• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KEMODERNAN ABDI DALEM KERATON

YOGYAKARTA

RA GUPITA DHYANINGSARI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(3)

Yogyakarta. Di bawah bimbingan RILUS A KINSENG

Keraton Yogyakarta merupakan salah satu warisan budaya leluhur yang masih tetap bertahan di masa modern seperti sekarang. Ada peranan penting yang terdapat di Keraton yaitu seorang abdi dalem. Abdi dalem merupakan seseorang yang mengabdi kepada raja dan tidak mengharapkan imbalan namun mereka mencari ketenangan hidup dengan mewujudkan kesetiaan kepada keraton. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kemodernan para abdi dalem keraton Yogyakarta dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan didukung dengan metode penelitian kualitatif. Pada hasil penelitian ini, sebanyak 43.34 persen responden memiliki tingkat kemodernan yang rendah dan 56.66 persen lainnya tinggi. Kemudian, faktor yang mempengaruhi merupakan pendapatan keluarga. Sedangkan lama mengabdi berpengaruh negatif dan yang tidak berpengaruh adalah usia, jenis kelamin, lama menempuh pendidikan formal, lama bekerja diluar Keraton dan jenis pekerjaan.

Kata kunci: abdi dalem, Keraton, tingkat kemodernan, nilai budaya

ABSTRACT

RA GUPITA DHYANINGSARI The Modernity Level of Abdi Dalem Keraton Yogyakarta. Supervised by RILUS A KINSENG

Keraton Yogyakarta is one of the ancestral heritage which still survive in modern times as now. There is an important role that is abdi dalem. Abdi dalem is a person who dedicates to king and doesn’t expect a great rewards but they are looking for peace of life to embody loyalty to the Keraton. This study aims to analyze the level of modernity of the abdi dalem Keraton Yogyakarta and analyze the factors that affect the level of modernity as experienced by the abdi dalem. This study uses quantitative research methods and supported by qualitative research methods. The results of this study show that 43.34 percent of respondents have a low level of modernity and the othe 56.66 percent high. Then, the factors that affect is family income whereas long time dedicate is affect negatively and that no effect is age, gender, level of education, work outside Keraton and the kind of work outside Keraton.

(4)

RA GUPITA DHYANINGSARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Disetujui oleh

Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang masih memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi dengan judul “Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti.

Penulis menyadari bahwa studi pustaka ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa teruma kasih kepada:

1. Ayahanda Sri Hermawan dan Ibunda Emmy Wulandari serta adik penulis Lusika Mustikamaya yang merupakan sumber motivasi penulis dalam segala hal.

2. Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat berarti selama penulisan skripsi ini.

3. Keluarga besar Widitomo dan keluarga besar Marseno Prawiroatmo yang selalu mencurahkan kasih sayangnya dan dorongan semangat untuk penulis. 4. KRT Kusumonegoro dan Nyi KRT Hamong Tejanegara yang membantu

penulis dalam proses penelitian di Keraton Yogyakarta.

5. Rama Muhammad Bintang atas dorongan semangat dan motivasi yang selalu dicurahkan kepada penulis.

6.

Teman-teman satu bimbingan, Ferdi Tri Wahyudi dan Fuad Habibi Siregar yang saling menyemangati satu sama lain.

7.

Sahabat seperjuangan selama kuliah di IPB, Chyntya Wijaya yang selalu menyemangati penulis dan membantu selama menempuh pendidikan di IPB. 8. Teman-teman seperjuangan SKPM 47 atas semangat dan kebersamaan

selama ini, khususnya untuk Sahda, Erlisa, Gita, Estya, Adrian, Anggita, Anggita, Faris dan Mahdi.

9. Sahabat sepanjang masa Mimi, Upay, Dinda, Manyun, Ijung, Agyl dan Febrian.

10.Semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya studi pustaka ini

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh tentang abdi dalem Keraton Yogyakarta.

Bogor, Agustus 2014

(7)

Halaman

Keraton dan Kehidupan Abdi Dalem ... 4

Tingkat Kemodernan ... 5

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

Teknik Penentuan Informan Dan Responden ... 12

Teknik Pengumpulan Data ... 12

Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 12

GAMBARAN UMUM ... 14

Gambaran Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 14

Kondisi Geografis ... 14

Sistem Pemerintahan 15

Keadaan Penduduk 15

Sarana dan Prasarana ... 16

Objek Wisata ... 19

Gambaran Umum Keraton Yogyakarta ... 20

TINGKAT KEMODERNAN ABDI DALEM ... 23

Karakteristik Responden ... 23

Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta ... 24

Tingkat Keterbukaan Terhadap Pengalaman Baru ... 25

Pandangan Terhadap Status dan Kedudukan Perempuan ... 27

Tingkat Keterdedahan Media Massa ... 30

Tingkat Kepercayaan Terhadap Media Massa ... 32

Tingkat Materialisme ... 34

Kontrol Kelahiran ... 37

(8)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMODERNAN ABDI

DALEM ... 47

Faktor Internal ... 47

Usia ... 47

Jenis Kelamin... 48

Lama Pendidikan ... 48

Lama Mengabdi ... 48

Pendapatan Keluarga ... 49

Lama Bekerja Mencari Nafkah ... 49

Jenis Pekerjaan... 49

Ikhtisar ... 50

PENUTUP ... 51

Simpulan ... 51

Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 53

(9)

1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014 11

2 Luas wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY 14

3 Jumlah dan persentase penduduk Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010

7 Jumlah sarana kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012 18

8 Jumlah tempat peribadatan di Daerah Istimewa Yogyakarta 19

9 Jumlah objek wisata dan pengunjung di Daerah Istimewa Yogyakarta

12 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat keterbukaan terhadap hal baru, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

26

13 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan

27

14 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

29

15 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat keterdedahan media massa

(10)

17 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat kepercayaan terhadap media massa

32

18 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat kepercayaan terhadap media massa, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

33

19 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat materialisme

34

20 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat materialisme, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

36

21 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan pandangan terhadap kontrol kelahiran

37

22 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai kontrol kelahiran, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

38

23 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat rasionalitas

39

24 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat rasionalitas, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

40

25 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan perencanaan jangka panjang

41

26 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai perencanaan jangka panjang, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

43

27 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat individualism

44

28 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat individualisme, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

(11)

1 Kerangka pemikiran 7

2 Arti Keraton Yogyakarta berdasarkan Garis Imajiner 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Keraton Yogyakarta 53

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau. Berdasarkan data LIPI tahun 2004 Indonesia terdiri dari 17.504 pulau yang terdiri dari pulau besar dan kecil. Berdasarkan pendataan penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri terhitung 31 Desember 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 259.940.857 jiwa. Dan ini membuat Indonesia berada pada posisi ke-4 sebagai negara dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar di dunia. Penduduk dengan jumlah yang banyak ini tersebar di seluruh pulau-pulau yang ada di Indonesia. Setiap pulau terbagi menjadi beberapa daerah dimana setiap daerah tersebut memiliki kondisi geografis dan topografi yang berbeda-beda sehingga menimbulkan berbagai macam perbedaan dalam pola perilaku kehidupan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pola perilaku tersebut lambat laun terinternalisasi dan menjadi suatu kebudayaan. Keanekaragaman bahasa dan budaya ini, menjadi suatu aset yang berharga bagi Indonesia.

Salah satu budaya Indonesia yang masih sangat kental adalah budaya-budaya yang terdapat di Keraton. Keberadaan Keraton Yogyakarta sangat berpengaruh terhadap kuatnya budaya-budaya yang ada di daerah Yogyakarta. Tingkat kepercayaan masyarakat sekitar terhadap keraton sangatlah tinggi. Masyarakat menganggap bahwa keraton adalah sumber dari kehidupan mereka, mereka akan mendapat berkah dari keraton dan akan mendapat petaka apabila melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh keraton. Menurut Artha (2009), masyarakat Yogyakarta menganggap Raja sebagai wakil Tuhan sehingga siapa yang tidak tunduk pada raja sama saja menentang kehendak Tuhan.

Soemardjan (1981) dalam bukunya yang berjudul Perubahan Sosial di Yogyakarta menyatakan bahwa pada awalnya Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta merupakan suatu kesatuan yaitu Kerajaan Mataram Kuno. Namun, setelah adanya perjanjian Giyanti pada tahun 1755, Kerajaan Mataram Kuno tepecah menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini tidak hanya menyangkut pembagian tanah dan rakyat akan tetapi juga pembagian tanda-tanda kebesaran kerajaan seperti lambang-lambang kekuasaan dan juga pusaka-pusaka kerajaan. Pusaka-pusaka tersebut merupakan benda-benda suci dengan kekuatan magis, yang tidak dapat dipisahkan dengan raja yang memerintah.

(13)

bahwa usia dan pekerjaan tidak menjadi faktor penentu untuk menjadi seorang abdi dalem.

Dalam kehidupannya, seorang abdi dalem sudah tentu menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan keraton. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, masuknya arus modernisasi ke dalam negara-negara berkembang termasuk Indonesia mempengaruhi kehidupan masyarakat di dalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada dasarnya modernisasi merupakan suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning (Soekanto, 1982).

Keraton Yogyakarta terletak di Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Isimewa Yogyakarta. Keraton Yogyakarta merupakan salah satu kerajaan di Indonesia yang masih bertahan dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya di tengah era globalisasi seperti sekarang ini. Oleh karena itu, akan menjadi menarik bagi penulis untuk menganalisis tentang tingkat kemodernan yang dialami oleh abdi dalem keraton.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ingin dianalisis dalam penulisan penelitian yang berjudul “Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta” ini adalah:

1. Bagaimanakah tingkat kemodernan para abdi dalem keraton Yogyakarta. 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan yang dialami

abdi dalem keraton Yogyakarta.

Tujuan

Tujuan dari penulisan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis “Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta” dan secara khusus bertujuan untuk:

1. Menganalisis tingkat kemodernan para abdi dalem keraton Yogyakarta. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan yang

(14)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak terkait, yakni:

1. Bagi peneliti dan kalangan akademisi, penelitian ini dapat memberikan wawasan dan menjadi referensi tambahan dalam menjelaskan tentang tingkat kemodernan dan orientasi nilai budaya abdi dalem keraton.

2. Bagi Keraton, penelitian ini dapat menambah wawasan tentang abdi dalem dan menambah koleksi perpustakaan Keraton Yogyakarta.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan dalam mengevaluasi program pemberdayaan masyarakat. 4. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan

(15)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Keraton dan Kehidupan Abdi Dalem

Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat beragam. Budaya yang masih cukup kental yang ada di Indonesia merupakan budaya yang ada di kerajaan. Masih banyak kerajaan-kerajaan yang merupakan warisan budaya leluhur yang tetap berdiri tegak dan kokoh ditengah arus modernisasi. Salah satu kerajaan tersebut adalah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebelum terjadinya perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755, Keraton Yogyakarta merupakan bagian dari kerajaan Mataram. Pada perjanjian itu, Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua bagian yaitu Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Keraton Kasunanan Surakarta. Hingga saat ini kedua keraton tersebut masih teguh berdiri ditengah arus modernisasi. Keraton Yogyakarta resmi mulai berdiri sejak tanggal 13 Februari 1755 dibawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono I atau Pangeran Mangkubumi. Sri Sultan Hamengkubuwono I terkenal sebagai ahli bangunan, perwira perang yang perkasa sekaligus pemuka kebatinan. Bangunan Keraton Yogyakarta dibangun dimasa kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono I dan beliau juga merupakan arsitek bangunan keraton ini. Segala sesuatu yang ada di dalamnya, arsitektur bangunannya, letak bangsal-bangsalnya, ukiran-ukirannya, hiasannya sampai pada warna gedung-gedungnya mempunyai arti. Pohon-pohon yang ditanam di kawasan ini juga tidak sembarangan, melainkan terdiri dari jenis-jenis yang ada maknanya. Konon semua itu mengandung nasihat agar manusia cinta dan menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, berlaku sederhana, berhati-hati dalam bertingkah laku sehari-hari dan sebagainya.

(16)

Sari, Makam Raja-Raja Keraton Yogyakarta dan Surakarta di Imogiri, Makam Kotagedhe dan masih banyak lagi. Istana Air Taman Sari berfungsi sebagai tempat pemandian raja bersama permaisuri dan para selir serta putri-putri raja.

Kehidupan di keraton tidak dapat dilepaskan dari peran seorang raja. Namun, ada juga peran penting lain yang ada di keraton yaitu peran seorang abdi dalem. Abdi dalem merupakan seseorang yang mengabdi kepada keraton dan raja untuk mencari ketenangan hidup dengan mewujudkan kesetiaan kepada keraton. Dijelaskan dalam jurnal penelitian Sulistyawati (2004) abdi dalem dibagi menjadi dua bagian yaitu abdi dalem punakawan dan abdi dalem kaprajan. Abdi dalem punakawan merupakan abdi dalem yang bertugas di keraton sedangkan abdi dalem kaprajan merupakan seluruh pegawai pemerintah daerah yang mendapat SK Gubernur dan meminta pangkat di keraton. Nama untuk para abdi dalem diberikan berdasarkan pangkat dan kedudukannya. Abdi dalem punakawan diberi nama sesuai dengan pangkat dan tempat kerja di keraton. Sementara itu, abdi dalem kaprajan diberi nama sesuai dengan pangkat dan dinas atau instansi kerjanya. Gelar anugerah juga diberikan kepada abdi dalem. Pemberian gelar ini berdasarkan pangkat dan pengabdian. Sistem penamaan dan pemberian gelar di Keraton Yogyakarta bervariasi dan terpola. Nama dan gelar memberikan identitas sosial pemiliknya dan dapat meningkatkan status sosial seorang abdi dalem.

Dalam kehidupannya, seorang abdi dalem tidaklah mencari kepuasan kehidupan duniawi atau kepuasan materi melainkan tulus ikhlas mengabdikan dirinya untuk keraton dan akan mendapatkan ketenangan hidup dan berkah yang akan diberikan oleh keraton sudah cukup memenuhi kebutuhan mereka. Tingkat kepercayaan seorang abdi dalem terhadap hal-hal mistis dan nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh keraton masih sangat tinggi. Mereka percaya bahwa akan ada bencana atau malapetaka yang akan menimpa mereka apabila mereka menentang perintah raja atau tidak melakukan suatu ritual tertentu.

Tingkat Kemodernan

Pada dasarnya modernisasi merupakan suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning (Soekanto, 1982). Menurut Koentjaraningrat seperti dikutip dalam Setiadi et al (2006), modernisasi merupakan usaha penyesuaian hidup dengan konstelasi dunia sekarang ini. Sedangkan menurut Inkeles dan Smith (1974) menjelaskan modern sebagai kecenderungan perilaku individu dalam berbagai cara. Seperti yang tertera dalam halaman 16 dalam bukunya yang berjudul Becoming Modern :

“The modern is defined as a mode of individual functioning, a set of

dispositions to act in certain ways. It is, in other words, an “ethos” in the sense in which Max Weber spoke of “the spirit of capitalism.” As Robert Bellah expressed it, the modern should be seen not “as a form

of political or economic system, but as a spiritual phenomenon or a

(17)

Seperti pada buku yang ditulis oleh Alkadri, Kusrestuwardhani dan Gauthama (2003) yang berjudul Budaya Jawa dan Masyarakat Modern, berkembangnya suatu masyarakat dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, tentu saja merubah pemahaman mereka tentang falsafah hidup yang dianut. Ada yang menyatakan bahwa kebudayaan tradisional acapkali menghambat perkembangan suatu masyarakat, terutama yang berhubungan dengan proses modernisasi. Nilai-nilai budaya masyarakat Yogyakarta sangat mendukung masyarakatnya untuk berperilaku yang bercirikan masyarakat modern. Hanya saja, dalam mempercayai hal baru, mereka cenderung berhati-hati namun tetap menghargai pendapat lain. Dengan demikian keadaan Yogyakarta saat ini dapat berkembang mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, kehati-hatian masyarakat Yogyakarta terhadap hal-hal baru dapat mengukuhkan kesadaran masyarakatnya untuk tidak melupakan kebudayaan asli daerahnya. Inilah yang menjadikan Yogyakarta daerah yang unik karena budaya asli dan budaya yang dibawa pendatang dapat hidup berdampingan secara selaras. Pada saat kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sultan sempat pindah ke Jakarta dalam melaksanakan tugas sebagai Wakil Presiden, pada masa ini kehidupan istana mulai berubah, kehidupan tradisional mulai ditinggalkan dan keluarga keraton mulai hidup dengan cara yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehidupan abdi dalem sudah modern namun keaslian dari kebudayaan mereka tidak pernah mereka tinggalkan.

Kepercayaan mereka terhadap hal-hal mistik dan irrasional yang menyebabkan mereka tetap mempercayai nilai-nilai budaya yang mereka miliki. Seperti pada buku yang ditulis oleh Artha (2009), masyarakat Yogyakarta percaya bahwa Sultan merupakan wakil Tuhan yang apabila melanggar perintah Sultan sama dengan melanggar perintah Tuhan. Ditengah arus modernisasi yang masuk ke Indonesia, Sultan tetap melakukan ritual-ritual yang wajib dilakukan dan apabila ritual tersebut tidak dilakukan maka penguasa alam semesta akan murka. Beliau tetap percaya terhadap hal-hal yang berbau mistik dan irrasional. Setiap Sultan dianggap memiliki hubungan dekat dengan penguasa Pantai Selatan atau Ratu Kidul. Hingga saat ini Sultan masih rutin menyelenggarakan upacara-upacara keagamaan yang bertujuan menyeimbangkan kosmos, menyimpan benda-benda pusaka yang digunakan sebagai simbol kekuasaan.

Kerangka Pemikiran

(18)

Keterangan : --- tidak dikaji Gambar 1 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini dapat dijelaskan bahwa tingkat kemodernan dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama mengabdi, pendapatan keluarga dan lama bekerja mencari nafkah. Secara lebih khusus diduga lama mengabdi mempengaruhi tingkat kemodernan secara negatif.

Faktor Eksternal

- Tingkat keterbukaan terhadap hal baru - Pandangan terhadap status dan kedudukan

perempuan

- Tingkat keterdedahan media massa

- Tingkat kepercayaan terhadap media massa - Tingkat materialisme

- Kontrol kelahiran - Tingkat rasionalitas

(19)

Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat Kemodernan

Berdasarkan dimensi kemodernan individu menurut Inkeles dan Smith (1974) dan pola variabel Parson, maka tingkat kemodernan individu dalam penelitian ini diukur melalui indikator di bawah ini:

a. Tingkat keterbukaan terhadap pengalaman baru merupakan pandangan seseorang untuk menerima pengalaman maupun hal baru. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat keterbukaan terhadap hal baru diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden. b. Pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, misalnya

apakah perempuan dianggap setara dengan laki-laki. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

c. Tingkat keterdedahan media massa adalah frekuensi seseorang menerima infomasi melalui berbagai macam media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat keterdedahan media massa diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

d. Tingkat kepercayaan terhadap media massa adalah tingkat kepercayaan seseorang terhadap hal-hal yang disajikan di media massa. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat kepercayaan terhadap media massa diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

e. Tingkat materialisme adalah sikap seseorang terhadap pentingnya materi. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat materialisme diberikan 5 pertanyaan, 4 pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif dan 1 pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

(20)

Dalam kuesioner penelitian ini, kontrol kelahiran diberikan 5 pertanyaan, 1 pertanyaan dalam indikator ini bersifat positif dan 4 pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

g. Tingkat rasionalitas adalah tingkat kepercayaan seseorang kepada hal-hal rasional dan mengesampingkan hal-hal-hal-hal yang dianggap irrasional. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat rasionalitas diberikan 5 pertanyaan, seluruh pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

h. Perencanaan jangka panjang adalah rencana seseorang dengan apa yang akan dilakukan di masa mendatang. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, perencanaan jangka panjang diberikan 5 pertanyaan, 4 pertanyaan bersifat positif dan 1 pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

i. Tingkat individualisme adalah seseorang mengutamakan diri sendiri dibanding kepentingan umum. Diukur menggunakan skala ordinal. Dalam kuesioner penelitian ini, tingkat individualisme diberikan 5 pertanyaan, 1 pertanyaan bersifat positif dan 4 pertanyaan bersifat negatif. Pada pembahasan ini, diambil 3 contoh pertanyaan dari 5 pertanyaan yang ada. Dikategorikan berdasarkan jawaban dan jenis kelamin responden.

2. Faktor Internal

a. Usia merupakan lama hidup seseorang sejak dilahirkan sampai sekarang berdasarkan satuan waktu.

b. Jenis kelamin adalah ciri khas biologis yang melekat pada diri seseorang. Dikategorikan menjadi laki-laki dan perempuan.

c. Lama pendidikan adalah berapa lama seseorang menempuh pendidikan formal. Dihitung berdasarkan satuan waktu.

d. Lama mengabdi adalah berapa lama seorang abdi dalem mengabdikan dirinya untuk Keraton Yogyakarta. Dihitung berdasarkan satuan waktu.

e. Pendapatan keluarga adalah pendapatan setiap bulan yang dihasilkan oleh seluruh anggota keluarga inti yang sudah berpenghasilan. Akan dikategorikan sesuai dengan hasil survei di lapangan.

f. Lama bekerja mencari nafkah adalah berapa lama seorang abdi dalem bekerja diluar mengabdi kepada Keraton Yogyakarta dengan tujuan memenuhi kebutuhan keluarga yang bersifat material. Dihitung berdasarkan satuan waktu.

(21)

2. Pedagang kecil/informal 3. Pekerja pabrik/industri 4. Pegawai kantor

(22)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dan didukung dengan data kualitatif untuk memperkaya analisis. Metode kualitatif dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam dengan abdi dalem Keraton Yogyakarta. Metode kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survey melalui kuesioner.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Keraton Yogyakarta, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lampiran 1). Lokasi tersebut dipilih dengan alasan budaya yang terdapat di Keraton Yogyakarta masih kental dan nilai-nilai lokal yang ada masih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat keraton.

Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan (Tabel 1). Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Tabel 1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014

(23)

Teknik Penentuan Informan dan Responden

Populasi penelitian ini adalah abdi dalem punakawan di Keraton Yogyakarta. Abdi dalem punakawan merupakan abdi dalem yang bertugas di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Informan ditentukan berdasarkan informasi yang dimiliki mengenai abdi dalem dan Keraton Yogyakarta. Kemudian, teknik penentuan responden menggunakan teknik accidental sampling (Sugiyono 2004) dengan kriteria, pertama jenis kelamin, diambil 30 orang laki-laki dan 30 orang perempuan kemudian yang kedua usia, untuk masing-masing kelompok jenis kelamin, diambil 15 orang yang berusia >50 tahun dan 15 orang yang berusia ≤50 tahun. Teknik accidental sampling dilakukan dalam penelitian ini karena pihak Keraton tidak memiliki data-data tentang abdi dalem yang akurat seiring dengan berjalannya waktu dan pihak Keraton pun tidak bersedia untuk memberikan data tersebut.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara dengan informan dan responden. Wawancara dilakukan menggunakan bahasa Jawa. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai pustaka lainnya seperti buku, jurnal penelitian, skripsi, dan lain-lain mengenai abdi dalem Kraton Yogyakarta.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan Minitab 16. Data primer yang diperoleh secara kuantitatif kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisis regresi. Analisis regresi menggunakan uji statistik yaitu uji regresi dengan nilai signifikansi sebesar α(0,10), artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat kepercayaan sebesar 90 persen dan tingkat kesalahan sebesar 10 persen. Berikut adalah persamaan regresi linier berganda:

(24)

Berdasarkan dimensi kemodernan individu menurut Inkeles dan Smith (1974) dan pola variabel Parson, maka tingkat kemodernan individu dalam penelitian ini diukur melalui 9 indikator yaitu: tingkat keterbukaan terhadap pengalaman baru, pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, tingkat keterdedahan media massa, tingkat kepercayaan media massa, tingkat materialisme, kontrol kelahiran, tingkat rasionalitas, perencanaan jangka panjang dan tingkat individualisme.

(25)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Keberadaan Keraton Yogyakarta sangat berpengaruh terhadap keistimewaan provinsi ini.

Kondisi Geografis

Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah provinsi Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Klaten di sebelah timur laut, Kabupaten Wonogiri di sebelah tenggara, Kabupaten Purworejo di sebelah barat dan Kabupaten Magelang di sebelah barat laut.

Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7°.33 - 8°.12 LS dan 110°.00 - 110°.50 BT, tercatat memiliki luas 3 185.80 km² atau 0.17 persen dari luas Indonesia, merupakan provinsi terkecil setelah provinsi DKI Jakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas 1 kotamadya dan 4 kabupaten yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438 desa atau kelurahan.

Tabel 2 Luas wilayah Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km²) Luas Wilayah (%)

Kabupaten Kulonprogo 586.27 18.40

Kabupaten Bantul 506.85 15.91

Kabupaten Gunungkidul 1 485.36 46.63

Kabupaten Sleman 574.82 18.04

Kota Yogyakarta 32.50 1.02

Daerah Istimewa Yogyakarta 3 185.80 100.00

Sebagian besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat sebesar 65.65 %, ketinggian kurang dari 100 m dari permukaan laut sebesar 28.84 %, ketinggian antara 500 m – 999 m dari permukaan laut sebesar 5.04 % dan ketinggian di atas 1000 m dari permukaan laut tercatat sebesar 0.74 %.

(26)

Sistem Pemerintahan

Daerah Istimewa Yogyakarta dipimpin oleh seorang Gubernur dan Wakil Gubernur. Sesuai dengan tradisi dan UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Sultan Yogyakarta yang bertahta dan Wakil Gubernur merupakan Pangeran Paku Alam yang bertahta.

Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas 1 kotamadya yaitu Kota Yogyakarta dan 4 kabupaten yaitu Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunugkidul, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Kepala daerah masing-masing wilayah tersebut dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada umumnya, masa jabatan Bupati dan Walikota pun sama seperti di daerah lain di luar Daerah Istimewa Yogyakarta.

Keadaan Penduduk

Menurut Sensus Penduduk 2010, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki jumlah penduduk sebanyak 3 452 390 jiwa dengan proporsi 1 705 404 laki-laki dan 1 746 986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1 084 jiwa per km².

(27)

Tabel 4 Jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas menurut jenis pekerjaan pada tahun 2012

Jenis Pekerjaan Februari Agustus

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Tenaga Profesional 74 093 86 735 56 266 70 790 Istimewa Yogyakarta, 92.28 persen diantaranya memeluk agama Islam. Kemudian 4.73 persen beragama Katholik, pemeluk agama Kristen sebanyak 2.60 persen, pemeluk agama Hindu sebanyak 0.24 persen dan pemeluk agama Budha sebanyak 0.14 persen.

Tabel 5 Jumlah pemeluk agama Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012

Sumber: Kementrian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta

Sarana dan Prasarana

(28)

Tabel 6 Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta

Sumber: Dinas Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada jenjang perguruan tinggi, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 10 Perguruan Tinggi Negeri. Adapun Perguruan Tinggi Swasta tercatat sebanyak 112 institusi, dengan rincian sebanyak 18 universitas, 42 sekolah tinggi/institut, serta 7 politeknik dan 45 akademi.

(29)

Tabel 7 Jumlah sarana kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012

Sumber: Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta

(30)

Tabel 8 Jumlah tempat peribadatan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Tempat Ibadah Kabupaten / Kota DIY

Kulon

Sumber: Kementrian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki satu bandar udara Adisucipto. Bandar udara ini digunakan untuk penerbangan domestik maupun internasional. Daerah Istimewa Yogyakarta juga memiliki dua stasiun kereta api besar yaitu stasiun kereta api Tugu dan Lempuyangan. Transportasi umum yang tersedia di Yogyakarta merupakan bis kota dan Trans Jogja. Trans Jogja merupakan bis kota yang menghubungkan antara kota Yogyakarta dengan kabupaten yang lain.

Objek Wisata

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak objek wisata yang menarik bagi wisatawan. Objek wisata yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat beragam, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata belanja dan wisata kuliner.

Tabel 9 Jumlah objek wisata dan pengunjung di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012

Kabupaten / Kota Jumlah Objek Wisata

(31)

Gambaran Umum Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1756 di wilayah Hutan Beringan. Istilah dari Yogyakarta sendiri berasal dari kata Yogya dan Karta. Yogya artinya baik dan Karta artinya makmur. Istilah Keraton berasal dari kata ka-ratu-an, yang berarti tempat tinggal ratu atau raja. Dapat diuraikan secara sederhana bahwa lingkungan seluruh struktur dan bangunan wilayah keraton mengandung arti tertentu yang berkaitan dengan salah satu pandangan hidup Jawa yang sangat esensial, yaitu Sangkan Paraning Dumadi (dari mana asalnya manusia dan kemana akhirnya manusia setelah mati).

Wilayah Keraton Yogyakarta membentang antara Tugu (batas utara) dan Krapyak (batas selatan), antara Sungai Code (sebelah timur) dan Sungai Winongo (sebelah barat), antara Gunung Merapi dan Laut Selatan. Garis besarnya, wilayah Keraton memanjang sepanjang 5 kilometer dari Panggung Krapyak di sebelah selatan hingga Tugu Keraton di sebelah utara dan terdapat garis linier dualisme terbalik yang bisa dibaca secara simbolik filosofis.

Dari arah selatan ke utara mulai dari Panggung Krapyak melambangkan arti proses terjadinya manusia, mulai ketika masih berada di alam arwah sampai hadir ke dunia karena adanya ibu dan bapak. Panggung Krapyak dianggap sebagai penjelmaan dari perempuan atau ibu (Yoni) dan Tugu Keraton Yogyakarta dianggap sebagai penjelmaan dari laki-laki atau bapak (Lingga). Dalam hal ini Keraton sebagai badan jasmani manusia, sedang Raja atau Sultan adalah lambang jiwa sejati yang hadir ke dalam badan jasmani. Sedangkan dari arah utara ke selatan, melambangkan proses perjalanan manusia pulang kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebagai asal dari segala apa yang ada (Dumadi). Oleh karena itu sebutan Sangkan Paraning Dumadi adalah sebutan lain untuk Tuhan dalam pandangan hidup Jawa. Panggung Krapyak adalah tempat tinggi, dalam hal ini adalah lambang tempat asalnya manusia secara esensial di sisi Tuhan sebagai tempat yang tinggi.

(32)

Adapun fungsi Keraton Yogyakarta antara lain: 1. Sebagai tempat tinggal Raja dan keluarganya. 2. Sebagai pusat pemerintahan.

3. Sebagai pusat kebudayaan dan pengembangannya.

4. Pada masa kemerdekaan, mulai dibuka untuk kepentingan umum, seperti kegiatan pariwisata, ilmu pengetahuan, serta kegiatan lain yang ada hubungannya dengan kepentingan masyarakat.

5. Merupakan museum perjuangan bangsa karena Yogyakarta dengan Keratonnya pernah digunakan sebagai tempat kegiatan perjuangan fisik maupun kegiatan pemerintahan ketika Ibukota Republik Indonesia berada di Yogyakarta.

Keraton Yogyakarta dipimpin oleh seorang raja atau Sultan yang dimulai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I yang terus dilanjutkan oleh keturunannya. Saat ini, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang memimpin Keraton Yogyakarta Hadiningrat sejak tanggal 7 Maret 1989. Untuk menyelenggarakan pemerintahan Keraton, Sri Sultan dibantu oleh para Pangeran dan Abdi Dalem. Setiap Pangeran diberi tugas untuk mengepalai sebuah kantor yang ada di dalam Keraton yang bertugas mengurus segala kebutuhan Keraton. Menurut Pranatan yang mengatur tentang struktur pemerintahan Keraton Yogyakarta, yang ditetapkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, pada tanggal 8 November 1999, kantor yang ada di Keraton terdiri dari beberapa bebadan yang masing-masing mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda. Kantor-kantor tersebut antara lain:

A. KAWEDANAN HAGENG PUNOKAWAN PARWA BUDAYA, yang dibentuk dari gabungan:

1. KHP. Krida Mardawa 2. Kawedanan Pengulon 3. Kawedanan Puralaya 4. Kawedanan Keputren

B. KAWEDANAN HAGENG PUNOKAWAN NITYA BUDAYA, yang dibentuk dari gabungan:

(33)
(34)

TINGKAT KEMODERNAN ABDI DALEM

Karakteristik Responden

Abdi dalem punakawan merupakan abdi dalem yang bekerja di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta. Abdi dalem memiliki kepercayaan bahwa mengabdi di Keraton untuk mendapatkan ketenangan hidup yang abadi. Dalam penelitian ini, diambil 60 responden yang merupakan abdi dalem punakawan.

Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini, diambil sebanyak 60 responden yang merupakan abdi dalem punakawan. 30 responden merupakan responden laki-laki dan 30 yang lainnya merupakan responden perempuan. Hal ini bertujuan agar terlihat perbedaan tingkat kemodernan antara laki-laki dan perempuan.

Usia

Responden dalam penelitian ini dikategorikan menurut usia >50 tahun dan ≤50 tahun. Hal ini bertujuan agar terlihat perbedaan antara abdi dalem yang mengalami kepemimpinan raja yang sebelumnya dan yang tidak mengalami kepemimpinan raja yang sebelumnya.

Status Sosial atau Jabatan

Responden dalam penelitian ini, sebanyak 20 responden yang berpangkat sebagai bekel. Kemudian, sebanyak 10 responden yang berpangkat sebagai jajar. Sebanyak 5 orang responden berpangkat sebagai penewu. Sebanyak 7 orang responden berpangkat sebagai lurah. Sebanyak 3 responden yang berpangkat sebagai riyo. Sebanyak 5 orang responden berpangkat sebagai wedana. Kemudian, sebanyak 10 orang responden berpangkat sebagai Kangjeng Raden Tumenggung.

Pendidikan

(35)

Pendapatan Keluarga

Dalam penelitian ini, pendapatan keluarga abdi dalem sangat beragam. Hal itu disebabkan oleh apakah abdi dalem memiliki pekerjaan lain atau tidak diluar mengabdi dan pekerjaan suami atau istri abdi dalem. Sebanyak 43 responden mendapatkan pendapatan keluarga sebesar ≤ Rp 1 500 000 setiap bulan, kemudian sebanyak 12 responden mendapatkan pendapatan keluarga antara Rp 1 500 001 – Rp 3 000 000 setiap bulan dan sebanyak 5 responden mendapatkan pendapatan keluarga sebesar > Rp 3 000 001.

Lama Mengabdi

Dalam penelitian ini, lama mengabdi diukur dengan seberapa lama responden mengabdi di Keraton. Dikategorikan rendah, sedang dan tinggi. Kategori rendah antara 0-10 tahun, kategori sedang antara 11-20 tahun dan kategori tinggi diatas 21 tahun. Sebanyak 22 orang responden termasuk dalam kategori rendah, sebanyak 26 orang responden termasuk dalam kategori sedang dan sebanyak 12 orang responden termasuk dalam kategori tinggi.

Tingkat Kemodernan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta

Penelitian ini dilakukan kepada 60 orang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Penelitian tentang tingkat kemodernan yang terjadi pada abdi dalem Keraton Yogyakarta ini menunjukkan bahwa abdi dalem yang memiliki tingkat kemodernan yang tinggi lebih banyak dibanding abdi dalem yang tingkat kemodernannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa abdi dalem sudah mengalami perubahan walaupun prinsip-prinsip dan kepercayaan yang ada di Keraton Yogyakarta tetap dipegang teguh oleh para abdi dalem.

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin, usia dan tingkat kemodernan

Jenis Kelamin Usia Tingkat Kemodernan Total Rendah Tinggi

Menurut tabel di atas, abdi dalem yang memiliki tingkat kemodernan rendah terdapat 43.34 persen dan yang memiliki tingkat kemodernan tinggi 56.66 persen. Hal ini menunjukkan bahwa abdi dalem yang memiliki tingkat kemodernan tinggi lebih banyak dibanding abdi dalem yang tingkat kemodernan rendah.

(36)

Tingkat Keterbukaan Terhadap Pengalaman Baru

Tingkat keterbukaan terhadap hal baru merupakan suatu cara untuk melihat pandangan seseorang untuk menerima pengalaman maupun hal baru. Hal ini juga untuk melihat apakah seseorang siap untuk menerima suatu perubahan. Semakin tinggi tingkat keterbukaan seseorang terhadap hal baru, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang tersebut. responden yang memiliki tingkat keterbukaan terhadap hal baru rendah dan 46.66 persen yang lainnya tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 53.34 persen responden tersebut masih belum membuka diri untuk hal-hal baru. Abdi dalem juga masih belum berani untuk melakukan sesuatu yang akan mendatangkan resiko yang besar. Mereka beranggapan bahwa mereka sudah memiliki hidup yang baik dengan mengabdi di Keraton dan tidak ingin meninggalkan kehidupan di Keraton hanya demi mendapatkan kebutuhan materi.

Seperti yang diungkapkan salah seorang responden yaitu Bapak Y yang berusia 69 tahun, beliau merupakan seorang pedagang informal. Berikut pernyataan Bapak Y mengenai pandangannya terhadap hal baru:

“... Ya mau ngapain lagi Mbak, udah enak hidup di Keraton, kenapa mesti nyari kerja di luar kota. Hidup ini kan nggak cuma nyari materi aja, ketentraman hati itu yang paling utama. Kalau hati tentram, semuanya pasti lancar. Intinya nurut sama perintah Sultan pasti

hidupnya enak.”

(37)

Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat keterbukaan terhadap hal baru, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % n % N % N %

Apakah Anda tergabung ke dalam suatu organisasi, seperti kelompok sosial atau kelompok politik ?

11 18.33 19 31.67 7 11.67 23 38.33 18 30.00 42 70.00

Apakah Anda tertarik untuk mendapat jaminan kehidupan yang lebih baik tetapi Anda harus pindah jauh dari rumah dengan kondisi budaya dan bahasa yang berbeda ?

6 10.00 24 40.00 1 1.67 29 48.33 7 11.67 53 88.33

Apakah Anda pernah melakukan perjalanan yang jauh dari rumah dan anda belum mengenal sama sekali daerah tersebut ?

(38)

Pandangan Terhadap Status dan Kedudukan Perempuan

Pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan merupakan ukuran untuk melihat anggapan seseorang bahwa seorang perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki, atau biasa dikenal dengan kesetaraan gender. Semakin tinggi pandangan seseorang terhadap status dan kedudukan seorang perempuan, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang tersebut.

Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan

Berdasarkan tabel 13 di atas, sebanyak 8.34 persen responden mendapatkan hasil yang rendah dan 91.66 persen responden mendapatkan hasil yang tinggi dalam indikator pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa 91.66 persen responden setuju apabila perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Mereka tidak lagi beranggapan bahwa perempuan hanya boleh mengurus rumah tangga dan tidak boleh bekerja di luar rumah.

Pada pertanyaan nomor 16 yang menanyakan apabila responden memiliki seorang anak perempuan yang masih lajang dan sudah bekerja akan bekerja di luar kota apakah responden akan mengizinkan, sebanyak 56.66 persen responden menjawab ya dan 43.34 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 17 yang menanyakan menurut pandangan responden apakah seorang perempuan boleh menjadi pemimpin sebuah kelompok yang beranggotakan laki-laki, sebanyak 91.67 persen responden menjawab ya dan 8.33 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 18 yang menanyakan menurut pandangan responden apakah seorang perempuan yang sudah berkeluarga boleh

Box 1 Kasus Ibu H (75 Tahun)

(39)
(40)

Tabel 14 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai pandangan terhadap status dan kedudukan perempuan, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

N % n % n % n % N % N %

Misalnya, Anda memiliki seorang anak perempuan yang masih lajang dan sudah bekerja. Suatu ketika, anak perempuan Anda diharuskan untuk bekerja di luar kota. Demi memenuhi kebutuhan keluarga Anda, apakah Anda mengizinkan ?

23 38.33 7 11.67 11 18.33 19 31.67 34 56.67 26 43.33

Menurut pandangan Anda, apakah perempuan boleh menjadi seorang ketua atau memimpin sebuah kelompok yang beranggotakan laki-laki ?

27 45.00 3 5.00 28 46.67 2 3.33 55 91.67 5 8.33

Menurut pendapat Anda, apakah seorang perempuan yang sudah berkeluarga boleh bekerja di luar rumah ?

(41)

Tingkat Keterdedahan Media Massa

Tingkat keterdedahan media massa merupakan frekuensi seseorang menerima informasi melalui berbagai macam media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Semakin tinggi tingkat keterdedahan seseorang terhadap media massa, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang tersebut.

Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat keterdedahan media massa

Jenis Kelamin

Tingkat keterdedahan media massa Total

Rendah Tinggi mendapatkan hasil rendah dan 40.00 persen responden mendapatkan hasil tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 60.00 persen responden masih belum mendapatkan akses yang mudah untuk mendapatkan informasi melalui media massa. Khususnya media internet, masih banyak abdi dalem yang belum mengerti tentang penggunaan internet. Hal ini juga dikarenakan oleh tingkat pendidikan responden.

Seperti yang diungkapkan salah seorang responden Ibu S (32 tahun) yang sudah 10 tahun mengabdi di Keraton. Beliau hanya menempuh pendidikan hingga lulus Sekolah Dasar. Berikut pernyataan Ibu S mengenai tingkat keterdedahan media massa:

“... Walah Mbak, boro-boro saya mau belajar soal internet. Saya kan cuma lulusan SD. Kerja juga cuma ngurus anak-anak dan suami sama tugas di Keraton. Nggak perlu pake internet segala.”

(42)

Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat keterdedahan media massa, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % n % N % N %

Apakah Anda berlangganan koran atau majalah ? 13 21.67 17 28.33 11 18.33 19 31.67 24 40.00 36 60.00 Apakah Anda selalu menonton televisi ketika Anda memiliki

waktu luang ?

29 48.33 1 1.67 30 50.00 0 0.00 59 98.33 1 1.67

(43)

Tingkat Kepercayaan Terhadap Media Massa

Tingkat kepercayaan terhadap media massa merupakan tingkat kepercayaan seseorang terhadap hal-hal yang disajikan di media massa. Semakin tinggi tingkat kepercayaan seseorang terhadap media massa, maka semakin modern orang tersebut.

Tabel 17 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan tingkat kepercayaan terhadap media massa

Jenis Kelamin

Tingkat kepercayaan terhadap media massa Total

Rendah Tinggi

N % n % N %

Laki-laki 16 26.67 14 23.33 30 50.00

Perempuan 6 10.00 24 40.00 30 50.00

Total 22 36.67 38 63.33 60 100.00

Berdasarkan tabel 17 di atas, sebanyak 36.67 persen responden mendapat hasil rendah dan 63.33 persen responden mendapat hasil tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 63.33 persen responden percaya akan informasi-informasi yang disajikan di media massa dibanding informasi-informasi yang didapat dari seseorang yang dikenal.

(44)

Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat kepercayaan terhadap media massa, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % n % N % N %

Apakah Anda lebih percaya kepada berita yang terdapat di koran atau majalah dibanding informasi yang Anda dapat dari teman ?

14 23.33 16 26.67 18 30.00 12 20.00 32 53.33 28 46.67

Apakah Anda lebih tertarik menonton televisi swasta nasional dibanding televisi lokal ?

19 31.67 11 18.33 26 43.33 4 6.67 45 75.00 15 25.00

Apakah Anda lebih tertarik membaca berita di surat kabar nasional dibanding surat kabar yang hanya terbit di Yogyakarta saja ?

(45)

Tingkat Materialisme

Tingkat materialisme merupakan sikap seseorang terhadap pentingnya materi bagi hidup orang tersebut. Inkeles dan Smith (1974) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat materialisme seseorang maka semakin tinggi tingkat kemodernan seseorang tersebut. Manusia modern dianggap realistis bahwa hidup di dunia ini pasti membutuhkan materi. Sehingga semakin tinggi tingkat materialisme seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang tersebut. materialisme tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 98.33 persen responden memang mengabdi dengan ketulusan hati mereka tanpa memikirkan materi atau upah apa yang akan mereka dapatkan nantinya. Ketentraman batin dan ketenangan hidup adalah tujuan mereka dalam mengabdi di Keraton. Mereka percaya bahwa dengan ketulusan mengabdi yang mereka berikan untuk Keraton, maka keluarga mereka akan selalu mendapatkan rezeki dan dijauhkan dari segala malapetaka.

Pada pertanyaan nomor 31 yang menanyakan apakah responden bersedia mengabdi untuk Keraton walaupun tidak diberi imbalan berupa gaji, sebanyak 88.33 persen responden menjawab ya dan 11.67 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 32 yang menanyakan apakah responden selalu berharap diberi imbalan ketika melakukan sesuatu, sebanyak 18.33 persen responden menjawab ya dan 81.67 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 33 yang menanyakan apakah responden akan menerima apabila responden akan diberi gaji tetap tetapi mengharuskan untuk berhenti menjadi

Box 2 Kasus Bapak A (53 Tahun)

(46)
(47)

Tabel 20 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat materialisme, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % N % n % N % N %

Apakah Anda bersedia mengabdi untuk Keraton walaupun tidak diberi imbalan berupa uang/gaji ?

27 45.00 3 5.00 26 43.33 4 11.67 53 88.33 7 11.67

Apakah Anda selalu berharap diberi imbalan ketika Anda melakukan sesuatu ?

2 3.33 28 46.67 9 15.00 21 35.00 11 18.33 49 81.67

Jika ada seseorang yang menawarkan kepada Anda suatu pekerjaan dengan gaji sebesar Rp. 10.000.000 setiap bulannya tetapi mengharuskan Anda untuk berhenti menjadi seorang abdi dalem, apakah Anda akan menerima ?

(48)

Kontrol Kelahiran

Kontrol kelahiran merupakan usaha seseorang untuk mengontrol kelahiran anak dalam suatu keluarga. Keluarga yang dapat mengontrol kelahiran anak mereka maka sudah dianggap sebagai keluarga yang modern. Kontrol kelahiran sangat berhubungan dengan jumlah anak yang dimiliki dan jarak kelahiran antara anak yang satu dengan yang lain. Apabila jumlah anak yang relatif banyak dan jarak usia anak yang dekat maka dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut tidak dapat mengontrol kelahiran anak-anak mereka. Kontrol kelahiran ini dapat diusahakan melalui penggunaan alat kontrasepsi yang dianjurkan oleh pemerintah.

Tabel 21 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dan pandangan terhadap kontrol kelahiran tingkat kontrol kelahiran yang rendah dan sebanyak 91.67 persen responden memiliki tingkat kontrol kelahiran yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 91.67 persen responden tidak setuju dengan anggapan bahwa jumlah anak yang banyak maka akan banyak pula rezeki yang didapat. Mereka juga tidak setuju dengan jarak kelahiran anak yang terlalu dekat.

Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden, Ibu T (71 tahun) yang hanya memiliki 1 orang putra dan 1 orang putri. Beliau mengaku melakukan program Keluarga Berencana. Berikut pernyataan Ibu T mengenai kontrol kelahiran:

“...Ya kalau dulu sih KB Mbak, makanya anak saya cuma

dua. Kebutuhan kan banyak, kalau anaknya banyak ya kebutuhannya kan pasti lebih banyak. Saya mau anak saya dapat pendidikan sampai kuliah, rumah nyaman, makan serba kecukupan. Anak kan titipan Tuhan, harus dijaga dengan baik. Kalau anak banyak tapi terlantar kan malah

jadi dosa.”

(49)

Tabel 22 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai kontrol kelahiran, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

N % n % n % n % N % N %

Apakah Anda setuju dengan anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki ?

6 10.00 24 40.00 6 10.00 24 40.00 12 20.00 48 80.00

Apakah Anda setuju dengan menikah di usia muda ? 11 18.33 19 31.67 1 1.67 29 48.33 12 20.00 48 80.00 Apakah Anda setuju dengan kelahiran anak dengan jarak yang

dekat ?

(50)

Tingkat Rasionalitas

Tingkat rasionalitas merupakan tingkat kepercayaan seseorang kepada hal-hal rasional dan mengesampingkan hal-hal-hal-hal yang dianggap irrasional. Semakin tinggi tingkat rasionalitas seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan seseorang tersebut. tingkat rasionalitas yang rendah dan 30.00 persen responden memiliki tingkat rasionalitas yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 70.00 persen responden masih percaya akan adanya hal-hal gaib dan bersifat irrasional. Kepercayaan bahwa pusaka-pusaka dan kereta kuda memiliki penunggu masih dipegang teguh oleh para abdi dalem.

Pada pertanyaan nomor 41 yang menanyakan apakah responden percaya dengan hal-hal mistis, sebanyak 63.33 persen responden menjawab ya dan 36.67 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 42 yang menanyakan apakah responden percaya apabila sebuah keris atau kereta kuda memiliki “penunggu”, sebanyak 75.00 persen responden menjawab ya dan 25.00 persen responden menjawab tidak. Pada pertanyaan nomor 44 yang menanyakan apakah responden percaya apabila tidak melakukan ritual tertentu maka penguasa alam akan marah dan akan terjadi bencana alam, sebanyak 45.00 persen responden menjawab ya dan 55.00 persen responden menjawab tidak. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam tabel 24.

Box 3. Kasus Bapak B (43 Tahun)

(51)

Tabel 24 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat rasionalitas, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % N % N % N %

Apakah Anda percaya dengan hal-hal mistis ? 21 35.00 9 15.00 17 28.33 13 21.67 38 63.33 22 36.67 Apakah benar apabila sebuah keris atau kereta kuda memiliki

seorang “penunggu” ? 22 36.67 8 13.33 23 38.33 7 11.67 45 75.00 15 25.00 Apakah apabila tidak dilakukan ritual-ritual tertentu, maka

penguasa alam atau makhluk gaib akan marah dan akan terjadi bencana alam ?

(52)

Perencanaan Jangka Panjang

Perencanaan jangka panjang merupakan penyusunan rencana yang dilakukan seseorang di masa mendatang. Semakin matang perencanaan seseorang terhadap masa depannya, maka semakin tinggi tingkat kemodernan seseorang tersebut.

Berdasarkan tabel 25 diatas, sebanyak 13.33 persen responden memiliki tingkat perencanaan terhadap jangka panjang yang rendah dan 86.67 persen responden memiliki tingkat perencanaan jangka panjang yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 86.67 persen responden sudah merencanakan apa yang akan mereka lakukan 5 sampai 10 tahun ke depan.

Seperti yang dinyatakan salah seorang responden, Bapak E (47 tahun). Beliau memiliki 1 orang putra dan 2 orang putri. Beliau mengaku sudah menyiapkan pendidikan untuk ketiga anaknya hingga perguruan tinggi. Berikut pernyataan Bapak E mengenai perencanaan jangka panjang:

“...Saya sudah menyiapkan tabungan pendidikan untuk

anak-anak saya bahkan sejak mereka masih TK. Saya juga ikut program asuransi, prepare for the worst Mbak takutnya ada apa-apa kan kita nggak tau. Jangan sampai anak-anak sama istri saya hidup kekurangan.”

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Bapak B (43 tahun). Beliau merupakan seorang abdi dalem yang juga seorang ahli perancang bangunan. Beliau mengaku sudah menyiapkan tabungan dan mendaftarkan diri ke salah satu perusahaan asuransi. Berikut pernyataan Bapak B mengenai perencanaan jangka panjang:

“...Saya belum punya anak Mbak, saya cuma hidup berdua sama istri saya. Saya pingin banget punya anak, siapa juga kan Mbak yang nggak mau punya anak. Tapi ya walaupun saya belum punya anak, saya sama istri saya udah nyiapin tabungan pendidikan sama asuransi buat anak-anak saya nanti. Kalau saya udah tua nanti kan makin susah cari uang, biaya hidup juga pasti makin tinggi. Nggak ada salahnya kan kalau saya siapin buat

anak saya dari sekarang, sekalipun anaknya belum ada.”

(53)
(54)

Tabel 26 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai perencanaan jangka panjang, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

N % n % n % n % N % N %

Apakah Anda selalu menyisihkan uang Anda untuk tabungan masa depan anak Anda ?

25 41.67 5 8.33 26 43.33 4 6.67 51 85.00 9 15.00

Apakah Anda sudah memikirkan warisan untuk anak-anak Anda kelak ?

21 35.00 9 15.00 20 33.33 10 16.67 41 68.33 19 31.67

Apakah Anda sudah merencanakan pendidikan anak Anda hingga Perguruan Tinggi ?

(55)

Tingkat Individualisme

Tingkat individualisme merupakan seberapa jauh seseorang mementingkan kepentingan pribadinya dibanding kepentingan umum. Semakin tinggi tingkat individualisme seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kemodernan orang tersebut. memiliki tingkat individualisme yang rendah. Mereka memiliki hubungan yang baik terutama dengan sesama abdi dalem. Responden lebih mementingkan kepentingan umum dibanding kepentingan pribadinya. Hal ini juga ditunjukkan pada sikap abdi dalem yang tidak mementingkan kebutuhan materi mereka tapi memang tulus mengabdi untuk Keraton.

Seperti yang diungkapkan seorang responden, Ibu D (52 tahun). Beliau tidak bekerja di luar Keraton, sehingga aktivitasnya lebih banyak terjadi di rumah. Beliau seorang ibu rumah tangga yang memiliki 3 anak. Hubungan dengan tetangga dan teman sesama abdi dalem harus beliau bina dengan baik. Berikut pernyataan Ibu D mengenai tingkat individualisme:

“... Di dunia ini kita kan nggak bisa sendiri Mbak, selalu saling membutuhkan. Tukang cukur aja butuh tukang cukur yang lain buat nyukur rambutnya. Jangan merasa bisa hidup sendiri, apalagi kalo merasa udah punya banyak uang. Pasti jadi sombong dan nggak merasa butuh orang lain. Saya nggak mau kayak gitu Mbak.”

(56)

Tabel 28 Jumlah dan persentase responden menurut pertanyaan dalam kuesioner mengenai tingkat individualisme, jenis kelamin dan jawaban pertanyaan

Pertanyaan Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Jawaban Jawaban Jawaban

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % N % N % N %

Apakah Anda selalu bertegur sapa kepada tetangga sekitar rumah Anda ?

29 48.33 1 1.67 29 48.33 1 1.67 58 96.66 2 3.34

Apakah Anda mengenal baik tetangga sekitar rumah Anda ? 30 50.00 0 0.00 30 50.00 0 0.00 60 100.00 0 0.00 Apakah Anda selalu membantu sesama abdi dalem ketika mengalami

kesulitan ?

(57)

Ikhtisar

(58)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

KEMODERNAN ABDI DALEM

Dalam penelitian yang menganalisis tentang tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta beserta faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan tersebut. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan tersebut yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Namun, dalam penelitian ini faktor eksternal tidak dikaji lebih dalam. Terdapat 7 variabel dalam faktor internal yaitu, usia, jenis kelamin, lama menempuh pendidikan formal, lama mengabdi di Keraton Yogyakarta, lama bekerja di luar Keraton, jenis pekerjaan, dan pendapatan keluarga.

Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta merupakan usia, jenis kelamin, lama pendidikan, lama mengabdi, pendapatan keluarga, lama bekerja mencari nafkah dan jenis pekerjaan. Faktor internal ini diuji secara kuantitatif melalui pengisian kuesioner dan kemudian diolah menggunakan uji analisis regresi linier berganda yang persamaanya sebagai berikut:

Usia

Menurut hasil uji analisis regresi linier berganda, usia tidak berpengaruh terhadap tingkat kemodernan abdi dalem Keraton Yogyakarta. Hal ini, bertentangan dengan hipotesis penelitian. Pada hipotesis penelitian disebutkan bahwa usia akan berpengaruh. Dengan kata lain, semakin tua usia seseorang maka semakin rendah tingkat kemodernannya. Namun, berbeda dengan yang terjadi di lapangan.

Seperti yang terjadi pada salah seorang responden, Bapak K (43 tahun). Beliau merupakan abdi dalem yang tingkat kemodernannya tergolong rendah. Beliau menyatakan bahwa tuntunan hidup beliau merupakan kepercayaan yang ada di Keraton. Nilai-nilai tradisional yang masih beliau jadikan panutan untuk menjalani hidup. Berikut pernyataan Bapak K mengenai tuntunan hidup yang beliau pegang:

“... Ya memang paling tenang itu ya nurut perintah

Sultan, nggak neko-neko, nggak ngejar materi. Hidup gotong royong. Nggak punya uang tapi hati tetep tenang

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran
Tabel 1  Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014
Tabel 2  Luas wilayah Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 3  Jumlah  dan persentase penduduk Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

%elain rumah sehat dan jamban, sarana sanitasi lain yag diperiksa di antaranya %/B, %/L dan tempat pengolahan sampah. Dari hasil pemeriksaan yang

Tumbuhan pada habitus li- chen yang jumlahnya paling banyak ditemukan yaitu Parmalia saxalitas , tumbuhan yang jumlah- nya paling banyak ditemukan pada habitus herba

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara peningkatan pembelajaran bermakna

[r]

Metode pelaksanaan Kegiatan Program Kemitraan Masyarakat di Dusun Mangelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto ini lebih ditujukan kepada pemecahan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pada pengujian aktivitas ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak) menunjukkan terdapat daya hambat atau memiliki aktivitas antibakteri

Kondisi ini disebakan karena perusahaan mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen, pengetahuan tersebut diperoleh dari layanan pengaduan yang diberikan kepada konsumen,

Pusat-pusat besar pada umumnya berbentuk kota-kota besar, metropolis atau megapolis, dikategorikan sebagai daerah inti, dan daerah-daerah yang relatif statis sisanya