• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Dan Taraf Hidup Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Dan Taraf Hidup Masyarakat"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

(Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor)

MONA EL SAHAWI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata dan Tingkat Taraf Hidup Masyarakat” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

MONA EL SAHAWI. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata dan Taraf Hidup Masyarakat TITIK SUMARTI.

Pengembangan desa wisata berbasis lokal memerlukan partisipasi masyarakat untuk mengembangkan desanya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata, menganalisis hubungan faktor eksternal dan internal terhadap tingkat partisipasi, menganalisis taraf hidup masyarakat, menganalisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat taraf hidup masyarakat. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan metode survey yang didukung data kualitatif. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 50 responden, merupakan anggota dan pengurus Desa Wisata Pasir Eurih. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan memiliki hubungan sedang dan signifikan terhadap tingkat partisipasi. Metode pelaksanaan kegiatan menunjukkan hubungan yang sangat kuat dan signifikan dengan tingkat partisipasi. Tingkat usia, lama menetap, dan jumlah anggota keluarga menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan tingkat partisipasi. Kemudian tingkat partisipasi menunjukkan hubungan yang lemah tidak signifikan terhadap tingkat taraf hidup masyarakat.

Kata Kunci: partisipasi, faktor internal, faktor eksternal, taraf hidup

MONA EL SAHAWI. Community Participation in the Development of Tourism Village and Society Standard of Living. Supervised by TITIK SUMARTI.

ABSTRACT

The development of tourism village requires community participation to develop their own village. The aims of this study are to analyzed community participation in the development of tourism village, to analyzed external and internal factors with community participation level, to analyzed community standard of living, to analyzed the relation between community participation levels with community standard of living level. This research was a quantitative research with survey method, supported by qualitative data. The number of samples in this study was 50 respondents, which cosists of the member and all participants in Pasir Eurih Tourism Village. The results showed that education level has medium correlation and significant relation to participation level. The activities implementation method shows a very strong correlation and significant relation to participation level. Age, long settled, and amount of family member showed no significant relation with participation level. Then, participation level showed a weak correlation and no significant relation with community standard of living level.

(7)
(8)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA DAN TINGKAT TARAF HIDUP MASYARAKAT

(Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor)

MONA EL SAHAWI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulisan skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata dan Tingkat Taraf Hidup Masyarakat” dapat diselesaikan. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor internal dan eksternal masyarakat dengan partisipasi dalam pengembangan desa wisata dan tingkat taraf hidup masyarakat pada tahun 2016.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada keluarga khususnya Ibu Diah Shadiah dan Hamid El Sahawi atas doa dan dukungan selama proses penulisan proposal skripsi. Kepada teman-teman seluruh SKPM 49 khususnya Dikna, Ando, Wide, Rizky, Vanya, Citra, dan semuanya atas keceriaan dan dukungan yang selalu diberikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi, dan juga bermanfaat bagi pembaca lain.

Bogor, Juni 2016

(14)
(15)
(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xi PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Kegunaan Penelitian 5

PENDEKATAN TEORITIS 6

Tinjauan Pustaka 6

Konsep Partisipasi Masyarakat 6

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat 9

Konsep Desa Wisata 10

Konsep Taraf Hidup Masyarakat 12

Hipotesis Penelitian 15

Definisi Operasional 16

PENDEKATAN LAPANG 25

Metode Penelitian 25

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Teknik Penentuan Responden dan Informan 25

Teknik Pengumpulan Data 26

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 27

PROFIL KOMUNITAS DESA PASIR EURIH 28

Kondisi Geografis 28

Kondisi Demografi 28

Atraksi dan Mata Pencaharian 29

Akomodasi Sarana Dan Prasarana 32

Gambaran Sosial dan Profil Desa Wisata Pasir Eurih 33 Karakteristik Responden Peserta Program Desa Wisata 33

Usia 34

(17)

Lama Menetap 36

Jumlah Anggota Keluarga 36

Ikhtisar 38

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA 39

Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pengambilan keputusan 40

Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan 42

Partisipasi Masyarakat pada Tahap Evaluasi 43

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Menikmati Hasil 44 HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT 45

Hubungan Tingkat Usia dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat 45 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat 46 Hubungan Lama Menetap dengan Tingkat Partisipasi 47 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Tingkat Partisipasi 49 HUBUNGAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT 50 TINGKAT TARAF HIDUP MASYARAKAT 52 HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN TINGKAT TARAF HIDUP MASYARAKAT 55 Ikhtisar 57 PENUTUP 58

Simpulan 58

Saran 58

(18)

DAFTAR TABEL

1 Definisi operasional faktor internal (karakteristik individu) peserta

desa wisata 16

2 Definisi operasional faktor eksternal peserta desa wisata 18 3 Definisi partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata 19

4 Definisi taraf hidup masyarakat 21

5 Uji statistik reabilitas 27

6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan kelompok usia Desa Pasir

Eurih tahun 2014 29

7 Jumlah sarana dan prasarana Desa Pasir Eurih tahun 2014 32 8 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden tahun 2016 39 9 Jumlah dan frekuensi responden pada tingkat partisipasi tahap pengambilan

keputusan tahun 2016 41

10 Jumlah dan frekuensi responden pada tingkat partisipasi

tahap pelaksanaan tahun 2016 42

11 Jumlah dan frekuensi responden pada tingkat partisipasi tahap evaluasi

tahun 2016 43

12 Jumlah dan frekuensi responden pada tingkat partisipasi tahap menikmati

hasil tahun 2016 44

13 Hubungan tingkat usia dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam

pengembangan desa wisata tahun 2016 45

14 Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam

pengembangan desa wisata tahun 2016 47

15 Hubungan lama menetap dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam

pengembangan desa wisata tahun 2016 48

16 Hubungan jumlah anggota keluarga dengan tingkat partisipasi masyarakat

dalam pengembangan desa wisata tahun 2016 49

17 Hubungan metode pelaksanaan kegiatan dengan tingkat partisipasi

masyarakat dalam pengembangan desa wisata tahun 2016 51 18 Jumlah dan frekuensi pendapatan rata-rata responden per bulan

tahun 2016 53

19 Jumlah dan frekuensi pengeluaran rata-rata responden per bulan

tahun 2016 53

20 Jumlah dan frekuensi tingkat taraf hidup responden tahun 2016 54 21 Hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata

(19)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 15

2 Persentase mata pencaharian masyarakat Desa Pasir Eurih 2014 Error! Bookmark not defined.

3 Denah lokasi dan pemetaan kegiatan wisata di Desa Wisata Pasir Eurih

tahun 2016 31

4 Persentase usia responden yang ikut serta dalam pengembangan desa

wisata tahun 2016 34

5 Persentase tingkat pendidikan responden yang ikut serta dalam

pengembangan desa wisata tahun 2016 35

6 Persentase lama menetap responden yang ikut serta dalam pengembangan

desa wisata tahun 2016 36

7 Persentase jumlah anggota keluarga responden yang ikut serta dalam

pengembangan desa wisata tahun 2016 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Lokasi Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor 65

2 Format kerangka sampling 66

3 Kuesioner penelitian 68

4 Pedoman wawancara mendalam 76

5 Hasil uji statistik 77

6 Dokumentasi penelitian 84

(20)
(21)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangunan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat baik di tingkat lokal maupun global. Di Indonesia, industri pariwisata mengalami perkembangan pesat. Kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional sebesar 4,0 persen, devisa yang dihasilkan mencapai 11,17 juta US$, dan menyerap tenaga kerja pariwisata sebanyak 10,32 juta orang, sedangkan kondisi mikro jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 9,44 juta wisman dan wisatawan nusantara (wisnus) sebanyak 251,20 juta perjalanan pada tahun 2014. Daya saing pariwisata Indonesia menurut WEF (World Economic Forum) berada di ranking 70 dunia. Pencapaian angka ekonomi kreatif pada tahun 2014 juga menjadi pijakan dalam menetapkan target ekonomi kreatif pada tahun tahun 2019. Pencapaian ekonomi kreatif secara makro pada tahun 2014 antara lain: kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 7,06 persen, penciptaan lapangan kerja sebanyak 12,30 juta orang, dan kontribusi terhadap ekspor nasional sebesar 5,9 persen (Kemenpar 2014). Selain itu, hasil data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pariwisata menduduki peringkat empat sebagai penyumbang devisa terbesar di Indonesia dengan jumlah 10 054, dan urutan pertama adalah oil and gas (32,633 juta US$), kemudian ada coal (24,501 juta US$), crude palm oil (15,839 juta US$).1

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan program Visit Indonesia sebagai upaya mempromosikan tujuan pariwisata di Indonesia kepada wisatawan mancanegara maupun lokal pada tahun 2007. Kebijakan mengenai kepariwisataan itulah yang membuat pengembangan desa-desa wisata di Indonesia mulai bermunculan. Berdasarkan data Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sampai tahun 2012 di Indonesia terdapat 978 desa wisata. Jumlah ini meningkat tajam dibanding tahun 2009 yang hanya tercatat 144 desa untuk tujuan pariwisata.

Kebijakan pembangunan kepariwisataan yang dijalankan pemerintah diarahkan pada pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan dan unggulan dalam arti luas agar mampu menjadi salah satu penghasil devisa, mendorong ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian rakyat, memperluas lapangan pekerjaan, dan kesempatan berusaha serta meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memelihara kepribadian bangsa, nilai-nilai agama serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup2. Prinsip kepariwisataan yang terkandung dalam Undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan adalah memberdayakan masyarakat setempat dimana masyarakat berhak berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan dan berkewajiban menjaga dan melestarikan daya tarik wisata, serta membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata. Keikutsertaan masyarakat juga

1

http://print.kompas.com/baca/2015/06/16/Pariwisata-Ditargetkan-Sumbang-Devisa-Terbesar [diakses pada 2 februari 2016]

2

(22)

dijelaskan secara eksplisit dijelaskan dalam UU RI No 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan yang menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang berada di tingkat lokal memiliki kesempatan yang sama dalam penyelenggaraan kepariwisataan.

Potensi daya tarik wisata baik yang bernuansa alam maupun budaya pada umumnya berada di pedesaan, seiring dengan keberadaan masyarakat Indonesia yang sebagian besar berada di pedesaan. Oleh karena itu, berbagai potensi daya tarik wisata dikembangkan agar masyarakat mendapat manfaat sebesar-besarnya terkait potensi desa yang ada dengan menjadikannya kawasan desa wisata, karena wisatawan dalam perjalanan wisatanya membutuhkan berbagai kebutuhan baik barang maupun jasa. Masyarakat di pedesaan yang telah merasakan manfaat dari kunjungan wisatawan ke daerahnya, tentu akan berusaha menjaga lingkungan untuk tetap lestari bahkan meningkat kualitasnya. Lingkungan alam dan budaya yang rusak tentu akan menyebabkan wilayah desa wisata tersebut tidak akan lagi diminati oleh wisatawan. Hal itu tentunya akan berdampak pada berkurangnya pendapatan mereka. Dengan demikian, melalui pengembangan desa wisata, lingkungan alam dan budaya setempat akan terjaga kelestarian dan kualitasnya, karena masyarakat akan berusaha menjaga dan memelihara lingkungannya untuk tetap lestari bahkan meningkat kualitasnya (Soekarya 2011).

Keppres Nomor. 38 Tahun 2005 mengamanatkan sektor kelembagaan sebagai penggagas pengembangan pariwisata yang berbasis kerakyatan (community-based ecotourism development) agar bisa memperluas tujuan dan mendapatkan dampak konservasi yang lebih besar dengan cara mengoptimalkan peran dan kerja sama dengan stakeholders yang lain. Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan secara global, maka dibidang pariwisata terjadi pula kecenderungan perubahan dari pariwisata yang eksploitatif ke arah pariwisata yang berkelanjutan. Ekowisata merupakan pariwisata alternatif yang timbul sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan terhadap bentuk pariwisata yang kurang memperhatikan dampak sosial dan ekologis, dan lebih mementingkan keuntungan ekonomi dan kenyamanan manusia semata (Nugraheni 2002). Disamping itu pengembangan desa wisata menjadi relevan seiring terjadinya pergeseran model pembangunan pariwisata yang lebih memperhatikan aspek sosial dan ekologis serta pembangunan ekonomi kerakyatan masyarakat pedesaan. Seperti dilaporkan oleh World Tourism Organization (WTO) pada tahun 1995 menunjukkan bahwa telah muncul perkembangan wisata alternatif yang dipandang lebih menghargai lingkungan alam dan penghargaan kepada kebudayaan.3

Inskeep (1991) mengatakan bahwa desa wisata merupakan bentuk pariwisata, yang sekelompok kecil wisatawan tinggal di dalam atau di dekat kehidupan tradisional atau di desa-desa terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan lingkungan setempat. Nuryanti (1992) mendefinisikan desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Pengembangan desa wisata didasarkan pada

3

(23)

pemenuhan kepuasaan wisatawan yang tidak hanya didapat dari fasilitas modern pariwisata tetapi juga interaksi dengan lingkungan dan komunitas lokal yang memiliki kekhasan tersendiri.

Pengelolaan desa wisata yang berbasis lokal memerlukan kepedulian dan partisipasi masyarakat untuk senantiasa berinovasi dan kreatif dalam mengembangkan wilayah desanya yang dijadikan sebagai desa wisata. Dalam hal ini, salah satu prinsip Community Development adalah partisipasi. Menurut Cohen dan Uphoff (1980) dalam Nasdian (2014) peran atau partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat bisa dilihat mulai dari tahap pengambilan keputusan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi. Selain itu aspek akan syarat-syarat tumbuhnya partisipasi dalam masyarakat juga menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan seperti adanya kesempatan, kemampuan dan kemauan (Slamet 2003).

Desa Wisata Pasir Eurih adalah salah satu desa wisata yang berada di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Desa Wisata Pasir Eurih menekankan pada wisata agroekoedukasi, sentral kerajinan, dan wisata budaya yang dikembangkan oleh masyarakat melalui pembinaan yang diberikan oleh pemerintah. Pekerjaan sehari-hari masyarakat dalam bidang pembuatan sandal dan sepatu menjadi salah satu atraksi yang dikembangkan. Hal tersebut dikembangkan dengan potensi-potensi yang ada menjadi bermanfaat serta lebih meningkatkan kelestarian dan kecintaan terhadap lingkungan alam, adat dan budaya baik untuk masyarakat sekitar maupun yang berkunjung ke Desa Wisata Pasir Eurih. Oleh karena itu, Desa Wisata Pasir Eurih menekankan budaya keseharian masyarakat yang hidup di wilayah pedesaan sebagai suguhan utama kegiatan wisata bagi wisatawan.

Penyelenggaraan pariwisata bagi masyarakat khususnya di wilayah pedesaan yang memiliki potensi untuk dikembangkan merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut terbukti dengan adanya data angka kemiskinan di Kabupaten Bogor cenderung menurun secara melambat selama beberapa tahun terakhir. Kondisi ini menunjukkan, strategi penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal. Data BPS pada 2014 menyebutkan angka kemiskinan di Kabupaten Bogor masih 9,11 persen dari 5,3 juta penduduk Kabupaten Bogor. Persentase ini menurun dari capaian tahun sebelumnya 9,54 persen. Jumlah penduduk miskin di Bumi Tegar Beriman sebenarnya sempat menyentuh angka 8,83 persen di 20124. Namun, seiring dengan garis kemiskinan yang naik, BPS pada tahun 2014 menyebutkan angka kemiskinan di wilayah Kabupaten Bogor sebesar 9,11 persen. Diperlukan akselerasi penurunan kemiskinan sebesar 2,11 persen agar mencapai angka lima persen pada 2018 mendatang5.

Pengembangan wisata pedesaan dan desa wisata dianggap membuka peluang kunjungan, meminimalkan gelombang urbanisasi dan menciptakan aktifitas ekonomi di pedesaan sehingga akan dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mendorong pengembangan bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat pedesaan khususnya di bidang kepariwisataan melalui pemberdayaan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk partisipasi. Disisi lain melalui kegiatan wisata

4

http://jabar.pojoksatu.id/bogor/2015/11/26/haduh-penurunan-kemiskinan-di-kabupaten-bogor-lambat/ (Diakses pada 16 Maret 2016)

5

(24)

dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan karena dianggap bisa memberikan kesempatan kerja, kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengembangan kemampuan berusaha yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat. Namun, hal tersebut bertolak belakang dengan data yang menunjukkan persentase jumlah penduduk miskin khususnya di Kabupaten Bogor yang masih tinggi meskipun mengalami penurunan. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji hubungan partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat.

Perumusan Masalah

Partisipasi berkaitan dengan distribusi kekuasaan dalam masyarakat, hal tersebut memungkinkan kelompok untuk menentukan kebutuhan yang akan dipenuhi melalui distribusi sumber daya (Curtis et al. 1987) dalam Nasdian (2014). Menurut Cohen dan Uphoff (1980) dalam Nasdian (2014) peran atau partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat bisa dilihat mulai dari tahap pengambilan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil, evaluasi. Oleh karena itu, penting untuk dianalisis bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata?

Orientasi pembangunan kepariwisataan perlu menempatkan fakta di atas sebagai pertimbangan pokok dalam menumbuhkembangkan kapasitas dan kapabilitas pada masyarakat (Beeton 2006). Hal ini dilakukan untuk dapat meningkatkan pelayanan sekaligus merealisasikan peran sentral masyarakat dalam aktivitas pembangunan kepariwisataan sesuai dengan harapan dan kemampuan yang dimiliki. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi partisipasi dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, penting untuk dianalisis apa saja faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat?

Melalui pengembangan Desa Wisata, masyarakat di pedesaan, khususnya yang memiliki potensi daya tarik berupa alam maupun budaya, diberi wawasan mengenai kepariwisataan, diberi kemampuan untuk mengambil manfaat dari keberadaan potensi dan daya tarik desanya. Namun, berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (2013) pada jumlah penduduk miskin di pedesaan khususnya wilayah Jawa Barat mencapai 1,7 juta jiwa dari keseluruhan penduduk miskin di pedesaan Indonesia yang mencapai lebih dari 17 juta jiwa. Hal ini menunjukkan angka kemiskinan yang tinggi pada komunitas pedesaan, sementara begitu banyak program yang telah dijalankan untuk mengentaskan kemiskinan baik yang dilakukan pemerintah ataupun perusahaan (swasta). Sehingga penting untuk dianalisis bagaimana taraf hidup masyarakat di desa wisata?

(25)

mendorong pengembangan bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat pedesaan khususnya di bidang kepariwisataan melalui pemberdayaan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk partisipasi. Oleh karena itu, penting untuk dianalisis bagaimana hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat taraf hidup masyarakat?

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian secara umum adalah untuk menganalisis “Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata dan Tingkat Taraf Hidup Masyarakat” dan secara khusus bertujuan untuk:

1. Menganalisis partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata. 2. Menganalisis hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi

masyarakat dalam pengembangan desa wisata.

3. Menganalisis hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata.

4. Menganalisis taraf hidup masyarakat di desa wisata

5. Menganalisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata dengan tingkat taraf hidup masyarakat.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan pengembangan desa wisata, khususnya kepada:

1. Bagi masyarakat, dapat memperoleh pengetahuan serta gambaran mengenai partisipasi dalam pegembangan desa wisata dalam upaya peningkatan taraf hidup berdasarkan ekonomi lokal.

2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menentukan arah kebijakan dan peraturan mengenai pengembangan desa wisata yang lebih baik bagi masyarakat.

(26)

PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Partisipasi Masyarakat

Makna partisipasi menurut Arnstein (1969) adalah sebagai kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengatasi persoalannya pada masa kini guna mencapai kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang. Dijelaskan bahwa partisipasi merupakan redistribusi kekuatan, yang memungkinkan kaum terpinggirkan secara ekonomi dan politik untuk dilibatkan dalam perencanaan pembangunan masa depan. Makna partisipasi yang mengacu pada pendapat Arnstein adalah kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengatasi persoalannya pada masa kini guna mencapai kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang. Adapun Cohen dan Uphoff (1980) dalam Nasdian (2014) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Proses perencanaan bermaksud untuk melihat sejauh mana kesadaran masyarakat dalam memberikan penilaian dan menentukan pemilihan sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri. Seringkali pengambilan keputusan dalam perencanaan yang dilakukan oleh stakeholders hanya terpusat pada orang-orang yang memiliki kekuasaan, seperti pihak perusahaan yang lebih merasa mampu dari segala bidang, sedangkan masyarakat cenderung diabaikan bahkan tidak dilibatkan dalam proses ini, padahal dalam proses perencanaan, keputusan yang dihasilkan sangat bergantung pada keberhasilan aktivitas kemudian. Apabila masyarakat diikutsertakan sebagai subyek dan mampu mengambil keputusan mandiri maka akan lebih baik untuk keberlanjutan programnya.

2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek. Tahap pelaksanaan juga seringkali diartikan sebagai tahap implementasi, bahwa pada tahap ini partisipasi tidak hanya bernilai sebuah tindakan nyata, namun dapat pula secara tidak langsung memberikan masukan untuk perbaikan program dan membantu melalui sumber daya. Tahap pelaksanaan partisipatif sangat berbeda dengan top down dan bottom up, namun partisipasi dapat berupa gabungan dari kedua pendekatan tersebut, seperti yang bekerja bukanlah hanya pihak perusahaan, namun bersama merumuskan kebutuhan kemudian membangun hal yang diperlukan. Seperti contoh pelaksanaan top down hanya mengikuti instruksi dari pihak tertentu baik instansi atau perusahaan tanpa secara langsung mengikuti kebutuhan dari masyarakat sehingga banyak pelaksanaan pembangunan yang menjadi sia-sia dan tidak berkelanjutan.

(27)

memahami kegunaan dan kerugian dari suatu program yang diberikan sehingga mereka dapat menyusun dan mengeksekusi solusi atas penilaian mereka. Evaluasi juga dapat menilai sejauhmana keberhasilan dan keefektifan program yang mereka lakukan, sehingga mereka dapat menentukan secara mandiri dan sadar apakah mereka harus melanjutkan atau meninggalkan kegiatan tersebut. Evaluasi yang dilakukan oleh orang dalam cenderung lebih sesuai konteks dengan permulaan difasilitasi oleh orang luar. Apabila evaluasi dilakukan oleh pihak lain hal ini tentunya menunjukkan belum munculnya partisipasi dari masyarakat sendiri.

4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Pada tahapan ini masyarakat sudah mampu merasakan keberhasilan dari program yang telah mereka lakukan. Mereka juga dapat mengukur hasil yang mereka peroleh dengan potensi sendiri yang mereka miliki.

Partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu Mardikanto (2003). Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Pemikiran tentang partisipasi masyarakat juga diutarakan oleh Slamet (2003), menurut beliau makna partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan baik dari tahap pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, juga ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Penekanannya disini bahwa partisipasi dalam pembangunan bukan hanya berarti ikut menyumbangkan sesuatu input ke dalam proses pembangunan, tetapi termasuk ikut memanfaatkan dan menikmati hasil- hasil pembangunan. Sehingga dapat dikatakan keberhasilan pembangunan nasional ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat, baik dalam menyumbangkan masukan maupun dalam menikmati hasilnya.

Berdasarkan definisi atau pengertian tentang partisipasi dalam pembangunan seperti diuraikan diatas, maka partisipasi dalam pembangunan dapat dibagi menjadi lima jenis:

1. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input tersebut dan ikut menikmati hasilnya

2. Ikut memberi input dan menikmati hasilnya.

3. Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan secara lansung.

(28)

karena tanpa adanya partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan hasil pembangunan berarti pula bahwa masyarakat tidak naik tingkat hidup atau tingkat kesejahteraannya (Slamet 2003).

Partisipasi secara umum dapat dimaknai sebagai hak warga masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelestarian. Masyarakat bukanlah sekedar penerima manfaat atau objek belaka, melainkan sebagai subjek pembangunan. Pandangan ini serupa dengan Abe (2002) yang berpendapat bahwa partisipasi masyarakat merupakan hak, bukan kewajiban. Orientasi pembangunan kepariwisataan perlu menempatkan fakta di atas sebagai pertimbangan pokok dalam menumbuhkembangkan kapasitas dan kapabilitas pada masyarakat (Beeton 2006). Hal ini dilakukan untuk dapat meningkatkan pelayanan sekaligus merealisasikan peran sentral masyarakat dalam aktivitas pembangunan kepariwisataan sesuai dengan harapan dan kemampuan yang dimiliki.

Partisipasi intinya adalah sikap sukarela dari masyarakat untuk membantu keberhasilan program pembangunan. Selain itu, partisipasi juga dapat dimaknai sebagai bentuk keterlibatan mental sekaligus emosional seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk ikut serta menyumbangkan kemampuan dalam mencapai tujuan kelompok dan ikut bertanggung jawab atas tujuan kelompok, termasuk pelaksanaan program-program tersebut. Pelibatan ini membuat masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap proses keberlanjutan program pembangunan. Pendekatan partisipatif yang dilaksanakan diharapkan akan memberikan ruang bagi perkembangan aktivitas yang berorientasi kompetisi dan tanggung jawab sosial oleh anggota komunitas itu sendiri. Pentingnya partisipasi dalam pembangunan memberikan arti bahwa segala hal yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan ekonomi, seperti menarik investor luar, maka harus melibatkan warga (Bryson 1995).

Adiyoso (2009) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat merupakan komponen terpenting dalam upaya pertumbuhan kemandirian dan proses pemberdayaan. Pengabaian partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan desa wisata menjadi awal dari kegagalan tujuan pengembangan desa wisata (Nasikun 1997). Menurut Timothy (1999) ada dua perspektif dalam melihat partisipasi masyarakat dalam pariwisata. Kedua perspektif tersebut adalah (1) partisipasi masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan, dan (2) berkaitan dengan manfaat yang diterima masyarakat dari pembangunan pariwisata. Timothy menekankan perlunya melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dengan mengakomodasi keinginan dan tujuan masyarakat lokal dalam pembangunan serta kemampuannya dalam menyerap manfaat pariwisata.

(29)

menerima manfaat pariwisata. Dengan demikian, perencanaan pembangunan pariwisata harus mengakomodasi keinginan dan kemampuan masyarakat lokal untuk berpartisipasi serta memperoleh nilai manfaat yang maksimal dari pembangunan pariwisata. Partisipasi masyarakat lokal sangat dibutuhkan dalam pengembangan desa wisata karena masyarakat lokal sebagai pemilik sumber daya pariwisata yang ditawarkan kepada wisatawan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

Perencanaan dan pengembangan pariwisata harus melibatkan masyarakat secara optimal melalui musyawarah dan mufakat setempat (Dalimunthe 2007). Bentuk Partisipasi masyarakat meliputi enam kriteria, yakni:

1. Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait lain dalam proses perencanaan dan pengembangan ekowisata.

2. Membuka kesempatan dan mengoptimalkan peluang bagi masyarakat untuk mendapat keuntungan dan berperan aktif dalam kegiatan ekowisata.

3. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan.

4. Meningkatkan keterampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata.

5. Mengutamakan peningkatan ekonomi lokal dan menekan tingkat pendapatan (leakage) serendah-rendahnya, dan

6. Meningkatkan pendapatan masyarakat.

(30)

Adapun faktor eksternal yaitu metode pelaksanaan kegiatan, metode kegiatan yang dua arah atau interaktif dapat lebih meningkatkan partisipasi seseorang (Arifah 2002). Hal tersebut dapat menumbuhkan hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran, karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Kemudian bila didukung dengan pelaksanaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat mendorong masyarakat untuk berpartisipasi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kondisi yang kondusif untuk berpartisipasi. Kondisi-kondisi tersebut menurut Nasdian (2002) antara lain:

1. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka memandang penting issue-issue atau aktivitas tertentu.

2. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka merasa bahwa tindakannya akan membawa perubahan, khususnya di tingkat rumah tangga atau individu.

3. Perbedaan bentuk-bentuk partisipasi dan didukung dalam partisipasinya. Selain faktor eksternal dan internal, faktor penghambat selanjutnya menjadi salah satu hal yang biasa dihadapi dalam pelaksanaan sebuah kegiatan yang membutuhkan partisipasi masyarakat di dalamnya. Faktor penghambat Tosun (2000) telah membagi hambatan partisipasi mayarakat kedalam tiga bagian hambatan operasional, hambatan struktural dan, hambatan budaya/cultural. Pada penelitian sebelumnya Mustapha et al. (2013) telah mengkatagorikan ketiga tipe hambatan.

1. Tipe hambatan operational seperti: keengganan pemegang saham terhadap berbagi kekuasaan, sentralisasi administrasi publik, dan kurangnya informasi.

2. Tipe Hambatan structural yaitu: Dominasi Elite, Kurangnya sumber daya keuangan, Sikap profesional, dan Kurangnya hukum yang sesuai sistem. 3. Tipe hambatan cultural yaitu: Terbatasnya kemampuan masyarakat orang

miskin, apatis, dan rendahnya tingkat kesadaran di komunitas lokal.

Konsep Desa Wisata

Inskeep (1991) mengatakan bahwa desa wisata merupakan bentuk pariwisata, yang sekelompok kecil wisatawan tinggal di dalam atau di dekat kehidupan tradisional atau di desa-desa terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan lingkungan setempat. Nuryanti (1992) mendefinisikan desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Ditegaskan pula bahwa komponen terpenting dalam desa wisata, adalah

1. Akomodasi, yakni sebagian dari tempat tinggal penduduk setempat dan unit-unit yang berkembang sesuai dengan tempat tinggal penduduk, dan 2. Atraksi, yakni seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta

(31)

3. Fasilitas pendukung, yakni sarana yang mampu memudahkan kegiatan wisata yang dilaksanakan, seperti WC umum, toilet, tempat parkir.

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata membuat suatu program yang bernama Pariwisata Inti Rakyat (PIR) atau dengan istilah lainnya yaitu community-based tourism. Menurut PIR, desa wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya : atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan kebutuhan wisata lainnya. Berdasarkan pengembangan pariwisata dan kualitas dari objek dan daya tarik wisata yang dijadikan sebagai kriteria utama, pariwisata berbasis masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi 7 sebagaimana terdapat dalam Development of Community Based Tourism: Final Report 2003 (Purnamasari 2011) yaitu:

1. Basic Visitor facilities. Tipe ini terdiri atas fasilitas pariwisata yang sangat mendasar seperti akomodasi home stay dan restoran yang melayani pengunjung. Tipe ini biasanya diperuntukkan bagi desa yang terletak di rute yang menuju objek dan daya tarik wisata. Tipe ini tidak melibatkan organisasi kemasyarakatan dan pada tipe ini, manfaat ekonomi yang diterima masyarakat lokal masih sedikit.

2. Basic visitor facilities plus tourism theme. Pada tipe ini, biasanya disediakan fasilitas dasar dengan tema tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah pengunjung, misalnya dengan menetapkan tema pertanian organik atau wisata alam. Tipe pengembangan pariwisata ini masih berskala kecil dan biasanya merupakan inisiatif dari pengusaha lokal.

3. Handicraft Villages. Pengembangan tipe ini biasanya dilakukan pada desa-desa yang berfungsi sebagai pusat lokasi produksi dan penjualan barang hasil kerajinan, dan juga merupakan desa yang masih kurang atau bahkan tidak memiliki atraksi lainnya. Pengelolaannya cenderung berdasarkan pada ikatan keluarga atau kelompok dan menggunakan tenaga kerja lokal.

4. Hotels and Villages Communities. Masyarakat di daerah ini berada di sekitar hotel atau resort yang pembangunannya terintegrasi. Masyarakat mendapat manfaat langsung dan tidak langsung dari pengembangan pariwisata tipe ini. Manfaat yang dapat langsung dirasakan masyarakat yaitu terbukanya lapangan pekerjaan dan pelatihan baik di hotel maupun di pusat penjualan barang produksi kerajinan, sedangkan manfaat lainnya adalah pembangunan infrastruktur berupa jalan, pembangunan sarana pendidikan dan kesehatan, dll.

5. Traditional Tourism Villages. Pengembangan pariwisata tipe ini menonjolkan budaya dan adat istiadat perdesaan, gaya hidup masyarakat, dan arsitektur tradisional yang dikemas dalam lingkungan yang menarik.

6. Community Close To primary Tourism Attraction. Daya tarik dari desa ini adalah atraksi wisata alam dan buatan yang dipadukan sehingga menarik wisatawan dan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat.

(32)

Adapun karakteristik pariwisata berbasis masyarakat yang diterapkan “Saint Lucida Heritage” antara lain: melibatkan perencanaan partisipatif dalam setiap tahapan, menciptakan kesempatan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal, mendukung lembaga masyarakat, mendorong kohesi sosial, menciptakan kebanggaan masyarakat, meningkatkan pengembangan individu dalam mengurangi aliran desa-kota, meningkatkan nilai tambah untuk budaya dan tradisi lokal, menyediakan keuntungan infrastruktur, menciptakan kesempatan dan pekerjaan dengan kegiatan ekonomi baru, tidak mengubah kegiatan ekonomi yang sudah ada, menciptakan hubungan ekonomi antar sektor, menyediakan pasar untuk promosi barang dan jasa, berkontribusi untuk pembangunan yang seimbang; memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, tetapi tidak mengeksploitasi, memperkecil dampak lingkungan, mendorong masyarakat agar tidak konsumtif dalam menggunakan sumber daya (Purnamasari 2011). Kaitannya dengan konsep pengembangan desa wisata, Pearce (1995) mengartikan pengembangan desa wisata sebagai suatu proses yang menekankan cara untuk mengembangkan atau memajukan desa wisata. Secara lebih spesifik, pengembangan desa wisata diartikan sebagai usaha-usaha untuk melengkapi dan meningkatkan fasilitas wisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Selain itu, komponen penting yang perlu ada dalam pengembangan desa wisata itu sendiri adalah partisipasi masyarakat lokal, sistem norma setempat, sistem adat setempat, budaya setempat (Dewi 2013).

Berdasarkan agenda WTO (2000) untuk pariwisata berkelanjutan, terlihat bahwa pariwisata berbasis masyarakat fokus pada dampak sosial-budaya. Prinsip penerapan pariwisata berbasis masyarakat adalah sebagai berikut: small scale, tahapan dimulai dari lapis paling bawah, menekankan pada pemenuhan basic needs dan self reliance; proses pengambilan keputusan dilakukan oleh masyarakat dan otoritas tertinggi ada di tangan masyarakat lokal, memegang prinsip-prinsip kesamaan sekaligus perbedaan dan ketimpangan, optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal, tidak mengabaikan identitas masyarakat lokal, menekankan pada human capital bukan financial capital, dan menekankan pada manfaat dan distribusi produksi bukan akumulasi modal/capital Purnamasari (2011). Pengembangan desa wisata di Indonesia lebih banyak difasilitasi negara, sedangkan masyarakat cenderung pasif. Bottom up planning memaksa komunitas lokal untuk berpikir dan bergerak guna merancang dan memutuskan pola pembangunan pariwisata yang memihak kepentingan komunal. Mubyarto (1988) menegaskan bahwa partisipasi merupakan kesediaan membantu berhasilnya program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti harus mengorbankan kepentingan sendiri.

Konsep Taraf Hidup Masyarakat

(33)
(34)

Kerangka Pemikiran

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata sangat dibutuhkan untuk keberhasilan pengembangan desa wisata. Ukuran partisipasi masyarakat dapat dilihat melalui keikutsertaan masyarakat dalam tahapan partisipasi seperti yang dikemukankan oleh Cohen dan Uphoff (1980) dalam Nasdian (2014) yaitu pengambilan keputusan, pengelolaan, evaluasi, dan menikmati hasil. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi partisipasi dari masyarakat itu sendiri.

Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat menurut (Pangestu 1995) adalah sebagai berikut: faktor internal, yaitu karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup usia, tingkat pendidikan, dan jumlah anggota keluarga. Usia berpengaruh terhadap tingkat partisipasi karena semakin tua seseorang, relatif berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan tersebut akan mempengaruhi partisipasi sosialnya (Tamarli 1994). Oleh karena itu, semakin muda usia seseorang, semakin tinggi tingkat partisipasinya dalam suatu kegiatan atau program tertentu. Sama halnya dengan pendapat Silaen (1998), semakin tua usia seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru.

Jumlah angota keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi anggota, yang dinyatakan dalam besarnya jumlah jiwa yang ditanggung oleh anggota dalam keluarga. Menurut Ajiswarman (1996), semakin besar jumlah anggota keluarga menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Murray dan Lappin (1967) menyatakan bahwa terdapat faktor internal lain, yang mempengaruhi partisipasi yaitu lama menetap. Semakin lama menetap di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana dia tinggal.

Adapun faktor eksternal yaitu meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran dapat mempengaruhi partisipasi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelaksanaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut. Faktor eksternal tersebut yaitu metode kegiatan. Metode kegiatan yang dua arah atau interaktif dapat lebih meningkatkan partisipasi seseorang (Arifah 2002).

(35)

penting untuk dilakukan. Tingkat taraf hidup dapat dicapai dengan adanya pemberdayaan ekonomi lokal yang sangat mempengaruhi kemandirian masyarakat. Pemberdayaan erat kaitannya dengan suatu bentuk kesadaran dari seluruh stakeholders dalam menjalankan peranannya, khususnya masyarakat.

Keterangan

[image:35.595.106.512.120.544.2]

Berhubungan :

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Tingkat usia berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata.

2. Tingkat pendidikan berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata.

3. Lama menetap berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata.

4. Jumlah anggota keluarga berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata.

5. Metode pelaksanaan kegiatan berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata.

6. Tingkat partisipasi masyarakat berhubungan nyata dengan tingkat taraf hidup masyarakat dalam pengembangan desa wisata.

Faktor Internal (Karakteristik Individu): Tingkat Usia Tingkat pendidikan Lama menetap Jumlah Anggota Keluarga Faktor Eksternal: Metode Pelaksanaan Kegiatan Tingkat partisipasi menurut Cohen dan

Uphoff (1980)

1. Tahap pengambilan

keputusan

2. Tahap pelaksanaan

3. Tahap evaluasi

4. Tahap menikmati

hasil

Tingkat Taraf Hidup Masyarakat BPS (2007)

Pendapatan Pengeluaran Luas dinding Jenis lantai terluar Sumber air Status rumah

Bahan bakar memasak Akses kesehatan Akses pendidikan Aset kepemilikan

Fasilitas Penerangan Rumah Tangga

(36)

Definisi Operasional

Untuk mempermudah pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka penting untuk merumuskan definisi operasional sebagai berikut:

1. Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi individu dalam membentuk persepsi, seperti umur, tingkat pendidikan, lama menetap, dan jumlah anggota keluarga (Pangestu 1995).

Tabel 1 Definisi operasional faktor internal (karakteristik individu) peserta desa wisata

No Variabel Definisi Operasional

Indikator Jenis Data 1 Tingkat

usia

Lama waktu hidup responden dari sejak lahir sampai pada saat diwawancarai, diukur dalam jumlah tahun berdasarkan sebaran rata-rata responden yang ditemui di lapang, dimana responden sudah bekerja dan tidak dibatasi untuk pria maupun wanita

Kategori tingkat usia responden

dikategorikan sebagai berikut:

Tua ( > 52 tahun) Dewasa Tua (42 – 51 tahun)

Dewasa Muda (24 – 41 tahun)

Masing-masing

pertanyaan akan dinilai berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

Tua = 1

Dewasa Tua = 2 Dewasa Muda = 3

Ordinal

2 Tingkat pendidikan

Jenjang pendidikan terakhir yang berhasil ditamatkan oleh responden, diukur berdasarkan jenjang pendidikan formal rata- rata responden.

Kategori tingkat pendidikan responden dikategorikan sebagai berikut:

Tamat SMA

Sederajat = Tinggi

Tamat SMP

Sederajat = Sedang Tamat SD Sederajat = Rendah

Masing-masing

pertanyaan akan dinilai berdasarkan ketentuan berikut:

Rendah = 1 Sedang = 2 Tinggi = 3

(37)

3 Lama menetap

Lama waktu tinggal responden di lokasi penelitian sampai saat responden diwawancarai. Lama atau barunya waktu tinggal diukur berdasarkan jumlah tahun rata-rata lama menetap responden

Kategori lama menetap responden dikategorikan sebagai berikut:

14 – 35 tahun = Baru

36 - 47 tahun = Sedang

≥48 tahun = Lama Masing-masing

pertanyaan akan dinilai berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

Baru =1 Sedang = 2 Lama = 3

Ordinal

4 Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga adalah mereka yang hidup satu atap dan satu dapur, atau

satu dapur lain atap. Termasuk

didalamnya adalah suami, istri, anak-anak, anggota keluarga lainnya ataupun bukan keluarga tetapi menjadi tanggungan responden.

Diukur dengan jumlah jiwa dan dengan dasar acuan standard BKKBN yaitu dua

anak cukup.

Kategori jumlah anggota keluarga responden

dikategorikan sebagai berikut:

≤ 2 orang = Sedikit 3 orang – 4 orang = Sedang

>4 orang = Banyak Masing-masing

pertanyaan akan dinilai berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

Banyak = 1 Sedang = 2 Sedikit = 3

Ordinal

(38)
[image:38.595.35.495.74.808.2]

Tabel 2 Definisi operasional faktor eksternal peserta desa wisata No Variabel Definisi

Operasional

Indikator Jenis Data 1 Metode

Pelaksanaan Kegiatan

Metode kegiatan adalah pandangan responden

mengenai bagaimana cara penyampaian

informasi dan pendampingan yang dilakukan oleh pihak Dinas Pariwisata, Pihak Pengurus Desa wisata, dan pelatihan untuk penunjang

pengembangan desa wisata yang dilaksanakan dalam kegiatan

pengembangan desa wisata

Metode kegiatan sendiri diukur dengan penyampaikan

informasi tentang pengembangan desa wisata berupa (1) sosialisasi yang dilakukan oleh pihak perangkat desa, atau stakeholder lainnya. (2) pendampingan yang dilakukan oleh pendamping, atau stakeholder lainnya, serta pelatihan SDM yang dilaksanakan. Masing-masing pertanyaan akan dinilai berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

Skor 9 – 13 = Rendah

Skor 14 – 15 = Sedang

Skor 16 – 18 = Tinggi

Masing-masing pertanyaan akan dinilai berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

Rendah = 1 Sedang = 2 Tinggi = 3

(39)

Tingkat Partisipasi

Tingkat partisipasi masyarakat merupakan keikutsertaan anggota dalam semua tahapan kegiatan kelompok yang meliputi tahap pengambilan keputusan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi Cohen dan Uphoff (1980) dalam Nasdian (2014). Berdasarkan masing-masing kategori tersebut, maka dapat dikategorikan total skor dari seluruh pertanyaan tingkat partisipasi yaitu:

[image:39.595.107.510.219.771.2]

Rendah : Jika total skor seluruh indikator berjumlah 15 – 20 Sedang : Jika total skor seluruh indikator berjumlah 21 – 23 Tinggi : Jika total skor seluruh indikator berjumlah 24 – 30

Tabel 3 Definisi partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata No Variabel Definisi

Operasional

Indikator Jenis data 1 Tahap

pengambilan keputusan

Keterlibatan responden dalam rapat dan proses perencanaan atau pengambilan keputusan dalam pengembangan desa wisata, baik bersifat teknis maupun non-teknis.

Diukur berdasarkan jumlah kehadiran dan keaktifan peserta selama proses perencanaan kegiatan. Aspek kehadiran dilihat berdasarkan jumlah kehadiran peserta pada rapat-rapat yang diadakan selama proses perencanaan kegiatan, intensitas rapat akan diketahui di lapangan. Adapun aspek keaktifan dalam rapat akan dilihat melalui keaktifan peserta dalam bertanya, memberikan usulan, dan diterima atau tidaknya usulan.

Masing-masing

pertanyaan akan dinilai berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

3-4 = skor 1 (rendah) 5-6 = skor 2 (tinggi)

Ordinal

2 Partisipasi pada tahap pelaksanaan Keikutsertaan masyarakat dalam pengembangan desa wisata.

Diukur dengan melihat keaktifan dalam kepengurusan, dan keaktifan dalam kegiatan

pengembangan desa wisata, serta pelatihan yang mendukung

(40)

kegiatan pelaksanaan kegiatan dalam desa wisata. Masing-masing pertanyaan akan dinilai berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

7- 9 = skor 1 (rendah) 10-11=skor 2 (sedang) 12–14 = skor 3 (tinggi) 3 Partisipasi pada

tahap

menikmati hasil

Tahap menikmati hasil yaitu keikutsertaan responden dalam merasakan manfaat dari pengembangan desa wisata.

Partisipasi pada tahap menikmati hasil diukur dari manfaat yang didapat oleh responden dari adanya kegiatan, berupa peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan dampak positif lainnya yang

dirasakan oleh

masyarakat. Masing-masing pertanyaan akan dinilai berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

2 = skor 1 (rendah) 3-4 = skor 2 (tinggi)

Ordinal

4 Partisipasi pada tahap evaluasi Keikutsertaan masyarakat dalam mengevaluasi kekurangan atau kesalahan pelaksanaan pengembangan desa wisata.

Masing-masing

pertanyaan Partisipasi

diukur dengan

memberikan saran dan kritik, kehadiran dalam rapat evaluasi, membuat laporan secara lisan dan tulisan. Masing- masing pertanyaan akan dinilai berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

3-4 = skor 1 (rendah) 5-6 = skor 2 (tinggi)

Ordinal

Tingkat Taraf Hidup

Tingkat taraf hidup diukur dengan menggunakan indikator BPS (2007), dengan total skor dari seluruh pertanyaan yaitu:

(41)
[image:41.595.76.517.98.798.2]

Tabel 4 Definisi taraf hidup masyarakat

No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis data 1 Pendapatan Pendapatan adalah

penghasilan yang diperoleh oleh responden yang merupakan pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Pendapatan dihitung perbulan, sesuai dengan data rata-rata yang diperoleh dari responden dalam menentukan

pendapatan besar dan kecil per-hari yang diakumulasikan

menjadi pendapatan perbulan berdasarkan Potensi Desa Pasir Eurih (2015).

Rendah : x - ½ sd (skor 1) Sedang :

x – ½ sd x + ½ sd (skor 2) Tinggi : x + ½ sd (skor 3)

Ordinal

2. Pengeluaran Pengeluaran adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari untuk kebutuhan pangan dan non pangan.

Rendah : x - ½ sd (skor 1) Sedang :

x – ½ sd x + ½ sd (skor 2) Tinggi : x + ½ sd (skor 3)

Ordinal

3 Luas dinding

Luas dinding

merupakan indikator tingkat taraf hidup masyarakat khususnya melihat fasilitas tempat tinggal.

Rendah : rumbia, bambu (skor 1) Sedang : kayu, tembok bata (skor 2)

Tinggi : tembok beton (skor 3)

Ordinal

4 Jenis lantai terluar

Jenis lantai terluas merupakan jenis pijakan dari ruangan terluas yang berada dirumah responden

Rendah : tanah, bambu, bilik (skor 1)

Sedang :

kayu/papan, semen (skor 2) Tinggi : keramik (skor 3)

(42)

5 Sumber air Perolehan sumber air untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis

Rendah : mata air dan lainnya (skor 1)

Sedang : Sumur (skor 2)

Tinggi : PAM (skor 3)

Ordinal

6 Status rumah

Status kepemilikan bangunan tempat tinggal responden Rendah : menumpang (skor 1) Sedang : sewa/kontrak (skor 2) Tinggi : milik pribadi (skor 3)

Ordinal

7 Akses terhadap layanan kesehatan

Kemampuan rumah tangga responden untuk mendapatkan layanan atau menggunakan fasilitas kesehatan

a. Tempat berobat Rendah : Tidak berobat (minum

obat dan

istirahat), dukun, pengobatan alternatif (skor 1)

Sedang :

puskesmas, dokter praktek (skor 2)

Tinggi : rumah sakit (skor 3) b. Sumber biaya

berobat

Rendah :

sumbangan, pinjaman (skor 1)

Sedang :

bantuan/progra m pemerintah (skor 2)

Tinggi : pribadi (skor 3)

(43)

8 Akses terhadap pendidikan

Kemampuan dalam menyekolahkan

anggota keluarga melalui jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan

menengah dan

pendidikan tinggi.

a. Sumber biaya pendidikan Rendah : sumbangan,p injaman (skor 1) Sedang : bantuan/prog ram pemerintah (skor 2) Tinggi : pribadi (skor 3)

b. pendidikan terakhir dari kebanyakan anggota keluarga responden

Rendah : SD sederajat,SMP sederajat (skor 1) Sedang : SMA sederajat (skor 2) Tinggi : Dploma, S1, S2, S3 (skor 3)

Ordinal

9 Bahan bakar untuk memasak

Jenis bahan bakar yang digunakan untuk keperluan memasak

Rendah : Kayu bakar (skor 1) Sedang : Minyak tanah (skor 2) Tinggi : Gas (skor 3)

Ordinal

10 Aset

kepemilikan

Kepemilikan

barang/aset dan kepemilikan berupa jumlah barang berharga responden

Rendah:

menumpang/sewa / kontrak dan memiliki kurang dari lima jenis barang elektronik (skor 1)

Sedang:

(44)

memiliki rumah, kendaraan, dan barang elektronik sejumlah lima jenis barang (skor 2)

Tinggi:

memiliki rumah, tanah, kendaraan dan lebih dari lima jenis (skor 3)

11 Penerangan untuk fasilitas rumah

Penerangan untuk fasilitas rumah , sumber energi yang digunakan untuk menunjang penerangan dalam mendukung aktivitas sehari-hari

Rendah : obor, senter/petromak (skor 1)

Sedang : Listrik non PLN, Listrik PLN (bersama tetangga) (skor 2)

Tinggi : Listrik PLN (skor 3)

Ordinal

12 Fasilitas MCK

Jenis fasilitas yang dimiliki rumah tangga responden yang digunakan untuk aktivitas mandi, mencuci, dan buang air besar

Rendah : umum (skor 1)

Sedang : sendiri tanpa septic tank (skor 2) Tinggi : sendiri dengan septic tank (skor 3)

(45)

PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian

Penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata dan tingkat taraf hidup masyarakat ini merupakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif untuk memperkaya data dan informasi yang diperoleh. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan kuesioner melalui metode survei. Sementara itu data kualitatif dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan.

Informasi yang diperoleh dari data kualitatif ini digunakan untuk mendukung dan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif mengenai faktor internal dan faktor eksternal masyarakat Desa Wisata Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, dengan tingkat partisipasi dalam pengembangan desa wisata, serta hubungannya dengan taraf hidup masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif yang digunakan untuk memperkuat hasil yang di dapatkan dari penelitian eksplanatori. Selain itu penelitian deskriptif berguna untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang diperoleh selama penelitian.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini diadakan di Desa Wisata Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive,) dengan berbagai pertimbangan, yakni diantaranya:

1. Terdapat keanggotaan yang jelas, yakni masyarakat yang tergabung dalam desa wisata sudah terdata cukup baik.

2. Wilayah tersebut dijadikan desa wisata karena Desa Pasir Eurih menyimpan aneka wisata mulai dari wisata budaya, wisata edukasi pertanian, wisata kuliner, dan kesenian tradisional.

3. Potensi wisata yang dimiliki oleh desa Pasir Eurih yang memiliki nilai jual yang bersaing dalam hal adat, budaya, keindahan alam dan potensi-potensi karya pengrajin yang ada di desa tersebut. Disamping itu lokasi yang berdekatan dengan Kampung Budaya Sunda membuat akses Desa Wisata Pasir Eurih untuk didatangi pengunjung sangat tinggi.

4. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung perkembangan ekonomi masyarakat Desa Pasir Eurih yang digagas berdasarkan potensi budaya, potensi sentra kerajianan, serta potensi alam.

Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu kurang lebih enam bulan terhitung mulai dari penyusunan proposal skripsi, tahap perbaikan laporan penelitian, hingga tahap akhir yaitu uji petik skripsi yakni pada bulan Januari - Juni 2016.

Teknik Penentuan Responden dan Informan

(46)

teknik simple random sampling yang artinya daftar kerangka sampling sudah tersedia menggunakan Rand Beetween dalam aplikasi Microsoft Excel 2007. Selain itu, teknik dipilih karena masyarakat yang ikut serta mayoritas adalah pengrajin sepatu sehingga dapat dikatakan homogen. Banyaknya responden ditentukan berdasarkan hasil perhitungan rumus slovin yaitu

Keterangan:

N: jumlah populasi e: batas toleransi kesalahan (eror tolerance) n: jumlah sample

Berdasarkan rumus slovin tersebut, maka banyaknya responden dalam penelitian sebanyak 42 responden, namun untuk mengantisipasi error maka banyaknya responden menjadi 50 responden. Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili pihak lainnya dan responden hanya memberikan informasi terkait dengan dirinya. Sementara itu, pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan jumlahnya tidak ditentukan. Selanjutnya penetapan informan dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball) kepada pengurus dan tokoh masyarakat yang mengetahui dengan jelas mengenai partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Pasir Eurih serta taraf hidup masyarakatnya, dan responden yang dinaikan statusnya menjadi informan. Pihak-pihak yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah ketua Desa Wisata, ketua bidang pengrajin sandal/sepatu, sekretaris, ketua bidang sejarah dan situs, ketua bidang keamanan, bendahara, dan pemandu.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan langsung dari responden yaitu anggota dan pengurus dari Desa Wisata Pasir Eurih. Pengumpulan data primer didukung dengan kuesioner yang dimaksudkan sebagai suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden serta ditujukan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data penelitian ini juga menggunakan observasi (pengamatan langsung) yang dilakukan oleh peneliti di Desa Wisata Pasir Eurih. Wawancara mendalam dengan pengurus dari Desa Wisata dan perangkat desa setempat. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor desa, catatan harian hasil wawancara terbuka kepada informan dengan mengunakan panduan pertanyaan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen pihak-pihak terkait dan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yaitu buku, jurnal penelitian, skripsi, dan internet. Selanjutnya data sekunder tersebut disajikan dalam bentuk grafik dan narasi.

(47)

Tabel 5 Uji statistik reabilitas

Cronbach’s Alpha N of items

0.763 42

Aturan dalam penentuan nilai alpha yaitu jika nilai alpha > 0.90 maka reliabilitas sempurna, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.90, maka reliabilitas tinggi, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.5 maka reliabilitas moderat, dan jika nilai alpha <0.5 maka reliabilitas rendah. Tabel hasil uji reliabililitas pada kuesioner penelitian ini menunjukkan angka 0.763 artinya kuesioner memiliki reliabilitas kuat.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu selaku anggota dari desa wisata. Setelah seluruh data terkumpul dilakukan pengolahan data secara kuantitatif, yaitu menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang, dan teknik uji korelasi. Data tersebut diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS (Statistical Program for Social Sciences) for Windows versi 21.0. Hubungan antara faktor internal, eksternal dan tingkat partisipasi, serta tingkat partisipasi dengan tingkat taraf hidup diuji menggunakan uji korelasi Rank Spearman untuk mengukur hubungan antar dua variabel berskala ordinal.

(48)

PROFIL KOMUNITAS DESA PASIR EURIH Kondisi Geografis

Desa Pasir Eurih terletak di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Pasir Eurih termasuk ke dalam kawasan dengan iklim tropis basah dengan jumlah curah hujan rata-rata 3.500 - 4.500 mm/tahun atau 223 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 284 hari. Desa Pasir Eurih secara umum merupakan dataran tinggi yang berada di ketinggian antara 500 m sampai 700 m di atas permukaan laut, dengan komposisi tanah datar 70 persen dan tanah berbukit 30 persen. Sekitar 132 606 ha merupakan tanah sawah dengan irigasi teknis dan 5.614 ha tanah sawah dengan tadah hujan. Lahan pertanian bukan sawah yang diperuntukan untuk ladang sekitar 25 717 ha, kebun campur 44 449 ha, tanah semak belukar atau tepi sungai 5 632 ha, dan tanah pemukiman dan lainnya sekitar 6.613 ha. Desa Pasir Eurih memiliki luas sekitar 285 606 ha dengan luas tanah kas desa sekitar 1.2 ha. Luas wilayah yang cukup luas dimanfaatkan masyarakat untuk dikembangkan sebagai kegiatan wisata bertemakan agroedukasi, seperti tanam padi, mencari ikan, dan lain sebagainya.

Desa Pasir Eurih merupakan daerah dengan sumber daya air yang melimpah karena berada di kaki Gunung Salak serta dilalui oleh aliran sungai Ciapus, sungai Cipamali, dan sungai Cinadita. Sumber air yang digunakan oleh masyarakat setempat berasal dari dua sumber yaitu cinyusu (mata air) dan walungan (air sungai) dengan kualitas dan kuantitas air yang sangat baik. Potensi tersebut dijadikan sebagai salah satu objek wisata Desa Wisata Pasir Eurih, seperti curug nangka.

Sebagian besar jenis tanah yang ada di Desa Pasir Eurih adalah Latosol. Keberadaan tanah Latosol di Desa Pasir Eurih menjadikan wilayah tersebut memiliki produksi pertanian yang baik. Dengan kondisi tersebut banyak dari masyarakat yang memanfaatkan lahannya untuk bercocok tanam seperti menanam padi dengan sistem sawah irigasi, palawija dan tanaman perkebunan. Padi merupakan hasil utama pertanian yang merupakan bahan pangan utama serta menjadi bahan utama dalam upacara Seren Taun (Sedekah Guru Bumi) yang biasa dilakukan setiap selesai panen raya atau tepat pada tanggal 1 Muharam.

Wilayah yang berada di kaki gunung salak pun menjadi daya tarik wisata tersendiri, disamping letak wilayah yang tidak terlalu jauh dari perkotaan.Jarak dari ibu kota negara dengan Desa Pasir Eurih sekitar 65 km, jarak dari pusat kota Bogor 10 km dan jarak dari pusat Kabupaten Bogor 30 km.

Batas-batas administratif pemerintah Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Desa Parakan b. Sebelah Selatan : Desa Tamansari c. Sebelah Timur : Desa Sirnagalih d. Sebelah Barat : Desa Sukaresmi

Kondisi Demografi

(49)

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% TNI/POLRI

Pensiunan Sopir Tukang Ojek PNS Wiraswasta Pertukangan Pedagang Buruh Pengrajin sepatu/sandal Petani Karyawan sepatu/sandal

jiwa penduduk perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 3 545 KK. Berdasarkan tabel 6 ditunjukkan kelompok usia masyarakat Desa Pasir Eurih.

[image:49.595.118.520.159.229.2]

Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan kelompok usia Desa

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tabel 2 Definisi operasional faktor eksternal peserta desa wisata
Tabel 3 Definisi partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata
Tabel 4 Definisi taraf hidup masyarakat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat norma yang rendah terdapat sebanyak 20 persen responden memiliki tingkat partisipasi dalam perencanaan yang rendah, sebanyak 60

Warga belajar yang sebaiknya dilibatkan dalam kegiatan pendidikan kecakapan hidup pada daerah pen seperti pada PKBM Nurul Huda yaitu memiliki sikap terhadap life skills

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai secara keseluruhan peran serta wanita dalam menjalankan usaha peternakan sapi potong untuk meningkatkan taraf hidup keluarga di

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk-bentuk (wujud) partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata ini ada tiga dari buku Talizidhuhu Ndraha, yang berjudul

Dari 10 (sepuluh) pertanyaan diajukan dalam penelitian didapatkan kesimpulan bahwa : masyarakat Desa Tanjung Kecamatan Koto Kampar Hulu Kabupaten Kampar cenderung setuju

Kajian partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wisata yang dilakukan selama ini lebih banyak mengungkap keterlibatan masyarakat dari golongan yang memiliki modal, akses keuangan

Menurut Keith Davis (1988, dalam, Nugroho 2013) partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat dalam hal mental dan emosi dari seseorang yang bertanggung jawab datas

266 PARTISIPASI DAN DESENTRALISASI DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN DESA WISATA Oti Kusumaningsih1*, Emiraldo Win Pazqara2, Johar Ma’muri3