• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketahanan Biohidrogenasi Minyak Nabati yang Diproteksi dengan Metode Sabun Kalsium dan Mikroenkapsulasi secara in vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ketahanan Biohidrogenasi Minyak Nabati yang Diproteksi dengan Metode Sabun Kalsium dan Mikroenkapsulasi secara in vitro"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KETAHANAN BIOHIDROGENASI MINYAK NABATI YANG

DIPROTEKSI DENGAN METODE SABUN KALSIUM

DAN MIKROENKAPSULASI SECARA

IN VITRO

NUR HIDAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ketahanan Biohidrogenasi Minyak Nabati yang Diproteksi dengan Metode Sabun Kalsium dan Mikroenkapsulasi secara in vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Nur Hidayah

(4)

iv

RINGKASAN

NUR HIDAYAH. Ketahanan Biohidrogenasi Minyak Nabati yang Diproteksi dengan Metode Sabun Kalsium dan Mikroenkapsulasi secara in vitro. Dibimbing oleh KOMANG GEDE WIRYAWAN dan SRI SUHARTI.

Suplementasi asam lemak tak jenuh yang bersumber dari minyak nabati merupakan salah satu strategi nutrisi efektif untuk meningkatkan kualitas daging sapi potong. Namun demikian, suplementasi ini perlu diberikan dalam bentuk terproteksi dengan tujuan untuk menghindari proses biohidrogenasi dari mikroba rumen, penurunan pertumbuhan, aktivitas mikroba, dan kecernaan pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suplementasi tiga jenis minyak nabati (wijen, kanola, dan flaxseed) yang diproteksi dengan metode berbeda (tanpa proteksi, sabun kalsium, dan mikroenkapsulasi) secara in vitro. Parameter yang diamati mulai dari karakteristik produk (rendemen dan profil asam lemak produk), karakteristik fermentasi (nilai pH, konsentrasi NH3, konsentrasi VFA total & parsial, kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO)), populasi mikroba rumen (protozoa dan bakteri total), perhitungan produksi metan dan keseimbangan hidrogen, serta profil asam lemak rumen.

Sumber cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga ekor sapi Peranakan Ongole berfistula di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong, Bogor yang sudah mendapatkan Ethical Approval dari Animal Care and Use Committee (ACUC) IPB dengan nomor 01-2013 IPB. Minyak nabati wijen, kanola, dan flaxseed secara berurutan produksi dari CV. MH Farm Bogor, Golden Bridge, Green Tosca. Ransum penelitian yang digunakan terdiri atas 60% hijauan (rumput gajah) dan 40% konsentrat dengan energi (TDN 69-74%) dan protein (PK 15-17%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dengan 2 faktor dan 3 kelompok berdasarkan pengambilan cairan rumen. Faktor pertama yaitu jenis minyak nabati (wijen, kanola, dan flaxseed) dan faktor kedua yaitu jenis metode proteksi (tanpa proteksi, sabun kalsium, dan mikroenkapsulasi). Data profil asam lemak cairan rumen dianalisa secara deskriptif dan data karakteristik fermentasi, populasi mikroba, produksi metan dan keseimbangan hidrogen dianalisa secara statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA). Perbedaan nyata diantara rataan perlakuan dilakukan uji lanjut DUNCAN.

(5)

nabati dan metode proteksi terbaik dalam mengoptimalkan fermentasi rumen, sedangkan minyak wijen dan metode proteksi mikroenkapsulasi memiliki ketahanan terbaik dalam proses biohidrogenasi rumen.

(6)

vi

SUMMARY

NUR HIDAYAH. Resistancy Biohydrogenation of Protected Vegetable Oils with Calcium Soap and Microencapsulation Methods in vitro. Supervised by KOMANG GEDE WIRYAWAN and SRI SUHARTI.

Supplementation of high unsaturated fatty acids from vegetable oil was effective nutrition strategy to increase beef quality. However, this oil needs to be protected prior to supplementation to avoid biohydrogenation process by rumen microbes, to decrease rumen microbial growth, microbial activity, and feed digestibility. The objective of this research was to evaluate the effects of supplementation of three sources of vegetable oils (sesame, canola, and flaxseed) protected using different methods (non protected, calcium soap, and microencapsulation) in vitro. Variables observed were characteristics of product (yield and fatty acid profile), fermentation characteristics (pH value, N-NH3, total and molar proportion of VFA, dry matter and organic matter digestibility, rumen microbial population (protozoa and total bacteria), calculation of methane production and hidrogen balance, and profile of rumen fatty acid.

The rumen fluid for this experiment was collected from the rumen of three fistulated Ongole crossbred beef cattle belong to the Research Center for Biotechnology with Ethical Approval from Animal Care and Use Commttee (AUAC) 01-2013b IPB. The sesame oil, canola oil, and flaxseed oil were produced by MH. Farm Bogor Company, Golden Bridge, and Green Tosca, respectively. The substrate for in vitro fermentation contained 60% king grass and 40% concentrate mixture with 15-17 % CP and 69-74% TDN. The experiment was conducted in a factorial randomized block design with 2 factors and 3 blocks based on rumen sampling time. The first factor was sources of vegetable oils (sesame, canola, and flaxseed) and the second factor was protection methods (non protected, calcium soap, and microencapsulation). Data profile of rumen fatty acid was tested using descriptive analysis and data of characteristics fermentation, microbial population, methan production, and hidrogen balance were tested using Analysis of Variance (ANOVA) and the differences among treatments means were examined by Duncan Multiple Range Test.

(7)
(8)

viii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

KETAHANAN BIOHIDROGENASI MINYAK NABATI YANG

DIPROTEKSI DENGAN METODE SABUN KALSIUM

DAN MIKROENKAPSULASI SECARA

IN VITRO

NUR HDAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

x

(11)

Judul Tesis : Ketahanan Biohidrogenasi Minyak Nabati yang Diproteksi dengan Metode Sabun Kalsium dan Mikroenkapsulasi secara in vitro

Nama : Nur Hidayah NIM : D251120091

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Komang G. Wiryawan Ketua

Dr Sri Suharti, SPt MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

xii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 sampai April 2014 ini ialah ketahanan pangan, dengan judul Ketahanan Biohidrogenasi Minyak Nabati yang Diproteksi dengan Metode Sabun Kalsium dan Mikroenkapsulasi secara in vitro. Sebagian hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal ilmiah Media Peternakan volume 37 tahun 2014 dengan judul “In vitro Rumen Fermentation of Ration Supplemented with Protected Vegetable Oils” dan telah diseminarkan pada kegiatan The 9th International Student Conference di Universitas Ibaraki Japan pada bulan Desember 2013 dengan judul “Supplementatition of Encapsulated Vegetable Oils with Calcium Soap and Microencapsulation Methods to Increase

the Quality of Beef on in vitro”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan dan Dr. Sri Suharti, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, saran, dan motivasi sehingga penelitian dan tesis ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sri Suharti. S.Pt. M.Si atas bantuan finansialnya melalui dana Hibah BOPTN IPB tahun 2013 dengan No. 2013. 089. 521219 selama penelitian. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS selaku dosen penguji sidang yang telah banyak memberi saran dan masukan kepada penulis dan Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Pascasarjana IPB yang telah banyak membantu penulis selama masa studi.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ibu dan Bapak atas segala kepercayaan, keikhlasan, kasih sayang, dan doa yang tiada henti selalu menguatkan dan memotivasi penulis selama menuntut ilmu. Teman-teman Pascasarjana INP 2012 dan kos Nerita terima kasih atas motivasi, kenangan manis, dan kebersamaan singkat yang telah terjalin namun begitu bermakna. Kepada Bu Dian, Bu Yani, dan Indriyani Marcellina yang telah banyak membantu selama penelitian. Terimakasih atas bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah selalu membalas amal baiknya dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin.

Bogor, September 2014

Nur Hidayah

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Materi 2

Metode 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Karakteristik Produk Proteksi Sabun Kalsium dan Mikroenkapsulasi dari

Minyak Wijen, Kanola, dan Flexseed 8

Karakteristik Fermentasi 11

Nilai pH Rumen 11

Konsentrasi Amonia 12

Produksi VFA Total dan Parsial serta Produksi Metan dan

Keseimbangan Hidrogen 14

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik 17

Populasi Mikroba Rumen 18

Populasi Protozoa 18

Populasi Bakteri Total 20

Profil Asam Lemak Rumen 21

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 30

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

1 Susunan konsentrat 3

2 Kandungan nutrien ransum penelitian bedasarkan bahan kering dengan

rasio hijauan dan konsentrat 60% : 40% 4

3 Rendemen dan profil asam lemak minyak, sabun kalsium, dan

mikroenkapsulasi minyak wijen, kanola, dan flexseed 10 4 Besarnya Penurunan Rendeman dan Profil Asam Lemak dari Minyak

sampai terbentuknya Sabun Kalsium dan Mikroenkapsulasi 11 5 Nilai pH rumen dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode

proteksi yang berbeda 11

6 Konsentrasi NH3 dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode

proteksi yang berbeda 12

7 Kadar VFA total dan proporsi vfa parsial cairan rumen dari penggunaan

jenis minyak nabati dan metode proteksi yang berbeda 15 8 Produksi gas metan dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode

proteksi yang berbeda 16

9 Keseimbangan hidrogen dari penggunaan jenis minyak nabati dan

metode proteksi yang berbeda 16

10 Nilai kecernaan bahan kering dari penggunaan jenis minyak nabati dan

metode proteksi yang berbeda 18

11 Nilai kecernaan bahan organik dari penggunaan jenis minyak nabati dan

metode proteksi yang berbeda 18

12 Populasi protozoa dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode

proteksi yang berbeda 19

13 Populasi bakteri dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode

proteksi yang berbeda 20

14 Profil asam lemak cairan rumen pada inkubasi 0 dan 4 jam dari

penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi yang berbeda 22

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan proses mikroenkapsulasi 5

2 Desain rancangan percobaan 8

3 Karakteristik Produk Sabun Kalsium dan Mikroenkapsulasi minyak

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap nilai pH rumen 30

2 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap nilai NH3 rumen 30

3 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap VFA total 31

4 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap proporsi asetat 32

5 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap proporsi propionat 32

6 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap proporsi butirat 33

7 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap proporsi isovalerat 33

8 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap proporsi valerat 34

9 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap rasio A:P 34

10 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap produksi metan 35

11 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap keseimbangan

hidrogen 35

12 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap produksi H2 35

13 Hasil analisa dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap penggunaan H2 36

14 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap KCBK 36

15 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap KCBO 37

16 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa 37

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi daging sapi nasional tidak sebanding dengan produksi dalam negeri karena diprediksikan pada tahun 2014 daging sapi masih mengalami defisit sebesar 40 000 ton (Suryowati 2013). Dalam rangka menekan impor daging sapi pemerintah menargetkan peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong sebesar 23% pada tahun 2014. Peningkatan produktivitas ternak seharusnya juga diikuti dengan peningkatan kualitas daging sapi yang dihasilkan, karena daging sapi mengandung asam lemak jenuh tinggi yang sering dihindari masyarakat karena berpotensi menimbulkan penyakit jantung koroner dan kanker.

Kandungan asam lemak jenuh yang tinggi ini terjadi secara alami karena adanya proses biohidrogenasi mikroba rumen yang mengubah asam lemak tak jenuh pada pakan menjadi asam lemak jenuh. Proses biohidrogenasi ini merupakan mekanisme detoksifikasi mikroba yang bertujuan untuk menghindari efek bakteriostatik dari asam lemak tak jenuh yang dapat mengganggu integritas sel dan menghambat pertumbuhan mikroba (Maia et al. 2010). Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya yang dapat mengurangi kandungan asam lemak jenuh daging sapi sehingga lebih aman untuk kesehatan.

Salah satu strategi efektif yang dapat dilakukan adalah suplementasi asam lemak tak jenuh yang bersumber dari minyak nabati. Banyak sekali minyak nabati yang mengandung asam lemak tak jenuh cukup tinggi antara lain minyak wijen, kanola, dan flaxseed (biji rami). Hasil penelitian Amalia (2009) melaporkan bahwa dengan proses ekstraksi pada suhu 40 oC minyak wijen mengandung asam stearat 5.28%; oleat 37.87%; linoleat 46.03%; dan linolenat 0.31%. Minyak kanola mengandung asam stearat 1.8%, oleat 60.9%; linoleat 21%; dan linolenat 8.8% (O’Brien 2009). Minyak flaxseed mengandung asam lemak jenuh 9%, MUFA 18%, linoleat 16%, dan linolenat 57% (Edwards 2007). Hasil penelitian Duckett dan Gillis (2010) melaporkan bahwa penambahan minyak kanola sebesar 4% didalam susunan ransum mampu meningkatkan (P<0.01) kandungan asam oleat dan linolenat serta menurunkan palmilat pada proses biohidrogenasi dibandingkan dengan penambahan minyak jagung. Penambahan minyak flaxseed biasa (4%), dengan perlakuan lipase (4%) maupun penyabunan (4.9% setara dengan 4%) didalam susunan ransum sangat nyata meningkatkan (P<0.01) konsentrasi asam lemak linolenat pada jaringan loin daging (Quinn et al. 2008). Namun demikian, penambahan minyak ini perlu diberikan dalam bentuk terproteksi dengan tujuan untuk menghindari proses biohidrogenasi mikroba rumen pada ternak ruminansia, menghindari penurunan pertumbuhan dan aktivitas mikroba serta penurunan kecernaan pakan. Teknologi proteksi asam lemak tak jenuh yang dapat diterapkan antara lain sabun kalsium (Jenkins dan Palmquist 1984) dan mikroenkapsulasi (Agnihotri et al. 2012; Calvo 2010).

(18)

2

(KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO)), populasi mikroba rumen (protozoa dan bakteri total), perhitungan produksi metan menurut rumus Moss et al. (2000), keseimbangan hidrogen menurut rumus Mitsumori et al. (2012), dan profil asam lemak rumen.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi sumber asam lemak tak jenuh dari jenis minyak nabati (wijen, kanola, dan flaxseed) dan metode proteksi (tanpa proteksi, sabun kalsium, dan mikroenkapsulasi) dalam mengoptimalkan fermentasi dan mencegah proses biohidrogenasi rumen.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah mengenai sumber asam lemak tak jenuh dari jenis minyak nabati dan metode proteksi terbaik yang berpotensi dalam mengoptimalkan fermentasi dan tahan terhadap proses biohidrogenasi rumen sehingga diharapkan mampu meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh yang akan terdeposit dalam tubuh.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai April 2014 di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB. Pembuatan produk mikroenkapsulasi di Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST IPB. Analisa kandungan nutrien konsentrat dan hijauan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB. Analisa proporsi molar VFA di Laboratorium Kimia Pusat Studi Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta. Analisa profil asam lemak di Laboratorium Terpadu, IPB dan Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor.

Materi

Alat

Peralatan yang digunakan antara lain timbangan digital, waterbath, magnetic stirer, spoit, sentrifuse, termos, kain penyaring, shaker waterbath, labu

(19)

chamber, botol schott, mikroskop cahaya, tabung hungate, freezer, roller tube, spoit, peralatan mikroenkapsulasi, hot plate, refluks, dan Gas Chromatography. Bahan

Ternak dan Pakan

Sumber cairan rumen yang digunakan berasal dari tiga ekor sapi Peranakan Ongole berfistula di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong, Bogor yang sudah mendapatkan Ethical Approval dari Animal Care and Use Committee (ACUC) IPB dengan nomor 01-2013. Minyak nabati wijen, kanola, dan flaxseed secara berurutan produksi dari CV. MH Farm Bogor, Golden Bridge, dan Green Tosca. Ransum penelitian terdiri dari 60% hijauan (rumput gajah) dan 40% konsentrat dengan energi (TDN 69-74%) dan protein (PK 15-17%). Standar kebutuhan nutrien yang digunakan berdasarkan dengan kebutuhan nutrien sapi potong periode penggemukan (SNI 2009). Susunan konsentrat dan kandungan nutrien ransum penelitian disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Susunan Konsentrat Penelitian

(20)

4

Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Bedasarkan Bahan Kering dengan Rasio Hijauan dan Konsentrat 60%: 40%

Nutrien Ransum Penelitian

Tanpa Proteksi Sabun Kalsium Mikroenkapsulasi Wijen Kanola Falxseeed Wijen Kanola Falxseeed Wijen Kanola Falxseeed

--- % ---

1) Analisa proksimat Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati & Bioteknologi, Bogor (2013)

2) Perhitungan TDN dengan rumus (Hartadi,1980)

Rumus TDN = 92.464 - (3.338 x SK) - (6.945 x LK) - (0.762 x Beta-N) + (1.115 x PK) + sulfosalisinat, pepsin, HCL pekat, HgCl2, buffer rumen (NH4HCO3 dan NaHCO3), resazurin 0.1%, gas CO2, formalin salin, gliserol, media BHI powder, bacto agar, glukosa, larutan hemin 0.05%, vitamin, fenolftalin, laktosa teknis, sodium caseinat dari Sigma Aldrich, dan aquadest.

Metode

Pembuatan Sabun Kalsium (Kumar et al. 2006)

Bahan utama yang diperlukan dalam pembuatan sabun kalsium adalah NaOH dan CaCl2. Tahapan dalam pembuatan sabun kalsium sebagai berikut: 1) pengukuran bilangan penyabunan minyak (Apriyantono et al. 1989) untuk mengetahui jumlah larutan NaOH yang dibutuhkan, 2) penambahan larutan NaOH pada minyak yang dipanaskan dan diaduk diatas hotplate dengan suhu 200 oC dan putaran 800 rpm sampai lemak larut secara sempurna. 3) penambahan perlahan dan pengadukan larutan CaCl2 (2.35 g dan aquades 4.7 ml) sampai terbentuk padatan sabun kalsium.

Pembuatan Mikroenkapsulasi (Calvo et al. 2010)

(21)

air 82.36%. Bahan inti dan penyalut dihomogenisasi selama 10 menit dengan kecepatan 10000 rpm (Gambar 1).

Gambar 1 Tahapan proses mikroenkapsulasi Inkubasi in vitro (Tilley dan Terry 1963)

Tabung fermentor yang telah diisi dengan 500 mg sampel ransum (60% hijauan dan 40% konsentrat (4% minyak). Sampel perlakuan ditambahkan 10 ml cairan rumen dan 40 ml larutan Mc Dougal. Tabung fermentor dikocok dengan cara mengaliri gas CO2 selama 30 detik (pH 6.5-6.9) dan ditutup dengan karet berventilasi. Tabung dimasukkan ke dalam shaker water bath dengan suhu 39 oC, dilakuan fermentasi selama 4 jam untuk sampel nilai pH rumen, NH3, VFA total dan parsial, protozoa, dan bakteri total; fermentasi 0 dan 4 jam untuk sampel profil asam lemak rumen; dan fermentasi 48 jam untuk sampel KCBK/KCBO. Penghentian proses fermentasi dilakukan dengan cara membuka tutup karet berventilasi kemudian ditetesi 2 tetes HgCl2.

Pengukuran pH

Pengukuran pH cairan rumen menggunakan pH meter. Nilai pH yang diambil merupakan nilai pH yang konsisten ditunjukkan pH meter.

Pengukuran Konsentrasi N-NH3 (Amonia)

Pengukuran konsentrasi N-NH3 menggunakan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures 1966). Supernatan sampel yang berasal dari 4 jam inkubasi disentrifuge pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit diambil sebanyak 1 ml dan diletakkan dalam satu sisi sekat Conway, 1 ml larutan Na2CO3 jenuh pada posisi sekat lainnya, dan ditengah 1 ml asam borat berindikator. Kemudian cawan ditutup rapat dan larutan Na2CO3 jenuh dicampur dengan supernatan sehingga akan terlepas gas amonia dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian asam borat dititrasi dengan H2S04 0.005 M sampai terjadi perubahan warna dari biru ke merah. Kadar amonia dapat dihitung dengan rumus:

N-NH3 (mM) = ml H2SO4 x N H2SO4 x 1000 g sampel x BK sampel Penimbangan Bahan Penyalut (11.76%) (Laktosa (5.88%) dan Sodium Caseinat (5.88%) )

Diaduk dalam Pelarut Air (82,36%)

Homogenisasi selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm

Mikroenkapsulasi dengan metode spray dryer

(suhu inlet 175±5 oC dan outlet 55±5 °C)

Penimbangan Bahan Inti (5.88%)

(22)

6

Pengukuran Konsentrasi VFA Total dan Parsial

Pengukuran produksi VFA total dan parsial (asam asetat, propionat, butirat, valerat, dan isovalerat) dilakukan dengan menggunakan alat Gas Chromatography

(General Laboratory Procedures 1966). Jenis Gas Chromatography yang digunakan yaitu GC 8A, Shimadzu Crop., Kyoto, Japan dengan kolom berisi 10% SP-1200, 1% H3PO4 on 80/100 Cromosorb WAW. Sampel VFA parsial yang digunakan berasal dari proses fermentasi dengan inkubasi 4 jam yang diambil sebanyak 1.5 ml ke dalam tabung eppendorf dan pHnya diturunkan sampai pH 3 dengan tujuan untuk menstabilkan sampel yang akan diukur gasnya, selanjutnya sampel dianalisa dengan cara menginjekkan 0.4 µ l sampel pada GC. Dengan membaca kromatogram standar acuan VFA yang konsentarsinya sudah diketahui maka konsentrasi VFA yang akan diukur dapat dilihat pada kromatogram. Konsentrasi VFA sampel dihitung dengan rumus:

mM sampel VFA = Area Contoh x 10 mM Area Standar

Pengukuran KCBK dan KCBO

Pengukuran KCBK dan KCBO menggunakan metode Tilley dan Terry (1963). Endapan sampel yang merupakan hasil sentrifuge 3500 rpm selama 15 menit ditambah 50 ml larutan pepsin-HCL. Campuran tersebut diinkubasi selama 48 jam tanpa tutup karet. Setelah 48 jam campuran endapan-pepsin disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No.41 dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan kedalam cawan porselen yang sebelumnya sudah diketahui bobot kosongnya. Bahan kering diperoleh dengan cara mengeringkan sampel dalam oven 1050C selama 24 jam. Selanjutnya bahan dalam cawan diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 600 oC. Sebagai blanko digunakan residu asal fermentasi tanpa sampel. Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) diitung dengan rumus :

% KCBK =

Perhitungan populasi protozoa menggunakan metode Ogimoto & Imai (1981). Sampel larutan hasil fermentasi 4 jam inkubasi diambil sebanyak 0.5 ml dan dicampur dengan 2 ml larutan fiksasi lalu dikocok sempurna. Larutan fiksasi terdiri atas 20 ml 35% formaldehyde, 180 ml ddH2O, 0.12 g methylgreen dan 1.6 g NaCl. Jumlah populasi protozoa dihitung dengan Fuch Rosenthal Counting

Chamber (4 mm x 4 mm x 0.2 mm) dengan menggunakan rumus :

Jumlah protozoa/ml = N x 1/0.0032 x FP N = jumlah koloni protozoa terhitung dalam 16 chamber

FP = Faktor Pengenceran Perhitungan Populasi Bakteri Total

(23)

tabung Hungate masing-masing sebanyak 5 ml yang sebelumnya telah diisi agar Bacto sebanyak 0.15 g, media disterilkan dalam aotoclave selama 15 menit. Media dimasukkan dalam penangas air (47 ºC) dan dilakukan pengenceran dengan memasukkan 0.05 ml cairan rumen dalam 4.95 ml media pengencer. Selanjutnya diambil kembali 0.05 ml lalu dimasukkan ke dalam 4.95 ml media pengencer berikutnya, pengenceran dilakukan tiga kali. Kemudian diambil sebanyak 0.1 ml ditransfer ke media agar dan diputar sampai memadat secara merata pada dinding tabung. Tabung selanjutnya diinkubasi selama 24 jam.

n = jumlah koloni yang terdapat pada tabung seri pengenceran ke-x Pengukuran Profil Asam Lemak

Profil asam lemak diukur dengan menggunakan alat Gas Chromatography (GC 2010, Shimadzu Corp., Kyoto, Japan) dengan kolom berisi teknokroma TR-CN 100) yang preparasi sampelnya menurut metode Carriquiry et al. (2008). Sampel yang digunakan berasal dari proses fermentasi dengan inkubasi 0 dan 4 jam yang ditambahkan HCl pekat (37%) untuk menurunkan pH sampai ≤ 3 dengan tujuan menstabilkan sampel yang diukur. Sampel telebih dahulu diekstraksi untuk mendapatkan lemak sampel dengan cara menambahkan Cloroform : metanol (2:1) sebanyak 5 ml pada 5-10 g sampel, distirrer satu malam dengan putaran 300 rpm. Sampel kemudian disaring dengan menggunakan kertas wathman yang ditambah dengan Na2SO4 sebanyak 1 sendok untuk menyerap air. Kemudian dievaporator untuk pemekatan dengan suhu ± 70 oC yang berfungsi untuk menguapkan cloroform dan metanol. Lemak sampel yang sudah didapatkan kemudian dimetilisasi untuk mendapatkan komponen asam lemaknya (FAME = fatty acid metyl ester) dengan cara menambahkan NaOH dalam metanol 0.2 N sebanyak 10 ml, kemudian dipanaskan sampai mendidih untuk proses hidrolisis. Hasil ini kemudian ditambahkan 4 tetes indikator PP 0.2% dan dititrasi dengan H2SO4 1N, ditambahkan NaCl tepat jenuh sebanyak 20 ml, heptan 5 ml dan NaCl sampai 50 ml kemudian dikocok sampai terbentuk pisahan heptan dan NaCl secara jelas. Sebanyak 1.5-2 ml bagian heptan ditransfer ke dalam tabung gelas untuk dilakukan analisis profil asam lemak menggunakan GC

Produksi Gas Metan

Pengukuran produksi gas metan didekati dengan perhitungan menggunakan profil produksi VFA parsial dengan rumus menurut Moss et al. (2000)

CH4 (%) = 0.45 C2 – 0.275 C3 + 0.40 C4 Keseimbangan Hidrogen

Pengukuran keseimbangan hidrogen didekati dengan perhitungan menggunakan profil produksi VFA parsial dengan rumus menurut Mitsumori et al. (2012)

2 HP (%) = 2 x C2 + C3 + 4 x C4 + 2 x Ci5 + 2 x C5 2 HUS (%) = 2 x C3 + 2 x C4 + C5

(24)

8

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 3 dengan 3 kelompok berdasarkan waktu pengambilan cairan rumen. Faktor pertama adalah jenis minyak nabati (minyak wijen, kanola, dan flaxseed) dan faktor kedua adalah metode proteksi (tanpa proteksi, sabun kalsium, dan mikroenkapsulasi) (Gambar 2).

Model matematik adalah sebagai berikut : Yijk= µ + αi+ βj+αiβj + k+ €ijk Minyak Wijen Sabun Kalsium

Mikroenkapsulasi karakteristik fermentasi, populasi mikroba, produksi metan, dan keseimbangan hidrogen dianalisa secara statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA). Perbedaan nyata diantara perlakuan dilakukan uji lanjut DUNCAN (Steel dan Torrie 1993). Analisis data menggunakan software statistik SPSS 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Produk Proteksi Sabun Kalsium dan Mikroenkapsulasi dari Minyak Wijen, Kanola, dan Flexseed

(25)

berbeda antara ketiga jenis minyak yang digunakan. Rendemen produk yang didapatkan sekitar 95.60-97.30%, penggunaan minyak flaxseed cenderung menghasilkan rendemen produk yang paling tinggi. Metode proteksi mikroenkapsulasi menghasilkan rendemen produk sekitar 51.64-64.17%, dimana penggunaan minyak wijen menghasilkan rendemen produk yang paling tinggi (Tabel 3). Rendemen produk mikroenkapsulasi lebih rendah dibandingkan produk sabun kalsium, hal ini dikarenakan imbangan minyak dan penyalut yang digunakan yaitu 1:2, sementara sabun kalsium yaitu 9:1. Rendemen produk mikroenkapsulasi yang dihasilkan hampir sama dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Calvo (2010), kombinasi bahan penyalut karbohidrat (laktosa) dan protein (sodium caseinat) dengan imbangan 1:1 dan imbangan bahan inti dan bahan penyalut 1:2 menghasilkan rendemen produk sebesar 49.49%.

Proteksi minyak dengan mikroenkapsulasi menghasilkan ketahanan yang lebih tinggi dalam mempertahankan profil asam lemak dibandingkan dengan sabun kalsium (Tabel 4). Hal ini diduga karena suhu yang digunakan dalam proses pembuatan mikroenkapsulasi lebih rendah dibandingkan dengan sabun kalsium. Suhu yang digunakan dalam pembuatan mikroenkapsulasi dengan metode spry dryer yaitu 175 ± 5 oC (suhu inlet) dan 55 ± 5 oC (suhu outlet), sedangkan sabun kalsium suhu yang digunakan 200 oC. Menurut Stender dan Jorn (2003), proses pemanasan dengan suhu 200oC lebih memudahkan kerusakan pada minyak terutama dengan derajat ketidakjenuhan tinggi karena adanya reaksi oksidasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penurunan profil asam lemak paling tinggi terjadi pada PUFA, kemudian MUFA dan SFA paling rendah.

Sabun kalsium wijen Sabun kalsium kanola Sabun kalsium Flaxseed

Mikroenkapsulasi wijen Mikroenkapsulasi kanola Mikroenkapsulasi Flaxseed

(26)

10

Minyak flaxseed dan kanola lebih tahan dalam mempertahankan profil asam lemak dibandingkan dengan minyak wijen (Tabel 4). Hal ini diduga karena minyak flaxseed dan kanola yang digunakan dalam penelitian ini memiliki antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak wijen sehingga berpengaruh terhadap tingginya indek stabilitas oksidasi. Menurut Choe dan Min (2006) salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat oksidasi minyak adalah kandungan antioksidan. Antioksidan dapat menghambat oksidasi makanan dengan cara menangkap radikal bebas, kelatisasi logam yang terperoksidasi,

quenching oksigen singlet dan photosensitizers, menginaktifkan lipoxygenase

(Choe dan Min 2009). El-Beltagi et al. (2007) melaporkan bahwa flaxseed mengandung tocopherol, selain itu menurut Katose (2013), flaxseed mengandung banyak fenol dengan berbagai tipe yang berbeda diantaranya yaitu lignans, asam phenol, flavonoid, phenylpropanoids, dan tanin yang berpotensi sebagai antioksidan. Minyak kanola menurut O’Brien (2009) mengandung tocopherol

tinggi yang terdiri atas α-tocopherol (233 ppm), -tocopherol (421 ppm), dan δ-tocopherol (13 ppm). Tocopherol merupakan antioksidan yang paling penting pada lemak dan minyak yang dapat dimakan (Choe dan Min 2009). Hasil penelitian Hashemi et al. (2013) melaporkan bahwa penggunaan minyak kanola sebagai agen antioksidan lebih efisien dibandingkan dengan antioksidan sintetis BHT (butylated hydrozyttoluene), minyak kanola yang mengandung minyak essensial terutama carvacrol (88.6%) terbukti mampu menurunkan parameter oksidasi (PV/peroxide value dan TBA/asam thiobarbiturat) yang lebih tinggi.

Tabel 3 Rendemen dan profil asam lemak minyak, sabun kalsium, dan mikroenkapsulasi minyak wijen, kanola, dan flexseed

Parameter Tanpa Proteksi Sabun kalsium Mikroenkapsulasi

Wijen Kanola Flaxseed Wijen Kanola Flaxseed Wijen Kanola Flaxseed

Rendeman (%) - - - 95.60 96.81 97.30 64.17 53.74 51.64

(27)

Tabel 4 Besarnya penurunan rendeman dan profil asam lemak dari minyak sampai terbentuknya sabun kalsium dan mikroenkapsulasi

Parameter Sabun kalsium Mikroenkapsulasi

Wijen Kanola Flaxseed Wijen Kanola Flaxseed

SFA (%) 12.14 6.75 -2.99 9.96 - 0.64 1.55 proteksi terhadap nilai pH rumen. Penggunaan jenis minyak nabati yang berbeda tidak nyata (P>0.05) mempengaruhi nilai pH rumen. Metode tanpa proteksi nyata menurunkan (P<0.05) nilai pH rumen dibandingkan dengan metode proteksi sabun kalsium dan mikroenkapsulasi (Tabel 5). Rataan nilai pH rumen pada penelitian ini berkisar dari 6.00-6.33 yang masih dalam kisaran normal nilai pH rumen yaitu 5.4-7.8 (Dehority 2005).

Tabel 5 Nilai pH rumen dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi yang berbeda

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaaan nyata (P<0.05)

Penggunaan jenis minyak nabati yang berbeda tidak mengganggu kondisi pH rumen. Nilai pH rumen berkisar 6.14-6.24 yang masih dalam kisaran normal pH rumen, sehingga tidak mengganggu aktifitas fermentasi mikroba rumen. Respon yang sama juga dilaporkan oleh Onetti et al. (2001) yang menunjukkan bahwa penambahan tallow dan choice white grease (CWG) sebanyak 4% tidak nyata mempengaruhi (P>0.05) nilai pH rumen pada pakan berbasis silase jagung. Nilai pH rumen berkisar 6.2-6.3 yang masih dalam kisaran nilai pH normal.

(28)

12

permukaan tanaman. Penurunan aktivitas protozoa ini akan menyebabkan kemampuan dalam menstabilkan pH menurun. Jouany dan Ushida (1999) menyatakan bahwa protozoa memiliki kemampuan dalam menstabilkan nilai pH dan menurunkan potensial redoks kecernaan rumen. Protozoa memiliki efek

buffer yang cenderung menstabilkan pH, mencerna granula pati secara cepat yang mengakibatkan lambatnya laju fermentasi bakteri (Slyter, 1976).

Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Bhatt et al. (2011) bahwa penambahan minyak kelapa pada pakan domba Malpura secara in vivo dengan level 7.5% cenderung (P=0.108) menurunkan nilai pH rumen secara liniear dibandingkan dengan penambahan 2.5% dan 5% minyak kelapa yaitu dari 6.31 ke 6.62. Jalc et al. (2007) melaporkan hasil yang berbeda, yaitu penambahan sebesar 3.5% asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat, dan α-linolenat) pada pakan berbasis 80% lucerne and 20% barley belum memberikan perubahan terhadap nilai pH rumen yaitu berkisar 6.73-6.93. Hasil yang berbeda juga dilaporkan oleh Bhatt et al. (2013) yang menyatakan bahwa penambahan 4% minyak rice bran secara in vivo dalam bentuk sabun kalsium ataupun bentuk bebas memiliki nilai pH rumen yang sama. Nilai pH rumen berkisar 5.73-5.93 yang masih dalam kisaran nilai pH normal. Perbedaan respon ini diduga disebabkan adanya perbedaan level dan konsentrasi profil sumber asam lemak yang digunakan dalam penelitian. Menurut (Onetti et al. 2001) respon yang berbeda pada beberapa parameter dapat disebabkan oleh level dan profil sumber asam lemak atau interaksi antara sumber lemak dan bahan pakan pada subtrat yang digunakan.

Konsentrasi Amonia (NH3)

Tidak ada interaksi antara penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi terhadap konsentrasi amonia. Penggunaan jenis minyak nabati yang berbeda tidak nyata (P>0.05) mempengaruhi konsentrasi amonia. Metode mikroenkapsulasi nyata meningkatkan (P<0.05) konsentrasi amonia dibandingkan dengan metode proteksi sabun kalsium dan tanpa proteksi (Tabel 6). Rataan konsentrasi amonia pada penelitian ini berkisar dari 7.81-9.70 mM yang masih dalam kisaran optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba. McDonald

et al. (2002) menyatakan bahwa konsentrasi optimum dari amonia yaitu berkisar 85 sampai 300 mg/l yang setara dengan 6-21 mM.

Tabel 6 Konsentrasi NH3 dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode

(29)

Penggunaan jenis minyak nabati yang berbeda tidak mempengaruhi konsentrasi amonia rumen. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Beauchemin

et al. (2007) hanya penambahan lemak pada pakan yang menurunkan konsentrasi amonia, jenis lemak yang berbeda tidak berpengaruh. Hasil penelitian tersebut melaporkan bahwa penambahan 3.4% lemak dari biji bunga matahari, tallow, dan bunga matahari menurunkan konsentrasi amonia dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan minyak) dan konsentrasi amonia tidak berbeda nyata diantara jenis minyak yang berbeda. Hasil yang sama dilaporkan oleh Sitoresmi et al.

(2009) bahwa penambahan minyak yang berbeda yaitu minyak kelapa, biji bunga matahari, dan kelapa sawit dengan berbagai level (0%; 2.5%; 5%; dan 7.5%) tidak mempengaruhi rata-rata konsentrasi amonia rumen (33.84 mg/100 ml; 33.57 mg/100 ml, dan 34.62 mg/100 ml). Onetti et al. (2001) juga melaporkan hasil yang sama bahwa penambahan sumber asam lemak yang berbeda pada pakan berbasis silase jagung yaitu tallow dan choice white grease (CWG) sampai level 4% tidak berpengaruh terhadap konsentrasi NH3 rumen (17.0 dan 14.4 mg/dl). Menurut Sirohi et al. (2001) penambahan sabun kalsium dari minyak yang berbeda yaitu minyak kedelai dan mustard plus mahua pada pakan berbasis jerami gandum tidak berpengaruh terhadap konsentrasi amonia rumen in vitro.

Tingginya konsentrasi amonia dengan metode proteksi mikroenkapsulasi menandakan peningkatan degradasi oleh mikroba rumen. Peningkatan degradasi ini disebabkan adanya kontribusi sodium caseinat yang digunakan sebagai bahan pelapis yang kandungan proteinnya kurang lebih 90% dan sekitar 80% total protein berasal dari α-s1 Casein, α-sβ Casein, -Casein, and κ-Casein sehingga menyebabkan tingginya kandungan protein kasar dari produk mikroenkapsulasi yaitu 27.64-30.22%. Tingginya protein produk mikroenkapsulasi akan berpengaruh terhadap tingginya kandungan protein dalam ransum yaitu 19.49-22.64% yang akan mengakibatkan peningkatan produksi NH3. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa jumlah protein ransum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi NH3.

Penambahan minyak tanpa proteksi dan dengan proteksi sabun kalsium menurunkan konsentrasi amonia rumen dibandingkan dengan proteksi mikroenkapsulasi. Penurunan ini diduga karena penambahan minyak tanpa proteksi sebesar 4% sudah mulai mengganggu aktivitas mikroba rumen, terutama bakteri proteolitik dan protozoa. Menurut (Hristov et al. 2004), konsentrasi amonia sangat berhubungan dengan jumlah total protozoa serta aktivitas protozoa dan bakteri di rumen. Penambahan lemak terutama MCFA (Medium Chain Fatty Acid) menurunkan pertumbuhan dan aktivitas protozoa, menurunkan proteolisis dan konsentrasi amonia secara in vitro serta menghambat aktivitas degradasi polisakarida. Penurunan aktivitas mikroba dengan penambahan minyak tanpa proteksi ini linear dengan produksi total VFA yang dihasilkan yaitu produksinya paling kecil (44.17 mM) dibandingkan proteksi sabun kalsium (68.51 mM) dan mikroenkapsulasi (51.48 mM) (Tabel 7). Hasil penelitian Bhatt et al. (2011) melaporkan bahwa semakin tinggi level penambahan minyak kelapa yang diberikan secara kuadratik sangat nyata menurunkan (P=0.003) konsentrasi amonia rumen yaitu 0% (6.2 mg/100ml), 2.5% (6.0 mg/100ml), 5% (5.8 mg/100ml), dan 7.5% (3.4 mg/100ml).

(30)

14

mikroba rumen yang berlebihan. Menurut Sklan dan Tinsky (1993), sabun kalsium asam lemak mampu digunakan untuk memproteksi protein sehingga dapat menurunkan degradasi rumen. Hasil penelitian Kowalski et al. (1997) melaporkan bahwa semakin tinggi rasio penggunaan sabun kalsium dari asam lemak rape seed yang dikombinasikan dengan bungkil kedelai semakin menurunkan (P<0.001) tingkat degradasi protein di dalam rumen. Hasil penelitian Adawiah et al. (2007) melaporkan bahwa penambahan minyak ikan sebesar 1.5% dalam ransum nyata menurunkan (P<0.05) konsentrasi amonia dibandingkan dengan penambahan minyak ikan dalam bentuk sabun kalsium sebesar 3% dalam ransum yaitu 8.00 mM dan 9.30 mM. Penambahan minyak jagung sebesar 1.5% dalam bentuk bebas dan 3% dalam bentuk sabun kalsium memberikan pengaruh yang sama terhadap konsentrasi amonia yaitu 8.30 mM dan 11.00 mM. Hal ini menandakan bahwa penambahan minyak nabati sebesar 3% dalam bentuk sabun kalsium masih belum nyata meningkatkan konsentrasi amonia dibandingkan penambahan minyak nabati dalam bentuk bebas karena level minyak yang digunakan masih rendah.

Produksi VFA Total dan Parsial serta Produksi Metan dan Keseimbangan Hidrogen

Terjadi interaksi antara penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi yang sangat nyata (P<0.01) pada konsentrasi produksi VFA total, proporsi asetat, propionat, rasio asetat : propionat (A:P), produksi metan, dan penggunaan H2 nyata (P<0.05) pada proporsi isovalerat. Minyak flaxseed yang diproteksi dengan sabun kalsium menghasilkan produksi VFA total tertinggi sedangkan produksi terendah ketika minyak flaxseed diproteksi dengan mikroenkapsulasi. Minyak flaxseed yang diproteksi dengan mikroenkapsulasi menghasilkan proporsi asetat, A:P, dan produksi metan terendah serta proporsi propionat, proporsi isovalerat, dan penggunaan H2 tertinggi (Tabel 7, 8, dan 9).

Tingginya produksi VFA total dengan suplementasi sabun kalsium minyak flaxseed menandakan bahwa minyak flaxseed yang diproteksi dengan metode sabun kalsium mampu memberikan sumbangan energi paling tinggi untuk ternak ruminansia. Hal ini diduga disebabkan tingginya kandungan asam linolenat (C18:3) pada minyak flaxseed yang rantai gandanya lebih banyak dibandingkan dengan minyak nabati yang lain, sehingga menyebabkan banyaknya mineral kalsium yang terperangkap. Peningkatan ketersedian mineral kalsium ini akan meningkatkan populasi dan aktivitas bakteri rumen sehingga dapat meningkatkan fermentasi pakan. Menurut Ruckebusch dan Thivend (1980) mineral kalsium berperan dalam sintesis dan stabilitas struktur dinding sel mikroba, mampu

(31)

pertambahan bobot badan, bobot badan, konsumsi bahan kering dan menurunkan rasio konsumsi pakan (FCR) dibandingkan dengan penambahan minyak dalam bentuk bebas ataupun kontrol (tanpa penambahan minyak).

Tabel 7 Kadar VFA total dan proporsi vfa parsial cairan rumen dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi yang berbeda

Parameter

Jenis Minyak

Nabati

Metode Proteksi Rataan

Tanpa Proteksi Sabun Kalsium Mikroenkapsulasi

VFA Total Wijen 47.65 ± 7.67def 55.79 ± 3.67cd 52.67 ± 10.62cde 52.04 ± 7.68

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil menunjukkan ada perbedaaan sangat nyata (P<0.01) ; Angka yang diikuti oleh huruf besar menunjukkan ada perbedaaan nyata (P<0.05)

Kisaran produksi VFA total pada penelitian ini (39.03-79.90 mM) hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Wang et al. (2005) bahwa dengan menggunakan subtrat silase 60% dan konsentrat 40% produksi VFA totalnya sebesar 48.52-52.70 mM pada inkubasi 3 jam dan meningkat menjadi 55.63-58.79 mM pada inkubasi 6 jam pada semua perlakuan. Produksi VFA total ini lebih rendah dibandingkan dengan kisaran normal VFA total menurut McDonald et al.

(32)

16

menyatakan bahwa ternak sapi yang mengkonsumsi pakan dengan proporsi hijauan (60%) dan konsentrat (40%) menghasilkan VFA sebesar 96 mmol/l dengan perbandingan 61% asetat (C2), 18% propionat (C3), 13% butirat (C4) dan 8% lainnya. Perbedaan respon ini diduga karena adanya perbedaan komposisi ransum yang digunakan sehingga akan mengakibatkan adanya perbedaan populasi mikroba yang berakibat berbedanya produksi VFA total yang dihasilkan. Menurut McDonald et al. (2002) yang mempengaruhi besarnya komponen VFA total dan proporsi relatifnya antara lain yaitu komposisi ransum, rasio hijauan dan konsentrat, bentuk fisik makanan, tingkat konsumsi, frekuensi pemberian pakan, dan tipe fermentasi pakan.

Tanpa Proteksi Sabun Kalsium Mikroenkapsulasi

---

mol/100mol---Moss et al. Wijen 24.01 ± 1.55a 23.76 ± 1.82a 21.74 ± 3.40abc 23.17 ± 2.34

(2000) Kanola 19.83 ± 0.49bc 21.89 ± 2.40ab 23.50 ± 2.27a 21.74 ± 2.31

Flaxseed 21.01 ± 3.09abc 23.73 ± 0.94a 18.79 ± 1.73c 21.17 ± 2.82

Rataan 21.62 ± 2.56 23.13 ± 1.83 21.34 ± 3.03

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf menunjukkan ada perbedaaan sangat nyata (P<0.01)

Tabel 9 Keseimbangan hidrogen dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi yang berbeda

Tanpa Proteksi Sabun Kalsium Mikroenkapsulasi

Mitsumori Wijen 187.27 ± 2.16 188.98 ± 2.00 187.32 ± 4.53 187.85 ± 2.83

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf menunjukkan ada perbedaaan sangat nyata (P<0.01)

Suplementasi minyak flaxseed yang diproteksi dengan teknologi mikroenkapsulasi menghasilkan proporsi asetat, rasio A:P, dan produksi metan terendah serta proporsi propionat, isovalerat, dan penggunanaan H2 tertinggi. Tingginya produksi propionat dan isovalerat diduga karena rendahnya produksi metan (CH4) yang disebabkan oleh asam lemak linolenat (C18:3) dari minyak flaxseed yang diproteksi dengan mikroenkapsulasi memiliki sifat slow release

sehingga mampu menurunkan aktivitas archae metanogen. Penurunan aktivitas

(33)

isovalerat merupakan jalur metabolisme rumen yang menggunakan H2. Hal ini linier dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan H2, produksi propionat dan isovalerat tertinggi terdapat pada perlakuan minyak flaxseed yang diproteksi dengan metode mikroenkapsulasi.

Hasil penelitian Dan Li et al. (2012) melaporkan bahwa penambahan asam lemak linoleat (C18:2) dan asam lemak linolenat (C18:3) sangat nyata (P<0.01) menurunkan populasi Methanobacterium formicicum dibandingkan dengan penambahan asam lemak oleat. Dan Li et al. (2012) menyatakan bahwa aktivitas antimetanogen pada asam lemak dapat disebabkan karena efek toksik asam lemak pada metanogen dan kompetisi metanogen dengan proses biohidrogenasi asam lemak tak jenuh dalam penggunaan H2. Menurut Zhang et al. (2008) penurunan produksi metan meningkat dengan peningkatan derajat asam lemak tidak jenuh. Czerkawski et al. (1966) melaporkan bahwa oleat dengan 1 rantai ganda/mole menurunkan produksi metan 1.70 moles/mole asam lemak, asam linoleat dengan 1.72 rantai ganda/mole menurunkan produksi metan 1.79 moles/mole, asam lemak dan asam linolenat dengan 2.4 rantai ganda/mole menurunkan produksi metan 2.05 moles/mole.

Kecernaan Bahan Kering dan Organik

Tidak ada interaksi antara penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi terhadap kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO). Penggunaan jenis minyak nabati yang berbeda tidak nyata (P>0.05) menurunkan KCBK dan KCBO. Metode proteksi yang berbeda tidak nyata (P>0.05) meningkatkan KCBK dan KCBO (Tabel 10 dan 11). Rataan KCBK pada penelitian ini berkisar dari 60.03-64.96% dan KCBO 60.47-63.04%. Rataan kecernaan pakan ini masih tergolong tinggi karena lebih dari 60%. Menurut Sutardi (1980) bahan pakan dikatakan memiliki nilai kecernaan yang tinggi apabila nilai kecernaannya lebih dari 60%.

Perbedaaan minyak yang digunakan yaitu minyak wijen, kanola, dan flaxseed tidak berpengaruh terhadap KCBK dan KCBO pakan. Hasil yang sama dilaporkan oleh Jalc et al. (2007) yang menambahankan asam lemak tak jenuh berberda yaitu oleat, linoleat, dan α-linolenat sebesar 3.5% pada pakan berbasis 80% lucerne and 20% barley tidak menurunkan kecernaan bahan kering dan degradasi NDFnya. Sirohi et al. (2001) melaporkan bahwa penambahan minyak yang diproteksi dalam bentuk sabun kalsium dengan jenis berbeda yaitu minyak kedelai dan mustard plus mahua pada pakan berbasis jerami gandum memberikan respon sama terhadap kecernaan bahan pakan (KCBK dan KCBO).

(34)

18

matahari dalam bentuk bebas. Penambahan minyak bunga matahari dalam bentuk sabun kalsium sampai 10% tidak menurunkan kecernaan bahan kering, PK, NDF, dan ADF namun meningkatkan konsumsi TDN pakan. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Tangendjaja et al. (1993) bahwa penambahan minyak rice brand

pada pakan berbasis rumput gajah secara in vitro dalam bentuk bebas menurunkan sebanyak 45% bahan kering, sementara sabun kalsium hanya menurunkan kecernaan sebanyak 16% dibandingkan tanpa penambahan minyak. Penambahan sabun kalsium dari minyak palm merah sampai 15% pada domba Decani yang diberi pakan 56% jerami sorghum dan 44% konsentrat nyata menurunkan (P<0.05) kecernaan selulosa dibandingkan dengan penambahan sabun kalsium 5% dan 10% (Kumar et al. 2006).

Tabel 10 Nilai kecernaan bahan kering dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi yang berbeda

Tabel 11 Nilai kecernaan bahan organik dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi yang berbeda proteksi terhadap populasi protozoa. Penggunaan jenis minyak nabati yang berbeda tidak nyata (P>0.05) menurunkan populasi protozoa. Metode proteksi yang berbeda tidak nyata (P>0.05) meningkatkan populasi protozoa (Tabel 12). Rataan populasi protozoa pada penelitian ini berkisar dari 3.97– 4.21 log sel/ml.

(35)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sitoresmi et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan minyak kelapa (mengandung asam laurat 25.47%, asam oleat 0.04%, dan asam linoleat 2.36%), memberikan efek yang paling besar terhadap penurunan jumlah protozoa (23.82x103 sel/ml) apabila dibandingkan dengan pemberian minyak biji bunga matahari (asam asam laurat sebesar 0.08%, asam oleat 67.12%, dan asam linoleat 6.13%) (29.77x103 sel/ml), dan minyak kelapa sawit (asam laurat sebesar 0.06%, asam oleat 46.14%, dan asam linoleat 0.72%) (30.16x103 sel/ml). Penggunaan minyak biji bunga matahari dan kelapa sawit tidak berbeda nyata dalam menurunkan populasi protozoa. Penurunan ini disebabkan kerana minyak kelapa mengandung asam laurat yang paling tinggi, dimana menurut Hristov et al. (2004) asam laurat merupakan MCFA yang bersifat paling toksik terhadap protozoa. Menurut Machmuller (2006), asam laurat dapat meningkatkan sensitivitas struktur dinding sel mikroba yang berakibat pada penghambatan aktivitas ciliate protozoa dan archaea gram positif. Pada hasil penelitian ini walaupun tidak nyata, terlihat bahwa pada penggunaan minyak wijen populasi protozoanya paling rendah dibandingkan dengan minyak kanola dan flaxseed. Hal ini dikarenakan kandungan asam laurat pada minyak wijen lebih tinggi dibandingkan minyak lainnya, baik itu dalam bentuk bebas, sabun kalsium ataupun mikroenkapsulasi. menurunkan populasi protozoa apabila dibandingkan dengan penambahan minyak yang diperoteksi dengan metode sabun kalsium dan mikroenkapsulasi. Hal ini diduga karena masih rendahnya level minyak yang ditambahkan. Menurut hasil penelitian Sitoresmi et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan minyak kelapa biji bunga matahari dan kelapa sawit dalam bentuk bebas sebanyak 2.5%, 5.0% dan 7.5% nyata (P<0.05) menurunankan rata-rata populasi protozoa masing-masing sebesar 9.8%, 20.85% dan 23.95% dibandingkan dengan kontrol. Penambahan minyak dengan level 5.0% baru secara nyata (P<0.05) menurunkan populasi protozoa dibandingkan dengan penambahan minyak sebesar 2.5%. Bhatt

(36)

20

paling rendah dibandingkan penambahan minyak dalam bentuk proteksi sabun kalsium dan mikroenkapsulasi.

Populasi Bakteri Total

Tidak ada interaksi antara penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi terhadap populasi bakteri total. Penggunaan jenis minyak nabati yang berbeda tidak nyata (P>0.05) menurunkan populasi bakteri total. Metode proteksi yang berbeda tidak nyata (P>0.05) meningkatkan populasi bakteri total (Tabel 13). Rataan populasi bakteri total pada penelitian ini berkisar dari 6.95-7.31 log sel/ml.

Perbedaan jenis minyak tidak berpengaruh pada populasi bakteri total rumen. Hal ini menunjukkan bahwa pada penambahan minyak dengan level 4% belum memperlihatkan tingkat toksik yang berbeda antara jenis asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat, dan linolenat). Maia et al. (2007) menyatakan bahwa tingkat toksik pada pertumbuhan bakteri yaitu EPA > DHA > LNA (linolenat) > LA (linoleat). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Hristov et al. (2004) yang melaporkan bahwa rantai panjang asam lemak tak jenuh tidak menurunkan aktivitas bakteri dan pengaruh pada aktivitas proteolisis serta konsentrasi amonia yang kurang jelas.

Tabel 13 Populasi bakteri total dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi yang berbeda

(37)

rumen. Maia et al. (2007) menyatakan bahwa EPA dan DHA tidak mampu dimetabolisme oleh bakteri sehingga lebih bersifat toksik dibandingkan dengan linoleat (LA) dan linolenat (LNA).

Profil Asam Lemak Cairan Rumen

Hasil analisa profil asam lemak dari cairan rumen pada inkubasi 0 dan 4 jam disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan hasil analisa tersebut diketahui bahwa asam linoleat (C18:2) terbiohidrogenasi 100% pada semua jenis minyak dan metode proteksi. Harfoot dan Hazlewood (1997) menyatakan bahwa proses biohidrogenasi asam linoleat (C18:2) akan diawali dengan tahap isomerisasi ikatan rangkap cis 12 menjadi trans 11 menghasilkan CLA (cis-9, trans-11 C18:2), kemudian tahap reduksi ikatan rangkap cis 9 menjadi asam lemak trans 11 (asam vasenat-trans-11 C18:1) dimana yang berperan adalah kelompok bakteri A (Butyrivibrio fibrisolven), dan tahap yang terakhir yaitu hidrogenasi ikatan rangkap trans 11 menjadi asam stearat (C18:0) dengan peran kelompok bakteri B (Clostridium proteoclasticum). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada semua jenis metode proteksi minyak wijen mampu meningkatkan kandungan C18:1 paling banyak yaitu (8.63-67.05%) dibandingkan dengan minyak flaxseed (11.00-31.06%) dan minyak kanola (3.07%). Metode mikroenkapsulasi pada semua jenis minyak mampu meningkatkan kandungan C18:1 paling banyak yaitu (31.06-67.05%) dibandingkan dengan metode tanpa proteksi (3.07-8.63%) ataupun sabun kalsium (11%). Minyak wijen yang diproteksi dengan metode mikroenkapsulasi merupakan kombinasi jenis minyak dan metode proteksi terbaik dalam meningkatkan kandungan C18:1 (67.5%).

Tingginya kandungan C18:1 ini diduga merupakan akumulasi dari proses biohidrogenasi C18:2 yang dapat berbentuk sebagai produk asam vasenat. Hal ini akan berdampak positif apabila terakumulasi dan terabsorbsi di usus halus dan terdeposit pada jaringan ternak, karena asam vasenat akan dikonversi kembali menjadi CLA oleh enzin Δ-9 desaturase di jaringan ternak. Menurut estimasi Kay et al. (2004), lebih dari 90% cis 9 trans 11 CLA pada lemak susu dibuat oleh

aktivitas enzim Δ-9 desaturase sehingga peningkatan aliran asam vasenat yang masuk dijaringan hewan dibutuhkan untuk meningkatkan kandungan cis 9 trans 11 CLA pada susu. CLA merupakan produk yang sangat bermanfaat untuk kesehatan karena memiliki sifat antikarsinogenik, memperbaiki daya imun, dan mengurangi lemak tubuh (McDonald 2000). Hasil penelitian in vitro

menunjukkan bahwa CLA memiliki sifat sitotoksik pada sel MCF-7 dan menghambat proses poliferasi sel malignant melanoma dan kolorektal kanker pada manusia, secara nyata mampu menurunkan plasma kolesterol pada hamster dan mampu memproduksi zat yang mampu melindungi sel dari efek peroksidasi (McDonald 2000).

Jenis minyak yang paling tahan terhadap proses biohidrogenasi sempurna secara berurutan yaitu minyak wijen, flaxseed, dan kanola. Hal ini karena minyak wijen dan flaxseed mengandung esensial oil yang memiliki sifat antimikroba yang diduga mampu menghambat petumbuhan bakteri Clostridium proteoclasticum

(38)

22

(C18:0). Hasil penelitian Durmic et al. (2008) melaporkan bahwa penggunaan ekstrak dari 91 jenis tanaman di Australia ada 10 tanaman dengan kandungan minyak esensialnya tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri B. fibrisolvens JW11 (paling aktif dalam memproduksi CLA) namun mampu menghambat

Cl. proteoclasticum P18 sehingga asam stearatnya menurun dan asam vasenatnya meningkat.

Tabel 14 Profil asam lemak cairan rumen pada inkubasi 0 dan 4 jam dari penggunaan jenis minyak nabati dan metode proteksi yang berbeda

Keterangan : Satuan % berdasarkan persentase terhadap total C18

Saleem (2011) menyatakan bahwa minyak wijen memiliki kemampuan dalam aktivitas antibakteri gram positif ataupun gram negatif dan antifungi. Laj

et al. (2007) melaporkan bahwa ektrak daun Sesame radiatum (salah satu spesies daun wijen) yang mengandung esensial oil dan lignan seperti sesaminol memiliki aktivitas antimikroba pada bakteri gram positif dan negatif, dimana memiliki keefektifan yang sama dengan antibiotik dan antifungi standar. Flaxseed memgandung lignan sebagai antimikroba dan tanin yang mampu menghambat proses biohidrogenasi. Barbary et al. (2010) melaporkan bahwa ekstrak lignan

(39)

dari flaxseed memiliki aktivitas antimikroba yang mampu menjadi agen antibakteri gram positif dan gram negatif serta antifungi. Menurut Cowan (1999), aktifitas ekstrak lignan sebagai agen anitmikroba dimungkinkan karena kemampuan lignan untuk bergabung dengan dinding sel bakteri sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Hasil penelitian Khiaosa-Ard et al. (2009) melaporkan bahwa penggunaan ekstrak Acacia mearnsii yang mengandung tanin terkondensasi sebanyak 61.5% di dalam bahan kering dan sumber asam lemak berasal dari minyak linseed secara signifikan meningkatkan asam vasenat (

trans-11 C18:1) dan menurunkan asam stearat, sehingga disimpulkan bahwa tanin mampu menghambat tahapan dari proses biohidrogenasi asam lemak. Menurut Khiaosa-Ard et al. (2009), efek ekstrak tanin terkondensasi pada biohidrogenasi dimungkinkan karena mediasi melalui efek pada protozoa atau dengan cara menyerang bakteri grup B (bakteri yang mengkonversi asam vasenat menjadi asam stearat) atau dengan beberapa mekanisme secara langsung.

Metode proteksi pada penelitian ini yang paling tahan terhadap proses biohidrogenasi sempurna secara berurutan yaitu mikroenkapsulasi, tanpa proteksi, dan sabun kalsium. Metode mikroenkapsulasi mampu mempertahankan asam oleat (C18:1) pada semua jenis minyak lebih banyak yang diduga karena teknologi proteksi mikroenkapsulasi memiliki sifat slow release dalam melepaskan bahan inti. Kombinasi laktosa dan sodium caseinat (sumber protein) yang digunakan sebagai bahan pelapis mampu melindungi bahan inti dari berbagai proses metabolisme yang ada di dalam rumen sehingga bahan inti akan terlepas sempurna di organ target. Menurut Kanakdande et al. (2007) penggabungan bahan pelapis memberikan efek yang lebih tinggi terhadap efektifitas pengkapsulan, bentuknya lebih seragam, kecil keretakan, dan ketidakteraturannya dibandingkan dengan penggunaan pelapis secara individu. Selain keefektifan pengkapsulan, kondisi pH rumen yang netral merupakan salah satu faktor yang menyebabkan stabilnya bahan inti. Hasil penelitian Yoshimaru et al. (2000) melaporkan bahwa proteksi L-lysine dengan teknologi mikroenkapsulasi memiliki kestabilan yang tinggi pada kondisi netral (pH 6.5) dan akan terlepas sebanyak 70 dan 85% pada media abomasum dengan pH 3.0 ketika pelapis yang digunakan adalah zein (protein jagung) dan shellac (resin thermoplastik). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Taylor-Edwards et al. (2008) melaporkan bahwa urea yang diproteksi menggunakan pelapis minyak atau polimer akan memberikan efek slow release pada urea di dalam rumen (P=0.02) dibandingkan dengan urea tanpa menggunakan pelapis.

(40)

24

oleh mikroba rumen dimana penyebabnya adalah pH dan kemampuan ikatan asam lemak yang rendah.

Respon yang sama dilaporkan oleh Harvatine dan Allen (2006) bahwa ketahanan biohidrogenasi sabun kalsium berbeda tidak nyata dengan kontrol (tanpa proteksi). Respon ini menandakan bahwa penggunaan sabun kalsium tidak mampu memproteksi asam lemak tak jenuh dari biohidrogenasi mikroba rumen meskipun pH rumen 6.0. Hal ini disebabkan karena kemampuan ikatan asam lemak dan mineral kalsium yang rendah. Hasil penelitian Wu et al. (1991) melaporkan bahwa pemberian pakan dalam bentuk sabun kalsium hanya mengalami proses biohidrogenasi sebesar 33-57%. Huang et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan 1% CLA dalam bentuk garam kalsium nyata (P<0.05) meningkatkan penyerapan CLA dan total asam lemak pada usus domba dibandingkan diberikan CLA dalam bentuk asam lemak bebas. Perbedaan respon ini diduga karena perbedan produk sabun kalsium yang digunakan memiliki keefektifan dan kekuatan yang berbeda dalam pembentukan ikatan asam lemak dan mineral kalsiumnya.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa minyak tanpa proteksi memiliki ketahanan biohidrogenasi lebih baik dibandingkan dengan proteksi sabun kalsium. Hal ini diduga karena selain tidak efektifnya pembentukan ikatan antara asam lemak dengan mineral pada produk sabun kalsium yang digunakan, ketersediaan mineral kalsium mampu meningkatan populasi dan aktivitas bakteri rumen (Tabel 8 dan 13) yang akan berkorelasi dengan meningkatnya aktivitas biohidrogenasi. Menurut Harvatine dan Allen (2006) salah satu faktor yang mempengaruhi proses biohidrogenasi adalah kapasitas bakteri yang berperan dalam biohidrogenasi yang tergantung dari spesies dan konsentrasi populasi mikroba dan lingkungan rumen.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Minyak flaxseed dan sabun kalsium merupakan jenis minyak nabati dan metode proteksi terbaik dalam mengoptimalkan fermentasi rumen. Minyak wijen dan metode proteksi mikroenkapsulasi memiliki ketahanan terbaik dalam proses biohidrogenasi rumen.

Saran

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Adawiah, Sutardi T, Toharmat T, Manalu W, Ramli N, Tanuwiria UH. 2007. Respons terhadap Suplementasi Sabun Mineral dan Mineral Organik serta Kacang Kedelai Sangrai pada Indikator Fermentabilitas Ransum dalam Rumen Domba. Med. Pet. 30(1): 63-70

Agnihotri N, Mishra R, Goda C, Arora M. 2012. Microencapsulation-A novel approach in drug delivery: areview. Indo Global J. Phram. Sci. 2(1):1-20 Alexander G, Prabhakara Rao Z, Rama Prasad J. 2002. Effect of supplementing

sheep with sunflower acid oil or its calcium soap on nutrient utilization.

Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15(9): 1288-1293

Amalia W. 2009. Kajian karakteristik fisik dan kimia minyak wijen (virgin sesame oil) dengan variasi proses produksi [skripsi]. Surakarta [ID] : Universitas Sebelas Maret

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.

Analisis Pangan. Bogor (ID): IPB Press

Barbary OM, El-Sohaimy SA, El-Saadani MA, Zeitoun AMA. 2010. Antioxidant, antimicrobial and anti-hcv activities of lignan extracted from flaxseed. Res. J. Agric. Biol. Sci. 6: 247-256,

Beauchemin KA, McGinn SM, Petit HV. 2007. Methane abatement strategies for cattle: lipid supplementation of diets.Canadian J. Anim. Sci. 87: 431-440. Bhatt RS, Karim SA, Sahoo A, and Shinde AK. 2013. Growth performance of

lambs fed diet supplemented with rice bran oil as such or as calcium soap.

Asian-Aust. J. Anim. Sci. 26(6): 812-819.

Bhatt RS, Soren NM, Tripathi MK, Karim SA. 2011. Effects of different levels of coconut oil supplementation on performance, digestibility, rumen fermentation and carcass traits of Malpura lambs. Anim. Feed Sci. Technol.

164: 29–37

Block E, Chalupa W, Evans E, Jenkins T, Moate P, Palmquist D, Sniffen C. 2005. Calsium salts are highly digestibility. J. Feedstuffs. 77 (30) : 1-7

Calvo P, Herna´ndez T, Lozano M, Gonza´lez-Go´mez D. 2010. Microencapsulation of extra-virgin olive oil by spray-drying: Influence of wall material and olive quality. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 112: 852–858 Carriquiry M, Weber WJ, Baumgardb LH, Crooker BA. 2008. In vitro methane production. Br. J. Nutr. 20: 349-362

Cowan MM. 1999. Plant products as antimicrobial agents. Clin. Microbiol. Rev.

12: 564-582.

(42)

26

Dehority BA. 2005. Effect of pH on viability of Entodinium caudatum,

Entodinium exiguum, Epidinium caudatum, and Ophryoscolex purkynjei in vitro. J. Eukaryotic Microbiol. 52: 39-342

Duckett SK, Gillis MH. 2010. Effects of oil source and fish oil addition on ruminal biohydrogenation of fatty acids and conjugated linoleic acid formation in beef steers fed finishing diets. J Anim. Sci. 88: 2684-2691. Durmic Z, McSweeney CS, Kempb GW, Hutton P, Wallace RJ, Vercoe PE. 2008.

Australian plants with potential to inhibit bacteria and processes involved in ruminal biohydrogenation of fatty acids. Anim. Feed Sci. Technol. 145: 271–284

Edwards JU. 2007. Flaxseed: agriculture to health [Internet]. [diunduh 2013 Jun 3]. Tersedia pada : www.ag.ndsu.edu/pubs/yf/foods/fn596.pdf

El-Beltagi HS, Salama ZA, El-Hariri DM. 2007. Evaluation of fatty acids profile and the content of some secondary metabolites in seeds of different flax cultivars (linum usitatissimum l.). Gen. Appl. Plant Physiology. 33(3-4): 187-202

General Laboratory Procedures [GLP]. 1966. Report of Dairy Science. Madison (USA): University of Wisconsin.

Harvatine KJ, Allen MS. 2006. Fat supplements affect fractional rates of ruminal fatty acid biohydrogenation and passage in dairy cows. J. Nutr. 136: 677-Marzeh Khuzistani essential oil as a natural antioxidant in canola oil under forced conditions. Intern. Food Research J. 20 (5): 2091-2102

Hristov AN, Ivan M, McAllister TA. 2004. In vitro effects on individual fatty acids on protozoal numbers and on fermentation products in ruminal fluid from cattle fed a high concentrate, barley-based diet. J. Anim. Sci. 82: 2693-2704

Huang Y, Schoonmaker JP, Oren SL, Trenkle A, Beitz DC. 2009. Calcium salts of CLA improve availability of dietary CLA. J. Livestock Sci. 122:1–7. Jalc D, Certik M, Kundrikova K, Namestkova P. 2007. Effect of unsaturated C18

fatty acids (oleic, linoleic, and α-linolenic acid) on ruminal fermentation and production of fatty acid isomers in anartificial rumen.Vet. Med.52(3): 87–94 Jenkins TC. 1993. Lipid metabolism in the rumen. J. Dairy Sci. 76: 3851-3863 Jenkins TC, Palmquist DL. 1984. Effect of fatty acid or calsium soap on rumen

and total nutrient digestibility of dairy ration. J. Dairy Sci. 67: 978

Jouany JP, Ushida K. 1999. The role of protozoa in feed digestion review. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 12(1): 113-128.

Gambar

Tabel 1. Susunan Konsentrat  Penelitian
Tabel 2.  Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Bedasarkan Bahan Kering dengan Rasio Hijauan dan Konsentrat 60%: 40%
Gambar 1 Tahapan proses mikroenkapsulasi
Gambar 2 Desain rancangan percobaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat tinggal di rumah orangtua.. Tergugat di Banjar Dinas Yehanakan, Desa Banjarasem,

4.4.1.4 Perbandingan Kuat Tarik Belah Rerata Beton Normal dan Beton Polimer Termodifikasi Alami Amylum Serta Bahan Tambah Madu Pada Umur 28 Hari

In the present research, like many others, uses GA for optimal water allocation to farms considering crop water requirement and in deficit irrigation

Grafik rerata penurunan kadar glukosa darah (mg/dL) hari ke-11 post perlakuan pada kelompok kontrol positif (II), kelompok ekstrak etanol kulit batang Sala dosis 125 mg/kgBB (III),

Hubungan antara juragang dan personilnya dalam aktivitas pelayaran sangant nampak dimana juragang tidak akan bekerja sendiri tanpa adanya personil (ABK) yang bekerja

Manfaat yang diterima dari adanya kemitraan yang utama adalah meningkatkan pemberdayaan masyarakat yang diharapkan masyarakat lebih memahami keadaan lingkungannya

[r]

Masjid kita ini memiliki sekolah tingkat TK (Taman Kanak-kanak) Islam hingga SMP (Sekolah Menengah Pertama) Islam. Selain itu, untuk pendidikan lainnya, kami juga