• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktifitas Pengumpulan Kayu Ke Tepi Jalan Logging dengan Menggunakan Chevrolet C-50 Pada Kegiatan Penyaradan Di PT. MHP, Sumatera Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktifitas Pengumpulan Kayu Ke Tepi Jalan Logging dengan Menggunakan Chevrolet C-50 Pada Kegiatan Penyaradan Di PT. MHP, Sumatera Selatan"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN

PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

MUTHIAH AZMI E02498039

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

RINGKASAN

Muthiah Azmi (E02498039). Produktivitas Pengumpulan Kayu ke Tepi Jalan Logging dengan Menggunakan Chevrolet C-50 pada Kegiatan Penyaradan di PT. MHP Sumatera Selatan (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan). Bimbingan Ir. Tjetjep Ukman Karnasastra MM.

Kebutuhan akan kayu sebagai bahan baku industri pengolahan hasil hutan yang merupakan salah satu andalan perekonomian Indonesia selalu meningkat sehingga harus diimbangi dengan peningkatan pasokan bahan baku kayu (bbk). Untuk mencukupinya maka pemerintah mengeluarkan PP no.7/1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri. PT. MHP sebagai salah satu pelopor pembangunan dan pengembangan HTI yang mensuplai bahan baku kayu bagi PT. Tanjung Enim Lestari (TEL) selalu melakukan optimalisasi pemanenan agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Cara mengoptimalisasinya adalah dengan menggunakan kabel untuk mengeluarkan kayu ke tepi jalan angkutan agar potensi kayu di kelerengan > 15 % dapat dikeluarkan secara efektif dan efisien. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui produktivitas metode pengumpulan kayu dengan menggunakan sistim kabel yang memanfaatkan tenaga gerak dari Chevrolet C-50 1500 cc untuk mengumpulkan kayu (winching) di PT. Musi Hutan Persada. Penelitian ini bermanfaat bagi perusahaan dalam memilih dan menerapkan alat yang sesuai pada kegiatan pengumpulan kayu guna menunjang kelancaran produksi.

Penelitian dilakukan di petak 18, seting 71, Blok Tebing Indah I, Unit VIII Tebing Indah, SU 2 Benakat PT. MHP Sumatera Selatan selama Bulan September tahun 2003. Alat yang digunakan berupa satu unit sistim kabel (Chevrolet C-50 1500 cc, kabel baja berpengait 5/8 inci dan dua katrol jengkol), stopwatch, meteran, tally sheet, kamera, film negatif, alat tulis serta kalkulator. Bahan penelitian berupa tegakan Acacia mangium '91/92 seluas 27 Ha, 1200 pohon/Ha.

(3)

dengan data sekunder berupa kondisi umum lapangan dan peta kerja. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan personal computer program SAS 6.12.

Sistim pemanenan adalah tebang habis untuk seluruh jenis kayu, tetapi bagi kayu non Acacia mangium tidak diangkut ke pabrik. Pemanenan dilakukan secara kontrak dimana pengawasan perusahaan terhadap pekerjaan diperlukan untuk ketepatan kerja dan waktu kerja. Kontraktor wajib mengambil data areal sebelum menebang untuk menentukan tiang, jalur sarad, letak mobil dan TPn. Kegiatan penebangan meliputi penebangan (cutting/felling), pembuangan ranting/cabang (delimbing) dan pemotongan batang (trimming/bucking).

Sistim kabel katrol memanfaatkan mesin mobil yang dimodifikasi untuk menggulung kabel guna menarik kayu secara mendatar menyentuh tanah dibantu satu atau dua buah katrol pada areal berlereng > 15 % menggantikan forwarder yang tidak bekerja optimal di kelerengan tersebut.

Sistim ini menarik kayu panjang(Tree Length System) berdiameter minimal 8 cm menggunakan Chevrolet C-50, kabel baja berpengait (±150 m) dan dua buah katrol (satu diletakkan setinggi 2-3 m pada pohon tiang, lainnya akan digunakan bila diperlukan). Untuk menarik kayu kabel harus diulur dan ditarik secara manual menuju kayu dengan keadaan mesin mobil mati. Lalu kabel diikatkan pada kayu kemudian ditarik dengan menggunakan tenaga mobil. Kabel digulung pada celah roda kanan belakang yang sedikit diangkat agar tidak bergesekan tanah ketika menggulung kabel. Setelah ditarik kayu dibagi 2,5 m dan ditumpuk secara manual di tepi jalan angkutan. Regu kerja terdiri dari operator gergaji rantai dan keneknya, tukang ikat, operator mobil dan keneknya serta 8 orang tukang tumpuk. Setelah seluruh kayu dalam jangkauan kabel ditumpuk di TPn sistim harus pindah dengan jarak yang tidak dapat ditentukan ke areal terdekat di tepi jalan. Setelah seluruh kegiatan pemanenan selesai, jalan angkutan akan dirapihkan dan kayu dibawa ke tempat pengolahan atau pabrik. tanpa harus ke TPK.

(4)

Waktu hilang disebabkan pekerja mengobrol, mesin mati, kabel lepas/tersangkut, kayu tersangkut, atau jalan mobil terhambat saat berpindah. Produktivitas efektif alat sebesar 12,18 m3/jam dan produktivitas aktual alat sebesar 7,81 m3/jam.

Dengan memperhitungkan waktu persiapan dan waktu tumpuk diperoleh waktu kerja efektif sistim C-50 adalah sebesar 12165 detik sedangkan waktu aktualnya sebesar 15121 detik. Produktivitas kerja efektif sistim penyaradan dengan menggunakan C-50 diperoleh sebesar 4,78 m3/jam dan produktivitas kerja aktualnya sebesar 3,84 m3/jam. Dari produktivitas kerja tersebut maka dengan memperhitungkan jam kerja perhari diperoleh prestasi kerja pengeluaran kayu ke tepi jalan angkutan adalah sebesar 30,72 m3/hari kerja.

Produktivitas dipengaruhi oleh volume kayu yang disarad dan jarak sarad secara bersamaan atau sendiri-sendiri. Mengacu pada SOP PT. MHP, proses pemanenan kayu dengan kabel katrol di lapangan telah mendekati SOP-nya. Karena sistim kabel katrol adalah sistem kontrak maka seluruh tanggungjawab operasi berada ditangan kontraktor dan perusahan tidak akan mencampuri kebijakan kontraktor di lapangan kecuali bila mengganggu kelancaran produksi.

Perusahaan dianjurkan untuk tetap mempertahankan penggunaan sistim kabel katrol ini karena beberapa kelebihan, yaitu : biaya yang murah, memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak sehingga dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan dan yang paling penting adalah produktivitasnya yang cukup tinggi sehingga target produksi dapat cepat dipenuhi.

Untuk mencegah kelebihan produksi maka jumlah penggunaan sistim kabel harus diperhitungkan dengan seksama oleh perusahaan. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan hasil penelitian ini terutama nilai prestasi kerja penyaradan dengan menggunakan sistim kabel katrol.

(5)
(6)

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN

PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

Karya Ilmiah

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

MUTHIAH AZMI E02498039

(7)

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2005

Judul Penelitian : Produktifitas Pengumpulan Kayu Ke Tepi Jalan Logging dengan Menggunakan Chevrolet C-50 pada Kegiatan Penyaradan di PT. MHP, Sumatera Selatan (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

Nama/NRP : Muthiah Azmi/E02498039

Departemen/Fakultas : Teknologi Hasil Hutan/Kehutanan, IPB

Menyetujui : Pembimbing

Ir. Tjetjep Ukman Karnasastra, MM. Tanggal :

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan

(8)

Tanggal Lulus : ... RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 10 Februari 1980 dan terlahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara yang semuanya perempuan. Ayah penulis bernama H. S. Ichwan Tambunan dan ibunya bernama Hj. Ida Kesumawati Siregar (alm) yang meninggal saat penulis sedang mengerjakan skripsi ini.

Riwayat pendidikan diawali dari TK Kelapa Gading selama dua tahun dilanjutkan pada SDN Kelapa Gading Timur 01 pagi (1986-1992). Setelah itu penulis menerima pendidikan dari Islamic Center Muhammadiyah Cipanas, Pacet Cianjur ((1992-1995) dilanjutkan pada SMU Negeri 45 Jakarta (1995-1998). Pada Juli 1998 penulis diterima di Jurusan Teknologi Hasil Hutan , Fakultas Kehutanan IPB melalui jalur USMI dan pada tahun kedua penulis memilih pemanenan sebagai sub program studinya.

Saat ini penulis aktif di organisasi massa seperti Muhammadiyah Cabang Kelapa Gading, Aisyiah Cabang Kelapa Gading dan PAN Cabang Kelapa Gading. Di kampus, selain menjadi anggota Himasiltan penulis juga pernah aktif dalam kepanitiaan intra Fakultas.

(9)

Jakarta, 29 Desember 2005

Penulis

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang atas rahmat dan karunia-Nyalah skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini merupakan karya puncak penulis selama berkuliah di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sebagai sebuah mahakarya, tentu saja skripsi ini bukan saja merupakan hasil kerja keras sendiri melainkan juga atas dukungan, dorongan, cinta dan kasih sayang dari berbagai pihak. Karenanya, secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pa dan Ma (alm) yang terus memberi semangat agar thie’ tidak mudah menyerah. “Beribu maaf karena begitu banyak waktu yang terbuang, bahkan Ma pun tak ada saat ini selesai. Sekali lagi maaf, karena hanya itu yang bisa terucap”

2. Tulang Taufik dan Nantulang di Cilacap beserta semua sepupu. Terima kasih untuk semua yang takkan bisa terhitung. Allah-lah yang akan membalasnya.. 3. Keluarga terkasih. Sisters, brother in law, nieces and nephew. Love U so 4. Ir. Tjetjep Ukman Karnasastra, MM. sebagai dosen pembimbing untuk semua

masukan agar skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Ir. Yoyo Ontaryo yang sangat membantu saat menguji

6. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS karena bersedia datang untuk menguji.

7. Ibu Atun di PT. MHP yang bersedia menerima penulis untuk dapat melakukan penelitian di PT. MHP, Sumatera Selatan.

8. Ir. Bambang Surya Irawan atas segala bantuannya saat di lapangan ataupun sesudahnya. Terima kasih untuk segala nasihatnya.

9. K' Budi dan seluruh anggota tim di Setting 71 yang sangat membantu meringankan pekerjaan di lapangan dengan tenaga dan tawanya.

10. Tulang Tengku dan Nantulang serta keluarga di Palembang.

(10)

13. Para sahabat yang terus memompakan semangat untuk tidak menyerah. 14. ' Marhamah' kosan tercinta beserta seluruh penghuninya, dahulu dan sekarang.

15. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini tetapi tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih banyak.

Semoga Allah yang Maha Pengingat membalas apa yang telah kalian berikan. Akhirnya, semoga karya ini dapat memberi manfaat lebih dalam perkembangan ilmu dan teknologi kehutanan di Indonesia.

Bogor, 29 Desember 2005

(11)

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN

PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

MUTHIAH AZMI E02498039

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

Muthiah Azmi (E02498039). Produktivitas Pengumpulan Kayu ke Tepi Jalan Logging dengan Menggunakan Chevrolet C-50 pada Kegiatan Penyaradan di PT. MHP Sumatera Selatan (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan). Bimbingan Ir. Tjetjep Ukman Karnasastra MM.

Kebutuhan akan kayu sebagai bahan baku industri pengolahan hasil hutan yang merupakan salah satu andalan perekonomian Indonesia selalu meningkat sehingga harus diimbangi dengan peningkatan pasokan bahan baku kayu (bbk). Untuk mencukupinya maka pemerintah mengeluarkan PP no.7/1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri. PT. MHP sebagai salah satu pelopor pembangunan dan pengembangan HTI yang mensuplai bahan baku kayu bagi PT. Tanjung Enim Lestari (TEL) selalu melakukan optimalisasi pemanenan agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Cara mengoptimalisasinya adalah dengan menggunakan kabel untuk mengeluarkan kayu ke tepi jalan angkutan agar potensi kayu di kelerengan > 15 % dapat dikeluarkan secara efektif dan efisien. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui produktivitas metode pengumpulan kayu dengan menggunakan sistim kabel yang memanfaatkan tenaga gerak dari Chevrolet C-50 1500 cc untuk mengumpulkan kayu (winching) di PT. Musi Hutan Persada. Penelitian ini bermanfaat bagi perusahaan dalam memilih dan menerapkan alat yang sesuai pada kegiatan pengumpulan kayu guna menunjang kelancaran produksi.

Penelitian dilakukan di petak 18, seting 71, Blok Tebing Indah I, Unit VIII Tebing Indah, SU 2 Benakat PT. MHP Sumatera Selatan selama Bulan September tahun 2003. Alat yang digunakan berupa satu unit sistim kabel (Chevrolet C-50 1500 cc, kabel baja berpengait 5/8 inci dan dua katrol jengkol), stopwatch, meteran, tally sheet, kamera, film negatif, alat tulis serta kalkulator. Bahan penelitian berupa tegakan Acacia mangium '91/92 seluas 27 Ha, 1200 pohon/Ha.

(13)

dengan data sekunder berupa kondisi umum lapangan dan peta kerja. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan personal computer program SAS 6.12.

Sistim pemanenan adalah tebang habis untuk seluruh jenis kayu, tetapi bagi kayu non Acacia mangium tidak diangkut ke pabrik. Pemanenan dilakukan secara kontrak dimana pengawasan perusahaan terhadap pekerjaan diperlukan untuk ketepatan kerja dan waktu kerja. Kontraktor wajib mengambil data areal sebelum menebang untuk menentukan tiang, jalur sarad, letak mobil dan TPn. Kegiatan penebangan meliputi penebangan (cutting/felling), pembuangan ranting/cabang (delimbing) dan pemotongan batang (trimming/bucking).

Sistim kabel katrol memanfaatkan mesin mobil yang dimodifikasi untuk menggulung kabel guna menarik kayu secara mendatar menyentuh tanah dibantu satu atau dua buah katrol pada areal berlereng > 15 % menggantikan forwarder yang tidak bekerja optimal di kelerengan tersebut.

Sistim ini menarik kayu panjang (Tree Length System) berdiameter minimal 8 cm menggunakan Chevrolet C-50, kabel baja berpengait (±150 m) dan dua buah katrol (satu diletakkan setinggi 2-3 m pada pohon tiang, lainnya akan digunakan bila diperlukan). Untuk menarik kayu kabel harus diulur dan ditarik secara manual menuju kayu dengan keadaan mesin mobil mati. Lalu kabel diikatkan pada kayu kemudian ditarik dengan menggunakan tenaga mobil. Kabel digulung pada celah roda kanan belakang yang sedikit diangkat agar tidak bergesekan tanah ketika menggulung kabel. Setelah ditarik kayu dibagi 2,5 m dan ditumpuk secara manual di tepi jalan angkutan. Regu kerja terdiri dari operator gergaji rantai dan keneknya, tukang ikat, operator mobil dan keneknya serta 8 orang tukang tumpuk. Setelah seluruh kayu dalam jangkauan kabel ditumpuk di TPn sistim harus pindah dengan jarak yang tidak dapat ditentukan ke areal terdekat di tepi jalan. Setelah seluruh kegiatan pemanenan selesai, jalan angkutan akan dirapihkan dan kayu dibawa ke tempat pengolahan atau pabrik. tanpa harus ke TPK.

(14)

Waktu hilang disebabkan pekerja mengobrol, mesin mati, kabel lepas/tersangkut, kayu tersangkut, atau jalan mobil terhambat saat berpindah. Produktivitas efektif alat sebesar 12,18 m3/jam dan produktivitas aktual alat sebesar 7,81 m3/jam.

Dengan memperhitungkan waktu persiapan dan waktu tumpuk diperoleh waktu kerja efektif sistim C-50 adalah sebesar 12165 detik sedangkan waktu aktualnya sebesar 15121 detik. Produktivitas kerja efektif sistim penyaradan dengan menggunakan C-50 diperoleh sebesar 4,78 m3/jam dan produktivitas kerja aktualnya sebesar 3,84 m3/jam. Dari produktivitas kerja tersebut maka dengan memperhitungkan jam kerja perhari diperoleh prestasi kerja pengeluaran kayu ke tepi jalan angkutan adalah sebesar 30,72 m3/hari kerja.

Produktivitas dipengaruhi oleh volume kayu yang disarad dan jarak sarad secara bersamaan atau sendiri-sendiri. Mengacu pada SOP PT. MHP, proses pemanenan kayu dengan kabel katrol di lapangan telah mendekati SOP-nya. Karena sistim kabel katrol adalah sistem kontrak maka seluruh tanggungjawab operasi berada ditangan kontraktor dan perusahan tidak akan mencampuri kebijakan kontraktor di lapangan kecuali bila mengganggu kelancaran produksi.

Perusahaan dianjurkan untuk tetap mempertahankan penggunaan sistim kabel katrol ini karena beberapa kelebihan, yaitu : biaya yang murah, memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak sehingga dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan dan yang paling penting adalah produktivitasnya yang cukup tinggi sehingga target produksi dapat cepat dipenuhi.

Untuk mencegah kelebihan produksi maka jumlah penggunaan sistim kabel harus diperhitungkan dengan seksama oleh perusahaan. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan hasil penelitian ini terutama nilai prestasi kerja penyaradan dengan menggunakan sistim kabel katrol.

(15)
(16)

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN

PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

Karya Ilmiah

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

MUTHIAH AZMI E02498039

(17)

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2005

Judul Penelitian : Produktifitas Pengumpulan Kayu Ke Tepi Jalan Logging dengan Menggunakan Chevrolet C-50 pada Kegiatan Penyaradan di PT. MHP, Sumatera Selatan (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

Nama/NRP : Muthiah Azmi/E02498039

Departemen/Fakultas : Teknologi Hasil Hutan/Kehutanan, IPB

Menyetujui : Pembimbing

Ir. Tjetjep Ukman Karnasastra, MM. Tanggal :

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan

(18)

Tanggal Lulus : ... RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 10 Februari 1980 dan terlahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara yang semuanya perempuan. Ayah penulis bernama H. S. Ichwan Tambunan dan ibunya bernama Hj. Ida Kesumawati Siregar (alm) yang meninggal saat penulis sedang mengerjakan skripsi ini.

Riwayat pendidikan diawali dari TK Kelapa Gading selama dua tahun dilanjutkan pada SDN Kelapa Gading Timur 01 pagi (1986-1992). Setelah itu penulis menerima pendidikan dari Islamic Center Muhammadiyah Cipanas, Pacet Cianjur ((1992-1995) dilanjutkan pada SMU Negeri 45 Jakarta (1995-1998). Pada Juli 1998 penulis diterima di Jurusan Teknologi Hasil Hutan , Fakultas Kehutanan IPB melalui jalur USMI dan pada tahun kedua penulis memilih pemanenan sebagai sub program studinya.

Saat ini penulis aktif di organisasi massa seperti Muhammadiyah Cabang Kelapa Gading, Aisyiah Cabang Kelapa Gading dan PAN Cabang Kelapa Gading. Di kampus, selain menjadi anggota Himasiltan penulis juga pernah aktif dalam kepanitiaan intra Fakultas.

Untuk memenuhi persyaratan akademik, penulis telah melaksanakan P3H di Jawa Tengah, PKL di PT. Inhutani II Sub Unit Malinau Kalimantan Timur dan praktek khusus di PT. MHP Sumatera Selatan guna melaksanakan penelitian untuk penyusunan skripsi yang berjudul Produktivitas Pengumpulan Kayu ke

(19)

Jakarta, 29 Desember 2005 Penulis

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang atas rahmat dan karunia-Nyalah skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini merupakan karya puncak penulis selama berkuliah di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sebagai sebuah mahakarya, tentu saja skripsi ini bukan saja merupakan hasil kerja keras sendiri melainkan juga atas dukungan, dorongan, cinta dan kasih sayang dari berbagai pihak. Karenanya, secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pa dan Ma (alm) yang terus memberi semangat agar thie’ tidak mudah menyerah. “Beribu maaf karena begitu banyak waktu yang terbuang, bahkan Ma pun tak ada saat ini selesai. Sekali lagi maaf, karena hanya itu yang bisa terucap”

2. Tulang Taufik dan Nantulang di Cilacap beserta semua sepupu. Terima kasih untuk semua yang takkan bisa terhitung. Allah-lah yang akan membalasnya.. 3. Keluarga terkasih. Sisters, brother in law, nieces and nephew. Love U so 4. Ir. Tjetjep Ukman Karnasastra, MM. sebagai dosen pembimbing untuk semua

masukan agar skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Ir. Yoyo Ontaryo yang sangat membantu saat menguji

6. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS karena bersedia datang untuk menguji.

7. Ibu Atun di PT. MHP yang bersedia menerima penulis untuk dapat melakukan penelitian di PT. MHP, Sumatera Selatan.

8. Ir. Bambang Surya Irawan atas segala bantuannya saat di lapangan ataupun sesudahnya. Terima kasih untuk segala nasihatnya.

9. K' Budi dan seluruh anggota tim di Setting 71 yang sangat membantu meringankan pekerjaan di lapangan dengan tenaga dan tawanya.

10. Tulang Tengku dan Nantulang serta keluarga di Palembang.

(20)

13. Para sahabat yang terus memompakan semangat untuk tidak menyerah. 14. ' Marhamah' kosan tercinta beserta seluruh penghuninya, dahulu dan sekarang.

15. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini tetapi tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih banyak.

Semoga Allah yang Maha Pengingat membalas apa yang telah kalian berikan. Akhirnya, semoga karya ini dapat memberi manfaat lebih dalam perkembangan ilmu dan teknologi kehutanan di Indonesia.

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Kayu ... 3

Penyaradan Kayu ... 4

Penyaradan dengan Kabel ... 6

Penyaradan dengan Traktor ... 11

Waktu Kerja ... 12

Penelitian Waktu Kerja... 13

Prestasi Kerja ... 15

Produktivitas ... 16

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat Penelitian ... 17

(22)

Prosedur Pengumpulan Data ... 19 Analisa Data ... 20

Halaman KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Bentuk Badan Usaha ... 23 Letak dan Luas Areal ... 23 Iklim dan Hidrologi ... 24 Topografi dan Tanah ... 24 Keadaan Vegetasi ... 25 Sosial Ekonomi Masyarakat ... 25 Struktur Organisasi ... 25 Tata Usaha Kayu ... 26 Spesifikasi Pekerjaan Pemanenan Acacia mangium di HPHTI PT. MHP ... 27 Persyaratan Pekerjaan Penebangan ... 27 Efektifitas Volume dan Jangka Waktu Pekerjaan ... 29 Nilai Pekerjaan dan Pembayaran ... 30 Teknis Pekerjaan Penebangan Penyaradan dengan Kabel serta

Tumpukan ... 31 Teknis Pekerjaan Penyaradan dengan Kabel serta Penumpukan Kayu

Acacia mangium... 32 Penumpukan ... 33 Inspeksi Kayu ... 34 Administrasi dan Tata Usaha Kayu ... 34 Lain-lain ... 35 Sistem Penyaradan dengan Kabel yang Digunakan oleh PT. MHP ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN

(23)

Waktu Kerja Sistim Kabel Katrol ... 43 Produktivitas Alat ... 45 Prestasi Kerja Sistim Kabel Katrol ... 46

Halaman Pengaruh Jarak Sarad dan Volume Kayu terhadap Produktivitas

Penyaradan Dengan Menggunakan Kabel ... 47 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 50 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Tabel Pemilihan Cara Pengekstrasian Kayu ... 5 Tabel 2. Kondisi Vegetasi Penutupan Lahan di Areal PT. MHP ...25 Tabel 3. Sistim Penyaradan dengan Menggunakan Chevrolet (C-50) ...40

Tabel 4. Spesifikasi Alat yang Digunakan dalam Sistim C-50 ...41 Tabel 5. Perincian Regu Kerja Sistim Kabel Katrol ...42 Tabel 6. Waktu Persiapan Sistem C-50 ...43 Tabel 7. Total Waktu Kerja dengan Menggunakan Sistim C-50 ...44 Tabel 8. Produktivitas Kerja Sistim C-50 ...44 Tabel 9. Perbandingan Produktivitas Kerja Sistim C-50 dan Sistim Hardtop

(Arsis, 2003) ...44 Tabel 10. Produktivitas Sistim C-50 ...45 Tabel 11. Prosentase Elemen Kerja Penyaradan Sistim C-50 ...46 Tabel 12. Prestasi Kerja Per Hari Kerja Sistim C-50 ...46 Tabel 13. Perbandingan Prestasi Kerja Sistim C-50 dan Sistim Hardtop ...46

Tabel 14. Hasil Perhitungan Pengaruh Jarak Sarad dan Volume Kayu yang

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Chevrolet C-50 ...16 Gambar 2. Ban Penggulung Sistim C-50 ...39 Gambar 3. Katrol pada Tiang Utama ...41

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Harian di Lapangan

Lampiran 2. Rekapitulasi Data Harian di Lapangan

Lampiran 3. Waktu Hilang dan Jenisnya dalam Kegiatan Penyaradan

Lampiran 4. Waktu Perpindahan Alat

Lampiran 5. Analisis Regresi Hubungan antara Jarak Sarad dengan Produktivitas Efektif Kerja Alat pada Sistem C-50

Lampiran 6. Analisis Regresi Hubungan antara Volume dengan Produktivitas Efektif Kerja Alat pada Sistem C-50

Lampiran 7. Analisis Regresi Hubungan antara Jarak Sarad dengan Produktivitas

Aktual Kerja Alat pada Sistem C-50

Lampiran 8. Analisis Regresi Hubungan antara Volume dengan Produktivitas Aktual Kerja Alat pada Sistem C-50

Lampiran 9. Analisis Regresi Hubungan antara Jarak Sarad dan Volume dengan Produktivitas Efektif Kerja Alat pada Sistem C-50

Lampiran 10. Analisis Regresi Hubungan antara Jarak Sarad dan Volume dengan Produktivitas Aktual Kerja Alat pada Sistem C-50

Lampiran 11. Sketsa Tarik Panjang Mobil C-50

Lampiran 12. Rekapitulasi Target dan Realisasi Tebangan Sistim Skyline C-50 Lampiran 13. Petunjuk Teknis Penyaradan dengan Sistem Kabel untuk Areal Jurang

(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor kehutanan merupakan salah satu andalan perekonomian Indonesia yang berfungsi mensuplai bahan baku kayu bagi industri hasil hutan maupun kebutuhan rumah tangga. Kebutuhan akan bahan baku kayu tersebut akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia sehingga untuk mencukupinya harus diimbangi dengan peningkatan bahan baku kayu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka alternatif pemecahannya adalah dengan membangun Hutan Tanaman Industri (HTI).

Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri menjelaskan bahwa Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan hutan tanaman yang dikelola berdasarkan prinsip pemanfaatan optimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Prioritas areal yang bisa dijadikan lokasi HTI adalah areal yang kurang produktif termasuk areal HPH yang sudah dipanen kayunya. Hingga akhir Pelita VI (1997) pembangunan HTI mencapai luas sekitar 2,12 juta hektar yang terdiri dari HTI Pulp 884.000 Ha, HTI Plywood 760.000 Ha, HTI Trans 210.000 Ha dan Budidaya Tanaman Andalan seluas 306.000 Ha (Departemen Kehutanan, 1998).

(28)

pemanenan harus dilakukan dengan cara melakukan pemanenan kayu secara efektif dan efisien, termasuk kayu-kayu yang terdapat pada areal-areal dengan topografi curam (jurang).

Salah satu cara pengoptimalisasian pemanenan yang dilakukan PT. MHP adalah dengan mengadopsi sistem kabel dalam mengumpulkan kayu (bunching) dari tempat rebahnya agar potensi kayu yang berada di tempat sulit (jurang) dapat dikeluarkan secara efektif dan efisien. Sistem kabel merupakan sistem baru yang harus diuji kelayakannya sehingga dapat dipilih sebagai salah satu cara untuk mengeluarkan kayu dari petak tebang ke tempat pengumpulannya.

Pengujian penggunaan sistem kabel tunggal untuk kegiatan pengumpulan kayu (bunching) dilakukan melalui penelitian kerja dengan metode pengukuran kerja dan penelitian waktu kerja. Produktivitas kerja dan produktivitas alat juga harus diperhatikan sebagai masukan untuk perbaikan metode kerja dari metode kerja yang telah ada.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas metode pengumpulan kayu dengan menggunakan sistim kabel yang memanfaatkan tenaga gerak dari Chevrolet C-50 1500 cc untuk mengumpulkan kayu (winching) di PT. Musi Hutan Persada.

Manfaat Penelitian

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanenan Kayu

Conway (1982) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari dalam hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan kayu. Kegiatan ini dibedakan atas : 1. Penebangan, yang terdiri dari penebangan (cutting/felling), pembuangan

ranting/cabang (delimbing) dan pemotongan batang (trimming/bucking). 2. Penyaradan (skidding) yaitu usaha untuk mengangkut kayu dari tempat

penebangan ke tepi jalan angkutan.

3. Pengangkutan, yaitu usaha untuk mengangkut kayu dari hutan ke tempat penimbunan atau langsung ke tempat pengolahan kayu.

4. Penimbunan, yaitu usaha untuk menyimpan kayu dalam keadaan baik sebelum digunakan atau dipasarkan termasuk pemotongan ujung-ujung kayu yang pecah atau kurang rata sebelum ditimbun.

United Tractors (1993) membagi sistim pemanenan hasil hutan ditinjau dari mekanisasi yang dipakai menjadi tiga macam, yaitu :

1. Sistim Manual, dimana seluruh proses pemanenan dilakukan secara manual menggunakan tenaga otot.

2. Sistim Semi Mekanis, dimana proses pemanenan sudah menggunakan tenaga mekanik hanya saja masih memerlukan campur tangan manusia dalam pengoperasiannya.

3. Sistim Mekanis Penuh, dimana seluruh proses pemanenan sudah menggunakan tenaga mekanik.

Tujuan pemanenan kayu menurut Nugroho (1995) adalah :

1. Memproduksi kayu secara lestari baik sumberdaya hutannya maupun lingkungan hutannya

2. Mendapatkan nilai tambah yang meliputi :

a. Keuntungan finansial bagi perusahaan agar eksistensi usahanya terjamin b. Membuka kesempatan kerja dan kesempatan berusaha

(30)

Suparto dalam Elias (1999) membagi sistim pemanenan menjadi sistim Tebang Habis untuk hutan tanaman dan sistim Tebang Pilih untuk hutan alam. Karena Hutan Tanaman merupakan hutan homogen dan seumur maka sistim pemanenannya adalah sistim tebang habis. Untuk mengurangi dampak negatif dari sistim tebang habis ini maka areal hutan harus memiliki kelerengan < 25 %. Sistim tebang habis sangat efektif dan efisien karena peralatan dan pekerja serta kegiatan terpusat pada satu lokasi di areal yang cukup luas. Selain itu, gerak-gerik mencari pohon yang akan ditebang dan disarad tidak diperlukan.

Pola pengusahaan Hutan Tanaman Industri dibagi menjadi tiga kelas perusahaan (Suparto dalam Elias, 1999), yaitu :

1. Kelas Perusahaan Kayu Serat 2. Kelas Perusahaan Kayu Pertukangan

3. Kelas Perusahaan Kayu Energi dan Non Kayu

Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 35 Th. 1972, pengusahaan hutan alam diberi tiga alternatif pemanenan yaitu TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia), THPB (Tebang Habis Permudaan Buatan) dan THPA (Tebang Habis Permudaan Alam). Saat ini hanya sistim TPTI yang diperbolehkan dengan daur 35 tahun.

Penyaradan Kayu

Menurut Conway (1978), kegiatan penyaradan adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat pengumpulan ke tempat penimbunan kayu, tempat pengolahan atau tempat pemasaran. Sedangkan menurut Weckerman (1949) penyaradan adalah pemindahan kayu jarak pendek dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) di pinggir jalan angkutan seperti jalan mobil, rel atau sungai. Secara umum, sistim penyaradan kayu dibagi menjadi tiga macam berdasarkan sortimen kayu yang disarad (Elias, 1988), yaitu :

1. Sistim Tarik Pendek (Short Wood System). Sistim ini menyarad kayu dalam ukuran pendek. Pemotongan cabang dan tajuk serta pembagian batang sudah dilakukan di tempat penebangan.

(31)

3. Sistim Tarik Seluruh Pohon (Full Tree System). Pada sistim ini penyaradan dilakukan langsung setelah penebangan selesai dengan tajuk dan seluruh cabang karena pemotongan tajuk dan cabang serta pembagian batang dilakukan di tempat pengumpulan kayu di hutan.

Cara penyaradan kayu hingga saat ini menurut Elias (1988) adalah : ♣ Pemikulan dan penarikan kayu oleh manusia

♣ Penyaradan dengan bantuan gaya gerak gravitasi ♣ Penyaradan dengan traktor

♣ Penyaradan dengan kabel ♣ Penyaradan dengan balon ♣ Penyaradan dengan helikopter

[image:31.612.139.482.409.521.2]

Pemilihan cara penyaradan tergantung pada beberapa faktor seperti kerapatan tegakan dan tumbuhan bawah (Conway, 1978). Sedangkan faktor lain yang perlu diperhatikan menurut Simmons (1951) dalam Purnama (2000) yaitu ukuran dan berat log, kondisi permukaan jalan sarad, jumlah pohon yang ditebang persatuan luas serta total tebangan untuk keseluruhan areal. Pemilihan cara pengekstrasian kayu menurut FAO (1999) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Tabel Pemilihan Cara Pengekstrasian Kayu (FAO, 1999) KELAS KELERENGAN

NO. TINGKAT EROSI

0-15% 15-35% 35-60% >60%

1. 2. 3. 4. Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi C1-5 C1-5 C2-5 C2-5 C1-5 C1-5 C2-5 C5

C1, C5, C6 C1, C5, C6 C5, C6 Tidak Dipanen C5, C6 C5, C6 Tidak Dipanen Tidak Dipanen C1 Crawler Traktor C4 Hewan sarad/Manusia C6 Sistem Skyline

C2 Skidder/Forwarder C5 Helikopter

C3 Flexibke Track Machine(FMC)/Low Ground Pressure Tractors

Menurut FAO (1978), organisasi kerja sangat penting dalam pekerjaan kehutanan untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia (tenaga kerja dan peralatan) dengan baik dalam produksi sesuai dengan tugas masing-masing. Organisasi kerja tersebut antara lain berupa :

Kegiatan

1. Perencanaan yang mendetail

2. Membuat rangkaian kegiatan penebangan 3. Menentukan jumlah kelompok kerja 4. Perencanaan keselamatan kerja 5. Pengorganisasian jam kerja 6. Pengaturan waktu istirahat

7. Kegiatan berkelanjutan yang positif

Dampak/Manfaat

1. Penggunaan mesin dan peralatan secara optimum

2. Keamanan kerja dan effisiensi 3. Efisiensi secara ekonomis 4. Beban kerja yang rendah

(32)

Penyaradan dengan Kabel

Menurut FAO (1974), sistim penyaradan dengan kabel adalah metode transportasi jarak pendek bagi kondisi lapangan dimana crawler traktor atau wheeled skidders tidak dapat bekerja dengan memuaskan, seperti di rawa-rawa atau areal dengan kelerengan sangat curam (>50%). Sedangkan menurut Balitbang Kehutananan (1998), sistim penyaradan dengan kabel adalah cara mengeluarkan kayu dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan sementara (TPn/Landing) di tepi jalan angkutan melalui kabel baja yang terbentang di udara dengan menggunakan tenaga dari mesin penggulung kabel yang disebut yarder.

Suparto dalam Elias (1999) menyebutkan beberapa pertimbangan lain dalam memilih sistim kabel selain menyelamatkan lingkungan, yaitu :

1. Lereng bukan penghalang bagi sistim kabel, sedangkan penyaradan dengan traktor terbatas maksimum pada lereng 40%, (areal HTI umumnya < 25%). 2. Sistim kabel dapat berfungsi pada medan datar sampai 100%. Namun pada

medan datar sistim kabel kurang cocok.

3. Sistim kabel dapat berfungsi di medan basah yang menyulitkan traktor. 4. Sistim kabel tidak memiliki mobilitas seperti sistem traktor.

5. Waktu siklus pada penyaradan di tanah berkisar antara 10 sampai 63 menit permuatan, sedangkan sistem kabel lebih cepat untuk jarak yang sama.

6. Biaya modal sistim kabel yang sangat tinggi ditambah biaya pasang bongkar dan pemindahan, menyebabkan biaya tetap sistim kabel jauh lebih tinggi daripada traktor, bahkan beberapa traktor.

7. Sistim kabel memerlukan pekerja sampai 10 orang, sedangkan sistim traktor untuk produktivitas yang sama hanya 5 orang.

Dari ketujuh poin tersebut, menurut Suparto dalam Elias (1999) melihat kepada kondisi medan HTI pada umumnya, hanya butir ke-5 saja yang dapat mendukung penggunaan sistim kabel di areal HTI.

(33)

sampai 3 m atau selebar alat yang akan melewati jalan tersebut. Spasi jalan tergantung pada kondisi lapangan, biasanya sekitar 100-200 m. Adapun jalan sarad adalah koridor alam yang dibuat antara tegakan untuk mengeluarkan kayu menuju jalan hutan. Lebarnya rata-rata 2,5-3 m dengan kelonggaran 1 m. Untuk daerah curam jalur sarad dibuat dengan gradien. Belokan harus seukuran panjang kayu maksimum yang disarad. Spasi jalan dipengaruhi keadaan lapangan, namun pada tegakan muda spasi jalan harus 15-20 m.

Masih menurut FAO (1978), apabila spasi jalur sarad mencapai 100 m karena kondisi lapangan tidak memungkinkan spasi lebih dekat, maka areal tersebut harus dibuka dengan menggunakan kabel. Spasi kabel mencapai 5-10 m dengan arah kabel dipengaruhi topografi lapangan, mesin penggulung yang digunakan, tahap pekerjaan yang akan dilakukan dan tipe pembagian batang yang diinginkan. Sesuai peraturan, jalur kabel pada daerah curam diarahkan 90o hingga mencapai jalur sarad terdekat, namun bila sudut yang diperoleh lebih kecil, kabel diarahkan langsung dari landing sehingga lebih efisien. Koridor kabel ditentukan keadaan lapangan, alat yang dipakai dan sistem pemanenan yang digunakan.

Budiaman (1996) dalam Cahyana (2000) menyebutkan bahwa secara umum sistim kabel terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu :

1. Penggulung tunggal (Independent bunching winches), yaitu sistim kabel dengan penggulung (winch) di belakang traktor skidder, crawler atau unitruck berkecepatan tinggi. Bentuk penyaradan sederhana, hanya menggunakan satu unit mesin dan sebuah penggulung (drum) yang terhubung oleh kabel. Pada sistim ini kayu disarad menyentuh tanah sehingga bergesekan dengan tanah.

2. Penggulung ganda (Highlead), yaitu sistim kabel dengan dua drum. Muatan ditarik melalui tanah dengan jarak sarad relatif pendek (200 m). Sistim ini digunakan untuk kegiatan tebang habis. Dampak pemanenan cukup besar dan kerusakan tanah dengan sistim ini dapat menimbulkan masalah erosi serius. 3. Kabel Layang (Skyline). Sistim ini dapat menyarad dengan jarak lebih jauh

(34)

Ada beberapa macam sistim kabel dengan penggulung tunggal yaitu : a. Stenzel et_al (1972) menyebutnya sistim penyaradan dengan traktor yang dilengkapi sebuah penggulung (winch). Winch memegang peranan paling penting dalam menyarad secara efisien dibantu oleh gigi-gigi mesin, drum, rangka mesin dan juga rem. Dalam pelaksanaannya, traktor ditempatkan pada areal datar dan kabel dibawa atau diulurkan ke arah kayu. Kemudian kabel diikatkan pada kayu lalu ditarik dengan menggunakan winch. Sistim ini dapat digunakan pada areal berawa, pegunungan yang terjal ataupun daerah berbatu. b. Winching (Elias, 1999), yaitu sistim pengumpulan log dari beberapa jarak

dimana posisi mesin tetap. Metode ini digunakan untuk memindahkan kayu dari tunggak bila penyaradan terhambat lumpur atau tunggak, juga untuk menghindari kerusakan tegakan sisa. Jarak maksimum kayu 50 m. Winching dilakukan apabila traktor atau alat lainnya tidak dapat menuju areal tegakan. Penguluran kabel dilakukan secara manual. Apabila log sudah terkumpul di tepi jalan, kayu dibagi menjadi beberapa sortimen, sehingga pengangkutan akan lebih mudah dilakukan.

Ada dua komponen utama dalam sistim ini, yaitu drum yang mendapat tenaga dari mesin untuk menarik dan mengulurkan kabel serta kabel dengan panjang dan ketebalan yang bervariasi. Umumnya digunakan kabel dengan panjang 30 m dan diameter 19 mm. Pada ujung kabel ada pengait untuk mengaitkan kabel saat dilingkarkan pada kayu ketika akan disarad.

(35)

d. Tinambunan (1989) menyebut sistim kabel ini sebagai sistim "Jammer" . Sistim ini adalah sistim ekstrasi kayu jarak pendek yang merupakan perpaduan sistim traktor dan sistim kabel. Mesin dilengkapi drum dan menggunakan tower atau tiang kerekan. Ketika dioperasikan, "Jammer" ditempatkan di tepi jalan hutan, kabel dari drum dilewatkan melalui katrol pada tiang terus ditarik secara manual ke arah kayu yang akan diambil. Kayu dicekam dengan penjepit kemudian kabel digulung kembali ke drum dengan tenaga mesin sehingga kayu terseret ke pinggir jalan. Sistim ini hanya bisa menanjak dan apabila dilengkapi kabel haul back sistim dapat mencapai jarak sarad 90 sampai 215 m, tetapi apabila tidak jangkauannya hanya mencapai 30-90 m. Keuntungan dari sistim ini adalah :

a. Biaya investasi dan operasi kecil b. Mudah dipindah-pindahhkan

c. Pemeliharaannya mudah sehingga dapat ditangani operator sendiri d. Hanya memerlukan sedikit pekerja

Adapun kelemahannya adalah :

a. Karena jarak sarad maksimum pendek maka intensitas jalan tinggi

b. Karena kabel dan muatan bergerak di permukaan tanah kecepatannya akan rendah sehingga tanah terganggu dan muatan sering tersangkut di tunggak. Sistim ini adalah sistim sederhana, mudah dioperasikan dan hanya digunakan

untuk operasi berskala kecil (McGonagill, 1978 dalam Tinambunan, 1989). Penyaradan dengan sistim kabel berdrum tunggal umumnya dilakukan naik lereng. Ada beberapa keuntungan maupun kelemahan dari penyaradan naik lereng ini, Dykstra et_al (1996) merumuskan hal tersebut sebagai berikut :

KEUNTUNGAN KELEMAHAN

1. Air tidak terkonsentrasi di landing penyebab tanah basah dan lembek, karena letak landing di atas lereng 2. Kayu yang disarad lebih mudah

untuk dikontrol

3. Lereng yang terlalu curam dapat dihindari agar penyaradan dapat berlangsung secara aman

1. Menarik naik lereng memerlukan tenaga yang lebih besar daripada turun lereng

2. Alat yang digunakan mungkin akan merusak tanah bila bekerja secara langsung di lereng karena akan memindahkan top soil pada saat alat memperbaiki traksinya

(36)

1. Memastikan daerah yang akan dibuka dan diekstrasi 2. Memastikan arah pengekstrasian kayu

3. Penetapan batas-batas daerah yang akan diekstrasi (titik awal dan akhir) 4. Meninjau ulang areal dan memilih jalan terbaik. Fokus pada jalan yang

sudah ada

5. Penentuan metode ekstrasi (jalan hutan, jalur sarad, rute kabel dan koridor) 6. Penetapan lokasi landing dan mengetahui letak pabrik

7. Penandaan jalur dan rute kabel termasuk pohon yang akan ditebang atau digunakan

8. Memutuskan apakah ujung log harus diarahkan pada jalur ekstrasi atau sebaliknya

9. Penentuan arah rebah

Dalam memutuskan apakah penyaradan akan naik lereng ataupun turun lereng harus dilakukan evaluasi atas keduanya, FAO (1996). Ada beberapa pertimbangan agar penyaradan berlangsung optimum (FAO, 1978), yaitu :

1. Kerusakan tegakan harus seminimum mungkin

2. Penyaradan seharusnya tidak menyebabkan erosi dikemudian hari

3. Para pekerja jangan mendapat tekanan yang berlebihan atau dimanfaatkan untuk kegiatan berbahaya dalam suatu rangkaian penyaradan

4. Penyaradan seharusnya dapat dilakukan kapan saja sepanjang tahun. Kondisi kayu seharusnya tidak menghambat penyaradan

5. Saat sistim penyaradan telah dipilih, ukuran kayu ikut menentukan

6. Biaya penyaradan seharusnya dijaga serendah mungkin, namun bagaimanapun juga biaya ini ikut mempengaruhi biaya total pemanenan

Menurut Stenzel et_al (1985) dalam Cahyana (2000) penyaradan kayu dengan menggunakan kabel mempunyai keuntungan sebagai berikut :

1. Karena log disarad tidak menyentuh tanah, maka sistim dapat digunakan di daerah berawa, berbatu, lereng terjal dan tempat lain dengan topografi kasar 2. Dapat digunakan untuk turun lereng atau naik lereng serta menyusuri kontur 3. Dapat dioperasikan untuk segala macam musim

(37)

Sedangkan kerugian menggunakan sistim ini adalah :

1. Jarak penyaradan pada kabel dibatasi oleh panjang kabel pada drum 2. Sistim highlead hanya cocok untuk sistem tebang habis dan dapat

menyebabkan kerusakan tegakan tinggal sedang sistem skyline tidak. 3. Memerlukan banyak tenaga kerja dengan depresiasi alat dan biaya

pemeliharaan yang tinggi

4. Biaya penyaradan, perlengkapan dan pembongkaran serta pemasangan sistem kabel tetap perhektar tanpa memperhatikan potensi tegakan akibatnya biaya per unit volume naik jika volume tegakan per hektar turun

Penyaradan dengan Traktor

Traktor adalah alat yang dapat merubah tenaga mesin menjadi tenaga traksi dan digunakan sebagai tenaga penarik atau pendorong (Rahmanto, 1996). Juta (1954) membedakan traktor dari tipe bannya, yaitu traktor berban karet (wheel tractor) dan traktor berban baja (crawler traktor). Sedangkan menurut besarnya tenaga yang dimiliki, Simmons (1951) membedakan traktor menjadi traktor ringan (17-25 hp), traktor sedang (40-70 hp) dan traktor berat (>80 hp).

Elemen kerja penyaradan dengan traktor dibagi menjadi (Conway, 1982) : 1. Menuju tempat penyaradan (return). Kegiatan dimulai dari landing sampai ke

tempat penebangan. Membuat jalan sarad baru bila diperlukan.

2. Pengumpulan (bunching) dan pemuatan (loading). Kegiatan dimulai ketika traktor masuk areal tebangan, dilanjutkan dengan maneuver-manuver persiapan menyarad seperti memasang capit, memasang choker dan lainnya. 3. Menyarad (skidding), dimulai dari areal tebangan sampai tujuan yaitu landing. 4. Pembongkaran muatan (unloading), kegiatan antara lain melepas kait,

penurunan muatan dan gerakan-gerakan lain untuk mengatur kayu sebelum pengangkutan.

5. Waktu-waktu tertunda (delay), yang dapat terjadi pada setiap elemen kerja penyaradan. Waktu tertunda produktif antara lain membuat jalan sarad baru, sedang yang tidak produktif dimisalkan karena kerusakan mesin dan menunggu alat lain membereskan log untuk disarad (prebunching)

(38)

1. Investasi modal yang besar

2. Memerlukan kerja kontinyu untuk menghindarkan biaya penyusutan yang besar

3. Penebangan dan pembagian batang harus ditingkatkan untuk mengimbangi biaya traktor

4. Memerlukan tenaga kerja dengan keahlian tinggi

5. Tidak bekerjanya traktor lebih berakibat serius dibandingkan hewan 6. Traktor bisa bekerja dengan baik tanpa istirahat (dua atau tiga shift sehari) 7. Dapat menarik beban yang lebih besar

8. Traktor bertenaga sarad lebih besar dibandingkan dengan tenaga hewan, Ada beberapa istilah digunakan dalam menyarad kayu dengan traktor menurut Brown (1949) dan Conway (1976). Istilah tersebut adalah :

1. Hauling, yaitu pemindahan kayu dari dalam hutan ke tempat penimbunan kayu (TPK ataupun logpond) atau ke tempat penggergajian.

2. Bunching, yaitu pengumpulan kayu hasil tebangan dari tunggak ke tempat pengumpulan sementara atau tempat pengumpulan kayu (TPn)

3. Skidding, yaitu proses pegumpulan kayu dari tunggak ke landing dengan cara disarad oleh traktor, dimana kayu menyentuh tanah seluruhnya atau sebagian

Waktu Kerja

Waktu kerja menurut Sanjoto (1958) adalah waktu yang benar-benar dipakai mengerjakan pekerjaan dengan waktu istirahat atau waktu diam. Waktu kerja terbagi dua yaitu analitical work yang menentukan apa yang harus dikerjakan dan constructive work yang menentukan waktu standar sebenarnya untuk setiap pekerjaan. Menurut Barnes (1986), waktu kerja dapat digunakan untuk mengetahui :

1. Pengaruh penambahan kondisi kerja terhadap hasil kerja 2. Akibat dari kondisi kerja

3. Waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan

Wiradinata (1981) menuturkan bahwa dalam pemanenan hasil hutan, waktu erat hubungannya dengan biaya. Untuk itu ada tiga golongan waktu, yaitu : 1. Waktu total, yaitu seluruh waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu

(39)

2. Waktu tetap, yang merupakan bagian dari waktu total yang dianggap tetap tetapi tidak dipengaruhi jarak, diameter dan lain-lain

3. Waktu variabel, yaitu waktu yang dipengaruhi jarak, diameter dan lain-lain Sanjoto (1958) membagi waktu kerja menjadi dua golongan, yaitu:

1. Waktu kerja murni, yaitu waktu untuk mengerjakan pekerjaan pokok.

2. Waktu kerja umum, yaitu waktu untuk pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan produktif, tetapi diperlukan untuk kelancaran pekerjaan, dimana besarnya adalah 15 - 20 persen dari waktu kerja murni. Waktu kerja umum terbagi lagi menjadi:

a. Waktu berhenti atau waktu diam, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk persiapan pekerjaan pokok dan perbaikan pada akhir pekerjaan.

b. Waktu hilang, yaitu waktu berhenti bekerja terbagi menjadi dua yaitu: (1) Waktu hilang yang dapat dihindarkan.

(2) Waktu hilang yang tidak dapat dihindarkan.

Penelitian Waktu Kerja

Menurut Juta (1954), penelitian waktu kerja adalah teknik pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta menganalisa keterangan sampai ditemukan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu, sedangkan tujuannya adalah untuk menetapkan waktu yang diperlukan oleh pekerja normal dalam keadaan baik untuk menyelesaikan pekerjaan.

Menurut ILO (1976), penelitian waktu kerja adalah teknik pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu serta untuk menganalisa keterangan sehingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan pada tingkat prestasi tertentu.

(40)

Lebih lanjut Soemitro (1976) mengemukakan bahwa maksud dari penyelidikan waktu kerja adalah untuk melaksanakan pekerjaan dengan usaha yang efisien, sehingga tidak terdapat kerugian waktu dan energi. Sedangkan menurut Barnes (1980), dengan penelitian waktu kerja dapat diadakan perubahan cara kerja yang akan mengurangi hilangnya waktu, sehingga output lebih tinggi dan efisiensi data dapat ditingkatkan.

Sanjoto (1958) dan ILO (1976) menjelaskan tentang metode pengukuran waktu kerja yang terpenting adalah sebagai berikut :

Metode berturut-turut (cummulative method). Pelaksanaan metode ini menggunakan satu stopwatch yang jarumnya terus bergerak tanpa kembali ke nol pada akhir tiap unsur. Waktu untuk setiap unsur didapat dengan mengurangi tiap unsur kerja berurut. Keuntungan dari metode ini adalah meski ada unsur yang tercecer tidak akan berpengaruh pada waktu keseluruhan. Metode berulang kembali (nullstop method). Metode ini menggunakan dua

stopwatch yang beroperasi bergantian, jika yang satu hidup maka yang lainnya mati. Pada pelaksanaannya jarum stopwatch dikembalikan ke nol pada akhir setiap unsur kerja, sehingga waktu untuk tiap unsur kerja langsung diperoleh.

Soemitro (1976) dan Barnes (1968) memberikan suatu rumusan untuk menentukan jumlah pengukuran terhadap siklus pekerjaan dan memeriksa apakah jumlah pengamatan telah memenuhi tingkat kepercayaan yang diharapkan. N’ = [ k/s • {N(•x2) – (•x)2}]2 , Dimana N’ = jumlah siklus yang diperlukan

• x k/s = tingkat kepercayaan & kecermatan x = waktu representatif dari unsur kerja N = jumlah siklus yang terkumpul

(41)

Prestasi Kerja

Menurut Wasono (1965) dalam Andhika (2003), prestasi kerja adalah hasil kerja atau produksi dalam satuan kerja persatuan waktu, sedangkan banyaknya hasil kerja yang diperoleh tergantung alat kerja, kecakapan dan kemampuan serta keadaan dimana ia bekerja. Sanjoto (1958) mengatakan bahwa prestasi kerja ditentukan faktor yang dapat diubah, seperti alat yang digunakan, metode kerja, tempo dan efek yang digunakan pekerja dan faktor lain yang dapat dirubah, seperti iklim, cuaca, keadaan tempat kerja dan teknik kerja alami. Wasono (1965) menghitung prestasi kerja dengan rumus berikut:

P = Hs x 60 , dimana P = prestasi kerja per jam yag dicapai (unit/jam) h Hs = hasil kerja (jumlah komponen per unit)

h = waktu kerja (menit)

60 = konversi waktu kedalam satuan jam (60 menit) Prestasi kerja dinyatakan dalam produktivitas yang mencakup aspek daya guna (efesiensi) dan hasil guna (efektivitas). Daya guna menggambarkan tingkat sumber daya manusia dan alam yang diperlukan untuk mendapatkan hasil tertentu, sedang hasil guna menggambarkan akibat dan kualitas dari hasil yang diusahakan.

Produktivitas

Menurut ILO (1975), produktivitas adalah perbandingan antara jumlah yang dihasilkan dengan jumlah setiap sumber yang digunakan dalam produksi. Sumber tersebut dapat berupa tanah, bahan baku, pabrik, mesin dan alat, jasa manusia atau semuanya. Syarif (1987) menambahkan bahwa produktivitas juga dipengaruhi oleh faktor teknologi, kapasitas produksi, modal yang ditanam pertenaga kerja dan keterampilan manajemen pengusaha. Sedangkan Gani (1990) menganggap produktivitas merupakan perbandingan antara efektifitas membuat dan menjual keluaran dengan membuat efisiensi menggunakan sumber-sumber masukan. FAO (1981) membagi faktor yang mempengaruhi produktifitas penyaradan menjadi tiga :

1. Faktor-faktor penting natural, seperti :

(42)

2. Faktor-faktor penting yang dibangun atau dibuat, seperti :

a. Lokasi jalan, standard dan spasi jalan d. Sistem penebangan yang dilakukan b. Jarak angkut, daya angkat, belokan e. perlakuan silvikultur yang diberikan c. Kemampuan, pengalaman dan pengorganisasian pekerja

3. Faktor-faktor mekanik :

a. Tenaga tarik maksimum setiap kabel d. Tenaga mesin dan Tinggi menara b. Kecepatan kabel maksimum e. Tipe drum yang digunakan c. Kapasitas maksimum kabel f. Berat unit secara keseluruhan

Masih menurut FAO (1981), untuk Independent Bunching Winches, produktifitas tergantung kepada kekuatan tarik kabel, jarak tariknya, kondisi lapangan, ukuran log serta volume kayu perhektarnya. Data lain yang akan berguna yaitu tipe kabel yang digunakan, topografi lapangan, kerapatan tegakan serta suhu atau cuaca. Data yang diperoleh berupa volume kayu (m3), produktifitas pershift, banyaknya siklus/shift per hari, waktu ikat, waktu lepas dan waktu tarik tiap shift.

(43)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Bulan Agustus sampai September tahun 2003 di petak 18, seting 71, Blok Tebing Indah I, Unit VIII Tebing Indah, Supporting Unit 2 Benakat, PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan.

Bahan dan Alat Penelitian Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

[image:43.612.238.417.285.423.2]

1. Satu unit sistim kabel (kabel baja berpengait diameter 5/8 inci, dua katrol jengkol dan mobil Chevrolet C-50, 1500 cc).

Gambar 1. Chevrolet C-50

2. Dua buah Stopwatch untuk mengukur waktu setiap elemen penyaradan kayu 3. Meteran 5 m, untuk mengukur panjang dan diameter kayu

4. Meteran 100 m, untuk mengukur jarak sarad

5. Tally sheet, untuk mencatat hasil pengukuran di areal penelitian

6. Kamera dan film negatif, untuk dokumentasi kegiatan penyaradan kayu 7. Sepatu boot, topi, sarung tangan dan peralatan P3K untuk pengamanan 8. Alat tulis dan kalkulator

(44)

Prosedur Kerja

1. Memilih salah satu dari dua Chevrolet C-50 yang ada untuk diteliti beserta regu kerjanya dengan pertimbangan dari PT. MHP.

2. Membuat uraian lengkap mengenai sistim kerja C-50, sebagai berikut : Sistim C-50 menggunakan mobil chevrolet C-50, satu kabel berpengait (±150 m) dan dua buah katrol. Satu katrol diletakkan pada pohon yang dijadikan tiang dengan ketinggian 3 m dan lainnya digunakan untuk membantu penyaradan apabila diperlukan. Untuk mengeluarkan kayu, kabel diulur secara manual menuju kayu dalam keadaan mesin mobil mati, diikatkan pada kayu kemudian ditarik oleh mobil. Penarikan dilakukan dengan menggunakan tenaga mobil. Kabel digulung pada celah roda kanan belakang yang diangkat sedikit sehingga tidak bergesekan dengan tanah ketika berputar.

Karena C-50 merupakan mobil one wheel drive maka ketika mobil digas roda dapat menggulung kabel. Untuk pengamanan, sebelum dioperasikan, bak mobil dan roda kiri belakang harus diikat. Kayu yang ditarik adalah kayu panjang berdiameter • 8 cm. Setelah ditarik kayu dipotong 2,5 m kemudian ditumpuk

secara manual oleh regu tumpuk di tepi jalan logging yang sudah ada atau dalam tahap perencanaan oleh tukang tumpuk. Setelah seluruh kayu dalam jangkauan kabel ditumpuk di TPn, seluruh sistim harus berpindah. Jarak perpindahan tidak bias ditentukan karena kondisi areal pemanenan yang berlereng. Sistim akan pindah ke areal terdekat dengan memperhitungkan letak tiang dan jangkauan yang dapat diraih kabel. Jalan akan disiapkan setelah seluruh seting selesai karena kayu akan langsung diangkut ke pabrik tanpa dibawa terlebih dahulu ke TPK. Seluruh operasi dilaksanakan oleh regu yang terdiri dari 1 chainsawman dan 1 helper, 1 chokerman, 1 operator mobil dan 1 helper serta 8 orang tukang tumpuk.

Menurut FAO (1981), produktivitas dipengaruhi oleh : a. kekuatan tarik d. ukuran log

b. jarak saradnya e. Volume kayu per hektar (m3/Ha) c. kondisi lapangan

(45)

4. Membuat pola penyaradan yang sesuai dengan kondisi di lapangan 5. Mengambil gambar sistem dari segala arah terutama pada pusat tenaga

Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian terdiri dari : 1. Pengumpulan data primer, yaitu :

a. Mengenali lokasi tebang yang akan diteliti seperti kelerengan rata-rata, posisi jalan hutan, posisi tiang, posisi alat diletakkan, dan letak TPn. b. Menghitung waktu pemasangan alat yang meliputi kegiatan :

 Penentuan tiang  Persiapan Tpn  Penempatan mobil

 Pelepasan dan pengikatan rantai ban dan rantai mobil  Menyiapkan ban penggulung

 Pemasangan katrol pada tiang  Pemasangan kabel

 Pemasangan mesin mobil dan uji coba laju kabel

c. Menghitung waku kerja di lapangan yang meliputi waktu :

 Penguluran atau penarikan kabel secara manual (tenaga manusia)  Pengikatan kayu yang akan ditarik

 Penarikan kayu dengan tenaga mesin. Kayu yang ditarik berupa kayu

panjang (tree length system). Pembagian batang sepanjang 2,5 m dilakukan setelah kayu selesai ditarik.

 Pelepasan ikatan kayu

Banyaknya trip yang akan dicatat ditentukan sekitar 10 % dari jumlah total kayu perhektar (potensi 1211 pohon/Ha)

d. Pencatatan waktu bongkar alat, dengan rincian pekerjaan sebagai berikut :  Pengenduran kabel

 Pelepasan kabel dari power  Penggulungan kabel  Penurunan katrol

(46)

 Penebangan tiang (termasuk pembagian batang dan penumpukan)  Perapihan

e. Semua tahapan pada sistim utama ada pada sistim pembanding, sehingga waktu-waktu yang diukur juga sama termasuk waktu kerja di lapangan. f. Selain waktu-waktu utama tersebut, waktu untuk membagi batang dan

menumpuk juga dicatat sehingga waktu total setiap tiang dapat diperoleh g. Jarak tarik, yaitu jarak yang ditempuh dari tempat rebah kayu sampai ke

tempat pembagian batang di tepi jalan logging secara mendatar h. Diameter dan panjang kayu yang ditarik (AB = 0,511)

2. Pengumpulan data sekunder, meliputi : a. Kondisi umum lokasi penelitian b. Peta lokasi penelitian

c. Data spesifikasi alat d. Potensi pohon per hektar

e. Kuat tarik maksimum alat, kecepatan kabel maksimum dan tenaga mesin

Analisa Data Penganalisaan data dimulai dari :

1. Penentuan waktu rata-rata tiap unsur kerja Waktu rata-rata tiap unsur kerja =

• waktu tiap unsur kerja hasil pengukuran Banyaknya pengukuran yang dilakukan

2. Penentuan waktu setiap siklus dari penjumlahan waktu rataan tiap unsur. 3. Pengukuran volume Kayu yang disarad dengan menggunakan rumus :

V = ð /4 [ Dp+Du ] x L , dimana : V = Volume Kayu (m3)

2 Dp = Diameter rata-rata pangkal (m) Du = Diameter rata-rata ujung (m) ð

L = Panjang kayu (m) ð = 3,14

4. Pengukuran Prestasi Kerja Alat yang dinyatakan dalam satuan produktivitas alat per jam.

P = (H x a) / h, dimana P = Prestasi kerja per jam H = Hasil kerja (m3)

(47)

5. Hubungan antara jarak tarik dan volume kayu terhadap prestasi kerja masing-masing dapat diperoleh dengan regresi linear sederhana berikut. Y = Bo + Bi Xi , Keterangan: Y = Prestasi kerja alat (m3/jam)

Bo = Konstanta

Bi = Koofisien jarak sarad atau volume kayu.

Xi = Jarak Sarad (m) atau Volume Kayu (m3)

Hipotesis :

Ho : Jarak sarad atau volume kayu tidak mempengaruhi produktivitas alat H1 : Jarak sarad atau volume kayu berpengaruh terhadap produktivitas alat

Jumlah kuadrat keragaman dihitung dengan persamaan berikut : JK total = Σ Y2- (Σ Y)2

/n JK sisa = Jk total – JK regresi JK regresi = biJHK Xi Y

Adapun daftar sidik ragamnya (Anova) sebagai berikut :

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Tabel

Regresi K JK (R) JKR/k KTR/ KTS

Sisa n-k-1 JK (S) JKS/db Total n-1 JK (T) - -

Pengujian dilakukan terhadap koefisien regresi dengan hipotesa sebagai berikut : Ho : βi = 0 dan H1 : βi = 0

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :

< Ftabel maka menerima Ho artinya tidak ada hubungan antara

jarak sarad atau volume kayu dengan prestasi kerja alat. Bila F(hit)

> Ftabel maka tolak Ho artinya terdapat hubungan antara jarak

sarad atau volume kayu dengan prestasi kerja alat.

Koefisien determinasi dan korelasi memenuhi persamaan berikut : R2 = JK (R) x 100 dan R = • R 2

JK (T)

6. Sedangkan hubungan antara prestasi kerja alat dengan jarak sarad bersama volume kayu yang ditarik menggunakan analisis regresi berganda.

Hipotesis :

Ho : Jarak sarad dan volume kayu secara bersama-sama tidak dapat mempengaruhi produktivitas alat pada suatu kelerengan tertentu

H1 : Jarak sarad dan volume kayu bersama-sama mempengaruhi produktivitas

(48)

Model persamaannya adalah sebagai berikut :

Y = Bo + B1X1 + B2X2 Dimana Y = Prestasi Kerja alat (m3/jam)

Bo = Konstanta

B1 = Koofisien jarak sarad

B2 = Koofisien volume kayu yang ditarik

X1 = Jarak sarad (m)

X2 = Volume kayu yang ditarik (m3)

Jumlah kuadrat keragaman dihitung dengan persamaan berikut : JK total = Σ Y2 – (Σ Y)2/n

JK regresi = Σ bi JHK (XiY), dimana i = 1,2,3,…

JK sisa = JK total- JK regresi

Adapun daftar sidik ragamnya (Anova) sebagai berikut :

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F

Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Tabel Regresi K JK (R) JKR/k KTR/KTS

Sisa n-k-1 JK (S) JKS/db

Total n-1 JK (T) - -

Pengujian dilakukan terhadap koefisien regresi dengan hipotesa sebagai berikut : Ho : βi = 0 dan H1 : βi = 0

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :

< Ftabel maka menerima Ho artinya bahwa jarak sarad dan

volume secara bersama-sama tidak mempengaruhi produktivitas alat

Bila F(hit)

> Ftabel maka tolak Ho artinya jarak sarad dan volume kayu

secara bersama-sama dapat mempengaruhi produktivitas kerja alat.

Koefisien determinasi dan korelasi memenuhi persamaan berikut : R2 = JK (R) X 100

JK (T)

(49)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Bentuk Badan Usaha

PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP) adalah perusahaan patungan antara PT. Enim Musi Lestari (Barito Pasific Grup) dan PT. Inhutani (BUMN) dengan pembagian saham 60% dan 40 % yang dibentuk di Jakarta dengan akte notaris no. 74 tanggal 30 Maret 1991 di hadapan notaris Susan Zakaria SH. dan dikukuhkan oleh Menteri Kehakiman dengan surat No. C2. 1767. HI. 01. 01 - Th. 91 tanggal 24 Mei 1991. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.1604/Menhut-IV/95 tanggal 2 November 1995 dan SK Menteri Keuangan No. S-06/MK.016/1996 tanggal 3 Januari 1996 maka pada RUPS PT. MHP tanggal 27 Agustus 1996 dilakukan penggantian mitra PT Enim Musi Lestari dari PT. Inhutani II menjadi PT. Inhutani V.

Letak dan Luas Areal

Berdasarkan Rekomendasi Gubernur Sumatera Selatan No. 522/0023/95 tanggal 16 Januari 1995 dan SK Menteri Kehutanan No. 038/Kpts-II/1996 tanggal 29 Januari 1996, wilayah kerja PT. MHP meliputi kawasan seluas 296.400 Ha (HPHTI tetap) yang terbagi dalam tiga kelompok hutan (KH), yaitu KH. Subanjeriji, KH. Benakat dan KH. Martapura yang secara geografis terletak pada 103° 50'-104° 15' BT dan 3° 30'-4° 00' LS (KH Subanjeriji), 103° 10'-104° 00' BT dan 30° 00'-3° 40' LS (KH Benakat) serta 104° 15'-104° 30' BT dan 4° 05' -4° 20' LS (KH Martapura)

(50)

MHP terbagi kedalam 14 Unit, 50 Blok dan 160 Sub Blok pengelolaan yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Kelompok Hutan Subanjeriji, terdiri dari 4 Unit, 16 Blok dan 50 Sub Blok 2. Kelompok Hutan Benakat, terdiri dari 9 Unit, 32 Blok dan 105 Sub Blok 3. Kelompok Hutan Martapura terdiri dari 1 Unit, 2 Blok dan 5 Sub Blok

Iklim dan Hidrologi

Menurut klasifikasi Koppen, areal PT. MHP masuk dalam tipe Alfa, sedangkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson memasukkan sebagian besar areal PT. MHP dalam tipe A dengan nilai 0-14,3%. Curah hujan rataan tahunan sebesar 2082 mm dan rataan bulanan sebesar 173,5 mm dengan hari hujan rataan tahunan sebanyak 142 hari dan rataan bulanan sebanyak 11,8 hari. Curah hujan tertinggi pada Maret sampai Desember sedangkan terendah pada Bulan Juni. Suhu udara rataan sebesar 23° -32,4° C dan kelembabam nisbi udara rataan lima tahun

terakhir sebesar 29,73%-79,9%. Kecepatan angin rataan bulanan sebesar 30,2 km/jam. Areal HTI PT. MHP termasuk dalam Sub DAS Keruh, Semangus dan Lematang (KH Benakat), Sub DAS Lematang dan Ogan (KH Subanjeriji), serta Sub DAS Ogan Komering (KH Martapura) yang semuanya termasuk dalam DAS Musi.

Topografi dan Tanah

(51)

Keadaan Vegetasi

Sesuai SK Mentri Kehutanan No.691/Menhut-IV/92, PT. MHP telah mencadangkan kelompok hutan alam sebagai Kawasan Konservasi dalam setiap kelompok hutan yang dicadangkan untuk pembangunan HTI. Berdasarkan revisi studi kelayakan 1995 dan SK Menhut No. 038/kpts-II/96, vegetasi areal PT. MHP seluas ± 296.400 Ha terdiri dari Hutan Tanaman ± 193.500 Ha (65%), Hutan Alam ± 86.450 Ha (29%) serta alang-alang dan belukar seluas ± 16.450 Ha

(6%).

Tabel 2. Kondisi Vegetasi Penutupan Lahan di Areal PT. MHP

No. Vegetasi Penutupan Lahan

KH. Benakat

KH. Subanjeriji

KH.

Martapura Jumlah 1. Hutan Tanaman 127.327 Ha 60.092 Ha 6.081 Ha 192.500 Ha 2. Hutan Alam 75.502 Ha 8.900 Ha 2.048 Ha 86.450 Ha 3. Lain-lain 2.450 Ha 12.754 Ha 1.246 Ha 16.450 Ha Total 205.279 Ha 81.746 Ha 9.375 Ha 296.400 Ha

Sosial Ekonomi Masyarakat

Berdasarkan studi kelayakan PT. MHP tahun 1992, jumlah penduduk di empat kabupaten sekitar HTI adalah 2.700.939 jiwa dengan luas total keempat kabupaten adalah 51.763,23 km2 dan penduduk terpadat di Kabupaten Lahat. Mata pencaharian bertani, berkebun, beternak dan perikanan. Produksi dari sektor pertanian dan perkebunan antara lain padi, jagung, ubi, buah-buahan, kelapa, karet, cengkeh, kopi dan sebagainya. Agama yang dianut sebagian besar penduduk adalah Islam, sedang lainnya menganut agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Sarana pendidikan yang tersedia adalah gedung sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU). Sarana kesehatan yang tersedia berupa Puskesmas, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Swasta dan balai pengobatan lainnya.

Struktur Organisasi

(52)

Direksi. Pemusatan Kegiatan Pemanenan dilakukan di Supporting Unit Logging yang dikepalai seorang Manajer Supporting Unit. Sedang pelaksanaan kegiatan pemanenan dilakukan oleh kepala seksi yang bertanggungjawab langsung kepada Manajer Produksi. Supporting Unit logging di PT. MHP terdiri dari tiga unit yaitu SU I Subanjeriji, SU II Pendopo dan SU III lematang.

Tata Usaha Kayu

Pemanenan kayu dilakukan kontraktor sebagai rekanan perusahaan. Sebelum menjadi rekanan, calon harus membuat surat pengajuan melalui manajer produksi dan mencantumkan data kendaraan dan gergaji mesin (chainsaw) yang akan digunakan. Setelah ditimbang layak menjadi rekanan dan diterima maka berhak untuk mengajukan permohonan pekerjaan berupa SPK kepada perusahaan melalui manajer produksi. Saat pemrosesan SPK kontraktor mengambil formulir dari kasie produksi untuk survey lokasi dan volume pekerjaan yang menentukan lama pekerjaan. Setelah SPK diterbitkan, pekerjaan dimulai dengan waktu pengerjaan yang sah siang hari (07.00 s/d 17.00 wib) karena bila dimalam hari dianggap pencurian atau illegal.

Pekerjaan pemanenan dilakukan mulai dari penebangan, pembagian batang, penyaradan (pengeluaran kayu ke pinggir jalan), serta pengangkutan ke

Kadiv. logistik

Kadiv. Umum

Kadiv. Keuangan

Kadiv. R & D

Kadiv. Pengawasan

Kadiv. Tanaman

Kadiv. Produksi Kayu Kadiv. PPHH Dewan Direksi

Ka. Support II Ka. Unit VI Ka. Unit VII Ka. Unit VIII Ka. Unit IX

Ka. Support III Ka. Unit X Ka. Unit XI Ka. Unit XII Ka. Unit XIII Ka. Unit XIV Ka. Unit XV Ka. Support I Ka. Unit I Ka. Unit II Ka. Unit III Ka. Umit IV Ka. Unit V

(53)

TPK dengan menggunakan truk yang telah terdaftar dalam surat permohonan rekanan. Penumpukan dilakukan di tempat yang telah ditetapkan dan diberi papan berisi data lokasi dan blok asal kayu, nama kontraktor serta nomor kendaraan truk pengangkut.

Pengukuran dilakukan regu perencanaan setelah ada permintaan ukur dari pihak kontraktor kepada kasie produksi apabila seluruh kayu dalam lokasi tebang telah selesai ditebang, ditumpuk dan dinyatakan baik pada pemeriksaan kasie produksi. Pengukuran harus dihadiri kontraktor atau kontraktor harus menerima hasil pengukuran apabila tidak hadir. BAP ukur diterbitkan bagian perencanaan apabila sudah ada permintaan dari TUK paling cepat tujuh hari setelah pengukuran terakhir.

Spesifikasi Pekerjaan Pemanenan Acacia mangium di PT. MHP Sebelum penebangan, ada beberapa ketentuan yang harus dilakukan guna mendapatkan hasil sesuai dengan spesifikasi Bahan Baku Serpih (BBS), yaitu : 1. Seluruh calon operator yang didaftarkan ke PT. MHP harus mengikuti program

pelatihan operator gergaji rantai (chainsaw) serta sanggup melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang telah diatur dan ditetapkan oleh PT. MHP. 2. Mengambil peta dan data laokasi serta hasil-hasil pengukuran di bagian

produksi (manajer produksi) bukan di bagian perencanaan. Persyaratan Pekerjaan Penebangan

Persyaratan pekerjaan penebangan yang harus dipenuhi adalah :

1. Pelaksana tebang menyatakan sanggup untuk tidak melaksanakan praktek jual beli SPK (Surat Perintah Kerja) dan BAP (Berita Acara Pemeriksaan).

2. Pelaksana tebang sanggup menerima semua aturan yang ditetapkan PT. MHP untuk bekerja dengan peralatan berupa tiga unit gergaji rantai, 15 tenaga kerja, satu unit kendaraan mobilisasi dan peralatan pengamanan perorangan lengkap, yang semuanya benar dan siap dioperasikan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.

(54)

4. Pelaksana tebang menerima dan sanggup melaksanakan pekerjaan yang telah ditentukan guna memenuhi target persyaratan BBS dengan ketentuan pengoperasian alat perhari sebanyak tiga unit gergaji rantai. Kelebihan penggunaan alat dan penyelewengan spesifikasi BBS akan dikenakan denda pasca panen.

a. Kelebihan penggunaan gergaji rantaidari yang telah disepakati dan disanggupi oleh pelaksana tebang dikenakan sangsi 20 % dari total biaya produksi dan pemutusan hubungan kontrak kerja.

b. Penebang dikenakan denda pasca panen dan penyelewengan spesifikasi :  Tinggi tunggul >10 cm dikenakan denda Rp 50.000,- per tungg

Gambar

Tabel 1. Tabel Pemilihan Cara Pengekstrasian Kayu (FAO, 1999)
Gambar 1. Chevrolet C-50
Gambar 2 . Roda penggulung sistim Kabel
Tabel 3. Sistim Penyaradan dengan Menggunakan Chevrolet C-50
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan isi/materi yang mencakup dimensi spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang terkandung dalam

Embrio yang tumbuh di dalam cangkang telur Embrio yang tumbuh di dalam cangkang telur akan membentuk tubuhnya akan membentuk tubuhnya sama dengan indukannya!. sama

Proses bimbingan praktikan lakukan kepada dosen pembimbing dan guru pamong berlangsung selama kegiatan PPL secara efektif dan efisien. Proses bimbingan pada dosen

Besarnya rata-rata penyimpanan C pada suatu sistem penggunaan lahan tergantung pada tingkat akumulasi C pada berbagai fase dalam satu siklus, dan juga tergantung pada waktu

Berdasarkan pada kategori kepentingan, maka yang terpenting dari hutan bagi Merap dan Punan adalah untuk kategori ‘makanan’, ‘anyaman’ dan ‘bahan

Rig Pengeboran tergolong sebagai personal properti, mesin dan peralatan juga seringkali termasuk sebagai aset investasi atau investment properti, di mana mesin dan peralatan

Kebijakan luar negeri Indonesia untuk melakukan kerjasama pembangunan dengan China merupakan suatu pilihan kebijakan tepat karena politik luar negeri suatu negara

Responden 1 sering mengacuhkan anak ketika lelah bekerja misalnya ketika anak bertanya kepada ibunya, R1 menjawabnya hanya sebuah anggukan bahkan memarahi anaknya. 35