• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Produk Dadih Susu Sapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Produk Dadih Susu Sapi"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PRODUK DADIH SUSU SAPI

AFIF TUNGGUL PRADIPTA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Produk Dadih Susu Sapi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Afif Tunggul Pradipta

(4)

ABSTRAK

AFIF TUNGGUL PRADIPTA. Pengembangan Produk Dadih Susu Sapi. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan AJI HERMAWAN.

Keterbatasan susu kerbau sebagai bahan baku dan kurang higienisnya proses produksi menjadi beberapa faktor penghambat dalam proses penerimaan dadih tradisional. Pembuatan dadih dengan bahan baku susu sapi menggunakan bakteri asam laktat (BAL) spesifik sebagai starter-nya merupakan salah satu solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Hasil iterasi uji hedonik menunjukkan bahwa formula dengan perbandingan L. casei dengan B. longum sebesar 1:5 (3%), penggunaan bahan pengental berupa tepung maizena sebesar 8%, serta tambahan perisa sejumlah 25%, merupakan dadih susu sapi dengan formula terbaik. Formula tersebut menunjukkan nilai pH, total asam tertitrasi, kadar air/total padatan, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, serta kadar karbohidrat berturut-turut sebesar 4,46, 1,52%, 72,13% / 27,87%, 0,75%, 4,75%, 3,83%, serta 18,54%, sementara untuk total BAL sebesar 2,6 x108 – 3 x 109 CFU/ml. Berdasarkan takaran saji dadih susu sapi yaitu 125 gr/cup, maka diperoleh % AKG untuk lemak dan protein masing-masing sebesar 8%, sedangkan untuk karbohidrat serta kalori masing-masing sebesar 7%. Penentuan kapasitas produksi diasumsikan berdasarkan target pasar 0,5% dari Total Available Market. Mengacu kepada kapasitas produksi, takaran saji, serta asumsi-asumsi yang menghasilkan biaya tenaga kerja, biaya overhead, dan biaya bahan baku, maka didapatkan Biaya Produksi dadih susu sapi sebesar Rp 2.928,-/cup.

(5)

ABSTRACT

AFIF TUNGGUL PRADIPTA. Cow Milk Dadih Product Development. Supervised by ERLIZA HAMBALI and AJI HERMAWAN.

The limitedness of buffalo milk as raw material and lack of hygiene in production process become several factors that inhibit the acceptance of traditional dadih. Dadih production by using cow milk as raw material and specific lactic acid bacteria (LAB) is one of the solution to overcome these obstacles. Iteration hedonic test results indicated that formula with ratio between L. casei & B. longum of 1:5 (3%), 8% usage of cornstarch as thickening agent, and 25% usage of flavouring agent, are the best formula of cow milk dadih. The best formula showed that pH value, total acid, water content/total solid, ash content, fat content, protein content, and carbohydrate content, respectively for 4,46, 1,52%, 72,13% / 27,87%, 0,75%, 4,75%, 3,83%, and 18,54%, while for total LAB as big as 2,6 x108 – 3 x 109 CFU/ml. Based on cow milk dadih servings : 125gr/cup, obtained that % Recommended Dietary Allowances (RDA) for fat and protein are similar by 8%, whereas for carbohydrates and calories, similar by 7%. The determination of production capacity was assumed based on the target market that is 0,5% of Total Available Market. Refers to production capacity, serving size, labor costs, overhead costs, and the raw material costs, the production cost of cow milk dadih was Rp 2.928,-/cup.

(6)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PENGEMBANGAN PRODUK DADIH SUSU SAPI

AFIF TUNGGUL PRADIPTA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Pengembangan Produk Dadih Susu Sapi Nama : Afif Tunggul Pradipta

NIM : F34090129

Disetujui oleh

Prof Dr Erliza Hambali Pembimbing I

Dr Ir Aji Hermawan, MM Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penulis mengambil tema Technopreneurship, dengan judul skripsi Pengembangan Produk Dadih Susu Sapi yang telah dilakukan dari bulan Mei hingga September 2013.

Ucapan terimakasih serta penghargaan penulis ucapkan kepada

1. Ibu Prof Dr Erliza Hambali dan Bapak Dr Ir Aji Hermawan, MM selaku dosen pembimbing atas perhatian dan bimbingannya selama ini.

2. Ibu Dr Endang Warsiki, STP, MSi selaku dosen penguji atas masukan dan arahannya dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Sri Usmiati selaku peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu atas bantuannya selama ini.

4. Bapak Yudi selaku teknisi laboratorium mikrobiologi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu atas bantuannya selama ini.

5. Ayahanda Dr Ir Agus Nurudin dan Ibunda Ir Tinuk A Damayanti serta Meutia Septiani SE atas doa, dukungan dan perhatiannya selama ini. 6. Keluarga besar TIN 46 atas kenangan manisnya selama ini.

7. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Metodologi Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil Pengujian Masalah (Test The Problem) 8

Identifikasi Formula Dadih Susu Sapi Terbaik 8

Analisis Mutu Dadih Susu Sapi Terpilih 15

Identifikasi Nutrisi Produk 16

Analisis Biaya Produksi 19

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

RIWAYAT HIDUP 34

(13)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan biaya kebutuhan bahan pengental 13

2 Kandungan proksimat dadih susu sapi 17

3 Persentase AKG dadih susu sapi 17

4 Variabel asumsi 19

5 Perincian kebutuhan investasi 20

6 Proses produksi pengolahan kultur/starter dadih 22 7 Proses produksi pengolahan produk dadih susu sapi 22 8 Komposisi modal kerja (biaya overhead & biaya produksi) 23

9 Perhitungan Biaya Produksi 24

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram metode pengembangan produk dadih susu sapi 3 2 Diagram alir pembuatan dadih susu sapi versi awal 5

3 Grafik uji hedonik 1 9

4 Grafik uji hedonik 2 (dadih plain) 10

5 Grafik uji hedonik 2 (dadih rasa) 10

6 Grafik uji hedonik 3 (dadih plain) 11

7 Grafik uji hedonik 3 (dadih rasa) 12

8 Grafik uji hedonik 4 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode analisis 27

2 Hasil uji hedonik terhadap formulasi 1 30

3 Hasil uji lanjut Duncan terhadap formulasi 2 31

4 Hasil uji lanjut Duncan terhadap formulasi 3 32

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dadih merupakan susu fermentasi asli dari daerah Sumatera Barat berwarna putih dengan konsistensi agak kental menyerupai tahu. Dadih secara tradisional dibuat dari susu kerbau yang ditempatkan dalam bambu dan ditutup dengan daun pisang yang dilayukan, dan dibiarkan terfermentasi secara alamiah pada suhu ruang selama 48 jam (Sughita 1995). Fermentasi terjadi dengan mengandalkan mikroba yang ada di alam atau tanpa menggunakan starter tambahan (Rahman et al. 1992). Mikroba yang diisolasi dari dadih diperkirakan berasal dari daun pisang sebagai penutup wadah bambu, susu kerbau, dan wadah bambu itu sendiri pada saat disiapkan (Naiola 1995).

Keterbatasan susu kerbau yang diproduksi di Indonesia, menyebabkan dadih sulit untuk berkembang dalam hal skala produksinya. Umur simpan dan kurangnya penerimaan konsumen juga merupakan faktor penghambat terhadap proses edukasi masyarakat terhadap minuman susu fermentasi tradisional ini. Kedua faktor tersebut disebabkan oleh kurang higienis serta tidak terkontrolnya mikroba yang digunakan dalam proses pembuatan dadih tradisional. Hal tersebut membuat dadih tradisional tidak dapat diproduksi secara konstan, terutama dalam segi aroma, rasa, warna, tekstur, serta umur simpan yang relatif singkat. Pembuatan dadih susu sapi dengan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum merupakan salah satu alternatif solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, dengan cara mensubstitusi bahan baku, merubah metode proses sehingga lebih aseptik, serta menggunakan bakteri asam laktat spesifik, agar dadih tersebut dapat lebih mudah diterima konsumen.

Metode dalam pengembangan produk ini merupakan metode action research (penelitian tindakan). Menurut Madya (2006), metode action research

merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki suatu permasalahan dengan melakukan tindakan yang didasari pada umpan balik (feedback) dan bukti (evidence) dari responden yang diuji, serta evaluasi atas aksi sebelumnya dan situasi yang terjadi pada saat ini. Hal tersebut yang menjadikan pengembangan produk akan lebih mudah dilakukan, jika dibandingkan dengan menggunakan metode penelitian konvensional yang bersifat subyektif terhadap peneliti dan cenderung menerka-nerka dalam membuat formulasi produk. Metode action research yang sifatnya obyektif terhadap responden, akan banyak membantu dalam memberikan data terkini yang akurat mengenai permasalahan dan kebutuhan yang dialami responden untuk dijadikan sebagai dasar dalam melakukan formulasi produk. Responden tentunya akan lebih cepat dalam menerima dadih susu sapi yang diujikan kepada mereka, karena dadih susu sapi tersebut diformulasikan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan yang dialami oleh responden.

(15)

2

responden, merupakan kultur dengan perbandingan 2:1 antara Latobacillus casei

dengan Bifidobacterium longum dalam aspek warna, rasa, aroma, dan penerimaan umum. Rasio tersebut juga memiliki ketahanan yang baik dalam uji ketahanan dalam garam empedu dan pH rendah. Berbeda halnya dengan penelitian Setiawan (2010) yang menyebutkan bahwa rasio kultur terbaik adalah 1:5 antara L. casei

dengan B. longum dalam berbagai aspek yang kurang lebih sama dengan yang diperoleh Suprihanto (2009). Meskipun kedua rasio kultur tersebut disebut sebagai rasio kultur terbaik, tingkat penerimaan responden (konsumen) terhadap keduanya dalam uji hedonik terbilang masih cukup rendah terutama dalam aspek rasa. Pengembangan produk dadih susu sapi ini akan dilakukan dengan membandingkan kedua rasio kultur tersebut dengan beberapa rasio kultur lainnya, agar didapatkan rasio kultur yang paling diterima oleh responden/ calon konsumen.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan penerimaan panelis/responden terhadap dadih susu sapi dari produk model awal hingga produk model yang diterima oleh responden, dengan menggunakan metode action research.

2. Mendapatkan formula dadih susu sapi terbaik berdasarkan komentar dan saran dari responden.

3. Mendapatkan standar mutu, Angka Kecukupan Gizi, serta Biaya Produksi dari formula dadih susu sapi terbaik.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium DIT, Laboratorium Bioindustri, serta Laboratorium Instrumen, Kampus IPB Dramaga Bogor mulai dari bulan Juni 2013 hingga September 2013.

Bahan dan Alat

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu susu sapi pasteurisasi, susu skim bubuk dan cair, yeast extract, Carboxymethyl Cellulose

(CMC), de Mann Rogosa Sharpe Broth (MRSB), de Mann Rogosa Sharpe Agar

(16)

3 peralatan yang digunakan yaitu autoklaf, refrigerator, bunsen, inkubator, neraca analitik, mixer, dan alat-alat gelas.

Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan metode

action research. Metode action research adalah suatu bentuk penelitian yang langkah-langkahnya meliputi perencanaan (planning) berupa pengujian masalah dan penentuan formula dadih susu sapi model awal, pelaksanaan (acting) berupa pembuatan dadih susu sapi versi awal, pengamatan (monitoring) dan refleksi/penilaian (reflecting) berupa tes konsumen/uji organoleptik, seperti yang tampak pada Gambar 1.

(17)

4

Pengujian Masalah (Test The Problem)

Tahap perencanaan pengembangan produk didasari oleh hasil dari pengujian masalah yang dimiliki oleh calon konsumen. Pengujian masalah dilakukan dengan memilih 30 responden yang dianggap sebagai segmen konsumen dadih susu sapi (pria dan wanita usia 10-60 tahun), serta membuat pertanyaan untuk melakukan wawancara terhadap 30 responden tersebut. Masalah yang diperoleh dari responden tersebut mendasari perencanaan proses pengembangan produk ini. Penentuan Formula Dadih Susu Sapi Model Awal (Tahap Perencanaan)

Penentuan formula diawali dengan pemilihan jenis bakteri yang dianggap mampu menghasilkan dadih dari susu sapi dengan tingkat penerimaan uji hedonik tertinggi. Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah L. casei dan

B. longum. Penggunaan kedua jenis bakteri ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suprihanto (2009). Berdasarkan penilaian yang diberikan para panelis dalam penelitian Suprihanto (2009), secara umum dadih yang mendapatkan rataan nilai tertinggi adalah dadih susu sapi yang menggunakan formula starter L. casei dan B. longum dengan rasio 2:1. Rataan nilai tinggi yang diperoleh formula starter kedua bakteri tersebut berasal dari tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma, dan rasa dari dadih yang dihasilkan. Oleh karena itu, metode proses yang dipilih juga merupakan metode yang diterapkan oleh Suprihanto (2009) agar dadih susu sapi yang dihasilkan sesuai dengan formula starter bakteri yang digunakan. Metode tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 dan akan dijelaskan pada Subbab Pembuatan Dadih Susu Sapi Versi Awal.

Aspek lainnya yang mampu mempengaruhi kualitas dari susu fermentasi, khususnya dadih susu sapi, merupakan pemilihan kemasan yang akan digunakan untuk membantu meningkatkan umur simpan dari produk tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2009), dadih susu sapi yang dikemas dalam

(18)

5

(19)

6

Pembuatan Dadih Susu Sapi Versi Awal (Tahap Pelaksanaan) Persiapan dan Perbanyakan Kultur BAL

Persiapan kultur bakteri asam laktat dilakukan dengan menyiapkan 3 ml masing-masing kultur BAL (Lactobacillus casei & Bifidobacterium longum) dari biakan MRSB yang berjumlah 10 ml. Perbanyakan kultur BAL dilakukan dengan menyiapkan media MRSB yang disterilkan menggunakan autoklaf, lalu dilanjutkan dengan formulasi kultur sebesar 30%, sehingga kultur BAL sebanyak 3 ml diinokulasikan secara aseptis pada media MRSB steril sebanyak 7 ml kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C.

Kultur Kerja BAL pada Media Susu

Kultur yang telah diperbanyak diinokulasikan 30% ke dalam media susu sapi skim cair, dengan penambahan 1% ekstrak yeast yang sudah disterilkan (kultur induk). Kultur yang telah diinokulasi secara aseptis diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C. Hasil kultur induk tersebut kemudian diambil sebanyak 3% (dari susu steril yang digunakan untuk kultur kerja) untuk diinokulasikan ke dalam media susu sapi skim steril dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C (kultur kerja).

Penggunaan Persentase Kultur Kerja BAL Sebanyak 3%

Penggunaan persentase starter BAL pada penelitian ini dilakukan dengan membuat dadih susu sapi yang ditambahkan dua jenis starter BAL sebanyak 3%, dengan rasio 2:1 untuk Lactobacillus casei : Bifidobacterium longum. Penggunaan rasio tersebut sesuai dengan hasil penelitian Suprihanto (2009) seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Toning

Proses dilakukan dengan menyusutkan susu sapi hingga ¼ bagian dengan cara dipanaskan pada rentang suhu 60-730C selama kurang lebih 1 jam. Toning berfungsi untuk meningkatkan total padatan pada susu sapi sehingga menyerupai susu kerbau, serta berfungsi untuk mematikan mikroorganisme patogen dalam susu tersebut.

Homogenisasi

Homogenisasi dilakukan untuk menghomogenkan CMC dan susu skim dengan susu sapi yang berfungsi untuk mengefisienkan proses toning, agar proses peningkatan total padatan pada susu sapi lebih cepat diperoleh. Proses ini dilakukan dengan menggunakan mixer.

Fermentasi dalam Cup

(20)

7 Tes Konsumen (Tahap Pengamatan dan Penilaian)/Uji Organoleptik (Soekarto 1985)

Uji organoleptik berupa uji hedonik dan uji pembanding terhadap minimal 30 orang responden atau panelis tidak terlatih dijadikan sebagai acuan untuk melakukan pengamatan dan penilaian terhadap penerimaan dadih susu sapi model awal. Uji hedonik dilakukan dengan 5 (lima) skala hedonik, yaitu sangat suka (5), suka (4), netral (3), tidak suka (2), dan sangat tidak suka (1). Parameter yang diujikan meliputi atribut, warna, aroma, tekstur, rasa, dan keseluruhan (overall). Data hasil uji organoleptik dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan uji lanjut Duncan. Uji kesukaan akan dilakukan terhadap setiap formula dadih susu sapi yang dihasilkan. Pengujian organoleptik akan terus dilakukan hingga hasil pengujian menunjukkan formula dadih susu sapi terbaru dapat diterima dengan baik oleh panelis/responden. Tes konsumen berfungsi untuk mendapatkan tingkat penerimaan dadih susu sapi yang telah dibuat, serta yang berguna sebagai acuan dalam melakukan formulasi dadih susu sapi selanjutnya.

Analisis Mutu Dadih Susu Sapi

Dadih susu sapi dengan formula yang dinilai telah diterima oleh konsumen/responden akan dianalisis sifat kimia dan aspek mikrobiologisnya melalui analisis berupa nilai pH, total asam tertitrasi, serta total bakteri asam laktat. Prosedur analisis tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Identifikasi Nutrisi Produk

Identifikasi nutrisi produk (Nutrition Fact) yang dilakukan berupa uji proksimat produk, yaitu uji protein, kadar lemak, kadar air/ total padatan, kadar abu, kadar karbohidrat dan uji AKG (Angka Kelengkapan Gizi). Prosedur analisis identifikasi nutrisi produk dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis Biaya Produksi

(21)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Masalah (Test The Problem)

Berdasarkan 30 responden yang dianggap sebagai segmen konsumen dadih susu sapi, kebanyakan responden di usia remaja (10-15 tahun) lebih menyukai makanan dan minuman dengan rasa manis, sedangkan responden berusia 45 tahun ke atas cenderung sulit merubah kebiasaan pola makan mereka dan tidak terlalu memikirkan untuk memiliki tubuh yang ideal. Hal tersebut merubah segmen konsumen dadih susu sapi yang sebelumnya berusia 10-60 tahun, menjadi berusia 16-45 tahun. Permasalahan yang sering muncul dari kebanyakan responden adalah nyeri lambung atau diare apabila mengkonsumsi yoghurt secara berlebih dan rasa asam yoghurt yang juga berlebihan. Selain disebabkan oleh konsumsi berlebih dan rasa asam tersebut, penyebab diare saat mengkonsumsi yoghurt juga dapat disebabkan karena probiotik dalam yoghurt yang kurang cocok dalam sistem pencernaan responden. Wapodo (2004) menyebutkan bahwa probiotik galur lokal Indonesia lebih mampu beradaptasi bagi tubuh orang Indonesia serta mampu menekan jumlah bakteri yang tidak diinginkan. Hal ini yang mendasari pengembangan produk dadih susu sapi akan dibuat dari probiotik galur lokal yang diisolasi langsung dari dadih tradisional. Pengurangan rasa asam berlebih menjadi rasa yang cenderung agak asam/agak manis juga akan dilakukan bersamaan dengan penentuan takaran saji yang dianggap tepat oleh responden (berkisar antara 100-150 mL).

Masalah lain yang muncul dari responden yang ingin memiliki tubuh ideal, namun masih terkendala pola makan berlebih atau gizi yang tidak seimbang dari makanan yang mereka konsumsi, terutama bagi responden dengan aktivitas padat yang tidak sempat memilah makanan yang baik untuk kesehatannya. Responden menyebutkan bahwa dengan mengkonsumsi yoghurt dalam bentuk cair masih belum mampu menekan nafsu makan mereka karena tidak mengenyangkan, sehingga pola makan berlebih masih belum dapat diatasi. Hal tersebut menjadikan yoghurt sebagai makanan sekunder atau tersier bagi responden. Solusi untuk masalah tersebut adalah menawarkan dadih susu sapi dengan tekstur padat, sehingga diharapkan mampu mengenyangkan dan dianggap sebagai makanan diet yang dikonsumsi sehari-hari dan mampu menjaga berat tubuh ideal.

Identifikasi Formula Dadih Susu Sapi Terbaik

(22)

9 diubahnya suhu fermentasi ini adalah untuk mengoptimalkan kinerja kultur bakteri dalam melakukan fermentasi susu tersebut. Widodo (2003) menyebutkan bahwa Lactobacillus casei tumbuh optimum pada suhu 370C, sama halnya dengan suhu optimum Bifidobacterium longum yang menurut Shah (2007) berkisar antara 37-410C. Hasil uji hedonik pertama dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3 Grafik uji hedonik 1

Gambar 3 menunjukkan bahwa modifikasi proses terhadap suhu fermentasi seharusnya tidak dilakukan. Hal tersebut berdasarkan tingkat kesukaan responden yang sangat minim karena nilai yang ditunjukkan hanya berkisar antara sangat tidak suka dan tidak suka terhadap kelima parameter yang diujikan seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Modifikasi suhu fermentasi justru menghasilkan dadih susu sapi yang over fermented/wheying off. Kesalahan tersebut disebabkan karena semakin optimalnya suhu fermentasi maka susu sapi yang difermentasi tersebut juga semakin cepat terfermentasi. Hal ini menjelaskan bahwa dadih susu sapi tersebut seharusnya sudah dipanen sebelum 48 jam fermentasi, tidak seperti penelitian yang dilakukan oleh Suprihanto (2009) yang menggunakan suhu ruang. Pembuatan dadih susu sapi dengan formula hasil penelitian Suprihanto (2009) belum dapat dianggap tidak diterima oleh panelis, karena faktor yang menyebabkan dadih tersebut over fermented/wheying off adalah adanya suhu fermentasi yang tidak sesuai.

Pembuatan dadih susu sapi selanjutnya dilakukan dengan merujuk kepada formula hasil penelitian Suprihanto (2009) dan Setiawan (2010), serta beberapa formula acak lainnya. Formula tersebut terdiri dari rasio antara kultur

Lactobacillus casei dan Bifidobacterium lingum sebesar 2:1 (Suprihanto 2009), 1:5 (Setiawan 2010), 1:2, 5:1, dan 1:1. Pemilihan rasio 1:2, 5:1, dan 1:1 dilakukan agar perbedaan antara satu rasio kultur dengan rasio kultur lainnya cukup signifikan, sehingga dadih yang dihasilkan juga dapat lebih mudah dibedakan parameter hedoniknya oleh para responden. Kelima formula tersebut diterapkan masing-masing pada dadih plain dan dadih rasa yang menggunakan sirup

(23)

10

dilihat pada Gambar 4 untuk uji hedonik terhadap dadih plain dan Gambar 5 untuk uji hedonik terhadap dadih rasa.

Gambar 4 Grafik uji hedonik 2 (dadih plain)

Gambar 5 Grafik uji hedonik 2 (dadih rasa)

Hasil uji hedonik secara keseluruhan menunjukkan bahwa dadih plain

dengan formula terbaik ditunjukkan oleh formula kultur 5:1 dari lima aspek yang diujikan, serta berbeda nyata terhadap formula lainnya. Hal sebaliknya justru ditunjukkan oleh dadih strawberry yang menunjukkan bahwa formula dadih

(24)

11 tidak berbeda nyata dengan rasio kultur 1:1. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.

Merujuk kepada hasil uji hedonik kedua tersebut, maka formula terpilih untuk dadih plain yaitu dengan rasio L. casei : B. longum sebesar 5:1 dan untuk dadih rasa sebesar 1:5. Penambahan essence berupa essence mint dan sirup fruktosa diberikan kepada dadih plain untuk mengurangi aroma amis serta

aftertaste pahit yang selalu timbul saat responden menguji dadih plain tersebut. Dadih plain kembali dibuat menggunakan formula terpilih untuk membandingkan kadar penambahan sirup fruktosa yang paling disukai oleh panelis, yaitu dengan kadar 1%, 2%, 3%, 4% (v/v). Penambahan essence disama-ratakan sebanyak dua tetes untuk masing-masing kadar sirup fruktosa yang diberikan.

Perlakuan juga dilakukan terhadap masing-masing dadih rasa berupa penambahan sirup fruktosa dengan kadar 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% (v/v), namun menggunakan formula terpilihnya sendiri yaitu 1:5. Penambahan essence mint

tidak dilakukan karena aroma amis yang dihasilkan oleh dadih dapat ditutupi oleh aroma yang dihasilkan oleh sirup strawberry yang diberikan. Hasil uji hedonik 3 dapat dilihat pada Gambar 6 untuk uji hedonik terhadap dadih plain dan Gambar 7 untuk uji hedonik terhadap dadih rasa.

(25)

12

Gambar 7 Grafik uji hedonik 3 (dadih rasa)

Uji hedonik menunjukkan bahwa kadar sirup fruktosa yang paling disukai pada parameter warna, aroma, dan overall dari dadih plain adalah sebesar 2%. Parameter tekstur dan rasa yang paling disukai oleh respoden merupakan dadih

plain dengan kadar fruktosa sebesar 3%. Hasil tersebut masih belum mewakili tingkat kesukaan responden terhadap dadih plain terutama pada parameter aroma dan rasa. Hal ini dikarenakan meskipun diperoleh hasil yang mampu menunjukkan formula mana yang terbaik, tingkat penerimaan responden terhadap aroma masih tergolong netral/biasa saja sedangkan tingkat penerimaan responden terhadap rasa masih tergolong tidak suka. Tingkat penerimaan yang rendah terhadap aroma dan rasa tersebut kemungkinan besar diakibatkan oleh penggunaan essence mint yang tidak sesuai dengan susu fermentasi, khususnya dadih. Responden menyebutkan bahwa aroma dan rasa dari essence mint yang dihasilkan terlalu kuat, sehingga aroma dan rasa dadih plain itu sendiri tidak dapat teridentifikasi atau diuji. Hasil uji hedonik secara keseluruhan menunjukkan bahwa dadih plain dengan masing-masing kadar sirup fruktosa saling berbeda nyata satu sama lain, seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 4.

Uji hedonik terhadap dadih rasa menunjukkan bahwa dadih rasa yang paling disukai dari kelima parameter yang diujikan merupakan dadih rasa dengan kadar fruktosa sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa para responden memang lebih menyukai susu fermentasi (dadih) dengan kadar gula yang tinggi, atau memiliki rasa agak asam atau agak manis seperti hasil pengujian masalah yang telah disebutkan sebelumnya. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa dadih rasa dengan masing-masing kadar fruktosa saling berbeda nyata satu sama lain. Masih terdapatnya aftertaste pahit baik dari dadih plain serta dadih rasa yang telah ditambahkan sirup fruktosa, menjadi kendala terbesar dalam proses penerimaan dadih oleh responden.

Pembuatan dadih berikutnya dilakukan dengan menggunakan rasio antara

(26)

13 berbedanya rasio kultur dinilai kurang efektif dalam pembuatan dadih, serta rentan terjadinya kesalahan penggunaan rasio kultur. Rasio 1:5 dipilih karena rasio ini hanya setingkat di bawah rasio 5:1 untuk pembuatan dadih plain dalam sebagian besar aspek yang diujikan pada uji hedonik, serta merupakan rasio terbaik pada dadih rasa. Lain halnya dengan rasio kultur 5:1 yang hanya menjadi formula terbaik pada dadih plain, namun menjadi formula terburuk untuk dadih rasa dari kelima aspek yang diujikan dalam uji hedonik.

Kendala terbesar berupa aftertaste pahit yang masih terdapat pada dadih yang telah ditambahkan fruktosa, menjadi alasan dilakukannya formulasi selanjutnya. Formulasi ini tidak menyangkut pada aspek kultur bakteri, melainkan dari aspek bahan pengental susu yang digunakan. CMC dan susu skim bubuk yang digunakan dinilai menjadi penyebab adanya aftertaste pahit yang digunakan. Kedua bahan pengental yang digunakan baik pada penelitian Suprihanto (2009) maupun Setiawan (2010) ini juga dinilai menjadi bahan baku yang cukup tinggi harganya. Bahan pengental yang digunakan untuk mensubtitusi CMC dan susu skim adalah tepung maizena. Formulasi selanjutnya dilakukan untuk mengetahui rasio penggunaan tepung maizena yang tepat agar memiliki kemampuan mengentalkan susu yang sama seperti CMC dan susu skim bubuk. Rasio penggunaan tepung maizena awal sebesar 4%, merujuk kepada penggunaan CMC sebesar 1% dan susu skim bubuk sebesar 3%. Penggunaan tepung maizena dengan rasio tersebut ternyata tidak mampu menghasilkan susu dengan tingkat kekentalan yang sama dengan susu yang dikentalkan oleh CMC dan susu skim bubuk. Penambahan rasio penggunaan tepung maizena dilakukan pada rasio 6%, 8%, dan 10% (b/v), yang menunjukkan bahwa rasio sebesar 8% merupakan rasio terbaik. Rasio 8% disebut sebagai rasio penggunaan tepung maizena terbaik karena rasio tersebut menghasilkan susu dengan konsistensi yang kurang lebih sama dengan konsistensi yang dihasilkan oleh CMC dengan rasio 1%. Formula dadih dengan menggunakan bahan pengental berupa tepung maizena tersebut juga terbukti mampu menghilangkan aftertaste pahit yang sebelumnya timbul akibat penggunaan CMC dan susu skim bubuk. Penggunaan tepung maizena sebagai bahan substitusi CMC dan susu skim bubuk juga terbukti mampu mengurangi biaya bahan baku yang akan dihitung dalam Biaya Produksi, meskipun rasio tepung maizena yang digunakan jauh lebih besar dibandingkan rasio penggunaan CMC dan susu skim bubuk. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Perbandingan biaya kebutuhan bahan pengental

Formulasi dilanjutkan dengan penentuan rasio perisa pasta (blueberry &

strawberry). Perisa pasta ini akan mensubtitusi sirup yang sebelumnya digunakan untuk memberikan rasa pada dadih. Alasan disubtitusinya sirup ini dikarenakan sirup tidak mampu mempertahankan warnanya pada waktu yang lama setelah ditambahkan pada dadih, sehingga hanya mampu mempertahankan aspek rasanya

CMC Rp 15.000 10 gr Rp 1.500

(27)

14

saja. Harga yang juga lebih mahal dibandingkan perisa pasta menjadi salah satu faktor lain yang dijadikan sebagai alasan proses subtitusi sirup tersebut.

Dadih rasa akan dilakukan uji hedonik kembali dengan menggunakan rasio perisa pasta sebesar 75%, 50%, 25%, dan 12,5 % (v/v). Hasil uji hedonik keempat dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut.

Gambar 8 Grafik uji hedonik 4

Uji hedonik menunjukkan bahwa rasio perisa pasta yang paling disukai dari aspek warna, tekstur, rasa, dan nilai secara menyeluruh (overall), adalah rasio pasta sebesar 25% yang berbeda nyata dengan rasio penggunaan perisa pasta lainnya. Lain halnya dengan aspek aroma yang menunjukkan bahwa rasio perisa pasta terbaik merupakan rasio penggunaan pasta sebesar 75%. Hal ini disebabkan semakin besar rasio perisa pasta yang digunakan, maka aroma dari perisa pasta tersebut juga semakin kuat. Faktor tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden lebih menyukai aroma perisa pasta yang kuat dibandingkan dengan aroma yang muncul dari dadih itu sendiri. Terlepas dari hal tersebut, rasio perisa pasta terpilih tetap rasio pasta dengan penggunaan sebesar 25%, karena rasio tersebut juga mampu menghasilkan penilaian yang baik oleh para responden pada aspek aroma. Hasil uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil uji hedonik keempat ini dianggap sebagai hasil akhir dari proses formulasi dadih untuk konsumen. Formula dadih susu sapi terpilih setelah dilakukan iterasi sebanyak 3 kali merupakan dadih susu sapi dengan formula L. casei : B. longum sejumlah 1:5, menggunakan pengental berupa tepung maizena sebesar 8% dari susu yang digunakan, serta menggunakan perisa pasta dengan rasio 25% tanpa adanya penambahan fruktosa. Penambahan fruktosa tidak dilakukan karena terbukti tidak mampu untuk menghilangkan aftertaste pahit yang ditimbulkan oleh CMC. Ditentukannya hasil uji hedonik tersebut sebagai hasil akhir, dikarenakan rata-rata dari kelima aspek hedonik yang diujikan menunjukkan nilai yang hampir menyentuh angka 4 atau dengan tingkat kesukaan

(28)

15 tersebut, kesukaan terhadap tekstur yang kental/padat juga berada di kisaran nilai sebesar 3,5 yang berarti responden sudah cukup menyukai tekstur yang ditawarkan oleh dadih susu sapi. Pengujian lanjutan berupa karakteristik fisiko-kimia dari dadih susu sapi sebagai standar Quality Control, serta analisis biaya produksi untuk menentukan Biaya Produksi sudah dapat dilakukan.

Analisis Mutu Dadih Susu Sapi Terpilih Nilai pH

Perubahan nilai pH yang terjadi pada dadih susu sapi terpilih merupakan bukti dari adanya aktivitas bakteri asam laktat yang ada dalam produk tersebut. Semakin lama waktu fermentasi yang dilakukan terhadap susu fermentasi, maka nilai pH dari susu fermentasi tersebut juga semakin rendah. Hal tersebut disebabkan karena semakin lama waktu fermentasi berlangsung, maka semakin banyak laktosa dan kasein yang diubah menjadi asam laktat. Miskiyah dan Usmiati (2011) menyebutkan bahwa komponen susu yang paling berperan dalam fermentasi adalah laktosa dan kasein yang terdapat dalam susu. Laktosa digunakan sebagai sumber energi dan karbon yang nantinya akan diubah oleh BAL menjadi asam laktat. Asam laktat tersebut menyebabkan keasaman dadih susu sapi meningkat atau pH-nya menurun.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pengukuran nilai pH yang dilakukan secara duplo memiliki nilai rata-rata sebesar 4,46. Kisaran nilai pH tersebut masih memenuhi standar SNI yogurt yang menyebutkan nilai pH minimal untuk yogurt

sebesar 3,4 dan dadih susu kerbau sebesar 4,1 (Yudoamijoyo et al. 1983). Nilai tersebut menunjukkan bahwa dadih susu sapi terpilih memiliki nilai pH yang sesuai dengan SNI.

Total Asam Tertitrasi

Sama halnya dengan nilai pH, total asam tertitrasi merupakan sifat kimia dari produk susu fermentasi yang sangat dipengaruhi oleh adanya aktivitas bakteri asam laktat di dalam susu fermentasi tersebut. Perbedaan yang paling mendasar dari total asam dengan nilai pH adalah nilainya yang berbanding terbalik satu sama lain. Apabila nilai pH menurun yang menunjukkan bahwa semakin asam susu fermentasi tersebut, maka total asam justru semakin meningkat. Total asam tertitrasi dipengaruhi oleh banyaknya asam laktat di dalam suatu produk susu fermentasi, sehingga apabila semakin banyak asam laktat di dalamnya maka total asam juga semakin meningkat.

(29)

16

dari dadih susu sapi terpilih lebih rendah daripada total asam dadih tradisional. Kesalahan ini mungkin disebabkan dari kesalahan saat pembuatan alkohol netral yang cenderung masih bersifat asam saat digunakan untuk melarutkan sampel dadih susu sapi, sehingga asam yang berada pada alkohol tersebut ikut terhitung bersama dengan asam yang berasal dari dadih susu sapi. Terlepas dari hal tersebut, nilai total asam dari dadih susu sapi terpilih tersebut masih sesuai dengan SNI untuk yogurt yang berkisar antara 0,5% hingga 2%.

Total BAL

Penambahan BAL pada dadih susu sapi bertujuan untuk membuat dadih susu sapi tersebut sebagai minuman probiotik, bukan hanya sebagai susu fermentasi saja. Probiotik merupakan suplemen pangan yang berasal dari mikroba hidup. Mikroba hidup tersebut berfungsi membantu kesehatan inangnya dalam memperbaiki komposisi mikroba usus. Bakteri asam laktat yang bersifat probiotik ini banyak digunakan sebagai suplemen pangan dengan berbagai manfaat kesehatan (Susanti et al. 2007). Pengukuran total BAL sangat penting untuk menentukan dadih susu sapi terpilih ini merupakan minuman probiotik atau bukan. Untuk menentukan hal tersebut, dadih susu sapi harus mengandung setidaknya mikroba probiotik sebanyak 106-108 CFU/ml atau 108-1010 CFU/gr (preparat kering) (Suryono 2003). Total BAL yang ada pada dadih susu sapi terpilih setelah disimpan selama 7 hari dalam cup plastik pp berjumlah 108-109 CFU/ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa dadih susu sapi tersebut dapat dikategorikan sebagai minuman probiotik yang memiliki berbagai manfaat seperti produk probiotik lainnya.

Jumlah serta pertumbuhan BAL yang terdapat dalam dadih dipengaruhi oleh kandungan gizi, suhu, air, dan tersedianya oksigen selama proses fermentasi (Buckel et al. 1987). Cup plastik pp yang digunakan sebagai bahan pengemas selama proses fermentasi dan penyimpanan untuk dadih seperti yang dilakukan oleh Sari (2009), sangat membantu dalam aspek mencegah terjadinya kematian pada BAL. Menurut Miskiyah dan Broto (2011), cup plastik pp memiliki permeabilitas rendah terhadap oksigen. Jumlah oksigen perlu dikurangi selama proses fermentasi dan penyimpanan karena oksigen mampu menimbulkan terbentuknya hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida tersebut tidak mampu dirombak oleh bakteri probiotik. Jumlah hidrogen peroksida yang terlalu banyak dapat menimbulkan kematian sel. Semakin banyak oksigen dalam lingkungan fermentasi ataupun penyimpanan dadih, maka semakin banyak pula BAL yang mati akibat hidrogen peroksida yang terbentuk. Hal tersebut menjelaskan bahwa jumlah BAL dalam dadih susu sapi akan lebih banyak apabila disimpan dan difermentasi dalam cup plastik pp, karena tingkat kematian BAL dapat ditekan menggunakan bahan kemasan ini.

Identifikasi Nutrisi Produk

(30)

17 Tabel 2 Kandungan proksimat dadih susu sapi

Tabel 3. Persentase AKG dadih susu sapi (takaran saji = 125gr)

Keterangan : *(Hardinsyah et al. 2013) Kadar Air dan Total Padatan

Ketersediaan air dalam suatu bahan pangan (kadar air) tidak menggambarkan secara langsung ketersediaan air yang bisa digunakan oleh mikroorganisme (Garbut 1997), meskipun air merupakan kebutuhan esensial bagi setiap mikroorganisme untuk kelangsungan fungsi selulernya (Budiman 2004). Hasil pengujian terhadap kadar air menunjukkan bahwa dadih susu sapi terpilih memiliki kadar air sebesar 72,13%, sementara total padatannya sebesar 27,87%. Jumlah ini terpaut sangat jauh bila dibandingkan dengan total padatan dadih tradisional yang bernilai 19,49% (Hosono 1992). Faktor tersebut yang menyebabkan dadih susu sapi terpilih ini tidak mampu diukur viskositasnya apabila menggunakan alat berupa Viskosimeter Brookfield. Jumlah kadar air yang terlalu rendah serta total padatan yang terlalu tinggi ini mungkin disebabkan tingginya jumlah bahan pengental yang digunakan, meskipun proses evaporasi yang dilakukan hanya menguapkan 25% dari jumlah susu yang digunakan (v/v). Kadar Abu

Rataan kadar abu yang diperoleh dari dadih susu sapi terpilih yang diuji bernilai 0,75%. Jumlah ini relatif kecil bila dibandingkan dengan komponen nutrisi lainnya. Hal ini disebabkan abu yang terdiri dari mineral di dalamnya bukan suatu komponen yang penting untuk digunakan dalam proses metabolisme mikroba. Jumlah abu tersebut menunjukkan bahwa abu yang terkandung dalam dadih susu sapi terpilih ini lebih banyak dipengaruhi oleh kadar abu dari susu sapi yang digunakan sebagai bahan baku. Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap kadar abu dalam dadih susu sapi ini adalah adanya proses pemekatan atau pengentalan (toning) yang menyebabkan kadar abu dadih susu sapi lebih besar dibandingkan dengan kadar abu susu yang sebesar 0,7% (Rahman et al. 1992). Tingginya kadar abu juga disebabkan oleh dekomposisi komponen organik yang mengikat unsur mineral oleh starter itu sendiri (Sanni et al. 1999).

Zat Gizi Komposisi Jumlah Zat Gizi/ Takaran Saji

Standar

AKG* %AKG

Lemak 4,75gr/100gr 6 gr 68 gr 8

Protein 3,83 gr/100gr 5 gr 57 gr 8

Karbohidrat 18,54gr/100gr 23 gr 307 gr 7

(31)

18

Kadar Lemak

Hasil pengujian kadar lemak menunjukkan bahwa jumlah kadar lemak di dalam dadih susu sapi terpilih sebesar 4,75%. Nilai ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil penelitian terhadap dadih tradisional yang bernilai 9,05% (Hosono 1992). Hal ini sangat mungkin terjadi karena perbedaan bahan baku yang digunakan antara dadih susu sapi dengan dadih tradisional. Susu sapi yang digunakan sebagai bahan baku produksi dadih susu sapi memiliki kadar lemak sebesar 3,90% sebelum dilakukan proses evaporasi, sedangkan susu kerbau yang digunakan sebagai bahan baku produksi dadih tradisional memiliki kadar lemak yang jauh lebih tinggi yaitu 7,40% (Buckle et al. 1987). Taufik (2004) menyebutkan bahwa proses evaporasi susu sapi yang mengakibatkan tingginya total padatan produk dapat membantu dalam proses peningkatan kadar lemak. Meskipun proses evaporasi tersebut bertujuan untuk merekayasa susu sapi hingga menyerupai susu kerbau dalam hal peningkatan total padatan dan kadar lemaknya, namun telah terbukti bahwa proses tersebut hanya efektif dalam peningkatan total padatannya saja. Kadar lemak susu sapi yang terlalu rendah bila dibandingkan kadar lemak susu kerbau menjadi faktor utama dalam perbedaan yang signifikan antara kadar lemak dadih susu sapi dengan dadih tradisional tersebut.

Kadar Protein

Pengujian kadar protein terhadap dadih susu sapi terpillih menunjukkan bahwa kadar protein dari dadih susu sapi tersebut memiliki kadar sebesar 3,83%, tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kadar protein dadih tradisional yang sebesar 4,30% (Hosono 1992). Meskipun kadar protein masing-masing bahan baku berupa susu sapi dan susu kerbau berturut-turut adalah 3,40% dan 4,74% (Buckle et al. 1987), perbedaan tersebut bisa ditekan dengan melakukan proses evaporasi. Terbukti berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2004), menunjukkan bahwa proses evaporasi mampu meningkatkan kadar protein susu sebesar 29% dari kadar protein susu sebelum di evaporasi. Perbedaan kadar protein antara kedua jenis dadih tersebut juga tidak terpaut jauh disebabkan oleh perbedaan kadar protein antara susu sapi dengan susu kerbau hanya sebesar 28%, tidak seperti perbedaan kadar lemak antara kedua susu tersebut yang memiliki persentase perbedaan sebesar 47%.

Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat dadih susu sapi terpilih diperoleh dengan metode

carbohydrate by difference. Kadar karbohidrat yang diperoleh dengan metode ini sangat dipengaruhi oleh besarnya kadar air, kadar protein, kadar abu, dan kadar lemak dadih. Perubahan yang terjadi pada keempat aspek mutu tersebut akan mempengaruhi besarnya kadar karbohidrat (Sari 2009). Hasil perhitungan kadar karbohidrat menunjukkan bahwa dadih susu sapi terpilih mengandung karbohidrat sebesar 18,54%. Hal tersebut menunjukkan bahwa aspek mutu yang lain tergolong cukup rendah, sehingga kadar karbohidrat yang dihitung menggunakan metode

(32)

19 karbohidrat di dalam dadih susu sapi. Tepung maizena yang mengandung 85% karbohidrat (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY 2012), setidaknya mampu meningkatkan karbohidrat dalam dadih susu sapi sebesar 6,8% dari jumlah tepung yang digunakan untuk mengentalkan susu tersebut sebesar 8%. Terlepas dari faktor tepung maizena tersebut, besarnya kadar karbohidrat tersebut juga bisa disebabkan faktor kadar karbohidrat dalam bahan baku (4,80%) (Buckle

et al. 1987), serta hasil metabolisme starter bakteri yang memecah karbohidrat (laktosa) tersebut menjadi monosakarida dalam jumlah besar.

Analisis Biaya Produksi

Dalam memenuhi target pasar sebesar 0,5% dari Total Available Market (TAM) produk susu fermentasi di Indonesia yang mencapai 84 juta liter per tahun, maka diperlukan produksi dadih susu sapi sebesar 420 ribu liter setiap tahun-nya. Berdasarkan target tersebut, maka terdapat beberapa asumsi yang perlu ditentukan dalam Tabel 4 sebagai berikut.

Tabel 4 Variabel asumsi

Asumsi proses menunjukkan bahwa dengan kapasitas produksi berbasis jumlah bahan baku sebesar 40.000 liter per bulan, maka dalam satu tahun produksi mampu memenuhi target yang sebelumnya telah ditentukan. Asumsi-asumsi selanjutnya akan dirinci dalam Tabel 5.

Deskripsi Detail Unit Keterangan

Dadih Susu Sapi Susu (Basis Produksi) % 100%

Tepung Maizena % 8%

Unit Packing Set Dadih Susu Sapi gr/cup 125

Unit Price Set Dadih Susu Sapi Rp/cup 6.000

Asumsi Bisnis Usia Proyek tahun 10

Asumsi Proses Kapasitas Produksi per Hari lt/hari 2.000

Rendemen Susu Padat % 75%

(33)

20

Tabel 5 Perincian kebutuhan investasi

Tabel 5 menunjukkan bahwa total biaya investasi yang dibutuhkan mencapai Rp 6.545,52 juta dengan total nilai sisa investasi sebesar Rp 3.092,48 juta. Nilai sisa masing-masing tersebut diperoleh dengan mengasumsikan terjadi penyusutan/depresiasi per tahun dan dihitung dengan membagi masing-masing biaya investasi dengan asumsi usia proyek selama 10 tahun. Nilai

No Komponen Jumlah Satuan Nilai Total

(Rp Juta)

1. Instalasi Listrik 1 paket 10 1

2. Instalasi Air 1 paket 5 1

15 1,5

2. Alat Laboratorium 1 unit 5 0,5

3. Kultur Alami 20 ml 0,2 0,02

481,3 48,16

Alat Kantor

1. Komputer 5 unit 15 2

2. Lemari Arsip 5 unit 2 0

3. Meja & Kursi Kantor 5 paket 5 1

4. Pesawat Telepon 5 unit 0,38 0,04

5. ATK 5 paket 1 0

23,18 2,32

Sarana Distribusi

1. Kendaraan Bermotor 2 unit 240 48

(34)

21 penyusutan/depresiasi tidak terjadi pada investasi tanah yang nilainya akan selalu meningkat setiap tahunnya. Total biaya penyusutan/depresiasi per tahun dapat dihitung dengan melakukan pengurangan total investasi sebelum adanya kontingensi 10% dengan nilai tanah, lalu dibagi dengan usia proyek 10 tahun. Perhitungan tersebut akan menghasilkan biaya penyusutan per tahun sebesar Rp 527,55 juta. Tabel berikutnya akan menunjukkan jumlah bahan baku yang dibutuhkan berdasarkan hasil formulasi terpilih serta kapasitas produksi yang telah ditentukan.

Jumlah kultur murni, kultur induk, serta kultur kerja yang dibutuhkan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6, dihitung berdasarkan jumlah susu kental (susu hasil evaporasi). Berdasarkan jumlah susu kental tersebut, seluruh kultur tersebut akan dihitung kebutuhannya berdasarkan rasio kebutuhan bahan masing-masing beserta biaya-nya. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa untuk menghasilkan kultur kerja sebesar 24,3 liter yang nantinya akan digunakan untuk memfermentasi susu kental sebesar 810 liter, membutuhkan biaya hingga Rp 40.600/liter.

(35)

22

Tabel 6 Proses produksi pengolahan kultur/starter dadih

Proses Input Harga

Tabel 7 Proses produksi pengolahan produk dadih susu sapi

Proses Input Harga

2,7 5,2 14 6.750 27.150 Daygurt 100% 10333 cup 2.627/cup 1.800-2.000 botol/jam 16.538,6 Dadih Rasa 95% 1.291,6

9.958/lt

2,4 9 3 7,2 57.600 300 lt/batch

(36)

23 Tabel 8 Komposisi modal kerja (biaya tenaga kerja, overhead, danproduksi)

Setelah biaya penyusutan/depresiasi, biaya overhead, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, kapasitas produksi per hari, serta jumlah hari kerja selama setahun telah diketahui, maka Biaya Produksi dapat ditentukan seperti pada Tabel 9.

a. Produksi Primer 216 18 9 orang b. Pengawas Produksi 120 10 5 orang

2 Satpam 28,8 2,4 2 orang

3 Pegawai Pemasaran 126 10,5 3 orang 4 Pegawai Manajemen 210 17,5 5 orang 5 Pegawai Administrasi 60 5 5 orang

760,8 63,4 B Biaya Overhead

1 Alat Tulis Kantor 2,4 0,2

2 Listrik (non mesin) 3,6 0,3 lampu, genset, dll

3 Telepon 3,6 0,3

4 Maintenance 60 5

5 Biaya Promosi 18 1,5 disesuaikan kebijakan

6 Air 3,6 0,3

7 PBB (2.5%) 112,5 9,38

8 Asuransi 60 5

(37)

24

Tabel 9 Perhitungan Biaya Produksi

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Biaya Produksi dadih susu sapi adalah sebesar Rp 2.928,-/cup.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil pengujian masalah menunjukkan bahwa aspek rasa yang agak manis/agak asam, serta susu fermentasi dengan tekstur kental/padat merupakan beberapa aspek yang menjadi acuan dari para responden dalam memilih produk susu fermentasi. Responden juga menyebutkan bahwa takaran saji yang berkisar antara 100-150 ml (gr) merupakan takaran yang paling tepat dalam mengkonsumsi susu fermentasi. Hasil uji hedonik yang berasal dari responden menunjukkan bahwa aspek yang paling berpengaruh dalam penerimaan dadih susu sapi adalah aspek rasa. Hal tersebut diperoleh setelah dilakukan iterasi sebanyak 3 kali dalam proses penyempurnaan formula dadih susu sapi hingga responden mampu menerimanya, terutama dalam aspek rasa.

Formula dengan perbandingan L. casei dengan B. longum sebesar 1:5 (3%), penggunaan bahan pengental berupa tepung maizena sebesar 8%, serta tambahan perisa sejumlah 25%, merupakan dadih susu sapi dengan formula terbaik. Formula tersebut menunjukkan nilai pH, total asam tertitrasi, kadar air/total padatan, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, serta kadar karbohidrat berturut-turut sebesar 4,46, 1,52%, 72,13% / 27,87%, 0,75%, 4,75%, 3,83%, serta 18,54%, sementara untuk total BAL sebesar 2,6 x108– 3 x 109 CFU/ml. Meskipun terdapat beberapa karakteristik dadih susu sapi yang kurang sesuai dengan standar mutu yang ada, namun karakteristik tersebut merupakan karakteristik dari dadih yang telah diterima dengan baik oleh responden sehingga dapat dijadikan sebagai acuan standar mutu dadih susu sapi tersebut. Berdasarkan takaran saji dadih susu sapi yaitu 125 gr/cup seperti yang diharapkan oleh responden, maka diperoleh % AKG untuk lemak dan protein masing-masing sebesar 8%, sedangkan untuk karbohidrat serta kalori masing-masing sebesar 7%.

Penentuan kapasitas produksi diasumsikan berdasarkan target pasar yaitu 0,5% dari Total Available Market (TAM). Jumlah tersebut mengharuskan

Total biaya per tahun (Rp) Kapasitas produksi per tahun (cup)

Perhitungan (12.926,1 juta + 836,3 juta

+ 760,8 juta) (20.666 x 240)

(14.523,1 juta : 4,96 juta)

(38)

25 diolahnya 2.000 liter susu sapi segar menjadi dadih susu sapi setiap hari-nya (2 batch/hari). Mengacu kepada kapasitas produksi, takaran saji, serta asumsi-asumsi yang menghasilkan biaya tenaga kerja, biaya overhead, dan biaya bahan baku, maka didapatkan Biaya Produksi dadih susu sapi sebesar Rp 2.928,-/cup.

Saran

Berdasarkan feedback panelis, penggunaan lesitin perlu dilakukan dalam membuat dadih susu sapi. Hal ini bertujuan untuk menyatukan warna perisa pasta dengan dadih susu sapi yang seringkali tidak menyatu saat disimpan dalam suhu rendah. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan berupa penentuan umur simpan dadih susu sapi terpilih.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry. Washington (US): AOAC Intl.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarwati, Budiyantono S. 1989.

Analisa Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

[BKPPP DIY] Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY. 2012.

Data Kandungan Gizi Bahan Pangan Pokok dan Penggantinya. Yogyakarta (ID): BKPPP.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Mutu Yoghurt: SNI 01-2981-1992. Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman: SNI 01-2891-1992. Jakarta (ID): BSN.

Buckel KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta (ID): UI Pr.

Budiman C. 2004. Karakteristik kimiawi dadih susu sapi hasil fermentasi bakteri probiotik yang disimpan pada suhu berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz S. 1989. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Garbut J. 1997. Essential of Food Microbiology. London (UK): Arnold.

Hardinsyah, Riyadi H, Napitupulu V. 2012. Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat. Di dalam: Satelite Meeting Menuju Standar dan Program Gizi Baru. Jakarta (ID).

Hosono A. 1992. Fermented milk in the orient. Di dalam: Nakazawa Y, Hosono A, editor. Funtions of Fermented Milk, Challenges for Health Science. London (UK): Elsevier Applied Science Publishers Ltd.

Madya S. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung (ID): Alfabeta.

Miskiyah, Broto W. 2011. Pengaruh Kemasan Terhadap Kualitas Dadih Susu Sapi.

(39)

26

Miskiyah, Usmiati S. Sifat Fisikokimia Dadih Susu Sapi: Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Bahan Pengemas. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011; 2011; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Naiola E. 1995. “Dadih”, Makanan Tradisional Sumatera Barat. Di dalam:

Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Jakarta (ID): Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI. hlm 537-541.

Rahman A, Fardiaz S, Rahayu P, Suliantri, dan Nurwitri CC. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, PAU Pangan dan Gizi.

Sanni AI, Onliude AA, dan Adekele EO. 1999. Preparation and characteristics of lactic acid fermented cowpea milk. Z. Lebensem Unters Forsch A. 208: 225-229.

Sari PT. 2009. Pengaruh kemasan terhadap kualitas dadih susu sapi selama penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Setiawan B. 2010. Produksi dadih probiotik menggunakan l. casei, l. plantarum, b. longum serta pengaruhnya selama penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Shah NP. 2007. Functional Cultures and Health Benefits. International Dairy Journal. 17: 1262-1277.

Sugitha IM. 1995. Dadih Makanan Tradisional Minang : Manfaat dan Khasiatnya.

Di dalam: Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Jakarta (ID): Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI. hlm 532-540.

Suprihanto AJ. 2009. Pengaruh jenis bakteri asam laktat terhadap kualitas dadih sapi probiotik selama penyimpanan dalam suhu ruang dan suhu rendah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suryono. 2003. Dadih: Produk Olahan Susu Fermentasi Tradisional yang Berpotensi sebagai Pangan Probiotik. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana/S3.

Susanti I, Retno WK, Fatim I. 2007. Uji Sifat Probiotik Bakteri Asam Laktat sebagai Kandidat Bahan Pangan Fungsional. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 18(2): 89-95.

Taufik E. 2004. Dadih Susu Sapi Hasil Fermentasi Berbagai Starter Bakteri Probiotik yang Disimpan Pada Suhu Rendah: Karakteristik Kimiawi. Media Peternakan. 27(3): 88-100.

Wapodo IS. 2004. Di dalam: Pangkalan Ide. 2008. Health Secret of Kefir. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo.

Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Cetakan Pertama. Lacticia Press. Yogyakarta. Di dalam: Maryam S. 2005. Nilai pH, keasaman, kadar karbohidrat, dan sifat organoleptik susu fermentasi dengan “starter” Lactobacillus brevis dan Lactobacillus casei pada perbedaan lama inkubasi

[skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Yudoamijoyo RM, Zoelfikar T, Herastuti SR, Tomomatsu A, Matsuyama A, dan Hosono A. 1983. Chemical and microbiological aspect of dadih in Indonesia.

(40)

27 Lampiran 1 Metode analisis

Nilai pH (Apriyantono et al. 1989)

Pengukuran nilai pH dilakukan dengan alat pH-meter. pH-meter dinyalakan dan distabilkan 15-30 menit, lalu dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan pH 7. Pengukuran pH sampel dilakukan dengan mencelupkan elektroda pada larutan sampel. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat hingga diperoleh pembacaan yang stabil. Pengukuran diulang hingga tiga kali untuk setiap sampel.

Total Asam Tertitrasi (AOAC 1995)

Dadih sebanyak 10 gram ditera dengan akuades hingga 50 ml. Dadih kemudian disaring menggunakan kertas saring hingga diperoleh 25 ml cairan jernih. Cairan dadih tersebut kemudian diberi indikator phenolptalein lalu dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi. Berikut merupakan rumus perhitungan Total Asam Tertitrasi.

Total BAL (Fardiaz 1989)

Sampel dadih dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam larutan pengencer NaCl 0.85% (garam fisiologis) sebanyak 9 ml. Pengenceran dilanjutkan dilakukan hingga 10-7, 10-8, dan 10-9. Pemupukan dilakukan pada pengenceran 10 -7

, 10-8, dan 10-9 dengan menggunakan media MRSA dalam cawan petri. Pemupukan dilakukan duplo pada setiap pengenceran. Perhitungan koloni yang tumbuh dilakukan setelah diinkubasi pada suhu 370C dengan posisi cawan petri terbalik selama 48 jam. Perhitungan dilakukan berdasarkan SPC (Standard Plate Count).

Kadar Air dan Total Padatan (SNI 01-2891-1992; Butir 5.1)

Sampel dadih ditimbang antara 1-2 gram pada sebuah labu erlenmeyer yang sudah diketahui bobotnya. Dadih kemudian dikeringkan pada oven suhu 1050C selama 3 jam. Dadih yang telah dikeringkan selanjutnya didinginkan dalam eksikator sebelum ditimbang bobot akhirnya. Berikut merupakan rumus perhitungan Kadar Air dan Total Padatan.

(41)

28

Kadar Abu (SNI 01-2891-1992; Butir 6.1)

Sampel dadih ditimbang dengan seksama antara 2-3 gram ke dalam sebuah cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan porselen berisi dadih diarangkan di atas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 5500C sampai pengabuan sempurna. Setelah sampel didinginkan dalam eksikator, sampel ditimbang bobot akhirnya dan dihitung kadar abu-nya dengan perhitungan sebagai berikut.

Dimana:

W adalah bobot sampel sebelum diabukan, dalam gram;

W1 adalah bobot contoh dan cawan sesudah diabukan, dalam gram; W2 adalah bobot cawan kosong, dalam gram.

Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992; Butir 8.2)

Sampel dadih ditimbang antara 1-2 gram, lalu dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas berisi sampel disumbat dengan kapas, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 800C selama kurang dari satu jam. Selongsong tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet menggunakan labu lemak dan telah berisi batu didih yang diketahui bobotnya. Sampel kemudian diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam. Heksana tersebut kemmudian disuling dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 1050C. Setelah sampel didinginkan, sampel kemudian ditimbang dan dihitung dengan perhitungan sebagai berikut.

Dimana:

W adalah bobot contoh, dalam gram;

W1 adalah bobot lemak sebelum ekstraksi, dalam gram; W2 adalah bobot labu lemak sesudah ekstraksi, dalam gram. Kadar Protein (AOAC Official Method 960.52)

(42)

29 didestilasi hingga diperoleh 15 ml destilat. Destilat tersebut kemudian diencerkan dalam Erlenmeyer hingga ± 50 ml. Destilat yang telah diencerkan kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N terstandar sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Volume HCl 0,02 N yang digunakan untuk menttitrasi destilat tersebut dicatat dan dihitung dalam persamaan sebagai berikut.

Kadar protein (g/100 g bahan basah) = % N × Faktor konversi Dimana:

Faktor konversi yang digunakan sebesar 6,38 Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat by difference = 100% - (P + KA + A + L) Dimana:

(43)

30

Lampiran 2 Hasil uji hedonik terhadap formulasi 1 No. Rasa Aroma Tekstur Warna

1. 1 1 3 2

2. 1 1 2 5

3. 1 1 1 3

4. 1 1 3 3

5. 1 2 1 3

6. 1 1 1 2

7. 1 3 1 2

8. 2 3 2 3

9. 1 3 3 1

10. 1 2 3 1

11. 2 4 4 5

12. 3 3 3 2

13. 1 1 2 5

14. 1 1 1 4

15. 4 4 3 4

16. 2 2 2 4

17. 2 2 2 5

18. 2 2 4 3

19. 2 3 2 2

20. 2 3 3 3

21. 3 1 3 3

22. 1 1 2 3

23. 2 4 4 3

24. 3 2 4 3

25. 1 3 1 2

26. 1 3 1 2

27. 1 1 2 2

Total 44 58 63 80

(44)

31 Lampiran 3 Hasil uji lanjut Duncan terhadap formulasi 2

1. Dadih plain (perlakuan terhadap rasio kultur)

Perlakuan Skor sensori

Warna Tekstur Aroma Rasa Overall

2:1 2,80a 2,53a 3,07a 2,40a 2,60a 1:2 2,83b 2,53a 2,83b 2,20b 2,37b 1:5 3,43c 3,43b 3,20c 2,40c 2,97c 5:1 3,57d 3,70c 3,43d 2,80d 3,13d 1:1 3,23e 3,40b 3,20e 2,67e 3,03e Keterangan :

 Superskrip berbeda dalam satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,01).

 Superskrip sama dalam satu kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P < 0,01).

 Aspek aroma dan rasa saling berbeda nyata pada P < 0,05. 2. Dadih rasa (perlakuan terhadap rasio kultur)

Perlakuan Skor sensori

Warna Tekstur Aroma Rasa Overall

2:1 3,00a 3,63a 3,50a 2,87a 3,10a 1:2 2,70b 2,63b 3,63b 3,47b 3,17b 1:5 3,90c 3,57c 3,77c 3,63c 3,67c 5:1 2,17d 2,40d 3,20d 2,67d 2,63d 1:1 3,60e 3,57c 3,57e 3,73e 3,57e Keterangan :

 Superskrip berbeda dalam satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,01).

 Superskrip sama dalam satu kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P < 0,01).

(45)

32

Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan terhadap formulasi 3 1. Dadih plain (perlakuan terhadap kadar fruktosa)

Perlakuan Skor sensori

Warna Tekstur Aroma Rasa Overall

1% 3,77a 3,13a 3,03a 1,80a 2,20a 2% 3,87b 3,17b 3,07b 2,03b 2,53b 3% 3,83c 3,43c 3,03c 2,20c 2,50c 4% 3,83d 3,27d 2,83d 2,07d 2,47d Keterangan :

 Superskrip berbeda dalam satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05).

 Superskrip sama dalam satu kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P < 0,05).

2. Dadih rasa(perlakuan terhadap kadar fruktosa)

Perlakuan Skor sensori

Warna Tekstur Aroma Rasa Overall

1% 2,83a 3,40a 3,50a 2,77a 3,00a 2% 3,20b 3,50b 3,53b 3,17b 3,33b 3% 3,30c 3,83c 3,73c 3,47c 3,60c 4% 3,80d 3,90d 3,80d 3,60d 3,70d 5% 4,07e 4,00e 4,00e 3,97e 4,00e Keterangan :

 Superskrip berbeda dalam satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,01).

 Superskrip sama dalam satu kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P < 0,01).

(46)

33 Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan terhadap formulasi 4

Perlakuan Skor sensori

Warna Tekstur Aroma Rasa Overall

12,5% 2,97a 3,10a 3,47a 3,67a 3,40a 25% 3,93b 3,50b 3,60b 4,13b 3,90b 50% 3,73c 3,33c 3,53c 3,87c 3,70c 75% 3,63d 3,43d 3,67d 3,80d 3,70d Keterangan :

 Perlakuan dilakukan terhadap kadar perisa.

 Superskrip berbeda dalam satu kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05).

 Superskrip sama dalam satu kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P < 0,05).

(47)

34

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 November 1991 dari ayah Dr. Ir. Agus Nurudin dan ibu Ir. Tinuk A. Damayanti dengan adik Abisatya Noor Achmadi dan Auliya Hakim Baskoro. Penulis berdarah asli suku jawa ini menempuh pendidikan formal di SD Islam Athirah Makassar 1997-2002, SD Islam Muhammadiyah 5 Jakarta 2002-2003, SMPN 19 Jakarta 2003-2006, SMAN 47 Jakarta 2006-2009 dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2009.

Semasa kuliah penulis aktif dalam kegiatan informal menjadi staff Publikasi, Desain dan Dokumentasi Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Jakarta

Community periode 2009-2010 dan 2010-2011, serta aktif dalam event-event yang diselenggarakan di sekitar kampus. Penulis juga memenangkan beberapa perlombaan baik yang diadakan oleh pihak kampus maupun pihak di luar kampus, seperti menjadi salah satu pemenang dari 1.500 pemenang yang diberikan dana hibah oleh Kementerian Koperasi dan UKM Indonesia dalam Gerakan Kewirausahaan Nasional 2013, Juara 3 National Innovators and Technopreneurship 2013 yang diselenggarakan RAMP IPB & The Lemelson Foundation, serta Juara 3 Business Model Canvas Competition pada The 1st IPB

Business Festival 2013.

Penulis melaksanakan Praktik Lapang pada bulan Februari-April 2013 di departemen Water and Energy PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company, Tbk., Padalarang, Jawa Barat yang bergerak di bidang industri susu, teh, dan

minuman sari buah dengan judul “Kajian Identifikasi Potensi Pembentukan

Gambar

Gambar 1  Diagram metode pengembangan produk dadih susu sapi
Gambar 2  Diagram alir pembuatan dadih susu sapi versi awal (Suprihanto 2009)
Gambar 3  Grafik uji hedonik 1
Gambar 4  Grafik uji hedonik 2 (dadih plain)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Average Return reksa dana saham sektoral pada tahun 2012 mengalami kinerja yang lebih baik dibanding kinerja pasar yaitu pada sektor infrastruktur, sedangkan

b.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan  dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang­Undang No. 7  Tahun 

Hal ini sesuai dengan Kompetensi Dasar XII (KD) kelas XI SMK yaitu membuat wacana bercorak naratif, deskriptif ekspositoris dan argumentatif.. Melalui pembelajaran dengan media

By this study, the researcher hopes, it will be useful to add the knowledge, especially dealing with literary studies on Patricia Maclachlan’s novel, Sarah, Plain, and Tall based

Dengan demikian, hasil panen dari kebun tersebut dapat memenuhi syarat untuk ekspor sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas mangga gedong gincu untuk

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi untuk mengetahui sejauhmana peranan perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam melaksanakan CSR sebagai bentuk tanggung jawab

The public’s goal regarding a publicly funded irrigation project may be described as maximizing the present value of net benefits generated over time. The model describing

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan