• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

6.1. Partisipasi Keluarga Miskin dalam setiap Tahapan Kegiatan

Pekerjaan sosial memandang penting perlunya partisipasi keluarga miskin dalam proses pemberdayaan. Pusic dalam Suharto (1997) mengatakan bahwa:

Perencanaan tanpa memperhitungkan partisipasi masyarakat akan merupakan perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan desa dapat dilihat dari dua hal, yaitu: partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan.

Partisipasi keluarga miskin dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pada Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dianalisis kedalamannya pada setiap tahapan kegiatan . Aplikasi partisipasi keluarga miskin dalam setiap tahapan kegiatan ini menjadi bagian penting dalam proses pemberdayaan. Tinggi rendahnya partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan didasarkan besar kecilnya setiap peran yang dilaksanakannya. Selain itu, keberhasilan dan kegagalan proses partisipasi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat dan pendorong yang ada di dalam dan luar diri keluarga miskin.

6.1.1. Partisipasi dalam Perencanaan

Proses perencanaan dalam kegiatan PPK adalah MAD Sosialisasi hingga tahap penetapan usulan dalam MAD Prioritas Usulan Kegiatan. Kegiatan dimulai dengan Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi yaitu memberikan informasi tentang PPK kepada perwakilan desa di aula kecamatan. Peserta MAD Sosialisasi ditentukan PPK yaitu 6 orang terdiri dari kepala desa, 2 orang wakil dari BPD/nama lain yang sejenis, dan 3 orang tokoh masyarakat (minimal 3 dari keenam wakil tersebut adalah perempuan) dari semua desa di kecamatan dan anggota masyarakat lainnya yang berminat hadir. Keluarga miskin tidak termasuk sebagai peserta, karena tidak memperoleh undangan dalam MAD.

92 Setelah MAD Sosialisasi dilanjutkan MUSDES Sosialisasi dan penggalian gagasan pada tingkat dusun. Musyawarah desa dan penggalian gagasan tingkat dusun mempunyai tu juan untuk mengetahui rencana kegiatan desa. Pada tahap ini keluarga miskin dapat memberikan usulan-usulan, pendapat, dan sebagainya. Menurut data yang diperoleh dari Konsultan Manajemen Kabupaten Pelalawan masyarakat berpartitisipasi aktif.

Berdasarkan hasil pengamatan pada saat berlangsungnya MAD Sosialisasi dan Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi, usulan dan pendapat muncul dari orang-orang yang sudah terbiasa terlib at dalam pertemuan atau rapat. Orang-orang tersebut adalah aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan guru. Mereka adalah kelompok elit desa (masyarakat lapisan atas). Keluarga miskin (masyarakat lapisan bawah) kurang aktif dalam pertemuan. Kondisi ini menunjukkan kuatnya dominasi kelompok elit desa selama berlangsungnya musyawarah dalam menentukan program desa. Akibatnya program desa kurang dipahami masyarakat khususnya keluarga miskin. Penyebab lain kurang dipahami program karena peralatan kurang lengkap pada saat berlangsungnya musyawarah (seperti gambar dan fotokopi materi tidak dibagikan ke peserta).

MUSDES Khusus Perempuan dan MUSDES Perencanaan dilaksanakan hanya untuk memenuhi syarat penerimaan bantuan PPK, karena materi pembicaraan telah diperoleh dalam kegiatan MUSDES Sosialisasi. Peserta hadir dan menyetujui kegiatan yang telah dibicarakan dalam MUSDES Sosialisasi, sehingga tidak muncul keragaman usulan.

PPK mempunyai kelemahan antara lain: pertama, peraturan yang ada dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) mengesampingkan partisipasi keluarga miskin, karena peserta MAD tidak termasuk keluarga miskin. Kedua, kepala desa telah menentukan undangan untuk peserta pada kegiatan Musdes dan musyawarah tingkat dusun. Pada tahap ini, keluarga miskin tidak menerima undangan khusus sehingga tidak ada kesempatan untuk berpartisipasi dalam rapat. Peluang kehadiran keluarga miskin disebabkan adanya perintah Ketua RT setempat. Ketiga, minimnya peralatan standar yang digunakan untuk penyampaian materi.

93 Kelebihan PPK antara lain: pertama, kegiatan PPK melibatkan banyak orang sehingga pertanggungjawaban dan transparansi lebih terjamin pelaksanaannya. Kedua, setiap tahap PPK memberikan pelajaran kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan desa, masyarakat diarahkan pada kebiasaan-kebiasaan bermusyawarah.

PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan telah melaksanakan sosialisasi mulai dari MAD Sosialisasi, MUSDES Sosialisasi, pertemuan khusus perempuan, penulisan usulan, MAD Prioritas Usulan Kegiatan, pencairan dana tahap I, tahap II, tahap III, serta MUSDES pertanggungjawaban dan beberapa desa telah melaksanakan MUSDES serah terima (Laporan PPK tahun 2002).

Hasil analisis peluang dan kekuasaan keluarga miskin dalam berpartisipasi dapat dijelaskan bahwa keluarga miskin tidak memiliki peluang. Hal ini ditandai dengan keluarga miskin tidak menerima undangan secara khusus baik dari PPK maupun desa. Dalam rapat desa, keluarga miskin yang kebetulan hadir, mereka hanya sebagai peserta dan bukan terlibat dalam usul atau berpendapat. Dalam hal ini, keluarga miskin yang memiliki peluang dan kekuasaan dikarenakan diajak Ketua RT untuk menghadiri pertemuan desa bukan atas undangan khusus.

Peluang keluarga miskin dalam pengambilan keputusan tidak ada karena kegiatan ini didominasi oleh elit desa (kepala desa dan aparatnya, guru dan purnawirawan TNI dan POLRI). Hal ini dipengaruhi adanya struktur sosial dalam masyarakat desa yang tidak memberikan ruang dalam pengambilan keputusan. Kelompok elit desa memimpin dan menentukan kegiatan-kegiatan desa. Dengan demikian keluarga miskin belum memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam kegiatan PPK dimiliki oleh elit desa dan para pelaku PPK.

Faktor penyebabnya adalah pendidikan yang rendah (seperti telah dijelaskan dalam BAB IV), sikap pasrah, rendah diri dan kurangnya pengalaman keluarga miskin dalam kegiatan rapat. Sehingga dalam kegiatan rapat desa, keluarga miskin lebih banyak duduk diam dan mendengarkan saja.

94 Peluang dan kekuasaan keluarga miskin dalam pemanfaatan bantuan PPK hanya sebagai tenaga upahan. Keluarga miskin tidak memiliki kekuasaan untuk menikmati bantuan PPK, karena bantuan dinikmati oleh keluarga kaya dan elit desa. Penelitian menemukan bahwa meskipun PPK mempunyai prinsip keberpihakan kepada keluarga miskin, tetapi tidak secara tegas melibatkan keluarga miskin dalam kegiatan proyek. Hal ini seperti diakui oleh Syafwan sebagai KORWIL III untuk Wilayah Propinsi Riau dan Jambi bahwa

“PPK belum membuat program secara khusus untuk keluarga miskin disebabkan kebimbangan pada data mana yang dipakai. Apakah data dari BPS, Depsos, atau BKKBN. Masing-masing mempunyai parameter yang berbeda. Kedua adanya ketakutan pada masyarakat desa bahwa program untuk masyarakat semua harus mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sehingga PPK memilih untuk mempersiapkan masyarakat desa untuk membuat visi, misi dan pemetaan sosial yang akan dijadikan program desa. Dalam bantuan yang diberikan juga memberikan peluang kepada keluarga miskin untuk menerima bantuan itu, karena kegiatan yang didanai PPK harus dibutuhkan oleh keluarga miskin dan mendesak ”.

Pengalaman penelitian proses MAD, peserta yang hadir tidak aktif seperti yang digambarkan dalam laporan. Keaktifan peserta baru pada tingkat kehadiran dalam musyawarah. Ketentuan-ketentuan yang seharusnya ditentukan oleh peserta telah disiapkan oleh Fasilitator Kecamatan (FK). Hal ini tidak sesuai dengan prinsip partisipasi seperti yang tertulis dalam PTO. Kepala desa yang memberikan usulan adalah Kepala Desa Sialang, Kepala Desa Palas, Kepala Desa Kemang serta Lurah Sorek Satu (perempuan). Setelah peserta men entukan Unit Pengelola Keuangan Fasilitator Kecamatan tetap aktif dalam musyawarah. Kondisi tidak memberikan kekuasaan dan peluang dalam kegiatan perencanaan. Peserta mengambil keputusan dalam musyawarah telah diarahkan pada hasil yang diinginkan oleh Fasilitator Kecamatan. Inkonsistensi tujuan, prinsip dan pelaksanaan kegiatan ini membuat PPK hanya symbol bukan sarana dalam pemberdayaan keluarga miskin.

Berdasarkan pengamatan dalam pelaksanaan MUSDES Sosialisasi, setelah dibuka oleh protokol dan sambutan kepala desa, Fasilitator Kecamatan (FK) mendominasi sampai acara selesai. Meskipun Fasilitator Desa (FD) dan Tim

95 Pengelola Kegiatan (TPK) telah dipilih, tetapi FK tidak ada melimpahkan wewenang kepada FD dan TPK untuk melanjutkan acara. FD dan TPK tetap duduk di tempat semula. Alasannya pada hari itu FK harus menghadiri 2 (dua) kegiatan serupa, sehingga diupayakan untuk meminimalkan pertemuan.

Program yang diusulkan dalam pertemuan umumnya berasal dari ide tokoh masyarakat Ide yang disampaikan oleh tokoh masyarakat kemudian disetujui oleh peserta yang hadir, sehingga keluarga miskin belum memperoleh ruang peran dalam kegiatan perencanaan. Aparat dan tokoh masyarakat desa mendominasi pertemuan disebabkan oleh kurang efektifnya sosialisasi PPK, di mana sosialisasi yang dilaksanakan melalui pertemuan tanpa peralatan yang memadai.

Menurut perspektif pekerjaan sosial proses partisipasi keluarga miskin dalam tahapan perencanaan yang digagas oleh PPK menjadi faktor penghambat. Hambatan tersebut berupa: (1) keluarga miskin belum dapat berpartisipasi dalam perencanaan secara optimal dikarenakan oleh tidak memperoleh undangan khusus dalam rapat; (2) keluarga miskin yang berkesempatan hadir tidak memiliki pengalaman berbicara di depan umum dan tidak memiliki kemampuan untuk menyampaikan pendapat; (3) Pengambilan keputusan dalam kegiatan perencanaan selalu dipegang oleh otoritas setempat (kepala desa) melalui musyawarah.

Faktor yang mendorong keluarga miskin berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan adalah keluarga miskin menyadari bahwa program mempunyai nilai positip dan perlu didukung oleh semua pihak. Namun demikian, keluarga miskin masih menjadi objek dalam pemberdayaan dan bukan sebagai pelaku dalam dalam proses pemberdayaan. Proses pemberdayaan yang dilaksanakan oleh PPK, keluarga miskin belum berpartisipasi dengan baik. Para elit desa mendominasi kegiatan dari perencanaan hingga evaluasi program.

Pengalaman penelitian menemukan program kurang efektif disebabkan oleh peraturan yang membatasi partisipasi masyarakat seperti: jumlah undangan peserta, waktu dan jalannya proses sosialisasi serta pelaksanaan PPK di desa disusun berdasarkan persetujuan FK. Permasalahan tersebut mendorong kecilnya

96 kesempatan masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan secara utuh. Masyarakat hanya memiliki kesempatan hadir dalam pertemuan desa dan menyetujui program yang telah diusulukan para elit desa. Masyarakat belum memiliki akses yang besar terhadap PPK dalam menentukan kebutuhannya. Proses kegiatan perencanaan dapat dilihat pada Gamb ar 2

Gambar 2. Tahapan Kegiatan Perencanaan PPK

PELATIHAN KADER