• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau)."

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS,

KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU)

MOHAMAD ZAINURI

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

dalam penelitian saya yang berjudul: PEMBERDAYAAN KELUARGA

MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN

MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN,

PROVINSI RIAU), merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri

dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas

ditunjukkan rujukannya.

Penelitian ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada

pro gram sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang telah

dinyatakan secara jelas dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2005

(3)

ABSTRAK

MOHAMAD ZAINURI, Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau). Dibimbing EDI SUHARTO, Ph.D., sebagai Ketua, Ir. IVANOVICH AGUSTA, M.Si., sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman pemberdayaan keluarga miskin (an empowerment poor family) dengan menganalisis PPK menurut perspektif pekerjaan sosial di Kecamatan Pangkalan Kuras. Penelitian difokuskan pada proses partisipasi, transfer kekuasaan, perbaikan kualitas hidup .

Tujuan penelitian adalah memahami pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehidupan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras, upaya pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras, proses pemberdayaan dalam PPK menurut perspektif pekerjaan sosial, dan menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras .

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data kualitatif digunakan dalam penelitian yaitu pengamatan partisipasi, wawancara mendalam dan studi. Analisis data menggunakan studi kasus dengan menentukan subyek kasus.

Hasil evaluasi kegiatan, PPK belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. PPK tidak memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin dalam berpartisipasi, mengambil keputusan dan pemanfaatan hasil bantuan PPK. Keluarga miskin tidak meningkat penghasilannya dengan adanya pembangunan sarana fisik. Penentuan lokasi bantuan dengan cara kompetisi tidak memberikan pendidikan dalam proses pemberdayaan . Terjadi inkonsistensi antara tujuan, aturan dan pelaksanaan mengakibatkan program ini kurang efektif.

(4)

@ Hak cipta milik Mohamad Zainuri, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

(5)

PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS,

KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU)

MOHAMAD ZAINURI

Tugas Akhir :

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pada Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau).

Nama : MOHAMAD ZAINURI

NRP : A. 154040105

Dis etujui: Komisi Pembimbing

Edi Suharto, M.Sc., Ph.D. Ketua

Ir. Ivanovich Agusta, M.Si. Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(7)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, atas rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian pengembangan masyarakat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dengan penulisan hasil Penelitian Pengembangan Masyarakat adalah “Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau)”.

Penulisan tugas akhir didasarkan hasil penelitian dan pertemuan ilmiah yang melibatkan berbagai pihak. Penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para guru dan semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S., selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat.

3. Edi Suharto, Ph.D., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Ivanovich Agusta, M.Si., yang telah memberikan bimbingan selama penulisan tugas akhir.

4. Dosen-dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat yang telah membekali pengetahuan pengembangan masyarakat.

5. Drs. H. Chusnan Yusuf selaku Kepala Balatbangsos Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Strata-2.

6. Dr. Marjuki, M.Sc., selaku Ketua STKS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis pendidikan Strata-2.

(8)

8. Pengelola Program Pengembangan Kecamatan Pangkalan Kuras yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis.

9. Bapak, Ibu, Titik, Opik dan keluarga yang telah memberikan dukungan materiil dan sprirituil kepada penulis.

10.Indri, Adji, Cipto, Geri, Ari, Viking, Candra dan teman seperjuangan yan g telah memberikan saran dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini kurang sempurna. Oleh karena itu, kepada para pembaca penelitian pengembangan masyarakat dapat memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang akan meneliti lebih lanjut dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait program pembangunan kesejahteraan sosial.

Bogor, Des ember 2005

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Palangka Raya pada tanggal 4 Januari 1969 dari pasangan Moh. Sardjan dan Suliyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Krajan II tahun 1982, SMP Negeri Weru tahun 1985, SMPS Negeri Surakarta tahun 1989 dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung tahun 2000.

(10)

ix Halaman

DAFTAR ISI ...1 i DAFTAR TABEL ...1 v DAFTAR MATRIK ...1 vi DAFTAR GAMBAR ...1 vii DAFTAR LAMPIRAN ...1 viii

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Masalah Penelitian ...7

1.3. Tujuan Penelitian ...9

1.4. Kegunaan Penelitian ...10

II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Kemiskinan ...11

2.1.1. Komunitas ...14

2.1.2. Modal Sosial ...15

2.1.3. Evaluasi Program ... 15

2.2. Pekerjaan Sosial ...16

2.3. Pemberdayaan ...20

2.4. Partisipasi . ...23

2.5. Kerangka Pemikiran ...25

III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Komunitas Subyek Kasus ...28

3.2. Data dan Metode Pengumpulan Data ...30

3.3. Metodologi Analisis Data ...35

3.4. Jadwal Pelaksanaan ...36

(11)

PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS,

KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU)

MOHAMAD ZAINURI

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

dalam penelitian saya yang berjudul: PEMBERDAYAAN KELUARGA

MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN

MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN,

PROVINSI RIAU), merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri

dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas

ditunjukkan rujukannya.

Penelitian ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada

pro gram sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang telah

dinyatakan secara jelas dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2005

(13)

ABSTRAK

MOHAMAD ZAINURI, Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau). Dibimbing EDI SUHARTO, Ph.D., sebagai Ketua, Ir. IVANOVICH AGUSTA, M.Si., sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman pemberdayaan keluarga miskin (an empowerment poor family) dengan menganalisis PPK menurut perspektif pekerjaan sosial di Kecamatan Pangkalan Kuras. Penelitian difokuskan pada proses partisipasi, transfer kekuasaan, perbaikan kualitas hidup .

Tujuan penelitian adalah memahami pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehidupan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras, upaya pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras, proses pemberdayaan dalam PPK menurut perspektif pekerjaan sosial, dan menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras .

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data kualitatif digunakan dalam penelitian yaitu pengamatan partisipasi, wawancara mendalam dan studi. Analisis data menggunakan studi kasus dengan menentukan subyek kasus.

Hasil evaluasi kegiatan, PPK belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. PPK tidak memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin dalam berpartisipasi, mengambil keputusan dan pemanfaatan hasil bantuan PPK. Keluarga miskin tidak meningkat penghasilannya dengan adanya pembangunan sarana fisik. Penentuan lokasi bantuan dengan cara kompetisi tidak memberikan pendidikan dalam proses pemberdayaan . Terjadi inkonsistensi antara tujuan, aturan dan pelaksanaan mengakibatkan program ini kurang efektif.

(14)

@ Hak cipta milik Mohamad Zainuri, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

(15)

PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS,

KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU)

MOHAMAD ZAINURI

Tugas Akhir :

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pada Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau).

Nama : MOHAMAD ZAINURI

NRP : A. 154040105

Dis etujui: Komisi Pembimbing

Edi Suharto, M.Sc., Ph.D. Ketua

Ir. Ivanovich Agusta, M.Si. Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(17)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, atas rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian pengembangan masyarakat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dengan penulisan hasil Penelitian Pengembangan Masyarakat adalah “Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau)”.

Penulisan tugas akhir didasarkan hasil penelitian dan pertemuan ilmiah yang melibatkan berbagai pihak. Penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para guru dan semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S., selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat.

3. Edi Suharto, Ph.D., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Ivanovich Agusta, M.Si., yang telah memberikan bimbingan selama penulisan tugas akhir.

4. Dosen-dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat yang telah membekali pengetahuan pengembangan masyarakat.

5. Drs. H. Chusnan Yusuf selaku Kepala Balatbangsos Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Strata-2.

6. Dr. Marjuki, M.Sc., selaku Ketua STKS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis pendidikan Strata-2.

(18)

8. Pengelola Program Pengembangan Kecamatan Pangkalan Kuras yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis.

9. Bapak, Ibu, Titik, Opik dan keluarga yang telah memberikan dukungan materiil dan sprirituil kepada penulis.

10.Indri, Adji, Cipto, Geri, Ari, Viking, Candra dan teman seperjuangan yan g telah memberikan saran dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini kurang sempurna. Oleh karena itu, kepada para pembaca penelitian pengembangan masyarakat dapat memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang akan meneliti lebih lanjut dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait program pembangunan kesejahteraan sosial.

Bogor, Des ember 2005

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Palangka Raya pada tanggal 4 Januari 1969 dari pasangan Moh. Sardjan dan Suliyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Krajan II tahun 1982, SMP Negeri Weru tahun 1985, SMPS Negeri Surakarta tahun 1989 dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung tahun 2000.

(20)

ix Halaman

DAFTAR ISI ...1 i DAFTAR TABEL ...1 v DAFTAR MATRIK ...1 vi DAFTAR GAMBAR ...1 vii DAFTAR LAMPIRAN ...1 viii

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Masalah Penelitian ...7

1.3. Tujuan Penelitian ...9

1.4. Kegunaan Penelitian ...10

II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Kemiskinan ...11

2.1.1. Komunitas ...14

2.1.2. Modal Sosial ...15

2.1.3. Evaluasi Program ... 15

2.2. Pekerjaan Sosial ...16

2.3. Pemberdayaan ...20

2.4. Partisipasi . ...23

2.5. Kerangka Pemikiran ...25

III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Komunitas Subyek Kasus ...28

3.2. Data dan Metode Pengumpulan Data ...30

3.3. Metodologi Analisis Data ...35

3.4. Jadwal Pelaksanaan ...36

(21)

x

KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN

PANGKALAN KURAS DAN DESA SIALANG INDAH

4.1. Kecamatan Pangkalan Kuras ...38

4.1.1. Geografi ...38

4.1.2. Kependudukan ... 40

4.1.3. Sistem Ekonomi ...45

4.1.4. Struktur Komunitas ...47

4.1.5. Organisasi dan Kelembagaan ...48

4.1.6. Pengelolaan Sumber Daya ...53

4.2. Desa Sialang Indah ...56

4.2.1. Geografi ...56

4.2.2. Kependudukan ... 57

4.2.3. Sistem Ekonomi ...58

4.2.4. Struktur Komunitas ...58

4.2.5. Organisasi dan Kelembagaan ...59

4.2.6. Pengelolaan Sumber Daya ...63

4.3. Ikhtisar ...64

V UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA SIALANG INDAH, KECAMATAN PANGKALAN KURAS 5.1. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) ... 68

5.1.1. Sosialisasi ...70

5.1.2. Jenis dan Proses Pelaksanaan Kegiatan-kegiatan PPK ... 71 5.1.3. Mekanisme Usulan dan Verifikasi PPK ...71

5.1.4. UPK,Penyaluran Dana dan Administrasi Kegiatan PPK ... 72 5.1.5. Pendanaan ...72

5.1.6. Mekanisme Pencairan Dana ...73

5.1.7. Dana Operasional UPK dan Pelaksanaan di Desa ...73

5.1.8. Alur Kegiatan PPK ...73

5.1.9. Pelaksanaan Kegiatan ...78

(22)

xi 5.2.1. Pengembangan Ekonomi Lokal ... 84

5.2.2. Pengembangan Modal Sosial ...84 5.2.3. Kebijakan dan Perencanaan Sosial ... 87

5.3. Kaitannya dengan Pekerjaan Sosial ...88

VI ANALISIS PEMBERDAYAAN TERHADAP PROGRAM

PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK) MENURUT

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

6.1. Partisipasi Keluarga Miskin dalam Setiap Tahapan Kegiatan ...91 6.1.1. Partisipasi dalam Perencanaan ...91 6.1.2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Kegiatan ...97

6.2. Transfer Kekuasaan dalam setiap Kegiatan ... 103 6.2.1. Pilihan-Pilihan Personal dan

Kesempatan-Kesempatan Hidup ... 103

6.2.2. Pendefinisian Kebutuhan ...104 6.2.3. Ide atau Gagasan ...105 6.2.4. Lembaga-Lembaga ...106 6.2.5. Sumber-Sumber ...107 6.2.6. Aktivitas Ekonomi ...107 6.3. Perbaikan Kualitas Hidup ...107

6.3.1. Syarat-syarat yang Memadai ...108 6.3.2. Sasaran Perubahan Program ...113

VII RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI PENYEMPURNAAN PPK

7.1. Latar Belakang ...118 7.1.1. Asesmen Masalah ...118 7.1.2. Desain Program ...123 7.2. Rancangan Program dan Pelaksanaan Pemberdayaan ...125 7.2.1. Program ...126 7.2.2. Tujuan ...126 7.2.3. Sasaran Program ...126

(23)

xii

7.4.1. Melibatkan Keluarga Miskin ...133 7.4.2. Perbaikan dan Konsistensi Peraturan PPK ...134

VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

8.1. Kesimpulan ...136 8.2. Rekomendasi Kebijakan ...139

8.2.1. Pelaku PPK...139 8.2.2. Pemerintah ...140 8.2.3. Keluarga Miskin ...140

8.2.4. Pekerja Sosial ... 141

(24)

xiii

Nomor Teks Halaman

1. Kegiatan-Kegiatan yang didanai PPK Fase I di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2001………

6

2. Kondisi Diesel Bantuan PPK di Desa Terantang Manuk Kecamatan

Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005 ………... 8

3. Daftar Nama Subyek Kasus dan Informan di Kecamatan Pangkalan

Kuras ………. 31

4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pengembangan Masyarakat di

Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2005 ……… 37

5. Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut

Kelompok Umur Tahun 2004 ………... 41

6. Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut

Tingkat Pendidikan Tahun 2004 ………... 42

7. Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut

Lapangan Usaha Tahun 2004 ……….. 42

8. Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut

Sumber Penerangan Tahun 2004 ……….. 43

9. Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut

Bantuan Yang Pernah Diterima Tahun 2004 ……… 43

10. Jumlah Pengangguran dan Jenis Kelamin Kecamatan Pangkalan

Kuras Tahun 2004 ………. 45

11. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Kecamatan Pangkalan

(25)

xiv

Nomor Teks Halaman

1. Analisis Pekerjaan Sosial dan Metode Pengumpulan Data Penelitian Evaluasi Program PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005 ………...

35 2. Permasalahan, sebab dan akibat ………. 120 3. Program Pemberdayaan Keluarga Miskin di Desa Sialang In dah

Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan

(26)

xv

Nomor Teks Halaman

1 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Keluarga Miskin menurut

Perspektif Pekerjaan Sosial ………... 27

2 Tahapan Kegiatan Perencanaan PPK ……… 96 3 Diagram Alir Program Penyempurnaan PPK ……….. 132 4 Proses Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui PPK Perspektif

Pekerjaan Sosial ………

(27)

xvi Halaman 1. Outline Kajian Pengembangan Masyarakat Pemberdayaan Keluarga

Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial

149

2. Catatan Harian 151

3. Foto Kegiatan Pengumpulan Data dan Gedung Bantuan PPK 160

(28)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian

Program anti kemiskinan mempunyai tujuan untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Salah satu program anti kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK). PPK mempunyai tujuan: (1) menanggulangi kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan pedesaan; (2) mendukung perencanaan dan pembangunan yang partisipatif di tingkat desa: (3) mendukung program pembangunan infrastruktur ekonomi di desa miskin: (4) memperkuat institusi lokal, terpercaya dan efektif dalam mempertemukan kebutuhan pembangunan.

PPK merupakan penyempurnaan dari Program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Untuk melaksanakan kegiatan, PPK menentukan forum-forum musyawarah. Musyawarah terdiri dari Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi, Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi, Pertemuan dusun, Pertemuan Penggalian Gagasan, MUSDES Perencanaan, MAD Prioritas Usulan, MAD Penetapan Usulan, MUSDES Info Hasil (Departemen Dalam Negeri, 2005), Forum-forum tersebut digunakan sebagai wadah partisipasi masyarakat desa dalam kegiatan PPK. PPK memanfaatkan forum musyawarah untuk menyampaikan informasi tentang PPK dan pemetaan sosial desa sebagai sasaran bantuan.

(29)

2 pembuatan jembatan, pengadaan sarana air bersih, pembangunan irigasi desa dan rehabilitasi gedung sekolah.

PPK dimulai penyelenggaraannya tahun 1998/1999 dan berakhir pada tahun 2006. Menurut Suhartono (2003), program nasional ini telah melibatkan staf proyek 1.159 orang pada tahun 2000 dan fasilitator desa 15.332 orang. Fasilitator Desa (FD) terdiri dari 2 orang yang direkrut dari setiap desa penerima bantuan. Tugas FD adalah memfasilitasi masyarakat desa untuk melakukan penggalian gagasan dan menemukan kebutuhan mereka. Berdasarkan hasil penelitian ini, pelibatan FD dalam kegiatan PPK belum mampu menggerakan keluarga miskin untuk berperan dalam kegiatan PPK.

Selama pelaksanaan kegiatan pada tahun pertama (1998/1999) PPK menyediakan bantuan bagi 501 kecamatan yang tersebar pada 50 kabupaten di 20 provinsi di seluruh Indonesia. Cakupan wilayah yang diikutsertakan dalam tahun kedua (1999/2000) bertambah sejumlah 269 kecamatan. Total desa yang tercakup mencapai lebih 5.000 desa, dan terus bertambah pada tahun ketiga. PPK menyediakan hibah sebesar Rp 350 juta sampai Rp 1 miliar untuk setiap kecamatan yang dipilih. Dengan dana sebesar itu, rata-rata perolehan di tingkat desa sekitar Rp. 75 juta, atau sepuluh kali lipat penerimaan bersih desa dari dana Inpres Bantuan Desa (Bangdes). Dengan memperbaiki kinerja organisasi daripada Program IDT, otonomi masyarakat desa dalam penggunaan dana sebesar ini baru mampu memberdayakan sekitar 35 % kecamatan pemanfaat (Agusta, et. al., 2000).

(30)

3 tidak mempertimbangkan antara target dan waktu yang disediakan serta tujuan yang akan dicapai. Hal ini mengakibatkan kurang maksimalnya hasil bantuan PPK baik pemanfaatannya maupun pemeliharaan.

Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negeri (2002) PPK melibatkan banyak desa dalam tahap perencanaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan . Pertemuan tingkat desa dan kecamatan dalam rangka mensosialisasikan dan merencanakan kegiatan PPK diikuti oleh perwakilan desa, dengan tingkat partisipasi perempuan berkisar 26-45 persen dan kelompok miskin (keluarga miskin) 53 persen. Menurut hasil evaluasi pelaksanaan PPK yang telah dilakukan oleh Jaringan Kerja Pemberdayaan Masyarakat (JKPM) di 10 kabupaten di 5 propinsi pada tahun 1999 (CESDA-L3ES, 2001), bahwa partisipasi yang berhasil ditumbuhkan di tingkat desa cenderung elitis. Hasil laporan PPK dan penelitian tersebut kontradiktif, seh ingga menimbulkan keraguan terhadap laporan yang telah ada.

Sejak dimulainya PPK, Badan Pusat Statistik (1998) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia 47,9 juta orang atau 24,2 %. Jumlah ini menurun pada tahun 2000 menjadi 37,3 juta orang atau 18,9 % dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 39 juta orang atau 15,6 %. Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Riau (2004) mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 1.008.321 jiwa (231.508 keluarga miskin) dari jumlah penduduk propinsi 4.535.225 jiwa (977.288 kelu arga) atau 22,28 %. Persentase keluarga miskin yang meningkat dan menurun jumlah bukan dipengaruhi oleh adanya pelaksanaan kegiatan PPK, tetapi peningkatan jumlah persentase angka kemiskinan dikarenakan kurangnya lapangan pekerjaan dan khusus di daerah perkebunan kelapa sawit dikarenakan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menurun. Berkaitan dengan hal ini, salah seorang keluarga miskin di Kecamatan Pangakalan Kuras yang bernama S menyatakan bahwa:

(31)

4 Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa pada saat harga kelapa sawit turun, maka pendapatan buruh dan petani kelapa sawit juga menurun. Dengan kondisi seperti ini, warga desa khususnya keluarga miskin memerlukan pekerjaan tambahan untuk menambah penghasilan keluarga.

Program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh para pelaku PPK mengutamakan proyek pembangunan sarana fisik desa seperti: pengerasan jalan dan pembuatan jembatan, dari pada proses pemberdayaan keluarga miskin. Proyek pembangunan sarana fisik memberikan hasil nyata. Pembangunan sarana fisik s esuai dengan tujuan PPK butir 3 yaitu hasil proyek dapat dimanfaatkan oleh keluarga miskin. Tujuan PPK tersebut mendasari indikator keberhasilan program yang diukur dari bangunan nya (hasil) bukan siapa (pelaku) yang terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan .

Menurut Suharto (2003) Program antikemiskinan yang didanai World Bank masih melihat kemiskinan berdasarkan sistem pengukuran dan indikator sosial ekonomi yang masih dominan. Pendekatan ini masih berfo kus pada outcomes dan kurang memperhatikan aspek aktor dan pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhinya, sehingga indikator keberhasilan program diukur dengan kondisi sebelum ada bantuan dan hasil bantuan.

Pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK, dapat dipahami melalui analisis pemberdayaan dari perspektif pekerjaan sosial. Menurut Suharto (2005) pekerjaan sosial adalah sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial, termasuk pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat lemah dan kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti keluarga miskin, orang dengan kecacatan (ODK), komunitas adat terpencil (KAT). Fokus pemberdayaan menurut pekerjaan sosial adalah model yang berbasis pada kekuatan klien. Oleh karena itu, keluarga miskin memperoleh kekuatan diri diperlukan peluang dan kekuasaan dalam proses pemberdayaan.

(32)

5 menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri (to help people to help themselves), bekerja dengan masyarakat (working with people). Prinsip ini memberikan tekanan pada penggalian sumber -sumber dan kemampuan keluarga miskin. Kemampuan menumbuhkan inner power keluarga miskin.

Kemiskinan dapat dikurangi melalui proses pemberdayaan masyarakat yang didasarkan kerjasama antara keluarga miskin dengan pekerja sosial untuk mendorong berkembangnya kapabilitas individu dan masyarakat. Proses pemberdayaan dilaksanakan dengan memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah yang dihadapinya. Proses pemberdayaan diarahkan upaya keluarga miskin berperan aktif sebagai aktor dan pelaku untuk mencapai tujuan program yang telah dipilihnya. Keluarga miskin memperoleh kekuasaan untuk merencanakan, mengambil keputusan dan melaksanakan serta melakukan evaluasi kegiatan dalam mencapai keberdayaan masyarakat dalam keterlibatannya pada upaya-upaya pengembangan masyarakat.

Keberdayaan keluarga miskin dalam pengembangan masyarakat menjadi parameter keberhasilah dalam upaya pengembangan masyarakat pedesaan (lokal). Menurut Suharto (2005) Pengembangan Masyarakat Lokal (PML) merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial memfasilitasi masyarakat untuk menemukan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal berorientasi pada tujuan proses (process goal) dari pada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product). Setiap anggota masyarakat (termasuk keluarga miskin) bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat yang merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat lokal.

(33)

6 dalam menentukan kebutuhan sehingga dapat mencapai proses pemberdayaan, pembelajaran, dan pemanfaat an sumber daya lokal. Pekerjaan sosial merupakan profesi yang memiliki perhatian mendalam pada pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan yang menggunakan prinsip -prinsip yang sesuai dengan dinamika masyarakat.

Analisis pemberdayaan PPK menurut perspektif pekerjaan sosial dilaksanakan dengan mengevaluasi tujuan, proses dan hasil pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK. Dengan demikian indikator keberhasilan PPK dilihat dari analisis pekerjaan sosial tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui kelemahan -kelemahan sebagai penyebab kegagalan PPK dan keleb ihan yang dapat dilanjutkan serta dikembangkan dalam pemberdayaan keluarga miskin pedesaan di masa mendatang.

[image:33.612.128.509.406.618.2]

Hasil kegiatan desa yang didanai PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Kegiatan-Kegiatan yang didanai PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2001

No Desa Pengusul Kegiatan

1 Rawang Sari Gorong-gorong, Pengerasan jalan dan gorong-gorong 2 Mayang Sari Jembatan kayu, gorong -gorong dan pengerasan jalan 3 Sari Mulya Pengerasan jalan dan gorong-gorong

4 Sari Makmur Pengerasan jalan dan jembatan semi permanen 5 Sorek Dua Pelebaran Jalan, listrik diesel, sumur bor 6 Genduang Pengerasa jalan dan listrik diesel

7 Dungangan Listrik diesel dan listrik diesel 8 Betung Sumur gali dan listrik diesel 9 Terantang Manuk MCK dan sumur gali

10 Surya Indah Listrik diesel dan gedung SLTP

11 P alas Listrik diesel dan gedung SD Jarak Jauh 12 Beringin Indah Pengerasan jalan

13 Sialang Indah Pengerasan jalan dan gedung SMK Swadaya

14 Kemang Pengerasan jalan dan MCK

15 Meranti Pengerasan jalan dan MCK

Sumber: Laporan PPK tahun 2002

(34)

7 kegiatan yang didanai PPK. Usulan kegiatan telah diputuskan dalam MAD Sosialisasi, sehingga musyawarah desa hanya sebagai formalitas.

Keluarga miskin belum memiliki peluang dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan kegiatan ini. Penyebabnya adalah peserta MAD telah ditentukan dalam PTO PPK, sehingga keluarga miskin tidak hadir dalam musyawarah tersebut. Berkaitan dengan keputusan dalam MAD, Konsultan Manajemen (KM) Kabupaten dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Pelalawan mengatakan bahwa masyarakat desa masih memerlukan bantuan sarana fisik.

MAD Prioritas Usulan Kegiatan membahas dan memutuskan kegiatan yang didanai PPK. Musyawarah menggunakan prinsip kompetisi sehat. Desa-desa bersaing untuk memenangkan usulan kegiatan dalam musyawarah. Desa-desa competitor yang kalah tidak menerima bantuan. Jika ditelaah lebih lanjut, desa yang memenangkan kompetisi adalah desa yang masyarakatnya mampu menyusun rencana pembangunan.

Peran fasilitasi yang dilaksanakan oleh Fasilitaor Kecamatan (FK) dan Fasilitator Desa (FD) masih lemah. Menurut Huraerah (2004) sebagai seorang “community organizer”, pekerja sosial membantu masyarakat miskin agar dapat mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhannya, mengidentifikasi masalah dan mengembangkan kapasitasnya agar dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Hal ini dipahami bahwa masyarakat memiliki keunikan dan potensi yang dapat dikembangkan, dan pekerja sosial dapat menjadi fasilitator.

1.2.Masalah Penelitian 1.2.1. Justifikasi

(35)

8 transfer kekuasaan, dan belum ada perb aikan kualitas hidup keluarga miskin. Proses partisipasi belum melibatkan keluarga miskin secara langsung karena keluarga miskin hanya berperan sebagai tenaga upahan. Keluarga miskin belum mempunyai peluang dan kekuasaan untuk berperan dalam setiap tahapan PPK secara optimal, sehingga bantuan PPK yang diserahkan kepada masyarakat tidak berkelanjutan (unsustainable).

Berkaitan dengan hal tersebut, Kasi Pemberdayaan Masyarakat Des a Kecamatan Pangkalan Kuras menyatakan bahwa

“Meskipun masyarakat telah berjanji gotong royong pembangunan jalan lingkungan desa tidak ada perawatan, pasir dan batunya telah berserakan ke tepi jalan. Jembatan semi permanen, pegangan kayunya telah banyak yang rusak. Tetapi masyarakat masih memanfaatkan hasil proyek tersebut. Hasil bantuan PPK lainnya seperti diesel tidak dirawat dengan baik. Bahkan ada yang hilang”.

Kondisi ini terjadi di beberapa desa Kecamatan Pangkalan Kuras. Salah satu contoh adalah bantuan diesel bagi PPK di Desa Terantang Manuk. Kondisi diesel di Desa Terantang Manuk dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Kondisi Diesel Bantuan PPK di Desa Terantang Manuk

Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005

No Lokasi

bantuan Kondisi Sistem perawatan Keterangan

1 RT. 1 Rusak Tidak diperbaiki Digunakan 2

tahun

2 RT. 2 Rusak Tidak diperbaiki Digunakan 1.5

tahun

3 RT. 3 Hilang - Tidak diketahui

4 RT. 4 Baik, dimanfaatkan Gotong royong pemakai -

5 RT. 5 Baik, tidak dimanfaatkan

Disimpan di rumah Ketua

RT -

6 RT. 6 Rusak Tidak diperbaiki Di gunakan 2

tahun

7 RT. 7 Baik, dimanfaatkan Gotong Royong pemakai -

8 RT. 8 Hilang - Tidak diketahui

Sumber: Fasilitator Desa Terantang Manuk 2005

(36)

9 Desa Terantang Manuk sebanyak 2 (dua) unit atau hanya 25 % dari 8 (delapan) unit.

Data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, tentang proses dan hasil bantuan PPK, PPK belum berhasil meningkatkan kualitas hidup keluarga miskin. Keluarga miskin tetap dalam kondisi miskin. Seperti telah terungkap dari pernyataan keluarga miskin di atas.

Program pemberdayaan keluarga miskin yang efektif diperlukan analisis faktor penyebab kegagalan dan keberhasilannya. Penelitian ini dilaksanakan untuk memahami proses pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras.

1.2.2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah menganalisis program pemberdayaan keluarga miskin yang dilaksanakan oleh PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras menurut perspektif pekerjaan sosial. Pokok penelitian tentang pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK ditujukan pada proses pelibatan keluarga miskin dalam kegiatan PPK, transfer peluang dan kekuasaan, serta perbaikan kualitas hidup. Data yang diperoleh dari analisa program tersebut digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras.

1.2.3. Pertanyaan Penelitian

(37)

10

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1.3.1. Untuk memahami pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehid upan keluarga miskin Kecamatan Pangkalan Kuras .

1.3.2. Untuk memahami upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan di Kecamatan Pangakalan Kuras .

1.3.3. Untuk menganalis is PPK menurut perpektif pekerjaan sosial.

1.3.4. Untuk menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras.

1.4.Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1.4.1. Memberikan masukan strategis yang lebih efektif dan efisien kepada pemegang kebijakan program pemberdayaan keluarga miskin yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam perencanaan kegiatan pada program secara mandiri.

1.4.2. Memberikan evaluasi Program Pengembangan Kecamatan yang telah dilaksanakan dalam perspektif pekerjaan sosial yang ditujukan kepada pelaku PPK, pemerintah baik lokal maupun kabupaten, keluarga miskin serta pekerja sosial.

(38)

PENDEKATAN TEORITIS

2.1.Kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu fenomena sosial yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang atau kelompok atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar. Konsep kemiskinan sangat fenomenologis, karena merujuk pada bagaimana konsep itu didefinisikan. Pada kajian ini kemiskinan difahami sebagai kondisi yang dibuat oleh manusia, yakni terabaikannya upaya-upaya yang serius untuk menanggulangi kesenjangan karena terlalu mementingkan pertumbuhan ekonomi (Baswir, 2003).

Sayogyo (2002) membuat penggolongan atas tingkat pen ghasilan miskin dan cukup/mampu. Setelah itu, membandingkan tingkat pangan antara yang keluarga miskin dan keluarga yang mampu. Untuk masyarakat pedesaan garis kemiskinan ditetapkan pada penghasilan senilai 240 kg ekuivalen beras per orang setahun dan untuk rumah tangga kota senilai 360 kg/orang-tahun (50 % lebih tinggi). Di balik rata-rata 1.718 kalori pada rumah tangga desa di Jawa ditemukan perbedaan besar antara tingkat pangan dua golongan penghasilan itu: golongan cukup/mampu rata-rata mendapat 2.172 kalori dan 53,6 gram protein, sedangkan golongan miskin hanya 1.283 kalori dan 26,9 gram protein sehari-hari, atau: kontras cukup pangan, ukuran kalori maupun protein dan: kurang kalori dan protein.

Kemiskinan dapat dibedakan menurut kondisi keluarga miskin dalam kehidupannya sehari-hari yaitu: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural. Lebih jelas Suharto (1997: 74-75) mengelompokan jenis-jenis kemiskinan terdiri dari kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural.

(39)

12 tunggal maupun komposit, seperti nutrisi, kalori, beras, pendapatan, pengeluaran, kebutuhan dasar atau kombinasi beberapa indik ator. Untuk mempermudah pengukuran, indikator tersebut umumnya dikonversikan dalam bentuk uan g (pendapatan atau pengeluaran).

Kemiskinan relatif adalah keadaan kemiskinan yang dialami individu dan kelompok dibandingkan dengan kondisi umum suatu masyarakat. Jika batas kemiskinan 30.000 per kapita per bulan, seseorang yang memiliki pendapatan 75.000 per kapita per bulan sec ara absolut tidak miskin, namun apabila pendapatan rata-rata masyarakat setempat 100.000 per kapita per bulan maka secara relatif ia dik ategorikan miskin.

Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang mengacu kepada sikap, gaya hidup, nilai orientasi sosial budaya seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan (modernisasi). Sikap malas, tidak memiliki kebutuhan berprestasi (needs for achievement), fatalis, berorientasi ke masa lalu, tidak memiliki jiwa wirausaha.

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik, sosial, maupun ekonomi yang tidak memungkinkan terjangkau sumber-sumber penghidupan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Proses praktek monopoli, oligopoly dalam bidang ekonomi misalnya. Dicontohkan para petani tidak memiliki tanah sendiri atau hanya memiliki sedikit bidang tanah, para nelayan tidak mempunyai perahu.

Keluarga dikatakan miskin apabila sebuah keluarga memiliki ciri-ciri seperti rumah tidak layak huni, fisik anggota keluarga yang lemah, kerentanan, terisolasi dan tidak berdaya. Menurut Chambers (1983) ada lima ketidakberun tungan yang dimiliki oleh keluarga miskin, yaitu: rumah reot, fisik yang lemah (physical weakness), kerentanan (vulnerability), keterisolasian (isolation), dan ketidakberdayaan (powerlessness)

(40)

13 tidak memadai, sehingga keluarga miskin menghabiskan apa yang mereka peroleh pada hari itu juga.

Fisik yang lemah (physical weakness) disebabkan adanya rasio

ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga tersebut dengan anggota keluarga dewasa yang sehat dalam mencari nafkah. Ketergantungan anggota keluarga muda karena mereka belum dapat mencari nafkah dan anggota keluarga yang dewasa mempunyai kemampuan terbatas dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, jumlah anggota keluarga yang ditanggung anggota keluarga dewasa tidak sebanding dengan jumlah anggota keluarga muda. Anggota keluarga dewasa sedikit dan anggota keluarga muda lebih banyak. Akibat dari ketergantungan ini menyebabkan anggota keluarga miskin tidak dapat memenuhi kebutuhan baik pangan, sandang, kesehatan maupun perumahan yang layak.

Kerentanan (vulnerability) keluarga miskin berupa tidak memiliki cadangan berupa uang atau makanan untuk menghadapi keadaan darurat, sehingga akan menjual barang apa saja yang mereka miliki, utang kepada tetangga atau rentenir.

Keterisolasian (isolation) keluarga miskin disebabkan secara geografis atau tidak memiliki akses terhadap sumber informasi, misalnya pada saat diadakan pertemuan hanya kelompok elit desa yang hadir.

Ketidakberdayaan (powerlessness) keluarga miskin yang disebabkan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari rendahnya keterampilan, pendidikan dan kemauan untuk berubah. Faktor eksternal terdiri adanya tekanan-tekanan dari keluarga miskin, seperti: keluarga miskin tidak berdaya menghadapi rentenir atau orang-orang lain yang sering mengeksploitasi mereka dan aparat yang sering tidak ramah kepada mereka.

(41)

14 peluang baginya untuk memperoleh pekerjaan dan pendap atan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan dapat pula menimpa orang-orang yang secara sosial psikologis tidak mengalami hambatan pribadi. Perubahan sosial yang berlangsung di sekeliling kita dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak diharapkan baik yang langsung maupun tidak langsung menimbulkan berbagai permasalahan sosial.

Mata pencaharian kelompok miskin merupakan simpul dari jaringan ekonomi yang lebih luas, di luar batas-batas komunitas. Dari mulai kegiatan produksi, distribusi, dan pemasaran produk-produk manufaktur pertanian dan non pertanian. Kerentanan buruh dan petani kelapa sawit berawal dari posisinya di dalam jaringan -jaringan ini yaitu ketika uang tidak ada, tenaga kerja tidak ada, barang-barang lebih mahal, tempat beraktivitas tidak dikuasai, dan hubungan baik sangat terbatas.

2.1.1. Komunitas

Wilkinson (1970) memahami komunitas sebagai “kumpulan orang-orang yang hidup di suatu tempat (lokalitas), dimana mereka mampu membangun sebuah konfigurasi sosial – budaya dan secara bersama-sama menyusun aktivitas-aktivitas kolektif (collective action).” Warren dalam Fear & Schwarzweller (1985), secara sosiologis komunitas sebagai “kombinasi dari lokalitas (kawasan) dan unit-unit sosial (manusia dan kelembagaan sosial) yang membentuk keteraturan, dimana setiap unit sosial menjalankan fungsi-fungsi sosialnya secara konsisten sehingga tersusun sebuah tatanan sosial yang tertata secara tertib.”

(42)

15

2.1.2.

Modal Sosial

Walaupun keluarga miskin kurang berdaya dalam pemenuhan kebutuhan hidup, tetapi keluarga miskin masih ada kekuatan yang dapat dikembangkan melalui berbagai cara. Adapun kekuatan itu adalah modal sosial. Grootaer dan Bastelaer (2002) mengemukakan bahwa:

Social capital is assuming an increasingly important in the Word Bank’s poverty reduction strategy. The World Development Report 2000/2001 identities three pillars to that strategy: promoting opportunity, facilitating, emporwerment, and enhanc ing security. Building social capital is at the core of the empowerment agenda, together with promoting pro -poor institutional reform and removing social barriers. However, social capital is also critical asset for creating opportunies that enhance well-being and for achieving greater security and reduced vulnerability (World Bank 2001).

Salah satu strategi untuk mengurangi jumlah kemiskinan dunia dengan menggunakan modal sosial yaitu: memberikan kesempatan kepada keluarga miskin, kegiatan fasilitasi, pemberdayaan, dan meningkatkan keamanan. Mengembangkan modal sosial adalah mengagendakan pemberian kekuasaan kepada keluarga miskin, bersama-sama membuat kelembagaan yang berpihak kepada keluarga miskin dan menyingkirkan hambatan sosial. Selain itu, modal sosial digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial mereka dan mencapai kesuksesan dalam jaring pengaman serta mengurangi kerentanan.

2.1.3. Evaluasi Program

Menurut Agusta (2001) Evaluas i PPK (Program Pengembangan Kecamatan) disini dilaksanakan terhadap wacana normatif yang tercantum dalam aturan main program (pedoman umum, petunjuk pelaksanaan, manual teknis/petunjuk operasional), dan efektivitas dalam mencapai hasil (outcome) proyek/kegiatan. Dengan pandangan sistemis tersebut, evaluasi menghasilkan rekomendasi bagi perencanaan dan pelaksanaan program PPK. Menurut Owen (1999) mengevaluasi dampak sebuah program perlu meliputi:

(43)

16 have been spent wisely; (3) informing decisions about replication or extension of the program.

Menurut Agusta (2004) studi atas impak memberikan informasi tentang efek program terhadap kesejahteraan pemanfaat secara umum. Suharto (2005) menyatakan bahwa evaluasi dapat ditujukan untuk mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan, mengukur dampak yang terjadi pada kelompok sasaran, mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi diluar rencana. Menurut Bramley (1996) untuk mengevaluasi efektivitas program dilihat efektivitas perubahan individu, efektivitas perubahan tim, dan efektivitas perubahan organisasi.

Menurut Chambers (2000) mengukur efektivitas program dilakukan dengan mengukur tujuan kegiatan dengan kriteria ekonomi yang baku yaitu: Adequacy, Equity, and Efficiency. The center efficiency question is always whether there is a better (least costly, more cost effective) means to achieve a

given outcome. Dalam evaluasi program perspektif pekerjaan sosial akan dilihat eligibilitas program telah memadai sehingga dapat menjamin keberlanjutan program. Dalam efektifitas dapat dilihat bagaimana distribusi bantuan telah adil. Dan bagaimana tujuan akan dapat dicapai secara efisien (hemat biaya) dan efektifitas (ketepatan biaya) program b isa memuaskan semua pihak.

2.2.Pekerjaan Sosial

Menurut Suharto (2005) Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial, termasuk pemberdayaan masyarakat. Pekerjaan sosial adalah aktivitas kemanusiaan yang sejak kelahirannya sekian abad yang lalu telah memiliki perhatian yang mendalam pada pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat yang lemah dan kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin, orang dengan kecacatan (ODK), komunitas adat terpencil (KAT).

(44)

17 bukan bekerja untuk masyarakat (working for people), menunjukkan betapa pekerjaan sosial memiliki komitmen yang kuat terhadap pemberdayaan masyarakat.

Menurut Zastrow dalam Suharto (2005), pemberdayaan didefinisikan sebagai proses membantu individu, kelompok, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan personal, interpersonal, sosio ekonomi, dan politik, serta mengembangkan pengaruh terhadap perbaikan lingkungan mereka. Kegiatan tersebut berguna untuk meningkatkan kekuatan pada diri keluarga miskin (klien). Oleh karena itu, model berbasis pada kekuatan klien menekankan pada kemampuan, nilainilai, perhatian, keyakinan, sumbersumber, pencapaian -pencapaian, dan aspirasi-aspirasi orang yang menjadi klien pekerja sosial.

Proses pemberdayaan ini dapat ditransfer melalui peluang dan kekuasaan yang diperoleh dari struktur sosial di mana klien berada. Menurut Suharto (2005) kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan tergantung pada dua hal: (1) bahwa kekuasaan dapat berubah, jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; (2) bahwa kekuasaan dapat diperluas konsep ini menekankan pada pengertian tidak statis, melainkan dinamis. Sehingga pola hubungan antara kekuasaan dan struktur sosial dapat mempengaruhi keberhasilan proses pemberdayaan.

Menurut Suharto (2005) pekerjaan sosial adalah profesi kemanusiaan yang telah lahir cukup lama. Sejak kelahirannya sekitar 1800an (Zastrow, 1999; Zastrow, 2000; Shulman, 2000), pekerjaan sosial terus berkembang mengalami perkembangan sejalan dengan tuntutan perubahan dan aspirasi masyarakat. Namun demikian seperti halnya profesi lain (misalnya kedokteran, keguruan), fondasi dan prinsip dasar pekerjaan sosial tidak mengalami perubahan. Tan dan Envall (2000) menyatakan bahwa while social work explores changes and adapts to various demands … the basic integredients of social work must remain in the

changing tide.Selanjutnya Tan dan Envall mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai berikut:

(45)

18 behavior and social systems, social work intervences at the points where people interact with environtments . Principles of human rights and social justice are fundamental to social work.

Profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan masyarak at. Menggunakan teoriteori perilaku manusia dan sistem -sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik (atau situasi) dimana orang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip -prinsip hak azasi manusia dan keadilan sosial sangat penting bagi pekerjaan sosial (Suharto, 2005).

(46)

19 Pemberdayaan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan dalam pekerjaan sosial meliputi: pelaku yang terlibat dalam bekerjasama dan proses (partisipasi), sumber-sumber sebagai potensi yang mendukung (transfer kekuasaan kepada orang yang akan diberdayakan), dan efektivitas program pemberdayaan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial (perbaikan kualitas hidup).

Dubois dan Miley (1992) dalam bukunya Social Work: An Empowering Profession memberi beberapa cara atau teknik khusus yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat dengan: membangun relasi, komunikasi dan keterlibatan klien dalam pemecahan masalah.

Pemberdayaan masyarakat dengan membangun relasi pertolongan terdiri dari: merefleksikan respon empati; menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self-determination); menghargai keberbedaan dan keunikan individu; menekankan kerjasama klien (client partnerships).

Pemberdayaan masyarakat dengan membangun komunikasi dengan cara: menghormati martabat dan harga diri klien; mempertimbangkan keragaman individu; berfokus pada klien; menjaga kerahasiaan klien.

Pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan keterlibatan klien (keluarga miskin) dalam pemecahan masalah dengan cara: memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah; menghargai hak-hak klien; merangkai tantangan -tantangan sebagai kesempatan belajar; melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.

Para pekerja sosial melaksanakan teknik di atas untuk memberikan kekayaan dalam mendampingi keluarga miskin untuk berperan dalam setiap kegiatan program yang telah dipilih. Program yang dipilih didasarkan hasil relasi, komunikasi dan keterlibatan keluarga miskin serta konsistensi dalam pelaksanaan kegiatan program.

(47)

20 pemenuhan kebutuhan dan kemampuan untuk memperoleh penghasilan. Aspek kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan terdiri dari: kemampuan menjangkau sumber-sumber kesejahteraan sosial yang ada di sekitarnya. Aspek kemampuan kultural dan politik terdiri dari kemampuan dalam memahami proses kebudayaan yang berlangsung di sekitarnya. Sedangkan kemampuan politik adalah kemampuan untuk terlibat dalam proses pembelajaran politik di pedesaan.

2.3.

Pemberdayaan

Menurut Rappapot dalam Dubois dan Miley (1992) pemberdayaan adalah “a way that people, organizations, and communities gain mastery over their

lives”. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya. Dengan demikian rakyat didorong untuk mengelola kehidupannya dengan cara mereka sendiri. Sehingga rakyat sebagai bagian yang lebih luas dari komunitas secara terorganisasi dapat membantu komunitas yang bermasalah dapat diberdayakan. Pengaruh yang datang dari luar komunitas sebagai bagian yang dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak didapatkan dari dalam diri masyarakat tersebut.

Ife (1995) menyatakan bahwa increasing the power of the disadvantaged, it is necessary to look not only at what constitute power, but also at the nature of

disadvantage. Pemberdayaan dilakukan untuk memberikan kekuasaan kepada yang tidak beruntung agar mereka menjadi berdaya. Menurut Swift dan Levin dalam Suharto (2005) pemberdayaan menunjuk pada usaha realocation of power melalui pengubahan struktur sosial. Proses pemberdayaan mengutamakan adanya penempatan kekuasaan kepada keluarga miskin yang selama ini tidak mendapatkan kekuasaan dalam upaya pengembangan masyarakat.

(48)

21 kolaborasi dengan institusi dalam struktur sosial untuk mengatasi berbagai persoalan mereka.

Menurut Dubois dan Miley (1992) proses memberdayakan dan tujuan pemberdayaan menjadi orientasi professional pekerjaan sosial.:

The empowering process and the empowerment goal undergird social work’s professional orientation. The process and goal are reflected in the dual focus of the purpose of social work: to enable the system’s competence for mutually adaptive transactions with the environt and to enhance the humane responsiveness of social institutions and the availability of opportunies and resources. Social worker practice form an empowerment orientation to achieve empowered social system trough empowering social structure.

Tujuan dan proses merupakan refleksi tujuan pekerjaan sosial: menghubungkan sistem sosial untuk transaksi yang menguntungkan dalam penyesuaian dan meningkatkan respons manusia terhadap institusi sosial dan mendapatkan kesempatan serta sumberdaya. Hal ini dapat diperoleh melalui pemberdayaan yang diberikan struktur sosial dalam masyarakat. Struktur sosial dan politik memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk memberikan partisipasi dan terlibat dalam setiap program.

Payne (1997) mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan:

“To help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients ”.

Bahwa proses pemberdayaan dilakukan dengan membantu orang yang tidak berdaya untuk memperoleh kekuasaan dalam keikutsertaannya pengambilan keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.

(49)

22 yang dimilikinya agar dapat meningkatkan kehidupannya seperti meningkat pendapatan, membiayai anak-anak sekolah minimal wajib belajar sembilan tahun, memberi makan keluarga, membeli pakaian, memperbaiki rumah dan sebagainya.

Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kek uasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi (Okley dan Marsden, 1984). Kegiatan itu seperti perbaikan jalan, pembuatan sumur (pengadaan air bersih) pada musim kemarau dan sebagainya. Proses ini disebut kecenderungan primer.

Kedua yang disebut kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Antar kedua proses saling terkait. (Pranarka dan Vidyanandika, 1996). Libussi dan Maluccio (1986) menerjamahkan hal ini ke dalam praktek pekerjaan sosial dengan memandang kelayan sebagai mitra kolaboratif sebagai orang yang memiliki asset dan protensinya yang dianggap lebih sebagai sumber patologi.

Menurut Parsons, et. al (1994: 106), pemberdayaan sed ikitnya mencakup tiga dimensi yaitu: (1) Seb uah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar; (2) Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya-diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain (3) Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang -orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan (Suharto, 1997).

(50)

-23 pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan; (2) Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya (3) Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan; (4) Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata -pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan; (5) Sumber -sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan; (6) Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa; (7) Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi (Suharto, 2005).

2.4.

Partisipasi

Menurut Mubyarto (1985), partisipasi sebagai kesadaran untuk membangun berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Menurut Slamet (1992) dalam Sumardjo dan Saharudin (2003), untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi yaitu : (1) adanya kemampuan yaitu kemampuan individu atau kelompok untuk berbuat dalam sebuah kegiatan; (2) adanya kesempatan yaitu ruang yang diberikan kepada invidu atau kelompok untuk terlibat dalam kegiatan; (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi.

(51)

24 Partisipasi didasarkan adanya kemampuan dan peluang yang diciptakan dalam berbagai kesempatan yan g diberikan kepada masyarakat. Kemampuan seseorang digunakan untuk berpartisipasi pada setiap kegiatan. Namun demikian, kemampuan seseorang tidak bermanfaat, jika tidak ada peluang yang memberikan peran kepada seseorang untuk menjalankan peran pada setiap kegiatan. Indikator keberhasilan partisipasi didasarkan pada kemampuan masyarakat dalam meraih peluang dan menggunakan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan.

Ndraha (1990) membagi partisipasi sebagai berikut: (1) partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial. (2) dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya, (3) partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan, (4) partisipasi dalam pelaksanaan operasional; (5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan tingkatan hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan, tidak lepas dari hubungan dengan pihak lain. Adanya hubungan dengan pihak luar masyarakat lokal dalam pembangunan, tidak terlepas dari pertukaran sosial yang diberikan antara pihak luar (institusi pemerintah pembawa program) dan masyarakat (sebagai agency yang akan merubah dirinya sendiri). Menurut Mustafa (2003) bahwa hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya akan memperoleh imbalan. Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit), sehingga perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya akan menguntungkan.

(52)

25 merupakan perencanaan diatas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan desa dapat dilihat dari dua hal, yaitu: partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan.

Partisipasi dalam perencanaan. Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah dapat mendorong munculnya keterlibatan secara emosio nal terhadap program -program pembangunan desa yang telah direncanakan bersama. Sisi negatif perencanaan adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindarinya pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya su atu keputusan bersama.

Partisipasi dalam pelaksanaan adalah partisipasi individu atau kelompok (keluarga miskin) dalam melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan bersama. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga masyarakat sebagai objek pembangunan, di mana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi, dan tanpa keinginan untuk mengatasi masalahnya. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari. Salah satu akar masalah dalam pembangunan dewasa ini adalah berkembangnya mentalitas yang materialistik dan mentalitas ingin serba cepat (instant). Masalah lain adalah lemahnya sumberday a manusia dan etos kerja kelompok masyarakat tertentu (Adi, 2003).

2.5.Kerangka Pemikiran

(53)

26 masyarakat di sekitarnya dan dapat memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi dalam keluarga).

Keluarga miskin dalam berpartisipasi memerlukan beberapa hal yaitu: (1) kemampuan seperti keterampilan dan pendidikan untuk mendukung keluarga miskin dalam berpartipasi pada proses pemberdayaan masyarakat; (2) kesempatan dalam mempero leh kekuasaan untuk berperan dalam kegiatan seperti pemberian waktu dan peran dalam proses pelaksanaan sebuah program pemberdayaan; (3) kemauan untuk berubah seperti mempunyai semangat yang tinggi dan tidak malas yang dapat mendorong untuk berpartisipasi dalam proses pemberdayaan.

Hal-hal yang diperlukan keluarga miskin dalam proses transfer kekuasaan adalah (1) menentukan pilihan kebutuhan dan memperoleh kesempatan; (2) mendefinisikan kebutuhan; (3) menyampaikan ide; (4) mengakses lembaga-lembaga dan sumber-sumber; (5) melakukan aktivitas ekonomi. Untuk memperoleh kekuasaan, keluarga miskin sebagai agen perubahan memerlukan hal-hal seperti: (1) mengetahui kebutuhannya sendiri (pangan , sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain); (2) kemauan (motivasi); kemampuan (keterampilan -keterampilan yang dimiliki dalam berperan); (3) memiliki kedisiplinan dalam setiap kegiatan; (4) rasa percaya diri (keyakinan bahwa apa yang dilakukan akan berhasil jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh); dan (5) gaya hidup. Gaya hidup mempunyai pengaruh pada sikap dan performa keluarga miskin dalam menjadi perubah dirinya sendiri.

Bagaimana pemerintah lokal menjaga prinsip -prinsip PPK seperti keberpihakan terhadap keluarga miskin (program yang diperuntukan keluarga miskin); partisipasi (keterlibatan keluarga miskin dalam setiap kegiatan); transparansi, desentralisasi (disusun oleh masyarakat desa yang akan dibantu oleh PPK); kompetisi sehat (persaingan sehat); dan keterbukaan benar-benar memberikan kekuasaan kepada keluarga miskin untuk berpartisipasi aktif dalam proses pemberdayaan PPK.

(54)

27 kualitas hidup. Indikator keberhasilan ev aluasi ini adalah keluarga miskin mampu berp artisipasi, terjadinya proses transfer peluang dan kekuasaan, dan meningkatnya kualitas hidup.

[image:54.612.116.546.333.545.2]

Pemberdayaan keluarga miskin diharapkan meningkatkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan (ekonomi, pendidikan dan kes ehatan); meningkatkan kemampuan keluarga miskin untuk berperan dalam program pengembangan masyarakat (sosial); meningkatkan kemampuan keluarga miskin untuk keluar dari tekanan struktur sosial (tekanan kultural dan politik). Pemberdayaan keluarga miskin menurut perspektif pekerjaan sosial secara jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran pemberd ayaan keluarga m iskin menurut perspektif pekerjaan sosial

Keluarga Miskin (agency): - Kebutuhan - Kemauan - Kemampuan - Kedisiplinan - Rasa percaya diri - Gaya hidup Institusi Pemerintah:

Program anti kemiskinan

Mampu memenuhi kebutuhan Mampu berperan sosial Mampu keluar dari tekanan Pemberdayaan perspektif pekerjaan sosial:

-

Partisipasi

-

Transfer kekuasaan

-

Perbaikan kualitas hidup
(55)

METODE PENELITIAN

3.1.Lokasi dan Komunitas Subyek Kasus

Peneliti memilih Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan sebagai lokasi penelitian dengan fokus Desa Sialang Indah. Lokasi penelitian merupakan salah satu kecamatan yang menerima bantuan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) pada Phase I tahun 1998/1999 dan Phase III tahun 2005. PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras dinyatakan berhasil. Bantuan PPK seratus persen berupa pembangunan sarana fisik (seperti dikatakan Konsultan Menejemen Kabupaten Pelalawan dalam BAB I). Tetapi program ini tidak mampu meningkatkan pendapatan keluarga miskin, sehingga tidak dapat meningkatkan kesejahteraan sosial keluarga miskin.

Jumlah penduduk miskin Kecamatan Pangkalan Kuras berada di urutan keempat setelah Kecamatan Ukui, Bunut dan Pangkalan Kerinci sebagai Ibukota Kabupaten Pelalawan (BPS, 2004). Dengan demikian, terjadi kontradiksi antara tujuan PPK dengan kehidupan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras. berdasarkan banyaknya jumlah keluarga miskin di Kabupaten Pelalawan, maka bantuan laik diberikan kepada dua kecamatan yaitu Kecamatan Pangkalan Kerinci dan Kecamatan Bunut. Tetapi yang terjadi adalah Kecamatan Bunut tidak memperoleh bantuan berikutnya. Kecamatan ini dinilai gagal karena adanya penyelewengan dana bantuan PPK dan Kecamatan Ukui kalah dalam kompetisi.

(56)

29 miskin dalam pelaksanaan proses kegiatan, jenis kegiatan yang didanai Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan efektivitas program.

Potensi lokal dikaji pengaruhnya terhadap pengembangan program. Kegiatan penelitian ditujukan untuk menyusun program pemberdayaan keluarga miskin. Untuk memperoleh informasi, memakai metode wawancara (individu maupun kelompok), pengamatan peran serta dan penelitian dokumentasi. Hasil yang diharapkan adala h memahami peta sosial kecamatan dan peta sosial desa, memahami permasalahan (as esmen kebutuhan), kelemahan dan kelebihan PPK dan menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin yang tepat.

Komunitas Subyek Kasus adalah keluarga miskin yang bermukim di desa penerima bantuan PPK Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan. Untuk mempertajam analisis, keluarga miskin d ibagi dua kelompok yaitu keluarga miskin penduduk asli dan keluarga miskin penduduk tempatan (eks transmigrasi) yang telah lama tinggal di des a tersebut. Seperti diungkapkan oleh Kepala Desa Palas mengatakan bahwa:

“Keluarga miskin di sini terdiri dari orang-orang yang tidak mempunyai kebun kelapa sawit. Penyebab kemiskinan di sini berhubungan dengan sikap menunggu dan kurang rajin bekerja (malas). Kenyataan ini dapat dilihat antara pendatang dan penduduk asli di sini. Kami mengakui adanya perbedaan bahwa kemiskinan para pendatang dikarenakan oleh kenyataan bahwa karena pendapatannya kecil. Sedangkan kemiskinan warga kami adalah karena kurang kreatif dan tidak memiliki semangat yang tinggi seperti diperlihatkan oleh para pendatang. Di desa ini, para pendatang umumnya sukses karena pola hidup hemat”.

Karakteristik ini diperlukan untuk mengetahui sebab -sebab masalah, akibat dan pemecahan masalah yang dikonfirmasikan kepada keluarga miskin. Perbedaan sebab-sebab masalah dan akibat mempengaruhi pemecahan masalah yang ditawarkan oleh keluarga miskin. Penyusunan program dirancang untuk memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin untuk melaksanakan peran sebagai perencana, pelaksana dan pengevaluasi program.

(57)

30 yang sesuai dengan desain penelitian. Penen tuan informan ini representatif karena telah lama menyatu dengan aktivitas yang menjadi informasi, aktif dalam lingkungan, mempunyai banyak waktu untuk diwawancarai, informasi cenderung apa adanya berdasarkan realita. Prosedur pemilihan subyek kasus dilakukan dengan teknik snowball yaitu penentuan sampling dimulai dari informan kunci yang diminta menunjuk keluarga miskin yang menjadi subyek kasus dan keluarga miskin ini kemudian juga menunjuk teman-temannya yang lain sesuai dengan kriteria penelitian.

Peneliti menetapkan subyek kasus dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut: (1) Pengkaji berupaya memperoleh data awal melalui informan kunci (Kepala Desa, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras); (2) Melalui data tersebut pengkaji menetapkan satu nama sebagai subyek kasus; (3) Melalui nama yang dipilih tersebut, pengkaji berupaya memperoleh nama lain yang memenuhi kriteria dan seterusnya; (4) Setelah data/informasi dianggap jenuh, kegiatan snowballing dihentikan dan diperoleh beberapa nama untuk digunakan sebagai subyek kasus.

Penelitian difokuskan pada salah satu desa di Kecamatan Pangkalan Kuras yang memiliki keluarga miskin dan menerima bantuan PPK. Penelitian pengembangan masyarakat yang menganalis is pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK di lokasi tersebut, diharapkan menemukan program pemberdayaan keluarga miskin melalui PPK di masa mendatang.

3.2.Data dan Metode Pengumpulan Data

(58)
[image:58.612.129.517.159.635.2]

31 kondisi usaha ekonomi produktifnya, suasana relasi antar anggota keluarga miskin). Lebih lanjut daftar subyek kasus dan informan dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3 Daftar nama subyek kasus dan informan di Kecamatan Pangkalan Kuras:

No Nama Pekerjaan Subyek Kasus Informan

1 Suparjo Buruh X

2 Trioyono Buruh X

3 Sabar Buruh X

4 Sukirno Buruh X

5 Pardi Buruh X

6 Rukiyat Buruh X

7 Sutarjo Buruh X

8 Ahmad Buruh X

9 Budiman Buruh X

10 Drs. Ali Umar Ka BPMD Kab. Pelalawan

Gambar

Tabel 1 Kegiatan-Kegiatan yang didanai PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2001
Gambar  1. Kerangka pemikiran pemberdayaan keluarga miskin   menurut perspektif pekerjaan sosial
Tabel 3 Daftar nama subyek kasus dan informan di Kecamatan Pangkalan Kuras:
Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian  Pengembangan Masyarakat Di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan program Raskin menurut Bulog (2010) adalah untuk memenuhi sebagian kebutuhan pangan (beras) keluarga miskin dan sekaligus diharapkan dapat mengurangi beban

Penelitian tahun ke tiga (tahun 2012) ini menggarisbawahi perbaikan draf buku panduan pemberdayaan perempuan miskin melalui pengembangan kewirausahaan keluarga menuju

Dalam Pemberdayaan masyarakat fakir miskin melalui kelompok usaha bersama (KUBE) di Kecamatan Bintan Timur oleh Dinas Sosial Kabupaten Bintan sudah melakukan motivasi dengan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas program KUBE, mengetahui Efektivitas Program KUBE dalam Pemberdayaan masyarakat miskin dan untuk

Suhendi, Ahmad dan Syawie Mochammad, (2012): Pemberdayaan Keluarga Miskin Berbasis Komunitas Melalui Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (Studi di Desa

tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai “Pelayanan Sosial Bagi Keluarga Miskin Melalui Program Keluarga Harapan di Medan Baru”. Family

Tujuan program Raskin menurut Bulog (2010) adalah untuk memenuhi sebagian kebutuhan pangan (beras) keluarga miskin dan sekaligus diharapkan dapat mengurangi beban

Mekanisme pendistribusian beras miskin di Desa Suka Negeri menurut perspektif Ekonomi Islam belum efektif, terutama pada prinsip keadilan dan kepemilikan karena petugas raskin belum