis I (2,7 gr

semangka/200 gr BB tikus putih) menjadi dosis II (5,4 gr semangka/200 gr

BB tikus putih) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel

epitel tubulus proksimal ginjal tikus putih yang diinduksi parasetamol

meskipun tidak dapat mencapai derajat normal.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis dan

lama pemberian jus buah semangka merah yang lebih bervariasi, sehingga

dapat diketahui dosis dan lama pemberian jus buah semangka merah yang

paling tepat dan efektif untuk mengurangi kerusakan sel ginjal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui zat aktif dalam

buah semangka merah yang paling berperan sebagai renoprotektor.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode lain misalnya,

Gambar

Tabel 3. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan.
Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian.
Gambar 3. Skema Langkah-Langkah Penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari observasi, studi kepustakaan dan wawancara diatas dapat disimpulkan untuk Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam pelaksanaan penanganan kawasan

Based on these previous researches, the writer attempts to analyze more about status of modifier using X – Bar approach on verb phrase constructions in articles of Kang

Biaya yang tidak dapat dipengaruhi secara signifikan oleh manajer suatu pusat pertanggungjawaban.. • Manajer memiliki

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh akupresur pada titik pericardium 6 terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien dyspepsia di Ruang Rawat

[r]

The results of the IPA analysis showed important design criteria affecting energy performance in higher education buildings, covering categories: (1) the location of the building,

a) Kegiatan usahanya selalu membantu orang lain/badan lain dengan menerima balas jasa. b) Pembelian barang oleh perusahaan jasa (bahan habis pakai/perlengkapan dan peralatan)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAPARAN GAS KARBONMONOKSIDA (CO) DALAM DARAH PADA PETUGAS SPBU KOTA SALATIGA.. xv + 67 hal + 11 tabel + 5 gambar +