• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi peningkatan daya saing industri pulp Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi peningkatan daya saing industri pulp Indonesia"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING

INDUSTRI PULP INDONESIA

ASEP HUSNI YASIN ROSADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Pulp Indonesia adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Bogor, Desember 2005 Yang membuat pernyataan

(3)

ABSTRAK

ASEP HUSNI YASIN ROSADI. Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Pulp Indonesia. Dibawah bimbingan E. GUMBIRA-SA’ID, ILLAH SAILAH, WASRIN SYAFII dan AMRIL AMAN.

Industri pulp merupakan industri yang prospektif di masa mendatang serta memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Hal tersebut diantaranya karena didukung oleh sumber bahan baku kayu kayu yang potensial. Meskipun demikian, industri pulp Indonesia masih menghadapi masalah daya saing. Kemampuan daya saing industri pulp Indonesia relatif belum teruji dibandingkan dengan industri pulp negara-negara penghasil pulp utama lainnya, seperti Kanada, Finlandia, Swedia, Rusia, Brazil dan Chili, terutama dalam hal pemanfaatan bahan baku, penggunaan faktor produksi dan pengelolaan dampak limbah yang dihasilkannya terhadap lingkungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan daya saing industri pulp Indonesia dibandingkan dengan industri pulp negara-negara penghasil pulp utama dunia lainnya, serta memberikan usulan berbagai strategi yang relevan untuk meningkatkan kemampuan daya saing tersebut. Kajian kemampuan daya saing dan usulan strategi peningkatan daya saing didasarkan kepada hasil analisa daya saing. Analisa daya saing dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode non-parametrik terutama DEA (Data Envelopment Analysis), OCRA (Operational Competitiveness Rating Analysis) dan metode yang dikembangkan khusus untuk penelitian ini, yaitu metode APD (Analisa Perbandingan Daya Saing). Hasil analisa menunjukkan bahwa dalam hal pemanfaatan bahan baku kayu untuk menghasilkan pulp, industri pulp Indonesia memiliki daya saing yang relatif rendah dibandingkan dengan Kanada, Finlandia, Swedia dan Chili, meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan Brazil dan Rusia. Dalam hal penggunaan faktor produksi, terutama penggunaan biaya produksi dalam memperoleh pendapatan pulp, industri pulp Indonesia memiliki daya saing yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan empat negara penghasil pulp utama lainnya yang telah mapan (Kanada, Finlandia, Swedia dan Rusia) tetapi relatif lebih rendah dibandingkan dengan dua negara Amerika Latin (Brazil dan Chili). Pada sisi lain, dalam hal pengelolaan dampak limbah yang dihasilkan, industri pulp Indonesia memiliki daya saing yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan Finlandia dan Kanada.

(4)

limbah yang dihasilkan industri pulp melalui penerapan audit lingkungan, pembangunan instalasi pengolah limbah yang memadai serta pemberian sanksi kepada pelaku industri pulp yang masih mencemari lingkungan.

(5)

ABSTRACT

ASEP HUSNI YASIN ROSADI. Strategy to Increase the Competitiveness of Indonesian Pulp Industry. Under the supervision of E. GUMBIRA-SA’ID, ILLAH SAILAH, WASRIN SYAFII and AMRIL AMAN.

Supported by a huge amount of raw materials, Indonesian pulp industry gives significant contribution to Indonesian economy and has a good prospect in the future. Nevertheless, the industry competitiveness still has many problems. Its competitiveness is still far below the other main pulp producers (Canada, Finland, Sweden, Russia, Brazil and Chile) especially for critical factors, such as using sources of raw material, optimizing capability in the production factors and managing pollutant impact to the environment.

This study was aimed at assessing the competitiveness of Indonesian pulp industry among the other main producers, and to give the suggestion of relevant strategies to increase its competitiveness. The assessment on competitiveness and suggested strategies are based on the results of its competitiveness analysis. The analysis used the non-parametric method, especially DEA (Data Envelopment Analysis), OCRA (Operational Competitiveness Rating Analysis) and a special method developed specially for this study, called CA (Competitiveness Analysis). The results of the analysis show that in utilizing the raw material, the competitiveness of the Indonesian pulp industry is relatively low compared to Canada, Finland, Sweden and Chile, but higher than Brazil and Russia. In using the production factors, Indonesian pulp industry has relatively higher competitiveness than the other four main established producers (Canada, Finland, Sweden and Russia) but relatively lower than the other two South American (Brazil and Chile). While in managing the industrial waste, the competitiveness of the Indonesian pulp industry is worse than Finland and Canada.

By taking into consideration the critical factors of the Indonesian pulp industry competitiveness toward the other six countries as the major pulp producers in the word, three major strategies can be applied to increase the competitiveness. The three main strategies being proposed are strategy in optimizing planted forest management, strategy in optimizing production cost and utilizing production capacity, and strategy in promoting awareness to stakeholders in managing environment.

(6)

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING

INDUSTRI PULP INDONESIA

ASEP HUSNI YASIN ROSADI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Nama : Asep Husni Yasin Rosadi

NIM : 995143

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira-Sa’id, MADev Dr. Ir. Illah Sailah, MSc

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, MAgr Dr. Ir. Amril Aman, MSc

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc

(8)

PRAKATA

Alhamdullilah, puji dan syukur dipanjatkan ke hadlirat Ilahi Rabbi, karena hanya dengan ridla dan ijin-Nyalah disertasi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi akhir jaman, Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya serta kaum muslimin sepanjang jaman.

Penyusunan disertasi ini, tidak lepas dari bantuan ikhlas yang telah diberikan oleh Komisi Pembimbing dan pihak-pihak lainnya. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H. E. Gumbira-Sa’id, MADev, Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, MAgr, Dr. Ir. Illah Sailah, MSc dan Dr. Ir. Amril Aman, MSc, sebagai Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing yang telah mengoreksi dengan teliti setiap tulisan yang diajukan penulis dari mulai proposal penelitian sampai setiap draft disertasi, sehingga penulis dapat belajar banyak mengenai penelitian, metodologi, substansi dan teknik penulisannya.

Ucapan terima kasih disampaikan juga untuk Dr. Ir. Irawadi Jamaran, Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, dan dosen-dosen pascasarjana TIP atas pelayanan konsultasi, ilmu dan wawasan yang telah mereka berikan; serta Dr. Ir. Anas M. Fauzi, MEng dan Dr. Ir. Sam Herodian, MS dari Dekanat Fateta atas dukungan pelayanan dan pengorbanan waktu dalam Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka.

Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc dari Fakultas Teknologi Pertanian IPB yang telah bersedia menjadi Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup, serta Dr. Ir. Bintang Charles Hamonangan, MSc dari Fakultas Kehutanan IPB dan Dr. Hariyatno Dwiprabowo, MSc, PLKom dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan yang telah bersedia menjadi Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, yang dengan kritis memberikan pertanyaan dan masukan-masukan yang sangat berharga untuk perbaikan disertasi.

Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan untuk Dr. Lukman Hakim, MSc dan Ir. Dyan Vidyatmoko, MSc dari Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi, Kedeputian PKT BPPT yang telah memberi izin dan dorongan semangat untuk mengikuti program S3; Kepala dan staf Pusdiklat BPPT yang telah memberi izin dan pembiayaan dalam mengikuti program S3; serta rekan-rekan pada Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi, Kedeputian PKT BPPT atas dukungan moril maupun material yang telah mereka berikan.

(9)

Program Studi Teknologi Industri Pertanian dan rekan-rekan dari program studi lain di Sekolah Pascasarjana IPB berbagai angkatan atas dukungan moral dan material yang telah mereka berikan. Begitu juga ucapan terima kasih disampaikan untuk staf administrasi, baik yang ada di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, di Sekolah Pascasarjana, serta di Sekretariat MMA IPB atas bantuan pelayanan administrasi, informasi, penyediaan ruangan dan peralatan lainnya. Tak lupa ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak lainnya yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung dalam penyelesaian disertasi ini.

Selain itu, penyelesaian disertasi ini tak lepas dari dukungan doa dan pengorbanan yang tak terhingga dari keluarga, terutama Ema dan Bapa (almarhum) di Garut yang setiap saat selalu mendoakan kebaikan untuk puteranya. Begitu juga untuk istriku Herni Hayati, serta anak-anaku Rifqi, Riza dan Hanief yang telah bersedia mengorbankan waktu dan perhatian dari suami/ ayah mereka. Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah mereka berikan. Amien. Akhir kata, penulis berharap semoga Disertasi dengan judul “Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Pulp Indonesia” yang merupakan bagian dari penyelesaian studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor ini bermanfaat dalam meningkatkan daya saing industri pulp Indonesia pada peta persaingan pulp dunia, serta bermanfaat dalam pengembangan keilmuan, terutama ilmu teknologi industri pertanian.

Bogor, Desember 2005 Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 28 Oktober 1966 sebagai anak tunggal pasangan H. Idji ZA (alm) dan Hj. W. Suryati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri ITB dengan bidang keahlian Kebisingan, dan lulus tahun 1993. Pada tahun 1996 melanjutkan Program Pascasarjana pada Sekolah Tinggi Manajemen PPM dengan konsentrasi Manajemen Keuangan, dan menamatkannya tahun 1998. Tahun 1999 penulis memperoleh beasiswa Proyek Pengembangan dan Peningkatan Kemampuan Personil (PPKP) dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melanjutkan program doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……… ii

DAFTAR GAMBAR……… iv

DAFTAR LAMPIRAN……… v

PENDAHULUAN ……….. 1

Latar Belakang ……….. 1

Permasalahan Industri Pulp Indonesia ……….. 4

Tujuan Penelitian ……….. 6

Ruang Lingkup Penelitian ..……… …….. 7

TINJAUAN PUSTAKA……… ……….. 8

Kondisi Daya Saing Industri Pulp di Negara-negara Penghasil Pulp Utama Dunia ………... 8

Perangkat Analisa Daya Saing Industri ………....…. 53

Strategi Peningkatan Daya Saing Industri ………. 71

METODOLOGI PENELITIAN ………. 84

Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian …….……… 84

Metode untuk Memperoleh Data Kondisi Daya Saing Industri Pulp Negara-negara Penghasil Pulp Utama Dunia ………..… ….……. 90

Metode dalam Melakukan Analisa Daya Saing Pulp … ….………. 93

Metode Perumusan Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Pulp …… 95

ANALISA DAYA SAING INDUSTRI PULP DI TUJUH NEGARA PENGHASIL PULP UTAMA DUNIA ………. 97

Analisa Perbandingan Daya Saing …….………..……. 100

Analisa Daya Saing Pemanfaatan Bahan Baku Kayu …….………. 103

Analisa Daya Saing Penggunaan Faktor Produksi …….……….. 106

Analisa Daya Saing Pengelolaan Dampak Lingkungan ……. 119

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI PULP …..…… 127

Penerapan Metode Formulasi Strategi dalam Peningkatan Daya Saing Industri Pulp Indonesia ..……….. .………. 128

Strategi Optimasi Pengelolaan HTI-Pulp .……… …. 139

Strategi Optimasi Penggunaan Biaya Produksi dan Pemanfaatan Kapasitas Produksi .……… ……….………. 158

(12)

KESIMPULAN DAN SARAN ..………… ………... 174

Kesimpulan …….….………. 174

Saran ……….. ……….. 176

DAFTAR PUSTAKA ………. 177

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Negara-negara penghasil utama pulp dunia tahun 2003 berdasarkan

kontribusi pasokan ….……….. 12

2. Luas areal hutan negara-negara penghasil pulp utama dunia ……… 22 3. Biaya bahan baku untuk menghasilkan satu ton pulp di tujuh negara

penghasil pulp utama dunia antara tahun 1999 sampai tahun 2003 …….. 39 4. Biaya energi untuk menghasilkan satu ton pulp di tujuh negara penghasil

pulp utama dunia antara tahun 1999 sampai tahun 2003 ………... 42 5. Biaya tenaga kerja untuk menghasilkan satu ton pulp di tujuh negara

penghasil pulp utama dunia antara tahun 1999 sampai tahun 2003 …….. 44 6. Harga jual satuan negara utama penghasil pulp ………. 45 7. Polutan yang ditimbulkan dalam pengolahan pulp ……… 46 8. Perbandingan berbagai perangkat analisa daya saing ……….. 56 9. Metode perumusan strategi dengan faktor kunci dan sasaran strategisnya 74 10. Perumusan strategi bersaing menurut Oral ……… 81 11. Hubungan antara tujuan penelitan, data yang dikumpulkan, sumber data,

metode memperoleh data, analisa data dan output ……… 88 12. Keterbatasan pada DEA dan OCRA dan metode baru yang diperlukan ... 99 13. Potensi dan pemanfaatan sumber bahan baku di tujuh negara utama

penghasil pulp ... 104 14. Daya saing pemanfaatan sumberdaya bahan baku setiap negara

penghasil utama pulp ………... 106 15. Biaya dan harga satuan faktor produksi tujuh negara penghasil pulp ... 107 16. Daya saing penggunaan faktor produksi setiap negara dengan

menggunakan DEA... 109 17. Perhitungan kinerja (ketidakefisienan) penggunaan sumberdaya produksi

dengan menggunakan OCRA ... 111 18. Perhitungan kinerja (ketidakefisienan) pembangkitan pendapatan dengan

menggunakan OCRA ………. 113 19. Daya saing (kinerja operasional) penggunaan faktor produksi dengan

menggunakan OCRA ………..…. 115

20. Kinerja masing-masing variabel dari pembangkitan output terhadap masing-masing sumberdaya input pulp faktor produksi setiap negara

dengan menggunakan APD ...………. 116 21. Daya saing penggunaan faktor produksi setiap negara dengan

menggunakan metode APD …….……… 118 22. Besarnya limbah dan produksi pulp yang dihasilkan oleh tiga negara

penghasil pulp antara tahun 1993 sampai tahun 2003 ………... 120 23. Daya saing pengelolaan limbah setiap negara dengan menggunakan

DEA ………..……… 122 24. Kinerja masing-masing variabel limbah sebelum mempertimbangkan

(14)

27. Pertumbuhan pasar pulp dari tujuh negara penghasil pulp ………. 131 28. Metode formulasi strategi dan keterbatasan penggunaannya dalam

peningkatan daya saing industri pulp …..……….. 134 29. Strategi yang dikembangkan berdasarkan faktor kritis dalam industri

pulp ………..……….. 137

30. Luas lahan dan realisasi tanaman HTI-pulp ……….. 143 31. Perkembangan persetujuan RPBI IPKH sampai Desember 2003 ………. 154 32. Rata-rata potensi Acacia mangium umur 5,5 tahun (diameter lebih dari 7

cm) pada uji provenans di Sumatera Selatan ………. 155 33. Rata-rata riap Acacia mangium umur 5,5 tahun pada uji provenans di

Sumatera Selatan ………... 156 34. Pemanfaatan kapasitas produksi pulp negara-negara utama dunia ……… 164 35. Strategi peningkatan skala produksi pabrik pulp berdasarkan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Besarnya limbah cair yang dihasilkan industri pulp di Kanada …………. 47

2. Besarnya limbah cair yang dihasilkan industri pulp di Finlandia ……….. 48

3. Penurunan limbah AOX yang dihasilkan industri pulp Swedia ………… 49

4. Besarnya limbah uap/gas yang dihasilkan industri pulp di Kanada …….. 50

5. Besarnya limbah uap/gas yang dihasilkan industri pulp di Finlandia …... 51

6. Penurunan limbah sulfur yang dihasilkan industri pulp di Swedia …….. 51

7. Penumpukan limbah padat (landfill) dari industri pulp di Finlandia ……. 52

8. Perumusan strategi secara komprehensif………... 76

9. Berbagai metode formulasi strategi………... 77

10. Stategi Generik………... 79

11. Matriks hubungan antara DFCA dan CGS………... 83

12. Empat tipe strategi dengan distribusi CP………... 83

13. Kerangka pemikiran konseptual penelitian ……… 87

14. Alur untuk memperoleh data daya saing industri pulp ……… 90

15. Alur analisa daya saing industri pulp ………... 94

16. Alur formulasi strategi peningkatan daya saing ……… 96

17. Posisi Indonesia dan negara lainnya dengan Matriks Grand Strategy … 132 18. Perkembangan luas areal HTI ……… 141

19. Perbandingan skala ekonomi antara pabrik pulp dengan pengelolaan hutan tanaman/ HTI ………... 148

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pertumbuhan ekonomi (PDB) beberapa negara ASEAN dari tahun 1996

sampai tahun 2004 ... 194

2. Kontribusi setiap sektor dalam PDB selama tahun 1996-2003 …………. 194

3. Kontribusi setiap subsektor industri pengolahan terhadap PDB selama tahun 2000-2003 ……… 194

4. Pertumbuhan setiap subsektor industri pengolahan selama tahun 2000-2003 ………... 195

5. Besarnya ekspor hasil industri selama tahun 2002 sampai tahun 2004 …. 195 6. Luas hutan di atas 50 ribu ha di beberapa negara ………. 195

7. Produksi pulp berbagai di berbagai negara ……….. 196

8. Ekspor pulp oleh berbagai negara ……… 198

9. Surplus (defisit) pulp di berbagai negara ……….. 200

10. Luas areal hutan sebagai pemasok kayu industri pulp tujuh negara utama 204 11. Perusahaan HTI-pulp dan area konsesinya ……… 205

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stabilitas dan pemulihan ekonomi di negara-negara ASEAN sudah mulai terjadi sejak tahun 1999. Negara-negara di kawasan ASEAN yang pada tahun 1997 mengalami krisis ekonomi mulai tumbuh dan bangkit kembali dari keterpurukan yang berkepanjangan. Malaysia yang mengalami krisis ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonominya menurun sebesar –7,4% tahun 1998, sejak tahun 1999 perekonomiannya sudah tumbuh kembali menjadi 6,1%. Begitu juga tahun 2000 pertumbuhan ekonominya meningkat menjadi 8,3%. Meskipun pada tahun 2002 hanya tumbuh sebesar 4,2%, namun tahun 2004 sudah kembali mencapai pertumbuhan sebesar 8,0%. Hal yang sama dialami oleh Thailand, tahun 1998 mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sebesar –10,5%, tahun 1999 sudah meningkat kembali menjadi 4,4%, tahun 2000 menjadi 4,6%, dan tahun 2003 serta tahun 2004 telah kembali mendekati angka 7%. Di lain pihak, Indonesia setelah mengalami pertumbuhan ekonomi menurun (negatif) sebesar – 13,1% pada tahun 1998, tahun 1999 hanya tumbuh sebesar 0,8% dan tahun 2001 sebesar 3,4%. Meskipun pada tahun 2002 tumbuh lebih tinggi menjadi 3,7%, tetapi pertumbuhan tersebut relatif stagnan pada angka sekitar 4%, yaitu sebesar 4,1% pada tahun 2003 dan 4,3% pada tahun 2004 (Sekretariat ASEAN, 2005).

(18)

Ditinjau dari sisi perekonomian nasional, pemulihan ekonomi suatu negara ditandai dengan adanya pertumbuhan positif dari pendapatan nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan PDB adalah pertumbuhan kumulatif dari sektor-sektor ekonomi yang mempengaruhi PDB. Secara umum, terdapat sembilan sektor ekonomi yang mempengaruhi besarnya pertumbuhan PDB di Indonesia, yaitu (1) sektor pertanian, kehutanan dan perikanan; (2) sektor pertambangan; (3) sektor industri pengolahan; (4) sektor listrik, gas, dan air; (5) sektor konstruksi dan perumahan; (6) sektor perdagangan, hotel dan restoran; (7) sektor transportasi dan komunikasi; (8) sektor keuangan dan bisnis; (9) serta sektor jasa lainnya (BPS, 2004).

Dibandingkan sektor lainnya, peran sektor industri pengolahan relatif lebih besar (BPS, 2004). Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB pada tahun 2003 mencapai 24,6 persen, sementara kontribusi sektor pertanian (urutan kedua) sebesar 16,6 persen dan kontribusi sektor perdagangan-hotel-restoran (urutan ketiga) sebesar 16,3 persen. Begitu juga untuk kurun waktu sebelumnya, peran sektor industri pengolahan terhadap PDB lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya dengan kontribusi sebesar 25,6 persen pada tahun 1996, 25,0 persen tahun 1998, 25,0 persen tahun 2002, dan 24,7 persen tahun 2004. Sebagai sektor yang memiliki kontribusi paling besar dalam perekonomian Indonesia, maka memacu pertumbuhan sektor industri pengolahan untuk meningkatkan kinerja ekonomi nasional merupakan pilihan yang rasional.

(19)

industri alat angkutan, mesin dan peralatan; serta (9) kelompok industri barang lainnya.

Kesembilan kelompok industri dalam industri pengolahan tersebut memiliki peluang untuk menggerakan roda perekonomian dan menghasilkan devisa. Meskipun demikian, terdapat beberapa kelompok industri tertentu yang memiliki peran besar terhadap perekonomian Indonesia di masa mendatang. Peran tersebut ditunjukkan diantaranya dengan kontribusi terhadap PDB, besarnya angka pertumbuhan serta besarnya nilai ekspor nettonya. Dengan memperhatikan kontribusinya terhadap PDB selama kurun waktu empat tahun terakhir, kelompok industri makanan, minuman dan tembakau merupakan kelompok industri dengan kontribusi terbesar (sekitar 11,4 persen) dari 24,7 persen kontribusi total industri pengolahan terhadap PDB (BPS, 2004). Kelompok industri dengan peran yang besar lainnya adalah kelompok industri pupuk, kimia dan produk karet dengan kontribusi 3,1 persen; kelompok industri peralatan transportasi dan permesinan dengan 1,9 persen; serta kelompok industri tekstil, kulit dan sepatu dengan 1,5 persen. Kelompok industri pengolahan lainnya seperti industri produk kayu, industri semen dan bahan galian, industri logam dasar dan industri kertas dan barang cetakan relatif memiliki konstribusi yang hampir sama, sekitar 0,7%.

Pada sisi lain, dengan memperhatikan besarnya angka pertumbuhan, terdapat beberapa kelompok industri yang memiliki pertumbuhan yang tinggi tahun 2003, yaitu kelompok industri pupuk, kimia dan produk karet dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 10,4% pertahun serta kelompok industri kertas dan barang cetakan dengan pertumbuhan sebesar 7,9% pertahun. Kelompok industri lainnya memiliki pertumbuhan rata-rata di bawah 5% (BPS, 2004).

(20)

milyar dan kelompok industri kertas serta barang kertas dengan nilai ekspor lebih dari USD 2,0 milyar (BPS, 2004). Pada sisi lain, berdasarkan besarnya nilai pertumbuhan ekspor, kelompok industri pulp dan kertas merupakan kelompok industri dengan pertumbuhan ekspor yang tinggi dalam kurun tahun 1999-2003. Besarnya pertumbuhan ekspor mencapai 10,7 persen, yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor rata-rata komoditas lainnya yang hanya 3,3 persen untuk kurun waktu yang sama (Deperindag, 2004).

Paparan di atas menggambarkan bahwa meskipun kontribusi kelompok industri kertas dan barang cetakan terhadap perekonomian nasional relatif masih kecil, tetapi kelompok industri kertas dan cetakan merupakan kelompok industri dengan prospek pertumbuhan dan kontribusi yang besar di masa mendatang. Prospek industri kertas dan barang cetakan yang besar tidak dapat dilepaskan dari dukungan dari industri pulp sebagai penyedia bahan baku utamanya.

Sebagai industri utama, industri pulp merupakan industri yang kokoh karena didukung oleh ketersediaan bahan baku kayu yang besar, proses produksi yang stabil serta pasar yang potensial. Dalam hal penyediaan bahan baku untuk pulp, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi persediaan kayu yang cukup besar di dunia karena memiliki areal lahan hutan serta lahan marjinal yang belum dimanfaatkan dalam jumlah yang luas. Indonesia memiliki hutan dengan luas mencapai 110 juta ha (Departemen Kehutanan, 2004a), yang merupakan negara peringkat kedelapan dengan hutan terluas di dunia setelah Rusia, Brazil, Kanada, Amerika Serikat, R.R. Cina, Australia dan Republik Demokratik Kongo (FAO, 2001). Selain itu, industri pulp juga didukung oleh sumberdaya produksi, seperti energi yang relatif lebih murah dan tenaga kerja yang banyak.

1.2. Permasalahan Industri Pulp Indonesia

(21)

(HTI-pulp) hanya dapat memenuhi kebutuhan bahan baku bagi sebagian perusahaan pulp saja. Realisasi penanaman HTI-pulp sejak tahun 1989 sampai tahun 2003 secara kumulatif baru mencapai 1,42 juta ha (Departemen Kehutanan, 2004a). Luas hutan tersebut terdiri dari hutan dengan kayu yang siap tebang dan hutan dengan kayu yang masih belum mencukupi usia tebang. Luas hutan dengan kayu yang sudah layak digunakan sebagai bahan baku pulp tahun 2004, mencapai 949 ribu ha. Luas hutan tersebut hanya mampu menghasilkan kayu setara dengan produksi pulp sebanyak empat juta ton pertahun. Pada sisi lain, produksi pulp Indonesia tahun 2004 lebih dari enam juta ton, sehingga secara netto, kayu yang tersedia dari lahan HTI-pulp belum mencukupi kebutuhan produksi pulp.

Masalah lain yang dihadapi oleh industri pulp Indonesia adalah semakin meningkatnya biaya untuk memproduksi pulp, meskipun pada periode sebelum tahun 2000-an biaya produksi tersebut relatif lebih murah (Ibnusantoso, 2000). Harga energi (bahan bakar minyak dan gas) setiap tahun dikurangi subsidinya, disesuaikan dengan harga pasar internasional. Begitu juga dengan biaya upah buruh yang setiap tahun terus meningkat. Hal tersebut membuat biaya produksi pulp juga terus meningkat. Pada sisi lain, dengan biaya transportasi (transport cost) dan upah buruh di bagian tanaman yang terus meningkat, menyebabkan

biaya penanaman kayu yang dikonversikan menjadi harga kayu berdiri (stumpage value) juga meningkat. Hal tersebut menyebabkan biaya kayu (log cost dan pulp

timber cost) juga semakin tinggi.

(22)

1.3. Tujuan Penelitian

Kondisi-kondisi yang dipaparkan di atas merupakan masalah-masalah yang dihadapi oleh industri pulp Indonesia secara serius. Sebagai salah satu negara eksportir utama pulp dunia, apabila masalah tersebut tidak segera ditangani, maka peran Indonesia dalam perdagangan pulp dunia juga akan menurun, karena semakin lemahnya daya saing produk pulp Indonesia terhadap negara lain. Meskipun industri pulp Indonesia memiliki peran yang cukup signifikan dalam peta produksi pulp dunia, tetapi peran tersebut belum didukung oleh daya saing yang memadai dibandingkan dengan industri pulp di negara–negara penghasil pulp utama lainnya. Peran industri suatu negara dalam perdagangan dunia ditentukan oleh daya saing industri negara tersebut dalam memanfaatkan semua sumberdaya yang dimilikinya (bahan baku, faktor produksi, teknologi, pengelolaan lingkungan dan lainnya) dengan efisien untuk menghasilkan produk (output) dengan kualitas yang baik dan harga yang kompetitif serta ramah lingkungan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing industri pulp Indonesia terhadap industri pulp negara lainnya, diperlukan kajian daya saing industri, terutama dalam hal sebagai berikut.

1. Kemampuan industri pulp dalam pengelolaan sumber bahan baku kayu. 2. Kemampuan mengefisienkan penggunaan bahan baku kayu, tenaga kerja

dan energi dalam proses produksi,

3. Kemampuan untuk memenuhi tuntutan global terhadap produk yang tidak mencemari lingkungan (clean production).

Kajian tersebut dapat mengukur posisi daya saing industri pulp Indonesia terhadap negara lainnya. Supaya kemampuan daya saing industri pulp Indonesia dapat ditingkatkan, maka diperlukan juga kajian untuk merumuskan strategi dalam meningkatkan atau mempertahankan daya saing industri pulp Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian dirumuskan tujuan sebagai berikut.

1. Membandingkan daya saing industri pulp Indonesia dengan industri pulp negara-negara utama lainnya;

(23)

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan paparan masalah yang dihadapi industri pulp Indonesia serta tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka terdapat beberapa hal yang menjadi lingkup dari kegiatan penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Industri yang diteliti adalah industri pulp, yang merupakan agregat dari perusahaan-perusahaan pulp (pulp mills) yang beroperasi di suatu negara. 2. Penelitian berfokus pada komparasi (perbandingan) daya saing industri

pulp antara negara-negara penghasil pulp utama dunia serta formulasi strategi peningkatan daya saing industri pulp Indonesia.

3. Perbandingan dilakukan terhadap faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap daya saing industri pulp.

4. Negara-negara penghasil pulp utama dunia ditentukan berdasarkan besarnya peran dari industri pulp negara tersebut terhadap pasokan pulp dunia.

5. Metode analisa daya saing dipilih dari berbagai metode daya saing yang telah luas dan banyak dijadikan rujukan dalam berbagai penelitian sebelumnya.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penentuan strategi peningkatan daya saing industri pulp dapat dirumuskan setelah terlebih dahulu dilakukan kajian dan analisa mengenai daya saing dalam industri pulp. Oleh karena itu, bahasan di bawah akan memaparkan berbagai pustaka yang berhubungan dengan kajian analisa daya saing industri dan kajian formulasi strategi peningkatan daya saing industri. Kajian analisa daya saing memerlukan pustaka yang berupa data mengenai kondisi industri pulp di berbagai negara penghasil pulp dunia serta berbagai metode perangkat analisa daya saing industri yang banyak digunakan. Pada sisi lain, kajian formulasi strategi peningkatan daya saing industri memerlukan pustaka mengenai berbagai metode yang digunakan dalam perumusan strategi peningkatan daya saing industri. Tinjauan pustaka kondisi industri pulp di berbagai negara penghasil pulp utama dunia dibagi dalam dua bagian, yaitu paparan mengenai entitas (negara) penghasil pulp utama dunia serta faktor penentu dalam daya saing industri pulp. Bahasan mengenai metode perangkat analisa daya saing industri, memaparkan berbagai perangkat yang digunakan dalam analisa daya saing, terutama metode non-parametrik. Pada sisi lain, bahasan mengenai strategi peningkatan daya saing industri, memaparkan berbagai metode dalam perumusan strategi peningkatan daya saing.

2.1. Kondisi Daya Saing Industri Pulp di Negara-negara Penghasil Pulp Utama Dunia

(25)

pesaingnya, maka dapat ditentukan strategi apa yang tepat agar entitas tersebut dapat bertahan atau memenangkan persaingan.

Terdapat beberapa definisi daya saing yang telah dikembangkan. Definisi daya saing ada yang lebih berorientasi hasil (output), ada yang berorientasi sumberdaya (input), ada juga yang berorientasi proses, bahkan ada yang merupakan kombinasi dari ketiganya. Beberapa definisi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

1) Daya saing adalah proses bagi suatu entitas supaya dapat mengungguli lainnya (Khalil, 2000).

2) Daya saing adalah derajat dimana setiap negara, dalam kondisi pasar bebas dan adil, dapat menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, sambil secara simultan dapat meningkatkan pendapatan riil penduduknya (Council of Competitiveness, 1994 dikutip dari Khalil, 2000).

3) Daya saing adalah kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang baik dan ongkos produksi yang rendah, sehingga pada harga-harga di pasar internasional tetap dapat diperoleh laba yang mencukupi, serta dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan produksinya (Simanjuntak, 1992) dan mampu memperpanjang pertumbuhannya (Toh dan Tan, 1998). 4) Daya saing adalah kemampuan menerapkan strategi penciptaan nilai yang

tidak diterapkan serta tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain (Vastag, 2000). 5) Daya saing adalah kombinasi antara hasil akhir (tujuan/ misi) dengan upaya

(strategi/ kebijakan) untuk mencapainya (Porter, 1980).

6) Daya saing adalah kombinasi antara tujuan atau competitive strategic goal dengan faktor yang menentukan keberhasilan atau determinant factors of competitive advantage (Li dan Deng, 1999).

(26)

dari pesaing dalam menggunakan sumberdaya/ produksi (input) untuk menghasilkan barang/ jasa (output) dengan kualitas dan harga yang kompetetif.

Untuk mengetahui daya saing suatu entitas terhadap entitas lainnya, maka dilakukan analisa daya saing. Analisa daya saing memerlukan tiga hal, yaitu entitas (unit) yang terlibat dalam persaingan (para pesaing), faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing (faktor input dan output), serta perangkat yang digunakan dalam mengukur kemampuan persaingan. Pertama, entitas atau unit yang terlibat persaingan dalam persaingan industri pulp antar negara terdiri dari negara-negara yang memiliki dominasi kuat dalam peta pasokan dan perdagangan pulp dunia. Kedua, faktor yang mempengaruhi daya saing adalah faktor-faktor yang memiliki peran besar sebagai faktor-faktor penentu (faktor-faktor kunci) keberhasilan daya saing industri pulp. Faktor kunci keberhasilan daya saing berupa faktor yang digunakan sebagai sumberdaya (input) serta faktor-faktor yang dihasilkan (output) yang berupa produk (barang atau jasa). Ketiga, perangkat untuk mengukur kemampuan persaingan dilakukan dengan menggunakan metode yang banyak digunakan dalam pengukuran daya saing.

2.1.1. Entitas/ unit (negara) penghasil pulp utama dunia

(27)

Besarnya produksi pulp suatu negara belum memberikan gambaran mengenai peran negara tersebut terhadap kebutuhan pulp dunia. Peran terhadap kebutuhan pulp dunia, selain dipengaruhi oleh besarnya produksi juga dipengaruhi oleh besarnya kelebihan pasokan pulp serta besarnya ekspor pulp dari negara yang bersangkutan. Kelebihan pasokan (surplus) pulp menunjukkan perbedaan antara pulp yang dihasilkan (produksi) dengan pulp yang dibutuhkan (konsumsi) oleh negara yang bersangkutan. Semakin besar nilai kelebihan pasokan, semakin besar peran negara tersebut untuk memasok kebutuhan pulp negara lain. Pada sisi lain, besarnya ekspor pulp suatu negara selain menunjukkan bahwa produk pulp merupakan komoditas penting bagi negara tersebut dalam menghasilkan devisa, juga memberi gambaran mengenai besarnya pasokan pulp dari negara tersebut dalam memenuhi kebutuhan pulp negara lain.

Berdasarkan angka kelebihan pasokan (surplus) pulp, negara yang memiliki kelebihan pasokan pulp terbesar di dunia adalah Kanada dengan kelebihan rata-rata sekitar 11 juta ton pertahun (FAO, 2004). Negara-negara yang memiliki kelebihan pasokan pulp di atas satu juta ton pertahun lainnya adalah Swedia, Finlandia, Brazil, Chili, Indonesia dan Rusia. Selain itu, terdapat negara-negara dengan kelebihan pasokan pulp di atas 400 ribu ton pertahun, diantaranya adalah Afrika Selatan, Portugal, Selandia Baru dan Norwegia. Pada sisi lain, negara-negara penghasil pulp yang besra di dunia seperti Amerika Serikat, R.R. Cina dan Jepang juga merupakan negara-negara yang kekurangan pasokan (defisit) pulp terbesar di dunia. Kebutuhan (konsumsi) pulp negara-negara tersebut lebih besar dari produksi. Setiap tahun, R.R. Cina kekurangan pasokan pulp sekitar enam juta ton, Jepang kekurangan sekitar dua juta ton dan Amerika Serikat sekitar satu juta ton.

(28)

Dengan memperhatikan peran negara-negara penghasil utama pulp dunia terhadap kebutuhan pulp dunia, ditunjukkan bahwa ada tujuh negara yang memiliki peran besar dalam pasokan pulp dunia ditinjau dari besarnya produksi, kelebihan pasokan dan besarnya ekspor, yaitu Kanada, Finlandia, Swedia, Brazil, Chili, Rusia dan Indonesia. Negara-negara tersebut rata-rata memproduksi, memiliki surplus serta mengekspor pulp dalam jumlah yang besar, lebih dari satu juta ton pertahun. Angka satu juta ton pertahun sebagai indikator yang menunjukkan besarnya peran negara-negara tersebut terhadap pasokan pulp dunia. Kontribusi negara-negara penghasil utama pulp dunia berdasarkan besarnya produksi, kelebihan pasokan dan ekspor ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Negara-negara utama pulp dunia tahun 2001 sampai 2003 berdasarkan kontribusi pasokan (dalam juta ton)

Surplus Produksi Ekspor

2001 2002 2003 2001 2002 2003 2001 2002 2003

Kanada 10.80 11.67 10.92 24.91 25.56 26.00 11.07 11.94 11.39

Swedia 2.60 2.90 2.91 11.39 11.71 12.10 2.91 3.28 3.30

Finlandia 1.57 2.02 2.25 11.17 11.73 11.95 1.70 2.11 2.39

Brazil 2.95 2.16 2.16 7.39 7.39 9.10 3.25 2.58 2.58

Chili 2.14 2.12 2.10 2.67 2.69 2.76 2.17 2.15 2.11

Indonesia 1.13 1.65 1.82 4.67 4.97 5.59 1.70 2.25 2.38

Rusian 1.68 1.76 1.77 6.02 6.38 6.61 1.72 1.80 1.81

Portugal 0.82 0.82 0.83 1.81 1.93 1.94 0.98 0.96 0.96

Afrika Selatan 0.14 0.16 0.45 1.90 1.90 1.80 0.19 0.22 0.51

Norwegia 0.40 0.39 0.41 2.27 2.17 2.26 0.50 0.49 0.51

Spanyol 0.06 -0.08 0.05 1.73 1.73 1.91 0.80 0.72 0.83

Thailand 0.02 -0.17 -0.17 1.00 1.00 0.99 0.34 0.19 0.19

India -0.18 -0.22 -0.23 2.60 2.95 3.21 0.03 0.03 0.03

Austria -0.18 -0.26 -0.25 1.54 1.56 1.63 0.33 0.32 0.30

Australia -0.27 -0.31 -0.32 1.21 1.39 1.17 0.00 0.00 0.00

AS -1.13 -1.10 -0.98 53.03 52.91 52.54 5.51 5.48 5.11

Perancis -1.77 -1.74 -1.71 2.46 2.43 2.32 0.45 0.49 0.46

Jepang -2.49 -2.32 -2.16 10.74 10.66 10.52 0.09 0.11 0.17

Korea Selatan -2.31 -2.52 -2.45 0.55 0.53 0.52 0.00 0.00 0.00

Jerman -3.44 -3.70 -3.81 2.10 2.15 2.45 0.43 0.52 0.47

R.R. Cina -5.42 -5.75 -6.43 18.38 18.38 18.38 0.04 0.05 0.05

Sumber : FAO (2004)

(29)

kelompok negara produsen pulp tetapi kekurangan pasokan pulp dalam jumlah yang besar. Ketiga negara tersebut menggunakan hampir seluruh produksi pulp mereka untuk kebutuhan dalam negeri.

2.1.2. Faktor penentu daya saing industri pulp

Terdapat berbagai pandangan untuk menentukan faktor apa saja yang dijadikan sebagai indikator dalam menentukan daya saing industri/ negara. Pandangan-pandangan tersebut memamparkan mengenai faktor-faktor penentu daya saing antar negara/ kawasan dan daya saing indsutri. Beberapa pandangan tersebut adalah sebagai berikut.

Daya saing antar negara/ kawasan

1. Sebagai faktor dalam mengukur daya saing, Council of Competitiveness Amerika Serikat (Khalil, 2000), mengembangkan empat bagian piramida daya saing yang merupakan ukuran dalam daya saing suatu negara, yaitu investasi, produktivitas, perdagangan dan kualitas hidup.

2. Untuk mengukur daya saing kawasan/ regional, Department of Trade and Industry (2001) Inggris menggunakan 14 indikator (faktor) yang dikelompokan dalam lima bagian. Keempat belas indikator tersebut adalah GDP dan pendapatan rumah tangga, produktivitas pekerja sektor manufaktur, pendapatan tambahan, investasi dan output manufaktur, besarnya ekspor barang, pendapatan rata-rata tenaga kerja, jumlah tenaga kerja, banyaknya pengangguran, banyaknya lulusan pendidikan dan kejuruan, besarnya investasi dalam SDM, kemampuan wirausaha, tingkat daya hidup, intensitas dan besarnya pekerjaan litbang di industri teknologi tinggi, biaya transportasi dan biaya industri properti.

(30)

sisi lain, hal yang akan mengurangi kemampuan daya saing negara adalah adanya devaluasi, kartel, keamanan produk dan lingkungan yang tidak terjaga, kesepakatan pemasaran bersama, promosi bersama antar perusahaan dan peningkatan kontrak pertahanan.

4. Indikator daya saing dalam pengembangan suatu teknologi antar negara adalah pendanaan, organisasi, penelitian dan pengujian, standar dan arsitektur sistem, sosialisasi dan pemasaran, institusional dan isu hukum, serta perencanaan (French et al., 1994).

Daya saing antar industri/ perusahaan

Daya saing suatu negara sebagain besar tergantung dari daya saing industri dan perusahaan yang ada dalam batas wilayahnya. Daya saing perusahaan tergantung kepada kemampuan perusahaan tersebut dalam menghasilkan barang atau jasa dengan lebih efisien dibandingkan pesaing. Daya saing tergantung kepada kemampuan perusahaan dalam mengelola ide dan sumberdaya yang dimilikinya dengan biaya yang efektif untuk mencapai tujuan serta menciptakan produk atau jasa yang sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan pelanggannya. 1. Daya saing perusahaan terdiri dari serangkaian karakteristik yang khas.

(31)

2. Upaya untuk mencapai hasil akhir yang merupakan indikator daya saing, digambarkan oleh Porter (1985) sebagai roda strategi bersaing. Roda strategi bersaing bukan hanya merupakan upaya produksi saja (manufacturing, lini produk serta penelitian dan pengembangan), tetapi melibatkan keuangan, pemasaran dan target pasar, penjualan, distribusi, pengadaan dan pembelian barang serta tenaga kerja. Dalam merumuskan kemampuan dan strategi bersaing, ada beberapa hal yang harus dijawab, yaitu apa yang sedang dilakukan perusahaan sekarang, bagaimana dengan kondisi lingkungan (analisa industri, pesaing, sosial-politik, dan kekuatan-kelemahan relatif), dan apa yang seharusnya dilakukan perusahaan. Porter (1980) kemudian mengembangkan lima kekuatan dalam analisa struktur industri, yang dikenal sebagai Lima Kekuatan (Five Forces) yaitu intensitas persaingan dalam industri, tantangan pendatang baru, tekanan produk substitusi, daya tawar pembeli dan daya tawar pemasok. Dari lima kekuatan di atas terdapat tiga strategi dasar keberhasilan, yaitu kepemimpinan biaya (overall cost leadership), diferensiasi (differentiation) dan fokus (focus).

3. Dalam memproduksi suatu komoditi dengan target pasar internasional dimana harga produk di pasar merupakan harga yang sudah tertentu (given), dan produsen hanya menerima harga (price taker), Simanjuntak (1992) mengkaji daya saing dari sisi produksi (ongkos produksi dan mutu produksi) dengan mengembangkan dua indikator daya saing, yaitu ROI (return on investment) sebagai indikator finansial dan Biaya Sumber Daya Domestik (BSD) sebagai indikator ekonomi.

4. Daya saing untuk industri di masa mendatang dengan persaingan global lebih banyak ditentukan oleh indikator teknologi (kemampuan inovasi) dan kerjasama (Yeager 1997). Ada tiga hal di abad 21 yang harus dihadapi agar perusahaan tetap dapat bertahan hidup yaitu populasi penduduk yang tumbuh dengan cepat, keterbatasan sumberdaya alam yang tersedia dan masalah lingkungan. Sebagai solusinya, maka inovasi harus terus dilakukan karena merupakan jalan untuk tetap bertahan hidup.

(32)

cara untuk membandingkan faktor kunci sukses yang dimiliki perusahaan terhadap faktor yang dimiliki perusahaan lain dengan pasar atau industri yang sama, dan benchmark keuangan merupakan hal paling mendasar dan paling jelas.

6. Indikator daya saing tidak hanya hal yang berhubungan dengan biaya tetapi juga kegiatan non-biaya seperti fleksibilitas dari sasaran strategis (Li dan Deng, 1999). Terdapat beberapa faktor yang berperan penting, seperti pengembangan teknologi, kontrol harga/ biaya, organisasi dan manajemen, posisi industri, kebijakan dan kondisi lingkungan, formasi keunggulan baru, keunggulan sekarang, serta pencapaian pertumbuhan dan keuntungan.

7. Indikator penting dalam penentuan daya saing terdiri dari dua hal, yaitu keuntungan (profit) dan pangsa pasar (Martin et al., 1991). Dua indikator di atas ditentukan oleh empat faktor yang berpengaruh dalam daya saing, yaitu faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh setiap perusahaan (strategi, produksi, pemasaran, teknologi, pelatihan, litbang, organisasi, biaya dan jaringan); faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh pemerintah (pajak, tingkat suku bunga, nilai tukar, kebijakan perdagangan, kebijakan litbang nasional, pendidikan dan pelatihan, jaringan kerjasama antar institusi, regulasi dan penetapan standar nasional untuk industri); faktor-faktor yang dikendalikan secara quasi (quasi-controllable) yaitu faktor-faktor yang berada diluar kemampuan perusahaan dan pemerintah untuk mengendalikannya seperti perdagangan global/ internasional; serta faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan (musibah yang ditimbulkan oleh lingkungan alam dan kondisi iklim).

8. Indikator sebuah perusahaan memiliki daya saing yaitu apabila perusahaan tersebut menerapkan strategi penciptaan nilai yang tidak diterapkan serta tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain, dengan sumber daya yang dimiliki haruslah bernilai dan tidak dapat disubstitusi, berperan dalam peningkatan kemampuan perusahaan, jarang/ khas, sulit untuk direplikasi karena tacit (berbasis keahlian atau SDM yang intensif) dan kompleks secara sosial (Vastag, 2000).

(33)

(Tremblay, 1994). Untuk kasus industri pulp dan kertas di negara industri (Kanada) dan negara berkembang (India), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kapabilitas teknologi yang tercermin dalam sistem organisasi mampu menghasilkan pertumbuhan produktivitas, tetapi kapabilitas teknologi yang tercermin dalam sumber daya manusia tidak menunjukkan korelasi positif terhadap pertumbuhan produktivitas.

10. Perubahan daya saing perusahaan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari faktor tingkat pertumbuhan total relatif dan keefektifan biaya relatif (Oral et al., 1999). Perusahaan dapat meningkatkan daya saing terhadap pesaing dengan meningkatkan faktor pertumbuhan produktivitas totalnya lebih cepat dari pesaing, atau menjadi lebih efektif mengelola biaya input, atau keduanya. 11. Perbandingan antara perusahaan sejenis dalam hal peningkatan penjualan dan

laba menunjukkan daya saing perusahaan dari pesaing. Daya saing suatu perusahaan dapat lebih baik karena perusahaan tersebut mampu mengembangkan core product atau produk inti dan core competence atau kompetensi inti (Prahalad dan Hamel, 1990). Kompetensi inti merupakan pembelajaran kolektif dalam organisasi, terutama dalam hal koordinasi berbagai keahlian produksi dengan integrasi dan harmonisasi berbagai aliran teknologi. Pada sisi lain, produk inti merupakan perwujudan dari satu atau lebih kompetensi inti.

12. Indikator penting daya saing adalah identifikasi kompetensi inti dan maksimisasi nilai tambah (Lakhal et al., 1999). Hal yang penting dalam kompetensi inti adalah jaringan bisnis antar perusahaan atau jaringan perusahaan (network company).

13. Hubungan antara struktur kepemilikan dan pertahanan manajemen yang berupa self serving, menghindari resiko, dan komitmen jangka pendek sebagai faktor-faktor kunci yang berkonstribusi atau penghambat dalam daya saing perusahaan (Gadhoum, 1999).

(34)

15. Peningkatkan daya saing industri di pasar internasional yang sering dilakukan adalah dengan cara peningkatan produktivitas, kualitas produk dan sistem operasi (Elzinga et al., 1995).

16. Operasionalisasi suatu unit produksi yang mengubah sumber daya menjadi output berupa barang dan jasa merupakan komponen penting dari daya saing. Efesiensi dalam kegiatan penggunaan sumber daya dan menghasilkan barang/ jasa untuk memperoleh keuntungan mencerminkan daya saing satu unit perusahaan/ organisasi/ negara (Parkan, 1994).

17. Indikator penting dalam daya saing yaitu kesepadanan (commensurability), kesamaan (monotonicity), maksimisasi pendapatan, minimalisasi biaya dan maksimisasi keuntungan (Agrell dan West, 2001).

18. Indikator untuk menentukan daya saing dilakukan dengan mengukur kinerja faktor produksi seperti siklus deliveri yang pendek, pengembangan produk baru yang cepat, fleksibilitas dalam perubahan volume, dan biaya yang rendah (Skiner, 1974; Vokurka, 1998).

19. Indikator daya saing diantaranya diukur dari kinerja manajemen sumber daya manusia terutama komitmen manajemen puncak, komunikasi tujuan, pelatihan pegawai, team lintas sektoral, pelatihan lintas sektoral, otonomi pegawai, tuntutan pegawai, sebaran pekerjaan, organisasi terbuka dan hubungan manajemen buruh yang efesien terhadap kinerja biaya, mutu, fleksibilitas dan waktu (Jayaratam et al., 1999).

20. Indikator daya saing dapat diukur dari besarnya investasi dalam teknologi manufaktur dan pengembangan mekanisme untuk berpartisipasi dalam perumusan strategi bagi manajer (Tracey et al., 1999).

21. Perusahaan dengan praktek manufakturing basis-waktu yang tinggi cenderung memiliki tingkat standarisasi, formalisasi dan integrasi yang tinggi. Perusahaan dengan tingkat standarisasi dan integrasi yang tinggi cenderung untuk memiliki kemampuan daya saing yang baik (Rondeau et al., 2000). 22. Daya saing industri salah satunya diukur dari kekuatan-kelemahan-peluang

(35)

23. Indikator daya saing industri diukur berdasar komitmen terhadap biaya, mutu, deliveri dan fleksibilitas yang dihubungkan dengan kinerja manajemen yang berupa kecermatan, mutu, produktivitas, efesiensi, kuantitas, kepuasan konsumen dan ketepatan waktu (Kathuria, 2000).

Paparan di atas menunjukkan terdapat berbagai faktor yang dapat dikelompokkan sebagai penentu daya saing. Faktor-faktor tersebut adalah faktor produksi (biaya produksi, kualitas barang/ jasa, inovasi, teknologi, produktivitas, diferensiasi dan lainnya), faktor pemasaran (pangsa pasar, delivery, pertumbuhan, harga, distribusi dan lainnya), faktor keuangan (likuiditas, profitabilitas, kontrol biaya, proyek baru, dan lainnya), faktor SDM (terutama organisasi dan manajemen, kepemimpinan, optimalisasi karyawan) dan lingkungan bisnis (tingkat persaingan, kerjasama, benchmarking, politik, ekonomi, hukum). Variabel-variabel penting lainnya seperti masalah lingkungan (limbah) dan sosial (dampak terhadap masyarakat sekitar) tampaknya masih belum dipertimbangkan. Padahal tuntutan pasar masa depan yang lebih mengarah kepada produk hijau (green product) dan pengembangan masyarakat (community development) akan semakin besar pengaruhnya.

Dengan memperhatikan ketersediaan data dari ketujuh negara penghasil pulp utama dunia, maka faktor-faktor yang digunakan dalam analisa daya saing industri pulp dibatasi hanya kepada tiga faktor, yaitu: (1) kondisi penyediaan bahan baku kayu, (2) kondisi faktor produksi (terutama biaya produksi) dan (3) dampak industri pulp terhadap lingkungan.

2.1.2.1. Kondisi penyediaan bahan baku kayu

(36)

Besarnya penggunaan kayu untuk bahan baku pulp menunjukkan bahwa kayu merupakan bahan yang sangat penting dalam industri pulp. Oleh karena itu, diperlukan analisa mengenai pasokan kayu dan hutan sebagai penyedia persediaan kayu dalam pengadaan bahan baku pulp. Salah satu analisa dalam penyediaan kayu adalah dengan menggunakan pendekatan model pasokan kayu secara global (Global Fiber Supply Model – GFSM) yang dikembangkan oleh FAO (Bull, 1997; FAO, 1997; Pulkki, 1997a; Pulkki, 1997b dan Vichnevetskaia, 1997). GFMS mengukur kemampuan setiap negara dalam menyediakan kayu sebagai bahan baku dengan memperhatikan luas areal hutan, volume kayu (potensi) yang tersedia pada areal hutan tersebut, kecepatan pertumbuhan kayu (riap), intensitas penebangan serta pasokan bahan baku non-kayu dan limbah kertas.

Areal hutan sebagai tempat tumbuhnya kayu menurut FAO (FAO, 1998) dibagi dalam dua kategori, yaitu hutan alam (natural forest) dan hutan tanaman (plantation forest). Hutan alam berupa hutan dengan pohon-pohon yang tumbuh secara alami, tanpa campur tangan manusia. Hutan alam tempat tumbuhnya berbagai jenis spesies tanaman yang pada umumnya memiliki spesies dan ukuran yang berbeda. Pada sisi lain, hutan tanaman berupa hutan yang sengaja ditanam oleh manusia sebagai upaya untuk penanaman (afforestation) dan reboisasi atau peremajaan hutan (reforestation). Hutan tanaman dikelola secara intensif dengan satu atau dua jenis spesies kayu, memiliki usia dan diameter yang hampir seragam, dan digunakan untuk keperluan tertentu.

Kayu untuk bahan baku pulp dapat diperoleh dari hutan tanaman atau hutan alami yang memiliki keabsahan (legal) untuk diekspoitasi, ekonomis dalam pengelolaan dan dibatasi oleh peraturan lingkungan alam yang ketat. Dalam model GFSM di atas, pengadaan bahan baku kayu dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1. Areal – berupa areal hutan yang memungkinkan untuk memasok kayu, 2. Areal – berupa perubahan areal untuk hutan alam dan hutan tanaman,

(37)

4. Pertumbuhan (riap) – berupa peningkatan atau penambahan bruto tahunan (gross annual increment) dan tingkat kematian (mortality) kayu,

5. Penebangan – berupa intensitas perambahan (harvesting intensity) dan siklus penebangan (cutting cycle),

6. Bahan baku non-kayu dan kertas daur ulang.

Dengan menggunakan ukuran di atas, maka ketersediaan bahan baku untuk pulp sangat tergantung kepada faktor-faktor sebagai berikut.

1. Areal lahan untuk bahan baku pulp, dengan memperhatikan luas areal dan perubahan areal.

a. Luas areal lahan (dalam ha) yang khusus diperuntukan bagi penyediaan bahan baku pulp pada suatu waktu tertentu.

b. Perubahan areal lahan pulp atau rata-rata penambahan atau pengurangan areal lahan pertahun (dinyatakan dalam ha pertahun).

2. Volume kayu sebagai bahan baku, yang terdiri atas volume kayu pertahun, potensi kayu, kecepatan pertumbuhan (riap) dan umur panen kayu.

a. Volume kayu, yaitu banyaknya kayu yang dapat disediakan dari areal hutan untuk bahan baku pulp pertahun (dinyatakan dalam meter kubik per tahun atau m3/tahun).

b. Potensi kayu, yaitu banyaknya (volume) kayu yang dapat diperoleh dari setiap unit luas lahan hutan (m3/ha).

c. Riap, yaitu kecepatan pertumbuhan volume rata-rata kayu yang ada di hutan perluas lahan hutan pertahun (m3/ha/tahun).

d. Umur panen kayu, yaitu jangka waktu dari mulai tanam sampai kayu siap untuk dijadikan bahan baku atau siap ditebang (tahun).

3. Ketersediaan bahan baku lainnya.

a. Chips atau serpihan kayu sebagai limbah (waste) dari industri kayu seperti industri sawmill, plywood, dan lain-lain (dinyatakan dalam m3 kayu). b. Bahan baku non-kayu seperti baggasse (ampas tebu), jerami, dan bambu

(dinyatakan dalam m3 setara kayu).

(38)

1. Areal lahan hutan pulp

Dari tujuh negara penghasil pulp utama dunia, Rusia merupakan negara yang memiliki areal hutan terluas di dunia, yaitu seluas 770 juta ha (Petrov, 2001) bahkan 851,4 juta ha (FAO, 2001). Negara-negara yang memiliki hutan luas lainnya adalah Brazil dengan luas 543,9 juta ha (FAO, 2001), Kanada 244,6 juta ha (FAO, 2001) bahkan 417,6 juta ha (FPAC 2002; NRCan, 2002), dan Indonesia 104,9 juta ha (FAO, 2001) hingga 109,9 (Departemen Kehutanan, 2004a). Luas hutan tiga negara penghasil pulp lainnya, yaitu Chili, Finlandia, dan Swedia kurang dari 30 juta ha, dengan luas hutan Chili sekitar 15,6 juta ha (Cartwright, 2002), Finlandia dengan 20,2 sampai 23 juta ha (METLA, 2003; Hannien, 2004) dan Swedia dengan 22,7 juta ha (SI, 2001). Dengan memperhatikan luas areal hutan, dari tujuh negara penghasil utama pulp dunia, empat negara memiliki areal hutan yang relatif luas di atas 100 juta ha, yaitu Rusia, Brazil, Kanada, dan Indonesia (Tabel 2). Keempat negara tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan kayu dalam jumlah yang banyak bagi keperluan industri, termasuk industri pulp.

Tabel 2. Luas areal hutan negara-negara penghasil pulp utama dunia (dalam juta ha)

Areal hutan*)

No. Negara Areal lahan

Total Alam Tanaman

1 Rusia 1,688.9 770.0 752.7 17.3 2 Kanada 922.1 417.6 298.6 119.0 3 Brazil 845.7 543.9 538.9 5.0 4 Indonesia 181.2 110.0 52.3 13.7 5 Chili 74.9 15.6 13.4 2.2 6 Finlandia 33.7 20.2 20.2 - 7 Swedia 41.2 22.7 22.7 - Total 7 negara 3,787.5 2,021.5 1,705.3 316.1

Sumber: FPAC (2002); NRCan (2002); Departemen Kehutanan (2004a); METLA (2003); SI (2001); FAO, (2000).

Keterangan: *)

(39)

Luas areal hutan dapat memberi indikasi jumlah ketersediaan bahan baku kayu. Semakin luas areal hutan suatu negara semakin besar jumlah kayu yang dapat disediakan negara tersebut. Akan tetapi areal hutan belum dapat mencerminkan besarnya angka riil kayu yang tersedia khusus untuk bahan baku pulp. Untuk mengetahui besarnya persediaan kayu untuk pulp, tidak seluruh luas hutan suatu negara dijadikan dasar, tetapi hanya areal hutan yang khusus disediakan untuk kebutuhan bahan baku pulp yang dijadikan sebagai rujukan. Di Indonesia, hutan tersebut dikelompokan sebagai hutan tanaman industri pulp (HTI)-pulp (Departemen Kehutanan, 2004a).

Luas hutan yang khusus disediakan untuk penyediaan pasokan bahan baku pulp untuk setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda. Di Indonesia misalnya, kawasan hutan sebagai penyedia kayu untuk bahan baku pulp adalah HTI-pulp. Hutan tersebut berupa hutan tanaman khusus untuk bahan baku pulp. Begitu juga dengan Chili dan Brazil, yang menyediakan khusus lahan untuk tanaman pulp (Cartwright, 2002; May, 2002). Pada sis lain, Kanada, Finlandia, Swedia, dan Rusia dengan industri pulp banyak yang terintegrasi dengan industri hasil hutan lain - seperti industri sawn timber, industri plywood dan lainnya - kawasan hutan khusus untuk pulp tidak secara eksplisit dinyatakan (NRCan, 2002; METLA, 2003; SI, 2001; Petrov, 2001). Di negara-negara tersebut, hutan untuk pulp sudah termasuk ke dalam hutan untuk kegiatan komersial secara umum.

1.a. Luas areal lahan hutan untuk pulp

(40)

Tidak ada data pasti mengenai berapa luas lahan yang diperuntukan khusus sebagai lahan untuk pasokan industri pulp. Data yang ada hanya diperkirakan dari luas lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri seluas 119 juta ha. Pada umumnya industri pulp di Kanada terintegrasi atau satu holding company dengan industri hasil hutan lainnya. Sebagai contoh Abitbi Consolidated Ltd, selain memiliki dua buah pabrik pulp (pulp mill), juga memiliki 14 buah sawmills dan tujuh buah newsprint mills (NRCan, 2000). Data mengenai luas hutan yang diperuntukan bagi pasokan bahan baku pulp diperkirakan dengan melakukan konversi produksi pulp terhadap produksi total industri hasil hutan. Sebagai cotoh, produksi pulp Kanada pada tahun 2000 jumlahnya mencapai 26,8 juta ton, dengan kayu yang digunakan untuk memproduksi pulp tersebut sebagian besar (sekitar 73%) menggunakan bahan baku dari residu industri kayu, dan hanya 27% saja yang berasal dari kayu hutan secara langsung (FPAC, 2002). Dengan demikian ketergantungan industri pulp terhadap hutan sebagai penghasil bahan baku langsung relatif kecil, karena by product (residu) industri hasil hutan lainnya memberikan pasokan bahan baku yang lebih besar. Produksi dari industri pulp membutuhkan sekitar 20% kayu dari jumlah kayu yang boleh untuk ditebang (AAC) setiap tahunnya.

Brazil merupakan negara kedua yang memiliki areal hutan terluas di dunia setelah Rusia, dengan luas hutan sebesar 544 juta ha (FAO, 2001). Areal hutan yang digunakan untuk kegiatan komersial jumlahnya mencapai setengah dari luas hutan atau 27% dari luas lahan keseluruhan digunakan sebagai hutan komersial (Seling et al., 2000). Dari areal tersebut, Brazil menyediakan sekitar tujuh juta ha sebagai hutan tanaman industri, yang 30%-nya atau sekitar 2,1 juta ha diperuntukan bagi bahan baku untuk industri pulp dan kertas (WRM, 1998).

(41)

2,1 juta ha (Catwright, 2002), yang sebagian diantaranya merupakan tanaman pinus (Pinus radiata) dengan luas sekitar 1,5 juta ha (Flynn, 2003) dan sebagian kecil berupa tanaman eucalyptus. Hutan tanaman memasok sekitar 90% dari kebutuhan industri hasil hutan di Chili. Asosiasi Hasil Kayu Chili (Corporacion Chilena de la Madera - CORMA) memprediksi jumlah luas hutan tanaman akan mencapai dua kali lipat dalam dua tahun (www.corma.cl). Lahan hutan untuk pasokan bahan baku bagi industri pulp di Chili seluruhnya berasal dari hutan tanaman dan tidak sedikitpun menggunakan kayu dari hutan alam. Setengah dari hutan tanaman yang ada (atau sekitar 1,1 juta ha) digunakan untuk memasok industri pulp (Borregaard dan Röttger, 2000).

Finlandia merupakan negara dengan rasio antara areal hutan terhadap areal lahan keseluruhan yang tertinggi diantara negara-negara penghasil pulp utama di dunia, yaitu sebesar 0,72, atau sekitar 72% dari areal lahannya berupa areal hutan (FAO, 2001). Areal hutan Finlandia luasnya sekitar 21,9 juta ha (FAO, 2001), sementara data lembaga penelitian kehutanan Finlandia (Finnish Forest Research Institute) luas hutan mencapai 23 juta ha (Sevola, 2003). Sekitar 20 juta ha hutan dari luas hutan keseluruhan, dicanangkan untuk menyediakan kayu bagi kebutuhan komersial. Sekitar 65% (13 juta ha) dari hutan tersebut dimiliki oleh swasta non-industri (non-industrial private owners), 20% (4,0 juta ha) dimiliki oleh pemerintah, 9% (1,8 juta ha) dimiliki perusahaan dan sisanya (6%) dimiliki kelompok lainnya (Leppanen, 2001). Peran swasta non-industri sangat besar dalam penyediaan bahan baku bagi kebutuhan industri, termasuk industri pulp. Kepemilikan hutan yang sebagian besar dikuasai swasta non-industri serta pemanfaatan hasil kayu dari hutan yang bukan hanya khusus untuk keperluan industri, tetapi juga untuk keperluan energi dan keperluan lainnya, menyebabkan data yang pasti mengenai areal lahan yang khusus diperuntukan bagi penyediaan bahan baku pulp menjadi sulit untuk ditentukan.

(42)

juta ha dari hutan komersial dimiliki oleh swasta individu, 8,9 juta ha dimiliki oleh perusahaan, 1,1 juta oleh pemerintah dan sisanya dimiliki oleh kelompok lainnya seperti gereja dan pemerintah lokal (SI, 2001). Dengan kepemilikan lahan hutan yang sebagian besar dikuasai oleh swasta secara individu dan tidak adanya data lengkap mengenai peruntukan kayu untuk setiap industri hasil hutan, maka sulit ditentukan berapa besarnya luas hutan yang khusus disediakan untuk memasok bahan baku industri pulp.

Rusia merupakan negara yang memiliki areal lahan hutan terbesar di dunia. Luas hutan Rusia tidak kurang dari 770 juta ha, dengan 98% dari areal hutan tersebut berupa hutan alam (Petrov, 2001). Areal hutan yang digunakan untuk pasokan kayu jumlahnya mencapai 252,2 juta ha.

Hutan di Indonesia berdasar UU Kehutanan No. 41/1999, terbagi atas tiga fungsi, yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi (Pasal 6). Hutan konservasi diantaranya berupa hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan hutan buru. Hutan produksi berupa hutan yang digunakan untuk kegiatan komersial. Sampai tahun 2003 di Indonesia terdapat sekitar 109,96 juta ha hutan, dengan 52,3 juta ha merupakan hutan suaka alam dan hutan lindung dan 57,6 juta ha berupa hutan produksi (Departemen Kehutanan, 2004a). Hutan produksi terdiri dari hutan produksi terbatas seluas 16,2 juta ha, hutan produksi tetap 27,7 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 13,7 juta ha. Dari areal seluas 13,7 juta ha hutan produksi yang dapat dikonversi atau yang berada dalam kegiatan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), sebanyak 4,9 juta ha merupakan hutan tanaman yang diperuntukan bagi hutan tanaman industri (HTI) pulp sebagai penyedia bahan baku untuk industri pulp (BIRO, 2001). Sampai tahun 2003, luas hutan untuk industri pulp yang telah direalisasikan penanamannya mencapai 1,42 juta ha yang dikelola oleh 21 perusahaan (Dephut, 2004a).

1.b. Perubahan areal lahan hutan untuk pulp.

(43)

Meskipun demikian berdasarkan data yang dikeluarkan oleh NRCan (2000) rata-rata terjadi penanaman pohon di hutan dengan areal seluas 470.000 ha setiap tahunnya. Selain penanaman kembali, Kanada juga menerapkan kebijakan regenerasi alami dalam pemulihan kembali hutan yang disebabkan oleh perambahan dan penebangan atau yang rusak karena terbakar, terserang hama dan terkena penyakit (NRCan, 2001).

Menurut data FAO selama kurun waktu 1990 sampai tahun 2000 Brazil telah kehilangan areal sebanyak 2,3 juta ha/ tahun (FAO, 2001). Meskipun demikian, Brazil juga merupakan salah satu negara yang giat untuk menanam kembali areal hutannya. Rata-rata sekitar 0,14 juta ha areal yang di tanam setiap tahunnya (FAO, 2001). Hal yang sama terjadi di Chili, rata-rata penambahan areal lahan hutan di Chili selama kurun waktu 1990 sampai tahun 2000 mencapai 53 ribu ha setiap tahunnya (Flynn, 2003), sementara menurut CORMA pertumbuhan areal hutan tanaman jumlahnya mencapai 76 ribu ha pertahun (http://www.forestry.utoronto.ca/for201/For_cons/Chile/chile.htm). Setengah dari hutan tanaman tersebut adalah hutan untuk industri pulp, atau penambahan areal hutan tanaman pulp di Chili berkisar antara 38 sampai 43 ribu ha setiap tahunnya.

Penambahan areal lahan hutan di Finlandia relatif kecil, jumlahnya selama kurun waktu 1990 sampai tahun 2000 hanya delapan ribu ha/tahun (FAO, 2001) dan merupakan peremajaan terhadap tanaman yang ditebang. Selama kurun waktu antara 1992 sampai 2001 regenerasi tanaman mencapai 277 ribu ha (METLA, 2003). Begitu juga dengan hutan Swedia, penambahan areal hutannya hanya sedikit sekali yaitu sebesar 1.000 ha/tahun (FAO, 2001) dan merupakan peremajaan terhadap tanaman sebelumnya (SI, 2001). Di lain pihak, rata-rata penambahan areal lahan hutan di Rusia selama kurun waktu 1990 sampai tahun 2000 sekitar 135 ribu ha setiap tahunnya (FAO, 2001).

(44)

pulp selama kurun waktu 1989 sampai tahun 2003, mencapai jumlah 1,42 juta ha, dengan rata-rata pembangunan HTI-pulp dengan luas 94,7 ribu ha pertahun (Departemen Kehutanan, 2004a).

2. Volume kayu sebagai bahan baku pulp

Sebagai bahan baku utama dalam pembuatan pulp, maka ketersediaan kayu dalam jumlah (volume) yang memadai, seusai dengan kapasitas produksi pulp merupakan hal yang sangat penting. Volume kayu (dalam m3) yang dapat digunakan berupa kayu yang tersedia (stock) di hutan yang dapat dijadikan cadangan karena sudah mencapai usia atau diameter tertentu. Global Fiber Supply Model (GFSM) membedakan volume dalam dua hal, yaitu volume kayu secara total yang disediakan oleh hutan (dalam m3) dan volume kayu per areal lahan atau potensi kayu di hutan (dalam m3/ha). Volume kayu per areal lahan (atau potensi) dikelompokan dalam volume yang tersedia secara umum (growing stock) maupun yang tersedia untuk kebutuhan komersial industri (commercial species growing stock) (Bull, 1997).

(45)

2.a. Volume kayu yang dapat disediakan

Volume kayu yang berasal dari 1,03 juta ha lahan hutan yang boleh ditebang setiap tahunnya (AAC) di Kanada diperuntukan bagi kebutuhan industri hasil hutan sebanyak 193,2 juta meter kubik (m3) (NRCan, 2002). Terdapat 12.348 buah perusahaan industri hasil hutan yang menggunakan kayu sebagai bahan bakunya, yang terdiri atas 9.541 perusahaan logging, 2.144 perusahaan pengolah kayu (wood product manufacturing), dan 663 perusahaan penghasil pulp dan kertas. Dengan prakiraan luas lahan yang diperuntukan bagi tanaman pulp seluas 24 juta ha, dengan angka potensi/ volume kayu per ha yang digunakan oleh FAO sebesar 120 m3/ha (FAO, 2001) dan data NRCan sebesar 187 m3/ha (NRCan, 2001), maka persediaan kayu untuk bahan baku pulp di Kanada berkisar antara 2,8 sampai 4,5 milyar m3.

Dengan produksi pulp Kanada sebanyak 26,8 juta ton, paling sedikit dibutuhkan kayu sebagai bahan baku sebanyak 134 juta m3 kayu, atau sekitar 69% dari total kayu yang boleh ditebang setiap tahunnya. Tetapi karena sebagian besar (73%) bahan baku pembuatan pulp berasal dari residu atau chips industri hasil hutan lainnya, maka bahan baku yang berasal dari kayu yang khusus diperuntukan untuk pulp jumlahnya relatif kecil. Volume kayu yang berasal dari hutan langsung hanya sekitar 36 juta m3 kayu, atau sekitar 18% dari total kayu yang disediakan untuk keperluan industri setiap tahunnya.

Setiap tahun tidak kurang dari 300 juta m3 kayu yang dikonsumsi oleh masyarakat Brazil untuk keperluan energi (kayu bakar dan kayu arang) dan keperluan industri (kayu gergajian dan olahan, papan kayu dan pulp-kertas). Sepertiga dari kebutuhan tersebut (100 juta m3) telah dihasilkan dari hutan tanaman (www.aracruz.com.br/eng/e_tunel_sem.htm). Volume kayu yang dibutuhkan oleh industri pulp dan kertas pada tahun 2000 mencapai 38,9 juta m3.

(46)

digunakan untuk keperluan bahan baku industri pulp. Meningkat dari 7,4 juta m3 pada tahun 1998 (http://www.uach.cl/proforma/certfor/ ingles/forestal_i.htm).

Lahan hutan untuk keperluan industri di Finlandia seluas 20 juta ha dapat menyediakan sebanyak 1,9 milyar m3 kayu. Penambahan volume kayu (annual increment) untuk hutan tersebut rata-rata sebanyak 74 juta m3 setiap tahunnya. Pada sisi lain, kayu yang dapat ditebang (AAC) untuk keperluan industri rata-rata sebanyak 58 juta m3 setiap tahunnya. Sekitar setengah dari jumlah tersebut, sebanyak 28 juta m3 (1999) dan 28,9 juta m3 (2000) digunakan untuk keperluan industri pulp (Sevola, 2001).

Lahan hutan di Swedia menyediakan lebih dari 3 milyar m3 kayu. Jumlah kayu yang ditebang setiap tahunnya rata-rata sekitar 66 juta m3 (FAO, 2001) sampai 80 juta m3 (Skogsindustrierna, 2004). Dari jumlah tersebut yang digunakan untuk kebutuhan industri pulp diperkirakan sebesar 26 juta m3.

Volume kayu yang dapat disediakan oleh hutan Rusia jumlahnya sekitar 80 milyar m3 (CFAN, 2002) sampai 81,9 milyar m3 (Petrov, 2001, Smith dan Maximenko, 2002). Volume kayu yang dapat ditebang (AAC) setiap tahunnya mencapai 542 juta m3 (Petrov, 2001) sampai 550 juta m3 (Smith dan Maximenko, 2002). Berdasarkan kajian ekologis keberlanjutan hutan Rusia, besarnya AAC sekitar 200 – 300 juta m3 (van Gelder, 2001). Dari jumlah tersebut yang digunakan untuk keperluan bahan baku industri jumlahnya sekitar 106 juta m3 (CFAN, 2002). Kebutuhan kayu untuk industri pulp jumlahnya sekitar 22 juta m3 (diolah dari data Smith dan Maximenko, 2002).

(47)

2.b. Potensi kayu

Potensi atau volume kayu persatuan luas lahan bervariasi untuk setiap negara. Potensi kayu di negara-negara Amerika relatif cukup tinggi, yaitu sebesar 120 m3/ha (FAO, 2001) sampai 188 m3/ha (NRCan, 2001) di Kanada, sementara di Brazil sebesar 131 m3/ha (FAO, 2001) dan di Chili sebesar 160 m3/ha (FAO, 2001). Potensi kayu tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara Eropa, seperti di Finlandia sebesar 89 m3/ha (FAO, 2001) sampai 172 m3/ha untuk kayu jenis spruce (sejenis cemara) dan 101 m3/ha untuk jenis pinus (Sevola, 2001), di Swedia yang rata-rata sebesar 107 m3/ha (FAO, 2001) dan di Rusia sebesar 105 m3/ha (FAO, 2001). Pada sisi lain, potensi kayu di Indonesia berkisar antara 79 m3/ha (FAO, 2001) sampai 200 m3/ha (Haryopuspito, 2001) bahkan sampai 265 m3/ha (Soemitro, 2004).

2.c. Riap atau kecepatan pertumbuh kayu perluas lahan pertahun

Riap kayu di suatu lahan tergantung dari iklim dan jenis kayu. Dari tujuh negara penghasil utama pulp, iklim negara-negara tersebut juga berbeda. Ada yang sebagian besar lahan hutannya berada di daerah tropis, seperti Indonesia (100% berada di daerah tropis) dan Brazil (98%). Beberapa negara sebagian besar hutannya berada pada daerah sub-tropis, seperti Chili (54%). Empat negara utama lainnya, sebagian besar hutannya berada pada daerah boreal, yaitu Kanada (74%), Finlandia (98%), Swedia (72%) dan Rusia dengan 86% (FAO, 2001).

Di daerah boreal riap kayu relatif lebih lambat, hal tersebut terjadi diantaranya disebabkan oleh banyaknya matahari yang diterima oleh tanaman di daerah tersebut relatif lebih sedikit dibandingkan dengan di daerah tropis atau sub-tropis. Kayu di daerah boreal seperti di Kanada memiliki riap sekitar 2,4 m3/ha/tahun (FAO, 1997). Begitu juga riap rata-rata di Finlandia berkisar antara 3,7 m3/ha/th (Sevola, 2001) sampai 4,2 m3/ha/th (FAO, 2001), di Swedia antara 4,5 m3/ha/th (FAO, 2001) sampai 5,3 m3/ha/th (SI, 2001), dan di Rusia sekitar 3,5 m3/ha/th (FAO, 2001).

(48)

2001) sampai 24 m3/ha/th (Catwright, 2002). Kayu jenis Pinus radiata merupakan kayu dengan pertumbuhan yang sangat tinggi untuk jenis kayu pinus, dengan riap 19 – 32 m3/ha/th (Arnold, 1990).

Bahan baku kayu untuk pulp di daerah tropis relatif memiliki pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan daerah boreal dan sub-tropis. Kayu untuk bahan baku pulp di daerah tropis umumnya adalah kayu jenis eucalyptus dan mangium dengan riap antara 15-64 m3/ha/th dan hanya sedikit kayu jenis pinus dengan riap yang relatif lebih rendah. Di Brazil, kayu eucalyptus yang merupakan kayu yang paling banyak ditanam, memiliki riap antara 15 m3/ha/th sampai 34 m3/ha/th (Brazilian Silviculture Society dalam Seling, 2000) bahkan sampai 46 m3/ha/th (Associação Brasileira Tecnica de Celulose e Papel - Bracelpa, 1999). Kayu lainnya, seperti pi

Gambar

Tabel 3.  Biaya bahan baku untuk menghasilkan satu ton pulp di tujuh negara penghasil pulp utama dunia antara tahun 1999 sampai tahun 2003 Biaya rata-rata
Tabel 4. Biaya energi untuk menghasilkan satu ton pulp di tujuh negara penghasil pulp utama dunia antara tahun 1999 sampai tahun 2003 Biaya rata-rata
Tabel 5.  Biaya tenaga kerja untuk menghasilkan satu ton pulp di tujuh negara penghasil pulp utama dunia antara tahun 1999 sampai tahun 2003
Tabel 6. Harga jual satuan pulp negara-negara penghasil pulp
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suatu negara yang mengadakan transaksi dengan luar negeri atau ekspor impor menimbulkan suatu pertanyaan: bagaimana cara melakukan pembayaran akibat perdagangan

Sedangkan lama menderita LES, tingkat Pendidikan, dosis terapi steroid, lamanya terapi steroid, banyaknya target organ, stresor psikososial, terdapatnya depresi dan atau

Sebuah transducer photokonduktif tidak menghasilkan emf atau beda potensial seperti pada photocell, tetapi resistansi listrik pada photokonduktif akan berkurang bila

Metode pengujian hipotesis yang digunakan adalah analisis regresi berganda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel Debt to Equity Ratio (DER), Price

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

penelitian, dapat disimpulkan bahwa (1) Motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika tergolong sedang dengan nilai rata-rata 69,52, (2) Berpikir kreatif

Hal ini dikarenakan adanya kelainan pada pembuluh darah otak dengan defisit neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam atau terjadi telah kematian.. Bila disfungsi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Poltekkes Kemenkes Medan yang menggunakan fixed appliance di Jurusan Analis Kesehatan (11 orang), Farmasi (14 orang),