• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Banding Pemberian Terapi Tambahan Steroid Dan Terapi Konservatif Dalam Perubahan Hemokonsentrasi Pada Penderita DBD Di RSUD Mojokerto Periode 1 Januari 2010-31 Desember 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Banding Pemberian Terapi Tambahan Steroid Dan Terapi Konservatif Dalam Perubahan Hemokonsentrasi Pada Penderita DBD Di RSUD Mojokerto Periode 1 Januari 2010-31 Desember 2010"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan hampir diseluruh belahan dunia terutama di negara-negara

tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik (Djunaedi, 2006).

Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit

ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007) (Sinto,2009). Pada bulan Januari 2005 sampai Oktober 2005 tercatat 50,19 kasus DBD di Indonesia, 701 diantaranya meninggal dunia.

Kondisi DBD di Indonesia saat ini memiliki tingkat kematian /CFR 1,4% dan angka kerja IR 22.6 per 100.000 penduduk. Pada bulan Januari hingga Februari 2007, di seluruh Indonesia terdapat 15.005 kasus dan menyebabkan 252 orang meninggal dunia (Suryo,2007).

Patogenesis utama yang menyebabkan kematian pada hampir seluruh pasien DBD adalah renjatan karena perembesan plasma (Soedarmo, 2005). Berdasarkan hal tersebut, maka

penanganan yang tepat dan seawal mungkin terhadap penderita prarenjatan dan renjatan, merupakan faktor penting yang menentukan hasil perawatan penderita (Soegijanto, 2006).

Berangkat dari argumentasi di atas maka penilaian yang akurat terhadap risiko renjatan,

(2)

stadium dan kondisi penderita sangat menentukan prognosis akhir penderita. Semakin berat penyakit yang diderita, risiko kematian yang dihadapi makin besar (Hapsari, 2006).

WHO telah memberikan kriteria diagnosis penderita DBD baik secara klinis maupun laboratorium. Parameter laboratorium yang dijadikan acuan adalah kadar trombosit dan hematokrit. Kadar hematokrit dan trombosit merupakan salah satu parameter untuk menilai

kondisi penderita DBD dan sebagai acuan dalam penatalaksanaannya (WHO,2001).

Kadar hematokrit tidak saja untuk menilai kondisi faktual penderita awal dengan derajat

klinis DBD menurut kriteria WHO, namun juga untuk memperkirakan (faktor prediktor) risiko terburuk yang akan dihadapi pasien, sehingga dapat segera diambil langkah-langkah penanggulangan dan pencegahan dini. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perembesan

plasma merupakan faktor penyebab awal dari hipovolemia yang mencetuskan renjatan pada kasus DBD. Dan telah dibuktikan bahwa perembesan plasma telah terjadi sejak awal demam

sebelum terjadinya renjatan (Hassan dan Alatas, 2005).

Salah satu patogenesis DBD adalah adanya peran immunopatologis dimana virus dengue mengaktifkan mediator-mediator proinflamasi yang berakhir pada meningkatnya permeabilitas

kapiler maupun peningkatan apoptosis trombosit (Suhendro, 2006). Adanya proses immunopatologis ini membuat beberapa peneliti mencoba memberikan kortikosteroid sebagai

terapi tambahn pada pasien DBD (Panpanich, 2007). Namun penggunaan steroid pada penderita DBD sampai saat ini masih merupakan kontroversi dan dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan rasionalitas pemakaian steroid tersebut. (Panpanich, 2007).

(3)

mengenai uji banding pemberian terapi tambahan steroid dan terapi konservatif dalam perubahan hemokonsentrasi pada penderita DBD.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu:

Adakah perbedaan penurunan hemokonsentrasi pada pasien DBD yang mendapatkan terapi tambahan steroid dibandingkan dengan terapi konservatif.

1.3 Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

Untuk membuktikan adanya perbedaan hemokonsentrasi pada penderita DBD yang mendapat terapi tambahan steroid dibandingkan dengan penderita DBD yang hanya mendapat

terapi konservatif.

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik pasien DBD berdasarkan umur, jenis kelamin, kadar trombosit dan derajat keparahan DBD

2. Mengetahui pengaruh pemberian steroid terhadap perubahan hemokonsentrasi. 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1Masyarakat

(4)

b. Sebagai referensi mengenai pemberian kortikosteroid dalam penatalaksanaan pasien DBD.

1.4.2 Akademik

(5)

1

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan hampir diseluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai

penyakit endemik maupun epidemik (Djunaedi, 2006).

Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006

(dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007) (Sinto,2009). Pada bulan Januari 2005 sampai Oktober 2005 tercatat 50,19

kasus DBD di Indonesia, 701 diantaranya meninggal dunia. Kondisi DBD di Indonesia saat ini memiliki tingkat kematian /CFR 1,4% dan angka kerja IR 22.6

per 100.000 penduduk. Pada bulan Januari hingga Februari 2007, di seluruh Indonesia terdapat 15.005 kasus dan menyebabkan 252 orang meninggal dunia (Suryo,2007).

Patogenesis utama yang menyebabkan kematian pada hampir seluruh pasien DBD adalah renjatan karena perembesan plasma (Soedarmo, 2005).

Berdasarkan hal tersebut, maka penanganan yang tepat dan seawal mungkin terhadap penderita prarenjatan dan renjatan, merupakan faktor penting yang

menentukan hasil perawatan penderita (Soegijanto, 2006).

Berangkat dari argumentasi di atas maka penilaian yang akurat terhadap risiko renjatan, merupakan kunci penting menuju penatalaksanaan yang adekuat,

(6)

2

serta penilaian yang akurat terhadap stadium dan kondisi penderita sangat menentukan prognosis akhir penderita. Semakin berat penyakit yang diderita,

risiko kematian yang dihadapi makin besar (Hapsari, 2006).

WHO telah memberikan kriteria diagnosis penderita DBD baik secara klinis maupun laboratorium. Parameter laboratorium yang dijadikan acuan adalah

kadar trombosit dan hematokrit. Kadar hematokrit dan trombosit merupakan salah satu parameter untuk menilai kondisi penderita DBD dan sebagai acuan dalam

penatalaksanaannya (WHO,2001).

Kadar hematokrit tidak saja untuk menilai kondisi faktual penderita awal

dengan derajat klinis DBD menurut kriteria WHO, namun juga untuk memperkirakan (faktor prediktor) risiko terburuk yang akan dihadapi pasien, sehingga dapat segera diambil langkah-langkah penanggulangan dan pencegahan

dini. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perembesan plasma merupakan faktor penyebab awal dari hipovolemia yang mencetuskan renjatan pada kasus

DBD. Dan telah dibuktikan bahwa perembesan plasma telah terjadi sejak awal demam sebelum terjadinya renjatan (Hassan dan Alatas, 2005).

Salah satu patogenesis DBD adalah adanya peran immunopatologis

dimana virus dengue mengaktifkan mediator-mediator proinflamasi yang berakhir pada meningkatnya permeabilitas kapiler maupun peningkatan apoptosis

trombosit (Suhendro, 2006). Adanya proses immunopatologis ini membuat beberapa peneliti mencoba memberikan kortikosteroid sebagai terapi tambahn pada pasien DBD (Panpanich, 2007). Namun penggunaan steroid pada penderita

(7)

3

lebih lanjut untuk membuktikan rasionalitas pemakaian steroid tersebut. (Panpanich, 2007).

Berdasarkan pada latar belakang diatas, penggunaan kortikosteroid pada pasien DBD masih menimbulkan kontroversi membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai uji banding pemberian terapi tambahan steroid

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan detil regulasi / kebijakan merupakan perencanaan yang dilakukan untuk menentukan detil aktivitas apa saja yang akan muncul berdasarkan regulasi /

Untuk benih digunakan rimpang yang berasal dari tanaman cukup tua, yaitu umurnya antara 9-12 bulan. Rimpang jahe yang akan dibuat benih dipotong-potong. Untuk

Diharapkan dalam penelitian ini akan diperoleh nilai decimal reduction time (D value) dan Z value untuk parameter tekstur, warna, mutu organoleptik (warna, bau, dan rasa)

Fenomena yang saat ini terjadi dalam pembelajaran menulis di sekolah, khususnya SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan menunjukkan

(1) Pengelolaan kesehatan diselenggarakan melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan,

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR FLUENCY, FLEXIBILITY, DAN PARTISIPASI AKTIF MELALUI PROBLEM BASED LEARNING DI KELAS XI MIPA SMA NEGERI 7 SURAKARTA..

menggunakan media permainan “ jigsaw puzzle” dalam meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Jerman dengan judul penelitian “Efektifitas Penggunaan Media.. Permainan “Jigsaw

Base plate merupakan pelat baja yang berperan sebagai penghubung antara struktur atas dan struktur bawah yang berfungsi untuk menyalurkan beban dari kolom menuju struktur