SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Salah Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
EPNI JULIANA NIM: 105044201450
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
HOMOSEKSUAL
SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
EPNI JULIANA NIM: 105044201450
Di Bawah Bimbingan Pembimbing
Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, MA NIP. 1976080772003121
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
1431 H / 2010 M
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli hasil karya saya, atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 01 Maret 2010
Epni Juliana NIM : 105044201450
ABSTRAK
Dalam membangun sebuah keluarga, kehidupan suami istri hanya dapat tegak berdiri atas dasar ketentraman, ketenangan, suami istri saling sayang menyayangi, bergaul dengan sebaik-baiknya dan masing-masing pihak menunaikan hak dan kewajibannya dengan ihlas dan pengabdian.
Dalam Hukum Islam bahwa perkawinan itu untuk selamanya bahkan dalam Hadits mengatakan: “Sesuatu yang dihalalkan tetapi dibenci oleh Allah swt. adalah perceraian. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 39 ayat 2 menyatakan: Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri.
Sedangkan fenomena di lapangan ada sebuah putusan perkara penyimpangan seks sebagai alasan perceraian 1564/Pdt.G/2008/PA.JT di Pengadilan Agama Jakarta Timur yang dilihat dalam undang-undang tidak termasuk dalam alasan yang sah untuk melakukan perceraian, maka bagaimanakah pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan dan bagaimana pula tinjauan hukum Islam terhadap penyimpangan seks sebagai alasan perceraian.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan, penggunaan metode yang penyusun gunakan adalah metode-induktif. Maka pendekatan yang penyusun gunakan adalah pendekatan normatif-yuridis, pendekatan dengan melihat persoalan yang dikaji apakah sesuai dengan norma dan kebutuhan masyarakat yang didasarkan hukum Islam dan perundang-undangan di Indonesia. Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa hakim dalam menyelesaikan perkara perceraiaan yang alasannya tidak atau kurang jelas dalam peraturan hukum di Indonesia, hakim dalam pertimbangan putusan perkara penyimpangan seks sebagai alasan perceraian mengembalikan perkara tersebut ke akibat dari penyimpangan seks dan dalam tinjauan hukum Islam pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut telah sesuai dalam aturan hukum Islam.
Puji syukur kehadirat Allah Azza wa Jalla yang telah memberikan nikmat iman dan Islam kepada kita. Shalawat dan Salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad saw., Keluarga, sahabat dan kita sebagai generasi penerusnya hingga akhir zaman. Amin.
Dalam Penulisan Skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan kendala yang dihadapi penulis. Alhamdulillah, berkat kemauan keras dan usaha yang sungguh-sungguh disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan dan kendala dapat teratasi dengan baik.
Oleh karena itu, seyogyanya penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil kepada :
1). Orangtua tercinta; Ayahanda (Alm.) Gozali Ahmad dan Ibunda Chaerani Abdul Malik yang selalu melimpahkan perhatian, kasih sayang, serta do'a dan cinta yang tak terhingga, yang selalu memotivasi penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2). Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3). Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., dan Bapak Kamarusdiana, S.Ag., MH, Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ahwal Syaksiyyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4). Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, MA., pembimbing skripsi yang telah meluangkan tenaga, waktu dan pemikirannya kepada penulis selama membimbing skripsi.
5). Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si., yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.
6). Segenap Bapak dan Ibu Dosen Prodi Ahwal Syaksiyyah, khususnya pada konsentrasi Adm. Keperdataan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung.
7). Segenap jajaran karyawan akademik Fakultas dan Universitas berikut jajaran karyawan perpustakaan Fakultas dan Universitas.
8). Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pimpinan berikut Staff Pengadilan Agama Jakarta Timur yang telah membantu Penulis dalam proses kelengkapan semua data skripsi.
9). Adik tersayang, Dewi Novianti dan Hermawan Syahputra. yang selalu memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis.
10). Oma tercinta: Hj. Rosna serta Keluarga Ir. H. Sriyono D Siswoyo, MEngSc dan Dra. Hj. Herwita Idris, Psikolog, MM. yang telah banyak mengajarkan kepada penulis tentang kemandirian dan arti kehidupan.
11). Seluruh Keluarga Besar Abdul Malik di Singkil, Aceh Selatan. yang selalu melimpahkan do’a untuk penulis agar menjadi seorang yang sukses dimasa depan.
12). Hisni Mubarok, SHI., M. Hafidz, SHI., Fatima, SHI., Refianti, S.Sos, Zulkarnaen, Tubagus Rafi, atas do’a dan kerjasamanya yang telah membantu sehingga memudahkan penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
13). Sahabat-sahabat setiaku: Eva Siti Nurlela, S.Sy, Widya Rahmawati, SHI., Hanina, S.Sy, Dewi Agustiyani, SE, Lynda Dwi Saputri, S.Sos, Azizah, SHI., Annisa Chilka, S.kom, Maranche Yuliarti, untuk do’a dan semangat yang selalu kalian berikan. Semoga persahabatan kita tetap terjalin hingga menjadi sebuah kisah klasik di masa depan.
Akhirnya, Penulis berdoa kepada Allah SWT, semoga semua dorongan dan jasa baik dari semua pihak mendapatkan balasan yang setimpal dari-Nya.
Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis dan Umumnya bagi para pembaca. Dan dalam penulisan skripsi ini mungkin masih banyak kesalahan dan kekeliruan, maka dari itu Penulis mengharapkan saran dan masukannya yang bersifat membangun, karena dengan saran dan masukan itu akan menjadikan penulisan skripsi selanjutnya akan semakin baik dan sesuai dengan EYD yang diterapkan.
Billahit taufiq wal hidayah
Wallahu a'lam bish-shawwab.
Ciputat, 01 Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 6
D. Review Studi Terdahulu ... 7
E. Kerangka Teori... 11
F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 17
G. Sistematika penulisan... 19
BAB II PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR A. Sejarah dan Susunan Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 21
B. Proses Pemeriksaan perkara Nomor 1564/Pdt.G/2008/PA.JT ... 27
C. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Jakarta Timur Nomor 1564/Pdt.G/2008/PA.JT ... 30
BAB III HOMOSEKSUAL A. Pengertian Penyimpangan Seksual dan Homoseks... 40
B. Homoseks Menurut Ilmu Psikologi ... 52
C. Homoseks Menurut Hukum Positif... 58
D. Homoseks dalam Tinjauan Hukum Islam ... 60
ix
C. Homoseks sebagai salah satu faktor perceraian Tinjauan Hukum Positif dan Hukum Islam... 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 82 B. Saran... 83
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut ilmu seksiologi, nafsu syahwat adalah kekuatan naluri yang terkuat
diantara naluri-naluri lainnya.1 Nafsu syahwat ini memberikan nikmat yang tertinggi
dan dia dimiliki oleh setiap manusia, terlepas dari kedudukan sosialnya. Naluri seks
ini tidak hanya dimiliki oleh kaum pria tapi juga oleh kaum wanita.
Nafsu syahwat atau seksualitas biasanya hanya dibatasi sebagai medium
ekspresi hubungan antara manusia yang sangat pribadi sifatnya. Ia lebih dikenal
hanya sebagai persoalan biologis ataupun dorongan psikologis semata yang bersifat
alamiah.
Islam berpandangan positif terhadap seksualitas, tidak hanya menganggapnya
sebagai suatu tuntutan biologis melainkan juga sebagai suatu perbuatan yang mulia.
Al-Qur’an melukiskannya sebagai salah satu kesenangan dan kenikmatan (istimta’)
dari Tuhan. Hubungan dalam Islam bersifat holistik yakni disamping untuk
memenuhi kebutuhan biologis dan melengkapi hubungan sosial antara satu dengan
yang lainnya, juga bersifat Ibadah.2
1
Ali Akbar, Seksualitas ditinjau dari Hukum Islam. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982),cet. Ke-1, h. 13.
2
Elga Sarapung, Masruchah,et. al., Agama dan Kesehatan Reproduksi (segi kesehatan reproduksi, kebudayaan dan masyarakat),(Jakarta: Pustaka Sanar Harapan, 1999), h. 109.
Sejak lahir manusia telah dilengkapi Allah swt. dengan kecenderungan seks
(libido seksual), oleh sebab itu untuk menghindari terjadinya perbuatan keji pada diri
manusia maka Allah telah menyediakan wadah yang sudah sesuai dengan ajaran
Islam demi terselenggaranya penyaluran tersebut sesuai dengan derajat manusia
yakni melalui perkawinan. Tanpa ikatan perkawinan pasti akan menimbulkan akibat
negatif seperti penyimpangan seksual. Akan tetapi perkawinan bukanlah semata-mata
untuk menunaikan hasrat biologis saja atau dengan kata lain untuk sekedar memenuhi
kebutuhan reproduksi saja. Melainkan perkawinan dalam Islam mempunyai multi
aspek yang menyiratkan banyak hikmah didalamnya, salah satunya adalah untuk
melahirkan ketentraman dan kebahagiaan hidup yang penuh dengan mawadah
warahmah.
Dalam Istilah fiqh kata ”Nikah” diartikan sebagai (1) perjanjian antara
laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi); (2) perkawinan. Al-Qur’an
menggunakan kata ini untuk makna tersebut disamping secara majazi diartikannya
dengan ”Hubungan seks”. Kata ini dalam berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 23
kali. Secara bahasa pada mulanya kata nikah digunakan dalam arti ”berhimpun”.3
Tujuan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun pemenuhan kewajiban suami
terhadap istri ini mulai berlaku sejak terjadinya transaksi (akad nikah). Seorang
3
3
laki yang menjadi suami memperoleh hak sebagai suami dalam keluarga. Begitu pula
seorang perempuan yang menjadi istri memperoleh hak sebagai istri dalam keluarga.
Di samping keduanya mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus diperhatikan satu
sama lain. Suami istri harus memahami hak dan kewajiban sebagai upaya
membangun sebuah keluarga. Kewajiban tersebut harus dimaknai secara timbal-balik,
yang berarti bahwa yang menjadi kewajiban suami merupakan hak istri dan yang
menjadi kewajiban istri adalah menjadi hak suami. Suami istri harus bertanggung
jawab untuk saling memenuhi kebutuhan pasangannnya untuk membangun keluarga
yang harmonis dan tentram.4 Demi keberhasilan dalam mewujudkan membangun
sebuah keluarga yang harmonis dan tentram sangat diperlukan adanya kebersamaan
dan sikap berbagi tanggung jawab antara suami dan istri.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menjelaskan
bahwa suami berkewajiban memberi segala keperluan hidup rumah tangga sesuai
dengan kemampuannya. Kemudian ketentuan tersebut dipertegas oleh Pasal 80 ayat
(4) Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1 Tahun 1991) yang menyebutkan,
”sesuai dengan penghasilan suaminya menanggung: (a) nafkah, kiswah dan tempat
kediaman bagi istri dan anak; (c) biaya pendidikan bagi anak.” Sedangkan perceraian
adalah jalan akhir yang ditempuh antara suami dan istri, karena dalam berumah
tangga sudah tidak ada keharmonisan lagi. Walaupun demikian sebelum mengambil
keputusan antara suami istri sebelumnya harus memikirkan dampak yang akan terjadi
4
dalam perceraian.
Demikian terkadang terjadi anomali-anomali dari apa yang ada (das sain)
dengan apa yang semestinya (das sollen) itu berlaku, akan tetapi dalam realitasnya
tidak sama.
Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 19 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan 6 (enam) alasan yang dapat dijadikan
sebagai alasan perceraian, sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116
menyebutkan 8 (delapan) alasan.
Fenomena yang terjadi di Pengadilan Agama pernah ada perkara perceraian
cerai gugat yang dikarenakan homoseksual yang dilakukan oleh suami, yaitu putusan
perkara no.1564/Pdt.G/2008/PA.JT. Apabila dihubungkan dengan ketentuan
Undang-undang Perkawinan, perkara tersebut dapat menimbulkan persoalan hukum yang
baru, karena homoseksual sebagai alasan perceraian tidak diatur dalam ketentuan
hukum tersebut.
Penyusun memilih mengadakan penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Timur
disamping karena Pengadilan Agama ini pernah terjadi kasus tersebut dan karena
adanya data yang diperlukan oleh penyusun untuk melakukan penelitian.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Mengingat Interpretasi hukum merupakan sesuatu yang sangat luas dan
5
pembahasan penulisan ini penulis membatasi meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Homoseksual yang penulis bahas disini ialah hanya tinjauan dari pengertian,
faktor penyebab dan akibat yang ditimbulkan menurut pandangan beberapa
ilmu pengetahuan.
b. Hukum Positif yang penulis maksud disini adalah KUHP, Kompilasi Hukum
Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1971 Tentang Perkawinan, serta
Peraturan Perundangan-undangan lainnya yang berkenaan dengan masalah
Homoseks.
c. Kajian Islam yang penulis maksud di sini adalah hukum Islam yang
bersumber pada Al-Qur’an, hadits dan fiqih yang membahas tentang perilaku
seksual yang menyimpang, seperti zina dan liwath.
d. Terkait dengan kasus yang akan dijadikan obyek penelitian, penulis hanya
membatasi pada Perkara No. 1564/Pdt.G/2008/PA, Putusan Majelis Hakim
Jakarta Timur.
e. Tempat Penelitian adalah kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur, Provinsi
DKI Jakarta.
f.
2. Perumusan Masalah
Menurut Peraturan Perundang-undangan di Indonesia dan Kitab-kitab fikih,
homoseksual tidak tercantum sebagai alasan perceraian. Adapun alasan yang sah telah
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 jo Pasal 116 Instruksi
lapangan masih terdapat gugatan Penggugat dengan alasan homoseksual sebagai
faktor perceraian seperti tercantum dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur
No. 1564/Pdt.G/2008/PA.JT, padahal dalam Perundang-undangan di Indonesia dan
kitab-kitab fikih, homoseksual tidak tercantum sebagai alasan perceraian. Hal inilah
yang penulis ingin telusuri dalam penulisan skripsi.
Adapun rumusannya dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah homoseksual dapat dijadikan alasan faktor Perceraian?
b. Apa saja pertimbangan hakim untuk mengabulkan permohonan perkara
Perceraian dengan alasan homoseksual?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa tujua yang ingin dicapai, di antaranya
adalah:
a. Untuk mengetahui apakah homoseksual dapat dijadikan alasan faktor perceraian.
b. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam mengabulkan permohonan perkara
Perceraian dengan alasan Homoseksual.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Terapan
a. Secara praksis atau terapan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
7
menyelesaikan putusan perkara perceraian yang disebabkan oleh homoseksual.
b. Secara ilmiah, Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengembangan
pemikiran Hukum Islam dan Hukum Positif bagi setiap pribadi muslim dan
masyarakat luas terutama terkait perkara perceraian karena homoseksual sebagai
alasan perceraian.
D. Review Studi Terdahulu
Pembahasan berupa skripsi tentang perceraian dan nafkah memang sudah
banyak dikaji, Oleh karena itu penulis berusaha untuk mengangkat persolaan
Homoseksual sebagai alasan perceraian dengan melakukan telaah terhadap putusan
Pengadilan Agama.
Dalam menjalani kehidupan berumah tangga, suami istri tidak lepas dari hak
dan kewajiban yang seimbang, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Demikian pula dalam melakukan perbuatan hukum keduanya mempunyai hak dan
kedudukan yang sama berkaitan dengan permasalahan di atas, ada penelitian yang
telah dikaji oleh penulis, di antaranya:
1. Itriah Royhan, Penyimpangan Seksual Terhadap Anak-anak (pedophilia) Dalam
Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005 ).
Dalam penelitian tersebut penulis menemukan sub judul yang berkaitan
dengan skripsi yang penulis teliti yaitu tentang Penyimpangan Seksual. Skripsi
wanita dewasa dengan anak-anak (pedophilia) yang dijaman sekarang ini
semakin merajalela dan meresahkan masyarakat, dan jelas menghancurkan masa
depan anak-anak, serta pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif dalam
menjatuhkan hukuman bagi pelaku Penyimpangan Seksual Terhadap Anak-anak.
2. Tinjauan Hukum Islam Tentang Penyimpangan Seksual Dengan Binatang
(Bestiality). (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005 ).
Dalam penelitian tersebut penulis menemukan sub judul yang berkaitan
dengan skripsi yang penulis teliti yaitu tentang penyimpangan seksual.
Skripsi ini menjelaskan Penyimpangan Seksual yang terjadi pada
seseorang yaitu mencari kepuasan seksual dengan jalan berhubungan seksual
dengan binatang. Isi dari skripsi ini menjabarkan tentang Gambaran Bestiality
sebagai penyimpangan seksual, memberikan gambaran Hukum Islam mengenai
tata kehidupan seksual, serta Pandangan hukum positif dalam menjatuhkan
hukuman bagi pelaku penyimpangan seksual terhadap bestiality dan Tinjauan
Hukum Islam tentang Bestiality sebagai penyimpangan seksual. Penyimpangan
Seksual yang terjadi pada seseorang yaitu mencari kepuasan seksual dengan jalan
berhubungan seksual dengan binatang.
3. Nasrudin Romli, Homoseksual : Kritik Terhadap Pemikiran Prof. Dr. Musdah
Mulia. (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 ).
9
skripsi yang penulis teliti yaitu homoseksual.
Skripsi ini hanya meneliti alasan-alasan baik yang bersifat normatif
maupun rasional yang digunakan Prof. Dr. Musdah Mulia untuk membenarkan
perilaku homoseksual sebagai kajian kritis terhadap pemikiran yang
dikemukakan olehnya.
Dalam beberapa penelitian penulis menemukan sub judul yang berkaitan
dengan skripsi yang penulis teliti yaitu tentang hak-hak suami, istri dan nafkah.
Penulis telah mengkaji karya yang berkaitan, diantaranya berjudul :
4. Robiatul Adawiyah, Gugat Cerai Suami yang tidak Memberikan Nafkah Karena
Penyakit yang Sulit Diobati Menurut Fikih. (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 ).
Skripsi ini membahas tentang Imam Syafi’I dan Ibnu Hazm yang
mencakup tuntutan cerai istri karena ketidakmampuan suami memberi nafkah,
dan menentukan pendapat yang terkuat dari keduanya, hasilnya adalah bahwa
menurut Imam Syafi’I apabila suami tidak mampu memberi nafkah lahir kepada
istri, pihak istri berhak memilih (khiyar) antara tetap bersama suaminya atau
meminta cerai, sedangkan menurut Ibn Hazm Istri tidak dapat mengajukan
tuntutan perceraian, baik karena tidak ada nafkah karena sengaja tidak diberi,
atau memang benar-benar suami tidak mampu.
5. Arif Fatwa, Fasakh Perkawinan Karena Suami tidak Mampu Menurut fuqaha
dan Hukum di Indonesia. ( Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Dalam penulisan skripsi ini lebih menjelaskan tentang pandangan para
fuqaha mengenai istri yang memfasakh suaminya dikarenakan suami tidak
mampu memberikan nafkah bathin kepada isteri.
6. Agustina, Perceraian Akibat Suami Impoten, Suatu Study Terhadap Persepsi
Karyawati Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. (Skripsi S1 Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2008).
Dalam pembahasan ini study penelitiannya membahas tentang impoten
yang dijadikan sebagai alasan untuk bercerai. Penulis juga menjabarkan
pandangan Hukum Islam tentang perceraian yang disebabkan oleh suami
impoten. Kemudian juga dalam skripsi ini dijelaskan tentang bagaimana persepsi
karyawati Syariah dan Hukum UIN Jakarta tentang perceraian yang disebabkan
suami impoten.
7. Eni Marlianingsih, Pengaruh Impoten Terhadap Pengajuan Cerai Gugat (Study
Analisis Putusan No.791/Pdt.G/2007/PA.Jaksel). (Skripsi S1 Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).
Skripsi ini membahas tentang pengaruh impoten yang dapat menjadi
penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga sebagai alasan perceraian.
Serta pertimbangan majelis Hakim dalam memeriksa perkara gugat cerai yang
disebabkan suami impoten.
8. Surya Darma Batu Bara, Disfungsi Seksual Sebagai Alasan Terjadinya
11
Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2007).” (Skripsi S1 Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).
Dalam skripsi ini membahas tentang analisa putusan perkara cerai gugat
akibat suami disfungsi seksual yang termasuk kedalam pasal 116 huruf e,
Kompilasi Hukum Islam. Serta pertimbangan Hakim dalam memutus perkara
disfungsi seksual sebagai alasan perceraian dan pembuktian cerai gugat di
Pengadilan Agama Jakrata Selatan.
Adapun penelitian terdahulu yang dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta
Timur berkaitan dengan Perceraian, dalam penelitian ini kajiannya fokus kepada
faktor yang menjadi penyebab terjadinya perselisihan, sehingga mengakibatkan
suami atau istri mengajukan gugatan cerainya. Penelitian yang lain berjudul:
Cerai Gugat Terhadap Suami yang Menikah Lagi Tanpa Izin Istri (Studi analisis
Terhadap Putusan Pengadilan Agama Sleman), penelitian ini fokus pada dasar
hukum yang digunakan hakim untuk memutus perkara.
Sejauh penelaahan penulis terhadap karya-karya ilimiah yang terkait
ternyata belum ada yang lebih spesifik yang mengkaji terhadap problem sosial
yaitu Homoseksual sebagai alasan perceraian (studi putusan Nomor
1564/Pdt.G/2008/PA.JT), maka skripsi yang penulis teliti ini, berbeda dengan
karya-karya tulis yang penyusun telah telaah.
E. Kerangka Teori
☺
☺
☯
☺
⌧
☺
Artinya:
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Nisa/4: 35)
masing-13
masing suami-istri memahami hakikat perkawinan dan memahami hak dan kewajiban
masing-masing dalam keluarga. Di antara kewajiban suami adalah memenuhi nafkah
keluarga.
Perundang-undangan di Indonesia juga telah mengatur kewajiban pemenuhan
hidup keluarga atau nafkah. Sebagaimana yang terdapat pada Pasal 34 ayat (1)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan, ”Suami
wajib melindungi Istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah
tangga si suami dengan kemampuannya.” Hal tersebut dipertegas oleh ketentuan yang
terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam, sebagaimana pada pasal 80 point 4 yaitu
dengan penghasilan suami menanggung:
1. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri.
2. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan
anak.
3. Biaya pendidikan anak.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menerangkan
bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas keputusan
pengadilan.
Kemudian dalam pasal yang lain disebutkan bahwa perceraian hanya dapat
dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha
dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, dan untuk melakukan perceraian
harus cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai
Adapun alasan-alasan perceraian yang cukup alasan (sah) disebutkan dalam
pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Penjelasan pasal 39
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 Tahun (2) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah berlangsungnya perkawinan.
4. Salah satu pihak mengalami kekejaman atau penganiayaan yang sangat berat
yang membahayakan pihak lain.
5. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
6. Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Adapun alasan perceraian yang cukup (sah) dalam Kompilasi Hukum Islam
diatur dalam pasal 116 yaitu :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak menggalkan pihak lain selama 2 (2) tahun berturut-turut tanpa
15
3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukum yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak mengalami kekejaman atau penganiayaan yang sangat berat
yang membahayakan pihak yang lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisishan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7. Karena melanggar takliq-talaq.
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan
dalam rumah tangga.
Berdasarkan alasan perceraian dalam hukum positif di Indonesia, terlihat
bahwa homoseksual tidak termasuk sebagai alasan perceraian dalam ketentuan
hukum. Untuk itu, dasar pemikiran penyusunan skripsi ini adalah menggunakan teori
penemuan hukum (Rechtsvinding).
Jika ditarik ke pokok masalah skripsi, maka teori penemuan hukum digunakan
untuk mencari jawaban atas sikap yang diberikan hakim terhadap permasalahan yang
tidak diatur dalam ketentuan undang-undang. Teori ini digunakan untuk melakukan
pemahaman secara menyatu dan terpadu terhadap ketentuan-ketentuan normatif dan
yuridis yang berkaitan dengan putusan pengadilan agama terhadap putusan perkara.
melakukan 3 (tiga) tindakan secara bertahap yaitu :
1. Mengkonstatiring, artinya mengecek kebenaran fakta-fakta5 yang dikemukakan
oleh para pihak. Suatu fakta dapat dinyatakan terbukti apabila telah diketahui
kapan, dimana dan bagaimana terjadinya berdasarkan alat-alat bukti yang sah
menurut cara-cara dalam hukum pembuktian. Yang bertujuan untuk memperoleh
kepastian bahwa suatu fakta yang diajukan oleh pihak-pihak memang
benar-benar terjadi.
2. Mengkualifisir, pada umumnya berarti menemukan hukumnya dengan jalan
menerapkan hukum terhadap peristiwa suatu kegiatan yang umumnya bersifat
logis. Tetapi dalam kenyataannya, menemukan hukum tidak sekadar menerapkan
peraturan hukum terhadap peristiwanya saja. Terlebih lagi jika peraturan
hukumnya tidak tegas dan tidak jelas pula.
3. Mengkontituir, yaitu menetapkan hukumnya yang kemudian dituangkan dalam
amar putusan.6
Hal yang harus dipertimbangankan oleh hakim dalam putusan adalah demi
kemaslahatan bersama para pihak. Oleh karena itu, jangan sampai terdapat salah satu
pihak yang merasa tertekan dan dirugikan, seperti disebutkan dalam kaidah fikih
berikut ini: ﺢ ﺎﺼ ا ﺟﻲ ﻋمﺪﻘ ﺪﺳﺎﻔ اءرد.
5
Fakta ialah keadaan atau peristiwa yang pernah terjadi atau perbuatan yang dilakukan dalam dimensi ruang dan waktu.
6
Hukum perdata Indoskripsi “skripsi tentang Tinjauan hukum Islam terhadap Ketidakpuasan seksual sebagai alasan perceraian” artikel diakses pada 29 april 2009 dari
17
F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan 1. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder7 yaitu
berupa Undang-undang yang ada kemudian membandingkannya dengan
pertimbangan hakim di Pengadilan Agama dalam putusan perkara perceraian
Nomor 1564/Pdt.G/2008/PA.JT.
b. Sumber dan Jenis Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam Penelitian ini adalah dokumen, Sumber
data dalam penelitian ini adalah :
1) Data primer, yaitu :
a) Putusan dan pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
Nomor : 1564/Pdt.G/2008/PA.JT mengenai putusan perkara perceraian
dengan alasan Homoseksual.
b) Hasil wawancara Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur.
2) Data sekunder, yaitu :
Data ini merupakan sumber pendukung dari data primer yang
didapatkan dari beberapa sumber hukum atau undang-undang yang
7
berlaku di Indonesia, seperti UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam8,
UU Peradilan Agama, dan Hukum perdata BW. Selain itu, karena
penelitian ini juga meninjau pandangan hukum Islam, maka data sekunder
juga terdiri dari literatur fikih atau hukum Islam, terutama yang berkaitan
dengan penelitian, baik secara langsung atau tidak.
c. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah :
1) Dokumentasi, yaitu cara memperoleh data dengan menelusuri dan
mempelajari data primer dari dokumen-dokumen berkas putusan perkara.
Disamping itu dilakukan penelusuran dan pengkajian terhadap berbagai
tulisan yang berkaitan dengan pembahasan ini, dalam aspek hukum untuk
mempertajam analisis terhadap putusan pengadilan tersebut.
2) Interview (wawancara), yaitu metode pengumpulkan data dengan
menggunakan pedoman wawancara. Adapun pihak yang diwawancarai
adalah hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur. Metode ini dipakai untuk
memperoleh gambaran yang jelas tentang pertimbangan hukum dan upaya
yang digunakan majelis Hakim untuk menyelesaikan masalah tersebut
sehingga dapat membantu proses analisis data.
d. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan akan diolah, dianalisis dan diinterpretasikan
8
19
untuk dapat menggali dan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
Teknik analisis data yang digunakan berupa :
1) Perbandingan Hukum, yaitu dengan membandingkan hasil dokumen
hukum yang sah mengenai keputusan hakim dan dokumen hukum para
pakar dan peneliti hukum (Content Analysis).
2) Teori Penemuan Hukum (Rechtsvinding). Dalam teori ini dipaparkan, dan
dapat disajikan secara sistematis. Selanjutnya klasifikasi data, yaitu
mengelompokan data berdasarkan masing-masing permasalahan yang
telah dirumuskan yang kemudian disajikan per bab pembahasan.
Setelah pengolahan data, selanjutnya menganalisis dan menginterpretasikan data.
Analisis data dilakukan terutama pada bab IV dengan cara mendeskripsikan
data-data tersebut secara jelas dan menganalisa isinya, kemudian
menginterpretasikannya menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian
akan nampak jelas rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.
G. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika pembahasan ini dibagi dalam lima bab. Masing-masing
bab terdiri dari beberapa sub bab dengan tujuan agar pembahasan skripsi ini tersusun
dengan sistematis, maka perlu dikemukakan sistematikanya sebagai berikut :
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang hal-hal yang
mengatur bentuk dan isi skripsi, meliputi; Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Teknik
Bab Kedua, membahas Gambaran Umum tentang Pengadilan Agama yang
berisi mengenai sejarah singkat Pengadilan Agama, dan susunan organisasi
Pengadilan Agama Jakarta Timur, Proses pemeriksaan putusan perkara Homoseksual
Pengadilan Agama Jakarta Timur, Duduk perkara putusan Pengadilan Agama Jakarta
Timur Nomor 1564/Pdt.G/ 2008/PA.JT
Bab Ketiga, merupakan Gambaran umum tentang Homoseksual,
Homoseksual menurut Ilmu Psikologi, menurut hukum positif dan Homoseksual
dalam Tinjauan hukum Islam.
Bab Keempat, membahas tentang Analisis Putusan No. 1564/Pdt.G/2008/PA.
Yaitu pertimbangan Hakim dari putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam
perkara Homoseksual sebagai alasan Perceraian, dan Homoseksual sebagai salah satu
faktor alasan terjadinya Perceraian tinjauan Hukum Positif dan Hukum Islam.
[image:29.612.116.533.187.557.2]BAB II
PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah dan Susunan Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur 1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Timur
Pengadilan Agama Jakarta Timur, dibentuk dan berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 4 1967 tertanggal 17 januari 1967. Pendirian Pengadilan Agama Di Wilayah Hukum Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.
Pada saat munculnya sebutan Pengadilan Agama Jakarta Timur di wilayah hukum DKI Jakarta, bermula dari sebuah proses. Ketika lembaga Pengadilan Agama di wilayah hukum DKI Jakarta diberi nama dengan sebutan “ Pengadilan Agama Jakarta Timur lalu pada saat yang bersamaan lahir pula Pengadilan Agama lain yang berkedudukan di 4 (empat) wilayah hukum DKI Jakarta dalam lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur, yaitu:
a. Pengadilan Agama Jakarta Selatan b. Pengadilan Agama Jakarta Barat c. Pengadilan Agama Jakarta Utara, dan d. Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Untuk sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur” adalah cerminan di dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 17 Januari 1967 tentang Perubahan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama dalam Daerah Khusus Ibukota Jaarta Raya. Secara nyata pula dalam keputusan tersebut ditegaskan bahwa
Pengadilan Agama yang terletak di jantung Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki keistimewaan yaitu double/peran ganda dan atau dua sisi yaitu di satu sisi sebagai “Kantor Induk” dari 4 (empat) Pengadilan Agama yang berada di 4 (empat) wilayah yuridiksi yang mengelilinginya, sedangkan pada sisi lain dalam operasionalnya adalah juga Pengadilan Agama yang berkedudukan di wilayah kekuasaan “ Kota Jakarta Pusat”.
2. Sejarah Lahirnya Pengadilan Agama Jakarta Timur Di Betawi (sekarang Jakarta)
Sebagai kelanjutan dari sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap peradilan agama, pada tahun 1828 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 Maret 1828 nomor 17 khusus untuk Jakarta (Betawi) di tiap-tiap distrik dibentuk satu majelis distrik yang terdiri dari :
a. Komandan Distrik sebagai Ketua
b.Para penghulu masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota Majelis
Ada perbedaan semangat dan arti terhadap Pasal 13 Staatsblad 1820 Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 pemerintah di masa itu mengeluarkan penjelasan Pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820 sebagai berikut:
“Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain mengenai soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa sejenis yang harus diputus menurut hukum Islam, maka para “pendeta” memberi keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari keputusan para “pendeta” itu harus diajukan kepada pengadilan-pengadilan biasa”.
23
Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam bidang hukum, karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838 di Belanda diberlakukan
Burgelij Wetboek (BW).
Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten vanOud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuaian undang-undang Belanda dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah nota kepada pemerintahnya, dalam nota itu dikatakan bahwa :
“Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumi Putera, maa harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap dalam lingkungan (hukum) agama serta adat istiadat mereka”. Di daerah khusus Ibukota Jakarta, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan Agama Jakarta dan diadakan perubahan kantor-kantor cabang Pengadilan Agama dari 2 kantor-kantor cabang menjadi 4 kantor-kantor cabang, antara lain :
a. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur b. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan c. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat d. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
3. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Timur Dalam Kepemimpinannya
beberapa pergantian pimpinan/periode :
a. Periode tahun 1962-1970, bahwa kantor tersebut menempati rumah Bapak Ketua PengadilanAgama yang pertama yaitu Bapak KH.M.ALI dan dibantu oleh Panitera /sekretaris H.M.Rosyid, dengan jumlah pegawai 9 orang (PNS) dan ditambah tenaga honorer 5 orang yang berkantor di Bekasi Pulogadung, Jakarta Timur / Depan Kantor Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur.
b. Periode tahun 1970-1980, kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur, menempati disebelah Walikota Jakarta Timur (Jatinegara) dengan status sewa, dengan ketuanya Bpk. KH.Irsyad Muin,SH dan dibantu oleh H.M.Rosyid dan ali Syafie sebagai Panitera/Sekretaris, dengan dibantu 11 orang pegawai. c. Peroiode tahun 1980-1983 Kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur terpecah
menjadi 5 wilayah dan mengikuti perkembangan kota DKI menjadi 5 wilayah Jakarta, yakni Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat. Aan tetapi wilayah yuridis belum dibagi. Dengan Ketuanya Bapak Drs. Asmui Kasim Lubis dengan dibantu paniteranya Bapak Ali Syafie dengan periode inilah Kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur mulai membangun dan menambah sarana dan prasrana gedung dan peralatan dengan dana DIP Depag RI.
25
tanggal 16 Maret 2004 tanggung jawab Kantor operasional di bawah pimpinan Bapak Drs. H. Sayid Usman, SH dan pada tanggal 1 Maret 2004 Kantor Lama di Jalan Raya Bekasi KM 18 Pulogadung Jakarta Timur, pindah ke Kantor barunya di Jalan PKP No. 24 Kelapa Dua Wetan Ciracas Jakarta Timur dan segala pelayanan masyarakat dan sidang berpindah pula di Kantor tersebut pada tanggal 16 maret 2004 mulai dilantik ketua baru H. Helmy Bakrie, SH sampai sekarang.
4. Topografi Wilayah Jakarta Timur
Wilayah kotamadya Jakarta timur terdiri atas 10 (sepuluh) kecamatan dan 65 kelurahan. Adapun batas-batas wilayahnya adalah :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan kodya Jakarta Utara dan Jakarta Pusat 2. Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Bogor/kodya Depok 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi/kodya Bekasi.
Luas wilayahnya adalah : 18.877.77 Ha. Jumlah penduduknya : 3.050.713 jiwa. Pengadilan Agama Jakarta Timur, dibentuk dan berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 4 tahun1967 tertanggal 17 Januari 1967. Pendirian Pengadilan Agama Di Wilayah Hukum Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur sendiri terletak di Jalan Raya PKP No. 24 Kelurahan Kelapa Dua Wetan Kec. Ciracas Kotamadya Jakarta Timur. Telpon: (021) 87717549, fax (021) 87717548. Kode pos 13730.
pada saat yang bersamaan lahir pula pengadilan Agama lain yang berkedudukan di 4 (empat) wilayah hukum DKI Jakarta dalam lingkungan Pengadilan Agama Jakrta Timur” yaitu :
a. Pengadilan Agama Jakarta Selatan b. Pengadilan Agama Jakarta Barat c. Pengadilan Agama Jakarta Utara dan d. Pengadilan Agama Jakarta Pusat
Untuk sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur” adalah tercermin didalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 17 januari 1967 tentang perubahan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
Secara nyata pula dalam keputusan tersebut ditegaskan bahwa Pengadilan Agama yang terletak di jantung Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki keistimewaan yaitu double/peran ganda dan atau dua sisi yaitu di satu sisi yaitu di satu sisi sebagai “Kantor Induk” dari 4 (empat) Pengadilan Agama yang berada di 4 (empat) wilayah yuridiksi yang mengelilinginya, sedangkan pada sisi yang lain dalam opersionalnya adalah juga Pengadilan Agama yang berkedudukan di wilayah kekuasaan “Kota Jakarat Pusat”.1
5. Susunan Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
Adapun struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur sama dengan
1
27
Pengadilan Agama di Indoensia. Untuk efisiensi, nama-nama dan struktur organisasi ini tidak penulis cantumkan.2
B. Proses Pemeriksaan Perkara Nomor 1532/Pdt.G/2008/PA.JT
Pemeriksaan perkara perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur dilakukan melalui beberapa tahap tertentu yang telah ditentukan Undan-undang, antara lain:
1. Tahap Permulaan
Tahap permulaan ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: a. Pengajuan Perkara di bagian Kepaniteraan
Surat gugatan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke Kepaniteraan Pengadilan Agama dan surat gugatan diajukan kepada sub Kepaniteraan Gugatan. Penggugat kemudian menghadap pada Meja Pertama yang akan menaksir besarnya panjar biaya perkara dan menulisnya pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, yang berdasarkan pasal 193 R.bg/pasal 183 ayat (1) HIR/pasal 90 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, meliputi:
(1) Biaya Kepaniteraan dan Biaya materai,
(2) Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa, dan biaya sumpah; (3) Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan Hakim yang lain;
2
(4) Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah Pengadilan yang berkaitan dengan perkara itu.3
Menurut hasil penelitian penulis, mengenai biaya perkara di Pengadilan Agama Jkarta Timur mendaptkan data bahwa biaya yang dtanggung oleh Penggugat yaitu biaya Kepaniteraan, biaya pemanggilan, biaya pemberitahuan para pihak, dan biaya materai. Dan untuk biaya juru bahasa dalam perkara tersebut tidak dianggarkan karena yang berperkara dalah Warga Negara Indonesia, fasih berbahasa Indonesia dan pihak Tergugat maupun Penggugat tidak mengalami cacat fisik (bisu atau tuli) sehingga tidak memerlukan juru bahasa.
Sedangkan bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (Cuma-cuma). Ketidak mampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan Surat Keterangan dari Lurah/ Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh camat.4
b. Pembayaran Panjar Biaya Perkara
Calon Penggugat kemudian menghadap kepada kasir dengan menyerahkan surat gugatan dan Surat Kuasa Untuk membayar (SKUM). Kemudian membayar panjar biaya sesuai dengan yang tertera pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) tersebut. Kemudian, kasir melakukan
3
Mukti Arto, Praktek perkara perdata pada pengadilan Agama. (Yogyakarta: Pustala Pelajar, 2004), hal. 37.
4
29
tindaklanjut, yaitu:
1) Menerima uang tersebut dan mencatat dalam jurnal perkara;
2) Menandatangani dan member nomor perkara serta tanda lunas pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) tersebut;
3) Mengembalikan surat gugatan dan SKUM kepada calon Penggugat; 4) Menyerahkan uang tersebut kepada Bendaharawan perkara.5
c. Pendaftaran Perkara
Calon Penggugat kemudian menghadap pada Meja II dengan menyerahkan surat gugatan dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) yang telah dibayar tersebut. Kemudian ke Meja II untuk melakukan:
1) Memberi nomor pada surat gugatan sesuai dengan nomor yang diberikan oleh Kasir, sebagai tanda telah terdaftar maka Petugas Meja II memberikan paraf;
2) Menyerahkan satu lembar surat gugatan yang telah terdaftar barsama satu helai Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) epada Penggugat;
3) Mencatat surat gugatan tersebut pada buku Register Induk Perkara Gugatan sesuai dengan jenis perkaranya;
4) Memasukkan surat gugatan tersebut dalam Map Berkas Perkara dan menyerahkan kepada Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua
5
Pengadilan melalui Panitera.6
Berdasarkan penelitian Penulis perkara permohonan cerai gugat tanpa akta nikah yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 ada 2 (dua) perkara. Oleh karena itu Penulis tertarik untuk membahas salinan putusan tentang perkara cerai gugat tanpa akta nikah yang telah diputus oleh hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, yaitu:
C. Duduk Perkara Nomor 1564/Pdt.G/2008/PA.JT
1. Homoseksual Sebagai Alasan Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 1564/Pdt.G/2008/ PA.JT.7
Perceraian merupakan jalan alternatif terakhir sebagai pintu darurat yang boleh ditempuh, manakala bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya. Sifatnya sebagai alternatif terakhir, Islam mengajarkan agar sebelum terjadinya talak atau perceraian, ditempuh usaha-usaha perdamaian antara kedua belah pihak.
Di negara Indonesia ini, perceraian dapat dikabulkan dan sah di depan Majelis Hakim Pengadilan Agama. Apabila suami mentalak isterinya di luar konsep Pengadilan yakni tidak didepan Majelis Hakim maka talak tersebut tidak sah secara hukum positif. Menurut hemat Penulis perselisahan yang terjadi dalam rumah tangga,
6
Arsip Pengadilan Agama Jakarta Timur, Putusan Nomor 1532/Pdt.G/2008/PAJT
7
31
sebenarnya sangat sulit diungkapkan, karena masalah sekecil apapun kadang dapat memicu terjadinya perceraian. Yang sering terdengar perceraian terjadi karena perbedaan prinsip dalam hidup yang akibatnya menimbulkan tingkat perceraian yang setiap tahun semakin meningkat.
Dengan melihat pada pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi :
(1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Selama perkara belum diputus usaha mendamaikan dilakukan sebelum persidangan.8
Dan merujuk pada Al-Qur’an surat An-Nisa’/4 ayat 35 berbunyi :
☺
☺
☯
☺
⌧
☺
Artinya :
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antaar keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang haam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenai.(Q.S. An-Nisa : 35)
8
Dalam perkara tersebut penggugat telah berusaha mempertahankan rumah tangganya dengan bersabar dan bermusyawarah secara kekeluargaan (perdamaian melalui pihak hakam)agar rukun kembali rumah tangganya akan tetapi tidak berhasil. Karena perkawinan tersebut sudah tidak dipertahankan lagi dan pertengkaran atau perselisihan (syiqaq) sering terjadi yang disebabkan oleh masalah kelainan sex dan sikap egois suami (tergugat), maka dasar hukumperceraian karena pertengkaran atau perselisihan (syiqaq) tersebut dapat diajukan ke pengadilan dengan melihat pertimbangan pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi: “antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.9
Penulis memilih putusan Nomor. 1564/Pdt.G/2008/PA.JT, karena lebih melihat kasusnya yang berbeda dengan putusan-putusan lain. Banyak hal yang menarik dalam kasus ini, misalnya dalam pembuktian hanya menggunakan saksi-saksi saja.
2. Duduk Perkara
Dalam duduk perkara mengenai Homoseksual sebagai alasan perceraian dalam putusan Pengadilan dengan Nomor perkara 1532/Pdt.G/2008/PA.JT antara Titin Binti Saman, umur 37 tahun, Agama Islam, pendidikan SMU, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal di Jalan Kebun Jeruk RT.03 RW 02 No. 15
9
33
Kelurahan Jatinegara Kecamatan Cakung Kota Jakarta Timur.10
Berdasarkan keterangan yang dikemukakan dari pihak Penggugat (Titin Binti Saman) bahwa mereka (antara Penggugat dan Tergugat) telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 14 Mei 1990, di hadapan pejabat PPN KUA Kecamatan Jati Negara Kota Jakarta Timur dengan Akta Nikah Nomor : 72/48/V/1990. Selanjutnya keterangan Penggugat mengatakan sebenarnya Ia dan Tergugat setelah pernikahan hidup rukun sebagaimana layaknya suami-isteri dan bertempat tinggal di jalan Kebon Jeruk Timur RT.01 RW.02 Kelurahan Cipinang Besar Utara Kecamatan Jati Negara Kota Jakarta Timur. Selama 2 tahun bahkan telah dikaruniai 3 orang anak yang bernama Unique Marceline Pricillia R. lahir pada 31 maret 1991 di Jakarta, Audrey Felatica Diva AJR. lahir pada 21 April 1994 di Jakarta, Tymothi Radytia Aprie Esa UR. Lahir pada 21 April 1995 di Jakarta. Akan tetapi sejak bulan Oktober 2004 rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai mengalami kegoncangan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus (syiqaq) sampai akhirnya mereka pisah rumah dan pisah ranjang sejak Oktober 2004 dan berlangsung kurang lebih selama 4 tahun sehingga hak dan kewajiban suami isteri tidak terlasana sebagaimana mestinya. Ternyata keduanya tidak ada harapan lagi untuk hidup rukun dalam bahtera rumah tangga.
Adapun penyebab perselisihan dan pertengkaran seperti yang dijelaskan Penggugat antara lain yaitu :
10
a. Suami meninggalkan rumah tanpa memberikan nafkah lahir dan bathin . b. Suami hidup serumah dengan pasangan sejenis (Homoseksual)
3. Proses Peradilan Perkara Cerai Gugat karena Homoseksual a. Tahap Permulaan
1) Pengajuan Perkara di Bagian Kepaniteraan
Surat gugatan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke Kepaniteraan Pengadilan Agama dan surat gugtan diajukan kepada sub Kepaniteraan Gugatan. Penggugat menghadap pada meja pertama yang akan menaksir besarnya biaya perkara dan menulisnya pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, yang berdasarkan pasal 99 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Perkawinan jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 (Tentang Peradilan Agama), meliputi:
a) Biaya Kepaniteraan dan biaya materai;
b) Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa, dan biaya sumpah; c) Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan Hakim yang lain;
d) Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah Pengadilan yang beraitan dengan perkara itu. 11
Menurut hasil penelitian Penulis, mengenai biaya perkara di Pengadilan
11
35
Agama Jakarta Timur mendapatan data bahwa biaya yang ditanggung oleh Penggugat yaitu biaya kepaniteraan, biaya pemanggilan, biaya pemberitahuan para pihak, dan biaya materai sehingga besarnya biaya mencapai Rp. 241.000 (Dua ratus empat puluh satu ribu rupiah). Dan untuk biaya juru bahasa dalam perkara tersebut tidak dianggarkan karena yang berperkara juga asli Warga Negara Indonesia, fasih berbahasa Indonesia dan pihak Tergugat maupun Penggugat tidak mengalami cacat fisik (bisu atau tuli) sehingga tidak memerlukan juru bahasa.
Bagi yang tidak mampu dapat di ijinkan berperkara secara prodeo (Cuma-cuma). Ketidak mampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah/Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat. 12
2) Pembayaran Panjar Biaya Perkara
Calon Penggugat kemudian menghadap kepada kasir dengan menyerahkan surta tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Kemudian membayar panjar biaya sesuai dengan yang tertera pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) tersebut. Kasir kemudian:
1) Menerima uang tersebut dan mencatat dalam jurnal perkara;
2) Menandatangani dan memberi nomor perkara serta tanda lunas pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) tersebut.
3) Mengembalikan surat gugatan dan SKUM kepada calon Penggugat.
12
4) Menyerahkan uang tersebut kepada Bendaharawan perkara. 3) Pendaftaranperkara
Calon Penggugat kemudian menghadap pada Meja II dengan menyerahkan surat gugatan dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) yang telah dibayar tersebut. Kemudian Meja II melakuan hal-hal sebagai berikut:
1) Memberi nomor pada surat gugatan sesuai dengan nomor yang diberikan oleh kasir, sebagai tanda telah terdaftar maa Petugas Meja II memberikan paraf;
2) Menyerahkan satu lembar surat gugatan yang telah terdaftar bersama satu helai Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada Penggugat;
3) Mencatat surat gugatan tersebut pada buku Register Induk Perkara Gugatan sesuai dengan jenis perkaranya;
4) Memasukkan surat gugatan tersebut dalam Map Berkas Perkara dan menyerahkan kepada Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera. 13
Berdasarkan penelitian Penulis perkara permohonan cerai gugat karena homoseksual yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 hanya terdapat 2 (dua) perkara. Oleh karena itu Penulis tertarik untuk membahas salinan putusan tentang perkara cerai gugat karena homoseksual yang telah diputus oleh Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, yaitu:
13
37
b. Tentang Duduk Perkara 1) Kasus
a) Tentang para pihak. Pada kasus pertama adalah perkara Nomor 1564/Pdt.G/2008/PAJT. Penggugat adalah istri (DI), umur 36 tahun, pekerjaan pegawai swasta, pendidikan S1, bertempat tinggal di Jl. Cendani VI RT.01 RW.09 No. 19 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, disebut sebagai Penggugat. Dan Tergugat adalah suami (RR), umur 34, pekerjaan pengangguran, pendidikan SMK, bertempat tinggal di Jl. Mangga VI RT.02 RW.04 No. 75 Kelurahan Cibodasari, Kecamatan Tangerang, Banten, disebut sebagai Tergugat. b) Tentang Posita/Duduk Perkara
i. Bahwa pada hari minggu, tanggal 02 September 2007, telah berlangsung pernikahan antara Penggugat dengan Tergugat, dihadapan pejabat PPN KUA Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur dengan akta nikah Nomor : 1526/261/IX/2007, tanggal 02 September 2007.
ii. Bahwa dari pernikahan tersebut belum dikaruniai anak (Qobla Dukhul);
iii. Bahwa sejak bulan desember tahun 2007 kehidupan rumah tangga Tergugat dan Penggugat sering terjadi perselisihan/pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi, sehingga membawa akibat buruk bagi kelangsungan hidup bersama yang telah dibina.
i) Tergugat mengidap penyakit kelainan sex (suka sesama laki-laki/homoseks)
ii) Sering terjadi pertengkaran karena kebohongan-kebohongan Tergugat yang katanya reuni SMA tapi ternyata pesta pembukaan salon yang tamu-tamunya semuanya banci.
iii) Dalam suatu pertengkaran mulut, tergugat berteriak didepan muka Penggugat dan mendorong Penggugat hingga jatuh (KDRT). v. Bahwa akibat dari perselisihan tersebut, akhirnya kurang lebih 8 bulan
Penggugat dan Tergugat telah pisah rumah karena Tergugat pergi meninggalkan kediaman bersama, yang mana dalam pisah rumah tersebut Penggugat bertempat tinggal di kediaman Orangtua di Pondok Bambu dan Tergugat bertempat tinggal di Cibodasari, Tangerang. vi. Bahwa sejak berpisah Penggugat dan Tergugat selama 8 bulan, maka
hak dan kewajiban suami-istri tidak terlaksana sebagaimana mestinya karena sejak itu Tergugat tidak lagi melaksanakan kewajibannya sebagai suami terhadap Penggugat.
vii.Bahwa Penggugat telah berupaya mengatasi masalah tersebut/ cara mengajak Orangtua (Bapak) bermusyawarah atau berbicara dengan Tergugat secara baik-baik tetapi tidak berhasil, Tergugat malah pergi meninggalkan rumah dan tidak berhasil.
39
Tergugat tersebut di atas maka Penggugat merasa yakin bahwa tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam berumah tangga dengan Tergugat. 2) Tentang Petitum/ Tuntutan
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya,
2. Memutuskan perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat karena cerai, 3. Menetapkan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan
A. Pengertian Penyimpangan Seksual dan Homoseks 1. Pengertian Penyimpangan seksual
Penyimpangan seksual terdiri atas dua suku kata yaitu penyimpangan dan
seksual. Penyimpangan berasal dari kata dasar “simpang” yang memiliki empat
pengertian. Pertama, mempunyai arti proses, yaitu cara perbuatan yang menyimpang
atau menyimpangkan. Kedua, bermakna membelok menempuh jalan lain. Ketiga,
maksudnya tidak menurut apa yang sudah ditentukan, tidak sesuai dengan rencana.
Keempat, menyalahi kebiasaan, menyeleweng baik dari hukum, kebenaran, dan
agama.1
Kata “seksual” mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti menyinggung hal
reproduksi atau perkembangan lewat penyatuan dua individu yang berbeda yang
masing-masing menghasilkan sebutir telur dan sperma. Kedua, secara umum berarti
menyinggung tingkah laku, perasaan, atau emosi yang bersosiasi dengan
perangsangan alat kelamin, daerah-daerah erogenous, atau dengan proses
perkembangbiakan.2
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
Penyimpangan Seksual adalah perilaku seksual seseorang yang dianggap
menyimpang atau menyalahi aturan yang sudah ditetapkan.
1
Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1995, h. 488.
2
J.P Chaplin, Kamus Lengkap Biologi, terjemahan. Kartini Kartono, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2004, cet.ke-9, h.460.
41
Defenisi lain menyebutkan bahwa Penyimpangan seksual adalah aktivitas
seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan
tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah
menggunaan objek seks yang tidak wajar.3 sebagaimana yang akan dijelaskan pada
sub selanjutnya.
2. Bentuk-bentuk Penyimpangan Seksual
Ada banyak penyimpangan seksual yang terjadi di masyarakat, berikut ini
macam-macam bentuk penyimpangan seksual diantaranya adalah:
a. Incest, yaitu keinginan untuk melakukan hubungan seksual dengan muhrim,
seperti dengan ibunya, bapaknya, anaknya, atau dengan saudara kandungnya
sendiri. Kasus ini banyak terjadi di masyarakat, sering kita mendengar seorang
bapak menghamili anak kandungnya sendiri, anak memperkosa ibunya, dan lain
sebagainya.4
b. Necropilia, yaitu seseorang yang mencari kepuasan seksualnya dengan
menyetubuhi mayat bahkan terkadang ia bersikap kanibal, yakni dengan
melahapnya sekaligus. Korban biasanya orang yang ia senangi, biasanya untuk
memenuhi hasrat seksualnya orang yang ia senangi tersebut ia bunuh, kemudian
mayatnya ia setubuhi.
c. Ekshibisionsme, yaitu seseorang yang akan memperoleh kepuasan seksualnya
dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai
3
“Penyimpangan Seksual”, di akses pada 15 mei 2009 dari http://makalah dan skripsi.blogspot.com/2009
4
memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga ejakulasi.
d. Fetishisme, Pada penderita fetishisme, aktivitas seksualnya disalurkan melalui
bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam kaos kaki, atau benda lain
yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual. Sehingga orang tersebut
mengalami ejakulasi dan mendapatan kepuasan.
e. Homoseks, istilah homoseks diambil dari kata Sadum, nama sebuah kota kuno
dekat Laut Mati, sebuah daerah di Jordan. Dalam arti lain homoseks yaitu
hubungan seks yang dilakukan dengan sesama jenis dimana si pelaku merasa
tertarik dan mencintai sesama jenis tersebut.
f. Lesbian, yaitu perbuatan menggesekan atau menyentuhkan alat vital yang berupa
ejakulasi. Cara mereka melakukan hubungan seks ini mirip dengan saktitis atau
sebagai pasif feminim.
g. Onani (Masturbasi), yaitu menyalurkan hasrat seksual dengan cara merangsang
alat kelamin, baik dengan menggunakan tangan dan sebagainya. Beberapa pakar
kedokteran dan pendidikan menganggap masturbasi tidak menimbulkan efek
samping yang serius bagi kesehatan, sedangkan sebagaian yang lain menganggap
perbuatan tersebut sangat merusak kesehatan.
h. Pedophilia, yaitu seseorang yang baru mendapatkan kepuasan seksual jika
melakukan hubungan dengan anak-anak, hal ini sangat dilarang oleh agama.
i. Voyeurisme, yaitu berasal dari bahasa prancis yakni vayeur yang artinya
43
mengintip lawan jenisnya yang sedang telanjang, mandi bahkan mengintip orang
yang sedang berhubungan seksual.
j. Masochisme, yaitu penderita akan merasakan kenikmatan seksual jika ia disakiti
oleh pasangannya, misalnya dipukul dengan tangan, cambuk, dan lain-sebagainya
atau seolah-olah ia diperkosa. Rasa sakit yang ia terima itu akan mendatangkan
kenikmatan yang luar biasa baginya, bahkan lebih nikmat daripada hubungan
kelamin.
k. Sadomasokisme, yaitu penderita memperoleh kepuasan seksual bila mereka
melakukan hubungan seks dengan terlebih dahulu menyiksa atau menyakiti
pasangannya.
l. Sodomi, yaitu pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik
pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan (hetero).
m. Bestiality, yaitu tindakan mencari kepuasan seksual dengan jalan berhubungan
seksual dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam bebek, anjing,
kucing, dan lain sebagainya.
n. Zoophilia, yaitu orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan
hubungan seks dengan hewan.5
3. Homoseksual Sebagai Penympangan Seksual a. Defenisi Homoseksual dan Sejarahnya
Perkataan Homoseksual diterjemahan secara harfiah adalah “sesama jenis”
yang merupakan gabungan prefiks Yunani, homo berarti “sama” dan asas latin sex
5
tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama, homoseksual ini juga biasa
disebut “gay”.7 Biasanya kaum gay ini melakukan hubungan seksualnya dengan
memasukan penis (zakar) kedalam anus laki-laki.8
Homoseksual bermula dari zaman Nabi Luth a.s. ketika itu gejala seks dalam
perkawinan dan percintaan diantara sesama jenis sudah marak. Atas peristiwa ini
kaum Nabi Luth mendapat teguran sebagaimana yang tertera dalam Ayat 80, Surah
al-A’raf/7, yang berbunyi:
⌧ ☺
Artinya:
Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu[551], yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" (QS. AL-A’raf/7: 80)
Artinya:
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS. Al-A’raf/7: 81)
Homoseks dalam istilah arab dikenal dengan sebutan liwath, pelakunya
6
Istilah homoseksual pertama kali diterbitkan secara bercetak dalam pamplet Jerman yang diterbitkan pada tahun 1869 secara tanpa nama yang ditulis oleh novelis Karl-Maria Kertbeny, kelahiran Austria.
7
Departemen pendidikan dan kebudayaan, KBBI. Jakarta : Balai Pustaka, 1998. Cet.ke-1, h. 312
8
45
dinamakan al-luthiy (lotte) yang dinisbahkan kepada perbuatan kaum nabi Luth.
Hampir semua kitab tafsir mengabadikan kisah nabi Luth, ketika menyingkap
kandungan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah Nabi Luth as. Allah SWT
berfirman:
⌧ ☺
⌧
⌧
☺
Artinya:
Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri." Kemudian Kami selamatkan Dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; Dia Termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (QS. Al-A’raf/7: 80-84)
Allah swt. juga menggambarkan Azab yang menimpa kaum Sadoum
tersebut:
☺
Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu Tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.
Di dunia barat ada kisah yang mirip dengan kisah kaum Luth, yaitu di kota
pompei, yang merupakan symbol dari degradasi akhlaq yang dialami kekaisaran
Romawi, dikota ini merupakan pusat perzinahan dan homoseks. Kota ini merupakan
pusat kemaksiatan dan kemungkaran merajalela. Hal ini terbukti meningkatnya
jumlah lokasi prostitusi, dan saking banyaknya hingga jumlah rumah-rumah
pelacuran tidak diketahui. Hubungan seksual juga bukanlah hal yang tabu untuk
dipertotonkan secara terbuka. Kehancuran pompei terjadi melalui letusan gunung
Vesuvius. Lava gunung Vesuvius menghapuskan keseluruhan kota tersebut dari peta
bumi dalam waktu sekejap. Tak seorangpun dapat meloloskan diri dari keganasan
letusan Vesuvius. Hasil penggalian fosil menemukan sejumlah mayat yang terawetkan
dengan raut muka yang masih utuh. Secara umum raut muka mereka menunjukkan
akspresi keterkejutan, Dan hampir dapat dipastikan bahwa para penduduk yang ada di
Kota tersebut tidak mengetahui terjadinya bencana yang sangat singkat itu, wajah
mereka berseri-seri. Jasad dari satu keluarga yang sedang asyik menyantap makanan
terawetkan pada detik tersebut. Banyak sekali pasangan-pasangan yang tubuhnya
terawetkan berada pada posisi sedang melakukan persetubuhan. Yang paling
mengagetkan adalah terdapatnya sejumlah pasangan yang berkelamin sama, dengan
kata lain mereka melakukan hubungan seks sesama jenis (homoseks). Dan
47
pariwisata.
Hingga tahun 1970-an, pemikiran yang dominan di barat mengenai hal ini
bersifat klinis, karena homoseks merupakan suatu penyimpangan yang disebabkan
faktor lingkungan, anomaly biologis, ataupun penyakit keluarga dan pengobatannya
pun dengan psikoanalisa.
b. Faktor-Faktor Penyebab Homoseksual
Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan seseorang itu menjadi
homoseksual, diantaranya ;
1) Keluarga
Pengalaman atau trauma yang di alami ketika kanak-kanak Contohnya,
mendapat perlakuan kasar dari ibu-bapak sehingga si anak beranggapan semua
lelaki atau perempuan bersikap kasar, bengis yang memungkinkan si anak
merasa benci pada golongan itu. Predominan dalam pemilihan identitas yaitu
melalui hubungan yang renggang dengan ibu-bapak yang bisa membuka peluang
ana laki-laki justru mengambil alih peran keperempuanan dari figur ibu,
sehingga berkembanglah identitas psikoseksual keperempuanan yang bersifat
bermanifest dalam bentuk perilaku seksual.
2) Lingkungan sekitar.
Contoh dari sebab ini adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku seorang homoseks adalah lingkungan. Bersangkutan dengan pergaulan
dan keadaan sekeliling keluarga yang terlalu mengokong anaknya. Bapak yang
kurang menunjukan kasih sayang kepada anaknya. Hubungan yang terlalu rapat