• Tidak ada hasil yang ditemukan

Development of Rice Analogues from White Corn, Sorghum and Soy and Its Potential as a Functional Food

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Development of Rice Analogues from White Corn, Sorghum and Soy and Its Potential as a Functional Food"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETIMPANGAN PENDIDIKAN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

PROVINSI RIAU

SISWINY MARITO OCTALYA Br. TAMBUNAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Ketimpangan Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

RINGKASAN

SISWINY MARITO OCTALYA Br. TAMBUNAN. Analisis Ketimpangan Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan SAHARA.

Selain modal fisik dan tenaga kerja, human capital merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Schultz (1962) merupakan salah satu pelopor yang menekankan pentingnya human capital. Penelitian sebelumnya menempatkan human capital sebagai faktor tak langsung dalam pertumbuhan ekonomi karena dianggap tergabung dengan kemajuan teknologi. Mankiew et al. (1992) menambahkan human capital dalam model Solow sebagai faktor yang terpisah dari modal fisik dan tenaga kerja. Thomas et al. (2001) menyebutkan bahwa indikator pendidikan kurang efektif dalam menggambarkan ketimpangan pendidikan. Oleh karena itu perlu suatu ukuran ketimpangan pendidikan seperti gini pendidikan. Ketimpangan pendidikan sebagai proksi dari ketimpangan human capital. Penelitian yang mengaitkan ketimpangan human capital dengan pertumbuhan ekonomi masih jarang dilakukan di tingkat provinsi. Oleh karena itu penelitian ini ingin meneliti pengaruh ketimpangan human capital di Provinsi Riau.

PDRB perkapita Provinsi Riau menduduki peringkat ketiga di Pulau Sumatera (peringkat ke enam di Indonesia) pada tahun 2011 dengan nilai sebesar Rp 9 123 juta. Namun prestasi Provinsi Riau tersebut tidak diikuti oleh capaian pendidikan. Rata-rata lama sekolah Provinsi Riau berada dibawah rata-rata lama sekolah Provinsi Maluku (8.7 tahun) yang nilai PDRB perkapita Provinsi Maluku berada di peringkat ke dua terendah nasional sebesar Rp 2 851 juta.

Berdasarkan uraian diatas maka tujuan penelitian yaitu: (1) menghitung ketimpangan pendidikan di Provinsi Riau; (2) menganalisis pengaruh ketimpangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. Wilayah penelitian mencakup 11 kabupaten/kota di Provinsi Riau selama periode 2005-2011. Data yang digunakan yaitu data mentah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dari Badan Pusat Statistik (BPS), PDRB serta data pendukung lainnya. Metode untuk menjawab tujuan penelitian pertama yaitu indeks gini pendidikan yang diadopsi dari penelitian Thomas et al. (2001). Untuk menjawab tujuan kedua digunakan analisis regresi data panel statis. Variabel gini pendidikan, rata-rata lama sekolah, jumlah penduduk, rasio panjang jalan, share sektor industri terhadap PDRB digunakan sebagai variabel eksogen.

Hasil analisis gini pendidikan menunjukkan bahwa Provinsi Riau termasuk dalam kategori ketimpangan rendah selama periode 2005-2011 dengan nilai di bawah 0.3. Hasil Fixed Effect Model (FEM) menemukan variabel yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah rasio panjang jalan, gini pendidikan dan share sektor industri terhadap PDRB. Saran yang diberikan adalah: (1) agar kebijakan pemerintah berorientasi pada pemerataan pendidikan bukan hanya pada peningkatan pencapaian pendidikan; (2) penelitian selanjutnya dapat menggunakan ukuran ketimpangan lainnya seperti indeks theil maupun indeks atkinson.

(5)

SUMMARY

SISWINY MARITO OCTALYA Br. TAMBUNAN. Analysis of Education Inequality and Its Impact on Economic Growth in Riau Province. Supervised by SRI MULATSIH and SAHARA.

Besides physical capital and labor, human capital is one of important factors in stimulating economic growth. Schultz (1962) is one of the pioneers who emphasizes the importance of human capital. Previous research tends to put human capital as an indirect factor in economic growth and it is incorporated with the advancement of technology. Mankiw et al. (1992) place human capital in the Solow model as a separate factor from physical capital and labor. Thomas et al. (2001) state that education indicators are less effective in describing educational inequality. Therefore, it needs other tools to measure education inequality. One emerging tools is education gini as a proxy of human capital inequality. Previous research linking human capital inequality and economic growth is still limited in the region levels. This study aims to fill the gap by analyzing the impact of human capital inequality in Riau Province.

GDP per capita of Riau Province was the the sixth ranked in Indonesia in 2011 with the value about Rp 9 123 million. However this achievement was not followed by educational attainment. This is indicated by mean of school years in Riau Province below mean of school years Maluku Province (8.7 years). In fact he value of GDP per capita in Maluku Province was the second lowest compared to other provinces in Indonesia.

Therefore, this study aims to: (1) calculate educational inequality in Riau Province; (2) analyze the impact of education inequality on economic growth in Riau Province. The area of this study covers 11 districts in Riau Province during 2005-2011. This study uses the raw data of National Socioeconomic Survey (Susenas) conducted by the Central Bureau of Statistics (BPS), secondary data such as GDP by industry sector and other supporting data is also utilized. Method to answer the first objectives is gini index of education adopted from Thomas, et al (2001). The second objective is analyzed by using a static panel data regression analysis which the exogenous variable are gini education, mean of school years, population, ratio of road length and the share of industries to GDP.

Results of gini education show that education inequality in Riau Province is relatively low over the period 2005-2011 as indicated by gini index below 0.3. Based on static panel data analysis with Fixed Effect Model (FEM). The study finds that education gini, ratio of road length and share of industrial sector to GDP are significant negatively affect on economic growth.

This study suggests: (1) government policy is not only concern in educational attainment but also in education inequality, (2) further research can use other inequality measurement such as Theil index and atkinson index.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

ANALISIS KETIMPANGAN PENDIDIKAN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

PROVINSI RIAU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Segala hormat, puji dan kemuliaan hanya bagi Allah Bapa atas segala kasih serta anugerah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan tesis ini yang berjudul “Analisis Ketimpangan Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Riau”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Sahara, SP MSi PhD selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi sebagai Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarja IPB atas kesediaannya menjadi Penguji Luar Komisi. Demikian juga terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya untuk semua dosen yang telah mengajar penulis serta rekan-rekan seperjuangan kelas BPS Batch 4 yang senantiasa membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Kepala BPS Republik Indonesia, Kepala BPS Provinsi Riau, dan Kepala BPS Kota Dumai yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Demikian pula kepada Kepala Pusdiklat beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran administrasi selama penulis mengikuti program Tugas Belajar.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada rekan -rekan di BPS Provinsi Riau atas bantuan yang diberikan selama penyusunan tesis ini serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu namun namanya tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Ucapan terimakasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua yang saya cintai, abang/kakak/adik dan keponakan yang selalu menjadi motivator penulis dan senantiasa mendoakan penulis untuk memperoleh yang terbaik.

Penulis menyadari tesis ini jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan dan waktu. Namun demikian, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Tinjauan Teori 6

Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi 6

Teori Pertumbuhan Neoklasik Solow 6

Teori Pertumbuhan Endogen 7

Model Augmented Solow dengan Human Capital 8

Ukuran Ketimpangan Pendidikan 9

Ketimpangan Human Capital dan Pertumbuhan Ekonomi 9

Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi 10

Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi 10

Tinjauan Empiris 10

Kerangka Penelitian 13

Hipotesis Penelitian 14

3 METODE PENELITIAN 15

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Analisis 15

Analisis Deskriptif 15

Analisis Koefisien Gini Pendidikan 15

Analisis Regresi Data Panel Statis 16

Pemilihan Model Terbaik 18

Uji Asumsi 18

Spesifikasi Model Penelitian 20

Definisi Variabel Operasional 20

4 GAMBARAN UMUM 21

Gambaran Umum Provinsi Riau 21

Karakteristik Wilayah Administrasi 21

Karakteristik Penduduk 22

Infrastruktur Wilayah 24

Karakteristik Perekonomian 25

Karakteristik Sumber Daya Manusia 28

(14)

Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Perkapita dengan

Migas 30

Dinamika Pendidikan 31

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 35

Dinamika Ketimpangan Pendidikan di Provinsi Riau 35 Determinan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau 39

6 SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43

LAMPIRAN 45

(15)

DAFTAR TABEL

1 Kerangka identifikasi autokorelasi 19

2 Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian 20 3 Nama-nama ibukota dan luas wilayah kabupaten/kota Provinsi Riau 22 4 IPM Provinsi Riau dan indikator pembentuknya tahun 2008-2011 28 5 Penduduk umur 16-24 menurut status pendidikan di Provinsi Riau

tahun 2009-2011 32

6 Indikator pendidikan di Provinsi Riau tahun 2009-2011 32 7 Indeks gini kabupaten/kota dan Provinsi Riau tahun 2005 dan 2011 36 8 Hasil estimasi variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi 39

DAFTAR GAMBAR

1 PDRB perkapita dengan migas dan tanpa migas serta rata-rata lama sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2011 2 2 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau dan nasional tahun 2007-2011 3 3 Angka partisipasi sekolah (APS) Provinsi Riau dan APS

kabupaten/kota menurut kelompok umur tahun 2011 4 4 Tingkat pertumbuhan ekonomi kondisi mapan model Solow 7

5 Kerangka penelitian 13

6 Peta wilayah Provinsi Riau 21

7 Kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun

2011 23

8 Piramida penduduk Provinsi Riau tahun 2010 23

9 Rasio panjang jalan terhadap luas wilayah menurut kabupaten/kota di

Provinsi Riau tahun 2011 24

10 Persentase rumah tangga menggunakan listrik PLN menurut

kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2011 25

11 Struktur perekonomian Provinsi Riau tanpa migas tahun 2011 26 12 Struktur perekonomian dengan migas dan persentase penduduk yang

bekerja menurut sektor ekonomi di Provinsi Riau tahun 2011 26 13 Kontribusi PDRB dan penduduk umur 15 tahun ke atas yang bekerja

menurut lapangan usaha dan kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun

2011 27

14 Indikator penyusun IPM menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau

tahun 2011 29

15 PDRB perkapita ADHK, PDRB perkapita ADHB dan pertumbuhan

ekonomi Provinsi Riau tahun 2005 - 2011 30

16 PDRB perkapita kabupaten/kota Provinsi Riau tahun 2005–2011 31 17 Peringkat rata-rata lama sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi

(16)

18 Rata-rata lama sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau dan

status wilayah tahun 2011 34

19 Gini pendidikan Provinsi Riau tahun 2005-2011 35 20 Analisis kuadran gini pendidikan dan rata-rata lama sekolah (MYS)

menurut kabupaten/kota tahun 2005 dan 2011 37 21 Analisis kuadran gini pendidikan dan growth_pdrb_perkapita menurut

kabupaten/kota tahun 2011 38

22 Analisis kuadran share industri dan growth_pdrb_kap menurut

kabupaten/kota tahun 2011 40

DAFTAR LAMPIRAN

1 PDRB perkapita menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun

2005-2011 (juta rupiah) 45

2 Rata-rata lama sekolah kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun

2005-2011 (tahun) 46

3 Gini pendidikan kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2005-2011 47 4 Hasil pengujian antara fixed effect dengan pooled least square (Uji

Chow) 48

5 Hasil pengujian antara fixed effect dengan random effect (Uji

Hausman) 48

6 Hasil pengujian dengan metode fixed effect 49

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Human capital merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi selain faktor modal fisik dan tenaga kerja. Schultz (1962) adalah salah satu pelopor yang menekankan pentingnya human capital. Penelitian sebelumnya cenderung menempatkan human capital sebagai faktor tak langsung dalam pertumbuhan ekonomi karena dianggap tergabung dengan kemajuan teknologi. Namun Mankiw et al. (1992) menambahkan human capital dalam model Solow sebagai faktor yang terpisah dari modal fisik dan tenaga kerja.

Kemajuan ilmu pengetahuan menjadikan pendidikan sebagai faktor penting dalam pembentukan human capital. Variabel stok human capital dapat dicerminkan oleh rata-rata lama sekolah dan angka partisipasi sekolah pada level pendidikan tertentu. Tilak (1989) mengemukakan bahwa inti dari human capital mendasarkan pada pendidikan yang mampu memacu produktivitas angkatan kerja sehingga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu investasi human capital dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga menjadi aset yang potensial dalam pembangunan (Galor dan Moav 2004).

Pembangunan merupakan suatu kombinasi proses perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan lainnya, untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia. Proses pembangunan memiliki tiga tujuan inti yaitu: peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok; peningkatan standar hidup (pendapatan, penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan); dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial (Todaro dan Smith 2006). Pembangunan dikatakan berhasil tidak hanya dilihat dari tingginya pertumbuhan ekonominya, tetapi juga dari bagaimana pertumbuhan ekonomi itu mampu dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa sumber ketimpangan bukan hanya bersumber dari distribusi pendapatan tetapi juga dari pendidikan dan kesehatan. Pendidikan dan kesehatan menjadi hal yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Oleh karena itu pendidikan dan kesehatan juga merupakan tujuan pembangunan yang mendasar.

(18)

2

Provinsi Riau dikenal sebagai provinsi yang kaya dengan sumber daya alam seperti minyak bumi. PDRB perkapita Provinsi Riau menduduki peringkat ketiga terbesar di Pulau Sumatera pada tahun 2011 dengan nilai sebesar Rp 9 123 juta dan merupakan peringkat keenam terbesar di Indonesia. Rata-rata lama sekolah pada tahun 2011 sebesar 8.6 tahun mengindikasikan bahwa belum tercapainya target pemerintah dalam pemenuhan sembilan tahun wajib belajar. Nilai tersebut juga masih dibawah capian rata-rata lama sekolah Provinsi Maluku yang PDRB perkapitanya menduduki peringkat kedua terendah nasional. Peringkat enam besar dengan nilai PDRB perkapita tinggi, ternyata tidak diikuti oleh capaian rata-rata lama sekolah yang memuaskan.

Perekonomian Provinsi Riau tidak lepas dari kontribusi kabupaten/kota. Dari 12 kabupaten/kota, enam kabupaten/kota merupakan hasil pemekaran sejak tahun 2001 dimana Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten termuda di Provinsi Riau yang terbentuk pada tahun 2009 berdasarkan UU No.12 tahun 2009. Nilai PDRB perkapita dengan migas menunjukkan nilai yang bervariasi antar kabupaten/kota. Daerah penghasil migas seperti Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak memiliki nilai PDRB perkapita yang tinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Sedangkan dari sisi PDRB perkapita tanpa migas, Kabupaten Indrgiri Hilir merupakan kabupaten yang memiliki nilai PDRB perkapita tertinggi yaitu sebesar Rp 11.017 juta dan Kabupaten Rokan Hulu memiliki nilai PDRB perkapita terendah yaitu sebesar Rp 5.603 juta pada tahun 2011. Namun capaian rata-rata lama sekolah Kabupaten Indrgiri Hilir yaitu sebesar 7.2 tahun masih lebih rendah dari pada Kabupaten Rokan Hulu yang memiliki rata-rata lama sekolah sebesar 7.6 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa anomali fenomena PDRB perkapita dan capaian pendidikan yang terjadi antara Provinsi Riau dan Provinsi Maluku juga terjadi antar kabupaten/kota di Provinsi Riau.

Gambar 1 PDRB perkapita dengan migas dan tanpa migas serta rata-rata lama sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2011

0.0

PDRB perkapita tanpa migas PDRB perkapita dengan migas Rata-rata lama sekolah

(19)

3 Pencapaian rata-rata lama sekolah dan angka partisipasi sekolah menunjukkan tren yang meningkat setiap tahunnya. Namun peningkatan capaian pendidikan tersebut belum tentu mengimplikasikan pendidikan yang sudah merata. Thomas et al. (2001) menyatakan bahwa indikator pendidikan kurang efektif dalam menggambarkan ketimpangan pendidikan. Oleh karena itu perlu ukuran ketimpangan pendidikan lainnya seperti indeks gini pendidikan yang juga dapat digunakan sebagai pelengkap indikator kesejahteraan.

Penelitian tentang ketimpangan pendidikan khususnya di Indonesia masih jarang dilakukan apalagi yang membahas dalam lingkup provinsi. Mengingat bahwa peran penting dari ukuran ketimpangan pendidikan dan juga kelangkaan studinya, maka penelitian ini melakukan pengukuran ketimpangan pendidikan melalui koefisien gini pendidikan dari tahun 2005–2011 untuk 11 kabupaten/kota di Provinsi Riau.

Perumusan Masalah

Selain PDRB perkapita, pertumbuhan ekonomi dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Perekonomian Provinsi Riau dipacu untuk mampu mendorong pertumbuhan ekonomi (Gambar 2). Sejak tahun 2009 pertumbuhan ekonomi yang mulai mengalami peningkatan yaitu dari 2.97% pada tahun 2009 meningkat menjadi 5.01% pada tahun 2011. Tren pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau yang meningkat juga searah dengan tren pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun PDRB perkapita Provinsi Riau berada dalam peringkat enam besar, namun selama tahun 2007-2011 pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau masih dibawah nasional. Pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau merupakan pertumbuhan ekonomi terendah di Pulau Sumatera.

Sumber: BPS

(20)

4

tahun yang tidak bersekolah di tingkat SLTP dan anak umur 16-18 tahun yang tidak bersekolah tingkat SLTA. Pemerintah menargetkan APS tahun 2011 untuk umur 7-12 dan 13-15 tahun masing-masing sebesar 97.8% dan 91.1%. Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Rokan Hulu memiliki APS yang masih berada dibawah target tersebut.

Sumber: BPS (2012)

Gambar 3 Angka partisipasi sekolah (APS) Provinsi Riau dan APS kabupaten/kota menurut kelompok umur tahun 2011

Penelitian terdahulu pada umumnya hanya mencakup variabel akumulasi ataupun stok human capital seperti rata-rata lama sekolah, jumlah partisipasi sekolah pada level pendidikan tertentu dan tingkat melek huruf. Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa stok human capital dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan (Barro 1991; Mankiw et al. 1992). Sebaliknya, terdapat hasil penelitian yang mengemukakan dampak negatif stok human capital terhadap pertumbuhan ekonomi (Benhabib dan Spiengel 1994).

Menanggapi kondisi tersebut, Lopez et al. (1998) menyatakan dalam penelitiannya bahwa variabel ketimpangan (distribusi) pendidikan seharusnya dibutuhkan dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, diperlukan juga penelitian yang mengaitkan ketimpangan human capital dengan pertumbuhan. Penelitian mengenai hal tersebut masih jarang dilakukan di Indonesia baik di level nasional maupun provinsi.

Berkaitan dengan pemaparan diatas, beberapa masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana tingkat ketimpangan pendidikan di Provinsi Riau?

2. Bagaimana pengaruh ketimpangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau?

usia 7-12 usia 13-15 usia 16-18

(21)

5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menghitung ketimpangan pendidikan di Provinsi Riau.

2. Menganalisis pengaruh ketimpangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk:

1. Memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan, pendukung dan sumbangan pemikiran kepada pengambil keputusan dalam usaha mengurangi ketimpangan pendidikan serta memacu pertumbuhan ekonomi.

2. Memperkaya ranah penelitian, khususnya tentang ketimpangan pendidikan di Provinsi Riau.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

6

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teori

Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi

Tingkat pertumbuhan perekonomian adalah kondisi dimana nilai riil Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami peningkatan output (Dornbusch et al. 2008). Penyebab utama dari pertumbuhan ekonomi adalah tersedianya sejumlah sumber daya dan peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi. Konsep PDB digunakan pada tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota digunakan konsep PDRB. PDB atau PDRB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran (Tambunan 2001). Pendekatan produksi dan pendekatan pendapatan adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat sedangkan pendekatan pengeluaran adalah pendekatan dari sisi permintaan agregat (Blanchard 2009).

Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi antara lain model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan endogen. Teori pertumbuhan neoklasik dipelopori oleh Harrod-Domar dan Robert Solow.

Model pertumbuhan Harrod dan Domar atau lebih dikenal dengan model pertumbuhan Harrod-Domar merupakan model pertumbuhan Keynesian yang secara luas telah banyak diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang (Jhinghan 2010). Domar menekankan peran ganda investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Investasi memengaruhi permintaan agregat melalui proses investment multiplier dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang akan menambah stok kapital dan meningkatkan kapasitas produksi sehingga investasi juga memengaruhi penawaran agregat.

Teori Pertumbuhan Neoklasik Solow

Model pertumbuhan neoklasik oleh Solow memasukkan peran teknologi sebagai faktor pertumbuhan ekonomi. Model mengasumsikan bahwa output produksi berasal dari dua input yaitu kapital dan tenaga kerja, dimana input tenaga kerja dan modal memakai asumsi skala hasil yang terus berkurang (diminishing returns) jika keduanya dianalisis secara terpisah, sedangkan jika keduanya dianalisis secara bersamaan memakai asumsi skala hasil tetap (constant returns to scale) (Todaro dan Smith 2006).

Fungsi produksi adalah Y= F(K,L) yang menunjukkan bahwa output dipengaruhi oleh persedian kapital dan tenaga kerja dengan asumsi skala hasil tetap. Persediaan kapital dapat berubah sepanjang waktu karena adanya investasi dan depresiasi. Sebagai proses akumulasi kapital, satu unit investasi menghasilkan satu unit tambahan kapital baru, sedangkan kapital yang lama mengalami penyusutan. Oleh karena itu persediaan kapital menjadi faktor penentu dalam perekonomian karena cenderung berubah sepanjang waktu.

(23)

7

k*

metode produksi dimana efisiensi tenaga kerja akan meningkat seiring kemajuan teknologi. Inti dari pendekatan terhadap model kemajuan teknologi ini yaitu peningkatan efisiensi tenaga kerja sejalan dengan peningkatan angkatan kerja.

Selain itu, teknologi juga menyebabkan jumlah pekerja efektif meningkat sehingga diperoleh model Solow dengan kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja. Modal per pekerja efektif dinyatakan sebagai

sehingga output per pekerja efektif sehingga

fungsi produksi menjadi .

Kondisi mapan (steady-state) menunjukkan ekuilibrium perekonomian jangka panjang. Tingkat modal per pekerja kondisi mapan (k*) ditunjukkan oleh stok kapital per tenaga kerja efektif akan berada pada posisi jalur pertumbuhan ekonomi yang berimbang (the balance growth path) ketika perubahan investasi aktual sama dengan perubahan investasi break-even. Pada posisi ini stok kapital dan output total per tenaga kerja efektif tumbuh pada tingkat yang sama yaitu sebesar pertumbuhan kemajuan teknologi (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, perekonomian senantiasa akan konvergen secara otomatis menuju pertumbuhan yang berimbang, yaitu situasi dimana setiap peubah tumbuh pada tingkat yang konstan. Pada pertumbuhan yang berimbang, pertumbuhan output per tenaga kerja hanya ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi. Di sinilah peran penting kemajuan teknologi dalam proses pertumbuhan ekonomi menurut pandangan Solow.

Sumber: Mankiw (2006)

Gambar 4 Tingkat pertumbuhan ekonomi kondisi mapan model Solow Teori Pertumbuhan Endogen

Salah satu kritik terhadap model pertumbuhan Solow adalah penggunaan asumsi perbaikan teknologi yang kurang spesifik. Teori pertumbuhan endogen ini dipelopori oleh Robert Lucas dan Paul Romer. Teori ini pada awalnya berkembang dalam dua cabang pemikiran yang bertumpu pada pentingnya sumber daya manusia dalam perekonomian, yaitu:

1. Pemikiran bahwa knowledge stock adalah sumber utama bagi peningkatan produktivitas ekonomi.

2. Pemikiran yang menekankan pada pentingnya learning by doing dan human capital dengan introduksi hal-hal baru (bersifat eksternal) dalam

Modal per pekerja efektif, k

Investasi

break-even, (δ+n+g)k

Investasi , sf(k)

Investasi aktual dan

(24)

8

perekonomian menjadi faktor pendorong bagi peningkatan produktivitas perekonomian.

Pemikiran pertama oleh Romer menempatkan stok pengetahuan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin meningkat. Sehingga tingkat pertumbuhan dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara untuk meningkatkan dan menciptakan stok pengetahuan.

Pemikiran kedua (teori learning) dikemukakan oleh Lucas melalui model akumulasi human capital. Teori learning memasukkan unsur peningkatan kapital pada proses produksi. Peningkatan kapital akan meningkatkan stok public knowledge, sehingga secara keseluruhan proses produksi dalam skala yang bersifat increasing return to scale. Akumulasi human capital dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun bukan jalur pendidikan formal (on the job traning). Kemudian dilanjutkan dengan proses learning by doing, yang dapat memunculkan penemuan-penemuan baru sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi. Efisiensi ini yang dapat meningkatkan produktivitas. Oleh karena kualitas sumber daya manusia adalah faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Model Augmented Solow dengan Human Capital

Untuk dapat menangkap peran human capital secara jelas dalam pertumbuhan ekonomi, Mankiw et al. (1992) menambahkan model Solow dengan memasukkan human capital sebagaimana memasukkan kapital fisik. Sehingga fungsi produksi Cobb-Douglas menjadi:

(2.1)

dimana Y adalah output, K adalah kapital, H merupakan stok dari human capital L adalah tenaga kerja, A adalah teknologi, β adalah share human capital dalam output. L dan A diasumsikan tumbuh sebesar n dan g. Asumsi berarti bahwa ada decreasing return to capital. Fraksi dari output yang diinvestasikan dalam kapital fisik dan human capital diasumsikan konstan pada tingkat dan secara berurutan, dan depresiasi kedua kapital tersebut pada Sehingga evolusi ekonomi ditentukan oleh:

̇ (2.2.1)

̇ (2.2.2)

dimana , dan adalah kuantitas per tenaga kerja efektif. Dengan menyamakan persamaan 2.2.1 dan 2.2.2 dengan nol, maka kondisi steady state menjadi:

( ) dan

(2.3)

(25)

9 Ukuran Ketimpangan Pendidikan

Pembahasan tentang ukuran ketimpangan pendidikan masih sangat jarang ditemukan. Salah satu penelitian empiris mengenai ukuran ketimpangan pendidikan dilakukan oleh Thomas et al. (2001). Beberapa alasan mengapa ketimpangan pendidikan menjadi hal yang perlu untuk diteliti karena adanya keterkaitan kesejahteraan dan efisiensi. Dari sisi kesejahteraan, pendidikan yang berkualitas mampu meningkatkan kemampuan individu dalam memperkuat kesejahteraannya secara langsung. Meskipun masih ditemui adanya gap pendidikan antara si kaya dan si miskin. Sen (2000) menyatakan bahwa jika kondisi kemiskinan dianggap sebagai “perampasan dari pemenuhan kebutuhan minimum pendidikan yaitu sekolah dasar”, maka ketimpangan kesejahteraan harus memasukkan ukuran ketimpangan pendidikan.

Dari sisi efisiensi, fungsi produksi agregat dan pertumbuhan dipengaruhi oleh tingkat distribusi kapital maupun aset lainnya. Human capital merupakan salah satu aset yang sangat penting dalam fungsi produksi karena human capital yang berkualitas dapat mempengaruhi tingkat efisiensi kegiatan produksi. Namun tidak cukup untuk memasukkan tingkat rata-rata pendidikan sebagai salah satu proksi dari human capital dalam analisis pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena human capital merupakan aset yang tidak completely tradable (tidak dapat diperdagangkan). Oleh karena itu, diperlukan variabel yang mampu mencerminkan distribusi pendidikan.

Ketimpangan Human Capital dan Pertumbuhan Ekonomi

Ketimpangan human capital merupakan satu dimensi dari ketimpangan lainnya (ketimpangan pendapatan, kesehatan). Galor dan Tsiddon (1997) menjelaskan bahwa pada saat memasuki tahap awal pembangunan ekonomi, ketimpangan human capital yang tinggi dipandang sebagai syarat perlu untuk memasuki tahap pembangunan selanjutnya yaitu tahap tinggal landas. Ketimpangan akan mendorong individu pada golongan masyarakat yang berpendidikan untuk terus meningkatkan investasi human capital. Sedangkan golongan masyarakat yang memiliki tingkat investasi human capital yang rendah akan terjebak dalam kemerataan. Oleh karena itu, ketimpangan dianggap sebagai faktor penting dalam meningkatkan human capital dan output.

(26)

10

Terdapat beberapa pendekatan yang dapat menjelaskan mengapa ketimpangan human capital dapat mempengaruhi pertumbuhan. Castello-Climent (2005) menjelaskan bagaimana harapan hidup sebagai jembatan yang dapat menjelaskan dampak ketimpangan human capital terhadap pertumbuhan. Mekanisme teorinya melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan demografi (fertilitas dan harapan hidup) dan pendekatan pasar kredit yang tidak sempurna. Semakin tinggi ketimpangan human capital maka semakin tinggi pula ketidaksempurnaan pasar kredit. Hal ini berakibat pada rendahnya akumulasi human capital yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi

Penduduk merupakan unsur penting dalam meningkatkan produksi dan mengembangkan kegiatan ekonomi. Hal ini dikarenakan tersedianya tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan, tenaga usahawan yang diperlukan untuk menciptakan kegiatan ekonomi. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor positif yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Semakin besar jumlah tenaga kerja akan meningkatkan produktvitas yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Angkatan kerja yang tumbuh dengan cepat akan menjadi beban tersendiri bagi perekonomian. Jika lapangan pekerjaan yang tersedia tidak mampu menampung semua angkatan kerja baru maka sebagian angkatan kerja baru itu akan memperpanjang barisan penganggur yang dapat berdampak negatif terhadap perekonomian dan bidang lainnya.

Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi

Todaro (2006) menyatakan bahwa infrastruktur merupakan salah satu faktor penting yang menentukan pembangunan ekonomi. Infrastruktur dapat berupa jalan raya, kereta api, lapangan udara, pelabuhan, listrik, air, telekomunikasi dan infrastruktur sosial maupun ekonomi lainnya. Infrastruktur tersebut dapat menjadi fasilitas penunujang dalam kegiatan ekonomi sehingga mampu meningkatkan produktivitas ekonomi yang dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi.

Teori pertumbuhan ekonomi endogen oleh Romer juga memasukkan peran infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi. Teori ini menyatakan bahwa teknologi sebagai faktor endogen yang sangat ditentukan oleh investasi sumber daya manusia. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi sumber daya alam perlu penyediaan infrastruktur.

Tinjauan Empiris

(27)

11 the first differenced Macro-Mincerian equation oleh Kreuger and Lindahl (2001) adalah:

( ) ( )

(

) (2.5)

Menggunakan regresi panel disimpulkan bahwa variabel rata-rata lama sekolah (AYS), perubahan rata-rata lama sekolah ( ( )), koefisien gini pendidikan (GE) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien

sebesar -0.84. Variabel lag perkapita ( dan rasio pengeluaran pendidikan terhadap GDP tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kegagalan kebijakan pendidikan di Pakistan karena terjadinya inefisiensi belanja pendidikan.

Gungor (2006) meneliti tentang dampak ketimpangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan ini dilihat dari sisi pendidikan dan akumulasi human capital di provinsi Turki tahun 1975-2000. Menggunakan analisis data panel, salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan pendidikan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien sebesar -12.368 (metode fixed effect model). Variabel yang digunakan adalah basic non human capital augmented Mankiw (income perkapita, akumulasi kapital fisik dengan proksi konsumsi listrik sektor industry serta pertumbuhan tenaga kerja). Human capital diukur dengan rata-rata lama sekolah angkatan kerja. Ketimpangan pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi provinsi di Turki melalui jalur inefisiensi alokasi sumber daya bukan jalur akumulasi human capital.

Rao dan Rohana bt Jani (2008) meneliti tentang hubungan antara kualitas pendidikan dasar dan pendidikan menengah terhadap pertumbuhan ekonomi di Malaysia tahun 1986-2005. Koefisien gini pendidikan menggunakan data rasio murid terhadap guru di tingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Model dalam penelitian ini yaitu:

(2.6)

dimana PCGDP adalah GDP Perkapita, GPS merupakan ukuran gini pendidikan dasar, GSS merupakan ukuran gini pendidikan menengah dan Pop adalah jumlah penduduk umur 0-14 tahun sebagai variabel kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gini pendidikan menengah berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi yang berarti bahwa GSS merupakan variabel yang berpengaruh terhadap GDP perkapita di Malaysia dengan koefisien sebesar -323.28.

Duarte dan Marta Simoes (2010) menganalisis tentang hubungan pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan regional dari sisi ketimpangan pendapatan dan pendidikan sebagai faktor penjelas di 30 daerah regional di Portugal tahun 1995-2007. Ketimpangan pendidikan diukur dengan menggunakan ukuran indeks gini, indeks Theil, indeks Atkinson dan rasio persentil. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(2.7)

dimana merupakan rata-rata pertumbuhan GDP perkapita,

adalah GDP riil perkapita, menunjukkan ketimpangan

(28)

12

kerja sektor pertanian, industri dan jasa, serta dummy wilayah. Dengan menggunakan metode OLS, kesimpulan dari penelitian ini antara lain: ketimpangan pendidikan signifikan positif berpengaruh terhadap pertumbuhan GDP perkapita dengan koefisien sebesar 0.10. Ketimpangan pendidikan lebih kuat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan ketimpangan pendapatan.

Fidalgo et al. (2010) melihat hubungan antara ketimpangan pendidikan dan rata-rata lama sekolah di Portugal tahun 1986-2005 dengan menggunakan metode OLS. Ketimpangan pendidikan diukur dengan menggunakan metode indeks gini, indeks Theil, indeks Atkinson. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketimpangan pendidikan akan menurun seiring dengan peningkatan rata-rata tingkat pendidikan tenaga kerja.

Zhang Changzheng dan Kong Jin (2010) menganalisis tentang hubungan antara kesetaraan pendidikan di China dan kualitas pertumbuhan ekonomi China tahun 1978-2004 dengan menggunakan Granger Causality dan OLS. Kesetaraan pendidikan diukur dengan menggunakan indeks gini dan kualitas pertumbuhan ekonomi diukur dengan menggunakan total faktor produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesetaraan pendidikan dapat mendorong kualitas pertumbuhan ekonomi di China dengan koefisien gini pendidikan sebesar -1.21.

Digdowiseiso (2009) meneliti dampak pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan serta melihat pengaruh dari variabel pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada 23 provinsi di Indonesia selama tahun 1996-2005. Penelitian ini menggunakan metode OLS sebagai estimasi awal dan model ini kemudian kembali diestimasi menggunakan metode Two Stage Least Square dimana variabel yang tidak signifikan hasil estimasi awal tidak dimasukkan lagi pada persamaan. Salah satu model yang digunakan dalam memperlihatkan hubungan gini pendidikan (EG) dengan pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut:

(2.8)

Persamaan di atas mencakup variabel kontrol yakni rata-rata lama sekolah (AYS), angka harapan hidup (LiExp) dan lag PDRB per kapita . Dari persamaan tersebut salah satu disimpulkan bahwa variabel gini pendidikan tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Penggunaan metode Two Stage Least Square menjadi keterbatasan penelitian ini dimana persamaan (2.8) diatas merupakan model dinamis. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan metode panel dinamis pada penelitian selanjutnya.

(29)

13 interaksi antar kedua variabel tersebut. Ketika interaksi tersebut tidak dimasukkan dalam model, maka rata-rata lama sekolah dan gini pendidikan berdampak tidak signifikan dalam model. Sebaliknya, ketika interaksi masuk dalam model, rata-rata lama sekolah dan gini pendidikan menjadi signifikan dengan koefisien gini pendidikan sebesar 0.307.

Bustomi (2012) menganalisis ketimpangan pendidikan antar kabupaten/kota dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah selama periode tahun 2007-2010. Metode analisis data yang adalah indeks gini pendidikan, analisis regresi data panel dengan teknik Pooled EGLS. Berdasarkan hasil analisis ketimpangan pendidikan antar kabupaten/kota diketahui bahwa perhitungan indeks gini pendidikan di Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam kategori ketimpangan pendidikan rendah (0.309). Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan pendidikan mempunyai pengaruh negatif secara signifikan terhadap pertumbuhan PDRB per kapita di Provinsi Jawa Tengah dengan koefisien sebesar -1.95.

Kerangka Penelitian

(30)

14

Salah satu indikator pendidikan antara lain rata-rata lama sekolah. Dari sisi pencapaian ekonomi Provinsi Riau, nilai PDRB perkapita merupakan peringkat enam tertinggi namun capaian rata-rata lama sekolah masih lebih rendah dibandingkan Provinsi Maluku yang nilai PDRB perkapitanya terendah kedua nasional. Untuk mengukur ketimpangan pendidikan dapat digunakan gini pendidikan. Oleh karena itu akan diukur ketimpangan pendidikan Provinsi Riau dan dampak ketimpangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan, tujuan, dan alur kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhan penduduk merupakan faktor yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin cepat laju pertumbuhan penduduk, maka pertumbuhan ekonomi akan bergerak melambat.

2. Infrastruktur yang diproksi dengan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah merupakan faktor yang berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Ketimpangan pendidikan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan ketimpangan pendidikan akan menurunkan akumulasi human capital yang selanjutnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

4. Stok human capital yang diproksi dengan rata-rata lama sekolah berdampak positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

(31)

15

3 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Periode waktu penelitian yaitu tahun 2005-2011. Wilayah penelitian mencakup 11 dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Terdapat satu kabupaten yang baru terbentuk pada tahun 2009 yaitu Kabupaten Kepulauan Meranti. Mengingat bahwa periode penelitian adalah sebelum terbentuknya Kabupaten Meranti maka pada penelitian ini Kabupaten Kepulauan Meranti masih tergabung dengan Kabupaten Bengkalis sebagai kabupaten induknya. Sumber data yang digunakan untuk penghitungan gini pendidikan yaitu data individu hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS, data PDRB Kabupaten/Kota, infrastruktur jalan, jumlah penduduk dan data pendukung lainnya dirujuk dari publikasi terbitan BPS.

Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian terdiri dari analisis deskriptif, analisis koefisien gini pendidikan, analisis regresi data panel. Analisis deskriptif yang digunakan untuk memberikan gambaran umum kabupaten/kota di Provinsi Riau. Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama digunakan indeks gini pendidikan. Sedangkan tujuan penelitian kedua menggunakan analisis regresi data panel statis untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau.

Analisis Deskriptif

Analisis ini merupakan analisis statistik yang menggambarkan atau mendeskripsikan data menjadi informasi yang lebih jelas dan mudah dipahami, dengan bantuan tabel dan grafik yang berhubungan dengan penelitian. Analisis deskripsi yang disajikan dalam penelitian ini merupakan gambaran umum karakteristik kabupaten/kota di Provinsi Riau.

Analisis Koefisien Gini Pendidikan

Thomas et al. (2001) mempelopori penghitungan ukuran ketimpangan pendidikan berdasarkan capaian pendidikan yaitu koefisien gini pendidikan (Education Gini). Ukuran ini dapat diterima dan dianggap cukup baik dalam mengukur ketimpangan pendidikan secara relatif. Selain berdasarkan capaian pendidikan, gini pendidikan juga dapat dihitung berdasarkan data partisipasi sekolah dan jumlah dana pendidikan. Namun pengukuran melalui data partisipasi sekolah belum mampu menggambarkan stok human capital. Selain itu, penggunaan variabel jumlah dana pendidikan juga belum tepat dalam mencerminkan stok human capital karena besarnya dana input pendidikan belum tentu dapat memberikan kualitas pendidikan yang baik (Thomas 2002).

Penghitungan gini pendidikan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penghitungan yang diadopsi dari perumusan Thomas et al. (2001) yaitu:

∑ ∑ ( )

(32)

16 dimana,

= Koefisien gini pendidikan berdasarkan lama sekolah = Rata-rata lama sekolah (tahun)

dan = Proporsi penduduk umur 15 tahun ke atas dengan lama sekolah i tahun dan j tahun

dan = Lama sekolah i tahun dan j tahun n = Jumlah tingkat/kategori lama sekolah

Dalam penelitian ini n merupakan lama sekolah. Rata-rata lama sekolah berdasarkan capaian pendidikan dihitung sebagai berikut:

∑ (3.2)

= proporsi penduduk umur 15 tahun ke atas dengan lama sekolah 0 tahun = proporsi penduduk umur 15 tahun ke atas dengan lama sekolah 1 tahun = proporsi penduduk umur 15 tahun ke atas dengan lama sekolah 2 tahun

= proporsi penduduk umur 15 tahun ke atas dengan lama sekolah n-1 tahun = lama sekolah 0 tahun

= lama sekolah 1 tahun = lama sekolah 2 tahun

= lama sekolah n-1 tahun

Nilai indeks gini berkisar antara 0 sampai 1. Apabila indeks gini semakin mendekati indeks 0 menunjukkan tingkat distribusi pendidikan yang semakin merata. Sebaliknya, jika indeks gini semakin mendekati indeks 1 menunjukkan distribusi pendidikan yang semakin tidak merata atau semakin timpang. Oshima (1970) membagi tingkat ketimpangan pendapatan menjadi tiga kriteria, yakni ketimpangan rendah jika indeks gini kurang dari 0.3; ketimpangan sedang jika indeks gini berada antara 0.3 sampai 0.4 dan ketimpangan tinggi jika indeks gini lebih dari 0.4.

Analisis Regresi Data Panel Statis

(33)

17 menangkap karakteristik antar individu dan antar waktu yang bisa saja berbeda-beda. Selain itu dengan menggunakan data panel maka jumlah observasi penelitian akan lebih banyak dibandingkan jika hanya menggunakan data time series atau cross section saja yang jumlah observasinya relatif sedikit.

Menurut Baltagi (2008) keuntungan penggunaan data panel diantaranya sebagai berikut:

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Metode ini dalam mengestimasi dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.

2. Memberikan data yang lebih informatif dan beragam, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat bebas, dan lebih efisien. 3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Observasi cross section yang

berulang, maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis. 4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana

tidak dapat dideteksi dalam data cross section atau data time series.

5. Dapat digunakan untuk membangun dan menguji perilaku model yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series.

6. Data panel mikro yang dikumpulkan pada individu, rumah tangga dan perusahaan mungkin mengukur lebih akurat dibanding variabel sejenis yang yang diukur pada tingkat makro. Bias hasil agregasi atas individu atau perusahaan mungkin dikurangi atau dihapuskan.

7. Data panel makro di sisi lain memiliki time series yang lebih panjang dan tidak seperti masalah jenis distribusi non standar dari unit roots tests dalam analisis time series.

Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini juga memiliki keterbatasan dalam penggunaannya di antaranya:

1. Masalah dalam desain dan pengumpulan data. Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan (coverage), nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi wawancara, waktu wawancara, periode referensi, penggunaan batas dan waktu dalam bias sampel.

2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement errors). Measurement errors umumnya terjadi karena pertanyaan yang tidak jelas, memory errors, respon yang tidak sesuai.

3. Masalah selektivitas (selectivity) yang mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Self-selectivity: permasalahan yang muncul karena data-data yang

dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada.

b. Nonresponse: permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden (sampel rumahtangga).

c. Attrition: jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi.

4. Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu.

(34)

18

Model estimasi data panel dapat dikelompokkan menjadi model common effect dan individual effects (fixed effects dan random effects). Gujarati (2004) menyatakan bahwa ada empat pertimbangan yang dapat digunakan untuk memilih antara model fixed effects dengan model random effects, yaitu:

1. Apabila jumlah time series (T) besar dan jumlah cross section (n) kecil, maka nilai taksiran parameter berbeda kecil, sehingga pilihan didasarkan pada kemudahan penghitungannya yaitu model fixed effects.

2. Apabila komponen error individu berkorelasi, maka penaksir dengan model random effects adalah bias dan penaksir dengan model fixed effects tidak bias. 3. Apabila n besar dan T kecil serta asumsi model random effects terpenuhi, maka penaksir model random effects lebih efisien dari penaksir model fixed effects.

4. Apabila n besar dan T kecil, maka penaksiran dengan model fixed effects dan model random effects akan menghasilkan perbedaan yang signifikan. Pada model random effects diketahui bahwa αi = α + ui, di mana ui merupakan

komponen acak cross section. Sedangkan pada model fixed effects αi bersifat

tidak acak. Apabila diyakini bahwa individu atau cross section tidak acak, maka model fixed effects lebih tepat, sebaliknya apabila cross section acak, maka model random effects lebih tepat.

Pemilihan Model Terbaik

Pemilihan model regresi data panel yang terbaik dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan statistik. Untuk memilih apakah menggunakan fixed effects atau random effects dapat dilakukan dengan pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regresor dan efek individu. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan uji Hausman. Hipotesis uji Hausman adalah sebagai berikut:

| atau random effects adalah model yang tepat

| atau fixed effects adalah model yang tepat

Dasar pengambilan keputusan yaitu menolak menggunakan nilai statistik uji Hausman dan dibandingkan dengan nilai statistik Chi Square . Statistik uji Hauman dirumuskan dengan:

(3.4)

dimana: M adalah matriks kovarians β dan k adalah derajat bebas

Jika nilai statistik uji Hausman lebih besar dari maka keputusannya yaitu cukup bukti untuk menolak sehingga model terbaik yang digunakan adalah fixed effects dan demikian juga berlaku sebaliknya.

Model pertumbuhan ekonomi akan diestimasi dengan menggunakan metode data panel statis. Tahap pertama yang dilakukan yaitu uji Chow untuk memilih model terbaik antara OLS dan FEM. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dan F-statistik. Tahap kedua adalah melakukan uji Hausman untuk menentukan model yang terbaik antara fixed effects model (FEM) atau random effects model (REM).

Uji Asumsi

(35)

19 a. Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah bahwa tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut, jika hubungan tersebut ada maka peubah bebasnya dikatakan multikolinearitas sempurna. Apabila hal tersebut terjadi maka dugaan parameter koefisien regresi masih mungkin dapat diperoleh, tapi interpretasinya menjadi sulit. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilakukan dengan uji korefisien korelasi sederhana antar peubah bebas dalam model, jika korelasinya sangat tinggi dan nyata maka berarti terjadi multikolinearitas. Selain itu juga dapat dilihat dari statistik uji F dan nilai koefisien determinasi, apabila nilai Rj2

tinggi atau dari uji F modelnya signifikan berarti ada multikolinearitas. b. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu aumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah bahwa taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate) maka var ( ) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua error mempunyai varians yang sama. Kondisi ini disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights) yaitu dengan membandingkan Sum Square Residu pada Weighted Statistics dengan Sum Square Residu Unweighted Statistics. Jika Sum Square Residu pada Weighted Statistics lebih besar dari Sum Square Residu Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Metode lain dengan uji Goldfeld-Quandt, uji Breusch-Pagan dan uji White.

c. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadiantar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang.Uji autokorelasi yang dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang digunakan.Tata cara untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Cara untuk melihat ada/tidaknya autokorelasi dilakukan dengan membandingkan DW statistik dengan DW tabel. Adapun kerangka identifikasi terangkum dalam tabel 1 berikut. Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi.

Tabel 1 Kerangka identifikasi autokorelasi

Nilai DW Hasil

Terdapat korelasi serial regresi Hasil tidak dapat ditentukan Tidak ada korelasi serial Tidak ada korelasi serial Hasil tidak dapat ditentukan Terdapat korelasi serial regresi

(36)

20

Spesifikasi Model Penelitian

Untuk melihat pengaruh variabel gini pendidikan (proksi dari human capital) terhadap pertumbuhan ekonomi maka variabel gini pendidikan dijadikan sebagai variabel eksogen. Namun mengingat bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipengaruhi gini pendidikan maka penelitian ini juga menggunakan variabel rata-rata lama sekolah, jumlah penduduk, rasio panjang jalan, share industri sebagai variabel eksogen. Model penelitian diadopsi dari penelitian Sauer dan Zagler (2011) yaitu:

Error terdiri dari time-invariant dan error ,

(3.6)

Tabel 2 Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian

Notasi Variabel Satuan

GROWTH Pertumbuhan PDRB riil perkapita Persen

Pop Jumlah penduduk Orang

Rasio panjang jalan terhadap luas wilayah Rasio

GE Koefisien gini pendidikan Indeks

MYS Rata-rata lama sekolah Tahun

Kontribusi sektor industri terhadap PDRB Persen

Definisi Variabel Operasional

Definisi variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan perubahan nilai output (PDRB riil) dari waktu ke waktu dan diformulasikan sebagai berikut:

2. PDRB riil perkapita dihitung dari PDRB riil dibagi jumlah penduduk.

3. Pertumbuhan penduduk adalah pertumbuhan jumlah penduduk tahun berjalan dengan tahun sebelumnya.

4. Rasio panjang jalan merupakan perbandingan antara panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang terhadap luas wilayah.

(37)

21

4

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Provinsi Riau

Karakteristik Wilayah Administrasi

Riau merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatera dan secara administrasi berada diantara tiga provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi. Berdasarkan letak geografis, Provinsi Riau terletak antara 02° 25’ 00” Lintang Utara sampai 01° 05’ 00” Lintang Selatan dan 100° 00’ 00” sampai 105° 05’ 00” Bujur Timur. Batas-batas wilayah administrasi Provinsi Riau (Gambar 6) yaitu :

• Sebelah Utara : Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara

• Sebelah Selatan : Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat

• Sebelah Timur : Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Malaka

• Sebelah Barat : Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara Sebagian besar wilayah Provinsi Riau merupakan daerah dataran. Di samping itu Provinsi Riau juga memiliki beberapa pulau kecil yang juga menjadi wilayah perbatasan. Memiliki wilayah yang berada di tepi laut menjadikan banyak kawasan pelabuhan yang berkembang, baik sebagai pelabuhan bongkar muat barang maupun pelabuhan penumpang.

Gambar 6 Peta wilayah Provinsi Riau

Luas wilayah administrasi Provinsi Riau yaitu sebesar 8 915 016 hektar atau setara dengan 89 150.16 km2. Sejak tahun 2004 Riau Kepulauan telah memisahkan diri dari Provinsi Riau dengan adanya UU otonomi daerah. Secara administratif Provinsi Riau memiliki sepuluh kabupaten dan dua kota (Tabel 3).

(38)

22

Masing-masing kabupaten/kota memiliki luas wilayah yang bervariasi. Kabupaten Indragiri Hilir merupakan kabupaten dengan luas wilayah terbesar yaitu 13 798.37 km2 dan Kota Pekanbaru sebagai kota yang memiliki luas wilayah terkecil yaitu 633.01 km2. Provinsi Riau terbentang di lereng Bukit Barisan dan memiliki empat sungai penting sebagai prasarana perhubungan antar wilayah kabupaten/kota seperti Sungai Siak (300 km) dengan kedalaman 8-12 m, Sungai Rokan (400 km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 km) dengan kedalaman lebih kurang 6 m dan Sungai Indragiri (500 km) dengan kedalaman 6-8 m.

Tabel 3 Nama-nama ibukota dan luas wilayah kabupaten/kota Provinsi Riau Kabupaten/Kota Ibukota Luas (Km2) Persentase

Luas Kab. Kuantan Singingi Teluk Kuantan 5 202.16 5.84

Kab. Indragiri Hulu Rengat 7 676.27 8.61

Kab. Indragiri Hilir Tembilahan 13 798.37 15.48 Kab. Pelalawan Pangkalan Kerinci 12 404.14 13.91

Kab. Siak Siak Sri Indrapura 8 233.57 9.24

Kab. Kampar Bangkinang 10 928.20 12.26

Kab. Rokan Hulu Pasir Pengarayan 7 229.78 8.11

Kab. Bengkalis Bengkalis 8 437.20 9.46

Kab. Rokan Hilir Bagan Siapi-Api 8 961.43 10.05 Kab. Kepulauan Meranti Selat Panjang 3 607.03 4.05

Kota Pekanbaru Pekanbaru 633.01 0.71

Kota Dumai Dumai 2 039.00 2.29

Provinsi Riau Pekanbaru 89 150.16 100.00

Sumber: BPS Provinsi Riau (2012) Karakteristik Penduduk

Jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu modal pembangunan ekonomi suatu wilayah. Potensi penduduk ini menjadi aset yang penting apabila dapat dimanfaatkan dengan tepat. Jumlah penduduk Provinsi Riau menurut hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) adalah 5 538 367 jiwa dimana 60.83% penduduk berada di dareah pedesaan. Penduduk Provinsi Riau masih terkonsentrasi di pusat ekonomi daerah yaitu Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk sebesar 897 767 jiwa atau sebesar 16,21% dari seluruh penduduk Riau. Sedangkan kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dengan jumlah penduduk sebesar 176 290 jiwa.

(39)

23

Gambar 7 Kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2011

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, penduduk Provinsi Riau dilihat dari komposisi penduduk menurut golongan umur termasuk kelompok penduduk usia muda dimana kelompok usia 0-14 tahun sebanyak 16.75%, kelompok usia 15-44 tahun sebanyak 27.65%, kelompok usia 45-60 tahun sebanyak 6,13% dan kelompok 60 tahun keatas sebanyak 2.19% (Gambar 8).

Sumber: BPS

Gambar 8 Piramida penduduk Provinsi Riau Tahun 2010

SIAK

100 0 100 200 300 Kilometers

(40)

24

Komposisi penduduk usia produktif yang cukup besar dapat mengindikasikan terdapat jumlah angkatan kerja yang cukup tinggi. Persentase angkatan kerja Provinsi Riau terhadap jumlah penduduk adalah sebesar 42.93% pada tahun 2010. Secara total penduduk yang bekerja sebesar 39.19% dan pengangguran sebesar 3.7%. Kota Pekanbaru merupakan wilayah dengan jumlah pekerja dan juga pengangguran tertinggi di antara kabupaten/kota lainnya. Angkatan kerja yang tinggi dapat menjadi modal yang potensial untuk pembangunan daerah, jika didukung oleh keterampilan dan keahlian. Namun apabila kelompok penduduk tersebut kurang terampil dan tidak memiliki keahlian, maka tingginya jumlah angkatan kerja tersebut dapat menjadi beban bagi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan.

Infrastruktur Wilayah

Kondisi infrastruktur fisik merupakan salah satu aspek penting dan vital yang memiliki pengaruh terhadap peningkatan kinerja perekonomian karena infrastruktur dapat menjadi salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur yang yang tepat akan berdampak pada percepatan pembangunan ekonomi serta perluasan hasil-hasil pembangunan. Terdapat dua komponen infrastruktur yang berperan dalam proses produksi serta kelancaran pendistribusiannya yaitu infrastruktur transportasi dan listrik. Kuantitas infrastruktur didekati dengan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah sedangkan listrik dapat digambarkan dengan persentasetase rumah tangga yang menggunakan listrik PLN.

Gambar 9 menyajikan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah menurut wilayah kabupaten/kota di Provinsi Riau pada tahun 2011. Kota Pekanbaru merupakan kabupaten/kota dengan nilai rasio tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Hal ini dikarenakan karena Kota Pekanbaru sebagai ibukota provinsi merupakan pusat kegiatan ekonomi sehingga memiliki jangkauan area yang lebih luas.

Sumber: BPS

(41)

25

Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Rokan Hilir merupakan kabupaten dengan rasio panjang jalan yang rendah. Hal ini dikarenakan Kabupaten Rokan Hilir memiliki luas wilayah yang cukup besar dibandingkan Kota Pekanbaru. Namun hal ini dapat menjadi indikasi awal bahwa keempat kabupaten tersebut masih memiliki infrastruktur transportasi yang belum memadai karena Kabupaten Pelalawan sebagai kabupaten dengan wilayah terbesar kedua memiliki nilai rasio yang lebih tinggi yang mengindikasikan bahwa kondisi infrastruktur transportasi Kabupaten Pelalawan lebih memadai.

Semua daerah yang berstatus kota dan dua kabupaten yaitu Kabupaten Kampar dan Kabupaten Bengkalis memiliki kualitas infrastruktur listrik yang baik pada tahun 2011 (Gambar 10). Hal ini ditunjukkan dengan persentase rumah tangga yang menggunakan listrik PLN lebih tinggi lebih baik dibandingkan daerah lainnya. Pola penyebaran infrastruktur listrik ini menggambarkan ketidakmerataan antar kabupaten/kota di Provinsi Riau dimana daerah yang berstatus kota cenderung memiliki kondisi yang lebih baik. Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Indragiri Hilir merupakan daerah dengan persentase rumah tangga yang menggunakan PLN terendah. Hal ini dikarenakan wilayah administrasi yang luas sehingga terkendala dalam penyediaan infrastruktur tersebut.

Sumber: BPS

Gambar 10 Persentase rumah tangga yang menggunakan listrik PLN menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2011

Karakteristik Perekonomian

(42)

26

31%

3% 27%

0% 10% 16%

3% 4% 6%

Komposisi PDRB Provinsi Riau tanpa Migas

Pertanian Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih

Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi Keu & Jasa Jasa-Jasa

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Kontribusi Penduduk Bekerja

Penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB juga berpengaruh pada sektor industri pengolahan. Hal ini karena industri pengolahan yang berkembang adalah industri pengolahan CPO. Sektor industri pengolahan memerlukan bahan baku utama berupa tanaman kelapa sawit yang merupakan salah satu komoditi sektor pertanian.

Gambar 11 Struktur perekonomian Provinsi Riau tanpa migas tahun 2011 Struktur perekonomian Provinsi Riau dengan migas sampai tahun 2011 didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian (Gambar 12). Hal ini didukung oleh kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Provinsi Riau seperti minyak bumi.

Sumber: Hasil olahan

(43)

27 Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian ini cukup besar dalam menghasilkan nilai tambah yaitu sebesar 37%. Sektor lainnya yang memiliki kontribusi besar dalam perekonomian yaitu sektor pertanian dan industri pengolahan yaitu masing-masing sebesar 19%. Sektor pertanian didominasi oleh subsektor perkebunan, sedangkan sektor industri pengolahan didominasi oleh subsektor pengolahan minyak. Hal ini terkait dengan keberadaan beberapa perusahaan besar, baik asing maupun nasional, yang bergerak dalam pengolahan minyak tersebut. Sektor ekonomi lainnya hanya memiliki kontribusi kurang dari 10%.

Selain memiliki kontribusi besar dalam pembentukan PDRB, sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 45%. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor industri pengolahan lebih besar menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 17%. Sedangkan sektor pertanian hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 10%.

Struktur perekonomian menurut wilayah kabupaten/kota sampai tahun 2011 menunjukkan pola yang beragam (Gambar 13). Mayoritas kabupaten memiliki struktur perekonomian yang didominasi oleh sektor pertanian sedangkan daerah kota lebih didominasi oleh sektor industri pengolahan, konstruksi dan perdagangan. Terdapat 5 kabupaten yang struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian yaitu Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kepulauan Meranti. Untuk wilayah kota, Kota Pekanbaru lebih didominasi oleh sektor konstruksi dan perdagangan sementara Kota Dumai didominasi oleh sektor industri pengolahan dan perdagangan.

Sumber: BPS

Gambar

Gambar 1  PDRB perkapita dengan migas dan tanpa migas serta rata-rata lama
Gambar 3 Angka
Gambar 5 menyajikan kerangka penelitian. Keberhasilan pembangunan
Tabel 2  Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

First of all, the writer would like to thank to Allah SWT, Almighty God, who has given a chance, guidance, mercy, blessing, so that the writer can finish

dengan baffle inclination 0 o.. ekstensif dan program penelitian secara analitis yang dilakukan oleh Department of Chemical engineering at University of Delaware

Keberhasilan produk jasa konstruksi dapat berupa, kemampuan untuk menyelesaikan proyek/pekerjaan tepat waktu,yang telah ditetapkan dalam kontrak kerja pekerjaan

Untuk merealisasikan strategi pencapaian visi dan misi daerah tadi, secara fungsional Kecamatan Lumbang dituntut untuk mampu menterjemahkannya kedalam berbagai

Pokja ULP tidak boleh menggugurkan penawaran pada waktu pembukaan penawaran, kecuali untuk file penawaran yang sudah dipastikan tidak dapat dibuka

Pengaruh return on asset, cash ratio, debt to equity ratio sebagai variabel independen terhadap dividend payout ratio (DPR) sebagai variabel dependen secara simultan

e) berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau.. f) berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. a)