• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN PETUNJUK PRAKTIS PENGGUNAAN LAHAN. Karbon tersimpan DI BERBAGAI MACAM KURNIATUN HAIRIAH SUBEKTI RAHAYU WORLD AGROFORESTRY CENTRE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUKURAN PETUNJUK PRAKTIS PENGGUNAAN LAHAN. Karbon tersimpan DI BERBAGAI MACAM KURNIATUN HAIRIAH SUBEKTI RAHAYU WORLD AGROFORESTRY CENTRE"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN

“Karbon

DI BERBAGAI

PENGGUNAAN

LAHAN

macam

WORLD AGROFORESTRY CENTRE

PETUNJUK

PRAKTIS

PENGUKURAN

“Karbon tersimpan”

DI BERBAGAI MACAM

PENGGUNAAN LAHAN

KURNIATUN HAIRIAH

SUBEKTI RAHAYU

tersimpan”

(2)

Petunjuk praktis

Kurniatun Hairiah dan Subekti Rahayu

Pengukuran

'karbon tersimpan’

di berbagai macam

(3)

Sitasi ISBN Copyright Kontak detail Tata letak 2007

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran ‘karbon tersimpan’ di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University

of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.

979-3198-35-4

World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia

Kurniatun Hairiah (safods.unibraw@telkom.net or k.hairiah@cgiar.org) and

Subekti Rahayu (s.rahayu@cgiar.org) World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia Regional Office

Jl. CIFOR, Situ gede, Sindang Barang PO Box 161, Bogor, 16001, Indonesia

Tel: +62 251 625415 Fax: +62 251 625416

www.worldagroforestrycentre.org/sea

(4)

Perubahan iklim global pada dekade terakhir ini terjadi karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca

(GRK), terutama karbondioksida (CO ). Indonesia sebagai 2

negara penyumbang CO terbesar ketiga di dunia (Wetland 2

Internasional , 2006), dengan emisi CO rata-rata per tahun 2

3000 Mt atau berarti telah menyumbangkan sekitar 10% dari

total emisi CO di dunia (Seputar Indonesia, 24 Maret 2007). 2

Meningkatnya konsentrasi CO disebabkan oleh pengelolaan 2

lahan yang kurang tepat, antara lain pembakaran hutan dalam skala luas secara bersamaan dan pengeringan lahan gambut untuk pembukaan lahan-lahan pertanian.

Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang penyimpan C tertinggi. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan merosot. Jumlah C tersimpan antar lahan tersebut berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya.

Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang paling ekstensive misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga paling intensive seperti sistem pertanian semusim monokultur. Pengukuran secara kuantitatif C tersimpan dalam berbagai macam penggunaan lahan perlu dilakukan. Untuk itu diperlukan metoda pengukuran standard yang baku dan telah dipergunakan secara luas, agar hasilnya dapat dibandingkan antar lahan dan antar lokasi.

Kata pengantar

(5)

Buku ini memberikan informasi mengenai latar belakang mengapa penyimpanan C perlu diukur dan apa saja yang diukur untuk mengetahui penyimpanan C pada suatu lahan. Metoda pengukuran C ini merupakan metoda standard yang digunakan oleh kelompok peneliti yang tergabung dalam jaringan international Alternatives to Slash and Burn (ASB). Secara rinci, buku ini juga memaparkan bagaimana cara mengukur penyimpanan C pada tingkat plot maupun tingkat kawasan, sehingga dapat digunakan sebagai panduan bagi petugas lapangan dan pengambil kebijakan dalam memahami masalah perubahan iklim global.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Proyek ADSB (Avoided Deforestation and Carbon emissions with Sustainable Benefits) yang telah memberikan dana sehingga buku pedoman ini dapat terbit. Selain itu juga kepada Betha Lusiana yang telah mendorong dan mengusahakan pendanaan untuk terbitnya buku ini dan kepada Tikah Atikah yang telah membuat design tata letak buku ini.

(6)

Daftar Gambar iv

Daftar Foto v

Foto Kredit vi

3.1. Mengukur biomasa tanaman 15

3.1.1. Membuat plot contoh pengukuran 17

3.1.2. Mengukur biomasa pohon 19

Contoh penghitungan 30

3.1.3. Estimasi C tersimpan dalam akar tanaman 31 3.1.4. Mengukur biomasa tumbuhan bawah

('understorey') 32

Contoh perhitungan 35

3.2. Mengukur 'nekromasa' yang ada di permukaan

tanah 36

3.2.1. Nekromasa berkayu 36

3.2.2. Nekromasa tidak berkayu 39

Contoh penyajian hasil pengukuran C tersimpan

pada berbagai sistem penggunaan lahan 47

5.1. Sejarah penggunaan lahan, pengelolaan lahan

dan iklim 51

5.2. Tanah 52

5.2.1. Pengambilan Contoh Tanah Terganggu 53

5.1.2. Cara pengambilan contoh tanah "utuh"

(tidak terganggu) 54

6.1. Perhitungan C tersimpan dalam satu siklus

tanaman 59

6.2. Peningkatan C-rata-rata dalam sistem agroforestri 62 6.3. Bagaimana menghitung jumlah rata-rata C

tersimpan pada skala nasional 64

1. Mengapa C tersimpan perlu diukur? 3

2. Apa saja yang diukur ? 9

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 15

4. Penghitungan jumlah C tersimpan per lahan 47

5. Data penunjang yang dibutuhkan 51

6. Bagaimana menghitung jumlah C tersimpan di

tingkat kawasan? 59

Daftar Pustaka 71

Lampiran 73

Daftar isi

(7)

Gambar 1. Skematis pohon sebagai penyerap CO melalui 2 proses fotosintesis

Gambar 2. SUB-PLOT contoh untuk pengukuran biomasa dan nekromasa

Gambar 3. Cara pengukuran lilit batang pohon menggunakan pita pengukur (A), tampak atas pengukuran dbh pohon menggunakan jangka sorong (B)

Gambar 4. Skematis cara menentukan ketinggian pengukuran dbh batang pohon yang tidak beraturan bentuknya (Weyerhaeuser dan Tennigkeit, 2000).

Gambar 5. Skema estimasi diameter pohon yang berbanir tinggi berdasarkan pendekatan geometri

Gambar 6. Berbagai cara pengukuran tonggak tanaman hidup. Gambar 7. Bentuk kuadran untuk pengambilan contoh

tumbuhan bawah dan sekaligus seresah

Gambar 8. Penempatan kuadran (TITIK CONTOH) dalam SUB PLOT

Gambar 9. Pengukuran diameter dan panjang pohon roboh yang masuk dalam SUB PLOT pengamatan. Gambar 10. Penyimpanan C pada berbagai sistem penggunaan

lahan di Jambi (Tomich et al., 1998)

Gambar 11. Diagram kehilangan C setelah penebangan vegetasi hutan (C ) pada beberapa periode tanaman pangan, min T , diikuti oleh periode penimbunan kembali C c selama periode bera hingga tingkat maksimum (C ), atau disebut pula periode regenerasi hutan T max f (Palm et al., 1999)

Gambar 12. Diagram kehilangan C selama penebangan hutan dan re-akumulasi C selama masa pertumbuhan dan masa produksi pada sistem berbasis pohon (Palm et al., 1999)

Gambar 13. Perubahan persentase penutupan lahan di daerah Sumberjaya, Lampung Barat.

Gambar 14. Total penyimpanan C pada tingkat kawasan dari berbagai waktu pengukuran di Sumberjaya.

Daftar gambar

(8)

Foto 1. Penyimpanan C dalam biomasa tanaman yaitu: pepohonan dan tumbuhan bawah di lahan hutan dan agroforestri (no. 1-4). Penyimpanan C dalam nekromasa kayu dan ranting, arang, seresah daun dan bahan organik serta bahan organik tanah. (No. 5-8)

Foto 2. Pembuatan SUB-PLOT pengukuran penyimpanan C pada sistem agroforestri berbasis kopi, (1 dan 2) Pengukuran SUB-PLOT 5m x 40m, (2) Pembuatan siku SUB-PLOT, (3) Pemberian patok di sudut plot sebagai tanda bila plot akan dijadikan plot permanen.

Foto 3. Pengukuran diameter batang (dbh) pohon: (1)

pengukuran dbh pohon besar di hutan, (2) pengukuran dbh pohon bercabang, percabangan terjadi pada

ketinggian <1.3m dari permukaan tanah, (3) pengukuran diameter batang pohon kelapa.

Foto 4. Pengukuran dbh pohon yang benar dan salah Foto 5. Penentuan titik pengukuran dbh pohon bercabang

rendah (1) dan pada pohon berbanir tinggi (2) Foto 6. Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengambil contoh

tumbuhan bawah, seresah dan tanah: (1) pita pengukur, (2) bingkai kuadran sebagai TITIK CONTOH untuk mengambil tumbuhan bawah dan seresah , (3) lempak baja, (4) kuadran baja dan ring baja, (5) cetok tanah Foto 7. Pengukuran nekromasa: (1) kayu yang ada di

permukaan tanah, (2) seresah di permukaan tanah, (3) Pengambilan contoh tanah terganggu di lapisan atas Foto 8. Akar-akar halus yang terdapat di tanah lapisan atas (1)

dan pemisahan tanah dan akar melalui pengayakan (2) Foto 9. Pengambilan contoh tanah utuh, (1) pembenaman ring besi ke dalam tanah, (2) pemotongan tanah di sekitar ring dan pengangkatan ke luar lubang, (3 dan 4) memotong kelebihan tanah pada ring hingga rata dengan permukaan ring, (5) memasukkan contoh tanah ke dalam kantong plastik dan pemberian label contoh tanah yang diambil.

Daftar foto

(9)

No photo Keterangan Lokasi Pengambil gambar 1 1-2 Pohon Taman Nasional

Ujung Kulon, Banten

Kurniatun Hairiah 2 Tumbuhan bawah

hutan

Taman Nasional Halimun, Jawa Barat

M. van Noordwijk 3 Agroforestri kopi Sumberjaya,

Lampung Barat Kurniatun Hairiah 4 Tumbuhan bawah (Arachis pintoi) Agroforestri kopi Sumberjaya, Lampung Barat Kurniatun Hairiah 5 Pembakaran lahan Pakuan Ratu, Lampung Utara M. van Noordwijk 6 Tunggul kayu dan

arang setelah pembakaran hutan

Muara Bungo, Jambi Quirine Kettering

7 Seresah hutan Bogor Kurniatun Hairiah 8 Bahan Organik terlapuk Sumberjaya, Lampung Barat Purwanto 2 1-3 Pembuatan plot pengamatan Ngantang- Malang, Jawa Timur

Nina Dwi Lestari 3 1-3 Pengukuran diameter pohon Bodogol-Sukabumi, Jawa Barat Kusuma Wijaya 4 1-2 Pengukuran diameter pohon Bodogol-Sukabumi, Jawa Barat Kusuma Wijaya 5 1-2 Pengukuran diameter pohon Suaka Margasatwa Nantu, Gorontalo

M. van Noordwijk & Rahmad Biki 6 Alat-alat untuk

pengukuran

Bogor Kurniatun Hairiah 7 1-3 Pengambilan contoh kayu, nekromasa dan tanah Bodogol-Sukabumi, Jawa Barat Kusuma Wijaya 8 1-2 Pemisahan akar dengan tanah Suaka Margasatwa Nantu, Gorontalo Kurniatun Hairiah 9 1-5 Pengambilan

contoh tanah utuh

Suaka Margasatwa Nantu, Gorontalo

Kurniatun Hairiah

Foto kredit

(10)

1. Mengapa C tersimpan

perlu diukur?

(11)
(12)

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang

atau karbon dioksida (CO ), metana (CH ) dan nitrous oksida 2 4

(N O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Saat 2

ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga negara

penghasil emisi CO terbesar di dunia. Indonesia berada di 2

bawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah emisi

yang dihasilkan mencapai dua miliar ton CO per tahunnya 2

atau menyumbang 10% dari emisi CO di dunia (Wetland 2

International, 2006).

Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak.

Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas asam arang

(CO ) yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap 2

dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui

proses fotosintesis, CO di udara diserap oleh tanaman dan 2

1. Mengapa C tersimpan

perlu diukur?

(13)

diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah (Gambar 1). Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C- sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat

menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap 2

oleh tanaman. Sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati

(nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO 2

yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.

Gambar 1. Skematis pohon sebagai penyerap CO melalui 2 proses fotosintesis (dimodifikasi dari

http://www.doga.metu.edu.tr/yeeproject/ photosynthesis.jpg dan

http://shs.starkville.k12.ms.us/~kb1/images/ photosynthesis.gif )

(14)

Tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C (rosot C = C sink) yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang penyimpan C tertinggi (baik di atas maupun di

dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO ke udara lewat 2

respirasi dan dekomposisi (pelapukan) seresah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada

pembakaran yang melepaskan CO sekaligus dalam jumlah 2

yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan

upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO 2

di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan

jumlah serapan CO oleh tanaman sebanyak mungkin dan 2

menekan pelepasan (emisi) CO ke udara serendah mungkin. 2

Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi

lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah CO 2

yang berlebihan di udara. Jumlah ‘C tersimpan’ dalam setipa penggunaan lahan tanaman, seresah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai ‘cadangan C’.

Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah, BOT). Untuk itu pengukuran banyaknya C yang ditimbun dalam setiap lahan perlu dilakukan. Buku petunjuk ini disusun secara sederhana, menjelaskan langkah demi langkah cara pengukuran C tersimpan di lapangan menurut metoda standard yang digunakan oleh ASB (Alternatives to Slash and Burn), sehingga hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil pengukuran pada sistem penggunaan lahan lainnya dari tempat dan waktu pengukuran yang berbeda.

(15)
(16)
(17)
(18)

Pada pengukuran jumlah C tersimpan di tingkat global ataupun kawasan dibutuhkan beberapa informasi C tersimpan di tingkat lahan (plot), yaitu:

(1) Banyaknya C tersimpan (kuantitatif) yang ada saat ini, baik di atas maupun di dalam tanah, yang dapat mewakili salah satu sistem penutupan lahan sebagai bagian dari suatu sistem penggunaan lahan.

(2) Banyaknya C tersimpan rata-rata per siklus tanam (time-averaged C stock) dari setiap sistem

penggunaan lahan.

Dari kedua macam data pengukuran tersebut, maka dapat dilakukan ekstrapolasi besarnya C tersimpan di tingkat kawasan ataupun global.

Pada ekosistem daratan, C tersimpan dalam 3 komponen pokok (foto 1-8), yaitu:

—

Biomasa: masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim

—

Nekromasa: masa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), atau telah tumbang/tergeletak di

permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang belum terlapuk.

—

Bahan organik tanah: sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami

Karbon tersimpan di daratan

2. Apa saja yang diukur?

(19)

pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.

Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen C tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu: A. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:

—

Biomasa pohon. Proporsi terbesar penyimpanan C di daratan umumnya terdapat pada komponen

pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat

diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang.

—

Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).

—

Nekromasa. Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi penyimpanan C yang akurat.

—

Seresah. Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

B. Karbon di dalam tanah, meliputi:

—

Biomasa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter >2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomasa akar dapat pula

(20)

diestimasi berdasarkan diameter akar proksimal, sama dengan cara untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diameter batang.

—

Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisma tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah.

(21)
(22)

3. Bagaimana cara

mengukur karbon

tersimpan?

(23)
(24)

Mengukur jumlah C tersimpan di hutan dan lahan pertanian cukup mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri dari waktu ke waktu. Ada 3 tahap pengukuran yaitu:

1. Mengukur biomasa semua tanaman dan nekromasa

yang ada pada suatu lahan

2. Mengukur konsentrasi C tanaman di laboratorium

3. Menghitung kandungan C yang disimpan pada

suatu lahan

Pengukuran dapat dilakukan TANPA MELIBATKAN PERUSAKAN (misalnya menebang pohon), tetapi bisa pula harus MERUSAK TANAMAN, terutama pada tanaman semusim dan perdu. Alat-alat yang diperlukan untuk pengukuran dapat dilihat dalam Box 1.

Tentukan terlebih dahulu jenis penggunaan lahan yang akan diukur, mulai dari yang tertutup rapat (hutan alami), sedang (kebun campuran atau agroforestri) hingga terbuka (lahan pertanian semusim). Pada dasarnya pengukuran biomasa tanaman pada setiap lahan, melibatkan 3 tahap kegiatan:

1. Membuat plot contoh pengukuran (transek

pengukuran)

2. Mengukur biomasa pohon

3. Mengukur biomasa tumbuhan bawah

3.1. Mengukur biomasa tanaman

3. Bagaimana cara

mengukur karbon

tersimpan?

(25)

Foto 1. Penyimpanan C dalam biomasa tanaman yaitu: pepohonan dan tumbuhan bawah di lahan hutan dan agroforestri (nomor 1-4); Penyimpanan C dalam nekromasa kayu dan ranting, arang, seresah daun dan bahan organik serta bahan organik tanah (nomor 5-8).

(26)

Box 1. Alat-alat yang dibutuhkan untuk pengukuran biomasa

a. Pita ukur (meteran) berukuran panjang 50 m b. Tali rafia berukuran panjang 100 m dan 20 m atau

20 m dan 5 m tergantung ukuran plot yang akan dibuat

c. Tongkat kayu/bambu sepanjang 2.5 m untuk

mengukur lebar SUB PLOT ke sebelah kiri dan kanan dari garis tengah, atau 10 m untuk PLOT BESAR

d. Tongkat kayu/bambu sepanjang 1.3 m untuk

memberi tanda pada pohon yang akan diukur diameternya

e. Tongkat kayu sepanjang 1 m untuk tanda apabila plot tersebut akan dijadikan plot permanen. f. Pita ukur (meteran) berukuran minimal 5 m untuk

mengukur lilit batang atau jangka sorong untuk mengukur diameter pohon ukuran kecil.

g. Parang atau gunting tanaman

h. Spidol warna biru atau hitam

i. Alat pengukur tinggi pohon (Hagameter, Clinometer atau alat pengukuran lainnya)

j. Blangko pengamatan

3.1.1. Membuat plot contoh pengukuran

Buatlah plot contoh pengukuran pada setiap hektar sistem penggunaan lahan yang dipilih (Foto 2), dengan langkah sebagai berikut:

a. Untuk lahan hutan: buatlah plot berukuran 5 m x 40

2

m = 200 m (disebut SUB PLOT). Pilihlah SUB PLOT pada lokasi yang kondisi vegetasinya seragam. Hindari tempat-tempat yang terlalu rapat atau terlalu jarang vegetasinya.

—

Buatlah SUB PLOT lebih dari satu bila kondisi

lahan tidak seragam (misalnya kondisi vegetasi

(27)

dan tanahnya beragam), satu SUB PLOT mewakili satu kondisi.

—

Buatlah SUB PLOT lebih dari satu bila kondisi

tanahnya berlereng, buatlah satu SUB PLOT di setiap bagian lereng (atas, tengah dan lereng bawah).

b. Beri tanda dengan tali pada keempat sudut SUB PLOT

Foto 2. Pembuatan SUB-PLOT pengukuran penyimpanan C pada sistem agroforestri berbasis kopi, (1 dan 2) Pengukuran SUB-PLOT 5 m x 40 m, (2) Pembuatan siku SUB-PLOT, (3) Pemberian patok di sudut plot sebagai tanda bila plot akan dijadikan plot

permanen.

c. Perbesar ukuran SUB PLOT bila dalam lahan yang diamati terdapat pohon besar (diameter

2

batang > 30 cm) menjadi 20 m x 100 m = 2000 m (disebut PLOT BESAR).

d. Untuk sistem agroforestri atau perkebunan yang memiliki jarak tanam antar pohon cukup lebar, buatlah SUB PLOT BESAR ukuran 20 m x 100 m

2

= 2000 m .

(28)

Gambar 2. SUB-PLOT contoh untuk pengukuran biomasa dan nekromasa

e. Tentukan minimal 6 TITIK CONTOH pada setiap SUB PLOT untuk pengambilan contoh tumbuhan bawah, seresah dan tanah; setiap titik

2

berukuran 0.5 m x 0.5 m = 0.25 m .

3.1.2. Mengukur biomasa pohon

Pengukuran biomasa pohon dilakukan dengan cara 'non destructive' (tidak merusak bagian tanaman). Diperlukan 2 orang tenaga kerja untuk pengukuran.

Cara pengukuran:

a. Bagilah SUB PLOT menjadi 2 bagian, dengan

memasang tali di bagian tengah sehingga ada SUB-SUB PLOT, masing-masing berukuran 2.5 m x 40 m

b. Catat nama setiap pohon, dan ukurlah diameter

batang setinggi dada (dbh = diameter at breast height = 1.3 m dari permukaan tanah) semua pohon yang masuk dalam SUB-SUB PLOT sebelah kiri dan kanan. Lakukan pengukuran dbh hanya pada pohon berdiameter 5 cm hingga 30 cm. Pohon dengan dbh <5 cm diklasifikasikan sebagai tumbuhan bawah. Bawalah tongkat kayu ukuran panjang 1.3 m, letakkan tegak lurus permukaan tanah di dekat

(29)

pohon yang akan diukur (Gambar 3), berilah tanda goresan pada batang pohon. Bila permukaan tanah di lapangan dan bentuk pohon tidak rata, maka penentuan titik pengukuran dbh pohon dapat dilihat dalam Box 2.

c. Lilitkan pita pengukur pada batang pohon, dengan

posisi pita harus sejajar untuk semua arah (Gambar 4A), sehingga data yang diperoleh adalah

lingkar/lilit batang (keliling batang = 2 p r) BUKAN

diameter. Bila diameter pohon berukuran antara 5-20 cm, gunakan jangka sorong (calliper) untuk mengukur dbh (Gambar 4B), data yang diperoleh adalah diameter pohon.

d. Perhatikan, cara melilitkan pita harus sejajar (lihat

Foto 4).

e. Catatlah lilit batang atau diameter batang dari setiap

pohon yang diamati pada blanko pengamatan yang telah disiapkan (Tabel 1).

f. Khusus untuk pohon-pohon yang batangnya rendah

dan bercabang banyak, misalnya pohon kopi yang dipangkas secara regular, maka ukurlah semua diameter semua cabang. Bila pada SUB PLOT terdapat tanaman tidak berkeping dua (dycotile) seperti bambu dan pisang, maka ukurlah diameter dan tinggi masing-masing individu dalam setiap rumpun tanaman. Demikian pula bila terdapat pohon tidak bercabang seperti kelapa atau tanaman jenis palem lainnya.

g. Di lapangan kadang-kadang dijumpai beberapa

penyimpangan kondisi percabangan pohon atau permukaan batang pohon yang bergelombang atau adanya banir pohon, maka cara penentuan dbh dapat dilakukan seperti pada Box 2 dan Box 3.

h. Bila terdapat tunggul bekas tebangan yang masih

hidup dengan tinggi > 50 cm dan diameter > 5 cm, maka ukurlah diameter batang dan tingginya (lihat Box 5).

(30)

i. Tetapkan berat jenis (BJ) kayu dari masing-masing jenis pohon dengan jalan memotong kayu dari salah satu cabang, lalu ukur panjang, diameter dan

timbang berat basahnya. Masukkan dalam oven,

o

pada suhu 100 C selama 48 jam dan timbang berat keringnya. Hitung volume dan BJ kayu dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:

R = jari-jari potongan kayu = ½ x Diameter (cm) T = panjang kayu (cm) Volume (cm3) = p R2 T

21

BJ (g cm-3) = Berat kering (g) Volume (cm3) BJ (g cm-3) = Berat kering (g) Volume (cm3)

(31)

Foto 3. Pengukuran diameter batang (dbh) pohon: (1) pengukuran dbh pohon besar di hutan, (2) pengukuran dbh pohon bercabang,

percabangan terjadi pada ketinggian <1.3 m dari permukaan tanah, (3) pengukuran diameter batang pohon kelapa

(32)

Foto 4. Pengukuran dbh pohon yang benar dan salah

Gambar 3. Cara pengukuran lilit batang pohon

menggunakan pita pengukur (A), tampak atas pengukuran dbh pohon menggunakan jangka sorong (B) (Weyerhaeuser dan Tennigkeit, 2000).

(33)

Box 2. Cara penentuan titik pengukuran dbh batang pohon bergelombang atau bercabang rendah.

A B C D E

Gambar 4. Skematis cara menentukan ketinggian

pengukuran dbh batang pohon yang tidak beraturan bentuknya (Weyerhaeuser dan Tennigkeit, 2000).

Keterangan

a. Pohon pada lahan berlereng, letakkan ujung tongkat 1.3 m pada lereng bagian atas. b. Pohon bercabang sebelum ketinggian 1.3 m,

maka ukurlah dbh semua cabang yang ada. c. Bila pada ketinggian 1.3 m terdapat benjolan,

maka lakukanlah pengukuran dbh pada 0.5 m setelah benjolan.

d. Bila pada ketinggian 1.3 m terdapat banir (batas akar papan) maka lakukan pengukuran dbh pada 0.5 m setelah banir. Namun bila banir tersebut mencapai ketinggian > 3 m, maka diameter batang diestimasi (lihat Box 4) e. Bila pada ketinggian 1.3 terdapat akar-akar

tunjang, maka lakukan pengukuran pada 0.5 m setelah perakaran.

(34)

Box 3. Estimasi diameter pohon berbanir tinggi Bila di lapangan dijumpai cabang pohon terletak dekat titik setinggi 1.3 m, geserlah titik pengukuran dbh 0.5 m di atas titik percabangan (Foto 5.1). Bila letak batas banir pohon cukup tinggi > 3 m (Foto 5.2) maka pengukuran dbh memerlukan tangga yang cukup panjang, JANGAN PANJAT POHON cara tersebut berbahaya. Untuk itu lakukan dengan cara lain (lihat Box 4)

Foto 5. Penentuan titik pengukuran dbh pohon bercabang rendah (1) dan pada pohon berbanir tinggi (2)

(35)

Box 4. Estimasi diameter pohon berbanir tinggi

Gambar 5. Skema estimasi diameter pohon yang berbanir tinggi berdasarkan pendekatan geometri

a. Ukurlah panjang lengan anda (L , m), lihat 1

gambar skematis 5

b. Berdirilah di depan pohon yang akan diukur, pandangan mata lurus ke batang pohon di atas banir

c. Ukurlah jarak tempat anda berdiri dengan

batang pohon (L , m)2

d. Ukurlah diameter batang pohon (D, m) dengan menggeserkan jangka sorong, catatlah

diameter bacaan yang diperoleh (D )b

e. Hitunglah diameter dengan rumus:

D (m) = Dbx L2 L1 Batas banir L1 L2 Jangka sorong D Pohon berbanir tinggi Db

26

(36)

Box 5. Cara pengukuran diameter tunggul pohon

Gambar 6. Berbagai cara pengukuran tonggak tanaman hidup.

a. Bila ditemukan tunggul tanpa tunas (trubus), lakukan pengukuran diameter dan tinggi tunggul b. Bila pada tunggul terdapat cabang-cabang

hidup, maka ukurlah masing-masing cabang yang berdiameter > 5 cm saja.

c. Bila pada tunggul terdapat tunas baru dengan diameter cabang < 5 cm, maka lakukan pengukuran diameter dan tinggi tunggul saja. Potonglah cabang-cabang kecil tersebut, kumpulkan dan timbang berat basahnya. Ambil contoh cabang, masukkan dalam oven pada

o

suhu 80 C selama 2 hari, timbang berat keringnya.

Catatan: Apabila pohon merupakan jenis komersial bernilai ekonomi tinggi, maka ambil 2-3 cabang saja, tentukan berat basah dan berat keringnya. Hitung jumlah cabang yang tumbuh pada tunggul, sehingga berat total cabang bisa diestimasi.

B A

D1 D2

C

(37)

Pengumpulan dan pengolahan data

Tulis semua data yang diperoleh dari pengukuran dbh (pohon hidup) ke dalam "blanko pengamatan biomasa" (Tabel 1A dan 1B), buatlah tabulasi data dalam program EXCELL untuk penghitungan lebih lanjut. Pisahkan penghitungan biomasa pohon besar (Tabel 1 A) dan pohon kecil (Tabel 1B) untuk memudahkan konversi perhitungan ke luasan pengukuran.

Nama Lokasi:_________________________

Umur Kebun setelah pembukaan lahan:_________________ Jenis Penggunaan Lahan:_______________

Nama Pengukur: ______________________ Tanggal/Bulan/Tahun: ________________ Lokasi (GPS): _________________________ 2 Ukuran Plot Contoh: 20m x 100 m = 2000 m Tabel 1A:

CONTOH BLANKO PENGUKURAN BIOMASA: Diameter dan Tinggi Pohon-Pohon berukuran Besar (Diameter > 30 cm) No Nama Pohon Bercabang/ Tidak K D T r BK-biomasa, kg/pohon Catatan 1 2 3 4 100

TOTAL BIOMASA POHON

Keterangan:

K=lilit batang, cm, D = dbh= K/ð, cm dimana ð =3.14 ; T= tinggi pohon, cm, r = BJ kayu, g cm-3

……… ……… ……… ……… ……… ……… ………

28

(38)

Tabel 1B:

CONTOH BLANKO PENGUKURAN BIOMASA: Diameter dan Tinggi Pohon-Pohon berukuran Sedang (Diameter 5-30 cm)

Nama Lokasi:________________________

Umur Kebun setelah pembukaan lahan:______________ Jenis Penggunaan Lahan:_______________

Nama Pengukur: ____________________ Tanggal/Bulan/Tahun: ______________ Lokasi (GPS): _______________________ Ukuran Plot Contoh: 5m x 40 m = 200 m2

No Nama Pohon Bercabang/ Tidak K D T r BK-biomasa, kg/pohon Catatan 1 2 3 4 100

TOTAL BIOMASA POHON

Keterangan:

K=lilit batang, cm, D = dbh= K/ð, cm dimana ð =3.14 ; T= tinggi pohon, cm, r = BJ kayu, g cm-3

Pengolahan data

1. Hitunglah biomasa pohon menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Tabel 2) yang pengukurannya diawali dengan penebangan dan penimbangan beberapa pohon. Persamaan alometrik untuk jenis-jenis pohon lainnya dapat dilihat dalam Tabel Lampiran 1, 2 dan 3.

2. Jumlahkan biomasa semua pohon yang ada pada suatu lahan, baik yang ukuran besar maupun yang kecil, sehingga diperoleh total biomasa pohon per

lahan (kg/luasan lahan).

29

……… ………

(39)

Tabel 2. Estimasi biomasa pohon menggunakan persamaan allometrik

Jenis pohon Estimasi Biomasa pohon, kg/pohon

Sumber Pohon bercabang BK = 0.11 r D2.62 Ketterings, 2001 Pohon tidak bercabang BK = p r H D2/40 Hairiah et al, 1999 Kopi dipangkas BK = 0.281 D2.06 Arifin , 2001 Pisang BK = 0.030 D2.13 Arifin, 2001 Bambu BK = 0.131 D2.28 Priyadarsini, 2000 Sengon BK = 0.0272 D2.831 Sugiharto, 2002 Pinus BK = 0.0417 D2.6576 Waterloo, 1995 Keterangan:

BK = berat kering; D = diameter pohon, cm; H = tinggi pohon, cm; r = BJ kayu, g cm-3

Contoh penghitungan Contoh 1.

Apabila dalam satu plot contoh ditemukan 5 pohon besar (diameter > 30 cm) dan 5 pohon ukuran sedang (diameter 5-30 cm), maka perhitungan dilakukan sebagai berikut:

a. Menghitung biomasa pohon besar (Tabel 1A). Misalnya diameter pohon 1 = 40 cm; pohon 2 = 45 cm; pohon 3 = 50 cm; pohon 4 = 80 cm dan pohon 5 = 100 cm. BJ kayu

rata--3

rata = 0.7 g cm , maka lakukan penghitungan sebagai berikut: 2.62 Pohon 1: BK1 = 0.11 x 0.7 x 40 = 1213.1 kg 2.62 Pohon 2: BK2 = 0.11 x 0.7 x 45 = 1651.6 kg 2.62 Pohon 3: BK3 = 0.11 x 0.7 x 50 = 2176.7 kg 2.62 Pohon 4: BK4 = 0.11 x 0.7 x 80 = 7457.4 kg 2.62 Pohon 5: BK5 = 0.11 x 0.7 x 100 = 13381.1 kg

Total biomasa pohon besar = BK1+BK2+BK3+BK4+BK5 = 25879.8 kg

2

Luas plot pohon besar adalah 20 m x 100 m = 2000 m Maka biomasa pohon besar per luasan

2

= 25879.8 kg/2000 m

2

= 12.9 kg/m = 129 ton/ha

(40)

Untuk standard internasional satuan masa dinyatakan

6

dalam ton = Mg = megagram = 10 g

b. Menghitung biomasa pohon ukuran sedang (Tabel 1B). Misalnya diameter pohon 1= 10 cm; pohon 2 = 25 cm; pohon 3 = 15 cm; pohon 4 = 20 cm dan pohon 5 = 29 cm. BJ kayu 0.7 g cm-3, maka lakukan penghitungan sebagai berikut: 2.62 Pohon 1: BK1 = 0.11 x 0.7 x 10 = 32.1 kg 2.62 Pohon 2: BK2 = 0.11 x 0.7 x 25 = 354.1 kg 2.62 Pohon 3: BK3 = 0.11 x 0.7 x 15 = 92.9 kg 2.62 Pohon 4: BK4 = 0.11 x 0.7 x 20 = 197.3 kg 2.62 Pohon 5: BK5 = 0.11 x 0.7 x 29 = 522.4 kg

Total biomasa pohon sedang = BK1+BK2+BK3+BK4+BK5 = 1198.7 kg

2

Luas plot untuk pohon besar adalah 40 m x 5 m = 200 m Maka biomasa pohon besar per luasan

2

= 1198.7 kg/200 m

2 -1

= 5.99 kg/m atau 59.9 Mg ha Total biomasa pohon dalam plot =

-1 -1 -1

= 129 Mg ha + 59.9 Mg ha = 188.9 Mg ha .

Di daerah tropika basah, C tersimpan dalam akar sering diabaikan walaupun jumlahnya cukup besar. Hal ini disebabkan oleh sulitnya pengukuran akar di lapangan karena melibatkan perusakan lahan, dan membutuhkan waktu serta tenaga banyak. Tambahan lagi hasil pengukuran C tersimpan dalam akar tersebut tidak dapat langsung dipakai oleh petani untuk justifikasi pemilihan pohon di lahannya.

3.1.3. Estimasi jumlah C tersimpan dalam akar tanaman

(41)

Sama halnya dengan biomasa tajuk tanaman, biomasa akar juga dapat diestimasi menggunakan persamaan alometrik berdasarkan diameter akar utama (proximal root) (Hairiah et

al., 2001). Namun untuk tujuan praktis, tim peneliti ASB

mengestimasi penyimpanan C pada akar pohon di hutan tropika basah dengan menggunakan nilai terpasang (default value) nisbah tajuk: akar, yaitu 4:1 untuk pohon di lahan kering, 10:1 untuk pohon di lahan basah dan 1:1 untuk pohon di tanah-tanah miskin. Misalnya berat masa tajuk pohon di lahan kering = 100 kg maka berat masa akarnya = 25 kg.

Pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah harus dilakukan dengan metode 'destructive' (merusak bagian tanaman). Tumbuhan bawah yang diambil sebagai contoh adalah semua tumbuhan hidup berupa pohon yang berdiameter < 5 cm, herba dan rumput-rumputan. Alat-alat yang dibutuhkan dapat dilihat dalam Foto 6 dan Box 6.

3.1.4. Mengukur biomasa tumbuhan bawah

('understorey')

32

Foto 6. Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengambil contoh tumbuhan bawah, seresah dan tanah: (1) pita pengukur, (2) bingkai kuadran sebagai TITIK CONTOH untuk mengambil tumbuhan bawah dan seresah, (3) lempak baja, (4) kuadran baja dan ring baja, (5) cetok tanah

(42)

Box 6. Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengambil contoh tumbuhan bawah, seresah dan tanah

Gambar 7. Bentuk kuadran untuk pengambilan contoh tumbuhan bawah dan sekaligus seresah a. Kuadran terbuat dari bambu, kayu atau

aluminium, berukuran 0.5 m x 0.5 m (Gambar 7)

b. Pisau atau gunting rumput

c. Timbangan berkapasitas 10 kg dengan ketepatan 10 g untuk menimbang berat basah contoh dan timbangan berkapasitas 1 kg dengan ketepatan 0.1 g untuk menimbang sub-contoh

d. Spidol permanen e. Kantong plastik f. Kantong kertas semen

g. Ayakan dengan ukuran lubang 2 mm h. Nampan i. Ember k. Kuadran baja l. Palu besar 0.5 m 0.5 m 0.5 m 0.5 m

33

(43)

Cara pengambilan contoh tumbuhan bawah ('understorey')

a. Tempatkan kuadran bambu, kayu atau aluminium di

dalam SUB PLOT (5 m x 40 m) secara acak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.

b. Potong semua tumbuhan bawah (pohon berdiameter

< 5 cm, herba dan rumbut-rumputan) yang terdapat di dalam kuadran, pisahkan antara daun dan batang

c. Masukkan ke dalam kantong kertas, beri label sesuai

dengan kode TITIK CONTOHnya

d. Untuk memudahkan penanganan, ikat semua

kantong kertas berisi tumbuhan bawah yang diambil dari satu plot. Masukkan dalam karung besar untuk mempermudah pengangkutan ke kamp/

laboratorium.

e. Timbang berat basah daun atau batang, catat beratnya

dalam blangko (Tabel 3)

f. Ambil sub-contoh tanaman dari masing-masing

biomasa daun dan batang sekitar 100-300g. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.

g. Keringkan sub-contoh biomasa tanaman yang telah

0

diambil dalam oven pada suhu 80 C selama 2 x 24 jam. h. Timbang berat keringnya dan catat dalam blanko

Tabel 3.

40 m

Kuadran 5 m

Gambar 8. Penempatan kuadran (TITIK CONTOH) dalam SUB PLOT

(44)

Pengumpulan data

Data yang diperoleh pada pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah, dimasukkan ke dalam blanko Tabel 3.

Nama Lokasi:_________________________

Umur Kebun setelah pembukaan lahan:_______________ Jenis Penggunaan Lahan:_______________

Nama pengukur: ______________________ Tanggal/Bulan/Tahun: ________________ Lokasi (GPS): _________________________

2

Ukuran Plot Contoh: 0.5 m x 0.5 m = 0.25m

Tabel 3. CONTOH BLANKO PENGUKURAN BIOMASA: Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah

Berat Basah (kg) Sub-contoh Berat Basah (g) Sub-contoh Berat Kering (g)

Total berat kering No.

Daun Batang Daun Batang Daun Batang g/0.25 m2 g/m2 1 2 3 4 5 &. Total Pengolahan data

Hitung total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dengan rumus sebagai berikut:

Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah Contoh perhitungan

·

Apabila dalam 1 kuadran berukuran 0.5 m x 0.5 m

diperoleh berat basah tumbuhan bawah 500 g daun dan 500 g batang. Berat basah sub-contoh masing-masing bagian sebanyak 300 g.

Total BK (g) = BK subcontoh (g)

BB subcontoh (g) X Total BB (g)

(45)

·

Berat kering (BK) contoh daun = 150 g , BK sub-batang = 200 g, maka total BK (sub-batang dan daun) adalah: ((150 g/300 g) x 500 g ) + ((200 g/300 g) x 500 g) = 583 g/0.25 m2.

2

Jadi total berat kering tumbuhan bawah per m adalah

2 2 -1

583 g x 4 = 2332 g/m = 2,3 kg/m = 23 Mg ha

Lakukan pengambilan contoh 'nekromasa' (bagian tanaman mati) pada permukaan tanah yang masuk dalam SUB PLOT (5 m x 40 m) dan/atau PLOT BESAR (20 m x 100 m). Pengambilan contoh nekromasa yang berdiameter antara 5 cm hingga 30 cm dilakukan pada SUB PLOT, sedangkan batang berdiameter > 30 cm dilakukan pada PLOT BESAR. Nekromasa dibedakan menjadi 2 kelompok:

a. Nekromasa berkayu: pohon mati yang masih berdiri

maupun yang roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang masih utuh yang berdiameter 5 cm dan panjang 0.5 m.

b. Nekromasa tidak berkayu: seresah daun yang masih

utuh (seresah kasar), dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan berukuran > 2 mm (seresah halus).

Cara pengukuran:

a. Ukur diameter (lingkar batang) dan panjang (tinggi)

semua pohon mati yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati, cabang dan ranting

b. Catat dalam blangko pengukuran Tabel 2A untuk nekromasa yang berdiameter > 30 cm dan Tabel 2B untuk nekromasa yang berdiameter antara 5 - 30 cm

3.2. Mengukur 'nekromasa' yang ada di

permukaan tanah

3.2.1. Nekromasa berkayu

(46)

c. Apabila dalam SUBPLOT maupun PLOT BESAR terdapat batang roboh melintang (Gambar 9), maka ukurlah diameter batang pada dua posisi (pangkal dan ujung) dan panjang batang hanya diukur pada contoh yang masuk dalam SUB PLOT atau PLOT BESAR saja.

d. Ambil sedikit contoh kayu ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, timbang berat basahnya, masukkan dalam oven

o

suhu 80 C selama 48 jam untuk menghitung BJnya.

Panjang Panjang

Gambar 9. Pengukuran diameter dan panjang pohon roboh yang masuk dalam SUB PLOT pengamatan.

Pengumpulan data

a. Data nekromasa yang diperoleh pada pengambilan

contoh dimasukkan dalam ”blangko pengukuran nekromasa berkayu” (Tabel 2A dan Tabel 2B).

b. Masukkanlah data diameter dan tinggi batang pohon

mati, dalam program computer EXCELL dan lakukanlah penghitungan berat kering nekromasa pohon menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

(47)

Tabel 2A: BLANGKO PENGUKURAN NEKROMASA BERKAYU: Diameter dan Panjang Nekromasa Besar (Diameter > 30 cm)

Nama Lokasi:________________________

Umur Kebun setelah pembukaan lahan:_______________ Jenis Penggunaan Lahan:_______________

Nama pengukur: ______________________ Tanggal/Bulan/Tahun: ________________ Lokasi (GPS): _________________________

2 Ukuran Plot Contoh: 20 m x 100 m = 2000 m

No L (cm) D ( cm) T (cm) Estimasi berat kering nekromasa, g Catatan 1 2 3 Total

Tabel 2B: BLANGKO PENGUKURAN NEKROMASA BERKAYU: Diameter dan Panjang Nekromasa Sedang (Diameter 5 - 30 cm)

Nama Lokasi:________________________

Umur Kebun setelah pembukaan lahan:________________ Jenis Penggunaan Lahan:_______________

Nama pengukur: ______________________ Tanggal/Bulan/Tahun: ________________ Lokasi (GPS): _________________________

2 Ukuran Plot Contoh: 40 m x 5 m = 200 m

No L (cm) D ( cm) T (cm) Estimasi berat kering nekromasa, g Catatan 1 2 3 Total

38

(48)

Pengolahan data

Hitunglah berat nekromasa berkayu yang bercabang dengan menggunakan rumus allometrik seperti pohon hidup (lihat Tabel 2), sedangkan untuk pohon yang tidak bercabang dihitung berdasarkan volume silinder sebagai berikut:

Dimana,

H = panjang/tinggi nekromasa (cm), D = diameter nekromas

-3

(cm), = BJ kayu (g cm ). Biasanya BJ kayu mati sekitar 0.4 g

-3

cm , namun dapat juga bervariasi tergantung pada kondisi pelapukannya. Semakin lanjut tingkat pelapukan kayu, maka BJ nya semakin rendah.

Lakukanlah pengolahan data nekromasa berkayu sama caranya dengan pengolahan biomasa pohon, yaitu bedakan antara jenis nekromasa besar (berdiameter > 30 cm) dan nekromasa sedang (berdiameter antara 5-30 cm), karena luas plot pengumpulan datanya berbeda.

Cara pengambilan contoh seresah kasar

·

Gunakan kuadran kayu/bambu/aluminium seperti

dalam Gambar 7. Ambillah contoh seresah kasar langsung setelah pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah, lakukan pada titik contoh dan luas kuadran yang sama dengan yang dipakai untuk pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah.

· Ambil semua sisa-sisa bagian tanaman mati,

daun-daun dan ranting-ranting gugur yang terdapat dalam tiap-tiap kuadran, masukkan ke dalam kantong kertas dan beri label sesuai dengan kode TITIK

CONTOHnya.

· Untuk memudahkan penanganan, ikat semua

kantong kertas berisi seresah yang diambil dari satu plot. Masukkan dalam karung besar untuk

3.2.2. Nekromasa tidak berkayu

39

BK (kg/nekromas) = p r H D2/40

(49)

mempermudah pengangkutan ke kamp/laboratorium.

· Keringkan semua seresah di bawah sinar matahari,

bila sudah kering goyang-goyangkan agar tanah yang menempel dalam seresah rontok dan terpisah dengan seresah.Timbang contoh seresah kering matahari (g

2

per 0.25 cm ).

· Ambil sub-contoh seresah sebanyak 100-300 g untuk

o

dikeringkan dalam dalam oven pada suhu 80 C selama 48 jam. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh

· Timbang berat keringnya dan catat dalam blangko

yang telah disediakan (Tabel 3A). Estimasi BK seresah kasar per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut:

Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah Cara pengambilan contoh seresah halus dan akar halus

a. Ambil semua seresah halus yang terletak di

permukaan tanah yang terdapat dalam kuadran (Foto 7), biasanya setebal 5 cm tetapi ketebalan ini bervariasi tergantung pada pengelolaan lahannya. Bila

pengambilan seresah halus telah menyentuh tanah mineral, biasanya berwarna lebih terang dari pada lapisan seresah, maka hentikan pengambilannya.

b. Masukkan semua seresah halus yang terdapat pada

kuadran ke dalam ayakan dengan lubang pori 2 mm, ayaklah. Ambil seresah halus dan akar yang

tertinggal di atas ayakan (Foto 8), timbang berat basahnya (BB per kuadran). Ambil 100 g sub-contoh

o

seresah halus, keringkan dalam oven pada suhu 80 C selama 48 jam. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.

Total BK (g) = BK subcontoh (g)

BB subcontoh (g) X Total BB (g)

(50)

c. Timbang berat keringnya dan catat dalam blangko pengamatan yang disediakan (Tabel 3B). Estimasi BK seresah halus per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut:

Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah

d. Masukkan seresah halus ke dalam kantong plastik dan beri label untuk keperluan analisa kandungan C.

e. Seresah halus yang lolos ayakan dikelompokkan

sebagai contoh tanah, ambil 50 gram untuk analisa kandungan C atau hara lainnya.

Total BK (g) = BK subcontoh (g)

BB subcontoh (g) X Total BB (g)

Foto 7. Pengukuran nekromasa: (1) kayu yang ada di permukaan tanah, (2) seresah di permukaan tanah, (3) pengambilan contoh tanah

terganggu di lapisan atas

(51)

Foto 8. Akar-akar halus yang terdapat di tanah lapisan atas (1) dan pemisahan tanah dan akar melalui

pengayakan (2)

(52)

Tabel 3A: BLANGKO PENGUKURAN NEKROMASA: Contoh Seresah Halus dan Akar

Nama Lokasi:________________________

Umur Kebun setelah pembukaan lahan:_________________ Jenis Penggunaan Lahan:_______________

Nama Pengukur: ___________________ Tanggal/Bulan/Tahun: _________________ Lokasi (GPS): _______________________ Ukuran Plot Contoh: __________________

Total berat kering seresah halus

No. Total Berat Basah (kg) Sub-contoh Berat Basah (g) Sub-contoh Berat Kering (g) kg/0.25 m2 kg/m2 1 2 3 4 5 6

43

(53)
(54)

4. Penghitungan jumlah C

tersimpan per lahan

(55)
(56)

Semua data (TOTAL) biomasa dan nekromasa per lahan dimasukkan ke dalam Tabel 4 yang merupakan estimasi akhir jumlah C tersimpan per lahan. Konsentrasi C dalam bahan organik biasanya sekitar 46%, oleh karena itu estimasi jumlah C tersimpan per komponen dapat dihitung dengan mengalikan total berat masanya dengan konsentrasi C, sebagai berikut:

4. Penghitungan jumlah C

tersimpan per lahan

Land use Biomasa (Mg ha-2) (I) Tumbuhan bawah Mg ha-2) (II) Nekromas (Mg ha-2) (III) Serasah kasar (Mg ha-2) (IV) Serasah halus (Mg ha-2) (V) Tota l biomasa = I+II+III+IV +V (Mg ha-2) % C Total Penyimpana n C = Total x % C (Mg ha-2)

Contoh penyajian hasil pengukuran C

tersimpan pada berbagai sistem

penggunaan lahan

Hasil pengukuran C tersimpan di hutan alami tropika basah, hutan sekunder, agroforestri (kebun) karet, hutan tanaman industri (HTI) sengon, lahan ubi kayu, padang alang-alang, dan lahan bera yang didominasi oleh krinyu (Chromolaena

odorata) telah dilakukan di Jambi (Tomich et al., 1998).

47

Tabel 4. Estimasi total penyimpanan karbon bagian atas tanah -1 pada suatu sistem penggunaan lahan (Mg ha )

Keterangan: Mg = mega gram = ton

(57)

Pengukuran dilakukan pada lahan-lahan dengan zona ekologi yang sama, dan dipilih atas dasar sejarah (chronosequence) pembukaannya (minimal 15 tahun sebelumnya dilakukan tebas bakar). Hutan alami memiliki

-1

jumlah C tersimpan tertinggi (sekitar 497 Mg ha ) dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, lahan ubikayu monokultur memiliki penyimpanan yang terendah

-1

(sekitar 49 Mg ha ) (Gambar 10). Gangguan hutan alami menjadi hutan sekunder menyebabkan kehilangan sekitar

-1

250 Mg C ha . Kehilangan penyimpanan C terbesar di atas permukaan tanah terjadi karena hilangnya vegetasi. Sedangkan kehilangan C di dalam tanah terjadi dalam jumlah yang relatif kecil. Bila hutan sekunder terus dikonversi ke sistem tanaman pangan ubikayu monokultur, maka kehilangan C di atas permukaan tanah bertambah lagi sekitar

-1

300-350 Mg C ha . Tingkat kehilangan C ini dapat diperkecil bila hutan dikonversi menjadi sistem berbasis karet sekitar

-1 -1

290 Mg C ha di bagian atas tanah, dan sekitar 370 Mg C ha bila dikonversi ke HTI sengon.

Gambar 10. Jumlah C tersimpan pada berbagai sistem penggunaan lahan di Jambi (Tomich et al., 1998)

48

0 100 200 300 400 500 600 Hut an Ala m Hut an seku nder Hut an kare t Per kebu nan kare t HTI -Sen gon Cas sava Impe rata Chr omol aena sp. J u m la h C te rs im p a n , M g h a -1 Pohon Tumbuhan bawah Kayu mati Seresah Tanah (T) 0 -5 cm T, 5 -10 cm T, 10 -20 cm T, 20 -30 cm 0 100 200 300 400 500 600 Hut an Ala m Hut an seku nder Hut an kare t Per kebu nan kare t HTI -Sen gon Cas sava Impe rata Chr omol aena sp. J u m la h C te rs im p a n , M g h a -1 Pohon Tumbuhan bawah Kayu mati Seresah Tanah (T) 0 -5 cm T, 5 -10 cm T, 10 -20 cm T, 20 -30 cm

(58)

5. Data penunjang yang

dibutuhkan

(59)
(60)

5. Data penunjang yang

dibutuhkan

Beberapa data penunjang yang diperlukan dalam mensintesa hasil pengukuran C tersimpan adalah:

5.1. Sejarah penggunaan lahan, pengelolaan

lahan dan iklim

Informasi mengenai sejarah penggunaan lahan yang diperlukan sebagai data pendukung dalam sintesa hasil pengukuran C tersimpan tercantum dalam Tabel 5 dan dapat diperoleh melalui wawancara dengan petani setempat atau pihak terkait. Demikian pula informasi mengenai pengelolaan lahan. Sedangkan curah hujan dapat diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Kehutanan atau stasiun pengamat iklim.

51

No Data yang dibutuhkan

1 Sejarah penggunaan Lahan Sejarah kronologi penggunaan lahan, Lihat Tabel 5

2 Pengelolaan lahan Pemupukan Panen

Penanganan sisa panen

3 Kondisi iklim Curah hujan

4 Tanah Tekstur tanah, Berat Isi (BI) tanah dan pH

(61)

Tabel 5. Sejarah penggunaan lahan Kode Plot : ... Nama Pemilik... Desa: ... Luasan lahan: ... Kepemilikan lahan: ... Nama Surveyor: ... Daftar pertanyaan

1. Kapan lahan mulai diusahakan sebagai lahan pertanian

th... 2. Sistem penggunaan lahan sebelumnya a. Hutan

b. Belukar c. Rerumputan d. Lahan pertanian dng

tanaman pokok... 3. Teknik pembukaan lahan a. Tebang bakar

b. Tebang tanpa bakar c. Tebang pilih 4. Sistem penggunaan lahan setelah dialih

fungsikan (konversi) a. Jenis penggunaannya b. Berapa la ma _______ th_______ - th _______

5.2. Tanah

Lakukanlah karakterisasi tanah dari setiap lahan yang dipilih sebagai plot contoh dengan jalan mengambil contoh tanah. Beberapa pengukuran yang dibutuhkan adalah berat isi (BI) tanah, tekstur (presentase kandungan liat, pasir dan debu) dan pH tanah. Ada 2 macam contoh tanah yang harus diambil yaitu:

1. Contoh tanah terganggu yang digunakan untuk

analisa kimia tanah seperti pH, C organik, N total, P-tersedia, K, Ca, Mg, Kapasitas Tukar Kation,

kandungan pasir, liat, debu. Khusus untuk tanah masam analisis kandungan Aluminium dapat

dd dd

dipertukar (Al ) dan H perlu juga diukur.

2. Contoh tanah utuh (tidak terganggu), untuk

pengukuran BI tanah

(62)

5.2.1. Pengambilan Contoh Tanah Terganggu

Cara pengambilan:

A. Ambil contoh tanah menggunakan cangkul pada titik contoh yang sama dengan pengambilan tumbuhan bawah dan seresah (lihat Gambar 7). Contoh tanah diambil dari 3 kedalaman: 0-5 cm, 5-15 cm dan 15-30 cm, pada 6 titik contoh.

b. Masukkan contoh tanah per kedalaman dari 6 titik

contoh pengambilan ke dalam ember plastik dan campur rata. Ambil contoh tanah campuran tersebut sekitar 1 kg. Beri label dan ikat dengan karet gelang, siap untuk diangkut ke kamp/laboratorium.

c. Sesampai di kamp, buka plastiknya dan

kering-anginkan tanahnya. Setelah kering, tumbuk dan ayak dengan ayakan berukuran lubang pori 2 mm.

Ambillah tanah yang lolos ayakan, masukkan kembali ke dalam 2 kantong plastik, beri label. Buang tanah yang tertinggal dalam ayakan.

d. Contoh tanah dalam kantong plastik siap dikirim ke

laboratorium untuk dianalisa.

Box 6. Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengambil contoh tanah

1. Cangkul

2. Lempak (Foto 5 (3))

3. Kuadran besi ukuran 25 cm x 25 cm x 10 cm

(Foto 5 (4A))

4. Ember plastik

5. Kantong plastik

53

Alat-alat yang dibutuhkan dapat dilihat pada Foto 6 dan Box 6.

(63)

5.2.2. Cara pengambilan contoh tanah "utuh" (tidak

terganggu)

Perhatikan baik-baik langkah-langkah pengambilan contoh tanah utuh yang disajikan pada Foto 9, agar contoh tanah yang diambil dapat mewakili kondisi sebenarnya di lapangan.

a. Ambil contoh tanah utuh menggunakan kuadran besi,

sesuai dengan kedalaman tanah yang dibutuhkan

b. Contoh tanah diambil pada titik contoh yang

berdekatan dengan titik pengambilan contoh tanah terganggu. Hindari tempat-tempat yang telah mengalami pemadatan (misalnya jalan setapak, atau tempat-tempat yang terinjak-injak selama

pengambilan contoh tanaman atau seresah).

c. Pindahkan seresah-seresah kasar yang ada di atas

permukaan tanah, tancapkan kuadran besi ke

permukaan tanah, tekan perlahan. Letakkan kuadran besi yang lain di atas kuadran besi pertama dan pukul pelan-pelan menggunakan tongkat kayu, hingga kuadran pertama masuk ke dalam tanah sesuai kedalaman yang diinginkan

d. Jika mengalami kesulitan saat membenamkan

kuadran besi (misalnya ada potongan-potongan kayu, akar atau batu), ulangi sekali lagi pada tanah di

sampingnya hingga berhasil.

e. Gali tanah di sekitar kuadran, potong tanah di bawah

kuadran menggunakan lempak dan angkatlah

perlahan-lahan agar tanah tetap berada utuh di dalam kuadran.

f. Buang tanah yang ada di permukaan luar kuadran

besi dan ratakan tanah pada bagian atas dan bawah kuadran.

g. Pindahkan tanah yang ada dalam kuadran besi ke

dalam kantong plastik dan tutup segera (diikat dengan karet gelang), timbang berat basahnya (W1). Catat beratnya dalam blanko yang disediakan.

(64)

h. Lanjutkan pengambilan contoh pada kedalaman 5-10 cm, 10-20 cm dan 20-30 cm dengan cara yang sama.

o

i. Keringkan contoh tanah dalam oven pada suhu 105 C

selama 2 hari, dan timbang berat keringnya (W2)

j. Hitung Berat Isi (BI) tanah dengan rumus:

3

BI = W2 (g) /V (Volume tanah dalam cm ) Foto 9. Pengambilan contoh tanah utuh, (1) pembenaman

ring besi ke dalam tanah, (2) pemotongan tanah di sekitar ring dan pengangkatan ke luar lubang, (3 dan 4) memotong kelebihan tanah pada ring hingga rata dengan permukaan ring, (5) memasukkan contoh tanah ke dalam kantong plastik dan pemberian label contoh tanah yang diambil.

(65)
(66)

6. Bagaimana

menghitung jumlah C

tersimpan di tingkat

kawasan?

(67)
(68)

Vegetasi yang ada di hutan alami berbeda dari dari satu tempat dengan tempat yang lain. Besarnya penyimpanan C

-1

berkisar antara 20 hingga 400 Mg C ha tergantung pada jenis dan kompisisi ekosistem hutan, letak geografis, tanah dan iklimnya. Pengelolaan hutan juga menentukan penyimpanan C dan perubahannya dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh pertumbuhan dan gangguan termasuk hama penyakit dan kebakaran. Besarnya rata-rata penyimpanan C pada suatu sistem penggunaan lahan tergantung pada tingkat akumulasi C pada berbagai fase dalam satu siklus, dan juga tergantung pada waktu yang dibutuhkan per fase.

Untuk mengukur jumlah C tersimpan per siklus tanam dalam satu sistem penggunaan lahan, kita perlu mengukur banyaknya C yang tersimpan ada pada setiap fase tanam setelah penebangan vegetasi hutan atau belukar. Oleh karena itu kita perlu mengetahui sejarah penggunaan lahan, mulai dari saat awal konversi hutan menjadi lahan pertanian, masa bera dan kondisi lahan saat ini. Secara sederhana dapat dijelaskan secara skematis dalam Gambar 11.

6.1. Perhitungan jumlah C tersimpan dalam

satu siklus tanaman

6. Bagaimana menghitung

jumlah C tersimpan di

tingkat kawasan?

(69)

Dalam satu siklus lahan pertanian di daerah tropika basah umumnya mempunyai beberapa periode antara lain terdiri dari:

·

Periode tanaman pangan semusim (T )c . Pembukaan lahan pertanian umumnya diawali dengan tebas dan bakar vegetasi hutan, lahan ditanami satu atau dua

kali periode tanaman pangan, T (biasanya padi atau c

jagung). Biasanya tanaman pangan ditumpangsarikan dengan pepohonan. Pada periode awal pembukaan tersebut jumlah C tersimpan sangat sedikit, bahkan mendekati NOL yang merupakan tingkat minimum (C ) dalam satu sistem. min

·

Periode bero. Setelah melalui satu periode tanaman pangan, kesuburan tanah menurun maka lahan tidak ditanami tanaman pangan, pohon dibiarkan tumbuh, sehingga periode ini disebut periode bero. Pada Gambar 11 dapat dilihat adanya periode akumulasi C

T o ta l c a d a n g a n C , M g h a -1 Crata2 Chutan Cmax Cmin Waktu, tahun Tc Tf1 Tc Tf2 0 Bero Bero Crata2

Gambar 11. Diagram kehilangan C setelah penebangan vegetasi hutan (C ) pada beberapa periode tanaman min pangan, T , diikuti oleh periode penimbunan kembali c C selama periode bera hingga tingkat maksimum (Cmax), atau disebut pula periode regenerasi hutan T f (Palm et al., 1999)

(70)

yang meningkat secara linier dengan jalannya waktu,

(T ) dan akhirnya berhenti pada waktu tertentu. f

Dengan demikian peningkatan akumulasi C (I ) c

hingga tercapainya jumlah C maksimum adalah:

Dari gambar tersebut juga dapat diduga C tersimpan rata-rata per siklus tanam bero (T ) adalah:f

Maka untuk seluruh sistem jumlah C tersimpan rata-rata menjadi:

dimana:

Cmin : jumlah C tersimpan minimum dalam suatu

sistem

Cmax : jumlah C tersimpan maksimum dalam suatu sistem

Tc : periode dimana terjadi C dari setiap sistemmin

Tf : periode yang dibutuhkan untuk mencapai C max

mulai dari titik Cmin

Tetapi bila T diabaikan, misalnya pada kasus konversi hutan c

menjadi HTI sengon yang pertumbuhannya cepat maka C tersimpan rata-rata menjadi:

ini berarti tingkat akumulasi C per tahunnya tidak tergantung

pada waktu T . Artinya bahwa tidak ada perbedaan jumlah C f

tersimpan rata-rata per siklus tanam antara pohon pertumbuhan cepat (misalnya sengon) dan pohon pertumbuhan lambat (misalnya jati).

Ic = (Cm ax - Cm in)/ Tf

Cav gF = 0.5 * (Cm in + Cm ax)

Cav g = Tf * (Cm ax + Cm in)/ (2 *(Tf + Tc))

Cav g = 0 .5 * (Cm ax + Cm in)

(71)

6.2. Peningkatan C-rata-rata dalam sistem

agroforestri

Contoh skematis ditunjukkan pada Gambar 12, bahwa rotasi pada sistem tumpang sari berbasis pohon atau agroforestri

dengan nilai C tersimpan maksimum (C ) dicapai pada max

waktu (T ) sebelum satu masa rotasi tanam berakhir (T ). m r

Sebagai contoh kebun kopi, C akan dicapai sekitar 7 tahun max

setelah tanam (establishment phase), tetapi produksi akan terus berlangsung selama 5 tahun (production phase) setelah itu pohon kopi harus ditebang untuk regenerasi pohon. Pada kondisi tersebut maka satu rotasi tanam kopi ada 12 tahun. Penyimpanan C per siklus tanam untuk sistem penggunaan lahan tersebut ditentukan oleh nilai rata-rata C tersimpan pada berbagai fase rotasi tanam.

C rata-2 Chutan Cmax Cmin Tc Tf Tm T o ta l c a d a n g a n C , M g h a -1 Waktu, tahun

Gambar 12. Diagram kehilangan C selama penebangan hutan dan re-akumulasi C selama masa pertumbuhan dan masa produksi pada sistem berbasis pohon (Palm et al., 1999).

(72)

Seperti pada contoh sebelumnya jumlah C tersimpan per rotasi tanam untuk periode Tf adalah:

Dalam periode T C tersimpan akan mencapai maksimum, m

Cmax

Maka, C tersimpan untuk seluruh sistem menjadi:

[fase tan pangan] [ fase pertumbuhan ] [fase produksi] [total waktu per sistem]

Untuk menyederhanakan hitungan maka:

dimana

T = periode dimana sistem mempertahankan Cm max

Contoh perhitungan

Penghitungan akumulasi C rata-rata pada sistem agroforestri berbasis kopi adalah sebagai berikut:

Cmax tercapai pada 7 tahun setelah tanam (periode

pertumbuhan), masa produksi terjadi selama 5 tahun lagi sebelum akhirnya pohon kopi ditebang untuk regenerasi. Pada fase pertumbuhan

maka

Akumulasi C rata-rata pertahun,

C

avgF

= 0.5 * (C

min

+ C

max

)

Cavg = (Tc * Cmin + 0.5 * Tf * (Cmin + Cmax) +

Tm * Cmax ) /(Tc + Tf +Tm)

Cavg = [ (Tc + 0.5 *Tf)* Cmin + (0.5 * Tf + Tm)* Cmax] /(Tc + Tf

+Tm)

Tf = 7 tahun dan Cmin = 0 Mg ha-1 dan nilai Cmax = 15.4 Mg ha-1

Ic = 15.4 / 7 = 2.2 Mg C ha-1 th-1

(73)

Nilai penyimpanan C per rotasi tanam (Cta1) selama fase pertumbuhan

Nilai penyimpanan C rata-rata untuk seluruh sistem adalah nilai rata-rata dari seluruh fase yang ada, yaitu:

= (Ic*Tf)/2 = Cmax/2 = 7.7 Mg ha-1

Cavg = [0 + 7 x 7.7 + 5 x 15.4]/12

= (3.5 + 5 )* 15.4/12 = 10.9 Mg ha-1

Latihan

·

Hitung rata-rata jumlah C tersimpan untuk

sistem penggunaan lahan HTI sengon

(Paraserianthes falcataria), jika diketahui tingkat

-1 -1

akumulasi C, I = 9 Mg C ha th dan lamanya c

siklus berproduksi (T ) = 8 tahun, T dan T = f max c

0

·

Hitung pula rata-rata jumlah C tersimpan per

siklus tanam untuk pohon yang lambat

-1 -1

pertumbuhannya, dengan I = 4.5 Mg C ha th c

dan lamanya siklus berproduksi, T = 16 tahunf

6.3. Bagaimana menghitung jumlah

rata-rata C tersimpan pada skala nasional?

Pendekatan yang kita gunakan dengan menetapkan jumlah C tersimpan rata-rata per siklus tanam pada skala lahan (plot) tersebut di atas dapat dipakai untuk pengukuran penyerapan C pada skala nasional.

Metodologi perhitungan neraca C yang direkomendasikan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) adalah berdasarkan konsep sederhana, dimana total C terestrial pada waktu t sama dengan produk per bagian (fraksi) luasan

(74)

dari satu seri “SPL = sistem penggunaan lahan” dan merupakan suatu penciri penyimpanan C (typical C-stock) yang dihubungkan dengan “SPL” pada waktu t. Berikut adalah persamaan sederhana untuk mempermudah dalam memahaminya:

(1)

A merupakan total luas unit lahan (misalnya per negara, atau

propinsi atau per unit DAS) yang terdiri dari berbagai macam sistem penggunaan lahan (SPL), sebanyak n, yang boleh dikatakan exclusive (sangat berbeda dengan hutan

alami) A . Maka fraksi area, a dapat didefinisikan sebagai t it

berikut:

(2)

Maka total C tersimpan pada saat t menjadi: (3)

Dimana C adalah total C tersimpan per unit area pada SPL i i,t

, pada saat t, dan perubahan jumlah C tersimpan pada interval waktu t - > t+1 sebagai:

(4) Bila total area tidak berubah (maka A = A + ) dan klasifikasi t t 1

SPL masih tetap, berarti net penyerapan C atau emisi C neto menjadi:

(5) Persamaan ini dapat ditulis ulang dengan memisahkan faktor yang berhubungan dengan perubahan rata-rata jumlah C tersimpan per unit area dalam suatu kelas I, dan faktor lain yang berhubungan dengan perubahan area dalam kelas i:

(6)

å

= = n i t i t A A 1 , t t i t i A A a , , =

å

å

= = = = n i t i t i t t i n i t i t A C A a C C 1 , , , 1 , t i n i i t t i n i t i t t t A a C A aC C , 1 1 , 1 1 , 1 1

å

å

= + = + + + > - = -D ÷ ø ö ç è æ -= D + = + + > -

å

( , 1 , ,) 1 1 , 1 it it it n i t i t t t A a C a C C ÷ ø ö ç è æ -+ -= D + + = + > -

å

( ( , 1 ,) ( , 1 ,) ,) 1 , 1 it it it it it n i t i t t t A a C C a a C C

65

Gambar

Foto kredit
Gambar 1. Skematis pohon sebagai penyerap CO  melalui  2
Foto 1. Penyimpanan C dalam biomasa tanaman yaitu:  pepohonan  dan tumbuhan bawah di lahan hutan dan agroforestri  (nomor 1-4); Penyimpanan C dalam nekromasa kayu dan  ranting, arang, seresah daun dan bahan organik serta  bahan organik tanah (nomor 5-8).
Foto 2. Pembuatan SUB-PLOT pengukuran penyimpanan C  pada sistem agroforestri berbasis kopi, (1 dan 2)  Pengukuran SUB-PLOT 5 m x 40 m, (2) Pembuatan  siku SUB-PLOT, (3) Pemberian patok di sudut plot  sebagai tanda bila plot akan dijadikan plot
+7

Referensi

Dokumen terkait

KAI Daop IV Semarang terhadap penumpang yang mengalami kerugian tidak sesuai dengan Pasal 157 UU Perkeretaapian yang mengatur tentang tanggung jawab penyelenggara sarana

Akta ini menyatakan bahwa PT Bank Mayapada Internasional Tbk telah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham yang hadir atas pertanggungjawaban isi

Menghadapi era globlisasi yang penuh dengan tantangan dan perubahan, Universitas Muhammadiyah Jakarta menyiapkan lulusan yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

pembelajaran klasikal; (2) manakah yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik, siswa dengan kecerdasan interpersonal tinggi, siswa dengan kecerdasan interpersonal sedang

Jika mata diperbesar sampai diameter 5 mm, berapa jarak minimum antara dua sumber titik yang masih dapat dibedakan oleh mata pada jarak 40 cm dari mata?, Panjang

Bagi wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggal pasangan, dapat mengurangi kesepiannya dengan tidak mengingat benda-benda fisik milik pasangannya,

Pengamatan dilakukan oleh guru. Pelaksanaan pengamatan dilakukan oleh guru pamong selama pembelajaran berlangsung dengan mengisi lembar pengamatan serta memantau apakah peneliti

Perbedaan jumlah santan yang digunakan pada pembuatan es krim nabati probiotik, menghasilkan es krim nabati jenis mellorine dan mellofreeze, yang berbeda pada kadar lemak, total